DVD Konseling Kristen
T E L A G A

TELAGA -- Karier/Pekerjaan

Dalam kategori ini, Anda dapat membaca 14 topik terkait dengan karier, seperti menghadapi PHK, pemuda dan karier, antara pekerjaan dan rumah dan topik-topik lainnya. (Total Durasi: 7 Jam)<<Lihat Direktori>>

No.JudulFile MP3
1Menghadapi PHKT013B
2Pemuda dan KarierT143A
3Bila Pekerjaan tidak Lagi MemuaskanT176A
4Mengatasi Kejenuhan dalam PekerjaanT176B
5Wanita Karier dan KeluargaT183B
6Antara Pekerjaan dan RumahT200A
7Pekerjaan yang Cocok 1T204A
8Pekerjaan yang Cocok 2T204B
9Mengapa BekerjaT300A
10Tidak Lagi BekerjaT300B
11Memilih Karier IT315A
12Memilih Karier IIT315B
13Sikap Kristiani di dalam Pekerjaan IT339A
14Sikap Kristiani di dalam Pekerjaan IIT339B


1. Menghadapi PHK


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T013B (File MP3 T013B)


Abstrak:

Dalam materi ini kita diajak melihat kembali dampak, latar belakang dan bagaimana kita menghadapi PHK tersebut.


Ringkasan:

Dampak PHK sangat besar, baik dirasakan oleh pencari nafkah atau pun orang-orang yang bergantung pada si pencari nafkah. Lebih-lebih PHK ini akan lebih memukul pria secara kejiwaan, karena pria cenderung menggantungkan harga dirinya pada kariernya. Sewaktu dia kehilangan karier, dia bukan saja kehilangan pekerjaan tetapi dia juga kehilangan dirinya. Ini berbeda dengan wanita, sewaktu wanita kehilangan karier dia kehilangan pekerjaan, dia tidak kehilangan dirinya. Jadi dampak PHK ini akan lebih berat dirasakan oleh para pria.

Yang perlu kita lakukan untuk mengantisipasi hal tersebut:

  1. Kita harus memahami proses atau dampak PHK pada keluarga.
    Waktu suami kehilangan pekerjaan, dia kehilangan jati diri, dia kehilangan dirinya. Pria-pria yang kehilangan pekerjaan juga mulai mengucilkan diri dari pergaulan sosial. Misalnya dia biasanya rajin terlibat dalam pelayanan gerejawi, bisa jadi dia mulai malas ke gereja, dia mulai malas melayani di gereja karena dia merasa dia tidak lagi mempunyai sesuatu yang bisa dia banggakan atau tawarkan untuk masyarakat. Benar-benar dia merasa seperti orang yang tidak ada artinya.

Masa PHK yang berkepanjangan dapat menyebabkan pria bisa labil secara emosional. Jadi mudah marah, mudah tersinggung, tidak panjang sabar. Karena PHK, akhirnya pria pun cenderung untuk mengisolasi diri, sewaktu mengisolasi diri dia akhirnya menjauhkan diri dari istrinya, dia menjadi orang yang tertutup.

Sikap yang perlu dilakukan seorang istri adalah:;

  1. Jangan panik. Suami bukan menolak, bukan sedang menghempaskan dia keluar dari kehidupan suami tapi suami kesulitan membagi dirinya. Jadi Istri harus tetap mendekati suami;, misalnya mengajak jalan-jalan, malam hari berduaan. Sehingga akhirnya si suami tidak bisa tidak menangkap isyarat dari istri bahwa si istri sedang bersama dengan dia dan si istri terus membangunkan semangatnya

  2. Si istri dan suami harus mulai memikirkan langkah kreatif.(Anak-anak diminta menulis jawabnya dan mendiskusikannya di kelas.)

  3. Tidak meninggalkan Tuhan, meskipun kita belum melihat pemenuhan janji Tuhan. Kita tidak meninggalkan Tuhan sebab janji Tuhan itu pasti terpenuhi namun kapan waktunya memang tidak kita ketahui secara pasti.(Anak-anak diminta menulis jawabnya dan mendiskusikannya di kelas.)

Mazmur 91:14,15 berkata: "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya."

Jadi yang menjadi kunci pada saat mengalami PHK adalah hati kita terus melekat kepada Tuhan dan kita mengenal siapa Tuhan kita, bahwa nama Tuhan kita adalah penyelamat, Yesus adalah penyelamat dan Dia adalah penolong kita. Jadi kita terus berseru kepadaNya dan Tuhan berjanji Dia akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan.


Transkrip:

Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Sebuah paket perbincangan tentang masalah-masalah kehidupan berkeluarga yang dikemas oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen. Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan mengemukakan sebuah masalah tentang pemutusan hubungan kerja, mungkin ini sesuatu yang tidak enak dialami tetapi perlu untuk didengarkan, karena PHK atau pemutusan hubungan kerja ini merupakan sesuatu yang banyak melanda kehidupan kita. Karenanya kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
(1) GS : Bapak Paul Gunadi, sehubungan dengan adanya krisis moneter akhir-akhir ini yang kita alami, banyak orang terpaksa mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK entah karena pensiunnya dipercepat, entah karena perusahaan sudah tidak mampu lagi untuk membayar dan saya kok percaya bahwa di antara para pendengar kita itu satu atau dua orang (saya harap tidak terlalu banyak) juga mengalami PHK, Pak Paul. Yang ingin saya tanyakan bagaimana pengaruhnya terhadap sebuah keluarga, karena biasanya suami atau bahkan istri itu menjadi sumber dana bagi keluarga itu. Dan kalau ada yang di-PHK tentu kondisi keluarga itu ada gangguan Pak Paul, nah sejauh mana dampaknya Pak Paul?

PG : Dampaknya sangat besar sekali Pak Gunawan, jadi saya kira kita ini belum benar-benar melihat berapa jauhnya dampak PHK yang sekarang sedang melanda masyarakat kita. Saya teringat akan stu situasi di Amerika Serikat, kalau tidak salah tahun 20-an, Amerika mengalami resesi yang sangat-sangat parah, namun menariknya adalah masa resesi tersebut tidak disebut masa resesi tapi disebutnya masa depresi.

Nah itu adalah nama formal, nama yang sering dikenal untuk menunjuk pada suatu masa di Amerika Serikat di mana masyarakat mengalami kesulitan ekonomi yang sangat parah. Banyak orang kehilangan pekerjaan, banyak orang hidup melarat luar biasa. Nah saya masih ingat gambar-gambar atau foto-foto yang diambil pada masa tersebut, foto orang-orang yang duduk di pinggir jalan, foto orang dalam keluarga dengan satu persamaan yaitu wajah mereka memang benar-benar menunjukkan depresi. Jadi wajah yang luar biasa murungnya, benar-benar sendu, tidak ada cahaya, tidak ada gairah hidup maka saya setuju sekali dengan istilah yang diakhiri lekatkan dengan periode tersebut di Amerika Serikat yakni periode depresi. Nah saya khawatir kita pun sebetulnya menghadapi masalah yang serupa bahwa dampaknya ini bisa meluas akibat dari krisis ekonomi yang sedang melanda kita semuanya ini. Dan kalau ini benar-benar melanda separah di Amerika Serikat memang bisa kita sebut sebagai suatu periode depresi karena akan sangat mempengaruhi kejiwaan seseorang.
GS : Artinya bukan cuma yang mengalami PHK itu ya, yang mengalami depresi tapi juga pengaruh ke segenap keluarganya begitu Pak Paul?

PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi orang-orang yang bergantung pada si pencari nafkah tersebut, mereka semua akan mengalami tekanan-tekanan.

GS : Apakah ada perbedaannya Pak Paul kalau itu pekerja wanita dan pekerja pria?

PG : Mungkin secara kejiwaan lebih memukul pria karena seperti yang telah kita bahas pada kali yang terakhir, pria menggantungkan harga dirinya pada kariernya. Sewaktu dia kehilangan karier,dia kehilangan dirinya, dia bukan saja kehilangan pekerjaan, saya kira ini tidak sama dengan wanita.

Waktu wanita kehilangan karier, kehilangan pekerjaan, dia tidak kehilangan dirinya namun seperti yang telah kita bahas, jika wanita kehilangan anaknya, kehilangan suaminya, kehilangan orang yang dikasihinya dia akan kehilangan dirinya. Jadi saya kira dampak karier ini atau dampak PHK ini akan lebih berat dirasakan oleh para pria.
(2) GS : Kalau begitu bagaimana Pak Paul seseorang itu harus mempersiapkan diri dalam menghadapai PHK, kita memang tidak mengharapkan PHK itu menimpa kita atau pendengar kita, tetapi mengantisipasi itu perlu, kalau itu berkepanjangan siapa tahu, nah hal-hal apa yang bisa kita lakukan?

PG : Pertama-tama kita harus memahami proses atau dampak PHK pada keluarga Pak Gunawan. Yang pertama adalah waktu suami kehilangan pekerjaan, dia kehilangan jati diri, dia kehilangan dirinya Nah cukup umum pria-pria yang kehilangan pekerjaan juga mulai mengucilkan diri dari pergaulan sosial.

Misalnya dia biasanya rajin terlibat dalam pelayanan gerejawi misalnya, bisa jadi mulai malas ke gereja, dia mulai malas melayani di gereja karena apa? Karena dia merasa dia itu tidak lagi mempunyai sesuatu yang bisa dia banggakan atau ditawarkan untuk masyarakat. Benar-benar dia merasa seperti orang yang tidak ada artinya, daripada dia harus menanggung malu lebih baik dia tidak ke gereja. Kecuali misalkan dalam tim yang sama, dalam kelompok yang sama, ada orang-orang yang senasib dengan dia nah itu menjadi kekuatan bagi dia untuk terus datang, namun kalau tidak, dia cenderung menarik diri. Tapi masalahnya bukan saja dari lingkungan dia menarik diri, ada kecenderungan para suami ini juga menarik diri bahkan dari istri mereka.
GS : Jadi kalau begitu perlu seseorang itu semasa masih aktif bekerja dan sebagainya, dalam kondisi seperti itu membangun jaringan atau relasi dengan teman-temannya dengan harapan kalau dia suatu saat mengalami PHK ada orang yang bisa mengerti dia begitu Pak Paul.

PG : Betul, dan jaringan persahabatan ini kalau memungkinkan bukan disatukan oleh karier sebab kecenderungan pria berteman (GS : Dengan teman-teman yang sekarier) dengan teman-teman yang sekrier atau sejenjang begitu.

Maka kalau kita perhatikan kecuali teman yang dari kecil ya, pada umumnya pria itu berteman dengan orang-orang yang sejenjang dalam kariernya. Misalkan kariernya tidak sama tapi jenjangnya sama atau sejenis, setingkat.
GS : Lalu ada ikatan-ikatan seperti ikatan dokter, ikatan sarjana Pak Paul, itu karena seprofesi.

PG : Ya seprofesi begitu, jadi memang kecuali ini teman dalam sepelayanan atau teman masa kecil umumnya pria itu tidak berteman dengan orang yang jarak kariernya jauh sekali, jenjang karierna berbeda jauh dari dia, di atas dia atau di bawah dia biasanya tidak, biasanya dengan yang selevel.

Nah jaringan yang tadi Pak Gunawan maksud seyogyanya janganlah jaringan yang seperti ini sebab kalau jaringannya hanya ini (GS :Jatuh satu, jatuh semua) jatuh semua, benar-benar tidak ada lagi pegangan dia.
IR : Nah Pak Paul kalau salah seorang keluarga misalnya ayah yang di-PHK, kira-kira dukungan moril atau sikap apa yang harus diperbuat oleh seorang istri untuk mendukung supaya dia tidak terlalu frustrasi, apakah si istri itu terus mungkin mencari pekerjaan atau menanggulangi ekonomi itu dengan dia yang bekerja atau bagaimana Pak Paul?

PG : OK! Kita memang harus menyadari bahwa pada masa PHK apalagi kalau berkepanjangan pria bisa lebih labil secara emosional. Jadi mudah marah, mudah tersinggung tidak panjang sabar. Nah di ini memang dituntut pengertian yang sangat tinggi dari para istri.

Saya bukannya meninabobokkan pria dan mengatakan pria itu harus dimaklumi terus-menerus bukan ya, pria pun harus sadar dia tidak boleh bersukacita dalam kelemahannya, dia harus juga belajar untuk sabar, jangan sampai terlalu mudah tersinggung dan sebagainya. Namun pada saat ini ada baiknya istri menjauhkan diri dari hal-hal yang berbau tuntutan, tuntutan benar-benar sangat dipandang negatif oleh para suami pada masa-masa PHK ini. Sebab tuntutan mengingatkan si suami akan ketidakmampuannya memenuhi tuntutan tersebut. Jadi sewaktu si istri mengeluarkan kata-kata yang dapat ditafsir menuntut dia untuk menghasilkan uang lagi itu bisa benar-benar memicu kemarahannya atau membuat dia tersinggung dan sebagainya. Jadi yang saya anjurkan adalah untuk si istri misalnya mendekati si suami dari kaca mata, "Mari kita bersama-sama membangun kembali rumah tangga ini, mari kita bersama-sama memikirkan apa yang kita berdua bisa lakukan." Nah jadi bukannya saya mau begini, saya mau begitu, saya mau kerja, saya mau begini supaya rumah tangga ini bisa ada makanan lagi dan sebagainya itu juga harus dihindarkan. Karena sewaktu si istri mulai mengatakan kata-kata seperti itu, saya akan bekerja, saya akan ini, itu membuat si suami makin terpojok dan makin kelihatan lemah, jadi dia akan merasa memang sekarang saya tidak lagi berfungsi sebagai suami, malah istri saya harus bekerja dan sebagainya, nah jadi lebih baik ya jangan berkata seperti itu. Jadi gunakan kata-kata, kita bersama-sama, mari kita bersama-sama bangun lagi, mari kita bersama pikirkan apa yang bisa kita berdua lakukan, yuk kita berdoa dan sebagainya. Jadi kebersamaan itu saya kira lebih bisa diterima oleh si suami.
GS : Mungkin peran istri juga penting untuk membangkitkan minat suami dengan melihat bahwa sebenarnya ada keahlian lain yang dimiliki oleh suami Pak Paul. Ada kadang-kadang seorang pengemudi yang terpaksa harus di-PHK karena perusahaannya juga bangkrut. Sebenarnya dia itu punya kemampuan untuk menjadi tukang kayu, dia mempunyai keahlian itu, tapi sering kali juga dia tidak mau untuk melakukan sebagai tukang kayu. Dia berkata selama ini saya hidup dari mengemudi itu bagaimana Pak Paul?

PG : Ini adalah contoh klasik dari yang kita sebut kepribadian yang kaku Pak Gunawan, jadi manusia yang sehat adalah manusia yang fleksibel, kata fleksibel kata kunci dalam kesehatan jiwa Pa Gunawan, (GS : Yang luwes begitu) yang luwes betul.

Kalau kita ini memang mendasari siapa diri kita pada satu profesi dan waktu profesi itu tumbang, kita pun tumbang. Jadi yang lebih dianjurkan adalah kita membentuk konsep diri kita ini dari berbagai sudut atau bidang. Nah mungkin bagi si pengemudi tersebut menjadi tukang kayu adalah profesi yang lebih rendah daripada mengemudi. Tapi yang sering terjadi adalah kehilangan kepercayaan diri ini yang sering kali menohok, yang paling berat. Sewaktu seorang pria kehilangan pekerjaannya dia kehilangan kepercayaan dirinya sehingga waktu didorong untuk mencoba karier yang baru, semangat juangnya sudah habis, karena sudah kehilangan kepercayaan diri, takut dia akan mengalami peristiwa yang sama, sebab peristiwa PHK itu peristiwa yang berat sekali menampar dirinya. Dan dia takut kalau dia mengulang apalagi memulai karier yang baru yang belum dia begitu paham terus dia mengalami kegagalan akibatnya dia harus menanggung rasa malu yang besar begitu.
IR : Dalam menghadapi keadaan seperti itu Pak Paul apakah bisa kalau seorang istri itu membekali atau mencari teman untuk menasihati suaminya?

PG : Boleh saja, asalkan memang teman itu teman yang bisa diterima oleh si suami, namun sebetulnya di sinilah peran istri yang paling penting. Tadi saya sudah singgung bahwa kita harus menyaari prosesnya dampak PHK pada keluarga.

Bahwa si suami itu cenderung mengisolasi diri, waktu dia mengisolasi diri karena kehilangan dirinya, dia akhirnya menjauhkan diri dari istrinya, dia menjadi orang yang tertutup. Ada kecenderungan suami-suami ini justru makin tidak mau cerita, karena ini hal yang sulit sekali bagi dia untuk dibagikan dengan orang lain, sebab hal yang sangat memukul dia, membuat dia merasa kehilangan dirinya, kehilangan siapa dirinya jadi untuk dia menceritakan kepada istrinya pun tidaklah begitu mudah. Sehingga adakalanya si istri panik karena seperti kita sudah singgung pada kali yang terakhir bahwa si istri justru mendapatkan harga dirinya, makna dirinya dari relasi tersebut. Nah tiba-tiba sekarang hubungannya dengan si suami terputus, nah si suami kehilangan diri atau harga dirinya, si istri juga tiba-tiba merasa yang sama dia kehilangan harga dirinya. Karena hubungannya yang tadinya akrab tiba-tiba sekarang terputus nah ini menggoncang dia, maka PHK kalau tidak hati-hati dicermati dan ditanggapi bisa benar-benar menghancurkan keluarga, dampaknya sebetulnya berat sekali.
GS : Saya melihat dampaknya bukan hanya terhadap hubungan antar manusia Pak Paul, memang dia bisa meninggalkan istrinya, bahkan anak-anaknya tapi ada beberapa orang juga yang justru menyalahkan Tuhan dalam hal ini. Dia merasa Tuhan membiarkan dia mengalami peristiwa semacam ini.

PG : Bisa sekali Pak Gunawan apalagi pertanyaannya sebetulnya bukan hanya satu tapi dua terhadap Tuhan. Yang pertama adalah mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi, artinya mengapa Tuhan mebiarkan saya di-PHK.

Namun yang kedua ini yang lebih serius, kalau setelah di-PHK dia berupaya mencari pekerjaan dan tidak berhasil selama berbulan-bulan, pertanyaan yang kedua akan timbul yaitu Tuhan mengapa engkau tidak mendengar doaku, Tuhan mengapa Engkau tidak menolong aku, di manakah kebenaran janjiMu. Nah justru pertanyaan yang kedua ini yang lebih mematikan.
GS : Nah itu bagaimana Pak Paul kalau sudah sangat serius seperti itu apa yang bisa dilakukan atau orang lain lakukan terhadap korban PHK itu?

PG : Sebelum kita keluar, kita harus memperkuat yang di dalam dulu yaitu apa? Begini di sini si istri melihat bahwa si suami mulai menjauhkan diri, nah jangan panik, bahwa si suami bukan sedng menolak dia, bukan dia sedang menghempaskan dia keluar dari kehidupan si suami tapi si suami mengalami kesulitan membagi dirinya jadi langkah berikutnya adalah si istri harus tetap mendekati si suami, mengajak si suami untuk jalan-jalan, malam hari berduaan, misalkan tidak bisa makan di restoran, tidak bisa makan di mana-mana eh.....kita

makan es krim saja atau es dawet atau apa, jadi terus memberikan suatu sentuhan-sentuhan kepada si suami. Sehingga akhirnya si suami tidak bisa tidak menangkap isyarat dari si istri bahwa si istri sedang bersama dengan dia dan si istri terus membangunkan semangatnya bahwa ini bukan masalah kemampuanmu tapi masalah ini memang yang sedang hilang yang sedang tidak ada di pihak kita tapi engkau mampu, jadi ini terus menguatkan rasa percaya dirinya. Yang kedua adalah si istri dan suami mulai harus memikirkan langkah kreatif, tadi Pak Gunawan sudah singgung tentang seorang pengemudi yang bisa menjadi seorang tukang kayu. Jadi di sini dituntut kreatifitas misalkan si istri bisa masak atau si suami bisa masak, bisa misalnya buka warung atau buka kedai makan misalkan jadi benar-benar kreatif untuk bisa menutupi lubang, apakah ini akan permanen atau tidak, tidak tahu. Nah mungkin si suami berkata: "Masak saya harus menjadi tukang masak seumur hidup saya," nah kita harus beritahu kepada si suami, ini tidak berarti engkau selama-lamanya akan jadi tukang masak. Tapi yang harus kita sadari sekarang ini kita harus melakukan sesuatu jadi kreatif melakukan apa saja yang kita bisa lakukan selama jalannya itu jalan yang betul. Dan yang ketiga adalah meskipun kita belum melihat pemenuhan janji Tuhan, kita tidak meninggalkan Tuhan sebab janji Tuhan itu pasti terpenuhi namun kapannya memang tidaklah kita ketahui begitu Pak Gunawan dan Ibu Ida.
IR : Apakah benar Pak Paul bahwa seorang wanita itu lebih tabah dalam menghadapi masalah daripada seorang pria?

PG : Cenderungnya begitu karena wanita itu mempunyai yang kita sebut daya tahan yang tinggi endurance level yaitu kemampuan menahan sakit untuk waktu yang panjang. Pria kesulitan menahan sakt untuk jangka waktu yang panjang, pria bisa menahan sakit yang besar tapi jangka waktunya pendek, kalau wanita bisa menahan sakit untuk jangka waktu yang panjang.

Nah makanya saya melihat peranan wanita yang sangat besar di sini untuk bisa terus mengangkat si pria. Sebab kecenderungannya adalah pria lebih mudah putus asa dalam hal seperti ini, mungkin wanita lebih sering (maaf ya) mungkin lebih sering marah, lebih sering ngomel, lebih sering mengeluarkan emosinya tapi sebetulnya dia lebih bisa bertahan. Saya mau memberikan satu Firman Tuhan Pak Gunawan dan Ibu Ida diambil dari Mazmur 91, "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya sebab ia mengenal nama-Ku. Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya." Ini Mazmur 91:14-15. Saya suka sekali dengan perkataan hatinya melekat kepada-Ku dan ia mengenal nama-Ku, jadi kuncinya adalah pada masa PHK ini hati kita terus melekat pada Tuhan dan kita mengenal siapa Tuhan kita, bahwa nama Tuhan kita adalah penyelamat, Yesus adalah penyelamat dan Dia adalah penolong kita. Jadi kita terus berseru kepadaNya dan Tuhan berjanji Dia akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan. Orang yang depresi, orang yang tertekan seolah-olah dadanya sesak, jadi memang Firman Tuhan menggunakan istilah yang sangat grafik sekali di sini tapi Tuhan berkata Dia akan menyertai kita dalam kesesakan dan Dia akan meluputkan kita dan memuliakan kita, jadi tugas kita terus melekat dengan hati Tuhan, terus mencari kerajaan sorga dan kebenarannya, seperti janjiNya maka Dia akan menambahkan. Saya mempunyai teman yang selama lebih dari setahun di-PHK, ini di Amerika Serikat waktu Amerika mengalami resesi yang berat beberapa tahun yang lalu istrinya bekerja sebagai suster, malam hari sampai pagi hari, anaknya ada 5 luar biasa beratnya tanggungan mereka, si suami benar-benar susah sekali tapi mereka terus berdoa dan mereka terus bertahan dalam Tuhan. Dan suami fleksibel, luwes, kreatif, dia seorang insinyur tidak ada pekerjaan lagi sebagai seorang insinyur akhirnya dia membuka suatu usaha baru yaitu mencetak buku telepon atau directory book untuk kalangan Kristen di kotanya dan akhirnya Tuhan memberkati usahanya itu sehingga dia bisa bangkit kembali. Jadi memang diperlukan sekali ketabahan dan diperlukan sekali kerelaan untuk mencoba yang baru dan yang lainnya begitu.
IR : Ya memang janji Tuhan Pak Paul, di dalam kita mengalami kesesakan, di dalam menghadapi masalah kalau kita dekat dengan Tuhan, Tuhan akan memberikan kekuatan dan akan memberikan jalan keluar.

PG : Betul sekali Bu Ida, itulah tumpuan kita satu-satunya.

GS : Ya, jadi memang kita bersyukur, bahwa kita diselamatkan oleh Tuhan bukan hanya jiwa kita nanti karena kita sudah meninggal tapi saya percaya bahwa di dunia ini pun Tuhan memeliharakan kita sebagaimana janjinya.

Jadi demikianlah tadi para pendengar sekalian, telah kami persembahkan sebuah perbincangan seputar pemutusan hubungan kerja, walaupun kita tidak mengharapkan tetapi perbincangan ini mengajak kita untuk mencoba mempersiapkan kalau hal itu menimpa kehidupan kita. Tadi kita sudah berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



2. Pemuda dan Karier


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T143A (File MP3 T143A)


Abstrak:

Banyak anak misalnya di kelas 3 SLTA yang masih bingung mau melanjutkan ke mana, bahkan mereka yang sudah kuliah pun juga bingung nantinya mau kerja apa. Di sini diharapkan mereka dapat bergumul menentukan karier yang harus dia jalani atau profesi yang harus dia tekuni.


Ringkasan:

Kita harus memiliki konsep yang jelas dimanakah tempat kita di dalam hidup ini. Jikalau kita tidak memiliki pemahaman yang jelas dimanakah tempat kita dalam hidup ini, kita dapat diibaratkan dengan daun yang tertiup angin dan terhempas ke mana-mana. Istilah tempat di sini mengacu pada apa karunia kita, apa jalur karier kita dalam hidup ini. Tidak bisa tidak jalur karier atau pekerjaan kita itu berpengaruh besar terhadap tujuan hidup ini. Kalau kita tidak mengetahui jelas apa jalur karier yang harus kita tempuh, maka kita sukar sekali menetapkan tujuan hidup kita.

Pencarian dan Penentuan Karier

Tahapan Perkembangan Karier (Donald Super)

  1. Kristalisasi (14-18): pilihan masih samar namun mulai memikirkan beberapa kemungkinan.

  2. Spesifikasi (18-21): beranjak dari beberapa alternatif yang bersifat umum ke satu pilihan tertentu, namun semua masih dalam bentuk pertimbangan, belum berupa tindakan konkret.

  3. Implementasi (18-25): mengambil keputusan untuk menempuh jalur karier tertentu, menindak-lanjuti keputusan dengan langkah-langkah konkret.

  4. Stabilisasi (21-30): Membangun konsep diri yang sesuai dengan pilihan karier, mulai menancapkan akar pada karier tersebut, masa pemantapan.

  5. Konsolidasi (30-45): Mengembangkan karier dan menjadi bagian dari karier itu

Kesimpulan

  1. Masa keraguan namun penuh dengan tantangan dan kesempatan. Jika berhasil, inilah saatnya kita membangun kepercayaan dan jati diri yang sesungguhnya. Sebaliknya, bila gagal, kita mengalami frustrasi dan kehilangan kepercayaan diri, jati diri pun tidak jelas.

  2. Masa pertumbuhan iman: Melibatkan atau tidak melibatkan Tuhan dalam proses pencarian dan pemantapan karier. Jika berhasil, inilah saatnya kita mematangkan iman, kita bertumbuh dari iman Sinterklas ke iman Salib. Bila gagal, kita apatis, iman tidak bertumbuh, mengaitkan pemeliharaan Tuhan hanya dengan berkat kasatmata.

Amsal 3:5-6, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."


Transkrip:

Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pemuda dan Karier". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, tema yang kita angkat pada kesempatan ini adalah tentang pemuda dan karier. Nah, sebelum kita lebih jauh memperbincangkan masalah ini mungkin Pak Paul bisa memberikan latar belakangnya secara garis besar Pak Paul?

PG : Begini Pak Gunawan, kita mesti memiliki konsep yang jelas dimanakah tempat kita dalam hidup ini. Jikalau kita tidak memiliki pemahaman yang jelas dimanakah tempat kita dalam hidup ini, kit dapat diibaratkan dengan daun yang tertiup oleh angin dan terhempas ke mana-mana.

Tapi kalau kita sudah menyadari dimanakah tempat kita dalam hidup ini, kita akan lebih bisa berakar, kita lebih bisa teguh. Nah, ada orang-orang yang sampai tua pun tidak menyadari dimanakah tempatnya dalam hidup ini, sehingga mereka terus menjadi orang yang terombang-ambing. Nah, sedangkan ada juga orang-orang yang bahkan pada usia muda sudah mengetahui dengan jelas tempatnya dalam hidup ini. Nah, kita bisa melihat meskipun mereka masih usia muda tetapi mereka memiliki kemantapan. Nah apa yang saya maksud dengan tempat ini. Istilah tempat bisa bermakna banyak, namun salah satunya yang saya kira penting adalah tempat mengacu pada apa karunia kita, apa jalur karier kita dalam hidup ini. Tidak bisa tidak jalur karier atau pekerjaan kita itu berpengaruh besar terhadap tujuan hidup ini. Kalau kita tidak mengetahui jelas apa itu yang bisa kita lakukan dalam hidup, apa itu jalur karier yang harus kita tempuh, maka kita sukar sekali menetapkan tujuan hidup kita. Memang secara kasar secara umum kita bisa berkata kita hidup untuk memuliakan Tuhan. Bukan lagi kita hidup untuk diri sendiri kita hidup sekarang untuk Tuhan. Namun secara kongkretnya apa itu yang harus kita lakukan hari lepas hari. Nah, berbahagialah kita yang sudah jelas mengetahui jalur karier kita ini. Setidak-tidaknya jalur karier ini menempatkan kita di rel yang akan mengarah pada tujuan hidup kita itu pula.
GS : Ya sebenarnya kalau seseorang mengalami kesulitan di dalam menentukan atau mengetahui dengan tepat Pak Paul ya tempatnya di dalam dunia ini, itu penyebabnya apa sebenarnya Pak Paul?

PG : Sebetulnya banyak sekali penyebabnya Pak Gunawan. Saya berikan salah satu contohnya, salah satu teori karier mengatakan begini aktivitas yang kita mulai pada masa-masa kecil yang kemudian endapatkan tanggapan positif akan menumbuhkan minat kita pada bidang atau lapangan kerja itu.

Waktu kita makin bertumbuh besar akhirnya kita termotivasi untuk mendalami bidang tersebut. Akhirnya kita mulailah mengembangkan kompetensi, kemampuan, keterampilan kita asah. Nah dengan kompetensi ini akhirnya kita bisa memasuki jalur kerja. Nah, dari teori yang satu ini saja kita bisa menyimpulkan bahwa peranan orang tua kita, keluarga kita, atau guru-guru kita yang memang berpengaruh besar dalam masa-masa pertumbuhan kita, ternyata peranan mereka sangat besar juga dalam penentuan atau penetapan karier kita. Sudah tentu akan ada juga faktor-faktor bawaan ya kemampuan-kemampuan lahiriah yang telah kita warisi pada masa-masa bayi kita. Tapi sekali lagi kita bisa melihat peranan keluarga atau orang tua yang besar. Nah, untuk menjawab pertanyaan Pak Gunawan tadi apa kira-kira penyebabnya. Salah satu penyebabnya adalah ada orang-orang tua yang memang tidak memberikan bimbingan, tidak memberikan penguatan, imbalan, tanggapan positif tentang apa yang bisa dilakukan oleh anak, sehingga si anak tidak pernah tahu apa yang bisa dilakukannya. Akhirnya dia tidak mempunyai minat, waktu dia sekolah pun dia hanya menjalani kewajibannya, tanpa ada minat yang bisa dia katakan ini kesukaanku karena apa, karena semua dilakukan dalam kesunyian tidak pernah ada yang memberikan tanggapan apa-apa kepadanya.
GS : Ya, berarti Pak Paul ini merupakan suatu proses sampai seseorang itu tiba pada suatu karier yang cocok dengan dirinya Pak Paul. Nah, sebenarnya proses ini berawal sekitar kapan itu Pak Paul di dalam kehidupan seseorang?

PG : Sebetulnya proses itu berawal dari masa kecil sekali, namun untuk lebih terfokus ya lebih bisa kita melihat dengan mendetail kita langsung saja pusatkan perhatian kita pada masa-masa remaja. Sebab masa remaja adalah masa persis sebelum kita memasuki dunia kerja yakni pada usia dewasa awal yakni usia sekitar 20 tahunan. Nah pada masa remaja kita dapat bagi sekurang-kurangnya pada dua masa besar atau dua kategori besar. Yang pertama sekitar usia 14 hingga 18 dan yang berikutnya usia 18 hingga 20 atau 21. Apa saja itu yang termaktub di dalam masa remaja ini. Yang pertama ini saya ambil dari teorinya Donald Super yaitu masa yang disebut masa kristalisasi. Pada usia SMP, SMA ini anak-anak remaja sudah seharusnya mulai memikirkan beberapa kemungkinan nanti saya mau menjadi apa. Nah, sudah tentu pada masa ini saya mau menjadi apa itu memang barulah dalam bentuk pemikiran belaka. Benar-benar belum ada kenyataan konkretnya. Saya masih ingat, ambil saya sebagai contohnya waktu saya masih SMA saya tidak tahu jelas waktu itu mau menjadi apa. SMP pun juga saya tidak tahu. Namun yang saya tahu adalah saya menyukai drama. Nah salah satu hal yang terpikir dalam benak saya adalah saya nanti mau masuk ke teater saya mau mendalami drama. Apalagi? Terus saya mulai memikirkan saya tapi juga harus mengongkosi hidup saya. Nah apa mata pencaharian saya. Nah saya tahu pada saat-saat itu bahwa salah satu pekerjaan yang bisa menghasilkan uang adalah bidang teknik. Tapi saya tidak kuat dalam bidang-bidang teknik. Namun kalau saya ditanya saya selalu berkata oh mungkin saya mau masuk ke bagian teknik mesin. Sebetulnya itu adalah pemikiran saja tidak ada kemampuan saya di bidang itu. Namun saya sudah mulai memikirkannya dari sudut finansial yaitu pekerjaan apakah yang bisa menghasilkan uang. Dengan kata lain pada saat itu ada dua ya kira-kira langkahnya, yang pertama masuk ke dunia teater yang memang saya sukai dan saya miliki kemampuannya. Yang kedua adalah masuk ke dunia teknik yang saya tidak punya kemampuannya saat itu tapi hanyalah mengandalkan pada aspek penghasilannya. Nah, pada saat-saat usia SMP, SMA-lah anak-anak mulai mengembangkan pemikiran-pemikiran ini. Nah, seharusnya mereka sudah mulai mengembangkan pemikiran ini. Jadi kalau sampai mereka tidak memiliki ide-ide ini itu memang tanda awas juga buat kita.

GS : Sering kali yang saya jumpai anak-anak seusia itu SMP, SMA itu masih kebingungan karena justru pilihannya banyak sekali Pak Paul, dia masih tidak bisa menentukan yang satu ini teknik, kalau Pak Paul cuma dua mungkin ini bisa 5, 6 sehingga dia sendiri kebingungan gitu Pak Paul?

PG : Memang kebingungan itu bisa muncul dari berbagai faktor Pak Gunawan. Faktor yang pertama adalah anak-anak yang mempunyai banyak kemampuan juga bisa bingung karena bisa dalam banyak hal. Na, ini salah satu hal yang harus orang tua juga perhatikan.

Sehingga orang tua tidak terlalu tergesa-gesa menyalahkan anak, kok kamu sampai usia 17 tahun belum tahu mau masuk bidang apa. Kalau anak itu mempunyai banyak kemampuan kita tidak usah khawatir biarkan saja. Yang memang lebih mudah untuk masuk jalur adalah anak-anak yang kemampuannya atau minatnya itu terfokus pada satu saja misalkan bidang Kimia dari SMP sudah tahu jelas dia sangat senang dengan Kimia. Tapi ada sebagian anak yang memang tidak seperti itu. Faktor kedua kenapa ada sebagian anak bingung. Nah, ini berkaitan dengan tadi yang saya sudah katakan yakni ada sebagian anak yang memang tidak mendapatkan pantulan dari orang tua atau dari lingkungannya. Tidak pernah diberikan tahu kamu itu bisa apa, kok kamu bagus sekali dalam hal ini dan sebagainya. Semuanya biasa, sehingga dia tidak tahu apa yang dia sukai. Faktor yang ketiga adalah kenapa sebagian mereka bingung, karena ada anak-anak yang memang kemampuannya kurang, di bawah rata-rata. Sehingga di dalam semua bidang dia merasa dia tidak mempunyai kebisaan. Tidak ada kepercayaan diri untuk memasuki salah satu bidangpun. Nah, ini bisa terjadi karena bidang-bidang yang selama ini dia geluti kebetulan bidang-bidang yang tidak dia kuasai. Memang kemampuannya tidak ada di sana. Bisa jadi juga akan ada bidang lain yang belum dia ketahui tapi itu bisa muncul belakangan. Nah ada lagi yang seperti ini Pak Gunawan, ada anak-anak yang sebetulnya sudah tahu dia bisanya di bidang apa. Misalkan dia kuat di bidang Sastra. Berarti apa dia bisa memasuki jurnalisme dan sebagainya. Namun dia tidak terima. Kok saya bisanya hanya bidang Sastra menulis dan sebagainya. Dia maunya menjadi orang yang lebih populer, lebih ternama, lebih menghasilkan uang seperti yang dia pikirkan konsepnya apa itu. Nah, akhirnya karena dia tidak bisa menerima itulah kekuatannya dia terus-menerus mencari. Masalahnya adalah dia mencoba membangun di tempat yang memang dia tidak mempunyai modal. Sehingga selalu kandas. Di tempat dia di mana dia punya modal itu tempat dia tinggalkan dan tidak pernah membangunnya.
GS : Ya, sering kali juga faktor guru atau pengajar itu besar sekali pengaruhnya Pak Paul. Jadi kalau anak itu menyukai caranya guru itu mengajar dan sebagainya itu menarik minatnya.

PG : Betul sekali Pak Gunawan. Jadi salah satu teori karier ini mengatakan bahwa identifikasi anak dengan tokoh tertentu itu juga berpengaruh dalam pengembangan kariernya. Kalau dia menyukai saah satu tokoh tertentu dan kebetulan orang itu profesinya sebagai misalkan guru.

Bisa jadi si anak tertarik akhirnya menjadi seorang guru. Nah, itu salah satu pengaruh yang besar dalam perkembangan karier seorang anak remaja.
GS : Ya, seandainya ada anak remaja itu yang datang pada kita atau orang tuanya lalu menanyakan memang ada satu karier yang dia sukai tapi itu tidak cukup untuk menutup biaya hidupnya nanti, di lain pihak kalau dia toh tadi pergumulannya yang sama dengan Pak Paul yang alami, Pak Paul tahu sebagai seniman mungkin kurang tetapi milih ke jurusan mesin. Nah kalau itu terjadi dan ditanyakan pada orang yang lebih senior, bimbingan apa yang bisa kita berikan?

PG : Pertama-tama kita selalu akan mengembalikan anak itu kepada kemampuannya. Karena minat harus selalu disertai dengan kemampuan. Meskipun dia meminati bidang tertentu tapi dia tidak memilikikemampuan di sana kita sebagai orang tua atau konselor tidak mendorongnya untuk ke sana.

Jadi ada hal-hal yang bisa dikembangkan itu sudah tentu betul. Tapi ada hal-hal yang tidak bisa dikembangkan. Karena apa ya memang tidak ada kemampuan di sana.
GS : Nah kalau proses atau tahap kristalisasi itu sudah bisa dilalui dia akan meningkat ke tahap apa Pak Paul?

PG : Tahap berikutnya adalah yang disebut oleh Super tahap spesifikasi. Nah dari nama tahap ini kita bisa merêka bahwa pada masa ini anak-anak mulai menyempitkan pilihan-pilihannya. Misalkan dai 5 sekarang ke 2 atau ke 1.

Nah usianya adalah sekitar usia 18 hingga 21 tahun. Dengan kata lain ini usia pasca SLTA usia perguruan tinggi nah ini yang kadang-kadang menciptakan masalah. Orang tua kadang-kadang frustrasi dengan anaknya karena apa, karena ada sebagian anak yang memang memerlukan waktu itu 2 atau 3 tahun setelah SLTA untuk mengetahui dengan jelas secara spesifik apa itu bidang yang dia minati dan dia mampu untuk melakukannya. Berarti apa kalau dia baru menyadarinya pada usia 20 atau 21 tahun ini 'kan berarti dia sudah kuliah tahun ketiga. Nah bisa jadi setelah tahun ketiga semester keenam dia berkata kepada orang tuanya: "Pa, Ma, bidang ini bukan bidangku. Aku harus pindah ke tempat yang lain." Nah, orang tua bisa mengeluh kami sudah mengeluarkan uang begini besar untukmu kok sekarang kamu berkata ini bukan bidangmu nah anak ini bisa berkata ya nomor satu saya tidak suka mungkin itu alasan yang pertama. Makin saya geluti makin saya tidak suka. Awalnya saya kira saya akan menyukainya dia bisa tapi dia tidak suka. Atau kasus yang kedua dia mungkin masih mau meneruskan namun tidak bisa. Makin tinggi tingkatan makin susah dan makin jeblok angka-angkanya. Nah, akhirnya si anak sampai pada kesimpulan dan menerima diri apa adanya. Anak ini berkata ini bukan bidang saya. Nah, kadang-kadang kasus seperti ini saya jumpai juga anak-anak yang sudah masuk misalkan di bidang teknik atau bidang komputer. Setelah tahun-tahun dua tahun ketiga di universitas akhirnya baru menyadari ini bukan bidang saya. Nah, setelah akhirnya dibimbing baru dia menyadari bahwa bidangnya misalkan ke bahasa Inggrislah atau ke Ekonomilah dan sebagainya. Nah pada saat itulah si anak memang dihadapkan dengan pilihan meneruskan atau memaksakan atau pindah. Nah, kalau memungkinkan untuk pindah memang sebaiknya pindah. Sebab biasanya kalau sudah sampai pada tahap ini dan anak ini memang mempunyai sejarah yang lumayan stabil, biasanya pada waktu dia pindah sekarang ini dia memang sudah benar-benar jelas. Sudah sangat spesifik sekali. Jadi makanya diberikan rentang waktunya sekitar 3 tahun ya usia 18 hingga usia 21 sampai anak itu bisa mengenal dengan jelas secara spesifik apa itu bidang yang diminatinya.
GS : Tapi 'kan sudah banyak waktu dan dana yang terbuang Pak Paul ya.

PG : Betul sekali.

GS : Nah, itu bagaimana membimbing anak maksudnya kita sebagai orang tua sebelum masuk ke perguruan tinggi dia sudah menemukan spesifikasinya.

PG : Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Yang pertama adalah orang tua sejak anaknya berusia 16 tahun, SMA 1 orang tua sudah mulai harus sering-sering mengajak anak berbicara. Kedua selainmengajak berbicara dan menanyakan minatnya apa dan sebagainya.

Orang tua juga bisa mulai menyediakan informasi tentang pekerjaan-pekerjaan tertentu atau memberikan keterangan atau mengenalkan si anak dengan orang-orang tertentu yang memang pada bidang-bidang itu. Sehingga akhirnya anak-anak ini menyadari oh ya ya ini bidang yang mungkin saya sukai. Jadi memang perlu persiapan yang lebih matang lebih dini.
GS : Ya, itu baru dua tahapan yang Pak Paul sudah sampaikan kepada kita, kalau tahap berikutnya apa Pak Paul?

PG : Ada tiga tahapan berikutnya Pak Gunawan, ini adalah tahapan yang memang sudah menginjak ke usia dewasa. Yaitu tahap yang pertama implementasi. Usia bisa dari usia 18 hingga usia 25 ya tergntung yaitu anak-anak remaja di sini atau pemuda mengambil keputusan untuk menempuh jalur karier tertentu ya.

Dengan cara menindaklanjuti tekadnya itu, pilihannya itu dengan langkah-langkah kongkrit. Bisa masuk ke perguruan tinggi atau tadi yang kita sudah bahas pindah bidang studi, pindah jurusan, atau justru masuk ke tempat-tempat yang lebih bersifat praktis seperti kursus dan sebagainya. Nah, itu tahap implementasi. Jadi tahap benar-benar mengkongkritkan bukan menjalani persiapannya. Nah, yang berikutnya lagi adalah tahap yang disebut stabilisasi. Ini tahap di mana pemuda sudah masuk jalur. Nah sudah lulus sekolah menyelesaikan pelatihan nah dia masuk. Usianya sekitar 21 atau 22 hingga usia 30 tahun ini disebut tahap stabilisasi, sebab di sini remaja atau pemuda ini mulailah menancapkan akar di bidangnya. Dia mulai belajar, lebih banyak pengalaman, lebih mengerti seluk-beluk pekerjaannya dan perlahan-lahan mereka mulai membangun konsep diri yang sesuai dengan pilihan kariernya. Ada orang yang langsung berkata oh saya seorang programer, oh saya seorang guru, oh saya seorang teknisi, dan sebagainya atau saya seorang dokter. Nah, lama-lama profesi atau jabatan itu dikaitkan dengan siapa dirinya. Dengan kata lain dia menjadi satu dengan profesinya. Nah, ini pada tahapan usia 21 sampai 30 tahun. Nah, setelah itu barulah memasuki tahap konsolidasi yaitu usia sekitar 30-an hingga usia 45 sampai 50 tahun. Apa itu maksudnya? Ini adalah tahap di mana pemuda atau orang-orang dewasa mengembangkan kariernya. Kalau 20 tahun sampai 30 tahunan menancapkan, menstabilkan, mengakarkan. Sekarang tahap mengembangkan, meningkatkan kemampuan atau pindah pekerjaan, memasuki jabatan yang lebih baik lagi, namun jalurnya biasanya sama.
GS : Ya memang kalau awalnya itu sudah bisa diatasi, rasa-rasanya tiga tahapan ini akan berjalan lebih mulus Pak Paul ya?

PG : Betul sekali.

GS : Tetapi seandainya masih ada suatu keraguan di dalam dirinya atau belum ada kemantapan, apa yang terjadi pada diri orang itu Pak Paul?

PG : Sebetulnya kalaupun mengalami keraguan itu salah satu gejolak yang wajar Pak Gunawan. Kira-kira ada dua penyebabnya, yang pertama adalah kadang-kadang sebetulnya kita ini sudah masuk ke biang yang tepat.

Tapi kita belum menemukan tempat kerja yang tepat. Itu dua hal berbeda. Ada orang-orang yang harus berganti tempat kerja sampai 4 atau 5 kali, baru akhirnya bisa mengakarkan diri di situ. Tapi kita tidak bisa berkata bahwa aduh orang ini kok tidak stabil karena gonta-ganti tempat pekerjaan. Selama dia di bidang yang sama kemungkinan memang dia hanyalah belum menemukan tempat kerja yang tepat. Nah, di sini dia harus bercermin melihat apakah ada faktor-faktor kepribadiannya yang membuat dia kok tidak stabil, membuat teman-temannya tidak cocok dengan dia. Tapi yang saya mau katakan di sini adalah selama dia di bidang yang sama sebetulnya kalaupun dia berganti tempat pekerjaan dia tetap masuk atau berada di dalam tahap yang sama yaitu menancapkan akar, menstabilkan dirinya meskipun tempatnya berbeda. Mudah-mudahan kalau memang tidak ada faktor pribadinya dia akhirnya menemukan tempat yang cocok itu. Dan di situlah dia baru mengembangkan dirinya. Tapi faktor kedua Pak Gunawan bisa jadi ada orang setelah usia 40 tahun di dalam menekuni bidangnya selama 20 tahun ingin pindah yaitu pindah karier. Nah kita katakan apa yang terjadi di sini, sebetulnya ada sebuah teori lain yang dipaparkan oleh seseorang bernama Ann Roe dan juga seseorang yang bernama John Holland mereka berdua mengatakan bahwa kita ini sebetulnya waktu pindah karier kita pindah karier ke karier yang sebelahnya karier kita. Contohnya misalkan seorang konselor itu masuk dalam kategori sosial. Nah sosial diapit oleh dua bidang yang lain yaitu pertama seni dan hiburan, bidang yang satunya adalah bidang bisnis atau "entrepreneur". Nah, jadi orang yang di bidang sosial memang bisa pindah ke bidang yang sebelahnya baik itu seni dan hiburan atau ke bidang bisnis. Sebaliknya orang yang di bidang bisnis setelah terjun ke bidang hidup duapuluh tahunan bisa berubah masuk ke bidang yang sebelahnya yaitu sosial, misalkan seperti itu. Jadi perpindahan karier biasanya perpindahan ke bidang yang bertetangga dengan bidang kita.
GS : Pak Paul, proses ini apakah juga mempengaruhi pertumbuhan iman seseorang?

PG : Ya, tidak bisa kita sangkali akan ada pengaruhnya Pak Gunawan, sebab masa-masa pemuda usia 20 tahun menjadi masa yang penuh keraguan. Karena memang tidak ada kepastian kita masih mencari-cri akhirnya kita bisa sedikit banyak bingung, mempertanyakan pimpinan Tuhan, dan sebagainya.

Namun yang saya ingin tekankan adalah lihatlah masa ini sebagai masa tantangan dan kesempatan. Nah jika kita berhasil nah kita bisa membangun kepercayaan diri dan jati diri yang sesungguhnya. Memang kalau gagal kita bisa frustrasi. Tapi tetap kita gunakan kesempatan ini untuk menumbuhkan iman kita. Kita libatkan Tuhan sehingga kita benar-benar bisa lebih bergantung pada Tuhan. Dengan kata lain masa yang penuh keraguan ini justru bisa menyulut pertumbuhan iman kita. Kita akhirnya bisa lebih bersandar sepenuhnya kepada Tuhan meskipun kita harus menjalani ketidakjelasan itu.
GS : Nah Pak Paul, ini suatu bagian yang sangat penting saya rasa apakah firman Tuhan berbicara mengenai proses pertumbuhan pemuda yang menentukan kariernya ini?

PG : Saya akan berikan ayat dari Amsal 3:5-6, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakuu, maka Ia akan meluruskan jalanmu."

Jadi benar-benar berserah, kita lakukan yang bisa kita lakukan. Langkah di depan kita, kita ambil, tapi selalu bawakan dalam doa.

GS : Ya, terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan yang sangat menarik pada saat ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pemuda dan Karier". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mngucapkan terima kasih atas perhatian Anda sampai jumpa pada acara telaga yang akan datang.



3. Bila Pekerjaan tidak Lagi Memuaskan


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T176A (File MP3 T176A)


Abstrak:

Mencari pekerjaan yang ideal tidaklah mudah; kerap kali kita harus puas dengan pekerjaan yang tersedia, kendati pekerjaan itu tidak terlalu kita sukai. Meskipun kita tidak menyukainya tetapi kita tetap harus mengerjakan kewajiban kita sebaik-baiknya dan apa yang harus kita lakukan?


Ringkasan:

Mencari pekerjaan yang ideal tidaklah mudah; kerap kali kita harus puas dengan pekerjaan yang tersedia, kendati pekerjaan itu tidak terlalu kita sukai. Akibatnya kita merasa jenuh dan tertekan; pada akhirnya kualitas karya kita pun merosot. Apa yang harus kita lakukan bila kita berada dalam kondisi itu?

  • Meski tidak menyukainya, kita tetap harus mengerjakan kewajiban kita sebaik-baiknya. Firman Tuhan mengingatkan,"Hai, hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan. Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." (Kolose 3:22, 23) Kita dipanggil untuk mengerjakan tugas kewajiban kita sebaik-baiknya-tidak peduli apakah kita menyukai atau tidak menyukai pekerjaan itu.
  • Kita pun dipanggil untuk bekerja meski pekerjaan ideal yang kita idamkan belum terwujud. Firman Tuhan mengingatkan,"Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami. Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu dan tidak makan roti orang dengan percuma tetapi berusaha dan berjerih payah siang malam supaya jangan menjadi beban siapa pun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:6-7)
  • Ada satu alasan mengapa Tuhan memerintahkan kita untuk bekerja sekalipun kita belum memperoleh pekerjaan yang kita idamkan. Pertama, kita harus menjaga kesaksian hidup sebagai orang Kristen. Jangan sampai kita mencoreng nama Tuhan akibat kemalasan kita.
  • Tuhan memimpin kita sampai ke tempat tujuan (dalam hal ini, pekerjaan yang kita dambakan) melalui perjalanan karier, bukan melalui berdiam diri menantikan datangnya tawaran. Tidak jarang Tuhan mempertemukan kita dengan orang tertentu yang akhirnya membukakan pintu bagi kita untuk masuk ke pekerjaan baru yang kita impikan. Juga, dengan terus bekerja, bukankah kita sesungguhnya tengah membangun tumpukan pengalaman kerja yang nantinya akan sangat bermanfaat untuk mendapatkan pekerjaan yang baru? Ingat, kita cenderung mengkaryakan orang yang bekerja, bukan orang yang tidak bekerja. Jadi, apa pun pekerjaan itu, lakukanlah.
  • Adakalanya Tuhan tidak memberikan pekerjaan yang kita inginkan karena Tuhan bermaksud lain, misalnya ada "tugas" yang belum terselesaikan, ada perubahan karakter yang perlu dipersiapkan, atau ada "bahaya" yang Tuhan perlu hindarkan dari kita.

Firman Tuhan, "Tetapi aku tetap dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan." (Mazmur 73:23-23)


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bila Pekerjaan tidak lagi Memuaskan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, kita tentu membutuhkan pekerjaan karena kita memerlukan dana untuk kehidupan sehari-hari, tetapi untuk mendapatkan pekerjaan yang pas yang sesuai dengan keinginan kita, dengan bakat kita, dengan kemampuan kita, itu sangat sulit, Pak Paul.

