DVD Konseling Kristen
T E L A G A

TELAGA -- Pelayanan/Gereja

Anda dapat menyimak berbagai artikel terkait dengan pelayanan yang dibagi menjadi 19 artikel yang mencakup peran wanita dalam pelayanan, menaati panggilan Tuhan, keluarga dan pelayanan, pelayanan yang efektif, dan panggilan Tuhan. (Total Durasi: 9 Jam)<<Lihat Direktori>>

No.JudulFile MP3
1Peran Wanita dalam PelayananT069B
2Menaati Panggilan Tuhan 1T147A
3Menaati Panggilan Tuhan 2T147B
4Keluarga dan Pelayanan 1T186A
5Keluarga dan Pelayanan 2T186B
6Menerima Banyak Dituntut BanyakT238B
7Mengapa Tuhan Bisa MarahT256A
8Apa Artinya SelamatT256B
9Pekerjaan dan PelayananT268A
10Pelayanan yang EfektifT268B
11Panggilan TuhanT277A
12Dipakai Tuhan Seperti GideonT277B
13Mengapa Berdoa?T294A
14Kenapa Susah Berdoa?T294B
15Tanda-Tanda Orang Yang Meninggalkan Tuhan (I)T307A
16Tanda-Tanda Orang Yang Meninggalkan Tuhan (II)T307B
17Kebangkitan dari Kejatuhan IT329A
18Kebangkitan dari Kejatuhan IIT329B
19Belas Kasihan TuhanT343A


1. Peran Wanita dalam Pelayanan


Info:

Nara Sumber: Esther Tjahja, S.Psi. & Pdt.Dr. Netty Lintang
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T069B (File MP3 T069B)


Abstrak:

Dalam topik ini kita akan mengetahui bagaimana peran wanita di dalam pelayanan, ternyata tidak hanya kaum pria saja yang berhak duduk di dalam pelayanan gereja dan sebagainya. Wanita pun diperlukan di sana, Tuhan begitu spesial memperhatikan wanita yang dianggap lemah, khususnya saat pelayanan Tuhan Yesus waktu itu.


Ringkasan:

Murid Tuhan Yesus semua pria, namun sebenarnya banyak pelayanan yang Ia lakukan bersama murid-muridnya ditopang oleh pelayanan para wanita.

Mari kita lihat secara spesifik beberapa tokoh Alkitab.

  1. Miriam yang adalah kakak wanita dari Musa.
    Miriam memainkan peranan yang sangat penting, kesuksesan Musa karena andil Miriam yang sangat besar. Seandainya kita tidak menghitung kuasa Tuhan, barangkali kalau tidak ada Miriam, Musa sudah hanyut di sungai. Namun gara-gara ada Miriam Musa hanyut masuk ke dalam istana Firaun.

  2. Debora yang masuk dalam barisan Hakim-hakim.
    Melalui tokoh ini sangat kelihatan bahwa Tuhan tidak melihat jenis kelamin untuk mencari seorang pemimpin. Padahal budaya pada waktu itu mengutamakan pria untuk memegang peranan, tetapi Tuhan pakai Debora untuk menjadi seorang hakim dan nabiah.

  3. Ester yang menjadi ratu.
    Dia bisa menjadi alat atau saluran untuk bisa menghubungi suaminyaitu sang raja, untuk kemudian bisa mengubah berbagai peristiwa yang tadinya direncanakan dengan jahat oleh Haman. Akhirnya karena keberanian Ester ditambah dengan dukungan dari rakyatnya, dia bisa melakukan hal tersebut. Peranan Ester sangat penting sekali hingga satu bangsa terselamatkan. Kalau Ester tidak bertindak kemungkinan besar keadaan bangsa Israel pada saat itu sangat-sangat terancam bahkan bisa punah.

  4. Yang lainnya lagi adalah peranan wanita-wanita seperti Maria Magdalena, Susana, dan Yohana dalam pelayanan Tuhan Yesus.
    Yang menarik buat saya adalah mereka begitu setia melayani Tuhan Yesus, memberikan dukungan keuangan dan sebagainya. Bahkan yang dicatat dalam Alkitab, waktu Tuhan Yesus di kayu salib yang bersama dengan-Nya adalah para wanita tersebut. Yang pertama menjenguk kubur Tuhan Yesus juga adalah mereka para wanita ini. Dan orang pertama yang melihat Tuhan Yesus bangkit adalah Maria Magdalena dan para wanita lainnya. Di sini menunjukkan bahwa Tuhan begitu spesial memperhatikan wanita yang dianggap lemah, yang dianggap tidak ada apa-apanya, khususnya pada zaman itu. Mereka diangkat ke posisi yang begitu tinggi, begitu dihargai, begitu dikenang oleh Tuhan sendiri, saya merasakan itu adalah anugerah semata.

Sebagai kaum wanita yang memang terdesak dan dibatasi (meskipun seharusnya tidak seperti itu), yang perlu dilakukan untuk menghadapi hal ini adalah:

  1. Pakailah kesempatan yang memang sudah ada dengan semaksimal mungkin.

  2. Jangan pasif tapi harus lebih aktif menciptakan kesempatan dan memakai kesempatan.

  3. Jadi bukan mengada-ada tapi tunjukkanlah bahwa apa yang Tuhan berikan dan apa yang Tuhan bebankan dalam hati para wanita direalisasikan menurut kehendakNya.

  4. Bersandarlah pada kekuatan dari Tuhan dan tunjukkan kesetiaan kita di dalam pelayanan, sehingga orang dapat melihat bahwa inilah wanita, mereka dapat melayani dengan bagus dan dengan konsisten.

Dalam Filipi 3:17, Rasul Paulus berkata: "Saudara-saudara ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu." Sebagai wanita kita perlu memberikan suri tauladan yang indah sehingga orang di luar akan melihat kesaksian hidup kita, kesetiaan kita, kesanggupan kita dan mereka akhirnya mau tidak mau harus mengakui sumbangsih yang telah diberikan oleh para wanita dalam pelayanan.


Transkrip:

Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan. Kali ini kami akan mengangkat topik peran wanita dalam pelayanan. Hadir bersama kami pada saat ini adalah Ibu Esther Tjahja, S. Psi. dari Universitas Gajah Mada, yang kini menjadi staf psikologi di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang dan juga hadir bersama kami Ibu Pdt. Dr. Netty Lintang seorang gembala sidang Santapan Rohani Indonesia dan juga dosen STT Iman Jakarta. Ibu Esther dan Ibu Netty kami senang sekali bergabung dengan ibu-ibu sekalian dan tentu apa yang Ibu sampaikan pasti bermanfaat bagi para pendengar setia.

Lengkap

PG : Selamat datang kepada Ibu Netty dan Ibu Esther, saya kira kalau membicarakan pelayanan wanita ini saya mempunyai kesan kalau keliru tolong dibenarkan. Yaitu wanita seolah-olah tidak mendaptkan kesempatan yang sama dengan pria di pelayanan.

Apakah Ibu Netty dan Ibu Esther mempunyai pandangan yang serupa atau mempunyai komentar mengenai hal ini?

NL : Misalnya pelayanan apa?

PG : Maksud saya misalkan tidak semua gereja terbuka untuk mentahbis wanita, seperti melawat. Kalau pria melawat siapapun pada segala usia, segala jenis kelamin seolah-olah masih dibolehkan, tai kalau misalnya wanita sebagai seksi pelawatan, melawat pria, hal itu harus dijaga, harus lebih hati-hati sehingga mungkin lapangan itu agak tertutup bagi wanita, misalnya seperti itu, Ibu Netty.

NL : Justru saya lihat team pelawatan terdiri dari pada wanita, cuma usia mereka bukan yang muda. Mereka lebih banyak kesempatan untuk bergerak di dalam pelawatan.

PG : Yang saya maksud memang sepertinya ke arah yang lebih muda dan misalkan pelawat itu tidak banyak, katakan satu orang. Kalau pria sebagai seorang hamba Tuhan, dia melawat jemaatnya yang maih muda dan dia juga penginjil yang muda, biasanya tidak menjadi masalah, tapi kalau dia penginjil wanita dan masih muda, saya rasa sedikit banyak ada rasa enggan untuk melawat seorang pria yang sama-sama mudanya dengan dia.

GS : Bagaimana pandangan atau pengamatan Pak Paul, apa itu ada betulnya, Ibu Netty?

NL : Saya rasa ada betulnya karena mungkin di dalam pandangan orang dan faktanya hamba Tuhan kebanyakan yang pria. Sekarang makin lama makin banyak hamba Tuhan yang wanita, dulu kebanyakan hamb Tuhan itu pendeta biasanya pria.

Jadi waktu mereka pergi sendiri, mereka memang kelihatannya lebih bebas, daripada penginjil wanita pergi sendiri. Itu memang karena dari kebiasaan saja saya pikir.
(1) GS : Dari segi pelayanan ke masyarakat, Bu Esther, peran wanita dan pria itu apakah masih terasa dibedakan, sampai saat ini maksud saya?

ET : Kalau kemasyarakatan secara umum saya lihat justru makin terbuka, dalam arti tidak lagi dipandang dari segi jenis kelamin. Misalnya seperti bidang-bidang sosial, bahkan yang dulu dipegang leh kaum pria sekarang juga sudah banyak wanita yang bisa masuk seperti penyuluh-penyuluh.

Dulu kalau di desa-desa rasanya susah untuk wanita bisa mendengarkan. Tapi rasanya sekarang, saya justru banyak melihat organisasi sosial yang para sukarelawannya justru wanita yang terjun dan sudah bisa diterima.
GS : Kenapa sebenarnya gereja-gereja masih ada masalah untuk menempatkan atau memberikan kesempatan kepada para wanita untuk terjun di dalam bidang pelayanan yang sama itu. Ada beberapa gereja, apakah latar belakang tradisi dari gereja itu atau apa yang menyebabkan?

NL : Ya, saya kira dari latar belakang tradisi gereja tersebut, tapi sekarang yang saya lihat makin lama makin banyak gereja terbuka untuk wanita.

GS : Atau mungkin memang di Akitab sering kali yang menonjol tokoh prianya. Apa mungkin seperti itu, ya Bu?

PG : Ibu Esther rupanya sedang berpikir ingin menjawab, tidak setuju.

ET : Yang menonjol tokoh pria, tidak juga karena kalau kita mau lihat banyak juga tokoh-tokoh wanita yang memegang peranan yang sangat besar di dalam Alkitab, bahkan di dalam deretan hakim-haki tetap ada wanita yang memimpin menjadi hakim juga.

GS : Tetapi kalau kita lihat Tuhan Yesus sendiri memilih murid-muridnya, para rasul itu semua pria.

ET : Rasanya kalau itu tidak bisa dilepaskan dari unsur budaya.

NL : Budaya dan waktu pada zaman itu, karena kalau mau mengajak wanita keluar tidak mudah, pria lebih mudah.

PG : Dengan perkataan lain, karena Tuhan Yesus sendiri waktu mengambil tubuh manusia, dia mengambil tubuh jasmani pria lebih memudahkan dia memanggil murid-murid yang juga pria. Kalau misalkan aat itu Tuhan memilih untuk mengambil tubuh jasmani wanita, kemungkinan besar muridnya semua adalah wanita, sebab akan sangat canggung sekali Dia memanggil pria-pria menjadi muridnya dan pergi ke mana-mana dengan Dia.

ET : Tetapi walaupun muridnya pria-pria, kalau kita mau melihat juga banyak pelayanan yang Yesus lakukan bersama murid-muridnya yang juga ditopang oleh pelayanan para wanita, walaupun memang tiak resmi termasuk dalam daftar 12 murid itu.

PG : Betul, mari kita lihat secara spesifik ya Ibu Esther dan Ibu Netty tentang beberapa tokoh Alkitab. Yang pertama misalkan yang bisa saya ingat tokoh Maryam yaitu kakak wanita dari Musa, mungkin Ibu Netty bisa memberikan komentar tentang siapa Maryam itu dan apa kepentingannya dalam kehidupan Musa?

NL : Ya dia memainkan peranan yang sangat penting karena waktu Musa ditaruh di sungai diawasi oleh Maryam, dia melihat siapa yang mengambil adiknya. Sedangkan pada waktu itu Maryam juga masih kcil, tapi dia begitu cerdas dan tangkas, begitu adiknya diambil oleh putri Firaun, langsung dia begitu pintar mendekati, memberikan usul, proposal kalau pembicaraan sekarang.

Mau tidak saya carikan baby sitternya begitu, saya pikir dia cerdik sekali, jadi kesuksesan Musa itu saya pikir karena andil Maryam sangat besar.

PG : Dengan perkataan lain, kalau tidak ada Maryam saat itu seolah-olah kalau kita tidak menghitung kuasa Tuhan barangkali dan pasti Tuhan berkuasa, Musa mungkin hanyut di sungai. Karena ada Maryam, Musa hanyut masuk ke dalam istana Firaun, ya Bu Netty?

GS : Bagaimana dengan tokoh lain yang kita kenal, anak saya, saya beri nama juga Debora.

ET : Ya itu yang tadi sempat saya singgung, masuk dalam barisan hakim-hakim. Saya salut dengan tokoh ini karena memang dari sini kelihatan bahwa memang Tuhan tidak melihat jenis kelamin untuk mnjadikan seorang pemimpin, padahal budayanya mungkin pada waktu itu juga masih pria yang memegang peranan.

Tetapi Tuhan pakai Debora untuk menjadi seorang hakim dan nabiah. Yang paling saya salut lagi adalah ketika dia mengambil alih kepemimpinan Barak dan memimpin perang. Saya benar-benar tidak bisa membayangkan situasi pada waktu seorang hakim wanita seperti itu.

PG : Yang menarik sebetulnya Debora memberi hak pertama itu kepada Barak untuk memimpin perang dan yang sangat lucu Barak tidak berani. Barak bahkan berkata aku hanya akan maju berperang jika egkau turut maju berperang denganku, kalau engkau tidak maju berperang aku pun tidak mau berperang.

Jadi kita melihat Barak sangat cemas sekali dan Tuhan akhirnya memberikan nubuat kepada Debora, dan Debora langsung mengatakan kepada Barak bahwa yang mendapat kehormatan membunuh Sisera bukanlah engkau tapi seorang wanita, jadi perang itu dipimpin oleh seorang wanita, musuhnya yaitu Sisera juga dibunuh oleh seorang wanita. Apa kesimpulan Ibu Netty setelah melihat fenomena itu?

NL : Ya sangat menarik sekali, jadi saya kaitkan dengan pelayanan di gereja. Kadang-kadang pemimpin di satu gereja itu adalah wanita, wanita yang lebih banyak aktifitasnya. Kenapa bisa seperti tu? Saya pikir-pikir prianya tidak mau keluar, entah dia itu takut, entah dia tidak mau bayar harga, pokoknya pria tidak mau keluar, wanita yang keluar.

GS : Alasan klasiknya adalah kesibukan karena pekerjaan.

NL : Ya mungkin bermacam-macam alasan, jadi akhirnya kepemimpinan itu jatuh di tangan wanita.

PG : Dan saya cenderung berpikir, Bu Netty, bahwa Debora menjadi hakim, memang sudah tentu ditunjuk Tuhan. Tapi secara naturalnya, secara alamiahnya saya kira seseorang hanya bisa menjadi seorag pemimpin, atau hakim jikalau kepemimpinannya diakui.

Dan saya kira secara alamiahnya masyarakat pada saat itu atau umat Yahudi saat itu melihat bahwa memang Debora memiliki kepemimpinan tersebut, kualitas yang sangat-sangat mencengangkan sehingga mereka mengakuinya dan percuma kalau Tuhan tetapkan Debora sebagai hakim kalau tidak diakui sama sekali. Dia tidak mungkin membawa bani Naftali dan Zebulon untuk berperang saat itu. Jadi kita melihat bahwa ada sesuatu yang sangat alamiah terjadi di situ, bahwa masyarakat mengakui kepemimpinan Debora tanpa mempertanyakan sama sekali dan menganggap itu sebagai suatu yang dikehendaki dan disetujui oleh Tuhan dan Barak pun pada waktu saya membacanya, tidak ada kesan bahwa Barak malu atau minder, bahwa dia harus dipimpin oleh Debora. Tapi dia mengajukan permintaan yang sangat polos, yang sangat tulus, apa adanya, bahwa saya tidak berani dan engkau yang lebih mempunyai nyali. Jadi dia akhirnya dengan senang hati memberikan hak itu kepada Debora dan tidak berebut kekuasaan di sini, saya melihat betapa indahnya hubungan pria dan wanita yang seperti ini.
GS : Ada satu tokoh yang menarik sampai namanya dipakai di dalam buku di Alkitab yang sekarang dipakai juga oleh Ibu Esther. Tentu kita bertanya kepada Ibu Esther, kenapa Ibu begitu kagum dengan tokoh ini atau orang tua Ibu mungkin, atau ada sesuatu harapan, saya tidak tahu, silahkan Bu.

ET : Saya pikir itu mungkin harapan orang tua, tapi saya senang.

PG : Maksudnya harapan agar Ibu Esther jadi permaisuri.

ET : Ya, sayangnya pemerintah di Indonesia bukan kerajaan sehingga saya tidak bisa menjadi seorang permaisuri. Tetapi kembali lagi terlihat jelas di sini kalau memang wanita bisa memegang perann yang begitu penting juga, sekalipun mungkin bukan dalam bentuk frontal seperti Debora yang jelas-jelas memimpin dan kelihatan adalah pemimpin.

Tetapi Tuhan juga bisa memakai wanita khususnya ratu Ester ini. Bagaimana dia bisa menjadi alat/saluran untuk bisa menghubungi suaminya atau sang raja untuk kemudian bisa mengubah berbagai peristiwa yang tadinya direncanakan dengan jahat oleh Haman, tapi akhirnya dengan keberanian Ester dan dukungan dari Tuhan, dia bisa melakukan hal tersebut.
GS : Memang ada segi kelemahlembutan dari wanita yang seringkali digunakan untuk bisa menaklukkan pria, bagaimana menurut Bu Netty?

NL : Saya percaya memang di dalam diri Ester ada kelemahlembutan tetapi saya juga melihat memang dibalik itu ada dukungan Tuhan, sehingga begitu dia tampil di hadapan raja ia diterima, disambutbegitu hangat.

PG : Dan seperti tadi yang disinggung oleh Ibu Esther bahwa peranan Ester sangat penting sekali hingga satu bangsa diselamatkan. Kalau Ester tidak bertindak memang kemungkinan besar keadaan bansa Israel pada saat itu sangat-sangat terancam bahkan bisa punah.

Yang lainnya lagi, Ibu Netty, yang sekarang sedang saya pikirkan adalah peranan dari wanita-wanita seperti Maria Magdalena, Susana, Yohana dalam pelayanan Tuhan Yesus. Yang menarik buat saya adalah mereka begitu setia melayani Tuhan Yesus, memberikan dukungan keuangan dan sebagainya. Bahkan di kayu salib yang dicatat dalam Alkitab adalah mereka para wanita tersebut dan kita tahu juga yang pertama menjenguk kubur Tuhan Yesus adalah para wanita ini. Dan yang menarik lagi seolah-olah semua orang pertama yang melihat Tuhan Yesus bangkit adalah Maria Magdalena dan para wanita lainnya. Apa kesimpulan yang bisa Ibu Netty tarik dari semuanya ini?

NL : Saya hanya bisa berkata bahwa rupa-rupanya Tuhan begitu spesial memperhatikan wanita yang dianggap lemah, tidak ada apa-apanya khususnya pada zaman itu tapi diangkat posisinya begitu tingg, begitu dihargai, begitu dikenang oleh Tuhan sendiri, saya merasakan itu cuma anugerah saja.

PG : Memang dikatakan bahwa Injil Lukas adalah Injil yang sangat memperhatikan wanita, Bu Netty dan memang banyak sekali kisah-kisah tentang wanita yang dicatat oleh dokter Lukas, salah satunyajuga yang dicatat adalah tentang nabi Hana yang turut bersyukur, berdoa kepada Tuhan sewaktu dia melihat bayi Yesus.

Dan dikatakan di Alkitab bahwa dia hanya menikah 7 tahun kemudian sampai umur 80-an hidup menjanda dan yang dia lakukan adalah berdoa dan berpuasa di Bait Allah. Di sini kita melihat sekali peranan wanita yang sangat besar meskipun seolah-olah di belakang layar, tapi dialah yang seolah-olah menjadi pendoa bagi umat Israel yang sedang menantikan Mesias. Mungkin banyak orang di situ yang bekerja hari lepas hari tidak pernah memikirkan tentang hal ini, tapi tiba-tiba ada seorang wanita yang berpuluhan tahun di belakang layar menjadi seorang pendoa bagi umat Israel dan sebetulnya bagi umat manusia datangnya seorang Mesias. Di sini mungkin sekali lagi menegaskan yang Ibu Netty katakan bahwa Tuhan melihat wanita secara spesial karena kita harus akui mereka adalah makhluk atau kaum yang seringkali tersingkirkan malahan tertekan oleh masyarakat pada umumnya. Dan Tuhan memang adalah Tuhan yang penuh belas kasihan.
GS : Di bidang pelayanan Ibu Netty banyak berkecimpung di bidang jemaat, memang banyak aktifitas yang Ibu Netty katakan dihadiri oleh kaum Ibu, tapi kadang-kadang mereka merasa tidak terbekali untuk menjadi seorang pemimpin dalam jemaat. Sehingga yang dipilih adalah seksi konsumsi lalu menghias ruangan tetapi kalau begitu ditempatkan menjadi ketua panitia dia menjadi ragu, bagaimana Ibu memberikan semangat atau dorongan pada ibu-ibu ini?

NL : Ya saya pikir itu mungkin ada kaitan dengan gembala sidangnya. Jadi kalau gembala sidangnya bisa mengangkat dan memberikan kesempatan pembinaan-pembinaan pada kaum wanita, saya pikir merek bisa dibekali, dilengkapi sehingga mereka lebih kompeten lagi dan lebih mampu.

Dan saya lihat zaman sekarang ini banyak gereja sudah mulai memperhatikan pembinaan untuk pekerja wanita.
(2) GS : Ibu Esther, pengaruhnya bagaimana kalau ibu-ibu ini sudah berkeluarga. Maksud saya pelayanan itu menyita banyak waktu. Banyak suami atau anak yang mengeluh istrinya terlalu lama di gereja daripada di rumah. Kalau Ibu Esther, bagaimana pandangannya?

ET : Sebenarnya itu sisi ekstrimnya ya, tetapi kalau saya melihat justru sekarang sebenarnya di gereja-gereja banyak kepemimpinan wanitanya yang menonjol, ya Ibu Netty. Seperti pernah di satu greja, ketua remajanya wanita, ketua pemudanya wanita dan kegiatan kaum ibunya begitu bersemangat.

Jadi ibu-ibu itu begitu luar biasa antusiasnya untuk mengadakan berbagai aktifitas dan nyatanya bisa. Jadi saya pikir mungkin asal setiap wanita kembali lagi, khususnya yang telah mendapat peran tambahan menjadi seorang istri atau ibu, memperlihatkan keseimbangan juga ya kalau memang terlalu sibuk di gereja. Tetapi kembali terlepas dari itu sebenarnya dukungan dari keluarga juga dibutuhkan, kalau memang keluarga mendukung untuk seorang ibu bisa terlibat. Nyatanya banyak juga yang bisa berhasil dalam pelayanannya dan keluarganya pun baik-baik pula.
GS : Ya atau mungkin si suami memang merasa terkalahkan secara psikologis, dipimpin istrinya berdiri di mimbar atau berdiri memimpin, nah ini ada kecanggungan dari pihak si suami atau tidak, Ibu Esther?

ET : Tapi ada juga suami-suami yang justru bangga melihat istrinya yang memimpin liturgi, bisa dikatakan pada teman-temannya di sebelahnya itu istri saya, ada juga yang tidak.

PG : Menurut Ibu Esther dan Ibu Netty, apakah memang perlu ada pembatasan dalam pelayanan untuk wanita. Ataukah Ibu Netty dan Ibu Esther berprinsip tidak ada pembatasan pokoknya didasari atas krelaan untuk berkorban, kesanggupan untuk melakukannya, ya sudah.

NL : Saya pikir ini juga tidak terlepas dari tradisi dan kebudayaan, biasanya kalau kepemimpinan yang katakan top secara manusia itu jarang misalnya ketua majelis wanita. Setahu saya jarang, saa pernah dengar memang satu, dua tapi jarang sekali.

Jadi entah apakah berada di bawah alam sadar manusia, tidak ditentukan tapi sudah menentukan begitu. Ini sesuatu yang tidak adil juga karena sebetulnya dia mampu, tapi rasanya tidak tahu bagaimana di dalam hati manusia sudah ada garis-garis tersendiri begitu.

PG : Kadang-kadang yang saya lihat terus terang sedikit mengusik, misalkan dalam rapat, menetapkan jabatan atau tugas, tidak bisa tidak kalau misalnya membicarakan sekretaris mata semua melirikke wanita.

Sebetulnya kita tahu ada orang-orang yang berjenis kelamin pria yang sangat terampil dalam hal-hal sekretaris, karena karunianya karunia untuk mencatat dengan teliti, administrasi dan kebetulan si wanitanya kacau berantakan, jadi saya ingin mendapatkan tanggapan juga dari Ibu Esther. Apakah seharusnya dilakukan pembatasan, memang budaya mengatakan begitu, tapi apakah Alkitab mengajarkan begitu, Bu Netty dan Bu Esther?

ET : Kalau mau bicara soal kemampuan, kompetisi bakat kepemimpinan seperti itu sebenarnya batasannya tidak perlu. Sampai seperti itu lagi begitu tegas, tapi memang orang-orang susah untuk melepskan stereotip, pokoknya begitu sekretaris, bendahara kadang-kadang bapak-bapak, mengatakan sudah ibu-ibu saja.

Atau mungkin satu lagi konsumsi pokoknya pasti wanita. Tapi kadang-kadang memang bukan salahnya, sudah bentukan juga kadang-kadang kaum wanita sudah meletakkan dirinya, jadi tidak dibatasi. Tapi memang sudah sepertinya saya pada posisi yang memang biasanya untuk wanita saja. Jadi memang tidak mudah juga untuk kita katakan tidak perlu lagi dibuat pembatasan, karena mau tidak mau pembentukannya juga sudah seperti itu.

PG : Bu Netty, waktu kita melihat 1 Korintus 12 Tuhan menjabarkan fungsi karunia, Tuhan menempatkan karunia dan semuanya Tuhan panggil adalah anggota tubuh Kristus. Saya tidak meliat ada satu karuniapun yang dikaitkan dengan jenis kelamin atau pemberiannya itu sama sekali tidak didasari atas jenis kelamin.

Tuhan membicarakan itu benar-benar dalam konteks netral, baik kepada wanita maupun kepada pria Tuhan akan memberikan karunia-karunia itu. Tapi sayangnya, akhirnya budaya dan tata krama kita ini yang membatasi menurut saya, tubuh Kristus karena budaya dan tata krama, kita yang membatasi sumbang sih wanita, setuju ya Ibu Netty?

NL : Setuju, kalau melihat kasus dari Debora ini saya pikir seharusnya tidak perlu dibatas-batasi, siapa yang jadi pemimpin itu dengan sendirinya muncul dan diakui begitu.

GS : Saya rasa pengakuan itu makin lama akan makin jelas karena memang zamannya menuntut seperti itu. Itu yang saya lihat cuma di sisi lain khususnya gereja, gereja tidak harus mempersiapkan jemaatnya yang pria atau yang wanita. Atau menerima kenyataan ini kadang-kadang kita kalah cepat dengan pergerakan yang ada di luar gereja itu.

ET : Tapi saya optimis kalau ke depannya nanti akan semakin membaik. Dalam arti peran wanita juga akan lebih besar lagi dan juga tidak akan kalah dengan apa yang selama ini dilakukan oleh kaum ria.

(3) PG : Saya ingin tanya kepada Ibu Esther dan Ibu Netty, apakah yang ibu-ibu lakukan sebagai kaum yang memang terdesak ya, yang dibatasi meskipun seharusnya tidak seperti itu. Apa yang ibu-ibu lakukan menghadapi hal ini?

NL : Saya pikir pakailah kesempatan yang memang sudah ada, dipakai semaksimal mungkin dan juga bukan saja pasif tapi juga lebih aktif untuk menciptakan kesempatan, memakai kesempatan dan mencipakan kesempatan.

Jadi bukan mengada-ada tapi tunjukkanlah bahwa apa yang Tuhan berikan, apa yang Tuhan bebankan dalam hati para wanita dan direalisasikan menurut apa yang Tuhan berikan bersandar kekuatan dari Tuhan dan juga tunjukkan kesetiaan kita di dalam pelayanan sehingga orang dapat melihat bahwa inilah wanita, mereka dapat melayani dengan bagus dan dengan konsisten.
GS : Bagaimana Ibu Esther?

ET : Ya, saya setuju dengan kesempatan itu, sebenarnya kadang-kadang ada kesempatan tetapi wanitanya yang membatasi diri. Sebenarnya tidak perlu seperti itu, kalau memang kesempatan itu ada ata menciptakan kesempatan, saya setuju dengan Ibu Netty karena itu sudah mengarah pada keterbukaan, tapi kalau wanitanya tidak siap maka hilanglah, lewatlah kesempatan itu.

GS : Jadi memang mungkin suatu saat akan tercapai keseimbangan antara peran wanita dan pria, sehingga kita tidak bicara lagi soal gender di dalam pelayanan maupun di dalam masyarakat. Pak Paul, bagaimana menanggapi hal ini?

PG : Saya akan membacakan dari Filipi 3:17, Firman Tuhan berkata: "Saudara-saudara ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladamu."

Paulus sangat mendasari integritas keabsahan dan keefektifan pelayanan atas dasar suri teladannya, kehidupannya. Saya kira itu yang bisa saya simpulkan dan yang tadi Ibu Netty dan Ibu Esther sudah uraikan, sebagai wanita kita perlu memberikan suri teladan yang indah sehingga orang di luar akan melihat kesaksian hidup kita, kesetiaan kita, kesanggupan kita dan mereka akhirnya mau tidak mau harus mengakui sumbangsih yang telah diberikan oleh para wanita dalam pelayanan. Nah mudah-mudahan setelah itu langkah selanjutnya adalah membukakan pintu yang lebih baik kepada para wanita untuk mengambil bagian dalam pelayanan. Saya kira tujuan akhirnya bukan siapa yang harus menang, pria - wanita siapa yang harus di atas, tapi agar Tuhan Yesus dipermuliakan dan tubuh Kristus bekerja dengan sangat efektif dan sehat. Saya kira itulah kesimpulan yang bisa kita tarik pada hari ini, Pak Gunawan.

PG : Terima kasih, Pak Paul, jadi demikianlah tadi saudara yang kami kasihi Anda telah mengikuti perbincangan dengan Ibu Esther dan Ibu Pdt. Netty Lintang dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang peran wanita dalam pelayanan. Bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Dan kepada Ibu Esther Tjahja serta Ibu Pdt. Dr. Netty Lintang kami mengucapkan banyak terima kasih untuk kesempatan bincang-bincang kali ini dan para pendengar akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih.



2. Menaati Panggilan Tuhan 1


Info:

Nara Sumber: Sdr. Ing Tjiek
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T147A (File MP3 T147A)


Abstrak:

Biasanya akan ada pergumulan setelah panggilan itu sampai dan mereka benar-benar menyerahkan hidupnya serta mengambil tindakan yang konkret untuk menjadi seorang hamba Tuhan. Disini diberikan contoh pergumulan seseorang sebelum menjadi hamba Tuhan.


Ringkasan:

Transkrip:

Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini kami akan berbincang-bincang dengan Ibu Wulan dan juga sdr. Ing Ciek, mereka berdua sedang menempuh studi di Seminari Alkitab Asia Tenggara, dan perbincangan ini masih tetap bersama dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menaati Panggilan Tuhan", kami menyadari bahwa perbincangan ini akan membutuhkan banyak waktu karenanya perbincangan ini akan kami bagi dalam dua tahap, kali ini dan kali yang akan datang. Kami sangat berharap para pendengar sekalian dapat mengikuti keseluruhan dari perbincangan kami dengan judul "Menaati Panggilan" Tuhan dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Saudara Ing Ciek, kami mengucapkan terima kasih Anda bersama kami juga Ibu Wulan. Kami mengucapkan terima kasih untuk kesempatan yang indah pada saat ini bisa berbagi pengalaman dengan para pendengar kami. Perbincangan kami kali ini tentang Menaati Panggilan Tuhan. Pertama-tama saya ingin mengajukan sebuah pertanyaan kepada saudara Ing Ciek, latar belakang Saudara sebelum mengikuti studi di SAAT ini, bagaimana saudara Ing Ciek?

IC : Terima kasih Pak Gunawan. Saya kalau memikirkan kembali jalan panggilan Tuhan kepada saya, saya mengingat bahwa saya mempunyai 3 tahap pergumulan. Yang pertama adalah ketika saya menyatkan ingin menjadi hamba Tuhan.

Saat itu saya sedang mengikuti sebuah retret dan ketika membaca, membuat komitmen saya mengatakan saya ingin melayani Tuhan dengan sepenuh hati. Pada saat itu ketika menyatakan komitmen saya tidak tahu bahwa itu merupakan pemilihan untuk menjadi hamba Tuhan. Setelah menyatakan komitmen itu saya dipanggil oleh pembina remaja pada saat itu, lalu saya dijelaskan bahwa saya memilih hal itu adalah dipersiapkan menjadi hamba Tuhan. Saat itu saya terkejut dan selanjutnya saya merasakan bahwa hal ini seperti bukan pilihan saya, pilihan saya sebenarnya saya ingin melayani Tuhan dengan sepenuh hati, seumur hidup. Tetapi tidak ada terlintas menjadi hamba Tuhan. Dengan perjalanan waktu saya terus bergumul.

Setiap kali ada panggilan atau ada panggilan Altar Calling saya selalu bergumul, apakah memang benar saya harus menjadi hamba Tuhan? Itu merupakan pergumulan saya yang pertama. Hal itu terus berlanjut, sampai suatu saat ketika diadakan KKR, pada saat itu saya tidak mempunyai daya lagi. Pada saat panggilan saya mengeraskan hati saya. Saya tidak ingin menjadi hamba Tuhan. Tetapi saya tidak bisa, karena hati saya tidak tenang dan akhirnya saya menyerah dan saya mengatakan saya ingin menjadi hamba Tuhan. Pada saat itu saya sharing dengan keluarga saya, orang tua saya yang pada saat itu memang Kristen. Tapi orang tua saya mengatakan terserah bagaimana baiknya. Setelah menyelesaikan SMA saya mengatakan saya akan sekolah hamba Tuhan, orang tua saya mengatakan kamu masih muda, baru lulus SMA mengapa harus begitu cepat, bukankah lebih baik mencari pengalaman. Lalu pada saat itu saya berpikir betul juga, lalu saya memasuki pergumulan saya yang kedua. Ketika saya mengatakan saya akan menjadi hamba Tuhan dan saya melanjutkan studi, kuliah di sekuler saya merasakan saya sangat enjoy dengan hal ini. Setelah selesai kuliah saya berpikir apakah setelah selesai kuliah saya akan lanjutkan, saya berpikir sayang juga karena sudah 5 tahun saya belajar mendapatkan ilmu sekuler ini, apakah tidak lebih baik saya bekerja dahulu? Lalu saya bekerja. Di dalam pekerjaan saya, saya bertemu dengan seorang bos yang cukup baik baik dan orang Kristen. Saya pernah sharing dengan dia, lalu dia mengatakan apakah harus melayani itu harus menjadi hamba Tuhan? Saya memasuki tahap pergumulan yang kedua. Saya berpikir betul juga. Bos saya memberikan saya contoh-contoh dia mengenal banyak sekali orang-orang bisnisman yang bekerja, bisnisman yang menjalankan usaha. Lalu mereka bisa juga melayani Tuhan bahkan mereka bisa memberitakan firman Tuhan dan melayani dengan lebih baik. Itu perkataan bos saya apabila dibandingkan dengan hamba Tuhan yang sebenarnya. Lalu saya terus bergumul dalam hal ini. Apalagi setelah saya bekerja dan bos saya memberikan posisi yang lebih baik. Tetapi di dalam pergumulan itu, Tuhan memberikan satu jawaban ketika saya menimbang-nimbang apakah saya harus melanjutkan, di dalam satu retret saya bertemu dengan satu hamba Tuhan. Ketika ngobrol-ngobrol dengan dia, dia mengatakan saya harus memegang kuat-kuat panggilan ini. Karena panggilan ini bukan diberikan kepada semua orang. Dia memberi contoh, dia mengatakan tahukah bahwa di dalam suku Israel ada 12 suku. Tetapi ada satu suku yang khusus dipanggil untuk melayani Tuhan. Pada saat itu saya merasakan jawaban Tuhan yang begitu nyata. Bahwa pada saat itu Tuhan menegur mengatakan jangan lagi "tawar-menawar", jangan lagi pikir panjang engkau memang dipilih untuk melakukan pelayanan menjadi hamba Tuhan.

GS : Ya, terima kasih saudara Ing Ciek untuk suatu sharing yang begitu menarik buat kita semua. Para pendengar sekalian kita tentu mau mendengar juga pengalaman dari Ibu Wulan yang kita sudah cukup kenal lewat perbincangan-perbincangan beberapa waktu yang lalu. Nah bagaimana dengan Ibu Wulan?
WL : Maksudnya latar belakang pergumulan?
GS : Ya, latar belakang pergumulan sebelum Ibu Wulan memutuskan untuk masuk di Seminari Alkitab Asia Tenggara ini.
WL : Sebelumnya latar belakang saya Sarjana Theologi, jadi mungkin yang saya ceritakan tentang pergumulan menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Saya sudah bekerja di sekuler sekian tahun lamanya. Maksud saya sebelum saya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan, sebenarnya waktu remaja saya sudah pernah berjanji di hadapan Tuhan menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan, maju ke depan waktu ada altar calling, tapi saya dengan segera melupakan itu. Karena saya berpikir itu pasti emosi, waktu itu saya masih remaja, itu cuma emosi saja dan pasti saya belum sungguh-sungguh memikirkannya dengan baik. Jadi setiap kali muncul pikiran tersebut saya pasti tekan lagi. Tidak mungkin, tidak mungkin itu emosi kamu waktu remaja. Terus di tambah lagi selalu saya mendengar berita-berita tentang kehidupan hamba Tuhan itu sulit secara keuangan dan sebagainya. Dan tingkah laku sangat dipantau, dan salah ini salah itu. Jadi saya sungguh-sungguh mempunyai ketakutan yang luar biasa untuk benar-benar menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Sampai suatu kali ada musibah terjadi pada keluarga kami beberapa tahun kemudian. Waktu itu saya mengalami masa-masa yang sangat sulit, saya marah sekali sama Tuhan, saya marah beberapa tahun. Maksudnya saya tidak mengerti maksud Tuhan di balik semua ini apa? Lalu beberapa tahun kemudian saya dapat kesempatan pergi ke luar negeri. Tepatnya saya pergi ke Jerman. Pada suatu hari saya diajak oleh famili saya ke suatu tempat yaitu tempat Ibu Basilia Sling(?) yang sering ada selipan-selipan Alkitab. Di belakang gerejanya ada suatu tempat seperti Israel mini, jadi semuanya ada perwakilan, jadi Betlehem kecil tempat Tuhan Yesus lahir, sumur Yakub, dan sebagainya. Ketika saya mendekati ada satu daerah yang namanya Via Dolorosa jadi jalan salib, itu saya mulai merasa perasaan saya sudah agak tidak enak dan kacau balau. Memasuki area itu kami harus berjalan sendiri-sendiri satu-persatu harus berlutut dan ada tempat duduk kecil dan ada buku panduan kecil dan harus tidak boleh bicara dengan siapapun dan setiap orang harus merenung. Mulai dari ornamen pertama waktu Tuhan Yesus berdoa di Taman Getsemani murid-murid tidur, saya sudah mau menangis, tapi saya tahan. Dan waktu masuk ke dalam ketika melihat benar-benar patung ornamen Tuhan Yesus waktu dipukuli, waktu dicambuk lalu dijambak rambutNya, diludahi, dan sebagainya, waktu itu saya tidak bisa tahan lagi, saya berlutut menangis, benar-benar berlutut menangis, saya benar-benar berinteraksi secara pribadi waktu itu dengan Tuhan. Lalu saya bertanya Tuhan melakukan semua ini untuk siapa? Saya bertanya sambil menangis kepada Tuhan. Dan seolah Tuhan berbicara "buat kamu". Walaupun saya tahu tentunya untuk banyak orang lain selain saya. Tapi pada moment itu seolah Tuhan berbicara secara pribadi kepada saya "untuk kamu". Lalu saya bilang: "Lalu siapa Tuhan sampai Tuhan harus bersedia diperlakukan seperti ini dijambak, diludahi, dan sebagainya." Saya menangis, saya juga bukan orang yang sedemikian besarnya, sedemikian baiknya, sedemikian benarnya sampai cukup layak Tuhan bersedia sampai seperti ini, dosa saya juga banyak sekali. Mengapa Tuhan bersedia? Lalu Tuhan itu siapa? Saya bertanya Tuhan itu siapa? Tuhan itu yang punya semua ini, Tuhan adalah Allah yang Maha Kuasa yang punya segala sesuatu. Kalau Tuhan tidak mau, Tuhan juga bisa tapi mengapa Tuhan mau? Nah di situ saya tidak tahan saya menangis, jadi itu merupakan moment yang penting sekali dalam hidup saya. Jadi turning point saya, penyerahan diri ulang saya waktu dulu remaja pernah menyerahkan diri jadi hamba Tuhan. Lalu dalam doa saya, saya bilang pada Tuhan kalau memang Tuhan mau sungguh-sungguh panggil saya melayani Tuhan maksudnya melihat jalan hidup saya yang saya rangkai-rangkaikan, maka kalau Tuhan mau panggil saya, saya kali ini sungguh-sungguh bersedia dan saya tidak berani lagi lari dari Tuhan. Lalu saya ceritakan kepada famili saya dan saya waktu itu didoakan di situ berlutut dan dipesan kamu gumulkan sungguh-sungguh pulang ke Indonesia, sungguh-sungguh gumulkan dan kalau memang serius kamu masuk ke Seminari. Jadi itu yang melatar belakangi tapi itu juga tidak langsung saya masuk ke Seminari setelah kembali ke Indonesia masih ada pergumulan lainnya.
GS : Ya, terima kasih Ibu Wulan dan kita semakin mengenal Ibu dari kesaksian seperti ini. Pak Paul, saya ingin tanyakan ada hal-hal yang menarik baik dari saudara Ing Ciek maupun Ibu Wulan bahwa mereka mendengar panggilan Tuhan itu pada masa remaja mereka. Nah ini bagaimana Pak Paul menjelaskan?

PG : Sebetulnya tidak ada satu aturan bahwa memang Tuhan itu pasti memanggil kita semua pada usia remaja. Namun pengamatan Pak Gunawan itu baik dan saya harus katakan betul yaitu kebanyakan nak-anak Tuhan menyerahkan hidup menjadi hamba Tuhan setidak-tidaknya awalnya adalah pada masa remaja.

Tapi biasanya akan ada pergumulan setelah panggilan itu sampai benar-benar mereka menyerahkan hidupnya dan mengambil tindakan yang kongkrit untuk menjadi seorang hamba Tuhan.
GS : Nah, untuk meyakinkan bahwa itu suatu panggilan dari Tuhan, itu bagaimana Pak Paul?

PG : Saya kira memang ada beberapa hal yang dilewati oleh banyak orang. Tadi yang Ibu Wulan sudah tegaskan adalah bahwa Ibu Wulan pertama-tama mengira itu adalah cetusan emosi sesaat, bahwa tu tidak akan berlangsung lama.

Mungkin apakah saudara Ing Ciek juga mempunyai pengalaman yang sama?

IC : Pada saat saya menyerahkan diri pada masa remaja saya juga merasakan hal itu tetapi perasaan saya berbeda karena saya mengalami kebingungan. Kebingungan pada saat itu karena saya memili hanya ingin menyerahkan bekerja untuk Tuhan bukan sebagai hamba Tuhan.

Tetapi sebagai orang biasa yang melayani Tuhan tetapi maksud saya misalnya dalam pelayanan-pelayanan gereja umumnya. Setelah itu dijelaskan bahwa pilihan saya itu adalah pilihan menjadi hamba Tuhan mulai saat itu saya mengalami pergumulan. Saya mempertanyakan apakah ini memang benar, masak di dalam ketidakmengertian saya, saya memilih itu dan saya ditunjuk untuk menjadi seorang hamba Tuhan dan ini berlangsung terus. Saya mencari kepastiannya. Terlebih-lebih setelah saya mengambil komitmen itu lalu kalau ada KKR misalnya ada dalam retret pengambilan tekad saya bergumul sekali. Bergumul sekali dalam hal ini.

PG : Apakah yang saudara Ing Ciek atau Ibu Wulan harus lakukan untuk menguji, memastikan bahwa benar ini adalah panggilan Tuhan?

IC : Dalam hal ini ketika saya ingin memastikan adalah saya menyerah dengan berlalunya waktu. Saya biarkan mengalir sesuai dengan waktu-waktu yang saya jalani. Kalau bisa saya jangan menghadpi satu dilema mau jadi hamba Tuhan atau tidak, tetapi di dalam perjalanan yang seperti itu semakin jelas di dalam saya melihat fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat.

Ketika berbincang-bincang dengan hamba Tuhan dan ada orang-orang hamba Tuhan tertentu yang saya kenal tetapi mereka tidak tahu bahwa saya pernah menyerahkan diri, mereka bisa menunjukkan dan bisa mengatakan agar saya menjadi hamba Tuhan. Itu memang sepertinya di luar dari pemahaman saya sendiri.

PG : Kalau Ibu Wulan bagaimana?

WL : Melanjutkan yang tadi ya, setelah saya pulang ke Indonesia tapi saya masih tetap takut masih ragu-ragu walaupun sudah benar-benar menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Lalu saya pilih salah satu cara untuk menguji. Mungkin orang lain beda-beda tapi saya pakai cara ini mungkin dalam keunikan saya, saya berhenti bekerja, saya mengundurkan diri dari tempat saya bekerja. Saya mengambil waktu 1 tahun saya bicara pada Tuhan dan pada diri saya sendiri, saya ambil 1 tahun untuk menguji. Pertama menguji apakah saya masih benar-benar menggebu-gebu seperti saya mau menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan setelah lewat 1 tahun ini. Dengan pengertian 1 tahun saya tidak bekerja ini berarti saya tidak menerima gaji, saya tidak menerima apa-apa, saya tidak menerima fasilitas apa-apa selama ini yang saya nikmati. Nah, selama 1 tahun saya tidak dapat itu tetapi tetap pengeluaran ada bagaimana reaksi saya. Saya tahan atau tidak dalam satu tahun itu. Berubah atau tidak panggilan itu, mestinya kalau memang benar mestinya itu tidak hilang. Lalu satu tahun itu saya mengambil kuliah malam serambi mengambil kuliah Theologi untuk kaum awam di Jakarta stret dari reform (19:42) sambil menggumuli itu banyak tugas, ternyata kok tidak hilang bahkan tetap menggebu-gebu bahkan semakin menggebu-gebu kalau ada tugas terus keinginan untuk semakin mengenal Tuhan mengenal diri itu semakin besar. Jadi pada akhirnya saya memutuskan untuk masuk Seminari pada tahun berikutnya.
GS : Pak Paul, di dalam hal pengujian ini biasanya apa yang dilakukan oleh seseorang?

PG : Tampaknya ada beberapa hal yang umum yang bisa kita simpulkan di sini. Yang pertama saya mendengar saudara Ing Ciek dan Ibu Wulan dua-dua menggunakan waktu. Jadi tidak langsung dengan trgesa-gesa memastikan ini adalah panggilan Tuhan.

Jadi ujian pertama adalah ujian waktu. Kalau bertahan panggilan itu terus muncul dan makin hari makin kuat bukan makin melemah, kita bisa lebih yakin bahwa itu adalah suara panggilan Tuhan. Dan yang kedua yang dipaparkan saudara Ing Ciek adalah saudara Ing Ciek mendapatkan konformasi-konformasi dari hal-hal yang saudara Ing Ciek alami baik itu juga dari orang lain baik itu hamba-hamba Tuhan yang mengatakan bahwa Tuhan memanggil saudara Ing Ciek untuk menjadi hamba Tuhan sedangkan mereka tidak tahu latar belakang Ing Ciek sebelumbya. Jadi bagi Ing Ciek ini adalah suatu pertanda bahwa Tuhan memanggil dan memanggil kembali melalui hamba-hambaNya yang lain. Kalau dalam perjalanan hidup Ibu Wulan saya juga melihat Tuhan memanggil kembali atau menegaskan panggilanNya dengan pengalaman-pengalaman yang unik yaitu misalkan menjalani perjalanan kesengsaraan Tuhan dan benar-benar Tuhan menyentuh Ibu Wulan kembali tentang kasihNya dan penderitaanNya. Kemudian setelah pulang kembali ke Indonesia, yang Ibu Wulan juga alami adalah kecintaan, kerinduan mengenal Tuhan dan itu seolah-olah tidak pernah terjadi sebelumnya. Dan pada saat-saat itulah muncul dengan begitu kuatnya. Jadi rupanya gabungan dari semua itu Pak Gunawan yang meyakinkan rekan-rekan kita ini bahwa memang benar Tuhan memanggil mereka menjadi hambaNya.
GS : Ya, tadi saudara Ing Ciek juga di dalam pergumulannya sebelum memutuskan untuk studi lagi di sekolah Theologia, apakah saudara Ing Ciek bekerja seperti Ibu Wulan yang bekerja kemudian berhenti selama 1 tahun, bagaimana dengan saudara Ing Ciek?

IC : Ya, pada saat itu memang setelah selesai kuliah saya bekerja belum ada beberapa tahun saya bekerja dan seperti yang saya katakan tadi saya bekerja di satu perusahaan yang kebetulan bosna orang Kristen.

Setelah selesai SMA saya menyatakan akan menjadi hamba Tuhan. Dalam proses bekerja timbul lagi keragu-raguan saya yaitu apakah benar kalau melayani Tuhan itu harus menjadi hamba Tuhan. Bukankah seperti contoh yang diberikan bos saya kepada saya. Banyak orang-orang yang tidak perlu menjadi hamba Tuhan tetapi bisa melayani. Dan itu pergumulan karena mungkin posisi pada saat itu yang sepertinya menunjang saya untuk berpikir ah jangan jadi hamba Tuhan. Tetapi ttap bisa saja kita melayani dan kita terus bekerja dengan kondisi sekarang.
GS : Ya, pada saat itu apakah saudara Ing Ciek juga sudah menikah?

IC : Pada saat itu belum, masih pacaran.

GS : Nah, itu pertimbangan dari sisi keuangan bagaimana saudara Ing Ciek sebagai seorang pria?

IC : Ya, mungkin ini kalau dibicarakan mungkin pada saat pacaran itu pergumulan dua orang kalau boleh dikatakan. Karena pada saat itu secara tidak langsung maksudnya pacar saya dulu mendenga saya akan menjadi hamba Tuhan jadi bukan dari saya.

Pada saat itu setelah menikah dia menceritakan bahwa itu juga merupakan pergumulan dia, pergumulan apa mau terus dengan saya atau tidak? Itu pergumulan dia dan setelah kami berbincang-bincang, setelah menikah kami masing-masing memang pernah memikirkan dalam sisi yang berbeda tentang keuangan, bagaimana selanjutnya jadi hamba Tuhan, bahkan yang terpikir pada saya adalah kalau saya jadi hamba Tuhan mungkin dengar cerita-cerita kalau sendiri tidak makan tidak masalah, tapi bagaimana dengan anak dan istri kalau tidak makan, apakah kita tega begitu melihat mereka tidak makan. Itu juga merupakan satu pergumulan dengan melihat kebutuhan selanjutnya. Tetapi saya tidak tahu kekuatan dari mana yang membuat saya menganggap hal itu bukan yang utama. Dan ketika saya sharing dengan istri saya waktu masih pacaran dia juga mendapat hal yang sama. Memang sepertinya itu perlu, tetapi bukan hal yang perlu apabila memang Tuhan memanggil maka ada satu keyakinan bahwa Tuhan tetap akan menyediakan Tuhan akan menyediakan hal itu.
GS : Ini memang sungguh dibutuhkan suatu ketaatan ya Pak Paul seperti apa yang menjadi judul perbincangan kita yaitu suatu ketaatan terhadap panggilan Tuhan, bagaimana Pak Paul ini?

PG : Itu ketaatan yang tidak mudah untuk dibuat Pak Gunawan. Kalau kita itu memang tidak lagi mempunyai arah dalam hidup kita mungkin lebih mudah menyerahkan semua kepada Tuhan. Tapi sewaktukita mempunyai sesuatu dalam hidup yang dapat menunjang hidup kita itu adalah jaminan dan kita lebih susah untuk melepaskan jaminan itu dan memasuki suatu babak yang baru di mana tidak ada kepastian sama sekali.

Dan itu yang Ibu Wulan juga harus lewati.
GS : Ya, Ibu Wulan apakah ada ayat firman Tuhan yang menguatkan Ibu Wulan sehingga Ibu Wulan memutuskan saya mengambil keputusan untuk mengambil studi penuh di sekolah Theo
WL : Saya punya satu ayat pertobatan saya dari 2 Korintus 5:17 akan saya bacakan "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus ia adalah ciptaan baru, yang lama sudah berlalu sesungguhnya yang baru sudah datang." Itu yang menguatkan saya waktu bertobat dan itu yang terus terngiang.

GS : Ya, baik Ibu Wulan dan juga saudara Ing Ciek pembicaraan ini masih akan kita lanjutkan pada kesempatan yang akan datang karena ada banyak hal yang mau kita tahu dari pergumulan saudara Ing Ciek maupun Ibu Wulan. Namun pada kesempatan ini kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda berdua bersama-sama dengan kami di dalam perbincangan ini. Juga Pak Paul terima kasih untuk beberapa masukan dan perbincangan ini tentu kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang Pak Paul. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menaati Panggilan Tuhan" bersama saudara Ing Ciek dan Ibu Wulan. Perbincangan ini akan kami lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



3. Menaati Panggilan Tuhan 2


Info:

Nara Sumber: Sdr. Ing Tjiek
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T147B (File MP3 T147B)


Abstrak:

Lanjutan dari T147A


Ringkasan:

Transkrip:

Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini bersama Ibu Wulan dan juga Sdr. Ing Ciek yang pada perbincangan yang lalu sudah bersama-sama dengan kami untuk berbincang-bincang tentang "Menaati Panggilan Tuhan", kami juga masih ditemani Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Jadi pada kesempatan ini kami akan melanjutkan perbincangan kami tentang "Menaati Panggilan Tuhan. Kami percaya perbincangan ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Saudara Ing Ciek, kembali kami mengucapkan terima kasih Anda telah kembali bersama-sama dengan kami, terima kasih juga Ibu Wulan. Saudara Ing Ciek saya ingin menanyakan satu hal setelah Saudara yakin akan panggilan Tuhan dan mengambil keputusan yang begitu berani, apakah di dalam perjalanan selanjutnya itu tidak timbul suatu keraguan di dalam diri Saudara?

IC : Kalau timbul keraguan boleh dikatakan ada dan itu pasti ada, terutama ketika saya mengingat kondisi saya sendiri. Kondisi saya sendiri pada waktu itu boleh dikatakan saya sudah lama mennggalkan kuliah dan setelah kerja boleh dikatakan tidak pernah membaca buku.

Itu yang pertama. Yang kedua yang umum adalah mengenai hal finansial. Itu merupakan hal yang umum apalagi pada saat itu saya sudah menikah dan istri saya sedang mengandung ketika akan melanjutkan sekolah di SAAT. Walaupun saya mengatakan saya punya kekuatan bisa melalui, tapi setelah lewat saya berpikir kembali menggumulkan kembali keadaan istri saya yang sedang hamil bagaimana. Pada saat itu kami berdua bekerja tetapi setelah saya masuk ke sekolah dan istri saya ikut bagaimana dengan finansial. Apalagi setelah saya berbicara dengan beberapa teman tentang masalah sponsor dan sebagainya itu juga sepertinya tidak mendapat satu respons yang cukup baik. Pada saat itu begitu membuat saya menjadi kacau. Apakah perlu dilanjutkan atau tidak. Dan sepertinya memang Tuhan itu baik. Dia memakai istri saya untuk menguatkan saya. Dia yang boleh dikatakan "tidak mendapat panggilan menjadi hamba Tuhan" tetapi dia menguatkan saya. Dia berkata mengapa saya perlu risau akan hal itu, bukankah Tuhan berjanji bahwa Dia yang memanggil Dia juga yang akan memelihara dan Dia juga akan mencukupi. Lalu saya ingat akan satu ayat di sana dikatakan ada makan dan pakaian cukuplah, anak-anak Tuhan tidak pernah dibiarkan terlantar. Itu kembali menguatkan saya untuk mengambil keputusan, mengambil komitmen untuk melanjutkan perjalanan itu.
GS : Ya, terimakasih. Bagaimana dengan Ibu Wulan apakah ada keraguan juga setelah satu tahun menenangkan diri dan begitu yakin mantap masuk, bagaimana Ibu?
WL : Pada kenyataannya ada Pak beberapa kali. Jadi saya bedakan antara godaan dari luar dengan tantangan dari dalam diri saya, pergumulan dari dalam diri saya. Kalau godaan dari luar beberapa kali memang terutama pada masa setelah saya berhenti bekerja. Tawaran atau panggilan untuk kembali bekerja dari perusahaan tempat saya bekerja atau tempat-tempat lainnya yang menjadi saingan masih terus sering telepon dan sering menanyakan apa masih betah kamu di sana di Seminari. Tidak ada keinginan untuk kembali dan lain sebagainya, terus dengan segala macam iming-imingnya. Itu saya masih teguh Pak, oh tidak saya memang mau menjalani jalur di sini dan masih teguh sekali. Pernah lagi yaitu belum lama ini tepatnya setahun yang lalu ketika suami saya baru meninggal mungkin dengan maksud baik beberapa famili dan rekan kerja memikirkan bagaimana keadaan saya finansial saya. Terus kedua mungkin sekarang saatnya memang kamu meninggalkan Tuhan karena kamu sudah menyerahkan diri semuanya untuk Tuhan tapi "Tuhan perlakukan kamu seperti ini". Wajarlah kalau kamu marah dan meninggalkan Tuhan. Jadi ada dua orang secara khusus yang menawarkan saya bekerja kembali dengan gaji yang besar sekali, itu sempat membuat saya berpikir juga ya memang butuh pada masa sekarang ini. Tapi tantangan itu tidak hebat sekali, tidak membuat saya untuk mengundurkan diri. Cuma saya bilang tidak terima kasih. Walaupun beberapa kali ditawarkan. Sebenarnya yang lebih berat adalah tantangan dalam diri saya. Pernah beberapa kali, sekali waktu saya masih kuliah di STRRI itu waktu down waktu ambil S.th ada masa-masa ketika selain tugas banyak tidak bisa melakukan terus ada masalah-masalah. Nah, biasanya pada masa-masa down begitu saya mempertanyakan benar-benar atau tidak Tuhan panggil saya sampai pernah konsultasi juga dengan beberapa dosen, sampai saya dikuatkan lagi. Sampai saya pikir-pikir jauh lebih enak saya waktu dulu di tempat saya bekerja aduh jauh lebih enak. Mesti bersihkan kamar mandi, mesti ini itu, pokoknya hidupnya seperti bumi dan langit drastis sekali. Nah, itu pergumulan waktu masih kuliah di Seminari. Terus kedua, beberapa tahun yang lalu ketika ada saudara saya yang masuk rumah sakit saya merasa malu sekali karena saya tidak bisa membantu banyak dibandingkan dengan kakak saya ataupun yang lain-lain. Kalau mau jujur dikatakan bahwa beda sekali di jaman waktu saya masih bekerja masih cukup, jadi saya bisa membantu banyak dan jujur saya juga menikmati, menikmati dihormati, dihargai, tapi waktu saya tidak punya apa-apa "untuk bisa membantu" nyata sekali perbedaan sikap mereka dibandingkan sikap terhadap waktu kakak saya yang bisa memberi banyak dan saya tidak bisa. Di situ saya bergumul berat sekali, beberapa tahun yang lalu wah Tuhan kok tidak enak sekali seperti ini. Tapi waktu itu juga tidak sampai saya mengundurkan diri. Cuma saya memang bergumul hebat sekali. Yang terakhir adalah beberapa minggu yang lalu. Pak Paul mungkin tahu. Pergumulan saya benar-benar berat sekali, berkaitan dengan kepergian suami saya secara tiba-tiba. Dan banyak pergumulan-pergumulan lain yang jadi satu dan itu membuat saya rasanya benar-benar mempertanyakan apakah sungguh-sungguh Tuhan panggil saya. Atau saya yang maksa diri untuk menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Terus saya juga berpikir ah saya kembali saja toh tawaran masih ada, tidak di akhir yang sudah tidak terpakai tapi masih bisa. Di situ rasanya benar-benar saya down sampai berlutut dan berkata aduh Tuhan mungkin saya tidak sanggup lagi. Bersyukur Tuhan menyediakan orang-orang seperti Pak Paul menguatkan saya dan ada beberapa juga yang lain.

PG : Saya melihat benang merah yang menyatukan apa yang disaksikan oleh saudara Ing Ciek dan Ibu Wulan adalah kesusahan yang akhirnya membuat saudara ini bertanya apakah memang saya ini di jlur yang benar.

Apakah memang benar-benar Tuhan memanggil saya. Jadi kesusahan yang menimbulkan keraguan. Dalam kasus saudara Ing Ciek pemikiran tentang bagaimana nanti sewaktu saya sekolah di Theologia, bagaimana keadaan keluarga saya, siapa yang akan mencukupi kebutuhan finansial kami. Dalam kasus Ibu Wulan hal-hal yang bisa juga menghalangi atau membuat Ibu Wulan bertanya kembali adalah kok penderitaan kok kesusahan datang lagi dan ini masalah kok muncul lagi dan sebagainya. Dengan kata lain tanpa kita sadari memang tersirat dalam diri kita harapan bahwa kalau Tuhan panggil ya Tuhan seharusnyalah melancarkan hidup kita. Itu saya kira manusiawi apakah ada pikiran seperti itu saudara Ing Ciek?

IC : Ya, harus diakui bahwa pada awalnya konsep saya begitu. Bukankah saya sudah menyerahkan diri seharusnya saya dicukupi bukankah seharusnya dalam proses saya mencari sponsor bukankah sehausnya lebih mudah tetapi kenyataan yang saya terima lain sama sekali.

PG : Justru mengalami masalah.

IC : Ya, betul sekali.

PG : Jadi kita dibuat bingung oleh rencana Tuhan. Karena tidak sama dengan pemikiran kita.

IC : Ya, tetapi di balik itu ada yang Tuhan mau ajarkan dari nasihat, dengan istri saya yang orang-orang mengategorikan sebagai orang awam tetapi dia bisa memberikan nasihat yang menguatkan aya.

GS : Ya, memang di sana peran istri itu besar sekali dalam mendukung saudara Ing Ciek itu tetapi keputusan tetap di tangan saudara Ing Ciek untuk terus atau mundur?

IC : Ya, memang dalam hal ini maju atau mundur tetap di tangan saya akan tetapi dalam keluarga hal itu terus dirundingkan. Dan pada saat berunding dengan istri saya boleh dikatakan memang Tuan itu pengasih, ketika memanggil Dia juga menyediakan orang yang bisa menguatkan saya.

Memang keputusan di tangan saya tetapi dengan nasihat apalagi firman Tuhan yang dia berikan itu membuat saya semakin yakin untuk menjalani panggilanNya.
GS : Ya, Pak Paul ini di dalam hal bergumul dalam hal keraguan terutama itu juga sering kali dialami oleh banyak mereka yang baru lulus dari salah satu studi dan melanjutkan terjun ke dunia pekerjaan Pak Paul. Nah sering kali mereka juga merasakan itu apa tidak salah dulu sekolahnya begitu kok sekarang untuk mencari pekerjaan saja sulitnya setengah mati, nah ini bagaimana Pak Paul hal-hal yang seperti ini tiba-tiba muncul dan tidak siap sebenarnya?

PG : Itu poin yang bagus Pak Gunawan. Jadi memang sampai titik tertentu sebetulnya setiap kita itu mengalami atau harus menanyakan pertanyaan yang sama yaitu apakah saya telah mengambil kepuusan yang tepat.

Kalau kita langsung mendapatkan hasil yang kita inginkan sudah tentu kita tidak lagi mempertanyakan. Biasanya pertanyaan muncul tatkala hasil yang kita harapkan kok tidak terjadi, kira-kira seperti itu. Dalam kasus menjadi hamba Tuhan memang ada sedikit beban tambahan yaitu setelah (seperti kasus saudara Ing Ciek ini) setelah lulus sekolah sudah bekerja, sekarang mau menjadi hamba Tuhan berarti harus masuk sekolah Theologia kembali. Nah ini berarti pada masa menyiapkan diri kembali menjadi hamba Tuhan saudara Ing Ciek ini tidak bisa tidak ya harus melepaskan pekerjaan dan tidak ada pekerjaan. Dan ini berlangsung 4,5 sampai 5 tahun. Nah, bagaimana mencukupi kebutuhan keluarga pada masa studi ini di mana sungguh-sungguh memang tidak ada penghasilan.

IC : Ya, kalau dikatakan mungkin bergantung kepada iman dan pemeliharaan Tuhan seperti yang saya katakan bahwa ketika dalam proses mencari sponsor itu tidak begitu menggembirakan hasilnya. Ttapi ada satu hal yang memberi kekuatan yaitu walaupun di dalam perhitungan secara manusia, pada saat saya bekerja dengan pada saat saya di Seminari itu pemasukannya sangat beda sekali.

Tetapi kalau saya hitung itu tidak mungkin mencukupi, tetapi setelah dijalani hal itu cukup dan kalau kadang kala ada keperluan mendadak pasti ada penyediaan yang mendadak pula. Itu yang saya alami. Dengan demikian saya kadang-kadang ketika menghadapi hal yang mendadak iman saya mulai kembali saya mempertanyakan bagaimana-bagaimana. Tetapi satu pemeliharaan yang tidak terlihat pada saat itu juga ada pemberian yang mendadak untuk mengcover hal-hal tersebut.
GS : Ya, Ibu Wulan selain Ibu Wulan berkonsultasi dengan orang-orang lain mengenai pergumulan Ibu Wulan tentang keraguan dan sebagainya, apakah ada hal lain yang Ibu Wulan lakukan?
WL : Tadi saya lupa menceritakan waktu pergumulan saya, ada seorang hamba Tuhan yang cukup berperan besar dalam keputusan yang saya buat itu tadi. Dalam pergumulan setelah kembali ke Jerman saya menggumuli selama 1 tahun itu. Terus saya katakan ternyata tidak semakin reda tetapi sebenarnya tetap kalau mau bilang jujur sampai bullet totally menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan saya masih tersisa keraguan, mungkin pengaruh dari rektor saya. Kalau mengambil keputusan selalu dipilah-pilah sampai detail. Nah suatu kali "secara kebetulan" saya ketemu dengan pendeta Josualli yang sekarang ada di Canada. Jadi saya konsultasi dan saya ceritakan tentang pergumulan saya begitu lalu dari interaksi itu yang membuat saya benar-benar membuat mata saya tercelik yaitu ketika pendeta Josualli (18:32) mengatakan kita-kita ini sebenarnya sering kali tidak terbuka di hadapan Tuhan sering kali curang di hadapan Tuhan. Saya cukup kaget maksudnya apa. Lalu dikatakan bukankah setiap orang yang mau memilih pekerjaan misalnya ada beberapa tawaran kita sortir tawaran itu dari 10 menjadi sekian. Dan dari sekian ini akhirnya 1 yang kita bekerja di satu tempat ini. Bukankah tetap juga ada kemungkinan salah walaupun perkiraan kita tepat dan sesuai dengan kata harapan kita tapi tetap ada sekian persen kemungkinan salah kan begitu, tidak sesuai dengan harapan kita. Ternyata setelah masuk baru tahu oh bosnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan, oh ternyata perkembangan gaji tidak sesuai dengan yang dibicarakan, oh lingkungan begini, dan sebagainya dan terlalu banyak tidak seperti yang kita harapkan. Nah, pada saat kita gumuli dan akhirnya kita pindah kerja atau tetap di situ dengan segala pergumulan di situ, tetapi intinya kan tetap salah. Tapi dari sekian banyak peristiwa seperti itu toh tidak membuat orang jera untuk tidak bekerja kan tetap melamar dan tetap bekerja, kalau salah bisa dicoba lagi. Tapi mengapa pada saat kita menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan untuk masuk ke Seminari itu perkiraan seperti itu beribu-ribu kali lipat dibandingkan waktu kita bekerja yang biasa begitu. Nah, pada saat itu saya seperti terkejut sekali, oh ya ya betul juga benar-benar saya tidak fair di hadapan Tuhan. Baru di situlah saya benar-benar totally menyerahkan diri masuk ke Seminari itu.
GS : Memang itu suatu bagian yang sangat sulit Pak Paul, apakah ada hal lain yang bisa dilakukan oleh seseorang di dalam menghadapi pergumulan seperti ini selain berkonsultasi dengan orang lain dan dia sendiri juga tentunya berdoa di dalam pergumulannya, nah mungkin Pak Paul mau memberikan saran yang lain?

PG : Saya perhatikan baik dalam kehidupan saya atau kehidupan anak-anak Tuhan yang lain ya setelah menjadi hamba Tuhan yang Tuhan sebetulnya lakukan dalam hidup kita adalah dia ingin melenyakan ego kita, diri kita.

