Kategori ini mencakup 119 judul artikel yang membahas tentang masalah hidup yang dialami manusia, mulai dari permasalahan diri hingga masalah dengan orang lain dan masalah rohani hingga masalah mental. (Total Durasi: 60 Jam)<<Lihat Direktori>>
1. Kecemasan | |
Kecemasan adalah rasa takut yang tidak memiliki objek yang jelas dan hal ini seringkali menjadi bagian hidup kita. Dalam materi ini dijelaskan sebab dan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi kecemasan.
Yang membedakan ketakutan dan kecemasan adalah sebagai berikut: dilihat dari segi objeknya
Ketakutan? Memiliki objek yang tertentu atau yang jelas, yang membuat kita takut.
Kecemasan? Rasa takut yang tidak memiliki objek yang jelas.
Dan kedua hal ini seringkali menjadi bagian kehidupan kita yakni adakalanya kita cemas akan banyak hal sebab kita juga tidak jelas apa yang sedang kita takutkan.
Kecemasan mempunyai beberapa sumber yaitu :
Tidak memiliki informasi yang cukup atau kekurangtahuan.
Kekurangpercayaan diri kita. Contoh : kegagalan di masa lalu yang merontokkan atau menggoncangkan keyakinan diri kita.
Reaksi atau dampak dari kecemasan adalah sebagai berikut:
Mengakibatkan timbulnya keresahan di dalam diri kita. Keresahan memang reaksi langsung dari kecemasan. Maksudnya seseorang yang dikuasai oleh kecemasan akan mengalami kesulitan untuk berpijak pada suatu keadaan untuk kurun waktu yang lama. Dia akan berusaha mendapatkan ketenangan dalam dirinya dengan cara menguasai keadaan supaya keadaan itu berjalan sesuai dengan skenarionya.
Kelumpuhan.
Kelumpuhan merupakan tahap berikutnya setelah dampak keresahan. Kecemasan melumpuhkan penderitanya karena pada hakekatnya kecemasan itu menguras energi yang dibuang untuk menguasai kecemasan, yang dikeluarkan sebagai usaha untuk mengontrol kecemasan. Dan pada akhirnya dia merasa lumpuh, dalam pengertian dia merasa lemah tidak dapat berbuat apapun untuk mengubah keadaan hidupnya bahkan tidak bergairah lagi untuk mencoba.
Selain dari keresahan dan kelumpuhan, kecemasan mengakibatkan keputusasaan.
Hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kecemasan yaitu:
Mencari informasi selengkap-lengkapnya.
Percaya pada Tuhan, bersandar pada Tuhan tidaklah berarti kita membutakan mata terhadap informasi, sebab Tuhan pun menghargai hikmat dan hikmat itu sering kali diperoleh dengan data yang lengkap.
Mengakui adanya keterbatasan.
Sebanyak-banyaknya informasi tidak menjamin bahwa peristiwanya akan terjadi seperti yang telah diduga. Di sinilah diperlukan iman, kita bukan menggantungkan diri pada situasi tapi kita menggantungkan pada Tuhan yang menguasai situasi.
Makna
Secara rasional menyerahkan kepada Tuhan, mengakui keterbatasan kita dan meminta bantuanNya.
Berkata pada diri sendiri: "Tidak mau lagi memikirkan problem itu," dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan, ini sekarang adalah problem Tuhan." Dan memang itulah yang Tuhan minta. Serahkanlah, dalam
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini bersama Ibu Wulan, S.Th. akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kecemasan", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Ilmu Psikologi membagi atau membedakan kecemasan dan ketakutan. Ketakutan itu didefinisikan atau dibedakan dari kecemasan dalam hal objeknya. Ketakutan memiliki objek yang jelas sedangkn kecemasan mempunyai objek yang umum sehingga tidak bisa dilihat dengan jelas, ditunjuk apa sumbernya.
Misalkan kita berkata saya takut, takut apa? Takut gagal, gagal apa? Ya ulangan saya. Kenapa kamu takut? Karena kemarin saya tidak belajar sehingga hari ini saya ulangan, saya tidak bisa. Dengan kata lain itulah ketakutan, ketakutan mempunyai sumbernya, sangat jelas sekali. Atau kita terkena penyakit ganas, terminal seperti kanker, kita takut, takut apa? Takut mati. Nah itu takut karena memang mempunyai sumbernya yang jelas, tapi kebalikannya kita baru saja ujian, dan dalam ujian itu sebetulnya kita bisa, jawaban-jawabannya bisa kita pikirkan dengan baik. Namun setelah ujian kita cemas sekali, takut sekali, nah kita tanyakan apa yang kamu takuti? Ya tidak tahu, tadi bisa atau tidak? Bisa, jadi apa yang kamu takuti? Ya tidak tahu, cuma rasanya takut saja. Nah kita katakan itu cemas, sebab tidak ada lagi objeknya, tidak ada lagi sumber kenapa kita takut. Kita tidak sakit berat hanya pilek saja, tiba-tiba kita ketakutan nanti sakit berat, sakit ini, sakit itu. Ditanya kamu sakit apa? Tidak ada, dokter bilang apa? Sehat, tapi tetap takut. Nah itu kita katakan cemas, cemas artinya perasaan takut yang umum yang menyeluruh, tapi tidak mempunyai objek yang tertentu.PG : Kecemasan, jadi begini Pak Gunawan, kita itu boleh takut karena kita manusia. Kalau kita menghadapi peristiwa yang begitu menakutkan dan mengerikan, dan kita berkata saya tidak takut jutru saya kira kita ini tidak realistik, tidak manusiawi.
Orang yang masih manusiawi akan berkata takut mengalami peristiwa-peristiwa yang terlalu mengerikan. Misalkan kita berada di bawah gunung berapi yang sedang menyemburkan apinya dan memuntahkan lavanya, apakah kita tidak takut? Takut dan itu manusiawi. Kita terkena kanker yang ganas sekali, stadium 4, dan kita takut sekali, itu manusiawi jadi Tuhan menerima ketakutan kita. Namun Tuhan juga ingin mengingatkan kita bahwa Dia akan bersama kita jadi jangan sampai ketakutan itu mengalahkan kita, karena kita harus yakin bahwa Tuhan selalu bersama dengan kita. Tapi yang Tuhan selalu tekankan juga adalah kita jangan sampai cemas, sebab cemas tidak mempunyai objeknya atau sumbernya, jadi terus ketakutan. Hidup yang penuh kecemasan adalah hidup yang memang seolah-olah tidak ada Tuhan, seolah-olah tidak ada Tuhan yang bisa membantu, menolong kita sehingga semua hal dianggap oleh kita hal yang bisa membahayakan kita terus-menerus, kita tidak bisa lagi hidup optimal. Nah kalau itu kualitas hidup kita, Tuhan pun tidak akan suka.PG : Biasanya ada dua Pak Gunawan, yang pertama adalah kita ini cemas kalau kita tidak mempunyai informasi yang lengkap, jadi kita hanya tahu sedikit tapi tidak tahu dengan cukup. Nah biasana kalau kita tidak mengetahui dengan cukup kita takut, misalkan dokter berkata kepada kita ada yang salah, ada yang tidak benar dengan tubuhmu ini, apa ya, tidak tahu, tapi ada yang tidak benar ini, wah itu bisa membuat kita tiga hari tiga malam tidam tidur memikirkan apa yang terjadi dengan tubuh saya ini.
Kenapa, sebab kita tidak memiliki informasi yang lengkap. Anak kita pergi dan kita katakan jangan lupa menghubungi kita, telepon, anak kita sudah remaja. Kemudian dia pergi ke gunung hiking, tapi sudah dua hari anak kita pergi dan tidak menelepon kita tidak bisa tahu dia berada di mana karena bilangnya hanya ke gunung apa, nah kita tidak mempunyai informasi yang lengkap. Suami kita berkata jam 8 saya pulang, jam 08.30 belum pulang tidak ada kabar darinya, kita tidak tahu lengkap apa yang terjadi dengan suami kita, kita cemas, jadi itu sumber pertama yaitu tidak memiliki informasi yang cukup. Yang kedua yang membuat kita cemas adalah kekurangpercayaan diri kita. Misalkan kita pernah gagal waktu kita mencoba untuk ujian misalkan ujian kedokteran kita gagal sekali, kedua kali kita juga mau mengambil ujian itu kita rasanya cemas, meskipun kita sudah belajar dengan baik tapi rasanya tidak enak, cemas, karena pengalaman yang lampau. Jadi kalau kita merasa kurang yakin dengan diri kita, dengan kemampuan kita, kita memang akan lebih mudah dilanda oleh kecemasan pula.PG : Betul sekali, itu memang faktor-faktor yang lebih bersifat internal, itu yang lebih spesifik sekali. Kalau dua tadi itu bersifat umum, dan ini memang secara spesifik yaitu ada orang-orag tertentu yang memang membawa modal kecemasan, karena apa, masa kecilnya dipenuhi dengan ketegangan.
Ketegangan karena berbagai sebab misalkan orang tua yang terlalu sering bertengkar, ribut keras-keras banting pintu dan sebagainya. Atau dia sering dicela, dimarahi, dikritik oleh orang tuanya tidak pernah ada yang baik tentang dirinya. Jadi dia tidak merasakan keamanan itu, hidup penuh dengan ketegangan, dia selalu was-was. Nah anak-anak yang dibesarkan dalam rumah tangga seperti ini, tatkala besar cenderung membawa modal kecemasan sehingga sedikit-sedikit dia sudah tegang sekali. Tidak bisa berpikir lagi, kacau sekali karena seolah-olah bahaya mengancam, bahaya yang besar sedang mau menerkamnya.PG : Bisa, betul, jadi ada orang-orang tertentu yang memang membawa modal kecemasan bukan karena peristiwa spesifik yang tadi baru saja saya kemukakan tapi ada orang-orang tertentu yang memag daya tahan menampung stresnya lemah.
Nah ini memang lebih bersifat organik, organik artinya sesuatu yang lebih berkaitan dengan fungsi kerja otak kita, syaraf-syaraf di otak kita. Nah kita tahu otak kita itu ada syaraf-syaraf yang mengontrol misalkan agresifitas kita dan salah satunya mengontrol ketakutan-ketakutan, kecemasan-kecemasan, ketegangan-ketegangan. Nah ada orang-orang tertentu memang yang secara organik, secara biologis, kemampuannya, daya tahannya untuk menahan stres itu lemah sehingga waktu dia tahu justru dia ambruk. Karena apa, dia tidak bisa menahan stres itu sendiri jadi sebetulnya yang menjatuhkan dia itu bukannya informasi itu secara langsung, tapi informasi itu akhirnya menimbulkan ketegangan, ketegangan itu yang akhirnya membuat dia ambruk.PG : Ada Pak Gunawan, sekurang-kurangnya ada 3 yang bisa kita bicarakan. Yang pertama adalah dampak kecemasan yaitu keresahan, ini tahap yang paling rendah, tahap terbawah. Apa itu keresahan keresahan itu kita dikuasai kecemasan, kita itu mengalami kesulitan untuk bisa berkonsentrasi, untuk bisa berpikir dengan jernih, kita mulai gugup.
Kenapa, kita resah, kita ini sedang bergolak, kita tidak bisa duduk dengan baik, dengan tenang memikirkan, tidak bisa. Kita jalan sini-sana, kita telepon sana-sini, kita mencoba bicara dengan siapa, keresahan ya. Nah keresahan itu menuntut adanya ketenangan, nah usaha kita untuk mencari ini-itu, bertanya pada ini-itu, bicara dengan ini-itu, itu sebetulnya upaya-upaya untuk mendatangkan ketenangan agar ketenangan ini akhirnya bisa mengurangi keresahan kita. Namun celakanya yang sering terjadi justru usaha-usaha kita itu tidak berhasil, malah bukannya tambah tenang tapi tambah resah.PG : Yang berikutnya lagi adalah kelumpuhan, kalau kita sudah resah-resah, mencari bantuan ke sana, ke sini, bicara dengan siapa, siapa kok tidak mendapatkan jawaban yang kita butuhkan, keteangan tidak kunjung datang, keresahan makin bertambah, nah level kedua kita mengalami kelumpuhan secara emosional, secara Psikologis.
Yaitu energi kita benar-benar terkuras habis, kenapa terkuras habis karena kita berusaha untuk menenangkan diri melawan kecemasan. Nah reaksi untuk melawan kecemasan itulah lama-lama akhirnya membuat kita sangat letih. Sangat letih sekali sehingga kita tidak lagi dapat berbuat apa-apa, pada titik itulah kita merasakan diri kita seperti lumpuh. Kita hanya bisa diam, tidak bisa apa-apa tapi dalam diri kita sebetulnya bergolak cemas tapi di luarnya kita hanya bisa diam, tidak bisa berbuat apa-apa benar-benar secara Psikologis kita ini lumpuh.PG : Betul dan bahkan menurut orang-orang yang sering dilanda kecemasan, nasihat seperti itu yang sering mengganggu mereka sebab mereka berkata sesungguhnya saya juga tidak ingin begini, say inginnya tenang tapi tidak bisa tenang, terus dilanda kecemasan.
Maka sebetulnya reaksi yang paling baik dari orang lain yang hidup dengan orang yang mudah cemas ini adalah mendengarkan, nah kalau kita bisa memunculkan bukti konkret kita munculkan. Kita berikan sesuatu, kita beri tanggal sehingga kita bisa menenangkan hati dia dengan konkret. Tapi biasanya memang mereka ini tidak bisa ditenangkan dengan pembicaraan atau dengan mencoba meyakinkan dia. Mungkin Pak Gunawan dan Ibu Wulan pernah megunjungi rumah sakit jiwa, melihat pasien yang duduk diam, tidak berbuat apa-apa, bengong tapi wajahnya tegang sekali. Nah ini contoh dari kelumpuhan emosional atau Psikologis. Sebenarnya di dalam dirinya dia menyimpan begitu banyak ketegangan, tapi dia tidak bisa lagi berbuat apa-apa, sehingga semua energinya difokuskan untuk menekan, menghilangkan, ketegangannya itu, ketakutannya, kecemasannya nah akhirnya wajahnya menjadi sangat kaku tapi tubuhnya pun juga ikut-ikutan diam, tidak berbuat apa-apa, benar-benar lumpuh secara psikologis.PG : Biasanya kalau orang sampai mau bunuh diri itu adalah akibat dari gangguan yang lain Pak Gunawan bukan gangguan kecemasan tapi gangguan depresi. Gangguan depresi yang terlalu berat membat orang akhirnya memasuki tahap berikutnya yaitu putus asa.
Jadi dalam perjalanannya kita mulainya dari cemas kemudian resah akhirnya kecemasan kita membuat kita lumpuh. Nah kita berusaha berbuat sesuatu, berbuat sesuatu tapi terus gagal, tidak bisa dan tidak bisa akhirnya kita memasuki depresi berat. Sebab semua usaha kita tidak membuahkan hasil, kita tetap ditimpa, dirundung, ditekan oleh ketegangan kita, oleh stres ini, kita mengalami depresi. Depresi adalah suatu kondisi terhimpit tertekan yang sangat berat, akhirnya kita putus asa dan berpikir untuk mengakhiri hidup.PG : Bisa Pak Gunawan, memang masing-masing bisa lain-lain. Ada orang yang memang sangat transparan sekali, dalam dan luarnya sama, begitu dalamnya resah langsung tampah di luar. Ada orang yng lebih bisa menguasai dirinya tapi memang ukurannya bukan tampak yang di luar tapi yang bergejolak di dalamnya.
PG : Saya kira dalam moment-moment tertentu kecemasan itu memang sehat, untuk ukuran atau takaran tertentu kecemasan itu diperlukan. Misalkan anak kita berkata dia pulang jam 09:00 malam sudh jam 10:00 belum pulang, nah seyogyanyalah kita cemas.
Kenapa, karena kita memikirkan apakah ada bahaya, apakah ada sesuatu yang terjadi sehingga kita itu akhirnya cemas. Jadi cemas itu bisa merupakan sirene untuk kita melindungi diri, mempersiapkan diri untuk kemungkinan yang buruk itu. Jadi dalam pengertian ini kecemasan memang bersifat positif.PG : Ini bisa jadi berpulang pada pertumbuhannya di rumah waktu dia masih berada pada tahap-tahap yang lebih muda atau lebih kecil. Kemungkinan dibesarkan dalam keluarga yang memang banyak ktegangan, sehingga ketegangan yang dialaminya pada masa-masa dulu itu membuat dia lumpuh secara psikologis.
Waktu orang tuanya bertengkar misalnya dia harus diam di kamar, dia mengurung diri, waktu mamanya atau papanya marah, dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa menutupi dirinya dengan selimut di dalam kamar. Nah akhirnya pola-pola seperti itu dibawa sampai usia dewasa meskipun misalkan dia sudah dewasa dia tidak lagi mengurung diri atau menyelimuti tubuhnya dengan selimut tapi secara fisik dia langsung lemas, dia langsung diam tidak bisa berbuat apa-apa.PG : Betul, nah kemungkinan besar itu memang sisa-sisa pengalaman masa kecilnya. Sebab itulah yang menjadi reaksi dia dulu dan sekarang setelah dewasa reaksi masa kecil tetap dipelihara dan ibawanya.
Meskipun dia sendiri sebetulnya berharap dia tidak lagi dikuasai oleh kecemasan seperti itu, namun daya tahannya sudah rontok. Karena anak-anak akan justru bisa mengembangkan ketahanannya yang kuat itu di dalam rumah tangga yang tenteram. Memang ada orang yang berkata bukankah anak-anak kalau terlalu sering mendengar orang tuanya bertengkar dia akan menjadi anak yang kuat sekali. Sebetulnya tidak, kalau kita melihat ada anak yang keluar dari rumah yang banyak konflik terus menjadi anak yang berandalan suka berkelahi dan sebagainya, itu tidak menandakan dalam jiwanya dia tenang justru kebalikannya. Jiwanya sangat rapuh, karena rapuh itulah dia harus melindungi kerapuhannya dengan kekerasan-kekerasan itu, dengan mengancam orang, dengan melukai orang, sebab dengan dia menundukkan orang dia tenang, dia mendapatkan kedamaian itu. Waktu dia merasa tidak bisa menundukkan orang dan dia di bawah itu justru menghidupkan ketegangan dan ketakutannya. Maka sebetulnya perilaku berandalannya itu sedikit banyak merupakan tameng untuk melindungi diri dari kecemasannya.PG : Ada, jadi suasana luar itu akan mempengaruhi suasana hati, itu sudah tentu. Jadi misalkan lagu, selain dari lagu adalah orang. Ada orang-orang yang memang bagi dia itu mencerminkan kedaaian sehingga waktu dia bersama dengan orang-orang ini meskipun situasinya belum berubah dia merasa lebih damai, jadi bisa lagu dan bisa juga orang.
Makanya kita sebagai penolong bagi sesama kita, ini penting untuk bisa hadir dalam kehidupan orang yang sedang mengalami kecemasan seperti ini.PG : Bisa Pak Gunawan, ada dua saran yang bisa saya berikan untuk mengantisipasi dan melindungi diri dalam kecemasan ini. Yang pertama adalah lawan dari kecemasan adalah tahu, semakin tahu sbetulnya kita semakin bisa mengurangi kecemasan.
Misalkan kita menderita penyakit yang memang berat, tapi kita tidak terlalu tahu banyak tentang penyakit ini dan kita cemas sekali. Saran saya adalah carilah informasi lebih banyak, bacalah buku-buku kedokteran, masuk ke internet apakah ada penyakit ini, cari komentar orang-orang yang mempunyai penyakit ini. Makin banyak masukan-masukan seperti itu meskipun bisa menakutkan kita tapi sebetulnya kita lebih jelas, kita lebih bisa menghadapinya. Karena kejelasan menolong kita menyusun strategi, mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Jadi informasi yang kita ketahui itu bisa menolong kita melawan kecemasan. Dan yang kedua adalah selalu sadari keterbatasan kita, keterbatasan dalam pengertian memang kita ini tidak selalu tahu, tidak selalu bisa menguasai keadaan, tidak selalu bisa mengubah sesuatu, tidak selalu bisa menangkal datangnya musibah, akui keterbatasan kita ada yang bisa kita lakukan dan ada hal-hal yang tidak bisa kita lakukan. Nah dalam pengakuan inilah kita datang kepada Tuhan sebab di sinilah iman barulah bekerja. "Tuhan, saya terbatas, saya bisa berhenti di sini, tidak bisa maju lagi, Tuhanlah yang maju setelah ini."PG : Saya kira dalam kasus seperti itu kalau dia tahu, kecemasannya berkurang yang bertambah adalah kemarahannya. Kecemasannya berkurang karena dia tahu suaminya berselingkuh dengan orang lan, tapi dia akan marah.
Ini menjadi awal perubahan dalam rumah tangga ini, nah mudah-mudahan suaminya bersedia untuk bertobat meninggalkan pasangan selingkuhnya. Atau mungkin saja rumah tangganya pun ada masalah dan masalah itu perlu dilihat oleh mereka berdua. Jadi memang kecemasan langsung berkurang yang muncul memang kemarahan.PG : Yang pertama adalah kita secara rasional menyerahkan masalah ini kepada Tuhan, kita berkata kepada Tuhan: "Tuhan, saya mengakui keterbatasan diri kita, saya tidak bisa lagi Tuhan, ini yng bisa saya lakukan tapi selebihnya tidak bisa lagi."
Jadi kita datang mengakui keterbatasan kita dan kita secara harafiah benar-benar menyerahkannya kepada Tuhan: "Tuhan, kalau begitu saya tidak lagi bisa, Tuhan tolong saya hanya bisa sampai di sini." Nah kadang-kadang ini yang susah kita lakukan Pak Gunawan, ada orang-orang tertentu yang seolah-olah itu terus berkelahi, tidak mau menyerah, harus bisa ini dan harus bisa ini, ya sebanyak-banyaknya kita perbuat, itu betul. Tapi kalau sudah mencapai ujungnya kita harus berkata: "Sudah sampai ujungnya, Tuhan." Misalkan tentang kehidupan manusia, kita tahu ini rancangan Tuhan jadi sampai pada satu titik kita harus berkata: "Tuhan, tidak bisa lagi, ini memang dalam wewenang Tuhan."PG : Nah, itu juga memang keliru, maka tadi saya tekankan berbuatlah, sebisanya kita mencari tahu, kita menolong diri kita silakan, namun sampai titik tertentu kita harus akui kita terbatas ita tidak bisa lagi, maka kita serahkan kepada Tuhan.
Nah langkah berikutnya adalah ini maksudnya serahkan kekhawatiranmu kepada Tuhan, yaitu kita berkata secara harafiah saya tidak lagi mau memikirkan masalah itu, dia harus benar-benar berkata: "Tuhan, sekarang Tuhan yang pikul, saya tidak lagi bisa memikulnya, sebab saya pikirkan seperti apapun saya tidak lagi dapat menemukan jalan keluarnya." Nah kalau begitu buat apa dipikirkan lagi memang tidak bisa berbuat apa-apa, kalau memang sudah tidak bisa lagi berbuat apa-apa, benar-benar secara rendah hati kita berkata: "Tuhan, Engkau sekarang yang pikul."PG : Betul, kata Tuhan kekhawatiran itu tidak menambahkan sehasta, artinya kekhawatiran itu tidak mengubah apa-apa. Yang mengubah apa-apa sebetulnya ada dua, pertama Tuhan yang kedua usaha mnusia juga.
Kita berbuat sesuatu, makanya di dalam cara Tuhan bekerja, Tuhan sering kali melibatkan manusia. Manusia juga berusaha, berbuatlah sebanyak-banyaknya namun kita juga tahu terakhir selalu kita harus katakan: "Tuhan, kehendakMulah yang jadi."GS : Dalam situasi yang sulit seperti saat ini memang kita mesti belajar banyak untuk bagaimana hidup berserah kepada Tuhan Pak Paul. (PG : Betul). Terima kasih banyak Pak Paul dan Ibu Wulan untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kecemasan." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
2. Penghiburan bagi Janda 1 | |
Kisah nyata dua orang ibu yang beberapa tahun di tinggal suami karena dipanggil Tuhan.
Kisah nyata dua ibu yang ditinggal suami, karena dipanggil Tuhan.
Mereka sekeluarga berlibur di Bali, pergi ke sebuah benua untuk berekreasi di tepi pantai. Suaminya naik zet cycle ke tengah laut untuk bermain dengan keponakannya, tiba-tiba sebuah speedboat datang dengan kencang sekali menabrak suaminya Bp. Daniel Tambayong di tengah laut. Ibu Indrawati sendiri tidak melihatnya karena dia berada di tepi pantai sedang menunggu.
Namun teman yang ada disampingnya dapat melihat bahwa ada sebuat zet cycle ditabrak oleh speedboat. Dia sangat berharap bahwa itu bukan Bp. Daniel, tetapi sesudah menanti beberapa saat ternyata itu memang suaminya. Dalam keadaan seperti itu, dia sangat terkejut dan shock sekali, di antara percaya dan tidak.
Saat tiba di pantai dia mengira bahwa suaminya hanya pingsan saja karena muka suaminya tidak banyak darah, hanya terlihat sedikit di sudut bibirnya. Tapi pada saat dia membuka mulut suaminya, mulut itu sudah hancur dan kepalanya agak miring sedikit ke kiri. Sama sekali tidak ada perasaan bahwa suaminya sudah meninggal. Dan ketika di bawa ke rumah sakit terdekat, seorang dokter mengatakan bahwa suaminya sudah tidak ada lagi, yang dimaksud adalah meninggal. Ibu Indrawati tidak dapat menyadari bahwa suaminya sudah meninggal, sampai malam tiba pun Ibu belum dapat menyadarinya. Hingga menjelang subuh, anak bungsunya datang dan mengatakan: "Ma, jangan menangis, papa sekarang sudah ada di sorga." Baru di situlah Ibu Indrawati benar-benar dapat menyadari kalau suaminya sudah meninggal.
Tepatnya 24 Desember 1992 suaminya dipanggil Tuhan diduga akibat serangan jantung. Pada awalnya terjadi pada Rabu 23 Desember, suaminya mengalami capek, ingin istirahat dan mengeluarkan keringat dingin. Saat itu suaminya hanya ingin istirahat karena kira-kira terlalu capek dalam pelayanan, karena suaminya seorang hamba Tuhan yang aktif melayani. Dan juga sekaligus seorang gembala sidang di GISI (Gereja Injil Seutuh di Indonesia) Malang. Suami ibu Aymee mendapat perawatan di rumah sakit, beberapa waktu berlalu dengan setia ibu Aymee menunggui suaminya. Waktu pagi jam 09.00 di saat ibu Aymee mau istirahat setelah sepanjang malam menunggu suaminya, dia melihat suaminya menghadap ke tembok, kemudian ibu Aymee bangun dan ber tanya kepada suaminya "Kenapa kok menghadap ke tembok?" Waktu ditanyadan dipanggil tidak menjawab dia mengira suaminya sedang pingsan, dia berteriak-teriak minta tolong ke perawat. Dalam keadaan panik dan gelisah ada seorang dokter yang masuk dan mengatakan bahwa suaminya sudah tidak ada. Suaminya sudah meninggal.
Dalam situasi seperti ini ada perasaan berontak yang timbul, lebih-lebih di akhir kehidupannya suami Ibu Aymee sedang dipakai Tuhan dalam pelayanan untuk menyatakan kuasa mujizatNya. Orang sakit kanker, stroke, serangan jantung dalam 5 peristiwa semuanya dijamah Tuhan. Ibu Aymee melihat kuasa Tuhan nyata tapi yang menjadi pertanyaan "kenapa kok suami saya dipanggil Tuhan." Ibu Aymee benar-benar berharap kuasa Tuhan dinyatakan dan memberikan suatu kehidupan yang baru. Dan pada akhirnya Ibu Aymee boleh disadarkan dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan aku minta ampun, aku tidak mengerti apa yang terbaik bagi diriku, yang aku tahu saat ini aku mengalami satu yang tidak baik."
Demikian juga dengan ibu Indrawati dia pun berontak. Pertanyaan mengapa dan mengapa itu terus-menerus muncul dalam kehidupannya. Tapi sebagai orang percaya dia pun akhirnya berserah kepada Tuhan, dia percaya Tuhan pasti menolong. Karena pada saat itu ibu Indrawati dan suami terlibat dalam hutang yang besar dengan Bank. Jadi dia hanya berharap pada pertolongan Tuhan, dan dia percaya seperti ditulis dalam Alkitab "Tuhan menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkannya kembali."
Kehilangan orang yang kita cintai bukanlah hal yang mudah. Waktu Tuhan memanggil suami mereka, mereka masih muda dan mempunyai anak-anak yang belum dewasa semuanya.
Bagaimana ibu-ibu ini waktu menjawab pertanyaan mengapa, mengapa Tuhan memanggil suami saya, jadi apa yang ibu-ibu ini harus lakukan sehingga akhirnya pertanyaan itu benar-benar terjawab secara pribadi.
Tepatnya Kamis tanggal 24 suami ibu Aymee dipanggil Tuhan, rasa tidak percaya bahwa suaminya benar-benar dipanggil Tuhan itulah yang dirasakannya.
Pertanyaan mengapa dan mengapa Tuhan panggil suami saya akhirnya mendapatkan jawaban dari Tuhan secara khusus. Ketika Ibu Aymee mngungkapkan rasa percayanya kepada Tuhan, "Tuhan, saya percaya FirmanMu Ya dan Amin kalau Tuhan sanggup membangkitkan Lazarus dalam waktu 4 hari saya percaya Tuhan juga sanggup membangkitkan suami saya." Dan Tuhan memberikan jawaban yang manis kepadanya: "Kalau memang engkau percaya FirmanKu Ya dan Amin, saat ini engkau mengetahui di mana tempat suamimu." Kemudian dia bertanya mengapa di saat bagus-bagusnya dia melayani, Tuhan panggil? Dan Tuhan memberikan pengertian tentang bunga. Saat kapan engkau memotong bunga? (Dan dia bilang: Saat bagus-bagusnya). Demikian juga Aku memanggil setiap anakKu yang Kukasihi justru di saat bagus-bagusnya. Ibu Indrawati pun mengalami hal yang sama, pertanyaan mengapa, mengapa dan mengapa itu senantiasa muncul dalam kehidupannya. Setelah waktu 2 bulan berlalu, dalam hati Tuhan mengetuk dan memberi jawaban bahwa keputusan Tuhan itu tidak bisa salah, kalau Tuhan mau panggil keputusanNya itu tidak salah. Dia tidak berani mengatakan baik atau tidak baik baginya tetapi itu keputusan yang tidak salah datang daripada Tuhan. Dan kalau memang keputusan itu sudah diambil oleh Tuhan pasti Tuhan juga akan memelihara yang ditinggalkan.