PG : Sangat-sangat sulit Pak Gunawan, jadi ada satu hal yang kita harus sadari adalah bahwa kesempatan tidak selalu datang meskipun kita menganggap diri kita cukup mempunyai kualifikasi, seayaknyalah mendapatkan pekerjaan itu dan sebagainya.

Tapi kita harus juga menerima fakta bahwa kesempatan tidak selalu datang. Dan inilah yang kadang-kadang meski kita hadapi dan kita harus dengan kreatif melewatinya sehingga tidak membuat kita tertekan dan akhirnya putus asa.
GS : Mungkin itu karena jumlah pekerjaan yang tersedia dan tenaga kerja yang ada tidak seimbang, Pak Paul.

PG : Betul sekali, setiap tahun kita melihat dalam bursa kerja ada ribuan orang yang mengantri mendapatkan formulir pendaftaran, melamar. Dan dari ribuan orang yang datang itu mungkin hanyaberapa ratus yang mungkin akan mendapatkan pekerjaan.

Jadi inilah kondisi yang kita hadapi yaitu kondisi yang tidak ideal.
GS : Menurut pengamatan Pak Paul yang pernah tinggal di Amerika, apakah hal itu pernah terjadi di sana?

PG : Saya kira pada masa tertentu Amerika pun mengalami hal-hal seperti itu. Misalkan pada suatu masa bidang teknologi yang tadinya menjadi primadona namun akhirnya mengalami kemunduran sehngga akhirnya ada teman-teman yang tadinya bekerja di bidang teknologi akhirnya kehilangan pekerjaan mereka.

Dan mereka harus menunggu bahkan sampai berbulan-bulan sebelum mendapatkan pekerjaan yang lain.
GS : Bahkan yang sudah bekerja pun kadang-kadang masih di-PHK, Pak Paul?

PG : Betul sekali, memang tidak ada kepastian dalam hidup ini, hal yang kita sukai dan kita kerjakan dengan baik namun perusahaannya mengalami kebangkrutan dan kita akhirnya tidak lagi mempnyai pekerjaan itu.

GS : Nah itu kalau kita masih dalam usia yang produktif, apa saran Pak Paul buat para pendengar dan buat kita semua?

PG : Ini yang saya ingin berikan kepada para pendengar kita yang sedang dalam masa-masa penantian mencari pekerjaan atau melakukan pekerjaan tapi tidak bisa menikmatinya. Saya akan membagikn beberapa prinsip dari Firman Tuhan.

Yang pertama yang ingin saya katakan adalah meski tidak menyukainya kita harus tetap mengerjakan kewajiban kita sebaik-baiknya. Kita mengerjakan tugas kita, pekerjaan kita, kita memang tidak terlalu menyukainya tapi tetap kita harus kerjakan sebaik-baiknya. Firman Tuhan mengingatkan, "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini di dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Kolose 3:22 dan 23. Pada intinya yang ingin saya katakan adalah bahwa kita dipanggil untuk melakukan tugas dan kewajiban kita dengan sebaik-baiknya, tidak peduli apakah kita menyukai atau tidak menyukai pekerjaan itu.
GS : Yang saya amati di tempat saya bekerja, biasanya orang bertahan hanya beberapa bulan mungkin karena pada awalnya dia terdesak karena tidak ada pekerjaan yang lain, dia mau saja menerima pekerjaan apapun yang diberikan. Tapi setelah dia melewati masa percobaannya biasanya akan timbul masalah.

PG : Kalau kita memang tidak menyukai pekerjaan kita acap kali kita berkompensasi, kita akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif, hal-hal yang mengganggu relasi kerja kita atau yang aru saja kita bahas, kita tidak melakukan tugas kewajiban kita dengan sebaik-baiknya, sehingga akhirnya kwalitas kerja kita merosot dan orang-orang yang di sekitar kita tidak puas dengan harian kita tapi kita mungkin defensif karena kita tidak suka ditegur sehingga terjadilah masalah.

Firman Tuhan menegaskan bahwa kita harus mengerjakan kewajiban kita dengan sebaik-baiknya tidak peduli kita menyukai atau tidak kita tetap harus menyelesaikan pekerjaan kita dengan sebaik-baiknya.
GS : Karena itu merupakan panggilan Tuhan, Pak Paul.

PG : Betul dan Tuhan memfokuskan mata kita pada Tuhan bahwa kita mengerjakan ini bukan untuk manusia tapi untuk Tuhan. Maka Tuhan berkata apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan seenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.

Ini adalah perspektif yang harus kita bawa setiap hari kita masuk ke tempat pekerjaan kita.
GS : Ada sebagian orang yang menganggap bahwa pekerjaan itu sebagai kutukan, dengan mengutip di kitab kejadian, nah itu bagaimana?

PG : Saya kira ada sebagian orang yang mempunyai konsep yang keliru tentang bekerja. Mereka melihat bahwa bekerja adalah sebagai kutukan karena Tuhan telah mengutuk manusia setelah manusia atuh ke dalam dosa, maka manusia akhirnya harus melakukan pekerjaan dalam hidupnya.

Kutukan Tuhan sebetulnya lebih berupa suatu fakta kehidupan bahwa kehidupan ini tidak akan menjadi gampang. Kita harus bekerja susah payah untuk mendapatkan penghasilan, nah inilah bagian dari dosa, hidup tidak lagi menjadi mudah namun bekerja itu sendiri bukanlah kutukan. Kita menghasilkan sesuatu kita akan merasa bahagia, kita bisa memberikan sumbang sih kita bisa merasa bahagia, kita bisa mengekspresikan karunia yang Tuhan telah berikan kepada kita, kita pun akan merasa bahagia. Jadi sebetulnya pekerjaan bukanlah kutukan, kehidupan yang susah itu adalah bagian dari hukuman Tuhan atas dosa yang kita perbuat.
GS : Mungkin ada prinsip lain yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Yang kedua adalah kita dipanggil untuk bekerja, meskipun pekerjaan ideal yang kita idamkan belum terwujud. Artinya kita tidak boleh berkata saya tidak mau bekerja, sebab yang saya idaman belum dapat saya peroleh, nah saya akan tunggu sampai pekerjaan ideal itu datang.

Nah Tuhan berkata: "Jangan, Firman Tuhan mengingatkan: Tetapi kami berpesan kepadamu saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami, sebab kamu sendiri tahu bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi berusaha dan berjerih payah siang malam supaya jangan menjadi beban siapapun di antara kamu." Nah ini prinsip yang Paulus anut, bahwa dia akan bekerja, dia tidak mau menjadi beban dan dia akan melakukan pekerjaannya dengan berjerih payah siang malam. Ini menunjukkan sebuah upaya yang optimal. Kadang-kadang kita memang mudah putus asa dan berkata: "O.....tidak mau saya melakukan pekerjaan ini; o.........tidak suka saya mendapatkan pekerjaan itu meskipun mendapatkan tawaran." Tuhan tidak mau melihat kita itu berpangku tangan, menunggu-nunggu pekerjaan ideal kita datang mengunjungi kita. Tidak demikian, kita tetap harus bekerja meskipun pekerjaan itu tidak sesuai dengan kemampuan kita atau tidak sesuai dengan kesukaan kita.
GS : Kadang-kadang orang juga berdalih pekerjaan ini sebenarnya cocok tapi imbalannya yang tidak cocok, kemudian dia batal lagi untuk bekerja.

PG : Memang kadang-kadang itu akan membuat kita patah semangat, kita hanya dihargai seperti ini sedangkan kita tahu kita mempunyai kemampuan yang lebih. Tapi tetap prinsipnya adalah meskipu tidak sesuai dengan kemampuan kita, imbalan itu terlalu kecil tetap bekerjalah.

Jangan sampai kita tidak bekerja dan hanya menunggu-nunggu pekerjaan ideal kita datang mengunjungi kita.
GS : Tetapi ada juga orang yang bekerja hanya bertujuan untuk mencari uang saja, Pak Paul.

PG : Ada juga orang yang seperti itu, dan dalam kasus tertentu ini memang tidak disalahkan, ini adalah hal yang benar bahwa kita bekerja memang untuk mendapatkan uang tapi kita tahu motivas kita bukanlah hanya uang.

Ada hal-hal lain yang harus kita lakukan, contohnya adalah kewajiban kita. Pertanyaan yang muncul adalah kenapa Tuhan meminta kita sebagai anak-anaknya tidak berhenti bekerja, kenapa kita terus bekerja. Hal ini berkaitan dengan kesaksian hidup, Tuhan tidak mau kita bermalas-malasan, tidak mau hanya berpangku tangan, menunggu pekerjaan mengetuk pintu rumah, tetap kita harus melakukan tugas dan kewajiban kita. Kenapa? Karena kita harus menjaga kesaksian hidup umat Kristen, jangan sampai orang mencoreng nama Tuhan akibat kemalasan kita, jangan sampai kita menjadi buah bibir keluarga kita maupun orang-orang di sekitar kita yang berkata: "lihat orang ini, dia orang Kristen tapi kok malas maunya hanya diam-diam di rumah, tidak mau berusaha," nah bagaimanakah orang bisa mempermuliakan nama Tuhan kalau melihat kesaksian kita seperti itu.
GS : Di samping itu apakah di dalam bekerja, kalau kita sudah bekerja itu akan mencapai suatu pekerjaan yang ideal pada nantinya?

PG : Sering kali begini Pak Gunawan, waktu kita bekerja terus meskipun pekerjaan itu tidak sesuai dengan kemampuan kita, dengan selera kita, tapi dengan bekerja kita sebetulnya sedang menematkan diri di posisi yang strategis untuk bertemu dengan orang.

Untuk bisa akhirnya berkenalan dengan orang-orang, nah siapa tahu nanti orang-orang ini yang akan mempertemukan kita dengan orang-orang yang lain. Orang yang lain itulah yang memanggil kita dan dia berkata: "O.....saya ada lowongan untuk pekerjaan yang memang sedang engkau cari." Jadi dengan kata lain kita itu berdiri di tempat yang strategis, kalau kita hanya berdiam diri di rumah, hanya menunggu pekerjaan datang, kapankah kita akan berjumpa dengan orang. Bukankah sering kali yang paling efektif adalah perkenalan, orang mengenalkan kita dengan temannya, dengan seseorang atau teman mendengarkan informasi bahwa ada lowongan di sana, ada lowongan di sini. Dengan kita bertemu dengan teman-teman sekerja dan sebagainya kita akhirnya lebih memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang kita idamkan itu. Dan ini yang terpenting juga Pak Gunawan, bukankah dengan terus bekerja kita sesungguhnya tengah membangun tumpukan pengalaman kerja yang nantinya akan sangat bermanfaat untuk mendapatkan pekerjaan yang baru atau pekerjaan yang kita idamkan itu. Logikanya, seorang majikan akan lebih senang, akan lebih mau mengkaryakan seseorang yang mempunyai sejarah bekerja, yang tidak berhenti-henti. Seorang majikan tidak akan tertarik mengkaryakan seseorang kalau membaca resume atau CV yang menunjukkan bahwa si pelamar ini sudah lima tahun tidak bekerja. Ditanya: "Apa pekerjaanmu?" "Diam di rumah," "Kenapa?" "Sebab yang saya inginkan belum muncul, jadi saya terus menunggu, sekarang ini ada baru saya datang." Nah si majikan akan berkata dalam hatinya "engkau orang malas, meskipun engkau mampu melakukan pekerjaan ini tapi dengan kemalasanmu engkau akan menjadi beban buatku." Jadi sekali lagi orang tidak mau memanggil dan mengkaryakan pekerja yang tidak mempunyai karakter rajin. Nah orang yang berkarakter rajin adalah orang yang terus bekerja meskipun pekerjaannya itu di bawah kemampuannya atau tidak sesuai dengan seleranya. Itu point yang penting dan juga ini menambahkan pengalaman, lima tahun bekerja akan berbeda dengan lima tahun kehilangan kontak dengan pekerjaan, sebab berarti pengalamannya telah bertambah lima tahun. Jadi ini nilai-nilai tambah yang justru dapat memungkinkannya memperoleh pekerjaan yang diinginkannya.
GS : Ada sebagian orang yang senang berpindah-pindah kerja, setahun pindah, setahun pindah, nah itu kenapa?

PG : Penjelasan pertama, memang dia merasa tidak puas apa yang diperolehnya misalkan imbalannya tidak sesuai dengan input yang diberikannya. Atau jenis pekerjaannya tidak sesuai dengan keininanya sehingga dia terus mencari jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya itu.

Namun ada faktor ketiga yaitu faktor bosan. Ada orang yang cepat bosan, mengerjakan sesuatu tidak bisa bertahan lama sehingga akhirnya mau pindah lagi, mau pindah lagi. Yang keempat adalah ada orang yang terus-menerus pindah karena bertengkar, konflik dengan rekan kerja atau diberhentikan karena karakternya yang kurang baik sehingga menimbulkan banyak masalah. Memang ada beberapa penjelasan kenapa akhirnya orang sering berpindah-pindah tempat kerja.
GS : Bukankah itu akan menjadi kesaksian yang kurang baik Pak Paul?

PG : Betul, sebab orang akan berpikir apa ya yang menjadi masalah? Kenapa orang ini terus menerus pindah, dan waktu dia mau masuk ke pekerjaan yang baru, majikannya juga akan melihat ini degan kacamata negatif.

"Kenapa kamu hanya bertahan enam bulan, bertahan lima bulan, kenapa? "O.....orang ini tidak adil kepada saya, o......majikan saya ini menekan saya dan sebagainya." Tapi kalau sudah berkali-kali terjadi begitu, saya kira orang akan berkata: "Mungkin saja ada satu dua kali memang kamu tertekan tapi kalau terus-menerus seperti ini, kesimpulan saya adalah kamu memang bermasalah, kamu tidak bisa menahan stres, kamu tidak bisa menahan ketidakidealan dalam hidup ini, semua harus berjalan sesuai dengan kehendakmu, rupanya ini yang menjadi duduk persoalannya." Nah orang akan langsung dengan cepat menyimpulkan seperti itu, dan akhirnya dia tidak akan memberikan pekerjaan kepada orang yang seperti ini. Jadi benar-benar pada akhirnya orang ini kehilangan kesempatan untuk bekerja.
GS : Ada orang yang menolak pekerjaan karena sekalipun sesuai dengan bidangnya, tapi karena di situ dia diminta untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya. Misalnya harus menipu, harus membuat laporan palsu dan sebagainya, dia tidak tahan.

PG : Betul sekali, jadi ada jenis-jeniss pekerjaan yang melanggar perintah Tuhan, nah sudah tentu itu harus kita tolak, harus kita katakan, "Maaf tidak bisa saya lakukan." Misalkan hal ini mum, untuk menghibur seorang tamu, dia harus membawa tamu ini, mengunjungi tempat-tempat yang penuh dengan dosa dan akhirnya melakukan dosa, dan dia tahu dia harus ikut dan sebagainya, nah dia bisa dengan terus terang berkata kepada majikannya bahwa "Maaf, saya tidak bisa melakukan ini; kenapa? Sebab saya tahu sewaktu saya melakukannya saya sedang berdosa kepada Tuhan, dan daripada saya berdosa saya tidak mau melakukannya."

Meskipun memang nanti ada resiko yang harus ditanggungnya tapi kalau memang jelas melanggar kehendak Tuhan, seseorang harus berani berkata: "Tidak, saya tidak mau melakukannya."
GS : Dan sering kali tempat untuk pekerjaan kita, bisa menjadi proses kehidupan kita, Pak Paul?

PG : Sering kali seperti itu Pak Gunawan, itu sebabnya adakalanya Tuhan mendiamkan kita di tempat pekerjaan yang kita sedang geluti. Meskipun kita mengeluh, kita berkata: "Tuhan, saya tidaksuka dengan pekerjaan ini, Tuhan, kenapa lingkungannya seperti ini saya tidak nyaman di sini dan sebagainya."

Tapi Tuhan tetap menempatkan kita di situ, kenapa? Kenapa Tuhan menutup pintu-pintu yang lain sehingga kita tidak bisa pindah dan Tuhan benar-benar terus menaruh kita di sana, ada beberapa penjelasannya. Yang pertama adalah kadang-kadang ada tugas yang belum kita selesaikan, ada hal-hal yang Tuhan ingin kita lakukan di sana, Tuhan ingin kita menjadi berkat buat seseorang di sana, ada seseorang yang membutuhkan kasih sayang Tuhan, ada seseorang yang perlu mendengar kabar baik dari Tuhan Yesus dan orang ini memang adalah orang yang seharusnyalah menerima berkat ini dan kitalah yang Tuhan tunjuk menjadi saluran berkat bagi orang ini. Maka Tuhan akan tetap tempatkan kita di sana, meskipun kita tidak nyaman, kita mau pindah dan sebagainya. Tuhan inginkan kita menjadi terang, menjadi pelita dan akhirnya Tuhan membiarkan kita di situ, di dalam suasana yang memang tidak enak. Ini kita lihat misalkan dalam beberapa contoh dalam firman Tuhan, Tuhan membiarkan Daniel dengan ketiga temannya Sadrakh, Mesakh dan Abednego di Babel, tempat yang memang tidak mengenal Allah. Tapi mereka berempat menjadi terang yang menyinari orang-orang di sekitarnya, yang merefleksikan kebenaran Tuhan sehingga akhirnya raja Nebukadnezar mengakui bahwa hanya ada satu Tuhan yaitu Tuhan Allah sendiri. Dan akhirnya dia bertekuk lutut di hadapan Tuhan, nah itu adalah tugas yang Daniel emban, yang Daniel harus penuhi, maka Tuhan membiarkan dan tetap menempatkan Daniel di kerajaan Babel. Yang lainnya lagi Pak Gunawan, kenapa kadang-kadang Tuhan menempatkan kita di situasi yang sama, di pekerjaan yang sama meskipun kita sudah tidak menyukainya lagi. Yaitu ada karakter yang Tuhan ingin tumbuhkan pada diri kita. Kalau semua berjalan sesuai dengan kehendak kita, kita akan menjadi orang yang kerdil, kita tak mungkin bertumbuh dewasa, kematangan kita tidak akan kita capai. Tuhan tidak mau kita menjadi anak-anak, Tuhan mau kita menjadi orang dewasa di dalam iman, maka Tuhan membiarkan kita di dalam situasi yang tidak enak itu supaya akhirnya kita yang berubah dan kita menjadi makin serupa dengan Tuhan kita.
GS : Ada orang yang memisahkan antara pekerjaan dengan pelayanan, pendapat Pak Paul bagaimana?

PG : Saya tidak memisahkan keduanya. Sebab saya memetik firman Tuhan di Kolose 3:23, "Apapun yang kamu perbuat, perbuatlah bukan untuk manusia tetapi untuk Tuhan." Nah bgi saya ini adalah definisi pelayanan.

Pelayanan bukanlah aktifitas gerejawi belaka, aktifitas gerejawi memang bagian dari pelayanan tapi itu sebetulnya bagian terkecil dari pelayanan. Bagian terbesar dari palayanan adalah aktifitas sehari-hari yang kita lakukan, itu adalah pelayanan kita untuk Tuhan melalui manusia-manusia yang kita jumpai atau yang kita layani. Memang dibagi dua yaitu pelayanan dalam gereja dan di luar gereja, dua-duanya sama mulianya. Karena yang terpenting adalah kita melakukannya untuk Tuhan. Seseorang yang melakukan "pelayanan" Firman tapi melakukannya dengan asal-asalan, tidak memikirkannya untuk Tuhan, untuk kemuliaannnya sendiri, itu bukan pelayanan, itu sebuah performa manusiawi belaka. Nah tapi seorang yang melakukan tugasnya sebagai tukang cat, sebagai penarik becak, tapi dia melakukannya dengan sukacita, dia tahu ini adalah pemberian Tuhan untuknya dan dia mau melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya, nah ini menjadi palayanannya. Tuhan menerima persembahan pelayanan itu dan Tuhan menganggap itu sebagai hal yang indah di mata-Nya.
GS : Karena itu sering kali menjadi kendala juga seseorang itu diterima pada suatu tempat pekerjaan. Ketika ditanya, kalau misalnya suatu saat dia dibutuhkan bekerja sampai jam enam atau jam tujuh, dia langsung menolak. Dia berkata: "Saya ada pelayanan di gereja, jadi saya harus pulang jam empat." Nah ini menjadi hambatan buat dia.

PG : Sudah tentu akan ada pembicaraan lebih lanjut yang perlu dilakukan, apakah ini jenis pekerjaan yang mengharuskan dia pulang lebih malam atau pulang lebih sore, dan apakah di luar itu aa tuntutan yang lainnya.

Ini sesuatu yang perlu dinegoisasikan, dipikirkan dengan matang, namun kalau seseorang menganggap pekerjaan saya bukan pelayanan, pelayanan saya hanyalah misalkan memimpin persekutuan doa atau membagikan firman Tuhan, saya kira itu pandangan yang keliru. Sebab sama-sama mulianya, kita melakukan pekerjaan kita, ini adalah bagian dari pelayanan kita kepada Tuhan. Sekali lagi kita tidak perlu mendikotomikan hal ini, Tuhan pun tidak mendikotomikannya. Paulus adalah seorang pembuat tenda dan dia melakukan tugasnya dengan baik, Priskilla, Akuila juga sesama rekan pembuat tenda dan mereka terlibat juga di dalam pelayanan yang namanya pelayanan firman tetapi semuanya Tuhan terima apa adanya. Daniel, tidak pernah disebut Daniel berkhotbah, tidak pernah disebut Sadrakh. Mesakh dan Abednego berkhotbah, tidak pernah disebut Yusuf berkhotbah kepada Firaun, tapi semua pelayanan untuk Tuhan, mereka melakukan tugas dan kewajiban mereka sebagai negarawan, sebagai pejabat pemerintah, tapi mereka melakukannya dalam takut akan Tuhan. Itulah pelayanan mereka yang Tuhan tetapkan bagi mereka.
GS : Apakah ada pesan Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Saya bagikan dari Mazmur 73:23, "Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat akuke dalam kemuliaan."

Ini adalah nasihat yang akan saya berikan kepada orang yang merasa pekerjaannya tidak lagi memuaskan. Dekatlah dengan Tuhan jangan sampai jauh dengan Tuhan, mintalah Tuhan pegang tangan kanan kita dan mintalah Tuhan menuntun kita, tapi kita mesti bersabar. Sebab Tuhan berkata Dia akan mengangkat kita ke dalam kemuliaan. Jadi bersabarlah menunggu tuntunan Tuhan.

GS : Jadi ini sesuatu yang penting yang pasti sangat berguna bagi para pendengar kita. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, dan para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bila Pekerjaan Tidak Lagi Memuaskan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.



4. Mengatasi Kejenuhan dalam Pekerjaan


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T176B (File MP3 T176B)


Abstrak:

Bermacam-macam cara yang akan kita pelajari untuk mengatasi kejenuhan, yang salah satunya adalah melakukan pekerjaan sesuai dengan hobi kita, membangun relasi dengan mitra kerja.


Ringkasan:

  • Untuk mengurangi kejenuhan, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Pertama, lakukanlah aktivitas sesuai dengan hobi kita. Mungkin kita tidak dapat mengubah jenis pekerjaan kita dan selama dalam waktu bekerja, tidak ada hal lain yang dapat kita lakukan. Di luar jam kerja, lakukanlah hal-hal yang menyenangkan hati. Ini dapat menetralisir kejenuhan. Ingat, pada akhirnya kejenuhan kerja berdampak luas dan berubah menjadi kejenuhan hidup. Itu sebabnya kita perlu menambahkan aktivitas yang menggembirakan hati ke dalam jadwal kehidupan kita.
  • Kedua, di tempat pekerjaan, bangunlah relasi dengan mitra kerja. Relasi yang sehat akan mengurangi keengganan kita melakukan pekerjaan yang tidak kita sukai. Setiap hari kita mungkin kehilangan semangat untuk masuk kerja, tetapi kita masih tetap dapat bersemangat bertemu dengan rekan-rekan yang menjadi sahabat.
  • Ketiga, perbaikilah kondisi fisik kerja dengan hal-hal kecil. Misalkan, taruhlah foto keluarga di meja, gantunglah lukisan alam yang menyejukkan, buatlah kopi di pagi hari dan cokelat hangat di waktu siang. Dengan kata lain, perindahlah ruang gerak dan ruang pandang kita.
  • Keempat, sedapatnya berilah sumbangsih nyata kepada atasan kita. Jangan paksakan pendapat, berilah masukan dalam bentuk alternatif untuk dipertimbangkan.
  • Kelima, persiapkan diri untuk mendapatkan pekerjaan yang kita idamkan. Kita bisa meningkatkan keterampilan khusus atau mempelajari dunia pekerjaan yang baru itu.
  • Keenam, jangan pernah kesampingkan kemungkinan membuka usaha sendiri. Cukup banyak pengusaha yang tadinya bekerja untuk orang lain.
  • Ketujuh, jangan tinggalkan pekerjaan yang ada sebelum ada jaminan keberhasilan usaha sendiri. Mulailah secara bertahap kendati ini menuntut waktu ekstra. Bersabarlah dan gunakanlah perhitungan yang matang.

Firman Tuhan: "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." (Amsal 3:5)


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengatasi Kejenuhan dalam Pekerjaan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Kejenuhan rupanya melanda banyak orang yang bekerja, tetapi itu hanya berupa keluhan-keluhan dan dia sendiri tidak mengerti apakah dia betul sedang jenuh atau tidak. Pak Paul mungkin bisa memberikan gambaran, orang yang jenuh di dalam pekerjaannya itu seperti apa?

PG : Ada beberapa yang bisa kita perhatikan, yang pertama adalah orang yang jenuh itu tidak lagi bersemangat, jadi dia kehilangan api di dalam dirinya. Waktu dia hendak bekerja dia merasa brat sekali, waktu dia mau bangun pagi rasanya susah sekali, di tempat pekerjaannya pun dia menjadi sangat lamban tidak lagi efektif.

Hal-hal yang biasanya dia lakukan dengan cepat sekarang memakan waktu yang lebih lama. Kedua, bisa juga ini mempengaruhi perasaannya, menjadi lebih sensitif, menjadi lebih mudah marah, tersinggung akhirnya mengganggu relasi kerjanya. Jadi kadang-kadang perasaannya tidak stabil. Waktu pulang ke rumah, orang di rumah melihat wajahnya muram, tidak ada lagi kebahagiaan atau keceriaan, jadi orang di rumah harus berhati-hati bagaimana bersikap dengannya karena takut dia tersinggung dan marah, jadi pengaruh dari perasaan itu sering dialami. Yang ketiga adalah menurunnya daya tahan tubuh, jadi orang yang jenuh dan berlangsung dalam waktu yang lama akhirnya sakit-sakitan, tubuhnya tidak enak, keluhan-keluhan mulai muncul, "Ini rasanya kurang enak, ada yang tidak beres saya harus berobat" akhirnya mulai makan obat, untuk menghilangkan rasa sakit dan itu sebelumnya merupakan gejala dari kejenuhan yang menimbulkan stres pada jiwanya. Dan setelah pada jiwanya akhirnya memberikan tekanan pada tubuhnya dan daya tahan tubuhnya menurun sehingga akhirnya dia mudah sekali terserang oleh penyakit.
GS : Itu karena dia sering tidak masuk kerja karena sakit seperti tadi kalaupun dia masuk dia sering juga membuat kesalahan-kesalahan. Ini akan menimbulkan kemarahan dan kejengkelan dari atasannya. Lalu dia tambah jenuh lagi karena dimarahi.

PG : Betul sekali, ini seperti lumpur atau pasir yang menghisap, dia makin hari makin terhisap ke dalam. Dia tidak bisa berkonsentrasi, karena memang hatinya tidak di situ bagaimana kita megharapkan dia berkonsentrasi.

Hatinya tidak ada lagi di sana, dia tidak menyukai yang dia lakukan atau merasa sangat jenuh sehingga kerjanya asal-asalan. Akhirnya kwalitas kerjanya menurun dan ini menimbulkan rasa tidak puas pada rekan atau atasannya.
GS : Ternyata hal itu tidak dipengaruhi oleh waktu Pak Paul, meskipun dia sudah cukup lama bekerja di bidang itu, dia bisa saja merasa jenuh.

PG : Bisa Pak Gunawan, jadi memang kejenuhan ini bisa ditimbulkan oleh beberapa sebab. Yang pertama adalah dia merasa bidang ini tidak sesuai dengan kebisaannya, kesukaannya atau seleranya,sehingga tidak lagi bisa menikmati pekerjaannya.

Atau yang kedua adalah dia tidak melihat makna dari apa yang dilakukannya. Makna ini memang sesuatu yang mesti dihayati secara pribadi, misalkan apakah ada orang yang senang menjadi petugas kebersihan? Ada, ada orang yang menganggap bahwa ini adalah pelayanan saya untuk Tuhan, saya membersihkan lantai akhirnya lantai menjadi bersih dan majikan saya senang, orang-orang yang memakai ruangan ini senang. Atau dia sebagai tukang kebun, dia bisa memangkas kebun atau bunga-bunga, dia senang ini adalah hasil karyanya. Jadi sekali lagi makna dari pekerjaan tidak tergantung pada jenis pekerjaannya, sesederhana apapun kalau kita bisa menemukan maknanya sesungguhnya itu akan bisa memberikan kita semangat dan mengurangi kemungkinan untuk jenuh dalam pekerjaan itu. Tapi ada orang-orang tertentu memang tidak menemukan makna, bisa jadi karena dia menemukan atau mengharapkan yang lain yang berbeda. Kalau saya mengerjakan itu barulah saya merasakan atau mendapatkan makna, selama saya belum mendapatkan pekerjaan itu maka saya tidak akan mendapati dan menemukan makna dari pekerjaan saya. Ini saya kira suatu pandangan atau perspektif yang tidak tepat, justru ini harus kita ubah, sehingga apapun yang kita lakukan kita bisa menemukan maknanya. Dan kita bisa berkata seperti Paulus di Kolose 3:23, "apapun yang kita perbuat, kita perbuat bukan untuk manusia tapi untuk Tuhan." Artinya Tuhan melihat, Tuhan hargai dan Tuhan akan gunakan meskipun dengan cara yang belum tentu kasat mata atau bisa kita lihat.
GS : Tapi memang kadang-kadang harus diakui Pak Paul, sekalipun kita mempunyai persepsi yang betul, visi yang jelas, kejenuhan itu tetap saja kita alami. Nah pada saat-saat kejenuhan itu kita alami, sebenarnya apa yang bisa kita lakukan?

PG : Pak Gunawan mengatakan sesuatu yang memang kenyataan, meskipun kita menyenangi pekerjaan kita. Tapi ada waktu-waktu kita jenuh, saya kira kalau kita bisa menemukan makna dari pekerjaankita, seharusnya kejenuhan itu tidak bertahan untuk waktu yang lama.

Muncul secara berkala tapi akhirnya bisa hilang kembali. Kalau waktu muncul dan pas kita merasa jenuh, apa yang bisa kita lakukan? Ada beberapa yang saya sarankan, pertama, lakukanlah aktifitas sesuai dengan hobby kita. Mungkin kita tak dapat mengubah pekerjaan kita, tapi selama dalam waktu bekerja kita tetap melakukan pekerjaan kita, jangan kita marah dan kita tidak mau mengerjakannya. Tetap kerjakan dan kita juga harus tahu bahwa waktu kita mengerjakan tugas kita, memang tidak ada hal lain yang boleh atau seharusnya kita lakukan. Jangan, jam kerja itu memang untuk mengerjakan tugas kita, namun di luar jam kerja lakukanlah hal-hal yang menyenangkan hati. Ini akan dapat menetralisir kejenuhan, ingatlah bahwa pada akhirnya kejenuhan kerja berdampak luas dan berubah menjadi kejenuhan hidup. Jadi mula-mula pekerjaanlah yang membuat kita jenuh tapi saya khawatir lama-lama kejenuhan ini melebar sehingga akhirnya kita mengalami kejenuhan dalam hidup. Itu sebabnya kita perlu menambahkan aktifitas yang menggembirakan hati ke dalam jadwal kehidupan kita.
GS : Jadi misalnya sepulang kerja masih bisa berolahraga, berkebun atau mendengarkan musik Pak Paul?

PG : Tepat sekali Pak Gunawan, pekerjaan itu sendiri kita terima dan kita kerjakan tapi jangan sampai di luar pekerjaan itu hidup kita sama jenuhnya dengan di dalam pekerjaan itu, ini yang enting.

Di luar pekerjaan kita harus membuat hidup kita tidak sejenuh itu, kita mencoba hobby yang baru, belajarlah keterampilan yang baru, kita belajar hal-hal yang belum pernah kita lakukan, belajar menyanyi, belajar musik atau apa, kita tampakkanlah hobby kita, aktifitas-aktifitas yang menggembirakan hati kita.
GS : Memang itu bisa mengurangi kejenuhan Pak Paul, karena sambil kita berolahraga kita berpikir bahwa ini membutuhkan biaya untuk berolahraga, untuk berkebun, untuk mendengarkan musik atau belajar, bukanlah itu membutuhkan biaya. Jadi keesokan harinya saya bekerja untuk itu, seolah-olah begitu Pak Paul.

PG : Betul, dengan kata lain kita bekerja untuk membiayai hobby kita.

GS : Dan itu membangkitkan semangat lagi.

PG : Tepat sekali, dengan kata lain kita mulai mengubah perspektif

GS : Hal yang lain bisa Pak Paul usulkan?

PG : Yang kedua, di tempat pekerjaan bangunlah relasi dengan mitra kerja. Relasi yang sehat akan mengurangi keengganan kita melakukan pekerjaan yang tidak kita sukai. Setiap hari kita mungkn kehilangan semangat untuk masuk kerja, tetapi kita masih tetap bisa bersemangat bertemu dengan rekan-rekan yang menjadi sahabat.

Sebetulnya prinsip ini saya pelajari dari anak-anak yang susah konsentrasi, anak-anak yang masuk dalam kategori attention deficit hyperactivity disorder anak-anak yang energinya sangat tinggi. Biasanya mereka itu tidak menyukai pelajaran di sekolah karena harus duduk mendengarkan guru memberikan pengajaran, wah konsentrasinya itu buyar, tapi rata-rata mereka itu senang bersekolah bukan senang belajar di sekolah tapi senang bermain di sekolah. Jadi itulah yang memotivasi mereka masuk ke sekolah setiap hari, dan kalau orangtuanya bilang: "Hari ini kamu tidak boleh sekolah, karena kamu nakal." Wah........dia sedih, dia masih mau ke sekolah tapi kita sadari memang mereka ke sekolah bukannya untuk belajar tapi untuk bermain. Saya tidak berkata bekerja untuk bermain, tapi kalau kita ini bisa membangun relasi dengan rekan-rekan kerja yang akrab kita akan senang berjumpa dengan sahabat-sahabat kita, bisa ngobrol-ngobrol, bercanda di sela-sela istirahat kita. Nah itu menjadi sesuatu yang menyegarkan kita sehingga kita bisa lewati lagi hari kerja kita hari lepas hari.
GS : Tapi memang teman-teman ini sangat besar pengaruhnya, kalau kita sudah tidak senang dengan rekan kerja kita, menjengkelkan dan sebagainya itu membuat kita malas.

PG : Itu tepat sekali, jadi memang teman bisa meningkatkan semangat kerja sekaligus bisa menurunkan semangat kerja kita.

GS : Tapi ada juga yang terlanjur jauh di dalam bergaul dengan teman-temannya, kesempatan seperti itu digunakan untuk gosip dan sebagainya sehingga memperkeruh keadaan.

PG : Adakalanya itu pun terjadi, jadi seolah-olah kitalah yang membuat masalah Pak Gunawan, misalnya kita membicarakan hal-hal yang tidak ada dasarnya, menyebarkan berita-berita yang tidak enar sehingga memancing kemarahan orang, akhirnya orang malah mengucilkan kita dan itu yang akhirnya membuat kita malas bekerja.

Jadi ini sebuah prinsip yang harus kita camkan baik-baik, berkerja bukan saja menghasilkan kwalitas karya sebaik-baiknya tapi di tempat pekerjaan kita mesti membangun relasi kerja yang enak dan yang baik. Karena hal ini akan sangat mempengaruhi semangat kerja kita pula
GS : Mungkin ada yang lain Pak Paul?

PG : Yang ketiga adalah perbaikilah kondisi fisik kerja dengan hal-hal kecil. Saya meminta kita semua untuk kreatif Pak Gunawan, misalnya taruhlah foto keluarga di meja atau gantunglah lukian alam yang menyejukkan, sehingga waktu capek kita melihat lukisan alam itu wah seneng atau segar kembali.

Atau buatlah kopi di pagi hari, di sore hari atau siang hari buatlah cokelat yang panas untuk diminum. Atau misalkan menaruh dekorasi atau pajangan tertentu. Nah hal-hal kecil itu bisa mengubah suasana kerja, karena suasana kerja juga berpengaruh terhadap emosi kita, terhadap suasana hati kita. Hal-hal kecil itu kadang-kadang kita anggap tidak penting, tapi ternyata penting sekali. Saya pelajari ini dari seorang petugas imigrasi waktu saya memasuki sebuah negara. Di meja petugas ini ada sebuah foto kuda, kemudian saya tanya ini foto siapa, kemudian dia bercerita tentang foto kuda ini, "Kalau suatu hari saya merasa jenuh saya melihat foto kuda ini wah saya menjadi senang kembali, seolah-olah saya sedang berada dekat dengan kuda itu." Nah hal kecil seperti itu dapat menjadikan suasana berubah, ini nanti akan mempengaruhi suasana hati kita.
GS : Saya juga kadang-kadang menempatkan kata-kata yang baik, kalimat-kalimat pendek yang baik dan saya akan hafalkan, dan suatu saat nanti akan saya ganti dengan yang baru.

PG : Betul sekali, hal-hal kecil seperti itu. Di meja saya, saya menaruh tiga boneka mainan-mainan kecil dari anak-anak saya yang mewakili ketiga anak saya, saya taruh tiga-tiganya, ini mewkili anak saya yang pertama, yang kedua dan yang ketiga.

Saya juga menaruh foto-foto keluarga saya, hal-hal yang menolong. Saya juga menaruh tape supaya saya juga bisa mendengarkan musik. Hal kecil seperti itu sangat membantu.
GS : Apakah itu pengaruhnya pada suasana hati Pak Paul?

PG : Pada suasana hati, suasana lingkungan akan mempengaruhi suasana hati. Suasana lingkungan yang menggembirakan akan menggembirakan suasana hati kita pula. Saya berikan contoh Pak Gunawan pengaruhnya musik pada pembelanjaan, ini salah satu buku yang pernah saya baca memberikan data dari sebuah riset.

Di Amerika Serikat, kebanyakan supermarket memperdengarkan musik, tapi tidak pernah memperdengarkan musik yang keras atau yang cepat, semua musiknya itu selalu alunan atau ritmenya tenang dan perlahan. Dalam buku ini rupanya dikutib tentang riset memperlihatkan orang akan cenderung berjalan lebih perlahan sesuai dengan ritme musik yang didengarnya. Jadi kalau dia ke supermarket, musiknya perlahan, kakinya pun berjalan perlahan, maka matanya lebih perlahan melihat akhirnya tangannya lebih banyak mengambil dan membeli. Tapi kalau musiknya terlalu cepat atau iramanya terlalu cepat dia berjalan cepat-cepat akhirnya yang dia harus beli dia tidak beli, yang dia tidak ingin beli ya benar-benar dia tidak ingin beli. Tapi gara-gara jalan perlahan, tidak ingin beli pun melihat dan akhirnya membeli. Jadi memang suasana musik juga mempengaruhi suasana hati. Jadi intinya ubahlah suasana tempat kerja kita secara kreatif sehingga itu akan dapat membawa pengaruh dalam suasana hati kita.
GS : Tetapi itu pun harus memperhatikan lingkungan di sekitar kita supaya tidak mengganggu rekan kerja yang lain. Yang lainnya apa Pak Paul?

PG : Sedapatnya berilah sumbang sih nyata kepada atasan kita. Maksudnya adalah kalau ada ide sedapatnya sampaikan kepada atasan kita. Namun yang penting adalah jangan memaksakan pendapat, brilah masukan dalam bentuk alternatif untuk dipertimbangkan.

Misalkan atasan kita sudah membuat keputusan atau sedang mempertimbangkan sebuah keputusan, kita bisa bertanya: "Bolehkah saya memberikan pandangan saya selain dari yang Bapak katakan atau selain dari yang Ibu katakan yang saya rasa itu juga baik. Mungkin atau tidak kita melakukan ini, mungkin atau tidak kita mempertimbangkan hal yang ini?" Jadi selalu waktu memberikan saran, ungkapkan dalam bentuk sebuah alternatif, pilihan, kita jangan langsung dengan tegas apalagi kasar mengkonfrontasi ide dari orang lain bahwa itu ide buruk, saya tidak setuju. Jangan menghantam gagasan orang lain, dengarkan gagasan orang lain, terima kebaikannya di mana namun setelah itu coba pikirkan alternatif yang lainnya sehingga orang melihat itu sebagai tambahan pilihan atau tambahan alternatif bukan sebagai gempuran atau hantaman terhadap idenya. Seorang atasan lama-lama akan menghargai kalau kita bisa memunculkan alternatif pemikiran-pemikiran atau ide-ide lain. Sehingga dia tidak hanya melihat satu pilihan, tapi dia bisa melihat dua atau tiga pilihan. Namun biarkan atasan yang mengambil keputusan, waktu keputusan diambil dan tidak sesuai dengan yang kita inginkan biarkan, sebab kita memang bawahannya dan dia yang mengambil keputusan, yang penting kita menyampaikan gagasan atau alternatif itu. Waktu kita mulai lebih sering menyampaikan gagasan dan mudah-mudahan gagasan kita itu lebih sering diterima, kita akan bisa lebih menikmati pekerjaan kita. Kejenuhan bisa berkurang sebab kita melihat kita memberikan sumbang sih yang nyata dalam pekerjaan kita.
GS : Apalagi kalau kita menerima pujian dari apa yang kita sampaikan?

PG : Tepat sekali, dan atasan yang baik juga seharusnya tanggap untuk memberikan pujian kepada karyawan yang telah menyumbangsihkan idenya.

GS : Memang suatu yang peka, atasan biasanya tidak mau kalau digurui apalagi disalahkan.

PG : Apalagi disalahkan karena dia atasan dan dia akan merasa malu, apalagi kalau disampaikan di forum terbuka kita bekata idenya itu seolah-olah salah dan orang mengakui ide kita benar, kia mungkin senang tapi kita telah membuat seseorang tidak senang dan celakanya dia atasan kita, jadi jangan membuat atasan kita tidak senang, jangan sampai dia kehilangan muka.

Jadi ada banyak cara untuk mengungkapkan ide tanpa harus membuat orang kehilangan muka. Saran kelima yang ingin saya berikan adalah persiapkan diri untuk mendapatkan pekerjaan yang kita idamkan. Kita bisa meningkatkan keterampilan khusus kita, kita belajar sesuatu yang baru. Pokoknya apa yang kita inginkan nanti untuk kita kerjakan dari sekaranglah kita persiapkan. Perlu mempelajari komputer, kita ambil kursus komputer; perlu belajar untuk keterampilan misalkan menjahit ya kita mengambil les menjahit; perlu belajar bahasa Inggris ya kita pelajari bahasa Inggris dan sebagainya. Jadi selama kita belum mendapatkan pekerjaan yang kita idamkan, untuk mengurangi kejenuhan kita di tempat pekerjaan sekarang tambahkanlah aktifitas untuk mempersiapkan kita mendapatkan pekerjaan yang lain itu.
GS : Ini memang diperlukan sikap yang aktif dari seseorang karena kadang-kadang diberikan kesempatan orang menolak, diberikan kesempatan untuk kursus dan sebagainya justru orang menolak.

PG : Betul sekali, ini sayang sebetulnya Pak Gunawan, sebab biasanya majikan senang kalau karyawannya memiliki keterampilan khusus. Semakin banyak keterampilan khusus, sebetulnya itu makin enambah daya jualnya si karyawan.

Sehingga si majikan akan berkata saya bukan hanya mendapatkan satu keuntungan tapi mungkin tiga atau empat keuntungan. Sebab dia bisa ini, bisa itu siapa tahu saya nanti membutuhkan keterampilan itu dan dia sudah bisa jadi saya tidak perlu lagi mencari orang lain. Jadi memang menambah keterampilan adalah sesuatu yang penting untuk nanti bisa kita cantumkan di resume kita waktu kita melamar pekerjaan yang lain.
GS : Sebenarnya itu menjadi suatu selingan dalam pekerjaan rutin dan itupun menolong.

PG : Itu pun berfungsi sebagai selingan, sehingga bisa mengurangi kejenuhan kita.

GS : Yang lain Pak Paul?

PG : Yang keenam adalah jangan pernah kesampingkan kemungkinan membuka usaha sendiri. Cukup banyak pengusaha yang tadinya bekerja untuk orang lain, mereka tidak dari awal membuka usaha seniri.

Dari awal mereka justru bekerja untuk orang lain namun suatu saat waktu mereka lagi memikirkan pekerjaan yang lain tiba-tiba terbersit kenapa tidak buka usaha sendiri. Resikonya memang tinggi tapi perhitungkan semuanya, cobalah pertimbangkan alternatif ini. Sering kali orang menutup diri terhadap alternatif ini sering orang berkata:" Hanya orang tertentu yang dikaruniakan tangan emas, sehingga apapun yang disentuhnya berubah menjadi emas." Tidak, terlalu banyak orang-orang yang biasa namun bisa berwiraswasta, jadikanlah ini pertimbangan jangan hanya memikirkan saya bekerja untuk siapa lagi, melamar di perusahaan siapa lagi. Cobalah pertimbangkan membuka usaha sendiri, ini sesuatu yang saya kira layak untuk dipikirkan.
GS : Tadi Pak Paul sudah singgung bahwa ini memang resikonya besar dan orang biasanya tidak mau mengambil resiko itu.

PG : Ini membawa kita ke prinsip berikutnya yaitu jangan tinggalkan pekerjaan yang ada sebelum ada jaminan keberhasilan usaha sendiri itu. Ada orang yang gegabah, belum apa-apa terlalu bernfsu dia berhenti dan memulai pekerjaannya.

Sebetulnya itu tidak bijaksana karena bisa jadi nanti dia mengalami kerugian dan pekerjaan lamanya sudah dia lepaskan. Jadi sebisanya jangan lepaskan pekerjaan yang lama, bangunlah pekerjaan yang baru perlahan-lahan. Kalau kita jelas melihat bahwa ini membuahkan hasil barulah ambil langkah yang lebih berani untuk meninggalkan pekerjaan yang lama itu.
GS : Ya, sering kali dikeluhkan modalnya tidak ada, modal dari segi keungan, pengalaman tidak punya, sehingga orang ragu-ragu untuk mengambil pilihan bekerja sendiri.

PG : Kadang-kadang ini memang menakutkan maka tadi saya sarankan pelajarilah. Kalau kita memikirkan untuk membuka usaha sendiri, kita mesti melakukan persiapan sematang mungkin. Ketahuilah ebih banyak tentang pekerjaan itu, tantangannya apa jangan hanya melihat untungnya, terlalu banyak kita mendengar belum apa-apa sudah memikirkan keuntungan dan tidak memikirkan kerugiannya sama sekali.

Tidak memikirkan kalau pekerjaan ini juga memiliki tantangannya sendiri, orang yang bijak adalah orang yang bisa memikirkan tantangannya pula.
GS : Orang yang bekerja menjadi karyawan dengan orang yang bekerja sendiri, itu tingkat kejenuhannya sama atau berbeda?

PG : Saya kira berbeda Pak Gunawan, sebab orang yang bekerja sendiri akan menganggap ini adalah milikku, ini adalah tanganku, karyaku, jadi rasa pemilikannya lebih tinggi, usaha untuk memajkannya juga lebih besar.

Nah ini biasanya memberikan dorongan kepada mereka. Kalau bekerja dengan orang, sering kali kita itu lebih dikuasai oleh anggapan ya ini nanti untuk orang lain, nanti maju juga orang lain bukan saya dan sebagainya, sehingga kadang-kadang motivasi kerjanya itu tidak tinggi. Ini saya kira yang sudah dikoreksi oleh firman Tuhan, apapun yang kamu kerjakan, kerjakanlah seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Jadi sebetulnya tetap harus sama, tapi saya tidak sangkali bahwa sering kali orang yang membuka usaha sendiri akan lebih rajin. Karena dia tahu bahwa ini semua bergantung pada dirinya, kalau sampai dia tidak melakukan pekerjaan ini dengan sebaik-baiknya maka nanti yang akan menuai hasil yang buruk ya dia juga, jadi akhirnya dia lebih bersemangat.
GS : Sebelum kita mengakhiri perbincangan ini mungkin ada firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Tadi kita telah memberikan judul pada pembicaraan kita ini mengatasi kejenuhan dalam pekerjaan. Kita ingin sekali adanya perubahan dalam pekerjaan kita, tetapi Tuhan kadang-kadang teta membiarkan kita di tempat yang sama.

Mungkin salah satu alasannya adalah Tuhan melihat bahwa kalau kita pindah justru pekerjaan yang baru itu membawa akibat buruk yang tidak bisa kita ketahui sekarang. Justru Tuhan sedang melindungi kita dari bahaya, dari persoalan yang mungkin timbul. Seberapa banyak keluarga berantakan gara-gara pekerjaan berubah, penghasilan bertambah, status sosial meninggi dan akhirnya berantakan. Jadi Tuhan kadang-kadang menahan kita karena Tuhan mau melindungi kita dari bahaya. Maka firman Tuhan yang akan saya bagikan adalah Amsal 3:5, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri." Jangan langsung percaya diri bahwa ini benar, ini bagus saya harus lakukan dan lupa Tuhan. Selalu tundukanlah, kehendak kita, rencana kita pada Tuhan, biar Dia yang memimpin, menentukan langkah-langkah hidup kita.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, dan para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengatasi Kejenuhan dalam Pekerjaan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.



5. Wanita Karier dan Keluarga


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T183B (File MP3 T183B)


Abstrak:

Berbeda dengan pria, acap kali peran istri dan karier tidak berjalan harmonis. Ada empat prinsip yang bisa digunakan untuk mempertimbangkan hal ini. Yaitu (1) Tetapkanlah prioritas tujuan hidup, (2) Tuhan tidak menetapkan satu model pernikahan, (3) Perhatikan dan terimalah kodrat masing-masing, (4) Gantilah apa yang telah kita ambil dari keluarga.


Ringkasan:

Berbeda dengan pria, acap kali peran istri dan karier tidak berjalan harmonis. Ada orang yang berkeyakinan bahwa sepatutnyalah istri diam di rumah dan mengurus keluarga. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat kita pertimbangkan.

  1. Tetapkanlah prioritas tujuan hidup. Baik pria maupun wanita harus memiliki sistem prioritas yang jelas dan alkitabiah. Tuhan lebih mementingkan manusia dan pertumbuhannya dibandingkan pencapaian atau perbuatannya.
    Jika inilah sistem nilai Tuhan, seyogianyalah kita mengikutinya dan ini berarti, dalam pengambilan keputusan, manusia atau keluarga akan kita dahulukan di atas pekerjaan atau karier. Dan ini berlaku baik bagi pria maupun wanita, tanpa kecuali. Secara praktisnya, setiap keputusan yang mengharuskan kita memilih antara karier dan keluarga, pilihannya adalah keluarga. Sudah tentu kewajiban memenuhi kebutuhan dasar keluarga merupakan tuntutan yang harus kita upayakan namun di atas kebutuhan dasar, keluargalah yang mesti kita utamakan. Jika Tuhan mementingkan faktor manusia, kita pun harus mementingkannya pula.
  2. Tuhan tidak menetapkan satu model pernikahan. Mungkin ada di antara kita yang langsung berkomentar bahwa sudah seharusnyalah perempuan tidak berkarier sebab Tuhan menghendaki wanita menjadi ibu rumah tangga dan suami menjadi pencari nafkah. Kendati keyakinan ini terdengar rohani namun kenyataannya adalah, keyakinan ini tidaklah alkitabiah, dalam pengertian Alkitab sendiri tidak pernah menawarkan rumus ini.
    Sesungguhnya Alkitab sendiri menyediakan pelbagai contoh peran wanita. Amsal 31 yang sering kali diidentikkan dengan amsal wanita bijak, justru memperlihatkan peran wanita sebagai pekerja, bukan hanya sebagai ibu rumah tangga.
    Contoh lain dari wanita yang bekerja sebagai pengusaha adalah Lidia, seorang "penjual kain ungu dari kota Tiatira" (Kisah 16:14); Priskila, istri Akwila, yang kadang keduanya pergi bersama Paulus mengabarkan Injil (Kisah 18:19). Dari semua contoh ini terlihat jelas bahwa para wanita ini adalah orang-orang yang terlibat aktif dalam pelayanan atau bekerja di luar rumah.
  3. Perhatikan dan terimalah kodrat masing-masing. Janganlah kita menggantungkan penghargaan diri pada penilaian orang; terimalah kodrat masing-masing dan berkembanglah sesuai dengan kodrat itu. Ada satu pepatah berbahasa Inggris yang layak kita simak, "Be yourself, but be the best of you!" (Jadilah dirimu sendiri, namun jadilah dirimu yang terbaik.) Kita tidak akan dapat memberi yang terbaik apabila kita sendiri tidak menjadi diri yang terbaik.
  4. Gantilah apa yang telah kita ambil dari keluarga. Tidak bisa tidak, waktu dan keberadaan kita di dalam rumah akan terbatasi berhubung meningkatnya tuntutan untuk berada di luar rumah. Ini berarti, kita mengambil sesuatu dari dalam rumah untuk kepentingan di luar rumah.
    Jika ini yang harus kita lakukan, rencanakan dan persiapkan segalanya dengan sebaik mungkin.