Itu adalah hal yang menjadi proyek pertama dan proyek terutama Tuhan dalam hidup kita. Dia akan mau mengikis habis kita saya ini. Sehingga benar-benar dialah yang menempati seluruh sudut kehidupan kita. Dan kita benar-benar menjadi hamba dalam pengertian yang sesungguhnya. Karena seorang hamba kehilangan haknya, kehilangan hidupnya, dia mengabdi sepenuhnya kepada Tuhan. Nah, rupanya itulah yang Tuhan kerjakan di dalam hidup kita sebagai hambaNya. Dia menginginkan pengabdian total dan untuk membayar pengabdian total itu kita memang harus kehilangan diri kita. Nah yang Tuhan lakukan seperti yang tadi disaksikan oleh saudara Wulan dan saudara Ing Ciek adalah Tuhan memang menyediakan atau mengijinkan kita melewati kesulitan, kebingungan-kebingungan itu memang seolah-olah pada tahap pertama itu menggoyahkan iman kita. Tapi sesungguhnya tujuan Tuhan bukan untuk menjatuhkan kita tetapi malah untuk menguatkan kita, dalam pengertian kita lebih benar-benar bisa menanggalkan diri dan sepenuhnya bersandar pada Tuhan. Dan benar-benar Tuhan akan ambil semua topangan. Sehingga kita sungguh-sungguh tidak lagi ada topangan. Dan pada waktu tidak ada lagi topangan kita hanya bisa lari kepada satu orang yaitu kepada Tuhan sendiri. Jadi dalam masa-masa pergumulan itu kita memang mesti bersiap hati melepaskan tongkat-tongkat yang telah menyangga kita itu. Dan sepenuhnya bersandar kepadaNya bahwa ya Dia adalah Allah dan Dia adalah Allah yang berkuasa dan Dia akan bisa mencukupi kebutuhan kita meskipun kita tidak mengerti bagaimana Dia akan melakukannya.
GS : Ya memang perjalanan ini merupakan suatu misteri tersendiri buat saya Pak Paul. Sesuatu yang kita lihat seperti ini sekarang itu kedepannya belum tentu seperti yang kita harapkan. Nah, bagaimana kalau keraguan atau hal-hal seperti itu bisa terjadi karena saya juga pernah melihat beberapa orang yang sudah lulus dari sekolah Seminari langsung jadi pendeta, tapi setelah itu dia juga menanggalkan jubahnya sebagai pendeta dan bekerja seperti biasa lalu kembali lagi pada suatu saat menjadi pendeta lagi, nah itu bagaimana Pak Paul?

PG : Saya kira saya harus berhati-hati di sini karena saya tidak mau terlalu cepat menghakimi orang, mungkin saja itu adalah bagian dari rencana Tuhan untuknya. Jadi kita bisa melihatnya dar sudut itu adalah bagian dari rencana Tuhan.

Tapi selain melihatnya dari sudut itu saya juga mau melihatnya dari sudut manusia yaitu saya kok berpikir yang lebih sering ya adalah kita itu akhirnya memang kehilangan perspektif dalam mengikuti Tuhan. Atau yang tadi dikatakan oleh saudara Ing Ciek iman melemah dan karena iman melemah terus Ibu Wulan tadi juga bercerita godaan muncul, tawaran muncul dan itu adalah jalan pintas seolah-olah itu jalan keluar dalam kesulitan yang sedang kita hadapi. Nah, kenapa tidak kita ambil jalan pintas atau jalan keluar itu. Jadi mungkin saya kira ini faktor penyebab yang lebih umum kenapa sebab sebagian hamba Tuhan pada akhirnya meninggalkan panggilannya dan masuk lagi menjadi seorang awam.
GS : Ya di dalam hal ini saudara Ing Ciek, apakah saudara mendapat pengukuhan dari firman Tuhan sehingga bertekat untuk melanjutkan perjalanan seperti ini?

IC : Saya ingat kisah tentang Musa ketika dia dipanggil oleh Tuhan. Pada saat itu Musa memberikan banyak sekali penolakan-penolakan. Tetapi ketika Tuhan mengatakan kepada Musa ini firman Allh kepada Musa, Aku adalah Aku lagi firmanNya beginilah kau katakan kepada orang Israel itu Akulah Aku telah mengutus aku kepadamu."

Itu yang menguatkan saya. Bahwa itu Tuhan sendiri yang mengutus dan Dia yang akan memberikan yang terbaik bagi anaknya.

GS : Ya terima kasih saudara Ing Ciek juga Ibu Wulan kita percaya bahwa saat-saat ini ada banyak orang juga yang mungkin di dalam pergumulannya untuk menjawab panggilan Tuhan dan sesuai dengan topik perbincangan kita yaitu menaati panggilan Tuhan. Kita berdoa bahwa ada banyak orang yang sungguh-sungguh menaati panggilan Tuhan ini. Jadi sekali lagi terima kasih saudara Ing Ciek juga Ibu Wulan untuk kesempatan ini. Juga Pak Paul terima kasih untuk kesempatan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih bahwa Anda telah mengikuti perbincangan kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja melanjutkan perbincangan tentang "Menaati Panggilan Tuhan." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



4. Keluarga dan Pelayanan 1


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T186A (File MP3 T186A)


Abstrak:

Perlu keseimbangan antara keluarga dan pelayanan. Yang penting bukan aktifitas atau kehadirannya, tapi hubungan pribadi dan penyerahan hidup pada Tuhan. Ada dua bahaya atau ekstrem, yaitu "mengagungkan keluarga demi Tuhan" atau "mengabaikan keluarga untuk Tuhan". Apakah semua anak Tuhan dipanggil untuk melayani? Ya dan Tidak. Ya, karena semua yang kita lakukan adalah untuk Tuhan. Tidak, dalam pengertian pelayanan/jabatan gerejawi.


Ringkasan:

Apa artinya keluarga yang melayani?

  • Semua anggota keluarga terlibat dalam pelayanan?
  • Suami dan/atau istri terlibat, anak-anak mendukung?
  • Tidak ada yang terlibat langsung tetapi mengambil bagian dalam kegiatan gerejawi?

Tujuan utama, bukan: Keluarga yang melayani

Melainkan: Keluarga Kristen, di mana:

  • Kristus menjadi pusat kehidupan keluarga
  • Masing-masing anggota keluarga berelasi satu dengan yang lain sesuai dengan standar hidup kristiani
  • Masing-masing anggota hidup dengan Tuhan dan merespons dengan tepat terhadap pimpinan Tuhan padanya

Jadi, penekanannya bukan pada:

  • Kegiatan/aktivitas
  • Kehadiran

Melainkan pada: hubungan pribadi dengan Tuhan penyerahan hidup untuk Tuhan

Ada dua bahaya ekstrem:

  • mengagungkan keluarga demi Tuhan (di atas Tuhan)
  • mengabaikan keluarga untuk Tuhan (untuk sendiri)

Perspektif Alkitab tentang keluarga:

  1. Lebih menitikberatkan pada keluarga rohani daripada keluarga jasmani. Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak Orang memberitahukan kepada-Nya, 'Ibu-Mu dan saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.' Tetapi Ia menjawab mereka,"Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan melakukannya." (Lukas 8:19-21)
  2. Dalam konteks perbandingan Tuhan di atas segalanya termasuk keluarga jasmani. Seorang lain yaitu salah seorang murid-Nya berkata kepada-Nya, Tuhan izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Tetapi Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka." (Matius 8:21-22)
  3. Tanggung jawab jasmani terhadap keluarga merupakan kewajiban. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, "Ibu, inilah anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya, "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya. (Yohanes 19:26-27)
  4. Keberhasilan mengurus keluarga sendiri dikaitkan dengan kriteria menjadi penilik jemaat (Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus jemaat Allah?; 1 Timotius 3:5) dan diaken (Diaken haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik; 1 Timotius 3:12)

Pertanyaan:

  1. Apakah semua anak Tuhan dipanggil untuk hidup untuk-Nya dan sesuai kehendak-Nya? Ya!
  2. Apakah semua anak Tuhan dipanggil untuk melayani? Ya dan Tidak!

Ya, dalam pengertian, semua yang kita lakukan adalah untuk Tuhan (Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia; Kolose 3:23)

Tidak, dalam pengertian pelayanan / jabatan gerejawi (1 Timotius 3:5,12)

Kondisi untuk bisa melayani:

  1. Ada suasana rohani di rumah / keluarga.
  2. Ada kesehatian tentang pentingnya pelayanan yang sedang dipertimbangkan.
  3. Ada dukungan dari pasangan dan anak-anak.
  4. Waktu dan energi yang terambil dari keluarga, terkompensasikan dengan efektif sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.
  5. Jika terjadi ketidakseimbangan (gangguan), keterlibatan dalam pelayanan itu perlu dievaluasi ulang.


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Keluarga dan Pelayanan." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, pembicaraan tentang keluarga dan pelayanan ini cukup luas, jadi kita akan melakukan perbincangan ini dalam dua sesi atau dua tahap. Pada kali yang pertama ini, pada waktu saya atau orang Kristen, sebelum menikah sudah terlibat di dalam banyak pelayanan; di gereja-ikut paduan suara, ikut Sekolah Minggu, ikut kegiatan-kegiatan yang lain dan tidak ada masalah apa-apa. Masalahnya hanya badan lelah dan sebagainya. Setelah menikah kita mempunyai keinginan, seluruh keluarga ini ikut berpartisipasi di dalam pelayanan, tapi faktanya tidak semudah itu. Sering kali banyak hambatan-hambatan yang terjadi di dalam pelayanan ini. Saya pikir bukankah ini suatu niat baik, tetapi kemudian timbul hambatan-hambatan ini. Sebenarnya pengertian keluarga yang melayani itu seperti apa, Pak?

PG : Apa yang Pak Gunawan katakan itu sering kali juga dialami oleh banyak orang, yaitu ada niat dari sebagian anak-anak Tuhan untuk terlibat dalam pelayanan dan juga melibatkan anggota keluargnya dalam pelayanan.

Namun jalannya tidak selalu mulus, kadangkala ada masalah-masalah yang muncul sehingga keinginan tersebut akhirnya tidak bisa diwujudkan. Ini adalah topik yang perlu kita bahas dengan saksama, untuk itu kita harus pertama-tama mengerti apa yang disebut dengan pelayanan. Kata pelayanan itu sendiri akhir-akhir ini memang telah menjadi sebuah trend, sebuah kata yang populer. Dan rasanya orang Kristen itu kalau ada panggilan, dia melayani, dia merasa senang dan itu memang suatu hal yang positif. Tapi saya kira kita mesti juga memiliki persepsi atau konsep yang tepat tentang pelayanan itu sendiri. Sebetulnya kalau kita melihat konteks di Alkitab Pak Gunawan, seorang pelayan yang kita kenal sekarang ini, sebenarnya di zaman Alkitab bukanlah pelayan yang digunakan atau suatu konsep yang digunakan pada zaman dulu itu. Karena pada masa-masa Alkitab ini ditulis, apalagi di Perjanjian Lama, konsep pelayan sebetulnya identik dengan budak, hamba, jadi benar-benar konsep yang Tuhan gunakan di Alkitab sebetulnya adalah konsep menjadi seorang hamba. Jadi kita ini memperhamba diri kepada Tuhan. Itulah sebenarnya konsep yang mendasari kata pelayanan atau pelayan, maka waktu Tuhan dalam perjamuan malam, duduk kemudian berinisiatif mengambil kain, membasuh kaki para murid, itu adalah sebuah demonstrasi sikap yang menghamba. Bahwa Dia merendahkan diri serendah itu, mencuci kaki para murid-Nya sendiri. Nah konsep seperti inilah yang seharusnya melatarbelakangi pemahaman kita tentang pelayanan itu sendiri. Saya khawatir kalau banyak anak-anak Tuhan tidak menyadari sebetulnya pelayanan adalah perhambaan, lebih luas dan lebih dalam dari sekadar melakukan aktifitas tertentu. Jadi konsep memperhambakan diri kepada Kristus, itu seharusnya menjadi dasar pelayanan kita sekarang ini.

ET : Jadi kalau selama ini, orang-orang merasa sudah terlibat dalam pelayanan, sebenarnya itu belum tentu melayani Pak, kalau dipandang dengan konsep itu?

PG : Betul, jadi kita harus membedakan antara kita melakukan aktifitas yang dikaitkan dengan pelayanan dan sungguh-sungguh melayani Tuhan. Saya kira itu dua hal yang tidak sama, dengan kata lai akan ada orang-orang yang terlibat dalam aktifitas yang dipanggil pelayanan, namun sesungguhnya tidak melayani Tuhan.

Bisa jadi yang sedang dia lakukan adalah menyalurkan hobbynya atau menyalurkan interestnya, minatnya, kemampuannya, menyalurkan karunianya atau talentanya. Dia senang menyanyi, jadi dia menyanyi. Saya masih ingat percakapan saya dengan seorang teman saya yang pada masa remaja bersama-sama dengan saya bernyanyi di sebuah paduan suara. Bertahun-tahun baru bertemu dengan saya dan dia sudah meninggalkan Tuhan pada saat itu, dia berkata begini kepada saya, "Saya tidak tahu, saya orang Kristen atau bukan, saya tidak tahu saya percaya kepada Yesus Kristus atau tidak." Jadi saya tanya, "Mengapakah kamu ikut paduan suara dan sebagainya?" Dia berkata, "Saya senang bernyanyi." Dan dia menikmati kumpul-kumpul dengan teman, dan itulah yang dia lakukan. Saya kira cukup banyak orang yang terlibat dalam aktifitas pelayanan namun tidak mengerti sebetulnya apa yang dia lakukan itu, yang namanya pelayanan itu apa. Saya kira kita mesti kembali pada definisi yang tepat ini dulu sebelum kita membawa konsep ini ke dalam keluarga dan apa artinya keluarga yang melayani.
GS : Yang saya tahu seorang hamba itu kehilangan haknya, jadi dia tidak mempunyai hak untuk dirinya sendiri. Dan tentu banyak orang yang tidak senang menjadi hamba.

PG : Betul sekali, jadi yang saya khawatirkan sebenarnya pemahaman pelayanan sebagaimana kita mengerti sekarang memang sebuah konsep yang trendy dan populer, namun lebih mencerminkan aktifitas emata, aktifitas yang menyenangkan.

Ramai-ramai pergi mission trip, ramai-ramai ikut dengan paduan suara, bernyanyi ke kota-kota lain, itu sesuatu yang seru. Tapi sebetulnya kalau lirik-lirik Kristennya dikeluarkan dari puji-pujian itu, sebetulnya memang tersisa dan menjadi substansi terbesar dari kegiatan itu adalah seru, ramai-ramai pergi, bernyanyi. Dan apakah bedanya itu dengan suatu band yang mengunjungi kota-kota dalam turnya bernyanyi. Sebetulnya ada mirip-miripnya, jadi penting kita kembali pada definisi pelayanan. Dan latar belakang pelayanan sebagaimana kita dapatkan di Alkitab sebetulnya adalah perhambaan. Benar-benar seorang pelayan adalah seorang hamba, hamba adalah seorang budak yang tadi Pak Gunawan sudah tekankan, budak tidak mempunyai hak atas dirinya lagi. Dia adalah benar-benar seseorang yang mengikuti instruksi tuannya, tanpa ragu dan tanpa mempertanyakan. Jadi semua yang diminta itulah yang harus dilakukannya.

ET : Kalau kita memahami konsep ini, semestinya perasaan tersinggung karena diperlakukan kurang sesuai dengan posisinya, mestinya tidak terjadi?

PG : Betul, jadi sesungguhnya kalau kita benar-benar hidup dengan konsep ini, benar-benar kita memperhambakan diri pada Kristus, memang seharusnya akan ada banyak konflik yang terselesaikan. Daam pengertian, tidak jadi muncul, sebab dengan rendah hati kita berkata, "Apa yang saya kerjakan adalah hal yang harus saya kerjakan, karena saya hanyalah seorang hamba."

Saya masih ingat, di suatu kesempatan saya mendengarkan ceramah dari seorang pendeta namanya Phillip Teng, dia dulu bermukim di Hongkong. Nah dalam tanya jawab saya menanyakan ini, "Apakah Pdt. Phillip Teng pernah mengalami kekecewaan dalam pelayanan?" Dan dia mengatakan sesuatu yang sangat indah, beliau berkata, "Saya tidak pernah kecewa, sebab bagaimanakah saya bisa kecewa, sebab bukankah yang saya lakukan semuanya adalah anugerah, dan saya hanyalah seorang hamba. Jadi kalau saya bisa terlibat dalam pelayanan, itu adalah anugerah, apakah ada tempat untuk kecewa?" Jadi saya kira ini konsep yang sangat tepat sekali, tidak berarti kita tidak pernah jengkel melihat misalkan keengganan orang untuk terlibat, untuk berkorban, sebagai manusia kita pun kadang-kadang jengkel melihat hal-hal seperti itu. Namun benar-benar menolong kita menempatkan masalah pelayanan dalam perspektif yang benar. Ini semuanya anugerah dan kita dipanggil sebagai hamba, ya tidak ada tempat untuk tersinggung; kenapa saya dilangkahi, kenapa saya tidak dihargai. Nah orang yang mudah berbicara seperti itu sebetulnya menunjukkan ketidaktahuannya tentang pelayanan.
GS : Kalaupun kita sudah mempunyai konsep yang benar Pak Paul tentang pelayanan ini, kemudian kita berkeluarga, dampaknya seperti apa Pak?

PG : Artinya, penekanan utama kita bukanlah pada melibatkan keluarga dalam aktifitas tertentu. Itu buah, itu adalah sesuatu yang nantinya akan muncul dengan alamiah, asalkan yang pertama ini haus ada dulu yakni seluruh anggota keluarga baik istri, suami dan anak-anak memahami konsep melayani.

Bahwa ini bukan penyaluran hobby, penyaluran interest atau mengaktualisasikan diri atau mewujudkan talenta, bukan itu, benar-benar pelayanan adalah sebuah perhambaan. Jadi penekanan utama bukan pada kegiatan-kegiatan. Kadang-kadang orangtua terjebak pada konsep ini, harus ikut koor, harus ikut ini, kamu harus ikut ini, ikut ini, nah waktu dia melihat anaknya ikut-ikut, dia berbangga hati, dia bersukacita, "O........anak saya sudah terlibat dalam pelayanan." Tapi apakah anak itu mengerti sebetulnya apa yang dilakukannya, inilah yang harus ditekankan. Jadi penekanannya bukanlah keluarga yang melayani, penekanannya adalah keluarga Kristen, ini harus menjadi penekanan pertama. Keluarga Kristen, artinya keluarga yang benar-benar hidup di bawah pimpinan, kuasa, kedaulatan atau perintah Kristus. Benar-benar keluarga yang menundukkan diri pada Kristus, di mana Kristus menjadi pusat kehidupan. Nah ini yang terlebih penting daripada mengharuskan anak terlibat ini, itu; itu nomor dua, memaksakan istri atau suami harus ikut ini, itu, itu juga nomor dua. Yang nomor satu adalah apakah seseorang itu sudah menjadi seorang Kristen sebagaimana yang Tuhan kehendaki, yakni menempatkan Kristus sebagai pusat di dalam kehidupannya.

ET : Dan kalau itu memang sudah terjadi, secara otomatis itu akan mempengaruhi relasi dengan sesama anggota keluarga.

PG : Tepat sekali, jadi di dalam keluarga itu sendiri masing-masing anggota akan berelasi dengan satu sama lain, menggunakan standar Kristus. Satu sama lain sudah mengerti bahwa mereka dipanggi untuk saling mengasihi, mereka dipanggil untuk saling menolong, mereka dipanggil untuk saling menanggung beban masing-masing.

Kalau atmosfir seperti itu sudah ada dalam keluarga kita, Puji Tuhan, ini fondasinya, ini dasarnya, jadi Kristus menjadi pusat dalam kehidupan kita, kita tunduk 100% pada Kristus karena kita adalah hamba-Nya dan cara kita berelasi dengan anggota keluarga yang lain juga sebagaimana Kristus kehendaki-mengasihi, menolong dan sebagainya. Dan yang berikutnya barulah masing-masing anggota keluarga hidup dengan Tuhan dan merespons dengan tepat terhadap pimpinan Tuhan padanya. Jadi kalau dasar itu sudah ada-menempatkan Kristus sebagai pusat dalam hidupnya, berelasi secara kristiani dengan sesama, barulah nanti si anak, si suami atau si istri akan dapat merespons secara tepat pada pimpinan Tuhan. Dia akan mendengar bisikan Tuhan, ikutlah, terlibatlah, lakukanlah, nah melakukannya itu menjadi buah dari ikatan yang begitu akrab dengan Tuhan Yesus.
GS : Tapi bukankah itu tidak secara otomatis keluarga itu terwujud seperti itu, karena latar belakang yang dibawa juga berbeda-beda. Dari tingkat kematangan imannya juga berbeda-beda, nah ini bagaimana mengaplikasikannya secara nyata?

PG : Yang mengerti, yang lebih dewasa, yang sudah mencicipi anugerah Tuhan, seharusnya menjadi contoh, dia menjadi teladan dalam keluarga itu. Dia mencontohkan kehidupan rohani yang benar-benarakrab dengan Kristus, dia berjalan dengan Kristus, dia bersaat teduh, dia berdoa, tutur katanya, perbuatannya benar-benar mencerminkan kepribadian Kristus yang penuh dengan kasih.

Nah di dalam rumah, jika ada seorang anggota keluarga yang seperti itu, dia akan akhirnya menebarkan aroma rohani di rumahnya, dia akan mempengaruhi anggota keluarga yang lainnya. Nah lama-kelamaan dia bisa juga meminta, mengajak, "Ayo membaca Alkitab sama-sama, Ayo kita mengerti tentang firman Tuhan, atau dalam percakapan dia mulai menjelaskan sebetulnya apa itu yang sedang Tuhan katakan, yang sedang Tuhan lakukan, yang Tuhan sedang ajarkan dalam hidupnya, nah akhirnya dia menjadi penyalur kehendak dan berkat Tuhan dalam keluarga itu. Sehingga perlahan-lahan anggota keluarga yang lain bisa mulai mengikuti jejaknya, memperhambakan diri pada Kristus. Sudah tentu seyogianya yang memulai itu sebetulnya suami, karena suami adalah kepala keluarga. Setelah suami mulai, istri nanti baru ikut, nanti setelah istri ikut, anak-anak nantinya ikut pula. Jadi memang seharusnya si suami yang menjadi wakil Kristus dalam keluarga, imam dalam keluarga yang memberi contoh pertama itu.
GS : Ya biasanya si suami yang seperti Pak Paul harapkan itu malah sering terlibat aktifitas di luar dan dilabeli dengan pelayanan, ini malah keluarganya yang menjadi masalah.

PG : Sekali lagi ini memang bersumber dari konsep yang keliru Pak Gunawan. Dan kita juga harus akui saya sebagai hamba Tuhan harus menyadari ini, kami-kami ini hamba Tuhan kadang-kadang memang erpaku pada kegiatan dan kehadiran.

Pokoknya selama anggota keluarga terlibat dalam kegiatan, selama jemaat terlibat dalam kegiatan, kami-kami hamba Tuhan rasanya sudah senang luar biasa, atau selama mereka hadir kami sudah merasa senang luar biasa. Itu memang pertanda baik, terlibat dalam kegiatan, kehadiran, itu semua pertanda baik. Tapi jangan sampai kita itu akhirnya mengidentikkan kehadiran serta kegiatan dengan kerohanian, dengan sikap hati yang memperhambakan diri pada Kristus, ini yang terus-menerus haruslah menjadi target kita, mengajarkan jemaat memperhambakan diri kepada Kristus. Kalau ini tidak tercapai, kita keburu senang melihat jemaat terlibat kegiatan dan hadir, saya kira sayang, akhirnya yang seharusnya kita ajarkan tidak kita ajarkan.

ET : Saya menjadi ingat ada beberapa orangtua yang pernah membagikan pergumulannya yang mengatakan kalau anak-anaknya semasa kecil sampai remaja aktif di gereja dan selalu hadir di gereja. Tetai begitu masuk ke Perguruan Tinggi ke kota lain, langsung berubah.

Rasanya tidak mau lagi terlibat dalam pelayanan, jadi ukurannya hanya di kehadiran atau kegiatan itu.

PG : Betul sekali, yang akhirnya kegiatan serta kehadiran itu menciptakan kerutinan, kerutinan yang kalau berubah kondisi hidupnya, kerutinan itu akan tanggal atau copot. Maka begitu mereka pinah ke luar rumah, pindah ke kota lain atau apa, tiba-tiba kerutinannya berubah, berubah semua.

Ini pun saya lihat dulu, ada anak-anak yang saya dengar di Indonesianya rajin pelayanan, terlibat dalam komisi ini, komisi itu, terus datang study (waktu itu saya masih di Amerika) dan saya menyaksikan, disuruh ke gereja saja susah setengah mati dan saya menjadi berpikir-pikir, anak-anak ini katanya rajin pelayanan di Indonesia tapi di sini ke gereja saja tidak mau. Yang hilang adalah kerutinan itu, kenapa? Sebab memang yang ada dalam hidup mereka dari dulu itu sebetulnya bukan kerohanian tapi kerutinan. Maka sewaktu kerutinan itu diubah, kerohaniannya seolah-olah runtuh, padahal dia bukan jauh dari Tuhan mulai sekarang, tapi memang dari dulu pun tidak dekat dengan Tuhan, tapi tertutupi, terkamuflase oleh kegiatan dan kehadiran.
GS : Kalau kita berbicara tentang kedekatan, ini kita berbicara tentang hubungan, jadi di sini adalah kepada siapa kita itu berhubungan, kepada Tuhannya atau kepada kegiatannya.

PG : Jadi penekanan kita benar-benar, jangan sampai kita terkecoh, jangan kita benar-benar menyuruh-nyuruh anggota keluarga kita terlibat dalam kegiatan-kegiatan. Yang penting adalah apakah isti, anak, suami kita mempunyai hubungan pribadi dengan Kristus.

Apakah dia sungguh-sungguh mencintai Tuhan Yesus, apakah dia sungguh-sungguh takut dalam hatinya kepada Kristus. Hubungan pribadi, Kristus bukanlah konsep, bukanlah nama tapi seseorang, Tuhan yang pribadi dalam hidupnya. Nah berikutnya adalah mesti kita tekankan juga pada penyerahan hidup untuk Kristus, benar-benar anak kita itu atau suami-istri kita memiliki penyerahan yang total kepada Kristus, memperhambakan diri kepadanya. Nah relasi seperti inilah yang seharusnya ada di dalam keluarga kita. Saya berikan satu contoh Pak Gunawan dan Ibu Ester, waktu salah satu anak kami masih kecil, dia berbohong. Saya masih ingat sekali, saat itu saya mencoba untuk mengkonfrontasinya. Dia menyangkal tidak, tidak, tidak, saya bilang; "Kamu melakukan ini 'kan ya?" "Tidak." Terus menyangkal, saat itu saya masih ingat sekali, saya mempunyai dua pilihan, pilihan pertama memarahi dia dan memaksanya untuk mengakui kesalahannya. Tapi saya mengambil pilihan yang kedua yaitu saya tidak marah, saya tidak memaksakan dia untuk mengakuinya, saya hanya diam kemudian setelah dia berkata tidak, tidak, saya berkata: "Ayo kita berdoa bersama." Ya dia ikut saja berdoa, dia lipat tangan, dia tutup mata, tiba-tiba saya berkata: "Kamu yang berdoa." Untuk sejenak hening Pak Gunawan, Ibu Ester, dia tidak bisa berdoa, dia diam kemudian saya mendengar dia menangis, dia menangis sedih sekali di hadapan Tuhan. Dan akhirnya saya berdoa untuk dia, dan di dalam doa saya tidak menghakimi dia atau memarahi dia, saya hanya berkata: "Tuhan, terima kasih, Tuhan telah menegur dan kami tahu Tuhan juga mengampuni orang yang datang dan bertobat kepadamu." Sudah selesai, setelah saya amin, saya tidak tanya lagi, saya tidak kutak kutik lagi masalahnya tadi. Kenapa? Sebab saya tahu dia memiliki hubungan pribadi dengan Kristus, sehingga waktu dia berhadapan dengan Kristus, dia langsung harus bercermin dan melihat dosanya, dan dia langsung menangis seperti itu. Saya kira ini bekal yang kita mesti titipkan kepada anggota keluarga kita, benar-benar memiliki relasi pribadi dengan Kristus, nanti di atas inilah baru ditambahkan kegiatan dan kehadiran. Di atas relasi dan penyerahan yang total kepada Kristus baru ditambahkan kegiatan.
GS : Mungkin orang sering kali kurang sabar sehingga yang terjadi adalah memaksakan kehendaknya itu dengan menggunakan ayat-ayat kitab suci untuk mengancam, untuk menakut-nakuti, kalau tidak melakukan ini nanti kehilangan berkat atau Tuhan menimpakan musibah dan itu menjadi masalah dalam keluarga ini.

PG : Atau dibalik begini Pak Gunawan, nanti kalau kamu giat dalam pelayanan, nanti Tuhan akan melimpah-limpahkan berkat pada kamu. Akhirnya sejak kecil anak-anak diajarkan berdagang dengan Tuhn, investasi makin besar wah nanti Tuhan akan curahkan untungnya.

Ini suatu hal yang keliru dan sayang, bukannya tidak boleh melayani Tuhan dari sejak kecil tapi saya kira, yang penting yang harus kita utamakan yaitu supaya anak-anak, warga kita, memilihi relasi pribadi dengan Tuhan terlebih dahulu di atas segalanya.
GS : Jadi memang dengan berkeluarga, melakukan pelayanan menjadi lebih repot Pak Paul?

PG : Betul, jadi memang untuk bisa sebagai satu keluarga melayani Tuhan, kita harus meletakkan fondasinya dulu. Tanpa fondasi akan menjadi kacau hanya hingar-bingar, ramai-ramai tapi fondasiny tidak ada.

Bangunlah fondasi itu, sebab ini asumsinya, dari hati yang mencintai Tuhan akan keluar pengorbanan-pengorbanan untuk Tuhan, itu sudah pasti. Jadi hati yang mencintai Tuhan itulah yang mesti ada dulu dalam anggota keluarga kita.
GS : Sehubungan dengan itu apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Saya akan membacakan dari Matius 22, mula-mula saya akan bacakan dulu kritikan Tuhan Yesus kepada orang Saduki yang memang sudah mencobai Tuhan Yesus. Tuhan Yesus berkata: "Kamu sesat seba kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah."

Nah saya kira ini masalah kita, sering kali kita tidak mengerti Kitab Suci, kuasa Allah maupun kehendak Allah. Saya akan kutip dari Matius 22:37, Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum taurat dan kitab para nabi." Jadi ini fondasinya Pak Gunawan, biarlah keluarga kita menjadi keluarga yang mencintai Tuhan, mencintai sesama, kalau fondasi itu sudah ada, akan banyak hal-hal yang akan terjadi dalam keluarga kita. Namun perspektifnya sudah benar.

GS : Pak Paul, ini suatu perbincangan yang menarik dan rasanya masih belum tuntas, jadi kita akan lanjutkan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang. Namun untuk kali ini terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, juga Ibu Ester. Kepada para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Keluarga dan Pelayanan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.



5. Keluarga dan Pelayanan 2


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T186B (File MP3 T186B)


Abstrak:

Lanjutan dari T186A


Ringkasan:

Apa artinya keluarga yang melayani?

  • Semua anggota keluarga terlibat dalam pelayanan?
  • Suami dan/atau istri terlibat, anak-anak mendukung?
  • Tidak ada yang terlibat langsung tetapi mengambil bagian dalam kegiatan gerejawi?

Tujuan utama, bukan: Keluarga yang melayani

Melainkan: Keluarga Kristen, di mana:

  • Kristus menjadi pusat kehidupan keluarga
  • Masing-masing anggota keluarga berelasi satu dengan yang lain sesuai dengan standar hidup kristiani
  • Masing-masing anggota hidup dengan Tuhan dan merespons dengan tepat terhadap pimpinan Tuhan padanya

Jadi, penekanannya bukan pada:

  • Kegiatan/aktivitas
  • Kehadiran

Melainkan pada: hubungan pribadi dengan Tuhan penyerahan hidup untuk Tuhan

Ada dua bahaya ekstrem:

  • mengagungkan keluarga demi Tuhan (di atas Tuhan)
  • mengabaikan keluarga untuk Tuhan (untuk sendiri)

Perspektif Alkitab tentang keluarga:

  1. Lebih menitikberatkan pada keluarga rohani daripada keluarga jasmani. Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak Orang memberitahukan kepada-Nya, 'Ibu-Mu dan saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.' Tetapi Ia menjawab mereka,"Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan melakukannya." (Lukas 8:19-21)
  2. Dalam konteks perbandingan Tuhan di atas segalanya termasuk keluarga jasmani. Seorang lain yaitu salah seorang murid-Nya berkata kepada-Nya, Tuhan izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Tetapi Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka." (Matius 8:21-22)
  3. Tanggung jawab jasmani terhadap keluarga merupakan kewajiban. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, "Ibu, inilah anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya, "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya. (Yohanes 19:26-27)
  4. Keberhasilan mengurus keluarga sendiri dikaitkan dengan kriteria menjadi penilik jemaat (Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus jemaat Allah?; 1 Timotius 3:5) dan diaken (Diaken haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik; 1 Timotius 3:12)

Pertanyaan:

  1. Apakah semua anak Tuhan dipanggil untuk hidup untuk-Nya dan sesuai kehendak-Nya? Ya!
  2. Apakah semua anak Tuhan dipanggil untuk melayani? Ya dan Tidak!

Ya, dalam pengertian, semua yang kita lakukan adalah untuk Tuhan (Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia; Kolose 3:23)

Tidak, dalam pengertian pelayanan / jabatan gerejawi (1 Timotius 3:5,12)

Kondisi untuk bisa melayani:

  1. Ada suasana rohani di rumah / keluarga.
  2. Ada kesehatian tentang pentingnya pelayanan yang sedang dipertimbangkan.
  3. Ada dukungan dari pasangan dan anak-anak.
  4. Waktu dan energi yang terambil dari keluarga, terkompensasikan dengan efektif sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.
  5. Jika terjadi ketidakseimbangan (gangguan), keterlibatan dalam pelayanan itu perlu dievaluasi ulang.


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami pada beberapa waktu yang lalu yaitu tentang "Keluarga dan Pelayanan." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita sudah berbicara tentang keluarga dan pelayanan, rupanya ada banyak orang Kristen yang mempunyai konsep yang kurang tepat tentang pelayanan ini. Pak Paul, supaya perbincangan ini bisa diikuti oleh pendengar yang mungkin pada waktu lalu tidak mendengarkannya, Pak Paul bisa mengulas secara singkat apa yang kita perbincangkan itu?

PG : Apa yang kita bicarakan muncul dari keprihatinan, keprihatinan atas gejala yang sedang populer dewasa ini. Yaitu begitu banyaknya orang yang mempopulerkan kata pelayanan, namun tampaknya mreka tidak terlalu memahami apakah sebetulnya pelayanan itu.

Nah kita sudah membahas bahwa kata pelayanan itu sendiri di dalam Alkitab muncul dari konteks perhambaan, dari konteks perbudakan. Jadi seseorang yang melayani itu artinya adalah seseorang yang menghamba kepada Kristus, kepada Tuhan. Jadi yang kita tekankan adalah penting sekali keluarga memberikan konsep yang tepat ini kepada anggotanya, sehingga mereka tidak salah kaprah, terlalu menitikberatkan pada kegiatan, pada kehadiran dan melupakan hal yang terlebih penting yakni relasi pribadi dengan Kristus, hidup takut akan Tuhan, mencintai Tuhan dengan sepenuh hati. Kalau ini sudah terjalin, dasar ini sudah diletakkan, maka nanti dengan sendirinya anak Tuhan atau anggota keluarga ini bisa mendengar panggilan Tuhan, tuntunan Tuhan, apa yang Tuhan kehendaki dalam kehidupan mereka. Ini tahapan berikutnya, yang kita khawatirkan adalah betapa banyaknya orang-orang yang terlalu memusatkan perhatian pada yang tahap kedua yaitu tahap kegiatan dan kehadiran, tidak melihat lagi akar yang lebih penting. Nah itulah yang menjadi latar belakang pembicaraan kita pada saat ini Pak Gunawan.
GS : Pak Paul, kalau pada waktu yang lalu kita berbicara tentang pelayanan, padahal ini dikaitkan dengan keluarga. Kaitannya antara pelayanan dengan keluarga, menurut konteks Alkitab seperti apa Pak?

PG : Pak Gunawan, pertama-tama kita mesti menjaga keseimbangan, karena adakalanya ini yang terjadi, waktu kita membicarakan mengenai pelayanan dan keluarga. Kita kadang-kadang itu terlalu mengaungkan keluarga demi Tuhan, seolah-olah keluarga itu di atas Tuhan, sudah tentu kita akan pelajari nanti tidaklah demikian.

Namun jangan sampai kita jatuh ke dalam ekstrim yang lain, yaitu mengabaikan keluarga untuk Tuhan, seolah-olah semua untuk Tuhan tapi tanggung jawabnya kepada keluarga justru terabaikan. Akhirnya kalau itu yang terjadi, bukannya kita menjadi berkat bagi keluarga kita, tapi malah kita menjadi kutukan bagi mereka karena mereka tidak bisa lagi diberkati oleh pelayanan kita kepada Tuhan.
GS : Memang ada orang-orang yang sebelum menikah, begitu rajinnya dia terlibat dalam pelayanan, tapi setelah menikah tidak lagi muncul, mereka berkata: "Waktu saya habis untuk keluarga."

PG : Memang kita perlu mempunyai konsep yang tepat terhadap pelayanan maupun keluarga. Di kesempatan yang lampau kita telah memfokuskan pada konsep pelayanan itu sendiri, nah mari sekarang kitamelihat apa itu keluarga dari sudut Alkitab.

Yang pertama yang bisa saya ungkapkan adalah Alkitab lebih menitikberatkan pada keluarga rohani daripada keluarga jasmani. Ini menarik sekali, cerita yang saya kutip dari Lukas 8:19-21, Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. Orang memberitahukan kepada-Nya: "Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau." Tetapi Ia menjawab mereka: "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya." Kita bisa membayangkan skenario saat itu, rupanya Tuhan Yesus sangat populer yang ingin mendengar khotbah dan pengajaran-Nya. Nah di tengah-tengah kerumunan rakyat yang sedang mendengarkan-Nya berkhotbah dan mengajar, terdengarlah seruan beberapa orang di belakang, "O.........ibu dan saudara-saudara Tuhan Yesus datang," jadi seolah-olah orang harus memberikan ruangan yang khusus untuk keluarga si pembicara, keluarga tokoh yang sedang populer ini. Dan di tengah-tengah itu tiba-tiba Tuhan Yesus melontarkan kata-kata untuk ukuran kita, apalagi di Asia kata-kata yang memang sangat kontroversial dan cenderung diinterpretasi tidak santun. Tuhan Yesus langsung berkata: "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya." Seolah-olah Tuhan Yesus itu tidak terlalu memberi penghargaan kepada ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya. Sudah tentu maksudnya Tuhan bukan seperti itu mengajarkan kepada kita untuk tidak menghargai keluarga atau orangtua kita, tapi Tuhan memberikan kepada kita sebuah perspektif bahwa keluarga biologis tidaklah sepenting keluarga rohani. Di atas keluarga biologis ada keluarga rohani yaitu kita menjadi anak-anak dari Tuhan, kita adalah satu keluarga besar di dalam Kristus, ditebus dan dibeli oleh darah Kristus. Itu seharusnya menempati prioritas yang lebih, dibandingkan keluarga biologis. Nah konsep ini bertabrakan dengan konsep budaya di banyak tempat, karena di banyak tempat kita itu terlalu mengagungkan keluarga, namun Tuhan Yesus ingin menegaskan meskipun keluarga penting, ada yang lebih penting yaitu keluarga rohani.

ET : Justru saya melihat ada orang yang apakah bisa dikatakan salah di dalam memahami ayat ini, yang akhirnya memang sangat menekankan pada orang yang di luar yang dia layani, sampai-sampai kelarga istri atau anak-anak mengatakan, "Papa lebih memperhatikan saudara-saudara di luar daripada keluarganya sendiri."

PG : Ini memang ekstrim yang satunya Ibu Ester, jadi ada orang-orang yang mengabaikan tanggung jawabnya. Tuhan tidak mengajarkan kepada kita untuk mengabaikan tanggung jawab kepada keluarga, suah tentu kita harus memberi perhatian yang cukup kepada keluarga kita, karena inilah tanggung jawab kita.

Tapi perspektif yang benar adalah meskipun keluarga penting, jangan sampai kita abaikan tanggung jawab kita, namun ada yang lebih penting dari keluarga jasmaniah yaitu keluarga rohaniah. Alasannya sederhana juga Ibu Ester, tidak semua orang beruntung dibesarkan dalam keluarga yang hangat, tidak semua anak-anak beruntung mempunyai orangtua yang sangat mengerti bagaimana membesarkan anak, memberikan kasih yang berlimpah kepada anak. Ada anak-anak yang bertumbuh besar di dalam ketimpangan-ketimpangan, tidak mendapatkan kecukupan perhatian dan sebagainya. Ada yang tidak mempunyai ayah, ada yang tidak mempunyai ibu, ada yang orangtuanya bercerai dan bermacam-macam. Kalau misalkan keluarga adalah segalanya berarti kasihan bagi orang-orang yang tidak mempunyai keluarga seperti itu. Dan kalau keluarga adalah segalanya ya malanglah orang yang tidak menikah juga. Makanya tidak pernah itu menjadi tekanan Alkitab, Tuhan selalu lebih menekankan keluarga rohaniah daripada keluarga jasmaniah. Tapi sekali lagi saya harus garis bawahi, Tuhan tidak mengatakan atau mengajarkan bahwa keluarga itu tidak penting, bahwa kita itu harus selalu terlibat dalam banyak kegiatan di luar, sehingga melalaikan tanggung jawab kita. Itu menjadi sebuah ketimpangan yang justru nantinya memberi pengaruh buruk pada keluarga kita.
GS : Ini memang yang sulit adalah menimbang-nimbang, sampai sejauh mana kita itu boleh meninggalkan keluarga atau tidak.

PG : Dan seyogianyalah kita tidak menggampangkan hal ini Pak Gunawan, biarlah pergumulan ini selalu ada dalam keluarga kita, sehingga kita tidak mudah berkata: "Pokoknya ini demi Tuhan, pokokny kalian harus tunda, harus tunggu atau apa."

Kita tidak gampang-gampang berkata seperti itu. Saya ingin membawa kita pada point berikutnya yaitu tentang perspektif Alkitab mengenai keluarga. Dalam konteks perbandingan, Tuhan di atas segalanya termasuk keluarga jasmaniah. Kita melihat perkataan Tuhan di Matius 8:21 dan 22, "Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka." Nah ini perkataan bukanlah perkataan yang mudah dimengerti oleh kita pada zaman ini. Kenapa Tuhan berkata seperti apa, kenapa kasar, apa artinya orang mati menguburkan orang mati. Pada dasarnya yang ingin Tuhan katakan ialah perhatian kamu terlalu tersedot pada masalah keluargamu, sehingga engkau melupakan ada hal yang lebih penting daripada keluargamu yaitu kehendak Tuhan, pimpinan Tuhan, itu lebih penting daripada kehendak orangtua, kehendak pasangan, kehendak anak, kehendak paman atau kakek kita, ada yang lebih penting dari kehendak manusia yakni kehendak Tuhan. Ada perintah yang harus kita turuti di atas segala perintah di dunia ini yaitu perintah Tuhan, nah ini yang Tuhan ingin katakan kepada kita semua. Maka sekali lagi yang Tuhan ingin ajarkan kepada kita adalah meski keluarga penting, ada yang lebih penting, meski kehendak keluarga juga penting, tapi ada kehendak yang lebih penting daripada kehendak keluarga yaitu kehendak Tuhan. Maka Tuhan langsung menangkap kesempatan ini, bukankah di dalam adat-istiadat orang Timur, menguburkan orangtua itu hal yang penting sekali, tapi Tuhan justru ingin memakai kesempatan ini mengajarkan kehendak Tuhan, mengajarkan sesuatu yang sangat penting yaitu kendati mengubur orangtua itu hal yang sangat penting tapi toh ada yang lebih penting daripada mengubur orangtua yaitu mengikuti pimpinan Tuhan, mengikuti keinginan Tuhan, itu lebih penting daripada menguburkan orangtua. Ini suatu perbandingan. Sekali lagi Tuhan bukannya secara harafiah menyuruh-nyuruh kita, kalau orangtua meninggal sebodoh amat, tidak peduli dengan tanggung jawab kita sebagai anak, bukan itu maksudnya, kalau kita seperti itu, kita tidak menjadi kesaksian yang baik bagi orang. Tapi yang Tuhan ingin ajarkan adalah dalam perbandingan dengan Tuhan ternyata menguburkan orangtua jauh di bawah dalam hal kepentingannya dibandingkan dengan mengikuti kehendak Tuhan.
GS : Tadi Pak Paul memang sudah singgung, ini sering kali ditafsirkan secara harafiah sehingga menimbulkan banyak kesalahpahaman yang menganggap bahwa orang Kristen ini kurang hormat kepada orangtuanya, diajar untuk tidak hormat. Nah bagaimana kita itu bisa menjelaskan, memang kata-kata Tuhan Yesus seperti itu.

PG : Tuhan memberikan keseimbangan (ini yang akan coba kita lihat) tanggung jawab jasmani terhadap keluarga merupakan kewajiban, ini prinsip berikutnya Pak Gunawan. Saya bacakan dari Yohaes 19:26,27, Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu (yakni Yohanes) menerima dia (alias menerima ibu Tuhan Yesus) di dalam rumahnya.

Di kayu salib, Tuhan menyerahkan tanggung jawab memelihara ibu-Nya yaitu Maria kepada murid, yaitu Yohanes. Nah ini adalah wujud nyata dari rasa tanggung jawab Tuhan Yesus, Dia tidak dengan begitu saja meninggalkan kewajiban-Nya, bahkan di kayu salib tatkala Dia sedang mengemban kehendak Tuhan yang begitu agung, mati bagi dosa umat manusia. Jadi dalam "pelayanan" benar-benar pelayanan yang sesungguhnya, Dia masih mengingat ibu-Nya dan meminta murid-Nya untuk merawat ibu-Nya. Dengan kata lain, tanggung jawab harus tetap kita laksanakan. Jadi tidak benar kalau orang akhirnya mengabaikan keluarga demi pelayanan.

ET : Jadi memang menyeimbangkan antara konsep yang pertama dan kedua ini kuncinya di sini Pak, tanggung jawab ini tetap ada.

PG : Tepat sekali, di luar tanggung jawab ini atau di atas tanggung jawab ini, silakan kita memberikan waktu untuk hal-hal yang lain, termasuk yang namanya pelayanan gerejawi. Tapi tanggung jawb ini kita mesti penuhi dulu, ini yang menjadi permintaan minimal.

GS : Makanya ada orang yang sering kali mengambil jalan untuk tidak berkeluarga, supaya tidak mempunyai tanggung jawab itu Pak Paul?

PG : Betul sekali, dan ini memang yang Paulus tekankan di I Korintus 7:35, semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam hal kebeasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan.

Jadi Paulus di sini memang menekankan kalau kita hidup sendiri akan lebih banyak hal yang bisa kita lakukan untuk Kristus tanpa gangguan. Itu adalah fakta, kalau kita berkeluarga, akan lebih banyak gangguan, itu kenyataan hidup. Saya tambahkan satu lagi Pak Gunawan dan Ibu Ester, tentang perspektif Alkitab mengenai keluarga. Keberhasilan mengurus keluarga sendiri dikaitkan dengan kriteria menjadi penilik jemaat, di I Timotius 3:5 firman Tuhan berkata: "Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?" Jadi jelas di sini terlihat kebehasilan mengurus keluarga, dikaitkan dengan syarat menjadi penilik jemaat, syarat menjadi majelis, syarat menjadi penatua atau hamba Tuhan. Tidak berhasil mengurus keluarga, janganlah menjadi penilik jemaat. Coba kita melihat lagi di I Timotius 3:12, "Diaken haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik." Jelas di sini terlihat, mengurus keluarga, bertanggung jawab terhadap keluarga, ini menjadi prasyarat kita melayani Tuhan dan menempati jabatan tertentu di dalam tubuh Kristus.
GS : Sulitnya kalau kriteria ini mau diterapkan secara harafiah seperti ini, bisa tidak dapat tenaga untuk menjadi penatua, diaken, akan sulit karena tolok ukurnya berat.

PG : Maka yang penting adalah sebuah usaha untuk bertanggung jawab. Kita tidak selalu berhasil, itu faktanya tapi yang penting adalah adanya usaha untuk bertanggung jawab. Kalau muncul problem,kita tidak menyalahkan orang, kita melihat diri kita, apa andil kita dalam masalah seperti ini.

Jadi penting sekali kita ini berusaha sebaik-baiknya menjadi kepala keluarga.
GS : Kadang-kadang pihak keluarga merasa ya sudah memang ini risikonya mempunyai suami atau istri yang terlibat dalam pelayanan. Jadi mereka pasrah saja.

PG : Pasrah memang tidak sama dengan menyukuri, yang memang diperlukan dalam keluarga bukannya anggota keluarga pasrah tidak bisa berbuat apa-apa melihat kita seperti ini. Tapi keluarga yang telibat dalam pelayanan secara positif, artinya mereka mensyukuri melihat pelayanan kita karena mereka melihat kita berbuah baik di dalam maupun di luar rumah.

ET : Jadi sebaliknya ada orang-orang yang memang bersembunyi, bukankah di sini dikatakan harus membereskan keluarga dulu baru pelayanan. Banyak orang, ketika keluarganya berantakan lari bersembnyi di aktifitas pelayanan.

PG : Saya mengerti Bu Ester, bahwa Tuhan itu baik, makanya Tuhan itu selalu bersedia menerima anak-anak-Nya yang lari kepada-Nya karena tekanan-tekanan hidup dan masalah dalam hidupnya atau kelarganya.

Tapi kita mesti berusaha membereskan keluarga kita, jangan kita lepas tanggung jawab, "Sudah, biarkan Tuhan nanti yang selesaikan." Tapi kita sendiri tidak berbuat apa-apa, kita mesti berbuat sesuatu, jangan sedikit-sedikit nanti Tuhan yang mengatur, bagian kita harus kita kerjakan pula.
GS : Memang konsep kita sebagai orang-orang Kristen sering kali mengatakan pelayanan ini dikehendaki oleh Tuhan, jadi saya lakukan itu.

PG : Tentang ini Pak Gunawan, kita memang harus membedakan dua hal di sini Pak Gunawan. Pertama, apakah semua anak Tuhan dipanggil untuk hidup bagi Tuhan, dan sesuai dengan kehendak-Nya? Ya, seua anak Tuhan dipanggil hidup bagi Kristus dan hidup sesuai dengan kehendak Kristus, betul.

Tapi pertanyaan yang kedua adalah apakah semua anak Tuhan dipanggil untuk melayani dalam pengertian yang seperti tadi saya maksudkan seperti pelayanan di gereja dan sebagainya. Jawabannya ialah ya dan tidak. Ya, dalam pengertian semua yang kita lakukan adalah untuk Tuhan, itu namanya pelayanan. Kolose 3:23, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Inilah pelayanan secara umum, apakah kita dipanggil Tuhan untuk melayani secara umum seperti ini? Ya, namun apakah semua anak Tuhan dipanggil untuk melayani secara formal, memegang jabatan gerejawi misalnya, tidak. Jelas kita sudah membaca di I Timotius 3:5-12 bahwa Tuhan memberikan syarat-syarat itu, berarti tidak semua orang dipanggil menjadi pelayan-pelayan gerejawi. Karena ada syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Kalau tidak bisa dipenuhi jangan menjadi penilik jemaat, jangan menjadi pejabat gerejawi, lakukanlah pelayanan yang umum seperti di Kolose 3:23, lakukan semuanya dengan segenap hati seperti untuk Tuhan, nah itu menjadi pelayanan kita secara umum.
GS : Tapi itu dianggap oleh banyak orang bukan pelayanan, itu pekerjaan atau bagian dari kegiatan kehidupan.

PG : Ini memang harus kita luruskan bahwa pelayanan jauh lebih luas daripada sekadar terlibat dalam kegiatan gerejawi. Karena kalau hanya itulah pelayanan, kasihanlah orang-orang yang tidak beresempatan mengambil atau memegang jabatan gerejawi.

Tapi Tuhan tidak sesempit itu, Tuhan membuka pintu selebar-lebarnya untuk kita melayani Tuhan di bidang masing-masing. Kita bisa mempersembahkan semuanya itu untuk Tuhan dan bukan untuk kepentingan kita.
GS : Berarti untuk pelayanan ini ada suatu kondisi yang harus dipenuhi Pak Paul?

PG : Tepat sekali Pak Gunawan, dan ini yang akan kita coba bahas. Yang pertama, untuk bisa melayni mesti ada suasana rohani di dalam rumah kita atau keluarga kita. Jangan sampai kita terlibat kgiatan-kegiatan gerejawi, sementara di rumah kita tidak ada suasana rohani.

Ada yang berantem, ribut di rumah, terus ke gereja senyam-senyum ikut ramai-ramai, nyanyi dsb. Itu keliru, rumah mesti ada suasana rohani, lain perkara kalau kita adalah korban, kita memang rohani, tapi pasangan kita memang tidak rohani dan sebagainya, sehingga kita harus hidup dalam suasana yang seperti itu, itu lain perkara tapi jangan sampai kita itu menjadi salah satu penyebab tidak rohaninya keluarga kita. Ini yang mesti kita ciptakan dalam rumah tangga kita.

ET : Konsep antara pentingnya melayani yang masih berbeda antara suami dan istri, bagaimana Pak Paul?

PG : Saya kira mesti ada kesehatian Ibu Ester, tentang pentingnya pelayanan yang sedang dipertimbagkan, artinya kalau belum sehati jangan paksakan. Orang akan berkata, "Itu 'kan pimpinan Tuhan,kehendak Tuhan," buat apa kita lakukan kalau nanti kita akan mengalami konflik berkepanjangan dalam keluarga kita.

Nah bukankah ini adalah kesaksian penting yang harus kita jaga di rumah, jadi penting sekali ada kesehatian. Saya kadang-kadang mendapatkan pertanyaan ini dari orang-orang yang mau menjadi hamba Tuhan. Misalkan si suami merasa terpanggil, si istri tidak terpanggil. Mereka dua-dua sudah berkeluarga, sudah mempunyai usaha, apa yang mesti dilakukan? Nasihat saya selalu sama, tunggu sampai ada kesehatian, sebab saya katakan kepada mereka, buat apa terjun, masuk seminari menjadi hamba Tuhan, sementara istri tidak mensyukuri malah istri mengutuki, istri tidak mendukung malah istri menghalangi atau kebalikannya, buat apa. Jadi penting ada kesehatian dulu, baru nanti melakukan pelayanan bersama.
GS : Tapi sering kali dikatakan, itu adalah bagian salib dari pelayanan?

PG : Memang adakalanya itu yang terjadi Pak Gunawan, seseorang cinta Tuhan tapi pasangannya memang tidak kenal Tuhan. Nah dalam kondisi seperti itu, saya kira mesti ada perkecualian. Coba kita elihat yang satunya, jadi kondisinya adalah harus ada dukungan dari pasangan dan anak-anak.

Tadi saya sudah singgung mereka mesti mensyukuri pelayanan kita, jangan sampai mereka tidak mendukung tapi malahan mengutuki kita karena mereka merasa dikorbankan, gara-gara kita dan pelayanan kita. Yang berikutnya adalah waktu dan energi yang terambil dari keluarga, mesti terkompensasikan dengan efektif, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif. Kita akan mengambil waktu keluar, itu berarti harus ada yang kita ambil dari keluarga kita sendiri, jangan lupa gantikan. Gantikanlah dengan sepenuh hati, sehingga anak-anak dan pasangan kita tidak merasa dirugikan. Mereka melihat kita berusaha menggantikan waktu yang kita ambil dari mereka.

ET : Sudah berusaha seperti itu, namun tetap susah menyeimbangkan itu bagaimana Pak, telah berusaha berbulan-bulan, bertahun-tahun?

PG : Kalau kita melihat ada goncangan dalam keluarga kita, gara-gara keaktifan kita di luar, saya kira kita harus kurangi, kita harus konsekuen, sebab buat apa, kita dipuji-puji orang di luar rmah, tapi dikutuki orang dalam rumah.

Tidak akan menjadi berkat bagi anak-anak dan keluarga kita.
GS : Tapi kalau tidak melakukan itu, dia merasa berdosa, jadi tidak melaksanakan apa yang Tuhan kehendaki, ada perasaan seperti itu?

PG : Sering kali ada perasaan bersalah, tapi apakah perasaan bersalah itu memang teguran dari Tuhan atau apakah perasaan kita saja yang merasa bersalah. Belum tentu, sebab prinsipnya jelas sekai, tadi firman Tuhan sudah mengatakan diaken harus dapat mengurus anak-anak dan keluarganya dengan baik.

Bagaimana seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bisa mengurus jemaat Allah, itu firman Tuhan sendiri mengatakan seperti itu. Jadi saya kira Tuhan sudah memberikan perspektifnya, karena kita sudah berkeluarga, kita harus konsekuen mengurus keluarga dulu, setelah itu baru terlibat kegiatan yang lainnya.

GS : Terima kasih Pak Paul, saya percaya perbincangan kita ini akan memberi perspektif yang benar tentang keluarga dan pelayanan, terima kasih juga Ibu Ester. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Keluarga dan Pelayanan" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.



6. Menerima Banyak Dituntut Banyak


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T238B (File MP3 T238B)


Abstrak:

Di Matius 25:14-30 dicatat perumpamaan talenta. Perumpamaan yang di tuturkan oleh Tuhan Yesus ini merupakan bagian pengajaran Tuhan tentang akhir zaman. Di akhir zaman Tuhan datang kembali dan menuntut pertanggung jawaban kita atas segala yang telah Ia percayakan kepada kita hamba-hambaNya. Di sini mari kita perhatikan perumpamaan dengan lebih saksama agar dapat menimba pelajaran yang terkandung di dalamnya


Ringkasan:

Di Matius 25:14-30 dicatat perumpamaan talenta. Alkisah ada seorang yang sebelum pergi jauh mempercayakan hartanya kepada hamba-hambaNya. Ada yang diberikan 5 talenta, 2 talenta, 1 talenta sesuai kesanggupan masing-masing. Sepulangnya dari perjalanan jauhnya, si majikan itu memuji hambanya yang menerima 5 maupun 2 karena telah melabakan 2 kali lipat. Sebaliknya terhadap si hamba yang menerima 1 talenta, ia marah sekali dan akhirnya menghukumnya.

Perumpamaan yang di tuturkan oleh Tuhan Yesus ini merupakan bagian pengajaran Tuhan tentang akhir zaman. Di akhir zaman Tuhan datang kembali dan menuntut pertanggung jawaban kita atas segala yang telah Ia Percayakan kepada kita hamba-hambaNya. Mari kita perhatikan perumpamaan ini dengan lebih saksama agar dapat menimba pelajaran yang terkandung di dalamnya.

Pertama, apa yang Tuhan berikan dan percayakan kepada kita, haruslah digunakan untuk kepentingan-Nya. Di dalam perumpamaan ini kita bisa melihat bahwa ketiga hamba itu menyerahkan baik modal awal maupun labanya kembali kepada majikannya. Tidak ada yang diklaim sebagai milik pribadinya. Jadi semua yang kita miliki sesungguhnya kita terima dari Tuhan dan harus dipakai sesuai kehendak Tuhan.

Kedua, Tuhan memberi kepada kita talenta atau kesanggupan untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan sesuai kesanggupan. Artinya Tuhan tahu apa yang bisa dan boleh kita lakikan untukNya. Kenyataan bahwa Tuhan tidak memberi jumlah talenta yang sama tidaklah berarti Tuhan tidak adil. Ia tahu apa yang baik untuk kita dan tidak akan mengembangkan sesuatu yang akhirnya justru mencelakakan kita. Jadi, terimalah dan syukurilah; jangan justru mengeluh dan meninginkan milik orang lain. Ada orang yang tidak puas dengan pemberian Tuhan dan berusaha melakukan hal-hal yang berada di luar kesanggupannya. Bukannya membuahkan berkat, ia malah menimpakan banyak masalah pada dirinya dan orang lain.

Ketiga, Tuhan memuji kedua hamba-Nya, 'Baik dan setia" karena mereka dianggap setia dalam perkara kecil. Sesungguhnya satu talenta merupakan suatu jumlah yang teramat besar untuk dihitung namun sungguh menarik bahwa Tuhan menyebutnya setia dalam "perkara kecil." Di sini kita bisa menyimpulkan bahwa Tuhan melihat hati mereka. Bagi kedua hamba ini, jumlah tidaklah penting; mereka bersikap sama, baik terhadap jumlah besar maupun kecil. Jadi, bagi kedua hamba ini terpenting bukanlah talenta yang dipercayakan, melainkan tuan yang mempercayakannya. Fokus pelayanan bukanlah pada apa yang dipercayakan, melainkan pada siapa yang mempercayakan.

Keempat, Tuhan menuntut sesuai dengan pemberian-Nya. Makin banyak yang dipercayakan, makin besar tugas yang harus dikerjakan. Ada kecenderungan kita bersikap salah kaprah dalam menerapkan kerendahan hati; kita malah menolak kepercayaan karena ingin bersikap merendah. Peganglah prinsip ini: Jika Tuhan memberi kesempatan dan memang kita sanggup melakukannya, lakukanlah. Sebaliknya, bila Tuhan tidak memberi kesempatan, janganlah merebut kesempatan.

Kelima, Tuhan marah kepada hamba yang ketiga ini dan memanggilnya, "Jahat dan malas!" Ia jahat debab ia berpikir jahat terhadap tuannya: ia melemparkan tuduhan bahwa tuannya kejam,"Menuai di mana tuan tidak menabur dan memungut di mana tuan tidak menanam." Tuduhan ini tidak benar sebab bukankah tuannya sudah memberikan modal awal (yang sangat besar itu)? Dan, kita tahu bahwa tuannya hanyalah menuntut laba sebesar pemberiannya. Jadi, dialah yang sebenarnya jahat namun ia menuduh tuannya yang jahat! Ia pun malas sebab ia tidak ingin berbuat apa-apa: dengan kata lain, ia hanya ingin memerik laba tanpa harus bekerja. Dengan kata lain, tuduhan yang ia lontarkan sesungguhnya mencerminkan dirinya sendiri: ia tidak suka menenam namun ingin menuai! Mau berkat tanpa harus berkeringan!

Keenam, kesetiaan lebih penting daripada kesanggupan. "Karena setiap oarng yang mempunyai (kesetiaan) kepadanya akan diberi sehingga ia berkelimpahan." Jika kita setia, maka Tuhan akan terus melimpahkan labih banyak kepercayaan kepada kita. Sebaliknya bila kita tidak setia, pada akhirnya Ia akan menghentikan kepercayaan-Nya ke[ada kita.


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menerima Banyak Dituntut Banyak". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Bagi sebagian orang Pak Paul, sesuatu yang diterima entah itu berkat atau pun kepandaian, dan dia sadar bahwa apa pun yang dia terima itu semua diterima dari Tuhan tapi mereka menganggap itu untuk dia dan bukan untuk orang lain. Tapi judul ini merangsang kita untuk berpikir yaitu kita diberi banyak atau menerima banyak tapi juga di tuntut banyak dan bagaimana ini, Pak Paul?

PG : Ada satu kesalahpahaman yang seringkali kita miliki Pak Gunawan, yaitu bahwa berkat ada didalam menerima tapi sebetulnya didalam kekristenan berkat Tuhan itu bukan di dalam penerimaan tapidi dalam pemberian.

Jadi waktu kita menerima dari Tuhan kemudian kita memberikannya kembali, disitulah letak berkatnya disitulah letak sukacitanya. Nah kadang-kadang kita cukup sering sebagai manusia terpengaruh oleh nilai-nilai di dunia ini akhirnya mengembangkan sebuah asumsi yang keliru yaitu makin banyak berkat maka makin saya senang dan bersukacita, itu salah! Sebab Tuhan memang menginginkan kita menjadi sebuah saluran, menjadi sebuah bejana dimana makin banyak kita terima maka makin besarlah yang kita berikan atau bagikan.
GS : Seringkali kita minta berkat untuk kita pakai sendiri. Jadi penyalurannya adalah kita gunakan untuk diri kita sendiri.

PG : Saya kira itulah letak masalahnya, Pak Gunawan. Jadi semua ini untuk saya, Tuhan itu menyayangi saya, Tuhan itu baik kepada saya. Memang benar sudah tentu yang Tuhan berikan untuk mencukup kita dan kita harus gunakan dan syukuri tapi setelah itu kita mesti memikirkan yang lain dan memikirkan bagaimanakah kita bisa menolong dan membagikan berkat ini kepada yang lain.

Saya berikan contoh dari seorang hamba Tuhan yang cukup populer di Indonesia yaitu Pdt. Rick Warren yang menulis buku "The Purpose Driven Life". Pdt. Rick Warren karena tiba-tiba buku-bukunya itu menjadi populer, dalam waktu sekejap dia menjadi seorang yang sangat kaya sebab di Amerika Serikat, untuk copywrite dari sebuah buku misalkan $1 per bukunya atau bahkan 50 sen per bukunya dan bayangkan kalau 1.000.000 buku terjual berarti tiba-tiba seseorang itu mempunyai penghasilan $ 1,000,000. Bayangkan kalau lebih dari $ 1,000,000 yang terjual, sedangkan buku-buku Rick Warren terutama yang dua itu terjual dalam hitungan jutaan. Berarti memang dia tiba-tiba menjadi seseorang yang sangat kaya, berjutaan dolar. Untuk ukuran orang di sana itu jumlah yang sangat besar. Saya akan berikan gambaran supaya kita lebih memahaminya, untuk orang di sana, di Amerika serikat penghasilan rata-rata itu sekitar $ 30.000 untuk kelas menengah, sekitar $ 30.000 per tahun. Jadi bayangkan kalau orang itu tiba-tiba mempunyai berjuta-juta dolar, itu merupakan jumlah yang besar sekali. Apa yang Pdt. Rick Warren lakukan? Dia menuliskan ini dengan secara terbuka kepada para jemaat dan orang-orang lain supaya mereka memahaminya yaitu dia berkata "Semua gaji dia yang dia pernah terima dari gerejanya selama lebih dari 10 tahun dia kembalikan", jadi dia merasa ini bukan haknya. Dia sudah diberkati Tuhan dan seyogianyalah dia memberi kepada gereja yang dia pernah terima. Dari gaji dia yang lebih dari 10 tahun, dia kembalikan lagi kepada gereja dan dia tidak lagi menerima gaji dari gereja. Yang kedua, yang dia lakukan adalah semua pengeluaran yang dia harus keluarkan untuk pelayanan misalkan dia diundang berkhotbah di mana dan ke negara mana, maka dia tidak akan bebankan lagi pada yang mengundangnya tapi pada dirinya sendiri dari uang yang dia terima itu. Ketiga, yang dia juga akan lakukan adalah dia berjanji dia tidak akan menaikkan taraf kehidupannya. Jadi misalkan dia terbiasa setelah sepuluh tahun kemudian tukar mobil satu dan biasanya dia menukar mobil yang kelas menengah, itulah yang dia akan lakukan. Dia tidak akan menambahkan nilai mobilnya menjadi mobil yang lebih bagus dari mobil biasa misalkan sekarang beli mobil mewah dan sebagainya, dari rumah yang biasa kemudian dia beli yang mewah, dia tidak melakukan itu. Dia mempertahankan gaya hidupnya dan standar kehidupannya, dia pertahankan supaya sama dan satu lagi yang dia lakukan adalah dia juga memutuskan untuk memberikan sebagian lagi dari uang yang dia telah terima itu untuk pelayanan-pelayanan lain. Jadi dengan kata lain dia mencoba untuk menjadi seorang hamba yang bertanggung jawab. Tuhan memberikannya berkelimpahan, dan dia tidak melihatnya ini untuk kepentingan dia, dia melihatnya sebagai upaya Tuhan mencukupi dia dan menggunakan dia menyalurkan berkat Tuhan itu kepada lebih banyak orang supaya mereka pun bisa menerima berkat Tuhan pula. Jadi ini konsep yang benar Pak Gunawan, malangnya sebagian dari kita tidak mempunyai konsep yang benar ini, justru beranggapan ini untuk saya semua, bukan.
GS : Memang kadang-kadang kita tidak siap untuk menerima berkat Tuhan dan menyalurkannya. Menerimanya siap tapi untuk tanggung jawab menyalurkan ini tidak siap. Pak Paul apakah di dalam Alkitab ada suatu contoh yang nyata?

PG : Di Matius 25:14-30 dicatat perumpamaan talenta Pak Gunawan. Alkisah ada seorang yang sebelum pergi jauh mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya, ada yang diberikan 5 talenta, 2 talent dan 1 talenta sesuai kesanggupannya masing-masing.

Si penerima 5 talenta menjalankan uang itu dan membuahkan laba 5 talenta, begitu pula si penerima 2 talenta, dia berhasil melabakan 2 talenta, sebaliknya si penerima 1 talenta memutuskan menyimpan uang itu dan tidak menjalankannya. Sepulangnya dari perjalanan jauhnya, si majikan memuji hambanya baik yang menerima 5 maupun 2 talenta. Sebaliknya terhadap si hamba yang menerima 1 talenta dia marah sekali, dan akhirnya menghukumnya. Perumpamaan yang dituturkan oleh Tuhan Yesus ini merupakan bagian pengajaran Tuhan tentang akhir zaman. Di akhir zaman Tuhan akan datang kembali dan menuntut pertanggungjawaban kita atas segala yang telah Ia percayakan kepada kita hamba-hambaNya. Jadi nanti dari perumpamaan ini, kita akan bisa memetik beberapa pelajaran yang bermanfaat dan yang penting untuk kita bisa memahami konsep pemberian Tuhan dan keinginan Tuhan supaya kita membagikan apa yang Tuhan telah berikan kepada kita untuk kita berikan kepada orang-orang yang lain juga dan terutama akhirnya untuk kemuliaan Tuhan.
GS : Seringkali orang menduga bahwa satu talenta itu sedikit, ternyata itu jumlah yang besar sekali Pak Paul, ya?

PG : Betul sekali. Sebetulnya para ahli pun tidak bisa memastikan jumlah dari satu talenta itu, ada yang mengatakan 10 tahun gaji, ada yang lebih meninggikan nilainya lebih dari 10 tahun gaji. adi sebetulnya untuk talenta mempunyai makna dalam perumpamaan ini sebuah jumlah yang tak terhingga dan sangat besar.