Doa itu mengandung kuasa yang besar, dan melalui kuasa doa itu juga yang memberikan kekuatan kepadanya. Dalam waktu dua bulan itu dia mengalami mujizat Tuhan. Yaitu ketika suaminya meninggal dia dan suami sedang mempunyai hutang yang besar dengan bank, dan dia pun tidak tahu apa yang harus dia perbuat tanpa suami dengan 2 orang anak, dia harus berjuang sendiri untuk melunasi hutang-hutang, itu sesuatu yang tidak mungkin. Tetapi dalam hatinya yakin bahwa Tuhan pasti menolong, perasaan itu begitu kuat sehingga kalau anak-anaknya bertanya dia bisa berkata: "Tanya Tuhan, jawabannya ada dalam Tuhan dan Tuhan pasti menolong." Dengan peristiwa kematian suaminya Tuhan mempersatukan keluarga suami dan keluarga ibu Indrawati. Dan tanpa sepengetahuan ibu Indrawati antara kedua belah pihak keluarga bisa rembuk/musyawarah bersama dan mengambil keputusan untuk membayar semua hutang yang ada di bank. Kedua keluarga bersatu, mereka berpatungan dan dalam satu bulan semua hutang dilunasi dan dikeluarkan sertifikat rumah yang menjadi jaminan. Puji Tuhan itu suatu mujizat Tuhan yang terjadi, akal manusia tidak akan bisa sampai ke sana.
Bagaimana mengatasi saat-saat kesepian:
Meyakinkan diri bahwa rencana Tuhan itu adalah yang terbaik. Melalui
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen selama ± 30 menit akan menemani saudara dalam acara perbincangan seputar kehidupan keluarga. Sebagaimana biasa telah hadir bersama kami Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan Ibu Idajanti Raharjo. Kali ini acaranya agak istimewa karena telah hadir pula bersama-sama dengan kami Ibu Indrawati Tambayong dan Ibu Aymee yang akan berbagi pengalaman mereka dengan Anda semua. Jadi ikutilah perbincangan kami karena kami percaya acara Telaga ini pasti sangat menarik dan bermanfaat bagi kita semua. Pak Paul silakan.
PG : Terima kasih Pak Gunawan dan Ibu Ida, hari ini adalah hari yang memang istimewa, karena di tengah-tengah kita hadir 2 orang ibu, ibu Indrawati dan ibu Aymee dan saat ini saya ingin mengucakan selamat datang kepada ibu Aymee dan ibu Indrawati.
Ibu Indrawati dan ibu Aymee adalah dua orang ibu yang menjanda karena beberapa tahun yang lalu Tuhan telah memanggil suami mereka. Dan kami mengundang mereka hadir di tengah-tengah kami pada hari ini agar kami dapat bercakap-cakap dengan mereka. Dan kami berharap apa yang kami percakapkan pada hari ini bisa membawa berkat pada banyak orang yang mungkin juga hidup menjanda. Dan kami hanya berharap bahwa ibu-ibu yang mendengarkan bisa juga mendapatkan kekuatan dari kesaksian mereka. Ibu Aymee dan Ibu Indrawati, Tuhan itu adalah Tuhan yang sangat menyayangi dan memperhatikan para janda, sebab Alkitab mencatat cukup banyak perkataan Tuhan yang sangat-sangat simpatik, sangat-sangat memperhatikan para janda, misalkan saya bisa membaca di kitabIT : Baik, terima kasih untuk kesempatan ini. Suami saya dipanggil oleh Tuhan sekitar 2 tahun yang lalu dan pada waktu itu kami sekeluarga berlibur di Bali dan kami pergi ke benua untuk berekresi di tepi pantai.
Kemudian suami saya naik jet cycle ke tengah laut untuk bermain-main dengan keponakan saya dan memboncengnya. Dan kami sendiri juga bermain jet cyclePG : Ibu dengan kedua anak Ibu ya?
IT : Ya tetapi ada sebuah speedboat yang datang kencang sekali, cepat sekali dan menabrak suami saya di tengah laut. Saya sendiri tidak melihatnya tapi teman saya yang bersama-sama dengan kami elihat kejadian itu.
PG : Di mana Ibu pada saat itu?
IT : Saya di tepi pantai menunggu dia karena sudah waktunya dia kembali, dan sudah dipanggil nomor dari jet cycle itu. Dan ketika mereka membawa dia kembali ke pantai saya baru percaya kalau it suami saya.
PG : Siapa yang memberi tahu Ibu bahwa terjadi kecelakaan di tengah laut itu?
IT : Teman saya yang ada di sebelah saya dia melihat sendiri bahwa ada sebuah jet cycle ditabrak oleh speedboat. Jadi dia bilang mudah-mudahan bukan Daniel yaitu suami saya. Tapi saya sudah kagt sekali, saya sudah menanti-nanti siapa ini yang diangkut ke pantai ternyata itu suami saya.
PG : Ibu masih ingat apa yang Ibu pikirkan atau rasakan tatkala teman Ibu berkata bahwa itu Daniel yang ditabrak oleh speedboat.
IT : Ya tentu saja saya terkejut, shock sekali dan badan saya mulai gemetar dan dingin, saking kagetnya.
PG : Percaya dan tidak percaya Bu ya?
IT : Ya percaya dan tidak percaya dan saya menunggu-nunggu siapa yang muncul nanti dan ternyata itu yang dibawa adalah suami saya yang ditidurkan tertelungkup. Jet ski yang membawa dia kembali.
PG : Ibu masih ingat apa yang Ibu lakukan tatkala tubuh Pak Daniel dibawa ke pantai?
IT : Ya saya masih ingat sekali waktu dia dibawa ke pantai, saya kira dia itu pingsan saja karena di mukanya juga tidak banyak berdarah mungkin sudah dihapus oleh air laut dan yang terlihat hana sedikit di pinggir bibirnya tetapi waktu saya membuka mulutnya saya melihat bahwa memang mulutnya itu hancur di dalamnya dan kepalanya agak miring sedikit, ke kiri sedikit berarti dia itu ditabrak dari sebelah kanan.
Tetapi dia itu memejamkan matanya terus dan seperti orang pingsan saja, jadi saya sama sekali tidak ada perasaan bahwa dia itu meninggal.PG : Apakah Ibu berusaha memanggil Pak Daniel saat itu?
IT : Ya kami semua sekeluarga teriak-teriak, semua bilang tahan, tahan ya, tahan, tahan begitu dan kami tidak percaya sama sekali kalau dia itu meninggal seketika.
PG : Setelah itu apa yang dilakukan?
IT : Langsung dibawa ke rumah sakit yang terdekat. Saya ikut bersama-sama dengan mereka. Dan diberi pertolongan pertama tetapi saya melihat dadanya itu datar tidak ada nafas, tetapi saya masih idak percaya kalau dia itu meninggal sampai akhirnya dokter mengatakan ini orangnya sudah tidak ada lagi.
Tetapi saya tetap berpendapat bahwa dia itu masih hidup jadi saya berteriak-teriak terus kepada dokternya dan perawatnya di sana agar diberi oksigen terus dan ditekan dadanya dan kami semua melakukan hal yang sama untuk menolong dia. Dan akhirnya mereka sudah tidak mau, tidak mau menolong lagi berhenti untuk berusaha, saya masih berteriak-teriak sampai saya dibawa ke seperti kamar begitu untuk istirahat untuk dibaringkan, dan mereka bertanya kepada saya apakah perlu tubuh itu diotopsi, saya bilang jangan! Karena dia masih hidup, jadi jangan diapa-apakan dia masih hidup, usahakan terus sampai dia bangun, dia itu hanya pingsan saja.PG : Jadi sampai kapan Ibu akhirnya menerima berita bahwa suami Ibu benar-benar telah tiada?
IT : Waktu di kamar darurat itu, dokter mengatakan ini orangnya sudah tidak ada.
PG : Kapan akhirnya Ibu bisa menerima dan mengakui bahwa suami Ibu telah tiada?
PG : Jadi apakah baru keesokan harinya Ibu benar-benar menyadari bahwa Pak Daniel sudah tidak ada?
IT : Ya dan menjelang hari subuh, saya mulai merasa karena anak saya yang paling kecil datang pada saya dia bilang: "Ma, jangan menangis, papa sekarang sudah ada di sorga" (dia bilang bgitu) terus saya kaget sekali, apa benar? Berarti dia di sorga, berarti dia mati.
Terus saya berhenti menangis tapi kemudian saya sadar bahwa dia itu betul-betul mati dan saya menangis terus sepanjang malam itu.PG : Semua ini masih terbayang dengan jelas ya Bu Indra?
IT : Masih, sewaktu-waktu bisa terbayang kembali di mana dan kapan saja
PG : Seperti baru terjadi kemarin ya Ibu Indrawati (IT : Ya, begitu mengejutkan). Bagi para pendengar saya perlu juga memberi data sedikit tentang ibu Indrawati, ibu Indrawati pada saat itu adaah dosen bahasa Inggris di Seminari Alkitab Asia Tenggara di Malang dan suami ibu, Pak Daniel adalah seorang usahawan.
Ibu dan suami dua-dua adalah aktifis gereja (IT : anggota GKI ) di GKI Bromo Malang. Dan Ibu dengan suami juga melayani di Lembaga Bina Keluarga Kristen. Ya saya masih ingat sekali suami Ibu seorang yang sangat gagah, dulu kami pergi makan sama-sama ya Bu ya.IT : Dia orang yang sangat mencintai Tuhan, orang yang baik dan benar, terhadap siapapun dia tidak takut, hanya takut pada Tuhan saja di dunia ini.
PG : Puji Tuhan, puji Tuhan terima kasih Ibu Indrawati, dan sekarang saya juga menanyakan hal yang sama kepada Ibu Aymee dan sedikit data, mungkin Ibu Aymee bisa menceritakan siapa Ibu Aymee dan juga siapa suami Ibu?
AY : Saya adalah seorang pelayan Tuhan juga yang melayani di bidang konseling, tapi saya mempunyai 5 orang anak. Sampai sekarang saya masih melayani Tuhan dan saya mau menceritakan tentang keadan suami saya yaitu di saat tahun '92 bulan Desember tepatnya tanggal 24 itu saat itu saya tidak menyangka kalau suami saya benar-benar dipanggil Tuhan, karena tanda-tandanya itu di saat tanggal 23 Desember, saya ingat sekali hari Rabu dia cuma mengalami capek ingin istirahat dan dia mengeluarkan keringat dingin.
Saat itu saya hanya mau dia istirahat kira-kira dia terlalu capek dalam hal pelayanan, suami saya juga seorang hamba Tuhan dan dia juga aktif melayani.PG : Beliau juga seorang gembala sidang ya Bu ya?
AY : Ya gembala sidang di GISI saat itu.
PG : Gereja Injil Seutuhnya Bu ya (AY : Seutuh Indonesia di Malang). Itu terjadi secara tiba-tiba sekali Bu ya? (AY : Secara tibat-iba) dan diduga penyebabnya sakit apa Bu ya?
AY : Waktu itu dia merasa lemah badannya dan keluar keringat dingin, saya telepon ke kakak ipar saya untuk memberitahu bahwa Daniel, (nama suami saya juga Daniel, Daniel Ibrahim) sedang sakit aya minta supaya dia memanggilkan dokter.
Setelah dokter datang untuk memeriksa karena tidak biasanya seperti itu, di saat dokter datang, dokter cuma menyarankan untuk mencoba diperiksa, dibawa ke rumah sakit. Kemungkinan kena serangan jantung menurut Dr. Riadi.PG : Saat itu dia sadar Bu ya?
AY : Sadar, sadar sepenuhnya cuma malam harinya itu dia tidak tidur, karena selama 2 bulan itu dia banyak pelayanan memang, banyak pelayanan di luar kota. Dan satu bulan penuh kita pelayanan dirumah sakit yaitu 3 rumah sakit pagi sore dan kita sebagai hamba Tuhan, pelayan Tuhan malam pun kita bawakan dalam doa.
Memang dia seorang pendoa ya, jadi setiap harinya dia minim berdoa 6 jam (PG : Waow....luar biasa Bu, luar biasa, bener-bener seorang yang berdoa Bu ya?) ya. Waktu kejadian itu yaitu tanggal 23 pagi itu karena saya setiap bangun pagi menanyakan dia "Apakah kamu bisa istirahat dengan baik? Apa kamu bisa tidur dengan enak malam harinya?" karena memang dia ini adalah suami yang baik ya, sehari-harinya itu dia memperhatikan istri dan anak, seringnya dia itu menunggui saya sampai saya tidur dulu, baru dia itu tidur. Jadi tiap bangun pagi saya menanyakan dengan keadaan dia ya, apakah tadi malam kamu tidur dengan nyenyak dan enak? Dan dia mengatakan: "Semalamam saya tidak tidur." Saya menanyakan kenapa? Dan dia bilang bahwa dia sedang doa, terus keterusan sampai pagi, saat itu saya bilang coba kamu saat ini istirahat ya. Saya suruh dia istirahat, saya pergi mandi tapi setelah saya masuk ke kamar saya, saya melihat dia itu duduk dan dia mengatakan: "Saya tidak tidur ah saya mau ke sekolahan untuk mengambil raport anak-anak." Jadi tanda itu di saat dia pulang dari sekolah mengambil raport anak-anak, dia memang berangkat naik becak ya dia bilang badan saya kok agak lemas, terus keluar keringat dingin. Nah saat itu dia bilang: "saya mau istirahat ya dan saya mengatakan coba periksa saja ke dokter kemudian saya telepon kakak ipar saya untuk memanggilkan dokter. Dokter datang menganjurkan supaya dia dibawa ke rumah sakit, kemungkinan terkena serangan jantung. Tapi setelah itu ± jam 10.00, jam 10.00 pagi saya bawa ke RKZ, di sana suster bertanya mau pakai dokter siapa, tapi saya tidak mengerti mesti pakai dokter siapa cuma saat itu mereka menyarankan pakai dokter jantung yaitu dr. Janggan. Waktu itu dokter lagi rapat tapi dia disarankan untuk periksa ICG, ternyata dari hasil pemeriksaan itu tidak ada masalah.PG : Jadi hasil ICG-nya baik (AY : Tidak ada masalah, baik, pemeriksaan dari dokter juga baik) OK! Jadi bener-bener tidak dideteksi sama sekali ya?
AY : Tidak, dan dia memang merasa cuma kurang tidur, dia merasa lemas, dia merasakan saya bukan sakit jantung. Tetapi waktu dokter datang jam 03.00 sore untuk memeriksa hasil dia mengatakan baha tidak ada masalah dengan jantungnya, tapi coba difoto.
Hasil fotonya memang jantungnya agak bengkak karena dia ada flu dan batuk. Tidak ada penanganan khusus, cuma dia mau saya memuji Tuhan. Dia berkata doakan saya, kamu memuji Tuhan, saya memuji Tuhan dan dia doa. Di tengah malamnya saya melihat dia cuma sebentar-sebentar bangun minta minum (GS : Ini di rumah sakit Bu?) di rumah sakit, jam 10.00 masuk rumah sakit, tengah malam dia sebentar-sebentar bangun minta minum dan saya menanyakan kepada suster : "Suster kenapa kok suami saya sepertinya gelisah?" Dan dia datang untuk melihat ternyata obat yang diberikan itu belum diminum. Saya mengatakan kepada suami saya supaya obat yang diberikan dokter itu diminum, tapi dia mengatakan sebetulnya saya tidak sakit tapi saya ini kurang istirahat. Kalau saya tidur, besok saya bangun saya akan mendapatkan tubuh yang lebih sehat, nah itu kejadiannya, keesokan paginya kira-kira ± pagi jam 03.30 (setengah empat) itu saya mempunyai perasaan yang tidak enak, saya gelisah, saya suruh anak saya (saya dan anak saya menunggu di rumah sakit, saya suruh telepon ke kakak ipar saya untuk memanggilkan dokter, tapi suster mengatakan bahwa suami saya tidak apa-apa, "suami Ibu tidak apa-apa dia bisa tidur dengan enak, Ibu jangan gelisah, Ibu tidur saja." Saat itu saya memang menelepon kakak ipar saya, dia mengatakan bahwa tidak ada masalah biar pagi saja, kalau memang suamimu ada masalah pasti ada penanganan secara khusus.PG : Dan Tuhan panggil dia saat itu ya Bu?
AY : Bukan, ± jam 09.00 pagi di saat saya mau istirahat, jadi semalaman saya memang tidak istirahat, saya menunggui dia, saya melihat dia tidur, cuma dia mengatakan kepada saya kamu istiraat saja, kamu nanti capek, saya tidak apa-apa.
Di saat pagi di waktu saya mau istirahat baru saya duduk, dia ini menghadap ke tembok, saya bangun saya tanya: "lho kamu kok menghadap ke sana ke tembok situ," waktu saya panggil dia kok diam saja, saya kira dia pingsan, tidak tahunya saat itu dia tidak ada. Waktu saya panggil dia, dia tidak menjawab, saya memang teriak kebetulan kamar dari suami saya itu sebelah dari kamar suster/juru rawat, mereka semua datang. Saya teriak-teriak minta tolong karena saya pikir suami saya ini pingsan, saya panggil kok diam saja. Dalam keadaan gelisah, panik, ada dokter yang masuk tapi bukan dokter yang menangani dia saya lupa dokter siapa, dokter itu mengatakan bahwa suami saya tidak ada, dan saya tidak percaya langsung saya teriak.PG : Terus apa yang terjadi Bu setelah itu?
AY : Saat itu saya memang teriak ya, saya panggil Yesus tolong tapi rasanya Tuhan di mana Engkau, Tuhan kenapa tidak menjawab. Nah saat itu saya sangat terpukul, mungkin ya saya ditenangkan, tapa saya sadar menurut saudara-saudara saya saat itu karena saya terus teriak-teriak saya panik, maka suster memberi saya suatu injeksi supaya saya tenang.
AY : Ya, itu yang saya alami, saya sangat berontak sekali karena dalam pelayanan saya, pengalaman pelayanan saya banyak mujizat terjadi khususnya pada akhir dari kehidupan suami saya pada 1 buln kita mendapatkan 5 mujizat.
Yaitu dokter yang mengatakan orang sakit kanker yang sudah parah, stroke, serangan jantung juga, itu dari 5 itu semuanya dijamah oleh Tuhan. Jadi saya melihat akan kuasa Tuhan nyata tapi kenapa kok suami saya dipanggil apalagi khususnya pada tahun itu juga tanggal 27 Maret di rumah Jl. Mentawai itu sekitar dekat Angkatan Laut mereka pun tahu itu terjadi yaitu tukang bangunan di rumah saya itu kena setrum dan betul-betul mati, tapi pada saat itu saya benar-benar berharap kepada Tuhan, saya percaya kuasa Tuhan itu sampai sekarang nyata, jadi saya minta kepada Tuhan, bahwa Tuhan sanggup memberikan kehidupan yang baru. Memang saya berontak di situ, tapi saat itu ada seorang hamba Tuhan yang menghibur saya entah kenapa yaitu Ibu Linda Bernard dia mengatakan bahwa rencana Tuhan itu yang terbaik bagi Ibu Aymee maupun bagi Daniel, tapi saat itu saya bilang "Tuhan aku minta ampun, aku tidak mengerti apa yang terbaik bagi diriku yang aku tahu saat ini aku mengalami satu yang tidak baik." Dia juga menjawab dan dia mendoakan bahwa supaya Tuhan sendiri yang memberikan jawaban kepada saya supaya saya bisa menerima keadaan ini.IT : Saya mempunyai perasaan yang sama yaitu berontak, dalam hati saya mengapa, mengapa, mengapa pertanyaan itu terus muncul tetapi kemudian setelah beberapa saat ya beberapa minggu telah berlau saya mulai berserah.
Dan dalam pikiran saya itu, saya hanya tahu dan percaya satu hal bahwa Tuhan pasti menolong. Dan pada waktu itu saya dan suami saya memang dalam hutang yang besar sekali dengan bank, anak saya selalu tanya terus tanya: "Mam, bagaimana ini hutang-hutang kami di bank?" Saya bilang: "Saya tidak tahu, tanya Tuhan." Tapi dalam hati saya, saya yakin satu hal dan keyakinan saya itu begitu besar, saya tahu kalau Tuhan memanggil Daniel pergi pasti Dia yang menggantikan tempatnya dan pasti Dia tolong. Karena di dalam Alkitab tertulis, "Tuhan menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkannya kembali". Dan saya yakin dan percaya bahwa kalau memang saya dijadikan janda pasti Tuhan akan menolong.GS : Terima kasih Ibu Indrawati dan Ibu Aymee. Demikianlah tadi saudara pendengar yang kami kasihi di dalam Tuhan Yesus Kristus, kami telah persembahkan sebuah perbincangan yang sangat istimewa sekali pada saat ini. Kami percaya Anda tentu ingin mendengar kelanjutan dari siaran kami ini, karenanya apabila Anda berniat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Kami juga ucapkan banyak terima kasih kepada Anda yang sudah berkirim surat kepada kami untuk memberikan tanggapan, tetapi kami tetap menantikan saran-saran, pertanyaan dari Anda. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
3. Penghiburan bagi Janda 2 | |
Satu jawaban Tuhan yang diberikan kepada setiap anakNya yang dikasihi itu masing-masing berbeda.
Kisah nyata dua ibu yang ditinggal suami, karena dipanggil Tuhan.
Mereka sekeluarga berlibur di Bali, pergi ke sebuah benua untuk berekreasi di tepi pantai. Suaminya naik zet cycle ke tengah laut untuk bermain dengan keponakannya, tiba-tiba sebuah speedboat datang dengan kencang sekali menabrak suaminya Bp. Daniel Tambayong di tengah laut. Ibu Indrawati sendiri tidak melihatnya karena dia berada di tepi pantai sedang menunggu.
Namun teman yang ada disampingnya dapat melihat bahwa ada sebuat zet cycle ditabrak oleh speedboat. Dia sangat berharap bahwa itu bukan Bp. Daniel, tetapi sesudah menanti beberapa saat ternyata itu memang suaminya. Dalam keadaan seperti itu, dia sangat terkejut dan shock sekali, di antara percaya dan tidak.
Saat tiba di pantai dia mengira bahwa suaminya hanya pingsan saja karena muka suaminya tidak banyak darah, hanya terlihat sedikit di sudut bibirnya. Tapi pada saat dia membuka mulut suaminya, mulut itu sudah hancur dan kepalanya agak miring sedikit ke kiri. Sama sekali tidak ada perasaan bahwa suaminya sudah meninggal. Dan ketika di bawa ke rumah sakit terdekat, seorang dokter mengatakan bahwa suaminya sudah tidak ada lagi, yang dimaksud adalah meninggal. Ibu Indrawati tidak dapat menyadari bahwa suaminya sudah meninggal, sampai malam tiba pun Ibu belum dapat menyadarinya. Hingga menjelang subuh, anak bungsunya datang dan mengatakan: "Ma, jangan menangis, papa sekarang sudah ada di sorga." Baru di situlah Ibu Indrawati benar-benar dapat menyadari kalau suaminya sudah meninggal.
Tepatnya 24 Desember 1992 suaminya dipanggil Tuhan diduga akibat serangan jantung. Pada awalnya terjadi pada Rabu 23 Desember, suaminya mengalami capek, ingin istirahat dan mengeluarkan keringat dingin. Saat itu suaminya hanya ingin istirahat karena kira-kira terlalu capek dalam pelayanan, karena suaminya seorang hamba Tuhan yang aktif melayani. Dan juga sekaligus seorang gembala sidang di GISI (Gereja Injil Seutuh di Indonesia) Malang. Suami ibu Aymee mendapat perawatan di rumah sakit, beberapa waktu berlalu dengan setia ibu Aymee menunggui suaminya. Waktu pagi jam 09.00 di saat ibu Aymee mau istirahat setelah sepanjang malam menunggu suaminya, dia melihat suaminya menghadap ke tembok, kemudian ibu Aymee bangun dan ber tanya kepada suaminya "Kenapa kok menghadap ke tembok?" Waktu ditanyadan dipanggil tidak menjawab dia mengira suaminya sedang pingsan, dia berteriak-teriak minta tolong ke perawat. Dalam keadaan panik dan gelisah ada seorang dokter yang masuk dan mengatakan bahwa suaminya sudah tidak ada. Suaminya sudah meninggal.
Dalam situasi seperti ini ada perasaan berontak yang timbul, lebih-lebih di akhir kehidupannya suami Ibu Aymee sedang dipakai Tuhan dalam pelayanan untuk menyatakan kuasa mujizatNya. Orang sakit kanker, stroke, serangan jantung dalam 5 peristiwa semuanya dijamah Tuhan. Ibu Aymee melihat kuasa Tuhan nyata tapi yang menjadi pertanyaan "kenapa kok suami saya dipanggil Tuhan." Ibu Aymee benar-benar berharap kuasa Tuhan dinyatakan dan memberikan suatu kehidupan yang baru. Dan pada akhirnya Ibu Aymee boleh disadarkan dan berkata kepada Tuhan: "Tuhan aku minta ampun, aku tidak mengerti apa yang terbaik bagi diriku, yang aku tahu saat ini aku mengalami satu yang tidak baik."
Demikian juga dengan ibu Indrawati dia pun berontak. Pertanyaan mengapa dan mengapa itu terus-menerus muncul dalam kehidupannya. Tapi sebagai orang percaya dia pun akhirnya berserah kepada Tuhan, dia percaya Tuhan pasti menolong. Karena pada saat itu ibu Indrawati dan suami terlibat dalam hutang yang besar dengan Bank. Jadi dia hanya berharap pada pertolongan Tuhan, dan dia percaya seperti ditulis dalam Alkitab "Tuhan menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkannya kembali."
Kehilangan orang yang kita cintai bukanlah hal yang mudah. Waktu Tuhan memanggil suami mereka, mereka masih muda dan mempunyai anak-anak yang belum dewasa semuanya.
Bagaimana ibu-ibu ini waktu menjawab pertanyaan mengapa, mengapa Tuhan memanggil suami saya, jadi apa yang ibu-ibu ini harus lakukan sehingga akhirnya pertanyaan itu benar-benar terjawab secara pribadi.
Tepatnya Kamis tanggal 24 suami ibu Aymee dipanggil Tuhan, rasa tidak percaya bahwa suaminya benar-benar dipanggil Tuhan itulah yang dirasakannya.
Pertanyaan mengapa dan mengapa Tuhan panggil suami saya akhirnya mendapatkan jawaban dari Tuhan secara khusus. Ketika Ibu Aymee mngungkapkan rasa percayanya kepada Tuhan, "Tuhan, saya percaya FirmanMu Ya dan Amin kalau Tuhan sanggup membangkitkan Lazarus dalam waktu 4 hari saya percaya Tuhan juga sanggup membangkitkan suami saya." Dan Tuhan memberikan jawaban yang manis kepadanya: "Kalau memang engkau percaya FirmanKu Ya dan Amin, saat ini engkau mengetahui di mana tempat suamimu." Kemudian dia bertanya mengapa di saat bagus-bagusnya dia melayani, Tuhan panggil? Dan Tuhan memberikan pengertian tentang bunga. Saat kapan engkau memotong bunga? (Dan dia bilang: Saat bagus-bagusnya). Demikian juga Aku memanggil setiap anakKu yang Kukasihi justru di saat bagus-bagusnya. Ibu Indrawati pun mengalami hal yang sama, pertanyaan mengapa, mengapa dan mengapa itu senantiasa muncul dalam kehidupannya. Setelah waktu 2 bulan berlalu, dalam hati Tuhan mengetuk dan memberi jawaban bahwa keputusan Tuhan itu tidak bisa salah, kalau Tuhan mau panggil keputusanNya itu tidak salah. Dia tidak berani mengatakan baik atau tidak baik baginya tetapi itu keputusan yang tidak salah datang daripada Tuhan. Dan kalau memang keputusan itu sudah diambil oleh Tuhan pasti Tuhan juga akan memelihara yang ditinggalkan.
Doa itu mengandung kuasa yang besar, dan melalui kuasa doa itu juga yang memberikan kekuatan kepadanya. Dalam waktu dua bulan itu dia mengalami mujizat Tuhan. Yaitu ketika suaminya meninggal dia dan suami sedang mempunyai hutang yang besar dengan bank, dan dia pun tidak tahu apa yang harus dia perbuat tanpa suami dengan 2 orang anak, dia harus berjuang sendiri untuk melunasi hutang-hutang, itu sesuatu yang tidak mungkin. Tetapi dalam hatinya yakin bahwa Tuhan pasti menolong, perasaan itu begitu kuat sehingga kalau anak-anaknya bertanya dia bisa berkata: "Tanya Tuhan, jawabannya ada dalam Tuhan dan Tuhan pasti menolong." Dengan peristiwa kematian suaminya Tuhan mempersatukan keluarga suami dan keluarga ibu Indrawati. Dan tanpa sepengetahuan ibu Indrawati antara kedua belah pihak keluarga bisa rembuk/musyawarah bersama dan mengambil keputusan untuk membayar semua hutang yang ada di bank. Kedua keluarga bersatu, mereka berpatungan dan dalam satu bulan semua hutang dilunasi dan dikeluarkan sertifikat rumah yang menjadi jaminan. Puji Tuhan itu suatu mujizat Tuhan yang terjadi, akal manusia tidak akan bisa sampai ke sana.
Bagaimana mengatasi saat-saat kesepian:
Meyakinkan diri bahwa rencana Tuhan itu adalah yang terbaik. Melalui
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, saya Gunawan Santosa bersama Ibu Idayanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan seputar kehidupan keluarga. Kembali telah hadir bersama kami Bp. Dr. Paul Gunadi, Ibu Idajanti Raharjo, Ibu Indrawati Tambayong dan Ibu Aymee yang akan berbincang-bincang dengan kami seputar kehidupan-kehidupan seorang istri yang ditinggal oleh suaminya. Baiklah ikutilah perbincangan kami ini karena kami percaya acara Telaga ini pasti akan sangat menarik dan bermanfaat bagi kita semua. Bp. Dr. Paul Gunadi akan mengawali perbincangan kita malam hari ini, silakan.
PG : Terima kasih Pak Gunawan dan Ibu Ida, sekarang memang adalah waktu yang sangat khusus sekali karena di tengah kita telah hadir 2 orang ibu yaitu ibu Indrawati dan Ibu Aymee. Dan bagi yang elah mengikuti acara Telaga pada kali yang terakhir mungkin masih mengingat bahwa kami telah mengundang ibu Indrawati dan ibu Aymee untuk mengisahkan musibah yang menimpa mereka tatkala mereka kehilangan suami yang mereka cintai.