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Wanita Karier dan Keluarga." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, dalam beberapa dekade ini semakin banyak wanita yang berkarier di luar rumah, khususnya yang bekerja di kantor, di tempat-tempat tertentu dan itu selalu menimbulkan pro dan kontra. Menurut pandangan Pak Paul bagaimana?

PG : Betul Pak Gunawan, dan memang ini sering kali menjadi masalah bahwa perempuan bekerja, istri bekerja, ini kadang-kadang menimbulkan masalah dalam keluarga. Ada yang tidak bisa menerima, ad yang menerimanya, ada yang melakukannya dengan hati lapang, ada yang melakukannya dengan hati bersalah.

Ada wanita yang bekerja tapi terus dirundung rasa bersalah karena menganggap dia seharusnya di rumah. Jadi ini adalah beberapa isu-isu yang muncul dan sebaiknya kita membahasnya sehingga para ibu, wanita atau istri yang bekerja dan mempunyai keluarga bisa melihat prinsip yang benar.
GS : Untuk hal itu apakah Alkitab juga memberikan prinsip-prinsipnya?

PG : Ada Pak Gunawan, ada beberapa yang akan saya coba uraikan. Yang pertama adalah saya kira kita harus menetapkan prioritas tujuan hidup kita, ini berlaku baik untuk yang perempuan maupun pria. Yaitu kita mesti memiliki sistem prioritas yang jelas dan alkitabiah. Makin saya mengenal Tuhan, makin saya menyadari bahwa di hati Tuhan 'siapa' atau 'menjadi' menempati urutan teratas dalam daftar prioritasnya. Siapa sudah tentu merujuk kepada manusia sedangkan apa merujuk pada benda atau objek. Tuhan selalu menekankan manusia, Tuhan selalu menekankan siapakah kita ini, dalamnya. Tuhan tidak menekankan benda, materi, Tuhan tidak mementingkan status, tidak mementingkan jabatan kita, kita sebagai apa, bukan itu. Selalu yang Tuhan pentingkan adalah diri kita di dalamnya. Firman Tuhan di Efesus 1:4 dan 5 berkata, "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercela di hadapanNya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya." Jadi Tuhan sangat jelas, kita dijadikan supaya kudus tak bercela, sekali lagi sebuah kwalitas. Sekali lagi Tuhan tidak memusingkan status kita, pekerjaan kita, jabatan kita, tetapi siapa kita supaya menjadi seperti Kristus menjadi kudus tak bercela. Ini hal yang paling penting. Nah prioritas inilah yang seharusnya menjadi prioritas kita sehingga kita tidak terjerat di dalam jabatan, status. Ada orang yang mengejar-ngejar itu sehingga mengorbankan hal-hal yang lebih penting, yakni keluarganya dan dirinya juga.

ET : Tapi konsep siapa ini yang kadang-kadang buat ukuran manusia juga susah memilahnya. Misalnya ada orang yang memang benar-benar sekolah untuk mencapai gelar itu, sehingga waktu ada pertanyan tentang siapa anda, gelarnya yang disebutkan duluan.

Atau misalnya saya seorang direktur, jadi siapanya ini tetap berkaitan erat dengan status-status tersebut. Sudah tentu apa yang disediakan oleh Tuhan untuk kita ya kita coba kembangkan. Kita tidak berkata, "Saya menjadi apa pun tidak apa-apa" dan tidak ada usaha, tidak ada inisiatif untuk meningkatkan, memperbaiki hidup kita, itu juga tidak benar. Namun yang saya minta adalah kita mengerti bahwa yang penting bukan itu, kalau itu Tuhan berikan terimalah, kita mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri kita, kembangkanlah;Tuhan memberikan kesempatan kepada kita untuk melakukannya, lakukanlah. Tapi kita tidak benar-benar mengejar-ngejar, memaksa-maksakan diri. Sebab firman Tuhan juga berkata, "Siapa yang mencintai uang, akhirnya akan terjebak dalam kejatuhan. Kita tidak boleh mengejar-ngejarnya. Kita lakukan apa yang bisa kita lakukan, hasilnya kita kembalikan kepada Tuhan biarkan Dia nanti yang menentukan dan memberikannya sesuai dengan kehendak Dia.
GS : Berarti di dalam menetapkan prioritas tujuan hidup itu, faktor apa yang harus kita pertimbangkan?

PG : Misalkan kita harus pikirkan keluarga kita, jangan sampai kita akhirnya mengorbankan keluarga. Misalnya ada orang yang gara-gara mau mendapatkan kedudukan yang lebih baik dia merelakan diinya untuk pergi ke luar kota, tiga bulan baru pulang sekali.

Akhirnya keluarganya berantakan atau dia pergi kerja dari pagi, pulang jam 12 malam, akhirnya kehidupannya lebih sering di luar rumah, masalah mulai muncul dalam keluarganya. Nah kalau kita memang tidak ada uang dan kita harus bekerja seperti itu, silakan, tapi itu berarti dalam satu kurun saja tidak selama-lamanya begitu. Namun sebisanya setelah keadaan kita lebih baik, sudah korbankan tidak usah melakukan semuanya itu, kita pentingkan yang di rumah, kita pentingkan manusia yang ada di sekitar kita, ini yang harus kita pikirkan.
GS : Prioritas itu bisa berubah-ubah Pak Paul dalam diri seseorang?

PG : Saya kira demikian, sebab memang bergantung pada kondisi di mana kita hidup. Misalkan anak-anak masih kecil, selagi anak-anak kecil kita harus tempatkan diri kita di rumah, kita tidak bis semaunya pergi dari pagi sampai malam, bagaimana dengan anak-anak.

Jadi kita harus pikirkan, "OK! Saya harus di rumah, sebab anak-anak membutuhkan saya." Jadi untuk masa itu mungkin karier harus kita korbankan, namun nanti akan ada kesempatan di mana anak-anak sudah mulai besar, kita bisa kembali bekerja. Jadi benar-benar kita memikirkan manusia-manusia yang ada dalam tanggungan kita, ini yang harus kita prioritaskan, manusia-manusia yang Tuhan tempatkan dalam hidup kita, ini yang harus kita prioritaskan. Nanti masanya berubah, mereka tidak lagi dalam tanggungan kita, kita lebih bisa keluar, lebih luang waktu kita, silakan kita kerjakan. Apa yang bisa kita kerjakan di luar rumah, coba kita kerjakan.
GS : Prinsip yang lain apa Pak Paul?

PG : Tuhan tidak menetapkan satu model pernikahan Pak Gunawan, ini prinsip penting sekali. Kadang-kadang kita mempunyai prinsip yang terdengar rohani tapi sebetulnya tidak alkitabiah. Yaitu aa orang yang berkata perempuan seharusnya di rumah, tugasnya membesarkan anak-anak, melayani suaminya (titik).

Persoalannya adalah apakah itu rencana Tuhan, apakah itu sudah pasti rencana Tuhan untuk masing-masing wanita atau masing-masing istri. Saya kira justru tidak, Alkitab justru mempunyai beberapa contoh kasus yang berkebalikan dengan gambaran ini. Misalkan di Amsal 31, itu Amsal yang diidentikkan dengan Amsal wanita bijak. Justru memperlihatkan peran wanita sebagai pekerja bukan hanya ibu rumah tangga. Coba kita melihatnya, "Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya. Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur di tanaminya. Ia membuat pakaian dari lenan dan menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang." Amsal 31:13, 16 dan 24. Dari penjabaran ini dapat kita simpulkan bahwa selain sebagai ibu rumah tangga yang baik, ia adalah seorang pengusaha dan jenis usahanya pun ternyata beragam. Yaitu dia menjual bulu domba, rami, anggur, pakaian, ikat pinggang, jadi kalau istilah sekarang adalah 'she is business woman' bukan hanya sebagai ibu rumah tangga. Firman Tuhan yang lain yang juga memberikan contoh yang berbeda kepada kita adalah Lydia, seorang petobat yang pertama di Eropa, dari Filipi Makedonia. Dia adalah seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, ini dicatat di Kisah Para Rasul 16:14. Dengan kata lain dia seorang yang aktif berdagang dan dia menjadi petobat yang baru di Eropa. Nah kita tidak melihat satu model pernikahan Pak Gunawan. Jadi tidak ada firman Tuhan yang berkata, istri diwajibkan berdiam diri di rumah dan suami mencari nafkah di luar rumah, tidak harus begitu. Model apakah yang jadinya kita terapkan, kita peluk untuk keluarga kita. Jadi jawabannya adalah disainlah model yang paling sesuai dengan kondisi keluarga kita sendiri. Acapkali pilihan antara karier dan keluarga bukan sebuah harga mati yang harus diputuskan sekali dan selamanya. Pilihan antara keduanya lebih merupakan sesuatu yang bersifat cair, mengalir secara temporer, tergantung situasi dan kebutuhannya. Misalnya ada waktunya bagi suami mengalah dan mendahulukan karier istrinya sebab itulah tindakan yang paling bijak dan paling sesuai bagi keluarga ini. Sebaliknya kadang istrilah yang harus mengalah mendahulukan kepentingan suami dan anak. Pada dasarnya prinsip yang berlaku di sini adalah ambillah keputusan yang bijak, bijak artinya melihat kembali kepentingan masing-masing anggota keluarga pada masa itu sehingga kita tidak kaku.

ET : Ini mungkin yang rasanya masih agak asing bagi kebanyakan kita, karena entah dari mana kebanyakan pria beranggapan bahwa dialah yang harus menjadi kepala keluarga yang mencari nafkah keluarga sehingga, kalau konsep suami harus mengalah demi karier istri ini rasanya mungkin masih sulit, Pak?

PG : Ya karena memang dalam konsep kita ini siapa yang memegang uang dialah yang memegang kuasa. Jadi kami-kami yang pria ini sedikit banyak termakan dengan konsep itu. Jadi kami-kami ini bersaha mencari uang dan kami menganggap kami yang menjadi kepala keluarga gara-gara kami mencari uang.

Sebetulnya bukan itu, sudah tentu Tuhan tidak menginginkan pria-pria ini malas tidak bekerja, sudah tentu baik bekerja dan seharusnyalah bekerja. Tapi seharusnya penghargaan diri kita tidak didasarkan atas itu, sebab memang bukan itu, Tuhan tidak meminta hal itu. Yang Tuhan tekankan adalah kita menjadi kepala keluarga dengan cara kita mengasihi istri kita, anak-anak kita, kita bertanggung jawab untuk mereka, pada akhirnya itu yang paling penting untuk mereka. Dan kadang-kadang kalau itu yang dibutuhkan, gara-gara kepentingan istri kita dan kita memang bisa mengalah terlebih dahulu, mengalah-lah. Misalkan, bukannya istri yang ikut suami pindah-pindah tapi kadang-kadang silakan suami pindah-pindah ikut istri kalau memang itu yang terbaik buat istrinya dan dia siap mengalah dan tidak apa-apa. Sekali-sekali lakukan untuk itu juga dan tidak apa-apa. Saya kira keuntungannya akan dicicipi oleh mereka berdua, bukan hanya untuk satu orang.
GS : Memang yang dikhawatirkan banyak suami adalah kalau penghasilannya lebih rendah dari penghasilan istrinya, Pak?

PG : Dan tidak seharusnya menjadi masalah, sebab kalau si istri bisa membawa diri dengan baik, dia tidak menguasai si suami, dia tidak mendikte si suami, uang itu dia simpan di tempat yang umummaksudnya di tempat di mana suaminya pun bisa memegangnya dan sebagainya, itu tidak apa-apa.

Tapi ada suami yang merasa terancam karena istrinya menghasilkan uang lebih besar daripada dia. Saya kira tidak perlu, menurut saya biarkan, sebab memang kita tidak tahu rencana Tuhan dan cara Tuhan memberkati kita. Adakalanya Tuhan memberkati keluarga kita lewat kita, kepala keluarga, tapi kadang kala Tuhan memberkati kita lewat pasangan kita, dan bersukacitalah dan bersyukurlah asal kita jangan menjadi benalu yang terus-menerus menyedot uang istri kita, hidup foya-foya sebab istri kita beruang sekarang. Jangan Itu juga salah. Intinya adalah terbukalah, Tuhan memiliki banyak cara memberkati kita, lewat kita tapi kadang-kadang lewat istri kita pula.

ET : Tapi memang hal seperti ini memang benar-benar membutuhkan kebesaran hati dari kaum pria, dari para suami. Karena memang secara umum, entah kita golongkan masyarakat di Timur ini memang msih menganggap wanita dan pria itu beda status, beda peran.

Bahkan ada pepatah Jawa yang mengatakan wanita itu tugasnya 3M, Masak, Macak atau berdandan dan Melahirkan anak. Jadi tentu hal ini benar-benar membutuhkan kebesaran hati.

PG : Dan ini harus kita pelajari Ibu Ester, budaya tidak selalu alkitabiah. Penekanan kita bukan pada budaya, pada kebiasaan, pada lingkungan, tapi pada apa yang Alkitab katakan. Alkitab tida mengatur-atur perempuan harus begini atau begitu, yang Tuhan tekankan adalah kita orangtua bertanggung jawab, kita suami bertanggung jawab, kita istri bertanggung jawab, masing-masing melakukan tugas dan kewajibannya.

Nah kalau semua bertanggung jawab dan kita masih diberi kesempatan untuk mengembangkan diri kita ya tidak apa-apa.
GS : Apakah ada prinsip yang lain Pak Paul?

PG : Berikutnya adalah perhatikan dan terimalah kodrat masing-masing. Ada wanita yang senang berkarier di luar rumah lebih daripada di dalam rumah. Bagi mereka kehidupan yang aktif dan dinamisbukan saja menambah gairah hidup tapi merupakan energi untuk hidup.

Dengan kata lain bagi wanita-wanita ini tanpa kegiatan di luar rumah mereka akan kehilangan semangat hidup. Seperti api pada lilin yang semakin meredup, sebaliknya bila mereka dapat mengaktualisasi diri di luar rumah, mereka menjadi diri mereka yang terbaik dan ini berarti mereka bisa menjadi ibu rumah tangga yang lebih baik pula. Jika dipaksakan diam dalam rumah, mereka tidak menjadi istri yang terbaik, menjadi diri mereka yang terbaik, menjadi ibu yang terbaik, dan hal ini akan berdampak pada keluarganya pula. Tapi ada sebagian wanita senang berada dalam rumah dan bagi mereka aktualisasi diri justru terletak pada peran di dalam rumah. Sebagai istri, sebagai ibu rumah tangga, mereka bisa mengasuh anak, mengatur rumah tangga. Nah itu pilihan yang juga baik, kalau itu memang menjadi tujuan dan makna hidup mereka, silakan. Saya mengerti, bagi mereka pencapaian tertinggi adalah melihat suami bahagia, anak-anak bertumbuh sehat dan kuat, tidak apa-apa, ini pilihan yang baik. Namun intinya adalah siapapun yang memilih keputusan ini jangan merasa minder, karena diam di rumah tidak identik dengan bodoh atau terbelakang.
GS : Memang ada beberapa istri yang mungkin kurang yakin atau kurang percaya diri, kalau ditanya pekerjaannya apa, dia selalu menjawab ikut suami. Sebenarnya dia bisa mengatakan saya ibu rumah tangga.

PG : Betul sekali, dan itu sebuah pekerjaan, karena di rumah dia harus mengurus anak sampai malam, lebih berat dari pekerjaan di luar yang hanya sampai sore saja. Jadi di rumah pun sebuah pekejaan dan sama-sama terhormatnya.

Sebab misalkan kita bayangkan si suami tidak mempunyai istri dan ada anak-anak, bukankah dia harus meminta orang dan membayar orang, untuk mengurus anak-anaknya dan mengurus rumah tangganya. Jadi itu pun sebuah pekerjaan. Dan sama-sama terhormatnya tapi intinya adalah kita harus melihat dan menerima kodrat kita, jangan kita bandingkan dengan orang lain. Otomatis suami jangan membandingkan istrinya dengan orang lain, "Perempuan ini kok bisa begini, begini, kenapa kamu tidak bisa?" Ya masing-masing orang lain-lain, dan kita memang harus terima dan jangan merasa minder kalau kita tidak bisa melakukan yang orang lain dapat lakukan.
GS : Mungkin faktor pendidikan banyak berpengaruh di sana, Pak Paul?

PG : Saya kira demikian, makin berpendidikan saya kira orang semakin terbuka dengan hal-hal ini.

GS : Dan mungkin cenderung berkarier di luar rumah.

PG : Betul, tapi ada juga orang yang setelah berkarier di luar rumah, terus menikah kemudian memutuskan untuk meninggalkan kariernya dan benar-benar mencurahkan waktunya di rumah menjadi ibu ruah tangga.

Itu pun baik, tapi jangan sampai merasa minder kok teman-temannya statusnya terus menanjak, saya begini, begini saja menjadi ibu rumah tangga. Jangan sampai merasa begitu.

ET : Ya soalnya kadang-kadang ada yang menjawab, saya hanya ibu rumah tangga saja. Atau kadang-kadang suami-suami yang menjawab seperti itu, "Istri bagaimana?" "O....istri saya hanya ibu ruma tangga."

Kenapa harus ada kata hanya, itu yang kadang-kadang akhirnya membuat istri bertanya-tanya.

PG : Betul, jadi karier di dalam rumah atau pun karier di luar rumah, keduanya adalah karier, dua-duanya adalah pilihan dan ambillah pilihan itu sesuai dengan kodrat kita masing-masing. Kita hrus hidup dengan diri kita, jadi kalau kita mencoba untuk menghidupi kodrat orang lain, kita sengsara dan tidak menjadi diri kita yang terbaik.

Akhirnya keluarga kita pun tidak bisa mendapatkan manfaat dari hidup kita ini.
GS : Ada banyak juga wanita karier yang mengatakan terpaksa bekerja karena mereka membutuhkan dana untuk kehidupan rumah tangga mereka.

PG : Itu lain lagi, itu keterpaksaan dan harus dilakukan meskipun ada pengorbanan, tidak bisa lebih banyak waktu di rumah untuk anak-anak. Jadi memang kadang-kadang kondisi mengharuskan kita utuk berbuat seperti itu.

GS : Apakah masih ada prinsip yang lain lagi, Pak Paul?

PG : Yang terakhir adalah gantilah apa yang telah kita ambil dari keluarga. Maksud saya adalah salah satu fakta dalam hidup yang tidak dapat kita tawar adalah kita tak dapat selalu menyenangka dan memenangkan semua pihak.

Hampir dapat dipastikan setiap keputusan yang kita ambil akan berdampak positif sekaligus negatif. Menguntungkan satu pihak sekaligus merugikan pihak yang lain. Demikian pulalah dengan pilihan mengembangkan karier di luar rumah, tidak bisa tidak waktu dan keberadaan kita di dalam rumah akan terbatasi berhubung meningkatnya tuntutan untuk berada di luar rumah. Ini berarti kita mengambil sesuatu dari dalam rumah untuk kepentingan di luar rumah. Jadi jika ini yang harus kita lakukan, kita mesti merencanakan dan mempersiapkan segalanya dengan secepat mungkin. Misalnya, waktu yang kita berikan untuk keluarga haruslah menjadi waktu yang eksklusif. Maksudnya eksklusif adalah di luar kehadiran orang lain dan tidak diisi dengan urusan luar rumah. Saya berikan satu contoh kegagalan menciptakan waktu yang eksklusif. Kita mungkin berbangga hati karena dapat menyisihkan satu hari dalam seminggu untuk keluarga, namun setiap kali kita pergi bersama dengan keluarga, kita pun mengajak kerabat atau teman untuk bergabung. Atau secara fisik kita bersama keluarga, namun telinga dan mulut kita untuk orang lain, yang menghubungi kita lewat telepon atau handphone. Alhasil yang terjadi adalah kendati bersama keluarga tapi sesungguhnya kita bersama orang lain. Jadi ingatlah waktu yang eksklusif menuntut kita bersikap tegas terhadap gangguan pihak luar.
GS : Memang itu agak sulit menjaga keterasingan dengan pihak lain, di mana sekarang itu sarana untuk komunikasi itu gampang sekali, misalkan saja HP. Nah HP itu disediakan oleh perusahaan tempat dia bekerja dengan syarat tidak boleh dimatikan. Artinya sewaktu-waktu dia bisa dihubungi, pada saat mereka berekreasi dengan keluarga justru ada kebutuhan untuk dihubungi.

PG : Nah misalkan itu yang harus terjadi ya kita batasi, artinya selama kita berekreasi kita hanya menerima telepon dari perusahaan dan kita melihat nomornya, kalau memang dari perusahaan baru ita ambil, kalau bukan dari perusahaan, kita diamkan kita tidak usah ambil.

Jadi ini yang diperlukan, misalkan ibu rumah tangga yang akhirnya harus bekerja di luar, kalau itu yang harus dilakukan ya silakan tapi gantilah waktu itu. Nah waktu menggantinya benar-benar sepenuh hati menggantinya. Jangan sampai waktu kita mau menggantinya di rumah atau pergi dengan keluarga, kita pun sibuk dengan orang lain, ajak si ini rame-rame sehingga anak-anak benar-benar tidak bisa mendapatkan kita sepenuhnya. Kita selalu dicabik-cabik dan diambil oleh orang lain.

ET : Kadang-kadang sebagai wanita karier justru banyak waktu dengan orang lain dan waktu dengan suami juga berkurang, mungkin kencan dengan suami diperlukan juga dalam keadaan ini, Pak?

PG : Tepat sekali, dan waktu kencan memang benar-benar kencan, benar-benar pergi berdua atau pergi dengan keluarga. Sering kali kita itu lebih bisa terima meskipun kita suami dan istri kita beerja, tapi waktu dia bersama kita dia benar-benar memberi sepenuhnya kepada kita, rasanya tergantikan meskipun hari-hari lain dia sibuk, tapi waktu bersama kita dia sepenuhnya untuk kita dan dia benar-benar menomorsatukan kita.

Dia tidak menerima telepon dari orang lain, kecuali dari perusahaannya saja, benar-benar dia berikan sepenuhnya untuk kita. Nah kita, baik anak maupun suami akan sangat berterima kasih, dan kita tahu kita diutamakan, ini yang penting, jadi ini yang saya maksud dengan prinsip menggantikan. Yang berikutnya tentang menggantikan berkaitan dengan anak Pak Gunawan, yaitu kepada siapakah kita menyerahkan tanggung jawab pengawasan anak-anak sewaktu kita tidak berada di rumah. Ada dua kriteria yang ingin saya bagikan yaitu aman dan nyaman. Siapapun itu yang bertanggung jawab menjaga anak, haruslah menyediakan lingkungan yang aman dan harus memberikan perhatian yang memadai pada anak dan melindunginya dari bahaya. Jangan kita menyerahkan tanggung jawab mengurus anak kepada orang yang tidak mempedulikan keamanan dirinya sendiri atau orang lain. Juga jangan serahkan mengurus anak kepada orang yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri, jika ia tidak dapat mengurus dirinya sendiri bagaimana mungkin dia sanggup mengurus orang lain. Tentang nyaman, yang saya maksud adalah ini, dia haruslah seseorang yang bisa memberi suasana nyaman kepada anak lewat kasih sayang dan kesabarannya. Jangan sampai anak merasa ketakutan atau tertekan, ditinggal bersama seseorang yang tidak sabar dan ketus. Kita mesti peka mendengarkan suara anak dan mengutamakannya di atas rasa sungkan. Misalnya saya mengerti kadang-kadang kita sungkan kepada orangtua sendiri yang bersedia atau memaksa menjaga anak kita. Perhatikanlah reaksi anak dan dengarkanlah isi hatinya, jangan sampai masa ditinggal orangtua menjadi masa penderitaan bagi si anak.
GS : Ini sesuatu hal yang penting sekali yang Pak Paul sudah sampaikan. Mungkin Pak Paul bisa menyimpulkan dan melandasinya dengan firman Tuhan?

PG : Saya akan mengambil dari Ibrani 13:5, "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membirkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."

Tuhan sekali lagi menetapkan prioritas, bukan uang, bukan status dan sebagainya, jangan menjadi hamba semua itu. Sedangkan yang Tuhan minta cukupkan dengan apa yang Tuhan telah berikan kepada kita sebab Tuhan akan memelihara. Jadi sekali lagi prioritaskan keluarga, tentang yang lain-lainnya itu nomor dua, nanti Tuhan akan cukupi yang penting kita tidak merugikan keluarga kita.
GS : Jadi sebenarnya wanita berkarier itu tidak bertentangan dengan firman Tuhan?

PG : Tidak, Pak Gunawan, semuanya tidak bertentangan, pria berkarier tidak, perempuan berkarier pun juga tidak, asal dua-duanya memenuhi tanggung jawab dan memang mempunyai prioritas yang benar Dia tidak menghamba pada karier atau status itu.

GS : Semoga perbincangan kita ini bisa mencerahkan pikiran banyak orang yang khususnya ragu-ragu untuk menempuh jalur itu. Terima kasih Pak Paul dan juga Ibu Ester. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Wanita Karier dan Keluarga". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.



6. Antara Pekerjaan dan Rumah


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T200A (File MP3 T200A)


Abstrak:

Pada awalnya kita memulai relasi di dalam konteks kehidupan yang serupa. Kesamaan lingkup kehidupan sedikit banyak berpengaruh menyelaraskan kedua diri yang berbeda.Tetapi setelah menikah kesamaan makin menipis berhubung kita dipisahkan oleh tuntutan pekerjaan. Perbedaan berpotensi menciptakan jarak.


Ringkasan:

Pada awalnya kita memulai relasi di dalam konteks kehidupan yang serupa. Kita kuliah di kota dan perguruan tinggi yang sama; beribadah dan melayani di gereja yang sama; bahkan sebagian dari kita bertumbuh besar di lingkungan yang sama. Kesamaan lingkup kehidupan sedikit banyak berpengaruh menyelaraskan kedua diri yang berbeda. Setelah menikah kesamaan makin menipis berhubung kita dipisahkan oleh tuntutan pekerjaan. Ada yang harus diam di rumah bersama anak dan ada yang bekerja di luar rumah. Kalaupun keduanya bekerja di luar rumah, pada umumnya kita bekerja di bidang yang berlainan. Ketidaksamaan lingkup pekerjaan pada akhirnya memberi dampak pada kepribadian dan gaya hidup serta komunikasi di antara kita. Perbedaan berpotensi menciptakan jarak dan untuk menghindarinya kita perlu melakukan beberapa hal berikut ini.

  1. Kita mesti menyadari dampak pekerjaan itu pada diri kita. Sebagai contoh, jika kita mengasuh anak hari lepas hari, mau tidak mau kita harus hidup dengan jadwal anak dan memahami cara hidup anak. Kita harus melonggarkan keteraturan dan bersikap fleksibel terhadap ketidakpastian. Gaya bahasa kita pun mengalami perubahan; misalnya kita menjadi lebih berputar-putar sebab untuk membujuk anak kita perlu berbicara secara tidak langsung. Kadang kita pun bernada memerintah sebab anak memerlukan instruksi. Sebaliknya, bila kita bekerja di lingkup hierarki, kita akan mementingkan aturan dan mata rantai pertanggungjawaban. Kita akan berusaha menyelesaikan pekerjaan sendiri sebelum bertanya kepada atasan. Kita berkomunkasi dengan lebih langsung dan tidak berputar-putar dan dalam bertindak, kita menekankan efisiensi. Semua ini akan berdampak pada diri kita tatkala kita di rumah bersama pasangan.
  2. Kita pun harus menyadari dampak mitra kerja pada diri kita. Pekerjaan tertentu cenderung menyedot orang-orang dengan kepribadian tertentu pula. Akibatnya, makin lama kita bekerja bersama mitra, gaya hidup dan pola pikir kita bukan saja makin serupa tetapi juga makin mengental. Masing-masing memberi sumbangsih yang makin memperkuat karakteristik tertentu itu. Misalkan perkerjaan yang menuntut kepatuhan dan disiplin yang tinggi akan menarik orang yang memiliki kepatuhan dan disiplin yang tinggi. Dapat kita bayangkan apa yang akan terjadi bila sejumlah orang yang mempunyai kepatuhan dan disiplin tinggi berkumpul hari lepas hari selama bertahun-tahun-mereka akan saling memperkuat kepatuhan dan disiplin yang tinggi.
  3. Kita tidak boleh menuntut pasangan untuk mengadopsi gaya bahasa dan pola hidup kita. Mustahil baginya untuk mengadopsi semua itu sebab ia tidak hidup di dalam dunia kita. Kita mesti menerimanya apa adanya. Jika ia berusaha mengadopsi gaya hidup kita, itu adalah bonus yang kita syukuri, bukan yang kita tuntut.
  4. Jika demikian kondisinya, sebaiknya kita memisahkan gaya hidup dan pola pikir kita di rumah dan di tempat kerja. Tetaplah berkomunikasi dengan gaya lama sebab bukankah gaya lama inilah yang telah mempersatukan kita. Jangan memaksakannya untuk menjadi diri kita.

Firman Tuhan: Berilah dan kamu akan diberi. (Lukas 6:38)

T 200 B "Gaya Komunikasi Pria dan Wanita" oleh pdt. Paul Gunadi

Salah satu sumber konflik dalam rumah tangga adalah komunikasi yang tidak tepat sasaran. Meski kita tidak dapat menggeneralisasi semua, namun ada pola komunikasi tertentu yang lebih sering ditemukan pada pria dan wanita. Memahami pola ini bisa membantu kita memperlancar arus komunikasi.

  1. Dalam berkomunikasi dengan pasangan, pada umumnya pria menuntut ketundukan istri kepadanya. Jadi, sebaiknya istri tidak langsung menyatakan ketidaksetujuannya melainkan meminta waktu untuk memikirkan ulang usulan suami. Atau, di awal bantahannya, istri langsung menyatakan kesediaannya untuk mematuhi kehendak suami namun ia ingin mengungkapkan pikirannya terlebih dahulu. Biasanya jika suami tahu bahwa istri sedia mematuhinya, ia pun akan lebih siap untuk bernegosiasi. Sebaliknya, bila ia sudah membaca bantahan dari istri, ia cenderung bersikeras memaksakan kehendaknya. Alhasil konflik pun terjadi.
  2. Dalam berkomunikasi dengan pasangan, pada umumnya istri lebih mementingkan proses pembahasannya dibanding hasil akhir atau keputusannya. Selama istri memperoleh kesempatan untuk berunding dan mengungkapkan pikirannya, selama itu pulalah ia siap untuk mengikuti kehendak suaminya. Dalam pengertian ini, wanita lebih siap untuk menghadapi konflik sebab terpenting baginya adalah proses berkomunikasi itu sendiri. Sebaliknya pria cenderung memandang konflik sebagai sinyal ketidakpatuhan dan ketidakadaan dukungan istri terhadapnya.
  3. Pria cenderung berpikir praktis, jadi, jika ia menduga bahwa istri akan tidak setuju, daripada terlibat dalam konflik, ia memilih berdiam diri. Sebaliknya, oleh istri sikap diam ini diartikan putusnya relasi (bukan hanya komunikasi). Konflik yang lebih besar pun tak terhindarkan. Bagi istri, ketidaksetujuan dalam berkomunikasi merupakan dinamika sehat, bukan sesuatu yang perlu ditakuti.
  4. Wanita intuitif dan berorientasi pada perasaan, jadi bila ia melihat sikap atau penampakan suami yang menunjukkan ketidaksenangan, itu akan sangat mempengaruhi nada komunikasi. Dalam pada itu, komunikasi menjadi tidak berdasar fakta lagi; kendati "fakta" yang dibicarakan namun sesungguhnya istri menghendaki sesuatu yang lain-jaminan bahwa suami tetap mengasihi dan bersamanya.

Firman Tuhan:"... kalau hidung ditekan darah keluar, dan kalau kemarahan ditekan, pertengkaran timbul." (Amsal 30:33)


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama dengan ibu Ester Tjahja. Kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Antara Pekerjaan dan Rumah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, ada pasangan-pasangan yang ketika berpacaran kelihatan kompak, cocok, tetapi setelah mereka berumah tangga atau menikah malah timbul cekcok tiap-tiap hari. Penyebabnya apa Pak Paul?

PG : Ada banyak penyebabnya tapi salah satunya adalah tanpa mereka sadari terbentang jurang yang makin hari makin melebar di antara mereka. Pertanyaannya, apakah yang menyebabkan munculnya jurng itu.

Sudah tentu ada sejumlah penyebab yang menimbulkan jurang di antara suami dan istri. Tapi salah satu yang umum sebetulnya adalah sesuatu yang sangat bersifat alamiah, yakni kita itu biasanya bekerja di dua lapangan yang berbeda. Tanpa kita sadari waktu kita bekerja di dua tempat yang berbeda, pada akhirnya kita akan juga mengalami perubahan-perubahan, tanpa kita sadari kita menjadi orang yang berubah. Diri yang lama tidak lagi tersisa terlalu banyak di masa sekarang, akhirnya muncullah jurang di antara kita. Itu sebabnya kalau kita pernah mendengar keluhan orang yang mengalami masalah dalam pernikahan, mungkin kita pernah mendengar cetusan seperti ini, "dia seperti orang asing, saya tidak mengenalnya lagi, siapakah dia sekarang ini, kenapa dia begitu berbeda sekarang." Nah ini cetusan yang sah, memang cetusan yang mencerminkan itulah yang terjadi di dalam rumah tangga. Pada akhirnya kedua orang yang menikah itu tanpa disadari mulai berjalan ke arah yang berbeda.
GS : Itu karena faktor pekerjaan, Pak Paul?

PG : Salah satu yang terbesar adalah itu, Pak Gunawan.

GS : Kalau ketika mereka berpacaran masing-masing sudah bekerja, apakah dampak seperti itu masih bisa dirasakan?

PG : Betul, sebab pada akhirnya pekerjaan yang kita lakukan itu memberikan dampak atau mempengaruhi kita. Jadi meskipun kita masing-masing sudah bekerja, bukankah biasanya sebelum menikah kitasudah bekerja misalkan 5 tahun.

Lima tahun bekerja tidak sama dengan 15 tahun bekerja, jadi dengan kata lain dampaknya akan begitu kuat dengan berjalannya waktu.

ET : Apakah ada perbedaan dampak antara setelah menikah dua-duanya bekerja atau setelah menikah salah satu di rumah?

PG : Ternyata memang dampaknya tetap sama yaitu akan terjadi jurang. Itu sebabnya saya berikan gambaran, bukankah sering kali dua orang itu bertemu di tempat yang sama misalnya mereka berkulia di perguruan tinggi yang sama atau beribadah di gereja yang sama atau melayani di sebuah tempat pelayanan yang sama.

Nah di dalam kesamaan itulah kedua orang ini berkenalan, sudah tentu waktu mereka berkenalan di tempat yang sama itu akan ada banyak kesamaan. Baik cara berpikir, nilai-nilai hidup, tujuan kita hidup, itu kesamaan-kesamaan yang mengikat kita berdua. Setelah akhirnya mereka menikah, asalkan yang satu bekerja di luar-yang satu menjaga rumah tangga dan mengurus anak-anak. Menjaga anak di rumah adalah sebuah pekerjaan juga, baik yang bekerja di luar maupun yang bekerja di dalam rumah pada akhirnya dua-duanya itu akan mengalami bentukan-bentukan dari lingkungannya. Atau kalau kita bandingkan dengan dua orang suami-istri yang dua-dua bekerja di luar rumah juga sama. Sebab biasanya dua orang itu tidak bekerja dalam lingkungan yang sama, biasanya dua orang bekerja di lapangan yang berbeda. Nah dua lapangan pekerjaan itu akhirnya akan mempengaruhi kedua individu ini, sehingga waktu mereka pulang ke rumah tanpa disadari sebetulnya mereka perlahan-lahan dibentuk menjadi manusia yang berbeda. Itu sebabnya mulailah muncul masalah, komunikasi antara satu sama lain mulai renggang, mulailah timbul kesalahpahaman. Mungkin saja mereka masih mengucapkan bahasa yang sama tapi pengertiannya sudah mulai berbeda, pola pikir dalam menyelesaikan masalah juga sudah mulai berbeda, nah muncullah konflik-konflik itu.

ET : Soalnya bukankah banyak ibu rumah tangga yang tidak bekerja kadang-kadang merasa, "Wah, kalau saya bekerja pasti perbedaan ini lebih bisa dijembatani," ternyata sama saja Pak Paul?

PG : Belum tentu, memang tergantung sekali dengan bidang pekerjaannya, dan sering kali bukankah suami dan istri tidak bekerja di tempat yang sama.

GS : Mungkin akan lebih kecil dampaknya kalau suami itu bekerja di dalam rumah atau di dekat rumah, misalnya buka toko dan sebagainya sehingga mereka masih tidak terpengaruh dengan lingkungan pekerjaan yang luas.

PG : Betul sekali Pak Gunawan, dan saya kira fenomena yang Pak Gunawan baru saja angkat sedikit banyak menjelaskan kenapa dulu kala rumah tangga itu relatif lebih harmonis, karena perbedaan-peredaan juga lebih diredam.

Sebab dulu kala itulah gaya hidup kebanyakan kita, misalkan dua-dua bertani, dua-dua bekerja di ladang atau satu bekerja di rumah menjaga anak dan sebagainya tapi satu ada toko; tokonya dekat rumah atau dalam rumah, atau ada yang buka bengkel-suami-istri sama-sama membantu dan sebagainya. Nah dalam kesamaan itu keduanya memang akhirnya lebih banyak menemukan kesamaan pula.
GS : Kalau begitu kita harus memikirkan bagaimana membuat sekecil mungkin dampak itu supaya jangan menggoyahkan sendi-sendi rumah tangga, nah hal-hal apa yang mesti diperhatikan?

PG : Yang pertama kita mesti menyadari dampak pekerjaan itu pada diri kita, sebab setiap pekerjaan mempunyai keunikan yang akan memberi dampak pada diri kita. Saya berikan contoh, seorang ibu umah tangga yang mengurus anak-anak pagi sampai malam itu akan dibentuk oleh pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

Misalkan dia harus berbicara dengan gaya anak-anak dan kita tahu berbicara dengan gaya anak-anak adalah berbicara dengan tidak langsung. Dia harus bujuk-bujuk anak untuk makan misalkan anak usia 1,5 tahun, kadang-kadang harus mengalihkan perhatian si anak sehingga mulutnya nanti terbuka kita masukkan sesendok makanan. Hal-hal kecil seperti itu tanpa disadari akan membentuk pola bicara si ibu, perlahan-lahan dia pun kalau berbicara mengembangkan gaya tidak langsung pula. Sebab bagi seorang ibu yang mengurus anak dari pagi sampai malam akhirnya yang penting bukanlah hasil tapi proses. Pada pagi hari sampai malam dia tidak melihat anak itu diberikan makan tiba-tiba menjadi besar. Tidak demikian, jadi nilai-nilainya mulai berubah pula. Mungkin sebelum itu dia adalah seorang pekerja yang sangat menekankan hasil akhir, tapi sekarang dia di rumah mengurus anak, yang penting bukan lagi hasil akhir tapi prosesnya itu sendiri dan gaya bahasanya juga tidak lagi terlalu langsung. Misalkan suaminya bekerja di tempat yang berbeda di mana ada hirarki, dimana kalau ada apa-apa dicoba diselesaikan dengan seefisien mungkin, bicara selangsung mungkin. Nah bertahun-tahun kemudian setelah menikah berbicara dengan istrinya, istrinya bicaranya tidak langsung suaminya akan terganggu. Dan suaminya akan berkata, "Kenapa kamu ngomongnya mutar-mutar, kalau ngomong to the point, apa yang ingin kamu sampaikan?" Nah si istri merasa diserang akhirnya muncullah konflik. Atau pekerjaan kita misalkan pekerjaan yang menuntut kita untuk menghitung dengan sedetail-detailnya, mungkin saja kita sebelumnya tidak seperti itu tapi karena kita bekerja sebagai seorang akuntan, kita dituntut menghitung sedetail-detailnya dan kita mempertanggungjawabkan laporan itu. Nah tanpa disadari mulailah menjadi seseorang yang sangat detail dan berhati-hati. Mengecek lagi, mengecek lagi sehingga di rumah pun begitu, kalau mau mengambil keputusan kita akan mengulang-ulang lagi, mengecek lagi; pasangan kita akhirnya jengkel dan berkata, "Kamu kok tidak maju-maju, dari tadi mengambil keputusan kok mempertimbangkan, mempertimbangkan lagi kapan langsungnya." Kita mesti menyadari dampak pekerjaan atas diri kita sebab kita hidup dalam pekerjaan itu dan kita melakukan pekerjaan itu dan perlahan-lahan jiwa pekerjaan itu mulai pindah masuk ke dalam diri kita pula.

ET : Atau sebaliknya juga Pak Paul, seseorang yang bekerja sebagai sales, penjual yang sepanjang hari harus banyak berbicara, atau profesi-profesi yang banyak berbicara, pendekatan kepada orang kemudian pulang mungkin sudah capek tidak mau berbicara, nah istri mengatakan, "Lho mau berbicara kepada banyak orang tapi kepada saya tidak mau berbicara lagi."

PG : Betul itu bisa terjadi sebab memang sudah lelah berbicara di luar, jadi di rumah dia tidak ingin lagi berbicara. Dengan kata lain ada pengaruhnya pekerjaan itu terhadap dirinya, baik itu engaruh dia ingin menjadi sama-sama atau pengaruh dia ingin lepas dari situasi pekerjaannya sehingga tetap dia menjadi seseorang yang berbeda.

Mungkin sekali sebelum dia bekerja dulunya dia senang berbincang-bincang dengan pasangannya, sering ngobrol, tapi sekarang tidak ada lagi energi untuk ngobrol sehingga yang dia inginkan begitu sampai di rumah adalah tidak berbicara sama sekali dengan pasangannya.
GS : Pak Paul, katakan itu sudah disadari tetapi tindakan konkret apa yang harus dilakukan oleh pasangan suami-istri itu?

PG : Kita juga mesti menyadari juga bahwa bukan saja pekerjaan itu memberi dampak kepada kita, tapi lingkungan atau teman-teman, mitra kerja kita juga memberi dampak kepada kita. Nanti ini aka sangat berkaitan dengan apa yang bisa kita lakukan.

Ini yang ingin saya katakan, pekerjaan tertentu itu menarik tipe-tipe orang tertentu. Ada pekerjaan-pekerjaan yang tadi saya berikan contoh yang menuntut orang untuk hati-hati. Nah akhirnya yang bekerja dalam pekerjaan itu orang-orang yang memang berorientasi pada detail dan sangat berhati-hati dengan jumlah atau angka. Bayangkan kalau dalam satu perusahaan itu semuanya seperti itu yaitu berhati-hati, berarti masing-masing saling mengasah, menjadi orang yang lebih berhati-hati. Atau satu perusahaan penuh dengan tipe-tipe 'entrepreneur' yang berani mengambil risiko, kumpul misalnya 10 orang dengan jiwa yang sama, mereka berkumpul 5 tahun, 5 tahun kemudian kemungkinan besar mereka akan lebih berani, lebih bersifat 'entrepreneur' dibandingkan 5 tahun sebelumnya. Karena masing-masing teman itu akan saling mengasah, sebab itulah yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Itu sebabnya kita mesti menyadari bahwa lingkungan akan membuat kita juga berubah, cara bicara kita akhirnya lebih segelombang dengan teman-teman di tempat pekerjaan. Kita membicarakan dengan konsep pikir yang sama, titik berangkat kita sama sehingga komunikasi juga lebih lancar. Nah waktu kita pulang ke rumah kita berbicara dengan pasangan kita, kita menemukan betapa sulitnya mentransmisikan, memindahkan pengertian ini kepada pasangan kita kenapa dia tidak mengerti-mengerti. Betul sekali karena memang konsep atau pola pikirnya tidak sama dengan rekan kerja kita. Langsung kita menyadari bahwa ternyata kita sudah mulai berubah, dibentuk oleh pekerjaan dan mitra dalam kerja kita itu, jadi kita harus sadari dampak itu. Dan yang kedua adalah kita mesti menemukan cara bagaimana berbicara atau berkomunikasi dengan pasangan kita.
GS : Hal itu mungkin lebih diperparah; zaman sekarang ini meskipun kita di rumah masih disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan di kantor, jadi seolah-olah rumah itu menjadi kantor cabangnya tempat kita kerja. Nah ini makin sulit orang melepaskan diri dari pengaruh itu, Pak Paul?

PG : Betul sekali, bukankah sering terjadi misalkan si suami sudah di rumah tapi tetap di meja kerjanya, di dalam kamar. Istrinya akan tidur mengajaknya bicara, suaminya berkata, "Maaf, janganganggu dulu saya lagi sibuk."

Memang itu adalah kantor di rumah, benar-benar itu menjadi 24 jam, misalkan dia di tempat pekerjaannya berbicara dengan rekannya langsung memberikan instruksi atau apa, kalau tidak hati-hati di rumah pun berbicara dengan pasangannya dia menggunakan nada dan gaya instruksi. Pasangannya di rumah akan terkejut dan jengkel, "memangnya saya stafmu, saya bukan stafmu, saya tidak mau disuruh-suruh begitu." Nah pasangannya yang satu berkata, "Apa salahnya menyuruh seperti itu 'kan supaya beres pekerjaannya." Tapi yang tidak dia sadari adalah nada bicara, dia sudah mengadopsi nada bicara di kantor waktu dia sedang memberikan instruksi kepada bawahannya, jadi akhirnya muncullah konflik-konflik seperti itu.

ET : Jadi bisa terbayangkan rasanya sekarang kalau setelah sekian lama pasangan-pasangan yang hidup dalam pola seperti ini akhirnya sampai pada suatu kesimpulan, "wah komunikasi kami sudah tida nyambung, kami sudah tidak cocok lagi terlalu banyak perbedaan."

Padahal sebenarnya karena hal ini, belum tentu karena kepribadian yang berbeda atau bagaimana.

PG : Betul, dan belum tentu karena ada masalah yang besar. Dan bukankah ini yang sering terjadi dalam rumah tangga kita. Kalau kita cari-cari tidak ketemu masalahnya apa, sebesar apa masalahna tapi tidak ketemu.

Dan memang tidak ada, yang terjadi sebetulnya adalah tanpa disadari kita itu makin terbelah, kita makin hidup di dunia yang berbeda yang menuntut kita berpola pikir berbeda, bergaya komunikasi berbeda pula. Jadi memang sebetulnya tidak ada masalah yang serius, hanyalah karena perbedaan ini.

ET : Biasaya yang terjadi kemudian pasangan yang di luar itu atau katakanlah yang biasa memerintah atau yang biasa disiplin, secara sadar atau tidak sadar seperti menuntut pasangannya untuk menesuaikan.

Ini bagaimana Pak Paul?

PG : Betul sekali, itu yang sering terjadi Ibu Ester. Misalkan dia itu harus disiplin, benar-benar di dalam pekerjaan itu hidup dengan jarum jam, jam berapa melakukan apa, setiap menit harus dpakai karena itulah yang dituntut dalam pekerjaannya.

Tanpa disadari nilai-nilai hidupnya dan cara berpikirnya berubah pula seperti itu, waktu dia di rumah melihat, "kenapa barang ini harusnya di sini kok di situ, kenapa ini dikerjakannya berulang-ulang, kenapa tidak panggil orang." Dia akan malu, dan akan berkata, "Kenapa kamu tidak kerjakan itu," nah yang di rumah jadinya tersinggung dan marah. Yang memberitahukan juga marah, sebab yang memberitahukan juga berkata, "Saya berniat baik, saya ingin menolong kamu menjadikan tempat ini lebih mudah diatur, menjadikan cara kerja kamu lebih efisien sehingga lebih produktif." Tapi yang di rumah berkata, "Saya tidak perlu produktif-produktif, di rumah dari sekarang dan besok akan terus sama. Anak selama 3 hari kecil badannya juga hampir sama, makannya hampir sama dan sebagainya, jadi dia akan sangat tidak nyaman.
GS : Tapi itu bukankah semacam perang pengaruh, kalau si suami dominan apakah si istri tidak terpengaruh juga dengan pola kehidupan si suami atau sebaliknya?

PG : Biasanya memang akan ada saling mempengaruhi, biasanya masing-masing berusaha untuk bisa menyesuaikan. Misalkan karena suaminya sangat efisien dan meminta dia untuk seefisien itu perlahanlahan dia juga akan mencoba untuk mengikuti irama suaminya dan sebaliknya juga bisa.

Namun satu hal yang ingin saya tawarkan adalah yang harus kita targetkan bukan kita berubah, seperti yang diharapkan oleh pekerjaan kita. Saya justru mau menawarkan satu solusi yaitu kita kembali kepada gaya hidup semula, gaya komunikasi semula. Jadi benar-benar kalau sampai kita menyesuaikan diri, itu adalah bonus. Tapi yang kita tuntut sebetulnya jangan perubahan itu, yang harus kita tekankan adalah sewaktu di rumah kita mencoba untuk menanggalkan baju-baju kerja kita, cara-cara kerja kita, itu kita tanggalkan. Kita benar-benar kembali menggunakan pola komunikasi yang dulu yang pernah kita kenal.
GS : Itu yang sulit Pak Paul, karena orang itu akan merasa bahwa dia menjadi dua pribadi yang berbeda.

PG : Menurut saya seseorang sebenarnya harus membelah dirinya sebab kalau dia tidak membelah dirinya tapi malah menuntut pasangannya jadi seperti dia, saya takut yang terjadi adalah kebalikanna justru akhirnya sering berkelahi dan bukannya terjalin jembatan malahan mereka membakar jembatan di antara mereka.

ET : Tapi kalau menggunakan pola lama atau gaya yang lama bukankah kadang-kadang buat yang merasa sudah lebih maju seperti sebuah kemunduran, jadi tidak rela kalau harus mengambil satu langkah e belakang.

PG : Tapi bukankah yang menyatukan kita berdua pada awalnya adalah cara bicara yang lama itu, bukankah gaya bicara kita yang lama itu yang telah menyatukan kedua hati kita. Sebagai contoh, buknkah pada waktu kita masih berpacaran kita bisa berbicara berjam-jam, kenapa setelah menikah tidak bisa lagi.

Dan kita langsung menganggap itu buang waktu, tidak ada tujuannya, berbicara seperti ini mana buahnya atau mana hasilnya. Waktu kita berpikir begitu yakinlah bahwa kita sebetulnya telah dibentuk dan telah menerima atau menyerap jiwa pekerjaan kita yang kita serap dari luar. Dan kita sekarang menuntut pasangan kita untuk menjadi seperti kita yang telah dibentuk oleh pekerjaan kita. Nah menurut saya kalau dua-dua seperti itu maka tabrakanlah yang akan terjadi setiap hari di rumah, jadi saya kira dua-dua harus berusaha menanggalkan baju kerjanya dan kemudian mencoba untuk berkomunikasi kembali dengan cara-cara yang lama atau yang biasa itu.
GS : Tapi mungkin itu lebih mudah dilakukan kalau kita mempertahankan pola yang lama ketika berpacaran dan membiarkan pola yang baru itu hanya di tempat kerja daripada kembali lagi ke lama itu agak sulit, Pak Paul?

PG : Jadi dengan kata lain begitu kita pulang ke rumah kita harus benar-benar menyadari bahwa sekarang kita tidak lagi berada di teritori kerja. Saya harus memperlakukan keluarga saya, orang-oang di rumah saya dengan berbeda.

Soalnya ini dirasakan pula oleh anak, berapa banyak anak-anak yang menderita akibat perlakuan orangtua yang menuntut mereka hidup seperti orangtua mereka di tempat pekerjaan. Kalau di tempat pekerjaan untuk berdisiplin, mereka menuntut anak-anak juga hidup berdisiplin tinggi, mereka dituntut tanpa salah karena pekerjaan mereka menuntut kesempurnaan, di rumah pun mereka mewajibkan pasangan dan anak-anak hidup tanpa salah atau sempurna sekali. Kasihan sekali, jadi di rumah kita harus menanggalkan baju kerja kita, jadilah diri yang semula, jadilah diri yang dikenal oleh pasangan kita. Dan jangan perlakukan anak kita atau pasangan kita sebagai rekan kerja atau staf bawahan kita.

ET : Tadi Pak Gunawan juga sempat memunculkan tentang yang mempunyai usaha di rumah, nah ini bagaimana apakah bisa ada satu tips yang lebih konkret? Karena itu 'kan susah juga misalkan ada kantor di rumah yang hanya beda pintu itu sudah rumah, kembali ke sini kantor, bagaimana memisahkan gaya sehari-harinya?

PG : Nah itu memang bisa terjadi dua arah, gaya bicara di rumah di bawa ke kantor karena terlalu dekat. Tapi setidak-tidaknya saya harus akui kalau bekerja dalam letak geografis yang berdekata dan seringnya terjadi komunikasi pada waktu bekerja, perbedaan itu akan mengecil.