GS : Jadi melalui perumpamaan yang Tuhan Yesus sampaikan itu, sebetulnya pelajaran apa yang kita bisa petik?

PG : Yang pertama adalah apa yang Tuhan berikan dan apa yang Tuhan percayakan kepada kita haruslah digunakan untuk kepentingannya, dan ini yang telah kita bicarakan. Dan di dalam perumpamaan in kita bisa melihat bahwa ketiga hamba itu menyerahkan baik modal awal maupun labanya kembali kepada majikannya.

Tidak ada yang di klaim sebagai milik pribadi dan ini penting untuk kita sadari. Ketiga hamba itu mempertanggungjawabkan baik modal yang diterima maupun labanya. Tidak ada yang berkata, "Ini untuk saya dan ini baru untukMu, ¼ barulah untukmu" tidak! Mereka mengembalikan semua. Jadi semua yang kita miliki sesungguhnya kita terima dari Tuhan dan harus dipakai sesuai dengan kehendak Tuhan. Jangan sampai kita mengklaim ini kepunyaan kita.
GS : Melalui sikap seperti itu sebenarnya kita percaya bahwa tidak mungkin Tuhan merugikan kita, artinya yang menjadi hak kita pasti nantinya akan diberikan Tuhan kepada kita, Pak Paul?

PG : Betul sekali, kalau ini memang bagian porsi kita maka Tuhan berikan kepada kita, tapi kita tidak boleh mengklaim-klaim.

GS : Dan seringkali kita lebih memikirkan yang menjadi hak kita karena kita sudah bekerja keras sehingga talenta yang dititipkan kepada kita, telah bertambah dua kali lipat, sebenarnya kita berhak memintanya dari Tuhan. Tapi di sini rupanya hamba Tuhan yang baik ini menyerahkan kebijaksanaannya kepada tuannya.

PG : Benar sekali. Jadi dia menyerahkan penguasaan dan penggunaannya kepada tuannya bahwa sekarang tuannya sudah kembali, maka tuannya yang putuskan dan bukan lagi terserah kepada dia. Tugas di awalnya hanyalah menjalankan tanggung jawab atas apa yang telah dipercayakan namun semua harus dipakai sesuai dengan kehendak tuannya itu.

GS : Dan sebagai seorang hamba memang dia harus melakukan itu karena memang dia adalah hamba.

PG : Betul.

GS : Hal yang lain apa, Pak Paul?

PG : Yang berikut adalah Tuhan memberi kepada kita talenta atau kesanggupan sesuai dengan kemampuan kita. Tuhan memang memberikannya untuk kita pakai untuk melayani Tuhan. Jadi Tuhan tahu apa yng bisa dan boleh kita lakukan untukNya, kenyataannya bahwa Tuhan tidak memberi jumlah talenta yang sama tidak berarti bahwa dia tidak adil, Tuhan tahu yang baik untuk kita dan tidak akan mengembangkan sesuatu yang akhirnya justru mencelakakan kita.

Jadi saya sudah melihat contoh-contoh seperti itu, Pak Gunawan. Orang yang tidak menerima porsinya, terus mencoba melakukan lebih dan lebih lagi dan akhirnya apa yang terjadi? Kejatuhan, keambrukan dan sebagainya. Kita bisa saksikan dari kehidupan Pdt. Jimmy Bakker di tahun 70-an akhir atau awal 80-an dia akhirnya mengalami musibah, dia akhirnya ditangkap dimasukkan ke dalam penjara karena ambisinya, dia ingin membangun tempat rekreasi yang begitu besar, membangun hotel dan sebagainya untuk orang-orang bisa datang dan menginap tapi akhirnya dia menyalahgunakan semua itu. Hotelnya hanya ada berapa kamar tapi dia terus menyuruh orang menyumbang seolah-olah kalau mereka nanti menyumbang, mereka nanti akan bisa menempati hotel itu. Padahalnya sudah tidak ada lagi kamar, jadi mulailah berdusta kepada orang. Maka ingat Tuhan ada porsi dan ada waktu untuk kita, kita bersyukur atas apa yang Tuhan telah berikan, jangan paksakan diri melakukan sesuatu yang memang bukanlah bagian kita. Jadi dia tahu apa yang baik untuk kita, terimalah, syukurilah, jangan mengeluh dan menginginkan milik orang lain. Jangan sampai akhirnya bukannya kita membuahkan berkat tapi malah kita melimpahkan masalah kepada diri kita atau orang lain.
GS : Jadi sebenarnya Tuhan sudah tahu seberapa kita mampu menerima talenta itu. Jadi pembagian dua, satu, lima atas kebijaksanaan Tuhan?

PG : Betul sekali dan jangan sampai kita menyorotinya dari segi negatif, kenapa Tuhan tidak adil? Kenapa orang ini ada ini dan itu? Kenapa saya hanya ada ini dan itu? Tuhan tahu apa yang baik dn Tuhan tahu apa yang cocok untuk kita dan yang penting adalah kesetiaan kita melakukannya.

Sebab nanti yang dihitung Tuhan bukan jumlahnya, di mata Tuhan baik lima, dua atau satu itu tidak ada bedanya sebab satu talenta pun merupakan jumlah yang teramat besar. Jadi ukurannya yang terpenting nantinya adalah kesetiaan kita, itu yang nanti kita lihat. Ada orang yang diberikan tugas untuk melakukan hal yang lebih banyak, itu tidak apa-apa. Kita melakukan yang lebih kecil juga tidak apa-apa sebab nanti yang Tuhan ukur adalah kesetiaan kita, seberapa penuh kesetiaan kita waktu kita melakukan kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita.
GS : Sebenarnya harus diakui bahwa dengan menerima banyak berarti kita menjadi repot juga untuk mengelolanya, Pak Paul?

PG : Tepat sekali dan memang tidak semua orang mampu mengelolanya, Pak Gunawan. Itu sebabnya sebagai anak-anak Tuhan, kita bisa melihat contoh-contoh yang akhirnya mengecewakan yaitu ada pelaya-pelayan Tuhan makin bertambah besar makin diberkati dan makin dipakai Tuhan akhirnya malah jatuh, malah merusakkan banyak orang.

Jadi kita mesti berhati-hati, sekali lagi terimalah dan syukuri apa yang Tuhan telah percayakan dan jangan melihat kiri-kanan dan membanding-bandingkan diri, itu tidak perlu yang penting kita setia pada apa yang Tuhan telah berikan kepada kita.
GS : Jadi di sana dituntut juga kematangan pribadi dari orang yang menerima tanggung jawab itu, Pak Paul?

PG : Betul sekali Pak Gunawan, kalau orang belum matang selalu biasanya matanya melirik kanan-kiri membanding-bandingkan dan akhirnya mengeluh kepada Tuhan dengan tidak puas kenapa saya tidak mndapatkan ini dan itu, jangan! Apa pun yang Tuhan telah tetapkan maka kita jalani karena ini adalah bagian kita dan kita lakukan dengan penuh kesetiaan.

GS : Mungkin ada pelajaran lain yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Yang berikut adalah Tuhan menguji kedua hambanya "Baik dan setia" karena mereka dianggap setia dalam perkara kecil. Sesungguhnya tadi saya sudah singgung, satu talenta merupakan jumlah yan teramat besar untuk dihitung namun sungguh menarik bahwa Tuhan menyebutnya setia dalam perkara kecil "Kamu telah setia dalam perkara kecil".

Sebetulnya bukan perkara kecil satu talenta tapi kenapa Tuhan berkata bahwa ini merupakan perkara kecil, disini kita bisa menyimpulkan bahwa Tuhan melihat hati mereka. Bagi kedua hamba ini, jumlah tidaklah penting. Jadi bagi kedua hamba ini yang terpenting bukanlah talenta yang dipercayakan melainkan tuan yang mempercayakannya. Jadi ini perbedaan yang besar Pak Gunawan, fokus pelayanan bukanlah pada apa yang dipercayakan melainkan pada siapa yang mempercayakan. Yang mempercayakan adalah Tuhan dan itu yang terpenting, apa itu yang dipercayakan kepada kita tidaklah sepenting siapa yang mempercayakannya kepada kita.
GS : Jadi membentuk atau membangun sikap setia, ini merupakan hal yang tidak mudah juga Pak Paul, dan bagaimana agar kita bisa memiliki kesetiaan yang seperti itu?

PG : Tidak ada jalan lain, selain kita terus memfokuskan mata kita hanya kepada Kristus. Saya masih ingat sebuah kesaksian yang saya dengar di perguruan tinggi dimana saya bersekolah dulu Pak Gnawan, mahasiswa ini pergi ke India untuk membantu pelayanan Ibu Teresa di Calcutta dan sudah tentu mereka memiliki beban melayani orang-orang miskin dan apa yang Ibu Teresa katakan kepada mereka, mahasiswa-mahasiswa Amerika ini sewaktu datang mau melayani orang-orang miskin, Ibu Teresa bertanya kepada mereka, "Apa alasan kalian datang ke sini" dan mereka semua langsung berkata, "Kami mau melayani orang miskin", tapi Ibu Teresa kemudian berkata, "Kalau kalian datang untuk melayani orang miskin pulanglah kembali, sebab kamu hanya boleh datang ke sini kalau kalian datang untuk melayani Tuhan Yesus Kristus".

Jadi fokus pelayanan haruslah Tuhan Yesus, kita mencintaiNya, kita mengasihiNya yang telah mengasihi kita dan telah mati untuk dosa kita. Jadi apa pun yang Dia mau percayakan kita mau lakukan, kecil besar itu tidak menjadi masalah sebab yang terpenting adalah kita melakukannya untuk Dia, bukan karena kepercayaannya itu atau karena hal-hal yang telah Dia berikan kepada kita, tapi karena Dialah yang mempercayakannya maka kita akan setia.
GS : Suatu kisah yang menarik, ada kisah yang lain Pak Paul yang ingin disampaikan?

PG : Menuntut sesuai pemberiannya, makin banyak yang dipercayakan, makin besar tugas yang harus dikerjakan. Ada kecenderungan kita bersikap salah kaprah Pak Gunawan dalam menerapkan kerendahan ati, kadang-kadang kita menolak kepercayaan karena ingin bersikap merendah.

Peganglah prinsip ini, jika Tuhan memberi kesempatan dan kita memang sanggup melakukannya maka lakukanlah, sebaliknya bila Tuhan tidak memberi kesempatan maka janganlah merebut kesempatan. Jadi jangan sampai kita tidak berimbang, karena ingin merendah akhirnya menolak tugas-tugas pelayanan. Kalau kita bisa dan Tuhan memang memberikan kesanggupan maka lakukan, kalau memang tidak bisa maka katakan tidak bisa dan kalau tidak bisa tapi mau maka jangan merebut atau mengklaim yang Tuhan berikan kepada orang lain. Jadi penting kita itu melakukannya sesuai dengan pemberian Tuhan kepada kita.
GS : Memang didalam hal pelayanan biasanya kita berusaha melihat ini menyenangkan saya atau tidak, kalau tidak biasanya kita dengan berbagai alasan menolak, Pak Paul, sikap yang seperti ini tidak betul kalau kita hanya mau melayani berdasarkan apa yang saya sukai atau tidak saya sukai?

PG : Sudah tentu memang kita akan lebih bersemangat melakukan sesuatu yang memang kita sukai dan sering kali ini sesuai dengan karunia kita juga, kalau memang sesuai karunia kita, umumnya kita kan lebih menyenanginya dan itu betul.

Namun akan ada saat-saat dimana Tuhan menginginkan kita melakukan hal-hal yang tidak terlalu kita sukai. Kenapa Tuhan meminta kita untuk melakukan hal-hal yang tidak kita sukai? Karena Tuhan ingin memurnikan kita, Tuhan tidak mau kita itu suka melakukan sesuatu karena kita menyukai perbuatan itu, tidak! Tuhan tidak mau dan Tuhan mau kita tetap murni melakukan pelayanan karena Tuhan dan bukan karena hal-hal yang kita lakukan itu. Jadi ada waktu-waktu Tuhan memang memindahkan kita ke sebuah pelayanan yang kita tidak terlalu sukai. Di dalam pelayanan yang seperti itulah kebergantungan kepada Tuhan makin menguat dan cinta kita kepada Tuhan pun nanti juga akan diuji dan dimurnikan.
GS : Terhadap hamba yang ketiga yang menyimpan satu talenta itu, apa sikap Tuhan?

PG : Tuhan marah kepada hamba yang ketiga ini, yang tidak memakai uang, yang tidak menjalankannya tapi menguburnya di tanah, Tuhan memanggilnya "Engkau jahat dan malas", kenapa? Ia jahat sebab ia berpikiran jahat terhadap tuannya, ia melemparkan tuduhannya bahwa tuannya kejam.

Dia berkata "Engkau menuai dimana tuan tidak menabur dan memungut dimana tuan tidak menanam" tuduhan ini tidak benar sebab bukankah tuannya sudah memberikan modal awal yang sangat besar itu dan kita tahu bahwa tuannya hanya menuntut laba sebesar pemberiannya. Jadi dialah yang sebenarnya jahat, namun dia menuduh tuannya yang jahat, ia pun malas sebab dia tidak ingin berbuat apa-apa dengan kata lain ia hanya ingin memetik laba tanpa harus bekerja. Dengan kata lain, tujuan yang dia lontarkan sesungguhnya mencerminkan dirinya sendiri, ialah orang yang tidak suka menanam namun ingin menuai, ia adalah orang yang mau berkat tapi tidak mau berkeringat.
GS : Memang seringkali hal ini terjadi karena mencari aman Pak Paul, dari pada nanti berdagang rugi, tapi soal laba atau rugi sebenarnya tidak dipersoalkan oleh tuan itu?

PG : Yang terpenting adalah sebuah usaha, tidak selalu kita akan memetik sebuah keberhasilan dan sekali lagi saya mau ingatkan yang Tuhan ukur bukanlah keberhasilan-keberhasilannya itu, melainkn kesetiaannya yang Tuhan embankan kepada dia.

Ada orang-orang yang setia melayani Tuhan tapi tidak melihat hasil-hasil yang diharapkannya dan tidak apa-apa, yang terpenting dia setia dan itulah yang nanti akan Tuhan lihat.
GS : Seringkali orang berkata, "Bukannya saya tidak mau, tapi saya ini tidak merasa sanggup dan tidak merasa mampu", dan ini bagaimana Pak Paul?

PG : Kalau memang kita tidak bisa melakukannya, berarti kita minta bantuan orang untuk menolong kita dulu melatih kita sehingga kita nanti lebih mampu melakukannya, hal itu adalah baik. Ada banak orang tidak berani melakukan suatu pelayanan tertentu karena memang merasa tidak sanggup.

Jadi boleh minta pertolongan namun sekali lagi saya mau tekankan, kesetiaan lebih penting dari pada kesanggupan, firman Tuhan berkata, "Karena setiap orang yang mempunyai kepadanya akan diberi sehingga dia berkelimpahan", yang mempunyai apa? Kesetiaan. Jadi setiap orang yang mempunyai kesetiaan kepadanya akan diberi, jika kita setia untuk hal-hal yang kecil Tuhan akan terus melimpahkan kepercayaan kepada kita, sebaliknya jika kita tidak setia pada akhirnya Dia akan menghentikan kepercayaanNya kepada kita.
GS : Itu ayat yang seringkali dipertanyakan orang, orang yang mempunyai sedikit malah diambil semua, ternyata ini masalah kesetiaan, Pak Paul?

PG : Betul sekali. Kalau kita memang setia maka akan terus ditambahkan tapi kalau kita tidak punya kesetiaan berarti Tuhan harus menghentikan sebab akan percuma.

GS : Termasuk berkat-berkat yang Tuhan berikan itu, kalau kita tidak bisa menggunakannya, maka juga akan dihentikan, Pak Paul?

PG : Betul sekali. Jadi Tuhan ingin apa yang telah kita terima kita salurkan dan salurkan.

GS : Karena itu kita seringkali menjumpai orang yang mempunyai keahlian tertentu, karena tidak digunakan lama-lama dia tidak ahli lagi dibidang itu.

PG : Tepat sekali Pak Gunawan. Jadi makin digunakan dan makin digunakan sebetulnya makin tajam dan makin membuahkan berkat.

GS : Jadi itu bukan soal bentuk materi tetapi juga keterampilan-keterampilan yang Tuhan berikan kepada seseorang itu, Pak Paul dan itu pun akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Tuhan pada akhir zaman nanti?

PG : Betul sekali.

GS : Pak Paul, ini suatu perbincangan yang menarik dan mungkin Pak Paul ingin sampaikan firman Tuhan?

PG : Saya akan bacakan dari Lukas 16:10, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tdak benar juga dalam perkara-perkara besar".

Jadi yang terpenting bukanlah ukuran besar kecilnya tapi kesetiaan itu sendiri dan itulah yang Tuhan ukur dari kita.
GS : Seringkali kita lebih condong melihat jumlahnya dari pada mutunya Pak Paul, juga di dalam kesetiaan ini seringkali kita mengabaikan itu, yang penting saya bekerja banyak, pelayanan cukup banyak tetapi tidak ada unsur kesetiaan di sana, pindah-pindah dan ganti-ganti terus sehingga menjadi suatu kesaksian yang kurang baik terhadap banyak orang, Pak Paul?

PG : Betul sekali Pak Gunawan.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menerima Banyak Di tuntut Banyak". Bagi Anda yang berminat untuk mengikuti lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



7. Mengapa Tuhan Bisa Marah


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T256A (File MP3 T256A)


Abstrak:

Mengapa Tuhan bisa marah? Pertanyaan ini muncul dari anggapan bahwa Tuhan adalah baik dan Tuhan yang baik tidak seharusnya marah. Namun apakah benar anggapan kita bahwa kemarahan itu berlawanan dengan kebaikan?


Ringkasan:

Pertanyaan di atas ini muncul dari anggapan bahwa Tuhan adalah baik dan Tuhan yang baik tidak seharusnya marah. Namun apakah benar anggapan kita bahwa kemarahan itu berlawanan dengan kebaikan?

  • Kemarahan adalah reaksi yang bermuatan perasaan tidak senang terhadap sesuatu yang terjadi. Jadi, kemarahan itu sendiri tidak berkaitan secara langsung dengan kebaikan. Orang yang baik dapat marah dan kemarahannya tidak menaifkan kebaikannya. Tuhan yang baik dapat marah dan kemarahan-Nya tidak menaifkan kebaikan-Nya.
  • Sewaktu Tuhan marah, sesungguhnya Ia tengah menunjukkan reaksi tidak senang terhadap perbuatan dosa. Tidak ada hal lain yang membuat Tuhan marah selain dosa dan alasannya jelas: dosa memisahkan manusia dari-Nya! Tuhan mengasihi kita, itu sebabnya Ia tidak ingin apa pun memisahkan-Nya dari kita. Jadi, kemarahan-Nya merupakan reaksi tidak senang terhadap perbuatan kita yang berakibat memisahkan kita dari Tuhan.
  • Lebih dari sekadar menghukum, ketika Tuhan marah sesungguhnya Ia tengah berupaya memperingati kita supaya kita sadar dan bertobat. Dengan kata lain kemarahan Tuhan merupakan "suara" teriakan untuk menyadarkan kita setelah berulang kali Ia memperingati kita dengan suara yang lembut.
  • Kendati ada banyak dosa namun di antara semua dosa ada dua jenis dosa yang dibenci Tuhan dan memancing kemarahan-Nya yaitu keangkuhan dan ketidaktaatan. Tuhan membenci keduanya sebab keduanya adalah bentuk terselubung dari kekerasan hati untuk menolak Tuhan. Tidak jarang tatkala melihat kedua dosa ini Tuhan berlaku keras yakni menghancurkannya. Namun sekali lagi, Ia melakukan semua ini untuk menyelamatkan kita dari akibat yang fatal: keterpisahan dari Tuhan selamanya.
  • Tuhan bisa marah namun kemarahan-Nya tidak berlangsung lama. Hati yang dipenuhi kasih tidak akan dapat bertahan dalam kemarahan. Itu sebabnya walaupun Ia marah, dengan cepat ia mengampuni sewaktu kita mengaku dosa dan bertobat. Di dalam kemarahan Tuhan terus menantikan pertobatan kita sebab sesungguhnya Ia ingin melimpahkan kita dengan kasih-Nya.
  • Oleh karena Tuhan dapat marah, seyogianyalah kita takut kepada-Nya. Adalah keliru bila kita beranggapan bahwa Tuhan itu baik sehingga tidak bisa marah. Di dalam kemarahan dan upaya-Nya untuk menjaga kita agar tidak terperosok lebih dalam di lumpur dosa, Ia sanggup mengganjar kita dengan keras. Itu sebabnya tidak boleh kita mempermainkan dan meremehkan kesabaran Tuhan.

Kesimpulan
Tuhan itu baik dan penuh kasih sayang; kemarahan-Nya keluar dari kebaikan dan kasih-Nya. Sewaktu Tuhan marah, tidak sejengkal pun berkurang kasih setia-Nya. Hanya satu yang dirindukan-Nya: kita hidup di dalam kehendak-Nya yang sempurna dan baik. Firman Tuhan berkata, "Bersyukurlah kepada Tuhan sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." (Mazmur 118:1)


Transkrip:
Lengkap

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Tuhan Bisa Marah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, tentang Tuhan bisa marah, sedikit sekali orang mau membicarakannya karena biasanya yang orang-orang tahu kalau Tuhan itu Maha Kasih, Maha Penyayang. Tapi pembicaraan kita kali ini tentang Tuhan bisa marah, dan ini bagaimana Pak Paul?

PG : Kita bisa melihat banyak orang yang senang tentang pengetahuan bahwa adanya Tuhan, tapi mereka hanya senang dengan konsep bahwa Tuhan itu baik dan kalau kita mengajarkan bahwa Tuhan juga bsa marah dan bahkan kadang menghukum manusia, tiba-tiba akan kita melihat reaksi mereka yang langsung menolak konsep Tuhan yang seperti itu.

Pertanyaannya adalah kenapa manusia hanya mau menerima gambar atau konsep bahwa Tuhan hanyalah baik dan seolah-olah Tuhan yang baik tidak akan bisa marah apalagi menghukum? Saya kira hal ini keluar dari keberdosaan kita karena kita adalah orang berdosa maka kita tidak mau dihukum. Jadi karena kita ini orang berdosa, maka kita mau mendistorsi konsep tentang Tuhan. Jadi Tuhan itu hanyalah digambarkan sebagai Allah yang selalu baik. Ada konsep-konsep bahwa Tuhan itu seperti "Santa Claus" yang memberikan hadiah-hadiah, yang tidak pernah marah, yang selalu membuka tangan menerima kita apapun dosa kita, kondisi kita. Sudah tentu Tuhan memiliki semua sifat itu, Dia adalah Tuhan yang membuka tangan, merangkul kita dan mau menerima kita kembali tapi Tuhan yang kita percayai yang dicatat di dalam Alkitab adalah Tuhan yang sanggup marah. Jadi jangan sampai keberdosaan kita mendistorsi gambar tentang siapakah sebenarnya Tuhan itu.
GS : Kadangkala marah juga dikaitkan dengan dosa Pak Paul, jadi kalau kita marah berarti kita berdosa dan kita beranggapan bahwa Tuhan tidak mungkin berdosa, kalau marah berarti Tuhan itu berdosa?

PG : Betul. Ini merupakan konsep yang keliru tentang kemarahan, bahwa kemarahan juga dianggap sebagai dosa, itu belum tentu. Kemarahan tidak selalu berbobotkan dosa, kemarahan bisa berbobotkan osa tapi kemarahan tidak selalu berbobotkan dosa dan Tuhan di dalam kekudusanNya dia marah.

Karena Tuhan adalah Allah yang kudus, kemarahanNya tidak berbobotkan dosa sama sekali.
GS : Banyak orang menganggap bahwa Tuhan yang marah adalah Tuhan di Perjanjian Lama, dan di dalam Perjanjian Baru, Tuhan sudah tidak marah-marah lagi.

PG : Memang ada kecenderungan orang beranggapan bahwa di Perjanjian Lama Tuhan marah dan menghukum manusia, di Perjanjian Baru adalah zaman anugerah maka tidak ada lagi kemarahan dan penghukuma Tuhan.

Sekali lagi ini adalah konsep yang juga keliru. Misalkan kita tahu bahwa Ananias dan Safira berbohong kepada Roh Kudus, di detik itu juga mereka langsung jatuh dan mati, tidak ada lagi tawar-menawar, Tuhan langsung menghukum seperti itu. Memang tidak terlalu banyak dicatat seperti di Perjanjian Lama karena di Perjanjian Lama, Tuhan ingin menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang kudus, dia adalah Allah yang mempunyai standart yang sempurna, Dialah yang memberikan hukum-hukumNya kepada manusia dan sewaktu manusia gagal untuk memenuhi hukum-hukumNya maka kematianlah yang menjadi upah. Tapi di dalam Perjanjian Baru Tuhan mau memberikan suatu jaminan pasti bahwa kendati engkau tidak mau memenuhi hukum Tuhan dan Sabda Tuhan, tapi engkau telah dimaafkan asalkan engkau percaya pada Yesus sang Juru selamat yang telah mati untukmu. Maka di Perjanjian Baru yang lebih ditekankan adalah aspek dan kemurahan Tuhan.
GS : Kalau begitu konsep yang benar tentang Tuhan yang bisa marah ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Ada beberapa, Pak Gunawan. Yang pertama kemarahan adalah reaksi yang bermuatan tidak senang terhadap sesuatu yang terjadi. Ini yang pertama kita harus sadari tentang konsep kemarahan yang epat, jadi kemarahan itu sendiri tidak berkaitan secara langsung dengan kebaikan.

Orang seringkali berkata bahwa kalau kamu marah, kamu tidak lagi baik, karena seolah-olah marah dan baik tidak lagi bisa berdampingan. Kita mesti jelas, sebetulnya apa itu kemarahan, kemarahan adalah sebuah reaksi yang bermuatan tidak senang terhadap sesuatu yang telah terjadi. Jadi sekali lagi perasaan tidak senang itu tidak mesti berkaitan dengan kebaikan. Orang yang baik dapat marah dan kemarahannya tidak menaifkan kebaikannya. Tidak berarti orang yang marah otomatis menjadi orang yang jahat, sebab itu adalah reaksi tidak senang terhadap yang terjadi, bisa jadi bahwa pengalaman atau peristiwa atau orang yang membuat dia marah adalah orang yang memang melakukan hal-hal yang sangat salah. Jadi kita bisa simpulkan dari sini bahwa Tuhan yang baik dapat marah dan kemarahanNya tidak menghilangkan atau menaifkan kebaikanNya.
GS : Kalau begitu reaksi menyatakan perasaan tidak senang atau kemarahan itu tadi sangat berkaitan dengan sifat-sifat Allah itu sendiri, misalkan Allah itu kudus dan Dia tidak senang terhadap dosa.

PG : Betul sekali. Sewaktu Tuhan marah sesungguhnya menunjukkan suatu reaksi tidak senang terhadap perbuatan dosa. Tuhan tidak marah atas alasan-alasan yang sederhana misalkan kita bangun kesiagan, kita tidur terlalu malam atau kita lupa makan.

Tuhan marah terhadap dosa, tidak ada hal lain yang membuat Tuhan marah selain dosa, alasannya jelas yaitu dosa memisahkan manusia dari Tuhan, kita mesti mengerti bahwa Tuhan itu mengasihi kita. Itu sebabnya Ia tidak ingin sesuatu memisahkan Dia dari kita, jadi kemarahan Tuhan merupakan reaksi tidak senang terhadap perbuatan kita yang berakibat memisahkan kita dari Tuhan. Jadi apa pun yang akan memisahkan kita dari Tuhan, itu menjadi objek kemarahan Tuhan. Dan kita tahu yang berpotensi memisahkan kita dari Tuhan adalah dosa itu sendiri maka waktu manusia berbuat dosa, manusia itu sendiri yang memisahkan diri dari Tuhan dan itu yang menjadi objek kemarahan Tuhan. Apakah kita berkata bahwa Tuhan yang baik tidak seharusnya marah? Tidak! Justru kebalikannya Tuhan yang baik dalam hal ini seharusnya marah sebab kebaikanNya itu mau membawa kita dekat denganNya, menjadikan kita orang yang dikasihi Tuhan maka Dia akan marah terhadap apa pun yang memisahkan kita dariNya.
GS : Jadi yang membuat Tuhan marah bukan karena kita bangun kesiangan itu tadi Pak Paul, tapi mengapa kita bisa bangun kesiangan? Kalau itu karena dosa yang kita lakukan, itu yang membuat Tuhan marah, karena dosa yang kita lakukan itu, Pak Paul?

PG : Tepat sekali. Jadi ada alasan yang sangat spesifik kenapa Tuhan marah.

GS : Dalam hal ini Tuhan memarahi kita dengan satu tujuan supaya kita bertobat, supaya kita sadar akan dosa kita dan bagaimana wujudnya, Pak Paul?

PG : Jadi betul sekali, Pak Gunawan. Waktu kita menerima kemarahan Tuhan dan akhirnya menerima hukuman Tuhan, sebetulnya kita mesti menyadari bahwa lebih dari sekadar menghukum, lebih dari sekaar marah, sebetulnya Ia tengah memperingati kita supaya kita sadar dan bertobat.

Dengan kata lain sebenarnya kemarahan Tuhan merupakan suatu teriakan untuk menyadarkan kita setelah berulang kali Ia memperingati kita dengan suara yang lembut, karena tidak didengar, tidak berubah dan bertobat, akhirnya Tuhan marah dan mengiringi kemarahannya dengan tindakan-tindakan yang menyakiti kita dengan tujuan untuk menyadarkan kita. Sebab sekali lagi kita adalah manusia berdosa, kadang kita peka dan cepat berubah dan bertobat, tapi kadang kita tidak peka dan tidak mau peka karena kita mau melakukan dosa yang tidak diperkenankan Tuhan. Oleh karena Dia sayang kepada kita dan Dia tidak mau kita makin terpisah dariNya, maka kalau boleh saya katakan Tuhan "terpaksa" berteriak memarahi kita, menghukum kita tapi dengan tujuan yang sangat jelas. Ini adalah peringatan supaya kita tidak terus berjalan ke jurang di mana akhirnya kita terpisah selamanya dari Tuhan.
GS : Jadi sebelum Tuhan marah Pak Paul, sebenarnya sudah ada peringatan-peringatan yang diberikan kepada kita, hanya saja kita tidak peka dengan peringatan-peringatan itu, Pak Paul?

PG : Seseorang yang bernama Thomas Merton berkata bahwa dengan setiap kali kita menolak maka hati akan mengeras dan ini benar sekali. Bahwa orang yang tidak menghiraukan teguran Tuhan akhirnya akin mengeraskan hati, dan hati yang mengeras menjadi hati yang tidak lagi tanggap terhadap bisikan dan suara Tuhan.

Itu sebabnya seolah-olah Tuhan harus membedah hati tersebut, karena sudah tidak bisa lagi disentuh supaya sadar. Jadi Tuhan harus membedah hati yang keras itu. Artinya membedah adalah melukai, menyakiti hati atau diri orang tersebut supaya dia benar-benar dibangunkan dari dosa yang telah mengurungnya dan dia sadar, pada saat itu Tuhan memberinya kesempatan untuk bertobat, kembali lagi kepada Tuhan.
GS : Memang konsep ini sulit diterima bahwa Tuhan marah demi kebaikan kita karena kita seringkali menyamakan Tuhan dengan orang tua kita yang kadang-kadang marahnya itu bukan untuk kebaikan kita, tapi hanya sebagai pelampiasan perasaan saja, Pak Paul.

PG : Itu tepat sekali dan memang bukan saja orang tua dan hal itulah yang dilakukan oleh orang di sekeliling kita. Pokoknya kalau kepentingannya terganggu maka orang itu marah, dan kepentinganna itu berasal dari kepentingan sendiri yaitu egois, tidak memikirkan orang dan itulah yang dilakukan orang yang memang tercemar dosa.

Maka kemarahan Tuhan muncul dari satu penyebab saja yaitu kepentinganNya terganggu, kita akhirnya harus mengubah konsep kita bahwa Tuhan tidak seperti itu, Tuhan berbeda.
GS : Mungkin ada bentuk lain Pak Paul, kenapa orang sukar memahami tentang kenapa Tuhan bisa marah?

PG : Tadi kita sudah bahas bahwa Tuhan itu "terpaksa" menghukum manusia, meneriakkan kemarahannya supaya manusia itu tersadarkan dan akhirnya berbalik dari dosa. Sekarang kita mau melihat sebetlnya apakah ada dosa-dosa tertentu yang memang memancing kemarahan Tuhan dengan cepat, dalam pengertian kenapa dosa ini begitu serius, kenapa Tuhan itu tidak mau menoleransinya sama sekali, karena dosa ini berpotensi sangat besar, langsung memisahkan kita dari Tuhan.

Ada dua jenis dosa yang memisahkan Tuhan dengan kita yaitu keangkuhan dan ketidaktaatan. Coba kita akan lihat kenapa Tuhan membenci keduanya ini? Tuhan membenci keduanya sebab keduanya adalah bentuk terselubung dari kekerasan hati untuk menolak Tuhan. Waktu kita mengeraskan hati sebetulnya kita sedang menunjukkan keangkuhan kita, seolah-olah kita berkata kepada Tuhan, "Engkau tidak mempunyai hak, Engkau bukan di atasku. Akulah yang paling atas dan akulah yang punya hak untuk mengatur hidupku," itulah keangkuhan, itu bentuk terselubung dari hati yang mengeras untuk menolak Tuhan. Atau ketidaktaatan juga sama, tidak mau menghiraukan Tuhan, tetap melakukan yang kita inginkan, ini juga bentuk kekerasan hati untuk menolak Tuhan. Kita jarang melihat kedua dosa ini, Tuhan berlaku keras yakni menghancurkannya. Ini kita lihat pada anak-anak Tuhan yang hidup dalam Tuhan dan kemudian mulai angkuh, biasanya Tuhan memberitahu dan memberitahu tapi tetap tidak sadar, Tuhan akan merendahkan dia sedalam-dalamnya. Saya dalam pengalaman melihat hal ini, ada orang yang direndahkan Tuhan begitu rendahnya, atau orang yang tidak mau taat, Tuhan sudah memberitahukan dan tetap tidak mau taat, akhirnya Tuhan juga akan pukul sehingga sepertinya dia "keok" tidak ada lagi pilihan selain dari menaati Tuhan, tapi sekali lagi kita mesti mengingat bahwa Tuhan melakukan semua ini untuk menyelamatkan kita dari akibat yang fatal yaitu keterpisahan dari Tuhan selamanya.
GS : Memang dosa keangkuhan dan ketidaktaatan ini rupanya bersaudara, orang yang tidak taat itu biasanya angkuh dan orang yang angkuh ini biasanya tidak taat, tapi ini berlaku bagi anak-anak Tuhan, maksudnya?

PG : Betul, bagi anak-anak Tuhan, Tuhan itu berusaha dengan keras sekali menyadarkan lewat peringatan dan kemarahan serta hukumanNya. Apakah orang yang di luar Tuhan tidak menerima kemarahan Tuan? Sudah tentu akan ada kemarahan, akan ada hukuman yang Tuhan berikan kepada mereka, itu juga berlaku sama.

Namun yang saya ingin tekankan adalah jangan sampai kita itu berpikiran keliru lagi yaitu, "Saya adalah anak Tuhan, tidak mungkin Tuhan menghukum saya seberat itu, kalau orang yang tidak mengenal Tuhan, menolak Tuhan pasti menerima yang lebih berat lagi," itu tidak! Tuhan dengan jelas berkata di kitab Ibrani bahwa anak yang dikasihiNya justru akan lebih didisiplinNya, dan kata yang digunakannya adalah diganjarNya, dipukulNya supaya sadar. Jadi kita ini tidak dikecualikan Tuhan. Sebagai anak Tuhan kita akan menerima ganjaran Tuhan yang sama berat seperti orang-orang yang tidak mengenal Tuhan karena alasannya adalah Dia tidak ingin kita terpisah dariNya, Dia tidak ingin kita mengembangkan hati yang keras. Itu yang tidak ingin dilihat Tuhan dalam hidup kita ini.
GS : Jadi sebenarnya tujuan Tuhan marah agar kita cepat berbalik Pak Paul, kalau kita cepat sadar dan mengakui dosa-dosa kita sebenarnya Tuhan juga tidak akan terus-menerus menghukum kita dengan kemarahanNya.

PG : Betul sekali Pak Gunawan, kadang kita beranggapan bahwa, kalau Tuhan sudah marah maka tidak bisa berhenti, harus terus-menerus melampiaskan kemarahanNya, maka kadang saya melihat orang berata seperti ini, "Waduh baru saja ditimpa kemalangan ini, sekarang ditimpa kemalangan yang berturut-turut, sepertinya Tuhan terus marah."

Itu salah! Jangan sampai kita berpikir bahwa Tuhan seperti itu, Tuhan bisa marah namun kemarahanNya tidak berlangsung lama sebab Tuhan adalah kasih, hatinya penuh dengan kasih. Jadi hati yang dipenuhi dengan kasih tidak akan bertahan dalam kemarahan. Misalkan kita dengan istri atau dengan suami kita, kalau kita marah dengan pasangan kita maka meskipun dia membuat kita marah dan sebagainya, kita tidak bisa terus-menerus marah kepadaNya. Kita sayang kepada anak-anak kita, kalau anak-anak kita berbuat salah maka kita marah karena kita ingin mengoreksinya karena tidak mau kalau dia mengulang kesalahan itu, tapi kita tidak marah terus-menerus karena kita penuh kasih. Itu sebabnya walau pun Tuhan marah, dengan cepat Ia mengampuni sewaktu kita mengakui bersalah dan bertobat. Di dalam kemarahan Tuhan terus menantikan pertobatan kita sebab sesungguhnya Dia ingin melimpahkan kita dengan kasihNya, tidak ada keinginan Tuhan melimpahkan kita dengan kemarahanNya. Jadi kemarahanNya benar-benar keluar dari kasih supaya kita bisa menjadi penerima kasih sayang Tuhan, bukan penerima kemarahanNya.
GS : Jadi mengaitkan penderitaan yang kita alami dengan kemarahan Tuhan, itu tidak selalu tepat, Pak Paul?

PG : Memang tidak selalu bersamaan, tidak selalu satu paket dengan hal itu.

GS : Lalu bagaimana kita mengenali bahwa Tuhan itu marah dengan saya atau Tuhan sedang membentuk saya?

PG : Kalau kita telah berbuat dosa dan kita tahu bahwa ini adalah sesuatu yang berat maka kita harus datang kepada Tuhan dan meminta ampun dan Dia pasti akan mengampuninya. Apakah nanti akan ad konsekwensi dari perbuatan itu? Memang kita perlu melihat sebab ada dosa tertentu yang akan membuahkan konsekwensi, misalkan karena kita masuk ke dalam dosa berjudi akhirnya kita kehabisan uang dan akhirnya kita harus menjual usaha kita supaya kita bisa membayar hutang kita, setelah kita menjual rumah kita karena kita tidak punya uang lagi untuk membayar hutang kita, akhirnya kita harus menumpang atau menyewa rumah dan sebagainya.

Ini konsekwensi dan ini bukanlah hukuman Tuhan secara langsung, kita bisa meminta ampun, kita disadarkan tapi sekarang kita mesti menanggung konsekwensinya. Berbeda dengan misalkan kita itu terus berjudi, Tuhan menegur kita dan kita tidak mempedulikan Tuhan dan terus-menerus berjudi, didalam kekerasan hati itu Tuhan benar-benar turun tangan menghancurkan kita, karena Dia sayang kepada kita, yang pertama Dia membiarkan kita mengalami kekalahan sehingga akhirnya kita habis dan Tuhan juga akhirnya menghukum kita misalkan dengan mendatangkan bencana atau masalah dalam hidup kita sehingga akhirnya semua itu menumpuk. Dan kita baru sadar bahwa kita telah berdosa dan di saat itulah kita baru bertobat. Namun apakah selalu begitu, tidak! Ada orang yang sudah berbuat dosa berjudi dan terus berjudi dan Tuhan memang biarkan, Tuhan tidak lagi menghadirkan bentuk-bentuk hukuman, dia mungkin menang dan tidak mengalami kekalahan dan makin kaya dan makin kaya, tapi di saat itulah Tuhan sudah membiarkan dia. Artinya dia sudah tidak bisa lagi ditegur, dia tidak lagi bisa dikoreksi karena hatinya sudah terlalu keras dan Tuhan akan biarkan. Itu justru adalah hal yang kita mesti takuti sebab itu adalah pertanda kita sedang berjalan ke neraka, menuju kepada hukuman Tuhan yang kekal.
GS : Kalau kita menyadari bahwa Tuhan itu bisa marah demi kebaikan kita, apa sikap kita dalam menghadapi Tuhan yang bisa marah ini, Pak Paul?

PG : Oleh karena Tuhan bisa marah seyogianyalah kita takut kepadaNya. Adalah keliru kalau kita beranggapan bahwa Tuhan itu baik sehingga tidak bisa marah. Didalam kemarahan, itu adalah upayaNyauntuk menjaga kita agar tidak terpelosok ke dalam lumpur dosa, Dia sanggup mengganjar kita dengan keras.

Itu sebabnya kita tidak boleh meremehkan dan mempermainkan kesabaran Tuhan, kita melihat contoh ini di dalam Firman Tuhan, umat Israel berdosa mengeraskan tengkuknya, mengeraskan hatinya dan Tuhan mengganjarnya. Tapi kalau manusia tidak mau menaati Tuhan dan mendengarkan Tuhan maka manusia tidak sadar-sadar, itu adalah pertanda bahwa takut akan Tuhan tidak lagi ada di dalam diri orang itu. Maka takut akan Tuhan mesti terus-menerus kita pelihara, dengan cara waktu diperingati Tuhan, langsung bertindak, langsung bertobat, waktu ditegur Tuhan langsung berubah. Hati yang tanggap terhadap suara Tuhan menjadi hati yang lembut dan hati yang lembut adalah hati yang taat akan Tuhan. Jadi kita bertanggung jawab memelihara rasa takut akan Tuhan ini, kita tidak bisa berkata, "Tuhan berilah kepada saya, rasa takut akan Tuhan," tidak! Kita mesti menjaganya sendiri, Tuhan adalah Tuhan yang mampu menghukum kita maka kita harus takut. Bagaimana memelihara takut itu? Waktu diperingati, langsung tanggap, waktu diberitahukan, langsung berubah.
GS : Perbedaan mendasar apa Pak Paul, yang ada pada iman Kristen tentang Tuhan yang bisa marah, dengan konsep dari orang-orang yang bukan Kristen yang mengatakan bahwa dewanya atau allahnya juga sering marah, Pak Paul?

PG : Yang pertama yang paling membedakan adalah atas dasar apakah Tuhan marah. Tuhan marah atas dasar kasih sayangNya. Jadi Allah yang kita kenal di dalam Firman Tuhan di Alkitab adalah Allah yng penuh kasih maka itulah ciriNya, atributNya, sifatNya yang terutama, dalam kasih dan dari kasih akan muncul kemarahanNya karena Dia ingin terus mengasihi kita menjadikan kita penerima kasih sayangNya, maka pada waktu kita melakukan hal-hal yang akan membuat kita jauh dan lepas dari Dia, Dia akan marah, Dia akan menghukum kita supaya kita tidak lagi keluar dari kasih sayangNya.

Jadi itulah yang membedakan Allah yang kita percaya adalah Allah yang penuh kasih bahkan kemarahanNya pun keluar dari tanda kasih. Bukan dari konsep seperti ini, bahwa Tuhan itu sepertinya menggunakan pentungan, melihat sedikit perbuatan kita yang tidak berkenan langsung kita dipukul, tidak! Allah tidak seperti itu, Dia adalah Allah yang penuh dengan kasih sayang.
GS : Pak Paul sebenarnya pengertian ini bisa kita aplikasikan sebagai orang tua kalau kita marah kepada anak-anak, Pak Paul. Jadi kalau kita marah, anak-anak harus tahu jelas bahwa kalau kita marah, kita mengasihi mereka, Pak Paul.

PG : Betul. Dan kita tidak menginginkan bahwa nanti ada kemungkinan hal-hal buruk menimpa mereka karena mereka itu mengambil jalan yang salah. Tuhan juga sama, Tuhan tidak ingin hal-hal buruk mnimpa kita waktu kita mengambil hal-hal yang salah.

Itu sebabnya Dia akan berusaha sekuat tenaga bahkan dengan kemarahanNya untuk membawa kita kembali kepadaNya.
GS : Dan kalau pun kita marah, itu tidak perlu berlarut-larut karena Tuhan sendiri marahNya tidak berlarut-larut.

PG : Betul sekali.

GS : Kalau anak kita sudah meminta maaf maka kita juga harus bisa memberikan maaf kepada mereka. Pak Paul dari perbincangan ini, kesimpulan apa yang bisa Pak Paul sampaikan dan apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan kepada kita?

PG : Waktu kita marah kepada anak, Pak Gunawan, anak seringkali menjadi takut dengan kita sebab dia berpikir kita masih marah dan sebagainya, tidak! Kita sayang kepada anak, maka setelah kita mrah, kemarahan itu akhirnya reda dan yang muncul adalah kasih sayang.

Sewaktu Tuhan marah, tidak kurang sejengkal pun kasih setiaNya dan ini yang kita mesti ingat, waktu Tuhan marah, tidak sejengkal pun berkurang kasih setiaNya. Hanya satu yang dirindukanNya yaitu kita hidup di dalam kehendakNya yang sempurna dan baik. Firman Tuhan berkata, "Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya," ini perkataan yang terlalu tegas, tidak bisa kita salah mengerti, "Bahwasanya untuk selama-lamanya, kasih setiaNya." Tidak bisa kita berkata "Kasih setia Tuhan itu sementara, akan berkurang sewaktu Dia marah," tidak! Tapi kasih setiaNya untuk selama-lamanya. Jadi waktu Dia marah, kemarahanNya akan cepat surut dan langsung akan terisikan lagi oleh kasih setia Tuhan.

GS : Itu sesuatu yang jelas, yang diungkapkan oleh pemazmur dalam Mazmur 118:1. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Tuhan Bisa Marah." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



8. Apa Artinya Selamat


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T256B (File MP3 T256B)


Abstrak:

Manusia diizinkan hidup hanya sekali. Oleh sebab itu kita hanya berkesempatan menerima keselamatan sekali saja. Jadi, jangan lewatkan kesempatan ini; selama masih hidup, terimalah keselamatan ini.


Ringkasan:

Sebagai orang Kristen, salah satu kata yang sering kita ucapkan adalah, "selamat." Sebenarnya, apakah arti "selamat"?

  • Selamat berarti selamat dari hukuman kekal di neraka. Semua orang berdosa telah menerima vonis hukuman yakni selamanya hidup terpisah dari Tuhan di neraka-di tempat di mana tidak ada Tuhan. Kematian Kristus menyelamatkan kita dari neraka.
  • Selamat berarti menerima janji yang pasti dari Tuhan Yesus yakni hidup kekal bersama-Nya di surga. Kita tahu bahwa setelah kematian, kita akan dibangkitkan dan diangkat-Nya untuk hidup bersama-Nya.
  • Selamat berarti kita tidak lagi menjadi obyek kemarahan Tuhan; sebaliknya, kita sekarang menjadi obyek kasih Tuhan. Pada waktu kita berdosa sesungguhnya kita memposisikan diri berseberangan dengan Tuhan yakni dalam posisi melawan Tuhan. Siapa yang melawan Tuhan menjadi musuh Tuhan dan akan menerima kemarahan-Nya. Ia adalah penguasa dan empunya alam semesta dan segala isinya; jadi, tidaklah benar bila kita melawan-Nya. Itu sebabnya tatkala kita melawan-Nya, kita menjadi musuh Allah. Tatkala kita percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Penyelamat, kita menjadi teman, bukan musuh Allah. Jadi, selamat di sini berarti selamat dari kemarahan Tuhan.
  • Selamat berarti menerima karya penyelamatan Kristus. Tuhan menciptakan manusia dalam kesempurnaan namun Ia tidak menciptakan kita seperti robot. Ia memberi kita kemampuan dan kebebasan untuk memilih-Nya sebab inilah dasar kasih. Tanpa kebebasan tidak ada kasih yang murni. Tuhan menghendaki kita mengasihi-Nya dari lubuk hati terdalam yakni dalam kebebasan. Sayangnya kita memilih mengikuti diri sendiri, bukan Tuhan. Sewaktu kita tidak memilih Tuhan, sesungguhnya kita telah memilih kematian sebab hidup hanya ada di dalam Tuhan. Di luar Tuhan hanya ada kematian. Namun Tuhan tidak menginginkan kita mati, itu sebabnya Ia merancang rencana untuk menggantikan kita-mati bagi kita. Namun karena Ia adalah Tuhan, Ia tidak akan bisa mati. Ia hanya bisa mati bila Ia menjadi manusia. Itulah sebabnya Ia memilih masuk ke dalam sejarah kehidupan manusia, hidup sebagai manusia dan akhirnya mati di kayu salib menggantikan kita. Selamat berarti percaya bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia dan menerima karya pengorbanan-Nya di kayu salib.

Kesimpulan
Manusia diizinkan hidup hanya sekali. Oleh sebab itu kita hanya berkesempatan menerima keselamatan sekali saja. Jadi, jangan lewatkan kesempatan ini; selama masih hidup, terimalah keselamatan ini. Firman Tuhan berkata, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)


Transkrip:
Lengkap

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Apa Artinya Selamat". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, kata selamat ini memang seringkali digunakan, baru saja saya mengatakan, "Kami mengucapkan selamat mengikuti," kita juga mengenal bahwa seringkali kita mengatakan hal itu, kita mendengar ucapan itu. Kadang-kadang kita sendiri tidak memahami pengertian dari kata "Selamat" yang benar dalam konteks hubungan kita dengan Tuhan.

PG : Memang kata "Selamat" ini menjadi kata yang begitu ringan untuk diucapkan Pak Gunawan, seringkali kita itu tidak mengerti artinya dan sama buruknya adalah kita itu tidak terlalu menghargaikonsep "Selamat" itu sendiri.

Maka saya kira kita perlu mengangkat topik ini untuk kembali menyadari betapa dalamnya dan mulianya kata "Selamat" ini. Sebagai orang Kristen, Pak Gunawan, memang muncul kata, "Saya sudah diselamatkan, saya sudah selamat," sebetulnya apa itu artinya? Ada cukup banyak arti, dan arti yang pertama dari kata "Selamat," waktu saya berkata, "Saya sudah selamat", artinya kita sudah selamat dari hukuman kekal di neraka, ini bukan hal main-main. Kadang-kadang kita membicarakan neraka, kalau dalam hotel disebut kelas "Melati" dan sorga itu "kelas lima atau bintang lima." Apa salahnya masuk ke hotel melati dan ada orang yang berkata, "Tidak apa-apa ke neraka, di sana juga banyak orang, bisa bersama-sama" seperti sebuah komunitas, sebetulnya tidak! Saya terkesan dengan pendapat seorang penulis Kristen yang bernama C.S.Lewis yang berkata, "Neraka adalah tempat berkumpulnya orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri." Jadi neraka adalah tempat dimana keegoisan itu berada pada puncaknya, orang tidak lagi mempedulikan orang lain. Jadi dengan kata lain, kalau orang beranggapan bahwa "Di neraka tidak apa-apa, kita berkumpul sama-sama," tidak! Justru di dalam neraka, tidak ada lagi yang namanya perkumpulan atau persekutuan dan di dalam neraka yang ada adalah orang-orang yang hidup di dalam puncak keegoisannya. Saya ingin tambahkan konsep yang kedua, Pak Gunawan, neraka adalah tempat berkumpulnya dosa pada puncaknya, karena kita ini hidup di dalam dunia yang sekarang ini. Kita sadar bahwa kita harus berhadapan dengan dosa manusia, orang yang bisa menjahati sesamanya, merugikan sesamanya bahkan ada yang mengambil nyawa sesamanya. Jadi kita ini sudah melihat percikan-percikan dosa, di nerakalah kita hidup bersama dengan dosa pada puncaknya, jadi semua yang terburuk dari perbuatan dosa itu nanti berkumpul dan merajalela di neraka, dan itulah neraka. Jadi surga adalah tempat di mana kita hidup dengan Tuhan yaitu sumber dan puncak kebaikan, sumber dan puncak kekudusan yang juga adalah kasih sayang yang tak berkesudahan, yang kekal, yang tak terbatas. Kalau itu adalah surga dan nanti kita akan menikmati semua itu, dikelilingi oleh semua itu, berarti neraka adalah kebalikannya, Pak Gunawan. Kalau sekarang saja kita sudah tidak tahan dengan dosa yang di sekeliling kita, yang bisa jahat dan sebagainya, maka neraka juga seperti itu semua, namun bedanya adalah semua itu dalam kadar yang paling besar. Kita membicarakan keberadaan manusia di dalam neraka dan juga apa yang Tuhan akan lakukan untuk menghukum kita, memang kita belum tahu dengan jelas yang sebanarnya, tapi digambarkan dalam Alkitab adalah dengan adanya api yang membakar, memang belum tentu secara harafiah itulah yang akan dialami, sebab api yang membakar adalah sebuah konsep penghukuman dan itulah nanti yang akan diberikan kepada manusia. Tapi kita tadi melihat secara sepintas, siapa yang akan menjadi penghuni neraka, seperti itulah. Waktu kita berkata, "Saya selamat, Tuhan telah menyelamatkan saya," itu artinya kita tidak lagi harus masuk ke dalam tempat seperti kejahatan dan dosa pada puncaknya, tempat manusia paling egois.
GS : Rancunya atau kacaunya pengertian "Selamat" yang tadi kalau Pak Paul kaitkan dengan keadaan neraka, orang juga mulai pudar tentang konsep antara neraka dan surga, Pak Paul. Orang tidak lagi mempedulikan adanya surga dan neraka, sehingga orang tidak terlalu jelas tentang apa itu keselamatan?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Akhirnya bukan saja orang tidak mempunyai konsep yang jelas tentang neraka tapi orang pun tidak mempunyai konsep yang jelas tentang surga. Saya percaya ini merupkan upaya dari iblis, bagaimanakah caranya si iblis membuat kita jauh dari Tuhan.

Dengan cara tidak menganggap serius apa yang Tuhan katakan, bahwa Tuhan sudah berkata kalau kita menerima Yesus, percaya padaNya maka kita tidak akan menerima kutuk yang kekal. Tapi kalau tidak, kita akan menerima kebinasaan. Iblis akan selalu meyakinkan kita bahwa, "Kamu tidak perlu memikirkan neraka, itu masih lama, mungkin benar dan mungkin juga tidak," dengan kata lain iblis akan membuat kita kabur dengan "Apa yang nanti akan terjadi waktu kita meninggal" mungkin iblis akan lebih rasional meyakinkan kita dan berkata, "Fokuskanlah pada yang sekarang, jangan memikirkan yang nanti-nanti." Akhirnya kita tidak memikirkan baik neraka maupun surga. "Selamat" bukan berarti kita masuk ke dalam neraka tapi kita akan menerima janji yang pasti dari Tuhan Yesus yaitu hidup kekal bersamaNya di surga. Kita tahu bahwa setelah kematian, kita akan dibangkitkan dan diangkatNya untuk hidup bersamaNya, itu sebabnya waktu Tuhan Yesus hidup di dunia tidak menggunakan istilah, bahwa orang ini mati tapi berkata, "Orang ini tertidur," Lazarus tidur dan benar Dia bangunkan atau Dia bangkitkan. Dan inilah yang kita semua akan alami bagi yang percaya kepada Kristus, bahwa kita akan dibangkitkan dan kita tidak akan tidur selama-lamanya dan kita akan hidup bersamaNya di surga, sebab kita sekarang pun sudah hidup dengan Dia selama di dunia ini, nanti kita akan melewati transisi kematian dan kita akan hidup selamanya di surga. Tadi saya sudah tekankan, surga adalah tempat di mana Allah berada dan Allah adalah sumber, puncak kehidupan, kebaikan, kasih sayang, kekudusan, itulah nanti yang akan menjadi bagian hidup kita. Kita tidak bisa menjelaskan surga dengan mendetail, karena kita belum berada di sana sekarang dan Alkitab memang menggunakan bahasa alegoris atau perumpamaan, jalan dari surga di buat dari emas dan sebagainya, itu bukan sebagai harafiah yang akan terjadi, tapi maksudnya sebuah kehidupan yang begitu berbeda dan begitu mulia sehingga tidak bisa digambarkan lagi secara bahasa manusia.
GS : Jadi pengertian "Selamat" berarti selamat dari hukuman kekal di neraka dan juga menerima janji Tuhan Yesus bahwa kita akan menerima hidup kekal di surga, apakah ada pengertian lain tentang selamat, Pak Paul?

PG : Satu lagi yang juga penting yaitu kadang-kadang kita juga mulai melupakan "Selamat" berarti kita tidak lagi menjadi objek kemarahan Tuhan, sebaliknya kita menjadi objek kasih Tuhan. Pada wktu kita berdosa sesungguhnya kita memposisikan diri berseberangan dengan Tuhan, yakni dalam posisi melawan Tuhan, Tuhan tidak menginginkannya sebab waktu Tuhan menciptakan kita, tujuanNya satu yaitu Dia ingin melimpahkan kasih sayangNya kepada ciptaanNya.

Sama seperti kita sebagai orang tua, waktu melihat anak kita lahir, hanya ada satu hal yang terpikir dalam benak kita yaitu kita mau melimpahkan kasih sayang kita kepadaNya, waktu anak kita lahir kita tidak berpikir, "Nanti dia jadi apa, sekolah di mana, nanti penghasilannya berapa, badannya seberapa tinggi, otaknya seberapa cerdas," tidak! Yang kita pikirkan adalah bagaimana nanti kita melimpahkan kasih sayang kepada dia. Demikian juga dengan Tuhan, Tuhan ingin melimpahkan kasih sayangNya kepada kita, sayangnya kita menolak, kita berdosa, kita melawan kehendakNya, pada saat itulah kita malah berseberangan dengan Tuhan, melawan Tuhan. Siapa yang melawan Tuhan menjadi musuh Tuhan dan akan menerima kemarahanNya, Dia adalah penguasa dan empunya alam semesta dan segala isinya. Jadi tidak benar kalau kita melawanNya, itu sebabnya tatkala kita melawanNya kita menjadi musuh Allah. Tatkala kita percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, kita menjadi teman dan musuh Allah. Jadi "Selamat" di sini berarti selamat dari kemarahan Tuhan dan tidak ada orang yang tahan hidup dalam kemarahan Tuhan dan sebetulnya kita jangan mau menjadi objek kemarahan Tuhan sebab Tuhan mampu marah dengan sangat-sangat berat dan keras, maka kita jangan sekali-kali mencobai Tuhan, membuat Tuhan marah, jangan berseberangan dengan Dia. Waktu kita berkata, "Saya selamat, saya tidak lagi menjadi sasaran kemarahan Tuhan, sebaliknya saya menjadi sasaran cinta kasih Tuhan."
GS : Tapi ada juga orang yang memberikan pemahaman yang keliru yaitu kalau semua hidupnya dalam kondisi lancar, baik, diberkati, dia mengatakan, "Saya ini sahabat Tuhan buktinya Tuhan mencukupkan segala kebutuhan saya dan Dia tidak pernah membuat saya susah dan seterusnya," tapi apakah itu cukup untuk memahami bahwa dia memang sudah selamat, Pak Paul?

PG : Ada satu ayat di Amsal, ayat ini kira-kira berbunyi seperti ini, "Bahwa orang yang kaya sebetulnya akan dipakai Tuhan, dalam pengertian kekayaannya itu nanti akan digunakan oleh Tuhan untu menolong orang yang benar."

Jadi sewaktu dia mengumpulkan kekayaan dan berhasil, dia mungkin sekali berpikir-pikir, "Saya ini diberkati Tuhan," belum tentu! Tuhan membiarkan dia mengumpulkan kekayaannya, supaya nanti harta kekayaannya atau apa yang telah diraihnya itu akan dipakai justru untuk pekerjaan Tuhan, justru untuk anak-anak Tuhan yang lainnya. Ini sesuatu yang rumit, kompleks, bagaimana Tuhan mengatur dunia ini karena memang sangat beragam, manusia banyak rencana, tapi sebetulnya inilah yang dapat kita katakan secara pasti, Pak Gunawan, ada orang yang sepertinya sudah pasti berhasil dan berhasil bukan karena Tuhan memberkati tapi karena Tuhan membiarkan supaya apa yang dicapainya, nanti bisa digunakan untuk memberkati yang lain, anak-anak Tuhan yang lain dan juga pekerja Tuhan.
GS : Apakah ada konsep yang lain yang perlu kita pahami tentang "Selamat" ini, Pak Paul?

PG : Yang berikutnya ini yang juga sangat penting dan sentral yaitu "Selamat" berarti menerima karya penyelamatan Kristus. Tuhan menciptakan kita dalam kesempurnaan, namun Ia tidak menciptakan ita seperti robot namun memberikan kita kemampuan dan kebebasan untuk memilihnya sebab inilah dasar kasih, tanpa kebebasan tidak ada kasih yang murni, Tuhan menghendaki kita mengasihiNya dari lubuk hati terdalam yakni dalam kebebasan, sayangnya kita memilih untuk mengikuti diri sendiri bukan Tuhan.

Sewaktu kita tidak memilih Tuhan sesungguhnya kita telah memilih kematian sebab hidup hanya ada di dalam Tuhan, di luar Tuhan hanya ada kematian, namun Tuhan tidak menginginkan kita mati, itu sebabnya Dia merancang rencana untuk menggantikan kita yakni mati bagi kita, namun karena Dia adalah Tuhan, Ia tidak akan bisa mati, Ia hanya bisa mati bila Ia menjadi manusia, itu sebabnya Dia lebih memilih masuk ke dalam sejarah hidup manusia, hidup sebagai manusia dan akhirnya mati di kayu salib menggantikan kita. "Selamat" berarti percaya bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia dan menerima karya pengorbananNya di kayu salib sehingga kita dengan pasti bisa berkata, "Saya telah memiliki hidup yang kekal, hidup saya telah ditebus oleh Tuhan, artinya kita telah dibeli kembali, diambil kembali, tadinya kita adalah milik dari si jahat iblis karena kita mengikuti kehendaknya, tidak mengikuti kehendak Tuhan, sehingga kita dikuasai dan di bawah cengkeramannya, sekarang tidak lagi. Kita telah menjadi milik Tuhan Yesus, kita di bawah tanganNya dan kasih sayangNya. Inilah artinya "Selamat", kita sekarang tidak lagi di bawah cengkeraman si iblis, kita sekarang berada di bawah pelukan Tuhan Yesus dan sudah menerima karya pengorbananNya di kayu salib.
GS : Di satu sisi memang kita perlu bersyukur tentang kehendak bebas yang Tuhan berikan kepada kita, yaitu membedakan dengan robot dan sebagainya, tapi justru di situlah masalahnya, justru didalam keberdosaan, kita memilih sesuatu yang menyakitkan hati Tuhan dan membuat kita tidak selamat.

PG : Selama kita di dunia, kita harus terus-menerus melawan sifat dasar kita. Tidak ada orang yang berkata, "Saya hidup mengalir saja, kalau hati mendorong kita berbuat dosa juga tidak apa-apa, tidak! Dan kita tidak bisa berkata bahwa "Tuhan tidak memberikan saya kekuatan untuk melawan godaan, kenapa saya jatuh lagi, berarti Tuhan yang salah, Tuhan tidak cukup kuat untuk melindungi saya," tidak! Kita mesti terus-menerus mengeluarkan tenaga berkelahi.

Jadi tidak bisa kita berdiam diri, dan berharap bahwa kita akan lepas dari sifat dasar kita yang dicemari oleh dosa, namun setiap hari menjadi hari pergumulan, setiap hari menjadi hari untuk memilih yang benar, setiap hari menjadi hari bertobat melepaskan diri dari yang salah dan memilih Tuhan kembali sehingga itulah perjalanan seorang Kristen yang tidak akan berkesudahan sampai kita nanti menutup mata.
GS : Jadi sebenarnya apa yang bisa meyakinkan kita bahwa kita telah beroleh keselamatan, Pak Paul?

PG : Memang ada orang yang menggunakan tanda-tanda tertentu bahwa saya tahu saya telah diselamatkan oleh Tuhan, sebab saya merasa telah menerima karunia-karunia Roh Kudus tertentu, maka saya tau dengan pasti bahwa saya telah diselamatkan.

Atau waktu saya menerima Tuhan Yesus, saya menangis, saya menyesal sehingga saya tahu pasti bahwa saya telah diselamatkan. Adalagi orang yang berkata, "Saya tahu, saya telah diselamatkan karena hati saya penuh dengan damai sejahtera waktu saya percaya pada Tuhan Yesus," tidak! Sebetulnya tanda-tanda itu bukanlah tanda yang wajib harus ada, sebagai pertanda bahwa kita ini harus menerima keselamatan dari Tuhan Yesus, yang diminta hanyalah suatu sikap, suatu komitmen, suatu kesediaan untuk berkata kepada Dia, "Tuhan Yesus, saya orang berdosa dan saya tidak mungkin memasuki sorga dengan kekuatan, dengan kemampuan saya sebab saya orang berdosa yang mempunyai kelemahan, saya butuh Engkau, saya perlu Engkau, datanglah, masuklah ke dalam hidup saya, perintahlah saya Tuhan dan ampunilah semua dosa-dosa saya." Firman Tuhan berkata kalau kita mengaku dengan lidah kita bahwa Yesus adalah Tuhan, kita percaya dengan hati kita sepenuhnya, maka kita akan memperoleh keselamatan itu, maka tidak harus ada tanda-tanda suatu tindakan, suatu sikap, suatu komitmen, suatu keputusan yang mengaku Yesus sebagai Juruselamat dan benar-benar suatu pengabdian untuk hidup sesuai kehendakNya, itulah sebagai tanda yang jelas kalau kita telah diselamatkan.
GS : Jadi sebenarnya keselamatan ini datang dari Tuhan dan kita hanya menyambutnya begitu saja, Pak Paul?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi benar-benar ini adalah sebuah tawaran anugerah, sebuah hadiah, sebuah pemberian. Sebab tidak mungkin kita bisa memperolehnya dengan kekuatan kita sendiri. Sberapa banyak orang berkata, "Besok saya tidak lagi melakukan ini, besok saya tidak melakukan itu.

Tapi besoknya mengulanginya lagi." Jadi memang kita manusia telah tercemar oleh dosa, kecenderungan kita adalah kembali lagi ke dalam lumpur dosa, maka benar-benar tidak bisa mengandalkan kekuatan kita, mesti ada tangan dari atas yang mengangkat kita keluar, menarik kita keluar dari lumpur dosa itu, yaitu dengan kekuatan Tuhan serta kasih dan kemurahan Tuhan barulah kita bisa diangkat keluar dari lumpur dosa. Sekali lagi saya mau ingatkan, ini tidak berarti bahwa, "Tuhan Yesus saya percaya padaMu, saya mau mengikut Engkau, saya mau menjauhkan diri dari dosa dan mau hidup memuliakan Tuhan," maka semua akan beres, tiba-tiba jalan akan lancar, lurus semuanya, tidak! Kita akan mengalami pergolakan, pergumulan, gejolak, pencobaan akan selalu ada tapi kita akan kembali kepadaNya, memohon kekuatanNya, kalau kita harus jatuh, kita harus kembali lagi dan berkata, "Tuhan ini saya, saya mengakui dosa saya tapi saya mengetahui satu hal yaitu Tuhan sudah mati buat saya, Tuhan sudah mengampuni saya, saya akan berusaha lagi, tolong kuatkan saya," dan selalu kembali dan kembali kepada Firman Tuhan. Itu adalah daging yang akan memberikan kekokohan dalam hidup kita dalam melawan dosa. Saya perhatikan ada orang-orang yang sudah bertobat tapi paling susah baca Alkitab, maunya datang, mendengarkan, mengalami perasaan-perasaan tertentu dan hanya itu saja, maunya hanya itu, tapi tidak mau benar-benar menancapkan akar pada Firman Tuhan, menuntut diri harus kenal Tuhan. Itu kelemahannya, akhirnya selalu diombang-ambingkan oleh dosa karena tidak punya daging, tidak punya kekuatan. Firman Tuhanlah yang menjadi tulang dan daging yang akan menumbuhkan kita, makin hari makin serupa dengan Kristus.
GS : Mengingat pentingnya konsep tentang keselamatan ini, Pak Paul, kita sebagai orang tua perlu menanamkan konsep yang benar tentang keselamatan ini kepada anak-anak kita sedini mungkin. Kita banyak membahas tentang hal yang lain-lain, tapi saya merasa orang tua dan bahkan saya sendiri kurang berbicara tentang keselamatan ini kepada anak-anak kita.

PG : Kita memang mesti mengajak anak sejak kecil secara berkala untuk duduk bersama, berdoa bersama, membaca Firman Tuhan dan kita sebagai orang tua menjelaskan apa arti Firman Tuhan itu. Janga kita beranggapan, "Saya bukanlah orang yang terlatih, terdidik dalam Alkitab sehingga tidak bisa mengajarkan," bisa! Tuhan itu selalu mempunyai pelajaran, pesan-pesan untuk kita dan itulah yang kita bagikan kepada anak-anak kita.

Dan terus kita tekankan bahwa kita bisa berhubungan langsung dengan Tuhan, bisa memanggilnya Bapa, bisa menerima kasih sayang Tuhan, bisa terus dipimpin olehNya karena satu hal yaitu Tuhan telah menyelamatkan kita, Tuhan mati di kayu salib, mengucurkan darahNya supaya dosa kita tertebus, diampuni dan kita menjadi milikNya, anak-anakNya dan itulah yang secara berkala kita komunikasikan kepada anak-anak kita.
GS : Karena keselamatan yang kita peroleh dan kita yakini keselamatan itu, tentu bukan untuk diri kita tapi juga untuk keluarga kita. Firman Tuhan dengan jelas mengatakan "Kamu dan segenap keluargamu akan diselamatkan," dan ini menyangkut bagaimana kita perlu membicarakan keselamatan ini terhadap orang-orang di sekeliling kita melalui pola kehidupan kita sebagai orang-orang yang sudah beroleh keselamatan.

PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Jadi terpenting adalah apalagi dalam keluarga, terpenting adalah kehidupan kita. Waktu kita melihat kehidupan kita berubah, yang tadinya cepat marah, yang tadiny itu seperti kebun binatang, yang tadinya luar biasa pelit sekali dengan uang, pelit sekali dengan tenaga dan waktunya, sekarang berubah menjadi murah hati, mulutnya jadi bersih, menjaga diri supaya tidak marah.

Waktu orang melihat perubahan itu, apalagi terus melihat kasih sayang yang memancar dari dalam hati kita, orang akan melihat bahwa kita telah berubah dan orang akan bertanya, "Kenapa bisa berubah?" dan waktu orang melihat kita berubah dan kita telah menerima Kristus dalam hidup kita, kita mau hidup sesuai dengan kehendakNya dan dikuasai olehNya. Maka orang akan berkata, "Benar ya, Tuhan hidup dalam kehidupanmu, saya juga mau seperti kamu, memiliki kehidupan yang seperti itu." Itu sebenarnya adalah Berita Injil yang paling ampuh yang bisa kita bagikan pada orang di sekitar kita.
GS : Tapi sekali pun Tuhan menghendaki orang di sekitar kita diselamatkan, nyatanya ada saja orang yang tidak beroleh keselamatan, Pak Paul.

PG : Sebab tidak semua orang akan bersedia menerimanya, jadi akan ada orang yang menolaknya.

GS : Pak Paul, sebelum kita mengakhiri perbincangan ini, mungkin Pak Paul ingin menyampaikan kesimpulan dan Firman Tuhan?

PG : Manusia diijinkan hidup hanya sekali, oleh sebab itu kita hanya berkesempatan menerima kesempatan sekali saja. Jadi jangan lewatkan kesempatan itu, jadi selama masih hidup terimalah keselaatan dari Tuhan.

Firman Tuhan berkata, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal," Yohanes 3:16.

GS : Ayat ini memang seringkali dibacakan dan seringkali kita hafal tapi kini tiba saatnya untuk memahami konsep yang benar tentang konsep keselamatan itu sendiri. Pak Paul, banyak terima kasih untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Apa Artinya Selamat." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



9. Pekerjaan dan Pelayanan


Info:

Nara Sumber: Pdt.Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T268A (File MP3 T268A)


Abstrak:

Ada orang yang membedakan pekerjaan dan pelayanan, seakan-akan pelayanan adalah sesuatu yang mulia sedangkan pekerjaan tidak. Orang-orang ini berpendapat bahwa pelayanan adalah melakukan sesuatu untuk Tuhan sedangkan pekerjaan adalah melakukan sesuatu untuk diri sendiri. Apakah memang benar bahwa Alkitab membedakan keduanya?


Ringkasan:

Ada orang yang membedakan pekerjaan dan pelayanan seakan-akan pelayanan adalah sesuatu yang mulia sedangkan pekerjaan tidak. Orang-orang ini berpendapat bahwa pelayanan adalah melakukan sesuatu untuk Tuhan sedangkan pekerjaan adalah melakukan sesuatu untuk diri sendiri. Apakah memang benar bahwa Alkitab membedakan keduanya? Marilah kita perhatikan apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan tentang pelayanan.

  1. Sesungguhnya di dalam Alkitab tidak ada definisi pelayanan itu sendiri; sebaliknya, Firman Tuhan memanggil kita untuk melakukan semuanya untuk Tuhan, "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah Bapa kita. Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia" (Kolose 3:17, 23).

    Berdasarkan ayat-ayat ini, dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak memisah-misahkan jenis pekerjaan seolah-olah ada yang lebih mulia dari yang lainnya. Kita dipanggil untuk melakukan segalanya dalam nama dan untuk Tuhan Yesus. Inilah definisi pelayanan yang seluas-luasnya. Jadi, siapa pun yang melakukan tugasnya seperti untuk Tuhan, sesungguhnya ia telah melayani Tuhan, sebab ia melakukannya bagi Tuhan.

  2. Berdasarkan definisi pelayanan dari Kolose ini, dapat pula kita simpulkan bahwa bagi Tuhan terpenting bukanlah apa yang dilakukan melainkan bagaimana dilakukannya. Firman Tuhan dengan jelas memerintahkan kita untuk melakukannya dengan "segenap hatimu" dan dengan sikap bersyukur. Ini adalah bentuk pelayanan kita kepada-Nya. Sebaliknya, apa pun itu yang kita kerjakan-bahkan hal yang terkait dengan pekerjaan gerejawi-bila kita melakukannya tidak dengan segenap hati dan tidak dengan sikap bersyukur, itu bukanlah pelayanan.
  3. Kendati demikian Tuhan memisahkan sebagian orang untuk melayani-Nya secara khusus. Di Perjanjian Lama Tuhan memilih bani Lewi sebagai pelayan-Nya yang secara khusus melakukan tugas imamat sedangkan di Perjanjian Baru kita mengenal para Rasul yang dipanggil untuk pelayanan Firman dan doa (Kisah Para Rasul 6:3-4). Pemisahan ini adalah untuk menolong para Rasul untuk lebih dapat "memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman." Jadi, para pelayan khusus ini memang dipanggil untuk meninggalkan pekerjaan lainnya agar dapat memusatkan pikiran dan segala tenaga mereka untuk pekerjaan Tuhan.
  4. Sungguhpun demikian sejarah menunjukkan bahwa Tuhan tidak membatasi diri dan pekerjaan-Nya hanya pada pelayan khusus ini. Di Perjanjian Lama kita mengenal begitu banyak nabi yang dipakai Tuhan, seperti Yesaya, Yeremia, Mikha, Elia, Elisa, dan lainnya. Di Perjanjian Baru kita pun mengenal Paulus, Akwila dan Priskila, yang juga adalah pembuat dan penjual tenda. Kedua belas murid pun sesungguhnya bukanlah bagian dari pelayan dari bani Lewi; mereka adalah orang biasa yang dipanggil untuk meneruskan pekerjaan Tuhan Yesus.

    Dari sini kita pun dapat melihat sebuah pola: Apabila pelayan khusus Tuhan tidak menjalankan fungsinya, maka Tuhan segera memakai kelompok awam untuk melakukan pekerjaan-Nya. Itu sebabnya di dalam Alkitab tertulis jauh lebih banyak nabi daripada imam; dan dari kedua belas murid Tuhan, tidak ada satu pun yang berasal dari kelompok imam. Singkat kata, Tuhan memanggil dan memakai siapa pun yang bersedia dipakai-Nya.

  5. Sebagai kesimpulan, yang menjadikan seseorang pelayan atau bukan pelayan Kristus adalah hatinya, bukan jenis pekerjaannya. Jadi, pertanyaannya adalah, apakah ia memiliki sikap sebagai pelayan ataukah tidak? Kendati pekerjaannya tampak rohani, namun apabila ia tidak memiliki sikap sebagai pelayan, ia bukanlah seorang pelayan Tuhan. Dan, yang menjadikan suatu pekerjaan sebagai pelayanan bukanlah apa yang dikerjakannya, melainkan bagaimanakah dan untuk siapakah ia melakukannya.

    Oleh sebab itu, bersukacitalah dan bersyukur atas apa yang telah Tuhan karuniakan kepada kita. Jangan merasa ada yang kurang bila kita belum terlibat dalam tindakan-tindakan yang kerap diasosiasikan dengan pelayanan. Ingat, salah satu contoh pelayanan yang pernah diceritakan Tuhan dalam perumpamaan-Nya adalah kisah orang Samaria yang baik hati. Ia bukan imam dan Lewi, bahkan ia pun bukan seorang Israel. Ia hanyalah seorang Samaria yang baik hati dan bersikap melayani. Dalam hal ini, ia telah melayani Tuhan.


Transkrip:
Lengkap

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pekerjaan dan Pelayanan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, bagi sebagian orang rupanya pengertian pekerjaan dan pelayanan menjadi rancu. Kadang-kadang dia berpikir apakah ini pekerjaan atau pelayanan? Dan sebaliknya. Apakah ada batasan yang tegas bahwa ini adalah pekerjaan dan ini pelayanan, Pak Paul?

PG : Sebetulnya di dalam Alkitab hal ini tidak dibedakan, sebetulnya kitalah yang lebih sering memberikan sebuah definisi yang kaku dan membedakan antara pelayanan dan pekerjaan. Dan memang tidk sehat sebab ada orang yang misalkan merasa 'inferior' karena belum bisa terlibat di dalam pelayanan, namun untuk bisa terlibat di dalam pelayanan mereka merasa tidak mampu sebab yang dianggap pelayanan adalah hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugas gerejawi, misalkan memimpin Pemahaman Alkitab untuk kelompok kecil atau misalkan untuk menjadi seorang pemimpin liturgos dalam ibadah, menjadi seorang majelis atau Ketua Komisi dan sebagainya.

Ada orang yang merasa bahwa saya sepertinya tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal-hal itu, orang-orang seperti ini mungkin adalah orang-orang yang lebih praktis, lebih senang melakukan sesuatu dengan kekuatan tenaganya. Orang-orang seperti ini akhirnya merasa tidak memiliki bagian di dalam gereja karena sudah mempunyai konsep yang keliru, beranggapan bahwa mereka tidak terlibat dalam upaya untuk melayani Tuhan, dan hal ini yang membuat mereka merasa kurang atau merasa tidak setia kepada Tuhan dan sebagainya. Itu sebabnya kita perlu mengangkat hal ini, Pak Gunawan, agar tidak ada lagi orang Kristen yang bingung antara pelayanan dan pekerjaan supaya semua dengan sukacita melakukan sesuatu untuk Tuhan.
GS : Bahkan seringkali masih dibanding-bandingkan ketika dia melakukan suatu pekerjaan atau pelayanan di dalam gereja. Kalau dia hanya bagian konsumsi atau bagian perlengkapan, dia merasa bahwa ini masih bukan suatu pelayanan.

PG : Sekali lagi ini adalah sesuatu yang disayangkan, Pak Gunawan. Sebab akhirnya di gereja pun seolah-olah terjadi sebuah hierarki, ada yang tinggi dan ada yang rendah, ada yang mulia dan ada ang kurang mulia.

Untuk pelayanan umum yang mengerjakan tugas-tugas kasar seperti membereskan kursi, mengatur sound-system, menyediakan makanan atau bagian yang mencuci piring dan sebagainya, itu seolah-olah kalau pun dianggap pelayanan, itu adalah pelayanan yang tidak mulia. Namun untuk pelayanan memimpin pujian, memimpin ibadah, memimpin liturgos dianggap adalah pelayanan yang mulia. Saya kira ini adalah sebuah konsep yang tidak tepat yang kita harus benahi.
GS : Ada juga sebagian orang yang memberikan batasan, pelayanan tidak mendapat honor atau tidak mendapat imbalan apa-apa, namun kalau pekerjaan nantinya akan mendapat imbalan. Ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Ini sebuah konsep yang juga keliru karena kami ini yang adalah pendeta atau hamba Tuhan, kami pun mendapatkan gaji dari apa yang kami lakukan tapi kami panggil itu sebuah pelayanan. Jadi aa bedanya, orang lain pun juga mendapatkan gaji.

Sekali lagi ini adalah sebuah kerancuan yang kita ciptakan sendiri dan tidak berdasar pada firman Tuhan, sehingga kita mau lihat apa yang firman Tuhan katakan.
GS : Apa, Pak Paul yang firman Tuhan katakan tentang pelayanan itu sendiri?

PG : Sesungguhnya di dalam Alkitab tidak ada definisi pelayanan itu sendiri, kalau kita cari dari depan sampai belakang, "definisi pelayanan adalah...." kita tidak akan menemukannya. Sebaliknyayang kita temukan adalah justru firman Tuhan memanggil kita untuk melakukan semuanya untuk Tuhan.

Menurut saya kalau saya mau menarik kesimpulan dari definisi pelayanan yang paling mendekati tepat adalah Kolose 3:17,23 firman Tuhan berkata, "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita. Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Ayat-ayat ini dapat kita simpulkan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak memilah-milah jenis pekerjaan, seolah-olah ada yang lebih mulia dari yang lainnya. Kita melihat dari firman Tuhan bahwa kita dipanggil untuk melakukan segalanya dalam nama dan untuk Tuhan Yesus, menurut saya inilah definisi pelayanan yang seluas-luasnya. Jadi siapa pun yang melakukan tugasnya seperti untuk Tuhan sesungguhnya ia telah melayani Tuhan, sebab ia melakukannya bagi Tuhan. Dengan kata lain Tuhan tidak melihat apa jenis pekerjaannya, namun yang Ia lihat adalah tujuan kita melakukannya.
GS : Mungkin ini yang sulit untuk dicerna atau dimengerti, Pak Paul, karena seringkali seseorang melakukan pelayanan itu untuk majelisnya atau untuk Ketua Komisinya. Jadi yang jelas kelihatan di mata yaitu mereka yang meminta, yaitu disuruh pendetanya melakukan ini dan oleh majelisnya disuruh melakukan itu kemudian dia melakukan semua itu, tapi dia merasa bahwa ini bukanlah suatu pelayanan.

PG : Sekali lagi ini sebuah konsep yang tidak berasal di firman Tuhan. Firman Tuhan mengatakan dengan jelas bahwa kita harus melakukan semua untuk Tuhan. Jadi yang Tuhan tekankan adalah motivas kita melakukannya, untuk siapakah kita melakukannya.

Dengan kata lain, kalau seorang hamba Tuhan atau pendeta formal berkhotbah, namun sebenarnya yang lebih memotivasi dia saat itu untuk berkhotbah adalah dia ingin mendapatkan pujian, pengakuan atas kemampuannya menyampaikan firman Tuhan, di detik itu mungkin saja Tuhan tetap memakai firman-Nya untuk dikabarkan, tapi sesungguhnya orang itu sudah tidak lagi melayani Tuhan, sebab yang dia lakukan bukan untuk Tuhan tapi untuk dirinya. Kalau kita mengambil contoh ekstrem yang lain misalkan seorang penarik becak atau penarik bajaj, setiap hari waktu dia bekerja dia berkata, "Tuhan saya akan lakukan ini untuk Engkau, saya ini sudah terima pekerjaan ini dan saya menganggap pekerjaan ini adalah anugerah dari Tuhan untuk saya, maka saya akan melakukannya untuk Tuhan," memang dia akan mendapatkan penghasilan, tapi penghasilan itu akan dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan apa yang bisa dia persembahkan untuk pekerjaan Tuhan maka dia akan persembahkan untuk pekerjaan Tuhan. Jadi dengan kerangka pikir yang sangat jelas bahwa apa pun yang nantinya saya akan terima, nantinya akan kita pakai untuk keperluan pribadi atau kebutuhan keluarga, namun kita juga akan gunakan untuk pekerjaan Tuhan dan kita menganggap ini adalah pemberian Tuhan untuk saya, maka saya mau melakukannya untuk Tuhan maka di saat itu dia menjadi seorang pelayan Tuhan, dia benar-benar tidak lagi melakukannya untuk keperluan pribadinya, dia mengerti ini dari Tuhan dan untuk Tuhan. Jadi sekali lagi yang Alkitab tekankan bukan apa yang dikerjakan, tapi untuk siapakah kita mengerjakannya.
GS : Mungkin juga konsep yang keliru bahwa pekerjaan itu dianggap sesuatu yang kotor, karena selalu mencari keuntungan untuk dirinya sendiri?

PG : Memang sudah tentu akan ada hal-hal yang berguna untuk diri kita lewat pekerjaan itu misalnya tadi saya sudah bicara mengenai gaji atau penghasilan, kita bisa gunakan untuk kebutuhan kita,mungkin juga dari pekerjaan kita bisa mendapatkan kepuasan tertentu, karena kita bisa melakukannya dengan baik dan sebagainya.

Tapi kita harus jelas melihat bahwa apa pun itu yang kita kerjakan, harus kita kerjakan untuk Tuhan. Jadi firman Tuhan dengan jelas berkata, "Perbuatlah bukan untuk manusia, tapi untuk Tuhan dan di dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus." Jadi seorang yang seolah-olah melakukan pekerjaan yang dianggap rendah di dalam masyarakat, tapi kalau dia melakukannya dengan suatu tujuan yang jelas yaitu ini semua untuk Tuhan, sebenarnya dia sudah menjadi pelayan Tuhan dan dia tengah melayani Tuhan.
GS : Kesimpulan apa lagi yang bisa kita temukan dari Kolose 3 tadi, Pak Paul?

PG : Berdasarkan definisi pelayanan dari Kolose ini, dapat kita simpulkan bahwa bagi Tuhan yang terpenting adalah bukan apa yang dilakukan namun bagaimana dilakukannya. Tadi kita telah bahas tuuan dilakukannya atau untuk siapa, dan kedua yang saya bisa simpulkan adalah bagaimana dilakukannya.

Dan firman Tuhan dengan jelas memerintahkan kita untuk melakukannya dengan segenap hatimu dan dengan bersyukur. Maka firman Tuhan mengatakan, "Dengan perkataan dan perbuatanmulah, lakukanlah semua itu dalam nama Tuhan Yesus sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah Bapa kita dan perbuatlah dengan segenap hatimu." Jadi dengan kata lain, apa pun yang kita kerjakan lakukanlah dengan sepenuh hati dan dengan penuh syukur, ini adalah bentuk pelayanan kita, sebaliknya apa pun itu yang kita kerjakan bahkan hal yang terkait dengan pekerjaan gerejawi bila kita tidak melakukannya dengan segenap hati dan tidak dengan sikap bersyukur, itu bukanlah pelayanan. Tuhan tidak menerimanya sebagai suatu tindakan melayaniNya, karena dilakukan dengan bersungut-sungut, tidak ada rasa syukur sama sekali, dilakukannya dengan setengah hati, dengan rasa enggan. Apa yang kita persembahkan kepada Tuhan? Apa yang kita lakukan untuk melayani Tuhan? Tidak sama sekali karena dilakukan dengan cara seperti itu. Jadi yang menjadikan suatu perbuatan menjadi pelayanan, sekali lagi adalah bagaimanakah kita melakukannya.
GS : Justru di situ Pak Paul, seringkali orang berkata dia melakukan pelayanan sebisa dia, semampu dia, atau seadanya waktu dia karena dia berkata, "Saya tidak mendapat apa-apa dari pelayanan ini, sudah untung kalau saya mau melayani."

PG : Orang ini benar-benar menunjukkan ketidakdewasaannya, ketidak mengertiannya akan pekerjaan Tuhan dan saya harus akui cukup banyak anak-anak Tuhan yang seperti ini. Jadi orang-orang beranggpan bahwa seharusnya Tuhan bersyukur karena saya mau melakukan ini dan itu untuk Tuhan, sebab hal ini tidak mudah.

Jadi dengan kata lain orang ini menempatkan diri di atas Tuhan, orang ini menempatkan diri sebagai orang yang harus dimintai bantuannya oleh Tuhan, seolah-olah Tuhan harus mengemis kepadanya. Sekali lagi ini adalah konsep yang salah. Waktu kita diberikan kesempatan melayani Tuhan, ini adalah suatu kehormatan yang besar dan kita harus beryukur karena Tuhan masih memercayai kita. Misalkan kalau kita sibuk oleh pekerjaan atau oleh yang kita lakukan untuk Tuhan, maka kita harus beryukur bahwa Tuhan masih memercayai kita dengan tugas-tugas ini, sudah tentu harus membagi waktu dengan bijaksana supaya keluarga kita pun tidak terbengkalai, namun di lain pihak kita harus bersyukurlah sebab Tuhan memberikan kepercayaan besar kepada kita dan lakukanlah dengan sepenuh hati. Nah, sikap seperti inilah yang Tuhan inginkan tatkala kita melakukan apa pun pekerjaan kita. Maka disitulah Tuhan pun senang sebab Tuhan akan melihat bahwa apa yang saya berikan kepada orang ini, orang ini terima dengan penuh syukur, sukacita dan dia akan kerjakan dengan sepenuh hati dan Tuhan senang melihat itu, sebab Dia akan benar-benar melihat bahwa kita ini tidak menyia-nyiakan atau menyepelekan apa yang Tuhan berikan.
GS : Seringkali orang-orang yang seperti itu kalau dimintai tanggung jawab mereka itu agak sulit Pak Paul, apalagi kalau itu pelayanan dalam kelompok, entah dia mau datang atau tidak itu semaunya dia. Kalau ditanya memang ada saja alasannya, tapi prinsipnya adalah tidak sepenuh hati.

PG : Sayang ini sering terjadi, Pak Gunawan. Jadi banyak orang yang memang menganggap tugas pelayanan itu sebagai suatu beban tambahan. Tapi di pihak lain pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di uar gereja adalah pekerjaan-pekerjaan yang tidak semulia pekerjaan-pekerjaan gerejawi.

Hal itu tidak tepat. Apa pun yang Tuhan berikan kepada kita maka kita kerjakan dengan sepenuh hati, dengan penuh syukur maka itu adalah buah persembahan atau pelayanan kita kepada Tuhan.
GS : Tetapi di dalam gereja itu seringkali ada orang-orang yang secara penuh waktu mengabdikan hidupnya untuk pelayanan dan itu bagaimana, Pak Paul?

PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Memang kita tahu Tuhan memisahkan sebagian orang untuk melayaniNya secara khusus. Kita lihat di Perjanjian Lama, Tuhan memilih bani Lewi sebagai pelayan-Nya yangsecara khusus melakukan tugas Imamat, mengurus Bait Allah dan sebagainya.

Sedangkan di Perjanjian Baru kita pun mengenal para Rasul yang dipanggil untuk pelayanan firman dan doa. Pemisahan ini adalah untuk menolong para Rasul agar lebih dapat memusatkan pikiran pada pelayanan doa dan firman. Memang kita bisa melihat sekali waktu Diaken-Diaken atau Tua-Tua pertama dipilih di gereja. Waktu itu banyak orang yang memerlukan bantuan tapi tidak mendapatkannya dan akhirnya para Rasul mengusulkan kepada jemaat, bagaimana kita harus membagi tugas karena kami ini harus memusatkan pada pelayanan firman dan doa, dan bagaimana kalau untuk urusan yang lainnya dikerjakan oleh orang-orang yang lain itu yaitu jemaat-jemaat yang lainnya. Dengan kata lain, memang ada orang yang Tuhan pisahkan agar mereka benar-benar bisa mencurahkan segenap tenaganya, konsentrasinya, pemikirannya untuk mempelajari firman Tuhan, mendalaminya kemudian mengajarkannya kepada jemaat dan juga untuk berdoa. Jadi benar-benar mereka menggunakan waktu mereka untuk datang kepada Tuhan. Memang dalam kehidupan Kristen, kita mengenal ada yang namanya hamba Tuhan purna waktu, tapi sekali lagi pembedaan ini tidak boleh membuat orang-orang beranggapan bahwa yang melakukan pekerjaan lain adalah orang yang kurang mulia, yang kurang melayani Tuhan. Mereka meminta agar ada orang-orang lain yang mengerjakan tugas-tugas lainnya itu diluar doa dan firman adalah sama mulianya, itu sama pentingnya dan sekali lagi yang Tuhan lihat bukan apa yang dia kerjakan, tapi untuk siapa kita melakukannya dan bagaimanakah kita melakukannya.
GS : Kalau itu yang kita jadikan dasar, jadi bagaimana dan kepada siapa kita melakukannya dan tadi Pak Paul katakan ada rasa syukur dan sungguh-sungguh, kenyataannya orang-orang yang penuh waktu melayani Tuhan ini pun karena sudah dibayar dan sebagainya, dia pun akhirnya tidak lagi melakukan pelayanan itu dengan sungguh-sungguh dan rasa syukur.

PG : Memang ini adalah bukti yang bisa kita temukan dalam sejarah gereja. Jadi Alkitab memperlihatkan ada hamba-hamba Tuhan khusus yang telah Tuhan pisahkan seperti pada Perjanjian Lama para imm dan juga orang-orang Lewi dan di Perjanjian Baru kita juga bisa temukan hal yang sama yaitu ada orang-orang yang Tuhan khususkan, tapi mereka tetap tidak melakukan tugasnya dengan sepenuh hati, tidak benar-benar menjadi alat Tuhan yang Tuhan pakai.

Dan apa yang terjadi waktu hal ini akhirnya muncul? Kita melihat bahwa Tuhan tetap tidak membatasi diri-Nya dan pekerjaan-Nya hanya pada pelayanan khusus ini. Misalkan kita bisa melihat di Perjanjian Lama munculnya para nabi-nabi yang Tuhan panggil, kalau kita definisikan seperti sekarang ini, para nabi adalah orang-orang awam yang bukanlah hamba Tuhan formal tapi mereka adalah orang-orang yang Tuhan pakai. Maka kita mengenal Nabi seperti Yesaya, Yeremia, Mikha, Elia, Elisa dan yang lainnya. Di Perjanjian Baru kita pun mengenal Paulus, Akwila, Priskila yang adalah pembuat dan penjual tenda juga. Kedua belas murid pun sesungguhnya bukanlah bagian pelayan dari bani Lewi, mereka itu adalah orang-orang biasa. Ada yang dulunya berprofesi sebagai penangkap ikan, ada yang bekas pemungut pajak. Jadi mereka semua dipanggil yaitu orang-orang biasa ini untuk meneruskan pekerjaan Tuhan. Dari sini kita bisa melihat sebuah pola apabila pelayan khusus Tuhan tidak menjalankan fungsinya, maka Tuhan segera memakai kelompok awam untuk melakukan pekerjaan-Nya. Itu sebabnya dalam Alkitab tertulis ada lebih banyak julukan Nabi dari pada Imam dan dari kedua belas murid Tuhan tidak ada satu orang pun yang berasal dari kelompok Imam. Singkat kata, Tuhan memanggil dan memakai siapa pun yang bersedia dipakai-Nya. Sebaliknya Tuhan pun tidak segan mengesampingkan para pelayan khususnya, apabila mereka tidak bersedia dipakai oleh-Nya.
GS : Jadi kalau dulu kita melihat di Perjanjian Lama ada nabi-nabi yang palsu dan sebagainya, sampai sekarang pun masih ada, Pak Paul?

PG : Betul, mereka adalah orang-orang yang memang berbicara bukan menyuarakan suara hati Tuhan tapi menyuarakan isi hatinya sendiri, kemauannya sendiri. Jadi mereka bukanlah mulut Tuhan tapi mlut pribadi untuk kepentingannya sendiri.

Di zaman sekarang pun akan ada orang yang seperti itu Pak Gunawan, yang mengatasnamakan Tuhan, menyebut-nyebut nama Tuhan tapi sebenarnya mereka menyuarakan kepentingannya, isi hatinya, supaya yang mereka inginkan itu mereka dapatkan dan itu masuk dalam kategori nabi palsu atau pelayan Tuhan yang palsu, sebab seorang pelayan Tuhan waktu dia bersuara, waktu dia bekerja, dia tidak mewakili dirinya lagi makanya disebut pelayan Tuhan, pelayan Kristus bukan lagi dia menjadi majikan atas dirinya, Tuhan Yesuslah majikannya. Jadi semua kepentingan pribadi harus disingkirkan.
GS : Jadi menjadikan pelayanan sebagai suatu profesi, apakah itu bisa dibenarkan atau tidak, Pak Paul?

PG : Saya sangat menentang hal itu, Pak Gunawan. Kalau seseorang ingin menjadi pelayan khusus Tuhan, yang pertama dia harus meyakini adanya sebuah panggilan khusus Tuhan kepadanya. Sebab kita thu di Perjanjian Lama Tuhan secara khusus memanggil orang Lewi dan Tuhan pun memanggil secara khusus dan secara pribadi di Perjanjian Baru yaitu para murid.

Jadi siapa yang mau menjadi pelayan khusus Tuhan, mereka mesti mendengar panggilan khusus itu, namun semua orang dipanggil untuk melayani Tuhan dan tidak harus menjadi pelayan khusus dulu dan barulah kita mendapatkan status yang lebih mulia, itu sama sekali tidak. Pelayan yang khusus atau pun pelayan yang biasa atau yang awam sama-sama mulia di mata Tuhan kalau hati yang melayani itu mulia yaitu untuk Tuhan dan dilakukannya dengan sepenuh hati dan juga dengan penuh syukur.
GS : Jadi yang membedakan antara pelayan yang sesungguhnya dan pelayan yang palsu itu apa, Pak Paul?

PG : Saya kira hatinya bukan jenis pekerjaannya. Jadi pertanyaannya adalah apakah seseorang memiliki sikap sebagai pelayan atau tidak, maksudnya adalah hatinya. Kendati pekerjaannya tampak rohai namun apabila ia tidak memiliki sikap sebagai pelayan malahan seperti bos dan sebagainya, sesungguhnya ia bukan pelayan Tuhan.

Dan yang menjadikan suatu pekerjaan sebagai pelayanan sekali lagi bukanlah apa yang dikerjakannya, melainkan untuk bagaimanakah dan untuk siapakah ia melakukannya. Jadi seseorang yang berstatus hamba Tuhan purna waktu dan sebagainya, kalau mereka melakukannya seolah-olah seperti raja kecil sebenarnya mereka sudah tidak lagi menjadi pelayan Tuhan, sebab seharusnya sikapnya haruslah merendah dan melayani. Jadi kesimpulannya, Pak Gunawan, bersukacitalah dan bersyukurlah atas apa yang Tuhan karuniakan kepada kita, jangan merasa ada yang kurang bila kita belum terlibat di dalam tindakan yang diasosiasikan dengan pelayanan. Ingat salah satu pelayanan yang pernah dicontohkan Tuhan dalam perumpamaan-Nya adalah kisah orang Samaria yang baik hati, ia bukan Imam, ia bukan orang Lewi bahkan ia pun bukan orang Israel, ia hanyalah seorang Samaria, namun seorang Samaria yang baik hati dan bersikap melayani, dan dalam hal ini ia telah melayani Tuhan.
GS : Kalau begitu kesempatan pelayanan ini terbuka sangat lebar, jadi bukan saja di gereja tapi juga di tempat kerja kita masing-masing, juga di tengah-tengah keluarga kita, kita pun masih bisa tetap melayani Tuhan.

PG : Betul sekali itu sebabnya di dalam perumpamaan di Matius 25 tentang akhir zaman, apa yang akan terjadi nanti pada masa penghakiman? Pada akhirnya cara Tuhan menghakimi kita adalah apa yan telah kita perbuat bagi-Nya.

Makanya Dia bertanya, "Waktu Aku di penjara, kamu tidak datang menengok Aku, Aku sakit engkau pun tidak datang untuk menjenguk Aku, Aku tidak mempunyai baju dan engkau tidak memberikan kepada-Ku baju," itu semua tindakan-tindakan kemanusiaan, tindakan-tindakan yang membuktikan kita melayani. Ini bukanlah pekerjaan yang orang anggap terhormat, tindakan ini benar-benar tindakan merendah dan Tuhan memanggil kita untuk menjadi seperti itu.
GS : Jadi sebenarnya kita itu akan terus termotivasi Pak Paul, kalau kita punya hati dan punya rasa syukur kepada Tuhan atas segala apa yang bisa kita kerjakan tiap-tiap hari, Pak Paul.

PG : Betul. Saya sering berkata kepada para mahasiswa yang saya ajar di seminari, "Nanti di Surga akan ada banyak orang yang terkejut terkena serangan jantung sebab di Surga, orang akan benar-bnar tersadar bahwa yang Tuhan tinggikan dan yang Tuhan muliakan duduk di sebelah kanan dan kiriNya, bukanlah orang-orang terkenal seperti yang sekarang kita melihat di dunia yaitu raksasa-raksasa rohani yang kita kenal.

Nanti yang akan Tuhan tinggikan adalah orang-orang yang kita anggap rendah di dunia ini, tapi ternyata merekalah yang nanti Tuhan akan tinggikan. Sebab sekali lagi Tuhan melihat hati, apakah hatinya melayani atau tidak? Hatinya itu mengerjakan untuk Tuhan ataukah bukan? Hatinya itu penuh syukur ataukah tidak? Apakah sepenuh hati melakukan pekerjaan yang dikerjakannya? Orang-orang seperti itulah yang nanti Tuhan akan muliakan."

GS : Memang ada standar yang berbeda antara kita di dunia dan Tuhan yang di surga. Terima kasih, Pak Paul, untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pekerjaan dan Pelayanan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



10. Pelayanan yang Efektif


Info:

Nara Sumber: Pdt.Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T268B (File MP3 T268B)


Abstrak:

Sejarah memperlihatkan ada pelayanan yang tadinya jaya dan berkembang namun akhirnya runtuh. Namun sejarah juga memperlihatkan ada pelayanan yang terus bertahan sampai ratusan tahun. Apakah yang terjadi sehingga ada pelayanan yang bertahan dan ada yang tidak bertahan? Apakah yang menjadi ciri pelayanan yang efektif?


Ringkasan:

Sejarah memperlihatkan ada pelayanan yang tadinya jaya dan berkembang namun akhirnya runtuh. Namun sejarah juga memperlihatkan ada pelayanan yang terus bertahan sampai ratusan tahun. Apakah yang terjadi sehingga ada pelayanan yang bertahan dan ada yang tidak bertahan? Apakah yang menjadi ciri pelayanan yang efektif?

  1. Pelayanan yang efektif dimulai atas dasar kebutuhan dan dilaksanakan atas dasar kesanggupan. Di dalam bukunya, The Purpose-Driven Church, Pendeta Rick Warren membagikan pemahamannya tentang kapankah seharusnya kita memulai suatu pelayanan. Ia mengumpamakannya dengan berselancar di laut. Orang yang hendak berselancar mesti melihat adanya ombak; tanpa ombak, ia tidak akan dapat berselancar. Sebelum memulai pelayanan, kita pun mesti melihat adanya kebutuhan terlebih dahulu. Bila tidak ada kebutuhan, jangan memulai apa-apa karena itu tidak akan bertahan.
    Selanjutnya, untuk dapat berselancar, dibutuhkan orang yang memang dapat berselancar. Jika tidak, sewaktu ombak datang, orang itu pun akan dengan mudah tergulung ombak. Demikian pula dengan pelayanan. Sebelum memulainya, kita mesti memastikan bahwa akan ada orang yang sanggup melakukannya. Jika tidak, pelayanan itu pun akan gulung tikar.
  2. Pelayanan yang efektif dilaksanakan oleh orang yang hidup kudus di hadapan Tuhan. Tidak ada yang dapat menggantikan kehidupan yang saleh dan berkenan kepada Allah. Sebuah pelayanan hanyalah akan berbuah selebat buah kehidupan pelakunya. Begitu banyak pelayanan yang akhirnya runtuh akibat kehancuran hidup pelakunya. Oleh karena belas kasihan Tuhan, acap kali Tuhan memberi kesempatan kepada pelaku pelayanan untuk terus melayani-Nya kendati hidupnya berdosa. Namun jangan disalahartikan seakan-akan Tuhan buta akan dosanya. Sesungguhnya Tuhan memberinya kesempatan untuk bertobat. Bila ia mengeraskan hati, suatu hari kelak ia akan ditinggalkan Tuhan dan pelayanan itu pun berhenti.
    Kehidupan pelaku pelayanan yang tidak kudus pada akhirnya akan mencemarkan semua sendi pelayanan itu sendiri. Ini sesuai dengan sifat dosa yang terus menyebar dan berkembang biak. Itu sebabnya pelayanan yang efektif adalah pelayanan yang berani memangkas ranting yang tidak berbuah, sebagaimana dikatakan oleh Tuhan Yesus di Yohanes 15:2, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah."
  3. Pelayanan yang efektif dilakukan oleh orang yang hidupnya efektif. Ada orang yang hidupnya tidak efektif. Ia membuang waktu sembarangan, memakai uang seenaknya, memperlakukan orang semaunya, serta merencanakan sekenanya. Orang yang hidupnya sendiri tidak efektif tidak akan dapat melakukan pelayanan yang efektif. Dituntun Tuhan dan beriman kepada-Nya tidak identik dengan hidup seenaknya; sebaliknya, dituntun Tuhan dan beriman kepada-Nya menuntut adanya pertanggungjawaban dan kehati-hatian. Di dalam perumpamaan "Gadis yang Bijaksana dan Bodoh" serta perumpamaan tentang "Talenta" di Matius 25 jelas terlihat adanya tuntutan untuk hidup bertanggung jawab dan berhati-hati. Berapa banyak pelayanan yang hancur karena pelaku pelayanan hidup tidak bertanggung jawab dan sembarangan?
  4. Pelayanan yang efektif dapat mengoreksi dirinya sendiri. Ini berarti tidak ada seorang pun yang berani meninggikan diri serta menutup diri terhadap kritik terhadap kelemahan pribadi. Pelaku pelayanan harus tidak segan mengakui kesalahan yang terjadi dan bersedia untuk ditegur. Sayangnya ada banyak pelayanan yang diisi oleh orang yang cepat puas diri dan tangkas menepuk dada. Akhirnya orang ini tidak lagi terbuka terhadap saran dari sesama dan bila ini terjadi, pastilah tidak lama lagi ia pun akan sulit mendengar suara Tuhan.
    Itu sebabnya pelaku pelayanan mesti membudayakan kebiasaan bersedia dikoreksi. Jika pelaku pelayanan menerapkan budaya "tidak pernah salah," maka sesungguhnya ia tengah meluncur ke jurang kehancuran. Raja Saul tidak dikelilingi oleh orang yang berani menegurnya sebab ia memang tidak bersedia ditegur. Pada akhirnya ia hanya dikelilingi oleh orang yang mengatakan apa yang ingin didengarnya. Kita tahu akhir kehidupannya: kebinasaan. Sebaliknya dengan Raja Daud. Ia dikelilingi orang yang berani menegurnya sebab itulah budaya yang diterapkannya. Ia bersedia ditegur manusia dan orang yang bersedia ditegur manusia lebih mudah ditegur Tuhan. Akhirnya Daud selamat!

Transkrip:
Lengkap

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pelayanan yang Efektif". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Biasanya orang jarang berpikir tentang pelayanan yang efektif, biasanya yang dipikirkan pelayanan adalah pelayanan dan hasilnya terserah Tuhan dan sering kali kita banyak memikirkan tentang pekerjaan kita, "Bagaimana supaya kerja kita efektif." Tetapi kita mau mengangkat sebuah topik pembicaraan tentang pelayanan yang efektif dan ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Ini muncul dari sebuah keprihatinan, bukankah kita bisa melihat di masa lalu ada yang namanya ministry apa atau pelayanan apa, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Apa yang terjadi? Dulu bsa jaya-jayanya kemudian ambruk atau nama-nama hamba Tuhan dengan pelayanannya yang kita tahu, kemudian tidak kedengaran lagi.

Kenapa bisa ambruk dengan cepat? Tapi kita tahu juga ada yang bertahan puluhan tahun, ada yang sudah lebih dari seratus tahun terus bertahan dengan baik. Kita mau belajar dari kesalahan-kesalahan kenapa bisa sampai seperti itu yaitu ambruk, sedangkan ada yang bisa terus bertahan. Apa yang terus membuat efektif dan apa yang membuatnya tidak efektif?
GS : Jadi sebenarnya kalau kita melihat lembaga-lembaga, ternyata tidak ada bedanya dengan organisasi-organisasi sosial yang lain. Memang harus dipikirkan tentang efektifitas dari lembaga itu atau orang itu, kalau tidak maka dia akan tertelan oleh zaman ini dan akhirnya hilang. Tapi sekarang yang kita mau bicarakan adalah ciri-ciri dari pelayanan yang efektif itu apa?

PG : Yang pertama kita harus kembali kepada kenapa didirikan? Kenapa pelayanan itu diperlukan? Kadang-kadang mulai dari awalnya, kita sudah tidak jelas sehingga jangankan mengharapkan agar natinya bisa berjalan dengan baik sebab dari awalnya fondasi itu sudah sangat goyah.

Saya mau mengambil prinsip ini dari bukunya Pdt. Rick Warren yaitu "The Purpose Driven Church", dalam buku itu Pdt. Rick Warren mengilustrasikan sebuah pelayanan seperti orang yang mau pergi berselancar di laut. Dia mesti melihat ombak, kalau tidak maka dia tidak bisa berselancar. Dan dia juga mesti bisa berselancar, kalau tidak maka akan percuma dan dia akan digulung oleh ombak. Pdt. Rick Warren mengumpamakan ombak itu seperti kebutuhan, sedangkan kemampuan orang berselancar dengan SDM yaitu tenaga manusianya yang terampil. Pdt. Rick Warren berkata kita ini jangan sampai memulai sebuah pelayanan tanpa mempunyai visi yang jelas yaitu, "Memenuhi kebutuhan apa?" Sehingga perlu mendirikan sebuah jenis pelayanan atau lembaga tertentu. Kalau tidak jelas dan tidak ada kebutuhannya maka pelayanan ini akan terus terombang-ambing karena tidak jelas kebutuhannya, dan tinggal tunggu tanggal mainnya akhirnya juga akan runtuh maka mesti ada kebutuhan yang jelas dan hal ini yang pertama. "Kalau tidak ada hal ini lebih baik jangan mendirikan," kata Pdt. Rick Warren. Prinsip yang kedua adalah ciri-ciri pelayanan yang efektif itu mempunyai orang-orangnya yang terampil, SDM-SDMnya itu memang sanggup. Jangan sampai memulai suatu pelayanan tapi orangnya tidak ada yang bisa melakukannya. Meskipun kita berkata, "Ada kebutuhan" tapi kalau tidak ada orangnya maka janganlah kita melakukannya. Atau hal yang sama, kalau ada orangnya, namun tidak ada kebutuhan maka janganlah mendirikan apa-apa hanya karena agar orang-orang ini sekarang memiliki pekerjaan. Jadi memang harus jelas sekali tentang dua hal ini dan ini yang menjadi fondasi awalnya. Kalau awalnya saja sudah rusak tidak ada kejelasannya, maka tinggal tunggu waktu pelayanan itu akhirnya akan runtuh.
GS : Untuk visi dari awalnya sudah jelas, jadi bagi para pendiri atau pemrakarsa lembaga saat mereka mendirikan, visinya itu jelas Pak Paul, namun karena berjalannya waktu entah itu karena mereka sudah menjadi tua atau karena kesibukan atau pindah kota, maka untuk meneruskan ke generasi yang berikutnya, visi ini menjadi tidak jelas lagi atau malah berubah.

PG : Di sini memang akhirnya diperlukan kebesaran hati sekaligus juga kepekaan terhadap pimpinan Tuhan sebab sekali lagi, yang Pak Gunawan ambil adalah point yang sangat bagus yaitu bukankah adkalanya kebutuhan itu ada untuk suatu kurun dan setelah itu tidak ada lagi.

Waktu tidak ada lagi berarti itulah waktunya organisasi tersebut atau lembaga tersebut berpikir ulang, apakah masih diperlukan? Apakah perlu terus? Atau banting haluan mengerjakan kebutuhan yang lain, atau kalau memang ini khusus dibutuhkan untuk kebutuhan itu saja dan sekarang tidak ada lagi kebutuhannya maka dengan besar hati seharusnyalah semua yang terlibat berkata, "Kita stop di sini" dan itu tidak apa-apa. Ada orang-orang yang Tuhan pakai di dalam firman Tuhan dicatat dan namanya hanya sekali saja disebut misalkan Yunus, kita hanya mengenal Yunus dipakai Tuhan sekali saja untuk pergi ke Niniwe memberitakan peringatan Tuhan kepada orang-orang Assyria, sebelum dan sesudahnya tidak ada sebutan tentang Yunus, apa yang dilakukannya dan kemudian apa lagi yang akan dikerjakannya, itu tidak ada. Jadi sekali lagi ini bukan sesuatu yang salah kenapa hanya sampai di sini saja kita berhenti, itu bukan berarti salah, selama kita bisa memenuhi kebutuhan tertentu dalam kurun itu dan setelah itu memang tidak ada lagi, itu tidak apa-apa dan kita berkata, "Mari kita stop" berarti memang Tuhan katakan, "Cukup" atau kalau kita melihat ada kebutuhan lain dan ada tenaga untuk melakukannya dengan terampil, mungkin kita bisa banting haluan. Tapi di sini kita bisa melihat sukarnya melakukan hal seperti itu. Karena kalau sudah mempunyai posisi atau kedudukan apalagi ditambah dengan sudah menerima penghasilan, walaupun tidak ada lagi kebutuhan, dia tidak rela untuk mengatakan, "Ini bukan waktunya untuk berhenti." Dan terus menekankan, "Apa yang Tuhan sudah mulai, tidak boleh kita hentikan" itu salah! Di Alkitab dengan jelas Tuhan meminta Musa untuk stop pelayanannya dan diganti oleh Yosua, jadi semua ada masa-masanya. Para Hakim-Hakim melayani Tuhan untuk satu kurun kemudian berhenti dan masuklah Raja-Raja. Jadi ada masa-masanya dan tidak apa-apa untuk menghentikan suatu pelayanan kalau memang sudah jelas tidak ada kebutuhannya dan memang kita peka dengan suara Tuhan yang jelas menunjukkan, "Stop di sini". Namun kalau masih ada kebutuhan, meskipun kita dengan susah payah dan ada tenaga yang melakukannya, meskipun tantangannya besar, tetap kita harus kerjakan. Jangan kita berkata, "Tantangannya besar" kita buru-buru gulung tikar, itu tidak boleh! Meskipun tantangannya besar tapi kalau ada orangnya dan ada kebutuhannya maka kita harus tetap bersandar kepada Tuhan dan jalan terus.
GS : Jadi berakhirnya suatu organisasi, belum tentu mereka tidak efektif, Pak Paul? Tetapi memang tidak ada lagi suatu kebutuhan atau tidak ada lagi orangnya?

PG : Betul sekali. Jadi keefektifan itu justru terlihat sewaktu para pemimpinnya berkata, "Memang sudah tidak ada lagi kebutuhannya dan mari kita stop, atau memang sudah tidak ada lagi orangnya karena memang saya setuju sekali dengan prinsipnya Pdt.

Rick Warrren yaitu mesti ada SDMnya. Kalau memang jelas tidak ada lagi, meskipun kebutuhannya tetap ada maka itu adalah suatu pertanda bagi kita untuk berkata, "Kita bukan orangnya" berarti apa? Ya sudah kita harus stop di situ, berarti nanti mungkin saja ada yang lain. Saya berikan contoh, ini terjadi di Amerika Serikat waktu saya pertama tinggal di sana tahun 1970an, pelayanan keluarga dilakukan oleh sebuah lembaga yang dikenal dengan nama "Narramore Christian Foundation". Tuhan pakai Narramore dan berkatnya Tuhan sebarkan di mana-mana pada banyak orang namun kemudian Narramore itu makin lama makin redup. Tahun 1980an yang baru mulai masuk yaitu "Focus on the Family" dan Tuhan pakai "Focus on the Family" menjadi berkat bagi banyak keluarga di Amerika Serikat dan sampai sekarang pelayanan itu terus berkembang, tapi saya selalu ingat dulu tahun 1970an tidak ada "Focus on the Family", yang ada adalah "Narramore Christian Foundation", tapi akhirnya stop di situ dan digantikan dengan yang lain. Jadi kita bisa melihat bahwa memang ada masanya, kebutuhan untuk keluarga tetap ada dulu dan sekarang dan tetap besar tapi mungkin sekali SDMnya, karena pada saat itu saya tahu yang memulai Narramore makin hari makin tua yaitu Clark Narramore, akhirnya dia sudah tua dan mungkin tidak ada SDM lain yang menggantikannya. Maka yang menggantikannya adalah pelayanan yang lain dan itu pun tidak apa-apa.
GS : Yang penting kita melihat pekerjaan Tuhan ini jalan terus, Pak Paul?

PG : Betul sekali dan kita mesti lega, besar hati untuk melihat Tuhan memilih yang lain. Jangan kita terus merasa diri berhak, mempunyai posisi dan tugas ini seolah-olah orang lain tidak berhak Kita jangan seperti itu sebab Tuhan adalah penentu dan kita adalah pelayan, kita bukan majikan dan Tuhanlah majikan kita.

GS : Malahan yang seringkali dijadikan pedoman adalah keuangan, Pak Paul. Katakan visinya ada orangnya ada, tapi kalau tidak ada uangnya maka lembaga itu tutup, seperti itu, Pak Paul?

PG : Maka kita harus terus berjalan dengan iman dan selama Tuhan mencukupkan maka kita jalani, tapi kalau memang pada saatnya kita katakan, "Kenapa tidak ada lagi dukungan, tidak ada lagi orangorang atau anak-anak Tuhan yang percaya pada pelayanan kita dan mendukungnya?" maka kita harus peka juga dan melihat mungkin ini adalah tanda untuk kita berhenti, bahwa mungkin ini adalah pertanda Tuhan ingin memakai orang lain untuk meneruskan yang kita lakukan ini, sebab itu salah satu cara Tuhan menghentikan langkah kita pula.

GS : Memang juga diperlukan untuk melanjutkan visi itu kepada generasi berikutnya dengan jelas, Pak Paul. Visi ini merupakan pengikat dari generasi yang berikutnya untuk melakukan apa yang pendahulu-pendahulunya lakukan seperti itu, Pak Paul.

PG : Namun kita mesti jelas bahwa visi ini didasarkan atas kebutuhan, jangan sampai tidak ada kebutuhan, jangan sampai mempertahankan sebuah visi karena namanya saja.

GS : Ada ciri yang lain tentang pelayanan yang efektif ini?

PG : Yang kedua adalah pelayanan yang efektif mesti dilakukan oleh orang yang hidup kudus di hadapan Tuhan, yang hidupnya benar, yang berintegritas. Tidak ada yang dapat menggantikan kehidupan ang saleh dan berkenan kepada Allah.

Sebuah pelayanan hanyalah akan berbuah selebat buah kehidupan pelakunya dan ini sebuah prinsip yang penting yang kita mesti sadari. Sebuah pelayanan hanyalah akan berbuah selebat buah kehidupan pelakunya. Jadi kalau pelakunya sudah tidak lagi berbuah, hidupnya sudah tidak lagi kudus, tidak lagi berkenan kepada Tuhan maka pelayanannya pun nanti akan kering, buahnya pun tidak akan manis malahan akan asam dan pahit. Begitu banyak pelayanan yang akhirnya runtuh akibat kehancuran hidup pelakunya, oleh karena belas kasihan Tuhan acapkali Tuhan memberikan kesempatan kepada pelaku-pelaku pelayanan untuk terus melayani-Nya kendati hidupnya berdosa. Namun jangan disalahartikan seakan-akan Tuhan buta akan dosanya, itu salah! Sesungguhnya Tuhan memberinya kesempatan untuk bertobat, jika ia mengeraskan hati suatu hari kelak ia akan ditinggalkan Tuhan dan pelayanan itu pun akan berhenti.
GS : Pak Paul, kalau pelakunya yang tidak hidup kudus, tapi Tuhan masih menghendaki lembaga itu jalan terus, biasanya Tuhan juga akan mengganti pelakunya.

PG : Masalahnya adalah meskipun Tuhan ingin menggantinya, seringkali pelakunya tidak menyadarinya. Misalkan contoh yang jelas adalah Raja Saul, Tuhan sudah katakan bahwa Tuhan akan mengurapi haba-Nya yang lain yaitu Raja Daud, tapi dia tidak terima dan dia terus bertahan dan Tuhan tetap membiarkan sebab bukannya Tuhan itu buta akan dosanya Saul, tapi Tuhan sedang memberinya kesempatan untuk bertobat dan Tuhan memberikan kesempatan bukannya pada waktu yang pendek, tapi untuk waktu yang panjang.

Kenyataan Saul bisa memerintah 40 tahun lebih dan lebih lama dari pada Daud meskipun dia adalah raja yang lalim tidak benar. Tuhan baik, Tuhan memberinya waktu yang panjang untuk dia bertobat. Kita pun harus tahu diri sebagai pelayan-pelayan Tuhan yang terlibat dalam pelayanan-Nya, kalau kita lihat ada orang lain yang lebih cocok untuk melakukannya, apalagi kalau kita sadari hidup kita tidak benar, tidak lagi lurus, banyak sekali dosa, mungkin itu waktunya kita berkata, "Ya sudah lebih baik, saya ini berhenti" sebab kehidupan pelaku pelayanan yang tidak kudus pada akhirnya akan mencemarkan semua sendi pelayanan itu sendiri. Dan ini sesuai dengan sifat dosa, Pak Gunawan, yaitu terus menyebar, terus berkembang-biak dan akhirnya makin banyak orang yang terkena dampaknya serta mewarisi dosa yang dilakukan dan itu pernah saya lihat, Pak Gunawan. Jadi si pelaku pelayanan ini waktu hidup di dalam dosa bukan saja menyebarkan dosa itu dalam hidupnya, tapi dia akan mewariskannya kepada orang-orang lain, akan ada pengikut-pengikutnya yang berdosa. Jadi akan ada pertambahan orang yang berdosa dan itu sebabnya pelayanan yang efektif adalah pelayanan yang berani memangkas ranting yang tidak berbuah, sebagaimana dikatakan Tuhan Yesus di Yohanes 15:2, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah."
GS : Kalau memang seseorang apalagi dia terlibat didalam pelayanan itu hidupnya sudah tidak lagi kudus, itu berarti dia sudah tidak lagi fokus pada pelayanan yang Tuhan berikan kepadanya sehingga cepat atau lambat, pelayanannya akan hancur.

PG : Betul karena waktu orang terlibat dalam dosa, fokus perhatiannya itu akan tersedot oleh dosa, meskipun kita juga bisa berkata, "Kenapa dia bisa sampai jatuh ke dalam dosa" itu karena fokusperhatiannya sudah terbelah, jadi tidak lagi sepenuh hati.

Pada acara sebelumnya kita sudah membicarakan tentang sikap hati dalam melayani Tuhan, yaitu sepenuh hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kalau seorang pelaku pelayanan tidak lagi sepenuh hati sudah mulai terbelah-belah. Dia itu sedang membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk dimasuki oleh dosa. Tinggal tunggu tanggal mainnya dia nantinya akan dimasuki oleh godaan dan jatuh dan akhirnya benar-benar terkubur ke dalam dosa. Kalau dia tidak sadar dan tidak mau membereskan dirinya bertobat kepada Tuhan maka dosanya akan terus menyebar dalam hidup dia, lama-lama makin mencemarkan sendi-sendi pelayanan dan makin banyak orang-orang yang terpengaruh dan akan banyak orang-orang yang mewarisi dosanya, melakukan dosa-dosa yang lainnya. Itulah sifat dosa, persis seperti kanker yang terus akan menyebar.
GS : Pak Paul, apakah ada ciri yang lain dari pelayanan yang efektif?

PG : Pelayanan yang efektif dilakukan oleh orang yang hidupnya efektif, orang yang hidupnya kudus jadi yang kedua adalah orang yang hidupnya efektif. Ada orang yang hidupnya tidak efektif, Pak unawan, ia membuang waktu sembarangan, ia memakai uang seenaknya, memperlakukan orang semaunya serta merencanakan sekenanya.

Orang yang hidupnya tidak efektif tidak akan melakukan pelayanan yang efektif, dan prinsip dituntun Tuhan dan beriman kepada-Nya tidak identik dengan hidup seenaknya, itu tidak sama. Ada orang yang berkata "Yang penting beriman, Tuhan menuntun saya", tapi hidup seenaknya, tidak ada perencanaan, pakai uang sembarangan dan itu tidak benar. Justru sebaliknya dituntun Tuhan dan beriman kepada-Nya menuntut adanya pertanggungjawaban dan kehati-hatian. Di dalam perumpamaan gadis yang bijaksana dan gadis yang bodoh serta perumpamaan tentang talenta di Matius 25, jelas adanya tuntutan hidup bertanggungjawab dan berhati-hati. Dalam perumpamaan gadis yang bijaksana dan bodoh, gadis yang bijaksana menyediakan minyak ekstra dan gadis yang bodoh tidak. Dalam perumpamaan talenta, yang menerima 5 talenta, 2 talenta adalah orang-orang yang terus melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan yang 1 talenta malahan dia kubur dan hidupnya tidak bertanggungjawab. Berapa banyak pelayanan yang hancur karena pelaku pelayanan tidak hidup bertanggungjawab dan sembarangan, Pak Gunawan. Akhirnya muncul berbagai masalah mulai dari organisasi yang kacau sampai skandal seks dan uang, orang yang hidup efektif akan menggunakan waktu dengan bijak, memakai uang dengan bertanggung jawab, melakukan sesama dengan hormat dan merencanakannya dengan hati-hati.
GS : Hal itu sebenarnya kelihatan kalau organisasi itu masih kecil, mereka masih bisa melakukan kehidupan yang efektif, yang tertib bertanggungjawab, Pak Paul. Tapi dengan besarnya organisasi, seringkali terjadi penyelewengan-penyelewengan baik dalam bidang keuangan maupun dalam bidang wewenang dan sebagainya, sehingga mengakibatkan masalah di dalam organisasi itu sendiri.

PG : Ada satu hal yang kadang-kadang orang tidak sadari, Pak Gunawan. Makin bertambah besar organisasi atau pelayanan itu maka harus lebih banyak ketertiban, harus makin banyak kehati-hatian. Mka tidak heran dalam organisasi yang besar peraturan itu makin harus dibuat, waktu kecil memang tidak terlalu diperlukan tapi makin besar justru makin diperlukan.

Di sini dituntut kesediaan semua orang termasuk pemimpinnya untuk taat pada peraturan yang dibuatnya, yang sering terjadi adalah peraturan itu dibuat untuk ditaati oleh bawahannya, dia sendiri tidak merasa harus tunduk pada peraturan itu. Jadi makin besar pelayanannya maka dia sendiri hidupnya makin tidak karuan tidak lagi efektif, dia menuntut orang-orang yang lainnya untuk efektif, hidup sesuai dengan peraturannya. Kita sudah lihat tadi bahwa kalau si pelaku pelayanan itu hidupnya sendiri tidak efektif yaitu sembarangan, seenaknya, semaunya, maka tinggal tunggu tanggal mainnya maka pelayanan itu sendiri akan menjadi kacau, tidak efektif dan berakhir dengan kehancuran.
GS : Justru karena kehancuran suatu organisasi yang disebabkan oleh ketidak efektifan, karena orangnya juga tidak efektif, seringkali menjadi batu sandungan atau bahkan menjadi suatu kesaksian yang kurang baik terhadap organisasi-organisasi yang non-kristen, yang bukan bersifat pelayanan.

PG : Namun kita juga harus akui bahwa ada begitu banyak organisasi yang efektif, begitu tertib, begitu tinggi disiplinnya dan mereka bisa menjalankan roda organisasi itu dengan begitu baik. Kit itu harus belajar dari yang lain bahwa tidak mesti gara-gara kita, "Baiklah ada berkat Tuhan, ada pertolongan Tuhan yang penting beriman" kemudian kita tiba-tiba menjadi orang yang tidak perlu bertanggung jawab dan tidak tertib dan tidak berdisiplin, tidak! Tuhan tetap menuntut ketertiban dan tanggung jawab itu.

Saya mau garis bawahi sekali lagi bahwa ini adalah suatu pertanggungjawaban, sebab inilah ciri terbesar kehidupan pelayan Tuhan yang tidak efektif, pertanggungjawabannya itu hilang dalam hidupnya, ia semaunya, sekenanya, seenaknya, kalau itu tidak hilang maka semuanya nanti akan tercemar.
GS : Tetapi orang-orang di sekelilingnya, kalau ingin meminta pertanggungjawaban dari hamba Tuhan dan sebagainya, seringkali mengatakan "Mana mungkin dia tidak bisa dipercaya, mana mungkin dia akan melakukan itu?"

PG : Dan kita harus berkata bahwa, "Semua manusia itu berdosa, tidak ada pengecualian" makanya Tuhan menuntut pertanggungjawaban dari semuanya, bahkan di firman Tuhan dalam kitab Yakobus dikataan, "Hendaklah setiap orang jangan menjadi pengajar sebab akan lebih banyak tuntutan yang di- bebankan kepadanya."

Jadi makin kita terima banyak, maka makin besar tanggungjawab kita dan makin besar pertanggungjawaban kita, justru kita bukan makin dibebaskan, diperkecualikan tapi kita justru harus lebih berhati-hati.
GS : Mungkin masih ada lagi ciri pelayanan efektif yang lain, Pak Paul?

PG : Yang terakhir adalah pelayanan yang efektif dapat mengoreksi dirinya sendiri. Ini berarti tidak ada seorang pun dalam pelayanan tersebut yang berani meninggikan diri serta menutup diri teradap kritik, terhadap kelemahan pribadi.

Pelaku pelayanan harus tidak segan mengakui kesalahan yang terjadi dan bersedia untuk ditegur. Sayangnya ada banyak pelayanan yang diisi oleh orang yang cepat puas diri, Pak Gunawan, tangkas menepuk dada. Akhirnya orang ini tidak lagi terbuka terhadap saran dari sesama dan bila ini terjadi pastilah tidak lama lagi ia pun akan sulit mendengar suara Tuhan. Jika pelaku pelayanan tidak bisa mengoreksi diri, maka ia pun tidak lagi dipimpin oleh Roh Kudus, itu sebabnya pelaku pelayanan mesti membudayakan kebiasaan bersedia dikoreksi, jika pelaku pelayanan menerapkan budaya tidak pernah salah maka sesungguhnya dia tengah meluncur ke jurang kehancuran. Contohnya Raja Saul, Raja Saul tidak dikelilingi oleh orang yang tidak berani menegurnya sebab ia memang tidak bersedia ditegur pada akhirnya ia hanya dikelilingi oleh orang yang mengatakan apa yang ingin didengarnya, kita tahu akhir kehidupannya yaitu kebinasaan. Sebaliknya dengan Raja Daud, ia dikelilingi oleh orang yang berani menegurnya sebab itulah budaya yang diterapkannya, ia bersedia ditegur manusia dan orang yang bersedia ditegur manusia lebih mudah ditegur Tuhan. Akhirnya Raja Daud selamat.
GS : Itu adalah salah satu bagian yang kurang menyenangkan, orang lebih senang di puja-puja dari pada ditegur. Tetapi kita tahu bahwa sesuatu yang pahit ini justru memberikan kesembuhan atau kebaikan bagi orang itu.

PG : Betul. Saya tekankan sekali orang yang tidak bersedia ditegur oleh manusia, maka kecil kemungkinannya untuk dia bisa ditegur oleh Tuhan. Tuhan seringkali menegur lewat anak-anakNya.

GS : Tapi ada kemurahan Tuhan bahwa membiarkan orang-orang seperti ini untuk suatu masa memimpin organisasi ini, Pak Paul?

PG : Inilah kebaikan anugerah Tuhan karena memang sulit untuk dimengerti.

GS : Tapi yang menjadi korban nantinya adalah orang-orang di sekelilingnya, Pak Paul?

PG : Betul sekali. Ini adalah rahasia yang kita tidak mengerti, tapi ini adalah bagian ketidaksempurnaan hidup, Pak Gunawan.

GS : Pak Paul, untuk merangkumkan perbincangan kita ini apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Saya bacakan Yohanes 10:11-12, "Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik doma-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu."

Kita mesti mengikuti contoh Tuhan Yesus, kita harus menempatkan diri sebagai gembala yang baik, sebagai orang yang benar-benar rela menyerahkan hidup kita untuk orang-orang kita layani. Kita bukan orang upahan, jangan sampai para pelaku pelayanan itu akhirnya menjadi orang upahan belaka yang hanya mengerjakan tugas saja dan kalau ada bahaya atau ada sesuatu kabur, jangan seperti itu. Namun kita harus setia melakukannya dengan sepenuh hati seperti Tuhan telah memberikan contoh kepada kita.

GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pelayanan yang Efektif". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



11. Panggilan Tuhan


Info:

Nara Sumber: Pdt.Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T277A (File MP3 T277A)


Abstrak:

Sebagai anak Tuhan kita ingin melayani-Nya, namun masalahnya adalah tidak selalu kita dapat dengan jelas memahami kehendak dan panggilan Tuhan. Ada dua sumber kebingungan dalam menanggapi panggilan Tuhan yaitu (1) tidak tahu apakah yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita, dan (2) karena sebetulnya kita tahu apa yang kita ingin lakukan untuk Tuhan namun kita tidak tahu apakah Tuhan menginginkannya pula. Pembahasan ini akan dijelaskan masukan-masukan untuk memastikan panggilan Tuhan atas hidup kita.


Ringkasan:

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Panggilan Tuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, kalau kita melihat sejarah tokoh-tokoh di Alkitab, di dalam setiap zaman Tuhan selalu memanggil umatnya untuk suatu tugas khusus. Pada saat sekarang seringkali menjadi sesuatu yang membingungkan bagi banyak orang, "Ini betul-betul panggilan Tuhan atau ambisi saya pribadi?" Mengenai hal ini bagaimana Pak Paul? Untuk mendapatkan suatu kejelasan tentang panggilan Tuhan ini.

PG : Memang kita bisa mengerti, kenapa adakalanya kita itu tidak pasti apakah ini panggilan Tuhan atau pikiran pribadi kita. Kita yang takut akan Tuhan pasti mau memastikan bahwa kita melakukankehendak Tuhan.

Biasanya ada dua sumber kerancuan, Pak Gunawan. Yang pertama adalah, ada kalanya kita bingung karena kita sungguh-sungguh tidak tahu apakah yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita, secara rasional kita tahu bahwa Tuhan memunyai rencana yang indah dalam hidup kita, tetapi masalahnya adalah kita tidak tahu apa itu yang diinginkan-Nya. Jadi yang pertama adalah kita sungguh-sungguh buta atau tidak tahu, tetapi yang kedua adalah kadang kita pun bingung karena sebetulnya kita tahu apa yang kita ingin lakukan untuk Tuhan namun kita tidak tahu apakah Tuhan menyetujuinya atau tidak, apakah ini memang yang dikehendaki-Nya dari kita untuk kita lakukan. Sudah tentu kita tidak membicarakan sebuah hal yang bersifat dosa, kita ingin melakukan sesuatu untuk Tuhan, kita tahu ini baik tetapi kita tidak pasti apakah ini kehendak Tuhan atau bukan. Jadi kadang-kadang muncullah kebingungan dari dua sumber ini, dan akhirnya karena kita bingung kita salah melangkah, atau bisa-bisa nanti kita tidak melangkah ke mana-mana.
GS : Kalau untuk hal-hal yang umum, kita bisa memang dengan jelas mengetahui kehendak Tuhan lewat Kitab Suci atau Alkitab. Yang menjadi masalah adalah kalau hal-hal itu khusus dan buat kita ini sesuatu yang agak janggal, misalnya panggilan untuk menjadi hamba Tuhan penuh waktu, karena orang akan bertanya-tanya, "Apakah ini benar panggilan dari Tuhan atau memang hanya niat saya sendiri?" Kalau nanti keliru bagaimana, Pak Paul?

PG : Betul, memang secara umum kita tahu bahwa Tuhan memanggil kita menjadi anak-Nya tetapi ada hal-hal yang lebih pribadi yang lebih khusus yang Tuhan ingin embankan kepada kita. Seringkali itlah yang menjadi pergumulan kita dan kita mencari-carinya supaya kita pada akhirnya dapat menjalani kehidupan yang sungguh-sungguh memuliakan Tuhan.

GS : Kalau begitu tentu ada beberapa hal yang bisa menjadi pedoman bagi kita sehingga kita tidak salah melangkah. Kira-kira apa, Pak Paul?

PG : Saya akan uraikan beberapa prinsip yang diperkenalkan oleh seorang dosen teologi dari Fuller Seminary yaitu Robert Clinton, dia mengatakan bahwa yang pertama, Tuhan pada umumnya memanggil ita ke pelayanan yang sesuai dengan kepribadian kita.

Kita tahu bahwa kepribadian merupakan kumpulan karakteristik yang terbangun dari faktor genetik dan juga pembentukan lewat pengalaman hidup. Seringkali Tuhan menempatkan kita ke dalam situasi pelayanan yang memang menuntut kepribadian yang seperti kita miliki. Jadi jarang sekali Tuhan menghendaki kita melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan kepribadian kita, jadi lebih sering Tuhan menuntun kita melakukan sesuatu ke suatu tempat yang merupakan perpanjangan dari kepribadian kita.
GS : Contoh konkretnya seperti apa, Pak Paul?

PG : Misalnya adalah orang yang senang untuk pergi, keluar/"out door", tidak suka diam-diam, atau dalam kantor, kalau itulah kepribadiannya maka besar kemungkinan kalau nanti Tuhan memunyai tugs untuk dia maka Tuhan memang akan meminta dia untuk melakukan hal-hal yang lebih bersifat lapangan misalnya nanti Tuhan menempatkan dia di pelayanan menolong orang-orang yang menjadi korban bencana sehingga waktu ada masalah atau bencana, dialah orang pertama yang dikirim oleh Gereja untuk datang untuk membangun suatu jaringan, untuk menyediakan transportasi supaya bantuan bisa masuk dan sebagainya.

Jadi waktu kita ingin tahu apakah yang Tuhan inginkan dari kita atau pelayanan apakah yang kita ingin lakukan untuk Tuhan maka tengoklah ke dalam diri dan lihatlah kepribadian kita, "Kita itu orang seperti apa." Seringkali Tuhan akan memakai kita sebagaimana adanya untuk melakukan pekerjaan-Nya.
GS : Tetapi kalau kita lihat misalnya Musa, ketika Tuhan memanggil dia, awalnya dia merasa dia tidak cocok dengan panggilan Tuhan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Dia berkata, "Saya ini tidak pandai berbicara, saya ini tidak bisa memimpin orang," hal ini menunjukkan bahwa panggilannya berlawanan dengan karakteristiknya, Pak Paul?

PG : Ini suatu point yang bagus, memang dalam diri Musa ada hal-hal yang dianggapnya tidak cocok untuk dia memimpin umat Israel, tetapi yang lebih diperlukan sudah ada dalam diri Musa. Maksudny apa? Musa memang sudah dipersiapkan selama empat puluh tahun menjadi seorang pemimpin karena dia menjadi cucu Firaun, jadi sejak dia kecil dia sudah diperkenalkan dengan berbagai jenis ilmu termasuk ilmu perang, dan sudah diperkenalkan juga dengan seni-seni kepemimpinan dan oleh karena dia adalah cucu Firaun dapat diduga dia mendapat kepercayaan yang lebih besar lagi dari pasukannya atau tentaranya untuk menjadi seorang pemimpin.