Dan kami akan melanjutkan perbincangan dengan mereka pada hari ini, Ibu Indrawati dan Ibu Aymee sekali lagi selamat datang dan terima kasih sekali atas kesediaan Ibu-ibu untuk menuturkan kisah yang memang sangat dekat di hati tapi juga kami yakin kalau dipikir-pikir mungkin masih menimbulkan luka sebab bagaimanapun kehilangan orang yang kita cintai bukanlah hal yang mudah. Sedikit data bagi para pendengar yang belum sempat mengikuti acara kami pada kali yang terakhir, ibu Indrawati adalah pada saat suaminya dipanggil Tuhan adalah seorang dosen bahasa Inggris di Seminari Alkitab Asia Tenggara dan ibu Aymee adalah istri dari Pdt. Daniel Ibrahim. Dan secara kebetulan suami ibu Indrawati juga bernama Daniel yaitu pak Daniel Tambayong, jadi kedua suami ibu-ibu ini bernama Daniel. Seperti yang di Alkitab Daniel adalah Daniel yang berani dan demikianlah suami para ibu, mereka berdua adalah hamba-hamba Tuhan seperti Daniel yang di Alkitab yang berani membela yang benar dan tidak mundur meskipun mendapatkan tekanan apapun. Suami ibu Indrawati pak Daniel Tambayong meninggal pada waktu sedang berekreasi di sebuah pantai di pulau Bali bersama dengan keluarga tatkala jet cycle yang dia kendarai ditabrak oleh sebuah speedboat dan Tuhan memanggilnya pada saat itu juga. Sedangkan suami dari ibu Aymee yakni Pdt. Daniel Ibrahim dipanggil Tuhan secara mendadak juga dan diduga akibat serangan jantung dan usia dari pak Daniel Tambayong 49 tahun, dan usia dari pak Daniel Ibrahim adalah 44 tahun, jadi saudara pendengar bisa merêka kedua ibu yang ada dihadapan kami adalah ibu yang masih muda. Dan waktu Tuhan memanggil suami mereka, mereka juga masih muda dan mempunyai anak-anak yang belum dewasa semuanya. Sekarang saya akan kembali lagi menanyakan pertanyaan yang ditanyakan oleh ibu Ida pada kali yang terakhir yakni tentang bagaimana ibu-ibu menjawab pertanyaan mengapa, mengapa Tuhan memanggil suami saya, jadi apa itu yang ibu-ibu harus lakukan sehingga akhirnya pertanyaan itu sungguh-sungguh terjawab secara pribadi. Dan apakah ada jawaban yang umum, universal bagi semua orang yang mengalami peristiwa seperti ini.AY : Saat itu saya mendapatkan jawaban dari Tuhan, karena saya berontak, saya bertanya terus kepada Tuhan, karena saya merasa bahwa dalam pelayanan saya waktu tanggal 27 Maret yaitu tentang tukng yang mati kena setrum dan ternyata dia bangkit kembali itu disaksikan oleh orang-orang di sekitar rumah yaitu saudara sepupu kita, juga masih banyak ada 15 tukang yang ada di rumah saya menyaksikan itu, tukang-tukang becak dan itu mujizat Tuhan terjadi dan pak Buari ini bener-bener dipulihkan.
Saat itu saya bertanya kepada Tuhan, "Tuhan, kenapa Tuhan memanggil suami saya" sedangkan saat itu secara manusia dia sedang bagus-bagusnya melayani Tuhan, banyak mujizat terjadi karena itu kebesaran Tuhan juga, saya juga melihat dalam pelayanan, saya selalu menyertai dia untuk pelayanan ini, saya selalu bertanya kepada Tuhan: "Tuhan bahwa FirmanMu YA dan AMIN, kalau Engkau sanggup membangkitkan pak Buari saat itu saya juga menuntut supaya Tuhan bisa membangkitkan suami saya." Saat itu hari Jumat saya ingat suami saya dipanggil Tuhan hari Kamis tanggal 24, Jumatnya saya mengurung diri di kamar. Memang saya saat itu bingung apa betul suami saya ini benar-benar dipanggil Tuhan atau saya ini mimpi, saya bingung tadi yang di peti jenazah itu apa betul suami saya, saya mencoba mengulang untuk menyadarkan diri saya ternyata memang betul. Dan saya bertanya: "Tuhan, mengapa Tuhan memanggil suami saya", sedangkan dalam kehidupan kami, jemaat itu mengatakan bahwa kita itu bisa sebagai contoh, memang kehidupan kami ini saling mengasihi dan ada satu keharmonisan, kesehatian dalam melayani, dia juga suami yang baik mengasihi anak-anak&. Tapi waktu itu saya bener-bener mendapatkan jawaban dari Tuhan di saat saya bertanya Tuhan, saya masih membutuhkan suami saya. Nah FirmanMu YA dan AMIN kalau Tuhan sanggup membangkitkan Lazarus dalam waktu 4 hari saya percaya Tuhan juga sanggup membangkitkan suami saya. Tapi saat itu jawaban yang diberikan Tuhan kepada saya, kalau memang engkau percaya FirmanKu YA dan AMIN, saat ini engkau mengetahui di mana tempat dari suamimu. Saat itu juga saya mengatakan: "Tuhan, mengapa di saat bagus-bagusnya dia melayani, Tuhan panggil", Tuhan memberikan pengertian kepada saya yaitu tentang bunga, karena saya senang bunga. Dulu kalau saya menanam bunga, di saat bagus-bagusnya memang saya potong, saya taruh di vas bunga. Tuhan bertanya, pengertian itu bertanya kepada saya, saat kapan engkau memotong bunga, saya katakan saat bagus-bagusnya, demikian juga Aku memanggil setiap anak-Ku yang Kukasihi justru di saat bagus-bagusnya Aku memanggil dia. Waktu itu akhir tahun Desember, dan itu mestinya ulang tahun dari ibu saya, biasanya yang menyiapkan semua adalah Daniel suami saya, dan dia berencana untuk membagikan Firman bagi saudara kita yang masih belum kenal Tuhan, saat itu saya masih bertanya pada Tuhan: "Tuhan, dalam hal ini saya masih belum mengerti," tapi Tuhan juga memberikan satu pengertian dan Tuhan bertanya: "Bila engkau berpesta, mau mengadakan satu pesta siapa yang kamu undang terlebih dahulu?" Ya memang saat itu saya ingat saudara yang terdekat, kita memberikan undangan dulu supaya mereka ada persiapan untuk hadir. Tetangga masih belum, jadi saya katakan tentu orang yang terdekat saya undang dulu, demikian juga halnya Tuhan, akan memanggil orang yang dekat dulu, bukan berarti yang lain itu tidak dekat kepada Tuhan, itu penghiburan dan satu kekuatan yang diberikan kepada saya saat itu.PG : OK! Jadi pada kasus Ibu benar-benar Ibu harus bergumul mendapatkan jawaban pribadi dari Tuhan, tidak ada jawaban yang universal ya Bu di mana semua orang pasti sama jawabannya?
AY : Tidak
PG : Jadi setiap orang masing-masing berbeda, bagaimana dengan Ibu Indrawati?
IT : Saya tentu mengalami perasaan yang hampir sama dengan ibu Aymee yaitu saya berontak sekali dan setiap hari saya menangis. Dan sebenarnya saya itu sudah menangis dua bulan setiap hari nonstp.
Dan dalam hati saya pertanyaannya sama, mengapa, karena saya belum siap, mengapa Tuhan karena saya belum siap. Tetapi setelah dua bulan berlalu, Tuhan mengetuk hati saya dan memberi jawaban bahwa keputusan Tuhan itu tidak bisa salah. Kalau memang Tuhan mau panggil itu adalah keputusanNya dan itu tidak salah. Saya tidak berani mengatakan baik atau tidak bagi saya tetapi keputusan itu tidak salah dan itu datang dari Tuhan. Dan kalau memang keputusan itu sudah diambil oleh Tuhan pasti Tuhan juga akan memelihara yang ditinggalkan. Jadi saya juga dalam kesempatan ini ingin bersaksi bahwa doa itu mengandung kuasa yang besar. Nah pada saat-saat saya berdukacita yang sedalam-dalamnya, teman-teman khususnya saudara-saudara seiman itu memberi saya dukungan yang luar biasa melalui doa. Dan saat itu saya juga bisa menyaksikan kuasa doa itu, jadi membuat saya makin hari semakin kuat. Dan jawaban itu jelas sekali diberikan kepada saya setelah 2 bulan, maka itu setelah 2 bulan saya berhenti menangis, bukan berarti saya tidak menangis lagi tetapi saya tidak menangis seperti sebelumnya. Dan satu hal yang saya yakini karena dalam dua bulan itu mujizat sudah terjadi yaitu seperti yang saya ceritakan pada kesempatan yang lalu, waktu suami saya meninggal, kami mempunyai hutang yang besar dengan bank dan saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat, tanpa suami dengan dua anak dan saya harus berjuang sendiri untuk melunasi hutang-hutang itu, sesuatu hal yang impossible bagi saya, tidak mungkin bisa. Tetapi dalam hati saya, saya yakin satu hal bahwa Tuhan pasti menolong, aneh sekali, perasaan itu begitu besar dan begitu meyakinkan sehingga anak-anak saya kalau bertanya kepada saya, saya bilang tanya Tuhan, jawabannya ada dalam Tuhan dan Tuhan pasti menolong, saya tahu pasti menolong. Nah saya ingin bersaksi, dengan kematiannya itu Tuhan memakai untuk mempersatukan keluarga dari suami saya, juga dari keluarga saya. Tanpa sepengetahuan saya, mereka dua keluarga itu bisa rembuk bersama-sama dan mengambil keputusan untuk membayar semua hutang yang ada di bank bagi saya. Jadi pada saat itu memang ekonomi Indonesia sudah sulit, untuk mendapatkan uang segitu banyak memang sulit sekali, tidak mudah. Tapi kedua keluarga itu bisa bersatu, mereka berpatungan dan dalam 1 bulan persis saya dibawa ke bank, hutang itu semua dilunasi dan dikeluarkan sertifikat rumah saya sebagai jaminan, jadi puji Tuhan, itu kelihatan sekali mujizat sudah terjadi dalam 1 bulan, hanya dalam 1 bulan. Itu akal manusia tidak akan bisa sampai ke sana.AY : Ya saya dikuatkan melalui Firman Tuhan, saya merenungkan dengan apa yang diberikan kepada saya yaitu tentang saudara seiman yang mengingatkan bahwa rencana Tuhan yang terbaik. Itu saya renngkan, saya pelajari dan memang itu suatu perjuangan, saya harus meyakinkan diri bahwa rencana Tuhan itu adalah yang terbaik bagi saya, khususnya dalam Firman Tuhan juga di
PG : OK! Terima kasih bagaimana dengan Ibu Indrawati?
IN : Ya untuk mengatasi kesepian, saya selalu kembali ke Firman Tuhan, selalu yang saya pikirkan itu adalah Firman Tuhan bahwa Tuhan Yesus adalah bujangan dan Dia bisa menjalankan kehidupanNya egitu murni dan begitu benar di hadapan orang, jadi Tuhan Yesus itu adalah contoh bagi saya, jadi saya terus memandang ke Tuhan Yesus itu yang memberi saya kekuatan yang lauar biasa.
Dan selalu kalau saya merasa kesepian, saya berlutut saya mengatakan kepada Tuhan terus-terang saya kesepian sekali dan sebagai seorang perempuan yang sudah menikah selama 22 tahun tentu juga ada kebutuhan badaniah dan pada saat-saat itu saya selalu bertekuk lutut saya berdoa kepada Tuhan, saya terus-terang mengatakan Tuhan saya kesepian, kesepian sekali dan saya susah dan saya merindukan suami saya. Nah kemudian saya nangis dan Tuhan menolong, selalu.PG : Jadi tangisan itu adalah hal yang positif Bu ya untuk melepaskan ketegangan dan kesepian kita, apalagi waktu kita berdiam juga ya?
IN : Jadi saya membiarkan perasaan saya keluar dengan demikian setelah berdoa dan berserah itu saya merasa ada damai, ada sejahtera lagi.
AY : Untuk mendidik anak, saya bersandar kepada Tuhan ya, karena dalam keterbatasan sebagai orang tua sekalipun masih ada ayah dan ibu, yang terbaik itu adalah pengawasan dari Bapa di sorga. Jai memang saya untuk membimbing anak-anak tidak mandiri dan tidak bergantung kepada siapapun juga, bukan berarti saya lepas, lepas dari tanggung jawab tapi memang saya mau mereka beriman kepada Tuhan.
Saya mengucap syukur bahwa apa yang tidak pernah kita pikirkan itu terjadi, apa yang tertulis diAY : Bisa teratasi karena memang saya memberi waktu untuk Tuhan dan Tuhan pun melimpahkan berkat ya, jadi saya memang lebih banyak memberikan waktu dalam hal pelayanan, tapi dengan waktu saya yng sedikit masih menerima pesanan kue puding memang tidak seperti dulu.
Saya dulu menerima pesanan seperti wedding cake sekarang saya cuma terima lapis malang dan puding, tapi itu cukup bagi saya dengan pesanan-pesanan itu.IN : Ya memang membesarkan anak itu tidak mudah apalagi sebagai seorang tua tunggal, jadi orang tua yang tunggal itu membutuhkan sebenarnya seorang partner untuk sharing khususnya di dalam mengsuh anak-anak.
Dan anak-anak saya dua-duanya sudah menginjak dewasa, jadi mereka itu mempunyai masalah juga dan pergumulan yang sebenarnya saya sendiri tidak bisa mengatasi. Tetapi saya hanya yakin dan percaya satu hal, kalau kami berdua saya dan suami saya sudah mendidik anak-anak sejak kecil di dalam Tuhan, maka waktu mereka menginjak dewasa kami tidak usah begitu khawatir lagi dan tetap saya meminta anak-anak saya pegang Firman Tuhan, memegang Firman Tuhan di dalam hidup mereka. Itu sebagai jaminan hidup, dan saya sungguh bersyukur kepada Tuhan karena kedua anak saya setelah ditinggal oleh ayahnya, justru mereka lebih dewasa di dalam iman dan saya mengucapkan syukur dan puji kepada Tuhan kalau Tuhan itu memang Tuhan yang hidup. Jadi saya berani menyaksikan bahwa Tuhan itu ikut bekerja di dalam setiap bidang kehidupan kami. Dan Tuhan begitu setia tidak pernah meninggalkan, bila Tuhan telah menunjukkan mujizat yang begitu besar dalam satu bulan setelah suami saya meninggal, pasti dalam hal-hal yang kecil itu Tuhan bisa mendukung dan memberi.AY : Yaitu kembali lagi sebagai seorang janda kita memang harus menanggulangi tentang alone yaitu kesepian. Kebutuhan biologi memang tidak bisa dihindari, tapi kembali bahwa kita mempunyai Alla yang Maha Kuasa dan itu dari pribadi kita sendiri apa yang harus kita mau ya saya serahkan semuanya itu kepada Tuhan dan ternyata saya tidak pernah, saya jujur kata setelah melalui ½ tahun dalam pergumulan, Tuhan berikan satu kekuatan khusus.
Ya saya selalu ingat dengan suami saya tapi saya tidak pernah kesepian, dan saya tidak merasakan kebutuhan dalam mendapatkan kasih dari suami, karena saya cukup mendapat kasih dari Allah Bapa yang menghibur dan memberikan kekuatan khusus baik bagi saya maupun bagi anak-anak saya yang sering saya tinggal.PG : Jadi maksud Ibu meskipun sepi, tapi kesepian itu tidak menguasai Ibu ya, karena Tuhan yang mengisi kesepian itu.
AY : Betul, dan benar-benar memang tidak merasa kesepian
PG : Puji Tuhan.
IN : Sebagai seorang janda yang sudah ditinggalkan suami saya 2 tahun, sekarang ini saya berpendapat bahwa bujangan atau kesendirian atau menikah itu tidak lebih baik satu daripada yang lain, dn saya yakin hal itu.
Yang penting adalah hidup di dalam rencana Tuhan, jika rencana Tuhan terhadap saya memang saya harus hidup sendirian saya menerima hal itu dengan rela. Karena mungkin dengan kesendirian saya, saya diberikan keleluasaan untuk melayani Tuhan untuk bekerja lebih leluasa, dan lebih luas lagi memancarkan kasih saya kepada sesama saya.PG : OK! Terima kasih Bu Indrawati dan Ibu Aymee, saya teringat Firman Tuhan yang dicatat di kitab
GS : Dan sekali lagi banyak terima kasih Bu Indrawati dan Ibu Aymee. Demikianlah tadi saudara pendengar yang kami kasihi di dalam Tuhan Yesus Kristus, kami telah persembahkan sebuah perbincangan yang sungguh sangat menarik dan istimewa sekali bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, bersama Ibu Indrawati Tambayong, Ibu Aymee, ibu Idajanti raharjo dan saya sendiri Gunawan Santoso. Apabila Anda berniat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Kami juga ucapkan banyak terima kasih kepada Anda yang sudah berkirim surat kepada kami untuk memberikan tanggapan, tetapi kami tetap menantikan saran-saran, pertanyaan dari Anda. Sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
4. Gangguan Stress Pasca Trauma | |
Stress yang muncul akibat pengalaman yang mengerikan yang terjadi di masa lampau. Dan mempengaruhi dia dalam waktu yang sangat lama.
Trauma berarti peristiwa yang mengerikan yang sangat menakutkan. Di dalam salah satu diagnosis ilmu gangguan jiwa ada yang disebut dalam bahasa Inggrisnya PTSD yaitu Post Traumatic Stress Disorder artinya adalah gangguan stres pasca trauma, stres yang muncul dan berkelanjutan namun stres ini sebetulnya timbul sebagai akibat pengalaman yang mengerikan yang kita alami pada masa lampau.
Salah satu tanda penderita PTSD adalah sering diserang oleh mimpi buruk, malam hari terbangun dengan keringat dingin, ketakutan karena mengalami mimpi buruk yang sangat mengerikan. Dan mimpi buruk itu sangat unik, unik dalam pengertian mempunyai tema yang sama, jadi temanya adalah tema yang mengerikan.
Cara menghilangkannya:
Mengenali dulu apa yang menjadi penyebab gangguan itu, sebab tidak sama dalam setiap kasus.
Kembali lagi pada peristiwa saat itu, dan mengeluarkan emosi yang seharusnya dia keluarkan saat itu. Tentunya dengan bantuan seorang ahli terapi dia mengunjungi kembali saat itu dan mengeluarkan perasaannya yaitu perasaan takut, marah, diekspresikan semua.
Setelah itu baru masuk ke yang disebut di dalam ilmu terapi ke arah yang bersifat kognitif. Yaitu penyembuhan kognitif artinya dia akan diajar atau mulai belajar melihat hidup ini atau situasi ini dengan kaca mata yang berbeda.
Orang yang mengalami gangguan stres pasca trauma ini biasanya menempatkan dirinya sebagai orang yang tak berdaya, nah ini yang perlu disampaikan kepada mereka "TIDAK!" engkau sekarang berdaya, engkau tidaklah setidak berdaya pada waktu engkau masih kecil. Jadi harus dilawan dan diberikan prespektif yang lebih luas.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Rahardjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, seorang pakar dalam bidang bimbingan dan konseling yang kini juga aktif mengajar di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan membicarakan suatu topik "Gangguan Stres Pasca Trauma".
(1) PG : Baik Pak Gunawan, yang pertama adalah saya ingin menjelaskan apa yang dimaksud dengan istilah trauma. Trauma itu berarti peristiwa yang mengerikan yang sangat menakutkan, jadi di dalamsalah satu diagnosis ilmu gangguan jiwa ada yang disebut dalam bahasa Inggrisnya PTSD yaitu "Post Traumatic Stress Disorder" jadi artinya adalah gangguan stres pasca trauma.
Jadi stres yang muncul dan berkelanjutan namun stres itu sebetulnya timbul setelah atau sebagai akibat pengalaman mengerikan yang kita alami di masa yang lampau.PG : Misalnya salah satu yang langsung saya ingat adalah masalah perkosaan Pak Gunawan, misalnya seseorang atau seorang gadis disergap pada waktu malam dan kemudian diperkosa atau dia waktu peri dengan teman-temannya tiba-tiba dicegat dan kemudian diperkosa, nah peristiwa itu akan menjadi trauma, peristiwa yang sangat mengerikan bagi dirinya.
Dan itu akan menyertai dia untuk waktu yang sangat lama.PG : Bisa meskipun perkiraan saya tidak seberat kasus PTSD itu, soalnya benar-benar dia menyaksikan atau mengalami suatu peristiwa yang mengerikan. Tapi saya kira ada dampaknya ya. Saya tahu dimasyarakat yang lebih tradisional cerita-cerita setan itu cukup merakyat dan itu memang bisa menimbulkan ketakutan pada diri anak yang saat itu belum siap untuk menerima kisah-kisah yang terlalu mengerikan.
PG : Memang biasanya lain ya Bu meskipun tidak selalu nampak, sebagai contoh yang cukup umum terjadi, anak yang dibesarkan dalam rumah di mana dia harus menyaksikan orang tua berkelahi. Nah perelahian orang tua bisa menjadi trauma bagi anak, meskipun mungkin tidak sama dengan dia melihat suatu pembunuhan, tapi bisa menjadi trauma yang membekas pada diri anak.
Misalkan dia menyaksikan ayah memukul ibu dengan sadis atau dia melihat ibunya berteriak-teriak histeris kemudian melempar barang, memecahkan barang, bagi anak umur 4 tahun menyaksikan peristiwa seperti ini adalah suatu trauma, sebab jiwa si anak belum siap untuk bisa memahami dan menahan beratnya beban peristiwa tersebut. Jadi anak itu benar-benar tidak berdaya, tidak memiliki perlindungan yang cukup untuk bisa menjaga jiwanya. Nah, akibatnya peristiwa itu benar-benar tertanam dalam benaknya dengan begitu kuat, sehingga waktu dia sudah besar kalau dia cukup sering menyaksikan itu, misalkan sebulan sekali dia menyaksikan orang tuanya berkelahi seperti itu. Kalau dimulai dari umur 5 tahun menyaksikan itu dan dia tinggal misalnya sampai umur 15 tahun saja, 10 tahun dia menyaksikan ayah ibunya bertengkar dan berkelahi. Berarti 10 tahun x 12 kali berarti sekitar 120 kali dia menyaksikan peristiwa seperti itu. Memang akan terbentuk toleransi dari dalam dirinya yaitu kemampuan untuk menerima ya jadi bertahan dalam situasi seperti itu karena terpaksa dan dia akan bisa bertahan. Namun dalam keberhasilannya bertahan itu tidak berarti dia lepas dari dampak trauma itu. Dia akan menjadi orang yang misalnya saja peka sekali dengan ketegangan, begitu ada orang yang menaikkan nada suara agak sedikit tegang, dia tegang dia akan merasa sepertinya ada sesuatu yang buruk akan menimpanya. Jantungnya mulai dag-dig-dug, dag-dig-dug dan tubuhnya mulai menegang dan keluar keringat dingin. Nah itu ciri-ciri atau gejala-gejala yang lebih ringan daripada mimpi buruknya pada waktu malam.PG : Dia tidak mengerti tapi itu tetap mempengaruhi dia, sebab kalau kita perhatikan anak-anak kecil yang berumur 2, 3 bulan pun kalau sedang menangis kita marahi dia akan makin menangis. Dan mnangisnya itu bukan menangis marah tapi menangis ketakutan sebetulnya (GS : Itu reaksi yang dia tunjukkan kepada kita) betul, jadi meskipun anak itu belum bisa menjelaskan dengan bahasa verbal tapi sebetulnya dia sudah mengalami rasa takut itu.
Jadi trauma itu tetap membekas pada dirinya. Saya tahu ada suatu kasus di mana seseorang hamil, hamilnya itu hamil tua sudah di atas 5 bulan kalau tidak salah, kemudian rumahnya dirampok nah ini saya bukannya mau membicarakan klien saya, saya tidak membicarakan kasus konseling saya, tapi ini saya mendengar cerita. Bagaimana dia takut sekali sewaktu dirampok dan akhirnya dia melarikan diri ngumpet/bersembunyi di kamar dan berteriak-teriak histeris, karena rumahnya sedang dijarah di luar. Anak yang dikandungnya mati, gugur langsung sedangkan dia sudah hamil tua saat itu, jadi pertanyaan yang timbul 'kan anak itu tidak mengerti sebetulnya dirampok itu apa, tapi si anak yang masih dikandung itu sangat merasakan ketakutan si mama yang mengalami shock yang sangat besar. Sehingga akhirnya menggoncangkan diri anak, anak itu mati, gugur, nah ini kisah nyata.PG : Sangat terpengaruh, jadi meskipun belum bisa berpikir seperti kita tapi sudah bisa merasakan Pak Gunawan dan Ibu Ida.
PG : Pertama-tama dia harus mengenali dulu apa yang menjadi penyebab gangguan itu, sebab tidak sama dalam setiap kasus. Setelah dia bisa mengingatnya dengan bantuan seorang ahli terapi, seyogyaya dia kembali lagi ke saat itu, jadi dia menghidupkan kembali memorinya, mengunjungi kembali masa di mana dia mengalami peristiwa tersebut.
Dan mengeluarkan emosi yang seharusnya dia keluarkan saat itu, tapi mungkin karena ketakutannya atau apa dia tidak bisa mengeluarkan emosi itu. Atau dia sudah mengeluarkan emosinya, mengekspresikan perasaannya, namun belum cukup. Rupanya harus berlanjut pengekspresian emosi dan ketakutannya itu, nah karena tidak dilakukan sekaranglah saatnya. Jadi dia perlu kembali ke masa tersebut dan mengeluarkan emosi-emosi yang terpendam dan setelah itu dia mulai akan merasa lebih lega. Nah setelah itu berlalu baru dia masuk ke yang disebut (ini di dalam ilmu terapi) ke arah yang bersifat kognitif. Yaitu penyembuhan kognitif, artinya dia akan diajar atau mulai belajar melihat hidup ini atau situasi ini dengan kaca mata yang berbeda. Dulu dia itu dalam keadaan tidak berdaya, tapi sekarang dia dalam keadaan yang lebih berdaya. Dulu misalkan sewaktu orang tuanya berkelahi dia tidak bisa berbuat apa-apa, tapi sekarang dia sudah besar, nah adakalanya orang-orang yang mengalami gangguan stres pasca trauma ini tetap menempatkan dirinya sebagai orang yang tak berdaya, nah ini yang perlu kita sampaikan kepada mereka bahwa "Tidak! Engkau sekarang berdaya, engkau tidaklah setidak berdaya pada waktu engkau masih kecil." Jadi akhirnya harus dilawan dan diberikan perspektif yang lebih luas. Namun saya sadari ini memang berat sekali.PG : Yang saya maksud dengan kembali bukannya kembali mengunjungi tempat kejadiannnya bukan secara fisik, tapi secara emosional. Jadi dengan bantuan seorang ahli terapi dia mengunjungi kembali aat itu dan mengeluarkan perasaannya yaitu perasaan takutnya, perasaan marahnya biar diekspresikan semuanya.
Dia mungkin akan menangis, dia akan berteriak tapi setelah dia mengeluarkan emosi itu dia akan lebih lega. Namun tetap perasaan was-was akan muncul dan misalkan dia sudah menikah tidak bisa tidak ini menimbulkan dampak Pak Gunawan dan Ibu Ida, karena peristiwa yang serupa kalau dialami meskipun dalam konteksnya berbeda akan memicu kembali keluarnya peristiwa traumatis yang dialami dulu itu. Dan kita sadar bahwa perkosaan adalah suatu tindakan kekerasan yang melibatkan seks. Jadi sewaktu dia menikah dan melakukan hubungan intim dengan suami dia akan merasa takut juga, karena adanya kesamaan. Jadi kita yang pernah mengalami suatu peristiwa traumatis, kita akan berhati-hati, akan sangat was-was dengan hal-hal yang mirip dengan peristiwa traumatis itu, dengan bahaya yang pernah kita alami itu.PG : Ya kalau si suami tidak mengerti memang ini menimbulkan masalah karena pertolongan justru harus muncul dari suaminya. Jadi suami yang dengan pengertian dan kelemahlembutan, mulai mengajak i istri untuk percaya bahwa tidak saya ini lain dari orang lain, bahwa saya ini mengasihi engkau dan dia akan bisa menjadi penolong yang berpotensi untuk memulihkan si wanita ini.
PG : Biasanya ya Pak Gunawan, jadi kita yang pernah mengalami peristiwa traumatis tertentu cenderung berusaha menjauhkan diri dari segala sesuatu yang mirip dengan peristiwa itu. Nah dalam kasu ibu ini dia akan ekstra hati-hati menjaga anak-anaknya terutama yang putri, jadi dia akan misalnya berkata: "Jangan dekat dengan pria! Hati-hati dengan pria! Jangan jalan sendirian!" Jadi dia akan menanamkan sebetulnya rasa takut pada diri si anak.
PG : Tidak perlu, tidak perlu sampai anak itu dewasa, kalau dia mau menceritakan ya silakan tapi juga tidak harus. Namun yang perlu dia ceritakan adalah kepada suaminya, suaminya harus tahu halitu dan bisa memaklumi dia.
PG : Biasanya ya Ibu Ida, karena begini ya, saya berikan contoh misalkan kita malam hari keluar terus ditodong, jam kita diambil misalnya. Saya kira setelah peristiwa tersebut mungkin selama 2,3 bulan kita agak enggan keluar malam karena peristiwa tersebut membayang, jangan-jangan sekarang waktunya saya ditodong lagi.
Dan waktu kita jalan malam hari misalnya, ada orang yang berjalan di belakang kita, kita akan merasa takut sekali. Jadi segala sesuatu yang mirip dengan peristiwa traumatis tersebut akan membangkitkan rasa takut kita. Saya pikir ini memang adalah reaksi yang normal ya, manusia senantiasa berusaha untuk melindungi diri atau menjaga diri jangan sampai mengalami ancaman bahaya. Sekali dia gagal, sekali dalam pengertian gagal, kecolongan ya setelah dicuri, ditodong atau apa dia akan benar-benar berusaha dua kali lipat lebih keras untuk melindungi dirinya untuk menjaga dirinya, jangan sampai hal ini terulang lagi. Nah caranya adalah dengan ekstra hati-hati Bu Ida, jadi waktu dia jalan begitu mendengar ada suara kaki di belakangnya dia akan langsung secara otomatis bersiap-siap untuk lari atau untuk apa karena dalam dirinya sudah ada perintah naluriah yang memerintah dia untuk berjaga-jaga jangan sampai terjadi lagi. Kita tidak mau mengalami sakit dua kali soalnya Ibu Ida.PG : Betul, ini banyak dialami juga dalam kasus yang lebih ringan Pak Gunawan misalnya seseorang mengalami patah cinta tiga kali berturut-turut dalam waktu 3 tahun misalnya. Sebelum dia berani emulai dengan yang keempat, saya kira dia akan berpikir 1000 kali untuk mencintai seseorang, karena luka yang dialaminya itu tetap membekas.
PG : Tergantung parahnya dan kekuatan orang itu, jadi semakin parah semakin lama dan semakin lemah diri orang tersebut semakin juga lama. Tapi kalau orang itu berani dan memiliki kekuatan biasaya prosesnya bisa lebih cepat dalam waktu beberapa bulan bisa keluar dari masalahnya.
Maksud saya begini, yang biasanya jadi penghalang terbesar pada akhirnya adalah diri orang tersebut. Waktu misalkan dalam terapi saya mengajak orang tersebut untuk kembali ke peristiwa-peristiwa traumatis yang dialaminya. Cukup banyak orang yang tidak berani kembali, karena begitu takutnya. Jadi dalam dirinya ada suatu konflik, konflik di mana pada satu sisi peristiwa yang menakutkan itu ingin keluar kembali tapi di pihak lain ada tangan dalam dirinya yang mencoba menekan agar peristiwa tersebut tidak muncul. Nah, waktu konselor berusaha untuk membawa dia kembali, otomatis reaksi dalam dirinya adalah melawan, tidak mau kembali ke peristiwa tersebut, justru dia ingin melupakannya. Namun masalahnya dia tidak bisa melupakannya, justru dia itu datang kepada konselor karena dia diganggu oleh perasaan-perasaan tegang ini, namun untuk bisa lepas dari perasaan tegang ini dia harus kembali ke sana. Nah saya temukan ada orang yang berani, nekad kembali dan orang yang seperti itu akhirnya lebih cepat sembuh.PG : Saya harus akui Pak Gunawan adakalanya ayat-ayat ini memang menjadi kekuatan bagi diri mereka, tapi adakalanya ketakutan mereka terlalu besar. Dan akhirnya malah mengalahkan firman Tuhan, alam pengertian mereka tidak bisa lagi mengamini dan menerima ayat atau menerima Firman Tuhan ini, janji Tuhan ini, sebab mereka terlalu takut.