Tapi suami-istri yang bekerja dalam satu perusahaan itu juga mempunyai masalahnya sendiri, yaitu masalah di tempat pekerjaan dicampurkan dengan masalah di rumah. Masalah di rumah dicampurkan dengan masalah pekerjaan. Kalau di rumah kita lagi jengkel dengan pasangan kita dia sepertinya egois, kita bawa ke pekerjaan kita anggap dia sama egois. Di rumah kita melihat pasangan kita pandangannya kurang luas, di tempat pekerjaan kita juga tuduh dia wawasannya sempit, jadi akhirnya tercampur-campur. Jadi bekerja dalam satu perusahaan yang sama sering kali mempunyai masalahnya sendiri. Yang satu merasa, "saya kepala keluarga," tapi di tempat pekerjaan pasangannya berkata, "saya kepala perusahaan, sebab saya lebih tahu perusahaan ini daripada kamu." Bertengkar lagi, jadi memang sebisanya menurut saya tidak bekerja dalam perusahaan yang sama. Tidak bisa dihindari kebanyakan kita akan bekerja di dua tempat yang berbeda, itu tidak apa-apa yang penting waktu di rumah tanggalkan jubah kerja dan jadilah diri yang semula.
GS : Kadang-kadang memang sekalipun di perusahaan yang sama biasanya pihak perusahaan akan memisahkan mereka dalam dua departemen yang berbeda.

PG : Betul sekali, mungkin perusahaan juga menyadari ini ada potensi konflik, mencampuradukkan rumah dengan pekerjaan.

GS : Yang sulit lagi itu kalau orang ini mempunyai kegiatan atau pelayanan di gereja, dia harus mengubah pula caranya berkomunikasi, ini suatu bentuk komunikasi yang berbeda lagi Pak Paul?

PG : Dalam pelayanan harus lebih sabar.........

GS : Ya, tidak bisa diterapkan yang di pekerjaan atau di rumah karena dua-dua tidak cocok. Ini sebenarnya menjadi lebih sulit.

PG : Betul, tapi saya kira sebisanya aslinya kita itu kita pertahankan kecuali aslinya kita itu memang buruk, kita sering mengumpat, sedikit-sedikit marah, mengamuk. Nah asli yang itu yang hars dibuang, tapi kalau aslinya kita baik itu yang harus kita pertahankan.

GS : Mungkin perlu sikap yang lebih rileks kalau kita sudah di rumah, jadi tidak tegang seperti di perusahaan atau membawa ketegangan itu ke dalam rumah.

PG : Betul, sekali kita mesti menyadari semua ini sebab kita sudah melihat betapa banyaknya korban berjatuhan akibat tidak bisa memisahkan pekerjaan dan rumah tangganya.

GS : Dan ada banyak orang yang kehilangan gairah di rumah karena di kantor atau di tempat kerja sudah tersalurkan kegairahannya itu, apakah memang seperti itu?

PG : Betul, ada orang-orang tertentu dalam daftar prioritasnya pekerjaan itu menempati tempat teratas, paling berharga, paling penting buat dia dan keluarga di nomorduakan. Menurut saya itu keiru, kita harus menomorsatukan Tuhan di atas segalanya, terus kita harus memperhatikan orang yang paling dekat dengan kita yaitu keluarga kita, baru setelah itu adalah pekerjaan.

GS : Bagaimana firman Tuhan berbicara mengenai hal ini?

PG : Saya akan ambil dari Lukas 6:38, "Berilah dan kamu akan diberi..." coba kita praktekkan firman Tuhan ini. Sewaktu di rumah berilah, artinya berilah diri kita yang asli, tanggalkanlah juba pekerjaan kita, kita mengalah.

Kita jangan menuntut pasangan menjadi seperti kita, kalau dua-dua mengalah, dua-dua menanggalkan jubahnya masing-masing maka dua-dua akan menerima. Maka firman Tuhan berkata, "Berilah dan kamu akan diberi..." Nah orang yang banyak memberi dia juga akan banyak menerima.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, terima kasih Ibu Ester dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Antara Pekerjaan dan Rumah". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



7. Pekerjaan yang Cocok 1


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T204A (File MP3 T204A)


Abstrak:

Ada orang yang dengan mudah mengetahui jenis pekerjaan yang disukainya namun ada sebagian orang yang mengalami kesukaran menentukan bidang pekerjaannya. Untuk memahami bidang yang cocok, disini kita akan mengenal 11 teori perkembangan karier.


Ringkasan:

Ada orang yang dengan mudah mengetahui jenis pekerjaan yang disukainya namun ada sebagian orang yang mengalami kesukaran menentukan bidang pekerjaannya. Untuk memahami bidang yang cocok, ada baiknya kita mengenal teori perkembangan karier.

  • Karier berkembang mulai dari saat anak berusia sekitar 2 tahun. Pada masa itu anak mulai mengeksplorasi lingkungan (dengan merangkak dan memasukkan benda ke mulutnya) dan mengeksplorasi kemampuannya (memanjat atau mulai menggambar). Kebebasan yang disertai pengawasan akan memberi ruang gerak kepada anak untuk mengembangkan rasa percaya diri. Jadi pada masa balita, peran serta orangtua sangat penting untuk menumbuhkan inisiatif dan kemandirian anak. Orangtua yang terlalu membatasi akan menumpulkan inisiatif anak dan melemahkan kemandiriannya.
  • Tatkala anak memasuki usia sekolah, bermain menjadi bagian penting dalam perkembangan karier anak. Tipe permainan atau aktivitas yang disukai anak sering kali mencerminkan karier anak di masa dewasa. Bermain juga merupakan cikal bakal bekerja sebab baik bermain maupun bekerja berbagi etos yang serupa. Dalam bermain kita harus tenggang rasa, saling tolong, kreatif, dapat memecahkan problem dan mengatasi tantangan guna mencapai tujuan bersama-kualitas yang dituntut dalam bekerja. Jadi, kesempatan bermain merupakan waktu yang penting dan bermanfaat bagi anak. Jika anak kehilangan waktu bermain, ia akan kehilangan kesempatan mengembangkan etos bekerja bersama.
  • Pada masa remaja, anak terjun ke dalam kehidupan bersama teman dan di sinilah keterampilan menjalin dan mempertahankan relasi diasah. Bila anak kehilangan kesempatan bergaul, besar kemungkinan ia akan kehilangan kesempatan mengembangkan kesanggupan berelasi-sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan karier karena bukankah semua lapangan kerja menuntut adanya kemampuan untuk menjalin dan menjaga relasi.
  • Pada masa remaja anak pun mulai mengenali minat serta kemampuan dan ketidakmampuannya lewat pendidikan yang ditempuhnya. Jika sampai saat remaja anak tetap tidak tahu apa minat dan kemampuannya/ketidakmampuannya, besar kemungkinan ia akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan kariernya. Pada fase remaja sebaiknya anak diberi kesempatan mengenal pelbagai jenis perkerjaan serta tuntutannya. Pengenalan ini akan membantunya melihat dirinya dengan lebih jelas di dalam lingkup pekerjaan itu.
  • Baik pada masa anak maupun remaja, exposure dini terhadap jenis pekerjaan tertentu akan mempengaruhi perkembangan karier, apalagi bidang tersebut menjadi bidang yang akhirnya dikuasai dengan baik.
  • Juga, pada masa anak dan remaja, peran panutan sangat besar dalam pemilihan karier karena ada kaitan antara pemilihan karier dan panutan di mana kita cenderung memilih karier yang dipilih oleh panutan kita.
  • Dalam menentukan karier, sedapatnya kita memilih karier yang merupakan perpanjangan sekaligus ekpresi diri. Dengan kata lain, pilihan karier serasi dengan kepribadian kita.
  • Adakalanya karier merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan emosional. Ini tidak salah namun dapat mengaburkan bakat semula. Jadi, penting bagi kita untuk mengenal diri dan kebutuhan dengan tepat.
  • Jika diperhadapkan dengan pilihan antara kesukaan dan kemampuan, kita memilih kemampuan. Sudah tentu idealnya kita dapat menggabungkan keduanya namun bila pilihan itu tidak ada, sebaiknya kita memilih kemampuan daripada memilih sesuatu yang kita sukai namun tak dapat kita lakukan. Pertajamlah kemampuan yang sudah ada terlebih dahulu, baru-bila ada kesempatan-kita mengasah kemampuan yang lemah namun kita sukai. Dengan kata lain, kita membangun karier di atas realitas, bukan angan-angan.
  • Alih karier bukanlah sesuatu yang tidak lazim. Adakalanya kita memilih karier atas dasar kebutuhan (ekonomi atau emosi), namun setelah kebutuhan terpenuhi kita pun merasa resah. Di saat itulah kita mulai mempertimbangkan alih karier dan biasanya ada dua kemungkinan: (a) jika sebelumnya kita memilih yang sesuai kebutuhan sekarang kita memilih karier yang sesuai minat dan kemampuan atau (b) kita melihat adanya kebutuhan mendesak dan kita terpanggil untuk memenuhinya.
  • Di luar itu semua ada sesuatu yang turut mempengaruhi karier yakni kesempatan. Tuhanlah yang memberi kesempatan dan kadang itu tidak diberikannya. Kadang maksud-Nya adalah melatih kita untuk siap melakukan tugas yang akan Ia embankan pada kita. Adakalanya Ia menutup kesempatan karena Ia tahu bahwa kita dapat merugikan orang atau diri sendiri. Kadang Ia menarik kesempatan karena Ia ingin mengalihkan kita ke suatu bidang yang lain. Pada intinya kita tidak selalu tahu rencana Allah; jadi tugas kita hanyalah melakukan tanggung jawab atau bagian kita. Terimalah porsi yang Ia tetapkan untuk kita dengan penuh syukur. Yusuf berkata kepada saudaranya," Janganlah takut sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. (Kejadian 50:19-20)

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama dengan ibu Ester Tjahja. Kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pekerjaan yang Cocok". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, harapan dan kebutuhan, itu tentu menjadi idaman hampir semua orang. Ada seorang pendengar setia acara Telaga yang menanyakan apa dan bagaimana mendapatkan pekerjaan yang cocok itu Pak Paul.

PG : Saya setuju dengan pengamatan yang Pak Gunawan kemukakan, saya kira semua mengharapkan bisa memperoleh pekerjaan yang cocok. Masalahnya adalah pertama-tama bagaimana kita mengetahui pekeraan yang cocok itu apa.

Saya kira ada baiknya sekarang kita memulai dengan melihat tentang konsep karier itu sendiri. Karier itu sebetulnya bukanlah pekerjaan atau jabatan. Karier adalah sebuah rumpun, sebuah kelompok; di dalamnya itu terkumpul pekerjaan-pekerjaan yang sejenis. Biasanya kita dikaruniakan Tuhan satu jalur karier, namun adakalanya kita juga dianugerahkan Tuhan lebih dari satu jalur karier. Penting bagi kita untuk mengetahui jalur karier kita sehingga pada waktunya kita bisa memilih bidang yang sesuai dengan jalur karier yang kita sudah miliki. Untuk bisa mengetahui jalur karier itu ada hal-hal yang mesti kita lakukan dan terutama saya ingin mengingatkan kepada orangtua betapa pentingnya peran orangtua nantinya dalam perkembangan karier si anak.
GS : Jadi pekerjaan dan karier itu beda Pak Paul?

PG : Dibedakan, karena pekerjaan itu lebih merupakan sebuah satuan kerja, misalkan kita bisa mempunyai jalur karier yang disebut konvensional, di mana di dalam jalur-jalur konvensional itu kitamengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih bersifat sekretariat; sekretaris, yang menyusun, menata, mengorganisir dan sebagainya.

Nah dalam kelompok itu atau dalam jalur karier itu ada banyak sekali jenis pekerjaan yang bisa termasuk di dalamnya. Atau misalnya jalur karier intelektual atau science, di dalam kelompok itu ada begitu banyak jenis pekerjaan; misalkan kedokteran, farmasi dan sebagainya. Jadi pekerjaan-pekerjaan itu adalah manifestasi dari karier itu sendiri. Dan memang bisa sangat berjumlah banyak, maka di dalam ilmu karier ada yang membagi dalam 6 atau ada yang membagi juga dalam 8 kelompok karier. Tadi saya sudah sebutkan dua yaitu yang konvensional, ada science, sosial-berarti kita enak bergaul dengan orang dan menikmati pekerjaan yang melibatkan manusia, menolong manusia, memberikan jasa kepada manusia. Ada juga kelompok bisnis; kita senang entrepreneur, mengambil risiko, mengatasi tantangan, membuka sebuah peluang baru, menjual ide, menawarkan barang, memasarkan. Kelompok organisasi, di mana kita belajar untuk mengatur, mengelola, menata baik itu benda maupun manusia; ada juga jalur teknologi-kita senang dengan tangan mengotak-atik mesin, hal-hal yang lebih bersifat keterampilan praktis. Ada juga jalur alam terbuka; kita senang bekerja di ruang terbuka misalnya di perhutanan, biologi, itu bagian-bagian yang lebih bersifat alam terbuka. Ada lagi bagian science, ada lagi bagian general culture atau kebudayaan umum misalkan mengajar atau menjadi pendeta-rohaniwan dan yang terakhir adalah jenis seni dan kreatifitas. Misalkan seniman atau bidang-bidang yang memang memerlukan kemampuan imajinasi yang tinggi.
GS : Karena begitu banyaknya jenis pilihan ini lalu orang menjadi bingung untuk menentukannya atau bagaimana Pak Paul?

PG : Sering kali begitu Pak Gunawan, sebab memang adakalanya kita itu bisa kuat dalam satu, cukup kuat dalam bidang yang lain dan lumayan kuat dalam bidang yang satunya lagi. Nah itu yang kadag-kadang membuat kita sedikit bingung, namun kita perlu menyadari kelompok pekerjaan tersebut atau kariernya.

Nanti dalam karier itu kita bisa melihat kesempatan yang Tuhan bukakan dan barulah kita masuk ke satuan-satuan pekerjaan itu sendiri.
GS : Sebenarnya itu sejak kapan seseorang itu bisa mulai dibimbing atau menentukan kariernya Pak?

PG : Sesungguhnya karier itu berkembang sejak anak sangat kecil yaitu usia sekitar 2 tahunan. Pada masa itu biasanya anak-anak mulai mengeksplorasi lingkungan; dia merangkak, dia memasukkan beda ke mulutnya, dia mau tahu apa itu dia merasakan lewat mulutnya.

Dan mengeksplorasi kemampuannya, menguji kemampuannya misalnya dengan memanjat. Atau mulai menggambar-gambar di tembok atau di kertas; dia ingin melihat kemampuan atau menguji kemampuannya. Kalau orangtua memberikan kebebasan, sudah tentu ada pengawasan tapi kalau diberikan kebebasan kepada si anak, ini akan memberikan ruang gerak pada si anak untuk mengembangkan rasa percaya dirinya, karena ia dia merasa dipercaya, dia boleh mengeksplorasi semua itu. Kebalikannya, kalau orangtua sedikit-sedikit melarang, "Ini tidak boleh, nanti kamu jatuh, itu tidak boleh." Akhirnya si anak tidak mempunyai kepercayaan, diri untuk berani mengeksplorasi lingkungannya. Nah ini menjadi tahap yang penting untuk menumbuhkan inisiatif dan kemandirian. Dan kita tahu inisiatif dan kemandirian, pada akhirnya dua komponen yang berpengaruh besar dalam etos kerja, dalam nantinya mencari pekerjaan dan sebagainya. Dengan kata lain disinilah sebetulnya dimulai proses perkembangan karier si anak; dimulai dengan pengembangan inisiatif dan kemandiriannya.

ET : Apakah itu juga berarti dari usia bayi sampai 2 tahun itu orangtua sudah mulai mendeteksi nanti ke depan minatnya apa, begitu Pak Paul?

PG : Belum, pada usia-usia awal memang kita itu tidak masuk langsung ke bidang karier yang spesifik. Kita pada dasarnya menumbuhkan prasarananya si anak untuk nanti mengembangkan kariernya. Dngan kata lain si anak perlu mempunyai kerangka-kerangkanya dulu, nanti di atas kerangka itulah dibangun informasi yang lebih jelas lagi, bahwa ini kariernya.

Tapi untuk sampai ke sana harus melewati anak tangga yang di bawah dulu, anak tangga yang di bawah itu adalah keberanian, kepercayaan diri untuk mengeksplorasi lingkungan-ini yang akan menumbuhkan inisiatif dan kemandiriannya. Dengan kata lain, kalau si anak tidak mendapatkan atau tidak mengembangkan inisiatif atau kemandirian di masa kecil ini, ini nanti akan mengganggu proses perkembangan dirinya dan juga perkembangan kariernya. Tidak bisa tidak ini akan mempengaruhi. Hal-hal yang seharusnya dia coba untuk dia ketahui, dia tidak berani coba; padahal itulah bagiannya atau bidangnya. Tapi karena dia tidak pernah berani, dia selalu ketakutan, dia tidak pernah tahu. Disuruh ini atau diberi kesempatan itu tidak mau, akhirnya tidak tahu apa-apa-nah ini akan menghambat sekali. Atau dia tahu dia mempunyai kemampuan ini, tapi tidak pernah berani untuk memakainya sehingga dia diam, dia simpan, tidak pernah dia gunakan-akhirnya kariernya atau diri yang nanti mengetahui karier tersebut akhirnya tidak pernah bertumbuh juga. Jadi penting sekali anak tangga yang di bawah ini supaya nanti di atasnya si anak bisa membangun konsep yang lebih jelas akan kariernya itu.

ET : Soalnya kadang-kadang banyak orang beranggapan, "Ah........2 tahun bisa apa, tahu apa," begitu Pak Paul. Tidak sedikit orangtua yang berharap anaknya tidak macam-macam, tidak mengeksplor acam-macam tapi lebih yang tenang, yang baik-baik, kadang-kadang berharapnya seperti itu.

PG : Kalau memang anak itu bawaannya diam, tenang, ya tidak apa-apa tapi kalau anak itu bawaannya lebih aktif, mau mengeksplorasi; di saat itulah orangtua memang sebaiknya memberikan pengawasansekaligus kebebasan sehingga dia bisa mengembangkan kemampuannya, dan juga apa-apa yang dia telah peroleh itu pada masa dua tahun nantinya akan sangat mengokohkan dirinya.

ET : Jadi bukannya dibatasi untuk menjadi diam itu ya?

PG : Betul.

ET : Saya menjadi ingat akan hal ini, kalau budaya atau tradisi Jawa waktu anak mulai bisa berjalan ada upacaranya. Disediakan banyak barang, kemudian anak disuruh milih. Misalnya anak itu miih buku-wah....anak

ini nanti akan menjadi apa, pendidikannya baik; jadi sepertinya sebuah prediksi ke depannya.

PG : Dan saya kira di sana memang terkandung harapan orangtua, yang sudah tentu barang-barang yang ditaruh adalah barang-barang yang nantinya anak akan pilih. Di sana terkandung harapan orangta terhadap anaknya, dan tidak apa-apa.

Nanti kita juga akan membahas pengaruh orangtua yang lebih langsung dalam perkembangan karier anak. Tapi apakah dengan memilih itu pasti si anak akan menjadi misalnya pelajar atau ilmuwan, bukankah belum tentu.
GS : Memang pilihan anak itu belum berdasarkan pilihan yang sesungguhnya, artinya yang dia pikirkan. Itu mungkin hanya kebetulan dia meraih benda yang terdekat dengan dia. Tetapi sering kali juga itu berpengaruh pada orangtua sehingga orangtua akan mencoba mengarahkannya ke sana ke cita-cita yang baik. Tetapi tadi Pak Paul katakan orangtua harus memberikan rangsangan supaya anak itu bisa menggali sebanyak mungkin. Nah itu hal-hal apa yang bisa dilakukan oleh orangtua Pak Paul?

PG : Misalkan, mainan. Sebaiknya mainan itu bukan mainan yang sempit atau yang monoton, sebaiknya mainan yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk menggunakan tangannya. Daripda hanya melihat saja, silakan gunakan tangan, kakinya dan sebagainya.

Tuhan itu sudah mendisain kita untuk bisa hidup dengan sehat dalam lingkungan yang apa adanya. Tuhan tidak pernah mendisain manusia hanya seolah-olah bisa berkembang dengan baik kalau disediakan alat-alat atau barang-barang yang mutakhir. Tidak demikian, bahkan dalam alam yang sangat bersahaja kalau saja anak itu diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungannya dia akan tetap mengalami pertumbuhan. Akan terjadi rangsangan pada otaknya dan tidak harus dengan barang-barang yang mahal atau mutakhir. Barang-barang yang biasa atau hal-hal yang bersifat alamiah, itu pun sudah sangat cukup untuk bisa mengembangkan diri si anak. Sebab yang si anak perlukan bukannya barang-barang yang berteknologi tinggi atau yang mahal itu, yang dia perlukan adalah dia bisa menggunakan tangannya, matanya, kakinya, telinganya, dia bisa mencium, itulah yang sangat dia perlukan. Dan dia memerlukan ruang untuk bisa mengeksplorasi lingkungannya itu.
GS : Saya juga ingat dulu waktu masih kecil juga main dari kulit jeruk itu juga sudah puas sekali.

PG : Betul, dan memang tidak harus membeli mobil-mobilan yang harganya satu juta. Buat si anak, mobil-mobilan yang satu juta dan kulit jeruk itu dampaknya pada si anak itu sama.

GS : Tetapi masalahnya bagaimana orangtua itu mendampingi dan membimbing anak untuk bisa mengerti menggunakan itu semua.

PG : Betul, dan itu sebetulnya yang terlebih penting daripada benda, mainan, yaitu pembimbingan dari orangtua itu sendiri.

GS : Nah bagaimana kalau anak ini mulai masuk sekolah?

PG : Pada masa sekolah, anak-anak sudah mulai berusia 5 tahunan; main menjadi bagian yang penting dalam perkembangan kariernya. Tipe permainan atau aktifitas yang disukai anak sering kali mencrminkan karier si anak di masa dewasa.

Maksud saya begini, pada waktu anak usia sekitar 5 tahun-10 tahun, 11 tahun, dia akan mengeksplorasi berbagai jenis permainan. Jarang anak itu tiba-tiba satu saja dan langsung suka, kebanyakan anak-anak sesuai dengan perkembangan usianya akan memilih berbagai jenis permainan. Pada usia 5 tahun main apa, 6 tahun main apa, 7 tahun main apa dan sebagainya. Sebetulnya nanti kita bisa mulai melihat anak-anak itu akan memilih permainan yang mempunyai tema yang sama. Tanpa dia sadari sebetulnya dia sudah mulai mengarahkan diri ke karier yang memang Tuhan telah sediakan untuk dia. Misalkan ada anak yang sangat senang dari kecil main petak umpet-mencari orang yang bersembunyi. Misalkan setelah anak itu berusia 11, 12 tahun yang dia sukai adalah permainan game yang mengandung unsur misterinya. Sebetulnya pada usia 5 sampai 12 tahun, tema permainannya akan sama. Di samping tema yang sama sudah tentu ada hal-hal yang lain yang dia mainkan yang dia bisa juga, tapi yang benar-benar dia sukai kalau dipikir-pikir dia akan temukan temanya. "O...ya saya suka tema misteri", dengan kata lain anak ini akan memasuki bidang yang sangat memerlukan aktifitas intelektual untuk mencari tahu penyebab, dan tidak nyaman dengan sesuatu yang langsung dicekoki; dia mau berpikir. Nanti bidang-bidang yang dia geluti adalah bidang-bidang yang memang menuntutnya untuk berpikir. Kalau rutin, sama, manual hari lepas hari begitu-begitu saja, dia paling tidak bisa. Tapi ada juga anak yang memang dari kecil kelihatan dia senang dengan permainan yang banyak sekali tantangannya yang menggunakan kekuatan fisik. Bisa jadi dari permainan-permainan itu kita akan bisa melihat bahwa pekerjaan yang dia sukai adalah pekerjaan yang penuh dengan tantangan. Dan yang juga nanti memerlukan mobilitas yang tinggi. Dia harus sering pergi ke sana - sini, menghadapi masalah di sini-selesaikan, menghadapi masalah di sana-selesaikan, nah kita akan mulai melihat tema-tema itu. Jadi masa bermain atau permainan apa yang dimainkan anak memang sangat penting.

ET : Tapi kadang-kadang itu mengikuti trend juga Pak Paul, maksudnya kalau anak-anak sekarang lagi trendnya main apa. Misalnya sekarang berkaitan dengan yang sifatnya elektronik; playstation, omputer game, rasanya semua anak mainnya ke sana.

Ini bagaimana Pak Paul?

PG : Memang ada pengaruh trend, sudah tentu. Jadinya kalau sekarang permainan video game yang lagi populer, memang main video game. Tapi tidak semua anak senang main video game jenis yang sama. Kadang-kadang kita melihat ada anak-anak yang senang gamenya bersifat misteri, mencari, menemukan, tapi ada juga yang senang tembak-menembak, kejar-mengejar, action dan sebagainya. Dan kalau misalkan temanya itu sama, nanti akan terulang dalam jenis aktifitas yang berbeda. Pada usia ini dia senang main video game, mungkin pada usia yang berikutnya dia senang dengan permainan yang lain tapi kira-kira temanya akan sama juga. Jadi memang kita bisa melihat tema itu sering kali dipertahankan, walaupun ada masanya dia main-mainan tertentu tapi biasanya mainannya tidak akan bertahan lama dan akan memilih mainan yang lain tapi jenisnya akan sama. Kalau dia tidak suka lari-larian, tidak suka cape'-cape'an dia akan lebih senang mainan yang diam. Nantinya misalkan dia lebih senang mejadi sekretaris, dia lebih senang menjadi akuntan, tidak suka yang berkeringat, jadi memang kita akan mulai melihat tema-tema pada permainan anak itu.

GS : Setelah masa anak-anak itu dilewati dan ketika dia memasuki usia remaja, itu biasanya ada pergantian jenis permainan, apakah itu berpengaruh?

PG : Pada masa-masa remaja, anak ini mulai benar-benar terjun hidup dengan teman-temannya yang biasanya sebaya. Di sini keterampilan menjalin dan mempertahankan relasi diasah. Kenapa ini pentng sebab inilah benar-benar tali yang akan mengikat perkerabatan atau yang mengikat kerja sama.

Karena kita tahu bahwa ini penting dalam nanti bekerja sama. Nah ini dipupuk pada masa-masa remaja, mungkin dia mulai konflik, dia mulai menyelesaikannya, dia tidak suka dengan yang ini dia ngomong ke orang tersebut, dia merasa dia takut dia cerita dengan temannya. Nah dinamika pertemanan inilah yang nanti akan menjadi fondasi yang sangat penting dalam perkembangan karier si anak. Karena nanti dia akan harus bekerja sama dengan orang-orang lain. Nah kalau si anak kehilangan kesempatan bergaul seperti ini, tidak ada sosialisasi, ini akan berakibat buruk pada perkembangan karier si anak. Misalnya nanti dia akan susah bekerja sama dengan orang, kehendaknya harus selalu dituruti, dia tidak bisa megalah, dia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain; dia melihatnya hanya dari kacamatanya sendiri, ini hal-hal yang nanti akan menghancurkan perkembangan kariernya. Misalkan lagi, mempunyai kemampuan di satu bidang tapi gara-gara keterampilannya atau sosialisasinya sangat buruk akhirnya dia tidak bisa masuk ke bidang tersebut. Karena nantinya kita masuk atau keluar dalam sebuah bidang kerja itu tergantung pada penerimaan rekan-rekan kita; kalau rekan-rekan kita menolak kita meskipun kita mau maka kita tidak bisa masuk juga.

ET : Berbicara soal kehilangan, kalau misalkan kehilangan kesempatan untuk bermain di masa sebelumnya apakah itu juga bisa berdampak pada tahapan berikutnya?

PG : Sangat berdampak, karena bermain pada dasarnya akan menumbuhkan juga keterampilan si anak untuk bekerja. Maka ada teori dalam ilmu konseling karier yang mengatakan bahwa sebetulnya main aalah prototipe kerja-cikal bakalnya kerja.

Jadi orang yang memang bisa bermain dengan baik; bisa kerja sama, bisa tenggang rasa, bisa menyatukan visi sehingga bisa mencapai target secara bersama-sama; itu sebetulnya adalah keterampilan-keterampilan yang diperlukan sekali dalam bekerja. Jadi orang yang bisa bermain dengan baik disimpulkan nantinya juga akan lebih bisa bekerja dengan lebih baik pula. Tolong menolong untuk bisa mencapai tujuan yang sama, kreatifitas, mengembangkan permainan, memecahkan problem dalam permainan; itu semua keterampilan yang mutlak diperlukan dalam bekerja. Jadi sampai sekarang kita belum membicarakan bidang karier yang secara spesifik. Kita masih membicarakan kerangka-kerangkanya yang nantinya mendukung perkembangan karier selanjutnya.
GS : Apa yang dirintis sejak usia dua tahun atau sebelum itu, pada saat-saat remaja karena sudah mulai bersosialisasi, itu bisa berubah Pak Paul?

PG : Betul, maksudnya permainannya akan berubah tapi sebetulnya kita akan melihat nanti bidang karier itu akan mulai menampakkan diri di usia remaja. Karena biasanya si anak mulai mengenali miat dan kemampuannya dari pendidikan sekolah; dia mulai tahu apa yang tidak dia suka.

Misalkan mulainya dengan mengetahui apa yang tidak disukainya, perlahan-lahan waktu dia mulai tahu apa yang tidak disukainya dia juga mulai menemukan apa yang disukainya. Tapi jangan takut kalau anak remaja belum tahu pasti apa yang disukainya; sering kali anak remaja itu lebih tahu apa yang tidak disukainya. Kenapa tidak tahu apa yang disukainya, sebab pada masa-masa SLTA atau SMA atau SMU, belum semua bidang pekerjaan itu diperkenalkan sehingga ada waktu-waktu anak-anak tidak tahu. Sebab bukannya dia tidak tahu tapi memang belum ada pengenalan terhadap bidang pekerjaan tersebut. Mata pelajaran hanya sekitar 15, 16; jenis pekerjaan yang ada di luar ada berapa ratus, tidak mungkin sekolah bisa memperkenalkan semuanya. Jadi ada kalanya anak tidak tahu tapi itu wajar; yang penting dia mulai tahu jelas apa yang tidak dia sukai, apa yang tidak mampu dia lakukan. Nah ini menjadi dasar untuk dia nanti mengetahui apa yang disukainya dan apa yang mampu dia lakukan dengan baik pula.
GS : Di situ juga biasanya timbul konflik dengan orangtua, bahwa apa yang disukai itu tidak disukai oleh orangtuanya.

PG : Orangtua memang pada tahap-tahap ini memberikan bimbingannya, jangan terlalu keras, otoriter; berikanlah pengarahan kepada anak; jangan sampai langsung memutuskan, kamu tidak boleh ini, kaier ini jelek dan sebagainya.

Tidak demikian, kita awasi dulu, kita lihat dulu perkembangannya, karena ini belumlah tahap akhir. Si anak biasanya pada masa-masa remaja mulai mengenal 3 jenis karier yang kira-kira dia mau geluti, tapi dia sendiri belum tahu pasti. Biarkan dia memastikan bidang apa yang memang sungguh-sungguh dia sukai, jadi orangtua juga jangan terlalu bereaksi. Kasihan si anak, karena yang sebetulnya dia bisa kembangkan tapi akhirnya dia tidak bisa kembangkan.
GS : Tapi memang tadi Pak Paul sudah singgung bahwa sistem pendidikan kita dan kurikulumnya itu tidak mendukung atau kurang menolong anak-anak ini untuk mampu menemukan karier apa yang akan dia geluti nanti.

PG : Di sini peranan sekolah atau guru sangat penting, jadi sebaiknya sekolah atau guru pada masa-masa ini memperkenalkan kepada anak-anak jenis-jenis pekerjaan yang ada di luar. Misalkan, pangil orangtua murid yang mempunyai keahlian tertentu, pekerjaan tertentu, untuk datang bercerita tentang pekerjaannya.

Sehingga siswa belajar dan tahu, apa saja yang ada dan tuntutannya apa, jenis pekerjaannya apa saja. Jadi anak-anak disiapkan mengenal apa yang tersedia di luar. Karena dalam perkembangan karier, mengetahui apa yang diri bisa lakukan dan mengetahui pekerjaan apa yang tersedia di luar, dua-dua sama pentingnya.
GS : Karena itu sering kali anak ketika ditanya oleh orang yang lebih tua, baik orangtuanya maupun orangtua yang lain. Kamu nanti kalau besar mau jadi apa? Mereka juga bingung mau menjawab atau asal menjawab.

PG : Memang kurikulum ini masih perlu dikembangkan Pak Gunawan, saya harap perlahan-lahan hal-hal ini akan lebih dikomunikasikan kepada para siswa.

GS : Pembicaraan kita ini tadi Pak Paul katakan baru menentukan kerangkanya saja, jadi kita belum masuk ke bagian yang lebih detail, yang lebih praktis. Karena keterbatasan waktu, kita harus akhiri dulu perbincangan kita ini dan kita akan lanjutkan pada kesempatan yang akan datang. Jadi kita berharap pendengar kita akan mengikutinya, namun sebelumnya mungkin ada firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Amsal 27:17 berkata, "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya." Tadi kita telah belajar tentang peranan orangtua yang ternyata sangat penting sekali. Apa peranan orangtua? Kalauboleh saya simpulkan, ini yang firman Tuhan katakan; besi menajamkan besi.

Orangtua yang bergaul dengan anak, berinteraksi dengan anak, mengkonfermasi, mengarahkan anak, memberikan kebebasan tapi memberikan pengawasan, ini ibarat besi menajamkan besi. Jadi akhirnya si anak pun akhirnya tambah tajam, tambah tajam dan tambah tajam, tapi diperlukan peranan orangtua. Jadi sekali lagi kita mau memanggil orangtua pulanglah ke rumah, terlibatlah dalam kehidupan anak sehingga kita bisa menajamkan besi yang Tuhan telah titipkan kepada kita.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, juga Ibu Ester terima kasih. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pekerjaan yang Cocok". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



8. Pekerjaan yang Cocok 2


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T204B (File MP3 T204B)


Abstrak:

Lanjutan dari T204A


Ringkasan:

Ada orang yang dengan mudah mengetahui jenis pekerjaan yang disukainya namun ada sebagian orang yang mengalami kesukaran menentukan bidang pekerjaannya. Untuk memahami bidang yang cocok, ada baiknya kita mengenal teori perkembangan karier.

  • Karier berkembang mulai dari saat anak berusia sekitar 2 tahun. Pada masa itu anak mulai mengeksplorasi lingkungan (dengan merangkak dan memasukkan benda ke mulutnya) dan mengeksplorasi kemampuannya (memanjat atau mulai menggambar). Kebebasan yang disertai pengawasan akan memberi ruang gerak kepada anak untuk mengembangkan rasa percaya diri. Jadi pada masa balita, peran serta orangtua sangat penting untuk menumbuhkan inisiatif dan kemandirian anak. Orangtua yang terlalu membatasi akan menumpulkan inisiatif anak dan melemahkan kemandiriannya.
  • Tatkala anak memasuki usia sekolah, bermain menjadi bagian penting dalam perkembangan karier anak. Tipe permainan atau aktivitas yang disukai anak sering kali mencerminkan karier anak di masa dewasa. Bermain juga merupakan cikal bakal bekerja sebab baik bermain maupun bekerja berbagi etos yang serupa. Dalam bermain kita harus tenggang rasa, saling tolong, kreatif, dapat memecahkan problem dan mengatasi tantangan guna mencapai tujuan bersama-kualitas yang dituntut dalam bekerja. Jadi, kesempatan bermain merupakan waktu yang penting dan bermanfaat bagi anak. Jika anak kehilangan waktu bermain, ia akan kehilangan kesempatan mengembangkan etos bekerja bersama.
  • Pada masa remaja, anak terjun ke dalam kehidupan bersama teman dan di sinilah keterampilan menjalin dan mempertahankan relasi diasah. Bila anak kehilangan kesempatan bergaul, besar kemungkinan ia akan kehilangan kesempatan mengembangkan kesanggupan berelasi-sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan karier karena bukankah semua lapangan kerja menuntut adanya kemampuan untuk menjalin dan menjaga relasi.
  • Pada masa remaja anak pun mulai mengenali minat serta kemampuan dan ketidakmampuannya lewat pendidikan yang ditempuhnya. Jika sampai saat remaja anak tetap tidak tahu apa minat dan kemampuannya/ketidakmampuannya, besar kemungkinan ia akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan kariernya. Pada fase remaja sebaiknya anak diberi kesempatan mengenal pelbagai jenis perkerjaan serta tuntutannya. Pengenalan ini akan membantunya melihat dirinya dengan lebih jelas di dalam lingkup pekerjaan itu.
  • Baik pada masa anak maupun remaja, exposure dini terhadap jenis pekerjaan tertentu akan mempengaruhi perkembangan karier, apalagi bidang tersebut menjadi bidang yang akhirnya dikuasai dengan baik.
  • Juga, pada masa anak dan remaja, peran panutan sangat besar dalam pemilihan karier karena ada kaitan antara pemilihan karier dan panutan di mana kita cenderung memilih karier yang dipilih oleh panutan kita.
  • Dalam menentukan karier, sedapatnya kita memilih karier yang merupakan perpanjangan sekaligus ekpresi diri. Dengan kata lain, pilihan karier serasi dengan kepribadian kita.
  • Adakalanya karier merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan emosional. Ini tidak salah namun dapat mengaburkan bakat semula. Jadi, penting bagi kita untuk mengenal diri dan kebutuhan dengan tepat.
  • Jika diperhadapkan dengan pilihan antara kesukaan dan kemampuan, kita memilih kemampuan. Sudah tentu idealnya kita dapat menggabungkan keduanya namun bila pilihan itu tidak ada, sebaiknya kita memilih kemampuan daripada memilih sesuatu yang kita sukai namun tak dapat kita lakukan. Pertajamlah kemampuan yang sudah ada terlebih dahulu, baru-bila ada kesempatan-kita mengasah kemampuan yang lemah namun kita sukai. Dengan kata lain, kita membangun karier di atas realitas, bukan angan-angan.
  • Alih karier bukanlah sesuatu yang tidak lazim. Adakalanya kita memilih karier atas dasar kebutuhan (ekonomi atau emosi), namun setelah kebutuhan terpenuhi kita pun merasa resah. Di saat itulah kita mulai mempertimbangkan alih karier dan biasanya ada dua kemungkinan: (a) jika sebelumnya kita memilih yang sesuai kebutuhan sekarang kita memilih karier yang sesuai minat dan kemampuan atau (b) kita melihat adanya kebutuhan mendesak dan kita terpanggil untuk memenuhinya.
  • Di luar itu semua ada sesuatu yang turut mempengaruhi karier yakni kesempatan. Tuhanlah yang memberi kesempatan dan kadang itu tidak diberikannya. Kadang maksud-Nya adalah melatih kita untuk siap melakukan tugas yang akan Ia embankan pada kita. Adakalanya Ia menutup kesempatan karena Ia tahu bahwa kita dapat merugikan orang atau diri sendiri. Kadang Ia menarik kesempatan karena Ia ingin mengalihkan kita ke suatu bidang yang lain. Pada intinya kita tidak selalu tahu rencana Allah; jadi tugas kita hanyalah melakukan tanggung jawab atau bagian kita. Terimalah porsi yang Ia tetapkan untuk kita dengan penuh syukur. Yusuf berkata kepada saudaranya," Janganlah takut sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. (Kejadian 50:19-20)

Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama dengan ibu Ester Tjahja. Kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami beberapa waktu yang lalu tentang "Pekerjaan yang Cocok". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

Lengkap
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita sudah membicarakan tentang pekerjaan yang cocok yang merupakan pertanyaan dari pendengar setia acara Telaga ini. Pak Paul sudah memberikan ulasan, namun supaya pendengar kita ini bisa mendengarkan secara lengkap, mungkin Pak Paul bisa menguraikan sedikit apa yang sudah kita perbincangkan.

PG : Pada dasarnya perkembangan karier seseorang itu diawali sejak dia berusia 2 tahunan, di mana anak itu mulai mengeksplorasi lingkungannya, dia mulai melihat benda-benda yang asing kemudian ia mau memegangnya, dia melihat tantangan yang baru seperti tangga-dia mau naik dan sebagainya.

Ini adalah bagian penting dalam perkembangan diri dan karier si anak. Artinya ada hal-hal yang perlu si anak kembangkan di usia 2 tahunan, yaitu inisiatif dan kemandirian. Di sini peran orangtua sangatlah penting yaitu untuk bisa memberikan kebebasan dan pengawasan pada si anak. Pada usia masa sekolah anak-anak mulai bermain, dari misalnya usia 5 tahun sampai 10, 11 tahun anak-anak itu maunya main. Ini penting sekali sebab bermain juga nantinya akan memberikan kesempatan pada si anak mengembangkan kualitas yang diperlukan untuk bekerja. Misalnya untuk mencapai tujuan bersama; anak-anak harus bekerja sama dalam permainan, ada kelompoknya melawan kelompok yang lain. Dia harus tenggang rasa-dia tidak bisa hanya menuruti kemauannya sendiri; dia juga harus saling menolong dengan teman-temannya untuk bisa mencapai tujuan bersama itu. Kita melihat di sini ada begitu banyak hal-hal yang nantinya menjadi kualitas yang diperlukan untuk dapat bekerja. Salah satunya yang nanti juga akan sangat berguna dalam bekerja adalah kreatifitas, baik dalam mengembangkan sesuatu maupun kreatifitas dalam upaya untuk menyelesaikan problem. Nah dalam bermain semuanya dipupuk; kemampuan untuk menyelesaikan problem sekaligus untuk mengembangkan sesuatu. Nah semua ini nanti akan sangat berperan dalam dunia kerja. Pada masa remaja anak-anak itu akhirnya berteman; dalam pertemanan inilah anak-anak menjalin dan mempertahankan relasi. Bagaimana saling mengerti satu sama lain, semuanya ini adalah hal-hal yang diperlukan dalam bekerja, karena dalam bekerja kita juga harus menjaga relasi dengan sesama, tenggang rasa dengan teman, dan menghargai teman. Semuanya ini dipupuk pada masa anak-anak remaja. Kalau pada masa remaja, anak-anak tidak mendapatkan semua ini, besar kemungkinan nanti setelah dia besar dia bekerja, dia akan mengalami kesulitan. Tidak mudah diterima oleh orang karena pendapatnya harus dituruti, tidak mau menolong orang, maunya hanya mementingkan diri sendiri. Nah akhirnya kalau pun dia mempunyai kemampuan di bidang tersebut tapi kalau sikapnya seperti itu, dunia kerjanya akan menolak dia sehingga dia akhirnya tidak juga bisa masuk dan mengembangkan kariernya.
GS : Memang pada masa remaja ini merupakan saat-saat yang sulit baik bagi remaja itu sendiri maupun oleh kedua orangtuanya. Tetapi pada masa remaja ini juga biasanya mereka mulai menemukan karier apa yang akan digeluti berikutnya. Nah di sini peranan orangtua sejauh mana Pak Paul?

PG : Pada masa-masa remaja atau pada masa-masa lebih kecil, orangtua seharusnya menjadi pantulan si anak; memberikan konfermasi akan apa yang bisa dilakukan oleh si anak dan apa yang tidak begiu bisa dilakukan oleh si anak.

Orangtua seharusnyalah melihat perkembangan diri anaknya dan memberikan masukan-masukan itu. Ditambah nanti dengan apa yang si anak akan dapatkan dari sekolah yakni evaluasi. Dia kuat di mana, dia lemah di mana; dia suka atau dia tidak suka apa, semua menjadi masukan berharga si anak untuk mengenal apa sebetulnya yang memang dia sukai dan tidak disukainya. Apa yang dia mampu lakukan dan apa yang kurang mampu dia lakukan.

ET : Kadang-kadang kita bisa melihat ada anak-anak yang rasanya dengan mantap mau memilih jalur karier yang sesuai dengan orangtuanya. Misalkan orangtuanya dokter, dari kecil sudah bercita-cit mau jadi dokter, seakan-akan ini panutan dan ini positif.

Tapi sebaliknya, tidak sedikit juga orangtua yang memaksakan anak harus menjalani jalur yang sama dengan yang orangtua sudah jalankan. Ini bagaimana Pak?

PG : Ada dua Ibu Ester pada masa anak-anak yang dapat menentukan arah karier si anak, ini bisa berdampak positif dan bisa berdampak negatif. Tadi pertama yang Ibu Ester sudah angkat adalah kadng kala anak itu akan diarahkan masuk ke karier tertentu karena si anak memang mengagumi orangtuanya dan akhirnya apa yang dikerjakan oleh orangtuanya dicita-citakannya pula, bahwa saya nanti juga akan melakukan apa yang ayah dan ibu lakukan.

Ini bukannya pasti jelek, tapi kalau memang bakat si anak tidaklah di situ dan kemampuan si anak tidaklah memadai, ini bisa menimbulkan rasa frustrasi juga. Di sini penting sekali orangtua berperan untuk mengatakan kepada si anak bahwa "Engkau tidak harus sama dengan kami dan engkau tetap bisa berharga dan dipakai oleh Tuhan dengan apa yang sudah kamu terima dari Tuhan; tidak usah kamu membandingkan diri dengan kami dan harus menjadi seperti kami. Kami tidak menuntut kamu harus seperti kami, kami akan tetap terima kamu apa adanya dan bersukacita dengan karunia yang Tuhan telah berikan kepadamu." Jadi di sini peran orangtua penting sekali, sekali lagi apa yang dikatakan Ibu Ester betul; panutan-kalau orangtua menjadi panutan yang positif bagi anak, anak memang lebih terdorong untuk mengikuti jejak orangtuanya. Dan kalau memang inilah bakat atau karunia yang diterimanya pula dia akan lebih cepat masuk ke kariernya atau ke jalurnya. Hal kedua yang juga bisa sangat mewarnai pemilihan karier si anak adalah exposure atau maksud saya anak-anak itu pada masa kecil sudah diperkenalkan dengan bidang tertentu. Misalkan ayahnya itu senang otak-atik mobil sehingga si anak sejak masih kecil diajak untuk ikut mengotak-atik mobil, membenarkan ini, pasang itu dan sebagainya. Karena anak sejak kecil diperkenalkan pada bidang tertentu, nah dia juga bisa mengembangkan minat yang lebih besar pada bidang itu. Apalagi kalau dia bisa mengerjakannya, itu makin menambahkan minatnya dia. Ini bisa positif dan negatif; positif dalam pengertian kalau memang ini sesuai dengan kemampuan si anak, ini memang mempercepat langkah si anak masuk ke jalur kariernya tapi kalau ini bukan minat si anak, walaupun dia bisa mengerjakannya tapi kalau ini bukan minat yang sesungguhnya akhirnya sayang, karena yang sesungguhnya dia bisa kerjakan lebih baik tidak dia kerjakan sebab dia sudah langsung terserap pada apa yang sudah diperkenalkan kepadanya pada masa dia masih kecil.
GS : Kalau anak remaja itu sampai masa remajanya dia belum bisa menemukan karier apa yang akan ditempuhnya, itu bagaimana Pak Paul?

PG : Pada umumnya yang kita harapkan pada remaja adalah sekurang-kurangnya dia tahu apa yang tidak disukainya, apa yang tidak diminatinya. Kalau dia belum tahu jelas apa yang disukainya, apa yng pasti bisa dilakukannya, saya kira kita masih bisa toleransi.

Sebab memang kadang-kadang perlu waktu untuk memastikan apa itu yang benar-benar kita sukai atau kuasai. Tapi setidak-tidaknya dia harus tahu apa yang tidak dia sukai. Kalau dia tahu lebih jelas lagi apa yang disukai dan yang tidak disukai itu lebih baik lagi karena berarti dia cukup mengenal dirinya. Ini yang diperlukan pada masa remaja yaitu pengenalan diri sehingga anak-anak itu mulai bisa mengarahkan dan menyempitkan pilihannya misalkan hanya kepada tiga pilihan. Pada waktu dia menyelesaikan SLTA, di masa inilah seharusnya dia sudah bisa melihat, "O...pilihan saya ini kalau tidak ini-ini; kalau tidak itu-itu." Jadi ada 2, 3 pilihan yang seharusnya dia sudah mulai pikirkan.
GS : Berarti waktu dia melanjutkan studinya dia akan memilih salah satu dari yang dia sukai itu.

PG : Betul, dan biasanya pemilihan nanti juga akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya faktor kesempatan. Kesempatan itu bisa karena faktor ekonomi; ada orang yang mau masuk ke bidang trtentu tapi secara ekonomi tidak memungkinkan akhirnya tidak jadi masuk.

Atau juga keterbatasan fisik; mau masuk tapi fisik tidak menunjang sehingga tidak bisa. Jadi kadang-kadang pilihan-pilihan itu disempitkan oleh kondisi sehingga akhirnya si anak memilih yang satu dulu. Yang penting dia bisa lulus, setelah dia bisa bekerja ini nanti yang akan menjadi pertimbangan utamanya, kadang-kadang itu yang harus anak lakukan pula.

ET : Jadi semestinya prosedurnya memang harus memahami karier apa dulu baru kemudian memilih bidang studinya atau nanti jurusan di perguruan tingginya.

PG : Betul sekali.

ET : Yang sering kali terjadi kebanyakan ya sudah sekolah dulu, nanti setelah sekolah baru berpikir nanti mau bekerja apa. Salah kaprah seperti ini yang sebetulnya cukup menyesatkan Pak Paul.

PG : Dan ini terjadi sangat banyak di Indonesia, karena memang banyak anak tidak benar-benar tahu sebetulnya apa kariernya atau jalur kariernya. Dia hanya ikut-ikutan teman, ikut-ikutan juga aa yang orangtua minta tapi dia sendiri tidak benar-benar memikirkannya.

Sayang sekali, karena dia akan menghabiskan waktunya 4, 5 tahun hidupnya untuk sesuatu yang nantinya dia tidak akan gunakan. Jadi sebaiknya anak-anak ini memberikan waktu yang cukup untuk memeriksa dirinya, kalau perlu silakan ke psikolog, atau ke seorang konselor untuk dapat pertolongan sehingga bisa lebih jelas kira-kira apa jalur kariernya.
GS : Memang sekarang sudah banyak dilakukan di sekolah-sekolah lanjutan pertama maupun atas yaitu psikotest-penelusuran bakat dan minat anak, namun tindak lanjutnya yang kurang. Jadi setelah anak itu memilih apa yang disukai, tetapi untuk tindak lanjut ke depanya yang sulit.

PG : Sebetulnya atau sebaiknya anak-anak itu diberikan juga beberapa penjelasan. Misalkan begini, karier sebaiknya merupakan perpanjangan dari diri kita sehingga kita tidak memilih sesuatu yan berkebalikan dari diri kita.

Misalkan kita orangnya relatif tenang, kita tidak suka dengan ketegangan; janganlah memilih karier yang penuh ketegangan, itu sangat bertolak belakang dengan diri kita. Jadi memang penting sekali kita memilih yang sesuai sehingga karier akan menjadi perpanjangan. Kita orangnya mobile, suka jalan, pergi dan sebagainya; energi kita tinggi; jangan memilih karier yang mengharuskan kita duduk di belakang meja terus-menerus, pilihlah karier yang merupakan perpanjangan dari diri kita. Sekaligus juga karier itu seharusnya menjadi ekspresi diri, artinya kita mau mewujudkan sesuatu, menciptakan sesuatu lewat karier kita. Kenapa ini penting? Sebab kita cenderung merasa baru sukacita, terpuaskan dalam karier kita kalau kita berhasil menghasilkan sesuatu, menciptakan sesuatu. Sering kali kita tidak puas kalau kita hanya mutar-mutar secara rutin, kita ingin melakukan sesuatu yang baru, sesuatu yang kita ciptakan. Jadi sebaiknyalah karier juga merupakan wujud diri kita atau ekspresi diri kita.

ET : Bagaimana dengan pertimbangan emosional dalam hal ini?

PG : Kadang-kadang yang terjadi adalah kita memilih karier karena karier itu akan memenuhi kebutuhan emosional kita. Apakah salah? Tidak selalu salah karena kalau kebutuhan kita terpenuhi ole karier tersebut, sudah tentu kita akan merasa senang.

Misalkan kita memang sangat membutuhkan kasih sayang terutama waktu kita masih kecil kita kurang kasih sayang, sehingga kita akhirnya memilih pekerjaan yang berkecimpung dengan anak-anak. Kita bisa melimpahkan kasih sayang pada mereka agar mereka bisa kembali menyayangi kita. Itu baik tidak apa-apa, tapi bisa ada dampak negatifnya; karena kadang-kadang kita akhirnya terkecoh, sesungguhnya kemampuan kita bukan di situ tapi karena kita mempunyai kebutuhan tertentu akhirnya kebutuhan itu yang mendorong kita masuk ke jalur karier tersebut. Biasanya kalau ini yang terjadi, tatkala kebutuhan emosional kita sudah terpenuhi lewat pekerjaan itu, yang akan muncul dalam hati kita adalah rasa jenuh. Jadi kalau ini bukanlah bidang yang sesuai dengan kemampuan atau minat kita, pada umumnya kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional-sampai titik tertentu kita mulai jenuh. Itu sebabnya kita melihat ada orang-orang yang alih kariernya itu cukup mengagetkan; benar-benar bertolak belakang, sering kali memang karena faktor ini. Tadinya karier itu dipilih karena sebetulnya untuk memenuhi kebutuhan (dia mungkin tidak menyadarinya) setelah kebutuhannya terpenuhi barulah dia merasa tidak nyaman, bosan, tidak lagi suka, baru dia mau mengembangkan sesuatu yang tadinya dia pikir bukanlah bakatnya. Tapi waktu dia kembangkan, dia benar-benar baru menyadari betapa sukacitanya dia, kariernya benar-benar ekspresi diri, menjadi wujud dari dirinya sendiri dan merupakan perpanjangan dari dirinya.