Kedua, Tuhan menempatkan dia di Midian, di gurun pasir Midian selama empat puluh tahun, dengan kata lain dia mengetahui seluk-beluk gurun dan sebagian tempat yang dilewati bukanlah tempat-tempat yang asing lagi baginya, karena dia sudah berkelana di daerah-daerah gurun pasir itu juga. Jadi dengan kata lain, inilah yang Tuhan perlukan dari seorang Musa, kepemimpinannya, pengetahuannya akan seni perang, dan pengetahuannya akan kondisi gurun pasir. Memang ketidakfasihannya itu hambatan, itu memang bukan suatu kelebihan melainkan kelemahan Musa. Namun untuk menuntun bangsa Israel, kemampuan yang diperlukan bukanlah seni bicara tetapi tiga hal yang tadi itu, maka Tuhan memanggilnya kemudian Tuhan menghadirkan kakaknya Harun untuk menjadi juru bicara baginya. Di situ kita bisa melihat bahwa apa yang Tuhan telah persiapkan yaitu kepribadiannya yang tegas, yang bisa memimpin, yang berwibawa, yang tahu medan maka itulah yang nanti Tuhan gunakan. Jadi sekali lagi kita melihat Tuhan menempatkan kita, Tuhan memakai kita sesuai dengan kepribadian yang telah Dia bentuk di dalam hidup kita ini.
GS : Hanya seringkali orang tidak sadar bahwa Tuhan sedang mempersiapkan dia untuk suatu karya yang begitu besar, Pak Paul?

PG : Betul sekali, ini memang yang seringkali terjadi di dalam kehidupan anak-anak-Nya, kita memang tidak menyadari bahwa sesungguhnya inilah yang Tuhan sedang lakukan.

GS : Mungkin ada panduan yang lain, Pak Paul?

PG : Yang kedua adalah Tuhan menghormati keinginan kita. Pada umumnya kita beranggapan bahwa kita tidak boleh memikirkan keinginan hati sendiri dan kita merasa berdosa karena telah memikirkan kinginan hati sendiri.

Karena kita seringkali dididik untuk berkata, "Yang terutama adalah kehendak Tuhan namun pada faktanya adalah Tuhan senang mendengarkan keinginan anak-anak-Nya yang termotivasi melakukan sesuatu untuk Tuhan". Sebagai contoh di Kota Chicago di Amerika Serikat, ada seorang pendeta bernama Bill Hybel, selulusnya Bill Hybel dari perguruan tinggi di usia dua puluh tahunan, ia memulai sebuah Gereja yang dipanggil Willow Creek Community Church, di pinggiran kota Chicago. Bill Hybel terbeban merintis Gereja, sebab ia menyadari pentingnya peran gereja lokal atau gereja setempat dalam kehidupan rohani jemaat. Lebih dari tiga puluh tahun kemudian, di masa sekarang gereja ini telah berkembang dan bahkan menjadi pusat pelatihan kepemimpinan. Kerinduan hati Bill Hybel tidak berubah, dia tetap memfokuskan pelayanannya pada peran gereja lokal. Jadi kalau kita ingin tahu apa yang Tuhan inginkan dari kita, tidak ada salahnya juga untuk menengok ke dalam dan mendengarkan suara hati kita, apakah yang ingin kita kerjakan untuk Tuhan. Jadi bukan hanya bertanya, "Tuhan, apakah yang Engkau inginkan dariku", tanyalah juga, "Apakah yang ingin aku berikan atau ingin lakukan untuk Tuhan?" Sekali lagi Tuhan senang mendengarkan seruan atau kerinduan anak-Nya yang mau berbuat sesuatu untuk Dia.
GS : Memang banyak keinginan dari antara kita anak-anak Tuhan untuk melakukan sesuatu bagi Tuhan, tetapi keinginan ini seringkali terlalu umum, Pak Paul. Misalnya saja saya ingin melakukan hal-hal yang menyenangkan hati Tuhan atau yang memuliakan nama Tuhan, tetapi waktu Tuhan tanya, kita tidak bisa menjawabnya.

PG : Itu sebabnya kita harus hidup di dalam dunia ini, di dalam masyarakat bersentuhan dengan orang-orang yang nyata dengan kebutuhan-kebutuhan yang nyata, sehingga kita bisa melihat dengan jels sebetulnya kebutuhan apa yang ada di tengah-tengah kita.

Sebab sesungguhnya kalau kita benar-benar keluar dan membuka mata melihat berkecimpung di dalam kehidupan ini, bermasyarakat dengan lingkungan dan sebagainya kemudian tiba-tiba kita disadarkan bahwa ternyata begitu banyak kebutuhan, dan kita akhirnya sadar kebutuhan di dalam gereja sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan yang di luar gereja tetapi seringkali terjadilah sebuah kesalahan, sehingga orang lebih sering ditarik untuk berbuat pelayanan dalam gereja, padahal yang di dalam gereja itu tidak banyak dan yang jauh lebih banyak dan saya percaya juga yang lebih Tuhan inginkan adalah kita harus keluar, ke komunitas atau lingkungan dan melihat, mengamati apa yang menjadi pergumulan orang-orang di sekitar kita dan cobalah untuk berbuat sesuatu bagi mereka untuk menjawab kebutuhan mereka.
GS : Mungkin kurang jelasnya adalah kalau kita melakukan sesuatu di luar gereja seolah-olah bukan suatu pekerjaan yang kita lakukan untuk Tuhan, Pak Paul, tetapi kalau kita melakukan sesuatu di dalam gereja sudah pasti ini untuk Tuhan.

PG : Sekali lagi ini sebuah kesalahan atau kekeliruan, kita salah mengerti tentang apa yang memuliakan Tuhan, apa yang namanya pelayanan. Melayani Tuhan tidak terbatas pada melakukan hal-hal yag bersifat gerejawi, Tuhan mengutus kita bukan ke dalam gereja namun ke dalam dunia.

Memang kita dibesarkan kita dipupuki, dibekali dan kita beribadah, kita berbakti kepada Tuhan di dalam rumah-Nya tetapi setelah itu kita harus ke luar, kita harus menjadi garam dan terang. Kita tidak diminta oleh Tuhan menjadi garam dan terang di dalam saja tetapi terutama juga di luar. Maka kalau orang bersedia mengamati, bersinggungan hidup di dalam komunitas, tidak bisa tidak dia akan disadarkan betapa banyaknya kebutuhan. Sebagai contoh, kalau kita hidup di dalam lingkungan kemudian kita melihat seorang anak yang susah bersekolah kemudian kita masih bisa berbuat sesuatu untuk membantunya, kita bisa datang ke sana dan berkata, "Saya mau membantu, apa yang bisa saya lakukan disini" misalkan kita bisa berbahasa Inggris, kita bisa menawarkan, "Apakah di sini diperlukan tenaga yang bisa memberikan tambahan pelajaran Bahasa Inggris?" Kalau ada anak-anak yang perlu, atau ada sekolah mungkin yang tidak ada papan tulis, kita bisa sediakan papan tulis. Misalkan juga ada orang-orang yang sakit, tetapi tidak ada biayanya, kita bisa masuk ke rumah sakit umum, dan berkata "Apa yang bisa saya bantu, apakah perlu bantuan?" Maka kita berikan sebisa kita, jadi memang begitu banyak, dan inilah yang Tuhan inginkan. Jadi lihatlah, amatilah dan apa yang keluar dari hati kita yang rindu kita lakukan maka hal ini kita bawa kepada Tuhan. "Tuhan, saya ingin berbuat ini untuk Engkau" meskipun dalam kenyataannya kita melakukannya itu untuk orang, tetapi kita mempersembahkan itu untuk Tuhan dan Tuhan pasti senang mendengar hal itu, dan Tuhan pasti memberkati usaha kita.
GS : Seringkali hal itu juga membingungkan orang karena sebenarnya Tuhan itu menghendaki dia melakukan suatu pekerjaan di dalam gereja, tetapi orang ini juga berpandangan bahwa di luar gereja pun saya bisa melakukan hal-hal yang lain untuk kemuliaan Tuhan. Di situ akan terjadi penyimpangan lagi, Pak Paul, Tuhan menghendaki dia bekerja di suatu pelayanan di dalam gereja tetapi karena dia melihat kebutuhan-kebutuhan di luar dan secara material mungkin lebih menguntungkan dia, akhirnya dia terjun ke pelayanan itu. Dan ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Jadi ada kalanya kita harus peka, Pak Gunawan, peka di dalam doa. Jadi meskipun kita terlibat di luar, kemudian ada kebutuhan di dalam gereja, kita jangan langsung menampik dan berkata, "Sya orang luar, saya ingin di luar saja," selalu bawakan ke dalam doa, di dalam doa saat kita bersaat teduh, membaca Firman Tuhan, siapa tahu melalui doa dan melalui saat teduh, Tuhan berbicara kepada kita dan berkata untuk hal ini.

Saya inginkan engkau lakukan, kalau Tuhan konfirmasi lagi saat kita membaca Firman Tuhan, dan Tuhan konfirmasi lagi, saat kita mendengarkan khotbah Tuhan konfirmasi lagi, ada situasi lain terjadi dan Tuhan konfirmasi lagi, kalau sampai dua atau tiga kali Tuhan berkata yang sama, berarti Tuhan sedang berkata-kata hal itu kepada kita. Jadi ikutilah, lakukanlah, jadi yang Tuhan selalu inginkan adalah sebuah hati yang patuh dan bersedia dituntun oleh-Nya.
GS : Berarti masih ada pedoman lain yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Yang lain adalah jika kita merasakan suatu keresahan untuk terlibat dalam suatu pelayanan tertentu, besar kemungkinan itu adalah panggilan Tuhan untuk kita. Jadi mungkin kita tiba-tiba ata secara perlahan merasakan sebuah keresahan di dalam hati kita yaitu mau berbuat sesuatu dan rasanya Tuhan taruh ini di dalam hati kita secara terus-menerus.

Maka besar kemungkinan itu panggilan Tuhan dan sudah tentu kita mesti mengujinya lewat waktu, artinya jangan terburu-buru dan juga menguji lewat konfirmasi dari sesama, apakah pasangan kita siap, apakah anak-anak kita juga siap. Namun kita juga harus melihat konfirmasi dari sesama namun tidak harus kita bergantung sepenuhnya pada konfirmasi-konfirmasi itu. Kadang-kadang ada orang yang berlainan pandangan dengan kita, maka kita harus dengarkan tetapi belum tentu itu juga harus kita ikuti. Contohnya sebelum William Carey ke India untuk melayani Tuhan ia meminta restu gereja Inggris, sayangnya para pemimpin gereja tidak mendukung kerinduannya malahan mengajarkan William Carey bahwa kalau Tuhan berkehendak menyelamatkan orang di India, pastilah Tuhan dapat melakukannya lewat orang lain dan tidak harus melaluinya. William Carey tahu bahwa pandangan para pemimpin gereja itu keliru, itu sebabnya ia tetap memutuskan untuk pergi, kita tahu Tuhan memakai William Carey membawa Injil Kristus kepada orang-orang di India. Jadi pekalah dengan desakan Tuhan yang muncul dari dalam dan berikanlah waktu, ujilah untuk membedakannya apakah hanya dari emosi semata. Jika keresahan itu terus berkobar dengan berjalannya waktu, besar kemungkinan itulah tuntunan Tuhan untuk kita.
GS : Apakah bisa terjadi misalnya kita mendapat panggilan dari Tuhan, tetapi pasangan hidup kita tidak yakin bahwa itu adalah panggilan Tuhan untuk kita, apakah bisa?

PG : Bisa dan justru seringkali itu terjadi, Pak Gunawan. Kita jangan buru-buru bertindak ekstrem, ada orang yang bertindak ekstrem misalnya berkata, "Kalau istri saya atau suami saya tidak menetujui, saya tidak peduli dan saya akan tinggalkan yang penting dan yang lebih mulia untuk Tuhan," itu juga keliru sebab kita dipanggil Tuhan untuk bersama dengan pasangan kita dan untuk bersama dengan anak-anak kita karena mereka adalah tanggung jawab kita.

Jadi kita tidak boleh seenaknya berkata demikian. Tetapi ada juga ekstrem yang lainnya, "Karena pasangan tidak setuju, maka langsung menolak, tidak perlu terima karena ini bukan dari Tuhan." Seringkali yang Tuhan inginkan dari kita dalam situasi seperti itu adalah kita mengambil waktu, menundanya, bergumul bersama dengan pasangan kita meyakinkannya memberinya informasi, menunggunya dengan sabar, dengan cara itu pasangan kita semakin hari semakin disadarkan juga bahwa ada kebutuhan dan perlahan-lahan kalau memang ini dari Tuhan, maka Tuhan akan tumbuhkan kesadaran. Untuk ke sana, Tuhan akhirnya menyadarkan bahwa Tuhan pun memunyai rencana untuk diri-Nya bukan hanya untuk diri kita. Di saat itu barulah pasangan kita akan siap, waktu dia sudah siap baru kita berjalan bersama, jadi memang penting sekali kebersamaan, tetapi tadi saya sudah singgung jangan sampai kita terjebak ke dalam salah satu dari dua ekstrem itu.
GS : Masih adakah pedoman yang kita bisa jadikan sebagai pertanda bahwa ini adalah kehendak Tuhan, Pak Paul?

PG : Yang lain adalah bila kita mengetahui bahwa Tuhan memimpin kita untuk melakukan sesuatu bagiNya, kita mesti yakin bahwa Tuhan akan melengkapi kita untuk melakukan pekerjaan-Nya. Acap kali etelah kita memutuskan untuk melangkah, barulah Tuhan mengutus orang tertentu untuk terlibat mendukung pekerjaan ini atau misalnya Tuhan menyediakan kesempatan kepada kita untuk mempelajari hal-hal baru itu, singkat kata jarang sekali di titik awal Tuhan menyediakan semuanya, Tuhan ingin melihat iman, sebab pada akhirnya mustahil kita dapat mengerjakan pekerjaanNya tanpa iman.

Waktu Musa diutus Tuhan dia berkata, "Baiklah saya mau pergi, tetapi saya juga perlu orang," kemudian Tuhan mengutus kakaknya Harun, sebelumnya Musa tidak tahu kakaknya akan datang. Jadi itu yang sering terjadi, Pak Gunawan, waktu Tuhan panggil kita, seringkali kita gentar karena kita merasa sangat terbatas, tidak mampu, banyak sekali kekurangan-kekurangan dan kebutuhan-kebutuhan, tetapi kalau ini memang dari Tuhan, dengan berjalannya waktu kita memulai langkah itu maka akan datang pertolongan, datang orang tertentu atau kesempatan kita belajar. Akhirnya pekerjaan Tuhan itu terlaksana.
GS : Berarti pada awal panggilan Tuhan, Tuhan akan memberikan janji-janjiNya kepada kita, Pak Paul?

PG : Betul sekali, jadi dalam permulaan itu janji Tuhan mesti kita imani, kita yakin Dia akan memenuhi yang kita butuhkan. Jadi yang penting kita berjalan, melangkahlah dalam iman, ini prinsip ang perlu kita camkan, pekerjaan Tuhan sebetulnya hanya dapat dilakukan oleh Tuhan sendiri dan kita hanya alatNya, dan yang Tuhan tuntut dari kita adalah iman untuk bersandar kepadaNya.

Iman berarti apa? Tidak semua bisa kita lihat, tidak semua bisa kita pastikan dan rencanakan, dari awal kita bisa dan kita berjalan tahap demi tahap dan Tuhan yang nanti mencukupi tahap demi tahap pula.
GS : Tetapi ada kalanya Tuhan juga memanggil seseorang dalam suatu kondisi yang tidak bisa tidak harus memenuhi panggilan Tuhan itu. Ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Kadang-kadang itu yang terjadi, Pak Gunawan. Munculkan sebuah situasi yang gawat yaitu muncul sebuah kebutuhan yang mendesak. Ini membawa kita kepada prinsip yang terakhir yang dipaparkan leh Robert Clinton, ada kalanya Tuhan membelokkan langkah hidup dan pelayanan kita, membuat kita akhirnya masuk ke dalam situasi yang mendesak, seringkali kita berontak karena merasa tidak nyaman dengan perubahan situasi itu namun karena pembelokan ini atau karena munculnya situasi yang mendesak ini, kita terpaksa mengubah haluan hidup atau pelayanan.

Jangan panik! Tuhan kerap bekerja dengan cara seperti itu, Ia menghadirkan situasi di luar dugaan atau menghadirkan situasi yang memerlukan perhatian dengan segera agar kita pindah tempat dan melakukan kehendak-Nya. Ada satu contoh yang indah, Pak Gunawan, Robert Jaffray adalah hamba Tuhan yang melayani di China, sebab ke sanalah Tuhan memanggilnya namun di tengah perjalanan pelayanannya ia terpaksa meninggalkan China akibat situasi di sana yang tidak lagi memungkinkan ia melanjutkan pelayanan. Di usia di atas lima puluh ia datang ke Indonesia dan memulai pelayanannya yang baru, ia tidak berumur panjang sebab pada masa kependudukan Jepang ia ditangkap dan akhirnya meninggal dalam penahanan Jepang. Namun Tuhan memakai Jaffray hambanya yang setia, jejak pelayanannya terlihat sangat jelas di sini, dan bukan di China.
GS : Berarti ada suatu perubahan terhadap panggilannya Pak Paul, sekalipun dia sebagai hamba Tuhan yang berlokasi mula-mula di China, yang dikehendaki Tuhan kemudian pindah ke Indonesia dan itu pun sesuai dengan kehendak Tuhan, seperti itu Pak Paul?

PG : Betul sekali dan apa yang terjadi di sana yaitu yang mengharuskan dia keluar, itu adalah dalam rencana Tuhan, Tuhan memakai situasi yang buruk itu yang mengharuskan dia keluar agar dia dapt melakukan sebuah pelayanan yang lain di tempat yang berbeda.

Saya bisa bayangkan dia di usia yang sudah agak tua lima puluhan harus memulai lagi dari nol dan itu tidak gampang, tetapi itulah yang terjadi dan itulah yang Tuhan inginkan pada dirinya, sama seperti Musa hamba-Nya, Tuhan membelokkan langkah hidupnya sebab itulah yang Tuhan kehendaki agar dia selesaikan untuk Tuhan.
GS : Seringkali itu menjadi lebih sulit kalau orang itu harus pindah profesi, Pak Paul, tadinya mungkin dia seorang insinyur atau dokter, kemudian Tuhan memanggil dia menjadi seorang hamba Tuhan penuh waktu di dalam gereja, ini agak sulit.

PG : Betul jadi memang ada perpindahan yang masih dekat dengan profesi kita, yang awal ada juga yang sangat jauh berbeda tetapi kalau kita tahu ini semua dari Tuhan, maka kita uji dan barulah lkukan.

Jangan takut, jangan panik sebab ini adalah pimpinan-Nya, nanti perlahan-lahan kita akan melihat Dia menolong, Dia membuka jalan, dan Dia memberkati.
GS : Mungkin ada ayat Firman Tuhan, yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Saya ingatkan saja dengan Roma 8:28, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang erpanggil sesuai dengan rencana Allah."

Orang yang mengasihi Allah dipanggil sesuai dengan rencana Allah, dan Tuhan akan atur semua yang terjadi dalam hidupnya supaya semua yang terjadi mendatangkan kebaikan bagi kita-kita ini. Jadi kita tidak perlu takut, Tuhan bisa mengatur semua yang terjadi untuk menggenapi rencana-Nya, dan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita.

GS :Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan kali ini dan saya percaya ini akan memperjelas panggilan Tuhan terhadap kita semua. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Panggilan Tuhan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



12. Dipakai Tuhan Seperti Gideon


Info:

Nara Sumber: Pdt.Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T277B (File MP3 T277B)


Abstrak:

Salah satu penyebab mengapa pekerjaan Tuhan terbengkalai adalah dikarenakan oleh sikap pasif orang Kristen sendiri. Kita kerap berpikir bahwa biarlah orang lain yang melakukannya dan bukanlah tanggungjawab kita untuk berbuat sesuatu. Marilah kita belajar dari hamba-Nya yang bernama Gideon dan kerjakanlah bagian kita.Salah satu penyebab mengapa pekerjaan Tuhan terbengkalai adalah dikarenakan oleh sikap pasif orang Kristen sendiri. Kita kerap berpikir bahwa biarlah orang lain yang melakukannya dan bukanlah tanggungjawab kita untuk berbuat sesuatu. Marilah kita belajar dari hamba-Nya yang bernama Gideon dan kerjakanlah bagian kita.


Ringkasan:

Salah satu penyebab mengapa pekerjaan Tuhan terbengkalai adalah dikarenakan oleh sikap pasif orang Kristen sendiri. Kita kerap berpikir bahwa biarlah orang lain yang melakukannya dan bukanlah tanggungjawab kita untuk berbuat sesuatu. Marilah kita belajar dari hamba-Nya yang bernama Gideon dan kerjakanlah bagian kita.

Malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian, "Tuhan menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.' Jawab Gideon kepadanya, "Ah tuanku, jika Tuhan menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata, "Bukankah Tuhan telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang Tuhan membuang kami ke dalam cengkeraman orang Midian.' (Hakim-Hakim 6:12-13)
  • Di sini kita melihat adanya kebutuhan yang mendesak yakni penindasan yang dilakukan bangsa Midian kepada Israel. Masalahnya adalah, tidak ada yang berbuat apa-apa dan tampaknya Tuhan pun tidak berbuat apa-apa. Belum apa-apa Gideon sudah patah arang.
  • Berikut, Gideon mengaitkan situasi yang buruk ini dengan ketidakpedulian Tuhan—suatu kesimpulan keliru. Ia beranggapan bahwa Tuhan sudah meninggalkan Israel; itu sebabnya Ia mendiamkan kita berada di dalam situasi yang buruk itu. Gideon marah dan kecewa; ia menuduh Tuhan tidak adil dan tidak konsisten: di masa lalu Tuhan menyertai Israel namun sekarang mendiamkan dan Gideon malah menggunakan istilah yang lebih keras yaitu "Tuhan membuang" untuk mengungkapkan kekesalannya kepada Tuhan. Memang tidak selalu kita dapat mengerti rencana Tuhan; tidak selalu kita dapat memahami mengapa Tuhan membiarkan kita dalam situasi yang buruk. Namun kita mesti menyadari bahwa kendati kita berada di dalam situasi yang buruk, itu tidak berarti bahwa Tuhan berniat buruk. Ingat: jika Ia berniat buruk kepada kita, Ia tidak akan akan berkorban dan mati untuk kita.
Lalu berpalinglah Tuhan kepadanya dan berfirman, "Pergilah dengan kekuatanmu ini dan selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian. Bukankah Aku mengutus engkau?'
  • Ternyata Gideonlah yang dipersiapkan Tuhan selama ini untuk menyelamatkan orang Israel. Sewaktu malaikat Tuhan menemui Gideon, ia memanggilnya dengan sebutan, "pahlawan yang gagah berani." Dapat kita simpulkan bahwa Gideon adalah seorang yang gagah berani kendati ia hanyalah seorang anak petani. Kita tidak mengetahui dengan mendetail apakah yang telah dilakukan Tuhan untuk mempersiapkan Gideon menjadi seorang yang gagah berani namun yang pasti adalah, Tuhan telah mempersiapkannya dan Gideon tidak menyadarinya. Acap kali Tuhan mempersiapkan kita untuk melakukan sesuatu bagi-Nya secara diam-diam. Tanpa kita sadari, Tuhan menempatkan kita dalam pelbagai situasi kehidupan justru untuk melaksanakan tugas yang akan diembankan-Nya kepada kita. Gideon adalah orang yang tepat untuk pekerjaan Tuhan. Sebagaimana kita ketahui, Tuhan menyusutkan pasukannya dari 32 ribu menjadi 300 untuk melawan bangsa Midian yang berkekuatan 135 ribu orang. Gideon tidak takut sebab Tuhan telah mempersiapkannya jauh sebelum Ia memanggil Gideon.
  • Kita pun melihat bahwa Tuhan tidak membiarkan Gideon berpangku tangan dan mengeluh. Tuhan memintanya untuk berbuat sesuatu. Tuhan hanya memakai orang yang siap berjalan; Tuhan tidak memakai orang yang melipat tangan saja.
Tetapi jawabnya kepada-Nya, "Ah Tuhanku dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah bahwa kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan aku pun seorang yang paling muda di antara kamun keluargaku.' Berfirmanlah Tuhan kepadanya, "Tetapi Akulah yang menyertai engkau sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis.'
  • Gideon ingin mengelak dari tanggung jawab dan mengutarakan fakta yang memang benar. Ia mengecilkan dirinya dan mengedepankan keterbatasannya. Gideon lupa bahwa pekerjaan Tuhan dilakukan oleh Tuhan sendiri, bukan oleh kita. Kita adalah sarana atau alat Tuhan semata. Itulah yang sering terjadi pada diri kita pula. Kita hanya bisa mengeluh namun tidak bersedia berbuat apa-apa untuk mengubahnya. Sudah tentu kita harus tahu diri pula dan menyadari keterbatasan, namun bila kita tahu jelas bahwa memang inilah hal yang Ia kehendaki, jalankanlah dengan penuh ketaatan.
  • Tuhan tidak menerima dalih Gideon namun tidak memarahinya. Tuhan berjanji untuk menyertainya. Sewaktu Gideon ragu dan meminta tanda tambahan, Tuhan berkenan memberi konfirmasi tambahan. Ini memperlihatkan kesabaran dan pengertian Tuhan akan kelemahan kita namun Tuhan tetap meminta kita menaati-Nya.
  • Terakhir, Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya justru lewat keterbatasan manusia. Dengan 300 prajurit Gideon memukul kalah 135 ribu pasukan Midian—suatu kemustahilan. Dan, memang inilah yang ingin diperlihatkan Tuhan bahwa sesungguhnya Tuhanlah yang memukul kalah bangsa Midian, bukan Gideon. Dari Gideon—dan kita semua—Tuhan hanya menuntut dua hal: beriman dan taat. Singkat kata, dipakai Tuhan berarti menjadi alat untuk menyatakan kemuliaan Tuhan! Tuhan tidak membutuhkan kita untuk melakukan pekerjaan-Nya. Ia mengajak kita terlibat supaya kita semua dapat menyaksikan kemuliaan Tuhan.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Dipakai Tuhan Seperti Gideon". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, beberapa waktu yang lalu kita berbicara tentang "Panggilan Tuhan", dan saat ini kita mau konkretkan dalam sebuah kasus yang nyata yaitu tentang Gideon. Gideon ini adalah tokoh Perjanjian Lama yang belum tentu semua orang mengenalnya dengan baik seperti mengenal Daud dan Salomo, dan seterusnya, tetapi apa sebenarnya yang ingin Pak Paul sampaikan lewat perbincangan dengan judul "Dipanggil Tuhan seperti Gideon" ini, Pak Paul?

PG : Pada dasarnya saya ingin menggugah anak-anak Tuhan untuk bersikap lebih aktif didalam merespons panggilan Tuhan dan menyelesaikan pekerjaan-Nya di bumi ini. Saya kira salah satu penyebab mngapa pekerjaan Tuhan terbengkalai adalah dikarenakan oleh sikap pasif orang Kristen sendiri, kita kerap berpikir bahwa biarlah orang lain yang melakukannya dan bukanlah tanggung jawab kita untuk berbuat sesuatu.

Lewat kehidupan Gideon, kita bisa melihat bahwa Gideon itu dipanggil Tuhan untuk mengerjakan bagiannya dan dia pun akhirnya bersikap aktif untuk merespons tugas yang Tuhan berikan kepadanya.
GS : Memang seringkali kita lebih mudah mengatakan kepada Tuhan, "Ini bukan tugas saya dan biarlah orang lain saja", karena kita sendiri sadar akan resikonya kalau kita terjun ke sana karena pasti ada resiko, minimal membutuhkan pengorbanan dari kita dan ini yang membuat kita enggan untuk melakukannya.

PG : Saya kira itu yang mendasari keengganan kita dan kepasifan kita, karena kita ini secara alamiah adalah orang yang ingin menjaga diri kita, memastikan bahwa diri kita aman-aman saja dan waku kita harus bersikap aktif melakukan sesuatu, berbuat sesuatu untuk menjawab kebutuhan, maka kita merasa tidak siap karena itu berarti kita harus keluar dari zona aman kita, dan melakukan pengorbanan.

Ini yang selalu bertentangan dengan sifat dasar kita yang senangnya menjaga kepentingan pribadi.
GS : Dan lagi itu 'kan bukan sesuatu yang populer, Pak Paul, padahal banyak di antara kita tentu lebih mengharapkan sesuatu karya, sesuatu pekerjaan yang lebih populer, Pak Paul?

PG : Jadi kalau untuk hal-hal yang memang diterima, diagungkan, dihargai, saya kira itu akan lebih mudah bagi kita untuk melakukannya, tetapi semakin pekerjaan itu menuntut harga yang besar, seakin engganlah kita untuk melakukannya.

GS : Apakah ketika Gideon dipanggil Tuhan, dia itu langsung menanggapi secara positif, Pak Paul?

PG : Ternyata memang tidak, Pak Gunawan. Coba kita lihat Firman Tuhan sebagaimana tertulis di Hakim-hakim 6:12-13, "Malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya, demikian: Tuhan menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.'

Jawab Gideon kepada-Nya: 'Ah, tuanku, jika Tuhan menyertai kami, mengapa semuanya ini menimpa kami? Di manakah segala perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib yang diceritakan oleh nenek moyang kami kepada kami, ketika mereka berkata: Bukankah Tuhan telah menuntun kita keluar dari Mesir? Tetapi sekarang Tuhan membuang kami dan menyerahkan kami ke dalam cengkeraman orang Midian'." Sebagai latar belakang saya harus menjelaskan, orang Israel sudah masuk ke dalam tanah yang Tuhan janjikan yaitu tanah Kanaan namun di sana sudah ada bangsa-bangsa yang mendiami tanah itu, sehingga akhirnya bangsa-bangsa tersebut mulailah menyerang orang-orang Israel, salah satunya yang sering menyerang adalah Bangsa Midian. Itu sebabnya Gideon merasa putus asa, Pak Gunawan, dia melihat Tuhan yang seperti diceritakan oleh mungkin papanya, kakeknya, bahwa Tuhan telah dengan kuat kuasaNya memimpin Israel keluar dari Mesir, sampai di tanah yang Tuhan janjikan, tetapi sekarang ketika sudah sampai di tanah yang Tuhan janjikan, malahan mereka menjadi korban penindasan bangsa-bangsa lain. Gideon akhirnya merasa apatis tidak mau berbuat apa-apa. Jadi di sini kita bisa melihat adanya kebutuhan yang mendesak, yakni penindasan yang dilakukan bangsa Midian kepada Israel, tetapi masalahnya tidak ada yang berbuat apapun, dan tampaknya di mata Gideon, Tuhan tidak berbuat apapun. Ini pelajaran yang kita mau petik, tatkala tidak ada seorang pun yang berbuat sesuatu di tengah kesulitan ini, maka akan makin menjatuhkan semangat orang untuk berbuat sesuatu. Jadi dengan kata lain, belum apa-apa Gideon sudah patah arang. Pada waktu kita di lingkungan kita, kita menghadapi masalah harus ada satu orang yang memulai berbuat sesuatu, karena waktu semua berpangku tangan tidak berbuat apapun, itu semakin menjatuhkan semangat orang, orang semakin patah arang dan putus asa. Tetapi waktu melihat ada satu orang berbuat sesuatu, tiba-tiba yang lain pun tertular dan semangatnya dibangkitkan, sehingga sikap mereka tidak lagi apatis seperti semula.
GS : Itu biasanya kita saling menunggu, Pak Paul, barangkali ada orang lain yang memulainya tetapi dengan saling menunggu, orang tidak berbuat apapun.

PG : Seringkali kita ini memerlukan aba-aba, tetapi masalahnya kalau semua orang menunggu aba-aba dan tidak ada yang memulai, maka kita harus berbuat sesuatu. Karena itu Malaikat Tuhan datang kpada Gideon, dengan kata lain Tuhan meminta Gideon untuk berbuat sesuatu, tetapi yang lebih buruk adalah Gideon mengaitkan situasi yang buruk ini dengan ketidakpedulian Tuhan.

Ini suatu kesimpulan yang keliru, yang beranggapan bahwa Tuhan sudah meninggalkan Israel, itu sebabnya Ia mendiamkan Gideon dan orang Israel berada dalam situasi yang buruk itu. Gideon marah, kecewa, malah dia menuduh Tuhan tidak adil, dan tidak konsisten. Di masa lalu Tuhan menyertai Israel namun sekarang mendiamkan. Kita bisa belajar untuk situasi kita ini, bahwa di tengah situasi yang buruk, kita harus berharap bahwa Tuhan akan segera mengeluarkan kita dari lubang itu. Tatkala itu tidak terjadi kita bersikap apatis dan mulai meragukan kebaikan dan kasih sayang Tuhan kepada kita. Dalam kasus Gideon, dia begitu marah dan menggunakan istilah yang lebih keras yaitu dia berkata, "Tetapi sekarang Tuhan membuang kami ke dalam cengkeraman orang Midian," sebuah kata yang mengungkapkan kekesalannya kepada Tuhan, memang tidak selalu kita dapat mengerti rencana Tuhan, tidak selalu kita dapat memahami mengapa Tuhan membiarkan kita dalam situasi yang buruk namun kita mesti menyadari bahwa kendati kita berada dalam situasi yang buruk, itu tidak berarti bahwa Tuhan berniat buruk. Ingatlah jika Tuhan berniat buruk kepada kita, Ia tidak akan rela berkorban dan mati untuk kita.
GS : Memang hal itu bisa kita pahami namun seringkali yang terjadi adalah untuk suatu saat tertentu, Tuhan tidak berkata apapun. Dan ini yang membingungkan untuk kita, sebenarnya itu suatu momen yang sangat membingungkan ketika Tuhan diam kita tidak mengerti, kita sadar bahwa Tuhan itu mengamati kita dan terus memelihara kita serta melindungi kita, tetapi kenapa Dia tidak berbicara, Pak Paul?

PG : Kita sebagai manusia mengaitkan segera dengan setia, Pak Gunawan. Jadi kalau Tuhan segera menolong maka Dia adalah Tuhan yang setia. Jadi sekali lagi saya ulang, kita ini mengaitkan segeradengan setia, tapi di dalam cara kerja Tuhan sebagaimana telah kita lihat di Alkitab, ternyata Tuhan itu tidak menggabungkan segera dengan setia.

Kesetiaan Tuhan tidak dibuktikan lewat tindakan-Nya yang segera, karena apa? Karena rencana Tuhan seringkali terlalu luas untuk bisa kita pahami dari sudut di mana kita berada. Terlalu terkait dengan begitu banyak hal yang lainnya sehingga adakalanya Tuhan membiarkan situasi itu berada untuk suatu jangka waktu, di dalam kondisi itulah kita berteriak dan menuduh bahwa Tuhan tidak peduli. Itu salah! Dia tetap peduli, Dia tetap setia tapi tidak dengan segera Dia berbuat sesuatu, karena ada hal yang lain, ada rencana yang lain yang tengah Ia genapi.
GS : Tetapi seringkali membuat seseorang itu memilih jalan yang lain, Pak Paul. Contohnya Abraham, ketika dijanjikan oleh Tuhan bahwa keturunannya banyak kemudian sampai dia tua, belum memunyai anak kemudian dia menikah lagi dengan pembantunya, Pak Paul?

PG : Di sinilah Abraham seharusnya terus bertahan dalam imannya, karena itulah yang Tuhan ingin lihat pada Abraham, apakah dia dapat bertahan dalam imannya meskipun tidak melihat tetapi tetap prcaya, sebab itulah esensi iman yaitu tidak melihat namun tetap percaya.

Sekali lagi iman dapat bertumbuh jikalau kita mengalami ujian seperti itu, tidak melihat dan terus tidak melihat tetapi apakah kita tetap percaya? Tuhan menginginkan iman yang seperti itu yang tetap percaya. Jadi waktu kita menghadapi suatu situasi yang buruk, kita harus terus berpegang pada iman bahwa Tuhan setia, memang Dia tidak segera menolong, mengeluarkan kita dari masalah ini, tetapi Dia setia.
GS : Lalu bagaimana reaksi Tuhan menghadapi Gideon yang katakan marah dengan Tuhan?

PG : Di Alkitab selanjutnya ditulis: "Lalu berpalinglah Tuhan kepadanya dan berfirman, pergilah dengan kekuatanmu ini dan selamatkanlah orang Israel dari cengkeraman orang Midian, bukankah Akumengutus engkau?" Ternyata Gideonlah yang telah dipersiapkan Tuhan selama ini untuk menyelamatkan orang Israel.

Sewaktu Malaikat Tuhan menemui Gideon, Ia memanggilnya dengan sebutan pahlawan yang gagah berani. Dapat kita simpulkan bahwa Gideon adalah seorang yang gagah berani sebab kalau tidak mengapa Malaikat Tuhan memanggilnya gagah berani, kendati ia hanyalah anak seorang petani dan bukan dari keturunan pasukan tentara, tetapi dia adalah seorang yang gagah berani. Kita memang tidak mengetahui dengan mendetail apakah yang telah dilakukan Tuhan untuk memersiapkan Gideon menjadi seorang yang gagah berani, namun yang pasti adalah Tuhan telah memersiapkan dia dan Gideon tidak menyadarinya. Acap kali Tuhan memersiapkan kita untuk melakukan sesuatu bagi-Nya secara diam-diam, tanpa kita sadari Tuhan menempatkan kita dalam berbagai situasi kehidupan, justru untuk melaksanakan tugas yang akan diembankan-Nya kepada kita. Gideon adalah orang yang tepat untuk pekerjaan Tuhan, sebagaimana kita ketahui Tuhan menyusutkan pasukan Gideon dari 32.000 menjadi 300 orang untuk melawan bangsa Midian yang berkekuatan 135.000 orang. Gideon tidak takut sebab Tuhan telah memersiapkannya jauh sebelum Dia memanggil Gideon, lewat segala situasi Tuhan membuat Gideon menjadi seorang yang gagah berani dan dengan modal itu dengan ditambah iman pada penyertaan Tuhan membuat Gideon maju terus. Waktu Tuhan menyusutkan pasukannya, Gideon tidak protes. Mula-mula Tuhan menyuruh agar pasukanmu yang takut berperang untuk pulang, seharusnya Gideon protes, "Tuhan, hanya ada 32.000, kalau yang pulang setengahnya bagaimana?" dan ternyata yang pulang bukan hanya setengahnya melainkan dua per tiga. Dari 32.000, 22.000 pulang, jadi hanya tinggal 10.000, seharusnya Gideon gentar dan seharusnya Gideon protes. Tetapi Gideon tidak protes. Dari 10.000 orang ini Tuhan berkata, "Masih terlalu banyak, bawalah mereka ke sungai, siapa yang minum dengan lidahnya langsung ke air suruhlah mereka pulang, yang minum dengan tangannya dan yang disuapkan ke mulut, itu yang dipertahankan." Dari 10.000, hanya 300 yang minum seperti itu yaitu yang minum dengan tangan tetapi tidak ada satu kali pun Gideon protes. Di sini kita melihat sebuah kombinasi dalam diri Gideon, dia memang gagah berani dan sekaligus beriman. Berarti Tuhan dengan diam-diam telah menyiapkan Gideon sehingga ketika Tuhan memanggil, Tuhan sudah tahu kalau orang pasti bisa sebab Tuhan sudah menyiapkannya.
GS : Tetapi biasanya sekalipun Tuhan sudah jelas berkata seperti itu, karena yang bersangkutan tidak sadar bahwa Tuhan sudah memersiapkan dia, pernyataan Tuhan itu tetap menimbulkan goncangan atau kejutan untuk orang itu, Pak Paul.

PG : Betul. Memang kita tahu dalam kasus Gideon pun dia perlu tambahan tanda-tanda, karena memang dia tidak menyangka, tetapi di sini kita melihat satu prinsip dimana kita harus lebih menyadarkn diri kita bahwa Tuhan tidak membiarkan Gideon dan juga kita berpangku tangan dan mengeluh, kalau kita melihat ada kebutuhan yang harus ditangani apalagi mendesak, jangan diam berpangku tangan, Tuhan meminta Gideon berbuat sesuatu, Tuhan pun meminta kita berbuat sesuatu.

Jadi sewaktu melihat kondisi buruk jangan hanya menggerutu dan menyalahkan semua orang atau menyalahkan Tuhan tetapi berbuatlah sesuatu dan sedapatnya atau sebaik mungkin. Tuhan hanya memakai orang yang siap berjalan, Tuhan tidak memakai orang yang melipat tangan saja. Tuhan sudah tahu Gideon, dia adalah orang yang akan siap jalan, orang yang siap untuk berjalan yang Tuhan akan pakai dan orang yang mau melipat tangan berpangku tangan, hanya duduk-duduk tidak akan Tuhan pakai.
GS : Kalau pun kita berandai-andai, Pak Paul, seandainya saat itu Gideon betul-betul menolak apakah Tuhan akan mengalihkan panggilan ini kepada orang lain, Pak Paul?

PG : Saya dengan pasti bisa berkata "Ya", Tuhan akan memakai yang lain contohnya jelas dalam kasus Debora. Barak yang awalnya Tuhan panggil karena dia adalah seorang hakim laki-laki, tetapi Bark takut dan Barak tidak mau malahan berkata kepada Debora, "Kalau engkau tidak ikut, saya tidak mau," Tuhan tetap pakai Barak tetapi Tuhan pakai Debora lebih lagi bahkan Debora akhirnya bernubuat kalau nanti yang akan membunuh Sisera bukanlah laki-laki, tetapi seorang wanita, dan nantinya itulah yang Tuhan lakukan.

Jadi memang Tuhan selalu memakai cara yang lain kalau kita menolak, tetapi betapa sayangnya kalau kita menolak sebab kita tidak akan memiliki bagian di dalam pekerjaan Tuhan.
GS : Tetapi juga dalam kasus Gideon, Gideon masih tetap mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Tuhan, Pak Paul?

PG : Betul sekali, memang Gideon tidak langsung berkata "Ya", di Alkitab tertulis: "Tetapi jawab Gideon kepada Tuhan, 'Ah, Tuhanku dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel?' Ketahuilah baha kaumku adalah yang paling kecil diantara suku Manasye dan aku pun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku.

Berfirmanlah Tuhan kepadanya: 'Tetapi Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis'." Nah di sini kita memang bisa melihat Gideon ingin mengelak dari tanggung jawab dan mengutarakan fakta yang memang benar, dia memang adalah dari kaum atau kelompok yang paling kecil di antara suku Manasye, dia juga yang paling muda di antara anggota keluarganya. Dia mengutarakan fakta, tetapi tujuannya adalah supaya dia bisa mengelak dari tanggung jawab, dia mengecilkan dirinya dan malah mengedepankan keterbatasannya. Ini yang sering kita lakukan, Pak Gunawan, sewaktu Tuhan meminta kita berbuat sesuatu, kita tidak hanya berpangku tangan tetapi kita sering mengecilkan diri kita dan malah mengedepankan keterbatasan kita. Gideon lupa bahwa pekerjaan Tuhan dilakukan oleh Tuhan sendiri dan bukan oleh kita dan kita hanyalah sarana, atau alat TUHAN semata. Itulah yang sering terjadi pada diri kita, kita hanya bisa mengeluh namun tidak bersedia berbuat apa-apa untuk mengubahnya. Sewaktu Tuhan meminta kita berbuat sesuatu, dengan cepat kita mengelak dengan dalih kita bukanlah orang yang tepat. Sudah tentu kita harus tahu diri pula dan menyadari keterbatasan namun bila kita tahu jelas bahwa inilah hal yang Ia kehendaki maka jalankan dengan penuh ketaatan. Ingat bahwa ini adalah pekerjaan Tuhan, dan Ia yang akan mengerjakanNya, kita hanyalah alat semata.
GS : Di sini seolah-olah Tuhan tidak mau tahu keluh kesah atau alasan-alasan Gideon untuk menghindar dari tugas yang begitu berat, Pak Paul. Apakah Tuhan memang tidak mau mengerti Gideon atau Tuhan memunyai rencana lain, Pak Paul?

PG : Memang Tuhan tidak menerima alasan dari Gideon, Pak Gunawan. Tetapi yang menarik adalah Tuhan tidak memarahinya, Tuhan malah berjanji untuk menyertainya, janji Tuhan adalah "Akulah yang meyertai engkau", dan Tuhan langsung memberikan suatu janji kemenangan "Engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis".

Tuhan berjanji sewaktu Gideon ragu namun Gideon tetap ragu, dan dia meminta tanda tambahan kemudian Tuhan berkenan memberikan konfirmasi tambahan. Di sini Tuhan memperlihatkan kesabaran dan pengertian. Tuhan memang seperti itu, waktu kita masih mau mengelak, masih mau lari, Tuhan dengan sabar meyakinkan kita, memanggil kita, Tuhan sadar dan mengerti kelemahan kita, tetapi tetap ujung-ujungnya bahwa Tuhan terus meminta kita untuk menaatiNya. Seringkali Tuhan akan terus-menerus memanggil dan memanggil kita untuk menaatiNya, sampai akhirnya kita taat maka barulah Dia berhenti memanggil kita.
GS : Memang sesuatu hal yang sangat menarik dan itu sangat meyakinkan bahwa kalau Tuhan mengutus kita, Dia tidak akan pernah membiarkan kita berjalan sendirian, seperti yang Tuhan Yesus katakan sebelum Dia naik ke surga, ketika mengutus para murid untuk memberitakan Injil, janji-Nya adalah, "Aku akan menyertai kamu sampai pada kesudahan zaman ini."

PG : Betul sekali. Jadi itu adalah janji Tuhan yang mulia yaitu penyertaan Tuhan, manusia itu diingatkan bahwa dia tidak hidup sendirian, dia sebetulnya dapat hidup dengan Tuhan. Sudah tentu mausia juga harus membuka diri, mengundang dan meminta Tuhan untuk menyertainya.

Jikalau manusia berkata, "Saya mau Tuhan," maka Tuhan dengan rela menyertai kita. Kenapa? Sebab itulah kerinduan-Nya, Dia ingin mewujudkan pekerjaan-Nya lewat kita juga. Jadi seperti Gideon yang akhirnya dia berani, dia jalan dan dia melakukan pekerjaan Tuhan, dia berhasil dan dia mengalahkan musuh-musuhnya.
GS : Tetapi penyertaan Tuhan ini bukan berarti bahwa Tuhan mengambil alih tugas yang seharusnya kita lakukan. Demikian juga dengan pengalaman Gideon, Gideon harus tetap menghadapi peperangan, tetap menghadapi masalah-masalah di dalam kehidupannya.

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi kalau orang berkata, "Saya diam-diam sajalah, yang penting nanti Tuhan yang menyelesaikan." Itu konsep yang keliru, kita mesti berbuat sesuatu, harus proaktf tidak boleh hanya menunggu dengan pasif.

Pada akhirnya kita bisa melihat Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya justru lewat keterbatasan manusia yaitu dengan 300 prajurit, Gideon memukul kalah 135.000 pasukan Midian, suatu kemustahilan dan memang inilah yang ingin diperlihatkan Tuhan, bahwa sesungguhnya Tuhanlah yang memukul kalah Bangsa Midian, bukan Gideon. Sebab perhitungan manusia membuktikan ini mustahil Gideon pasti kalah, namun Tuhan ingin menyatakan kemuliaan-Nya dan membuat akhirnya semua menyadari bahwa bukan manusia, bukan Gideon dan pasukannya, tetapi Tuhan sendirilah yang telah memberikan kemenangan kepada Gideon. Dari Gideon dan dari kita semua, Tuhan hanya menuntut dua hal, yaitu: beriman dan taat. Singkat kata, dipakai Tuhan berarti menjadi alat untuk menyatakan kemuliaan Tuhan, dipakai Tuhan sama sekali tidak berarti bahwa Tuhan bergantung kepada kita, seakan-akan kalau kita tidak bersedia melakukannya maka Tuhan tidak bisa berbuat apa-apa, tidak sama sekali. Tuhan tidak membutuhkan kita untuk melakukan pekerjaanNya, Ia mengajak kita terlibat, supaya kita semua dapat menyaksikan kemuliaan Tuhan.
GS : Memang dua hal itu sulit untuk dipisahkan walaupun memang berbeda antara iman dan ketaatan. Bagaimana seseorang bisa berkata dia beriman tapi tidak taat atau sebaliknya bagaimana dia bisa taat kalau dia tidak beriman, seperti itu, Pak Paul?

PG : Betul sekali. Dengan kata lain, ketaatan adalah bukti kita beriman. Jadi ketaatan adalah bukti kita beriman, namun waktu kita taat sebetulnya menyatakan bahwa kita beriman, kita tahu bahwaTuhan menyuruh kita melakukan sesuatu hal yang benar, yang pasti akan terjadi.

Maka keduanya merupakan sebuah kesatuan seperti satu coin dengan dua sisi. Waktu kita beriman, kita buktikan lewat ketaatan dan waktu kita taat, sesungguhnya kita juga sedang beriman, karena kita tahu yang Dia perintahkan itu pasti menjadi kenyataan, maka kita menaatinya.
GS : Padahal ketaatan selalu menuntut pengorbanan dari seseorang, Pak Paul. Rasanya tidak ada ketaatan yang tidak ada pengorbanan yang dibutuhkan.

PG : Betul. Dalam kasus Gideon pun memang ada harga-harga yang harus di bayarnya. Kalau kita membaca Kitab Hakim-Hakim, Gideon rela membayar semua itu karena kita bisa melihat Gideon akhirnya thu bahwa dia tidak bisa berpangku tangan, dia tidak bisa berharap orang lain yang akan bergerak, yang berbuat sesuatu.

Tuhan sudah memanggilnya berarti dia harus taati, dia harus lakukan dan Tuhan membuktikan perkataanNya dengan memberi kemenangan kepada Gideon, sehingga Gideon berkesempatan melihat kemuliaan Tuhan, maka setelah Gideon diminta untuk menjadi kepala atau seperti hakim bagi semua orang Israel, Gideon menolak sebab Gideon tahu bahwa bukan dia yang telah memberikan kemenangan kepada Israel, tetapi TUHAN sendiri.
GS : Jadi memang saat ini sangat dibutuhkan Gideon-Gideon pada zaman ini untuk mengubah kehidupan ini.

PG : Betul sekali.

GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini, dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Dipakai Tuhan seperti Gideon". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



13. Mengapa Berdoa?


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T294A (File MP3 T294A)


Abstrak:

Salah satu hak terbesar yang dianugerahkan Tuhan kepada kita anak-anak-Nya adalah hak untuk berdoa. Ternyata lebih dari sekadar bercakap-cakap dengan Tuhan, doa memunyai begitu banyak makna dan tujuan antara lain ketika berdoa kita diarahkan kembali kepada Tuhan, ketika berdoa kita memeroleh kekuatan dan hikmat yang kita butuhkan untuk dapat melakukan kehendak Allah, ketika berdoa kita membawa kehadiran Allah di dalam hidup kita, ketika berdoa bagi orang lain; kita akan lebih menyadari kebutuhan orang lain, ketika kita berdoa untuk pelayanan yang kita lakukan; kita mengundang berkat Tuhan untuk turun atas pekerjaan-Nya.


Ringkasan:

Salah satu hak terbesar yang dianugerahkan Tuhan kepada kita anak-anak-Nya adalah hak untuk berdoa. Ternyata lebih dari sekadar bercakap-cakap dengan Tuhan, doa memunyai begitu banyak makna dan tujuan lainnya. Berikut akan dipaparkan beberapa di antaranya.

  1. Ketika berdoa, kita diarahkan kembali kepada kehendak Tuhan. Sewaktu bangsa Israel bersiap memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan, mereka mengirimkan 12 pengintai. Sepuluh pengintai mengecilkan hati seluruh umat tetapi Kaleb dan Yosua justru membesarkan hati mereka. Mereka melihat Tuhan, bukan problem. Dengarlah perkataan mereka, "Jika Tuhan berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kita masuk ke negeri itu.... Tuhan menyertai kita, janganlah takut kepada mereka." (Bilangan 14:8-9) Jika kita tidak berdoa, kita hanya melihat manusia dan situasi, tetapi ketika berdoa, kita melihat Tuhan. Itu sebabnya lewat doa, sering kali Tuhan membelokkan kembali langkah hidup kita agar seturut dengan kehendak-Nya.
  2. Ketika berdoa, kita memeroleh kekuatan dan hikmat yang kita butuhkan untuk dapat melakukan kehendak Tuhan. Adakalanya Musa menjadi terlalu letih memimpin bangsanya yang memang tegar tengkuk itu. Dengarkanlah keluhannya, "Aku seorang diri tidak dapat memikul tanggung jawab atas seluruh bangsa ini sebab terlalu berat bagiku." (Bilangan 11:14) Setelah berdoa, Tuhan menjawab dan menyediakan jalan keluar bagi Musa yakni memintanya mengangkat 70 tua-tua untuk membantunya dan menyediakan daging sesuai dengan permintaan mereka. Kita mesti menyadari bahwa pergumulan kita bukan hanya melawan keletihan jasmaniah tetapi juga keletihan rohaniah. Melalui doa Tuhan memberi kita kekuatan untuk kembali melangkah dan melalui doa Ia kerap membukakan mata kita, sehingga kita dapat melihat kehendak-Nya dengan lebih jelas.
  3. Ketika berdoa, kita membawa kehadiran Allah di dalam hidup kita. Melalui doa kita dibawa masuk ke dalam hadirat Allah; itu sebabnya bila kita menjadi anak Tuhan yang senantiasa berdoa, kita pun akan senantiasa berada dalam hadirat Allah. Sewaktu Musa berbicara dengan Tuhan, sinar kemuliaan Tuhan turun atasnya pula, sebagaimana dicatat di Keluaran 34:29, "Ketika Musa turun dari gunung Sinai... tidaklah ia tahu bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan Tuhan." Lewat doa, kita bertatapan muka dengan Tuhan. Tidak heran bila kita banyak berdoa, kuasa dan kemuliaan Tuhan pun menyertai kita.
  4. Ketika kita berdoa bagi orang lain, kita akan lebih menyadari kebutuhan mereka. Sewaktu Musa berada di atas gunung, orang Israel membuat patung anak lembu emas untuk disembah. Tuhan marah dan ingin memusnahkan mereka tetapi Musa menghalangi niat Tuhan. Kepada bangsanya, Musa berkata, "Kamu ini telah berbuat dosa besar tetapi sekarang aku akan naik menghadap Tuhan, mungkin aku akan dapat mengadakan pendamaian karena dosamu itu." (Keluaran 32:30) Musa selalu memohon belas kasihan Tuhan atas kesalahan bangsanya sebab ia menyadari kelemahan mereka. Bila kita berdoa bagi seseorang, kita akan diingatkan akan kebutuhannya. Tatkala kita mengingat kebutuhannya, kita pun akan memikirkan dan memedulikannya.
  5. Ketika kita berdoa untuk pelayanan yang kita lakukan, kita mengundang berkat Tuhan untuk turun atas pekerjaan-Nya. Tuhan Yesus sendiri memberi contoh untuk berdoa. Kendati Ia Putra Allah, namun sebagai manusia biasa Ia memerlukan berkat Allah Bapa atas pekerjaan-Nya. Kita berdoa sebab kita tahu bahwa kita hanyalah alat di tangan Tuhan. Sesungguhnya Ia sendirilah yang tengah melakukan karya-Nya. Di dalam salah satu percakapan antara Tuhan dan Musa, Ia berjanji kepada hamba-Nya, "Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu." (Keluaran 33:14) Jauh sebelum Musa menyelesaikan tugasnya, ia telah mendapat kepastian berkat Tuhan atas pekerjaan yang diembannya. Tuhan akan membimbingnya dan memberinya istirahat. Semua akan terlaksana dan selesai!

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Berdoa?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Rasanya semua agama mengajarkan kita untuk berdoa, Pak Paul. Kita seringkali melakukan doa itu sebegitu rutinnya sehingga seolah-olah menjadi suatu kebiasaan. Kadang-kadang kita sendiri kehilangan maknanya berdoa itu, karena begitu rutinnya, mau makan ya berdoa, mau tidur berdoa sehingga makna doa itu sendiri kadang-kadang terasa hambar sampai-sampai kita lupa, "Apakah tadi sudah berdoa atau belum?" dan kemudian kita berdoa lagi sebelum makan itu, karena menjadi kebiasaan. Sebenarnya bagaimana ini, Pak Paul?

PG : Memang berdoa adalah sebuah sarana yang Tuhan anugerahkan kepada kita untuk dapat berkomunikasi dengan Dia. Ini sebetulnya adalah sebuah kehormatan besar bayangkan Tuhan Pencipta alam semesta, Raja segala raja dan adalah Juruselamat yang telah mengasihi dan berkorban bagi kita, berkenan membuka diri-Nya untuk kita bisa datang kepada-Nya, menyampaikan isi hati kita. Ini adalah sebuah kehormatan besar, namun mesti kita juga akui bahwa karena terlalu sering kita melakukannya, akhirnya doa itu menjadi kehilangan maknanya. Dengan kata lain, kita mulai tidak begitu memerhatikan tujuan dari doa itu sendiri.

GS : Tadi Pak Paul mengatakan bahwa doa itu suatu hak. Ada banyak orang yang malah merasakan bahwa ini suatu kewajiban dan bukan hak lagi.

PG : Sayangnya ada yang menganggap ini kewajiban, saya harus berdoa, tapi bukankah bila kita tempatkan orang tua kita dalam hidup kita, waktu kita berbicara dengan orang tua kita, ini bukanlah kewajiban tetapi sebuah kehormatan, sebuah hak yang mulia diberikan kepada kita. Tuhan juga menginginkan kita agar melihat doa dari sudut pandang itu, bahwa ini adalah hak yang penuh dengan kehormatan, yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita.

GS : Sebenarnya apa saja makna doa itu bagi kita, Pak Paul?

PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang pertama adalah waktu kita berdoa sesungguhnya kita tengah diarahkan kembali kepada kehendak Tuhan. Saya teringat akan sebuah kisah di Perjanjian Lama sewaktu bangsa Israel bersiap memasuki tanah yang dijanjikan Tuhan. Mereka mengirimkan 12 orang pengintai, sekembalinya 12 pengintai ini ternyata 10 pengintai mengecilkan hati umat Israel. Mereka berkata, "Jangan ke sana, banyak raksasa, banyak bahayanya, kita pasti kalah di sana" tetapi ada 2 pengintai yaitu Kaleb dan Yoshua yang justru membesarkan hati mereka. Sebab mereka melihat Tuhan, dan bukan problemnya sedangkan 10 pengintai yang lain melihat problem dan tidak melihat Tuhan. Di Bilangan 14:8-9, Yoshua dan Kaleb berkata, "Jika Tuhan berkenan kepada kita maka Dia akan membawa kita masuk ke negeri itu. Tuhan menyertai kita, janganlah takut kepada mereka". Jadi benar-benar kita bisa melihat, kita perlu berdoa supaya bisa melihat dari kacamata Tuhan dan sekaligus melihat Tuhan di dalam situasi kehidupan kita. Jika kita tidak berdoa, kita hanya melihat manusia dan situasi dan problem sebaliknya ketika kita berdoa, kita melihat Tuhan dan waktu kita melihat Tuhan kita pun melihat situasi dari kacamata Tuhan. Sewaktu kita berdoa sesungguhnya kita tengah menyediakan diri untuk mendengarkan Tuhan. Itu sebabnya lewat doa seringkali Tuhan membelokkan kembali langkah hidup kita agar seturut dengan kehendak-Nya.

GS : Biasanya kita berdoa tatkala kita menghadapi problem, Pak Paul. Setelah tidak menemukan jalan untuk kita bisa mengatasinya sendiri, kemudian kita berdoa. Seolah-olah ini pilihan yang terakhir. Sikap yang seperti ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Saya kira sikap ini tidak tepat sebab dari awal sebelum bahkan kita merencanakan atau bertindak, kita seharusnyalah sudah berdoa, meminta pimpinan Tuhan. Dan waktu kita berdoa meminta pimpinan Tuhan, kita mesti meyakini bahwa Dia mendengarkan doa kita dan mulai memimpin kita waktu sampai ke tempat tujuan yaitu sampai kepada kehendak-Nya. Tadi contoh yang saya berikan memerlihatkan kalau kita tidak berdoa, kita luput melihat Tuhan sehingga dalam hidup itu kita menjadi orang yang sangat mudah terombang-ambingkan oleh situasi. Tapi orang yang berdoa orang yang melihat Tuhan berarti melihat Tuhan yang kokoh, Tuhan yang menguasai mengendalikan semuanya. Tuhan yang memunyai kehendak dan tidak ada yang dapat menghalangi kehendak Tuhan. Jadi waktu kita berdoa kita kembali diingatkan bahwa ada Tuhan dan kita kembali diarahkan untuk kembali melihat dan melakukan segalanya seturut dengan kehendak Dia.

GS : Jadi di sini erat sekali kaitannya antara doa dengan iman orang itu kepada Tuhan, begitu Pak Paul?

PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi kalau kita sering berdoa, kita sering melihat Tuhan berarti kita juga akan bertumbuh dalam iman. Kita tahu bahwa Tuhan itu layak dipercaya, bahwa Tuhan itu akan sanggup melakukan apa yang kita minta. Dengan doalah iman kepada Kristus makin hari makin bertambah kuat.

GS : Makna yang lain, apa Pak Paul?

PG : Ketika kita berdoa, kita juga memeroleh kekuatan dan hikmat yang kita butuhkan untuk dapat melakukan kehendak Tuhan. Jadi yang saya akan tekankan di sini adalah memeroleh kekuatan dan hikmat lewat doa. Saya berikan sekali lagi contoh dari kehidupan Musa. Adakalanya Musa menjadi terlalu letih memimpin bangsanya yang tegar tengkuk itu. Misalnya kita bisa melihat keluhannya di Bilangan 11:14, "Aku seorang diri tidak dapat memikul tanggungjawab atas seluruh bangsa ini sebab terlalu berat bagiku", ini keluhan Musa kepada Tuhan. Setelah berdoa, setelah mengeluhkan itu kepada Tuhan, Tuhan menjawab, Tuhan menyediakan jalan keluar bagi Musa, yakni memintanya, mengangkat 70 tua-tua untuk membantunya dan menyediakan daging sesuai dengan permintaan mereka. Dengan kata lain sebelum Musa datang kepada Tuhan, Musa buntu tidak punya hikmat tidak tahu apa yang harus dilakukan, dia hanya tahu terlalu letih mengurus bangsa ini. Kemudian Tuhan memberi dia hikmat, meminta dia mengangkat 70 tua-tua dan Tuhan juga menyediakan kebutuhannya, jadi kita selalu mesti menyadari bahwa pergumulan kita bukan hanya melawan keletihan jasmaniah tetapi juga keletihan rohaniah. Melalui doa Tuhan memberi kita kekuatan untuk kembali melangkah dan melalui doa kita akan dibukakan matanya sehingga kita bisa melihat kehendak Tuhan dengan lebih jelas dan kita memeroleh hikmat bagaimana menerapkan atau melakukan kehendak-Nya.

GS : Pertolongan ini memang bisa datang dari orang lain yang digerakkan oleh Tuhan untuk menolong kita memeroleh kekuatan dan hikmat yang baru lagi, Pak Paul.

PG : Betul sekali, jadi Tuhan akan menggunakan berbagai cara untuk menolong kita setelah kita berdoa kepada-Nya, salah satunya adalah lewat orang-orang dan Musa memang perlu bantuan dan Tuhan menyediakan 70 tua-tua, 70 pemimpin yang dapat mengurangi beban Musa. Jadi sekali lagi waktu kita berdoa, kita memeroleh hikmat dari Tuhan sehingga kita tahu apa yang harus kita lakukan, cara apa yang paling baik dan lewat doa juga Tuhan menyediakan jawaban-Nya. Dalam kasus Musa orang-orang Israel mengeluhkan tidak ada daging kemudian Tuhan menyediakan daging.

GS : Memang selama kita bisa mengatasi sendiri, rasanya kita tidak membawa persoalan ini kepada Tuhan, biasanya mencoba untuk diatasi sendiri, begitu Pak Paul.

PG : Sudah tentu saya tidak berkata untuk setiap hal, sekecil dan serutin apa pun kita berdoa, sebab Tuhan juga sudah mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk berpikir, untuk memecahkan masalah, untuk mencari jalan keluar. Sudah tentu ada tanggungjawab kita juga untuk bisa menyelesaikan tugas-tugas kita, namun terutama untuk hal-hal yang kita tahu menyangkut hajat lebih banyak orang, menyangkut kepentingan orang, berkaitan dengan rencana Tuhan. Untuk hal-hal seperti itu kita mesti benar-benar datang kepada Tuhan, apalagi kalau kita tengah menghadapi problem, mesti datang kepada Dia sehingga kita memeroleh hikmat dari-Nya, apa yang harus kita lakukan dalam situasi seperti itu.

GS : Tujuan dan makna yang ketiga, apa Pak Paul?

PG : Ketika kita berdoa, kita membawa kehadiran Allah di dalam hidup kita. Dalam doa kita dibawa masuk ke dalam hadirat Allah. Itu sebabnya bila kita menjadi anak Tuhan yang senantiasa berdoa, kita pun akan senantiasa berada dalam hadirat Allah. Benar-benar doa adalah sesuatu yang misterius, Pak Gunawan, karena waktu kita berdoa kita sedang bercakap-cakap dengan Tuhan yang memang tidak bisa kita lihat, tapi Dia hadir. Jadi waktu kita berdoa kita membawa kehadiran Tuhan dan waktu kita berdoa pun kita dibawa ke dalam kehadiran Tuhan. Saya masih ingat sebuah contoh yang pernah saya ungkapkan juga di kesempatan yang lain, waktu anak saya masih kecil dia berbohong dan saya masih ingat saya menghampirinya, dia tetap berbohong kepada saya. Waktu itu dia berusia sekitar 8 atau 9 tahun, saya kemudian berpikir apa yang harus saya lakukan? Saya bisa menegurnya, memaksanya mengaku tapi Tuhan memberi hikmat kepada saya "Tidak perlu." Jadi saya berkata kepadanya, "Itu yang terjadi, ya?" Dia berkata, "Ya". "OK kalau begitu sekarang kita berdoa, saya meminta agar kamu berkata kepada Tuhan bahwa Tuhan Yesus, itulah yang terjadi". Waktu saya mengajak dia berdoa, dia tidak berdoa, dia diam. Saya membuka mata dan saya melihat dia sedang menangis, kenapa dia menangis? Dia tidak bisa berdusta, melawan kepada Tuhan. Dia bisa berbohong kepada orang tua tapi dia tidak bisa berbohong kepada Tuhan. Kenapa? Waktu kita berdoa kita membawa kehadiran Tuhan di tengah kita dan kita pun masuk ke dalam hadirat Tuhan.

GS : Sering kali kita merasakan berdoa ini bukan bercakap-cakap, Pak Paul, tapi suatu monolog dimana saya yang berbicara kepada Tuhan dan kita tidak mendengarkan suara Tuhan, Pak Paul.

PG : Memang kita tidak mendengar suara Tuhan secara nyata di telinga kita namun yang penting adalah kita tahu waktu kita sedang berkata-kata kepada-Nya, Dia tengah mendengarkan kita dan Dia berada di sini bersama-sama dengan kita. Memang di zaman sekarang ini tidak sering Tuhan bercakap-cakap secara langsung, tapi kita tahu itulah yang dilakukan Tuhan di masa yang lampau sebelum Firman Tuhan akhirnya dibukukan dalam Alkitab. Misalkan kita tahu Musa di Keluaran 34:29 dicatat, "Ketika Musa turun dari gurun Sinai, tidaklah ia tahu bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan Tuhan". Waktu Musa berbicara dengan Tuhan, sinar kemuliaan Tuhan itu turun atasnya pula. Benar-benar di situ kita melihat dengan nyata bahwa waktu Musa bercakap-cakap dengan Tuhan, Tuhan ada di situ, Tuhan benar-benar ada di situ, sehingga waktu Musa turun dari Bukit Sinai wajahnya bisa memancarkan sinar. Jadi lewat doa kita tahu bahwa kita tengah bertatap muka dengan Tuhan. Tidak heran bila kita banyak berdoa kuasa dan kemuliaan Tuhan pun menyertai kita. Orang yang berdoa memang memunyai sebuah wibawa rohani, karena apa? Kita benar-benar melihat Tuhan hadir dalam hidupnya.

GS : Jadi seseorang yang berdoa itu sebenarnya bisa dikenali oleh orang lain, bahwa Tuhan menyertai dia.

PG : Saya percaya begitu, Pak Gunawan, jadi kehadiran Tuhan benar-benar tampak jelas dalam kehidupannya.

GS : Tujuan dan makna yang lain, apa Pak Paul?

PG : Ketika kita berdoa bagi orang lain kita akan lebih menyadari kebutuhan mereka. Kita tahu Tuhan tidak mau menjadikan kita orang egois, maka Tuhan juga meminta kita berdoa untuk orang lain. Sewaktu kita berdoa untuk orang lain, kita sedang diingatkan akan kebutuhan mereka. Saya ingat juga Musa waktu dia berada di atas gunung, orang Israel membuat patung anak lembu emas untuk disembah dan Tuhan marah, Tuhan langsung ingin memusnahkan mereka, tapi Musa menghalanginya dan kemudian Musa berpaling menghadapi umat-Nya dan Musa berkata di Keluaran 32:30,"Kamu ini telah berbuat dosa besar, tetapi sekarang aku akan naik menghadap Tuhan mungkin aku dapat mengadakan pendamaian karena dosamu itu". Kita melihat Pak Gunawan, Musa selalu memohon belas kasihan Tuhan atas kesalahan bangsanya, mengapa Musa bisa begitu sabar? Selalu memohon agar Tuhan mengampuni dosa bangsanya, saya kita alasannya satu sebab Musa menyadari kelemahan mereka. Musa tahu bahwa bangsanya telah hidup dalam penindasan, perbudakan selama 400 tahun, oleh karena itulah mereka menjadi manusia yang sarat dengan kelemahan akhlak, mudah marah, mudah menuduh, mudah menyalahkan, mudah memberontak, mudah meninggalkan tidak setia. Ini adalah kelemahan akhlak akibat penindasan dan perbudakan yang mereka harus lalui selama 400 tahun. Jadi Musa tahu mereka oleh karena itu Musa mengingat kebutuhannya, kebutuhan orang-orang Israel. Demikian juga dengan kita, bila kita berdoa bagi seseorang kita akan diingatkan akan kebutuhannya. Tatkala kita mengingat kebutuhannya, kita pun akan memikirkan dan memedulikan. Itu sebabnya orang yang berdoa akan lebih memerhatikan sesamanya.