PG : Untuk sampai gila ya, gila itu istilah yang memang sangat umum misalkan kalau secara klinisnya kita sebut dia menderita schizofrenia, ya tidak sampai sejauh itu ya tidak. Namun yang lebih ering terjadi adalah dia dirundung oleh kecemasan yang tinggi, mudah takut, mudah tegang dan emosinya labil.
Mudah turun naik kalau misalnya marah tidak bisa menguasai rasa marah, misalnya sedih benar-benar dirundung kesedihan yang dalam. Jadi kehidupan emosinya sangat labil sekali.PG : Betul.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, jadi dikatakan di firman Tuhan di kitab Ibrani bahwa kita mempunyai Imam Besar yang mengerti kelemahan kita, sebab Diapun dicobai namun tidak berdosa. Jadi Tuhan engerti penderitaan kita sebab Dia mengenal penderitaan, tapi Dia tidak jatuh ke dalam dosa.
Jadi waktu kita berdoa dalam kesakitan kita, ketakutan kita, ketegangan kita, Tuhan mengerti.PG : Betul, dan Tuhan tidak akan memarahi kita Pak Gunawan, adakalanya kita berpikir Tuhan pasti kesal melihat kita anak-anakNya kok tidak berani menghadapi fakta hidup dan malah ketakutan, tap Tuhan mengerti, Tuhan mengerti bahwa yang kita alami ini bukannya masalah takut atau berani, tapi ini adalah masalah gangguan yang kita alami pada masa-masa lampau terutama pada masa kecil yang terlalu berat untuk kita tanggung.
PG : Betul, salah satu dampak yang kadang muncul dalam kasus perkosaan, wanita merasa tidak lagi berharga Pak Gunawan, mereka merasa sudah cacat. Nah saya ingin membagikan satu ayat kepada merea yang mungkin pernah mengalami peristiwa yang serupa.
Di sini diPG : Betul, betul Ibu Ida.
PG : Betul.
GS : Baik demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan sebuah perbincangan tentang Gangguan Stres Pasca Trauma atau 'Post Traumatic Stress Disorder' bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga) dan kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan dan dukungan Anda sangat kami nantikan. Terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
5. Penderitaan Manusia 1 | |
Orang yang menderita adalah orang yang mengalami peristiwa yang menyakitkan dan tidak diduganya. Ciri dan karakteristik penderitaan itu datang pada saat kita tidak siap. Dalam materi ini disajikan delapan jenis penderitaan yang sesuai dengan firman Allah.
Orang yang menderita adalah orang yang mengalami suatu peristiwa yang sangat menyakitkan yang tidak diharapkannya atau tidak diduganya. Dan memang itulah salah satu ciri atau karakteristik dari penderitaan yaitu penderitaan datang menimpa kita di saat kita tidak siap. Jadi kalau orang bertanya bagaimanakah mempersiapkan diri untuk menderita, saya kira jawabannya adalah kita tidak bisa benar-benar mempersiapkan diri, sebab kalau kita pikir memang kita tidak akan pernah siap untuk menderita. Sigmund Freud menelorkan suatu teorinya yang berkata bahwa manusia itu bergerak menjauhkan diri dari penderitaan atau rasa sakit dan mendekati atau mendekatkan diri pada yang nikmat, maka prinsipnya itu disebut prinsip kenikmatan. Jadi memang pada dasarnya kita makhluk yang tidak suka dengan penderitaan.
Ada 8 jenis penderitaan yang dipaparkan oleh Firman Tuhan yaitu:
Penderitaan yang muncul akibat pembelaan Firman Tuhan. Jadi adakalanya kita menderita karena kita membela kebenaran Tuhan atau atau mentaati kehendak Tuhan.
Tuhan mengizinkan kita menderita untuk kpentingan kita sendiri, contohnya Paulus dalam
Ada beberapa tahapan yang biasa terjadi sewaktu kita mengalami musibah:
Kita marah sekali, tidak terima kenapa kita harus mengalami ini.
Kita tawar-menawar dengan Tuhan.
Menyadari bahwa penderitaan itu tidak bisa kita elakkan dan tidak bisa lagi kita tawar-menawar jadi harus kita hadapi.
Depresi, kita akhirnya dirundung oleh kesedihan yang luar biasa, tiba-tiba hidup kita ini tidak lagi ada artinya.
Penerimaan, tahap ini adalah tahap di mana kita akhirnya berhasil mengatakan ya saya menerima.
Kita menderita karena gangguan/perbuatan iblis, contoh Ayub orang yang memang luar biasa diganggu oleh iblis.
Kita menderita karena perbuatan orang lain, kelalaian maupun kejahatan orang lain. Misalnya kita tertabrak, kita dirampok dsb.
Menderita karena hukuman Tuhan atas perbuatan dosa. Contoh Tuhan menghukum raja herodes, seorang raja yang kejam.
Kita menderita karena kita dalam perjuangan melawan atau sedang mengatasi pencobaan.
Kita menderita karena alam di mana kita tinggal sudah tercemar tidak lagi berimbang. Misalnya karena bencana alam, banjir.
Kita menderita karena kemanusiaan kita misalnya kematian. Kematian adalah bagian dari kemanusiaan kita.
Tuhan mengatakan kita akan berdukacita, berdukacita sebetulnya adalah kita kehilangan orang yang berharga, yang penting, yang dekat dengan kita. Tapi berdukacita bisa juga karena kita kehilangan sesuatu yang kita senangi, yang kita hormati, kita mau jadikan itu sebagai hidup kita. Tuhan tekankan ada penderitaan yang mengakibatkan kita berdukacita. Dukacita itu bagian dari kehidupan.
Memang akan ada penderitaan, memang akan ada dukacita tapi Tuhan berkata akan dihiburkan.
Yang perlu kita lakukan untuk menyikapi penderitaan yang menimpa kita sbb:
Tidak tergesa-gesa mencari tahu siapa yang bersalah, siapa yang bertanggung jawab dalam penderitaan kita. Kita lihat dulu apa yang sedang kita derita, jenis apa setelah itu baru kita bisa menyikapinya. Kita mempunyai 3 sikap ekstrim :
Kita lihat dulu apa yang sedang kita derita, jenis apa setelah itu baru kita bisa menyikapinya. Misalnya adanya gempa bumi rumah kita runtuh, dalam keadaan seperti ini kita tidak usah menyalahkan siapapun, tidak menyalahkan Tuhan, tidak menyalahkan orang lain, tidak menyalahkan diri sendiri.
Kalau kita tahu ini bukan hal yang berkaitan dengan hukuman Tuhan jelas kita mencari Tuhan untuk mendapatkan penghiburan dariNya. Jadi kita berdoa agar Dia memberikan kekuatan yang sepadan dengan beban penderitaan yang sedang kita tanggung.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Penderitaan Manusia". Kami percaya acara ini pasti akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Orang yang menderita adalah orang yang mengalami suatu peristiwa yang sangat menyakitkan, tidak diharapkannya atau tidak diduganya. Dan memang itulah salah satu ciri atau karakteristik dar penderitaan Pak Gunawan.
Yaitu seringkali penderitaan datang menimpa kita di saat kita tidak siap, jadi kalau orang bertanya bagaimanakah mempersiapkan diri untuk menderita? Saya kira jawabannya adalah kita tidak bisa benar-benar mempersiapkan diri, sebab kalau kita pikir memang kita tidak akan pernah siap untuk menderita. Secara naluriah dan alami kita adalah manusia yang menjauhkan diri dari rasa sakit, itulah sebabnya Sigmund Freud menelorkan suatu teorinya yang berkata bahwa manusia itu bergerak menjauhkan diri dari penderitaan atau rasa sakit dan mendekatkan diri pada yang nikmat. Maka prinsipnya itu disebut kenikmatan. Jadi memang pada dasarnya kita makhluk yang tidak suka dengan penderitaan.PG : Betul, jadi ada yang bisa dilihat secara kasat mata, misalkan orang yang sedang sakit dan menderita tapi ada juga yang tidak bisa dilihat secara kasat mata yakni penderitaan batiniah yang da dalam diri kita.
Nah waktu kita menderita seringkali kita ini mencari jawaban atas pertanyaan mengapa harus saya yang menderita seperti ini. Nah sewaktu kita bertanya seperti itu yang sebetulnya sedang kita cari adalah tujuannya, jadi waktu kita bicara tentang alasan kita sebetulnya sedang mencari tujuan. Apakah penderitaan saya ini membawa saya kepada suatu tujuan tertentu. Nah jadi kalau kita bisa menemukan jawabannya itu akan sedikit banyak memberikan kita alasan yang menguatkan kita untuk bertahan. Kalau kita menderita dan kita tidak bisa menemukan jawabannya atau alasan mengapa kita harus menderita, seringkali kita lebih merasakan lemah dan rasanya tidak kuat lagi menanggung itu semua.PG : Saya sekurang-kurangnya mendapatkan ada 8 jenis penderitaan yang dipaparkan oleh Firman Tuhan di Alkitab. Yang pertama adalah suatu penderitaan yang muncul akibat pembelaan Firman Tuhan. Jdi adakalanya kita menderita karena kita menegakkan kebenaran Tuhan atau menyebarkan Injil Tuhan kepada orang yang tidak mau menerimanya, sehingga akhirnya kita mendapatkan penderitaan.
Nah itu banyak dialami oleh banyak tokoh Alkitab para martir. Misalkan Paulus mengalami banyak sekali penderitaan karena orang tidak selalu siap menerima apa yang dia katakan tentang Firman Tuhan. Yohanes Pembabtis akhirnya mati dipancung karena mengatakan kebenaran Firman Tuhan, jadi banyak sekali contoh-contoh. Yakobus salah satu rasul Tuhan juga akhirnya harus tewas di tangan raja Herodes. Jadi mereka semua adalah contoh orang-orang yang menderita karena memberitakan kebenaran Tuhan.PG : Betul, jadi ada waktu tertentu di mana kita membela kebenaran Tuhan, kita menderita. Dan Firman Tuhan sendiri pun pernah berkata bahwa ia yang ingin hidup kudus akan menderita, jadi seringali kita harus menghadapi orang yang tidak menyenangi kebenaran Firman Tuhan.
PG : Tepat sekali, kategori ini adalah kategori yang dapat disimpulkan memikul salib, jadi benar-benar kita menderita karena membela kebenaran Tuhan. Itu yang dikatakan di Matius pasal 5 sewakt Tuhan sedang mengajarkan tentang bagaimana seharusnya kita ini hidup sebagai orang Kristen, khotbahnya yang dikenal sebagai khotbah di atas bukit.
Yang terakhir adalah berbahagialah jikalau orang menganiaya kamu oleh karenaKu.PG : Betul, dan seringkali itu yang terjadi Pak Gunawan dan Ibu Ida, misalkan kita lihat kasus seperti di RRC (Cina). Sebelum komunis mengambil alih sebelum tahun '49 orang Kristen saya tidak igat jumlahnya tapi berjumlah tidak terlalu banyak, namun setelah komunis mengambil alih dan mereka menganiaya orang-orang Kristen justru orang Kristen bertambah.
Jadi rupanya memang tatkala orang Kristen mengalami penderitaan mereka akhirnya terpaksa atau dipaksa untuk lebih bersandar kepada Tuhan. Dan dalam kesusahan itu Tuhan bekerja dengan lebih nyata pula sehingga akhirnya lebih banyak orang yang datang kepada Tuhan. Justru adakalanya kita melihat dalam zaman kemakmuran kita terlena dan akhirnya justru banyak kemunduran iman terjadi di zaman kemakmuran.PG : Yang berikutnya adalah kita menderita untuk kepentingan kita sendiri, ini dipaparkan oleh rasul Paulus di
PG : Bisa, jadi bersifat fisik diduga dia mengalami dua kemungkinan juga mungkin fisiknya sedang sakit, lemah atau mungkin mentalnya yang lemah tapi tidak dapat dipastikan.
PG : Rupanya ya, sebab dalam ayat-ayat tersebut Paulus dengan jelas dia mengatakan dia memohon kepada Tuhan agar Tuhan menyingkirkan atau melepaskan dia. (GS : Tetapi Tuhan berkata cukup anugerhKu bagimu ya) betul.
PG : Mungkin dalam kasus itu justru kita melihat suatu penggenapan dari janji Tuhan, seperti yang tadi Pak Gunawan sudah singgung, memang Tuhan akhirnya menjawab Paulus : Anugerah-Ku cukup bagiu! Dalam kasus tadi saya bisa katakan bahwa orang itu mengalami kepenuhan anugerah Tuhan bahwa anugerah Tuhan cukup baginya sehingga walaupun dia menderita, dia bisa melaluinya dengan kekuatan Tuhan.
Tapi saya tidak bisa menyangkal bahwa mungkin saja ada waktu-waktu tertentu dia menderita, rasa sakit. Saya belum lama ini menyaksikan seorang anak Tuhan meninggal dunia. Mungkin hampir setahun menderita kanker, dan karena penderitaannya itu dia tidak bisa lagi berjalan, dia harus terbaring di tempat tidur. Dan saya menyaksikan sakitnya itu, dia sampai kadang-kadang harus pingsan karena menahan sakit yang sangat luar biasa. Dalam penderitaannya itu adakalanya dia menceritakan pengalamannya dengan Tuhan, bagaimana dia akhirnya mendapatkan mimpi melihat sorga. Jadi ada waktu di mana dia sangat dikuatkan dan bagikan itu kepada saya, saya merasa dikuatkan. Tapi tidak bisa saya sangkal, banyak sekali waktu di mana dia menderita.PG : Betul sekali Ibu Ida, jadi sebetulnya memang ada tahapannya, tahapan yang kita lalui sewaktu kita mengalami musibah atau penderitaan. Sebetulnya ini bukan ide saya, jadi saya meminjam pandngan dari seseorang yang bernama Elisabeth Kubler Ross.
Dia memaparkan tahapan pertama sewaktu kita mengalami musibah adalah kita ini marah sekali, tidak kita terima kenapa kita harus mengalami ini dan berikutnya adalah kita mengalami kemarahan, kenapa kita harus mengalami hal seperti ini, tidak selayaknya hal ini menimpa saya. Tidak bisa kita sangkali Bu Ida, saya kira setiap orang mempunyai suatu anggapan bahwa penderitaan akan menimpa orang lain bukan saya, jadi waktu penderitaan menimpa kita tidak bisa kaget, kita ini tidak menyangka hal ini akan menimpa kita, jadi reaksi marah biasanya reaksi yang umum muncul. Setelah reaksi marah dan menyangkali bahwa kita ini tidak bisa lagi mengelak dari musibah tersebut, mulailah kita ini tawar-menawar dengan Tuhan. Kalau saya sembuh saya akan melayani Tuhan, kalau saya sembuh apapun yang Kau minta akan saya berikan kepadaMu Tuhan. Tahap ketiga adalah kita akhirnya menyadari bahwa penderitaan itu tidak bisa kita hindari dan tidak bisa lagi kita tawar-menawar jadi harus kita hadapi. Nah tahap keempat adalah tahap depresi, kita akhirnya dirundung oleh kesedihan yang luar biasa, tiba-tiba hidup kita ini tidak ada lagi artinya, semua harapan punah. Nah mudah-mudahan setelah tahap keempat itu kita bisa masuk ke tahap yang kelima yaitu tahap penerimaan. Tahap ini adalah tahap di mana kita akhirnya berhasil mengatakan ya saya menerima, saya mengakui inilah problem saya, penderitaan saya, saya tidak bisa mengelakkan diri, menghindari diri dari problem ini jadi saya akan harus hadapi, nah itu mudah-mudahan tahap yang kelima itu bisa kita semua lalui. Namun tidak bisa disangkal ada orang yang berhasil tahap kelima terakhir itu.PG : Penuh dengan kemarahan dan depresi akhirnya (GS : Jadi kembali ke proses yang ketiga lagi) ke depan lagi. Dan tawar-menawar lagi, tidak berhasil marah lagi ke tahap yang kedua.
PG : Betul.
PG : Kalau ditanyakan apakah bisa jawabannya pasti adalah bisa dalam pengertian orang bisa memilih untuk bunuh diri. Tapi kalau ditanya apakah boleh jawabannya tidak boleh, jadi Tuhan tidak meninginkan kita bunuh diri.
Jelas alasannya yaitu nomor satu waktu kita bunuh diri kita membunuh seseorang, meskipun kita berkata saya sendiri yang saya bunuh tapi tetap kita membunuh seseorang. Kedua adalah kita membunuh makhluk ciptaan Tuhan sendiri dan hanya Tuhan yang berhak untuk mengambil nyawa seseorang sebab kita tidak memiliki hak itu.PG : Meskipun harus saya akui Bu Ida saya percaya Tuhan memang berkata bahwa Dia tidak akan memberikan pencobaan yang melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya, bahkan di dalam saat itupun Diaakan memberikan kita jalan keluar.
Saya melihat jalan keluar itu Bu Ida dalam kasus yang pernah saya hadapi, tapi harus saya akui bahwa rasanya penderitaan yang dialami oleh orang-orang ini melampaui kekuatannya. Seperti dalam kasus yang tadi saya sebut itu, baru saja dia meninggal kira-kira tiga minggu yang lalu. Tapi sebelum itu saya melihat dia menderita luar biasa, itu benar-benar penderitaan yang luar biasa beratnya sampai bisa pingsan karena kesakitan, begitu sakitnya sampai pingsan luar biasa.PG : Ada, ya ini berkaitan juga dengan yang tadi Paulus katakan
PG : Itu yang dimaksud dengan kerasukan setan, jadi adakalanya kita bisa diganggu seperti itu, tapi saya kira iblis tidak hanya mengganggu kita dengan cara yang begitu vulgar tetapi bisa juga dngan membanting-banting, merasuk dalam diri kita.
Adakalanya iblis memang mengganggu dan menyerang kita dengan cara yang lebih halus dan akhirnya kita pun bisa dibuat susah olehnya.PG : Betul, jadi itu adalah perbuatan iblis tapi memang diizinkan demi kebaikan Paulus.
PG : Tidak, karena Tuhan bukan Tuhan yang jahat.
PG : Saya ingat sekali Firman Tuhan di Mazmur yang berkata: "Dia jatuh tapi tidak akan tergeletak." Jadi anak Tuhan bisa bongkok sedikit ya karena serangan-serangan itu tapi tidak akan ergeletak.
Jadi akan ada kekuatan Tuhan, campur tangan Tuhan yang akan terus menopangnya sehingga tidak sampai dia itu tergeletak.PG : Kalau ditanya apakah anak Tuhan, orang Kristen yang akhirnya mengambil jalan pintas ada, apakah seharusnya tidak, apakah Tuhan berkenan, pasti tidak juga. Tapi kita harus akui kita ini mansia lemah, adakalanya mengambil keputusan tanpa pemikiran yang panjang karena kita terlalu menderita.
PG : Betul sekali, jadi iblis hanya akan merusak batin, jiwa seseorang, tubuh seseorang tapi tidak akan mungkin dia mencabut nyawa tanpa seizin Tuhan sebab Tuhanlah yang memang mempunyai hak Tuggal.
PG : Ada, yang seringkali menjadi topik pembicaraan kita. Yaitu adakalanya kita menderita karena perbuatan orang lain jadi dengan kata lain kita menjadi korban kelalaian atau kejahatan orang lan.
Saya sebut kelalaian sebab adakalanya orang tidak bermaksud jahat atau dengan sengaja mencelakakan kita tapi bisa akhirnya mencelakakan kita. Jadi misalnya kita lagi jalan kemudian ditabrak oleh mobil. Mobil itu tidak sengaja menabrak kita, dia menghindarkan diri dari tabrakan yang lain, akhirnya kita yang kena, jadi itu karena kelalaian. Tapi bisa juga karena kejahatan orang lain, misalkan kita dirampok, ditusuk dan berbagai macam kejahatan yang lain-lainnya.PG : Masih dalam kelompok yang sama akhirnya memang kita menderita karena perbuatan orang lain dan itu sering terjadi.
PG : Betul.
GS : Baiklah demikian tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan ke hadapan anda sekalian sebuah perbincangan seputar penderitaan yang kita alami masing-masing bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini kami persilakan anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dari studio kami mengucapkan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
6. Penderitaan Manusia 2 | |
Lanjutan dari T22A
Orang yang menderita adalah orang yang mengalami suatu peristiwa yang sangat menyakitkan yang tidak diharapkannya atau tidak diduganya. Dan memang itulah salah satu ciri atau karakteristik dari penderitaan yaitu penderitaan datang menimpa kita di saat kita tidak siap. Jadi kalau orang bertanya bagaimanakah mempersiapkan diri untuk menderita, saya kira jawabannya adalah kita tidak bisa benar-benar mempersiapkan diri, sebab kalau kita pikir memang kita tidak akan pernah siap untuk menderita. Sigmund Freud menelorkan suatu teorinya yang berkata bahwa manusia itu bergerak menjauhkan diri dari penderitaan atau rasa sakit dan mendekati atau mendekatkan diri pada yang nikmat, maka prinsipnya itu disebut prinsip kenikmatan. Jadi memang pada dasarnya kita makhluk yang tidak suka dengan penderitaan.
Ada 8 jenis penderitaan yang dipaparkan oleh Firman Tuhan yaitu:
Penderitaan yang muncul akibat pembelaan Firman Tuhan. Jadi adakalanya kita menderita karena kita membela kebenaran Tuhan atau atau mentaati kehendak Tuhan.
Tuhan mengizinkan kita menderita untuk kepentingan kita sendiri, contohnya Paulus dalam
Kita marah sekali, tidak terima kenapa kita harus mengalami ini.
Kita tawar-menawar dengan Tuhan.
Menyadari bahwa penderitaan itu tidak bisa kita elakkan dan tidak bisa lagi kita tawar-menawar jadi harus kita hadapi.
Depresi, kita akhirnya dirundung oleh kesedihan yang luar biasa, tiba-tiba hidup kita ini tidak lagi ada artinya.
Penerimaan, tahap ini adalah tahap di mana kita akhirnya berhasil mengatakan ya saya menerima.
Kita menderita karena gangguan/perbuatan iblis, contoh Ayub orang yang memang luar biasa diganggu oleh iblis.
Kita menderita karena perbuatan orang lain, kelalaian maupun kejahatan orang lain. Misalnya kita tertabrak, kita dirampok dsb.
Menderita karena hukuman Tuhan atas perbuatan dosa. Contoh Tuhan menghukum raja herodes, seorang raja yang kejam.
Kita menderita karena kita dalam perjuangan melawan atau sedang mengatasi pencobaan.
Kita menderita karena alam di mana kita tinggal sudah tercemar tidak lagi berimbang. Misalnya karena bencana alam, banjir.
Kita menderita karena kemanusiaan kita misalnya kematian. Kematian adalah bagian dari kemanusiaan kita.
Tuhan mengatakan kita akan berdukacita, berdukacita sebetulnya adalah kita kehilangan orang yang berharga, yang penting, yang dekat dengan kita. Tapi berdukacita bisa juga karena kita kehilangan sesuatu yang kita senangi, yang kita hormati, kita mau jadikan itu sebagai hidup kita. Tuhan tekankan ada penderitaan yang mengakibatkan kita berdukacita. Dukacita itu bagian dari kehidupan.
Memang akan ada penderitaan, memang akan ada dukacita tapi Tuhan berkata akan dihiburkan.
Yang perlu kita lakukan untuk menyikapi penderitaan yang menimpa kita sbb:
Tidak tergesa-gesa mencari tahu siapa yang bersalah, siapa yang bertanggung jawab dalam penderitaan kita. Kita lihat dulu apa yang sedang kita derita, jenis apa setelah itu baru kita bisa menyikapinya.
Kita mempunyai 3 sikap ekstrim :
Kita lihat dulu apa yang sedang kita derita, jenis apa setelah itu baru kita bisa menyikapinya. Misalnya adanya gempa bumi rumah kita runtuh, dalam keadaan seperti ini kita tidak usah menyalahkan siapapun, tidak menyalahkan Tuhan, tidak menyalahkan orang lain, tidak menyalahkan diri sendiri.
Kalau kita tahu ini bukan hal yang berkaitan dengan hukuman Tuhan jelas kita mencari Tuhan untuk mendapatkan penghiburan dariNya. Jadi kita berdoa agar Dia memberikan kekuatan yang sepadan dengan beban penderitaan yang sedang kita tanggung.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan pada beberapa waktu yang lalu tentang "Penderitaan Manusia". Kami percaya bahwa perbincangan ini pasti akan sangat bermanfaat bagi akan kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Baik Pak Gunawan, pada dasarnya ada 8 jenis penderitaan yang saya bisa ambil atau petik dari Alkitab dan yang terakhir kita sudah bahas 4 di antaranya. Yang pertama adalah adakalanya kita enderita karena membela kebenaran Tuhan atau mentaati kehendak Tuhan.
Yang kedua adalah karena memang Tuhan mengizinkan kita menderita untuk kepentingan kita, misalnya dalam contoh rasul Paulus agar dia tidak sombong, jadi Tuhan mengizinkan dia mendapatkan duri dalam dagingnnya. Suatu bahasa ilustratif yang menunjukkan pada satu hal yaitu ia mengalami penderitaan. Yang ketiga adalah adakalanya kita menderita karena perbuatan iblis, dalam kasus rasul Paulus meskipun dia mengakui bahwa duri itu diberikan oleh Tuhan namun dia menunjuk bahwa itu adalah perbuatan si iblis, utusan iblis. Jadi adakalanya kita bisa menderita karena serangan-serangan dari iblis itu sendiri. Dan yang keempat adalah kita menderita karena perbuatan orang lain, kelalaian maupun kejahatan orang lain, misalkan kita tertabrak, dirampok dan sebagainya. Itu kira-kira empat jenis yang telah kita bahas, Pak Gunawan.PG : Yang kelima adalah kita menderita karena memang Tuhan menghukum kita, jadi atas perbuatan dosa adakalanyaTuhan menghukum kita. Kita bisa melihat contohnya di dalam Alkitab dan cukup banyakmisalkan Daud menderita, dia harus lari dari Yerusalem karena Absalom memberontak terhadapnya dan itu memang karena bagian dari penghukuman Tuhan, orang-orang Israel juga akhirnya menderita karena mereka tidak taat kepada Tuhan dan tidak ada satupun di antara mereka yang memasuki tanah Kanaan kecuali Yosua dan Kaleb.
Memang adakalanya Tuhan menghukum kita dan hukuman Tuhan atau ganjaran Tuhan itu sakit. Sebab itulah yang dikatakan Tuhan juga di kitab Ibrani dia akan mengganjar atau mendisiplin orang-orang yang dikasihiNya.PG : Betul, karena memang sewaktu Tuhan mendisiplin kita itu menyakitkan dan adakalanya itu yang terjadi.
PG : Betul, saya baru saja membaca bukunya Pdt. Charles Swindoll, The Grace Wekening. Dalam buku itu beliau menceritakan tentang kenalannya yang hidupnya luar biasa dalam daging yang tidak mengndahkan perintah Tuhan, akhirnya mendapatkan kecelakaan yang berat sekali dan dia berjanji, "Tuhan, kalau Tuhan sembuhkan saya, saya akan masuk sekolah Theologi menjadi hamba Tuhan."
Tuhan sembuhkan dia lepas dari malapetaka itu, tapi setelah dia sembuh dia lupa, hidup lagi seperti dulu dalam daging, tidak mengindahkan firman Tuhan sama sekali. Akhirnya dia kena sakit berat, dalam sakit beratnya itu akhirnya dia berkata: "Tuhan, kali ini kalau Tuhan sembuhkan saya, saya akan masuk sekolah Theologi menjadi hambaMu." Dan Tuhan lepaskan dia, akhirnya dengan tubuh yang cacat dia sekolah Theologi dan akhirnya menjadi hamba Tuhan sampai akhir hayatnya. Jadi dia menerima ganjaran yang begitu hebat tapi toh mesti dua kali diganjar benar-benar sadar.PG : Yang menakutkan adalah kalau Tuhan mendiamkan kita Bu Ida, itu berarti memang Tuhan tidak lagi menghiraukan kita karena kita tidak lagi bisa ditegur, nah itu menakutkan.
PG : Betul, dan itu misalkan bisa kita lihat dalam kasus raja Herodes, seorang raja yang begitu kejam dan begitu congkaknya akhirnya Tuhan membiarkan dia dihukum dengan begitu dasyatnya. Sehinga dikatakan bahwa tubuhnya itu akhirnya dimakan oleh seperti cacing.
Ahab Tuhan hukum dengan begitu luar biasa hebatnya, Izebel istrinya juga Tuhan hukum secara luar biasa dan bahkan dikatakan darahnya, tubuhnya itu dimakan oleh anjing. Jadi adakalanya Tuhan menghukum orang-orang yang memang sudah begitu berdosa, itu bukan lagi bentuk ganjaran atau pendisiplinan itu memenuhi penghukuman Tuhan.PG : Dalam contoh seperti Ahab orang yang begitu luar biasa kejamnya, Alkitab mencatat pada suatu kali Ahab itu bertobat, Ahab bertobat karena ditegur oleh nabi Tuhan dan dia menangis dan dia kmudian mencabik-cabik pakaiannya sebagai tanda pertobatan.
Dan Alkitab dengan tegas mencatat Tuhan mengasihani Ahab, bahkan Tuhan berkata kepada nabiNya: "Tidakkah engkau lihat Ahab yang sudah menyesali dosanya itu." Saya sendiri membaca itu berkata dalam hati kenapa Tuhan ampuni, kenapa Tuhan tidak langsung hukum dia, malah dia itu diizinkan untuk bertobat. Tapi memang namanya juga Ahab, dia bertobat sekali kembali lagi kepada kehidupannya yang berdosa. Maka pada akhirnya pada titik terakhir Tuhan tidak lagi menyelamatkan dia, dia pergi berperang, dia mencoba menyaru dengan memakai pakaian raja dari Yehuda raja Israel bagian Selatan akhirnya dia terkena panah dan mati dan tubuhnya akhirnya dibawa dan darahnya itu dimakan oleh anjing, itu menandakan Tuhan memang akhirnya mendiamkan dia, sudah begitu kejinya dia.PG : Saya ingin berkata sudah pasti, tapi saya tidak berani karena apa? Karena tetap untuk hal-hal seperti ini saya beranggapan hanya Tuhan yang mempunyai hak untuk mengetahui dan menetapkan sipa yang akan diterima Tuhan di sorga dan siapa yang tidak Tuhan terima di sorga.
PG : Betul sekali.
PG : Betul, dan Alkitab mencatat dia menjual dirinya kepada Iblis, digunakan istilah itu. Dia sudah menyerahkan hidupnya dirinya kepada Iblis, tapi toh waktu dia bertobat Tuhan terima pertobatanya.
Maka firman Tuhan berkata: Kasih setiaNya luar biasa panjangnya.PG : Kita ini menderita juga karena kita ini melawan atau sedang mengatasi pencobaan. Jadi adakalanya kita tidak mau jatuh ke dalam pencobaan, kita melawannya nah dalam perjuangan itu kita mendrita.