ET : Atau kadang-kadang mungkin akhirnya tidak terpenuhi juga walaupun akhirnya sudah memilih jalur karier ini tapi kebutuhannya tidak terpenuhi. Misalnya memilih jalur karier tertentu untuk mmenuhi keinginan harga diri, gengsi, rasanya profesi ini lebih meningkatkan prestise tersendiri, namun itu sangat relatif untuk tercapai dan terpenuhinya.

PG : Betul, kalau itu yang terjadi saya khawatir nanti kita itu terus-menerus mengejar-ngejar guna mendapatkan pemenuhan kebutuhan tersebut lewat karier kita. Kadang kita memang harus berhati-ati, sebaiknya karier memang bukan untuk memenuhi lubang-lubang dalam hidup kita, sebaiknya lubang-lubang kita penuhi dengan cara yang lain yang lebih sehat.

Misalkan lewat relasi dengan sesama. Nah lebih baik begitu sehingga karier benar-benar merupakan ekspresi diri dan ekstensi atau perpanjangan diri.
GS : Ada sebagian orang yang memisahkan karier dengan hobynya, jadi untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya dia menyalurkan itu lewat hoby tapi untuk kariernya dia berbeda sekali. Apakah bisa seperti itu?

PG : Bisa, saya kira itu sangat wajar, jadi bagi dia karier adalah wujud dirinya dan juga perpanjangan dirinya sedangkan untuk kebutuhan emosionalnya dia peroleh dari hal-hal yang lainnya. Mislnya dari relasinya dengan teman dan itu baik sekali.

GS : Itu berarti dalam menentukan karier ada pertimbangan mengenai apa yang dia sukai dan apa yang dia mampu melakukannya?

PG : Betul, selalu di dalam menentukan pilihan mengenai karier ini kita harus selalu menimbang-nimbang dua faktor ini yaitu kesukaan dan kemampuan. Misalkan kita harus menghadapi suatu pilihanyang seperti ini, idealnya memang kita bisa menggabungkan keduanya.

Tapi misalkan pilihan itu tidak ada, yang ideal itu tidak ada; saya anjurkan kita memilih kemampuan daripada memilih sesuatu yang kita sukai namun tak dapat kita lakukan. Kenapa? Sebab kita membangun karier di atas kemampuan, kalau kita hanya sukai dan kita tidak mampu lakukan artinya tinggal tunggu waktu akan jeblok juga, akan hancur karena kita tidak mendapatkan pengakuan dari orang-orang sekerja. Dan mereka malahan bukan hanya tidak memberikan pengakuan mungkin malah mengkonfermasi bahwa ini bukan bidang kita. Akhirnya kita tertolak, jadi pilihlah sesuatu yang sesuai kemampuan kita. Dan bangunlah diri di atas kemampuan itu, pertajamlah kemampuan kita pada bidang kita itu. Setelah kita bisa mempertajam dan akhirnya mendapatkan pekerjaan yang sesuai, mendapatkan pengakuan dari kebisaan kita itu, kalau kita masih mempunyai waktu dan mengembangkan sesuatu yang memang kita sukai tetapi belum kita kuasai, silakan. Tapi jangan kebalikan, terus bersikeras mau menambah, mengasah kemampuan yang kita tidak pernah miliki; yang kita miliki kita abaikan, itu keliru. Justru yang kita sudah terima dari Tuhan itu adalah bagian kita, porsi kita dan kita bertanggung jawab untuk mengembangkannya.
GS : Kalau seseorang mulai menyadari bahwa dia keliru, apa yang dia bisa lakukan?

PG : Sebaiknya alih karier, ini memang berat apalagi kalau ini baru kita sadari di usia paro baya, dan secara keuangan keluarga bergantung pada kita, ini berat. Tapi kalau memungkinkan kita alh karier.

Pada umumnya kita alih karier sekurang-kurangnya sekali dalam hidup, jadi sering kali kita alih kariernya itu belok arah masuk ke karier yang berbeda. Nah itu bukan sesuatu yang tidak lazim melainkan justru lazim. Kalau memang karier yang baru ini bisa mengembangkan diri kita, benar-benar merupakan pertanyaan dari diri kita dan memang memungkinkan kita melakukannya, lakukanlah. Namun kalau harus mengorbankan keluarga kita, ya untuk sementara kita harus mengalah, kita bertahan meskipun kita tidak terlalu menyukai apa yang kita lakukan.
GS : Ada orang yang suka berpindah-pindah karier, dan itu mungkin kalau kita bicarakan tentang karier bukan satu rumpun lagi. Kenapa bisa seperti itu Pak Paul?

PG : Kalau kita mau berpikir positif, ada orang yang memang dikaruniai Tuhan banyak kemampuan, jadi benar-benar dia bisa menguasai berbagai jalur karier. Ada yang seperti itu tapi jarang, kebayakan kita itu sebetulnya hanya satu jalur karier yang sangat kuat kemudian dua yang setengah kuat.

Jadi kita memang bisa pindah sekurang-kurangnya dua kali, karena di situ juga kita mempunyai kemampuan yang lumayan baik. Tapi umumnya hanya satu yang sungguh-sungguh kita sangat cakap untuk melakukannya. Jadi kalau orang yang suka-suka pindah kalau memang sebetulnya tidak seperti itu yang kemampuannya tidak di semua bidang, kemungkinan besar memang belum tahu apa yang dia sukai, apa yang tidak disukai, apa kemampuannya. Berarti proses yang seharusnya dia lewati pada masa-masa yang lebih kecil misalkan usia-usia remaja, tidak dia lewati dengan baik. Sehingga sampai sudah tua tetap belum tahu apa itu yang benar-benar adalah karunianya.

ET : Bukankah yang sulit itu memang dalam ekonomi yang tidak menentu, kadang-kadang untuk memilih yang sesuai itu yang susah sekali didapatkan baik bukan hanya dari segi minat tetapi dari segi emampuan kadang-kadang harus melakukan banyak penyesuaian lagi.

PG : Jadi pada akhirnya akan ada 3 kata K yang kita nanti harus gabungkan; kesukaan, kemampuan, kesempatan. Karena adakalanya kita bisa mengerjakan yang kita sukai dan sesuai kemampuan, itu kaena kita diberikan kesempatan oleh Tuhan tapi adakalanya kita tidak diberikan kesempatan itu.

Kondisi lingkungan tidak mengijinkan, sehingga meskipun kita menyukainya dan kita mempunyai kemampuan melakukannya tapi kita tidak bisa mengerjakannya karena kita tidak mempunyai kesempatan itu. Jadi benar-benar 3 ini harus ada yaitu kesukaan, kemampuan dan kesempatan. Berbahagialah orang yang diberikan ketiganya, tapi saya tahu tidak semua orang diberikan ketiganya, bahkan banyak orang yang tidak memiliki kesempatan itu, dan kita tidak pernah benar-benar tahu kenapa Tuhan tidak memberikan kesempatan itu kepada sebagian orang. Kita tidak boleh menuduh Tuhan tidak adil, sebab ada rencana Tuhan yang sering kali tidak kita ketahui, pastilah yang Dia berikan baik untuk kita dan itulah yang kita terima.
GS : Tetapi bagi orang yang bersangkutan, ini menjadi pertanyaan besar kenapa Tuhan memberikan saya kemampuan seperti itu tapi tidak memberikan kesempatan sehingga dia merasa aneh.

PG : Tuhan adakalanya memang menutup pintu sehingga kita tidak bisa masuk dan mengembangkan kemampuan kita, Tuhan tidak memberikan kesempatan itu. Kenapa? Adakalanya Tuhan ingin melatih kita ntuk melengkapi kita dan pada akhirnya kita benar-benar bisa menjalankan dan mengemban peran itu dengan lebih baik.

Seperti Musa, Musa memerlukan berpuluhan tahun bentukan Tuhan; 40 tahun di Mesir, 40 tahun di Midian untuk mengerjakan tugas Tuhan selama 40 tahun terakhir hidupnya. Jadi adakalanya itulah yang Tuhan harus lakukan kepada kita. Yosua, sebelum dia memimpin umat Israel masuk ke tanah Kanaan; bertahun-tahun dia mendampingi Musa, dia benar-benar menjadi asisten dan tangan kanan Musa sampai pada akhirnya Tuhan memberi kesempatan itu kepada dia. Tapi Kaleb rekan Yosua, tidak memberikan kesempatan itu; yang diminta menggantikan Musa adalah bukannya Kaleb tapi Yosua. Kenapa bukan Kaleb? Tidak kita ketahui juga, tapi Tuhan memberikan kesempatan itu kepada Yosua. Nah kita tidak bisa mengerti sepenuhnya rencana Tuhan, kita mesti percaya rencana-Nya baik, dan kalau kesempatan itu tidak Tuhan berikan percayalah bahwa ini tetap baik. Kadang-kadang ada hal-hal yang sebaiknya tidak kita kerjakan, karena kalau kita paksakan diri itu mungkin lebih berakibat atau berpengaruh buruk pada diri kita.
GS : Kalau begitu, mungkin sikap yang benar adalah kita harus mensyukuri karier dalam bentuk apa pun yang Tuhan percayakan kepada kita Pak Paul?

PG : Betul Pak Gunawan, jadi sebaiknya kesempatan yang Tuhan berikan kita terima, porsi yang Tuhan berikan kita terima; kita lakukan dengan penuh tanggung jawab. Sebab firman Tuhan pun berkatayang Tuhan tuntut adalah kita setia dalam hal-hal yang kecil, dan kalau kita bisa membuktikan setia dalam hal yang kecil baru Tuhan nanti memberikan kepercayaan untuk hal-hal yang lebih besar.

GS : Kalau kita melihat karier dari Yusuf, itu juga penuh dengan variasi.

PG : Sangat-sangat bervariasi dan benar-benar bagian-bagian yang tidak mengenakkan itu banyak, dan berlangsung selama belasan tahun dalam hidupnya. Dan satu kurun dia tidak tahu apakah yang nati akan menimpa hidupnya karena seolah-olah terus-menerus kemalangan yang menimpa hidupnya.

Dia dijual oleh saudara-saudaranya sendiri, bahkan hampir dibunuh oleh saudara-saudaranya, kemudian difitnah oleh istri majikannya, harus masuk ke penjara; di penjara dilupakan oleh temannya yang ditolongnya, terus seperti itu. Tapi memang itulah persiapan yang Tuhan tentukan bagi Yusuf untuk dia melakukan sesuatu yang sangat penting dalam sejarah umat Israel.
GS : Untuk mengakhiri perbincangan kita tentang "Pekerjaan yang Cocok" ini mungkin Pak Paul ingin menyampaikan dari sebagian firman Tuhan?

PG : Di akhir hidupnya Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya setelah ayahnya meninggal dunia di hari tuanya. Dia berkata, "Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu tela mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti apa yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar."

Kejadian 50:19 dan 20. Kita melihat di sini Yusuf pada akhirnya menyadari maksud Tuhan. Belasan tahun dia tidak menyadari maksud Tuhan tapi akhirnya dia menyadari Tuhan memang ingin membawa dia ke Mesir menjadi Perdana Menteri untuk menyiapkan tempat dan kehidupan bagi keluarganya, agar mereka tidak mati kelaparan. Dan pada akhirnya Tuhan membawa Israel keluar dari Mesir untuk kembali lagi ke tanah Kanaan.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini, juga Ibu Ester terima kasih. Kami percaya perbincangan ini menjawab pertanyaan pendengar kita dan menjadi berkat bagi kita sekalian. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pekerjaan yang Cocok" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



9. Mengapa Bekerja


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T300A (File MP3 T300A)


Abstrak:

Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah bekerja. Kadang kita mengaitkan bekerja dengan beban yang mesti dipikul namun sesungguhnya bekerja adalah sebuah aktivitas penting yang berhubungan erat dengan kesehatan jiwa dan pemenuhan kodrat manusiawi kita. Dalam bagian ini di bahas mengenai bekerja dari sudut pandang atau perspektif Alkitab dan juga diuraikan hubungan antara bekerja dengan kodrat manusiawi dan kesehatan jiwa.


Ringkasan:

Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah bekerja. Kadang kita mengaitkan bekerja dengan beban yang mesti dipikul namun sesungguhnya bekerja adalah sebuah aktivitas penting yang berhubungan erat dengan kesehatan jiwa dan pemenuhan kodrat manusiawi kita. Berikut akan dipaparkan bagaimanakah perspektif Alkitab terhadap bekerja. Setelah itu akan diuraikan hubungan antara bekerja dengan kodrat manusiawi dan kesehatan jiwa.

Perspektif Alkitab
  • Alkitab dimulai dengan kisah penciptaan. Sewaktu Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya, sesungguhnya Tuhan tengah bekerja. Jadi, bekerja merupakan sesuatu yang secara hakiki sangat berkaitan dengan kodrat Tuhan. Oleh karena kita diciptakan Tuhan seturut dengan gambar-Nya, maka bekerja pun merupakan bagian dari kodrat manusiawi kita.
  • Perintah pertama Tuhan kepada manusia adalah perintah untuk bekerja. Coba simak Firman-Nya yang tercantum di Kejadian 1:28, "... penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala yang merayap di bumi." Menaklukkan bumi dan segala isinya menuntut kerja keras yang tak akan pernah selesai. Jadi, dari awal Tuhan sudah memerintahkan manusia untuk bekerja-menggali serta mengelola isi bumi untuk kesejahteraan hidup.
  • Alkitab memuat cukup banyak nasihat yang berkenaan dengan hidup rajin seperti yang tertera di Amsal 13:4, "Hati si pemalas penuh keinginan tetapi sia-sia sedangkan hati orang rajin diberikan kelimpahan."

Dari ketiga catatan ini dapat disimpulkan bahwa bekerja merupakan bagian kodrat manusiawi yang sesuai dengan sifat Allah sendiri. Kenyataan bahwa manusia harus bekerja keras untuk mencari nafkah sebagai hukuman atas dosa (Kejadian 3:17-19) tidaklah berarti bahwa bekerja itu sendiri merupakan hukuman Tuhan. Kesulitan mencari nafkah dan tantangan dari bumi merupakan bagian dari hukuman; bekerja itu sendiri bukan demikian!

Kesehatan Jiwa

Asupan gizi bukan saja berguna untuk memertahankan hidup tetapi juga untuk memasok energi. Setelah makan, bukan saja kebutuhan untuk hidup terpenuhi, energi kita pun diisi ulang sehingga menghasilkan kekuatan. Kita mesti memakai dan menghabiskan kekuatan atau energi yang tersedia sebab jikalau tidak, terjadilah ketidakseimbangan. Berikut akan diuraikan kaitan antara bekerja dan kesehatan jiwa.

  • Bekerja adalah cara terefektif untuk memakai energi yang tersedia agar tercipta keseimbangan-baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Jiwa yang sehat adalah jiwa yang memiliki keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi. Dengan bekerja, tubuh dan otak menjadi letih mengharuskan kita untuk beristirahat.
  • Bekerja menghasilkan imbalan, baik yang bersifat moniter maupun psikologis. Imbalan moniter mencukupkan kebutuhan jasmaniah sedangkan imbalan psikologis memenuhi kebutuhan jiwani akan penghargaan.
  • Bekerja menimbulkan kepuasan karena bekerja menumbuhkan rasa keberhasilan menghasilkan sesuatu. Alhasil kita akan memandang diri secara lebih positif pula.
  • Bekerja menstimulasi perkembangan diri sehingga lewat bekerja kita dapat mengaktualisasikan diri secara optimal.
  • Bekerja membuka peluang terjadinya interaksi dengan sesama dan ini sudah tentu bermanfaat bagi kesehatan jiwa.
  • Bekerja memberi kita kesempatan untuk bersyukur kepada Tuhan yang telah memberi kita kesanggupan untuk bekerja dan buah dari bekerja itu sendiri.
Firman Tuhan di Amsal 19:15 berkata, "Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak dan orang yang lamban akan menderita lapar." Rajin bekerja adalah karakter yang diinginkan Tuhan. Sebaliknya kemalasan adalah jalan pasti menuju kelaparan-baik secara jasmaniah maupun rohaniah.

Transkrip:

"Mengapa Bekerja?" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Lengkap

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Bekerja?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pertanyaan mengapa bekerja itu menyentakkan kita untuk berpikir kenapa saya ini bekerja. Karena pada umumnya orang atau termasuk saya sendiri dulu, kalau sudah cukup umur, sudah selesai sekolah maka harus bekerja. Tapi apakah ada dasar-dasar yang lebih kuat dari itu, Pak Paul?

PG : Sebetulnya ada, Pak Gunawan. Memang kadang-kadang kita ini dipengaruhi oleh konsep yang berkata bahwa bekerja adalah hukuman yang Tuhan jatuhkan atas manusia, oleh karena kita ini pernah jtuh di dalam dosa maka kita mendapatkan hukuman dari Tuhan.

Memang Tuhan pernah berkata bahwa dengan berpeluh atau susah payah, nanti kita harus mengelola tanah dan sebagainya. Namun kita akan melihat bahwa sebetulnya bekerja itu bukanlah hukuman Tuhan, tapi yang Tuhan tambahkan sebagai hukuman adalah kesulitannya yakni bahwa tanah ini sudah menjadi tanah yang tidak lagi sempurna, bumi ini menjadi bumi yang tidak sempurna sehingga dalam ketidak sempurnaannya maka bumi itu akan menjadi bumi yang lumayan susah untuk dikelola, tidak seperti sebelumnya. Jadi saya mau melihat perspektif Alkitab terhadap bekerja itu sendiri.
GS : Dalam hal ini Pak Paul, apakah yang firman Tuhan katakan tentang bekerja itu? Kalau Pak Paul katakan ini bukan hukuman, memang seringkali orang juga tidak berpikir seperti itu tapi hanya dianggap sebagai kewajiban, jadi mirip-mirip juga. Tapi apa yang sebenarnya firman Tuhan katakan?

PG : Alkitab dimulai dengan kisah penciptaan. Sewaktu Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya, sesungguhnya Tuhan tengah bekerja. Sebab kita tahu bahwa menciptakan segala sesuatu, membuatsegala sesuatu menjadi ada dari yang tidak ada, itu semua menuntut suatu usaha, adanya kerja.

Jadi dengan kata lain, bekerja merupakan sesuatu yang secara hakiki sangat berkaitan dengan kodrat Tuhan, dengan Tuhan itu sendiri. Jadi oleh karena kita ini diciptakan Tuhan seturut dengan gambar-Nya, maka bekerja pun merupakan kodrat dari manusiawi kita itu juga.
GS : Apakah yang dimaksud bekerja merupakan kodrat manusiawi?

PG : Karena kita ini mewarisi sifat-sifat Allah yaitu Allah adalah Allah yang bekerja, Dia bekerja menciptakan alam semesta ini, maka kita mewarisi sifat Allah yang hakiki itu yakni Allah adala Allah yang bekerja.

Jadi kita sebagai manusia yang diciptakan seturut dengan gambar Allah, maka kita adalah manusia yang secara hakiki akan dan mau serta harus bekerja.
GS : Memang kalau dilihat di dalam diri manusia. Semua pasti punya keinginan untuk bekerja kecuali kalau dia punya kelainan cacat atau kelainan jiwa, tapi pada umumnya orang punya harapan untuk bisa bekerja.

PG : Betul sekali. Maka dari sini kita bisa simpulkan, memang bekerja adalah sebuah titipan dari Tuhan untuk kita, dan itu sebabnya secara alamiah, sesungguhnya semua manusia itu ingin bekerja,atau seharusnya manusia itu ingin bekerja.

Nanti kita akan melihat kalau ada orang yang tidak ingin bekerja, berarti itu menunjukkan adanya masalah dalam dirinya. Tapi pada manusia yang wajar atau yang normal, keinginan untuk bekerja adalah keinginan yang sangat hakiki, sangat melekat pada diri kemanusiaan kita.
GS : Tapi pada zaman dahulu Pak Paul, bekerja seolah-olah menjadi kewajiban bagi kaum pria sedangkan wanita walaupun sesama manusia, dia tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang di luar rumah tapi yang di dalam rumah, Pak Paul.

PG : Betul sekali. Jadi memang kita harus membagi pekerjaan dalam dua jenis besar, ada yang bekerja di luar rumah dan ada juga yang bekerja di dalam rumah, tapi dua-duanya adalah bekerja sebab bu rumah tangga yang mengurus rumah sudah tentu itu sebuah pekerjaan pula.

Di zaman sekarang kita tahu bahwa, kalau kita tidak mau mengurus rumah tangga kita, maka kita harus menghadirkan seseorang untuk mengurusnya, membersihkannya dan sebagainya dan kita juga harus membayarnya. Jadi orang itu pun bekerja di dalam rumah. Istri yang tidak bekerja di luar rumah, itu berarti dia bekerja di dalam rumah sehingga memungkinkan kita untuk bekerja di luar rumah.
GS : Jadi pengertian bekerja itu, tidak harus selalu mengerjakan suatu profesi dan sebagainya, Pak Paul? Di dalam rumah pun kita sebut dengan bekerja, apakah seperti itu?

PG : Betul sekali. Sebab bayangkan kalau ibu rumah tangga itu menolak untuk mengurus rumah tangganya sehingga suaminya yang harus berdiam di rumah untuk mengurusnya, itu berarti sudah menutup kmungkinan dia untuk bekerja di luar.

Jadi dengan kata lain, istri yang menjadi ibu rumah tangga juga turut bekerja meskipun secara tidak langsung.
GS : Kalau dikaitkan dengan penciptaan tadi Pak Paul, banyak orang yang berpikir bahwa apa yang Tuhan kerjakan itu tidak kelihatan, Dia hanya berbicara "Hendaklah menjadi sesuatu" dan akhirnya keluarlah apa yang Dia katakan, itu berarti tidak kelihatan kerjanya. Sedangkan pengertian kita tentang bekerja adalah melakukan segala sesuatu dengan berpeluh itu tadi.

PG : Betul, sebab Tuhan memang bekerja di luar ranah alam atau sesuatu yang alamiah, jadi Tuhan bekerja selalu di atas batas alam maka pekerjaan-Nya tidak dapat kita definisikan secara alamiah ula.

Misalkan waktu kita memohon kesembuhan dan atas kasih karunia-Nya, Tuhan menyembuhkan kita, bukankah kita berkata bahwa, "Tuhan bekerja menyembuhkan kita," dan bagaimana Tuhan menyembuhkan kita, itu yang tidak bisa kita lihat dengan kasat mata tapi sekali lagi, itu disebabkan oleh karena Tuhan bekerja di luar atau di atas batas alamiah tersebut.
GS : Berarti sampai hari ini, Tuhan Allah itu tetap melakukan pekerjaan untuk manusia dan juga untuk seluruh alam semesta ini, Pak Paul?

PG : Betul sekali. Sebagai contoh, seperti yang kita sudah ketahui bahwa dunia atau bumi kita ini berdiri atau hidup di tengah-tengah alam semesta atau jagad raya yang tidak terbatas. Dan di daam jagat raya ini, ada begitu banyak benda luar angkasa, misalkan meteor-meteor dan kita tahu pula bahwa meteor-meteor ini sebetulnya berkeliaran.

Kalau meteor ini menghantam bumi, maka tidak bisa tidak akan terjadi sebuah guncangan dan ledakan yang sangat dahsyat. Memang para ilmuwan memerkirakan bahwa itulah yang menjadi penyebab punahnya dinosaurus berjuta-juta tahun yang lalu. Dengan kata lain, kita memang harus mengerti bahwa kenyataan kita ada dan kenyataan bahwa kita hidup di dalam planet bumi ini, itu bukanlah kebetulan tapi itu adalah penjagaan Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan menjaga dan Tuhan bekerja melindungi bumi kita ini sehingga selama berjuta-juta tahun kita selalu terluput dari benturan dengan benda-benda luar angkasa, ini adalah salah satu bukti bahwa Tuhan itu bekerja, Tuhan tetap memberikan perlindungan supaya kita dapat bertahan hidup sampai sekarang.
GS : Selain terkait dalam penciptaan, dasar lain apakah yang mendasari untuk bekerja di dalam Alkitab?

PG : Perintah pertama Tuhan kepada manusia adalah perintah untuk bekerja. Coba kita simak firman Tuhan yang tercantum di Kejadian 1:28, "Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikn-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

Bukankah kita tahu bahwa menaklukkan bumi dan segala isinya, berkuasa atas ikan dan burung di udara dan atas segala yang merayap, semua ini adalah bahasa yang melukiskan bekerja yang memang tidak akan pernah selesai. Jadi dari awal, Tuhan sudah memerintahkan manusia untuk bekerja, menggali serta mengelola isi bumi untuk kesejahteraan hidup.
GS : Kalau dikaitkan dengan perintah Tuhan, Pak Paul, setelah manusia jatuh ke dalam dosa apakah manusia ini masih tetap bisa melakukan tugasnya dengan baik, Pak Paul?

PG : Saya kira manusia seharusnya terus berusaha untuk melakukan perintah Tuhan dengan baik yaitu memenuhi bumi, menaklukkannya, berkuasa tapi dengan pengertian tidak untuk mengeksploitasinya, ntuk kepentingan segelintir orang.

Tuhan memberikan semua ini untuk semua orang dan bukan hanya untuk segelintir orang saja, tapi karena kita adalah manusia berdosa maka adakalanya atau seringkali kita tidak begitu memedulikan orang lain, kita mencoba mengkonsumsi, mengambil, memetik sebanyak-banyaknya dan tidak mementingkan perasaan orang lain. Sekali lagi Tuhan meminta kita bekerja dan mengelola, menggali semua ini untuk kepentingan semua umat manusia dan bukan segelintir manusia. Karena dosalah maka dunia ini atau bumi kita ini hidup di dalam kepincangan, yang seharusnya cukup untuk semua tapi menjadi tidak cukup untuk semua orang.
GS : Kalau firman Tuhan untuk memenuhi bumi sebetulnya sudah dilakukan dengan baik oleh manusia dan buktinya bumi dipenuhi oleh manusia, Pak Paul. Tapi yang Pak Paul katakan bukan mengekploitasi bumi tapi melainkan mengelola bumi, dan ini merupakan tanggung jawab yang tidak ringan bagi manusia sebetulnya.

PG : Betul sekali. Karena unsur yang termasuk didalam mengelola adalah menggunakannya untuk keperluan dan kebutuhan kita bersama. Setelah itu bagaimana kita memastikan bahwa sumber daya ini ters tersedia untuk generasi-generasi selanjutnya, ini yang seringkali gagal dilakukan oleh kita karena kita hanya memikirkan diri kita dan tidak lagi memikirkan kepentingan orang lain, apalagi generasi selanjutnya.

GS : Ada orang yang berpikir di tengah kondisi bumi yang seperti sekarang ini yang tambah lama tambah rusak, ada sebagian orang yang berpikir, "Kalau Tuhan yang menciptakan, itu berarti Tuhan yang akan memelihara, dan pasti semuanya tidak akan punah dan semuanya akan ada karena Tuhan bisa menciptakan lagi sesuatu yang baru".

PG : Tapi kita juga harus memahami bahwa Tuhan, bukanlah Tuhan yang buru-buru menciptakan surga di bumi, atau buru-buru menghalangi konsekuensi perbuatan kita. Tidak selalu Tuhan berbuat sepert itu.

Adakalanya Tuhan membiarkan konsekuensi menimpa kita supaya kita belajar dari perbuatan kita yang keliru itu. Sebetulnya Tuhan sudah memberitahukan kepada kita begitu seringnya kita luput memerhatikan peringatan-peringatan Tuhan, itu sebabnya pada akhirnya kita harus menuai konsekuensi perbuatan kita. Begitu banyaknya masalah yang timbul oleh karena kegagalan untuk mengelola bumi ini dengan baik.
GS : Pak Paul, selain dua dasar Alkitab yang Pak Paul kutip dari kitab Kejadian. Apakah ada bagian Alkitab lain yang juga memotivasi kita untuk bekerja, Pak Paul?

PG : Alkitab memuat cukup banyak nasihat yang berkenaan dengan hidup rajin seperti yang tertera di Amsal 13:4, "Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diber kelimpahan".

Di Alkitab ada begitu banyak firman Tuhan yang berbunyi seperti ini, sekali lagi ayat-ayat ini memerhatikan atau memerlihatkan bahwa Tuhan tidak menyukai kemalasan tapi sebaliknya Ia memberkati kerajinan. Jadi akhirnya kita bisa simpulkan dari ketiga catatan ini bahwa bekerja merupakan kodrat alami manusiawi yang sesuai dengan sifat Allah sendiri. Tuhan pun memerintahkan manusia untuk bekerja dan memberi imbalan berkat kepada kita yang rajin bekerja. Kenyataan bahwa manusia harus bekerja keras untuk mencari nafkah sebagai hukuman atas dosa, tidaklah berarti bahwa bekerja itu sendiri merupakan hukuman Tuhan. Kesulitan mencari nafkah dan tantangan dari bumi merupakan bagian dari hukuman, dan bekerja itu sendiri bukan suatu hukuman.
GS : Memang dengan tegas, Paulus juga mengingatkan jemaat di Tesalonika kalau tidak bekerja maka jangan makan. Itu salah satu bukti bahwa bekerja menjadi suatu bagian atau tanggung jawab bahkan merupakan suatu kebutuhan bagi kehidupan manusia di bumi ini, Pak Paul.

PG : Betul. Jadi tidak benar kalau kita sebagai orang Kristen dengan menggunakan nama Tuhan berkata, "Tidak apa-apa, tidak perlu bekerja dan nanti Tuhan yang akan menyediakan," tidak seperti it! Kalau burung memang disediakan makanannya, tapi burung tetap harus terbang mencari makanannya.

Jadi sekali lagi prinsip yang harus kita ingat adalah Tuhan menyediakan, tapi manusia harus mencari makanan itu.
GS : Pak Paul, sebetulnya apa manfaat bekerja itu sendiri bagi kehidupan manusia, sehingga kalau kita mengetahui apa manfaatnya, kita akan bergairah untuk bekerja, Pak Paul.

PG : Ada beberapa, Pak Gunawan. Dan ini akan saya kaitkan dengan kesehatan jiwa manusia. Asupan gizi seperti yang kita ketahui, bukan saja berguna untuk memertahankan hidup tapi juga untuk memaok energi, setelah makan bukan saja kebutuhan hidup terpenuhi tapi energi kita pun diisi ulang sehingga menghasilkan kekuatan.

Memang kita harus memakai dan menghabiskan kekuatan atau energi yang tersedia, sebab kalau tidak maka akan terjadi ketidak keseimbangan, energi yang terkumpul dan tidak terpakai akan melahirkan masalah dalam berfungsi. Coba sekarang kita melihat kaitan antara bekerja dan kesehatan jiwa dengan menggunakan bingkai pemikiran yang baru saja saya utarakan, Pak Gunawan. Ada beberapa dan yang pertama adalah bekerja ternyata merupakan cara terefektif untuk memakai energi yang tersedia agar tercipta keseimbangan baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Jiwa yang sehat adalah jiwa yang memiliki keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi. Dengan bekerja, tubuh dan otak menjadi letih dan mengharuskan kita untuk beristirahat. Itu sebabnya bila kita bekerja maka kita cepat tidur terlelap.
GS : Memang bekerja adalah salah satu cara menggunakan energi itu, tapi ada juga banyak cara misalnya saja berolahraga, beraktifitas yang lain yang tidak terkait dengan pekerjaan. Dan itu dijadikan semacam jalan untuk mengeluarkan atau menggunakan energinya, bagaimana itu, Pak Paul?

PG : Betul sekali, hal itu bisa untuk menyeimbangkan tubuh, sehingga energi yang tersimpan bisa terpakai dengan baik. Sudah tentu tidak harus selalu lewat pekerjaan atau bekerja, tapi bisa jugakita menghabiskannya lewat berolahraga.

Itu sebabnya kita bisa tambahkan di sini, kalau pekerjaan kita tidak menuntut pengeluaran energi yang cukup karena kita banyak duduk dan sebagainya, maka itu sebabnya baik bagi kita untuk berolahraga agar dapat menghabiskan energi dengan lebih efektif. Namun kenapa tetap harus bekerja dan kenapa tidak cukup hanya berolahraga, kalau hanya untuk menghabiskan energi untuk mencapai keseimbangan? Ternyata ada hal-hal lain yang memang penting sekali, misalnya bekerja menghasilkan imbalan, baik yang bersifat moneter maupun psikologis. Imbalan moneter mencukupkan kebutuhan jasmaniah, sedangkan imbalan psikologis mencukupkan kebutuhan jiwani akan penghargaan. Jadi orang yang bekerja akan menerima imbalannya, waktu dia menerima gaji, maka dia tahu kalau ini adalah imbalan atas pekerjaannya. Dia menerima kenaikan gaji, dia juga melihat ini sebagai imbalan atas prestasinya. Saya melihat ini sebagai sesuatu yang baik dan sehat untuk kejiwaannya, belum lagi waktu dia menerima imbalan secara moneter, dia tahu kalau ini akan digunakan untuk keperluannya sehingga terciptalah juga jiwa yang relatif lebih tentram karena tahu bahwa dia akan cukup uang untuk bisa menghabiskannya guna mencukupi keperluan rumah tangga sampai satu bulan ini. Jadi memang bekerja itu penting dan bukan hanya untuk tujuan menghabiskan energi saja. Dan lagi kita akan melihat tujuan yang kedua yaitu untuk kita memeroleh imbalan-imbalan baik secara moneter, maupun secara psikologis.
GS : Tapi kalau imbalan itu tidak memuaskan dia, Pak Paul, maka itu akan menimbulkan masalah psikologis bagi dia dan juga kalau lingkungan kerjanya tidak nyaman bagi dia. Tadi Pak Paul katakan, dengan bekerja maka saat kita tidur bisa lebih nyenyak, tapi ada orang yang kalau bekerja malahan tidurnya tidak bisa nyenyak, Pak Paul, karena ada masalah yang harus dihadapi. Dan itu bagaimana, Pak Paul?

PG : Kita memang tidak bisa menjamin atau memastikan bahwa setiap kali kita bekerja, kita akan menjumpai lingkungan pekerjaan yang nyaman dan menerima kita. Adakalanya kita harus menghadapi tanangan-tantangan itu, sudah tentu sedapatnya kita hadapi namun pada titik tertentu kalau kita sadari hal ini sudah di luar kemampuan kita dan telah memberikan tekanan-tekanan yang luar biasa, sehingga menghimpit jiwa kita dan menghalangi fungsi kita sehari-hari, maka dalam kondisi kita yang seperti itu, sudah tentu lebih baik kita bijaksana dan mengakui kalau tidak bisa lagi dan lebih baik kita pindah saja dan sebagainya.

Jadi memang hidup itu tidak ideal oleh karena itu adakalanya kita harus menghadapi tantangan-tantangan seperti itu.
GS : Apakah ada hal lain yang memotivasi kita untuk bekerja, Pak Paul?

PG : Bekerja menimbulkan kepuasan karena bekerja menumbuhkan rasa keberhasilan menciptakan sesuatu. Misalkan kita ditugaskan untuk mengurus suatu event pesta, konperensi dan sebagainya dan kitabekerja keras menyiapkannya dengan perancangan-perancangan yang matang sehingga terlaksanalah event tersebut dengan baik.

Dan kita melihat itu maka hati kita puas, apalagi kalau kita mendapatkan penghargaan atau pujian dari sesama rekan, peserta atau bahkan dari atasan kita. Hal-hal itu adalah hal-hal yang menjadi makanan jiwa kita. Jiwa kita itu perlu asupan dan asupannya adalah pujian dan penghargaan atas prestasi kita, tidak bisa kita mengharapkan asupan pujian dari orang kalau kita tidak berbuat apa-apa, tidak menghasilkan apa-apa, tidak menunjukkan prestasi apa-apa maka tidak mungkin kita akan mendapatkan apa-apa. Jadi dengan kita bekerja, benar-benar kita memunyai sarana untuk mendapatkan asupan atau gizi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan jiwa kita.
GS : Memang di sini dibutuhkan kejelian kita untuk melihat bahwa apa yang kita kerjakan itu ada hasilnya, dan memang tidak semua pekerjaan bisa langsung terlihat. Hal yang bisa kita lihat seperti pekerjaan insinyur bangunan yang bangga bahwa ada bangunan yang didirikan di suatu tempat dan berkata, "Itu adalah hasil karyaku," atau membuat sebuah karya musik dan sebagainya. Tapi ada juga banyak pekerjaan yang tidak terlihat langsung seperti itu, Pak Paul. Seperti seorang guru, dia mengajar dan mengajar tapi anak yang diajar ini tidak kelihatan tambah baik tapi tambah rusak semua. Dan itu membuat dia semakin merasa tidak ada hasilnya, Pak Paul.

PG : Betul. Sekali lagi memang kita tidak hidup di dalam dunia yang ideal, adakalanya kita tidak melihat hasilnya bahkan kadang kita melihat hasil yang berkebalikan alias kegagalan, kita telah erusaha sekuat tenaga tapi hasilnya di luar dugaan dan justru kita merasakan kalau kita gagal di sini.

Tapi sekali lagi itu adalah bagian dari hidup yang kita harus hadapi, kegagalan seharusnya mencambuk kita untuk memersiapkan dengan lebih baik lagi.
GS : Yang lain apa Pak Paul, untuk membuat kita bergairah di dalam bekerja?

PG : Bekerja menstimulasi perkembangan diri sehingga lewat bekerja, kita pun dapat mengaktualisasikan diri secara optimal, seringkali karena kita mengerjakan sesuatu kemudian muncul ide mengerjkan yang lain, karena kita sedang melakukan sesuatu kemudian timbul dorongan untuk memerbaikinya, memperhalusnya, meningkatkan kwalitasnya sehingga menyempurnakan produk yang kita buat atau kita lakukan itu.

Jadi dengan kata lain, bekerja menstimulasi perkembangan diri kita. Dan waktu melihat diri kita bertumbuh, kita pun menjadi senang namun lebih dari itu, diri atau jiwa yang terus bertumbuh dinamis, menunjukkan bahwa itu adalah jiwa yang hidup dan sehat.
GS : Bagaimana dengan hubungan kita terhadap sesama karena kalau kita bekerja maka kita tidak bisa bekerja sendirian dan biasanya kita selalu berhubungan dengan orang lain. Apakah bekerja ini juga akan menolong kita dalam berinteraksi dengan orang lain?

PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Jadi karena kita bekerja maka kita berkesempatan untuk berjumpa dan menghabiskan waktu dengan orang lain. Waktu terjadi interaksi dengan sesama rekan dan orang-oang yang kita layani maka sudah tentu interaksi-interaksi ini mengasah kita, memberikan gizi dalam pertumbuhan jiwa kita, menyegarkan jiwa kita.

Kadang kita juga belajar dari mereka, kadang kita juga memahami pemahaman yang baru dari mereka, kadang kita dihiburkan oleh mereka dan meskipun di dalam dunia yang tidak sempurna, kadang kita juga dilukai oleh mereka dan kadang kita pun juga dikecewakan oleh mereka, tapi setidak-tidaknya semua ini baik interaksi yang membangun atau kadang interaksi yang memang menjatuhkan, tapi tetap adalah hal-hal yang membuat jiwa kita itu sehat atau hidup.
GS : Di awal perbincangan kita, Pak Paul sudah mendasari kalau bekerja ini merupakan amanat dari Tuhan, jadi ini adalah hakekat yang Tuhan berikan dalam diri kita, dan sekarang setelah kita bekerja apa hubungannya antara pekerjaan yang kita lakukan dengan Tuhan yang kita imani?

PG : Dengan kita bekerja dan kita memeroleh imbalannya, kebutuhan kita dicukupi dan kita melihat diri kita berkembang, kita bisa memakai karunia yang Tuhan berikan, tidak bisa tidak pada akhirna kita dibawa untuk bersyukur kepada Tuhan dan kita diingatkan bahwa Dialah yang memberikan kita kesanggupan untuk bekerja dan akhirnya kita bisa berkata, "Ini semua terjadi karena Engkau ya Tuhan, ini bisa ada juga karena Engkau."

Jadi dengan kata lain bekerja memberi kepada kita wadah untuk mengingat dan bersyukur kepada Tuhan.
GS : Dengan bekerja setelah kita menerima penghasilan, maka kita juga bisa memberikan persembahan lewat gereja atau lewat tempat-tempat yang lain sebagai tanda syukur kita, seperti itu, Pak Paul?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi kita bukan saja menerima tapi kita juga berusaha sebagai ucapan syukur memberikan kembali kepada Tuhan, lewat orang-orang yang membutuhkannya.

GS : Apakah ada ayat-ayat firman Tuhan yang merangkumkan pembicaraan kita pada saat ini, Pak Paul?

PG : Amsal 19:15 berkata, "Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar." Rajin bekerja adalah merupakan sebuah karakter yang diinginkan Tuhan dan sebaliknyakemalasan adalah jalan pasti menuju kelaparan, baik kelaparan secara jasmaniah, maupun rohaniah.

Tuhan telah mendesain semuanya dengan sempurna dan bekerja adalah bagian dari desain Tuhan yang baik itu. Maka marilah kita bekerja dan sedapatnya lakukanlah sebaik-baiknya sehingga lewat bekerja kita bisa menjadi manusia sebagaimana yang Tuhan juga inginkan.
GS : Saya percaya, bekerja juga merupakan bagian kita yakni bagian yang Tuhan berikan untuk kita memersiapkan diri memasuki surga nanti. Karena di surga nanti kita tidak akan hanya bersantai-santai ria.

PG : Saya juga percaya itu.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Bekerja?". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



10. Tidak Lagi Bekerja


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T300B (File MP3 T300B)


Abstrak:

Kadang kita kehilangan pekerjaan oleh karena faktor penyebab di luar kendali namun adakalanya kita kehilangan pekerjaan karena ulah sendiri. Apa pun penyebabnya, kehilangan pekerjaan untuk waktu yang berkepanjangan tidaklah baik. Mengapa dikatakan tidak baik? Apa alasannya dan dampaknya?


Ringkasan:

Kadang kita kehilangan pekerjaan oleh karena faktor penyebab di luar kendali namun adakalanya kita kehilangan pekerjaan karena ulah sendiri. Apa pun penyebabnya, kehilangan pekerjaan untuk waktu yang berkepanjangan tidaklah baik. Berikut akan dipaparkan alasan dan dampaknya.

  • Oleh karena bekerja merupakan kodrat manusiawi kita, tidak bekerja melanggar kodrat dan segalanya yang melanggar kodrat pastilah berbuntut buruk. Kita kehilangan keseimbangan hidup sehingga energi tak terpakai dan energi yang tak terpakai bukan saja memengaruhi fungsi sehari-hari, ia pun berpotensi menciptakan beban mental. Itu sebabnya sering kali orang yang tidak bekerja tidak lagi dapat berfungsi optimal. Mungkin ia menjadi pelupa, mungkin ia kehilangan energi kendati sesungguhnya energi tersedia dengan berlimpah. Tidak jarang orang yang tidak bekerja mulai mengalami kesukaran berpikir dan akhirnya mengalami depresi.
  • Tidak bekerja untuk waktu yang berkepanjangan sudah tentu berekor pada penurunan penghasilan yang berpotensi menciptakan perasaan cemas. Kita takut kalau-kalau kita tidak akan mampu menafkahi kebutuhan keluarga. Akhirnya hidup pun digenangi oleh kecemasan.
  • Tidak bekerja membuat diri merasa tidak berguna. Kita merasa diri gagal sehingga malu berjumpa dengan teman. Kita menghindar dari pertemuan dengan keluarga maupun teman sehingga kita makin terisolir. Kepercayaan diri merosot dan kita menjadi takut memulai kembali.
  • Tidak adanya pekerjaan berarti impian untuk mengaktualisasikan diri terhambat. Kita cepat merasa frustrasi karena tidak dapat mendayagunakan segenap potensi yang ada.
  • Tidak ada pekerjaan menyempitkan pergaulan dan ini tidak sehat sebab kita terus tenggelam dalam diri sendiri. Akhirnya obyektivitas melihat hidup terganggu dan reaksi terhadap apa yang terjadi pun mengalami distorsi.
  • Tidak bekerja untuk waktu yang lama berpotensi menjadikan kita malas. Kita malah menikmati kondisi ini dan berusaha memperpanjangnya. Akhirnya muncullah godaan untuk mendapatkan uang dengan cara yang tidak berkenan kepada Allah. Itu sebabnya kemalasan kerap kali melahirkan dosa.
  • Tidak bekerja membuat kita pahit terhadap Tuhan. Kita merasa dibuang dan tidak lagi diperhatikan oleh Tuhan. Sesungguhnya Tuhan memerhatikan kita. Kita justru harus bersyukur akan pemberian dan pemeliharaan-Nya.
Firman Tuhan: Amsal 18:14 berkata, "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?" Betul sekali! Orang yang rajin bekerja akan menjadi orang yang bersemangat dan semangat ini menolongnya kuat dalam penderitaan. Sebaliknya, kehilangan pekerjaan membuat kita cepat menyerah dan tidak lagi bersemangat untuk melakukan apa pun. Itu sebabnya kita harus lari kepada Kristus yang dapat mengobarkan semangat kita untuk berserah kepada-Nya.

Transkrip:

"Mengapa Bekerja?" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Lengkap

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Bekerja?". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pertanyaan mengapa bekerja itu menyentakkan kita untuk berpikir kenapa saya ini bekerja. Karena pada umumnya orang atau termasuk saya sendiri dulu, kalau sudah cukup umur, sudah selesai sekolah maka harus bekerja. Tapi apakah ada dasar-dasar yang lebih kuat dari itu, Pak Paul?

PG : Sebetulnya ada, Pak Gunawan. Memang kadang-kadang kita ini dipengaruhi oleh konsep yang berkata bahwa bekerja adalah hukuman yang Tuhan jatuhkan atas manusia, oleh karena kita ini pernah jtuh di dalam dosa maka kita mendapatkan hukuman dari Tuhan.

Memang Tuhan pernah berkata bahwa dengan berpeluh atau susah payah, nanti kita harus mengelola tanah dan sebagainya. Namun kita akan melihat bahwa sebetulnya bekerja itu bukanlah hukuman Tuhan, tapi yang Tuhan tambahkan sebagai hukuman adalah kesulitannya yakni bahwa tanah ini sudah menjadi tanah yang tidak lagi sempurna, bumi ini menjadi bumi yang tidak sempurna sehingga dalam ketidak sempurnaannya maka bumi itu akan menjadi bumi yang lumayan susah untuk dikelola, tidak seperti sebelumnya. Jadi saya mau melihat perspektif Alkitab terhadap bekerja itu sendiri.
GS : Dalam hal ini Pak Paul, apakah yang firman Tuhan katakan tentang bekerja itu? Kalau Pak Paul katakan ini bukan hukuman, memang seringkali orang juga tidak berpikir seperti itu tapi hanya dianggap sebagai kewajiban, jadi mirip-mirip juga. Tapi apa yang sebenarnya firman Tuhan katakan?

PG : Alkitab dimulai dengan kisah penciptaan. Sewaktu Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya, sesungguhnya Tuhan tengah bekerja. Sebab kita tahu bahwa menciptakan segala sesuatu, membuatsegala sesuatu menjadi ada dari yang tidak ada, itu semua menuntut suatu usaha, adanya kerja.

Jadi dengan kata lain, bekerja merupakan sesuatu yang secara hakiki sangat berkaitan dengan kodrat Tuhan, dengan Tuhan itu sendiri. Jadi oleh karena kita ini diciptakan Tuhan seturut dengan gambar-Nya, maka bekerja pun merupakan kodrat dari manusiawi kita itu juga.
GS : Apakah yang dimaksud bekerja merupakan kodrat manusiawi?

PG : Karena kita ini mewarisi sifat-sifat Allah yaitu Allah adalah Allah yang bekerja, Dia bekerja menciptakan alam semesta ini, maka kita mewarisi sifat Allah yang hakiki itu yakni Allah adala Allah yang bekerja.

Jadi kita sebagai manusia yang diciptakan seturut dengan gambar Allah, maka kita adalah manusia yang secara hakiki akan dan mau serta harus bekerja.
GS : Memang kalau dilihat di dalam diri manusia. Semua pasti punya keinginan untuk bekerja kecuali kalau dia punya kelainan cacat atau kelainan jiwa, tapi pada umumnya orang punya harapan untuk bisa bekerja.

PG : Betul sekali. Maka dari sini kita bisa simpulkan, memang bekerja adalah sebuah titipan dari Tuhan untuk kita, dan itu sebabnya secara alamiah, sesungguhnya semua manusia itu ingin bekerja,atau seharusnya manusia itu ingin bekerja.

Nanti kita akan melihat kalau ada orang yang tidak ingin bekerja, berarti itu menunjukkan adanya masalah dalam dirinya. Tapi pada manusia yang wajar atau yang normal, keinginan untuk bekerja adalah keinginan yang sangat hakiki, sangat melekat pada diri kemanusiaan kita.
GS : Tapi pada zaman dahulu Pak Paul, bekerja seolah-olah menjadi kewajiban bagi kaum pria sedangkan wanita walaupun sesama manusia, dia tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang di luar rumah tapi yang di dalam rumah, Pak Paul.

PG : Betul sekali. Jadi memang kita harus membagi pekerjaan dalam dua jenis besar, ada yang bekerja di luar rumah dan ada juga yang bekerja di dalam rumah, tapi dua-duanya adalah bekerja sebab bu rumah tangga yang mengurus rumah sudah tentu itu sebuah pekerjaan pula.

Di zaman sekarang kita tahu bahwa, kalau kita tidak mau mengurus rumah tangga kita, maka kita harus menghadirkan seseorang untuk mengurusnya, membersihkannya dan sebagainya dan kita juga harus membayarnya. Jadi orang itu pun bekerja di dalam rumah. Istri yang tidak bekerja di luar rumah, itu berarti dia bekerja di dalam rumah sehingga memungkinkan kita untuk bekerja di luar rumah.
GS : Jadi pengertian bekerja itu, tidak harus selalu mengerjakan suatu profesi dan sebagainya, Pak Paul? Di dalam rumah pun kita sebut dengan bekerja, apakah seperti itu?

PG : Betul sekali. Sebab bayangkan kalau ibu rumah tangga itu menolak untuk mengurus rumah tangganya sehingga suaminya yang harus berdiam di rumah untuk mengurusnya, itu berarti sudah menutup kmungkinan dia untuk bekerja di luar.

Jadi dengan kata lain, istri yang menjadi ibu rumah tangga juga turut bekerja meskipun secara tidak langsung.
GS : Kalau dikaitkan dengan penciptaan tadi Pak Paul, banyak orang yang berpikir bahwa apa yang Tuhan kerjakan itu tidak kelihatan, Dia hanya berbicara "Hendaklah menjadi sesuatu" dan akhirnya keluarlah apa yang Dia katakan, itu berarti tidak kelihatan kerjanya. Sedangkan pengertian kita tentang bekerja adalah melakukan segala sesuatu dengan berpeluh itu tadi.

PG : Betul, sebab Tuhan memang bekerja di luar ranah alam atau sesuatu yang alamiah, jadi Tuhan bekerja selalu di atas batas alam maka pekerjaan-Nya tidak dapat kita definisikan secara alamiah ula.

Misalkan waktu kita memohon kesembuhan dan atas kasih karunia-Nya, Tuhan menyembuhkan kita, bukankah kita berkata bahwa, "Tuhan bekerja menyembuhkan kita," dan bagaimana Tuhan menyembuhkan kita, itu yang tidak bisa kita lihat dengan kasat mata tapi sekali lagi, itu disebabkan oleh karena Tuhan bekerja di luar atau di atas batas alamiah tersebut.
GS : Berarti sampai hari ini, Tuhan Allah itu tetap melakukan pekerjaan untuk manusia dan juga untuk seluruh alam semesta ini, Pak Paul?

PG : Betul sekali. Sebagai contoh, seperti yang kita sudah ketahui bahwa dunia atau bumi kita ini berdiri atau hidup di tengah-tengah alam semesta atau jagad raya yang tidak terbatas. Dan di daam jagat raya ini, ada begitu banyak benda luar angkasa, misalkan meteor-meteor dan kita tahu pula bahwa meteor-meteor ini sebetulnya berkeliaran.

Kalau meteor ini menghantam bumi, maka tidak bisa tidak akan terjadi sebuah guncangan dan ledakan yang sangat dahsyat. Memang para ilmuwan memerkirakan bahwa itulah yang menjadi penyebab punahnya dinosaurus berjuta-juta tahun yang lalu. Dengan kata lain, kita memang harus mengerti bahwa kenyataan kita ada dan kenyataan bahwa kita hidup di dalam planet bumi ini, itu bukanlah kebetulan tapi itu adalah penjagaan Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan menjaga dan Tuhan bekerja melindungi bumi kita ini sehingga selama berjuta-juta tahun kita selalu terluput dari benturan dengan benda-benda luar angkasa, ini adalah salah satu bukti bahwa Tuhan itu bekerja, Tuhan tetap memberikan perlindungan supaya kita dapat bertahan hidup sampai sekarang.
GS : Selain terkait dalam penciptaan, dasar lain apakah yang mendasari untuk bekerja di dalam Alkitab?