GS : Apakah ini yang disebut doa syafaat itu, Pak Paul?

PG : Betul, doa syafaat adalah doa yang membawa petisi-petisi kepada Tuhan. Sudah tentu petisi ini sering kali berkaitan dengan kebutuhan orang-orang di sekitar kita, tapi bisa juga petisi ini atau syafaat ini berisikan doa-doa yang lain. Namun intinya Tuhan meminta kita tidak hanya mengedepankan diri atau kepentingan kita tapi memikirkan orang. Waktu kita mengingat si A, si B, si C kita doakan, kita diingatkan akan kebutuhannya dan mendorong kita lagi untuk memerhatikan dia. Mungkin kita jadi meneleponnya, menanyakan kabarnya, itu semua adalah hasil dari kita mengingat mereka dalam doa.

GS : Seringkali memang kita mengingat orang-orang dalam doa, tapi mereka adalah orang-orang yang dekat dengan kita, jadi istri, suami, anak-anak, orang tua, begitu Pak Paul. Apakah itu cukup?

PG : Saya kira itu juga baik tapi kalau bisa ditambah Pak Gunawan, kita juga bersedia mendoakan orang-orang lain, misalkan kita bisa mendoakan orang-orang yang bekerja dengan kita atau orang-orang yang bekerja untuk kita, kita bisa doakan keluarga mereka. Kita bisa doakan misalkan kalau kita menjadi pengajar, murid-murid kita apalagi kalau kita tahu ada murid-murid yang memunyai kebutuhan khusus, ada keunikan atau masalahnya. Kita sengaja harus ambil waktu mendoakan mereka, kita bisa doakan juga Pemerintah, orang-orang yang mengatur negara dan bangsa kita, sebab mereka pun adalah orang-orang yang dipakai Tuhan untuk membawa kesejahteraan bagi hidup kita. Mereka juga perlu doa kita, jadi sekali lagi waktu kita mendoakan orang lain kita disadarkan bahwa mereka manusia, mereka punya kebutuhan dan mereka juga membutuhkan dukungan-dukungan kita.

GS : Tapi itu berarti melibatkan kita dalam masalah orang lain, Pak Paul, apalagi kalau orang itu sengaja meminta tolong kita mendoakan untuk hal ini, berarti kita terlibat dalam permasalahannya mereka?

PG : Kadang kita harus menyingsingkan lengan baju kita membantu mereka secara konkret, kadang-kadang orang meminta kita mendoakan dan itu pun sudah cukup, kadang saya bertanya kepada orang, "Apa yang bisa saya lakukan, apa yang bisa saya bantu?" ada orang-orang yang berkata, "Tolong doakan saja" sebab doa itu sudah sangat lebih dari cukup. Jadi kita bisa bertanya langsung juga kepada orang, "Apa yang bisa saya bantu?", sehingga orang tidak hanya mendengar kita berkata, "Pokoknya saya doakanlah", tapi tidak memunyai tawaran-tawaran yang lebih konkret. Bahkan Yakobus juga mengatakan dalam suratnya kalau ada orang datang meminta pertolongan jangan berkata, "Pulanglah dalam damai sejahtera". Atau dalam istilah kita sekarang, "Ok-lah saya doakan kamu", bukankah orang waktu datang kepada kita mungkin saja dia benar-benar mengharapkan kita berbuat lebih daripada mendoakannya tapi juga menolongnya.

GS : Abraham juga pernah mendoa syafaatkan kota Sodom dan Gomora yang akan dihancurkan oleh Tuhan, Pak Paul.

PG : Betul dan dia benar-benar mau mengasihi, benar-benar mau menjaga sanak keluarganya, yaitu Lot dan keluarganya, agar jangan sampai turut dimusnahkan. Jadi sekali lagi kita melihat di sini, Abraham memerhatikan orang lain, dia tidak memikirkan dirinya sendiri meskipun Lot itu melakukan hal-hal yang juga melukai hatinya. Waktu Abraham sampai di tanah kemudian dia bertanya kepada Lot "Kamu ingin mengambil yang mana?" Lot ambil yang paling subur, Abraham harus ambil yang tidak subur, tapi Abraham tidak mendendam. Jadi ia tidak menyimpan itu di hatinya, maka waktu Tuhan ingin menjatuhkan hukuman atas kedua kota itu, dia benar-benar memohon agar Tuhan tidak memusnahkan keluarga Lot.

GS : Di dalam doa syafaat ini, apakah kita perlu menanyakan perkembangan yang terjadi pada orang yang kita doakan?

PG : Sebaiknya ya, supaya orang tahu kita tidak basa-basi, kita sungguh-sungguh mendoakan dan memerhatikannya. Dengan kita bertanya, apakah ada kemajuan atau apa, jadi orang tahu bahwa kita sungguh-sungguh memerhatikan mereka.

GS : Tujuan dan makna yang lainnya, apa Pak Paul?

PG : Ketika kita berdoa untuk pelayanan yang kita lakukan, kita mengundang berkat Tuhan untuk turun atas pekerjaan-Nya. Artinya apa ini? Kita waktu melakukan pelayanan, kita tahu kita tidak bisa melakukan kehendak dan pekerjaan Tuhan tanpa Tuhan menolong dan memberkati pekerjaan-Nya, maka kita harus berdoa untuk pelayanan kita. Tuhan Yesus sendiri memberi contoh untuk berdoa, kendati Ia Putra Allah namun sebagai manusia biasa Ia pun memerlukan berkat Allah Bapa atas pekerjaan-Nya. Maka kita tahu Tuhan juga mengasingkan diri 40 hari di gurun pasir sebelum memulai pelayanan-Nya. Dia juga membiasakan diri di malam hari untuk pergi ke taman untuk berdoa. Jadi sekali lagi kita melihat Tuhan Yesus sendiri, Putra Allah berdoa dan Dia memberikan contoh bahwa kita semua perlu berdoa, karena apa? Pelayanan Tuhan mesti dikerjakan dengan kuasa Tuhan, dalam waktu Tuhan, dengan cara Tuhan, maka kita senantiasa harus berdoa supaya jangan kita salah langkah dalam melakukan pelayanan untuk Tuhan.

GS : Jadi berdoa ini merupakan perintah Tuhan dan Tuhan sendiri memberikan teladan-Nya kepada kita, Pak Paul?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Memang Tuhan memberikan contoh itu kepada kita. Kita mesti ingat ini, satu hal yang penting, bahwa sebetulnya waktu kita melayani Tuhan mengerjakan pekerjaan Tuhan, sesungguhnya yang tengah mengerjakannya adalah Tuhan sendiri. Kita hanyalah alat yang tengah melakukan karya-Nya. Kita bisa melihat Firman Tuhan di antara Musa dan Tuhan Allah. Tuhan Allah berjanji kepada hamba-Nya Musa di Keluaran 33:12, "Aku sendiri hendak membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu". Sebelum Musa melangkah jauh sebelum menyelesaikan tugasnya, Musa telah mendapat kepastian berkat Tuhan atas pekerjaan yang diembannya. Itu di awal-awal pelayanan membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, Pak Gunawan. Tuhan sudah menjanjikan, "Aku sendiri membimbing engkau dan memberikan ketenteraman kepadamu". Dengan kata lain, waktu kita melakukan pelayanan untuk Tuhan, kita mesti tahu, yakin Tuhan berada di situ. Tuhan yang akan membimbing kita dan Dia akan menuntun kita sampai kita selesai.

GS : Padahal ada banyak orang yang begitu sibuk dengan pelayanan sehingga waktu untuk berdoa itu menjadi sedikit sekali, Pak Paul.

PG : Memang ini menjadi pergumulan kita untuk berdoa, namun kita harus selalu ingat bahwa buat apa kita mengurus ini mengurus itu, melakukan ini melakukan itu kalau Tuhan tidak memberkati? Bukankah wajah Tuhan yang pertama harus kita cari terlebih dahulu. Tuhan berniat, Tuhan berkepentingan membimbing kita untuk melakukan dan menggenapi pekerjaan-Nya. Dan setelah itu selesai, Tuhan berjanji kepada Musa, Dia akan memberinya ketenteraman. Dalam terjemahan yang lain, "Tuhan akan memberinya istirahat". Jadi saya kira orang yang telah melayani Tuhan dalam doa terus meminta Tuhan memimpin dan memberkati pelayanannya adalah orang yang bisa sampai kepada peristirahatan itu. Benar-benar dia teduh dan tahu benar bahwa Tuhan telah membimbingnya.

GS : Dalam hal ini kita meminta bantuan doa kepada orang lain itu sesuatu yang penting juga, Pak Paul?

PG : Betul, Pak Gunawan sebab sekali lagi kita tidak dapat melakukan pekerjaan Tuhan sendirian. Kita butuh bantuan orang-orang lain baik bantuan secara langsung maupun bantuan lewat doa mereka.

GS : Pak Paul, mengucapkan doa yang itu-itu saja apakah tidak menjemukan Tuhan, Pak Paul?

PG : Karena Tuhan mendengarkan hati yang berbicara, Pak Gunawan. Benar-benar kata-kata tidaklah sepenting isi hati kita. Selama kita dari hati melakukannya, mengucapkannya, itulah yang akan Tuhan dengar, tapi seelok apa pun perkataan kita namun tidak keluar dari hati, itu tidak didengarkan Tuhan.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Berdoa?" Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



14. Kenapa Susah Berdoa?


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T294B (File MP3 T294B)


Abstrak:

Kita menyadari bahwa doa adalah bagian penting dalam kehidupan rohani namun tidak selalu kita setia melakukannya. Ada saja halangan untuk berdoa dan kerinduan itu tidak selalu muncul. Yang menyebabkan hal itu terjadi ialah karena kita orang berdosa, kita merupakan target serangan iblis yang senantiasa berupaya menjauhkan kita dari Tuhan, kita kurang dapat mengatur waktu dengan baik, seringkali kita kehilangan keseimbangan hidup dan kita tidak mementingkan doa dan lebih mementingkan tindakan langsung.


Ringkasan:

Kita menyadari bahwa doa adalah bagian penting dalam kehidupan rohani namun tidak selalu kita setia melakukannya. Ada saja halangan untuk berdoa dan kerinduan itu tidak selalu muncul. Berikut akan dijelaskan penyebab mengapa sulit berdoa dan beberapa saran untuk kembali berdoa.

  • Penyebab pertama mengapa sulit berdoa adalah karena kita orang berdosa. Oleh karena kita orang berdosa, secara alamiah kita tidak tertarik untuk berdoa. Bukankah tatkala kita sedang hidup dalam dosa, kita makin sukar berdoa? Singkat kata, dosa dan doa saling berlawanan. Di mana ada dosa, doa hilang. Itu sebabnya kita mesti memelihara kehidupan yang suci di hadapan Tuhan. Kesucian hidup makin mendorong kita bersekutu dengan Tuhan dan membuat kita makin ingin menikmati kehadiran-Nya.
  • Penyebab kedua mengapa kita sulit berdoa adalah karena kita merupakan target serangan Iblis yang senantiasa berupaya menjauhkan kita dari Tuhan. Tidak ada yang lebih dirindukan Iblis selain melihat kita jauh dari Tuhan dan kasih-Nya. Iblis tahu bahwa di dalam doa kita berada dalam hadirat Allah secara nyata dan inilah yang tidak diinginkannya. Itu sebabnya tatkala kita ingin berdoa, ia selalu menghadirkan kepentingan lain yang mendesak untuk dilakukan terlebih dahulu. Ia berusaha meyakinkan kita bahwa doa dapat menunggu sedangkan kepentingan lain tidak dapat menunggu.
  • Penyebab ketiga mengapa kita sulit berdoa adalah karena kita kurang dapat mengatur waktu dengan baik. Adakalanya kita sukar berdoa karena memang kita tidak bijaksana dalam mengatur waktu. Akhirnya waktu untuk berdoa tersisihkan dan tergantikan oleh hal lain yang memang harus dikerjakan. Saya mengerti bahwa hidup berisikan tuntutan dan tugas yang kadang harus dikerjakan dengan segera. Kita tidak boleh meninggalkan tanggung jawab kita atas nama doa. Dengan kata lain, doa harus menjadi aktivitas yang terjadwal. Jika kita memperlakukan doa ala kadarnya-kalau ada waktu berdoa, kalau tidak ada waktu, ya tidak usah berdoa-maka perlahan namun pasti doa akan terhilang dari kehidupan kita. Masalahnya adalah sewaktu doa hilang, akan hilang pulalah kedekatan dengan Tuhan.
  • Penyebab keempat mengapa kita sulit berdoa adalah karena sering kali kita kehilangan keseimbangan hidup: kita sudah menjadi terlalu sibuk sehingga pikiran kita terus terisi dengan tugas yang menunggu untuk dikerjakan. Adakalanya kita beranggapan, "Ah tidak apa saya tidak berdoa secara formal, bukankah saya dapat berdoa di dalam hati?" Sudah tentu kita dapat berdoa di dalam hati, namun kita juga tetap harus menyediakan waktu untuk berdoa secara khusus sebab di sinilah letak nilai kekhususannya. Bayangkan bagaimana perasaan kita bila kita berbicara dengan seseorang yang tidak menoleh dan terus berjalan? Bukankah kita akan berkata bahwa ia tidak menghormati kita atau setidaknya, ia tidak punya waktu untuk kita? Demikian pula dengan Tuhan.
  • Penyebab kelima mengapa kita sulit berdoa adalah karena kita tidak mementingkan doa dan lebih mementingkan tindakan langsung. Berdoa berarti menunggu kehendak Tuhan dan bagi orang yang kurang sabar, berdoa sama dengan membuang waktu. Kadang kita terjebak ke dalam perangkap ketidaksabaran dan langsung melakukan sesuatu tanpa mendoakannya terlebih dahulu. Satu hal yang mesti kita ingat adalah bahwa sesungguhnya kita adalah alat semata. Tuhan mengerjakan dan menggenapi rencana-Nya sedangkan kita hanyalah alat di tangan-Nya. Jadi, sudah seyogianya kita menunggu dan meminta kehendak-Nya.

Firman Tuhan: "Apakah Tuhan itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara Tuhan? Sesungguhnya mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan, memperhatikan lebih dari baik daripada lemak domba-domba jantan." (1 Samuel 15:22)

Bila kita sering berdoa, kita akan sering mendengar suara Tuhan. Bila kita jarang berdoa, kita akan lebih sering mendengar suara orang dan suara diri sendiri.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kenapa Susah Berdoa?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pada kesempatan yang lalu, Pak Paul mengatakan bahwa doa itu adalah suatu hak, suatu kehormatan tapi nyatanya ada banyak orang yang susah sekali untuk berdoa, dia tidak tahu mau bicara apa dan susah untuk berdisiplin pada jam-jam doanya. Ini sebenarnya bagaimana, Pak Paul?

PG : Memang kita harus memunyai relasi terlebih dahulu dengan Tuhan, karena doa itu sebuah percakapan dan percakapan hanya dimungkinkan kalau ada relasi di antara orang yang bercakap-cakap, maka kalau kita mau bisa berdoa kita mesti memunyai relasi. Artinya apa? Kita mesti sungguh-sungguh percaya pada Tuhan kita Yesus Kristus. Kita percaya Dia menyayangi kita, Dia adalah Tuhan yang telah mengorbankan nyawa-Nya untuk kita. Kita mesti percaya Dia ingin mendengarkan doa-doa kita dan Dia ingin membimbing kita. Dalam konteks relasi seperti itulah kita berdoa. Kalau sampai seseorang berkata, "Saya tidak tahu harus berdoa apa?" Mulailah dengan berterima kasih karena memang kita berutang terlalu banyak kepada Tuhan. Jadi ingatlah hal-hal yang telah kita miliki, telah kita terima, telah kita nikmati, jadikanlah sebagai bahan untuk mengatakan kepada Tuhan, "Terima kasih atas ini, atas itu". Jadi mulai dengan mengucapkan terima kasih.

GS : Lazimnya orang berdoa justru minta, jika dibandingkan lebih banyak meminta dari pada berterima kasihnya Pak Paul.

PG : Saya mengerti sudah tentu ada waktu kita meminta dan Tuhan meminta kita membawa petisi-petisi kepada-Nya, syafaat kita kepada-Nya. Namun karena ini sebuah relasi, jangan hanya datang kepada Tuhan membawa permintaan, namun kita juga mesti datang kepada Tuhan dengan rasa syukur, mengucapkan terima kasih kita kepada-Nya atas segala yang telah Dia lakukan dan berikan kepada kita.

GS : Tapi itu pun masih banyak hambatan yang kita hadapi, Pak Paul. Menurut pengalaman Pak Paul hal-hal apa yang seringkali menghambat kita dalam berdoa?

PG : Ada beberapa, Pak Gunawan. Yang pertama adalah mengapa kita sulit berdoa karena kita orang berdosa. Maksud saya begini, oleh karena kita orang berdosa secara alamiah kita tidak tertarik untuk berdoa. Kita mesti camkan dan menerima fakta ini, jadi sekali lagi karena kita orang berdosa secara alamiah kita tidak tertarik untuk berdoa. Kita jauh lebih tertarik melakukan hal-hal lain dan melakukan hal-hal yang bermuatan dosa daripada berdoa. Kondisi ini terlihat jelas sekali tatkala kita tengah hidup dalam dosa, bukankah tatkala kita sedang hidup dalam dosa kita makin sukar berdoa? Dengan kata lain kita mesti menyadari bahwa dosa dan doa itu sangat berlawanan. Dimana ada dosa, doa hilang. Sebaliknya dimana ada doa, dosa pun lenyap. Itu sebabnya kita mesti memelihara kehidupan yang suci di hadapan Tuhan. Hidup yang suci makin mendorong kita ingin bersekutu dengan Tuhan dan makin membuat kita menikmati kehadiran-Nya, sebaliknya kalau kita hidup dalam dosa kita tidak akan mau hidup dekat Tuhan berdoa kepada-Nya, karena apa? Kita tidak mau berhadapan dengan Dia yang adalah suci, tapi sebaliknya kalau kita tahu kita hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, kita berusaha hidup kudus di hadapan-Nya, kita akan menikmati kebersamaan dengan Dia.

GS : Tetapi kita setiap hari hidup dalam dosa, Pak Paul, tetap melakukan dosa walaupun kita sudah berusaha tidak melakukan dosa. Kita nyatanya melakukan dosa lagi. Di dalam hal ini apakah di dalam kita berdoa kita perlu mengakui dosa-dosa kita terlebih dahulu?

PG : Sangat-sangat perlu, Pak Gunawan. Jadi kalau kita berada dalam dosa pertama-tama kita mesti akui dulu. Akui artinya apa? Menyebut perbuatan yang berdosa itu di hadapan Tuhan, apa pun itu yang telah kita lakukan, yang kita tahu itu adalah dosa kita mesti menyebutnya di hadapan Tuhan. Itulah makna dari pengakuan.

GS : Tapi kalau orang karena berdosa lalu menghindar dari Tuhan, bukankah masalahnya tidak akan terselesaikan?

PG : Inilah yang selalu ditiupkan oleh iblis, Pak Gunawan. Karena ia tidak mau kita datang kepada Tuhan, maka ia akan terus berkata kepada kita, "Kamu orang berdosa, kamu tidak layak datang kepada Tuhan". Di satu pihak kita juga mesti menjadi orang yang tahu diri, kalau kita berdosa janganlah kita seenaknya meremehkan kesucian Tuhan, datang ke hadirat Tuhan seolah-olah itu tidak ada apa-apa. Namun Itu juga salah kalau karena kita berdosa kita berkata, kita tidak mau datang lagi kepada Tuhan, sebab tujuannya bukanlah supaya kita tidak datang lagi kepada Tuhan. Tujuannya supaya kita menghilangkan dosa itu dari hidup kita dan datang kepada Tuhan. Jadi kita mesti berhati-hati dengan dorongan atau bisikan-bisikan iblis yang berniat untuk menjauhkan kita dari Tuhan.

GS : Bukankah hal itu yang terjadi dengan Adam dan Hawa ketika mereka berdosa mereka langsung menyembunyikan diri dari hadapan Tuhan, Pak Paul?

PG : Betul dan mereka makin menjauhkan diri dan makin jauh dari Tuhan, tapi yang kita lihat dalam kasus Adam dan Hawa, Tuhan mencari mereka. Inilah yang terjadi ketika kita mau berlari, bersembunyi, Tuhan mencari kita. Tuhan tidak membiarkan kita lari dan makin hari makin tersesat. Ia akan mencari kita, Ia akan berbisik, Ia akan menyuruh kita kembali kepada-Nya. Jadi kalau kita telah berdosa, jangan lari dari Tuhan, justru datanglah kepada Dia.

GS : Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi kita walaupun kita telah berdosa untuk tidak datang kepada Tuhan karena Tuhan yang mencari kita, Pak Paul?

PG : Saya setuju, jadi memang begitu, Pak Gunawan.

GS : Hambatan yang lain, apa Pak Paul?

PG : Penyebab kedua mengapa kita sulit berdoa, karena kita merupakan target serangan iblis yang senantiasa berupaya menjauhkan kita dari Tuhan. Kita mesti ingat tidak ada yang lebih dirindukan iblis selain melihat kita jauh dari Tuhan dan kasih-Nya. Iblis tahu bahwa di dalam doa kita berada dalam hadirat Allah secara nyata dan inilah yang tidak diinginkannya. Itu sebabnya tatkala kita ingin berdoa ia selalu menghadirkan kepentingan lain yang mendesak untuk dilakukan terlebih dahulu. Ia berusaha meyakinkan kita bahwa doa dapat menunggu sedangkan kepentingan lain tidak dapat menunggu. Jadi dengan kata lain, ia mencoba membuat kita terkecoh sehingga akhirnya luput berdoa. Hari ini tidak berdoa, besok tidak berdoa lama-lama makin hari makin jarang kita berdoa. Jadi waktu kita terseret arus kita akhirnya jatuh ke tangan atau pengaruh iblis.

GS : Di situ memang dibutuhkan disiplin di mana kita perlu menetapkan suatu jam doa dan kita mentaati jam doa itu, Pak Paul.

PG : Saya setuju Pak Gunawan, jadi dengan cara itulah kita bisa mengingat bahwa inilah waktunya kita datang bersekutu dengan Tuhan. Jadi kita mesti menyediakan waktu tersebut.

GS : Karena seringkali justru pada saat kita mau berdoa, kita mau membaca kitab Suci, ada saja kesibukan yang datang dengan tiba-tiba, Pak Paul.

PG : Seringkali begitu, sudah tentu akan ada hal-hal yang perlu kita lakukan dengan segera, saya tidak menutup pintu itu namun kalau dipikir-pikir sebetulnya banyak hal yang seharusnya tidak kita lakukan saat itu juga, bisa menunggu dan kita bisa duduk dan berdoa serta membaca Firman Tuhan, tapi kita mesti mengakui Pak Gunawan, karena kita ini manusia berdosa dan ada serangan-serangan dari iblis maka untuk duduk atau untuk sujud berdoa, seringkali itu menjadi suatu pergumulan tersendiri, sedangkan kalau kita ingin nonton film, melihat televisi tidak ada pergumulan sama sekali. Tidak ada yang namanya bimbang, ragu, pusing dan kita langsung menyalakan, duduk, nonton, enak, tapi waktu mau berdoa rasanya ada saja yang menghalangi. Karena itu kita mesti menyadari selain dari kodrat kita yang berdosa, memang ada interes dari iblis untuk selalu menjauhkan kita dari Tuhan.

GS : Itulah yang membuktikan mengapa para murid ketika diminta oleh Tuhan Yesus untuk mendoakan Tuhan Yesus di Taman Getsemani justru tertidur, Pak Paul.

PG : Betul sekali di situ kita melihat meskipun mereka memunyai keinginan untuk berdoa waktu Tuhan memintanya tapi akhirnya mereka tidak mendisiplinkan diri untuk duduk berdoa. Tuhan berkata dalam konteks itu bahwa "Roh memang penurut tapi daging lemah", maka akibatnya kita tidak berdoa.

GS : Mungkin lebih baik juga kita bisa berdoa bersama orang lain sehingga kita bisa saling mengingatkan, entah itu suami, entah itu istri atau anak-anak kita, Pak Paul.

PG : Boleh saja Pak Gunawan, jadi ada waktu-waktu dimana kita berdoa bersama dengan keluarga kita atau dengan orang lain, namun ada juga waktu kita berdoa secara pribadi. Karena waktu kita berdoa secara pribadi kita benar-benar dapat mengekspresikan diri kita dengan bebas di hadapan Tuhan. Sekali lagi kita bukan datang kepada Tuhan yang beringasan, bukan. Kita datang kepada Tuhan yang penuh kasih, kita datang kepada Allah Bapa kita sendiri yang memanggil kita anak-anak-Nya. Jadi dengan kata lain, datanglah dengan bebas datanglah dengan apa adanya ke hadapan Allah Bapa kita.

GS : Hambatan yang lain apa, Pak Paul?

PG : Penyebab ketiga mengapa kita sulit berdoa adalah karena kita kurang dapat mengatur waktu dengan baik. Adakalanya kita sukar berdoa karena kita tidak bijaksana dalam mengatur waktu, akhirnya waktu untuk berdoa tersisihkan dan tergantikan dengan hal lain yang memang harus dikerjakan. Saya mengerti hidup berisikan tuntutan dan tugas yang kadang harus dikerjakan dengan segera. Kita tidak boleh meninggalkan tanggungjawab kita atas nama doa, misalnya ibu muda dengan anak balita seringkali menemukan kesulitan berdoa karena tuntutan mengurus anak memang tinggi, itu sebabnya kita harus menyisihkan waktu. Dengan kata lain, doa harus menjadi aktifitas yang terjadwal. Jika kita memerlakukan doa ala kadarnya yaitu kalau ada waktu berdoa, kalau tidak ada waktu ya tidak usah berdoa, maka perlahan namun pasti doa akan terhilang dari kehidupan kita. Masalahnya adalah sewaktu doa hilang akan hilang pulalah kedekatan dengan Tuhan.

GS : Banyak yang beralasan bahwa kalau pun kita berdoa tidak perlu lama-lama? Tuhan pun mengerti isi hati kita atau ada pula yang mengatakan kita berdoa tidak harus tutup mata, berlutut atau duduk, bukankah sambil berjalan-jalan kita masih bisa berdoa kepada Tuhan dan ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Saya pikir kita mesti mengingat bahwa justru nilai dari doa terletak pada sikap kita. Bagaimanakah kita memperlakukan doa, kalau kita memunyai konsep yang benar waktu kita doa kita datang kepada Tuhan yang kudus, Raja dari segala raja Pencipta alam semesta ini, seyogianya kita tidak datang kepada Tuhan dengan sembarangan. Jadi dalam kebebasan kita apa adanya datang kepada Tuhan juga ada unsur takut kepada-Nya, menghormati-Nya. Tidak berani bersikap sembarangan kepada-Nya. Sebaiknyalah pada waktu kita berdoa kita menunjukkan sikap yang menghormati Dia sebab bagaimana pun juga sikap tubuh kita sewaktu kita berdoa mencerminkan berapa tinggi atau rendahnya penghormatan kita kepada Tuhan.

GS : Waktu yang terjadwal memang menolong kita untuk ingat kapan kita harus berdoa, tapi itu juga menggoda kita, membuat kita menjadikan doa itu suatu hal yang rutin, tiap hari yang kita lakukan begitu-begitu saja tanpa kita menyadari bahwa doa itu adalah suatu momen yang sangat penting, begitu Pak Paul.

PG : Segala sesuatu yang kita lakukan hari lepas sehari, terus-menerus akan menjadi rutin dan akan ada waktu hilanglah maknanya, namun kita harus tetap melakukannya meskipun itu rutin sebab sekali lagi di dalam kerutinan kita berdoa, kita menunjukkan kepada Tuhan bahwa kita menghormati-Nya. Kita tetap mau datang, kita tetap menyisihkan waktu dan kita jadwalkan, kalau kita tidak jadwalkan kita sembarangan, hampir bisa dipastikan pada akhirnya doa akan hilang dari hidup kita, Pak Gunawan. Mungkin kita akan ingat waktu kita menyetir mobil kita berdoa, itu bukanlah doa pokok menurut saya, itu sekali-sekali kita berdoa waktu kita menyetir mobil dan sebagainya. Itu baik, itu hal yang indah namun saya pikir itu tidak boleh menggantikan waktu khusus yang kita jadwalkan untuk datang kepada Tuhan dan bersekutu dengan-Nya.

GS : Yang bisa menolong kita bukan hanya waktu yang khusus tapi tempat yang khusus begitu Pak Paul, itu akan membantu kita membawa diri kita ke dalam suasana doa itu sendiri.

PG : Betul, Pak Gunawan. Ada orang yang memang nyaman pada malam hari atau nyaman dengan pagi hari, terserah tapi jadikanlah itu sebagai suatu pertemuan dengan Tuhan yang khusus, yang sakral, yang kudus. Gunakanlah waktu itu, jadwalkanlah dengan terencana supaya kita bisa bertemu dengan Tuhan.

GS : Masih ada hambatan yang lain, Pak Paul tentang berdoa ini?

PG : Yang keempat ini, Pak Gunawan mengapa kita sulit berdoa, karena seringkali kita kehilangan keseimbangan hidup yaitu kita sudah menjadi terlalu sibuk sehingga pikiran kita terisi dengan tugas yang menunggu untuk dikerjakan. Adakalanya kita beranggapan tidak apalah saya tidak berdoa secara formal, bukankah saya dapat berdoa di dalam hati. Sudah tentu kita dapat berdoa dalam hati sebab Tuhan adalah Roh dan dapat mendengar doa yang kita panjatkan di hati. Sungguh pun demikian kita tetap harus menyediakan waktu untuk berdoa secara khusus, sebab di sinilah terletak nilai kekhususannya. Bagaimana bayangkan jika kita sedang berbicara dengan seseorang tapi dia tidak menoleh kepada kita, dia terus berjalan bukankah kita akan berkata ia tidak menghormati kita atau setidaknya ia tidak memunyai waktu untuk kita. Demikian pun pada Tuhan, masalahnya bukan pada berdoa di dalam hati, masalahnya adalah kita tidak punya waktu berdoa karena hidup kita tidak lagi seimbang.

GS : Jadi yang Pak Paul maksudkan dengan keseimbangan hidup di sini apa, Pak Paul?

PG : Artinya begini, Pak Gunawan. Kalau kita sudah terlalu sibuk sehingga tidak ada waktu untuk berdoa berarti hidup kita sudah kehilangan keseimbangannya. Kalau kita tidak bisa lagi menyisihkan waktu untuk berdoa, bersekutu dengan Tuhan, membaca Firman-Nya secara pribadi itu berarti kita telah kehilangan keseimbangan hidup. Itu tidak baik, hidup perlu seimbang. Hidup perlu ada waktu untuk Tuhan, ada waktu untuk pekerjaan kita, ada waktu untuk keluarga kita tapi masing-masing mesti ada porsinya. Waktu kita mulai memotong-motong porsi yang lain dan mendahulukan porsi yang satu, berarti kita telah kehilangan keseimbangan hidup dan kalau kita kehilangan keseimbangan hidup, dampak yang terberat adalah kita makin melemah. Secara rohaniah kita makin melemah, makin melemah berarti makin mudah jatuh dalam pencobaan, makin tidak lagi menghadirkan Tuhan dalam hidup kita, makin tidak begitu peduli dengan kehendak dan perintah Tuhan, makin kita hidup sembarangan. Makin mau bereksperimen atau mencoba-coba melakukan dosa, jadi sekali lagi itu semua diawali oleh kehilangan kesempatan untuk bersekutu dan berdoa dengan Tuhan.

GS : Jadi yang dimaksud dengan keseimbangan di sini termasuk kesibukan kita dalam melayani Tuhan itu, Pak Paul?

PG : Bisa, karena kita terlalu sibuk melayani kita tidak ada waktu juga berdoa, kalau sampai itu yang terjadi yakinlah bahwa itu sudah melewati takaran berarti kita telah kehilangan keseimbangan hidup dan itu tidak baik.

GS : Apakah hal itu bisa digantikan dengan misalnya saya tidak berdoa tetapi istri saya berdoa untuk saya, begitu Pak Paul?

PG : Tidak bisa, Pak Gunawan karena ini merupakan relasi pribadi yang tidak tergantikan antara kita dengan Allah. Tuhan ingin mendengar suara kita bukan suara istri kita atau suara anak kita. Saya tahu ada orang yang begitu, Pak Gunawan. Ada orang yang tidak mau berdoa dan berkata, "Biarlah anak saya yang berdoa, biarlah suami saya yang berdoa, biarlah orang tua saya yang berdoa, biarlah istri saya yang berdoa untuk saya." Bukan, kita mesti berdoa sebab Tuhan ingin mendengar suara kita, Tuhan ingin mendengar suara anak-Nya berseru kepada-Nya, menyapa-Nya dan mengajak-Nya untuk terlibat dalam hidup kita.

GS : Masih ada hambatan yang lain, mengenai sulitnya orang berdoa ini?

PG : Yang kelima mengapa kita sulit berdoa adalah karena kita tidak mementingkan doa dan lebih mementingkan tindakan langsung. Berdoa berarti menunggu kehendak Tuhan dan bagi orang yang kurang sabar, berdoa sama dengan membuang waktu. Jadi adakalanya kita terjebak dalam perangkap ketidaksabaran atau langsung ingin melakukan sesuatu tanpa mendoakannya terlebih dahulu. Bila kita sering melakukan hal ini, dapat dipastikan kita sering pula melakukan kesalahan. Satu hal yang mesti kita ingat adalah sesungguhnya kita hanyalah alat semata, Tuhan mengerjakan dan menggenapi rencana-Nya, kita hanyalah alat di tangan-Nya. Jadi sudah seyogianya kita menunggu dan meminta kehendak Tuhan.

GS : Ini menjadi sangat pelik bagi seseorang yang berdoa, termasuk kita. Kalau kita berdoa harapannya tentu Tuhan menjawabnya secara langsung, Pak Paul, sehingga kita tahu Tuhan mengabulkan atau tidak mengabulkan, tetapi untuk menunggu jawaban Tuhan ini membutuhkan ketekunan yang luar biasa, Pak Paul.

PG : Betul, tapi ini adalah justru merupakan bentuk : (1) menghormati Tuhan, (2) menyadari keterbatasan kita. Ada orang yang memang tidak suka berdoa, benar-benar menganggap doa itu buang waktu. Pokoknya langsung kerjakan, ada rencana apa langsung kerjakan, nanti setelah menabrak atau tersandung baru mengatakan, "Tuhan tolong saya", tapi sebelumnya tidak berdoa, tidak mencari kehendak Tuhan dulu. Penting kita benar-benar menunggu, dalam doalah kita menunggu kehendak Tuhan. Dalam doalah kita melihat Tuhan, bukan situasi, bukan kebutuhan, bukan kesempatan tapi sungguh-sungguh melihat Tuhan, sehingga kita jelas memahami apakah ini kehendak-Nya.

GS : Jadi sebenarnya tatkala kita berdoa, proses jawaban itu tetap berjalan, Pak Paul.

PG : Betul sekali, dan kita tidak perlu takut kita akan ketinggalan kereta atau ditinggalkan kereta, tidak! Dalam waktu Tuhan semua tergenapi, jadi kita tidak usah takut ketinggalan kereta sehingga semuanya terburu-buru. Kalau kita perhatikan di Firman Tuhan, tidak ada yang namanya terburu-buru, justru yang ada adalah waktu yang lama. Misalnya kita tahu Saul seorang raja yang tidak berkenan kepada Tuhan, sudah tentu idealnya Saul cepat-cepat disingkirkan, tidak! Dia justru memerintah 43 tahun, lebih lama daripada raja Daud. Tuhan tidak pernah tergopoh-gopoh.

GS : Tapi kadang-kadang karena kita terpaku pada waktu yang ada di dunia ini dan konsep kita tentang waktu itu, kita menjadi tidak sabar menunggu, lalu kita meminta orang lain berdoa untuk kita. Seolah-olah kita merasa kalau saya yang berdoa Tuhan tidak mau mendengarkan tetapi kalau orang lain yang berdoa, Tuhan mau mendengarkan begitu, Pak Paul.

PG : Ini konsep yang keliru sebab Tuhan mendengarkan hati kita, kesungguhan kita dan juga kesediaan kita merendah dan itulah yang nanti akan Tuhan perhatikan. Bahwa orang lain lebih sering didengarkan doanya, itu antara Tuhan dengan dia, Tuhan memunyai rencana-Nya tersendiri atas hidup dia, tapi Tuhan pun memunyai rencana atas hidup kita. Jadi jangan merasa kita ini warga kelas 2 dalam Kerajaan Tuhan.

GS : Tapi ada juga orang yang bangga dan mengatakan bahwa dia memunyai karunia doa, kalau kamu mau berdoa harus lewat saya. Ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Sudah tentu ada orang-orang yang memang dikaruniakan Tuhan untuk berdoa. Orang-orang ini bisa berdoa untuk waktu yang sangat lama dan itu adalah sebuah karunia dan biarlah dipakai untuk kepentingan pekerjaan Tuhan, tapi jangan sampai orang itu beranggapan hanya lewat dialah doanya dapat dikabulkan. Tuhan dapat mengabulkan doa lewat doa-doa orang lain pula.

GS : Sebenarnya Tuhan Yesus juga memberikan contoh doa yang bisa dipakai oleh para murid ketika para murid meminta Tuhan Yesus mengajar berdoa, Tuhan Yesus mengajarkan "Doa Bapa Kami", Pak Paul. Apakah pola itu bisa kita gunakan?

PG : Bisa, Pak Gunawan jadi itu sebuah pola, sudah tentu kita tidak usah mengucapkannya persis sama, tapi intinya adalah sebuah contoh bagaimana seharusnya seorang anak berdoa kepada Bapa di Sorga.

GS : Apakah ada ayat Firman Tuhan yang Pak Paul ingin sampaikan?

PG : Ini berkenaan dengan point yang terakhir tadi, Pak Gunawan, kadang kita tidak mementingkan doa dan lebih mementingkan tindakan langsung. Di I Samuel 15:22 Firman Tuhan mengatakan, "Apakah Tuhan berkenan pada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara Tuhan? Sesungguhnya mendengarkan lebih baik daripada korban sembelihan. Memperhatikan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan". Jadi dengan kata lain, yang Tuhan pentingkan adalah ketaatan bukan korban-korban, atau persembahan-persembahan. Kita lihat ini adalah contoh kejatuhan Saul. Saul adalah orang yang mementingkan tindakan langsung, akibatnya apa? Ia membuat begitu banyak kesalahan, karena ia tidak sabar menunggu Tuhan, akhirnya ia lebih sering mendengarkan suara orang dan suaranya sendiri ketimbang suara Tuhan. Maka akhirnya Samuel, nabi Tuhan itu diutus menegur Saul dengan perkataan yang baru saja kita dengar. Bila kita sering berdoa kita akan sering mendengar suara Tuhan, bila kita jarang berdoa maka kita akan lebih sering mendengar suara orang dan suara diri sendiri.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini dan saya percaya ini akan lebih memotivasi kita untuk lebih tekun berdoa kepada Tuhan. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kenapa Susah Berdoa?" Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



15. Tanda-Tanda Orang Yang Meninggalkan Tuhan (I)


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T307A (File MP3 T307A)


Abstrak:

Sebagai manusia berdosa, kita selalu berkeinginan untuk menjauh dari Tuhan dan bahkan meninggalkan Tuhan, kita merasa tidak sanggup untuk dekat dengan Tuhan karena untuk dekat dengan-Nya kita harus rela menyalibkan diri sendiri. Apakah kita tengah ada di posisi meninggalkan Tuhan? Saul dan Simson juga meninggalkan Tuhan dan dalam bagian ini akan diulas mengenai mereka dan mudah-mudahan melalui pengalaman mereka, kita tidak akan mengulang kesalahan yang telah mereka lakukan.


Ringkasan:

Di dalam Alkitab ada banyak contoh orang yang meninggalkan Tuhan, di antaranya adalah Simson dan Saul. Sungguh menyedihkan dan tragis hidup mereka akibat tindakan mereka meninggalkan Tuhan. Mengapakah sampai mereka meninggalkan Tuhan? Apakah tanda-tanda mereka mulai meninggalkan Tuhan? Berikut kita akan melihat apa yang terjadi di dalam hidup mereka agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama.

  • Mulai Melupakan Tuhan
    Di antara semua hakim yang memerintah Israel, Simson adalah yang paling perkasa. Tuhan menganugerahkan kepadanya kekuatan yang luar biasa sehingga dengan kekuatan itu ia sanggup membunuh seekor singa serta mengalahkan berlaksa musuh hanya dengan tengkorak keledai. Saul adalah raja pertama Israel yang berhasil menyatukan semua suku di bawah satu payung pemerintahan. Ia pun memimpin Israel melawan kekuasaan Bangsa Filistin dan akibat kemenangannya, Israel berdiri menjadi sebuah kerajaan yang diperhitungkan bangsa-bangsa di sekitarnya. Baik Simson maupun Saul pada awalnya menyadari bahwa kekuatan dan kemenangan ini berasal dari Tuhan, bukan dari diri mereka sendiri. Namun sayang, akhirnya mereka melupakan Tuhan. Salah satu tanda bahwa mereka melupakan Tuhan adalah mereka tidak lagi mencari Tuhan dan kehendak-Nya sebelum melakukan suatu hal. Semua dipikirkan dan diputuskan sendiri; Tuhan ditinggalkan di belakang. Salah satu tanda bahwa kita mulai meninggalkan Tuhan adalah kita mulai jarang mengingat Tuhan. Mungkin kita hanya mengingat Tuhan pada waktu kita beribadah di hari Minggu. Selain itu kita jarang mengingat nama Tuhan. Mungkin kita pun mulai melupakan bersekutu dengan Tuhan secara pribadi melalui doa pribadi dan saat teduh karena kita terlalu sibuk. Sebagai akibatnya dalam bertutur kata, dalam bertindak dan dalam memertimbangkan apa pun, kita melupakan Tuhan. Kita tidak lagi meminta kehendak Tuhan dan berdoa untuk memberi kesempatan kepada Tuhan untuk menjawab doa. Kita langsung mengambil keputusan dan mungkin baru datang kepada Tuhan bila masalah muncul. Firman Tuhan mengingatkan, "Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati." (Mazmur 119:2)

  • Membesarkan Diri
    Pada awalnya Saul bukanlah orang yang percaya diri. Sebaliknya, ia penuh keraguan dan sangat bergantung pada Samuel. Di awal pelayanan Simson menempatkan diri sebagai hamba Allah dan menyadari keterbatasannya. Namun sayang, tatkala keduanya menjadi tersohor, mereka berubah dan mengandalkan diri sendiri. Sebagai contoh, Saul berusaha untuk memertahankan takhtanya kendati Tuhan sudah tidak lagi menghendakinya. Ia terus membesarkan diri dan membanggakan apa yang telah diperbuatnya bagi Israel. Simson pun demikian. Ia begitu yakin bahwa kekuatannya tetap akan bersamanya kendati ia membocorkan rahasia kekuatannya kepada Delila. Karena kemurahan dan kebaikan-Nya, Tuhan memberi kesempatan kepada kita untuk mencicipi berkat-Nya yang melimpah. Mungkin kita mulai memetik keberhasilan demi keberhasilan. Sayangnya banyak anak Tuhan yang akhirnya membesarkan diri dan menganggap semua keberhasilan sebagai hasil keringatnya sendiri. Kita harus mengingat seruan Yohanes Pembaptis: "Ia harus makin besar tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30)

  • Mendengarkan Manusia Lebih Daripada Tuhan
    Saul bukanlah seorang imam, jadi tidak seharusnyalah ia melakukan tugas imamat yakni memersembahkan korban namun itulah yang dilakukannya. Alasan yang diberikannya kepada Samuel adalah karena ia menerima tekanan dari orang di sekitarnya. Singkat kata, Saul lebih mendengarkan manusia ketimbang Tuhan. Demikian pula dengan Simson. Ia memilih mendengarkan rayuan Delila daripada menjaga rahasia kekuatannya. Salah satu tanda kita mulai menjauh dari Tuhan adalah kita lebih sering dan lebih menghargai pendapat manusia dibanding Tuhan. Kita makin jarang datang kepada Tuhan untuk merenungi dan mempelajari Firman-Nya. Kita pun makin jarang mencari nasihat dari anak-anak Tuhan atau hamba-hamba Tuhan sebab pada akhirnya kita tidak menghargai nasihat rohani. Firman Tuhan mengingatkan, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6)

  • Berulang-kali Berdosa dan Tidak Bertobat
    Sewaktu Simson ingin menikah dengan gadis Filistin, sesungguhnya orang tuanya tidak setuju. Sayang, Simson tidak mendengarkan nasihat mereka; ia tetap melaksanakan niatnya.Begitu pula dengan Saul. Berkali-kali Samuel menegurnya, tetap ia memilih untuk tidak taat. Baik Simson maupun Saul, keduanya jatuh di dalam dosa yang sama berulang-kali namun keduanya tidak bertobat. Puji Tuhan pada akhir hidupnya Simson bertobat. Setelah ia ditangkap dan dibuat olok-olokan oleh bangsa Filistin, Simson datang kembali kepada Tuhan. Sebaliknya dengan Saul. Bahkan sampai di akhir hidupnya, ia tidak kembali kepada Tuhan. Hidupnya pun berakhir tragis. Tuhan memberi peringatan kepada kita, anak-anak-Nya, tatkala kita berdosa. Ia memberi peringatan lewat Firman-Nya secara langsung; Ia memberi peringatan lewat anak-anak-Nya yang lain atau bahkan orang lain sekalipun; dan kadang Ia memberi peringatan melalui situasi tertentu yang kita alami. Namun tidak selamanya Ia memberi peringatan; adakalanya Ia berhenti. Tuhan berhenti memberi peringatan tatkala Ia melihat bahwa kita terus mengeraskan hati dan menulikan telinga. Pada akhirnya Ia membiarkan kita memilih jalan sendiri dengan harapan, kejatuhan dan pukulan akibat dosa akhirnya menyadarkan kita untuk kembali mendengarkan Tuhan. Simson merasakan sakitnya Firman Tuhan mengingatkan, "Jadikanlah hatiku tahir ya Allah dam perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12)

  • Kehilangan Kekudusan Tuhan
    Simson adalah seorang anak yang dikuduskan atau dipisahkan secara khusus untuk menjadi hamba Tuhan. Itu sebabnya sejak lahir ia tidak memotong rambutnya sebagai tanda perjanjian antara dirinya dengan Tuhan dan sebagai tanda bahwa ia adalah seorang abdi Allah. Saul pun adalah seorang yang diurapi Tuhan. Lewat minyak yang dituangkan Samuel di atas kepalanya, Tuhan menetapkan Saul untuk menjadi abdi Allah. Namun sayang pada akhirnya keduanya tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan di dalam diri mereka. Simson menikah dengan perempuan Filistin, bangsa yang menindas umat Tuhan dan tidak menyembah kepada Tuhan Allah. Ia pun menjalani kehidupan moral yang tidak terpuji dan tidak menghiraukan kekudusan Tuhan pada dirinya. Begitu pula dengan Saul. Pada akhirnya ia lupa diri—ia membunuh para imam gara-gara mereka menolong Daud. Ia tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan. Salah satu pertanda bahwa kita mulai menjauh dari Tuhan adalah kita tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan. Kita mulai bersikap seenaknya terhadap perintah Tuhan; tatkala melanggarnya pun kita tidak merasakan apa-apa lagi. Kita pun mulai kehilangan hormat terhadap rumah Tuhan dan para hamba-Nya. Memang rumah Tuhan adalah benda belaka dan hamba Tuhan adalah orang yang berdosa pula namun keduanya telah ditetapkan sebagai lambang dari kehadiran Tuhan di muka bumi. Begitu kita mulai kehilangan kekudusan terhadap rumah dan hamba Tuhan, biasanya kita pun mulai kehilangan hormat terhadap kekudusan perintah Tuhan. Ketika kita kehilangan hormat terhadap kekudusan perintah Tuhan, kita pun kehilangan hormat terhadap kekudusan Tuhan itu sendiri. Firman Tuhan berkata, "Sebab siapakah di awan-awan yang sejajar dengan Tuhan, yang sama seperti Tuhan, di antara penghuni sorgawi? Allah disegani dalam kalangan orang-orang kudus dan sangat ditakuti melebihi semua yang ada di sekeliling-Nya." (Mazmur 89:7-8)


Transkrip:

Lengkap

"Tanda-Tanda Orang Yang Meninggalkan Tuhan" ( I )

oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang"Tanda-tanda orang yang meninggalkan Tuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita, hal itu tidak kita ragukan lagi. Tapi yang menjadi masalah adalah kita sebagai orang yang disertai Tuhan, justru seringkali memilih jalan sendiri, meninggalkan Tuhan dan semakin lama semakin jauh dari Tuhan, Pak Paul. Apakah hal itu terjadi seketika atau sebenarnya merupakan suatu proses yang cukup panjang yang kita bisa kenali lewat kehidupannya, Pak Paul?

PG : Biasanya ini merupakan sebuah proses yang berlangsung dalam hidup seseorang dan sebetulnya sudah ada tanda-tanda yang memang menyertainya. Tapi masalahnya adalah pada umumnya kita tidak meyadari tanda-tanda itu dan kita masih beranggapan bahwa kita tetap hidup dekat dengan Tuhan padahal sebetulnya kita sudah mulai meninggalkan Tuhan.

GS : Mungkin melalui perbincangan ini, kita bisa menolong orang-orang yang memiliki teman atau bahkan pasangan hidupnya yang mulai menjauh dari Tuhan. Apakah orang lain bisa melihat tanda-tanda itu, Pak Paul?

PG : Saya percaya, seringkali yang pertama melihat adalah orang lain dan kita sendiri buta dan tidak menyadari apa yang terjadi di dalam diri kita. Inilah yang nanti akan dilihat oleh orang-orag dan sebetulnya kalau mereka memberitahukan kita bahwa mereka melihat hal-hal ini, seyogianyalah kita mendengarkan tanggapan-tanggapan mereka sebab bisa jadi mereka adalah orang-orang yang Tuhan pakai untuk mengingatkan kita supaya kita tidak terus menjauh dari-Nya.

GS : Tapi justru sebaliknya yang terjadi yaitu waktu diingatkan reaksinya adalah marah, menolak bahwa dia meninggalkan Tuhan dan dia tetap bersikeras kalau saya tidak meninggalkan Tuhan.

PG : Mungkin karena kita tidak mau mengubah konsep atau pandangan tentang diri kita dan kita tetap mau melihat diri kita sebagai orang yang baik dan sebagai orang Kristen yang taat dan saleh, shingga waktu orang mengatakan,"Kamu berubah, tampaknya kamu seperti ini dan seperti itu, menjauh dari Tuhan," kita tidak menerima hal itu dan malah kita marah dan menuduh,"Kamu menghakimi saya" dan sebagainya.

Tapi sebetulnya justru seringkali orang lainlah yang melihat perubahan-perubahan dalam diri kita itu, maka kita perlu merendahkan diri dan menerima masukan mereka.
GS : Tapi di dalam Alkitab secara terbuka ditunjukkan ada tokoh-tokoh yang meninggalkan Tuhan, Pak Paul?

PG : Dan memang bukan hanya satu atau dua orang, Pak Gunawan, jadi memang ada sejumlah tokoh yang memang disebut oleh Alkitab adalah orang-orang yang akhirnya meninggalkan Tuhan dan ada orang-oang yang akhirnya mengalami hidup yang sangat tragis karena telah meninggalkan Tuhan.

Itu sebabnya saya kira Alkitab memberi kepada kita contoh-contoh itu supaya kita bisa belajar darinya.
GS : Melalui perbincangan ini, Pak Paul, tokoh siapa yang ingin Pak Paul angkat?

PG : Ada dua yang ingin saya angkat yaitu Simson dan Raja Saul. Keduanya kita tahu bahwa mereka dipakai Tuhan atau pernah dipakai Tuhan, tapi kita juga tahu di dalam satu saat hidup mereka, merka meninggalkan Tuhan.

GS : Tapi sebenarnya ada cukup banyak orang juga yang terus meninggalkan Tuhan sampai matinya tapi ada juga yang sebelum dia meninggal, sempat berbalik dan bertobat kembali kepada Tuhan, Pak Paul.

PG : Ada, Pak Gunawan. Misalkan di dalam Alkitab di Perjanjian Baru, yang kita tahu yakni Yudas meninggalkan Tuhan dan terus meninggalkan Tuhan. Ada juga yang seperti Petrus yang pernah pada sau titik meninggalkan Tuhan, menyangkal Tuhan tapi kemudian kembali kepada Tuhan.

Jadi ada orang-orang yang dalam perjalanan hidup dengan Tuhan meninggalkan Tuhan, namun ada yang kembali tapi ada juga yang tidak kembali.
GS : Tapi apakah itu menjadi pengalaman semua orang Kristen, maksudnya semua orang yang percaya kepada Tuhan?

PG : Saya kira seharusnya tidak, Pak Gunawan, sebab kalau kita bersedia merendahkan diri, bersedia mendapatkan teguran maka Tuhan tidak akan mendiamkan kita menjauh dari-Nya, Dia pasti akan mentipkan baik itu hamba-Nya atau siapa pun untuk mengingatkan dan membawa kita kembali kepada-Nya, hanya nanti tergantung kepada kita apakah kita bersedia mendengarkan atau tidak.

GS : Saya yakin ada beberapa tanda yang cukup jelas terlihat baik oleh kita maupun orang lain. Dan tanda yang pertama apa, Pak Paul?

PG : Tanda yang pertama adalah kalau kita meninggalkan Tuhan, kita mulai melupakan Tuhan. Kita coba lihat yang pertama yaitu tentang Simson, kita tahu di antara semua hakim yang memerintah Isral, Simson adalah yang paling perkasa.

Tuhan menganugerahkan kepadanya kekuatan yang luar biasa sehingga dengan kekuatan itu ia sanggup membunuh seekor singa dan mengalahkan berlaksa-laksa musuh hanya dengan tengkorak keledai. Atau yang kedua adalah Raja Saul, dia adalah raja pertama Israel yang berhasil menyatukan semua suku di bawah satu payung pemerintahan. Ia pun memimpin bangsa Israel melawan kekuasaan bangsa Filistin dan akibat kemenangannya Israel berdiri menjadi sebuah kerajaan yang diperhitungkan oleh bangsa-bangsa di sekitarnya. Dari sini kita melihat bahwa kedua orang ini dipakai Tuhan dalam masanya sendiri-sendiri, Simson dipakai untuk melepaskan Israel dari serangan dan penjajahan bangsa Filistin dan kebetulan Saul juga harus memerangi bangsa Filistin yang terus menyerang Israel. Dan di bawah Saullah, Israel menjadi sebuah kerajaan. Jadi dengan kata lain itu adalah sebuah sumbangsih besar kepada bangsa Israel. Jadi dua-dua adalah orang yang Tuhan pakai, namun akhirnya kita tahu mereka melupakan Tuhan. Misalnya kita melihat di sini, baik Simson maupun Saul pada awalnya menyadari bahwa kekuatan dan kemenangan ini berasal dari Tuhan dan bukan dari diri mereka sendiri, namun sayangnya mereka melupakan Tuhan. Salah satu tanda mereka melupakan Tuhan adalah mereka tidak lagi mencari Tuhan dan kehendak-Nya sebelum melakukan suatu hal, semua dipikirkan dan diputuskan sendiri dan Tuhan ditinggalkan di belakang.
GS : Jadi justru orang yang melupakan Tuhan itu pada awalnya adalah orang yang sungguh dekat dan cukup akrab dengan Tuhan, kalau awalnya tidak ada hubungan yang baik maka kita tidak bisa mengatakan bahwa orang itu melupakan Tuhan, dan ini merupakan tindakan yang disengaja oleh mereka sebenarnya.

PG : Jadi kita melihat Simson sebelum lahir, kelahirannya sudah diberitahukan oleh malaikat Tuhan kepada orang tuanya. Raja Saul, pada waktu itu nabi Samuel diutus kepadanya untuk mengurapi dia Jadi jelas-jelas kalau mereka adalah orang yang Tuhan pilih dan yang Tuhan tetapkan, Tuhan urapi dan Tuhan pakai.

Jadi benar-benar mereka akrab dan dipakai Tuhan, namun sayangnya di dalam perjalanan mereka, mereka mulai melupakan Tuhan, jadi apa yang mereka sudah pikirkan baik, kemudian mereka putuskan sendiri dan mereka tidak menghiraukan kehendak Tuhan. Mereka tidak memusingkan untuk mencari tahu apa kehendak Tuhan, yang penting apa yang menjadi kehendaknya itulah yang dilaksanakan.
GS : Kalau kita aplikasikan di dalam kehidupan kita sekarang sebagai orang-orang yang percaya kepada Tuhan, itu seperti apa, Pak Paul?

PG : Pak Gunawan, saya kira salah satu tandanya kalau kita mulai meninggalkan Tuhan adalah kita mulai jarang mengingat Tuhan, mungkin kita hanya mengingat Tuhan pada waktu kita beribadah di har Minggu dan setelah itu kita jarang mengingat nama Tuhan, mungkin juga kita mulai melupakan untuk bersekutu dengan Tuhan secara pribadi lewat doa atau lewat saat teduh, akhirnya kita semakin sibuk dan semakin sibuk dan tidak punya waktu untuk beribadah kepada Tuhan secara pribadi, akhirnya kita mulai melupakan Tuhan di dalam kehidupan kita.

Kita mengingat Tuhan tatkala duduk di depan gereja atau di dalam kebaktian dan setelah itu lupa lagi.
GS : Jadi sebenarnya ada sesuatu yang lebih menarik untuk orang ini dari pada Tuhan, yang dulunya merupakan sesuatu yang menarik buat dia, Pak Paul.

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi pada umumnya kalau kita tidak memelihara hubungan itu dengan Tuhan, mencari Tuhan, mendengarkan firman-Nya, membaca kitab suci, berdoa kepada-Nya, jadi bena-benar menegakkan disiplin rohani itu, kalau kita tidak melakukannya maka kita mulai melupakan Tuhan.

Tuhan mau agar kita terlibat dalam hubungan timbal balik dengan-Nya, mungkin ada orang yang akan berkata,"Kalau begitu semua bergantung kepada kita, kalau kita mau dekat dengan Tuhan maka kita bisa dekat, kalau kita mau jauh dari Tuhan maka kita bisa menjauh dari Tuhan". Memang benar, dalam pengertian ini bergantung kepada kita sebab Tuhan menginginkan relasi timbal balik. Relasi kita dengan Tuhan bukanlah relasi paksa tapi relasi kasih. Dan dalam relasi kasih harus dua orang saling memberikan dirinya kepada satu sama lain. Tuhan sudah memberikan diri-Nya, Dia sudah mati bagi kita, mencurahkan kasih-Nya yang begitu besar kepada kita, dan sekarang tinggal tanggapan-tanggapan dari kita. Kalau kita tidak menanggapi dan mementingkan hal-hal yang lain, pada akhirnya dengan sendirinya kita pun mulai melupakan Tuhan.
GS : Kalau dari pihak Tuhan, pasti kita tidak meragukannya. Seperti janji-Nya,"Aku akan menyertai kamu sampai akhir zaman" hal itu sudah terbukti, hanya kitalah yang seringkali melarikan diri dan meninggalkan Tuhan.

PG : Banyak kejadian yang seperti itu, Pak Gunawan. Misalnya contoh yang sering terjadi adalah waktu kita susah, maka kita berseru-seru dan meminta Tuhan untuk menolong kita, tapi begitu kita mlai senang lagi, hidup lancar lagi maka kita mulai melupakan Tuhan.

Ketika hidup itu membosankan, tidak ada kegiatan yang menarik kemudian kita membenamkan diri dalam kegiatan gerejawi melayani Tuhan, begitu pekerjaan kita mulai membaik, tugas-tugas pekerjaan makin banyak, menumpuk maka hal-hal seperti pelayanan di gereja dan yang lainnya tidak lagi menarik, tidak lagi diprioritaskan akhirnya perlahan-lahan kita mulai melupakan Tuhan. Misalnya dalam pengambilan keputusan, kita langsung memutuskan dan tidak berdoa dulu. Jika nantinya macet atau ada masalah barulah kita mengingat Tuhan lagi, hidup yang seperti ini adalah hidup yang berpotensi tinggi dan akhirnya melupakan Tuhan.
GS : Untuk mengingatkan mereka yang mulai melupakan Tuhan, apakah ada ayat firman Tuhan yang sudah disediakan oleh Tuhan?

PG : Mazmur 119:2 berkata,"Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati", jadi Tuhan tidak pernah berkata,"Kalau memegang peringatan Than, mencari Tuhan dengan segenap hati pastilah batin kita sengsara", tidak seperti itu tapi justru batin kita berbahagia sebab memang itulah kuncinya, Tuhan menginginkan kita hidup dalam peringatan-Nya untuk mencari Dia dengan segenap hati barulah kita nanti hidup dipimpin oleh-Nya dan menemukan kebahagiaan secara batiniah.

GS : Wujud mencari Tuhan dalam kehidupan sehari-hari itu seperti apa, Pak Paul?

PG : Yang pertama kita harus memberikan waktu untuk Tuhan, kita tidak bisa berkata,"Saya memberikan untuk Tuhan, saya mengutamakan Tuhan" tapi tidak pernah berdoa, membaca firman Tuhan pun tida, menenangkan diri dihadapan-Nya pun tidak.

Kedua, tindakan konkretnya adalah dalam segala pengambilan keputusan sebelum bertindak berdoa terlebih dahulu, mencari Tuhan, minta petunjuk kepada-Nya yang jelas, dan terus berdoa meminta kehendak-Nya dan memberi jangka waktu tertentu supaya Tuhan memberikan jawaban-Nya kepada kita. Dan yang ketiga wujud nyata mencari Tuhan, kita benar-benar menjauhkan diri dari hal-hal yang berdosa karena kita takut kepada-Nya.
GS : Memang itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh, seperti orang yang mencari sesuatu yang sangat berharga dan semakin berharga sesuatu itu bagi kita, tentu kita akan mencarinya dengan upaya yang jauh lebih serius.

PG : Betul, ini adalah point yang bagus sekali, Pak Gunawan, sebab kadangkala kita memeroleh konsep bahwa terserah Tuhan, kalau memang Tuhan ingin saya dekat dengan Engkau maka haruslah Tuhan yng membuat saya dekat kepada-Mu.

Tidak seperti itu karena ini adalah relasi kasih dan relasi kasih adalah relasi timbal balik dan bukan relasi paksa. Jadi kita harus mengeluarkan usaha, makin besar usaha yang kita keluarkan untuk mencari Dia maka semakin kita menunjukkan kepada Tuhan bahwa kita sungguh-sungguh memerhatikan Dia.
GS : Selain tanda mulai melupakan Tuhan, Pak Paul, apakah ada tanda lain dari orang yang meninggalkan Tuhan?

PG : Yang kedua adalah kita mulai membesarkan diri, contoh dari Saul misalnya seperti ini, awalnya Saul adalah bukan orang yang percaya diri, istilahnya PD sebaliknya Saul penuh keraguan sangatbergantung pada Samuel, saat mau diurapi dia malah lari ketakutan, dia memang benar-benar penuh dengan keraguan.

Coba kita lihat Simson, di awal pelayanannya Simson juga menempatkan diri sebagai hamba Allah, menyadari keterbatasannya namun sayangnya ketika keduanya menjadi tersohor mereka berubah dan mengandalkan diri sendiri, dan itulah yang terjadi. Saul memeroleh kemenangan-kemenangan karena bangsa Filistin bisa dipukul kalah dan sebagainya, Simson mengalami kemenangan-kemenangan, mereka makin tersohor dan mereka akhirnya mulai membesarkan diri. Contohnya Saul, dia berusaha mempertahankan tahtanya kendati Tuhan sudah tidak lagi menghendakinya bahkan dia ingin memastikan kalau putranya yang akan naik menggantikan, dia terus membesarkan diri, membanggakan apa yang telah diperbuatnya bagi Israel sebelum dia memerintahkan Doeg seorang Edom membunuh para imam Tuhan dan dia membanggakan dirinya bahwa siapa yang telah berbuat ini dan itu, berjasa buat kamu semuanya yaitu saya dan saya, seperti itu. Simson juga sama, dia begitu yakin bahwa kekuatannya tetap akan bersamanya walaupun dia membocorkan rahasia kekuatannya kepada Delila dan dia tidak takut bahwa kekuatannya akan hilang bila rambut panjangnya digunting, sebab dia terlalu percaya diri. Kita lihat persamaannya, dua-dua mulai percaya diri terlalu besar.
GS : Padahal keberhasilan yang mereka raih atau mereka dapatkan, ini semua berasal dari Tuhan juga, Pak Paul. Tuhan pasti tahu, dengan memberikan keberhasilan ini membuat mereka menjadi sombong dan menjauhkan diri dari Tuhan, kenapa hal itu diberikan, Pak Paul?

PG : Tuhan tetap memberikan yang terbaik bagi kita, Pak Gunawan, sebab yang pertama adalah karena Tuhan itu penuh kasih dan Dia ingin agar kita bisa menikmati hal-hal yang baik dalam hidup kita berkat-berkat yang melimpah.

Karena kebaikan-Nya itu maka dia memberikan semua yang baik itu. Dan yang kedua kita tahu bahwa Tuhan memberikan kekuatan yang besar kepada Simson karena Tuhan ingin memakainya sebagai seorang hakim yang bisa memimpin bangsa-Nya mengalahkan bangsa Filistin. Tuhan juga memberikan keberanian, kekuatan kepada Saul supaya Tuhan bisa memakainya tapi seringkali akhirnya kepercayaan itu, anugerah itu dianggap sebagai sesuatu yang semestinya dan memang adalah milik saya dan mereka lupa kalau ini sebetulnya adalah karunia Tuhan belaka.
GS : Jadi sebenarnya kita sebagai manusia menjadi serba salah, waktu kita menderita dan mengalami kegagalan-kegagalan, kita meminta agar Tuhan menolong kita tapi dengan keberhasilan itu, kita mudah terjerat kepada kesombongan dan ketinggian hati, seolah-olah kesuksesan itu adalah hasil karya saya, Pak Paul.

PG : Seperti tadi yang telah kita bahas, awalnya memang melupakan Tuhan. Jadi kalau Pak Gunawan perhatikan, orang yang membesarkan diri dan melihat keberhasilan karena saya. Sebelumnya dia suda berpikir seperti itu, maka sebenarnya sesuatu telah terjadi dan dia sudah mulai melupakan Tuhan.

Sebab kita tahu kalau kita tidak melupakan Tuhan berarti kita akan mencari Tuhan, membaca firman-Nya, mendengarkan nasehat-nasehat-Nya, membuka hati untuk menerima teguran-Nya. Akhirnya kita susah untuk menjadi seperti si Saul dan Simson ini, membesarkan diri dan tidak lagi menjadi pemberi semua itu. Jadi memang kunci yang pertama itu penting sekali yaitu jangan sampai melupakan Tuhan.
GS : Padahal saat ini seringkali diajarkan atau diberitahukan kepada orang-orang itu agar punya percaya diri yang kuat, hal ini juga bisa menjerumuskan seseorang untuk melupakan Tuhan juga?

PG : Betul. Kalau tidak hati-hati, kepercayaan diri yang dipupuk seperti itu membuat kita akhirnya melupakan Tuhan. Sudah tentu kita mengerti bahwa apa yang disampaikan itu ada baiknya, supaya embuat kita jangan sampai belum apa-apa sudah ragu sebab kalau belum apa-apa sudah ragu maka akhirnya tidak akan maju-maju dalam hidup ini.

Namun selalu harus ingat bahwa kita terbatas dan begitu banyak hal di luar kendali kita dan sebetulnya semua berada di dalam tangan Tuhan dan bukan di dalam tangan kita sendiri, maka akhirnya kita kembali menyerahkan kepada Tuhan dan bersyukur bahwa ini adalah anugerah-Nya dan ini bukanlah dari kita, ini adalah pemberian Tuhan dan kita sebetulnya adalah alat yang Tuhan pakai.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang mengingatkan orang yang seringkali merasa dirinya besar sendiri, Pak Paul?

PG : Tuhan Yesus tidak sering-sering memuji orang tapi salah satu yang Tuhan puji adalah Yohanes pembaptis. Tuhan Yesus benar-benar melihat bahwa orang ini adalah orang yang berhikmat, berintegitas, jujur, tulus, dipakai Tuhan maka Tuhan Yesus sendiri memuji dia.

Yohanes pembaptis pernah berkata seperti ini,"Ia harus makin besar tapi aku harus semakin kecil", artinya Yesus harus semakin besar tetapi aku semakin kecil. Jadi justru makin berjalan, makin menikmati keberhasilan kita harus berkata,"Aku harus semakin kecil dan Tuhan harus semakin besar". Tapi kuncinya adalah kita bisa menjadi kecil kalau Tuhan besar. Jadi kalau kita mengecilkan diri, tapi tidak mau membesarkan Tuhan maka sia-sia, tetap saja diri kita yang menggelembung. Maka kuncinya adalah selalu kedepankan Tuhan, besarkan Tuhan. Otomatis diri itu makin mengecil.
GS : Berarti sebenarnya semakin sukses seseorang, makin berhasil atau bisa meraih cita-citanya, justru orang itu harus semakin bergantung kepada Tuhan supaya dia tidak terjerumus kepada dosa kesombongan ini, Pak Paul?

PG : Betul sekali. Dan saya percaya Tuhan itu akan menghadirkan tanda-tanda kalau dia mulai jauh atau mulai membanggakan diri atau mulai membesarkan diri, Tuhan akan mengirimkan tanda-tanda suaya dia sadar.