Jadi misalkan salah satu godaan yang besar sekali bagi seseorang adalah uang misalnya dan karena dia melawan penderitaan itu dia menderita. Nah ayatnya saya ambil dari kitabPG : Betul, saya hanya bedakan dari sumbernya atau obyeknya, kalau dalam kasus yang pertama obyeknya itu tidak senantiasa atau harus sedang menggoda kita. Kita sedang mau menyebarkan firman Tuhn misalnya mengabarkan kebenaran Tuhan tapi dalam kasus yang kedua ini memang godaan, godaan yang sangat nikmat untuk daging kita tapi kita melawan mati-matian dan kita akan menderita.
Ini sering kali dialami oleh misalkan orang-orang yang dulunya terlibat dalam narkotika atau alkohol, kecanduan. Kalau tatkala ingin melepaskan diri dari kecanduannya dia menderita luar biasa karena godaan itu begitu besar untuk dia itu minum lagi, untuk dia pakai obat-obatan lagi.PG : Bentuk yang ketujuh adalah kita menderita karena alam di mana kita tinggal sudah tercemar tidak lagi berimbang, jadi kita menderita misalkan karena bencana alam, banjir. Dan sekarang kita edang menantikan datangnya lanina yang akan membawa hujan yang begitu banyak dan derasnya dan ada orang-orang yang menderita karena alam kita ini sudah tercemar.
Dikatakan di kitabPG : Tepat sekali, siapapun akan kena. Dan kalau orang berkata kenapa orang Kristen tetap juga menjadi bagian dari penderitaan karena alam ini? Betul, karena kita hidup di dalam dunia yang samadengan semua orang.
Dan kalau kita ikut Tuhan dan terus kita mengharapkan terbebas dari bencana alam saya kira motivasi kita mengikut Tuhan pun tidak lagi bersih.PG : Ini juga sering terjadi yaitu kita menderita karena kemanusiaan kita misalnya kematian, kematian adalah bagian dari kemanusiaan kita setiap orang akan meninggal dunia. Nah adakalanya kita akit, tersiksa melihat orang yang kita kasihi itu akan meninggal dunia atau telah meninggal dunia dan kita menderita.
Nah ini bagian dari hidup pula, atau kita ini sakit misalkan kena penyakit yang berat, sakit jantung dsb itu juga bagian dari kemanusiaan kita bahwa kita akan sakit pula. Dan rasa sakit itu juga akan membawa kita ke dalam suatu penderitaan pula.PG : Ada Ibu Ida saya akan bacakan dari
PG : Yang lainnya adalah yang disinggung oleh bu Ida pada kesempatan yang lalu yaitu di
PG : Nomor satu adalah kita tidak tergesa-gesa mencari tahu siapa yang bersalah, siapa yang bertanggung jawab dalam penderitaan kita. Kita mempunyai ekstrim atau tiga sikap ekstrim, pertama adaah menyalahkan Tuhan, kedua menyalahkan orang lain dan yang ketiga menyalahkan diri sendiri.
Nah adakalanya kita harus tempatkan secara proporsional dengan tepat, jangan sampai yang memang salah kita, kita katakan salah orang lain atau salah Tuhan begitu. Jangan sampai juga orang lainlah yang berbuat, orang lain yang bertanggung jawab kita katakan kitalah yang bertanggung jawab, Tuhanlah yang memberikannya kepada kita jadi kita mesti jelas hal itu. Dalam pembahasan kita tentang delapan jenis ini yang saya kaitkan langsung dengan Tuhan adalah misalkan waktu kita menderita karena kita membela kebenaran Tuhan, yang berikutnya adalah tatkala Tuhan sedang mengganjar kita itu langsung tangan Tuhan yang berkaitan yang berhubungan dengan kita. Tapi yang lain-lainnya sebetulnya adalah bukan tangan Tuhan secara langsung yang berhubungan dengan kita. Jadi jangan terlalu cepat kita ini mengaitkan dengan Tuhan bahwa seolah-olah Tuhanlah yang bersalah. Kita juga tidak bisa terlalu cepat menyalahkan orang lain atau ada orang yang sedikit-sedikit salah sendiri, semua salah saya itu juga tidak benar. Jadi langkah pertama jangan tergesa-gesa menyalahkan siapa-siapa, kita melihat dulu apa yang sedang kita derita maksud saya jenis apa, dan setelah kita tahu jenisnya baru kita bisa menyikapinya. Misalkan karena adanya gempa bumi rumah kita runtuh, nah dalam hal seperti ini saya kira kita tidak usah menyalahkan siapapun, tidak menyalahkan Tuhan, tidak menyalahkan orang lain, tidak menyalahkan diri sendiri. Menyalahkan siapa, apakah alam semesta ya tidak juga karena kita sudah tahu bahwa alam ini memang tidak lagi berimbang, tidak lagi berada pada titik keseimbangan karena hadirnya dosa dalam alam semesta ini, jadi itu akan menjadi bagian dari hidup kita. Misalkan kematian anak kita, istri kita, suami kita, orang tua kita akhirnya sakit kemudian meninggal. Nah sakit juga adalah bagian dari kemanusiaan kita dan kalau itu terjadi itu adalah bagian dari kemanusiaan kita yang kita juga harus terima.PG : Yang nomor tiga adalah misalkan kita tahu ini bukan hal yang berkaitan dengan hukuman Tuhan jelas kita mendapatkan atau mencari Tuhan untuk mendapatkan penghiburan dariNya. Jadi kita berdo agar Dia memberikan kita kekuatan yang sepadan dengan beban penderitaan yang sedang kita tanggung, itu yang mungkin bisa kita minta dariNya hanya itu saja.
PG : Betul sekali, itu usulan yang baik sekali Pak Gunawan. Jadi dalam penderitaan sebaiknya kita bisa membagi duka atau beban kita ini dengan teman atau saudara kita, itu sangat menolong. Sayakira kita yang sehat kadang kala lupa bahwa orang sakit paling senang dikunjungi.
Salah satu hal yang paling menyiksa orang yang sakit di rumah sakit adalah kesendiriannya atau kesepiannya.PG : Betul, betul sekali.
PG : Dan sangat manusiawi juga saya harus akui kita ini sering kali menyalahkan Tuhan, karena dalam diri kita tersirat suatu asumsi bahwa nomor satu kalau saya hidup baik seyogyanyalah saya menrima imbalan yang baik pula.
Kalau saya sudah hidup menyenangkan hati Tuhan, tidak macam-macam tapi kenapa saya harus menderita seperti ini. Jadi kita tidak bisa tidak dipengaruhi oleh konsep ini. Dan yang kedua adalah konsep yang kita bawa sejak kecil, kalau kita sakit orang tualah yang repot untuk mengurus kita, mengurangi penderitaan kita dan melindungi kita dari penderitaan yang lebih lanjut, kita bawa konsep ini juga dalam hubungan kita dengan Tuhan. Kita berkata: "Tuhan, saya sakit ini, saya menderita kok Engkau tidak datang mengunjungi dan mengurangi penderitaan saya. Dan kalau ini akan terjadi dan Engkau mampu untuk mengelakkannya kenapa tidak?" Jadi saya tidak ingin kedengaran tidak sensitif sebab saya menyadari bahwa dalam penderitaan acapkali pengetahuan kita akan yang benar bisa tiba-tiba lenyap sebab apa, sebab penderitaan itu merobek hati manusia yang terdalam.PG : Dan dari situ kita bisa simpulkan bahwa memang Allah tidaklah begitu anti dengan penderitaan. Sebab bahkan diriNya sendiri sewaktu menjelma menjadi manusia harus melalui proses penderitaanyang begitu hebat untuk mati.
PG : Betul, itu yang dikatakan di kitab Ibrani, Dia juga menderita karena dicobai oleh karena itulah Dia bisa mengerti penderitaan kita.
PG : Betul sekali, satu hal yang kita mesti harus ingat adalah sewaktu kita menderita, Tuhan pun menangis kalaupun Dia diam bukan karena Dia bersenang-senang, Dia diam karena ada satu hal yang ia lakukan yang tidak kita mengerti sekarang.
Tapi yang sudah pasti adalah Allah pun menangis tatkala kita menderita.GS : Jadi sekalipun penderitaan ini akan terus berlanjut di dalam kehidupan kita, kita bersyukur bahwa kita mengenal Allah yang begitu mengerti dan mengasihi kita masing-masing. Jadi saya percaya bahwa Tuhan sendirilah yang akan memberikan kekuatan dan ketabahan kepada kita pada masa-masa yang semakin sulit ini Pak Paul. Dan demikianlah tadi para pendengar kami telah persembahkan ke hadapan Anda sebuah perbincangan tentang penderitaan manusia. Bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Dan kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegus sapa ini kami persilakan anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan banyak terima kasih untuk tanggapan dan surat-surat yang sudah ditujukan kepada kami. Namun kami tetap menantikan saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sekalian, sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
7. Kemarahan | |
Kemarahan itu sendiri adalah suatu reaksi emosional dan tidak harus identik dengan dosa. Cara kita melampiaskan itulah yang akhirnya membuahkan dosa.
Pandangan kita seharusnya sebagai seorang kristen tentang kemarahan:
Kita mesti menyadari bahwa kemarahan itu sendiri adalah suatu reaksi emosional dan tidak harus identik dengan dosa. Cara kita melampiaskan kemarahan itulah yang bisa akhirnya membuahkan dosa.
Kemarahan diidentikkan dengan tingkat kematangan rohani, kita beranggapan bahwa orang yang mudah marah adalah orang yang tidak dewasa secara rohani. Tapi sebetulnya tidak sesederhana itu. Kita akan melihat masalah marah dari berbagai sudut dan melihatnya sebagai fenomena yang kompleks.
Kita mesti mengerti kenapa sebagian orang lebih mudah marah dibandingkan yang lainnya atau kenapa sebagian orang lebih susah marah dibandingkan orang yang lainnya. Hal ini karena:
Adanya pengaruh dari faktor biologis atau faktor fisik kita. Seseorang yang reaktif akan mudah bereaksi termasuk dalam hal kemarahan.
Faktor bentukan lingkungan, jadi kalau kita melihat orangtua kita menyatakan ketidaksetujuannya melalui kemarahan dan kita menyaksikan ini berulang-ulang kali kemungkinan besar metode penyampaian ketidaksetujuan dengan kemarahan itu akan terekam dalam benak kita dan akan menjadi satu dengan sistem kita.
Pengaruh kehidupan masa kecil kita atau masa lampau kita, misalnya yang dibesarkan di dalam rumah yang penuh dengan pertengkaran atau dia adalah korban penganiayaan baik secara emosional maupun secara fisik atau pun seksual dll. Akhirnya anak bertumbuh besar dengan menyimpan banyak dengki, kemarahan dan akhirnya mudah meledak pada saat sudah besar. Sebab hatinya sudah tergenangi oleh emosi marah, sehingga apapun yang terjadi yang menyinggung perasaan dia, reaksinya adalah langsung meledak dan tak bisa dia kuasai dengan mudah.
Situasi kehidupan kita sekarang ini, jadi lepas dari yang dulu dan yang hormonal, yang sekarang ini pun bisa membuat kita menjadi seorang yang pemarah. Contoh: keadaan yang kita alami sekarang ini krisis ekonomi, keadaan politik yang tidak menentu ini sangat menekan kita
Waktu kita bekerja di sekeliling orang yang mudah marah pun bisa mempengaruhi kita yaitu:
Mempengaruhi sekali cara kita bereaksi, jadi tanpa disadari cara bereaksi yang mudah marah itu akhirnya menjadi metode kita juga menyatakan diri.
Menaikkan suhu atau temperatur emosi kita sendiri.
Apa yang bisa kita lakukan, pada saat kita marah supaya tidak menyakiti orang lain:
Metode assertive, bahasa Inggrisnya to assert. Menyatakan diri atau menyatakan sikap.
To be assertive adalah bagaimana kita menyampaikan pikiran atau isi hati kita dengan jelas tapi tidak dengan agresif.
Peristiwanya. Contoh menghadapi sikap seseorang terhadap tugasnya. Ada 3 pilihan pertama, mengumbar amarah kita dan kita maki-maki dia, kedua adalah pasif-egresif artinya sebetulnya marah tapi kita menggunakan cara yang tidak langsung untuk menekan atau menyerang dia. Ketiga idealnya adalah assertive yaitu kita hampiri dia dan berkata kita mulai dengan saya, kemudian perasaan saya.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Rahardjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang bagaimana mengatasi kemarahan. Kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
PG : Yang pertama adalah kita mesti menyadari bahwa kemarahan itu adalah suatu reaksi emosional dan tidak harus identik dengan dosa. Cara kita melampiaskan kemarahan bisa membuahkan dosa, jai sekali lagi kemarahan itu sendiri belum tentu mengandung unsur dosa, namun pelampiasannya atau pengekspresiannya yang bisa membuahkan dosa.
PG : Di
PG : Betul, jadi penyampaian dari kemarahan tersebut.
(2) PG : Betul, seringkali Pak Gunawan dan Ibu Ida, kemarahan ini diidentikkan dengan tingkat kematangan rohani, seolah-olah kita beranggapan bahwa orang yang mudah marah adalah orangyang tidak dewasa secara rohani.
Tapi sebetulnya hal ini tidaklah sesederhana itu, saya ingin mengajak kita semua untuk melihat masalah marah ini dari berbagai sudut dan melihatnya sebagai suatu fenomena yang kompleks. Yang pertama adalah kita harus mengerti mengapa sebagian orang lebih mudah marah dibandingkan yang lainnya atau kenapa sebagian orang lebih susah marah dibandingkan orang yang lainnya dan ini tidak selalu ditentukan oleh tingkat kedewasaan rohani seseorang. Yang pertama adalah ada pengaruh dari faktor biologis atau faktor fisik kita. Ada orang-orang tertentu yang memang mempunyai daya reaksi yang sangat cepat, peka. Orang-orang yang reaktif, yang mudah bereaksi otomatis juga mudah untuk memberikan reaksi emosionalnya termasuk di dalamnya adalah kemarahan. Jadi tidak mungkin orang yang misalnya mudah bereaksi dengan tangisan menjadi orang yang susah sekali untuk bereaksi dengan kemarahan. Kebanyakan orang yang mudah bereaksi dengan kesedihan, orang yang juga mudah bereaksi dengan kemarahan tapi mungkin sekali kemarahannya itu tidak dia nyatakan secara terbuka. Tapi intinya adalah seseorang yang reaktif akan mudah bereaksi termasuk dalam hal kemarahan pula, itu memang sudah dia bawa sejak dari lahir. Orang-orang yang misalnya kita sebut high strong ini, orang-orang yang mudah marah ini adalah memang secara biologis kelihatannya hangat, jadi temperamen mereka temperamen yang memang sepertinya bergelora. Ada orang yang lebih menyerupai tipe plegmatik yaitu tipe yang memang santai, tidak terlalu terlibat di dalam dunia atau dalam kontak dengan orang lain. Orang yang bertipe plegmatik ini akan lebih mudah menguasai kemarahannya, karena dia memang tidak terlalu terlibat dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Kebalikan dengan orang yang misalnya kolerik atau yang sanguin atau yang melankolik, mereka ini adalah tipe-tipe orang yang tiba-tiba bereaksi, jadi itu adalah faktor yang pertama yang menentukan kita ini menjadi orang yang lebih mudah marah atau lebih sukar marah. Faktor kedua adalah faktor bentukan lingkungan, jadi kalau kita melihat orang tua kita menyatakan ketidaksetujuannya melalui kemarahan dan kita menyaksikan ini berulang-ulang kali kemungkinan besar metode penyampaian ketidaksetujuan itu yakni dengan kemarahan akan terekam dalam benak kita dan akan menjadi satu dengan sistem kita akhirnya. Karena kita terus-menerus menyaksikan orang tua kita mengumbar kemarahan tatkala mereka tidak setuju dengan apa yang sedang dikerjakan dan akhirnya berbekas pada benak kita. Setelah dewasa, kita cenderung untuk marah sewaktu kita misalnya tidak setuju atau tidak sepakat atau merasa tidak nyaman. Jadi pelajaran yang kita terima melalui pengalaman yang kita lihat itu juga akan mengkondisikan kita menjadi orang yang lebih mudah marah. Yang lainnya lagi adalah tentang masa kecil kita atau masa lampau kita adalah kalau kita ini menyimpan banyak kepahitan, jadi ada di antara kita yang dibesarkan di dalam rumah yang penuh dengan pertengkaran atau dia adalah korban penganiayaan baik secara emosional maupun secara fisik ataupun seksual dan yang lain-lainnya. Akhirnya si anak ini bertumbuh besar menyimpan banyak dengki, kemarahan yang tersumbat sewaktu dia kecil, dia tidak bisa mengutarakan kemarahannya karena orang tua lebih besar dan lebih pemarah daripada dia, sehingga dia simpan terus kemarahan tersebut. Waktu dia sudah mulai besar, kemarahannya akhirnya mudah meledak sebab hatinya itu sudah tergenangi oleh emosi marah, sehingga apapun yang terjadi yang menyinggung perasaan dia atau membuat dia merasa tidak nyaman reaksinya langsung meledak dan tidak bisa dia kuasai dengan mudah lagi.PG : Bisa, jadi yang ketiga adalah situasi kehidupan kita sekarang ini, jadi lepas dari yang dulu dan yang hormonal. Yang sekarang ini bisa membuat kita menjadi seorang yang pemarah, contohna adalah keadaan yang sekarang sedang kita alami yaitu krisis ekonomi, keadaan politik yang begitu tidak menentu dan ini sangat menekan kita.
Dan kebanyakan kita bisa menanggung tekanan atau stres untuk suatu jangka waktu tertentu, tatkala melewati batas itu hidup kita mulai tergoncang, keseimbangan kita mulai terganggu.PG : Betul, jadi saya teringat suatu hasil studi, di kota Phoenix, Arizona di Amerika Serikat pada waktu musim panas orang-orang di jalanan yang mengemudikan kendaraan lebih sering membunyian klakson.
Jadi mereka ternyata kurang sabar dengan cuaca yang begitu panas dan di salah satu studi yang lain saya megetahui bahwa di Amerika Serikat, pembunuhan paling sering terjadi di musim panas dibandingkan di musim dingin.PG : Ya, karena ada pengaruhnya dari struktur tubuh yaitu pengaruh biologis yang tadi telah kita bahas. Orang-orang yang hipertensi menjadi orang-orang yang reaktif, yang mudah sekali bereaki.
PG : Ada satu penelitian yang menggunakan metode peniruan, jadi ada anak-anak yang ditempatkan di satu ruangan dan di dalam ruangan itu si anak bisa melihat seseorang yang sudah dewasa membating-banting mainan.
Si anak melihat terus si orang dewasa membanting-banting mainan, kemudian si orang dewasanya dikeluarkan dari ruangan tersebut dan si anak dibiarkan bersama mainannya. Yang menarik adalah anak-anak itu langsung mengikuti tindakan si orang dewasa itu, membanting-banting mainan, membuang-buangnya persis seperti yang dilakukan oleh orang dewasa tersebut. Jadi yang terjadi adalah waktu kita bekerja misalkan hidup di sekeliling orang yang mudah marah dan sedikit-sedikit marah, nomor 1 yang kita saksikan itu mempengaruhi sekali cara kita akhirnya bereaksi, jadi tanpa kita sadari cara bereaksi yang mudah marah itu menjadi akhirnya metode kita menyatakan diri. Misalkan kita tidak setuju, kita mau menyatakan pendapat kita dan sebagainya, otomatis yang telah kita rekam itu mempengaruhi sehingga akhirnya yang muncul juga sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang lain yaitu marah. Yang kedua adalah pengaruh kemarahan di sekeliling kita menaikkan suhu atau temperatur emosi kita sendiri. Jadi kita ini adalah orang yang tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan itu, otomatis kalau di lingkungan kita kemarahan yang terus kita temui, tidak bisa tidak, kita seperti juga sedang dimasak di air yang panas. Akhirnya kita turut terpengaruh temperatur emosi sehingga emosi kita juga turut naik. Kebalikannya kalau kita berhadapan atau tinggal bersama orang yang sabar kita melihat cara dia mengatasi konflik dengan sabar, itu bisa mempengaruhi kita akhirnya kita cenderung untuk belajar sabar karena 2 faktor tersebut, yaitu faktor peniruan, imitasi. Kita melihat cara dia mengatasinya seperti ini, seperti itu dan tanpa disadari kita belajar. Dan yang kedua orang yang sabar akan menurunkan suhu, itu sebabnya di Amsal dikatakan, janganlah engkau dekat-dekat dengan orang yang pemarah (GS : Ketularan) nanti tertular.PG : Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan Pak Gunawan, yang pertama adalah metode yang disebut ini metode 'assertive'. Assertive dalam bahasa Inggris disebut to assert, to assert itu artiya menyatakan diri atau menyatakan sikap.
Jadi 'to be assertive' adalah bagaimana kita menyampaikan pikiran atau isi hati kita dengan jelas tapi tidak dengan agresif. Biasanya kalimat-kalimat yang assertive dimulai dengan aku atau saya disusul dengan perasaan saya, yang ketiga adalah peristiwanya. Jadi misalkan saya berikan contoh misalkan teman kerja kita, hari pertama mengatakan: "Tolong kamu yang kerjakan bagian ini, soalnya saya harus pergi." Dengan senang hati kita bantu dia, 3 hari kemudian dia minta hal yang sama, kita dengan senang hati melakukannya untuk dia kemudian tanpa disadari 4, 5 kali dia minta yang sama dan dia cenderung mau pulang lebih pagi dan meminta kita yang mengerjakannya. Dan kita mulai jengkel, dalam keadaan seperti ini kita punya dua pilihan atau 3 pilihan. Pilihan pertama adalah kita mengumbar amarah kita dan kita memaki-maki dia, "Kamu orang yang tidak tahu diri, mengambil kesempatan dan memanfaatkan saya," jadi yang pertama kita langsung marah, agresif. Cara kedua adalah atau pilihan kedua kita pasif-agresif, pasif-agresif artinya kita sebetulnya marah tapi kita menggunakan cara yang tidak langsung untuk menekan dia atau menyerang dia. Misalkan kita tidak bilang apa-apa tentang perbuatannya itu, tapi misalkan kita menyindir pada waktu berbicara kita berkata: "Ada orang yang kurang tahu diri, ada orang yang tahu diri, yang kurang tahu diri itu sedikit-sedikit menyuruh temannya untuk bekerja bagi dia," itu kata-kata yang sinis dan tajam. Biasanya itu keluar dari hati yang marah tapi diungkapkannya secara pasif, secara tidak langsung menyerang, itu tindakan kedua pasif-agresif. Tindakan yang ketiga adalah ini yang ideal yaitu assertive, yaitu kita hampiri dia dan berkata kita mulai dengan saya, kemudian perasaan saya. "Saya merasa jengkel, karena apa? (nah kita sebut perbuatannya) karena saya ini, karena engkau sudah beberapa kali meminta saya mengerjakan bagianmu sedangkan saya juga repot. Dan kamu sebetulnya tidak ada alasan yang terlalu penting pulang lebih pagi, saya tidak menyukai hal itu."PG : Betul, tanpa kita mengumbar kemarahan kita, jadi dia bisa tahu kita marah, karena kita mengutarakannya, kita bisa berkata saya merasa jengkel atau saya marah karena (nah kita sebut) kit paparkan adalah peristiwanya jadi kita tidak membuat suatu penilaiaan subjektif atau penghakiman.
Misalnya kita tidak berkata: "Saya marah karena engkau tidak tahu diri," waktu kita berkata engkau tidak tahu diri kita memang menyerang orang dan orang cenderung membela diri dan menyerang balik.PG : Betul, tadi di awal program ini saya katakan bahwa kemarahan harus dilihat secara kompleks dari sudut-sudut yang berbeda. Dan saya berkata bahwa kemarahan tidak senantiasa mencerminkan ingkat kedewasaan rohani seseorang, tapi tadi Ibu Ida sudah singgung kerohanian seseorang tetap berpengaruh terhadap kemarahannya itu betul sekali, Ibu Ida.
Dengan kata lain begini, kalau kita sudah di dalam Tuhan kita tidak lagi sendirian mengatasi problem kita. Meskipun kemarahan itu dipengaruhi oleh pelbagai faktor dan tidak baik buat kita terburu-buru menghakimi orang dengan berkata orang yang pemarah adalah orang yang tidak dewasa secara rohani namun kita tahu bahwa Tuhan tidak memberikan kita 'excuse' atau dalih, "Ya karena itu kelemahanmu, ya silakanlah engkau menjadi seorang pemarah, aku akan menoleransi," tidak. Setiap kita sebetulnya mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu akibat bawaan genetik dan juga akibat pengalaman masa lampau kita, namun kita dituntut Tuhan untuk bertumbuh. Jadi seorang pemarah tidak boleh sekali pun berkata: "Ya saya terima kodrat saya memang saya orangnya begini," atau misalkan dia itu membenarkan diri dengan berkata: "Ya maksud saya baik, ya orang salah tanggap saja tapi maksud saya baik," tidak bisa! Tuhan menuntut dia untuk bertumbuh. Jadi artinya dia harus menggumulkannya, di luar Tuhan dia menggumulkannya sendiri, sekarang di dalam Tuhan kita tahu bahwa Tuhan hidup di dalam hidup kita dan Dia akan mengingatkan kita akan kemarahan kita dan Dia akan memberikan kita kekuatan untuk mengontrol kemarahan kita itu. Jadi memang sangat benar yang tadi Ibu Ida katakan bahwa Tuhan menolong kita mengatasi kemarahan.PG : Ini juga didukung oleh suatu riset ya Pak Gunawan, ternyata kemarahan yang dinyatakan atau diekspresikan melalui kekerasan, itu cenderung malah menyuburkan perilaku yang sama. Jadi akhinya di waktu yang lain pun kalau dia lagi marah, dia cenderung merusak atau membanting barang atau memukul tembok.
Jadi sebaiknya kita tidak menggunakan cara penyampaian seperti itu, cara kekerasan bukannya meredam atau menghilangkan kemarahan malah menyuburkan. Lain kali kita cenderung melakukan hal yang sama.PG : Kalau memang dia bisa menahan dan menguasainya kemudian membereskannya tidak apa-apa tapi yang saya khawatirkan adalah sebetulnya tidak menyelesaikan, jadi kemarahan itu terus tersimpan Atau muncul dalam situasi yang lain, sesuatu terjadi tiba-tiba dia bisa marah atau sangat sinis dan tajam sekali perkataannya.
PG : Itu marah yang lain lagi Pak Gunawan, jadi marah itu dapat kita bagi dalam 2 golongan ya. Marah yang pertama adalah marah yang personal, marah yang melibatkan kita dan kita itu menjadi asaran orang yang menyakiti kita.
Marah yang kedua adalah marah yang bukannya personal tapi marah karena keadilan, marah karena masalah kerohanian. Jadi adakalanya kita marah misalnya melihat ketidakadilan di dalam masyarakat di sekitar kita atau kita marah karena melihat orang yang jahat, hidup di luar Tuhan. Akhirnya kita marah, kemarahan itu bukannya personal karena tidak menyangkut kita secara pribadi, namun berkaitan dengan faktor keadilan atau kerohanian. Nabi-nabi Tuhan seringkali marah misalnya Yunus pun marah, Tuhan Yesus juga marah, Nehemia juga marah waktu dia melihat orang-orang Israel akhirnya menikah dengan orang-orang kafir dan meninggalkan Tuhan. Dia sangat marah, menjambak rambut orang Israel itu.PG : Betul, jadi marah memang ada basis kebenarannya atau keadilannya.
PG : Ini di
Dan demikianlah saudara-saudara pendengar kami telah mempersembahkan sebuah perbincangan tentang bagaimana mengatasi kemarahan bersama dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Terima kasih atas perhatian Anda dan dari studio kami sampaikan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
8. Kekerasan di Tengah Kita | |
Kekerasan dapat timbul, disebabkan oleh dua faktor baik internal maupun eksternal. Dan kekerasan ini akan sangat berpengaruh bagi kita juga. Meski hal ini sebenarnya dialami sejak kecil.
Ada dua kategori yang dapat digunakan untuk meneropong tentang perilaku kekerasan yaitu:
Faktor tekanan, yang sama dengan faktor eksternal merupakan himpitan dari luar yang membuat kita akhirnya merasa bukan saja tertekan tapi sakit, karena kita itu merasa ada sesuatu atau tindakan seseorang yang melukai kita, bisa secara fisik maupun secara mental. Jadi segala bentuk serangan atau tekanan dari luar yang akhirnya memberikan ancaman kepada kita atau membuat kita sangat terhimpit dan terdesak cenderung melahirkan reaksi yang keras dari pihak kita.
Faktor rintangan adalah sewaktu kita merasa bahwa yang kita inginkan tak dapat kita peroleh, kita cenderung melahirkan reaksi marah yang bisa berubah bentuk menjadi suatu reaksi kekerasan. Rintangan ini bisa bersumber dari luar karena seseorang yang menghalangi kita, tapi rintangan juga bisa bersumber dari dalam diri kita. Misalnya: kita sendiri yang kurang mampu, kitanya yang memang merasa kurang sanggup untuk mendapatkannya.
Kekerasan yang timbul secara bersama akan lebih berani, hal ini disebabkan:
Dalam jumlah yang banyak memberikan kekuatan ekstra kepada anggota-anggotanya.
Dalam jumlah massa yang besar kita ini hilang dari kerumunan. Maksudnya identitas kita tak dapat dikenali dengan jelas tatkala kita di tengah-tengah kerumunan banyak orang. Akhirnya kita lebih berani berbuat hal-hal yang tidak akan kita lakukan kalau kita dikenali oleh orang.
Seandainya kita berada di tengah-tengah kerumunan orang yang mencoba mempengaruhi kita untuk ikut dalam kekerasan itu apa yang perlu kita lakukan?
Kita mesti menghentikan gerakan kita, jangan langsung lari atau jangan langsung ikut tapi kita harus stop dan langsung kita mengingat siapa kita. Kita adalah ciptaan Tuhan bahwa kita adalah orang yang ditebus oleh darah Tuhan, kita harus mengikuti apa yang Tuhan kehendaki bukan yang manusia kehendaki.
(Hal ini dimulai bukanlah pada saat kekacauan itu tapi sebelumnya) kita harus dekat dengan Tuhan, kita harus tahu bahwa kita sebagai seorang kristen tidak boleh melakukan semua itu.
Jadi kita perlu mengingat Firman Tuhan yang meminta kita bukan saja tidak membalas musuh kita tapi langkah yang lebih lagi adalah mengasihi musuh kita. Jadi intinya adalah bagi seorang kristen sebetulnya tidak boleh ada musuh karena kita kalau mengaishi musuh berarti dia berhenti menjadi musuh kita.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso beserta Ibu Idajanti Rahardjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang kekerasan di tengah kita. Kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
PG : Ada dua kategori yang dapat kita gunakan untuk meneropong tentang perilaku kekerasan, Pak Gunawan. Yang pertama adalah faktor tekanan, yang kedua adalah faktor rintangan. Faktor tekananyang sama merupakan himpitan dari luar yang membuat kita akhirnya merasa bukan saja tertekan dengan faktor eksternal, tapi sakit karena kita merasa ada sesuatu atau tindakan seseorang yang melukai kita.