PG : Perintah pertama Tuhan kepada manusia adalah perintah untuk bekerja. Coba kita simak firman Tuhan yang tercantum di Kejadian 1:28, "Penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikn-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

Bukankah kita tahu bahwa menaklukkan bumi dan segala isinya, berkuasa atas ikan dan burung di udara dan atas segala yang merayap, semua ini adalah bahasa yang melukiskan bekerja yang memang tidak akan pernah selesai. Jadi dari awal, Tuhan sudah memerintahkan manusia untuk bekerja, menggali serta mengelola isi bumi untuk kesejahteraan hidup.
GS : Kalau dikaitkan dengan perintah Tuhan, Pak Paul, setelah manusia jatuh ke dalam dosa apakah manusia ini masih tetap bisa melakukan tugasnya dengan baik, Pak Paul?

PG : Saya kira manusia seharusnya terus berusaha untuk melakukan perintah Tuhan dengan baik yaitu memenuhi bumi, menaklukkannya, berkuasa tapi dengan pengertian tidak untuk mengeksploitasinya, ntuk kepentingan segelintir orang.

Tuhan memberikan semua ini untuk semua orang dan bukan hanya untuk segelintir orang saja, tapi karena kita adalah manusia berdosa maka adakalanya atau seringkali kita tidak begitu memedulikan orang lain, kita mencoba mengkonsumsi, mengambil, memetik sebanyak-banyaknya dan tidak mementingkan perasaan orang lain. Sekali lagi Tuhan meminta kita bekerja dan mengelola, menggali semua ini untuk kepentingan semua umat manusia dan bukan segelintir manusia. Karena dosalah maka dunia ini atau bumi kita ini hidup di dalam kepincangan, yang seharusnya cukup untuk semua tapi menjadi tidak cukup untuk semua orang.
GS : Kalau firman Tuhan untuk memenuhi bumi sebetulnya sudah dilakukan dengan baik oleh manusia dan buktinya bumi dipenuhi oleh manusia, Pak Paul. Tapi yang Pak Paul katakan bukan mengekploitasi bumi tapi melainkan mengelola bumi, dan ini merupakan tanggung jawab yang tidak ringan bagi manusia sebetulnya.

PG : Betul sekali. Karena unsur yang termasuk didalam mengelola adalah menggunakannya untuk keperluan dan kebutuhan kita bersama. Setelah itu bagaimana kita memastikan bahwa sumber daya ini ters tersedia untuk generasi-generasi selanjutnya, ini yang seringkali gagal dilakukan oleh kita karena kita hanya memikirkan diri kita dan tidak lagi memikirkan kepentingan orang lain, apalagi generasi selanjutnya.

GS : Ada orang yang berpikir di tengah kondisi bumi yang seperti sekarang ini yang tambah lama tambah rusak, ada sebagian orang yang berpikir, "Kalau Tuhan yang menciptakan, itu berarti Tuhan yang akan memelihara, dan pasti semuanya tidak akan punah dan semuanya akan ada karena Tuhan bisa menciptakan lagi sesuatu yang baru".

PG : Tapi kita juga harus memahami bahwa Tuhan, bukanlah Tuhan yang buru-buru menciptakan surga di bumi, atau buru-buru menghalangi konsekuensi perbuatan kita. Tidak selalu Tuhan berbuat sepert itu.

Adakalanya Tuhan membiarkan konsekuensi menimpa kita supaya kita belajar dari perbuatan kita yang keliru itu. Sebetulnya Tuhan sudah memberitahukan kepada kita begitu seringnya kita luput memerhatikan peringatan-peringatan Tuhan, itu sebabnya pada akhirnya kita harus menuai konsekuensi perbuatan kita. Begitu banyaknya masalah yang timbul oleh karena kegagalan untuk mengelola bumi ini dengan baik.
GS : Pak Paul, selain dua dasar Alkitab yang Pak Paul kutip dari kitab Kejadian. Apakah ada bagian Alkitab lain yang juga memotivasi kita untuk bekerja, Pak Paul?

PG : Alkitab memuat cukup banyak nasihat yang berkenaan dengan hidup rajin seperti yang tertera di Amsal 13:4, "Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diber kelimpahan".

Di Alkitab ada begitu banyak firman Tuhan yang berbunyi seperti ini, sekali lagi ayat-ayat ini memerhatikan atau memerlihatkan bahwa Tuhan tidak menyukai kemalasan tapi sebaliknya Ia memberkati kerajinan. Jadi akhirnya kita bisa simpulkan dari ketiga catatan ini bahwa bekerja merupakan kodrat alami manusiawi yang sesuai dengan sifat Allah sendiri. Tuhan pun memerintahkan manusia untuk bekerja dan memberi imbalan berkat kepada kita yang rajin bekerja. Kenyataan bahwa manusia harus bekerja keras untuk mencari nafkah sebagai hukuman atas dosa, tidaklah berarti bahwa bekerja itu sendiri merupakan hukuman Tuhan. Kesulitan mencari nafkah dan tantangan dari bumi merupakan bagian dari hukuman, dan bekerja itu sendiri bukan suatu hukuman.
GS : Memang dengan tegas, Paulus juga mengingatkan jemaat di Tesalonika kalau tidak bekerja maka jangan makan. Itu salah satu bukti bahwa bekerja menjadi suatu bagian atau tanggung jawab bahkan merupakan suatu kebutuhan bagi kehidupan manusia di bumi ini, Pak Paul.

PG : Betul. Jadi tidak benar kalau kita sebagai orang Kristen dengan menggunakan nama Tuhan berkata, "Tidak apa-apa, tidak perlu bekerja dan nanti Tuhan yang akan menyediakan," tidak seperti it! Kalau burung memang disediakan makanannya, tapi burung tetap harus terbang mencari makanannya.

Jadi sekali lagi prinsip yang harus kita ingat adalah Tuhan menyediakan, tapi manusia harus mencari makanan itu.
GS : Pak Paul, sebetulnya apa manfaat bekerja itu sendiri bagi kehidupan manusia, sehingga kalau kita mengetahui apa manfaatnya, kita akan bergairah untuk bekerja, Pak Paul.

PG : Ada beberapa, Pak Gunawan. Dan ini akan saya kaitkan dengan kesehatan jiwa manusia. Asupan gizi seperti yang kita ketahui, bukan saja berguna untuk memertahankan hidup tapi juga untuk memaok energi, setelah makan bukan saja kebutuhan hidup terpenuhi tapi energi kita pun diisi ulang sehingga menghasilkan kekuatan.

Memang kita harus memakai dan menghabiskan kekuatan atau energi yang tersedia, sebab kalau tidak maka akan terjadi ketidak keseimbangan, energi yang terkumpul dan tidak terpakai akan melahirkan masalah dalam berfungsi. Coba sekarang kita melihat kaitan antara bekerja dan kesehatan jiwa dengan menggunakan bingkai pemikiran yang baru saja saya utarakan, Pak Gunawan. Ada beberapa dan yang pertama adalah bekerja ternyata merupakan cara terefektif untuk memakai energi yang tersedia agar tercipta keseimbangan baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Jiwa yang sehat adalah jiwa yang memiliki keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi. Dengan bekerja, tubuh dan otak menjadi letih dan mengharuskan kita untuk beristirahat. Itu sebabnya bila kita bekerja maka kita cepat tidur terlelap.
GS : Memang bekerja adalah salah satu cara menggunakan energi itu, tapi ada juga banyak cara misalnya saja berolahraga, beraktifitas yang lain yang tidak terkait dengan pekerjaan. Dan itu dijadikan semacam jalan untuk mengeluarkan atau menggunakan energinya, bagaimana itu, Pak Paul?

PG : Betul sekali, hal itu bisa untuk menyeimbangkan tubuh, sehingga energi yang tersimpan bisa terpakai dengan baik. Sudah tentu tidak harus selalu lewat pekerjaan atau bekerja, tapi bisa jugakita menghabiskannya lewat berolahraga.

Itu sebabnya kita bisa tambahkan di sini, kalau pekerjaan kita tidak menuntut pengeluaran energi yang cukup karena kita banyak duduk dan sebagainya, maka itu sebabnya baik bagi kita untuk berolahraga agar dapat menghabiskan energi dengan lebih efektif. Namun kenapa tetap harus bekerja dan kenapa tidak cukup hanya berolahraga, kalau hanya untuk menghabiskan energi untuk mencapai keseimbangan? Ternyata ada hal-hal lain yang memang penting sekali, misalnya bekerja menghasilkan imbalan, baik yang bersifat moneter maupun psikologis. Imbalan moneter mencukupkan kebutuhan jasmaniah, sedangkan imbalan psikologis mencukupkan kebutuhan jiwani akan penghargaan. Jadi orang yang bekerja akan menerima imbalannya, waktu dia menerima gaji, maka dia tahu kalau ini adalah imbalan atas pekerjaannya. Dia menerima kenaikan gaji, dia juga melihat ini sebagai imbalan atas prestasinya. Saya melihat ini sebagai sesuatu yang baik dan sehat untuk kejiwaannya, belum lagi waktu dia menerima imbalan secara moneter, dia tahu kalau ini akan digunakan untuk keperluannya sehingga terciptalah juga jiwa yang relatif lebih tentram karena tahu bahwa dia akan cukup uang untuk bisa menghabiskannya guna mencukupi keperluan rumah tangga sampai satu bulan ini. Jadi memang bekerja itu penting dan bukan hanya untuk tujuan menghabiskan energi saja. Dan lagi kita akan melihat tujuan yang kedua yaitu untuk kita memeroleh imbalan-imbalan baik secara moneter, maupun secara psikologis.
GS : Tapi kalau imbalan itu tidak memuaskan dia, Pak Paul, maka itu akan menimbulkan masalah psikologis bagi dia dan juga kalau lingkungan kerjanya tidak nyaman bagi dia. Tadi Pak Paul katakan, dengan bekerja maka saat kita tidur bisa lebih nyenyak, tapi ada orang yang kalau bekerja malahan tidurnya tidak bisa nyenyak, Pak Paul, karena ada masalah yang harus dihadapi. Dan itu bagaimana, Pak Paul?

PG : Kita memang tidak bisa menjamin atau memastikan bahwa setiap kali kita bekerja, kita akan menjumpai lingkungan pekerjaan yang nyaman dan menerima kita. Adakalanya kita harus menghadapi tanangan-tantangan itu, sudah tentu sedapatnya kita hadapi namun pada titik tertentu kalau kita sadari hal ini sudah di luar kemampuan kita dan telah memberikan tekanan-tekanan yang luar biasa, sehingga menghimpit jiwa kita dan menghalangi fungsi kita sehari-hari, maka dalam kondisi kita yang seperti itu, sudah tentu lebih baik kita bijaksana dan mengakui kalau tidak bisa lagi dan lebih baik kita pindah saja dan sebagainya.

Jadi memang hidup itu tidak ideal oleh karena itu adakalanya kita harus menghadapi tantangan-tantangan seperti itu.
GS : Apakah ada hal lain yang memotivasi kita untuk bekerja, Pak Paul?

PG : Bekerja menimbulkan kepuasan karena bekerja menumbuhkan rasa keberhasilan menciptakan sesuatu. Misalkan kita ditugaskan untuk mengurus suatu event pesta, konperensi dan sebagainya dan kitabekerja keras menyiapkannya dengan perancangan-perancangan yang matang sehingga terlaksanalah event tersebut dengan baik.

Dan kita melihat itu maka hati kita puas, apalagi kalau kita mendapatkan penghargaan atau pujian dari sesama rekan, peserta atau bahkan dari atasan kita. Hal-hal itu adalah hal-hal yang menjadi makanan jiwa kita. Jiwa kita itu perlu asupan dan asupannya adalah pujian dan penghargaan atas prestasi kita, tidak bisa kita mengharapkan asupan pujian dari orang kalau kita tidak berbuat apa-apa, tidak menghasilkan apa-apa, tidak menunjukkan prestasi apa-apa maka tidak mungkin kita akan mendapatkan apa-apa. Jadi dengan kita bekerja, benar-benar kita memunyai sarana untuk mendapatkan asupan atau gizi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan jiwa kita.
GS : Memang di sini dibutuhkan kejelian kita untuk melihat bahwa apa yang kita kerjakan itu ada hasilnya, dan memang tidak semua pekerjaan bisa langsung terlihat. Hal yang bisa kita lihat seperti pekerjaan insinyur bangunan yang bangga bahwa ada bangunan yang didirikan di suatu tempat dan berkata, "Itu adalah hasil karyaku," atau membuat sebuah karya musik dan sebagainya. Tapi ada juga banyak pekerjaan yang tidak terlihat langsung seperti itu, Pak Paul. Seperti seorang guru, dia mengajar dan mengajar tapi anak yang diajar ini tidak kelihatan tambah baik tapi tambah rusak semua. Dan itu membuat dia semakin merasa tidak ada hasilnya, Pak Paul.

PG : Betul. Sekali lagi memang kita tidak hidup di dalam dunia yang ideal, adakalanya kita tidak melihat hasilnya bahkan kadang kita melihat hasil yang berkebalikan alias kegagalan, kita telah erusaha sekuat tenaga tapi hasilnya di luar dugaan dan justru kita merasakan kalau kita gagal di sini.

Tapi sekali lagi itu adalah bagian dari hidup yang kita harus hadapi, kegagalan seharusnya mencambuk kita untuk memersiapkan dengan lebih baik lagi.
GS : Yang lain apa Pak Paul, untuk membuat kita bergairah di dalam bekerja?

PG : Bekerja menstimulasi perkembangan diri sehingga lewat bekerja, kita pun dapat mengaktualisasikan diri secara optimal, seringkali karena kita mengerjakan sesuatu kemudian muncul ide mengerjkan yang lain, karena kita sedang melakukan sesuatu kemudian timbul dorongan untuk memerbaikinya, memperhalusnya, meningkatkan kwalitasnya sehingga menyempurnakan produk yang kita buat atau kita lakukan itu.

Jadi dengan kata lain, bekerja menstimulasi perkembangan diri kita. Dan waktu melihat diri kita bertumbuh, kita pun menjadi senang namun lebih dari itu, diri atau jiwa yang terus bertumbuh dinamis, menunjukkan bahwa itu adalah jiwa yang hidup dan sehat.
GS : Bagaimana dengan hubungan kita terhadap sesama karena kalau kita bekerja maka kita tidak bisa bekerja sendirian dan biasanya kita selalu berhubungan dengan orang lain. Apakah bekerja ini juga akan menolong kita dalam berinteraksi dengan orang lain?

PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Jadi karena kita bekerja maka kita berkesempatan untuk berjumpa dan menghabiskan waktu dengan orang lain. Waktu terjadi interaksi dengan sesama rekan dan orang-oang yang kita layani maka sudah tentu interaksi-interaksi ini mengasah kita, memberikan gizi dalam pertumbuhan jiwa kita, menyegarkan jiwa kita.

Kadang kita juga belajar dari mereka, kadang kita juga memahami pemahaman yang baru dari mereka, kadang kita dihiburkan oleh mereka dan meskipun di dalam dunia yang tidak sempurna, kadang kita juga dilukai oleh mereka dan kadang kita pun juga dikecewakan oleh mereka, tapi setidak-tidaknya semua ini baik interaksi yang membangun atau kadang interaksi yang memang menjatuhkan, tapi tetap adalah hal-hal yang membuat jiwa kita itu sehat atau hidup.
GS : Di awal perbincangan kita, Pak Paul sudah mendasari kalau bekerja ini merupakan amanat dari Tuhan, jadi ini adalah hakekat yang Tuhan berikan dalam diri kita, dan sekarang setelah kita bekerja apa hubungannya antara pekerjaan yang kita lakukan dengan Tuhan yang kita imani?

PG : Dengan kita bekerja dan kita memeroleh imbalannya, kebutuhan kita dicukupi dan kita melihat diri kita berkembang, kita bisa memakai karunia yang Tuhan berikan, tidak bisa tidak pada akhirna kita dibawa untuk bersyukur kepada Tuhan dan kita diingatkan bahwa Dialah yang memberikan kita kesanggupan untuk bekerja dan akhirnya kita bisa berkata, "Ini semua terjadi karena Engkau ya Tuhan, ini bisa ada juga karena Engkau."

Jadi dengan kata lain bekerja memberi kepada kita wadah untuk mengingat dan bersyukur kepada Tuhan.
GS : Dengan bekerja setelah kita menerima penghasilan, maka kita juga bisa memberikan persembahan lewat gereja atau lewat tempat-tempat yang lain sebagai tanda syukur kita, seperti itu, Pak Paul?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi kita bukan saja menerima tapi kita juga berusaha sebagai ucapan syukur memberikan kembali kepada Tuhan, lewat orang-orang yang membutuhkannya.

GS : Apakah ada ayat-ayat firman Tuhan yang merangkumkan pembicaraan kita pada saat ini, Pak Paul?

PG : Amsal 19:15 berkata, "Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan menderita lapar." Rajin bekerja adalah merupakan sebuah karakter yang diinginkan Tuhan dan sebaliknyakemalasan adalah jalan pasti menuju kelaparan, baik kelaparan secara jasmaniah, maupun rohaniah.

Tuhan telah mendesain semuanya dengan sempurna dan bekerja adalah bagian dari desain Tuhan yang baik itu. Maka marilah kita bekerja dan sedapatnya lakukanlah sebaik-baiknya sehingga lewat bekerja kita bisa menjadi manusia sebagaimana yang Tuhan juga inginkan.
GS : Saya percaya, bekerja juga merupakan bagian kita yakni bagian yang Tuhan berikan untuk kita memersiapkan diri memasuki surga nanti. Karena di surga nanti kita tidak akan hanya bersantai-santai ria.

PG : Saya juga percaya itu.

GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Bekerja?". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


11. Memilih Karier I


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T315A (File MP3 T315A)


Abstrak:

Salah satu hal yang sering kali menjadi penyesalan kita di kemudian hari adalah pemilihan karier. Karena kita TERLALU BERSEMANGAT UNTUK MEMERBAIKI HIDUP maka kita mengambil arah karier yang keliru. Yang menyebabkan kita keliru dalam pemilihan karier adalah karena kita ingin cepat kaya, ingin cepat berkembang, ingin cepat bersumbangsih, ingin lari dari kegagalan, ingin melayani Tuhan. Jika itu yang terjadi pada kita, maka apa yang harus menjadi pedoman bagi kita dalam kita memilih karier agar kita tidak menyesal di kemudian hari?


Ringkasan:

Ada peribahasa yang berbunyi, "Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga." Kebanyakan kita berusaha untuk hidup sebaik mungkin supaya hidup tidak menyisakan penyesalan di hari tua. Namun pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang dapat melewati hidup tanpa penyesalan. Seperti tupai yang terjatuh, kita pun tersandung dalam satu dua hal sehingga mesti menanggung penyesalan di hari tua. Berikut akan dipaparkan pelbagai ruang dalam kehidupan yang kerap menyisakan penyesalan. Mudah-mudahan melalui refleksi ini kita dapat menghindar dari kesalahan serupa sehingga kita tidak harus menyisakan penyesalan dalam hidup.

Salah satu hal yang sering kali menjadi penyesalan kita di kemudian hari adalah pemilihan karier. Banyak di antara kita yang menyesalkan keputusan yang kita ambil—keputusan yang mengubah arah karier ke arah yang keliru. Masalahnya adalah pada saat kita memutuskannya, kita sungguh yakin bahwa itulah arah karier yang mesti kita tempuh. Waktu akhirnya membuktikan betapa kelirunya kita. Masalahnya adalah sumber daya dan waktu itu sendiri telah terbuang. Kita tidak bisa memutar jarum jam kembali.
Kendati ada banyak penyebab mengapa kita akhirnya mengambil arah yang keliru namun pada dasarnya satu penyebab yang acap kali mendasari kekeliruan adalah kita TERLALU BERSEMANGAT UNTUK MEMERBAIKI HIDUP. Nah, berikut ini akan dipaparkan beberapa penyebab mengapa kadang kita mengambil arah karier yang keliru.

  1. INGIN CEPAT KAYA.
    Dengan bertambahnya penekanan pada materi dan keberhasilan finansial, makin banyak orang yang bermotivasi untuk mendapatkan lebih banyak uang dalam waktu sesingkat mungkin. Masalahnya adalah kadang kita bertindak gegabah. Begitu melihat peluang kita langsung menabraknya dan tidak mengindahkan rambu-rambu peringatan. Akhirnya kita menetapkan karier bukan atas kesukaan dan kesanggupan melainkan atas prospek uang yang dihasilkan. Bila arah karier itu memang sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan, sudah tentu tidak apa. Namun bila tidak sesuai, akhirnya kita malah menuai masalah. Kita mungkin terseok-seok karena terlalu memaksakan dan tidak jarang, keputusan ini malah menjerumuskan keluarga ke lubang utang dan kebangkrutan. Walaupun arah karier ini sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan, kita tetap harus berhati-hati dalam pengambilan keputusan sebab segala sesuatu harus dipertimbangkan. Tidak tentu sesuatu yang baik adalah baik atau cocok untuk dilakukan.
  2. INGIN CEPAT BERKEMBANG.
    Berbeda dengan motivasi "ingin cepat kaya," keinginan untuk mengembangkan diri tidak selalu bermuatan finansial. Keinginan untuk cepat berkembang biasanya tumbuh dari kerinduan untuk memaksimalkan potensi yang ada. Kita tidak betah berada di posisi di mana kita berada sebab kita tidak dapat mengaktualisasikan kemampuan. Itu sebabnya kita berusaha untuk mencari kesempatan lain yang dapat memberi kita ruang untuk pengembangan diri. Kita harus bersikap bijaksana agar tidak menuai penyesalan di kemudian hari. Jangan tergesa-gesa melihat kesempatan yang terbuka sebab kita selalu harus memertimbangkan risikonya.
  3. INGIN CEPAT BERSUMBANGSIH.
    Sumbangsih memang membuat kita merasa berguna dan berharga. Itu sebabnya ada orang yang berusaha ingin cepat memberi sumbangsih lewat kariernya. Masalahnya sumbangsih mesti sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan. Kadang karena ingin terlalu cepat bersumbangsih kita malah meninggikan diri dan menempatkan diri di atas orang lain. Padahal kita masih tergolong baru di bidang yang digeluti sekarang dan belum memiliki kesiapan untuk memberi sumbangsih kepada yang lain. Adakalanya kita pun menggebu memberi sumbangsih padahal tidak ada kebutuhan untuk itu. Alhasil sumbangsih kita tidak dihargai. Jadi, berilah waktu yang panjang untuk belajar dari pengalaman dan dari orang yang telah cukup makan asam garam di bidang yang kita geluti. Jangan cepat-cepat ingin mengajarkan orang lain, jadilah pelajar sebelum menjadi guru.
  4. INGIN LARI DARI KEGAGALAN.
    Adakalanya kita memilih karier karena kita ingin lari dari kegagalan. Mungkin kita pernah mencoba melakukan sesuatu namun menemui jalan buntu. Akhirnya kita ingin lari dari kenyataan dan memilih karier lain sebagai jalan keluar dari masalah. Tidak jarang pemilihan karier seperti ini hanya seumur jagung namun dalam perjalanannya, korban dan kerugian berjatuhan.
  5. INGIN MELAYANI TUHAN.
    Ada yang ingin melayani Tuhan namun tidak memerhitungkan konsekuensinya. Misalnya, ada yang merasa terpanggil untuk melayani namun pasangannya tidak memunyai panggilan yang sama. Sebagai akibatnya pasangan tidak dapat memberi dukungan yang dibutuhkan. Akhirnya kita mengalami kepincangan sebab pada dasarnya hanya kitalah yang terlibat pelayanan. Pasangan mengizinkan namun tidak mau terlibat. Ada banyak faktor yang mesti dipertimbangkan sebelum kita terjun ke dalam pelayanan. Tanpa persiapan yang matang, acap kali pelayanan membuahkan masalah dalam keluarga. Amsal 19:8 mengingatkan, "Siapa memperoleh akal budi mengasihi dirinya, siapa berpegang pada pengertian, mendapat pengertian."
Agar dapat memilih karier dengan tepat kita mesti memertimbangkan hal-hal berikut ini :
  • KESUKAAN DAN KESANGGUPAN.
    Ada hal yang kita sukai namun belum tentu kita sanggup melakukannya. Sebaliknya, ada hal yang sanggup kita lakukan namun tidak kita sukai. Idealnya, kita memilih karier yang kita sukai dan sanggup lakukan. Seyogianya kita memilih karier yang kita sukai oleh karena karier menempati porsi yang besar dalam hidup. Jika kita tidak menyukai apa yang kita lakukan, akan sukarlah buat kita mengeluarkan usaha terbaik hari lepas hari.
  • KESIAPAN DAN KEBERHASILAN.
    Apa pun itu yang kita ingin kerjakan, kita mesti memersiapkan diri sebaik-baiknya. Mungkin kita harus menempuh pendidikan tertentu atau belajar dari orang lain terlebih dahulu. Setelah itu kita juga harus memertimbangkan prospek atau tingkat keberhasilannya. Ada kecenderungan bila kita sangat ingin memulai sesuatu kita akan berpikir terlalu positif seakan-akan keberhasilan sudah ada di tangan. Jadi, penting bagi kita untuk dapat melihat keduanya—tingkat keberhasilan dan kegagalan—sebab kemungkinan selalu ada dan kita harus siap.
  • KESEHATAN DAN KELUARGA.
    Kita juga mesti memertimbangkan dampak karier pada kesehatan dan keluarga. Jangan sampai karena karier kita malah merusak kesehatan—baik itu kesehatan jasmaniah atau rohaniah. Dalam hal pemilihan karier kita harus bersikap realistik. Bila kita menyadari bahwa kesehatan tidak mendukung, janganlah lakukan. Bila kesehatan terganggu, bukankah kerugian yang ditanggung—baik secara finansial maupun jasmaniah—tidaklah sebanding dengan pendapatan? Jadi, perhatikanlah dampak karier pada keluarga. Janganlah kita mengorbankan keluarga demi karier, sebab karier tidak selalu bersama kita tetapi keluarga akan selalu bersama kita.
  • KEADAAN DAN KEBUTUHAN.
    Terakhir dalam pemilihan karier, kita pun harus memertimbangkan keadaan. Kendati kita memunyai rencana yang baik dan sudah memersiapkan segalanya, namun kita harus selalu melihat keadaan di luar sana. Tidak selalu ide yang baik dapat berjalan mulus karena keadaan di luar tidak senantiasa mendukung atau siap menerima ide yang baik itu. Juga, kita harus bersikap realistik dalam memilih karier karena kita pun bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan. Kita tetap harus bekerja kendati kita belum mendapatkan apa yang kita dambakan. Kita tidak boleh duduk berpangku tangan menantikan datangnya pekerjaan yang diharapkan. Makin lama waktu menganggur, makin kecil peluang kita untuk menerima tawaran kerja sebab besar kemungkinan orang akan menilai kita malas. Jadi, bekerjalah. Lakukanlah apa yang bisa dilakukan.
Amsal 15:16-17, "Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan Tuhan daripada banyak harta dengan disertai kecemasan. Lebih baik sepiring sayur dengan kasih daripada lembu tambun dengan kebencian." Kendati faktor uang adalah salah satu faktor penting dalam pemilihan karier, namun itu bukanlah faktor utama. Ada banyak hal lain yang mesti dipertimbangkan. Terpenting di antaranya adalah takut akan Tuhan. Jangan sampai kita memilih karier yang berisikan dosa atau membuat kita jatuh ke dalam dosa. Kita pun harus memerhatikan dampaknya pada orang di sekitar kita. Buat apa berlimpah ruah dengan harta, namun hidup sengsara tanpa kasih? Buat apa memiliki rumah besar namun hampa kehangatan dan gelak tawa?

Transkrip:
Lengkap

Hidup Tanpa Penyesalan -"Memilih Karier"

oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari seri Hidup Tanpa Penyesalan dan kali ini kami memilih tema"Memilih Karier". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Hampir semua orang, baik pria maupun wanita yang sudah cukup dewasa pasti akan bekerja. Tetapi memilih pekerjaan bukan sesuatu yang mudah, kadang-kadang latar belakang pendidikan kita tidak sama dengan apa yang kita kerjakan atau karier yang harus kita tempuh dan itu seringkali menimbulkan penyesalan pada hari tuanya. Tapi kalau tidak bekerja juga akan tetap menyesal dan ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Jadi memang betul bahwa pemilihan karier kalau keliru seringkali nantinya membuahkan penyesalan dan masalahnya adalah setelah kita melewati usia tertentu kita sukar sekali kembali untuk bia mengubah arah karier kita.

Jadi benar-benar karier seperti membangun rumah mulai dari fondasi, membangun tiang-tiangnya kemudian membangun tembok dan sebagainya. Begitu rumah itu selesai baru kita sadari bahwa ada masalah pada fondasinya dan sebagainya, maka akan sulit bagi kita untuk mengubahnya. Jadi kita bisa mengakui bahwa ini adalah hal yang penting, jangan sampai akhirnya kita membuat kesalahan yang kita sesali seumur hidup.
GS : Sebenarnya yang menjadi alasan utama seseorang bisa menyesal karena salah memilih karier itu apa, Pak Paul?

PG : Sudah tentu ada banyak penyebab kenapa kita mengambil arah yang keliru dalam pemilihan karier namun pada dasarnya satu penyebab yang acapkali mendasari kekeliruan kita adalah kita terlalu ersemangat untuk memerbaiki hidup.

Kita tidak bisa menyangkali bahwa kita ini memilih karier supaya kita bisa memerbaiki hidup kita, ada yang ingin memerbaikinya secara moneter atau keuangan, atau ada juga yang ingin memerbaikinya secara kwalitas. Akhirnya karena terlalu bersemangat, menggebu-gebu untuk memerbaiki kehidupan kita, kita terjun memilih karier. Kadang-kadang dalam ketergesaan itulah kita melakukan kesalahan.
GS : Tapi di sekeliling kita dalam kehidupan kita sehari-hari kita selalu ditekan untuk selalu berkarier dengan lebih bersemangat, mencapai target yang ditentukan, akhirnya mau tidak mau orang terdorong untuk bersemangat.

PG : Betul sekali. Sudah tentu semangat untuk bekerja adalah hal yang baik, namun kita harus bijaksana dalam menentukan langkah-langkah kita. Jangan karena kita terlalu cepat berjalan, kita malh terantuk dan jatuh.

GS : Kalau kita mau merinci satu-satu, hal-hal apa yang membuat seseorang terlalu bersemangat untuk memerbaiki kehidupan, Pak Paul?

PG : Ada beberapa yang dapat saya utarakan, yang pertama adalah sebagian kita memang ingin cepat kaya. Misalnya kita juga harus akui dengan bertambahnya penekanan pada materi dan keberhasilan fnansial maka makin banyak orang termotivasi untuk mendapatkan lebih banyak uang dalam waktu sesingkat mungkin.

Masalahnya adalah kadang-kadang kita bertindak gegabah, begitu melihat peluang kita langsung menabraknya dan tidak mengindahkan rambu-rambu peringatan. Akhirnya kita menetapkan karier bukan atas kesukaan dan kesanggupan kita melainkan atas prospek uang yang nantinya akan dihasilkan. Itu yang seringkali menjadi penyebab akhirnya kita malah jatuh.
GS : Memang orang bekerja untuk mencari uang. Dan bagaimana kita bisa membedakan saya terlalu cepat ingin kaya atau cukup-cukup atau terlambat, untuk membedakannya sulit.

PG : Memang Alkitab berkata kita harus hati-hati dengan kekayaan. Jadi jangan sampai kekayaan menjadi motivasi utama kenapa kita ingin memilih karier tertentu. Sudah tentu bila arah karier memag sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan kita maka tidak masalah, namun kalau tidak sesuai akhirnya kita malah menuai masalah dan kita mungkin terseok-seok karena terlalu memaksakan dan tidak jarang keputusan ini malah menjerumuskan keluarga ke lubang hutang dan kebangkrutan.

Namun walaupun arah karier sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan, kita tetap harus berhati-hati dalam pengambilan keputusan sebab segala sesuatu harus dipertimbangkan, tidak tentu sesuatu yang baik adalah baik atau cocok untuk dilakukan.
GS : Kalau kita mencari pekerjaan atau meniti suatu karier menunggu sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan kita, bisa-bisa tidak bekerja, Pak Paul.

PG : Sudah tentu pada akhirnya nanti kita juga harus realistik dan melihat kondisi kita, kebutuhan kita. Kalau itu yang harus kita kerjakan untuk menunjang kehidupan kita sekarang ini maka kitaharus lakukan dan kita tidak bisa berkata,"Ya sudah saya menunggu saja sampai pekerjaan yang sesuai dengan kesanggupan dan kesukaan kita tiba", tidak! Jadi kita harus realistik sebab sekali lagi ada orang yang mungkin bergantung pada kita untuk kita cukupi kebutuhannya.

GS : Justru orang-orang yang mencari pekerjaan atau karier yang sesuai dengan kesukaan dan kesanggupannya, itu justru yang tidak selalu menekankan pentingnya uang. Artinya mereka mau dibayar berapa saja asalkan yang penting mereka menikmati kerjanya. Jadi bukan untuk mencari uang. Dan justru orang yang menabrak pekerjaan apa saja, itu kadang-kadang motivasinya adalah karena uang.

PG : Betul. Jadi dalam pemilihan kita harus berhati-hati dan sedapatnya kita tidak langsung tabrak, tapi kita harus cocokkan dengan kesanggupan dan kesukaan kita. Satu lagi yang harus saya tekakan adalah kita juga harus memikirkan dampaknya pada pasangan atau anak, sebab kadangkala karena kita mau mendapatkan karier tertentu, misalkan kita memutuskan untuk pindah maka kita harus mencabut keluarga kita dari tempat tinggalnya dan mencabut anak-anak dari sekolah atau lingkungannya itu berarti anak-anak atau istri atau suami kita nantinya harus menanggung beban tambahan.

Faktor ini pun perlu dipertimbangkan supaya jangan sampai kita mengorbankan orang yang kita kasihi karena kita ingin cepat kaya, jadi kita harus selalu pikirkan dampak pada keluarga kita pula.
GS : Bagaimana kalau justru keluarga yang mendorong kita? Jadi ada suami yang didorong oleh istrinya untuk bekerja di luar kota demi mendapatkan penghasilan yang lebih banyak, istrinya berkata,"Tidak apa-apa kamu tinggalkan saya, anak-anak saya yang mengurusi, kamu kerja di luar kota saja".

PG : Kalau memang itu adalah kebutuhan dan tidak ada lagi pekerjaan yang lain maka sudah tentu hal ini dapat ditoleransi. Tapi misalkan dia tidak harus bekerja di luar kota, tidak harus meningktkan kondisi ekonominya, tapi itu adalah desakan pasangannya, saya kira lebih baik kita berkata dengan tegas bahwa,"Tidak, karena bagaimana pun juga nanti dampaknya besar pada anak-anak dan sebagainya".

Jadi kadang kita juga harus bersikap tegas terhadap desakan pasangan kita kalau kita tahu itu tidak benar.
GS : Jadi motif untuk mencari uang atau harta sebanyak-banyaknya dalam hal ini kurang tepat, begitu Pak Paul?

PG : Betul sekali, Pak Gunawan.

GS : Apakah ada alasan yang lain, Pak Paul?

PG : Alasan yang lain adalah kita kadang terlalu cepat ingin berkembang. Berbeda dengan motivasi yang ingin cepat kaya yang baru saja kita bahas, keinginan untuk mengembangkan diri, tidak selal bermuatan finansial maksudnya bukan karena ingin kaya, tapi ingin memaksimalkan potensi yang ada.

Mungkin kita sudah tidak betah berada di posisi di mana kita berada, sebab kita tidak dapat mengaktualisasikan kemampuan, itu sebabnya kita berusaha untuk mencari kesempatan lain yang dapat memberi kita ruang untuk pengembangan diri meskipun saya tahu ini adalah hal yang wajar, tapi kita harus bersikap bijaksana agar tidak menuai penyesalan di kemudian hari. Misalnya ada orang yang terlalu menggebu untuk mencari kesempatan sehingga akhirnya melalaikan tanggung jawabnya kepada keluarga. Atau yang seringkali terjadi, ada orang yang akhirnya menghabiskan uangnya sehingga tidak ada lagi uang yang tersisa untuk kebutuhan keluarganya. Akhirnya waktu misalnya kebutuhan mendesak kita tidak bisa mengatasinya. Jadi hati-hati dengan keinginan untuk mengembangkan diri atau mengaktualisasi potensi kita. Jangan sampai kita gelap mata dan menghabiskan semua yang kita miliki untuk pengembangan diri atau usaha dan sebagainya. Kita selalu harus pikirkan dampaknya pada orang di sekitar kita.
GS : Tapi sebenarnya ini sama bentuknya dengan yang pertama yaitu keserakahan dengan materi atau uang, tapi yang ini dengan kepuasan pujian dan sebagainya.

PG : Betul. Maka tadi di awal kita sudah menyimpulkan bahwa tema utama kenapa banyak orang yang melakukan hal-hal yang keliru dalam pemilihan karier, karena terlalu bersemangat ingin memerbaikikehidupannya baik itu kepentingan pribadi, baik itu keuangan.

Jadi gara-gara terlalu bersemangat menekankan pada kepentingan sendiri, itulah akibatnya.
GS : Tapi itu biasanya dilatar belakangi dengan masa lampau dari seseorang, entah dia ingin cepat kaya atau entah dia mau memaksimalkan potensi dirinya, itu sangat erat kaitannya dengan masa lalunya, Pak Paul.

PG : Betul sekali. Jadi memang kalau di masa lampau kita kenyang menjadi objek cercaan, tertawaan, ejekan, hinaan karena misalnya keluarga kita kurang mampu. Atau kita dianggap tidak bisa apa-aa, bodoh dan sebagainya kadang-kadang desakan untuk membuktikan diri itu menjadi sangat kuat, yang akhirnya mau membuktikan bahwa saya bisa, mampu, bisa kaya, bisa mengembangkan hidup saya.

Akhirnya desakan itu kalau tidak hati-hati memang bisa menyesatkan kita. Kita kehilangan akal sehat dalam pertimbangan malahan menjerumuskan diri kita dan keluarga kita ke lubang yang dalam.
GS : Di samping itu lingkungan juga sangat kuat memengaruhi gaya hidup kita sehingga kita harus kaya, harus bisa mengekspresikan kemampuan kita secara maksimal. Itu adalah dorongan dari lingkungan.

PG : Tepat sekali. Jadi ada kelompok masyarakat tertentu yang sangat menekankan keberhasilan seperti ini. Bahkan satu hal juga yang memang kita harus camkan adalah tekanan dari keluarga. Jadi msalnya orang tua kita adalah orang tua yang telah menikmati keberhasilan secara ekonomi, maka besar sekali kemungkinan mereka akan menuntut anak-anaknya untuk bisa sesukses mereka dan untuk bisa seperti mereka mengembangkan sayapnya.

Kalau kita kebetulan tidak seperti yang orang tua kita harapkan, maka sudah tentu kita akan menjadi sangat tertekan, dan kalau tidak hati-hati kita malah terjeblos karena ingin membuktikan diri kepada orang tua bahwa kita pun sanggup untuk mengembangkan diri.
GS : Bentuk yang lain tentang terlalu bersemangat untuk memerbaiki kehidupan ini apa, Pak Paul?

PG : Ada orang yang terlalu cepat ingin bersumbangsih, memang saya akui bahwa sumbangsih membuat kita merasa berguna dan berharga. Saya pernah berbicara dengan seseorang yang baru lulus dari seuah sekolah dan langsung mengatakan,"Saya nanti ingin melatih orang-orang yang dalam bidangnya" saya yang mendengarnya sedikit terkejut karena dia tidak memiliki pengalamannya dan dia baru lulus tapi dia berpikir terlalu muluk ingin memberi sumbangsih lewat kariernya, masalahnya adalah sumbangsih mesti sesuai dengan kebutuhan yang ada dan juga kesiapan diri kita, karena kadang-kadang karena kita ingin terlalu cepat bersumbangsih kita malah meninggikan diri dan menempatkan diri di atas orang lain, padahal kita masih tergolong baru di bidang yang digeluti sekarang dan belum memiliki kesiapan untuk memberi sumbangsih kepada orang lain.

Atau adakalanya kita pun menggebu memberi sumbangsih padahal tidak ada kebutuhan itu, kita ingin memberi dan mengajak orang untuk mendengarkan kita atau menerima apa yang ingin kita sumbangsihkan tapi masalahnya tidak ada kebutuhan. Akhirnya kita kecewa kenapa orang tidak menghargai apa yang kita berikan dan setelah kita mengeluarkan banyak tenaga untuk itu akhirnya tidak ada hasilnya dan kemudian kita menjadikan itu sebagai bahan penyesalan.
GS : Apakah orang-orang yang seperti ini yang disebut idealis, Pak Paul?

PG : Kadang-kadang ada orang yang idealis, jadi menganggap dirinya yang paling ahli atau dia yang paling tahu cara mengerjakan sesuatu dengan paling tepat dan sebagainya. Jadi saya kira ini adaah sesuatu yang kita harus camkan yaitu kita mesti belajar sebelum memberi sumbangsih.

Jangan sampai keangkuhan menyelinap masuk dan menggelapkan mata, mungkin karena angkuh kita tidak mau berada di bawah orang atau bekerja untuk orang lain, kita langsung mau menjadi atasan atau menjadi orang yang membina orang lain. Masalahnya adalah kita tidak bisa melakukan hal-hal itu kalau kita sendiri belum memiliki bekal pengalaman yang cukup.
GS : Mungkin karena faktor pendidikan yang dia terima dan dia melihat bahwa ini harus disampaikan kepada orang lain untuk menolong orang lain, padahal dia tidak punya pengalaman sehingga orang yang mau diberi sumbangan itu menolak karena tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.

PG : Betul dan seringkali kita terdorong untuk buru-buru memberikan koreksi, memberitahukan cara yang benar. Tapi masalahnya adalah kita harus ketahui terlebih dahulu mengapa mereka sampai mengunakan cara yang mereka gunakan selama ini, sebab bisa jadi ada alasan tertentu yang tidak kita ketahui sebelumnya.

Jadi jangan buru-buru kita ingin menghapuskan atau menerapkan apa yang kita anggap benar. Jadi jangan sampai kita memilih karier untuk memberikan binaan kepada orang, sebab kitalah yang paling tahu cara melakukan pekerjaan kita.
GS : Justru seringkali orang-orang yang seperti ini gagal di tengah jalan dan dia bisa putus asa dan kecewa karena dia sudah berniat baik mau menolong, memberi tapi ditolak.

PG : Ada orang yang seperti itu, saya lihat dia begitu bergebu-gebu mau mengajarkan orang, namun akhirnya setelah bertahun-tahun saya tidak melihat mereka lagi dan mereka akhirnya benar-benar trkubur dalam hal yang mereka kerjakan.

Jadi kesalahan pertama mereka adalah terlalu ingin cepat bersumbangsih buat orang lain. Padahal mereka belum memiliki kesiapan untuk itu dan orang lain belum tentu membutuhkan sumbangsih mereka.
GS : Dalam hal ini sebenarnya tidak terkait dengan harta atau finansial. Orang seperti ini tidak dibayar pun mau asal ada orang yang mendengarkan dia.

PG : Betul sekali. Jadi memang motivasinya bukanlah uang, tapi ingin berbuat sesuatu untuk orang lain, mungkin ada juga yang tersisipi dengan kebutuhan akan pengakuan tapi memang alasan utamany bukanlah uang namun masalahnya adalah orang belum tentu membutuhkan apa yang diberikannya itu.

GS : Karena motivasinya bukan uang maka ini bisa masuk di dalam gereja atau organisasi yang nirlaba sekalipun.

PG : Betul. Jadi hal seperti ini sering terjadi misalnya di dalam gereja atau pelayanan karena mereka datang bukan untuk mengejar uang, tapi ingin memberi sumbangsih akhirnya mencoba mengajarka orang dan sebagainya.

Sedangkan cara seperti ini telah dilakukan selama ini dan tidak ada hasilnya. Kita mau merombak, akhirnya yang terjadi justru friksi atau ketegangan dan kita merasa kecewa karena apa yang kita lakukan tidak dihargai.
GS : Faktor lain lagi yang sering membuat orang kecewa pada akhir kehidupannya itu di dalam hal berkarier apa, Pak Paul?

PG : Ada orang yang ingin lari dari kegagalan, maksudnya adakalanya kita memilih karier karena kita ingin lari dari kegagalan. Mungkin kita pernah mencoba melakukan sesuatu namun menemui jalan untu, akhirnya kita ingin lari dari kenyataan dan memilih karier lain sebagai jalan keluar dari masalah.

Tidak jarang pemilihan karier seperti ini hanya seumur jagung, namun dalam perjalanannya korban dan kerugian berjatuhan. Saya menyadari bahwa kegagalan memang membuat kita tidak nyaman, tapi kita harus berhati-hati agar tidak gegabah memilih karier yang lain, mungkin ada baiknya sebelum memutuskan merintis karier baru kita harus mengecek ulang penyebab kegagalan. Adakalanya kegagalan bukanlah pertanda bahwa karier kita selamanya gagal. Kadang kegagalan masih dapat diperbaiki, sehingga kita tidak langsung harus memilih karier yang lain, tapi intinya pada dasarnya kita harus berbesar hati mengakui apa yang telah terjadi dan tidak malu untuk mengakui kegagalan. Dari sinilah kita kemudian memulai kembali.
GS : Ini dibutuhkan ketekunan dan ketabahan. Ada banyak orang yang cepat berhenti karena tidak tahan dengan kegagalan yang dialaminya, Pak Paul.

PG : Betul sekali. Tapi sebetulnya sebelum buru-buru lompat keluar kita harus menyadari di manakah letak kegagalan, sebab seringkali kalau kita dapat menemukan letak kegagalan dan dapat mengoresinya, justru kita menjadi lebih ahli dalam bidang kita, dibandingkan sebelumnya.

Dan ini yang dibuktikan oleh percobaan Thomas Alfa Edison sampai berapa ratus kali dia mengadakan eksperimen yang gagal sebelum akhirnya dia menemukan eksperimen yang berhasil menciptakan listrik itu.
GS : Tapi dia sendiri berpendapat bahwa itu bukanlah kegagalan, tapi dia menganggap ini adalah salah satu cara yang belum menghasilkan.

PG : Dan bagi dia"kegagalan" justru membawa dia sedikit lebih dekat dengan keberhasilan.

GS : Mengapa ada sebagian orang yang memang takut akan kegagalan, Pak Paul?

PG : Saya kira semua orang takut akan kegagalan, tapi yang terlebih takut adalah sudah tentu orang yang misalnya banyak tanggungannya sebab waktu dia gagal maka resikonya besar untuk orang-oran yang ditanggungnya.

Yang kedua adalah ada orang yang memang sangat memedulikan penilaian orang lain terhadap dirinya, sehingga dia takut kalau dia gagal maka orang akan mencibir, tidak lagi memandang atau menghargainya, sehingga dia tidak bisa menerima kegagalan daripada dia mengakui kalau dia gagal, maka lebih baik dia berhenti dan melompat ke karier yang baru.
GS : Ada orang yang karena gagal lalu tidak berani mencoba lagi.

PG : Betul. Memang ada yang tidak berani mencoba lagi, tapi saya pikir bagaimana pun kita harus terus berusaha dan jangan sampai kita berhenti.

GS : Masih adakah yang lain, Pak Paul?

PG : Yang lain adalah kita ini terlalu menggebu-gebu ingin melayani Tuhan. Ada yang ingin melayani Tuhan namun tidak memperhitungkan konsekuensinya, misalnya ada yang merasa terpanggil untuk meayani tapi pasangannya tidak memiliki panggilan yang sama.

Sebagai akibatnya pasangannya tidak dapat memberikan dukungan yang dibutuhkan, akhirnya kita mengalami kepincangan sebab pada dasarnya hanya kitalah yang terlibat pelayanan. Pasangan mungkin saja berkata,"Silakan mau melayani Tuhan" tapi dia sendiri tidak mau terlibat. Adakalanya ini yang terjadi, kita ingin melayani Tuhan namun pasangan belum memiliki kesiapan dan kematangan yang dibutuhkan, akhirnya masalah malah bertambah setelah kita terjun ke dalam pelayanan, sebab dia tidak memiliki kematangan sehingga dia nanti marah sini dan situ, tidak suka ini dan itu, ribut sana sini akhirnya masalah yang kita tuai. Ada juga yang seperti ini, kadang kita berdua siap ingin terlibat dalam pelayanan namun anak masih membutuhkan perhatian, karena kita sering keluar rumah akhirnya anak bertumbuh besar di luar pengawasan dan nantinya malah mengembangkan masalah.
GS : Ada orang yang mau melayani kalau pasangannya tidak mendukung, maka hal ini bisa dijadikan sebagai penghambat atau alat iblis yang menghambat dia melayani.

PG : Saya tahu ini yang terbersit dalam benak kita, karena kita merasa kita di jalan Tuhan. Namun saya berprinsip karena kita adalah satu unit yang telah dipersatukan Tuhan, maka kita harus denan sabar menunggu mempersiapkan sebab apa artinya kita melayani Tuhan tapi keluarga kita berantakan, bukankah itu juga tidak menjadi kesaksian yang baik dan Tuhan pun meminta kita untuk memberi perhatian pertama-tama kepada keluarga kita dulu dan baru kepada keluarga yang lain.

GS : Banyak orang yang mengutip perkataan Tuhan Yesus,"Siapa saudaraku, siapa ibuku, siapa kakakku dan sebagainya, itu adalah orang-orang yang melakukan kehendak-Nya". Jadi seolah-olah Tuhan Yesus meremehkan keluarganya demi suatu pelayanan, ini bagaimana, Pak Paul?

PG : Yang Tuhan maksud adalah bahwa memang keluarga rohani itu berada di tempat di atas keluarga jasmaniah. Artinya bahwa di mata Tuhan kesetiaan kepada Tuhan di atas dari kesetiaan kepada oran lain atau manusia lain bahkan saudara sendiri atau orang tua sendiri, tidak boleh ada yang sejajar dengan Tuhan apalagi di atas Tuhan.

Itulah yang Tuhan Yesus ingin tekankan bahwa kesetiaan pengabdian kepada Tuhan adalah segalanya dan tertinggi di atas segalanya.
GS : Tetapi itu bukan berarti kita boleh mengabaikan keluarga atas nama suatu pelayanan, Pak Paul?

PG : Betul sekali. Itu sebabnya Paulus dengan tegas berkata bahwa kalau kita tidak bisa mengurus keluarga kita sendiri, bagaimana kita bisa mengurus jemaat Tuhan. Jadi Tuhan sendiri meminta kit mengurus keluarga kita sebelum mengurus yang lainnya.

GS : Tapi kalau kita berpedoman pada hal itu, seolah-olah pelayanan ini nanti terhambat.

PG : Bagi saya segalanya ada waktunya dan lebih baik kita bersabar menunggu waktu yang tepat sehingga semua sehati baru kita melayani, dari pada kita mengambil jalan sendiri dan akhirnya keluara kita kocar-kacir.

Sekali lagi untuk apa kita dipuja-puja orang di luar, kalau di rumah kita malahan dikutuki oleh anak atau pasangan kita.
GS : Banyak orang berdalih,"nabi tidak dipermuliakan di tempat asalnya sendiri" begitu, Pak Paul?

PG : Betul. Memang ada yang berkata seperti itu. Tapi kita kembali lagi ke firman Tuhan, firman Tuhan meminta kita untuk memerhatikan keluarga kita sendiri sebab Tuhan juga berkata,"Kalau kita idak memerhatikan keluarga kita sendiri, kita itu lebih buruk bahkan dari orang kafir".

Tuhan mau agar kita menjadi kesaksian yang indah pertama bagi keluarga kita dan baru orang lain.
GS : Kalau begitu apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan sehubungan dengan perbincangan ini?

PG : Firman Tuhan di Amsal 19:8 berkata,"Siapa memperoleh akal budi, mengasihi dirinya; siapa berpegang pada pengertian, mendapat kebahagiaan". Ini penting kita camkan dalam pemilihan karier da gunakan akal budi, gunakan pengertian, jangan asal tabrak dan jangan terlalu bersemangat memerbaiki kehidupan, jangan karena ingin cepat kaya, jangan karena ingin cepat menyumbangsihkan atau ingin meningkatkan kwalitas kehidupan kita dan sebagainya sehingga kita gegabah memilih karier, gunakan pertimbangan, gunakan akal budi, minta hikmat dari Tuhan dan barulah kemudian bertindak.

GS : Baiklah, kita akan melanjutkan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang untuk mengetahui bagaimana cara memilih suatu karier yang tepat. Dan para pendengar sekalian terimakasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Memilih Karier" secara tepat agar kita tidak menyesal di hari tua kita. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



12. Memilih Karier II


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T315B (File MP3 T315B)


Abstrak:

Salah satu hal yang sering kali menjadi penyesalan kita di kemudian hari adalah pemilihan karier. Karena kita TERLALU BERSEMANGAT UNTUK MEMERBAIKI HIDUP maka kita mengambil arah karier yang keliru. Yang menyebabkan kita keliru dalam pemilihan karier adalah karena kita ingin cepat kaya, ingin cepat berkembang, ingin cepat bersumbangsih, ingin lari dari kegagalan, ingin melayani Tuhan. Jika itu yang terjadi pada kita, maka apa yang harus menjadi pedoman bagi kita dalam kita memilih karier agar kita tidak menyesal di kemudian hari?