Contohnya adalah Raja Daud, dia ingin melihat kemuliaannya sehingga dia memerintahkan Yoab untuk melakukan sensus mengenai berapa banyak penduduknya, kekuatannya, tentaranya, dia ingin menghitung kehebatannya. Dari mulut Yoab (panglima yang hidupnya tidak terlalu lurus, membunuh orang dan sebagainya) muncul teguran kepada Raja Daud kenapa harus seperti itu,"Bukankah Tuhan sudah memberkati maka tidak perlu dilakukan" tapi Daud memaksa dan akhirnya Tuhan menegur dan Tuhan mengirimkan nabi-Nya dan memberikan hukuman kepadanya. Jadi kalau kita adalah anak Tuhan yang memang bersedia bertobat, Tuhan tidak akan meninggalkan kita dan Dia akan memberikan kepada kita peringatan-peringatan, kalau kita tidak hiraukan maka Dia akan memberi kita hukuman supaya kita bertobat dan kembali kepada-Nya.
GS : Memang untuk Daud, Tuhan menghukum atau mengingatkan dengan sangat keras, misalkan suara maka suaranya yang sangat keras yang disampaikan kepada Daud supaya Daud tidak jadi sombong. Tapi apakah hal itu tidak berlaku untuk Saul dan Simson, Pak Paul?

PG : Simson sudah mendapatkan dari awalnya yakni peringatan misalnya dari orang tuanya sudah diberitahukan agar tidak menikah dengan gadis-gadis Filistin itu tapi dia tetap tidak menghiraukan dn jalan terus, pernikahan pertama gagal dan yang kedua dengan Delila, tapi tetap tidak menghiraukan Tuhan.

Saul juga berkali-kali tidak menghiraukan teguran dari nabi Samuel, dihimbau lagi, diberitahukan lagi tapi tetap saja berbuat dosa. Dari Daud, dari putranya Yonatan tapi memang tidak lagi mau mendengarkan. Namun kita bisa berkata,"Kalau dari awal mau mendengarkan, mau ditegur, mau berubah pasti Tuhan akan memberikan kepada kita peringatan.
GS : Jadi sebenarnya kesempatan untuk bertobat, itu diberikan oleh Tuhan kepada semua orang, Pak Paul?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi Tuhan selalu memberikan kesempatan kepada kita untuk bertobat dan Dia akan memberikan peringatan-Nya lebih dari sekali bahkan berulang-ulang kali, namun terantung dari kita mau atau tidak bertobat dan kembali kepada-Nya.

GS : Mungkin yang ketiga tidak bisa kita bahas sampai tuntas, tetapi sebenarnya apa tanda yang ketiga yang terjadi pada diri orang yang meninggalkan Tuhan, Pak Paul?

PG : Yang ketiga adalah mendengarkan manusia lebih dari pada Tuhan. Dan nanti akan kita bahas bahwa ternyata kalau kita lebih mendengarkan manusia dari pada Tuhan, itu adalah pertanda bahwa sebtulnya Tuhan tidak lagi penting dan sebetulnya kita lebih menghargai pendapat-pendapat manusia dan itu sebetulnya adalah tanda yang harus kita cermati kalau tidak, maka kita akan semakin tenggelam dan semakin jauh dari Tuhan.

GS : Jadi walaupun orang-orang seperti Simson dan Saul dipilih secara khusus oleh Tuhan, tetap punya kecenderungan untuk menomorduakan Tuhan atau bahkan lebih rendah dari itu, Pak Paul.

PG : Jadi akan ada orang-orang tertentu dalam hidup mereka yang akhirnya lebih berpengaruh dan lebih mereka dengarkan sehingga akhirnya mereka tidak lagi mendengarkan Tuhan. Kita akan bahas, bisanya orang-orang itu yang kita dengarkan adalah orang-orang di mana dengan mereka kita memiliki kebutuhan khusus sehingga dari mereka kita mendapatkan yang kita butuhkan sehingga lebih mendengarkan mereka dan Tuhan kita nomor duakan.

GS : Jadi ini adalah sebuah bahan yang sangat menarik, tentunya kita berharap para pendengar yang sudah mengikuti perbincangan kita sampai sejauh ini akan tetap mengikutinya pada kesempatan yang akan datang dan kita berharap akan hal itu. Jadi para pendengar kami berharap Anda tetap mengikuti perbincangan dari kelanjutan pokok tanda-tanda orang yang meninggalkan Tuhan pada kesempatan yang akan datang. Saudara-saudara pendengar yang dikasihi oleh Tuhan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Tanda-Tanda Orang yang Meninggalkan Tuhan" bagian yang pertama dan kami akan melanjutkan dan menuntaskan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



16. Tanda-Tanda Orang Yang Meninggalkan Tuhan (II)


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T307B (File MP3 T307B)


Abstrak:

Sebagai manusia berdosa, kita selalu berkeinginan untuk menjauh dari Tuhan dan bahkan meninggalkan Tuhan, kita merasa tidak sanggup untuk dekat dengan Tuhan karena untuk dekat dengan-Nya kita harus rela menyalibkan diri sendiri. Apakah kita tengah ada di posisi meninggalkan Tuhan? Saul dan Simson juga meninggalkan Tuhan dan dalam bagian ini akan diulas mengenai mereka dan mudah-mudahan melalui pengalaman mereka, kita tidak akan mengulang kesalahan yang telah mereka lakukan.


Ringkasan:

Di dalam Alkitab ada banyak contoh orang yang meninggalkan Tuhan, di antaranya adalah Simson dan Saul. Sungguh menyedihkan dan tragis hidup mereka akibat tindakan mereka meninggalkan Tuhan. Mengapakah sampai mereka meninggalkan Tuhan? Apakah tanda-tanda mereka mulai meninggalkan Tuhan? Berikut kita akan melihat apa yang terjadi di dalam hidup mereka agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama.

  • Mulai Melupakan Tuhan
    Di antara semua hakim yang memerintah Israel, Simson adalah yang paling perkasa. Tuhan menganugerahkan kepadanya kekuatan yang luar biasa sehingga dengan kekuatan itu ia sanggup membunuh seekor singa serta mengalahkan berlaksa musuh hanya dengan tengkorak keledai. Saul adalah raja pertama Israel yang berhasil menyatukan semua suku di bawah satu payung pemerintahan. Ia pun memimpin Israel melawan kekuasaan Bangsa Filistin dan akibat kemenangannya, Israel berdiri menjadi sebuah kerajaan yang diperhitungkan bangsa-bangsa di sekitarnya. Baik Simson maupun Saul pada awalnya menyadari bahwa kekuatan dan kemenangan ini berasal dari Tuhan, bukan dari diri mereka sendiri. Namun sayang, akhirnya mereka melupakan Tuhan. Salah satu tanda bahwa mereka melupakan Tuhan adalah mereka tidak lagi mencari Tuhan dan kehendak-Nya sebelum melakukan suatu hal. Semua dipikirkan dan diputuskan sendiri; Tuhan ditinggalkan di belakang. Salah satu tanda bahwa kita mulai meninggalkan Tuhan adalah kita mulai jarang mengingat Tuhan. Mungkin kita hanya mengingat Tuhan pada waktu kita beribadah di hari Minggu. Selain itu kita jarang mengingat nama Tuhan. Mungkin kita pun mulai melupakan bersekutu dengan Tuhan secara pribadi melalui doa pribadi dan saat teduh karena kita terlalu sibuk. Sebagai akibatnya dalam bertutur kata, dalam bertindak dan dalam memertimbangkan apa pun, kita melupakan Tuhan. Kita tidak lagi meminta kehendak Tuhan dan berdoa untuk memberi kesempatan kepada Tuhan untuk menjawab doa. Kita langsung mengambil keputusan dan mungkin baru datang kepada Tuhan bila masalah muncul. Firman Tuhan mengingatkan, "Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati." (Mazmur 119:2)

  • Membesarkan Diri
    Pada awalnya Saul bukanlah orang yang percaya diri. Sebaliknya, ia penuh keraguan dan sangat bergantung pada Samuel. Di awal pelayanan Simson menempatkan diri sebagai hamba Allah dan menyadari keterbatasannya. Namun sayang, tatkala keduanya menjadi tersohor, mereka berubah dan mengandalkan diri sendiri. Sebagai contoh, Saul berusaha untuk memertahankan takhtanya kendati Tuhan sudah tidak lagi menghendakinya. Ia terus membesarkan diri dan membanggakan apa yang telah diperbuatnya bagi Israel. Simson pun demikian. Ia begitu yakin bahwa kekuatannya tetap akan bersamanya kendati ia membocorkan rahasia kekuatannya kepada Delila. Karena kemurahan dan kebaikan-Nya, Tuhan memberi kesempatan kepada kita untuk mencicipi berkat-Nya yang melimpah. Mungkin kita mulai memetik keberhasilan demi keberhasilan. Sayangnya banyak anak Tuhan yang akhirnya membesarkan diri dan menganggap semua keberhasilan sebagai hasil keringatnya sendiri. Kita harus mengingat seruan Yohanes Pembaptis: "Ia harus makin besar tetapi aku harus makin kecil." (Yohanes 3:30)

  • Mendengarkan Manusia Lebih Daripada Tuhan
    Saul bukanlah seorang imam, jadi tidak seharusnyalah ia melakukan tugas imamat yakni memersembahkan korban namun itulah yang dilakukannya. Alasan yang diberikannya kepada Samuel adalah karena ia menerima tekanan dari orang di sekitarnya. Singkat kata, Saul lebih mendengarkan manusia ketimbang Tuhan. Demikian pula dengan Simson. Ia memilih mendengarkan rayuan Delila daripada menjaga rahasia kekuatannya. Salah satu tanda kita mulai menjauh dari Tuhan adalah kita lebih sering dan lebih menghargai pendapat manusia dibanding Tuhan. Kita makin jarang datang kepada Tuhan untuk merenungi dan mempelajari Firman-Nya. Kita pun makin jarang mencari nasihat dari anak-anak Tuhan atau hamba-hamba Tuhan sebab pada akhirnya kita tidak menghargai nasihat rohani. Firman Tuhan mengingatkan, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu maka Ia akan meluruskan jalanmu." (Amsal 3:5-6)

  • Berulang-kali Berdosa dan Tidak Bertobat
    Sewaktu Simson ingin menikah dengan gadis Filistin, sesungguhnya orang tuanya tidak setuju. Sayang, Simson tidak mendengarkan nasihat mereka; ia tetap melaksanakan niatnya.Begitu pula dengan Saul. Berkali-kali Samuel menegurnya, tetap ia memilih untuk tidak taat. Baik Simson maupun Saul, keduanya jatuh di dalam dosa yang sama berulang-kali namun keduanya tidak bertobat. Puji Tuhan pada akhir hidupnya Simson bertobat. Setelah ia ditangkap dan dibuat olok-olokan oleh bangsa Filistin, Simson datang kembali kepada Tuhan. Sebaliknya dengan Saul. Bahkan sampai di akhir hidupnya, ia tidak kembali kepada Tuhan. Hidupnya pun berakhir tragis. Tuhan memberi peringatan kepada kita, anak-anak-Nya, tatkala kita berdosa. Ia memberi peringatan lewat Firman-Nya secara langsung; Ia memberi peringatan lewat anak-anak-Nya yang lain atau bahkan orang lain sekalipun; dan kadang Ia memberi peringatan melalui situasi tertentu yang kita alami. Namun tidak selamanya Ia memberi peringatan; adakalanya Ia berhenti. Tuhan berhenti memberi peringatan tatkala Ia melihat bahwa kita terus mengeraskan hati dan menulikan telinga. Pada akhirnya Ia membiarkan kita memilih jalan sendiri dengan harapan, kejatuhan dan pukulan akibat dosa akhirnya menyadarkan kita untuk kembali mendengarkan Tuhan. Simson merasakan sakitnya Firman Tuhan mengingatkan, "Jadikanlah hatiku tahir ya Allah dam perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" (Mazmur 51:12)

  • Kehilangan Kekudusan Tuhan
    Simson adalah seorang anak yang dikuduskan atau dipisahkan secara khusus untuk menjadi hamba Tuhan. Itu sebabnya sejak lahir ia tidak memotong rambutnya sebagai tanda perjanjian antara dirinya dengan Tuhan dan sebagai tanda bahwa ia adalah seorang abdi Allah. Saul pun adalah seorang yang diurapi Tuhan. Lewat minyak yang dituangkan Samuel di atas kepalanya, Tuhan menetapkan Saul untuk menjadi abdi Allah. Namun sayang pada akhirnya keduanya tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan di dalam diri mereka. Simson menikah dengan perempuan Filistin, bangsa yang menindas umat Tuhan dan tidak menyembah kepada Tuhan Allah. Ia pun menjalani kehidupan moral yang tidak terpuji dan tidak menghiraukan kekudusan Tuhan pada dirinya. Begitu pula dengan Saul. Pada akhirnya ia lupa diri—ia membunuh para imam gara-gara mereka menolong Daud. Ia tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan. Salah satu pertanda bahwa kita mulai menjauh dari Tuhan adalah kita tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan. Kita mulai bersikap seenaknya terhadap perintah Tuhan; tatkala melanggarnya pun kita tidak merasakan apa-apa lagi. Kita pun mulai kehilangan hormat terhadap rumah Tuhan dan para hamba-Nya. Memang rumah Tuhan adalah benda belaka dan hamba Tuhan adalah orang yang berdosa pula namun keduanya telah ditetapkan sebagai lambang dari kehadiran Tuhan di muka bumi. Begitu kita mulai kehilangan kekudusan terhadap rumah dan hamba Tuhan, biasanya kita pun mulai kehilangan hormat terhadap kekudusan perintah Tuhan. Ketika kita kehilangan hormat terhadap kekudusan perintah Tuhan, kita pun kehilangan hormat terhadap kekudusan Tuhan itu sendiri. Firman Tuhan berkata, "Sebab siapakah di awan-awan yang sejajar dengan Tuhan, yang sama seperti Tuhan, di antara penghuni sorgawi? Allah disegani dalam kalangan orang-orang kudus dan sangat ditakuti melebihi semua yang ada di sekeliling-Nya." (Mazmur 89:7-8)


Transkrip:

Lengkap

"Tanda-Tanda Orang Yang Meninggalkan Tuhan" ( II )

oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu yaitu tentang"Tanda-Tanda Orang yang Meninggalkan Tuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Kita sedang membahas tanda-tanda orang yang meninggalkan Tuhan, Pak Paul. Sebelum kita melanjutkan perbincangan kita, mungkin Pak Paul bisa mengulas apa yang menjadi tanda yang sudah kita perbincangkan pada kesempatan yang lalu dan bagaimana tanda orang yang sudah meninggalkan Tuhan?

PG : Kita mau belajar dari dua tokoh Alkitab yang pernah meninggalkan Tuhan supaya kita bisa memetik pelajaran, jangan sampai kita melakukan kesalahan yang sama yaitu seperti Simson dan Raja Sal, kita tahu Raja Saul tidak bertobat tapi Simson memang pernah jauh dari Tuhan namun dia bertobat.

Yang pertama kita melihat tanda-tandanya bahwa keduanya itu mulai melupakan Tuhan. Jadi mereka tidak lagi mencari Tuhan dalam pengambilan keputusan, mereka langsung bertindak ketika melihat apa yang baik di mata mereka atau di dalam pikiran mereka, itulah yang akan mereka lakukan. Yang berikut, kalau orang sudah mulai meninggalkan Tuhan seringkali orang itu mulai membesarkan diri, percaya kepada kemampuan diri, tidak lagi bersandar kepada Tuhan. Kita tahu Simson dan Saul juga seperti itu meskipun awalnya mereka menjalani hidup sebagai hamba Tuhan, tapi pada akhirnya bergantung kepada kekuatan sendiri dan melihat diri sebagai orang yang hebat dan berhasil. Jadi kita perlu belajar jangan sampai waktu kita menerima berkat dari Tuhan akhirnya kita melupakan Tuhan dan justru meng'klaim' bahwa semua itu adalah hasil keringat kita atau hasil kemampuan kita sendiri. Itu adalah dua hal yang telah kita bahas dan kita akan masuk lagi ke dalam tiga tanda lainnya, Pak Gunawan.
GS : Tanda yang ketiga yang sempat kita singgung secara sepintas pada kesempatan yang lalu yaitu tentang mendengarkan manusia lebih dari Tuhan, mengenai hal itu bagaimana, Pak Paul?

PG : Misalnya kita melihat contoh Saul, Saul bukanlah seorang imam, Pak Gunawan. Jadi tidak seharusnya dia melakukan tugas imamat yakni memersembahkan korban namun itulah yang dilakukannya, Samel sudah memberitahukan kepada dia bahwa Samuel akan datang untuk melakukan hal itu, tapi Saul tidak sabar dan kemudian dia langsung memberikan persembahan korban.

Waktu ditanya oleh Samuel alasan yang diberikannya adalah karena dia menerima tekanan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Jadi besar kemungkinan orang-orang yang di sekitarnya atau stafnya atau bawahannya atau rekan-rekannya mulai berkata kepada Saul,"Mungkin Samuel tidak datang, kamu saja yang persembahkan karena kamu adalah raja dan apa salahnya kamu memersembahkan korban, kita mau pergi berperang dan kalau nanti serdadu melihat dan tidak ada korban yang dipersembahkan untuk Tuhan berarti Tuhan tidak memberkati dan itu membuat mereka ciut hati dan tidak berani perang kalau begitu kamu saja yang melakukan" pasti itu adalah suara-suara yang didengar oleh Saul. Padahal dia sudah tahu kalau itu tidak boleh, ini bukan wewenang dia dan Samuel pasti datang, dia hanya harus tunduk dan patuh kepada perintah Tuhan. Dan kita melihat di situ bahwa Saul lebih mendengarkan manusia daripada Tuhan. Demikian juga dengan Simson, dia lebih memilih mendengarkan rayuan Delila daripada menjaga rahasia kekuatannya, bukannya dia berkata,"Maaf tidak bisa, ini adalah sesuatu yang harus saya rahasiakan antara saya dan Tuhan", tapi akhirnya dia mendengarkan bujukan istrinya dan dia beritahukan rahasia kekuatannya kepada Delila.
GS : Tapi sebenarnya tanda yang ketiga ini juga erat hubungannya dengan tanda yang pertama dan tanda yang kedua, Pak Paul, yaitu melupakan Tuhan dan membesarkan diri. Jadi walaupun didesak oleh banyak orang, kalau orang-orang ini tetap memiliki kerendahan hati dan masih tetap ingat kepada Tuhan pasti tidak akan terjadi tanda yang ketiga yaitu mendengarkan manusia lebih dari mendengarkan Tuhan.

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi kalau kita sudah mulai melupakan Tuhan dan lebih memfokuskan kepada diri sendiri maka sudah pasti kita tidak akan lagi mendengarkan Tuhan dan pendapat yang ebih kita dengarkan adalah pendapat manusia atau orang-orang di sekitar kita, karena kita beranggapan bahwa mereka lebih berpengetahuan, lebih tahu, lebih tepat sehingga kita tidak lagi berpikir bahwa yang lebih tahu adalah Tuhan dan kita tidak memusingkan hal itu.

Jadi ini adalah salah satu tanda kita mulai menjauh dari Tuhan dan kita akan lebih sering dan lebih menghargai pendapat manusia dibanding Tuhan dan kita semakin jarang datang kepada Tuhan untuk merenungi dan memelajari firman-Nya dan kita tidak lagi memiliki keinginan untuk bertumbuh di dalam pengetahuan dan kasih Tuhan dan kita pun menjadi semakin jarang mencari nasehat dari anak-anak Tuhan atau hamba-hamba Tuhan, sebab pada akhirnya kita tidak menghargai nasehat rohani. Dan nanti akan terlihat ciri atau tanda tersebut, kita itu tidak terlalu memerhatikan nasehat rohani, kita pikir kalau nasehat rohani tidak penting dan tidak relevan,"kamu tahu apa, dunia ini seperti ini dan begitu dan kita harus tahu ini dan itu", akhirnya kita makin meremehkan nasehat rohani. Dan saya melihat ini adalah tanda bahwa sebetulnya kita mulai menjauh dari Tuhan.
GS : Orang-orang seperti ini, Pak Paul, seperti Saul dan Simson selalu punya alasan bahwa mereka melanggar perintah Tuhan ini karena desakan orang-orang, jadi dia tidak mengakui kesalahannya malah menyalahkan orang lain.

PG : Betul. Jadi waktu kita harus berhadapan dengan konsekuensi perbuatan kita maka kecenderungan kita menyalahkan orang bahwa gara-gara kamulah saya seperti ini dan itu, contoh yang pertama adlah Adam dan Hawa.

Meskipun Hawa yang pertama memberitahukan Adam tentang buah itu, tapi Adam memunyai kewajiban untuk menolak dan justru untuk menegur istrinya,"Kamu salah" tapi dia mendengar perkataan istrinya dan dia memakannya. Namun waktu Tuhan mengkonfrontasi, menghadapkan dia dengan perbuatannya, yang dia lakukan adalah menyalahkan Hawa dan Hawa juga sama, yakni waktu Tuhan perhadapkan dia dengan perbuatannya dia menyalahkan si ular atau si iblis. Jadi memang waktu kita lebih mendengarkan manusia dan kemudian terjadi apa-apa maka kita cepat sekali tidak mau memikul tanggung-jawab dan malah yang pertama menyalahkan orang-orang yang telah memberikan pendapatnya kepada kita.
GS : Dan pada gilirannya juga menyalahkan Tuhan, Pak Paul, karena nasehat dari orang-orang di sekitar, terutama yang tidak seiman dengan kita pasti menyalahkan,"Tuhanmu tidak bisa berbuat apa-apa", dan apakah ada jalan lain yang bisa ditempuh, Pak Paul?

PG : Kadang-kadang bisa juga menyalahkannya seperti ini, Pak Gunawan,"Kalau Tuhan itu baik kepada saya, berkuasa dalam segalanya kenapa tidak menghentikan orang-orang yang seperti ini memberika nasehat kepada saya, tidak memberhentikan saya untuk tidak melakukan hal itu dan malah mendiamkan", berarti yang salah adalah Tuhan, padahal ini adalah tanggung-jawab kita.

Jadi saya kembali kepada poin yang semula yang sudah saya ungkapkan sebelumnya bahwa relasi kita dengan Tuhan adalah relasi kasih dan bukan relasi paksa maka Tuhan mengharapkan andil, tanggung-jawab dari pihak kita untuk juga menjaga relasi ini. Jadi kita tidak bisa dengan mudah menyalah-nyalahkan.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang mengingatkan kita untuk lebih mendengarkan Tuhan dari pada mendengarkan manusia, Pak Paul?

PG : Amsal 3:5,6"Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu". Jadi firmn Tuhan dengan tegas meminta kita untuk memercayakan semua kepada Tuhan dengan segenap hati, artinya jangan hanya setengah hati dan Tuhan meminta kepada kita untuk jangan bersandar kepada pengertian kita sendiri artinya selalu mendahulukan Tuhan dan mintalah pimpinan-Nya maka Dia akan meluruskan jalan kita.

GS : Di sana juga dikatakan untuk mengakui Tuhan di dalam setiap lakumu, kita harus mengakui Tuhan di dalam setiap laku kita, itu artinya di dalam seluruh aspek kehidupan kita, kita mengutamakan Tuhan, Pak Paul?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan, jadi bukan hanya sepotong-sepotong dan barulah kita meminta kepada Tuhan untuk turut campur memimpin kita, tidak seperti itu. Dalam segala aspek kita memang mau emastikan bahwa kita sudah bertanya kepada Tuhan, kita mau mengikuti kehendak-Nya dan kita tidak mau melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada-Nya.

GS : Seringkali kita meminta nasehat kepada sesama kita, karena kita menganggap ini bukan urusan Tuhan misalnya seperti urusan perdagangan, ini adalah urusan antara saya dan rekan kerja saya dan Tuhan tidak perlu ikut-ikut, saya tidak perlu melibatkan Tuhan, begitu Pak Paul?

PG : Karena itu saya juga teringat akan keluhan orang-orang yang akhirnya bertobat karena Tuhan menegur mereka dan berkata,"Kenapa dulu saya tidak mendengarkan Tuhan, kenapa dulu saya tidak menari kehendak Tuhan, kenapa saya langsung mendengarkan bujukan atau perkataan si A dan si B dan langsung melakukannya, saya benar-benar salah karena tidak mencari kehendak Tuhan.

Sebab pada akhirnya kita menyadari kadang-kadang terlalu bernafsu, terlalu memercayakan semua kepada orang dan akhirnya melakukan semua itu tanpa meminta persetujuan Tuhan.
GS : Kalau tanda yang keempat apa, Pak Paul?

PG : Tanda keempat kalau kita mulai menjauh dari Tuhan adalah bahwa berulang-ulang kali berdosa namun tidak bertobat. Sewaktu Simson misalnya ingin menikah dengan gadis Filistin, sesungguhnya oang tuanya tidak setuju dan sayang Simson tidak mendengarkan nasehat mereka dan dia tetap melaksanakan niatnya.

Begitu pula dengan Saul, berkali-kali Samuel menegurnya tapi dia memilih untuk tidak taat, bahkan nasehat dari puteranya Yonatan malah dibalas dengan kemarahan. Baik Simson maupun Saul pada akhirnya keduanya jatuh ke dalam dosa yang sama berulangkali, namun keduanya tidak bertobat pada saat-saat itu. Puji Tuhan pada akhirnya Simson bertobat, setelah dia ditangkap, dibuat olok-olokan oleh bangsa Filistin, akhirnya Simson datang kembali kepada Tuhan. Sayang sekali dengan Saul, bahkan sampai di akhir hidupnya Saul tidak kembali kepada Tuhan. Kita tahu kemudian Saul mencari ahli tenung dan akhir hidupnya berakhir dengan tragis karena Tuhan memberi kesempatan untuk dia bertobat, memberikan teguran, peringatan dan tidak dihiraukan, maka akhirnya Tuhan mendiamkan.
GS : Jadi sebenarnya kepada semua orang Tuhan memeringatkan dengan berbagai macam cara, dengan harapan orang itu sadar dan kembali kepada Tuhan, Pak Paul?

PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi kalau kita sudah membiasakan diri untuk mendengarkan teguran Tuhan maka hati nurani kita makin hari makin halus dan makin peka; makin kita tidak mendengarkan tegurn Tuhan maka hati nurani kita makin tidak peka dan makin kasar, akhirnya apa yang Tuhan katakan tidak lagi bisa kita dengar.

Dan Tuhan memberi peringatan kepada kita anak-anak-Nya tatkala kita berdosa, misalkan Dia memberi peringatan akan firman-Nya secara langsung, memberikan peringatan lewat anak-anak-Nya yang lain atau bahkan dari orang lain sekalipun dan kadang memberi peringatan akan situasi tertentu yang kita alami, namun ini kunci yang bisa kita garis bawahi yakni tidak selamanya Tuhan memberi peringatan, adakalanya Tuhan berhenti. Jadi jangan sampai kita berasumsi sampai kapan pun Tuhan memberi peringatan, tidak seperti itu. Satu titik, Tuhan akan berkata,"Setop di sini" dan kita tahu itu yang terjadi pada Saul, satu titik memang Tuhan biarkan dan memang dia makin liar dan gelap mata, tapi memang Tuhan biarkan karena berkali-kali diperingati tapi tidak mendengarkan, maka akhirnya Tuhan berhenti memberikan peringatan.
GS : Jadi Tuhan bisa memakai seorang anak untuk mengingatkan ayahnya, seperti hal ini Yonatan mengingatkan Saul, tetapi bagi seorang ayah agak sulit diingatkan oleh anaknya.

PG : Betul sekali dan akhirnya memang kalau kita tetap tidak mau mendengarkan meskipun seharusnya kita mendengarkan dan pasti sulit karena dari anak sendiri. Tapi kalau dari pihak kita sendiri idak mau mendengarkan maka tidak bisa tidak Tuhan akan membiarkan, jadi kita harus merasakan pukulan-pukulan dosa seperti dalam kasus Simson, dia ditangkap dan kedua matanya dicungkil dan dia dijadikan barang tontonan.

Seperti Saul, akhirnya dia juga mati dalam peperangan. Itulah contoh-contoh kalau kita tidak mendengarkan peringatan Tuhan.
GS : Seringkali Tuhan mengingatkan kita lewat kesukaran, lewat persoalan, lewat penderitaan yang cukup berat untuk mengingatkan kita, Pak Paul walaupun saat itu terasa kurang enak bagi kita.

PG : Jadi seolah-olah waktu Tuhan mencambuk atau memberikan kepada kita disiplin atau peringatan yang begitu keras, tujuannya benar-benar untuk menghancurkan kita supaya dalam kehancuran itu kia tidak bisa lagi melawan Tuhan atau membanggakan diri atau membangkang.

Supaya di dalam kondisi itulah kita datang kepada Dia. Misalkan Simson, dari orang yang sangat perkasa dia menjadi orang yang sama sekali tidak berdaya, tidak punya tenaga, tidak punya mata dan akhirnya Simson bertobat. Jangan sampai kita mengikuti langkah Saul yang bukan saja tidak bertobat, tapi malah terus tenggelam di dalam dosa.
GS : Jadi sebenarnya kalau Tuhan mengingatkan kita, itu adalah salah satu bukti bahwa Tuhan memang masih mengasihi kita dan terus menghendaki agar kita bertobat dari dosa-dosa kita, Pak Paul?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Waktu akhirnya Tuhan harus memukul, kita harus ingat bahwa Tuhan memukul karena Dia sayang. Maka firman Tuhan di kitab Ibrani berkata bahwa anak yang dikasihi-Ny akan dihajar-Nya, akan didisiplin-Nya, akan dipukul-Nya.

Itu pertanda Dia memang mengasihi kita.
GS : Tapi itu bisa berlaku untuk perorangan dan juga bisa terjadi pada suatu bangsa seperti Israel itu, Pak Paul, ketika mereka dibuang di Babilonia?

PG : Betul sekali. Jadi memang setelah mereka kembali ke tanah Kanaan, mereka tidak lagi berani untuk meninggalkan Tuhan karena mereka pernah merasakan pahitnya hajaran dari Tuhan supaya merekabertobat.

GS : Kalau Tuhan itu seolah-olah membiarkan orang itu terus menerus di dalam dosa karena seringkali memang seperti itu, Tuhan itu menyerahkan kepada iblis, istilahnya seperti itu. Apakah itu sebuah bukti kalau Tuhan tidak mengasihi orang itu, Pak Paul?

PG : Pada akhirnya sekali lagi saya ingatkan kalau kita terlibat dalam hubungan kasih dengan Tuhan, maka Tuhan mengharapkan kita mengasihi-Nya dan tidak datang kepada-Nya dengan paksa, maka kalu pada akhirnya kita tetap tidak lagi mau mendengarkan Tuhan dan tidak lagi mau memerhatikan-Nya maka Tuhan membiarkan kita.

Sebenarnya Tuhan tetap mengasihi tapi Dia tidak akan memaksa kita mengasihi Dia. Maka dengan terpaksa seolah-olah Tuhan membiarkan walaupun hati-Nya sedih karena kita tahu firman Tuhan di 2 Timotius berkata kalau Dia tidak menghendaki siapa pun untuk mati dan Dia sebetulnya tidak mau dia mati di dalam dosa. Jadi Dia akan sedih waktu Dia harus melihat kita mengeraskan hati dan meninggalkan-Nya.
GS : Dan kalau Tuhan yang mengingatkan, biasanya orang akan menaikkan sebuah doa seperti doa yang Daud sendiri telah sampaikan, Pak Paul.

PG : Betul sekali, di Mazmur 51:12 Daud berkata,"Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" Kita tahu ini adalah doa yang dipanjatkan setelah dia mendaatkan teguran atas dosanya, jadi dia datang dan bertobat serta dia meminta Tuhan untuk memperbaharui dirinya dengan Roh yang teguh.

GS : Jadi setiap kali kita sadar dan disadarkan oleh Roh Kudus, bahwa kita sudah berdosa, kita perlu berdoa seperti Daud juga, Pak Paul?

PG : Betul.

GS : Tanda yang kelima apa, Pak Paul?

PG : Yang terakhir adalah kita kehilangan kekudusan Tuhan, Pak Gunawan, kita coba lihat Simson, dia adalah seorang anak yang dikuduskan atau dipisahkan secara khusus untuk menjadi hamba Tuhan, tu sebabnya sejak lahir dia tidak memotong rambutnya sebagai tanda perjanjian antara dirinya dengan Tuhan dan sebagai tanda dia adalah abdi Allah.

Saul adalah seorang yang diurapi Tuhan lewat minyak yang dituangkan Samuel di atas kepalanya, Tuhan menetapkan Saul untuk menjadi abdi Allah. Namun sayang pada akhirnya keduanya tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan di dalam diri mereka. Misalnya Simson, dia malah menikah dengan perempuan Filistin, bangsa yang menindas umat Tuhan dan tidak menyembah kepada Tuhan Allah dan dia pun menjalani kehidupan moral yang tidak terpuji dan tidak menghiraukan kekudusan Tuhan pada dirinya. Begitu juga dengan Saul, pada akhirnya dia lupa diri dan dia malah membunuh para imam karena mereka menolong Daud. Jadi ini adalah benar-benar tanda yang jelas. Akhirnya kalau kita menjauh dari Tuhan, kita tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan.
GS : Ini seringkali terjadi ketika seseorang itu berada di dalam kelompoknya, tidak mendukung dia sebagai seorang anak Tuhan, sehingga dia lebih condong kepada pergaulan yang menjauhkan dia dari Tuhan seperti tadi yakni Simson menikah dengan orang Filistin, demikian juga dengan Raja Saul, Pak Paul, bukan orang-orang yang sebenarnya bisa membantu dia untuk datang kepada Tuhan.

PG : Pada akhirnya waktu kita itu menjauh dari Tuhan, Pak Gunawan, kita memang makin merasa tidak nyaman berada dengan anak-anak Tuhan. Dan itu merupakan hukum alam, karena kita semakin berubahdan berdosa.

Jadi kita semakin tidak nyaman bersama dengan orang-orang yang rohani dan akhirnya kita memilih mereka. Dan memang ada yang berkata,"Gara-gara mereka kita terbawa arus, tapi sebetulnya menurut saya ini ada hubungannya dengan kedua belah pihak dan tidak hanya secara pasif kita diseret keluar. Kita memang memilih teman-teman yang ada di luar Tuhan itu karena kita merasa lebih nyaman di tengah-tengah mereka.
GS : Jadi sebenarnya tidak ada seorang pun yang bisa merenggut kekudusan yang Tuhan berikan kepada kita, kecuali kita yang menyerahkan kekudusan itu kepada orang lain atau bahkan kepada iblis.

PG : Betul sekali, jadi waktu kita itu kehilangan kehormatan terhadap kekudusan Allah, pada akhirnya memang tidak ada lagi yang bisa menjadi rem buat kita dan kita akan menjadi semakin jauh dansemakin jauh dalam tindakan kita.

Contoh di dalam kisah Raja Saul adalah karena dia mendengar bahwa imam-imam itu menolong Daud memberikannya roti dan pedangnya Goliat, dia begitu marah dan menyuruh bawahannya seorang Edom untuk membunuh semua imam itu padahal tidak ada kesalahan, tapi dia sudah gelap mata dan dia menyuruh tentaranya dan tentaranya juga tidak berani karena masih menghormati kekudusan Tuhan.
GS : Kalau itu kita aplikasikan di dalam kehidupan kita saat ini seperti apa, Pak Paul?

PG : Kalau kita ini mulai menjauh dari Tuhan dan tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan, biasanya kita mulai bersikap seenaknya terhadap perintah Tuhan, tatkala melanggarnya pun kita tidak meraakan apa-apa dan misalnya kita mulai kehilangan hormat terhadap rumah Tuhan dan para hamba-Nya, dan memang saya tahu rumah Tuhan adalah benda dan hamba Tuhan adalah orang yang berdosa pula, namun keduanya telah ditetapkan sebagai lambang dari kehadiran Tuhan di muka bumi.

Begitu kita mulai kehilangan kekudusan terhadap rumah dan hamba Tuhan, biasanya kita pun akan mulai kehilangan hormat terhadap kekudusan perintah Tuhan. Waktu kita mendengar perintah Tuhan diberitakan, kita mulai meremehkannya dan tidak lagi menganggap serius, ketika kita mulai kehilangan hormat akan kekudusan perintah Tuhan, kita pun kehilangan hormat kepada kekudusan Tuhan sendiri dan akhirnya benar-benar tidak memiliki rem dan kita berbuat semaunya.
GS : Dan itu yang terjadi baik terhadap Saul maupun Simson, jadi tidak lagi menghiraukan bahwa Tuhan itu kudus dan sebagainya, dianggap semacam dewa atau bagaimana?

PG : Jadi sama sekali tidak ada di dalam pikiran mereka, kalau pun ada, Tuhan adalah seperti sebuah konsep yang abstrak, Dia ada di sana dan saya ada di sini dan saya bebas berbuat apa pun dan uhan tidak akan berbuat atau berkata apa pun kepada saya.

GS : Tetapi Tuhan tidak akan membiarkan diri-Nya diperlakukan seperti itu oleh manusia, Pak Paul.

PG : Makanya pada satu titik Tuhan bertindak dan pada saat Tuhan bertindak, biasanya pukulan itu sangat keras, tidak ada yang namanya pukulan-pukulan ringan waktu orang sudah tidak lagi menghorati kekudusan Tuhan.

GS : Dalam hal ini, Pak Paul, apakah Tuhan sudah meninggalkan Saul maupun Simson?

PG : Pada saat itu saya kira Tuhan terus menunggu sampai titik terakhir, kalau pada titik terakhir Saul bertobat maka saya percaya di titik akhir tangan Tuhan akan terulur, sebab itu yang dilakkan oleh penyamun yang disalib di sebelah Tuhan.

Di titik akhir sebelum dia meninggal dunia, dia memang bertobat dan dia meminta supaya Tuhan Yesus mengingatnya. Jadi Tuhan selalu siap memegang tangan kita, kalau saja kita mengulurkan tangan kepada-Nya.
GS : Tapi kita baca di Perjanjian Lama, sebuah konsep yang jelas dimana Roh Tuhan meninggalkan dia.

PG : Dan memang jelas ditulis di dalam kisah Saul itu yaitu Roh Tuhan meninggalkan Saul. Jadi itu adalah suatu perkataan yang sangat keras sekali, seolah-olah Roh Tuhan tidak bisa lagi hadir didalam diri manusia yang bernama Saul itu, karena memang sudah begitu kotor dan tidak bisa lagi mau menggubris Tuhan, tapi saya tetap percaya meskipun meninggalkan tapi Tuhan siap untuk kembali kalau Saul berseru meminta tolong dan bertobat kepada Tuhan.

GS : Bagaimana dengan kita yang hidup di dalam Perjanjian Baru ini, Pak Paul? Apakah Roh Kudus yang sudah ada di dalam diri kita itu juga akan meninggalkan kita kalau kita itu melakukan dosa terus-menerus?

PG : Pak Gunawan, saya percaya kalau memang kita akhirnya tidak lagi menghormati kekudusan Tuhan dan berbuat seenaknya maka pada akhirnya tidak mungkin Roh Kudus bersemayam di dalam diri kita lgi, namun Dia tetap menunggu sampai titik terakhir, Dia tetap menunggu kalau kita berseru dan meminta-Nya kembali dan bertobat, Dia akan segera kembali.

GS : Firman Tuhan apa yang ingin Pak Paul sampaikan sehubungan dengan hal ini?

PG : Mazmur 89:7,8 berkata,"Sebab siapakah di awan-awan yang sejajar dengan Tuhan, yang sama seperti Tuhan di antara penghuni sorgawi? Allah disegani dalam kalangan orang-orang kudus, dan sanat ditakuti melebihi semua yang ada di sekeliling-Nya".

Jadi mazmur ini menekankan yang pertama, tinggi dan kudusnya Tuhan, tidak ada yang bisa disejajarkan dengan Tuhan. Tapi yang kedua adalah yang indah yaitu Allah disegani oleh orang-orang kudus dan sangat ditakuti. Jadi orang-orang yang takut dan menyegani Tuhan adalah orang-orang kudus dan orang yang tidak lagi hidup di dalam kekudusan dan tidak menghormati kekudusan Tuhan, tidak peduli dan tidak menyegani Tuhan apalagi takut kepada Tuhan, maka akhirnya mereka hidup seenaknya.

GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini, dan para pendengar sekalian terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja menyelesaikan perbincangan tentang"Tanda-Tanda Orang yang Meninggalkan Tuhan" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



17. Kebangkitan dari Kejatuhan I


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T329A (File MP3 T329A)


Abstrak:

Kita pasti telah mendengar ada orang yang berkata bahwa pelayan Tuhan bukanlah malaikat. Sesungguhnya sama seperti malaikat yang dapat jatuh ke dalam dosa, kita pun dapat jatuh ke dalam dosa. Tidak peduli apa pun jabatan kita—pendeta, majelis, pengurus, ataupun aktivitis—kita adalah darah dan daging yang terbuat dari dosa. Kita bisa jatuh dan mungkin pernah jatuh. Pembahasan ini memaparkan tindakan Tuhan kepada pelayan-Nya yang jatuh dan di sini Petrus digunakan sebagai ilustrasi dari kebangkitan tersebut.


Ringkasan:

Kita pasti telah mendengar adagium (pepatah) yang berkata bahwa pelayan Tuhan bukanlah malaikat. Sesungguhnya sama seperti malaikat yang dapat jatuh ke dalam dosa, kita pun dapat jatuh ke dalam dosa. Tidak peduli apa pun jabatan kita pendeta, majelis, pengurus, ataupun aktivitis kita adalah darah dan daging yang terbuat dari dosa. Kita bisa jatuh dan mungkin pernah jatuh. Berikut akan dipaparkan tindakan Tuhan kepada pelayan-Nya yang jatuh.

Yohanes 21 adalah bab terakhir dari Injil Yohanes Injil yang ditulis oleh murid Tuhan yang bernama Yohanes. Di dalam catatan Injil ini Yohanes selalu menyebut dirinya sebagai murid yang dikasihi Tuhan tanpa menyebut namanya sendiri. Yohanes tidak mau menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian sebab memang, tujuan dan obyek penulisannya bukanlah dirinya sendiri melainkan Kristus dan karya-Nya di bumi.

Pada bab terakhir ini Yohanes menyoroti seorang sahabat dan sesama murid Kristus yang bernama, Petrus. Satu hal yang menarik di sini adalah, Yohanes adalah satu-satunya penulis Injil yang mencatat peristiwa ini. Matius, Markus, dan Lukas tidak mencatatnya. Sudah tentu pastilah mereka mempunyai alasan masing-masing mengapa mereka memutuskan untuk tidak mengikutsertakan peristiwa ini dalam Injil.

Sebagai seorang sahabat tampaknya Yohanes secara khusus mengangkat cerita ini untuk memberitakan kepada para pembaca Injil tentang akhir relasi Yesus dan Petrus. Sebagaimana kita ketahui Petrus berkhianat kepada Kristus lewat penyangkalannya. Kita pun tahu bahwa Petrus sungguh menyesali perbuatannya dan bahwa Kristus telah mengampuninya.

Yohanes mencatat peristiwa ini agar kita semua tahu bahwa hidup Petrus tidak berakhir dengan kejatuhannya. Yohanes ingin kita menyaksikan sebuah akhir yang indah bahwa hidup Petrus berakhir dengan kebangkitannya. Ya, kebangkitan Kristus dari kematian memungkinkan Petrus dan kita semua mengalami kebangkitan dari kejatuhan.

Bagaimanakah Kristus membangkitkan Petrus dari kejatuhannya? Jika kita perhatikan dengan saksama ada beberapa hal atau langkah yang Tuhan ambil.
PERTAMA, TUHAN BERTINDAK SESUAI WAKTU-NYA.
Kita mesti mengakui dosa dan bertobat dengan segera. Jangan berlama-lama mengakui kesalahan dan jangan menunda untuk berubah. Kita harus meninggalkan jalan dosa secepat mungkin.

Sekalipun demikian janganlah kita meremehkan kasih karunia Tuhan dan jangan menyepelekan panggilan-Nya. Jangan gegabah menganggap bahwa Tuhan sudah pasti ingin agar kita dengan segera kembali melayani-Nya seperti dulu. Kita harus menunggu waktu Tuhan sebab panggilan untuk melayani-Nya adalah anugerah dari-Nya semata.

Sebagaimana dapat kita lihat, Tuhan tidak serta merta menyatakan diri-Nya kepada Petrus setelah Ia bangkit. Tuhan memberi kesempatan pertama itu kepada Maria Magdalena. Kesempatan kedua juga tidak diberikan kepada Petrus melainkan kepada Kleopas dan seorang murid lain dalam perjalanan ke Emaus. Kesempatan ketiga barulah diberikan kepada Petrus namun tidak secara pribadi melainkan secara kolektif ketika Tuhan menampakkan diri kepada para murid di dalam ruang tertutup. Kendati Ia menyatakan diri kepada para murid, namun sesungguhnya sasaran utama-Nya adalah Tomas, murid yang meragukan kebangkitan Kristus.

Dengan kata lain, tiga kali Tuhan menyatakan diri, tiga kali Tuhan tidak berkata apa-apa kepada Petrus. Dapat dibayangkan betapa inginnya Petrus mendengar Kristus berkata sesuatu kepadanya sebab pertemuan terakhirnya dengan Kristus sebelum penyaliban diisi dengan penyangkalannya. Namun Kristus tidak berkata apa-apa kepadanya dalam tiga perjumpaan itu.

Jadi, dari sini dapat kita simpulkan bahwa pertobatan memang harus segera, tetapi pemanggilan kembali tidak harus segera. Karena Tuhan yang memanggil, Tuhanlah yang menentukan waktu-Nya. Kita tidak mempunyai hak apa pun untuk menuntut Tuhan kembali memakai kita dan Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa pun untuk kembali memakai kita.

HAL KEDUA YANG DAPAT KITA PELAJARI ADALAH JIKA SUDAH TIBA SAAT-NYA, UNTUK MEMANGGIL KITA KEMBALI, IA AKAN MENGHADIRKAN DIRI-NYA DI DALAM SITUASI YANG BIASA, BUKAN LUAR BIASA.
Sebagaimana dapat kita lihat, Petrus dan teman-teman berinisiatif pergi melaut menangkap ikan. Menangkap ikan adalah pekerjaan Petrus sesuatu yang biasa dilakukannya. Namun, di dalam sesuatu yang biasa inilah Tuhan hadir dan lewat yang biasa inilah Tuhan akhirnya membangkitkan Petrus dari kejatuhannya.

KETIGA, TUHAN MENGINGATKAN PETRUS AKAN SIAPAKAH DIRI-NYA MELALUI SEBUAH TINDAKAN YANG BIASA DILAKUKAN-NYA.
Kita tahu bahwa peristiwa serupa pernah terjadi sebelumnya Tuhan menyediakan secara ajaib. Sekarang pun Tuhan melakukan hal yang sama menyediakan secara ajaib. Lewat tindakan yang biasa dilakukan-Nya, Tuhan mengingatkan bahwa kasih-Nya kepada Petrus dan kita semua tidaklah berubah. Atau lebih tepat lagi, lewat tindakan-Nya yang biasa diperbuat-Nya untuk dan kepada kita, Tuhan mengingatkan bahwa kasih-Nya tidak dipengaruhi oleh kegagalan kita.

Kendati kita gagal dan telah jatuh ke dalam dosa, Tuhan tidak berubah. Ia tetap sama dan lewat perbuatan-Nya yang sama, Ia ingin mengingatkan kita bahwa kasih-Nya tidak berubah. Sewaktu Petrus melihat Yesus yang sama, ia pun memberanikan diri untuk menghampiri-Nya. Ia tahu dengan pasti bahwa ia tidak akan ditolak.

KEEMPAT, TUHAN MEMBERI KESEMPATAN KEPADA PETRUS UNTUK MENYATAKAN KASIH-NYA.
Sudah merupakan natur manusia untuk menebus kesalahan. Penebusan membuat kita merasa lega sehingga kita bisa melanjutkan relasi yang terputus. Ketika tahu dengan jelas bahwa itulah Kristus, Petrus langsung melompat terjun ke air. Seakan-akan ia ingin menunjukkan bahwa ia sungguh mengasihi Kristus. Petrus ingin menebus kesalahannya dan Tuhan memberinya kesempatan itu.

Kita pun kerap mempunyai dorongan yang sama ketika jatuh ke dalam dosa, apalagi ketika tahu bahwa Tuhan tetap sama dan telah mengampuni dosa kita. Kita ingin melakukan lebih banyak lagi karya untuk Kristus. Kita melihat diri sebagai orang yang berutang besar yang sekarang telah menerima pengampunan besar. Kita ingin menunjukkan kasih dan syukur kepada Kristus atas pengampunan-Nya namun seringkali tindakan itu bersifat sesaat dan keluar dari kenekadan. Itulah yang terjadi pada Petrus. Ia berbuat berani, merisikokan hidupnya dari kenekadan dan emosi sesaat. Tuhan tetap menerima dan memberinya kesempatan tetapi Tuhan tidak ingin Petrus berhenti di situ.

Tuhan memberinya kesempatan untuk menunjukkan kasihnya kepada Kristus, bukan saja lewat kenekadannya terjun ke air, tetapi juga lewat komitmennya menggembalakan domba-domba Kristus. Tuhan pun menuntut yang sama dari kita. Ia tidak ingin kita berhenti pada semangat sesaat yang termotivasi oleh rasa bersalah atau rasa syukur seketika. Tuhan menghendaki agar kita menyatakan syukur dan kasih kepada-Nya secara permanen.

KELIMA DAN TERAKHIR, TUHAN MEMBERI PESAN YANG PRIBADI.
Pesan atau permintaan pribadi Tuhan kepada Petrus merupakan pertanda yang jelas bahwa Tuhan mempercayainya. Itu sebabnya hanya kepada Petrus, Tuhan Yesus meminta agar ia menggembalakan domba-domba-Nya. Tuhan meminta semua pelayan-Nya untuk menggembalakan domba-domba-Nya namun hanya kepada Petrus, Ia menyampaikannya secara pribadi.

Tuhan tidak mendudukkan Petrus di kursi si sakit; Tuhan mendudukkannya di kursi tabib yang merawat si sakit. Tuhan tahu bahwa diri yang bertobat adalah diri yang efektif untuk memahami dan merawat pendosa lainnya. Pendosa yang telah menjadi petobat adalah orang yang mengerti selak beluk dosa. Ia dapat mengenali dosa dari kejauhan; ia pun mengerti jiwa pendosa lebih baik dari orang lain. Ia tahu artinya lengah; ia tahu artinya takabur; ia tahu artinya menyangkali kelemahan; ia tahu artinya jahat; dan ia tahu artinya hancur. Namun bukan hanya itu. Ia pun paling mengerti anugerah; ia paling mengerti pengampunan; ia paling mengerti kekudusan Tuhan sekaligus kemurahan Tuhan; ia paling mengerti berharap dan menunggu. Itu sebabnya ia adalah orang yang paling efektif mengobati sesama pendosa. Itu sebabnya kepada Petrus dan Petrus-Petrus lainnya Tuhan meletakkan tanggung jawab khusus untuk menggembalakan domba-domba-Nya yang adalah pendosa pula.

Kesimpulan

Yohanes 21 adalah bagian terakhir dari Injil Yohanes. Di penghujung tulisannya, Yohanes ingin menyarikan misi kedatangan Kristus lewat kisah nyata sahabatnya sendiri. Kristus datang untuk orang berdosa. Anak Allah dikecewakan dan dikhianati bukan oleh manusia saja, tetapi juga oleh sahabat-Nya. Pelayan Tuhan adalah sahabat Allah. Kejatuhan merupakan tindak pengkhianatan yang menyakitkan. Namun Yesus datang untuk orang berdosa dan untuk sahabat-sahabat-Nya.

Roma 5:8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

 


Transkrip:

 

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Dientje Laluyan, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kebangkitan dari Kejatuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

 

GS : Pak Paul, siapapun orangnya entah itu rasul, entah itu pejabat gerejawi, entah dia pejabat negara pasti pernah mengalami kegagalan sehingga orang berkata "Kegagalan itu lumrah, yang penting adalah bagaimana seseorang itu bangkit dari kejatuhannya". Di dalam hal ini, ada sebagian orang Kristen yang menganggap bahwa "Tidak boleh orang kristen jatuh karena ada kekuatan dari Tuhan, ada Roh Kudus di dalam dirinya" jadi tidak boleh sampai melakukan dosa-dosa tertentu apalagi yang memalukan dan mencemarkan nama Tuhan. Menurut pendapat Pak Paul sendiri bagaimana?

PG : Sudah pasti kita seharusnya memberikan tuntutan kepada para pelayan Tuhan untuk hidup kudus, jadi kita tidak boleh meremehkan masalah kekudusan ini. Jadi sudah sepantasnya para hamba Tuhan ditempatkan di posisi yang lebih sulit karena memang mereka harus menjadi wakil Tuhan di bumi, namun tetap mereka bukanlah orang-orang yang sempurna dan mereka pun bisa jatuh ke dalam dosa jadi apa yang harus kita lakukan setelah rekan-rekan kita jatuh ke dalam dosa adalah sesuatu yang harus kita gumulkan bersama sebab terpenting adalah bukanlah kejatuhan itu, tapi apakah yang kita perbuat setelah kejatuhan itu. Dan ini yang akan kita coba lihat di firman Tuhan dan dari firman Tuhan ini kita akan memeroleh pedoman apa yang harus dilakukan.

DL : Tapi saya berpikir, "Kenapa Pak Paul mereka bisa jatuh padahal mereka orang yang dipakai Tuhan secara luar biasa" dan apakah karena mereka terlalu mengandalkan dirinya. Dan faktor apa yang menyebabkan mereka jatuh?

PG : Memang banyak penyebabnya dan sudah tentu yang terjadi adalah umumnya sebuah degradasi atau penurunan kwalitas kehidupan rohani dengan Tuhan, kedekatan dengan Tuhan sehingga perlahan-lahan hati nurani mulai tidak terlalu berfungsi, sehingga suara Tuhan tidak lagi terlalu didengarkan, lebih banyak misalkan mengandalkan kekuatan sendiri atau ada orang yang semakin takabur, sombong sehingga semakin tidak mengindahkan suara yang Tuhan kirimkan lewat misalnya teman atau saudara atau istri atau suami sendiri. Jadi ada banyak sekali faktor yang terlibat yang membuat kita akhirnya bisa jatuh. Namun kita kalau lihat di firman Tuhan bukankah kita akan menemukan begitu banyak hamba Tuhan yang jatuh ke dalam dosa. Misalkan yang kita kenal adalah Raja Daud, dia bisa juga jatuh sebegitu dalamnya. Salah satu bagian firman Tuhan yang memuat tentang apa yang Tuhan lakukan kepada hamba-Nya yang jatuh adalah di Yohanes 21, di situ ditulis tentang apa yang Tuhan Yesus lakukan terhadap Simon Petrus setelah Tuhan bangkit dari kematian dan menemui Petrus. Kita tahu Injil ini dicatat oleh Yohanes sendiri dan dia selalu menyebut dirinya sendiri sebagai murid yang dikasihi Tuhan tanpa menyebut dirinya sendiri, pada bab terakhir ini dari Injil yang ditulisnya Yohanes menyoroti sahabatnya dan sesama murid Kristus yang bernama Petrus. Yang menarik di sini adalah ternyata di semua kitab Injil tidak ada apa yang ditulis oleh Yohanes di sini, ternyata hanya Yohanes yang satu-satunya mencatat peristiwa yang kita ketahui di Pasal 21 ini yaitu Yesus berbicara dengan Simon Petrus dan juga para murid-murid-Nya dan juga mereka pergi berlayar mencari ikan dan tidak mendapatkan ikan dan sebagainya, itu hanya dicatat di kitab Injil Yohanes. Bagi saya kenyataan Yohanes mencatatnya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang ingin disampaikannya yaitu dia adalah teman dekat Petrus, Yakobus, kita tahu Yakobus tidak berumur panjang dibunuh oleh Raja Herodes. Jadi hanya Petrus dan Yohanes yang tersisa di dalam lingkaran yang terdekat dengan Kristus. Jadi tampaknya secara khusus Yohanes sengaja mengangkat cerita ini untuk memberitakan kepada kita semua tentang akhir relasi Yesus dan Petrus, yang merupakan sebuah akhir yang sangat indah karena ini adalah sebuah peristiwa yang terjadi setelah kejatuhan Petrus menyangkal Yesus. Jadi kita lihat di sini ada begitu banyak hal yang indah yang Tuhan lakukan kepada Petrus dan inilah yang kita coba untuk pelajari.

GS : Ini tentu bukan suatu hal yang kebetulan bahwa hanya Yohanes yang mencatat peristiwa kejatuhan Petrus ini, dan penulis Kitab Suci juga mencatat kejatuhan hamba Tuhan yang lain, tadi Pak Paul katakan ada Raja Daud, Salomo, bahkan Abraham yang disebut Bapa orang beriman. Sebenarnya apa yang mau Tuhan sampaikan kepada kita bahwa kejatuhan-kejatuhan orang-orang besar tetap dicatat di dalam Kitab Suci.

PG : Yang pertama dalam Tuhan akan ada pengampunan, itu suatu berita yang luar biasa yang kita terima dari Tuhan bahwa ada pengampunan asalkan kita mau bertobat. Saya percaya Yohanes dengan sengaja khusus mencatat peristiwa ini agar kita semua tahu bahwa hidup Petrus tidak berakhir dengan kejatuhannya, Yohanes ingin agar kita menyaksikan sebuah akhir yang indah bahwa hidup Petrus berakhir dengan kebangkitan-Nya, kebangkitan Kristus dari kematian memungkinkan Petrus dan kita semua mengalami kebangkitan dari kejatuhan. Pertanyaannya adalah bagaimanakah Kristus membangkitkan Petrus dari kejatuhannya? Jika kita perhatikan dengan seksama, ada beberapa hal yang Tuhan ambil. Kita coba lihat yang pertama, pertama Tuhan bertindak sesuai dengan waktu-Nya, kita perlu mengakui bahwa setelah kita berdosa kita ingin cepat-cepat dipulihkan dan tidak salah kita ingin cepat-cepat dipulihkan. Jadi kalau kita tahu kita jatuh ke dalam dosa kita harus mengakui dosa dan bertobat dengan segera, jangan berlama-lama mengakui kesalahan dan jangan menunda untuk berubah. Tapi kita janganlah meremehkan kasih karunia Tuhan dan jangan menyepelekan panggilan-Nya, jangan gegabah menganggap bahwa "Tuhan sudah pasti ingin agar kita dengan segera kembali melayani-Nya seperti dahulu" tidak! kita harus menunggu waktu Tuhan sebab panggilan untuk melayani-Nya adalah anugerah dari-Nya semata, sebagaimana dapat kita lihat Tuhan tidak serta merta menyatakan dirinya kepada Petrus setelah Dia bangkit, tapi Tuhan memberikan kesempatan pertama kepada Maria Magdalena, kesempatan kedua juga tidak diberikan kepada Petrus melainkan kepada Kleopas dan seorang murid lain dalam perjalanan ke Emaus. Kesempatan ketiga barulah diberikan kepada Petrus namun tidak secara pribadi melainkan secara kolektif, ketika Tuhan menampakkan diri kepada para murid dalam ruang tertutup. Kendati menyatakan diri kepada para murid namun sesungguhnya sasaran utamanya adalah Tomas yaitu murid yang meragukan kebangkitan Kristus. Dengan kata lain, dapat kita simpulkan tiga kali Tuhan menyatakan diri, tiga kali Tuhan tidak berkata apa-apa kepada Petrus. Dapat dibayangkan betapa inginnya Petrus menendengar Kristus berkata sesuatu kepadanya sebab pertemuan terakhirnya dengan Kristus sebelum penyaliban diisi dengan penyangkalannya namun Kristus tidak berkata apa-apa kepadanya dalam tiga perjumpaan itu. Jadi dari sini dapat kita simpulkan bahwa pertobatan memang harus segera, tetapi pemanggilan kembali tidak harus segera karena Tuhan yang memanggil, Tuhanlah yang menentukan waktunya, kita tidak memunyai hak apapun untuk menuntut Tuhan kembali memakai kita dan Tuhan tidak memunyai kewajiban apa pun untuk kembali memakai kita.

GS : Tapi itu juga tergantung dari tingkat kejatuhan seseorang. Ada orang yang bisa cepat pulih dan Tuhan cepat pulihkan dia untuk tetap melayani, Pak Paul.

PG : Memang sudah tentu bergantungnya pada kwalitas atau kadar kejatuhan itu memang ada yang sederhana ada yang berat, ada yang memengaruhi hajat satu orang, ada yang memengaruhi hajat banyak orang. Jadi semua harus diperhatikan faktor-faktor yang terlibat di dalamnya namun sikap kita yang harus kita miliki adalah bukanlah sikap penuntut Tuhan untuk kembali dengan cepat memulihkan kita dan seolah-olah menganggap enteng apa yang telah kita lakukan. Jadi kita harus menyikapi sedemikian rupa sehingga bagi kita dosa sekecil apa pun tetaplah dosa yang serius. Waktu Daud misalkan harus lari dari kota Yerusalem karena putranya sendiri Absalom hendak merebut takhtanya dan hendak membunuhnya, memang wakilnya atau anak buah menanyakan apakah perlu kita membawa tabut perjanjian, Daud menolak dan Daud berkata, "Tinggalkan di Yerusalem, kalau Tuhan menghendaki saya kembali, saya pasti kembali tapi kalau tidak maka tidak", sebab Daud menyadari ini adalah akibat dari dosa yang dilakukannya dahulu. Jadi dia tidak menuntut apapun dari Tuhan dan dia tidak berkata, "Tuhan saya sudah melayani-Mu sedemikian lama, masakan gara-gara dosa saya saya langsung disingkirkan dari takhta dan tidak boleh memerintah" tidak seperti itu! Dia langsung dengan rela meninggalkan Yerusalem sebab dia percaya kalau memang Tuhan menghendaki dia keluar dari Yerusalem dan digantikan oleh putranya maka dia menerima semua itu, namun kita tahu akhir ceritanya Tuhan tetap menghendaki Daud menjadi raja. Tapi intinya adalah Daud tetap memunyai sikap yang tidak menuntut. Inilah yang juga harus dilakukan oleh para pelayan Tuhan tatkala jatuh ke dalam dosa yaitu tidak boleh menuntut bahwa saya harus dipakai kembali, bahwa gereja harus kembali memakai saya, bahwa Tuhan sudah mengampuni saya maka jemaat Tuhan pun harus dengan segera mengampuni saya, itu yang tidak boleh dilakukan oleh seorang pelayan Tuhan.

GS : Bagaimana dia tahu bahwa Tuhan sudah memulihkan dia dan dia sudah boleh melayani lagi, Pak Paul?

PG : Jadi memang sebaiknya kalau kita tahu hal ini bisa memunyai dampak yang buruk kepada orang dan orang memang sudah ketahui dan kita tahu ini masalah yang serius dan bahkan melibatkan keluarga kita juga, sebaiknya kita meminta waktu untuk berhenti dari pelayanan.

DL : Mundur dulu.

PG : Mundur dulu, jadi kita bereskan hidup kita, kita jalani bimbingan dan proses pemulihan sampai kita dapatkan konfirmasi dari orang-orang lain bahwa kita sudah siap melayani-Nya kembali, sebagai contoh yang lain yang bisa saya saksikan adalah Pdt. Golden McDonald dari sebuah gereja di negara bagian Massachusetts di Amerika Serikat, setelah dia jatuh dalam dosa kemudian dia akhirnya meninggalkan pelayanannya di gereja mendapatkan bimbingan, sampai satu titik para pembimbingnya mengatakan, "Baiklah dia sudah siap untuk kembali melayani" tapi tidak diizinkan secara luas dan terbuka, jadi ditempatkan di sebuah gereja di tempat yang kumuh di kota New York, dia disana beberapa tahun akhirnya gereja asalnya melihat pertobatannya yang begitu sungguh dan buah pelayanannya yang begitu baik, akhirnya gereja asalnya memanggil kembali dan dia kembali melayani di sana sampai akhirnya dia pensiun. Jadi mesti mendapatkan konfirmasi, biarlah anak-anak Tuhan yang lain yang memanggilnya. Dan saya masih ingat itulah yang dikatakan oleh Pdt. Golden McDonald setelah dia memang mengundurkan diri dari pelayanannya dan ditanya oleh sebuah majalah Kristen di sana, "Apa rencananya sekarang?" dan dia katakan, "Saya tidak punya rencana?" dan ditanyakan, "Bagaimana engkau akan tahu bahwa engkau akan siap dipanggil kembali?" dan dia menjawab persis seperti itu, "Kalau Tuhan menghendaki saya kembali maka biarlah nanti Tuhan memanggil saya lewat orang-orang atau anak-anak-Nya". Dan ternyata itu yang terjadi tapi itu tidak cepat, beberapa tahun kemudian barulah terjadi yaitu gereja asalnya memanggil dia kembali.

DL : Jadi suatu proses, Pak Paul.

PG : Betul. Jadi itu sebuah proses yang tidak pendek.

DL : Saya pernah mendengar seorang hamba Tuhan dipakai oleh Tuhan menyembuhkan orang-orang, banyak yang sakit disembuhkan tapi waktu dia pindah ke satu kota ternyata dia memungut bayaran dari kesembuhan itu, akhirnya Tuhan mengambil karunia yang pernah Tuhan berikan. Pada waktu dia kunjungan ke rumah dia katakan, "Saya sudah tidak bisa seperti dulu karena saya salah" dan kemudian dia berhenti. Saya tidak tahu pada masa kini, hamba Tuhan itu penyangkalan mereka seperti apa? Kapan mereka bisa kembali lagi? Karena tadi Pak Paul katakan mereka harus segera bertobat seperti Petrus segera bertobat. Bagaimana dengan hamba Tuhan masa kini itu?

PG : Jadi saya pribadi mendengar cerita Ibu menghargai sikap hamba Tuhan tersebut bahwa dia mengakui dan ini adalah akibat dari mungkin ketamakannya, ketidak berhati-hatiannya, keangkuhannya maka sekarang Tuhan menarik kembali karunia yang telah diberikan kepadanya dan dia menerima itu dan dia berani mengakui itu. Jadi saya kira itu sebuah sikap yang baik, yang sehat dan seharusnya kita pun seperti itu dan kita tidak boleh mengklaim apa yang kita miliki adalah dari kita, tapi sebetulnya adalah pinjaman yang Tuhan berikan kepada kita untuk dipakai bagi kepentingan Tuhan dan kemuliaan Tuhan dan bukan untuk diri kita sendiri.

GS : Hal yang kedua yang dapat kita pelajari dari kejatuhan Petrus ini apa, Pak Paul?

PG : Jika sudah tiba saatnya untuk memanggil kita kembali, Tuhan akan menghadirkan diri-Nya di dalam situasi yang biasa dan bukan luar biasa. Sebagaimana dapat kita lihat di sini Petrus dan teman-temannya berinisiatif pergi melaut menangkap ikan, menangkap ikan kita tahu itu adalah pekerjaan Petrus yang biasa dilakukannya, namun ini yang indah di dalam sesuatu yang biasa inilah Tuhan hadir dan lewat yang biasa inilah Tuhan akhirnya membangkitkan Petrus dari kejatuhannya. Setelah melayani Tuhan adakalanya memang timbul penolakan dalam hati untuk kembali melakukan hal-hal yang biasa, kita beranggapan karena kita ini pelayan Tuhan tidak selayaknya kita melakukan pekerjaan yang biasa. Ada yang merasa takut meninggalkan panggilannya, tapi ada pula yang sesungguhnya menganggap rendah pekerjaan biasa. Ini yang penting kita ketahui, asalkan halal tidak ada pekerjaan yang hina di mata Tuhan sebaliknya ada kemuliaan tersendiri dalam pekerjaan yang biasa, pekerjaan yang tidak berkaitan langsung dengan pemberitaan firman, dalam pekerjaan biasa motivasi mengikut Tuhan akan kembali dimurnikan dan di dalam pekerjaan biasa inilah kesetiaan kepada Kristus kembali diuji. Tuhan memilih skenario biasa untuk hadir di dalam hidup Petrus dan memanggilnya kembali, kendati bertanya-tanya tapi Petrus tidak mencari-cari panggilan Tuhan, dia kembali menjalankan hidupnya seperti biasa dan melakukan pekerjaan biasa yaitu melaut dan menangkap ikan, namun semua ini tidak luput dari mata Tuhan, Dia melihat dan menghadirkan diri-Nya di dalam kerutinan hidup.

DL : Jadi tidak spektakuler.

PG : Sama sekali tidak.

DL : Semua dalam hal yang biasa.

PG : Sangat biasa, betul.

GS : Memang seperti Petrus asalnya seorang nelayan, jadi dia punya keterampilan untuk menangkap ikan, melaut dan sebagainya tapi ada hamba Tuhan tertentu atau pekerja di gereja yang memang tidak punya pekerjaan lain jadi sejak awal itu saja yang dikerjakan. Jadi dia tidak punya keterampilan lain untuk mengerjakan sesuatu yang biasa. Jadi mau tidak mau dia akan terbawa, harus mengerjakan apa yang dia bisa kerjakan.

PG : Memang mungkin sekali dia tidak memunyai keterampilan tertentu itu memang betul. Tapi kebanyakan para pelayan Tuhan setidak-tidaknya lulus SMA, setidak-tidaknya bisa mengerjakan pekerjaan yang kebanyakan dilakukan oleh para pekerja entah itu bisa menulis, bisa menambah, mengurang, mengali, membagi, menawarkan barang dan mungkin mengerjakan pekerjaan yang bersifat manual atau bisa dilatih untuk mengerjakan pekerjaan tertentu. Jadi yang penting adalah adanya kesediaan. Jadi jangan sampai seorang pelayan Tuhan menolak dan berkata, "Tidak, saya sudah dikuduskan Tuhan dan saya hanya boleh melakukan hal seperti ini" tidak! Tuhan menghadirkan diri-Nya dihadapan Petrus tatkala dia sedang melaut dan bukan tatkala dia sedang berkhotbah. Tidak sama sekali! Dia sedang melaut dan di tengah laut itulah Tuhan menghadirkan diri-Nya dan kemudian disitulah Tuhan membangkitkan kembali dari kejatuhannya. Jadi Tuhan hadir di dalam hal yang kita anggap biasa sebab memang ada kemuliaan di dalam hal-hal yang biasa asalkan Tuhan hadir di situ.