Melukai di sini tidak harus senantiasa berarti secara fisik, tapi dapat juga secara mental. Contohnya tekanan yang akhirnya membuat harga diri kita terinjak atau membuat nasib dan masa depan kita rasanya terancam. Jadi segala bentuk serangan atau tekanan dari luar yang akhirnya memberikan ancaman kepada kita atau membuat kita sangat terhimpit dan terdesak, cenderung melahirkan reaksi yang keras dari pihak kita. Sebetulnya ini bersumber dari satu faktor yaitu manusia yang ingin hidup, dengan kata lain kecuali dalam kasus-kasus yang khusus pada umumnya manusia ingin menjamin kelangsungan hidupnya. Tatkala sesuatu datang dari luar menghimpit dan mendesaknya sampai-sampai dia akan merasa bahwa kelangsungan hidupnya terganggu, reaksi yang utama dan biasanya terjadi adalah timbulnya kekerasan itu.PG : Betul sekali, jadi tekanan ekonomi akan membuat kita tidak lagi bisa menentukan atau memastikan masa depan kita, itu juga suatu bentuk tekanan yang sangat-sangat menghimpit dan biasanyamemancing reaksi kekerasan.
PG : Faktor rintangan adalah sewaktu kita merasa bahwa yang kita inginkan tidak dapat kita peroleh, itu cenderung melahirkan juga reaksi marah yang bisa berubah bentuk menjadi suatu reaksi kkerasan.
Jadi artinya, kalau kita merasakan bahwa selayaknyalah kita memperoleh sesuatu yang kita dambakan kemudian kita tidak mendapatkannya. Lalu kita berpikir bahwa kita tidak mendapatkannya karena ada rintangan. Maka biasanya reaksi yang muncul dari diri kita adalah reaksi kekerasan pula.PG : Betul, rintangan ini memang bisa dari luar karena tindakan seseorang yang menghalangi kita, tapi rintangan juga bisa bersumber dari dalam diri kita. Misalkan kita merasa bahwa kita sendrilah yang memang kurang mampu, kurang sanggup untuk mendapatkannya.
Misalnya kita ingin sekali mendapatkan nilai A, kemudian kita menyadari bahwa kita tidak mempunyai kemampuan mencapai nilai A, nilai yang dapat kita capai adalah C. Tapi kita tahu bahwa yang dihargai oleh orang adalah nilai A. Sewaktu kita tahu bahwa kita tidak bisa mendapatkan nilai A, maka reaksi yang muncul bisa juga kemarahan dan kalau tidak terjaga bisa juga melakukan tindakan kekerasan.PG : Betul sekali Pak Gunawan, memang manusia ini sebetulnya mempunyai potensi untuk keras tapi sejak kecil kita dididik untuk tidak melampiaskannya. Struktur atau kerangka sosial lumayan kut untuk mengekang tindakan kita.
Yang terjadi sekarang ini saya kira adalah pertama, kemungkinan ada sejumlah orang tua yang tidak lagi terlalu menekankan kepada anak-anak untuk tidak bertindak keras. Jadi akhirnya tanpa disadari mungkin ada sebagian orang tua kita yang menyuburkan pandangan bahwa "Ya selayaknyalah kita ini bertindak keras," akhirnya pesan-pesan yang diterima oleh si anak dari orang tua itu seolah-olah memberikannya izin untuk melakukan hal yang seperti itu. Kedua adalah, faktor sosial atau kerangka yang seharusnya bisa mengekang kita. Contoh seseorang yang melakukan tindak kekerasan misalnya akan mendapatkan reputasi yang sangat buruk atau kalau dia melakukan suatu tindakan kekerasan dia akan mendapatkan hukuman yang langsung dan setimpal. Tapi kalau dia tidak mendapatkan respons seperti itu, hukuman tidak dia peroleh, reputasi tidak semakin buruk, tapi makin bertambah bagus, itu makin menyuburkan perilaku kekerasannya.PG : Ada beberapa ya Ibu Ida, yang pertama adalah kita akan kehilangan kepekaan kita terhadap penderitaan orang atau kepekaan terhadap kesusahan itu semakin menipis. Kita akhirnya beranggapa memang sudah selayaknyalah hidup ini penuh dengan penderitaan, tapi kita melupakan satu hal yaitu bahwa sebetulnya hidup ini tidak harus penuh dengan penderitaan seperti ini.
Adakalanya kita mengalami penderitaan misalnya karena bencana alam, tapi yang kita lihat sekarang ini sebetulnya kita tidak harus mengalami penderitaan seperti ini karena tindakan-tindakan yang berlebihanlah atau reaksi-reaksi yang berlebihanlah yang akhirnya membuat munculnya tindakan yang begitu keras. Kalau kita perhatikan, saya kira makin banyak orang di antara kita ini yang menganggap memang hidup seharusnya begini, harusnya keras, penuh penderitaan. Jadi akhirnya kita kurang sensitif dengan penderitaan itu sendiri, bahwa penderitaan itu sesuatu yang seharusnya kita kurangi, bukannya kita terima sebagai bagian yang integral. Memang harus ada penderitaan dalam hidup, saya mengerti itu, tapi yang memang harus ya harus, yang tidak harus ya tidak harus, dan yang saya takuti adalah kita makin kehilangan kepekaan.PG : Ya saya kira pada dasarnya kita bukanlah makhluk yang gemar dengan kekerasan, itu bukanlah kesenangan kita. Ada yang kurang sehat secara rohani dan jiwa, sehingga akhirnya menyukai kekeasan, tapi pada umumnya kita ingin menikmati kenyamanan, kedamaian.
Jadi kebanyakan akhirnya yang menggunakan kekerasan adalah orang-orang yang tadi sudah saya katakan terhimpit dalam hidup, terhimpit baik itu dari luar, dari tekanan-tekanan yang dihadapinya atau tekanan atau rintangan yang mereka sadari datang dari diri mereka sendiri. Mereka tidak bisa mengubah hidup mereka, mereka tidak bisa menaikkan taraf kehidupan mereka, jadi rintangan yang dari dalam diri itu juga membuat mereka marah dan kemarahan itu akhirnya berbuahkan kekerasan yang dilampiaskan pada orang lain.PG : Itulah yang kita katakan massa, massa artinya jumlah orang banyak itu memberikan kekuatan ekstra kepada anggota-anggotanya. Jadi kalau kita sendirian kita memikirkan resiko, kalau kita ilawan mungkin kita belum bisa menghadapinya, kalau kita dihadapkan satu per satu mungkin kita kalah.
Tapi begitu kita sadar bahwa kita ini dalam jumlah yang besar, kita tahu kita bisa menang dan kecenderungan kita adalah kalau kita tahu kita akan menang kita lebih berani dan lebih semena-mena. Karena tidak ada resiko lagi, jadi dengan kata lain faktor resiko berperan tinggi di situ. Semakin kita tahu resiko yang mungkin membahayakan kita, maka makin kita mengekang tindakan kekerasan kita, namun kebalikannya makin tidak ada resiko atau dengan kata lain kita tahu kita akan menang karena jumlah kita lebih besar, maka kita makin berani dan makin semena-mena. Jadi itu adalah pengaruh dari kekuatan massal, yang tadi Pak Gunawan katakan itu betul, dalam jumlah yang besar orang cenderung lebih semena-mena dan berani. Yang kedua adalah dalam soal jumlah, ya Pak Gunawan, dalam kaitan dengan massa, kita ini terhilang dalam kerumunan massa sehingga identitas kita tidak dapat dikenali dengan jelas tatkala kita di tengah-tengah kerumunan banyak orang. (GS : Larut begitu Pak Paul jadi satu?) larut ya, akhirnya kita lebih berani berbuat hal-hal yang tidak akan kita lakukan kalau kita dikenali oleh orang. Pernah saya baca suatu eksperimen atau suatu pengamatan sosial yang dilakukan pada suku tertentu, saya lupa di mana, ternyata waktu mereka berperang, mereka akan bersikap jauh lebih ganas kalau wajah mereka dicat dibandingkan kalau wajah mereka tidak dicat. Kesimpulan dari studi itu adalah bahwa sewaktu orang kehilangan identitasnya/tidak lagi dapat dikenali, tiba-tiba sifat yang binal, yang buas itu lebih mudah untuk ke luar.PG : Betul, jadi sebetulnya yang menjadikan dia bisa begitu beringas adalah kurangnya unsur pertanggungjawaban, karena tidak dikenali, siapa yang bisa mengenali dia dalam kerumunan massa yan begitu besar, akibatnya apa? Ya lebih berani karena tidak akan ada konsekuensi, tidak ada yang bisa mengenali mereka.
Jadi faktor pertanggungjawaban itu sangat-sangat berperan besar.PG : Tepat sekali yang Ibu Ida katakan tadi, manusia itu pada dasarnya lebih senang dengan kedamaian, cinta kasih, kebaikan daripada kesadisan, kebrutalan. Tapi pertanyaannya kenapa bisa smpai begitu? Yang terjadi adalah manusia itu akhirnya harus merasionalisasi, akibat rasionalisasi itu belas kasihan luntur.
Saya berikan contoh tadi misalnya sewaktu Amerika Serikat sedang menghadapi Uni Soviet dalam perang dingin yang akhirnya sudah berakhir sekarang ini. Saya masih ingat sekali Amerika menggambarkan Uni Soviet itu sebagai setan besar, itu adalah perkataan mantan Presiden Ronald Reagen. Kenapa digambarkan sebagai setan besar? Supaya rakyat Amerika mendukung kebijakan negara Amerika untuk bermusuhan dengan Uni Soviet. Misalkan dalam perang dunia ke II rakyat Amerika sangat mendukung negara Amerika dalam perang itu. Sebab jelas sekali bahwa yang jahat saat itu adalah Hitler, Musolini dari Italia dan Jepang. Negara-negara sekutu di pihak yang baik karena mereka itu membela diri. Memang yang menyerang terlebih dahulu adalah negara Jepang, Jerman dan Itali, oleh karena itulah para serdadu dapat berperang dengan suatu keyakinan bahwa mereka itu sedang membela yang benar. Bandingkan misalnya perang antara Amerika dan Vietnam pada tahun 60-an sampai akhirnya tentara Amerika kalah. Mengapa? Sebab Amerika tidak mendapat dukungan dari rakyatnya. Rakyat Amerika melihat Amerika sedang melakukan sesuatu yang salah, ini bukan negaranya tetapi mereka campuri akhirnya mereka tidak lagi mendapatkan dukungan. Tentara Amerika pulang ke Amerika malahan dicerca, dihina oleh rakyat Amerika. Jadi sekali lagi kita bisa melihat bahwa kita memang harus melabelkan ini yang jahat, dan seharusnyalah yang jahat itu menerima tindakan atau pembalasan yang sebanding, itu rasionalisasi. Itu yang terjadi waktu masyarakat atau manusia bertindak keras, mereka harus merasionalisasi dan berkata bahwa orang-orang ini selayaknyalah menerima pembalasan yang begini keras, sebab mereka pun orang-orang yang jahat, tidak sepatutnya lagi menerima belas kasihan, nah rasionalisasi seperti ini yang menghilangkan belas kasihan. Sebab sewaktu belas kasihan muncul atau tetap ada, tindakan kekerasan tidak bisa ada, jadi dua-dua itu tidak bisa hidup serumah dalam hati kita, yang satu harus dienyahkan, nah pengenyahannya itulah dengan cara rasionalisasi.PG : Langsung saja misalnya alkohol ya Pak Gunawan, alkohol itu mempunyai kandungan unsur yang akan mengebalkan reaksi syaraf di otak kita. Dengan kata lain, alkohol membuat syaraf kita tida bereaksi dengan cepat, sigap, lambat, makanya orang yang dalam pengaruh alkohol terus melihat ada seseorang melewati jalan dia tidak sempat mengerem, dia akan menabrak orang tersebut, setelah dia menabrak baru dia sadar.
Kenapa demikian? Karena reaksi syaraf itu seolah-olah ditumpulkan, dilambankan, itu sebabnya orang dalam pengaruh alkohol tidak lagi merasakan bahaya yang mengancam. Mereka akan merasakan bahaya itu setelah selang waktu tertentu, jadi dengan kata lain kepekaan mereka akan hal-hal yang menakutkan, yang mengancam berkurang sekali. Itu sebabnya orang setelah minum alkohol seolah-olah lebih berani melakukan hal-hal yang beringas, karena kepekaannya sedang terganggu, tidak lagi sensitif dengan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya.PG : Betul dan kenapa dua massa akhirnya bisa berkelahi seperti itu, sekali lagi saya kira ada faktor, bahwa kami ini seimbang, sebab kalau ada satu yang merasa jauh tidak seimbang dan dia psti akan kalah, biasanya tidak bereaksi.
(GS : Atau melarikan diri) atau melarikan diri, jadi pada umumnya dua kelompok akan benar-benar beradu otot kalau ada kemungkinan mereka menang.PG : Nomor satu, kita memang harus menghentikan gerakan kita, jangan langsung lari atau jangan langsung ikut, tapi kita harus stop dan langsung kita mengingatkan siapa kita. Maksudnya begini ada satu penelitian yang memperlihatkan bahwa orang cenderung akhirnya ikut beringas kalau dalam keadaan yang kacau, tegang, penuh dengan teriakan dan sebagainya.
Mengapa? Sebab tatkala rakyat ribut dan orang-orang kacau tiba-tiba kita pun juga terbawa, kita tidak lagi menyadari diri kita dengan penuh, kita akhirnya memfokuskan pada yang di luar kita. Itulah titik awalnya sewaktu kita tidak lagi memfokuskan pada diri kita, kita akan kehilangan kesempatan untuk melihat nilai-nilai hidup kita, nilai-nilai moral kita. Banyak orang yang setelah berbuat hal-hal yang merusak seperti itu, waktu diam dan memikirkan apa yang telah dilakukannya bisa merasa menyesal. "Kenapa saya bisa begitu ya?" Pada saat kekacauan yang terjadi adalah kepekaan terhadap siapa dirinya sangat berkurang. Maka saya juga menganjurkan dalam suasana seperti itu, meskipun kita di pihak yang seolah-olah menang dan bisa berbuat semau kita, kita harus berhenti, kita harus langsung melihat diri kita, apakah saya orang seperti itu, saya adalah ciptaan Tuhan, bahwa saya adalah orang yang ditebus oleh darah Tuhan, saya harus mengikuti apa yang Tuhan kehendaki bukan yang manusia kehendaki. Akhirnya kita bisa menghentikan diri kita sewaktu kita berdiam diri dan melihat kembali siapa kita.PG : Di sini memang persiapannya bukanlah dimulai pada saat kekacauan itu, sebelumnya kita harus dekat dengan Tuhan, kita harus tahu bahwa kita sebagai seorang Kristen tidak boleh melakukan emua itu.
Dan kedekatan dengan Tuhan inilah yang harus kita pelihara hari lepas hari sehingga tatkala peristiwanya terjadi, kita pun lebih bisa untuk mengerem diri.PG : Saya ini ingin membacakan dari
PG : Betul dan intinya bagi orang Kristen sebetulnya tidak boleh ada musuh karena kalau kita mengasihi musuh berarti dia berhenti menjadi musuh kita, itu intinya.
PG : Betul.
PG : Betul, waktu saya masih kecil kami hanya menonton "Popeye the Sailor" itu adalah film kartun yang paling keras di mana Popeye berkelahi dengan Pluto, tapi sekarang yang namanya "MortalCombat" itu kepala orang dipotong, dipenggal.
PG : Kalau misalkan kita melihat anak kita mulai ikut-ikutan karena menonton film atau video, saya kira kita harus memberitahukan kepadanya bahwa ini telah berdampak buruk dan kita anjurkandia untuk berhenti menonton film, video seperti itu.
PG : Tepat sekali.
GS : Jadi demikianlah para pendengar kami telah mempersembahkan sebuah perbincangan seputar kekerasan yang ada di tengah-tengah kita. Pada saat ini bersama dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Terima kasih atas perhatian Anda dan dari studio kami sampaikan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
9. Pengaruh Kekerasan terhadap Kehidupan Kita | |
Kekerasan dapat merupakan penyataan atau wujud atau juga ekspresi dari tekad membela kepentingan. Dan hal ini juga akan sangat berpengaruh khususnya terhadap anak-anak.
Dampak kekerasan yang terjadi di masyarakat bisa mengakibatkan anak-anak kita menjadi:
Orang-orang yang mementingkan diri sendiri. Kekerasan sebetulnya merupakan pernyataan atau wujud dari tekad membela kepentingan, jadi kalau kita dihadapkan atau hidup di tengah-tengah masyarakat yang makin hari makin keras ada suatu kemungkinan si anak yang kita besarkan ini bisa bertumbuh besar menjadi anak-anak yang egois yang hanya memikirkan kepentingan sendiri dan akhirnya mempunyai sifat yang keras.
Menjadi anak yang akhirnya mengekspresikan kemarahannya dengan kekerasan.
Bagi anak-anak yang dalam keadaan terdesak dengan kekerasan, apa yang seharusnya kita sarankan sebagai orangtua:
Kita perlu menekankan kepada anak bahwa kita boleh melindungi diri, dalam pengertian kita bisa bersikap tegas, kita tidak usah agresif, kasar menghantam orang, memukul orang, tidak usah ketus dengan kata-kata kita tidak perlu, tapi kita mengajarkan anak kita untuk bersikap tegas. Jadi tidak perlu keras tapi tegas itu yang kita ajarkan.
Untuk anak-anak yang berjiwa keras, kita perlu lebih waspada yaitu kita tegaskan kepada dia bahwa waktu engkau pukul anak lain engkau berdosa kepada Tuhan. Yang perlu engkau lakukan adalah engkau bersikap tegas kepada temanmu, engkau tidak menginjak dia.
Untuk anak-anak yang jiwanya lemah lembut dalam menghadapi kekerasan. Yang perlu kita lakukan adalah kita harus membela, memberikan perlindungandan kita memastikan bahwa dia itu aman. Jadi kita perlu memberikan perlindungan ekstra kepadanya sehingga dia akan merasa lebih aman.
Sebagai seorang kristen dalam menghadapi kekerasan, yang perlu kita lakukan adalah:
Terhadap kehilangan harta, kita bisa mengingat reaksi Ayub sewaktu hartanya semua habis dan dia akhirnya jatuh miskin, tidak punya apa-apa. Ucapan yang keluar dari mulutnya adalah Tuhan yang memberi, maka Tuhan bisa mengambil dengan kata lain kita menyadari seperti Ayub, kita datang ke dunia tanpa membawa apapun jadi kita akan meninggalkan dunia tanpa membawa apapun. Jadi sikap atau perspektif yang benar tentang harta menolong kita menghadapi kehilangan, kalau tidak memang akan menimbulkan pukulan yang berat, stres yang sangat berat.
Terhadap kerugian pada tubuh, mengalami luka. Kita harus menekankan bahwa yang paling penting dalam hidup adalah bukan tubuh tapi roh kita, jiwa kita. Kita perlu mengerti tentang kemenangan di dalam Tuhan, kemenangan ini bukan berarti kita akan menjadi orang yang selalu kaya, selalu berhasil, selalu dilindungi dari segala mara bahaya, yang dimaksud adalah sewaktu semua atau segala hal terjadi pada diri kita, kita bisa merespons dengan sikap yang Kristus kehendaki yaitu kita merespons seperti Kristus merespons terhadap apa yang dialami. Sewaktu Dia disalib, disiksa, dipukul Dia terima. Jadi reaksi itulah yang perlu kita miliki dan sewaktu itu kita miliki kita bisa berkata menang, kita menang. jadi kemenangan bukan berarti kemenangan fisik, jadi meski tubuh kita terluka atau cidera kita harus berkata tidak apa-apa, ini sementara yang penting adalah roh saya, apakah roh saya cacat juga ataukah roh saya dapat menang melawan semuanya.
Ayat 46, "Apabila engkau mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allahpun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso beserta Ibu Idajanti Rahardjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang pengaruh kekerasan terhadap kehidupan kita maupun kehidupan keluarga kita. Kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya akan menjawab dengan menceritakan sebuah kisah, seseorang bernama Jim Elliot bersama dengan empat rekannya berniat untuk membawa Injil Tuhan kepada suatu suku Indian di Ekuador. Begit mereka tiba, mereka dibantai, dibunuh dengan tombak oleh suku Indian tersebut.
Pada waktu itu Jim Elliot mempunyai seorang putri, dan istrinya Elizabeth Elliot mengambil suatu tindakan yang sangat luar biasa. Pada saat itu istri Jim Elliot, Elizabeth bersama dengan istri-istri rekannya itu mereka sedang berada di suatu kota yang lain, tidak bersama dengan suami-suami mereka di tempat peristiwa itu. Sewaktu Elizabeth mendengar suaminya terbunuh, dia memutuskan untuk pergi kembali ke sana, ke tempat di mana suaminya itu terbunuh. Yang paling menakjubkan adalah Elizabeth Elliot membawa anaknya dan tinggal bersama-sama suku Indian yang membunuh suaminya itu. Anak itu akhirnya dibesarkan bersama dengan anak orang yang membunuh Jim Elliot, suaminya itu dan kita tahu ceritanya mengapa Elizabeth terus tinggal di sana, karena dia terpanggil untuk membawa Injil Tuhan kepada orang-orang Indian itu. Dan memang si pembunuh yang membunuh suaminya itu akhirnya juga menjadi orang yang percaya dalam Tuhan Yesus. Dari cerita ini kita bisa melihat suatu pelajaran yang sangat indah yaitu Elizabeth Elliot sebetulnya mempunyai dua pilihan saat itu, menanamkan kebencian pada si anak atau justru menanamkan cinta kasih pada si anak. Dia bisa berkata kepada anaknya: "Orang-orang Indian itu biadab, mereka membunuh papamu dengan begitu saja tanpa salah" atau dia bisa melakukan yang dia lakukan yaitu justru mengajak si anak untuk membawa Injil atau cinta kasih Tuhan Yesus kepada orang-orang yang memang belum mengenal Tuhan. Sebab asumsinya adalah kalau mereka sudah mengenal cinta kasih Tuhan Yesus mereka tidak akan mau berbuat jahat, itulah yang dilakukan oleh Elizabeth Elliot. Saya kira dampak kekerasan yang kita lihat sekarang pada masyarakat bisa membawa anak-anak kita menjadi nomor satu, orang-orang yang mementingkan diri sendiri. Kekerasan sebetulnya merupakan pernyataan atau wujud dan ekspresi dari tekad membela kepentingan. Jadi kalau kita dihadapkan atau hidup di tengah-tengah masyarakat yang makin hari makin keras, ada suatu kemungkinan si anak yang kita besarkan ini bisa bertumbuh besar dan menjadi anak-anak yang egois, hanya memikirkan kepentingan sendiri dan akhirnya mempunyai sifat yang keras. Dalam pengertian kalau teritori saya diganggu, kalau hak saya diinjak, maka saya harus melawan dengan keras pula. Ini yang saya takuti bisa mulai tertanam dalam diri anak-anak kita. Sudah tentu hidup dalam kekerasan juga memaksa kita untuk bersifat keras. Karena adakalanya kita merasa sangat tertekan kalau kita membiarkan diri kita lemah, anak-anak pun demikian, tatkala mereka dikelilingi dengan kekerasan mereka pun akhirnya terpaksa membangun suatu sistem pertahanan yang keras, supaya mereka tidak mudah jadi korban atau terluka.PG : Saya kira anak-anak usia mulai 9 tahun ke atas sudah bisa, jadi mulai kira-kira batas 9 tahun. Kita tahu tahap yang paling rawan adalah usia remaja, tapi sudah diawali sejak usia 9, 10 tahn itu.
PG : Saya kira kita terpengaruh untuk bertindak sama seperti orang lain bertindak kepada kita, kita akan terpancing melakukan hal yang sama. Karena kita manusia mempunyai sikap atau sifat keadian, sebetulnya sifat keadilan sudah kita sadari adalah suatu sifat yang baik.
Tapi dari sifat keadilan ini bisa muncul reaksi atau respons yang lain yaitu menuntut pembalasan yang dilarang oleh Tuhan. Tuhan berkali-kali berkata di Alkitab bahwa pembalasan milikKu, ditanganKu, jadi hak membalas bukan hak manusia.PG : Tadi saya sudah singgung yaitu anak bisa menjadi anak yang akhirnya mengekspresikan kemarahannya misalnya dengan kekerasan. Semua anak di mana pun pasti akan hidup dalam suasana yang tidaknyaman, adakalanya kehendaknya tidak terjadi, adakalanya dia dibuat marah dan sebagainya.
Tapi dalam lingkungan yang relatif damai, menghindari kekerasan, dia juga tidak terbiasa atau tidak melihat contoh untuk mengekspresikan rasa tidak sukanya atau marahnya melalui tindak kekerasan. Tapi dalam suasana kekerasan mulai menggejala, mulai memasyarakat, si anak akhirnya bisa tertular, akhirnya bagi dia kalau marah ekspresikanlah dengan kekerasan, itu tidak apa-apa sebab itu yang dilakukan oleh orang lain pula. Jadi bukan saja dia menjadi anak yang peka dengan kepentingannya atau jangan mengganggu kepentingan saya, engkau tidak mengganggu saya tidak apa-apa, kalau engkau mengganggu saya habisi engkau. Anak-anak bisa mempunyai sikap seperti itu, tapi selain dari itu anak-anak juga bisa mengembangkan sikap kalau saya marah saya harus keras, sebab itulah yang dilakukan oleh orang-orang lain.PG : Saya kira dalam contoh itu tidak apa-apa, sebab si ayah bisa menjelaskan bahwa saya hanyalah melindungi diri, saya bukan menggunakan ini untuk menyerang orang. Yang lebih penting adalah siat atau sikap orang tua di rumah.
Kalau memang di rumah penuh dengan percakapan yang menebarkan kebencian, tindakan si ayah membawa pentungan misalnya di mobil, tepat mengkonfirmasi bahwa inilah yang seharusnya dilakukan dalam hidup yaitu kita dipukul sekali, kita pukul orang dua kali misalnya seperti itu. Tapi kalau di rumah si ayah dan ibu, memang mencerminkan kelemahlembutan dan damai, anak juga akan tahu ini hanya untuk membela diri. Jadi interaksi di rumah itulah yang lebih penting.PG : Ini hal yang penting sekali karena bagaimanapun kita harus menyadari anak kita hidup dalam realitas dan dalam dunia yang realistik, adakalanya ada orang-orang jahat yang mau membuat anak ita terluka sehingga jadi korban.
Saya kira kita perlu menekankan pula bahwa kita ini boleh melindungi diri. Melindungi diri dalam pengertian kita bisa bersikap tegas, kita tidak usah agresif, kasar seperti menghantam orang, memukul orang, tapi kita bisa mengajarkan anak kita untuk bersikap tegas. Misalkan anak kita diganggu, didorong-dorong kadang-kadang dipukul kepalanya oleh temannya, kita bisa berkata kepada anak kita "Kau hampiri temanmu dan katakan jangan pukul kepala saya lagi, saya tidak suka!". Dan setelah itu kita berkata: "Kalau dia pukul lagi, engkau laporkan kepada gurumu atau saya datang ke sekolah untuk bertemu dengan anak itu." Jadi kita yang membela anak itu, dengan tindakan itu si anak memang diperlengkapi dengan suatu kekuatan yaitu kekuatan guru atau kita orang tua yang akan membela dia. Tapi dia tidak harus akhirnya membalas. Kecenderungannya adalah dalam masyarakat yang makin keras ini, anak-anak memang terpancing untuk keras, sebab kalau tidak keras dia akan jadi korban dan dianggap lemah. Jadi saya kira tidak perlu keras tapi bisa tegas, itu yang bisa kita ajarkan kepada anak-anak.PG : Anak-anak yang berjiwa keras itu saya ibaratkan minyak yang memang mudah sekali mengobarkan api. Nah, untuk anak-anak seperti ini kita memang perlu lebih waspada yaitu kita tegaskan kepadadia, bahwa waktu engkau pukul anak lain engkau berdosa kepada Tuhan, kita harus tekankan hal itu kepadanya.
Yang perlu dan engkau harus lakukan adalah engkau bersikap tegas kepada temanmu, engkau tidak menginjak dia, tapi waktu dia menginjak engkau, engkau katakan: "Aku tidak suka engkau melakukan itu kepadaku!" Jadi kita batasi anak itu sampai pada garis bertindak keras saja. Sebab kalau tidak, kita memang akan melihat suatu generasi yang penuh dengan tindak kekerasan, kita akan melihat anak-anak ini menjadi besar dengan suatu sikap yang sangat keras, diganggu sedikit langsung harus balas. Saya mau mengajak kita melihat secara historis misalkan saya suka melihat-lihat, mengamati para ayah kita yang usianya sekarang mungkin 60 tahunan atau 70 tahunan ke atas yang bertumbuh besar pada masa penjajahan. Pada masa itu saya kira jelas sekali siapa yang berada di pihak yang benar, siapa yang berada di pihak yang salah yaitu bahwa penjajah itu di pihak yang salah dan kita ini menginginkan kemerdekaan. Cukup banyak masyarakat kita hidup dalam kesusahan di dalam masa penjajahan, tapi saya melihat ada satu karakteristik dari generasi yang tua-tua ini yaitu generasi mereka adalah orang-orang yang tabah, tahan banting. Saya kira mereka tabah dan tahan banting karena dipersiapkan oleh situasi hidup pada saat itu. Dan mereka tidak mengalami konflik nilai karena jelas sekali siapa yang berada di pihak yang salah dan pihak yang benar. Sekarang saya khawatir kita memang akan menumbuhkembangkan suatu generasi yang bertindak keras, yang mempunyai falsafah kehidupan "Engkau mengganggu aku, engkau akan habis." Kenapa begitu? Karena generasi ini menyaksikan begitu banyak kekacauan dan ketidakadilan yang benar-benar kacau, di mana ada serangan dari kiri, dari kanan, jadi orang akhirnya harus selalu was-was terhadap semua orang, ini yang saya takuti, jadi saya takut kita mulai memetik buahnya 20 tachun mendatang atau mungkin 15 tahun mendatang di waktu anak-anak remaja yang sekarang menyaksikan semua ini bertumbuh besar menjadi orang dewasa. Sebab saya melihat memang ada suatu karakteristik untuk suatu zaman, untuk suatu era tertentu di mana misalkan saya mengambil contoh yang lain lagi generasi tahun 60-an misalnya di Amerika Serikat yang disebut generasi Hippies, mereka memang terkenal sebagai orang-orang atau generasi yang mencintai sekali kesenangan. Mereka itu lepas dari peperangan, tahun 45-an itu mereka belum lahir mereka lahir di atas tahun 50-an, 60-an mereka hidup dalam kemakmuran semua tersedia dengan baik, sehingga mereka adalah memang generasi yang mencintai sekali kesenangan, kenikmatan. Beda dengan generasi 40-an di mana mereka menjadi generasi yang tabah, yang kuat, tahan banting.PG : Kita harus membela, harus memberikan perlindungan, jadi rasa takut itu tidak cukup hanya dihilangkan dengan perkataan "Ya, engkau tidak akan apa-apa, semuanya akan baik". Akhirnya yang peru kita lakukan adalah kita memastikan bahwa dia itu merasa aman, misalkan kita akan menjemput dia, kita akan bersama dia sehingga sedikit banyak membuat dia merasa aman.