Ringkasan:

melompat, akhirnya jatuh juga." Kebanyakan kita berusaha untuk hidup sebaik mungkin supaya hidup tidak menyisakan penyesalan di hari tua. Namun pada kenyataannya tidak ada seorang pun yang dapat melewati hidup tanpa penyesalan. Seperti tupai yang terjatuh, kita pun tersandung dalam satu dua hal sehingga mesti menanggung penyesalan di hari tua. Berikut akan dipaparkan pelbagai ruang dalam kehidupan yang kerap menyisakan penyesalan. Mudah-mudahan melalui refleksi ini kita dapat menghindar dari kesalahan serupa sehingga kita tidak harus menyisakan penyesalan dalam hidup.

Salah satu hal yang sering kali menjadi penyesalan kita di kemudian hari adalah pemilihan karier. Banyak di antara kita yang menyesalkan keputusan yang kita ambil—keputusan yang mengubah arah karier ke arah yang keliru. Masalahnya adalah pada saat kita memutuskannya, kita sungguh yakin bahwa itulah arah karier yang mesti kita tempuh. Waktu akhirnya membuktikan betapa kelirunya kita. Masalahnya adalah sumber daya dan waktu itu sendiri telah terbuang. Kita tidak bisa memutar jarum jam kembali.
Kendati ada banyak penyebab mengapa kita akhirnya mengambil arah yang keliru namun pada dasarnya satu penyebab yang acap kali mendasari kekeliruan adalah kita TERLALU BERSEMANGAT UNTUK MEMERBAIKI HIDUP. Nah, berikut ini akan dipaparkan beberapa penyebab mengapa kadang kita mengambil arah karier yang keliru.

  1. INGIN CEPAT KAYA.
    Dengan bertambahnya penekanan pada materi dan keberhasilan finansial, makin banyak orang yang bermotivasi untuk mendapatkan lebih banyak uang dalam waktu sesingkat mungkin. Masalahnya adalah kadang kita bertindak gegabah. Begitu melihat peluang kita langsung menabraknya dan tidak mengindahkan rambu-rambu peringatan. Akhirnya kita menetapkan karier bukan atas kesukaan dan kesanggupan melainkan atas prospek uang yang dihasilkan. Bila arah karier itu memang sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan, sudah tentu tidak apa. Namun bila tidak sesuai, akhirnya kita malah menuai masalah. Kita mungkin terseok-seok karena terlalu memaksakan dan tidak jarang, keputusan ini malah menjerumuskan keluarga ke lubang utang dan kebangkrutan. Walaupun arah karier ini sesuai dengan kesukaan dan kesanggupan, kita tetap harus berhati-hati dalam pengambilan keputusan sebab segala sesuatu harus dipertimbangkan. Tidak tentu sesuatu yang baik adalah baik atau cocok untuk dilakukan.
  2. INGIN CEPAT BERKEMBANG.
    Berbeda dengan motivasi "ingin cepat kaya," keinginan untuk mengembangkan diri tidak selalu bermuatan finansial. Keinginan untuk cepat berkembang biasanya tumbuh dari kerinduan untuk memaksimalkan potensi yang ada. Kita tidak betah berada di posisi di mana kita berada sebab kita tidak dapat mengaktualisasikan kemampuan. Itu sebabnya kita berusaha untuk mencari kesempatan lain yang dapat memberi kita ruang untuk pengembangan diri. Kita harus bersikap bijaksana agar tidak menuai penyesalan di kemudian hari. Jangan tergesa-gesa melihat kesempatan yang terbuka sebab kita selalu harus memertimbangkan risikonya.
  3. INGIN CEPAT BERSUMBANGSIH.
    Sumbangsih memang membuat kita merasa berguna dan berharga. Itu sebabnya ada orang yang berusaha ingin cepat memberi sumbangsih lewat kariernya. Masalahnya sumbangsih mesti sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan. Kadang karena ingin terlalu cepat bersumbangsih kita malah meninggikan diri dan menempatkan diri di atas orang lain. Padahal kita masih tergolong baru di bidang yang digeluti sekarang dan belum memiliki kesiapan untuk memberi sumbangsih kepada yang lain. Adakalanya kita pun menggebu memberi sumbangsih padahal tidak ada kebutuhan untuk itu. Alhasil sumbangsih kita tidak dihargai. Jadi, berilah waktu yang panjang untuk belajar dari pengalaman dan dari orang yang telah cukup makan asam garam di bidang yang kita geluti. Jangan cepat-cepat ingin mengajarkan orang lain, jadilah pelajar sebelum menjadi guru.
  4. INGIN LARI DARI KEGAGALAN.
    Adakalanya kita memilih karier karena kita ingin lari dari kegagalan. Mungkin kita pernah mencoba melakukan sesuatu namun menemui jalan buntu. Akhirnya kita ingin lari dari kenyataan dan memilih karier lain sebagai jalan keluar dari masalah. Tidak jarang pemilihan karier seperti ini hanya seumur jagung namun dalam perjalanannya, korban dan kerugian berjatuhan.
  5. INGIN MELAYANI TUHAN.
    Ada yang ingin melayani Tuhan namun tidak memerhitungkan konsekuensinya. Misalnya, ada yang merasa terpanggil untuk melayani namun pasangannya tidak memunyai panggilan yang sama. Sebagai akibatnya pasangan tidak dapat memberi dukungan yang dibutuhkan. Akhirnya kita mengalami kepincangan sebab pada dasarnya hanya kitalah yang terlibat pelayanan. Pasangan mengizinkan namun tidak mau terlibat. Ada banyak faktor yang mesti dipertimbangkan sebelum kita terjun ke dalam pelayanan. Tanpa persiapan yang matang, acap kali pelayanan membuahkan masalah dalam keluarga. Amsal 19:8 mengingatkan, "Siapa memperoleh akal budi mengasihi dirinya, siapa berpegang pada pengertian, mendapat pengertian."
Agar dapat memilih karier dengan tepat kita mesti memertimbangkan hal-hal berikut ini :
  • KESUKAAN DAN KESANGGUPAN.
    Ada hal yang kita sukai namun belum tentu kita sanggup melakukannya. Sebaliknya, ada hal yang sanggup kita lakukan namun tidak kita sukai. Idealnya, kita memilih karier yang kita sukai dan sanggup lakukan. Seyogianya kita memilih karier yang kita sukai oleh karena karier menempati porsi yang besar dalam hidup. Jika kita tidak menyukai apa yang kita lakukan, akan sukarlah buat kita mengeluarkan usaha terbaik hari lepas hari.
  • KESIAPAN DAN KEBERHASILAN.
    Apa pun itu yang kita ingin kerjakan, kita mesti memersiapkan diri sebaik-baiknya. Mungkin kita harus menempuh pendidikan tertentu atau belajar dari orang lain terlebih dahulu. Setelah itu kita juga harus memertimbangkan prospek atau tingkat keberhasilannya. Ada kecenderungan bila kita sangat ingin memulai sesuatu kita akan berpikir terlalu positif seakan-akan keberhasilan sudah ada di tangan. Jadi, penting bagi kita untuk dapat melihat keduanya—tingkat keberhasilan dan kegagalan—sebab kemungkinan selalu ada dan kita harus siap.
  • KESEHATAN DAN KELUARGA.
    Kita juga mesti memertimbangkan dampak karier pada kesehatan dan keluarga. Jangan sampai karena karier kita malah merusak kesehatan—baik itu kesehatan jasmaniah atau rohaniah. Dalam hal pemilihan karier kita harus bersikap realistik. Bila kita menyadari bahwa kesehatan tidak mendukung, janganlah lakukan. Bila kesehatan terganggu, bukankah kerugian yang ditanggung—baik secara finansial maupun jasmaniah—tidaklah sebanding dengan pendapatan? Jadi, perhatikanlah dampak karier pada keluarga. Janganlah kita mengorbankan keluarga demi karier, sebab karier tidak selalu bersama kita tetapi keluarga akan selalu bersama kita.
  • KEADAAN DAN KEBUTUHAN.
    Terakhir dalam pemilihan karier, kita pun harus memertimbangkan keadaan. Kendati kita memunyai rencana yang baik dan sudah memersiapkan segalanya, namun kita harus selalu melihat keadaan di luar sana. Tidak selalu ide yang baik dapat berjalan mulus karena keadaan di luar tidak senantiasa mendukung atau siap menerima ide yang baik itu. Juga, kita harus bersikap realistik dalam memilih karier karena kita pun bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan. Kita tetap harus bekerja kendati kita belum mendapatkan apa yang kita dambakan. Kita tidak boleh duduk berpangku tangan menantikan datangnya pekerjaan yang diharapkan. Makin lama waktu menganggur, makin kecil peluang kita untuk menerima tawaran kerja sebab besar kemungkinan orang akan menilai kita malas. Jadi, bekerjalah. Lakukanlah apa yang bisa dilakukan.
Amsal 15:16-17, "Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan Tuhan daripada banyak harta dengan disertai kecemasan. Lebih baik sepiring sayur dengan kasih daripada lembu tambun dengan kebencian." Kendati faktor uang adalah salah satu faktor penting dalam pemilihan karier, namun itu bukanlah faktor utama. Ada banyak hal lain yang mesti dipertimbangkan. Terpenting di antaranya adalah takut akan Tuhan. Jangan sampai kita memilih karier yang berisikan dosa atau membuat kita jatuh ke dalam dosa. Kita pun harus memerhatikan dampaknya pada orang di sekitar kita. Buat apa berlimpah ruah dengan harta, namun hidup sengsara tanpa kasih? Buat apa memiliki rumah besar namun hampa kehangatan dan gelak tawa?

Transkrip:
Lengkap

Hidup Tanpa Penyesalan -"Memilih Karier" (II)

oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu yaitu tentang "Memilih Karier" dalam seri Hidup Tanpa Penyesalan. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lalu kita sudah memperbincangkan tentang hal-hal apa saja yang membuat seseorang menyesal pada masa tuanya karena keliru memilih karier. Kita akan melanjutkan perbincangan itu pada kesempatan ini dengan memerhatikan hal-hal apa yang perlu kita jalani supaya kita tidak menyesal di hari tua kita. Namun sebelum kita melanjutkan perbincangan ini, mungkin ada baiknya Pak Paul mengulas secara singkat apa yang telah kita perbincangkan pada kesempatan yang lampau.

PG : Salah satu hal yang disesalkan setelah kita berusia adalah pemilihan karier kita, waktu kita menengok ke belakang dan kita bertanya,"Kenapa saya bisa memilih karier ini dan melakukan itu shingga akhirnya saya sekarang seperti ini".

Kenapa bisa timbul kesalahan dalam pemilihan karier meskipun ada beberapa, namun salah satu penyebabnya adalah karena kita terlalu cepat ingin meningkatkan atau memerbaiki kehidupan kita. Karena terlalu cepat ingin memerbaiki kehidupan akhirnya kita bergegas memilih karier yang ternyata kurang pas bagi kita. Tapi disamping itu ada alasan-alasan lain yang kadang-kadang menjebloskan kita ke dalam karier yang keliru. Misalnya ada orang yang terlalu cepat ingin kaya sehingga menggebu-gebu ingin meningkatkan karer memilih ini dan itu akhirnya malah terjeblos. Atau cepat-cepat ingin memberikan sumbangsih sehingga ingin membina orang dan melakukan ini dan itu untuk orang lain, padahal orang tidak membutuhkan dan akhirnya orang tidak menghargai. Atau ada orang yang ingin mengaktualisasi diri mengembangkan kemampuannya sehingga akhirnya mau melakukan ini dan itu padahalnya tidak bijaksana, uang habis keluarga akhirnya juga berantakan. Ada juga yang ingin lari dari kenyataan dan tidak mau menerima fakta kalau dia gagal jadi buru-buru lompat dan memulai karier yang baru tapi karier yang baru juga tidak dipikirkan dengan masak-masak akhirnya juga berantakan. Dan terakhir kita juga bahas ada orang yang terlalu ingin melayani Tuhan tapi tidak bijaksana belum siap, misalnya ada yang sudah meninggalkan semuanya termasuk pekerjaannya dan masuk ke dalam ladang tapi karena kurang persiapan akhirnya juga mengalami kesulitan. Jadi kadang-kadang kita terlalu cepat mengambil keputusan memulai sebuah karier yang baru, akhirnya malah terjeblos dan akhirnya bukan hanya kita yang menderita tapi keluarga kita pun juga turut menderita.
GS : Tapi ada juga orang yang menyesal di hari tuanya karena pernah menolak tawaran sebuah karier yang diberikan kepadanya, sebenarnya itu sebuah peluang tapi karena dia tidak berani mengambil sikap atau keputusan atau mengambil resiko, maka dia kehilangan kesempatan dan dia menyesalinya di hari tua.

PG : Ada juga, Pak Gunawan. Namun sekali lagi kita harus jelas dengan alasan kenapa dulu kita menolaknya. Kadang-kadang ini yang terjadi, di saat itu sebetulnya penolakan adalah keputusan yang enar karena ada faktor yang diperhitungkannya, dan ia tidak mau mengambil resiko daripada ambil resiko nanti semua berantakan.

Maka dia menolak tawaran karier tersebut. Bisa jadi bertahun-tahun kemudian waktu dia melihat ke belakang, dengan melihat banyaknya data yang dia peroleh dan dia mengetahui kenyataan seperti apa kemudian dia menyesali, tapi masalahnya adalah kondisi dulu dan sekarang tidak sama. Jadi tidak selalu kita bisa berkata bahwa,"Kalau kita menolaknya dulu maka dulu salah", belum tentu. Dulu mungkin itu adalah keputusan yang paling tepat, namun karena sekarang kita tahu lebih jelas makanya sekarang kita bisa mengambil keputusan yang lebih baik lagi.
GS : Tentunya para pendengar kita juga ingin tahu kalau memang ada banyak hal yang membuat seseorang itu menyesal di hari tuanya karena keliru memilih kariernya. Maka sebaiknya apa yang harus kita perhatikan supaya kita tidak keliru di dalam memilih suatu karier atau pekerjaan, Pak Paul?

PG : Ada beberapa yang mesti kita pertimbangkan, yang pertama adalah kita harus melihat faktor kesukaan dan kesanggupan. Ada hal-hal yang kita sukai namun belum tentu kita sanggup lakukan. Sebaiknya ada hal yang sanggup kita lakukan, namun tidak kita sukai.

Idealnya dalam pemilihan karier kita memilih yang kita sukai dan sanggup lakukan. Jadi seyogianyalah kita memilih karier yang kita sukai sebab karier menempati porsi yang besar dalam hidup, jika kita tidak menyukai apa yang kita lakukan maka akan sukarlah bagi kita untuk mengeluarkan usaha terbaik hari lepas hari. Namun saya juga harus tekankan karier harus didirikan bukan saja dia atas landasan suka, tapi juga sanggup. Sudah tentu kesanggupan masing-masing orang relatif. Ada yang sanggup melakukan yang lebih baik dari yang lainnya, tapi kita pasti dapat melakukan tugas kita dengan baik sehingga bisa dihargai orang dan layak dipasarkan atau ditawarkan.
GS : Kalau berdasarkan suka, maka banyak orang yang suka akan jabatan yang tinggi. Tapi masalahnya dia belum tentu sanggup untuk mengerjakan itu. Hanya dia merasa sanggup, padahal ketika dicoba dia tidak mampu melakukan itu, Pak Paul.

PG : Orang merasa suka karena orang hanya melihat sisi baiknya atau keuntungannya dari pekerjaan itu. Orang tidak menyadari bahwa di setiap pekerjaan sebetulnya ada harga yang harus dibayar. Jai yang kelihatan enak sebetulnya di balik itu ada yang tidak enak.

Contoh yang klasik mungkin orang berpikir menjadi Presiden Amerika Serikat adalah pekerjaan yang paling enak di dunia, tapi masalahnya adalah banyak presiden yang selama menjabat mengalami tekanan hidup yang sangat berat. Misalkan sekarang yang menjadi sorotan di Amerika Serikat, waktu Presiden Obama dilantik rambutnya hampir semua hitam, tapi dalam waktu tidak sampai 2 tahun rambut putihnya sudah begitu banyak menutupi kepalanya. Padahal itu bukanlah sesuatu yang umum untuk orang berkulit hitam seperti Presiden Obama, sebab biasanya rambut mereka itu terus hitam dan baru memutih pada usia yang sungguh-sungguh lanjut. Kenapa bisa mengalami perubahan warna rambut seperti itu? Karena memang pekerjaannya penuh dengan tekanan. Apapun yang dilakukannya bisa disalahkan oleh segala pihak. Jadi benar-benar suatu pekerjaan yang berat, tapi bagi orang yang tidak mengerti akan melihat,"Enak sekali bisa naik pesawat, disambut, dihormati dan terkenal" tidak sadar sebenarnya ada harga yang mahal yang harus dibayar untuk pekerjaan itu.
GS : Di beberapa karier memang kesanggupan bisa dilatihkan, asal dia mau belajar dia pasti sanggup, tapi apakah kesukaan bisa dilatihkan. Orang yang tadinya tidak suka kemudian menjadi suka.

PG : Misalnya kita tidak suka karena kita sebetulnya tidak sanggup, namun setelah kita makin menyanggupi dan memunyai keahlian, kita bisa juga makin menyukainya, kadang-kadang itu yang terjadi.Tapi ada beda dengan kesukaan yang benar-benar atau yang sejati.

Kalau kita sebetulnya tidak terlalu suka dan terdongkrak karena kita sanggup umumnya sampai titik tertentu kita akan tidak terlalu lagi menyukainya dan kita akan stagnan dan tidak lagi menanjak. Tapi kalau kita menyukainya maka benar-benar kita tidak bosan dan hampir dapat dikatakan tidak pernah kita merasa bosan dan selalu merasa bersemangat melakukannya dan justru memikirkan bagaimana bisa melakukannya lebih atau mengambangkannya lagi. Saya kira itu beda antara suka karena benar-benar suka atau suka karena kebetulan sanggup.
GS : Kalau begitu apakah kesukaan dan kesanggupan ini terkait dengan bakat yang dimiliki oleh seseorang?

PG : Saya kira ya, jadi kesanggupan memang mencakup bakatnya, kalau memang tidak ada bakat di situ maka dia tidak akan bisa menyukainya. Misalnya saya dengar beberapa komentar orang yang senangmelakukan apa yang mereka lakukan, kadang-kadang mereka berkata,"Saya merasa bersalah dan saya melakukan sesuatu yang saya sukai dan malah dibayar" artinya dia tidak dibayar pun dengan senang hati dia akan melakukan hal yang sama, apalagi kalau dia diberikan imbalan bayaran dan sebagainya, jadi benar-benar dia akan menyukainya.

Saya kira kita di sini memunyai pengalaman yang sama. Saya percaya kita semua menyukai apa yang kita lakukan, berbicara di radio dan orang-orang mendengarkannya dan siapa tahu ada yang akan memeroleh berkat dari apa yang kita lakukan dan kita tidak akan pernah merasa bosan dan kita akan merasa sukacita melakukannya, karena kita menyukai dan Tuhan telah memberikan kepada kita kesempatan ini maka kita mau memanfaatkannya sebaik mungkin.
GS : Mungkin ada hal yang lain selain kesukaan dan kesanggupan, Pak Paul?

PG : Hal lain yang harus kita pertimbangkan adalah kesiapan dan keberhasilan. Jadi apa pun itu yang kita ingin kerjakan maka kita harus memersiapkan diri sebaik-baiknya, mungkin kita harus menepuh pendidikan tertentu atau belajar dari orang lain terlebih dahulu dan setelah itu kita juga harus memertimbangkan prospek atau tingkat keberhasilannya.

Kita harus memersiapkan diri sebab apa pun yang kita harus kerjakan maka kita harus kerjakan dengan sebaik-baiknya dan kita tidak mau asal-asalan. Jadi persiapkan diri dan jangan menggampangkan,"Pasti bisa", apalagi merohanikan,"Pasti Tuhan tolong", jangan seperti itu! Sebab segala sesuatu perlu dipersiapkan. Kita ingin menjadi seorang dokter maka mesti belajar ilmu medis sebaik mungkin. Kita ingin menjadi seorang musisi maka kita harus belajar instrumen sebaik mungkin. Jadi kita harus persiapkan diri sebaik mungkin, agar kita siap untuk melakukannya. Tapi kita juga harus memertimbangkan prospek atau tingkat keberhasilannya dan jangan sampai kita gegabah padahal prospeknya tidaklah bagus.
GS : Tentang kesiapan Pak Paul, orang banyak merasa enggan untuk dipersiapkan karena persiapan jauh lebih panjang daripada pelaksanaannya sendiri, Pak Paul, seperti Musa dipersiapkan Tuhan puluhan tahun hanya untuk melakukan pekerjaan yang tidak selama itu.

PG : Jadi kita seringkali tidak sabar karena kita anggap nantinya kita bisa belajar, sudah tentu nanti akan kita peroleh lebih banyak hikmat lewat pengalaman, tapi untuk persiapannya itu memangkita harus menuntut diri atau mempersiapkan diri sebaik-baiknya.

Kadang saya lihat kita terlalu menggampangkan karena di dalam diri kita ada kemalasan, tapi daripada saya mengakui kalau saya malas memersiapkan diri maka lebih mudah berdalih,"Nanti bisa dengan sendirinya" tidak seperti itu! Tapi segala sesuatu harus kita persiapkan sebaik-baiknya, sehingga kita bisa memberikan sesuatu yang bermakna kepada orang.
GS : Mengukur keberhasilan ini yang sulit. Apa yang kita anggap berhasil, ada orang lain yang lebih berhasil dari kita sehingga kita merasa,"Saya belum berhasil" padahal sebenarnya sudah berhasil, Pak Paul.

PG : Betul. Jadi sudah tentu ukuran keberhasilan adalah relatif, tapi kita juga harus realistik dan jangan sampai kita menetapkan target yang terlalu tinggi atau yang terlalu rendah juga. Jadi ang penting kita harus realistik.

Berkaitan dengan realistik, saya juga mau mengangkat kadang-kadang kalau kita mau memulai sesuatu yang kita sudah sangat mau, akhirnya kita berpikir terlalu positif, seolah-olah pastilah berhasil dan kita jadinya menolak untuk melihat kemungkinan gagal, tapi sebaliknya jika kita tidak bersemangat melakukan sesuatu maka kita akan terus melihat faktor negatifnya. Jadi penting bagi kita untuk melihat keduanya, yaitu kemungkinan berhasil dan gagal, karena dua kemungkinan itu ada dan kita harus selalu siap dalam mengambil keputusan.
GS : Jadi kesiapan kita yang perlu kita persiapkan di dalam diri kita adalah kalau pun gagal, maka saya akan siap menerima kegagalan sebagai pelajaran untuk maju lagi.

PG : Betul. Dan juga kalau pun kita nantinya gagal maka kita tahu ada rencana B atau dengan kata lain ada bantalnya, sehingga kita tidak jatuh terjun bebas dan masih ada hal-hal yang bisa kita akukan untuk menyelamatkan hidup kita atau tanggungan kita.

Jadi penting sekali kita tidak habis-habisan dalam memersiapkan sesuatu atau melakukan sesuatu, karena kita harus siap dengan kemungkinan kalau kita gagal.
GS : Faktor yang lain apa, Pak Paul?

PG : Faktor lain yang perlu kita pertimbangkan adalah kesehatan dan keluarga. Dua hal yang penting, kita harus memertimbangkan dampak karier pada kesehatan dan keluarga. Jangan sampai gara-garakarier kita malah merusak kesehatan, mungkin kesehatan jasmaniah atau mungkin juga kesehatan rohaniah atau kesehatan jiwani.

Ada orang yang begitu bernafsu mau kerja pagi, siang dan malam dan tidak lagi memertimbangkan faktor kesehatannya, ada juga orang yang terlalu bergebu-gebu hidupnya penuh dengan stres akhirnya jiwanya tertekan, relasinya dengan orang memburuk karena sering memarahi orang dan tidak sabar dengan orang, akhirnya mungkin saja secara karier berhasil tapi relasinya dengan orang lain malahan berantakan. Jadi kita harus ingat kalau misalnya kesehatan terganggu bukankah kerugian yang ditanggung baik secara finansial atau secara jasmaniah tidaklah sebanding dengan pendapatan itu sendiri.
GS : Kita bicara tentang keseimbangan di dalam hidup agar di dalam kita berkarier kita tetap sehat dan keluarga kita juga tetap terpelihara dengan baik dan memiliki hubungan yang harmonis, tapi masalahnya adalah bagaimana kita menjaga keseimbangan hidup antara karier, kesehatan dan keluarga kita, Pak Paul?

PG : Kadang kita tidak menyadari batasnya, meskipun kita berkata,"Saya tahu batasnya, saya mengerti kalau saya sudah melewati batas" padahalnya kita tidak pernah selalu tahu batas. Maka dengarlh masukan dari orang di sekitar kita.

Misalkan pasangan kita mulai berkata,"Waktu saya sepertinya terlalu sedikit denganmu, saya merasa kamu tidak memerhatikanku, di rumah pun engkau tidak lagi mau bicara banyak dengan kami, anak-anak kehilanganmu". Waktu kita mendengar hal-hal seperti itu maka kita harus perhatikan hal itu, ada juga misalkan ada orang yang mendapatkan posisi yang baik dan di posisi yang baik itu mereka harus sering bepergian. Sekali lagi ini menyangkut yang tadi kita bicarakan. Kadang kita hanya melihat keindahan pekerjaan tersebut dan kita lupa bahwa orang harus membayar mahal untuk melakukan yang mereka lakukan itu. Ada orang yang saya kenal, setiap minggu harus pergi 4-5 hari dan baru pulang akhir pekan. Ada orang yang juga saya kenal, begitu pulang akhir pekan 1-2 hari jatuh sakit. Nanti baik, hari Minggu atau Seninnya pergi lagi, jadi terus seperti itu. Jadi benar-benar dampaknya sudah tidak baik bagi kesehatan. Atau dampaknya pada keluarga benar-benar juga tidak baik. Itu faktor-faktor yang mesti kita pertimbangkan.
GS : Seringkali sakit dianggap sebagai resiko orang bekerja, dia bilang"Kalau sakit nanti diobati", tapi dia tidak memikirkan jangka panjangnya, kalau nanti di usia lanjut malah dia menyesal,"Kenapa dia dulu kerja terlalu keras sehingga badannya sekarang sakit semua".

PG : Betul sekali. Seringkali penyesalan selalu datang belakangan dan tidak pernah lebih dulu. Jadi mesti kita pikirkan dampak karier, baik pada kesehatan atau pada keluarga, sekali lagi untuk pa memeroleh keuntungan besar tapi kehilangan keluarga.

Jadi jangan mengorbankan keluarga demi karier sebab ingat-ingat prinsip ini, karier tidak selalu bersama kita tapi keluarga akan selalu bersama kita. Pekerjaan di suatu titik harus kita lepaskan, tapi keluarga tidak akan kita lepaskan dan pekerjaan di suatu titik akan melepaskan kita, namun keluarga tidak akan melepaskan kita. Jadi perhatikanlah dampak karier pada keluarga dan jangan sampai mereka menjadi korban.
GS : Tapi dengan pandangan yang sama seperti yang Pak Paul katakan bahwa karier itu tidak selalu ada tapi keluarga ada, maka orang ini beranggapan bahwa kesempatan bekerja atau berkarier singkat, padahal keluarga itu masih panjang, artinya nanti dia masih bisa memerbaiki perilakunya setelah dia misalnya pensiun.

PG : Masalahnya adalah setelah itu waktu dia sudah pensiun dia baru mau memerbaiki relasi dengan keluarganya, itu sudah terlambat sebab keluarganya akan berkata,"Sudah terlambat, saya tidak menenal siapa papa dan siapa mama, saya tidak merasa dekat" sehingga apa pun yang kita lakukan supaya mereka dekat dengan kita, anak-anak tidak mau terlalu dekat.

Kita mau mereka peduli dengan kita, mereka tidak peduli dengan kita. Akhirnya di masa tua kita justru merana sendirian. Mungkin kita malah menyalahkan anak,"Kenapa anak-anak sudah dewasa, sekarang sombong dan tidak mau memedulikan saya yang sudah tua". Mungkin sekali penyebabnya adalah tatkala mereka masih kecil dan membutuhkan kita, kita tidak ada di sana bersama mereka. Jadi akhirnya mereka tidak lagi merasakan kedekatan itu dengan kita. Selama misalnya mereka bertemu dengan kita seminggu sekali, dua minggu sekali atau sebulan sekali, bagi mereka itu sudah cukup dan tidak perlu lagi lebih dekat dari itu.
GS : Jadi memang banyak orang mengalami kesulitan antara mendahulukan karier atau keluarganya, Pak Paul?

PG : Bagi saya jelas pilihannya, kita harus mengutamakan keluarga kita. Kita bereskan tanggung jawab kita dengan keluarga dan nanti baru datang karier. Jadi prioritas itu bagi saya sangat jelasdan kita tidak bisa membalikkannya.

GS : Dan kita tidak bisa meraih kedua-duanya sekaligus, Pak Paul?

PG : Menurut saya tidak bisa. Jadi orang yang ingin sukses dalam kariernya melakukan semua untuk kariernya sehingga waktu diberikan sepenuhnya untuk kariernya, sudah tentu tidak ada waktu tersia baik untuk dirinya atau keluarganya.

Akhirnya dia mengorbankan diri atau keluarganya. Dalam satu hari hanya ada 24 jam dan tidak akan karena kita sibuk Tuhan memberikan tambahan jam. Kalau 24 jam habis maka akan habis.
GS : Apakah ada faktor lain yang kita harus perhatikan, Pak Paul?

PG : Terakhir dalam pertimbangan memilih karier kita selalu harus pertimbangkan keadaan dan kebutuhan. Maksudnya kita pertimbangkan keadaan adalah misalnya kita memiliki rencana yang baik dan sdah memersiapkan segalanya untuk karier kita, namun kita tetap harus melihat keadaan di luar sana dan tidak selalu ide yang baik dapat berjalan mulus, karena keadaan di luar tidak senantiasa mendukung atau siap menerima ide yang baik itu.

Kita harus sadari hal ini. Jadi sekali lagi lihat keadaan di luar, kita siap atau tidak menerima apa yang hendak kita lakukan. Dan juga kita harus bersikap realistik dalam memilih karier karena kita pun bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan, kita tetap harus bekerja kendati kita belum mendapatkan apa yang kita dambakan. Kita tidak boleh duduk berpangku tangan menantikan pekerjaan yang diharapkan, sebab semakin lama waktu menganggur maka makin kecil peluang kita untuk menerima tawaran kerja, sebab besar kemungkinan orang akan menilai kita malas. Dan satu hal lagi makin lama waktu pengangguran maka makin tidak sehat dampaknya pada diri kita dan keluarga. Banyak kebiasaan buruk terbentuk pada masa kita menganggur. Jadi bekerjalah dan lakukan apa yang bisa dilakukan, karena itu adalah kebutuhan yang harus kita penuhi.
GS : Yang Pak Paul katakan melihat keadaan di luar, maksudnya keadaan di luar di mana?

PG : Maksudnya apakah yang kita ingin lakukan itu bisa diterima oleh masyarakat atau orang-orang yang memang pasarkan produk kita, untuk apa kita mau melakukan sesuatu yang orang sama sekali tiak bisa menerimanya.

Atau kadang-kadang ekonomi lagi buruk dan kita buru-buru membangun ini dan itu kemudian kita tawarkan,"siapa yang mau beli"? Kadang ada orang yang tidak berpikir panjang, yang penting beli dulu dan nanti gampang, padahalnya nanti barangnya tidak bisa dijual karena tidak ada yang bisa beli. Jadi selalu harus melihat kondisi lapangan apakah memang bisa untuk membeli apa yang kita tawarkan.
GS : Ada sebagian orang yang selalu menunggu kesempatan yang akan datang, artinya setelah dia melihat-lihat dan berpikir,"Sebentar lagi keadaan pasti lebih baik dari yang sekarang", jadi dia tidak mau bekerja dulu dan dia menunggu tapi kesempatan itu tidak datang akhirnya.

PG : Betul sekali. Jadi yang sudah saya singgung kita perlu pertimbangan faktor kebutuhan bahwa kita memang butuh kerja dan bukan saja untuk memenuhi kebutuhan keluarga kita, tapi kita sendiri un butuh bekerja.

Banyak kebiasaan buruk muncul gara-gara kita tidak lagi bekerja.
GS : Misalnya apa, Pak Paul?

PG : Misalnya ada orang yang mulai berjudi waktu tidak ada pekerjaan dan misalnya lagi ada orang yang masuk ke internet dan melihat gambar-gambar porno, atau ada orang yang mulai 'chatting' denan teman-teman lawan jenisnya menjalin hubungan di luar nikah.

Jadi banyak kebiasaan buruk yang bisa muncul gara-gara waktu terlalu banyak di tangan.
GS : Padahal awalnya hanya iseng saja, Pak Paul, yaitu hanya mengisi waktu luang.

PG : Betul sekali.

GS : Sehubungan dengan perbincangan ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?

PG : Amsal 15:16,17 mengingatkan,"Lebih baik sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan disertai kecemasan. Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lmbu tambun dengan kebencian".

Kendati faktor uang adalah salah satu faktor penting dalam pemilihan karier namun itu bukanlah faktor utama, ada banyak hal lain yang harus kita pertimbangkan. Namun terpenting di antaranya adalah takut akan Tuhan, apapun yang dilakukan kita harus selalu takut akan Tuhan dan jangan sampai kita memilih karier yang berisikan dosa atau yang membuat kita jatuh ke dalam dosa dan kita pun harus memerhatikan dampak karier pada orang di sekitar kita. Untuk apa melimpah ruah dengan harta namun hidup sengsara tanpa kasih, untuk apa memiliki rumah besar namun hampa kehangatan dan gelak tawa.

GS : Pak Paul terima kasih untuk petunjuk-petunjuk dari firman Tuhan yang telah Pak Paul sampaikan. Para pendengar sekalian ini merupakan bagian terakhir dari seri Hidup Tanpa Penyesalan, kami baru saja membicarakan tentang"Memilih Karier" dan pada kesempatan yang terdahulu kami sudah membicarakan tentang Memilih Pasangan Hidup, Hidup Dengan Pasangan dan Membesarkan Anak. Dan para pendengar sekalian terimakasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Memilih Karier" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.



13. Sikap Kristiani di dalam Pekerjaan I


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T339A (File MP3 T339A)


Abstrak:

Semua orang memerlukan pekerjaan dan hampir separuh hidup kita dihabiskan di dalam pekerjaan. Oleh karena itu pekerjaan memainkan peran yang besar di dalam kehidupan. Bila kita tidak merasakan kepuasan, tidak bisa tidak, kita akan mengalami ketertekanan yang besar. Sebaliknya, bila kita merasakan kepuasan, kita pun akan mengalami sukacita yang besar. Diuraikan tiga faktor untuk mengetahui apakah pekerjaan kita memuaskan, antara lain


(a) kepuasan versus kewajiban,
(b) ideal versus realistik, dan
(c) benar versus salah.

Ringkasan:

Bekerja adalah bagian hidup yang penting. Hampir separuh hidup kita dihabiskan di dalam pekerjaan. Itu sebabnya kepuasaan dalam pekerjaan memainkan peran yang besar di dalam kehidupan. Bila kita tidak merasakan kepuasan, tidak bisa tidak, kita akan mengalami ketertekanan yang besar. Sebaliknya, bila kita merasakan kepuasan, kita pun akan mengalami sukacita yang besar.
Berkaitan dengan pekerjaan, setidaknya ada tiga faktor yang kerap menjadi ketegangan (tension), yaitu

  1. kepuasan versus kewajiban,
  2. ideal versus realistik, dan
  3. benar versus salah.
  4. Sekarang marilah kita melihatnya satu per satu.

KEPUASAN VERSUS KEWAJIBAN

Pada dasarnya kita mengalami kepuasan dalam bekerja bila apa yang dikerjakan merupakan ekstensi atau kepanjangan diri kita. Ekstensi atau kepanjangan diri melibatkan sedikitnya dua unsur: (a) karunia atau talenta dan (b) misi hidup.
Pada umumnya kita baru mengalami kepuasan dalam bekerja bila apa yang dikerjakan sesuai dengan karunia atau talenta yang kita miliki.
Pada kenyataannya Tuhan tidak selalu menyediakan pekerjaan yang membawa kepuasan. Sebab, tidak selalu kita mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan talenta yang kita miliki.
Pada waktu itu terjadi, tidak bisa tidak, bekerja berubah menjadi kewajiban, bukan lagi kepuasan. Singkat kata kepuasan dari misi hidup tidak harus senantiasa lahir dari kepuasan dari kesesuaian talenta. Bisa jadi kita tengah melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak membawa kepuasan namun itulah tempat yang dikehendaki Tuhan bagi kita guna penggenapan rencana-Nya.

Berikut adalah dua contoh yang meneguhkan hal ini. Oleh karena kejahatan saudara-saudaranya, Yusuf harus hidup di dalam penderitaan berbelasan tahun (atau bahkan lebih) dan melakukan pekerjaan yang tidak pernah diimpikannya yaitu menjadi seorang budak. Bahkan di penggalan akhir dari masa kelamnya, ia harus mendekam di penjara. Namun itulah tempat yang ditetapkan Tuhan baginya. Ketika ia berkumpul kembali dengan keluarganya dan melewati masa kekeringan yang berkepanjangan, barulah Yusuf mengerti mengapa Tuhan menempatkannya di tempat yang tidak pernah diimpikannya itu. Tuhan mengutusnya untuk pergi ke Mesir agar ia dapat menyediakan kebutuhan keluarganya di masa paceklik berkepanjangan. Singkat kata, Yusuf menemukan kepuasan karena ia melihat misi hidup dari apa yang dijalankannya.

Contoh kedua adalah Shirley Dobson, istri dari Dr. James Dobson, psikolog Kristen di Amerika yang merintis pelayanan Focus on the Family. Pada suatu saat yayasan Focus on the Family memutuskan untuk memindahkan kantor pusat mereka dari California ke Colorado oleh karena alasan finansial. Dr. Dobson dan istrinya telah hidup berakar di Los Angeles, California. Jadi, keputusan relokasi bukan keputusan yang mudah bagi mereka, terutama bagi Shirley Dobson. Namun, ia tetap taat dan bersedia pindah ke Colorado Springs, Colorado, meninggalkan kehidupan yang lama. Pada tahun-tahun pertama Shirley Dobson mengalami ketidakpuasan yang dalam. Ia sangat tidak bahagia dan kehilangan teman serta kehidupan yang lama di California. Dr. Dobson bercerita, di suatu pagi istrinya merasa sedih dan mengeluarkan uneg-uneg hatinya kepada Dr. Dobson. Nah, di saat itu tiba-tiba Shirley mendengar Tuhan berkata kepadanya, "Shirley, Aku tidak mementingkan kebahagiaanmu. Namun Aku mementingkan apakah engkau hidup di dalam kehendak-Ku atau tidak." ("I am not concerned with your happiness but I am concerned with whether or not you are in My will.") Pada saat itulah Shirley Dobson mengambil keputusan untuk tidak lagi mengeluh dan untuk sepenuhnya menerima kehendak Tuhan baginya.

Jadi, kesimpulannya adalah kadang Tuhan menempatkan kita di pekerjaan yang sesuai talenta tetapi adakalanya Ia menempatkan kita di pekerjaan yang tidak sesuai dengan talenta. Bila itu terjadi, kita harus tetap menemukan dan berpegang pada misi hidup yaitu menggenapi rencana Tuhan lewat apa yang dikerjakan.

Di dalam pesannya kepada para wisudawan/wisudawati Denver Seminary di tahun 1979, Dr. Vernon Grounds mengingatkan, "Tuhan memanggil kita untuk setia, Tuhan tidak memanggil kita untuk selalu sukses." ("God calls us to be faithful, not necessarily to be successful.") Pada waktu pekerjaan berubah menjadi kewajiban, di saat itulah kita ditantang untuk setia.

IDEAL VERSUS REALISTIK

Idealnya kita bekerja melakukan pekerjaan yang sesuai talenta dan bekerja di dalam lingkungan yang mendukung. Maksud saya, kita bekerja dengan manajemen yang terstruktur rapi di mana kebijakan dilaksanakan dengan adil untuk kepentingan bersama. Dan satu hal lagi: Kita bekerja dengan teman-teman yang ramah, saling tolong, dan tidak ambisius. Namun pada kenyataannya, tidak selalu kita mendapatkan lingkungan kerja seperti itu. Kadang kita ditempatkan di lingkungan yang tidak mendukung sama sekali. Pada waktu kita harus berada di lingkungan kerja yang tidak kondusif, biasanya kita merasa tertekan. Kita berusaha untuk mengadakan perbaikan tetapi tidak selalu usaha memperbaiki membawa hasil yang diharapkan. Kadang justru sebaliknya yang terjadi: Kita malah dikucilkan! Alkitab memberi kita dua contoh dari satu orang yang sama yaitu Daniel.

Daniel melayani tiga raja: dua dari Kerajaan Babilonia yaitu Nebukadnezar dan putranya Belsyazar, satu dari Kerajaan Persia yakni Darius. Dapat disimpulkan ketiganya adalah penguasa yang mengidolakan diri sendiri dan kejam. Sebagai seorang bawahan dan jajahan, Daniel harus mengabdi kepada ketiganya. Satu hal lagi, pada masa Darius, ia harus bekerja sama dengan rekan yang iri dan berniat mencelakakannya. Singkat kata Daniel bekerja di lingkungan kerja yang jauh dari ideal. Itu sebabnya ia harus bersikap bijaksana dan realistik. Sewaktu Nebukadnezar berniat membunuh semua orang bijak di negerinya karena mereka tidak bisa memberi makna terhadap mimpinya, Daniel berhasil meyakinkan atasannya untuk memberinya kesempatan mengartikan mimpi raja. Singkat kata, Tuhan memakai Daniel menghentikan niat raja membunuh begitu banyak orang yang tidak bersalah. Tuhan pun memakai Daniel menjadi mulut-bibir Tuhan kepada para raja ini. Kepada masing-masing raja Tuhan mempunyai pesan dan Tuhan memakai Daniel untuk menjadi penyampai pesan kepada mereka. Namun memang untuk dapat bertahan, Daniel harus bersikap realistik; ia tidak bisa menuntut para raja ini untuk memerintah sesuai kehendak Tuhan. Ia harus menerima mereka sebagai orang berdosa yang akan berbuat dosa. Di dalam lingkungan kerja yang tidak kondusif Daniel menggenapi rencana Allah.

Sebagai pedoman ada beberapa hal yang dapat kita lakukan di dalam lingkungan kerja yang tidak ideal. Pertama, kita seyogianya menerapkan Kolose 3:23, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Dengan kata lain kita alihkan pandangan mata dari atasan atau rekan atau kebijakan kepada Tuhan. Kita tidak lagi melihat manusia, tetapi kita melihat Tuhan. Kita tidak bekerja bagi manusia, tetapi bagi Tuhan. Kita mengatakan kepada diri sendiri bahwa selama kita bekerja dengan manusia, kita akan terus menjumpai ketidakadilan dan ketidakberesan. Itu sebabnya kita tidak lagi mempersoalkan mereka; kita bekerja hanya untuk Tuhan sebab Dia-lah yang menilai pekerjaan kita.

Namun saya pun mafhum bahwa tidak selamanya kita dapat melakukannya. Kadang tekanan menjadi terlalu besar dan kita tidak lagi dapat bekerja secara efektif. Di dalam situasi itu, daripada kita terus protes dan menambahkan ketegangan di dalam lingkungan kerja, lebih baik kita mengundurkan diri. Kita dapat mengundurkan diri sepenuhnya atau jika memungkinkan, sebagian saja. Maksud saya dengan sebagian adalah, kita hanya mengundurkan diri dari situasi yang paling tidak memungkinkan kita bekerja secara efektif.

BENAR VERSUS SALAH

Adakalanya kita bekerja di tempat di mana kita dapat menyalurkan talenta dan di dalam lingkungan teman yang memperhatikan kita. Namun jenis pekerjaan yang dilakukan adalah tidak benar. Misalkan, kita bekerja di bidang pembukuan yang memang sesuai dengan karunia. Kita pun dikelilingi rekan yang baik kepada kita. Masalahnya adalah kita bekerja di perusahaan yang terlibat dalam pencucian uang, di mana uang yang masuk dan keluar adalah hasil dari kejahatan.

Pada waktu kita diminta untuk melakukan jenis pekerjaan yang tidak benar atau melakukan pekerjaan dengan tidak benar, kita harus menolaknya. Sewaktu Daniel diminta untuk menyembah raja, ia menolak dan tetap menyembah Allah. Sebagai akibatnya ia dilempar ke goa singa. Pada waktu ketiga teman Daniel—Sadrakh, Mesakh, dan Abednego—diwajibkan menyembah patung buatan Nebukadnezar, mereka pun menolak dan sebagai akibatnya dilempar ke dapur api.

Tidak selalu kita bisa mengubah lingkungan kerja dan orang-orang yang bekerja bersama kita. Kadang kita terpaksa bersikap realistik dan membiarkan mereka. Daniel dan ketiga temannya harus bersikap realistik dan menerima ketidakbenaran terjadi di sekitar mereka. Sedapatnya mereka berbuat sesuatu untuk mengurangi ketidakbenaran namun sudah tentu tidak selalu mereka dapat melakukannya. Mereka dapat menghentikan Nebukadnezar membunuh orang bijak di Babilonia tetapi mereka tidak dapat menghentikan Nebukadnezar memaksa rakyat menyembah patung. Namun tatkala mereka sendiri yang dipaksa untuk melakukan perbuatan yang salah, mereka menolak.

Tuhan Yesus mengingatkan di Matius 5:16, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga." Apabila kita berpartisipasi di dalam kegelapan, kita akan menjadi gelap pula. Dan, sampai kapan pun orang di dalam lingkungan itu tidak akan dapat melihat terang Tuhan bercahaya di depan mereka. Dengan kita menolak, kita menjadi saluran cahaya Tuhan yang kudus. Memang kita mungkin harus kehilangan pekerjaan itu tetapi setidaknya kita tidak harus kehilangan terang Tuhan.