GS : Tapi mungkin perasaan malu yang lebih besar menguasai seseorang, yang tadinya biasa berdiri di depan jemaat, khotbah, mengajar, lalu sekarang harus mengerjakan pekerjaan yang relatif menurut dia kasar.

PG : Betul. Tapi justru itulah sebuah sikap yang menyatakan bahwa rendah hati dan saya tidak layak menerima semua ini. Jadi kalau Tuhan memutuskan untuk mengambilnya kembali maka saya terima itu, saya tidak punya hak untuk menduduki atau mengklaim itu.

DL : Saya ingat Paulus adalah hamba Tuhan tapi dia juga bekerja dengan menjual tenda. Kalau saya memerhatikan itu, hamba Tuhan sekarang kalau dia tidak dipanggil lagi oleh gereja, dia bisa berjualan, dia bisa melakukan untuk memperpanjang hidup. Apa itu salah?

PG : Sama sekali tidak salah karena memang tidak ada yang hina dari pekerjaan-pekerjaan biasa sebab memuliakan Tuhan itu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Bukan hanya lewat berdiri di mimbar, atau mengabarkan firman lewat mimbar, tidak seperti itu.

DL : Asal dia punya hati yang rendah di hadapan Tuhan.

PG : Betul. Itulah yang memang Tuhan akan lihat dan sekali lagi yang saya ingin tekankan Tuhan tidak menemui Petrus kembali tatkala dia sedang berkhotbah, tatkala dia sedang mengadakan mujizat, tidak seperti itu tapi Dia menemui Petrus kembali tatkala Petrus sedang melaut yaitu melakukan pekerjaan yang biasa dilakukannya.

GS : Mungkin ada hal lain yang bisa kita pelajari dari peristiwa ini, Pak Paul?

PG : Yang ketiga adalah Tuhan mengingatkan Petrus akan siapakah dirinya melalui sebuah tindakan yang biasa dilakukannya. Kita tahu bahwa peristiwa serupa pernah terjadi sebelumnya yaitu Tuhan menyediakan secara ajaib misalnya kita tahu Tuhan memberikan makan kepada lima ribu orang, bahkan kedua kalinya kepada empat ribu orang, Tuhan menyembuhkan, Tuhan menyediakan secara ajaib. Ini yang Tuhan lakukan sebelumnya dan Petrus adalah saksi mata dari semua itu. Sekarang pun Tuhan melakukan hal yang sama yaitu menyediakan secara ajaib, Tuhan menyuruh Petrus dan teman-teman untuk melemparkan jala ke air dan akhirnya berhasil dan menampung banyak ikan, secara ajaib itu terjadi. Jadi lewat tindakan yang biasa dilakukannya yaitu menyediakan secara ajaib, Tuhan mengingatkan bahwa kasih-Nya kepada Petrus dan kita semua tidaklah berubah. Atau lebih tepat lagi lewat tindakan-Nya yang biasa diperbuatnya untuk dan kepada kita, Tuhan mengingatkan bahwa kasih-Nya tidak dipengaruhi oleh kegagalan kita. Besar kemungkinan kalau kita jatuh kita beranggapan bahwa pastilah sekarang Tuhan sudah berubah, Dia tidak akan menyayangi kita seperti sediakala, dia pasti marah dan tengah merancang hukuman yang setimpal dengan dosa kita, mungkin itulah yang terbersit dalam pikiran kita, kita biasanya tidak menduga bahwa kasih Tuhan tidak beranjak sedikitpun, bukan saja Ia masih Tuhan yang sama, Ia pun memerlakukan kita tetap sama. Pada kenyataannya memang bukan Tuhan yang berubah, tapi kita yang berubah. Oleh karena dosa dan rasa gagal serta rasa malu kita berubah dari dekat dan mengutamakannya dalam hidup, kita menjadi keras hati dan tidak peduli dengan Tuhan, dari sayang dan ingin selalu dekat dengan-Nya kita menjadi takut dan enggan berdekatan dengan-Nya. Yang kita harus ingat adalah kendati kita gagal dan jatuh ke dalam dosa, Tuhan tidak berubah dan Dia tetap sama, dan lewat perbuatan-Nya yang sama Dia ingin mengingatkan kita bahwa kasih-Nya tidak berubah, sewaktu Petrus melihat Yesus yang sama, dia pun memberanikan diri untuk menghampiri-Nya, dia tahu dengan pasti bahwa dia tidak akan ditolak-Nya dan kita tahu dia langsung terjun ke air menemui Yesus.

GS : Memang pada dasarnya kebanyakan orang yang melakukan kesalahan takut kepada siapa dia melakukan kesalahan, Pak Paul.

PG : Betul sekali. Jadi memang Petrus perlu inisiatif Tuhan, dia mungkin sekali takut dia telah berlaku tidak baik, tidak terhormat, menyangkal Yesus dan itulah yang Yesus ketahui maka Tuhanlah yang mengambil inisiatif untuk menjumpainya kembali.

GS : Yang sulit adalah memulihkan seseorang pada kepercayaan awalnya, yang dia rasa dia sudah jatuh dan tidak bisa pulih lagi.

PG : Betul. Jadi saya kira dalam masa-masa ini sudah tentu kita harus terbuka melihat perbuatan kita betapa buruknya, betapa memalukannya, tapi di pihak lain kita tidak boleh juga terus termakan oleh bisikan iblis yang berkata bahwa "Tuhan sudah menolak engkau dan selama-lamanya Tuhan tidak akan menerima engkau lagi" tidak! Selama kita mengakui dosa kita, kita berkata, "Tuhan saya mau berubah, beri saya kesempatan yang baru" maka Dia akan mengulurkan tangan dan Dia akan memberikan kepada kita pengampunan dan kesempatan yang baru.

GS : Memang sulit, Pak Paul, seperti misalnya suami yang melakukan perzinahan lalu menghadapi istrinya maka dia punya sikap yang lain. Dia merasa takut, dia merasa bersalah apalagi terhadap Tuhan yang begitu suci.

PG : Namun kalau memang dia sudah bertobat, dia seharusnya memberanikan diri datang kepada orang yang bersalah, kepada orang yang kepadanya dia bersalah dan juga kepada Tuhan, sebab memang pertobatan menuntut kita untuk mengakui kesalahan kita.

GS : Apakah ada ayat firman Tuhan yang bisa meyakinkan para pendengar kita bahwa memang Tuhan itu mau menerima kita kembali.

PG : Saya bacakan dari 1 Yohanes 1:8-10, "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Jika kita berkata, bahwa kita tidak ada berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita".

GS : Pak Paul, topik ini yaitu "Kebangkitan dari Kejatuhan" rupanya masih harus kita perbincangkan ulang pada kesempatan yang akan datang, ini karena keterbatasan waktu maka kita harus berhenti pada bagian ini dulu. Jadi kita sangat berharap para pendengar kita akan bisa mengikuti kelanjutan dari perbincangan ini. Terima kasih Pak Paul, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kebangkitan dari Kejatuhan" bagian yang pertama. Kami berharap Anda bisa mengikuti kelanjutan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



18. Kebangkitan dari Kejatuhan II


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T329B (File MP3 T329B)


Abstrak:

Kita pasti telah mendengar ada orang yang berkata bahwa pelayan Tuhan bukanlah malaikat. Sesungguhnya sama seperti malaikat yang dapat jatuh ke dalam dosa, kita pun dapat jatuh ke dalam dosa. Tidak peduli apa pun jabatan kita—pendeta, majelis, pengurus, ataupun aktivitis—kita adalah darah dan daging yang terbuat dari dosa. Kita bisa jatuh dan mungkin pernah jatuh. Pembahasan ini memaparkan tindakan Tuhan kepada pelayan-Nya yang jatuh dan di sini Petrus digunakan sebagai ilustrasi dari kebangkitan tersebut


Ringkasan:

Kita pasti telah mendengar adagium (pepatah) yang berkata bahwa pelayan Tuhan bukanlah malaikat. Sesungguhnya sama seperti malaikat yang dapat jatuh ke dalam dosa, kita pun dapat jatuh ke dalam dosa. Tidak peduli apa pun jabatan kita pendeta, majelis, pengurus, ataupun aktivitis kita adalah darah dan daging yang terbuat dari dosa. Kita bisa jatuh dan mungkin pernah jatuh. Berikut akan dipaparkan tindakan Tuhan kepada pelayan-Nya yang jatuh.

Yohanes 21 adalah bab terakhir dari Injil Yohanes Injil yang ditulis oleh murid Tuhan yang bernama Yohanes. Di dalam catatan Injil ini Yohanes selalu menyebut dirinya sebagai murid yang dikasihi Tuhan tanpa menyebut namanya sendiri. Yohanes tidak mau menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian sebab memang, tujuan dan obyek penulisannya bukanlah dirinya sendiri melainkan Kristus dan karya-Nya di bumi.

Pada bab terakhir ini Yohanes menyoroti seorang sahabat dan sesama murid Kristus yang bernama, Petrus. Satu hal yang menarik di sini adalah, Yohanes adalah satu-satunya penulis Injil yang mencatat peristiwa ini. Matius, Markus, dan Lukas tidak mencatatnya. Sudah tentu pastilah mereka mempunyai alasan masing-masing mengapa mereka memutuskan untuk tidak mengikutsertakan peristiwa ini dalam Injil.

Sebagai seorang sahabat tampaknya Yohanes secara khusus mengangkat cerita ini untuk memberitakan kepada para pembaca Injil tentang akhir relasi Yesus dan Petrus. Sebagaimana kita ketahui Petrus berkhianat kepada Kristus lewat penyangkalannya. Kita pun tahu bahwa Petrus sungguh menyesali perbuatannya dan bahwa Kristus telah mengampuninya.

Yohanes mencatat peristiwa ini agar kita semua tahu bahwa hidup Petrus tidak berakhir dengan kejatuhannya. Yohanes ingin kita menyaksikan sebuah akhir yang indah bahwa hidup Petrus berakhir dengan kebangkitannya. Ya, kebangkitan Kristus dari kematian memungkinkan Petrus dan kita semua mengalami kebangkitan dari kejatuhan.

Bagaimanakah Kristus membangkitkan Petrus dari kejatuhannya? Jika kita perhatikan dengan saksama ada beberapa hal atau langkah yang Tuhan ambil. PERTAMA, TUHAN BERTINDAK SESUAI WAKTU-NYA. Kita mesti mengakui dosa dan bertobat dengan segera. Jangan berlama-lama mengakui kesalahan dan jangan menunda untuk berubah. Kita harus meninggalkan jalan dosa secepat mungkin.

Sekalipun demikian janganlah kita meremehkan kasih karunia Tuhan dan jangan menyepelekan panggilan-Nya. Jangan gegabah menganggap bahwa Tuhan sudah pasti ingin agar kita dengan segera kembali melayani-Nya seperti dulu. Kita harus menunggu waktu Tuhan sebab panggilan untuk melayani-Nya adalah anugerah dari-Nya semata.

Sebagaimana dapat kita lihat, Tuhan tidak serta merta menyatakan diri-Nya kepada Petrus setelah Ia bangkit. Tuhan memberi kesempatan pertama itu kepada Maria Magdalena. Kesempatan kedua juga tidak diberikan kepada Petrus melainkan kepada Kleopas dan seorang murid lain dalam perjalanan ke Emaus. Kesempatan ketiga barulah diberikan kepada Petrus namun tidak secara pribadi melainkan secara kolektif ketika Tuhan menampakkan diri kepada para murid di dalam ruang tertutup. Kendati Ia menyatakan diri kepada para murid, namun sesungguhnya sasaran utama-Nya adalah Tomas, murid yang meragukan kebangkitan Kristus.

Dengan kata lain, tiga kali Tuhan menyatakan diri, tiga kali Tuhan tidak berkata apa-apa kepada Petrus. Dapat dibayangkan betapa inginnya Petrus mendengar Kristus berkata sesuatu kepadanya sebab pertemuan terakhirnya dengan Kristus sebelum penyaliban diisi dengan penyangkalannya. Namun Kristus tidak berkata apa-apa kepadanya dalam tiga perjumpaan itu.

Jadi, dari sini dapat kita simpulkan bahwa pertobatan memang harus segera, tetapi pemanggilan kembali tidak harus segera. Karena Tuhan yang memanggil, Tuhanlah yang menentukan waktu-Nya. Kita tidak mempunyai hak apa pun untuk menuntut Tuhan kembali memakai kita dan Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa pun untuk kembali memakai kita.

HAL KEDUA YANG DAPAT KITA PELAJARI ADALAH JIKA SUDAH TIBA SAAT-NYA, UNTUK MEMANGGIL KITA KEMBALI, IA AKAN MENGHADIRKAN DIRI-NYA DI DALAM SITUASI YANG BIASA, BUKAN LUAR BIASA. Sebagaimana dapat kita lihat, Petrus dan teman-teman berinisiatif pergi melaut menangkap ikan. Menangkap ikan adalah pekerjaan Petrus sesuatu yang biasa dilakukannya. Namun, di dalam sesuatu yang biasa inilah Tuhan hadir dan lewat yang biasa inilah Tuhan akhirnya membangkitkan Petrus dari kejatuhannya.

KETIGA, TUHAN MENGINGATKAN PETRUS AKAN SIAPAKAH DIRI-NYA MELALUI SEBUAH TINDAKAN YANG BIASA DILAKUKAN-NYA. Kita tahu bahwa peristiwa serupa pernah terjadi sebelumnya Tuhan menyediakan secara ajaib. Sekarang pun Tuhan melakukan hal yang sama menyediakan secara ajaib. Lewat tindakan yang biasa dilakukan-Nya, Tuhan mengingatkan bahwa kasih-Nya kepada Petrus dan kita semua tidaklah berubah. Atau lebih tepat lagi, lewat tindakan-Nya yang biasa diperbuat-Nya untuk dan kepada kita, Tuhan mengingatkan bahwa kasih-Nya tidak dipengaruhi oleh kegagalan kita.

Kendati kita gagal dan telah jatuh ke dalam dosa, Tuhan tidak berubah. Ia tetap sama dan lewat perbuatan-Nya yang sama, Ia ingin mengingatkan kita bahwa kasih-Nya tidak berubah. Sewaktu Petrus melihat Yesus yang sama, ia pun memberanikan diri untuk menghampiri-Nya. Ia tahu dengan pasti bahwa ia tidak akan ditolak.

KEEMPAT, TUHAN MEMBERI KESEMPATAN KEPADA PETRUS UNTUK MENYATAKAN KASIH-NYA. Sudah merupakan natur manusia untuk menebus kesalahan. Penebusan membuat kita merasa lega sehingga kita bisa melanjutkan relasi yang terputus. Ketika tahu dengan jelas bahwa itulah Kristus, Petrus langsung melompat terjun ke air. Seakan-akan ia ingin menunjukkan bahwa ia sungguh mengasihi Kristus. Petrus ingin menebus kesalahannya dan Tuhan memberinya kesempatan itu.

Kita pun kerap mempunyai dorongan yang sama ketika jatuh ke dalam dosa, apalagi ketika tahu bahwa Tuhan tetap sama dan telah mengampuni dosa kita. Kita ingin melakukan lebih banyak lagi karya untuk Kristus. Kita melihat diri sebagai orang yang berutang besar yang sekarang telah menerima pengampunan besar. Kita ingin menunjukkan kasih dan syukur kepada Kristus atas pengampunan-Nya namun seringkali tindakan itu bersifat sesaat dan keluar dari kenekadan. Itulah yang terjadi pada Petrus. Ia berbuat berani, merisikokan hidupnya dari kenekadan dan emosi sesaat. Tuhan tetap menerima dan memberinya kesempatan tetapi Tuhan tidak ingin Petrus berhenti di situ.

Tuhan memberinya kesempatan untuk menunjukkan kasihnya kepada Kristus, bukan saja lewat kenekadannya terjun ke air, tetapi juga lewat komitmennya menggembalakan domba-domba Kristus. Tuhan pun menuntut yang sama dari kita. Ia tidak ingin kita berhenti pada semangat sesaat yang termotivasi oleh rasa bersalah atau rasa syukur seketika. Tuhan menghendaki agar kita menyatakan syukur dan kasih kepada-Nya secara permanen.

KELIMA DAN TERAKHIR, TUHAN MEMBERI PESAN YANG PRIBADI. Pesan atau permintaan pribadi Tuhan kepada Petrus merupakan pertanda yang jelas bahwa Tuhan mempercayainya. Itu sebabnya hanya kepada Petrus, Tuhan Yesus meminta agar ia menggembalakan domba-domba-Nya. Tuhan meminta semua pelayan-Nya untuk menggembalakan domba-domba-Nya namun hanya kepada Petrus, Ia menyampaikannya secara pribadi.

Tuhan tidak mendudukkan Petrus di kursi si sakit; Tuhan mendudukkannya di kursi tabib yang merawat si sakit. Tuhan tahu bahwa diri yang bertobat adalah diri yang efektif untuk memahami dan merawat pendosa lainnya. Pendosa yang telah menjadi petobat adalah orang yang mengerti selak beluk dosa. Ia dapat mengenali dosa dari kejauhan; ia pun mengerti jiwa pendosa lebih baik dari orang lain. Ia tahu artinya lengah; ia tahu artinya takabur; ia tahu artinya menyangkali kelemahan; ia tahu artinya jahat; dan ia tahu artinya hancur. Namun bukan hanya itu. Ia pun paling mengerti anugerah; ia paling mengerti pengampunan; ia paling mengerti kekudusan Tuhan sekaligus kemurahan Tuhan; ia paling mengerti berharap dan menunggu. Itu sebabnya ia adalah orang yang paling efektif mengobati sesama pendosa. Itu sebabnya kepada Petrus dan Petrus-Petrus lainnya Tuhan meletakkan tanggung jawab khusus untuk menggembalakan domba-domba-Nya yang adalah pendosa pula.

Kesimpulan

Yohanes 21 adalah bagian terakhir dari Injil Yohanes. Di penghujung tulisannya, Yohanes ingin menyarikan misi kedatangan Kristus lewat kisah nyata sahabatnya sendiri. Kristus datang untuk orang berdosa. Anak Allah dikecewakan dan dikhianati bukan oleh manusia saja, tetapi juga oleh sahabat-Nya. Pelayan Tuhan adalah sahabat Allah. Kejatuhan merupakan tindak pengkhianatan yang menyakitkan. Namun Yesus datang untuk orang berdosa dan untuk sahabat-sahabat-Nya.

Roma 5:8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.

 


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Dientje Laluyan, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu tentang "Kebangkitan dari Kejatuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

 

GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu, Pak Paul sudah membahas setidaknya ada tiga pelajaran yang bisa kita petik dari kejatuhan Petrus menyangkal Tuhan Yesus dan bagaimana dia dipulihkan. Sebelum kita melajutkan ke point-point yang berikutnya, boleh saya minta Pak Paul mengulas sejenak tentang apa yang kita perbincangkan di kesempatan yang lampau.

PG : Begini, kita sedang membahas bagaimana cara untuk merespons kalau kita jatuh ke dalam dosa, sudah tentu ini bukan hanya berkenaan dengan para pelayan Tuhan yang formal tapi juga para pelayan Tuhan yang tidak formal misalnya para pengurus, para aktifis gerejawi, para majelis dan sebagainya, selain dari para hamba Tuhan. Kadang-kadang karena kita manusia lemah kita jatuh ke dalam dosa. Dari prinsip-prinsip yang kita petik dari Yohanes 21, kita pelajari setidaknya ada tiga hal yang perlu kita contoh. Yang pertama adalah kita melihat bahwa kita harus menunggu waktu Tuhan untuk memanggil kita kembali, kita tidak bisa memaksakan diri tetap melayani Tuhan. Kalau kita telah jatuh ke dalam dosa, maka kita lepaskan dulu pelayanan untuk sementara dan Petrus juga waktu dia sudah sadar bahwa dia salah dan dia menyesali dosanya, dia tidak langsung dipanggil oleh Tuhan kembali bahkan ada tiga kesempatan dimana Tuhan Yesus menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya, Tuhan Yesus tidak berkata apa-apa kepada Petrus tapi justru keempat kalinya Tuhan barulah menampakkan diri dan bercakap-cakap kepada Petrus. Jadi prinsip pertama kita harus bertobat dengan segera, tapi juga camkanlah bahwa pemanggilan Tuhan bergantung pada Tuhan lewat biasanya konfirmasi dari anak-anak Tuhan yang lainnya. Prinsip yang kedua kita pelajari bahwa Tuhan menghadirkan diri-Nya di dalam kegiatan rutin yang biasa dilakukan oleh Petrus. Petrus kembali melaut dan Tuhan menampakkan diri ketika Petrus sedang melaut, artinya Petrus tidak malu kembali melanjutkan pekerjaan biasanya, dia tidak menuntut kembali tempatnya sebagai rasul. Jadi kalau kita telah jatuh maka jangan menuntut tempat kita yang semula, biarkan, lepaskan, kita mengerjakan pekerjaan yang lain dan biarlah Tuhan menghadirkan Diri lewat hal-hal yang biasa. Dan yang ketiga yang kita juga pelajari adalah bahwa dimasa lampau Tuhan menyediakan dengan mujizat, sekarang ini pun Tuhan melakukan hal yang biasa dilakukan-Nya yaitu Petrus diminta Tuhan untuk menebarkan jala ke suatu tempat sehingga akhirnya mereka berhasil menangkap ikan yang begitu banyak dan itu mujizat yang Tuhan lakukan. Dengan kata lain, Tuhan mau mengatakan kepada Petrus bahwa Dia tidak berubah dan dia tetap Tuhan yang sama, dia tetap mengasihi Petrus maka Dia melakukan mujizat yang sama kepada Petrus. Jadi kita harus yakin bahwa kita tidak boleh berkata, "Oleh karena kita jatuh ke dalam dosa Tuhan berubah" yang berubah adalah kita, kita yang jatuh ke dalam dosa dan Tuhan tetap sama dan Dia tetap menunggu dan mengasihi kita asalkan kita bertobat dan Dia siap untuk kembali memulihkan kita.

GS : Berdasarkan keyakinan seseorang seperti itu tadi, dia sangat yakin bahwa Tuhan sudah mengampuni dosanya. Kalau dia tetap memaksakan pada jabatan itu akan berakibat apa, Pak Paul?

PG : Biasanya kita menjadi batu sandungan bukanlah menjadi berkat lagi. Saya masih ingat ada seorang hamba Tuhan di Amerika Serikat yang jatuh ke dalam dosa yaitu Jimmy Swaggart kemudian dia diminta oleh gerejanya atau oleh sinode gerejanya untuk mengundurkan diri dan menjalani bimbingan, tapi dia menolak, "Tidak perlu saya mendapatkan bimbingan" dan dia akan memulihkan dirinya lewat kuasa Roh Kudus sendiri. Kemudian dia menetapkan waktu dan dia untuk sementara istirahat dari pelayanannya, saya lupa waktunya kira-kira sebulan atau tiga bulan, kemudian dia tiba-tiba kembali lagi melayani Tuhan dan dia berkata "Tuhan sudah pulihkan dia". masalahnya adalah cukup banyak orang yang kecewa berat karena merasa dia belum siap dan cepat-cepat kembali dan benar saja tidak terlalu lama setelah itu dia jatuh lagi ke dalam dosa. Jadi benar-benar dia belum siap sehingga akhirnya dia bolak-balik jatuh ke dalam dosa yang sama.

GS : Selain tiga hal yang Pak Paul sudah sampaikan, apakah ada hal lain?

PG : Yang keempat adalah Tuhan memberi kesempatan kepada Petrus untuk menyatakan kasihnya. Kita harus mengerti akan natur atau kodrat manusia bahwa sudah merupakan natur manusia untuk menebus kesalahan, penebusan membuat kita merasa lega sehingga kita bisa melanjutkan relasi yang terputus. Ketika tahu dengan jelas bahwa itulah Kristus, Petrus langsung melompat dan terjun ke air, kita baca di Yohanes 21. Seakan-akan dia ingin menunjukkan bahwa dia mengasihi Kristus dan Petrus ingin menebus kesalahannya dan Tuhan memberinya kesempatan itu. Sudah tentu kita tahu bahwa Petrus tidak menebus dosanya sendiri sebab tidak mungkin dia atau siapa pun menebus dosanya sendiri, namun lewat tindakannya terjun ke air tanpa menghiraukan keselamatannya Petrus memerlihatkan kasih dan penyesalannya kepada Kristus. Kita pun kerap memunyai dorongan yang sama ketika jatuh ke dalam dosa apalagi ketika tahu bahwa Tuhan tetap sama dan telah mengampuni dosa kita, kita ingin melakukan lebih banyak karya untuk Kristus, kita melihat diri sebagai orang yang berhutang besar yang sekarang telah menerima pengampunan besar, kita ingin memberikan kasih dan syukur kepada Kristus akan pengampunan-Nya namun seringkali tindakan itu bersifat sesaat dan keluar dari kenekatan. Itulah yang terjadi pada Petrus, dia berbuat berani, meresikokan hidupnya dari kenekatan dan emosi sesaat. Tuhan tetap menerima dan memberinya kesempatan, tapi Tuhan tidak ingin Petrus berhenti di situ. Tuhan memberikan kesempatan untuk menunjukkan kasihnya kepada Kristus dan bukan saja lewat kenekatannya terjun ke air, tapi juga lewat komitmennya menggembalakan domba-domba Kristus. Kita tahu bahwa di akhir pasal 21, Tuhan bercakap-cakap pribadi dengan Petrus dan menugaskan dia menggembalakan domba-domba Kristus. Tuhan menuntut yang sama dari kita, Dia tidak ingin kita berhenti pada semangat sesaat yang termotivasi oleh rasa bersalah atau rasa syukur seketika, Tuhan menghendaki agar kita menyatakan syukur dan kasih kepada-Nya secara permanen.

DL : Tetapi ada hamba Tuhan yang merasa bahwa dia sudah terlalu jauh dan dia sudah terlalu jatuh dan dia pikir tidak ada kesempatan lagi untuk bertobat.

PG : Kita memang harus menyeimbangkan dua hal yaitu kita harus tahu diri yaitu kita sungguh menyadari bahwa kita tidak layak lagi melayani Tuhan dan tidak boleh kita mengklaim tempat kita yang semula, sampai Tuhan menggerakkan anak-anak Tuhan secara sehati, mereka menerima kita kembali maka nanti kita terima uluran tangan itu. Tapi di pihak lain kita juga jangan sampai termakan oleh bisikan iblis, sebab iblis hanya punya satu tujuan yaitu memisahkan kita selama-lamanya dan sejauh-jauhnya dari Tuhan. Maka dia akan membisikkan kepada kita hal-hal seperti "Kamu tidak lagi layak, Tuhan sudah membuang kamu, tidak ada lagi permohonan ampun dan sebagainya". Kalau itu yang kita dengar dari suara hati kita maka yakinlah itu bukan dari Tuhan, yang dari Tuhan adalah "Engkau salah tapi engkau bertobat dan engkau diampuni" dan kemudian Tuhan akan berkata, "Tunggu, tunggu saya memanggilmu kembali, sebelum kembali melayani-Ku" itu yang Tuhan akan lakukan. Jadi jangan kita sampai termakan bisikan iblis dan undur selama-alamanya meninggalkan pelayanan seratus persen.

GS : Tapi kalau kita melihat riwayat kehidupan Petrus, dia adalah seorang yang ekstrovert, yang spontan menghadapi sehingga apa yang dilakukan yaitu menceburkan diri ke air dan datang kepada Tuhan Yesus, apakah memang mencerminkan bahwa dia sudah menyesali dosanya itu tadi, Pak Paul?

PG : Dia sebetulnya sudah menyesali dosanya pada saat dia berdosa, kita tahu bahwa waktu dia mendengar ayam berkokok untuk ketiga kalinya dia langsung ingat perkataan Tuhan dan memang dia menangis, berarti rupanya peringatan Tuhan dia tidak lupa.

DL : Kalau Yudas berbeda, Yudas tidak mau mengakui dosa dan dia merasa dirinya salah.

PG : Betul. Jadi Petrus memang benar-benar menyadari kalau dia salah makanya dia langsung menangis. Tapi dia tidak pernah diberikan kesempatan untuk bercakap-cakap menyatakan kasihnya kembali kepada Tuhan, sampai saat itu waktu dia sedang berada di danau. Jadi karena dia begitu senang dan dia melihat Yesus menampakkan diri, seolah-olah dia mau spontan menunjukkan kasihnya dan dia langsung terjun ke air untuk menemui Yesus.

GS : Memang banyak dosa yang bisa dilakukan oleh seseorang, tetapi khusus di dalam pelayanan ini sebagai hamba Tuhan sebagai pelayan di gereja, dosa-dosa apa yang bisa menjauhkan seseorang dari pelayanan atau dari Tuhan sendiri?

PG : Sudah pasti ada dua yang paling penting sebagai pelayan Tuhan yaitu kekudusan dan kepercayaan, dua hal itu menjadi tolok ukur. Memang sudah tentu ada berbagai jenis dosa tapi dua hal itu penting sekali yaitu dalam hal menyangkut kekudusan dan kepercayaan. Misalkan dalam hal kekudusan, jikalau seorang pelayan Tuhan, baik itu seorang pendeta atau majelis jemaat atau pun pengurus gereja kalau sampai jatuh ke dalam dosa seksual, dosa tidak setia kepada pasangan dan keluarga, berzinah, itu adalah dosa kekudusan dan dosa itu benar-benar mencoreng nama dan kekudusan Tuhan dengan sangat jelas. Jadi biasanya kalau itu terjadi jemaat pun akan sulit sekali untuk menerima kembali hamba Tuhan yang telah jatuh dalam dosa kekudusan ini. Saya masih ingat ada seorang jemaat yang pernah berkatah "Bagaimana saya bisa duduk di bawah mimbar mendengarkan beliau berkhotbah tentang keluarga atau tentang pernikahan, sebab beliau sendiri telah mengkhianati janji itu kepada pasangannya". Jadi kalau kita tahu ini sudah menjadi batu sandungan buat jemaat kita karena kita telah jatuh ke dalam dosa kekudusan maka lebih baik mundur. Yang kedua adalah kepercayaan, maksudnya memang ini berkaitan dengan pemakaian uang karena kita dipercayakan oleh jemaat untuk bisa jujur dengan uang. Jangan sampai kita menyalahgunakan baik misalkan uang gaji, uang jemaat atau meminjam uang dari seseorang, pokoknya dalam hal-hal kepercayaan seperti itu, kita harus menunjukkan kalau kita layak dipercaya. Kalau kita jatuh dalam hal itu berarti kepercayaan jemaat kepada kita sudah langsung kandas. Dalam hal itu juga sebaiknya kita undur dan jangan kita paksakan diri sebab tidak mungkin menciptakan kepercayaan dengan mendadak.

GS : Kalau kasusnya Petrus, ini adalah soal kepercayaan. Jadi dia sudah dipercaya oleh Tuhan menjadi seorang rasul tapi dia justru menyangkali Tuhan yang memberikan kepercayaan itu.

PG : Betul sekali. Dia memang tidak memerlihatkan diri sebagai orang yang setia, sebagai murid yang akan membela, berdiri di pihak Tuhan tapi dia justru yang meninggalkan Tuhan dan menyangkal mengenal Tuhan. Jadi benar sekali tentang kepercayaan sehingga dia juga merasa begitu buruk sehingga dia tidak berani untuk mengklaim kembali tempatnya.

DL : Kalau ada orang yang seperti itu yaitu dia sudah berzinah, sudah memakai uang, kemudian dia membuktikan diri bahwa dia sudah kembali jujur dan dia sudah kembali lagi ke istrinya. Apakah orang bisa percaya kepada hamba Tuhan yang seperti itu, Pak Paul?

PG : Biasanya memang akan sulit terutama di tempatnya yang sama. Kalau dia pindah ke tempat yang lain dan membuktikan dirinya, maka saya kira jemaat yang baru lebih siap memberikan kesempatan kedua. Tapi jemaat yang pertama biasanya susah sekali menerima.

GS : Hal lain apa yang perlu kita pelajari dalam hal ini, Pak Paul?

PG : Ini yang kelima, Pak Gunawan dan yang terakhir. Tuhan memberi pesan yang pribadi kepada Petrus. Pesan atau permintaan pribadi Tuhan kepada Petrus merupakan pertanda yang jelas bahwa Tuhan memercayainya, itu sebabnya hanya kepada Petrus Tuhan Yesus meminta agar ia menggembalakan domba-domba-Nya. Tuhan meminta semua pelayan-Nya untuk menggembalakan domba-domba-Nya namun hanya kepada Petrus Dia menyampaikannya secara pribadi. Jadi memang ada sesuatu yang khusus tentang pesan Tuhan. Kita tahu semua pelayan Tuhan, di Matius pun ada seoraang pelayan Tuhan seorang gembala sidang tapi hanya kepada Petrus Tuhan menyampaikan secara pribadi "Gembalakanlah domba-dombaKu". Di sini kita melihat bahwa Tuhan tidak mendudukkan Petrus di kursi si sakit, Tuhan mendudukkannya di kursi tabib yang merawat si sakit, Tuhan tahu bahwa diri yang bertobat adalah diri yang efektif untuk memahami dan merawat pendosa lainnya, pendosa yang telah menjadi petobat adalah orang yang mengerti seluk-beluk dosa, dia dapat mengenali dosa dari kejauhan, dia pun mengerti jiwa pendosa lebih baik daripada orang lain, dia tahu artinya lengah, dia tahu artinya takabur, dia tahu artinya menyangkali kelemahan, dia tahu artinya jahat dan dia tahu artinya hancur namun bukan hanya itu tapi dia pun paling mengerti anugerah, dia paling mengerti pengampunan, dia paling mengerti kekudusan Tuhan sekaligus kemurahan Tuhan, dia paling mengerti berharap dan menunggu. Itu sebabnya dia adalah orang yang paling efektif mengobati sesama pendosa. Itu sebabnya kepada Petrus dan "Petrus-Petrus" lainnya, Tuhan meletakkan tanggung jawab khusus untuk meletakkan domba-domba-Nya yang adalah pendosa pula.

DL : Pak Paul, bagaimana relevansi kejatuhan, pertobatan dan kebangkitan seorang hamba Tuhan bahkan orang yang terdekat seperti Petrus dengan kehidupan hamba-hamba Tuhan masa kini?

PG : Saya kira karena kita manusia biasa maka kita juga bisa seperti Petrus, kita mungkin seperti Petrus pernah mencicipi hubungan yang akrab dengan Tuhan, selama tiga tahun Petrus luar biasa akrab dengan Yesus Tuhan kita bahkan makan bersama, pergi bersama, berbicara bersama. Jadi benar-benar sebuah hubungan yang sangat dekat, tapi hal yang mengejutkan dan juga kenyataan bahwa dia adalah manusia biasa, dalam kondisi tertekan, ketakutan, panik karena Yesus ditangkap, maka dia lepas kendali dan dia buru-buru ingin menyelamatkan dirinya dan dia akhirnya menyangkal mengenal Tuhan Yesus. Jadi inilah kita manusia, bahwa meskipun kita hidup dekat dengan Tuhan tapi kita harus berjaga-jaga. Kesalahan Petrus terbesar adalah dia agak takabur, waktu Tuhan sudah ingatkan dia dan Tuhan berkata, "Bahwa iblis sedang menampi engkau maka berhati-hatilah dan berjagalah, engkau akan menyangkal sebelum ayam berkokok tiga kali", itu tidak didengarnya. Jadi Tuhan tidak mendiamkan Petrus, tapi Tuhan beritahukan dan peringati dia sebelum dia berdosa tapi dia tidak mendengarkan. Seringkali itulah yang terjadi pada kita juga, Tuhan tidak mungkin diam kalau kita sudah makin dekat dengan dosa, pasti Tuhan berbicara dan Tuhan memanggil kita, mengingatkan kita, namun seperti Petrus kita seringkali menutup telinga dan beranggapan "Dosa itu masih jauh dan saya tidak mungkin berbuat seperti itu, saya tahu apa yang baik dan buruk, mana mungkin saya tidak tahu kalau ini dosa" begitu banyak dalih-dalih yang kita berikan sehingga akhirnya kita lengah dan akhirnya kita jatuh ke dalam dosa. Jadi itulah pelajaran yang kita bisa petik tentang kelemahan diri kita sebagai seorang manusia.

GS : Sebenarnya kejatuhan seseorang bukan ditentukan oleh seberapa dekat dia dengan Tuhan, Petrus begitu dekatnya dengan Tuhan tapi tetap saja jatuh. Berarti kita pun juga kalau merasa dekat, kita juga punya potensi untuk jatuh.

PG : Yang memang mengejutkan adalah seringkali itu yang terjadi. Jadi kita tidak bisa mematok bahwa pastilah orang yang jatuh ke dalam dosa adalah orang yang hidupnya jauh dari Tuhan, itu belum tentu. Kita bisa jadi hidup dekat dengan Tuhan, namun kuncinya adalah dalam kondisi atau titik tertentu kita memang sedang jauh dan bukannya kita selalu jauh, tapi sedang jauh. Waktu Petrus mulai mengeraskan hati, menganggap gampang, dia sebetulnya sedang jauh dari Tuhan. Waktu dia melarang Yesus untuk pergi ke Yerusalem, Tuhan dengan tegas memarahi dia dan berkata, "Pergilah engkau atau enyahlah Iblis, engkau tidak memunyai pikiran Allah tapi hanya pikiran manusia". Sekali lagi itu adalah peringatan yang Tuhan berikan dan tanpa disadari, menjelang Tuhan Yesus kembali ke Yerusalem, Petrus meskipun sedang bersama Yesus dia sedang jauh dari Yesus sebab Tuhan dengan tegas berkata, "Engkau itu tidak memiliki pikiran Allah tapi pikiran manusia". Jadi dengan kata lain, bisa kita simpulkan, ada orang yang sibuk melakukan pekerjaan Tuhan, jadi seolah-olah dekat dengan Tuhan tapi sebenarnya jauh. Karena yang mengukur atau yang dapat dijadikan ukuran adalah hati kita dan pikiran kita, seberapa besar hati kita diisi oleh hati Kristus dan pikiran Kristus dan jelas saat itu hati Petrus tidak diisi dengan hati Kristus dan pikirannya tidak diisi oleh pikiran Kristus, tapi hanya oleh pikiran manusia.

GS : Jadi yang paling penting di sini adalah bagaimana seseorang menyikapi atau memerlakukan dirinya setelah dia jatuh ke dalam dosa.

DL : Bertobat.

PG : Penting sekali, langkah pertama adalah harus bertobat dan kedua harus berubah. Dan itu yang Petrus lakukan tapi sekali lagi tentang kembali melayani dia sangat hati-hati dan dia tidak mengklaim Tuhan pasti akan memakai dia, sehingga Tuhan harus mengajak Petrus secara pribadi dan menugaskannya kembali untuk menggembalakan domba-domba Tuhan. Sesuatu yang pasti Petrus pernah dengar sebelumnya tapi Tuhan harus mengatakannya kepada Petrus secara pribadi sebab Petrus menunggu apakah Tuhan akan memanggilnya kembali, dan jelas Tuhan memanggilnya kembali. Kenapa hanya kepada Petrus Tuhan tekankan itu, sebab sekali lagi dia adalah orang yang paling mengerti orang berdosa sebab dari tugas murid saat itu, dia adalah orang yang telah berbuat sejauh itu, selain dari Yudas yang memang sudah lepas.

GS : Sebenarnya prinsip-prinsip yang Pak Paul sampaikan, ini bisa juga diaplikasikan di tengah keluarga kita ketika ada salah satu anggota keluarga yang melakukan dosa terhadap keluarga itu?

Pg : Betul sekali. Jadi kalau boleh saya rangkumkan kalau itu terjadi pada kita dalam keluarga kita, yang pertama adalah kesediaan mengaku salah dan jangan memutar balikkan fakta, bersilat lidah, menuduh pasangan, menyalahkan anak, menyangkal, itu terlalu banyak yang kita lakukan di dalam keluarga.

DL : Harus rendah hati.

PG : Harus merendahkan diri bahwa "Saya sudah salah" jadi mengaku. Rendah hati itu adalah kuncinya. Jadi itulah langkah pertama dan langkah kedua adalah jangan menuntut apa-apa, kadang-kadang kalau kita bersalah kepada pasangan kita atau kepada anak, kita menuntut, "Kamu sekarang harus seperti ini, ampuni saya dan sebagainya" tidak seperti itu! Tapi kita yang salah jangan menuntut dan sebaliknya apa yang harus kita lakukan? Kerjakan bagian kita, apa yang biasa kita lakukan dan jangan tunjukkan apa-apa, tapi diamlah sampai nanti pasangan kita kembali menerima kita. Itulah yang memang kita harus lakukan dalam keluarga kita.

GS : Untuk menyimpulkan perbincangan ini, apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Yohanes 21 adalah bagian terakhir dari injil Yohanes, di penghujung tulisannya Yohanes ingin menyarikan misi kedatangan Kristus lewat kisah nyata sahabatnya sendiri. Kristus datang untuk orang berdosa, anak Allah dikecewakan dan dikhianati bukan oleh manusia saja tetapi juga oleh sahabatnya. Pelayan Tuhan adalah sahabat Allah, kejatuhan merupakan tindak pengkhianatan yang menyakitkan namun Kristus datang untuk orang berdosa dan untuk sahabat-sahabat-Nya. Firman Tuhan yang akan saya bacakan diambil dari Roma 5:8, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa". Jadi Tuhan sudah mati sewaktu kita masih berdosa, sewaktu kita tidak layak untuk menerima pengampunan-Nya.

GS : Dan firman Tuhan ini bisa menjadi jaminan bagi setiap kita atau pendengar yang jatuh ke dalam dosa untuk datang kembali kepada Tuhan.

PG : Betul sekali.

GS : Terima kasih untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kebangkitan dari Kejatuhan" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



19. Belas Kasihan Tuhan


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Pelayanan/Gereja
Kode MP3: T343A (File MP3 T343A)


Abstrak:

Sifat Tuhan yang seringkali dikenal orang adalah Tuhan yang penuh dengan belas kasihan, namun Tuhan tidak memberikan belas kasihan-Nya dengan sembarangan. Bagaimanakah cara mendapatkan belas kasihan Tuhan? Di sini kita akan belajar mendapatkan belas kasihan Tuhan dari seorang yang memunyai penyakit kusta.


Ringkasan:

Markus 1:40-45 memuat sebuah peristiwa yang mengharukan sekaligus memberi pengharapan. Dikisahkan oleh Markus, ada seorang penderita kusta yang datang kepada Tuhan Yesus untuk meminta kesembuhan. Dikatakan di sini bahwa ia datang bersujud di hadapan Tuhan Yesus. Jadi, ia datang memelas—memohon belas kasihan Tuhan atas diri-Nya.

Penderita kusta pada umumnya tidak tinggal di dalam kota melainkan di luar kota, di sebuah penampungan khusus untuk mereka supaya tidak menularkan penyakit kepada orang banyak. Berdasarkan Matius 8:1-4, dapat kita ketahui bahwa orang kusta ini datang mencari Tuhan Yesus setelah Tuhan memberikan pengajarannya di atas bukit, di sebuah kota di Galilea. Singkat kata, orang kusta ini mengambil risiko yang besar untuk dijauhkan dan ditolak orang masuk ke dalam kota. Ia rela mengambil risiko ini oleh karena ia ingin menerima kesembuhan.

Ada satu hal lagi yang layak diperhatikan di sini. Sewaktu bertemu dengan Tuhan, ia berkata, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku." Perkataannya ini menyiratkan setidaknya dua hal. Pertama, ia meminta, bukan memaksa. Dalam kondisi sangat membutuhkan, betapa mudahnya bagi kita datang kepada Tuhan dan "memaksa-Nya" melakukan apa yang kita harapkan. Orang kusta ini tidak memaksa kendati ia sangat butuh sembuh. Ia tetap meminta karena ia sadar Tuhan mempunyai hak sepenuhnya untuk menentukan apakah Tuhan akan menyembuhkannya atau tidak. Itulah sebabnya ia datang memohon belas kasihan Tuhan.

Kedua, perkataannya ini menyiratkan pengakuannya atas kuasa Tuhan. Ia berkata, "Kalau Engkau mau" bukan "Kalau Engkau bisa." Betapa seringnya dalam doa kita berkata kepada Tuhan, "Kalau Engkau bisa" sebab sesungguhnya kita tidak percaya bahwa Tuhan akan sanggup melakukan apa yang kita doakan. Tidak ada yang tidak dapat diperbuat Tuhan; Ia sanggup melakukan hal yang mustahil sekalipun. Namun tidak semua hal diperbuat Tuhan sebab tidak semua hal sesuai kehendak-Nya. Itu sebabnya perkataan si penderita kusta ini sangat tepat. Ia percaya akan kuasa Tuhan Yesus untuk menyembuhkannya. Ia hanya tidak tahu apakah penyembuhan ini berada di dalam kehendak Tuhan atau tidak.

Puji Tuhan! Ternyata penyembuhan ini berada di dalam kehendak Tuhan atas dirinya. Tuhan menjawab, "Aku mau, jadilah engkau tahir." Tuhan pun mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang itu. Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu. Markus mencatat bahwa tatkala Tuhan melihat orang kusta itu dan mendengar permohonannya, "tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan." Tuhan menyembuhkannya karena Ia berbelas kasihan kepadanya. Berdasarkan kisah ini ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik tentang belas kasihan Tuhan.

1. BELAS KASIHAN TUHAN TIDAK MENGENAL JENIS.
Di dalam Kitab-Kitab Injil dicatat begitu seringnya orang datang berbondong-bondong mencari Tuhan membawa permasalahan mereka, biasanya adalah sakit penyakit. Tidak pernah sekalipun Tuhan membedakan antara satu penyakit dengan penyakit lainnya. Dan, tidak pernah sekalipun Tuhan membedakan antara penderita yang satu dengan penderita yang lain atas dasar status sosial mereka.

2. BELAS KASIHAN TUHAN DIPENGARUHI OLEH KESUNGGUHAN HATI KITA.
Kenyataan orang kusta ini masuk ke dalam kota, hal ini menandakan kesungguhan hatinya mencari Tuhan. Ia tidak sekadar menunggu kedatangan Tuhan; ia berinisiatif mencari Tuhan.

3. BELAS KASIHAN TUHAN DIPENGARUHI OLEH KERENDAHAN HATI KITA.
Kenyataan orang kusta ini langsung bersujud dan memohon belas kasihan Tuhan, ini menandakan ia merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. Kita pun mesti merendahkan diri di hadapan Tuhan sewaktu memohon belas kasihan-Nya. Kita harus mengakui ketidakberdayaan kita kepada Tuhan.

4. TERAKHIR, BELAS KASIHAN TUHAN DATANG BERSAMA DENGAN PERINTAH-NYA YANG MENGHARUSKAN KITA UNTUK MENAATI-NYA.
Setelah menyembuhkan orang ini, Tuhan memberinya "peringatan keras, "yaitu, "Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun." Tuhan paham bahwa kalau berita penyembuhan ini tersiar, maka akan makin banyak orang yang datang kepada-Nya untuk minta disembuhkan. Sayangnya ia malah menyiarkan berita kesembuhannya.

Oleh karena Yesus adalah Tuhan, sudah tentu Ia sudah tahu apa yang akan diperbuat orang ini—bahwa orang ini akan merugikan dan menyusahkan-Nya. Sungguhpun demikian, Ia tetap berbelas kasihan dan menyembuhkannya. Itulah belas kasihan Tuhan. Belas kasihan Tuhan mengalahkan segalanya.


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Belas Kasihan Tuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Salah satu sifat Tuhan yang sangat dikenal oleh banyak orang adalah sifat-Nya berbelas kasihan, namun seringkali ada tanggapan yang keliru tentang sikap ini, misalkan saja orang menganggap tidak apa berdosa terus karena Tuhan sangat berbelas kasihan dan belas kasihan-Nya tidak terbatas. Tapi pandangan yang seperti ini kurang tepat. Apa sebenarnya yang Alkitab katakan tentang belas kasihan Tuhan?
PG : Nanti kita akan melihat tentang belas kasihan Tuhan dan yang Pak Gunawan katakan betul yaitu kadang orang menyalahgunakan belas kasihan Tuhan. Kenapa sampai orang menyalahartikan atau menyalahgunakan belas kasihan Tuhan sebab pada faktanya belas kasihan Tuhan itu terlalu besar, begitu besarnya belas kasihan Tuhan sehingga benar-benar menutupi segala kesalahan kita, maka kalau kita tidak begitu dewasa dan masih mau bermain-main dengan dosa maka mudah sekali terjebak di dalam perilaku yang menyia-nyiakan belas kasihan Tuhan.
GS : Tapi juga ada ekstrem lain berkata, "Kita baru bisa merasakan belas kasihan Tuhan kalau kita melakukan sesuatu atau bahkan menyiksa dirinya supaya menarik perhatian Tuhan."
PG : Ada yang begitu dan saya kira ini sebetulnya adanya keadilan yang tertanam di dalam batin kita karena Allah sudah menaruh hukum-Nya dalam nurani kita, itu sebabnya waktu kita melakukan kesalahan kita merasa tidak nyaman dengan kesalahan tersebut dan langsung ada keinginan untuk menebus kesalahan tersebut. Menebus dengan cara melakukan pembayaran terhadap kesalahan itu. Yang tadi Pak Gunawan katakan, jadi ada orang-orang sewaktu melakukan dosa atau kesalahan, dia seolah-olah harus menyiksa dirinya, dengan cara menyiksa diri yaitu seakan-akan menebus atau membayar kesalahannya itu. Sudah tentu meskipun ini merupakan ekspresi atau cerminan dari adanya keadilan di dalam diri manusia, tapi kita tahu bahwa itu tidak akan berhasil melepaskan kita dari dosa sebab yang akan berhasil adalah justru menerima belas kasihan Tuhan.
GS : Selama pelayanan-Nya di dunia, Tuhan Yesus di dunia ini apakah ada suatu contoh nyata yang membuktikan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang berbelas kasihan.
PG : Ada. Sebetulnya banyak sekali tapi untuk kali ini saya akan bacakan dari Markus 1:40-45, "Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: 'Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.' Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: 'Aku mau, jadilah engkau tahir.' Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras: 'Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka.' Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru." Markus 1:40-45 yang baru saja kita baca ini memuat sebuah peristiwa yang mengharukan sekaligus memberi pengharapan. Dikisahkan tadi si penderita kusta datang kepada Tuhan memohon kesembuhan dan dikatakan di sini dia datang bersujud di hadapan Tuhan Yesus. Jadi benar-benar datang memelas dan memohon belas kasihan Tuhan atas dirinya. Yang perlu kita langsung ketahui adalah penderita kusta pada umumnya tidak tinggal dalam kota melainkan di luar kota, biasanya di sebuah penampungan khusus bagi mereka supaya tidak menularkan penyakit ke orang banyak. Waktu saya baca dan bandingkan dengan Matius 8:1-4 juga memuat kisah yang sama ini, dapat kita ketahui bahwa orang kusta ini datang mencari Tuhan setelah Tuhan memberikan pengajaran-Nya di atas bukit di sebuah kota di Galilea. Singkat kata yang bisa langsung kita simpulkan adalah si orang kusta ini mengambil resiko yang besar untuk dijauhkan dan ditolak orang masuk ke dalam kota, tapi dia rela mengambil resiko ini sebab dia ingin menerima kesembuhan.
GS : Pada umumnya orang kusta ini sudah tidak peduli lagi dengan kehidupannya sebab dia tahu bahwa pada akhirnya mereka akan meninggal dan tentunya kalau dia datang kepada Yesus, dia pernah mendengar bahwa Tuhan Yesus bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit.
PG : Sudah tentu dia pernah mendengar, makanya dia ingin mencari Tuhan Yesus dan waktu dia mendengar bahwa Tuhan Yesus ada di sebuah kota di Galilea dan rupanya tidak terlalu jauh dari dia tinggal di tempat penampungan maka dia memberanikan diri masuk ke dalam kota. Kalau dia hanya tinggal di luar yaitu di tempat penampungan maka dia tidak harus menerima penolakan atau orang menjauhkan diri darinya sebab di tempat penampungan itu semua sama-sama orang kusta dan dia masuk ke dalam kota dan memang mengambil resiko yang besar yaitu orang akan menjauhkan diri darinya dan seraya dia berjalan maka dia harus sering berkata dia tidak tahir dan tidak bersih, tidak kudus karena ada penyakit kusta dan dia harus berteriak supaya orang menjauh darinya. Jadi benar-benar itu sebuah usaha yang berat, yang besar karena harga dirinya, rasa malunya harus berteriak-teriak mengatakan dia sakit, tidak kudus, tidak bersih dan orang harus menjauh darinya, jadi luar biasa rasa malu yang ditanggungnya, tapi dia tetap datang karena dia ingin memohon belas kasihan Tuhan.
GS : Padahal dia sendiri tidak terlalu yakin kalau Tuhan akan menyembuhkan dia, itu nampak sekali dari pertanyaannya dia.
PG : Betul. Dan memang bisa jadi karena begitu banyak orang bisa-bisa dia tidak sempat bertemu dengan Tuhan, tapi dia berusaha mengeluarkan semua usaha yang besar itu untuk mendapatkan pertolongan Tuhan. Waktu dia bertemu dengan Tuhan dia berkata, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku" perkataannya ini menyiratkan 2 hal. Pertama, dia meminta bukan memaksa, dalam kondisi sangat membutuhkan betapa mudahnya bagi kita datang kepada Tuhan dan memaksa-Nya melakukan apa yang kita harapkan. Orang kusta ini tidak memaksa kendati dia sangat butuh sembuh, kenapa? Dia tetap meminta karena dia sadar Tuhan memunyai hak sepenuhnya untuk menentukan apakah Tuhan akan menyembuhkannya atau tidak. Itu sebabnya datang memohon belas kasihan kepada Tuhan.
GS : Apakah hal ini bisa kita katakan bahwa orang ini sudah beriman kepada Tuhan Yesus, Pak Paul?
PG : Saya yakin ya, dia datang dengan sebuah pengakuan secara tersirat bahwa Tuhan dapat menyembuhkannya. Kita bisa menyimpulkan sebetulnya dari pengakuannya atau perkataannya, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku". Dia tidak berkata, "Kalau Engkau bisa, maka Engkau akan dapat menyembuhkan aku" jadi benar-benar dia datang dengan iman bahwa Tuhan sanggup untuk menyembuhkannya, tapi yang dia tidak tahu adalah apakah Tuhan mau menyembuhkannya. Betapa seringnya dalam doa kita berkata kepada Tuhan, "kalau Engkau bisa", sebab sesungguhnya kita tidak percaya bahwa Tuhan akan sanggup melakukan apa yang kita doakan. Kita harus menyadari bahwa tidak ada yang tidak dapat diperbuat Tuhan, ia sanggup melakukan hal yang mustahil sekalipun namun tidak semua hal diperbuat Tuhan sebab tidak semua hal sesuai dengan kehendak-Nya. Itu sebabnya perkataan si penderita kusta ini sangat tepat, dia percaya bahwa kuasa Tuhan Yesus menyembuhkannya. Dia tidak tahu apakah penyembuhan itu berada dalam kehendak Tuhan atau tidak.
GS : Memang ungkapan seseorang dalam berdoa itu sebenarnya bisa terbaca oleh orang lain, sebenarnya bagaimana konsep Tuhan dalam diri orang itu, begitu Pak Paul.
PG : Tepat sekali, apakah kita memang beranggapan Tuhan tidak peduli atau peduli itu bisa terbaca dari doa kita, kalau kita asal-asalan, "Kalau Tuhan mau tolong saya persilakan, kalau tidak tolong ya tidak apa-apa". Jadi konsep kita bahwa Tuhan peduli, kurang. Atau kalau Tuhan mau, Tuhan akan sembuhkan kalau tidak ya tidak apa-apa. Seolah-olah kita mau mengatakan belum tentu Tuhan sanggup. Jadi dari permohonan si penderita kusta ini kita bisa membaca bahwa dia sungguh yakin Tuhan sanggup dan puji Tuhan ternyata penyembuhan ini berada dalam kehendak Tuhan atas dirinya. Tuhan menjawab, "Aku mau jadilah engkau tahir", Tuhan pun kemudian mengulurkan tangan-Nya dan menjamah orang itu dan akhirnya penyakit orang kusta itu sembuh. Markus mencatat tatkala Tuhan melihat orang kusta itu dan mendengar permohonannya tergeraklah hatinya oleh belas kasihan, jadi Tuhan menyembuhkannya karena Ia berbelas kasihan kepadanya. Itu intinya.
GS : Jadi kesembuhan itu datang bukan karena iman orang itu atau karena usaha orang itu, tapi semata-mata karena belas kasihan Tuhan terhadap si penderita kusta ini, Pak Paul?
PG : Betul. Kesembuhan ini terjadi karena Tuhan mau, jadi tepat permohonan orang kusta itu, "Jika Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkanku". Jadi itu adalah kepastian "Tuhan mau". Yang kedua adalah karena kuasa Tuhan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.
GS : Jadi apa syaratnya Tuhan mau berbelas kasihan pada seseorang, Pak Paul?
PG : Ada beberapa hal tentang belas kasihan disini yang bisa kita pelajari, yang pertama adalah belas kasihan Tuhan tidak mengenal jenis. Di dalam kitab-kitab Injil dicatat begitu seringnya orang datang berbondong-bondong mencari Tuhan membawa permasalahan mereka yang biasanya adalah sakit penyakit. Tidak pernah sekalipun Tuhan membedakan antara satu penyakit dengan penyakit lainnya dan tidak pernah sekali pun Tuhan membedakan antara penderita yang satu dengan penderita yang lain atas dasar status sosial mereka. Jadi benar-benar kita bisa melihat belas kasihan Tuhan tidak mengenal jenis dan Tuhan berbelas kasihan pada manusia yang dirundung kesusahan, Ia melihat kita dalam penderitaan kita masing-masing dan yakinlah bahwa Ia tidak membedakan kita berdasarkan berat entengnya masalah atau tinggi rendahnya status sosial kita.
GS : Tetapi kita juga membaca tidak semua penyakit disembuhkan oleh Tuhan dan tidak semua doa orang dikabulkan oleh Tuhan, begitu Pak Paul.
PG : Betul, namun dasarnya bukanlah karena berat ringannya masalah atau penderitaan dan bukan tinggi rendahnya status sosial kita. Jadi Tuhan itu menyembuhkan berdasarkan apakah ini seturut kehendak-Nya. Dan yang kedua adalah Tuhan akan melihat sedikit banyak apakah orang ini juga memunyai iman akan kuasa Tuhan dan kalau memang ada iman ada kuasa Tuhan, maka Tuhan pasti akan berbelas kasihan dan Tuhan tidak akan berkata, "Penyakitmu ini ringan maka tidak perlu disembuhkan dan berusahalah sendiri untuk mengobati dirimu" atau "Kamu ini orang rendahan, Aku tidak mau menyembuhkanmu sebab aku hanya mau membuang waktu-Ku untuk menolong orang yang sungguh penting, yang sungguh berpengaruh dalam hidup ini." Tuhan tidak membedakan orang berdasarkan tinggi rendahnya status sosial atau berat entengnya masalah. Belas kasihan Tuhan tidak mengenal jenis.
GS : Karena kita tidak tahu dengan mudah apakah yang kita minta itu sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak maka tidak ada salahnya kita mengajukan permintaan kita selama kita tidak memaksa Tuhan.
PG : Betul. Jadi pelajaran kedua yang bisa kita petik adalah walaupun belas kasihan Tuhan tidak dipengaruhi oleh berat entengnya masalah atau tinggi rendahnya status sosial kita. Ternyata belas kasihan Tuhan dipengaruhi oleh kesungguhan hati kita, kenyataan orang kusta ini masuk ke dalam kota, saya tadi jelaskan dia harus berteriak-teriak kalau dia tidak tahir sehingga orang harus menjauh darinya, dia mengalami rasa dijauhkan dan dihina, hal ini menandakan kesungguhan hatinya mencari Tuhan dan dia tidak sekadar menunggu kedatangan Tuhan, ia berinisiatif mencari Tuhan. Kita pun harus berinisiatif mencari Tuhan dan memohon pertolongan-Nya, memang tidak ada yang tidak diketahui Tuhan namun ia tetap ingin melihat kesungguhan hati kita mencari dan memohon belas kasihan-Nya.
GS : Dalam hal kesungguhan hati inilah kadang-kadang orang terjebak kepada seolah-olah memaksa Tuhan supaya terlihat memang dia sungguh-sungguh.
PG : Jadi memang batas antara memohon dengan sungguh-sungguh dan memaksa itu kabur dan jaraknya memang tipis. Tapi saya kira dibedakannya itu atas dasar motivasinya. Kalau kita memohon dengan sungguh-sungguh seperti orang kusta ini, ia memberikan hak 'prerogatif' keputusan akhir di tangan Tuhan, maka doanya atau permohonannya adalah "Jikalau Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkanku". Tapi kalau orang memaksakan maka orang itu akan berkata, "Saya mau sembuh, Engkau harus menyembuhkanku" dan terbersit di dalam hati orang tersebut bahwa kalau Tuhan tidak menyembuhkannya dia akan kecewa, dia akan lari dari Tuhan dan dia akan marah kepada Tuhan. Itu saya kira yang membedakan antara meminta dengan sungguh-sungguh dan memaksa.
GS : Tapi juga ada kasus-kasus tertentu berdasarkan belas kasihan Tuhan juga, seseorang yang memaksa Tuhan dan Tuhan memberikan apa yang dimintanya.
PG : Mungkin sekali dalam hal itu Tuhan melihat ada sesuatu yang lebih besar dan penting, waktu Tuhan memberikan misalnya atas kesungguhannya, atau dia itu benar-benar memaksakan Tuhan tapi Tuhan melihat dampaknya itu bisa lebih luas dan akan sesuai rencana Tuhan yang lebih besar maka tetap Tuhan akan berikan kepadanya.
GS : Hal lain yang perlu kita perhatikan apa, Pak Paul?
PG : Tentang belas kasihan yang bisa kita lihat adalah walaupun belas kasihan Tuhan tidak dipengaruhi oleh berat entengnya masalah atau tinggi rendahnya status sosial kita, ternyata belas kasihan Tuhan dipengaruhi oleh kerendahan hati kita. Kenyataan orang kusta ini langsung bersujud dan memohon belas kasihan Tuhan, ini menandakan ia merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. Maka kita pun harus merendahkan diri di hadapan Tuhan sewaktu memohon belas kasihan-Nya, kita tidak boleh datang dengan kesombongan, kita tidak bisa datang kepada Tuhan dengan niat membenarkan diri sekaligus menuntut Tuhan untuk melakukan apa yang kita mohonkan, kita justru harus mengakui ketidakberdayaan kita kepada Tuhan dan kita harus ingat bahwa tidak ada yang dapat kita banggakan di hadapan-Nya.
GS : Kerendahan hati memang dibutuhkan sekali dalam meminta, namanya saja meminta berarti kita membutuhkan. Seringkali kita tidak tahu bagaimana caranya mengungkapkan kerendahan hati kita di hadapan Tuhan saat kita membutuhkan sesuatu dari Tuhan.
PG : Benar-benar sebuah sikap bahwa tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, benar-benar saya tidak lagi mengerti bagaimana menghadapi ini, saya tidak ada lagi jalan keluar, saya benar-benar sudah di titik akhir dan apa yang tadinya kita rasakan kita mampu lakukan, kita harus akui semuanya gagal, Tuhan. Jadi benar-benar sebuah kesediaan dalam mengandalkan dan bergantung sepenuhnya pada Tuhan.
GS : Dalam hal ini orang yang sakit kusta memang tidak bisa disembuhkan pada saat itu, jadi tidak ada obatnya dan sebagainya. Jadi dia sepenuhnya bergantung pada belas kasihan Tuhan.
PG : Betul sekali. Jadi waktu kita datang kepada Tuhan dan kita merasa masih berbuat ini itu dan sebagainya, kadang-kadang itu memengaruhi juga kadar penyerahan atau kebergantungan kita kepada Tuhan, maka meskipun kita ini misalkan sakit dan sebagainya dan kita tahu ada pengobatan yang dapat kita lakukan, tapi kita selalu mesti ingat bahwa kalau Tuhan tidak menghendaki sakit seringan apa pun tidak akan sembuh dalam hidup kita ini, tapi kalau Tuhan menghendaki sakit seberat apa pun yang kita alami pasti disembuhkan Tuhan.
GS : Jadi untuk menunjukkan kesungguhan dan kerendahan hati kita bukan berarti kita hanya pasif berdoa menyerahkan ini kepada Tuhan, tapi tetap boleh melakukan hal-hal yang bisa menyelesaikan masalah kita itu.
PG : Boleh sudah tentu harus. Seperti orang kusta ini dia tidak hanya diam di tempat penampungan dan berharap-harap Tuhan datang mengunjunginya. Dia berinisiatif, berusaha mencari tahu di mana Tuhan berada dan pergi menemui-Nya. Jadi lakukanlah apa yang dapat kita lakukan tapi dengan sebuah kesadaran bahwa yang kita lakukan ini sebetulnya sangatlah sedikit sebab terlalu banyak hal-hal lain yang berada di luar jangkauan kita. Misalnya yang sederhana seberapa sering kita mendengar berita kasus orang yang sakitnya tidak terlalu berat akhirnya dibawa ke dokter dan mendapatkan pengobatan, tapi kemudian tiba-tiba menjalar atau menjadi lebih parah karena penyakitnya tiba-tiba bisa menularkan penyakit yang lain dan sebagainya, sehingga akhirnya meninggal dunia. Berapa seringnya hal ini terjadi dalam hidup ini, semua membuktikan bahwa kita tidak mengendalikan hidup kita.
GS : Jadi sementara kita melakukan usaha apa pun itu, kita tetap membutuhkan hikmat dan tuntunan Tuhan.
PG : Betul.
GS : Sebab kalau tidak malah bisa tambah tidak terselesaikan malah tambah masalah baru lagi yang muncul.
PG : Betul.
GS : Hal lain apa yang harus kita perhatikan, Pak Paul?
PG : Yang terakhir, Pak Gunawan, belas kasihan Tuhan datang bersama dengan perintah-Nya yang mengharuskan kita menanti-Nya. Setelah menyembuhkan orang ini, Tuhan memberinya peringatan keras yaitu Tuhan berkata, "Ingatlah janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun". Tuhan sadar bahwa kalau berita penyembuhan ini tersiar maka akan banyak orang yang datang kepada-Nya untuk minta disembuhkan. Misi utama kedatangan-Nya ke dunia adalah bukan untuk menyembuhkan orang dari sakit penyakit jasmaniah, tapi untuk penyakit rohaniah. Ia datang untuk mati menebus dosa manusia, penyakit yang jauh lebih serius daripada sakit jasmaniah. Berita yang tersiar akan membawa berlaksa orang dan ini akan menghambat misi kedatangan-Nya, Ia datang bukan untuk menjadi penyembuh tapi Ia datang untuk menjadi Penyelamat. Sayangnya orang ini tidak melaksanakan perintah Tuhan, ia malah menyiarkan berita kesembuhannya. Saya kira perbuatannya itu mencerminkan diri kita semua sebagai manusia, kita hanya rindu menerima belas kasihan Tuhan tapi kita tidak rindu mendengarkan dan melakukan perintah-Nya. Saya kira penyebabnya jelas yaitu kita memikirkan kepentingan sendiri di atas kepentingan Tuhan.
GS : Tapi memang sulit bagi seseorang yang sudah menderita begitu lama dan begitu parahnya, kemudian disembuhkan dan tidak bersaksi kepada orang-orang lain, Pak Paul.
PG : Betul, dia sangat bahagia sekali dan dia ingin membagikan kebahagiaan itu kepada orang lain, tapi sekali lagi seharusnya dia menghormati permintaan Tuhan, jadi meskipun dia mau memberitahukannya, dia mungkin menjaga dia hanya beritahukan kepada keluarganya atau orang yang dekat dengannya, tapi di Alkitab dikatakan dia menceritakan itu kemana-mana. Jadi akhirnya ini menghalangi pekerjaan Tuhan, ini yang saya kira sering kita lakukan, kita ingin disembuhkan, ingin ditolong, ingin menerima belas kasihan Tuhan tapi giliran Tuhan meminta kita melakukan sesuatu maka susah sekali.
GS : Kadang-kadang kesaksian seseorang bisa menjadi hambatan pekerjaan di dunia ini, misalnya saja orang akan menanggapi ini sebagai suatu kesombongan apalagi kalau dia menjelek-jelekkan asal usulnya atau agamanya yang lama dan berkata "Saya sekarang sudah diselamatkan" dan menjelek-jelekkan agama lamanya, ini sebenarnya hambatan yang cukup besar bagi pemberitaan Injil.
PG : Betul. Jadi luapan sukacita harus dikendalikan, luapan sukacita terlalu spontan tidak dipikirkan dampaknya, akhirnya malahan menghalangi pekerjaan Tuhan. Jadi memang kita harus berhati-hati seperti orang kusta ini bisa dimengerti kenapa dia begitu bersemangat, begitu bersukacita tapi tetap dia masih melihat pekerjaan Tuhan yang lebih luas daripada dirinya sendiri dan itu memang gagal diperhatikannya.
GS : Jadi hanya karena belas kasihan Tuhan juga, setelah dia menyalahi perintah Tuhan itu penyakit kustanya tidak kambuh lagi.
PG : Dan ada satu hal yang terakhir yang ingin saya katakan adalah oleh karena Yesus adalah Tuhan, sudah tentu Dia sudah tahu apa yang akan diperbuat orang ini bahwa orang ini akan merugikan atau menyusahkan-Nya, sungguhpun demikian dia tetap berbelas kasihan dan menyembuhkannya. Ini benar-benar menakjubkan saya. Inilah belas kasihan Tuhan, dan belas kasihan Tuhan mengalahkan segalanya.
GS : Bagi kita yang merasakan atau mengalami belas kasihan Tuhan ini sebenarnya harus bisa mewujudkan kita berbelas kasihan kepada sesama kita.
PG : Betul sekali.
GS : Terima kasih untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Belas Kasihan Tuhan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


END_OF_FILE <<Prev Next>> Kembali ke atas