Jadi sekali lagi harus ada campur tangan langsung dari orang tua memberikan perlindungan ekstra kepadanya sehingga dia akan merasa lebih aman.PG : Bisa, dan itu yang saya kira lebih mungkin terjadi pada masyarakat kita. Terluka akibat tindak kekerasan dari orang lain itu tidak mudah disembuhkan, membutuhkan waktu yang lama dan yang sya takutkan adalah belum cukup waktu untuk sembuh sudah terjadi lagi yang baru dan terus begitu.
PG : Ada beberapa sikap ya Pak Gunawan, misalkan yang pertama, terhadap kehilangan harta, kita bisa mengingat reaksi Ayub sewaktu hartanya itu semua habis dan dia akhirnya jatuh miskin, tidak unya apa-apa.
Ucapan yang keluar dari mulutnya adalah Tuhan yang memberi, ya Tuhan bisa mengambil, dengan kata lain kita menyadari seperti Ayub, kita datang ke dunia tanpa membawa apapun jadi kita akan meninggalkan dunia tanpa membawa apapun, yang kita miliki adalah pemberian Tuhan dan memang bisa diambil. Diambil dapat dengan berbagai cara dan bentuk dalam kedaulatan Tuhan, dia mengizinkan harta kita diambil secara tidak benar. Namun akhirnya kita harus berkata yang berkuasa atas harta itu adalah Tuhan, dan yang saya miliki itu dulu itu sebetulnya pemberian Tuhan. Jadi sikap atau perspektif yang benar tentang harta menolong kita juga menghadapi kehilangan itu, kalau tidak memang bisa menimbulkan pukulan yang berat, stress yang sangat berat.PG : Misalkan sekarang mengenai kerugian terhadap tubuh kita, kalau kita mengalami luka dan sebagainya. Kita harus menekankan bahwa yang paling penting dalam hidup ini adalah bukan tubuh, tapi oh dan jiwa kita.
Akhir-akhir ini saya makin menyadari apa artinya kemenangan dalam Tuhan. Kemenangan dalam Tuhan bukan berarti kita akan menjadi orang yang selalu kaya, berhasil, dilindungi dari segala marabahaya. Yang dimaksud adalah sewaktu semua atau segala hal terjadi pada diri kita, kita bisa merespons dengan sikap yang Kristus kehendaki yaitu kita akhirnya merespons seperti Kristus merespons terhadap apa yang dialami. Sewaktu Dia dipukuli, disiksa, ditampar, Dia terima, dan akhirnya Dia disalib, Dia juga terima. Jadi reaksi seperti itulah yang perlu kita miliki dan sewaktu kita miliki kita bisa berkata kita menang. Jadi kemenangan bukan berarti kemenangan fisik, jadi tubuh kita pun waktu terluka atau cedera, kita harus berkata tidak apa-apa memang itu sementara, yang penting adalah roh saya, apakah roh saya akan cacat, cedera juga, ataukah roh saya akan dapat menang melawan semuanya ini.PG : Betul sekali, jadi akhirnya Paulus memberikan kita suatu nilai hidup yang penting, yaitu bahwa mati bukanlah yang terburuk, bahwa mati adalah suatu keuntungan, karena Dia akan bersama dengn Tuhan.
PG : Betul, misalkan kalau saya baca dari
Demikian tadi para pendengar kami telah mempersembahkan sebuah perbincangan tentang pengaruh kekerasan yang terjadi di sekeliling kita terhadap keluarga kita, khususnya anak-anak juga kita. Dan perbincangan ini kami lakukan bersama dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Melalui kesempatan ini, kami juga ingin mengucapkan terima kasih atas surat-surat yang disampaikan pada kami. Namun tetap saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami sampaikan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
10. Bagaimana Merawat Orang Sakit | |
Kasih adalah suatu hal yang utama dan sangat penting yang harus dimiliki bagi setiap orang yang sedang merawat orang sakit.
Berikut ini adalah pengalaman merawat orang sakit yang diceritakan oleh Dokter Yanti:
Pada waktu saya masih SMA, ayah saya mengalami stroke. Mula-mula stroke itu mengakibatkan ayah lumpuh separuh badan, dia masih bisa bicara dan bisa merawat dirinya sendiri. Papa orangnya sibuk dan karakternya keras, sehingga sulit baginya untuk pulih maka penyakitnya pun makin progresif. Ia terkena stroke berulang kali sehingga akhirnya lumpuh kiri kanan atau pseudobulber. Makan pun jadi susah, seperti dipaksa masuk karena otot lidahnya sudah kaku. Jalan pun harus dipapah, lama-lama lumpuhnya bukan lemas tapi kaku, bagi orang yang memapahnya ini menjadi berat sekali. Mama sendirilah yang sehari-hari merawatnya, karena papa justru tidak mau sama orang lain. Mula-mula makan masih bisa, tapi lama-lama tidak bisa makan. Buang air besar harus dikorek karena saraf pengontrol pembuangannya sudah lumpuh. Kadang-kadang tidurnya juga tidak teratur, saat kita mau tidur dia malah terjaga. Waktu kita sudah tidur dan dia mau buang air atau apa panggil-panggil dan kita harus bangun.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam merawat orang sakit:
Yang paling tepat dan seharusnya merawat orang yang sakit seperti itu adalah pihak keluarga dan perawat.
Pengalaman Ibu Vivian:
Mama saya sakit kanker lama sekali, setelah 13 tahun menderita sakit akhirnya ia meninggal. Jadi saya melihat sendiri bagaimana perjuangan mama dan saya sempat merawat juga. Jadi ada waktunya merawat dengan sungguh-sungguh, tapi ada juga waktunya istirahat. Biasanya orang sakit minta dirawat orang yang dicintai, seperti ibu saya dulu, tidak mau dengan perawat, ia minta anaknya yang membantu di RS termasuk urusan buang air segala. Dalam hal ini saya rasa kekompakan di antara saudara itu penting sekali, karena ini 'kan tanggung jawab seluruh keluarga. Kalau tidak itu menjadi beban lagi bagi saudara-saudara yang lain. Kami sebagai anak-anak bergantian merawat mama di situ, jadi disana sering-sering ada suster dan ada anak.
Kalau kita bersama orang yang sakit harus sungguh-sungguh 100% merawat, tapi juga ada waktunya keluar sebentar, ya...untuk bernafas sedikitlah. Bila si sakit itu emosi seharusnya kita yang merawat tidak boleh emosi, keluar dulu dari kamarnya dan kalau emosi sudah reda baru kita masuk lagi. Jika kita selalu memikirkan apa yang dia lakukan, kok tidak tahu terima kasih, marah-marah. Dan kita ladeni pasti akan terjadi "perang", karena sama-sama emosi sehingga terjadi gesekan yang keras.
Di dalam merawat orang sakit, orang yang mendampingi sedikit banyak harus tahu apa kebutuhannya, obat-obatannya, makanannya, dan sebagainya.
Usahakanlah untuk terus berkomunikasi dengan orang sakit.
Untuk bisa menumbuhkan kasih dalam merawat orang sakit, kita harus merawat bukan sekedar melakukan tugas. Jadi dalam merawat itu harus ada kasih.
Baik orang yang merawat maupun yang dirawat harus mempersiapkan hati menghadapi apa yang akan terjadi di kemudian hari.
Untuk mereka yang bisa berkomunikasi persiapannya bisa dua belah pihak, jadi kita mempersiapkan yang meninggal, yang meninggal juga mempersiapkan yang ditinggal. Satu hal penting yang bisa kita lihat dari pengalaman merawat orang sakit ini, adalah kasih. Kasih yang sering kita alami perlu dibagikan kepada orang sakit. Dan juga kepada orang-orang yang disekelilingnya, karena dalam keadaan demikian semua pasti menjadi lebih peka. Kita harus menyadari bahwa yang sakit ini perlu mendapat prioritas yang lebih untuk merasakan kasih Tuhan melalui kita.
Dan saya sangat percaya bahwa segala sesuatu akan bekerja sama mendatangkan kebaikan bagi orang-orang yang percaya kepada Tuhan.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan kali ini dengan Ibu Dr. Vivian Andriani Soesilo. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Dan kali ini kami berbahagia sekali didampingi juga oleh Dr. Yanti yang juga akan menjadi nara sumber. Di dalam perbincangan kami yang kali ini akan mengambil tema bagaimana merawat orang yang sakit. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
YT : Ya pengalaman saya pada waktu itu, saya masih belum menjadi dokter, masih SMA. Ayah saya sakit stroke. Mula-mula strokenya itu cuma lumpuh separuh, masih bisa bicara, merawat dirinya sediri.
Tapi waktu terus berlanjut sampai bertahun-tahun kira-kira 12 tahun. Jadi penyakitnya makin progresif, mula-mula cuma lumpuh sebelah, masih bisa makan sendiri, jalan, masih bisa semuanya. Tapi lama-lama kena serangan ulang akhirnya lumpuh kiri kanan, jadi dia makan susah ya seperti dipaksa masuk, karena otot lidahnya itu sudah kaku. Itu pseudobulber, jadi kiri kanan lumpuhnya. Jalan harus dipapah, mula-mula mungkin bisa, lama-lama lumpuhnya itu bukan lemas tapi kaku. Itu berat sekali, harus yang sudah mengerti betul.YT : Mama saya.
YT : Papa saya tidak mau dengan orang lain kecuali dengan mama saya. Mula-mula makan masih bisa, lama-lama tidak bisa makan sendiri. Buang air besar harus dikorek, karena sudah lumpuh saraf semakin hari semakin begitu.
Jadi mungkin mama saya itu sulit sekali, belum lagi ditambah emosinya, orang yang sakit stroke itu terganggu keseimbangan emosinya lalu otaknya. Pikirannya tidak logis seperti orang yang normal, jadi waktu mengalaminya berat sekali.YT : Pasti, kalau setiap datang ke sana terus mama mengeluh, sudah dirawat sekian lama tapi marah-marah, membanting-banting, sepertinya tidak berterimakasih. Jadi pengorbanannya itu sia-sia egitu kata mama.
Padahal saya juga mengerti, karena papa saya itu tidak bisa seperti orang normal karena dia sudah terganggu otaknya, secara emosinya dia juga merasa terbatas. Kalau misalnya mau sesuatu, dalam 1, 2 menit harus sudah ada. Sedangkan mama masih mengerjakan hal yang lain, jadi itulah yang menjadi pertentangan.(1) VS : Kalau menurut pengalaman Bu Yanti melihat mama, apa yang membuat mama bisa bertahan, kalau tidak salah papa 12 tahun sakitnya?
YT : Ya dia bilang katanya kalau bukan Tuhan yang menguatkan, saya mungkin tidak sanggup. Apalagi mungkin dulu dilatarbelakangi keluarga mama yang mungkin sedikit kurang harmonis, jadi kadan-kadang suka muncul kenapa saya harus menanggungnya begitu.
Ya saya memberikan kekuatan, mungkin Tuhan mempunyai suatu rencana untuk dia, supaya dia belajar lebih banyak, jadi itu yang menguatkan dia. Kalau bukan itu mungkin dia sudah putus asa, menggunakan suster saja, padahal papa saya tidak mau sama sekali sama suster. Jadi walaupun sudah marah-marah begitu, misalnya lempar-lempar, saya yang menenangkan lagi, agar dia mau kembali merawat papa.VS : Waktu Bu Yanti kuliah, apakah satu kota dengan papa?
YT : Tidak, tapi saya sering ke sana.
VS : Sering ke situ, jadi pernahkah mama merasa marah terhadap papa?
YT : Sering, kalau misalnya papa sedang marah-marah, mama juga emosi, sudah dirawat baik-baik kok dia masih marah-marah sama mama. Saya mengatakan, sudah ya jangan dibalas, tinggal pergi duu supaya emosinya agak reda.
Karena biar bagaimanapun dia sakit secara otaknya, emosinya itu sakit, tidak bisa seimbang lagi untuk mengerem. Misalnya untuk mengambil apapun motoriknya, sensoriknya semuanya sudah tidak seimbang. Ya saya mengingatkan mama, kalau sudah begitu, menjauh dulu nanti emosi papa reda bisa kembali diajak bicara lagi.VS : Jadi kalau mama sadar bahwa ini orang sakit, ia bisa merawat dengan baik, walaupun kadang-kadang emosinya juga terpancing sendiri.
YT : Ya kebetulan semua ada di luar kota, ada cuma satu kakak saya yang juga sibuk.
YT : Ya sendiri.
YT : Harus dua-duanya ya, karena biar bagaimanapun yang merawat harus terlibat jauh, sudah lelah fisik, emosi. Jadi mungkin tidak bisa bertahan. Tapi kalau misalnya pekerjaan yang bisa dikerakan oleh perawat, dikerjakan perawat apa salahnya, jadi ada yang membantu.
YT : Ya karena, mungkin orang tua saya tinggalnya bukan di kota besar, dan dia mungkin sungkan juga dirawat misalnya dimandikan. Padahal seharusnya tidak harus begitu, perawat bisa membantu al yang lain.
Mungkin lebih baik perawatnya laki-laki. Jadi kalau berdua mungkin lebih enak walaupun tidak sepenuhnya diserahkan ke perawat tetapi tetap didampingi.YT : Kalau mama saya sudah lama, sudah belasan tahun jadi sudah tahu. Dokter yang merawat papa itu sudah memberitahu misalnya kalau gejalanya ini obatnya ini, sudah bertahun-tahun obatnya saa, jadi sudah hafal.
YT : Waktu pertama serangan stroke, oleh dokter diberi selang. Selang yang masuk ke hidung itu sonde tapi dilatih. Papa saya sebetulnya tidak bisa mengunyah, tapi dia bisa menelan. Jadi makaannya harus masuk ke ujung-ujung, mama yang memasukkan, saya juga tidak bisa.
Dia sudah terlatih karena itu dilakukan setiap hari. Seperti orang yang tenggelam begitu tersedak, kalau orang lain mungkin bisa masuk ke saluran pernafasan. Saya tidak tega kalau melihatnya sementara ia makan.YT : Dulu waktu masih serangan pertama dipantang ini tidak boleh, tapi sesudah lanjut terus dokter memberi saran, menurut prognosa dokter. Dokter memberikan prognosa akhirnya prognosanya berpa lama dia hidup ya sudah biasa saja, boleh makan apa saja.
Tapi waktu pertama-tama dia diet, dia marah-marah karena menginginkan yang dia mau sehingga tekanan darahnya naik. Jadi harus kita beri sedikit, asal mencoba saja.YT : Ya berbincang-bincang juga sama mama, memberi kekuatan. Papa juga cerita, mengaduh tentang keluh kesahnya. Ya papa cerita macam-macam.
YT : Waktu pertama-tama dia bisa, lama-lama dia lumpuh, saya pikir bagaimana cara komunikasinya. Saya membuatkan abjad a, b, c, d, biar tangan yang satu masih bisa bergerak, jadi bisa komuniasi.
Kalau tidak bisa komunikasi membingungkan juga.VS : Saya kira menolong sekali.
YT : Ya karena dia usianya sudah makin lanjut, untuk miring saja harus dimiringkan, mama tidak bisa berada terlalu jauh. Sebentar jauh dipanggil lagi. "Thek, thek" itu cara memanggilnya.
YT : Ya kalau itu stroke waktu awalnya cuma ringan, misalkan tekanan darahnya dijaga kemudian makannya diet, dia tidak stress, seharusnya bisa. Itu tergantung si pasien sendiri punya kedisilinan, kalau dia tidak disiplin sulit atau pola hidupnya yang sibuk, seperti papa saya sibuk, susah apalagi karakternya keras.
YT : Sebetulnya sebelum dia kena stroke, orang tua saya sama sekali bukan Kristen, dia tidak suka kalau anak-anaknya ke gereja. Saya dulu waktu kecil tidak boleh ke gereja tapi kita sembuny-sembunyi ke gereja.
Dengan pengalaman sakitnya membawa orang tua saya ini justru lebih dekat dengan Tuhan, dia bisa kenal Tuhan Yesus waktu mengalami sakit, mengalami kesulitan dalam keluarga.YT : Dulu saya waktu kecil polos, saya beritakan Injil, malah dimarahi, diusir-usir. Tapi keluarga dari pihak papa saya sebetulnya yang lain sudah Kristen, diulang-ulang tapi keputusannya teap dia pribadi, karena itu diberitakan Injil, sudah lama waktu dia belum stroke.
Tapi waktu dia mengalami bagaimana dia membutuhkan Tuhan, bagaimana dia cuma butuh pertolongan yang satu-satunya itu dari Tuhan, itu yang membawa dia kenal Kristus sampai meninggalnya.VS : Ya, orang yang sakit kalau saya ingat sendiri mama saya sendiri sakit kanker lama sekali, akhirnya meninggal setelah 13 tahun menderita sakit kanker. Jadi saya melihat sendiri bagaimanaperjuangan mama saya, saya sempat merawatnya.
Waktu itu kalau Bu Yanti mengatakan bagaimana untuk merawat orang sakit, bagaimana kita yang merawat ini bisa mempunyai kesabaran yang luar biasa, bagaimana kita bisa menumbuhkan kesabaran dalam merawat orang sakit. Saya kira waktu saya bayangkan sendiri ketika mama saya sakit, kesabaran itu berperan sangat penting.YT : Ya menurut saya sebetulnya kalau si sakit itu emosi, harusnya kita tidak boleh emosi kita harus di atas dia. Kalau kita memikirkan apa yang dia lakukan pasti perang ya. Emosi sama, kenaa dia tidak tahu berterima kasih, marah-marah.
Tapi kalau kita melihat dia emosi, kita keluar dulu saja, begitu reda kita baru masuk lagi, tapi kalau kita di situ meladeni terus, akan terjadi gesekan yang keras.VS : Jadi ada waktunya merawat dengan sungguh-sungguh, tapi ada waktunya istirahat juga. Itu saya melihat waktu saya merawat ibu saya, jadi kita bergantian antara anak, ibu juga dirawat di rmah sakit.
Sering-sering di rumah sakit jadi ada suster, ada anak, jadi kalau kita bersama orang yang sakit itu sungguh-sungguh 100% untuk merawat. Tapi juga ada waktunya keluar sebentar untuk "bernafas" sedikit misalnya.VS : Setelah lebih lama kita melakukan, saya kira itu sebagai suatu rutinitas. Jadi seperti dulu saya rutinitas pulang sekolah, langsung yang saya lakukan makan siang, sepanjang hari di ruma sakit, terus mulai pulang sekolah itu sampai malam.
VS : Terpola di situ, saya belajar di situ. Kadang-kadang kita bergantian menginap di rumah sakit untuk menjaga mama. Paginya berangkat dari rumah sakit, jadi rumah sakit itu rumah kedua waku itu.
YT : Masalahnya kalau menunggu saja masih bisa, tapi kalau dia tidak bisa melakukan segalanya sendiri misalnya buang air besar. Itu yang sulit ya, bertahun-tahun orang lain tidak mungkin melkukannya kecuali istrinya sendiri.
Apalagi kalau misalnya, saraf untuk buang air besarnya kurang baik, jadi harus tiap kali bukan di tahun pertama justru tidak apa-apa, justru makin tahun makin terasa beratnya. Kalau orang tua saya pada tahun pertama masih ringan, lama-lama makin berat, makin berat, tambah berat.VS : Dan biasanya orang sakit minta dirawat orang yang dicintai, seperti ibu saya dulu tidak mau dengan perawat, minta anaknya yang membantu, untuk urusan buang air besar itu segala.
YT : Maksudnya saran-saran yang seperti apa?
YT : Pengobatan alternatif itu boleh-boleh saja, misalnya tusuk jarum, mungkin karena ilmu di RRC lebih maju.
YT : Itu kembali ke imannya, saya memberikan pengertian pada orang tua saya bahwa, kalau misalnya sakit, kadang-kadang bukan semua sakit. Ya kalau yang kharismatik dengan mujizatnya bisa semuh.
Kadang-kadang Tuhan mengizinkan ini terjadi, walaupun tidak harus sembuh sempurna, jadi diingatkan pada iman saja. Untuk apa kesembuhan kalau menggadaikan iman.(5) VS : Bagaimana Bu Yanti bisa menumbuhkan kasih dalam merawat, merawat bukan sekedar melakukan tugas tapi dalam merawat itu ada kasihnya. Orang sakit butuh dikasihi, kita bisa mengsihi dalam melakukan, dan dengan kasih kita dia tentu bisa meringankan beban sakitnya.
YT : Ya itu kembali persekutuan kita dengan Tuhan, kalau kita sendiri kosong, kita tidak bisa mengasihi orang lain. Kalau kita senantiasa diisi kasih, kita bisa mengasihi, jadi dukungan dariorang luar mungkin yang penting karena iman memberikan kekuatan supaya senantiasa penuh.
Kalau sendiri mungkin tidak akan bisa, jadi didukung orang-orang luar. Di lingkungan orang tua saya juga ada yang mendoakan setiap berapa hari sekali, belajar Alkitab supaya imannya tumbuh.YT : Ya dia senang, kadang-kadang kita berikan kaset-kaset rohani yang menghibur, yang memberi kekuatan. Jadi papa ada kegiatan, mendengarkan kaset itu.
VS : Ya mungkin dia dalam taraf marah waktu itu, mungkin tidak bisa menerima keadaannya yang sakit.
VS : Saya kira biasanya, terutama orang yang mengerti keadaannya dan yang mendukung.
YT : Sebetulnya sudah lama saya mengingatkan kepada orang tua saya, supaya dipersiapkan karena suatu saat pasti papa dipanggil, jadi kita mempersiapkan papa juga. Kalau Tuhan panggil, jadi dpersiapkan juga, diingatkan mungkin mama yang lebih dekat yang tiap hari selalu mengingatkan.
Jadi waktu dipanggilnya juga waktu tidur, kaget juga padahal kita sudah berdoa, tapi waktu dipanggil ya kaget juga. Tapi sesudah itu, juga ada segi baiknya, mama sudah punya waktu untuk dirinya sendiri, kalau dulu seluruh waktu untuk papa, misalnya waktu untuk pelayanan, untuk apapun harus lihat waktu, harus cepat pulang. Tapi sekarang dia sudah konsentrasi penuh dengan pelayanan; namanya suami ya tetap sedih karena kadang-kadang masih mengingatnya. Karena sudah lama dipersiapkan untuk itu, jadi tidak terlalu berat, kemudian ada kesibukan lain.VS : Kalau untuk orang yang bisa berkomunikasi, persiapannya bisa dua belah pihak ya, jadi kita mempersiapkan yang akan meninggal, yang akan meninggal juga mempersiapkan yang ditinggal. Jadiitu maksudnya seperti ibu saya yang sakit lama sekali dia mempersiapkan anak-anaknya, satu-satu kamu harus begini, begini.
Karena dia masih bisa berkomunikasi meskipun sakit parah, jadi yang ditinggal juga bisa siap bagaimana kita menghadapi kenyataan ini, jadi ada komunikasi dari dua belah pihak.YT : Misalnya dia baru minta supermi, belum berapa menit dia sudah minta yang lain. Dia kerjanya cuma duduk, berpikir, ingin apa dia menyuruh lagi, itu tidak mungkin. Baru keluar pintu sebetar sudah disuruh lagi.
YT : Diberi pengertian ya walaupun nanti ada gesekan, ini satu dulu dikerjakan. Tetap ada gesekan juga karena itu dikerjakan sendiri, makanya sebetulnya kalau ada perawat mungkin lebih enak.
YT : Misalnya dia mau buang air kecil atau apa, panggil-panggil, kita harus bangun.
VS : Seperti tadi sudah dikatakan harus ada perawat, itu dilakukan perawat. Juga anak-anak ini harus bergantian, jadi meskipun semua ada kesibukan, seperti saya dulu masih sekolah tiap hari tpi semua anak itu bergantian, jadi termasuk juga suami atau istrinya, jadi semua ikut campur.
Karena ini adalah tanggung jawab seluruh keluarga.Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan ke hadapan Anda, sebuah perbincangan tentang bagaimana merawat anggota keluarga yang sedang sakit di dalam sebuah acara yang kami beri nama TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami di studio dengan Ibu Dr. Vivian Andriani Soesilo, Ibu Dr. Yanti dan saya sendiri Gunawan Santoso dan Ibu Idayanti Raharjo mengucapkan banyak terima kasih untuk perhatian Anda sekalian dan apabila Anda mempunyai saran-saran serta pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Kami percaya acara ini bisa menjadi berkat bagi kita sekalian. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan dan tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami berempat mengucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
PERTANYAAN KASET T 35A
11. Bagaimana Mendampingi Orang Sakit yang Menjelang Ajal | |
Bagi orang yang akan meninggal dunia itu saat yang paling sulit karena dia akan meninggalkan dunia ini sendirian, jadi dia sebenarnya membutuhkan orang-orang yang paling berarti yang dapat mendampinginya.
Tujuan dokter memberitahukan pihak keluarga bahwa pasien sudah tidak ada harapan, adalah untuk mempersiapkan keluarga dan pasien itu. Karena kalau tidak diberitahu dan tiba-tiba meninggal, nanti dokter bisa disalahkan oleh keluarga. Dokter tidak perlu menutupi, kalau memang keadaan pasiennya sudah tidak bisa ditolong. Biasanya kalau saya mendiagnosa dan kelihatannya tidak ada harapan, saya tetap beri tahu.
Reaksi keluarga yang pertama biasanya bingung dan mungkin tidak percaya kepada saya. Mereka akan tanya lagi kepada dokter lain atau mungkin berobat ke yang lain. Tapi ya kita berusaha menjelaskan hasil pemeriksaan sedetail mungkin, dengan bahasa awam supaya ia dapat mengerti.
Tapi di satu sisi ada keluarga-keluarga yang memang tidak siap untuk menerima kenyataan seperti itu, mereka berpikir masa suami saya atau isteri saya itu harus pergi secepat itu? Tapi kalau kenyataannya seperti itu, kita harus bisa memberikan penjelasan secara kedokteran atau secara ilmiah. Menurut saya pasien juga harus diberi tahu juga, karena dia yang mempunyai tubuhnya. Dalam kode etik di Indonesia seharusnya pasien dulu yang berhak tahu, tapi pada kenyataan atau prakteknya keluarga yang minta agar si pasien jangan diberi tahu. Dalam kondisi seperti ini saya menyarankan agar pasien tetap harus diberitahu karena dialah yang memiliki tubuhnya sendiri. Tentu saja dengan memilih waktu yang tepat, setelah hati si pasien disiapkan, dan dengan pendekatan yang baik.
Sebagai keluarga yang dekat dengan pasien, entah sebagai suami, isteri atau anak, kita terlebih dahulu harus bisa menerima keadaan.
Mengenai obat, biasanya kalau untuk meringankan rasa sakit (penstillen) si pasien pasti mau.
Untuk penyakit yang tergolong berat, kalau bisa pihak keluarga mendampingi sepanjang waktu. Si sakit membutuhkan pendampingan terutama dari orang yang dia kasihi dan orang yang paling berarti, terutama pada saat-saat terakhir.
Beberapa cara untuk menolong orang yang menderita penyakit yang makin lama makin parah. Kalau dia orang Kristen, kita tetap bisa mendoakan dengan buka suara, bisa pegang tangannya, kita menyanyi untuk dia, dan membacakan firman Tuhan untuknya. Jadi dia masih merasakan bahwa kita ini masih memperhatikan, dengan begitu dia akan dibangkitkan kembali.
Kalau ada anggota keluarga yang koma, mungkin kita sulit menghadapinya. Bagaimana kita berkomunikasi dengan orang yang koma? Sebetulnya kalau dia belum berendit, kita bisa bisikan dan bicara sesuatu mungkin dia masih dengar dan masih bereaksi. Biasanya kalau koma pasien tidak bergerak, hanya reaksi pupil cahayanya masih bagus. Tapi kalau sudah berendit, dipasang alat bantu pun percuma. Kalau keadaan pasien sudah makin kritis, biasanya keluarga akan dipanggil untuk hadir, ini sangat berpengaruh pada dirinya. Karena si pasien akan merasakan dia tidak sendiri, bagi orang yang akan meninggal yang paling sulit itu dia akan meninggalkan dunia ini sendirian. Kalau menurut saya (Bu Vivian) kita harus mengingat, Tuhan ini Tuhan yang hidup, meskipun dokter mengatakan tidak ada harapan, kita tetap bersandar penuh pada Tuhan. Jadi mencoba yang terbaik yang bisa kita lakukan meskipun membutuhkan biaya yang banyak untuk merawat orang yang kita kasihi. Saya juga pernah melihat pasien yang oleh dokter dikatakan tidak ada harapan, tapi sembuh karena Tuhan menyatakan mujizat.
Kita bisa tahu bahwa pasien itu benar-benar sudah meninggal, misalnya dengan memeriksa nadinya sudah tidak ada, atau dari pupil matanya biasanya kalau sudah meninggal pasti melebar.
Biasanya kalau pasien akan meninggal dunia, saya (Dokter Yanti) akan mengingatkan kembali tentang Kristus yang mati di kayu salib untuk menebus dosa. Juga berita Injil tentang rumah Bapa di sorga.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan. Dan telah hadir juga di studio bersama kami Dr. Yanti, Ibu Dr. Vivian Andriani Soesilo, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Dan kali ini kami akan berbincang-bincang bagaimana mendampingi atau merawat anggota keluarga kita yang sakit parah dan bahkan menjelang ajal. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
YT : Ya misalnya kanker, kanker ada yang menyebut harapannya cuma 5 tahun hidup, kalau tidak ada harapan berarti sebelum 5 tahun dia akan meninggal. Karena dilihat dari penyebarannya sudah smpai ke paru-paru, atau mungkin sudah sampai ke pencernaan akan mengganggu seluruh fungsi tubuh, tidak ada harapan lagi kalau sampai batas akhir stadiumnya.
YT : Misalnya sakit ginjal, menurut saya kalau dia harus cuci darah terus-menerus, tetapi tetap tidak menyembuhkan. Sebetulnya cuci darah itu untuk menunggu transplantasi, kalau cuma dicuci,dicuci sampai kapan, seluruh kekayaan habis tidak akan sembuh.
Jadi kita memberitahu kepada keluarga bahwa sebetulnya harapannya itu tipis untuk sembuh karena harus tranplantasi atau mungkin karena kanker ini mungkin sudah stadium terakhir sudah tidak bisa ke mana-mana. Jadi sudah tidak bisa dioperasi, sudah tidak ada harapan. Jadi mempersiapkan keluarga dan orang yang sakit itu mungkin karena nanti kalau tidak diberitahu tiba-tiba meninggal, pasien dan keluarganya bertanya ke pada dokter kenapa dokter tidak memberitahu, mungkin ada hal-hal yang harus dibereskan atau yang lainnya.YT : Ya biasanya begitu. Saya biasanya kalau mendiagnosa kelihatannya tidak ada harapan, saya tetap memberitahu.
YT : Ya mungkin pertama bingung, dia bingung mungkin tidak percaya pada saya, dia akan bertanya lagi pada dokter lain atau mungkin berobat ke yang lain. Tapi kita berusaha menjelaskan sedetal mungkin dari hasil pemeriksaan, ini dengan bahasa yang awam supaya ia mengerti.
YT : Ya memang siapa yang merasa kuat kalau misalnya tiba-tiba serangan jantung atau apa, tapi kalau kenyataannya seperti itu kita harus bisa memberikan penjelasan secara kedokteran, secara lmiahnya, yang terjadi itu seperti ini.
VS : Waktu Ibu Yanti menjelaskan, pada pasien sendiri atau pada keluarganya?