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Sikap Kristiani Di dalam Pekerjaan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Pak Paul, mengenai pekerjaan mungkin semua orang bekerja, tapi kita sebagai orang-orang Kristen, sebagai pengikut Kristus tentu punya pandangan yang berbeda atau yang khas Kristen menghadapi pekerjaan yang kita lakukan sehari-hari. Sebenarnya apa yang khas di dalam kekristenan menyikapi pekerjaan sehari-hari kita?
PG : Yang khas adalah saya kutip dari Firman Tuhan dari Matius 5:13-16, Tuhan itu berkata kita harus menjadi garam dan terang dunia. Jadi di mana pun kita ditempatkan Tuhan meminta kita untuk menjadi garam dan terang, termasuk di dalamnya adalah di tempat pekerjaan. Jadi dengan kata lain, pekerjaan itu bukan untuk mencari nafkah, sudah tentu unsur mencari nafkah itu harus ada di dalam kita bekerja, tapi bukan itu yang menjadi tujuan utamanya, sebab Tuhan itu ingin memakai kita menerangi lingkungan kita, Tuhan ingin memakai kita menjadi garam yang bisa menggarami lingkungan kita supaya pada akhirnya orang bisa melihat kita menjadi saksi Tuhan dan mereka bisa memuliakan Tuhan dan juga bisa mengenal Tuhan. Jadi semua itu dimasukkan dalam satu kerangka, kerangkanya adalah supaya orang melihat terang Tuhan lewat kehidupan kita dan lewat pengabdian kita dalam pekerjaan kita.
GS : Kadang ada orang yang berpikir kalau saya mengerjakan pekerjaan yang katakanlah sekuler, itu tidak mungkin mencerminkan sifat-sifat baik Tuhan artinya tidak bisa menjadi garam dan terang dunia, tapi baru kalau saya itu mengerjakan pekerjaan yang sifatnya rohani atau pelayanan sifatnya, baru di sana saya bisa mencerminkan itu, terang dan kasih Tuhan. Ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Sebetulnya konsep itu memang konsep yang ada di tengah kita orang Kristen, sayangnya konsep itu adalah keliru, sebab Tuhan tidak memanggil kita untuk satu pekerjaan yang sama, tidak ada dalam benak Tuhan untuk kita semua melakukan yang namanya pelayanan seperti yang kita biasa bayangkan yaitu di gereja, menyampaikan firman Tuhan dan sebagainya, hidup itu lebih luas daripada itu. Makanya di Kolose 3 kita bisa membaca ayat 17 dan ayat 23 "Apapun yang kamu lakukan lakukanlah bagi Tuhan dengan segenap hatimu" "dan bukan kita lakukan untuk manusia". Jadi apa pun konsepnya, konsep kita adalah harus melakukan semuanya. Jadi memuliakan Tuhan bukan hanya hal-hal yang kita lakukan di dalam gereja, tapi hal-hal yang kita lakukan di luar gereja adalah hal-hal yang termasuk dalam hal-hal yang bisa dipakai Tuhan untuk membawa kemuliaan bagi Dia. Setelah kita mengerti hal ini, kita jadi bisa melihat bahwa waktu Tuhan membukakan pintu sehingga kita bisa bekerja di situ, maka itu adalah tempat di mana kita bisa menjadi terang. Nanti kita akan lihat bagaimana kita menjadi terang sudah tentu harus ada hal-hal yang kita lakukan yang berbeda dari orang lain, yang membuat orang akhirnya melihat bahwa kita tidak sama dengan mereka. Ini nanti yang bisa membawa kemuliaan bagi Tuhan.
GS : Ada pula orang yang punya pandangan bahwa pekerjaan adalah suatu hukuman dari Tuhan, bahwa orang bekerja merupakan suatu kutukan dari Tuhan, kalau dulu manusia tidak berdosa maka kita tidak harus sampai berpeluh dan sebagainya, ayat itu yang seringkali dipakai. Bagaimana hal ini menurut Pak Paul?
PG : Memang konsep itu ada namun sayangnya tidak tepat, sebab sebetulnya waktu Tuhan menempatkan kita di taman Firdaus kita harus bekerja dan tidak ada yang namanya pohon datang kepada kita dan memberikan buahnya pada kita tapi kita harus bekerja memetik buah-buah itu, merawat pohon itu dan sebagainya. Jadi konsep bekerja sebetulnya sudah ada sejak awal. Kalau Tuhan menghendaki kita tidak bekerja, Tuhan tidak akan menempatkan kita di kebun, kalau Tuhan menempatkan kita di taman atau kebun itu artinya sebuah tempat dimana kita harus kelola. Makanya ada firman yang berkata, "Kita nantinya diutus Tuhan menaklukkan hewan-hewan, alam dan isinya", semua menuntut kerja. Jadi sekali lagi kerja bukanlah sebuah kutukan. Jadi kalau orang berkata kerja adalah sebuah kutukan, maka itu tidaklah tepat.
GS : Jadi karena hampir sebagian besar waktu kita gunakan untuk bekerja setiap hari, entah bekerja sendiri atau bekerja ikut orang atau bekerja di dalam sebuah perusahaan, tapi itu adalah bekerja. Lalu bagaimana kita harus menyikapi sikap terhadap pekerjaan ini?
PG : Saya mau bagi diskusi kita dalam tiga bagian, jadi akan selalu ada ketegangan antara yang pertama, yang namanya kepuasan dan yang namanya kewajiban, itu yang pertama. Dan nanti kita juga akan melihat antara yang ideal dan yang realistik, dan yang terakhir adalah ketegangan antara yang benar dan yang salah. Jadi coba kita nanti kategorikan diskusi kita dalam tiga kelompok ini sebab masing-masing harus kita pikirkan supaya nanti kita bisa menemukan jawabannya, agar kita bekerja bisa menjadi berkat bagi orang lain.
GS : Namun sebelum bisa menjadi berkat bagi orang lain, tentu pekerjaan itu harus bisa menjadi berkat bagi diri kita sendiri, begitu Pak Paul?
PG : Ya, artinya kita sebaiknya kalau kita bekerja maka kita bisa menikmati pekerjaan kita itu karena waktu kita bisa menikmatinya maka pekerjaan itu bisa menjadi berkat bagi diri kita.
GS : Mungkin kita akan masuk pada sesi yang dikatakan bahwa dalam pekerjaan itu bisa menimbulkan kepuasan tetapi juga bisa dianggap sebagai suatu kewajiban, kepuasan versus kewajiban. Ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Sudah tentu seyogianya kita mendapatkan kepuasan dari apa yang kita kerjakan, kita itu akan mendapatkan kepuasan kalau kita melihat bahwa apa yang kita lakukan merupakan ekstensi atau kepanjangan dari diri kita. Maksudnya adalah yang pertama, kalau kita melihat apa yang dikerjakan sesuai dengan karunia atau talenta kita. Kalau kita mengerjakan sesuatu yang memang kita kuasai dan nikmati karena sesuai karunia kita maka pekerjaan itu menjadi karunia atau ekstensi atau pewujudan karunia kita. Saya masih ingat saya bicara dengan seorang pendeta waktu masih kuliah. Saya tanya dia, "Bagaimana bapak tahu bahwa Tuhan memanggil bapak sebagai seorang hamba Tuhan. Apa kira-kira tandanya?" Dia berkata, "Saya itu menikmati membaca firman Tuhan dan saya menikmati mengajarkannya kepada orang, waktu saya membaca firman Tuhan dan mendalaminya saya mendapatkan sebuah kepuasan dan waktu saya bisa mengangkat keluar kebenaran-kebenaran itu dan membagikannya kepada orang, saya juga mendapatkan sebuah kepuasan yang dalam, kecintaan saya pada firman dan kecintaan membagikan firman", maka bagi dia itu adalah pertanda Tuhan memanggil dia menjadi seorang hamba Tuhan. Itu adalah contoh bagaimana sampai hal yang kita kerjakan itu merupakan kepanjangan dari karunia kita atau talenta kita. Tapi selain dari itu kepanjangan diri kita bukan hanya soal talenta tapi juga soal misi hidup. Misalkan kita melihat apa yang kita kerjakan itu sesuai dengan misi hidup kita, waktu kita berbicara misi hidup sudah tentu kita harus melihatnya dari kerangka apa yang menjadi kehendak Tuhan dalam hidup kita. Misalkan kita melihat ketika saya mengerjakan pekerjaan saya akan ada orang-orang yang tertolong, karena waktu saya melakukan pekerjaan ini dan perusahaan berjalan maka ada orang-orang yang sepertinya bisa mendapatkan nafkah, anak-anaknya bisa bersekolah dan akhirnya kehidupan mereka bisa diangkat. Kita melihat ini adalah misi hidup kita menolong orang-orang yang susah, waktu kita melihat pekerjaan kita rasanya pas sesuai dengan misi hidup kita, maka kita akan mendapatkan kepuasan. Jadi kepuasan biasanya muncul dari dua hal ini, kita melihat pekerjaan kita merupakan kepanjangan dari diri kita yaitu talenta kita dan juga misi hidup kita.
GS : Seringkali tentang kepuasan, kita terkecoh pada awalnya kita memang puas dengan hasil karya pekerjaan itu, karena banyak hal yang menarik untuk dikerjakan tapi lama-lama itu pudar, kepuasan itu tidak ada lagi. Kalau sifatnya hanya sementara itu maka kita tidak bisa mengatakan ini panggilan hidup saya.
PG : Biasanya begini, kalau memang kita merasa bosan dengan begitu cepat, biasanya ada masalahnya, misalnya kita itu tidak cocok dengan rekan kerja, lingkungan kerja sehingga kita tidak betah lagi dan apa yang kita kerjakan akhirnya jenuh dan tidak suka. Tapi kalau semua baik-baik saja dan kita merasa jenuh bisa jadi itu bukanlah karunia atau talenta kita, itu sebabnya kita kerjakan tidak terlalu lama dan mau mundur. Saya masih ingat ada seorang hamba Tuhan yang mengatakan dalam bukunya tentang "Panggilan dan Karunianya". Dia berkata, "Kalau yang kita kerjakan adalah sesuai dengan karunia kita, bukannya kita jenuh malahan kita selalu merasa senang melakukannya, kita justru merasa ada makna dari yang kita lakukan, ada artinya dan tidak sia-sia. Jadi saya kira kalau sampai kita cepat jenuh mungkin sekali ada masalahnya. Namun kalau kita berkata, "Mungkin sekali-sekali kita merasa bosan mengerjakan hal yang sama" itu normal, namun sekali lagi kalau kita tahu bahwa yang kita kerjakan ini juga bagian dari misi hidup kita, maka biasanya kita akan mendapatkan suatu kepuasan tersendiri.
GS : Mengenai misi hidup, kadang-kadang seseorang itu sulit untuk bisa menguraikan atau menjelaskan secara detail mungkin dia berkata, "Misi saya untuk memuliakan nama Tuhan" tapi saya rasa itu terlalu umum, Pak Paul.
PG : Saya berikan contoh, saya pernah mengenal seorang tante yang tidak bersekolah tinggi, orang yang sederhana, tapi dia gemar masak. Saya ingat sekali, dia memakai nama Marta jadi dia adalah Tante Marta dan anaknya adalah teman saya. Waktu kami berkumpul bersekutu dan sebagainya, dia selalu memasak. Dia selalu berkata bahwa, "Saya itu Marta, dan saya itu hanya bisa memasak". Memang kalau kita pikir memasak tidak ada kaitannya dengan dengan pekerjaan dan kemuliaan Tuhan, tapi si tante ini melihat bahwa apa yang dilakukannya itu adalah sesuatu yang memang dia bisa persembahkan kepada Tuhan dan inilah yang bisa dilakukannya. Jadi waktu kita melakukan sesuatu dan kita bisa berkata bahwa, "Apa yang saya lakukan ini sesuatu yang bisa saya kembalikan kepada Tuhan, Tuhan sudah berikan saya kemampuan untuk memasak maka sekarang saya memasak dan saya mau lakukan untuk Tuhan". Di situlah orang menemukan misi hidupnya. Jadi kadang saya melihat orang tidak menemukan misi hidup, karena orang itu menargetkan yang terlalu tinggi yang tidak bisa dijangkaunya. Misi hidup tidak harus seperti itu, tapi misi hidup bisa sangat sederhana, dalam kehidupan saya, saya melihat diri saya sebagai orang yang diberikan misi untuk mau memelihara dan menambah kesehatan jiwa orang, memang tujuan akhirnya adalah untuk kemuliaan Tuhan, tapi secara spesifiknya saya melakukan itu lewat kesehatan jiwa. Jadi apa pun yang saya lakukan kalau saya tahu bisa menambah kesehatan jiwa orang, maka saya merasa bahagia karena saya tahu ini adalah misi hidup yang Tuhan telah berikan kepada saya.
GS : Tapi sekali pun kita sudah mengetahui dengan jelas apa talenta kita dan misi hidup kita tetapi dalam pelaksanaannya seringkali kita menemui banyak hambatan dan itu membuat kita ragu-ragu, "Apa betul saya melakukan pekerjaan ini", begitu Pak Paul.
PG : Ya, kadang-kadang hidup itu tidak lancar sehingga ada halangan-halangan atau masalah yang muncul sehingga akhirnya kita ragu ataukah ini dalam kehendak Tuhan atau tidak. Saya berikan contoh di Alkitab, Yusuf adalah contoh yang baik untuk kita bisa melihat bahwa Tuhan itu bekerja lewat segala situasi bahkan dalam situasi terburuk sekali pun. Yusuf harus dibuang, dia menjadi seorang budak dan akhirnya dia harus mendekam di penjara karena difitnah, itu berlangsung bukan berhari-hari atau berbulan-bulan tapi itu berlangsung mungkin sekali berbelasan tahun atau mungkin lebih dari dua puluh tahun dia harus hidup menderita seperti itu. Apakah yang terjadi pada Yusuf itu sesuai dengan talentanya, tidak! Tidak ada yang bisa berkata "Menjadi seorang budak sesuai dengan talentanya". Tidak ada orang yang bisa berkata, "Menjadi seorang tahanan itu sesuai dengan talentanya" tidak! Jadi tidak ada kaitannya dengan karunia Yusuf yakni dijadikan budak, dijadikan tahanan di penjara karena difitnah orang. Tapi kita tahu akhirnya Yusuf melihat bahwa semua itu merupakan bagian dari rencana Tuhan, itu sebabnya waktu di akhir hidupnya atau setelah ayahnya meninggal dunia, para saudaranya datang kepada dia dan takut kalau Yusuf akan membalas dendam, Yusuf berkata, "Tidak, saya tidak akan melakukan hal itu dan saya bukan Tuhan" dan dia berkata seperti ini, "Engkau mereka-rekakannya untuk kejahatan tapi Tuhan mereka-rekakannya untuk kebaikan" dan Yusuf tambahkan, "Tuhan memang sengaja mengutus dia pergi ke Mesir supaya nanti dia bisa menyediakan kebutuhan untuk keluarganya" karena kalau dia tetap tinggal di Kanaan, dan Yusuf tetap tinggal di Kanaan maka satu keluarga itu nanti akan punah. Maka rencana Tuhan nanti lewat umat-Nya Israel juga nanti akan terhalangi. Jadi Tuhan sudah merencanakan itu, memang lewat jalur yang sangat susah yaitu dia menjadi seorang budak dan sebagainya. Jadi dari sini kita bisa melihat bahwa misi hidup yang Tuhan berikan kepada kita akan jalan terus meskipun kadang-kadang kita harus melewati hal-hal yang sulit dan yang kita lakukan itu tidak menimbulkan kepuasan tapi merupakan kewajiban belaka. Jadi sekali lagi rencana Tuhan tetap bisa terjadi.
GS : Memang Yusuf adalah salah satu tokoh saksi iman yang kita bisa lihat, tapi yang penting adalah bagaimana kita menempatkan diri kita seperti Yusuf yang bisa tahu bahwa ini memang rencana Tuhan dan ini yang sulit, kadang-kadang kita berpikir, "Ini bukan rencananya Tuhan, tapi ini rencananya setan".
PG : Sudah tentu kalau kita dalam pekerjaan yang kita rasa tidak suka atau tidak cocok, maka tidak ada salahnya kita mencari pekerjaan yang lain, tapi kalau kita sudah mencoba dan pintu tidak dibukakan maka kita harus terima itu sebagai penetapan Tuhan dan ada rencana Tuhan bagi kita di situ. Saya ingat saya dulu bekerja di Rumah Sakit Jiwa selama 3 tahun. Setelah 1 tahun saya bekerja saya mulai resah dan saya mau mencari pekerjaan yang lain yaitu saya mau masuk ke klinik, sebab saya tidak mau lagi di Rumah Sakit Jiwa dan saya berpikir bekerja di klinik adalah pekerjaan yang baik dan penghasilan juga akan baik, namun pintu tidak dibukakan Tuhan. Kalau saya melihat ke belakang boleh dikata pengetahuan saya tentang kesehatan jiwa paling banyak saya peroleh lewat pengalaman bekerja di Rumah Sakit Jiwa sebab di situ saya berkesempatan menjumpai segala jenis penyakit jiwa. Itu adalah kewajiban saat itu bagi saya namun pada akhirnya saya melihat ternyata itu adalah bagian yang penting. Saya juga teringat pengakuan Dr. James Dobson, dia adalah psikolog Kristen yang merintis pelayanan yang namanya "Focus On The Family" di Amerika Serikat. Pada suatu ketika Yayasannya berkata, "Kita harus pindah dan kita tidak bisa lagi tinggal di California karena ongkos terlalu tinggi, mau pindah ke Colorado" jadi akhirnya mereka pindah ke Colorado. Masalahnya adalah istrinya, Shirley, tidak cocok di Colorado dan mau pulang kembali ke California, tapi tidak bisa karena organisasinya sudah pindah ke sana. Dr. Dobson cerita bahwa istrinya sering mengeluh. Suatu hari kata Dr. Dobson, istrinya mengeluh tidak betah di Colorado dan ingin pulang kembali ke California, dan tiba-tiba dia mendengar suara Tuhan berkata, "Shirley, yang Aku pentingkan bukanlah kebahagiaanmu tapi yang Aku pentingkan adalah apakah engkau berada dalam kehendak-Ku atau tidak". Begitu istrinya mendengar Tuhan berkata seperti itu, istrinya langsung diam dan mulai saat itu dia terima bahwa inilah penetapan Tuhan bahwa dia harus tinggal di Colorado demi kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan organisasi pelayanan suaminya itu, yang kalau tetap di California mungkin bisa ambruk atau mengalami kesulitan finansial. Jadi sekali lagi kita melihat di situ, jalan memang tidak bisa selalu lancar, kadang kita melakukan sesuatu atas dasar kewajiban, tapi tidak apa-apa karena rencana Tuhan tetap bisa berjalan lewat semua itu.
GS : Jadi kita tidak bisa menggunakan kepuasan atau kebahagiaan itu sebagai satu-satunya pedoman bahwa ini memang pekerjaan yang Tuhan kehendaki bagi kita, Pak Paul.
PG : Betul. Jadi tidak apa-apa, sekali lagi saya katakan kita mencoba mencari pekerjaan yang lain, tapi selama pintu belum dibukakan maka terimalah ini sebagai penetapan Tuhan dan kalau memang inilah yang Tuhan tetapkan bagi kita, berarti ada sesuatu yang tengah Tuhan lakukan untuk kita, tapi yang paling penting adalah untuk Tuhan.
GS : Sebenarnya hal yang bisa kita lakukan atau pekerjaan yang bisa dikatakan itu bukanlah talenta kita adalah semangat untuk mau belajar sesuatu yang baru bahkan yang terasa asing bagi kita. Dengan kita mau belajar di sana kita mendapatkan kepuasan itu pada suatu saat.
PG : Tidak selalu kita harus mendapatkan apa yang kita inginkan, adakalanya kita harus terjun di sebuah bidang di mana Tuhan ingin kita belajar hal yang baru dan siapa tahu dari situ nantinya kita dipakai Tuhan dalam bidang tersebut.
GS : Di sana dibutuhkan sebuah sikap atau sifat kesetiaan seseorang, kadang-kadang kita cepat-cepat lari dari sana, karena merasa kalau ini bukan bidangku dan cepat-cepat ditinggalkan, tapi kesetiaan itu sungguh teruji pada saat itu.
PG : Betul sekali. Jadi kadang-kadang kita hidup di dalam masyarakat yang serba instan dan kita ini ditekankan sekali bahwa semua harus efisien jadi artinya jangan buang waktu, tenaga dan sebagainya, tapi kadang-kadang Tuhan memang menempatkan kita di situasi di mana kita merasa ini bukan tempat kita, kita tidak mau di sini dan sebagainya. Namun jika tidak ada pintu lain yang dibukakan oleh Tuhan dan inilah pintu yang Tuhan bukakan maka kita harus terima, itu berarti ada yang Tuhan sedang lakukan yang mungkin sekali kita tidak akan bisa melihatnya sekarang ini, tapi baru kita akan sadari di kemudian hari.
GS : Kadang-kadang karena ketidaksabaran kita, kita mencoba mendobrak pintu yang Tuhan tidak bukakan, Pak Paul.
PG : Betul. Dan justru kita terjebur di kolam yang bisa merugikan kita. Saya masih ingat cerita dari seorang yang hadir dalam wisuda di Denver Seminary dimana Dr. Vernon Grounds memberikan pidatonya kepada para wisudawan di Denver Seminary. Dia berkata seperti ini, "Tuhan memanggil kita untuk menjadi setia, Tuhan tidak memanggil kita untuk selalu sukses" jadi kita itu harus mengubah paradigma pemikiran kita, yang berharga di mata Tuhan bukanlah kesuksesan, yang berharga di mata Tuhan adalah kesetiaan. Jadi misalnya kita bekerja misalkan dianggap pekerjaan yang hina dan ada orang lain yang bekerja yang menganggap pekerjaannya itu sukses. Tuhan tidak melihat jenis pekerjaan, yang Tuhan akan lihat adalah kesetiaan, bagaimana kita telah melakukan pekerjaan itu dengan setia atau tidak. Jadi jangan sampai kita kecil hati karena Tuhan tidak mau mengukur kesuksesan kita. Yang Tuhan akan ukur adalah kesetiaan kita.
GS : Itu yang memberikan semangat baru pada kita ketika kita melihat ada orang yang begitu tekun dengan pekerjaannya walaupun penghasilannya rendah, tapi dia merasa bahagia dan dia tahu itu berguna bagi orang lain.
PG : Betul sekali. Jadi yang penting adalah jangan sampai kita ini akhirnya terlindas oleh nilai-nilai duniawi yang mementingkan kesuksesan yang penting cepat, pada usia berapa kita harus menghasilkan uang seberapa banyak dan sebagainya. Tidak seperti itu, hal itu dihargai oleh dunia, tapi kita hidup sesuai dengan apa yang dihargai oleh Tuhan.
GS : Jadi sebenarnya kalau kita punya konsep yang benar tentang pekerjaan, setiap kita bisa bekerja dan tidak ada ceritanya kita menjadi pengangguran karena Tuhan sudah menyediakan semua itu bagi kita, Pak Paul.
PG : Betul sekali.
GS : Apakah ada ayat firman Tuhan sehubungan dengan hal ini?
PG : Saya akan bacakan dari Pengkhotbah 9:10, "Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi". Firman Tuhan benar-benar mendorong kita untuk bekerja melakukan sesuatu. Apa yang bisa kita kerjakan maka kita kerjakan sebab sekali lagi yang nanti Tuhan akan lihat adalah kesetiaan kita, di pintu surga Tuhan tidak akan bertanya apa pekerjaanmu, berapa gajimu dan sebagainya, dan pujian yang akan diberikan Tuhan pada para hamba-Nya adalah sederhana yaitu "Kau adalah hambaku yang baik dan setia". Baik menunjuk pada karakter moral seseorang, kesetiaan menunjukkan seberapa dia bertahan di dalam kesulitan dan kewajibannya.
GS : Perbincangan ini tentu belum selesai karena Pak Paul katakan ada 3 faktor dan kita baru membahas satu faktor yaitu tentang Kepuasan versus Kewajiban. Jadi masih ada dua lagi yang akan kita bicarakan tapi karena keterbatasan waktu maka kita harus akhiri perbincangan ini. Terima kasih Pak Paul. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Sikap Kristiani dalam Pekerjaan" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


14. Sikap Kristiani di dalam Pekerjaan II


Info:

Nara Sumber: Pdt. Dr. Paul Gunadi
Kategori: Karier/Pekerjaan
Kode MP3: T339B (File MP3 T339B)


Abstrak:

Semua orang memerlukan pekerjaan dan hampir separuh hidup kita dihabiskan di dalam pekerjaan. Oleh karena itu pekerjaan memainkan peran yang besar di dalam kehidupan. Bila kita tidak merasakan kepuasan, tidak bisa tidak, kita akan mengalami ketertekanan yang besar. Sebaliknya, bila kita merasakan kepuasan, kita pun akan mengalami sukacita yang besar. Diuraikan tiga faktor untuk mengetahui apakah pekerjaan kita memuaskan, antara lain


(a) kepuasan versus kewajiban,
(b) ideal versus realistik, dan
(c) benar versus salah.

Ringkasan:

Bekerja adalah bagian hidup yang penting. Hampir separuh hidup kita dihabiskan di dalam pekerjaan. Itu sebabnya kepuasaan dalam pekerjaan memainkan peran yang besar di dalam kehidupan. Bila kita tidak merasakan kepuasan, tidak bisa tidak, kita akan mengalami ketertekanan yang besar. Sebaliknya, bila kita merasakan kepuasan, kita pun akan mengalami sukacita yang besar.
Berkaitan dengan pekerjaan, setidaknya ada tiga faktor yang kerap menjadi ketegangan (tension), yaitu

  1. kepuasan versus kewajiban,
  2. ideal versus realistik, dan
  3. benar versus salah.
  4. Sekarang marilah kita melihatnya satu per satu.

KEPUASAN VERSUS KEWAJIBAN

Pada dasarnya kita mengalami kepuasan dalam bekerja bila apa yang dikerjakan merupakan ekstensi atau kepanjangan diri kita. Ekstensi atau kepanjangan diri melibatkan sedikitnya dua unsur: (a) karunia atau talenta dan (b) misi hidup.
Pada umumnya kita baru mengalami kepuasan dalam bekerja bila apa yang dikerjakan sesuai dengan karunia atau talenta yang kita miliki.
Pada kenyataannya Tuhan tidak selalu menyediakan pekerjaan yang membawa kepuasan. Sebab, tidak selalu kita mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan talenta yang kita miliki.
Pada waktu itu terjadi, tidak bisa tidak, bekerja berubah menjadi kewajiban, bukan lagi kepuasan. Singkat kata kepuasan dari misi hidup tidak harus senantiasa lahir dari kepuasan dari kesesuaian talenta. Bisa jadi kita tengah melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak membawa kepuasan namun itulah tempat yang dikehendaki Tuhan bagi kita guna penggenapan rencana-Nya.

Berikut adalah dua contoh yang meneguhkan hal ini. Oleh karena kejahatan saudara-saudaranya, Yusuf harus hidup di dalam penderitaan berbelasan tahun (atau bahkan lebih) dan melakukan pekerjaan yang tidak pernah diimpikannya yaitu menjadi seorang budak. Bahkan di penggalan akhir dari masa kelamnya, ia harus mendekam di penjara. Namun itulah tempat yang ditetapkan Tuhan baginya. Ketika ia berkumpul kembali dengan keluarganya dan melewati masa kekeringan yang berkepanjangan, barulah Yusuf mengerti mengapa Tuhan menempatkannya di tempat yang tidak pernah diimpikannya itu. Tuhan mengutusnya untuk pergi ke Mesir agar ia dapat menyediakan kebutuhan keluarganya di masa paceklik berkepanjangan. Singkat kata, Yusuf menemukan kepuasan karena ia melihat misi hidup dari apa yang dijalankannya.

Contoh kedua adalah Shirley Dobson, istri dari Dr. James Dobson, psikolog Kristen di Amerika yang merintis pelayanan Focus on the Family. Pada suatu saat yayasan Focus on the Family memutuskan untuk memindahkan kantor pusat mereka dari California ke Colorado oleh karena alasan finansial. Dr. Dobson dan istrinya telah hidup berakar di Los Angeles, California. Jadi, keputusan relokasi bukan keputusan yang mudah bagi mereka, terutama bagi Shirley Dobson. Namun, ia tetap taat dan bersedia pindah ke Colorado Springs, Colorado, meninggalkan kehidupan yang lama. Pada tahun-tahun pertama Shirley Dobson mengalami ketidakpuasan yang dalam. Ia sangat tidak bahagia dan kehilangan teman serta kehidupan yang lama di California. Dr. Dobson bercerita, di suatu pagi istrinya merasa sedih dan mengeluarkan uneg-uneg hatinya kepada Dr. Dobson. Nah, di saat itu tiba-tiba Shirley mendengar Tuhan berkata kepadanya, "Shirley, Aku tidak mementingkan kebahagiaanmu. Namun Aku mementingkan apakah engkau hidup di dalam kehendak-Ku atau tidak." ("I am not concerned with your happiness but I am concerned with whether or not you are in My will.") Pada saat itulah Shirley Dobson mengambil keputusan untuk tidak lagi mengeluh dan untuk sepenuhnya menerima kehendak Tuhan baginya.

Jadi, kesimpulannya adalah kadang Tuhan menempatkan kita di pekerjaan yang sesuai talenta tetapi adakalanya Ia menempatkan kita di pekerjaan yang tidak sesuai dengan talenta. Bila itu terjadi, kita harus tetap menemukan dan berpegang pada misi hidup yaitu menggenapi rencana Tuhan lewat apa yang dikerjakan.

Di dalam pesannya kepada para wisudawan/wisudawati Denver Seminary di tahun 1979, Dr. Vernon Grounds mengingatkan, "Tuhan memanggil kita untuk setia, Tuhan tidak memanggil kita untuk selalu sukses." ("God calls us to be faithful, not necessarily to be successful.") Pada waktu pekerjaan berubah menjadi kewajiban, di saat itulah kita ditantang untuk setia.

IDEAL VERSUS REALISTIK

Idealnya kita bekerja melakukan pekerjaan yang sesuai talenta dan bekerja di dalam lingkungan yang mendukung. Maksud saya, kita bekerja dengan manajemen yang terstruktur rapi di mana kebijakan dilaksanakan dengan adil untuk kepentingan bersama. Dan satu hal lagi: Kita bekerja dengan teman-teman yang ramah, saling tolong, dan tidak ambisius. Namun pada kenyataannya, tidak selalu kita mendapatkan lingkungan kerja seperti itu. Kadang kita ditempatkan di lingkungan yang tidak mendukung sama sekali. Pada waktu kita harus berada di lingkungan kerja yang tidak kondusif, biasanya kita merasa tertekan. Kita berusaha untuk mengadakan perbaikan tetapi tidak selalu usaha memperbaiki membawa hasil yang diharapkan. Kadang justru sebaliknya yang terjadi: Kita malah dikucilkan! Alkitab memberi kita dua contoh dari satu orang yang sama yaitu Daniel.

Daniel melayani tiga raja: dua dari Kerajaan Babilonia yaitu Nebukadnezar dan putranya Belsyazar, satu dari Kerajaan Persia yakni Darius. Dapat disimpulkan ketiganya adalah penguasa yang mengidolakan diri sendiri dan kejam. Sebagai seorang bawahan dan jajahan, Daniel harus mengabdi kepada ketiganya. Satu hal lagi, pada masa Darius, ia harus bekerja sama dengan rekan yang iri dan berniat mencelakakannya. Singkat kata Daniel bekerja di lingkungan kerja yang jauh dari ideal. Itu sebabnya ia harus bersikap bijaksana dan realistik. Sewaktu Nebukadnezar berniat membunuh semua orang bijak di negerinya karena mereka tidak bisa memberi makna terhadap mimpinya, Daniel berhasil meyakinkan atasannya untuk memberinya kesempatan mengartikan mimpi raja. Singkat kata, Tuhan memakai Daniel menghentikan niat raja membunuh begitu banyak orang yang tidak bersalah. Tuhan pun memakai Daniel menjadi mulut-bibir Tuhan kepada para raja ini. Kepada masing-masing raja Tuhan mempunyai pesan dan Tuhan memakai Daniel untuk menjadi penyampai pesan kepada mereka. Namun memang untuk dapat bertahan, Daniel harus bersikap realistik; ia tidak bisa menuntut para raja ini untuk memerintah sesuai kehendak Tuhan. Ia harus menerima mereka sebagai orang berdosa yang akan berbuat dosa. Di dalam lingkungan kerja yang tidak kondusif Daniel menggenapi rencana Allah.

Sebagai pedoman ada beberapa hal yang dapat kita lakukan di dalam lingkungan kerja yang tidak ideal. Pertama, kita seyogianya menerapkan Kolose 3:23, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia." Dengan kata lain kita alihkan pandangan mata dari atasan atau rekan atau kebijakan kepada Tuhan. Kita tidak lagi melihat manusia, tetapi kita melihat Tuhan. Kita tidak bekerja bagi manusia, tetapi bagi Tuhan. Kita mengatakan kepada diri sendiri bahwa selama kita bekerja dengan manusia, kita akan terus menjumpai ketidakadilan dan ketidakberesan. Itu sebabnya kita tidak lagi mempersoalkan mereka; kita bekerja hanya untuk Tuhan sebab Dia-lah yang menilai pekerjaan kita.

Namun saya pun mafhum bahwa tidak selamanya kita dapat melakukannya. Kadang tekanan menjadi terlalu besar dan kita tidak lagi dapat bekerja secara efektif. Di dalam situasi itu, daripada kita terus protes dan menambahkan ketegangan di dalam lingkungan kerja, lebih baik kita mengundurkan diri. Kita dapat mengundurkan diri sepenuhnya atau jika memungkinkan, sebagian saja. Maksud saya dengan sebagian adalah, kita hanya mengundurkan diri dari situasi yang paling tidak memungkinkan kita bekerja secara efektif.

BENAR VERSUS SALAH

Adakalanya kita bekerja di tempat di mana kita dapat menyalurkan talenta dan di dalam lingkungan teman yang memperhatikan kita. Namun jenis pekerjaan yang dilakukan adalah tidak benar. Misalkan, kita bekerja di bidang pembukuan yang memang sesuai dengan karunia. Kita pun dikelilingi rekan yang baik kepada kita. Masalahnya adalah kita bekerja di perusahaan yang terlibat dalam pencucian uang, di mana uang yang masuk dan keluar adalah hasil dari kejahatan.

Pada waktu kita diminta untuk melakukan jenis pekerjaan yang tidak benar atau melakukan pekerjaan dengan tidak benar, kita harus menolaknya. Sewaktu Daniel diminta untuk menyembah raja, ia menolak dan tetap menyembah Allah. Sebagai akibatnya ia dilempar ke goa singa. Pada waktu ketiga teman Daniel—Sadrakh, Mesakh, dan Abednego—diwajibkan menyembah patung buatan Nebukadnezar, mereka pun menolak dan sebagai akibatnya dilempar ke dapur api.

Tidak selalu kita bisa mengubah lingkungan kerja dan orang-orang yang bekerja bersama kita. Kadang kita terpaksa bersikap realistik dan membiarkan mereka. Daniel dan ketiga temannya harus bersikap realistik dan menerima ketidakbenaran terjadi di sekitar mereka. Sedapatnya mereka berbuat sesuatu untuk mengurangi ketidakbenaran namun sudah tentu tidak selalu mereka dapat melakukannya. Mereka dapat menghentikan Nebukadnezar membunuh orang bijak di Babilonia tetapi mereka tidak dapat menghentikan Nebukadnezar memaksa rakyat menyembah patung. Namun tatkala mereka sendiri yang dipaksa untuk melakukan perbuatan yang salah, mereka menolak.

Tuhan Yesus mengingatkan di Matius 5:16, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga." Apabila kita berpartisipasi di dalam kegelapan, kita akan menjadi gelap pula. Dan, sampai kapan pun orang di dalam lingkungan itu tidak akan dapat melihat terang Tuhan bercahaya di depan mereka. Dengan kita menolak, kita menjadi saluran cahaya Tuhan yang kudus. Memang kita mungkin harus kehilangan pekerjaan itu tetapi setidaknya kita tidak harus kehilangan terang Tuhan.


Transkrip:

Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu tentang "Sikap Kristiani di Dalam Pekerjaan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.

GS : Sebelum kita melanjutkan perbincangan kita pada kesempatan yang lalu tentang bagaimana kita sebagai orang Kristen bersikap di dalam melakukan pekerjaan atau menghadapi pekerjaan yang sudah merupakan bagian di dalam kehidupan kita. Karena sebagian besar waktu kita, kita gunakan untuk bekerja, namun tetap ada konsep-konsep yang keliru tentang pekerjaan sehingga akibatnya tidak ada bedanya antara yang Kristen dan tidak Kristen dalam menyikapi tentang pekerjaan. Beberapa waktu yang lalu Pak Paul sudah mengungkapkan banyak hal dan sebelum kita masuk ke hal yang lain, mungkin Pak Paul bisa menguraikannya secara ringkas.
PG : Pada dasarnya kita harus kembali kepada fungsi kita, kita diminta Tuhan untuk berfungsi sebagai garam dan terang di dalam dunia ini. Sehingga lewat apa pun yang kita lakukan, kita bisa menjadi garam dan terang bagi lingkungan kita supaya nanti lingkungan kita bisa mengenal Tuhan kita dan kasih-Nya yang begitu besar kepada kita manusia, sehingga nanti lewat kita atau apa yang kita lakukan mereka memunyai hubungan pribadi dengan Tuhan. Kita kemudian membahas bahwa idealnya kita mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan karunia atau talenta kita sebab kalau kita mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan karunia atau talenta kita maka kita akan mendapatkan kepuasan, jika kita mengerjakan sesuatu yang tidak sesuai dengan karunia kita maka kita tidak merasa puas. Tapi masalahnya hidup tidak ideal kadang-kadang kita harus melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan talenta kita, kalau itu yang terjadi sudah tentu pekerjaan tidak lagi membawa kepuasan sebab pekerjaan itu hanya menjadi sebuah kewajiban. Tapi kita membahasnya bahwa kewajiban tidak selalu salah, kewajiban bukanlah sesuatu yang senantiasa harus kita hindari dan bukan sesuatu yang langsung kita bisa labelkan ini bukan kehendak Tuhan, sebab saya tidak puas dan hanya kewajiban belaka, belum tentu. Sebab kadang-kadang ada misi hidup yang memang Tuhan tetapkan bagi kita untuk melewati masa itu. Sebagai contoh yang telah kita bahas adalah Yusuf, dia harus dibuang menjadi seorang budak, menjadi seorang tahanan karena difitnah tapi di akhir hidupnya dia melihat bahwa Tuhan memang mengutus dia ke Mesir lewat jalur itu, yaitu lewat jalur dia menjadi budak dan akhirnya menjadi seorang tahanan. Dengan kata lain, dia menjalani misi hidup yang Tuhan berikan kepadanya. Jadi waktu kita harus melakukan sesuatu karena kewajiban terbukalah terhadap kemungkinan bahwa memang ini adalah misi hidup yang Tuhan embankan kepada kita dan sudah tentu tidak ada salahnya kita mencari pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan kebisaan kita, tapi kalau memang pintu tidak dibukakan Tuhan maka terimalah ini sebagai penetapan Tuhan dan waktu kita menerimanya maka yakinlah bahwa memang ada yang Tuhan sedang kerjakan lewat kita dalam pekerjaan itu.
GS : Jadi sikap kita adalah mengerjakan apa yang Tuhan sudah sediakan bagi kita walaupun itu tidak ideal bagi kita, begitu Pak Paul?
PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
GS : Selain kita membicarakan tentang kepuasan dan kewajiban tadi, apakah ada faktor lain yang seringkali menimbulkan ketegangan dalam diri kita?
PG : Ada. Yang berikut adalah yang ideal dan yang realistik. Maksudnya, idealnya kita bekerja melakukan pekerjaan yang sesuai talenta dan bekerja di dalam lingkungan yang mendukung. Maksud saya kita bekerja dengan manajemen yang telah terstruktur dengan rapi dimana kebijakan dilaksanakan dengan adil untuk kepentingan bersama, dan satu hal lagi misalnya kita bekerja dengan teman-teman yang ramah, saling tolong dan tidak ambisius, namun pada kenyataannya kita tidak selalu mendapatkan lingkungan kerja yang seperti itu, kadang kita justru ditempatkan di lingkungan yang tidak mendukung sama sekali. Biasanya pada waktu kita harus berada di lingkungan kerja yang tidak kondusif kita merasa tertekan dan tidak ada lagi kebahagiaan, saat kita bekerja kita merasa lelah dan kita mungkin kita berusaha mengadakan perbaikan, tapi kita harus menerima kenyataan juga, tidak selalu usaha memerbaiki membawa hasil yang diharapkan. Kadang justru sebaliknya yang terjadi yaitu kita malah dikucilkan karena kita mau melakukan perbaikan atau perubahan di tempat kita bekerja. Ini yang kita juga harus hadapi bahwa kadang kita ditempatkan di lingkungan kerja yang tidak ideal, mungkin jenis pekerjaannya sesuai dengan talenta kita, mungkin kita menemukan misi hidup kita tapi lingkungan kerjanya tidak ideal. Kalau itulah situasinya maka kita harus bersikap realistik karena di dalam dunia kita seringkali harus menjumpai tempat pekerjaan yang seperti itu yang tidak ideal, yang lingkungannya tidak pas dengan kita, teman-temannya tidak pas, atau mungkin manajemennya tidak pas dan adil untuk kita, tapi kita kadang-kadang harus bersikap realistik menghadapi semua ini.
GS : Sebagian besar dari kita tentunya sering mengalami hal-hal yang seperti ini walaupun ada yang jangka pendek tapi ada juga yang sampai bertahun-tahun. Pertanyaannya adalah bagaimana kita tahu bahwa kita harus tetap bertahan di dalam kondisi yang tidak ideal ini?
PG : Sudah tentu kita nanti akan berusaha mencari tahu apa duduk masalahnya, jadi kita jangan sampai terlalu cepat memutuskan untuk keluar karena bisa jadi juga masalahnya terletak dalam diri kita, kitalah yang mungkin tidak bisa menyesuaikan diri, terlalu idealistik dan sebagainya. Bisa jadi kitalah duduk masalahnya. Jadi kalau kita sedikit-sedikit mau keluar mungkin masalahnya ada dalam diri kita, jadi kita harus tahu duduk masalahnya. Kalau kita melihat ada masalah di lingkungan kerja dan ini diakui oleh teman-teman juga maka kita berusaha mengadakan perbaikan dan mungkin kita bicara dengan atasan atau kita berusaha memerbaikinya, itu yang harus kita lakukan dan kita harus mencoba menyampaikan masukan dan mencoba melakukan perbaikan dan jangan cepat-cepat lepas tangan dan meninggalkan. Kita dipanggil Tuhan bukan untuk selalu lari mencari jalan pintas, tapi kita juga harus menghadapi masalah. Kalau pada akhirnya tidak bisa maka kita harus menerima fakta dan kita harus putuskan kalau kita tetap ada di situ atau kita harus keluar, kadang-kadang kita memang tetap harus di situ dan kita harus menghadapi situasi yang tidak ideal itu.
GS : Apakah ada contoh konkret di dalam Alkitab, tokoh Alkitab yang berada pada kondisi seperti itu, Pak Paul?
PG : Ada, Pak Gunawan, yang bisa saya ingat Daniel. Daniel itu melayani tiga raja, dua dari kerajaan Babilonia yaitu Nebukadnezar dan putranya Beltsazar, dan satu dari kerajaan Persia yaitu Darius. Dapat disimpulkan ketiganya adalah penguasa yang mengidolakan diri sendiri dan kejam, misalnya kita tahu waktu Nebukadnezar bermimpi, dia mencari tahu makna mimpinya orang-orang bijaksana di negaranya tidak bisa mengartikan mimpinya, maka dia marah dan meminta semua orang bijak dibunuh. Jadi sekali lagi kita bisa lihat inilah orang-orang yang menjadi atasan Daniel, orang-orang yang tidak baik dan lalim. Sebagai seorang bawahan dan juga seorang jajahan, Daniel harus mengabdi pada raja-raja ini. Satu hal lain lagi pada masa Darius di Persia dia harus bekerjasama dengan rekan-rekan yang iri dan berniat mencelakakannya, makanya mereka datang pada raja meminta agar rakyat termasuk Daniel diwajibkan menyembah raja, dan Daniel menolak dia ingin tetap menyembah Tuhan Allah yang hidup dan akhirnya dia dilempar ke gua singa. Jadi dengan kata lain, Daniel bekerja di lingkungan yang jauh dari ideal. Tapi kita melihat dia bersikap bijaksana dan realistik dan Tuhan memakai Daniel di waktu-waktu yang memang tepat. Misalnya sewaktu Nebukadnezar berniat membunuh semua orang bijak di negerinya karena mereka tidak bisa memberi makna terhadap mimpinya. Daniel dan teman-temannya berhasil meyakinkan atasannya untuk memberinya kesempatan mengartikan mimpi raja. Singkat kata, Tuhan memakai Daniel menghentikan niat raja membunuh begitu banyak orang yang tidak bersalah. Tuhan pun memakai Daniel menjadi mulut bibir Tuhan pada para raja, kepada masing-masing raja Tuhan memunyai pesan dan Tuhan memakai Daniel untuk menjadi penyampai pesan kepada mereka, namun untuk dapat bertahan Daniel harus bersikap realistik dan dia tidak bisa menuntut para raja untuk memerintah sesuai kehendak Tuhan, dia harus menerima mereka sebagai orang berdosa yang akan berbuat dosa. Di dalam lingkungan kerja yang tidak kondusif seperti ini Daniel menggenapi rencana Allah.
GS : Tentunya hal ini diperbuat Daniel tidak lepas dari imannya kepada Tuhan. Dia begitu mengasihi Tuhan, dia begitu tekun di dalam beribadah kepada Tuhan dan itu yang membuat dia kuat menghadapi tantangan maupun kondisi kerja yang tidak kondusif itu, Pak Paul.
PG : Betul. Kita bisa melihat juga Yakub. Yakub juga harus bekerja untuk mertuanya Laban dan kita tahu waktu dia mau menikah dengan istrinya Rahel, dia sudah ditipu oleh Laban, mula-mula diberikan Lea, kemudian dia harus bekerja lagi 7 tahun, dan dia bekerja lagi bertahun-tahun tanpa gaji, waktu dia mau keluar barulah Laban bertanya, "Mau apa upahmu?" jadi belasan tahun dia bekerja dia tidak mendapatkan gaji dan terakhir dia mau keluar barulah dia mau diberikan gaji. Yakub akhirnya mengeluh ketika akan meninggalkan Laban dan dia berkata kepada para istrinya bahwa Laban itu menukar-nukar atau mengganti-ganti gajinya 10 kali. Jadi dia bekerja untuk orang yang memang culas, tidak benar. Tapi satu hal yang jelas di masa pengabdian Yakub itulah Laban bertambah kaya, ternaknya Laban bertambah artinya Yakub melakukan tugasnya dengan baik. Jadi kita melihat inilah yang dilakukan oleh hamba Tuhan dan inilah yang harus kita lakukan, meskipun atasan kita tidak benar, lingkungan kerja kita rasanya juga tidak pas tapi kita harus melakukan yang sebaik-baiknya dan jangan sampai akhirnya kita lepas tangan. Dalam kondisi seperti itu kita tidak bisa lagi menjadi terang bagi sesama kita.
GS : Bagi kita yang bekerja, sebagai bawahan. Apakah ada pedoman yang bisa kita miliki, Pak Paul?
PG : Saya akan gunakan Kolose 3:23, "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia". Dengan kata lain, kita alihkan pandangan mata dari atasan atau rekan atau kebijakan kepada Tuhan. Ini yang harus kita lakukan, kita tidak lagi melihat manusia tapi kita melihat Tuhan, kita tidak bekerja bagi manusia tapi bagi Tuhan. Kita mengatakan pada diri sendiri bahwa selama kita bekerja dengan manusia kita akan terus menjumpai ketidakadilan dan ketidakberesan, itu sebabnya kita tidak lagi memersoalkan mereka, kita bekerja hanya untuk Tuhan sebab Dialah yang menilai pekerjaan kita. Namun bagaimana kalau kita sudah mencoba tapi rasanya tidak tahan dan terus berat tambah susah, kalau tekanan terlalu besar dan kita tidak lagi dapat bekerja secara efektif, saya kira dalam kondisi seperti itu daripada kita terus protes dan menambahkan ketegangan dalam lingkungan kerja maka lebih baik kita mengundurkan diri, kita dapat mengundurkan diri sepenuhnya atau jika memungkinkan mengundurkan diri sebagian saja, maksud saya dengan sebagian adalah kita hanya mengundurkan diri dari situasi yang paling tidak memungkinkan kita bekerja secara efektif.
GS : Yang seringkali justru kalau kita bersikap atau berpedoman seperti yang Pak Paul bacakan dari kitab Kolose, kita disalahgunakan oleh orang. Jadi atasan kita atau rekan kerja kita mengetahui prinsip hidup kita lalu mereka menggunakan kesempatan itu dan hal itu justru merugikan kita. Ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Kita memang harus bijaksana dalam pengertian kita harus bisa melindungi diri, kita tidak mau menjadi orang yang sama sekali tidak mau rugi, jangan. Ada orang yang berprinsip seperti itu, "tidak mau rugi", jika saya harus mengeluarkan 1 kg maka saya tidak akan mengeluarkan lebih, jangan seperti itu. Tapi kalau kita harus menolong atau berkorban maka lakukanlah pengorbanan kita, lakukan bantuan kita pada orang lain. Tapi kalau memang kita melihat ada orang yang sengaja memanfaatkan kita, maka kita harus menghentikannya sebab kita tidak mau menyuburkan sesuatu yang tidak benar, bukannya kita tidak mau menolong tapi kita tidak mau menyuburkan sesuatu yang tidak benar, kalau ada seseorang yang dengan sengaja memanfaatkan kita maka dengan tegas kita harus menolak.
GS : Pak Paul, dari bagian ini kesimpulan Pak Paul apa?
PG : Kesimpulannya adalah mengadakan perubahan. Kalau kita bekerja di lingkungan yang tidak begitu beres memang menuntut waktu yang lama dan situasi yang mendukung. Dengan kata lain, tidak mudah untuk membuat perubahan, selain waktu kadang diperlukan situasi tertentu yang membuat perubahan menjadi sebuah pilihan yang tak terhindarkan. Dan satu faktor lagi yaitu faktor manusia, adakalanya perubahan baru terjadi bila ada orang-orang yang memang siap untuk mendukung terjadinya perubahan. Itu sebabnya saya menyarankan daripada kita bertahan kemudian memperburuk iklim kerja, kalau kita tidak tahan lagi maka kita mengundurkan diri.
GS : Jadi di sana bukannya kita kalah atau tidak setia dengan pekerjaan ini, tapi itulah yang terbaik untuk kita dan juga untuk tempat kerja yang kita tinggalkan.
PG : Betul sekali.
GS : Faktor yang lain selain dua faktor tadi yang bisa menimbulkan ketegangan kita apa lagi, Pak Paul?
PG : Yang terakhir adalah antara yang benar dan yang salah. Adakalanya kita bekerja di tempat di mana kita bisa menyalurkan talenta dan di dalam lingkungan teman yang memerhatikan kita, senanglah kita. Namun jenis pekerjaan yang dilakukan adalah tidak benar. Saya berikan contoh, misalkan kita bekerja di dalam bidang pembukuan yang memang sesuai dengan karunia, kita pun dikelilingi rekan yang baik kepada kita, masalahnya adalah kita bekerja di perusahaan yang terlibat dalam pencucian uang, di mana uang yang masuk dan keluar adalah hasil dari kejahatan. Jadi kalau seperti ini memang jelas kita terlibat di dalam pekerjaan yang salah, kadang bukan hanya jenis pekerjaan yang salah tapi kadang cara melakukannya juga salah, pernah saya berbicara dengan seseorang yang bekerja untuk sebuah perusahaan gas, tugasnya adalah mengisi gas ke dalam tabung, dia itu cerita bahwa atasannya yang memunyai perusahaan memintanya untuk tidak mengisi penuh gas dalam tabung itu. Singkat kata, volume gas yang tertera dalam tabung itu sebetulnya tidak sama dengan volume gas yang ada dalam tabung itu. Pada waktu kita diminta untuk melakukan jenis pekerjaan yang tidak benar atau melakukan pekerjaan dengan tidak benar, kita harus menolaknya. Sebagai contoh misalnya sewaktu Daniel diminta untuk menyembah raja dia menolak dan tetap menyembah Allah, sebagai akibatnya dia dilempar ke gua singa, pada waktu ketiga teman Daniel; Sadrakh, Mesakh dan Abednego dipaksa untuk menyembah patung buatan Nebukadnezar mereka pun menolak dan sebagai akibatnya mereka dilempar ke dalam dapur api. Jadi sekali lagi kalau kita diminta melakukan pekerjaan tertentu yang salah maka kita harus menolak. Kalau kita diminta melakukan sesuatu dengan cara tidak benar, kita juga harus menolak. Jadi dengan cara inilah kita baru bisa menjadi terang dunia.
GS : Tapi kadang-kadang ada pekerjaan yang menurut kita tidak terlalu ideal tapi kita tidak punya pilihan lain untuk tidak bekerja. Jadi kita bekerja di tempat itu. Misalnya saja ada seseorang yang bekerja di sebuah bank, Bank Pasar yang menarik bunga cukup tinggi, orang ini merasa tidak nyaman bekerja di situ karena melihat bunga yang dikenakan pada orang yang meminjam itu terlalu tinggi. Tapi kalau dia keluar dari tempat dia bekerja maka dia tidak dapat pekerjaan yang lain, artinya untuk jangka waktu itu dia tidak siap untuk pindah kerja, dia menyukai pekerjaan di perbankan itu hanya dia tidak mendapatkan pekerjaan di bank yang besar, yang terkenal hanya Bank Pasar yang rata-rata seperti itu bunganya tinggi. Ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Dalam kondisi yang seperti itu maka kita harus terima bahwa kita tidak punya pekerjaan lain dan tidak ada yang lain yang tersedia maka kita harus terima meskipun kita harus mengakui bahwa falsafah yang mendasari pengoperasian perusahaan itu berbeda dengan kita, sebab falsafahnya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya makanya mengenakan bunga yang setinggi itu. Mungkin kalau kita yang punya perusahaan maka kita tidak akan seperti itu dan mungkin lebih rendah bunganya sehingga orang tidak terbebani begitu berat. Tapi sekali lagi apakah salah? Kita harus mengakui kalau itu tidak salah dalam pengertian orang bebas untuk setuju atau tidak setuju menaruh uangnya di bank tersebut atau meminjam uang dari bank tersebut. Kalau orang melihat bahwa bank itu terlalu tinggi memberikan bunga maka jangan menaruh atau meminjam uang di situ. Maka dengan kata lain, tidak salah bank itu menetapkan bunga yang lebih tinggi daripada bank lainnya sebab orang bebas untuk ke sana atau tidak ke sana. Namun idealnya falsafah pengoperasiannya lebih baik atau memikirkan kepentingan manusia, tapi kenyataannya tidak dan untuk sementara tidak apa-apa selama belum ada pekerjaan yang lain dan kalau ada pekerjaan yang lain lakukanlah.
GS : Ada sebagian orang Kristen tidak nyaman bekerja di pabrik rokok, dikatakan ini mengganggu kesehatan banyak orang. Lalu bagaimana? Tapi yang lain berkata, "Tidak apa-apa" kalau pandangan Pak Paul bagaimana?
PG : Menurut saya kita harus melihat konteks kehidupan masing-masing sebab idealnya ada hal-hal yang kita harus lakukan supaya kwalitas kehidupan semakin hari semakin baik, tapi kita juga harus mengerti bahwa ada hal-hal lain yang juga lebih penting daripada masalah kwalitas kehidupan yaitu masalah kehidupan itu sendiri. Sebab bagi masyarakat tertentu bukankah ini menjadi tempat mencari nafkah dan bisa menghidupi mereka dan sudah tentu ini bukanlah usaha yang ilegal, tapi ini usaha yang legal. Jadi saya pikir dalam kondisi tertentu memang ini yang tersedia maka kerjakanlah. Kalau kita di negara yang lain dan lebih maju maka otomatis itu juga tidak ada juga.
GS : Juga sistem-sistem misalnya perpajakan, ada orang yang ditugasi untuk mengelabui laporan pajak, dia merasa tidak nyaman padahal memang hampir semua perusahaan melakukan hal itu dan ini menjadi serba salah bagi orang itu dan dia mau melanjutkan pekerjaannya dia merasa bersalah, tapi kalau dia tidak mengerjakan itu, dia adalah seorang bawahan. Bagaimana, Pak Paul?
PG : Kalau kita tahu kita harus melakukan hal yang salah maka kita memang harus membayar harga, kita harus berani berkata 'tidak'. Dan kalau gara-gara kita berkata tidak kemudian kita dikeluarkan maka kita harus bayar harga, itu karena kita tidak mungkin menjadi terang dan menjadi garam buat Tuhan kalau kita berpartisipasi dalam perbuatan yang salah itu, jadi kita sama saja dengan yang lainnya dan begitu kita menjadi sama dengan yang lainnya maka kita tidak menjadi garam dan terang. Kalaupun kita dikeluarkan orang bisa melihat kita dikeluarkan karena hal yang benar dan kenyataan kita dikeluarkan karena hal yang benar maka itu sudah menjadi sebuah testamen atau peringatan atau sebuah hal yang indah yang bisa diingat oleh orang. Saya punya teman yang ayahnya seorang yang sangat jujur, dia itu bekerja menjual produk dan disuruh oleh perusahaannya untuk berbohong. Teman saya cerita bahwa papanya menolak dan karena papanya menolak maka papanya dikeluarkan. Tapi si anak selalu berkata kepada saya, di dunia ini papa saya adalah orang yang paling jujur. Dengan kata lain, si anak melihat papanya menjadi terang dunia. Kalau papanya ikut berpartisipasi dalam membohongi orang maka papanya tidak lagi menjadi seorang terang dunia. Tuhan meminta kita menjadi terang dunia, Tuhan tidak berkata menjadi terang dunia itu gampang, Tuhan ingin kita sadar bahwa menjadi terang dunia kadang-kadang memang menuntut kita untuk membayar harga yang mahal.
GS : Di sini seringkali orang berusaha untuk mengubah sesuatu yang sudah lama membudaya di sebuah tempat kerja, kita yang baru datang ini berusaha untuk mengubah itu karena tahu kalau itu salah dan ternyata itu tidak membawa hasil yang cukup menyenangkan, Pak Paul.
PG : Makanya lebih baik daripada kita mencoba mengubah orang lain, maka kita sendiri yang berubah. Kalau kita diminta melakukan hal yang salah maka kita menolaknya. Saya yakin Daniel melihat begitu banyak ketidakbenaran yang dilakukan oleh para raja yang lalim itu. Kenapa dia masih bisa bertahan? Saya menduga dia bisa menerima itu. Tapi waktu dia diminta melakukan hal yang salah yaitu menyembah manusia bukan Allah, dia menolak. Jadi ini yang harus kita pegang dan berani berkata 'tidak' kalau kita diminta melakukan hal yang salah.
GS : Dan kita harus bisa memilih-milah mana yang prinsip dan mana yang tidak prinsip untuk hal itu. Sehubungan dengan hal ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Di Matius 5:16 firman Tuhan berkata, "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Apabila kita berpartisipasi dalam kegelapan maka kita akan menjadi gelap pula dan sampai kapanpun orang dalam lingkungan itu tidak akan dapat melihat terang Tuhan bercahaya di depan mereka. Dengan kita menolak, kita menjadi saluran cahaya Tuhan yang kudus. Memang mungkin kita harus kehilangan pekerjaan itu tapi setidaknya kita tidak harus kehilangan terang Tuhan.
GS : Itu suatu prinsip atau visi hidup yang jelas sekali yang Tuhan berikan pada kita, menjadi tanggungjawab kita untuk melaksanakannya. Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Sikap Kristiani di Dalam Pekerjaan" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telagatelaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.


END_OF_FILE <<Prev Next>> Kembali ke atas