YT : Pada keluarga biasanya, kadang-kadang keluarganya ada yang tidak mau saya memberi tahu pasien dulu.
VS : Kalau menurut Ibu Yanti sendiri bagaimana, apakah pasiennya harus tahu?
YT : Harusnya ya, karena dia yang mempunyai tubuh, tapi kode etik di Indonesia itu seharusnya pasien dulu yang tahu. Tapi di sini kebanyakan keluarganya yang minta agar tidak memberitahu pad pasien.
VS : Apa betul pasien tidak diberitahu tapi bisa merasakan, karena tubuhnya makin lama makin lemah?
YT : Mungkin ya, tapi tidak mungkin menduga secepat itu misalnya sakit kanker, kadang-kadang dipikir sakit biasa, tidak terasa tahu-tahu sudah menyebar sampai ke mana-mana. Kalau sakitnya seerti jantung, dia sudah bertahap mengalaminya, jadi dia sudah tahu.
Tapi kalau tiba-tiba diagnosa misalnya leukimia, ini bisa mengagetkannya.VS : Kalau keluarga menolak memberi tahu pada pasien, apa saran Bu Yanti sebagai seorang dokter?
YT : Saya menyarankan supaya diberitahu, waktunya kapan tapi tetap harus diberitahu karena yang mempunyai tubuh adalah pasien. Dengan pendekatan yang baik, kita persiapkan, setelah dia siap,baru diberitahu.
YT : Marah terhadap siapa?
YT : Itu biasa tidak apa-apa, kalau merasa lebih baik cross-check pada dokter lain ya saya persilakan, tapi dari pemeriksaan tidak bisa dikelabui. Misalnya saya dokter umum, saya anjurkan taya kepada dokter yang lebih ahli.
Nanti dokter ahlinya mengembalikan kepada saya, tinggal saya memberitahu hasilnya dari ahli-ahli yang sudah memeriksa itu kepada pasiennya.VS : Yang terpenting, kalau bisa kita menerima keadaan itu. Kalau kita menerima keadaan itu lalu sikap kita akan berubah.
YT : Sikap menerimanya memang yang sulit.
VS : Ya mungkin harus sungguh-sungguh yakin dulu hasil pemeriksaan itu, memang betul mungkin dia akan cross-check ke dokter lain, kalau sudah betul harus mau menerima kenyataannya.
YT : Ya memang dilematis sebetulnya, kalau cuci darah cuma untuk memperpanjang hidup dan orangnya menderita sekali sebetulnya. Kalau pendapat saya, siapkan saja pasiennya dan keluarganya, jagan terlalu mendengar orang lain bicara.
Tapi kalau misalnya si pasien dan keluarganya sudah bisa ada komunikasi, bisa siapkan baik-baik, mungkin bisa menghadapinya ya. Kita tidak bisa, ya sudahlah tidak perlu cuci darah, itu keputusan keluarga tetap untuk memberitahu. Sebetulnya dengan ini pun tidak akan menyelamatkan, cuma untuk memperpanjang.YT : Kalau saya misalnya ada pasien yang menolak untuk di operasi itu hak pasien, kita tidak boleh memaksa, karena dia yang mempunyai tubuh. Kita tidak boleh memaksakan suatu tindakan di lua persetujuan pasien.
Jadi kalau memang dia tidak mau kita tidak berhak memaksa, keluarganya pun seharusnya tidak boleh, itu hak pribadi dia. Itu menurut saya.VS : Ya memang itu pilihan dia, tapi saya kira obat itu untuk meringankan sedikit rasa sakit terutama kalau kanker.
YT : Kalau itu pasiennya pasti mau, karena sakit. Tapi sebetulnya, obat itu tidak meringankan tapi harus di makan, kadang-kadang pasien suka menolak. Tidak ada gunanya kalau obat yang untuk enstillen/menahan sakit pasti itu pasien mau, tidak mungkin tidak mau, tapi kalau cuma supplemen itu kadang-kadang ya tetap tidak mau.
Tapi kadang-kadang ada juga yang memang harus diberi pasiennya tidak mau juga. Ya kalau begitu, seharusnya diberi tapi pasiennya tidak mau.Kalau misalnya pasien tidak mau itu haknya pasien, dan keluarganya, kecuali keluarga bisa membujuk misalnya pemberian transfusi, kadang-kadang ada yang tidak boleh masuk darah atau apa. Padahal gawat harus masuk transfusi, kalau tidak dia meninggal, terserah kalau misalnya tidak mau, kita tidak bisa memaksakan itu sulit. Itu kadang-kadang tidak logis, tapi menurut kepercayaan transfusi itu tidak boleh.
VS : Saya kira, kalau kita bisa mendampingi, kalau 24 jam sehari mungkin sulit ya, tapi paling tidak ada orang yang di sekitar situ, jadi dia tidak merasa sendiri. Justru orang yang sakit teminal seperti itu, dia merasakan harus ada orang yang mendampingi, pendampingan itu yang penting.
Dulu saya mengingat mama saya sendiri, kalau kami pulang sekolah itu agak terlambat, kok lama sekali. Dia membutuhkan pendampingan dari orang yang terutama dia kasihi, orang yang paling berarti, jadi tidak membutuhkan orang-orang lain yang tidak begitu berarti bagi hidupnya. Tapi dia membutuhkan orang yang paling berarti yaitu keluarga yang mendampingi terutama pada saat-saat terakhir.VS : Orang yang seperti itu, kalau dia ini orang Kristen kita tetap bisa mendoakan dengan buka suara, tetap bisa pegang tangannya, kita menyanyi untuk dia, membacakan firman Tuhan. Jadi dia asih merasakan bahwa kita ini masih memperhatikan, mungkin dengan begitu dia akan dibangkitkan kembali.
YT : Mungkin juga konsep dia ya, pemahamannya misalnya, tidak ada gunanya hidup, mati saja. Tapi kalau konsep tentang kematian itu jelas mungkin dia tidak akan merasa seperti itu, karena say punya pengalaman, teman saya sendiri sama-sama kedokteran, diagnosa kanker nasofaring ya dia tahu prognosanya berapa lama.
Apa yang dia lakukan, dia marah walaupun dia sebetulnya orang Kristen yang baik, rajin, aktifis segala macam, cuma itu konsep yang salah, dia tidak bisa menerima, kenapa ini terjadi pada saya. Akhirnya dia apatis.VS : Tapi justru akhir-akhir kehidupannya, justru dia lebih sadar ke mana tujuannya. Jadi waktu itulah kita bisa bicara dengan baik-baik, bukan berkhotbah tapi berkomunikasi, cerita-cerita utuk mempersiapkan dia mau ke mana setelah ini.
VS : Dan juga mungkin disiapkan, sebetulnya ini waktunya sudah singkat jadi bagaimana kamu mempersiapkan diri untuk bertemu Sang Pencipta. Tadi saya ceritakan mama saya sudah sakit 13 tahun api dia sungguh-sungguh mempersiapkan diri 2 minggu sebelum meninggal.
Dia masih mempunyai harapan akan hidup, masih semangat hidup meskipun stadiumnya sudah sangat lanjut. Tapi 2 minggu sebelumnya itu ada orang yang mengingatkan, Bu kamu harus siap untuk mengakhiri kehidupan ini, barulah dia sungguh-sungguh sadar, ternyata saya tidak bisa lagi untuk hidup, jadi dipersiapkan. Dia orang Kristen yang baik, bagaimana kita ini mau bertemu Tuhan.VS : Tentunya sebagai orang Kristen dia mengakui segala kesalahan yang pernah diperbuat, baik sengaja maupun tidak sengaja, membereskan kehidupannya dengan Tuhan, membereskan dengan sesama trutama membereskan ke semua anaknya.
Jadi satu-satu anaknya dipanggil, diberi pesan-pesan. Jadi ketika pesan-pesan terakhir itu diberi kesempatan. Dan kesempatan dia juga untuk menangis, saya ini tidak bisa berjumpa lagi dengan kamu semua. Keluarga di situ menangis bersama dia. Jadi itulah satu kesempatan untuk dia, ada orang yang memperhatikan dia.VS : Ya, hanya beberapa jam sebelum meninggal baru tidak sadar.
YT : Sebetulnya kalau dia belum meninggal ya, mungkin kita bisa membisikkan, berbicara mungkin dia dengar.
YT : Biasanya kalau koma tidak bergerak, cuma reaksi pupil cahayanya masih bagus, itu belum meninggal. Tapi kalau sudah meninggal berarti percuma dipasang alat bantu karena dulu pengalaman sya waktu masih baru-baru lulus itu saya kerja di ICU menolong orang.
Ceritanya kecelakaan kemudian saya pasang alat-alat bantu semua di resussitasi semua jalan tapi ternyata meninggal, saya kena marah, kamu ini meninggal di tolong. Seharusnya kematian otak walaupun jantung dipacu, diberi obat, semuanya jalan karena dia masih 18 tahun. Tapi sekarang bingung bagaimana, mau sampai kapan seperti itu. Padahal itu sudah meninggal harusnya, jadi kalau misalnya diagnosa dokternya sudah meninggal ya seharusnya sudah. Kecuali kalau belum begitu, ada dokter ahlinya nanti konsultasi bagaimana begitu.YT : Itu euthanasia, tidak boleh itu.
YT : Ya itu tidak mau, euthanasia kalau di sini banyak yang begitu.
YT : Ya, soalnya hukumnya belum jelas, pernah satu kali ada pasien, nyata-nyata dia itu, Dr. Sara mendiagnosa paralyses yaitu pernafasan tapi mungkin karena firal dia itu dalam dua minggu hausnya sudah bagus, jadi pakai resusitasi diberi kantilator.
Tapi kalau itu dicabut dia tidak bisa nafas. Lalu keluarganya minta dicabut saja. Saya katakan, Bu ini harus ditunggu dua minggu, tidak mau, cabut sekarang, ya itu dilema ya, seharusnya tidak boleh tapi di Indonesia belum tahu. Jadi kita tidak bisa melarang, kalau saya yang jadi dokter jaga, saya tidak mau. Saya menyuruh ibu itu mencabutnya sendiri jangan perawatnya, tapi itu pergantian jaga terus, akhirnya dia cabut.VS : Kalau saya masih mengingat, Tuhan ini Tuhan yang hidup meskipun dokter mengatakan tidak ada harapan, kita bersandar pada Tuhan, jadi mencoba yang terbaik yang bisa kita lakukan, meskipu membutuhkan biaya yang banyak untuk orang yang kita kasihi.
Jadi menurut dokter yang terbaik dan kita bersandar penuh pada Tuhan. Karena saya juga pernah melihat dokter mengatakan ini tidak ada harapan, tapi Tuhan menyatakan mujizat.VS : Itu saya kira tergantung hubungannya dengan si pasien, kalau hubungannya dekat saya kira tidak akan kebosanan, tidak akan jenuh. Justru pasien tambah sakit, kita ingin mendampingi, itu ang saya alami sendiri dengan ibu saya, dia tambah sakit saya tambah ingin lama di rumah sakit itu.
Dulu kalau menjenguk berapa jam, sekarang menjadi sepanjang siang, sepanjang malam. Jadi kalau kita mempunyai hubungan dekat tentu tidak akan jenuh.VS : Teman yang menghibur orang sakit?
VS : Saya kira kalau kita sebagai orang yang mengunjungi itu harus tahu dirilah, tahu diri terutama dalam hal waktu. Jangan terlalu lama dan juga kalau kita di sana sebagai pengganti keluarga. Sering saya lakukan itu dulu, menggantikan anggota keluarga lain yang sudah lelah, supaya tidak jenuh yaitu,"coba Ibu pergi ke mana saya jagakan di sini berapa jam". Kalau semacam itu saya kira akan diterima.
VS : Kalau orangnya dikenal baik, pasti mau.
VS : Malah keluarganya itu berterima kasih.
VS : Apa saja yang diminta, jadi kalau waktu itu harus disuap ya menyuap, kalau waktu itu saya pernah mendampingi, menggantikan orang itu dimana perlu membersihkan tubuhnya, waktu itu tubuhna kotor semua dengan kotorannya itu, saya ya harus melakukannya juga.
Jadi apa saja yang bisa dilakukan, ya mau siap segala macam.VS : Ya saya kira itu karena dulu saya sejak kecil itu merawat mama saya jadi saya mau saja melakukan apa saja yang katanya orang jijik, saya mau.
VS : Sudah terlatih dan karena saya menawarkan diri, jadi saya tahu apa resikonya saya mau.
VS : Si pasien akan merasakan dia tidak sendiri, bagi orang yang akan meninggal itu yang paling sulit, dia akan meninggalkan dunia ini sendirian. Jadi kalau didampingi oleh orang-orang yang aling berarti dia akan mendapat dukungan, jadi dia tidak sendirian untuk menghadap Tuhan.
VS : Kalau dia takut, sebaiknya dengan anggota keluarga lain, jadi tidak sendirian.
VS : Tidak sendirian, mungkin kita panggil pendeta.
VS : Mungkin kata-kata yang tepat untuk pasien ialah dia akan meninggalkan dunia yang penuh kesengsaraan dan dia ini akan terlepas dari semua penderitaan, terutama pasien yang sudah sekian lma sakit dan juga jangan khawatir dengan keluarga-keluarga yang ditinggalkan, Tuhan akan mengatur.
VS : Saya kira, dulu karena pengalaman saya dengan ibu saya sendiri sebelum dia meninggal itu, khawatir dengan anak-anaknya terutama anak-anaknya yang masih kecil. Saya itu anak bungsu, jadipaling khawatir tentang saya.
Ini siapa yang merawat, nanti siapa yang bisa membesarkan kamu.VS : Kalau yang terutama saya kira adalah keluarga dan pendeta. Karena ini perjumpaan dengan Tuhan, orang yang bersama-sama berjalan bersama-sama melewati lembah ini supaya tidak sendirian.
YT : Misalnya nadinya sudah tidak ada, atau pupilnya melebar biasanya, jadi kalau kita senter cahaya pupilnya akan mengecil. Tapi kalau sudah melebar berarti sudah meninggal, tidak ada refles cahaya lagi pupilnya.
YT : Ya kalau misalnya orang awam biasanya, belum yakin ia ini sudah meninggal atau belum. Biasanya diminta menghubungi dokter supaya diagnosa pastinya dia meninggal. Tapi kalau kita sudah ykin sekali ya sudah tidak perlu menghubungi dokter.
Seperti papa, saya itu tidak tahu meninggalnya karena waktu tidur, sudah jelas kalau meninggal jadi tidak perlu menghubungi dokter lagi.YT : Sudah lembam, mayat sudah biru, tapi kalau baru kadang-kadang belum pasti ya, siapa tahu masihhidup atau bagaimana atau koma, ini cuma berhenti jantung sebentar. Tapi kalau refleks cahaanya, pupilnya sudah melebar berarti sudah meninggal.
VS : Tapi membutuhkan waktu, itu proses.
VS : Tergantung kedekatan orang itu dengan sang pasien, kalau orang itu lebih dekat, lebih lama itu untuk menerima kepergian orang yang dikasihi. Kalau dia itu hanya biasa-biasa saja, lebih ela, lebih cepat.
YT : Ya, biasanya kalau pasien itu Kristen saya ingatkan kembali tentang Kristus yang mati disalib yang menebus dosa, supaya ingat. Ya tentang berita Injil, tentang Rumah Bapa, biasanya sayaingatkan itu.
Tapi sulit kalau bukan Kristen ya.Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan ke hadapan Anda, sebuah perbincangan tentang bagaimana mendampingi orang sakit yang menjelang ajal bersama Ibu Dr. Vivian Andriani Soesilo dan juga Ibu Dr. Yanti di dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami mengucapkan banyak terima kasih untuk perhatian Anda sekalian dan apabila Anda mempunyai saran-saran serta pertanyaan-pertanyaan tentang masalah ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Kami percaya acara ini bisa menjadi berkat bagi kita sekalian. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran- saran, pertanyaan dan tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami berempat mengucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
PERTANYAAN KASET T35 B
12. Makna Hidup | |
Makna hidup adalah suatu tujuan kenapa manusia ada dan kenapa saya ada di dunia ini. Dan Tuhan bukan dengan tidak sengaja menciptakan manusia, penciptaanNya telah direncanakan.
Makna hidup didefinisikan dalam 2 kategori, yaitu:
Kategori umum adalah apa sebenarnya tujuan manusia ini ada di dunia, jadi kita membicarakan apa sebetulnya makna kehidupan manusia secara umum.
Kategori pribadi adalah apa makna hidup saya. Jadi kita bertanya apa sih tujuan saya ini ada atau hadir dalam kehidupan ini.
Jadi makna hidup adalah suatu tujuan kenapa manusia ada dan kenapa saya ada. Sebab asumsinya adalah manusia tidak selalu ada dan pernah tidak ada. Jadi kehadirannya dianggap membawa suatu makna tertentu.
Secara umum Allah menciptakan manusia dengan tujuan:
Tujuan utama atau tujuan puncak manusia diciptakan Tuhan adalah untuk menikmati Tuhan, untuk dirinya bersekutu dengan Tuhan, dan menikmatiNya.
Standar atau kriteria penciptaan manusia adalah hal yang sangat-sangat khusus, yang juga menandakan betapa spesialnya dan berharganya manusia itu. Semua ciptaan, diciptakan Tuhan melalui perkataanNya, tapi hanya satu ciptaan yang diciptakan dengan tangan Tuhan yaitu manusia. Alkitab mencatat hal itu untuk menunjukkan betapa khususnya manusia, sehingga Tuhan perlu mendisainnya dengan tanganNya sendiri dan Tuhan yang menghembuskan nafas kehidupan ke dalam manusia itulah yang menghidupkan manusia.
Dr. Victor Frankle adalah seorang terapi yang menekankan bahwa manusia itu harus mempunyai makna hidup, tanpa makna hidup manusia sebetulnya kehilangan hidup itu sendiri. Jadi makna hidup secara pribadi adalah pengertian kenapa saya ada di sini, ke mana saya akan pergi, apa tujuannya hidup saya di dunia ini.
Sewaktu seseorang kehilangan makna hidup yang akan terjadi adalah:
Akan terhantam kesehatan jiwanya, dia tidak lagi mempunyai keseimbangan hidup, hidupnya akan seperti daun yang tertiup oleh angin.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang sebuah topik yang penting yaitu makna hidup. Kami percaya acara ini akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya akan definisikan makna hidup itu dari dua kategori, Pak Gunawan. Yang pertama adalah dari kategori umum dan yang kedua dari kategori pribadi. Kategori umum adalah apa sebenarnya tuuan manusia ini ada dalam dunia, jadi kita membicarakan mengenai apa sebetulnya makna kehidupan manusia secara umum.
Secara pribadi adalah apa makna hidup saya, jadi saya bertanya apa tujuan saya ada atau hadir dalam kehidupan ini. Jadi makna hidup adalah suatu arti atau tujuan mengapa manusia ada dan mengapa saya ada. Sebab asumsinya adalah manusia tidak selalu ada dan pernah tidak ada. Jadi kehadirannya dianggap membawa suatu makna tertentu. Saya pernah tidak ada dan bisa tidak ada, di suatu hari nanti akan tidak ada, jadi kalau saya ada sekarang apa gunanya, apa tujuannya, mengapa saya harus ada, begitu Pak Gunawan.PG : Dari firman Tuhan yang telah kita baca ini Pak Gunawan, secara umum manusia itu ada di bumi untuk memerintah atau menguasai segala isi alam semesta ini, yaitu ciptaan Tuhan dan yang lainya.
Jadi dengan kata lain, kehadiran manusia adalah suatu kehadiran yang disengaja, direncanakan oleh Tuhan. Tuhan tidak dengan tidak sengaja menciptakan manusia atau terciptalah manusia, tidak. Penciptaannya itu direncanakan, maka dikatakan di sini, baiklah Kita menciptakan manusia menurut peta dan teladan Kita. Artinya memang ada suatu unsur pertimbangan, perencanaan. Rencananya adalah Tuhan menciptakan seluruh alam semesta ini dan Tuhan mau manusia menjadi wakil atau duta-Nya yang mengelola dan memerintah apa yang ada di alam semesta ini, jadi tujuan umum manusia ada di bumi ini, Pak Gunawan.PG : Betul sekali dan standar atau kriteria penciptaan manusia adalah hal yang sangat khusus, yang juga menandakan betapa spesialnya dan berharganya manusia itu. Kita tahu bahwa semua ciptaa, diciptakan Tuhan melalui perkataan-Nya, tapi hanya satu ciptaan yang diciptakan oleh tangan Tuhan yaitu manusia.
Kita baca diPG : Sebelum saya masuk ke tujuannya, saya mau memaparkan hal yang sangat penting, Bu Ida. Manusia itu secara pribadi perlu menyadari mengapa saya ada di dunia ini. Saya mau mengisahkan suat cerita yang sungguh-sungguh terjadi yaitu tentang psikiater berkebangsaan Yahudi, seorang keturunan Yahudi tapi sebetulnya dia tinggal kalau tidak salah di Austria, namanya adalah Dr.
Victor Frankle. Pada waktu perang dunia kedua dia ditangkap, karena berdarah Yahudi dan dimasukkan ke dalam penjara yang disebut camp-camp konsentrasi, di suatu tempat yang bernama Auswich itu di Eropa Timur. Di dalam penjara itulah berjuta-juta orang Yahudi dibunuh dengan cara dimasukkan ke dalam kamar gas. Dr. Frankle menuliskan pengalamannya di dalam penjara itu di bukunya yang sangat terkenal, yaitu "The Search of the Meaning of Life" atau "Man Search of the Meaning of Life". Di dalam buku tersebut Dr. Frankle menceritakan bahwa sebetulnya ada sebagian tahanan Yahudi yang mati, tidak secara langsung dibunuh oleh Jerman, Nazi. Dia bercerita bahwa pertama orang masuk ke dalam penjara, mereka sebetulnya masih bersemangat, mempunyai harapan yang tinggi, menantikan pembebasan. Mulailah mereka membuat skenario-skenario bahwa nanti akan ada pembebasan tentara sekutu, mereka hanya perlu menunggu beberapa hari lagi. Hari lepas hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tentara sekutu tidak datang membebaskan mereka. Akhirnya harapan mereka pupus, tatkala harapan pupus, hilanglah makna hidup. Itulah yang membuat mereka kuat menanggung penderitaan, setiap pagi mereka harus bangun di dalam cuaca yang sangat dingin, harus berjalan kaki, dibawa oleh truk membangun jalanan kereta api. Ada yang tidak punya sepatu lagi, makanan sangat kurang, tapi mereka masih sanggup menanggung derita yang begitu besar. Waktu mereka kehilangan harapan hidup, tiba-tiba tidak ada lagi tujuan untuk hidup ini, karena yang dinanti-nantikan tidak kunjung tiba, mereka mengalami depresi yang sangat berat. Dr. Frankle menulis, ada orang-orang berjalan dengan tubuh yang layu, lemah, waktu pagi-pagi berbaris menuju ke truk, tentara Jerman akan mengawasi mereka. Yang bertubuh lemah tidak ada semangat lagi, akan ditarik keluar dari barisan dan langsung dimasukkan ke dalam kamar gas, lalu dibunuh. Itu adalah gelombang yang pertama yang mati. Kategori yang kedua yang mati adalah kata Frankle, orang-orang yang masih sanggup bekerja, tapi begitu pulang waktu dia dalam kamar, mereka benar- benar menjadi orang yang kehilangan harapan, mengalami depresi yang begitu berat, dan kata Frankle ada di antara mereka yang akhirnya mati di atas ranjang mereka sendiri, bukan di kamar gas, tidak dibunuh oleh Jerman tapi mati karena kehilangan tujuan hidup. Tiba-tiba hidup tidak ada lagi maknanya, karena mereka berpikir bahwa mereka harus menghabiskan sisa hidup di dalam penderitaan yang tidak kunjung padam. Kita melihat di situ bahwa tujuan hidup bagi seseorang sangat penting. Itu yang disadari oleh Dr. Frankle, oleh karena itulah, dia bertekad untuk hidup terus dengan cara memelihara tujuan hidupnya. Dia seorang Atheis meskipun dia seorang Yahudi, dia tidak percaya Tuhan. Jadi yang dia gunakan sebagai tujuan hidupnya adalah karya-karya tulisnya, sebelum ia ditangkap, dia seorang penulis dan banyak hal yang dia ingin terbitkan tapi belum berkesempatan karena dimasukkan ke penjara. Itulah tujuan hidupnya, dia berjanji tidak boleh mati sampai berhasil menerbitkan karya tulisnya itu. Itulah yang akhirnya mempertahankan kehidupannya sampai ia dibebaskan oleh tentara sekutu, dan dia mulai suatu mashab atau bagian yang baru dalam psikoterapi yang disebut logo terapi. Yaitu terapi yang menekankan tujuan hidup, jadi terapi yang diajarkan oleh Victor Frankle adalah terapi yang menekankan bahwa manusia itu harus mempunyai makna hidup. Tanpa makna hidup, manusia sebetulnya kehilangan hidup itu sendiri. Jadi makna hidup secara pribadi adalah pengertian mengapa saya ada di sini, ke mana saya akan pergi, apa tujuannya hidup saya di dunia ini. Sewaktu seseorang kehilangan itu, yang nomor satu akan terhantam adalah kesehatan jiwanya, dia tidak lagi mempunyai suatu keseimbangan hidup, hidupnya akan seperti daun yang tertiup oleh angin.PG : Betul sekali. Jadi tidak ada lagi harapan, tidak mengerti mengapa saya harus hidup dan senantiasa bertanya-tanya buat apa saya hidup.
PG : Masalahnya adalah kita tidak selalu pasti dengan tujuan hidup kita, karena hidup ini memang tidaklah dalam kendali kita, Pak Gunawan. Adakalanya kita bisa melihat dengan jelas apa yang da di depan mata kita, adakalanya kita tidak dapat melihat dengan jelas.
Dan di waktu kita tidak dapat melihat dengan jelas, kita mulai bertanya-tanya ke manakah arahnya perjalanan hidup kita ini, akankah kita tiba pada yang kita ingin capai itu. Saya kadang-kadang mengibaratkan perjalanan hidup manusia seperti perjalanan melalui siang dan malam. Tatkala siang kita dapat melihat dengan jelas apa yang ada di depan mata kita, jarak jauh pun kita bisa melihatnya. Pada waktu malam mungkin kita hanya bisa melihat 2 meter, 3 meter di depan kita. Pada waktu malam itulah Pak Gunawan, akhirnya manusia seringkali merasakan bahwa tidak ada lagi makna hidup ini karena tidak bisa melihatnya.PG : Secara konkretnya untuk kita pribadi adalah menguasai artinya kita mendayagunakan ciptaan-ciptaan Tuhan ini untuk kesejahteraan hidup kita sebagai manusia. Misalnya salah satunya bekerj, kemajuan teknologi adalah salah satu wujudnya pula.
Karena dengan kemajuan teknolagi kita makin bisa mengatur, mendayagunakan hasil alam semesta ini atau apa yang ada dalam alam semesta ini. Dulu manusia belum mengerti apa gunanya misalnya hasil tambang, minyak dan sebagainya. Nah sekarang dengan kemajuan teknologi kita lebih bisa menikmati hidup dan ini sejalan dengan yang Tuhan inginkan dan yang telah Dia gariskan. Sudah tentu yang tidak Dia inginkan adalah kita merusak ciptaan-Nya, sebaliknya kita mendayagunakan untuk kesejahteraan hidup manusia, itu yang Tuhan inginkan secara umum. Jadi silakan eksplorasi, silakan majukan pengetahuan demi kesejahteraan hidup manusia. Jadi secara umum itulah yang memang Tuhan gariskan.PG : Saya percaya, perintah itu sebetulnya tetap sama, yang sudah bergeser adalah pelaksanaannya, manusia tidak lagi memerintah alam semesta ini dan hasilnya atau isinya. Manusia mengeksploiasi karena keserakahannya itu dan akhirnya terselewengkanlah makna hidup yang Tuhan telah tetapkan pada awalnya.
Nah otomatis setelah manusia jatuh ke dalam dosa, kita ketahui bahwa Tuhan merencanakan rencananya itu untuk menyelamatkan manusia. Kita sadari bahwa Dia akhirnya turun ke bumi menjadi seorang Anak Manusia yang kita panggil Yesus Kristus, dan kematian-Nya itulah yang telah membayar semua hukuman dosa yang harus kita tanggung. Jadi saya memang membagi tujuan hidup manusia sebelum kejatuhan dan setelah kejatuhan atau sebelum karya penebusan Tuhan dan setelah karya penebusan Tuhan. Setelah Tuhan Yesus menebus dosa-dosa kita saya percaya bahwa ada tujuan hidup yang lain, yang Tuhan embankan pada kita. Yang saya ambil dariPG : Betul dan tujuan ini sebetulnya sangatlah berfaedah, Pak Gunawan. Saya masih ingat waktu saya lulus SMA, saya ini tidak jelas entah mau jadi apa ya, lalu saya mengikuti pemahaman Alkita dan saya belajar bahwa kita ini ditebus oleh Tuhan agar kita memuliakan Tuhan melalui hidup kita.
Akhirnya saya mempunyai suatu pengertian mengapa saya ada di dunia ini, pada saat itu saya berkata pada diri saya bahkan kalau saya ini harus misalnya menjadi tukang sapu atau apa tetap tidak apa-apa, karena tujuan hidup saya bukanlah bergantung pada pekerjaan saya, tapi bergantung pada untuk apa saya melakukan pekerjaan itu. Saya temukan jawabannya, saya ingin dan harus memuliakan Tuhan. Seperti yang memang dikatakan oleh Tuhan Yesus sendiri, bahwa "biarlah orang memuliakan Allah karena melihat perbuatan baikmu." Jadi sejak saat itu saya merasakan ada suatu kedamaian, jadi sekali lagi tujuan hidup yang seperti dipaparkan oleh Alkitab memberikan kepada kita pegangan untuk bisa melalui hidup ini dengan lebih mantap.PG : Saya percaya, memang tujuan hidup ini bisa kita sampaikan kepada orang lain sehingga akhirnya mereka tidak hanya hidup untuk sekedar melewati hidup. Tetapi mereka hidup dengan suatu tujan yang jelas, nah saya kira tujuannya yang dipaparkan oleh Alkitab adalah memuliakan Tuhan dan menggenapi karya keselamatan Tuhan bagi orang-orang lain pula, kita adalah duta-duta atau wakil-wakil Tuhan di bumi ini.
Itu memang memberikan ketenangan, kita bisa ajarkan ini kepada anak-anak kita sejak kecil sehingga pada waktu mereka mulai menginjak dewasa, mereka sudah mempunyai kejelasan juga mengapa mereka ada dalam hidup ini.PG : Ya, kita tidak hanya pasif, tapi kita juga melakukan tanggung jawab kita dalam karya keselamatan Tuhan ini.
PG : Betul sama dengan kita ini.
PG : Betul, jadi yang jelas adalah sarana dan tujuan itu tidak boleh terbalik ya Pak Gunawan. Kalau kita makan untuk hidup itu jelas ya. Bahwa makan menjadi sarana, hidup itu sendiri menjaditujuannya.
Tapi kalau hidup untuk makan berarti makan tujuannya, hidup itu menjadi sarananya dan itu yang keliru. Sebab hidup itu sendirilah yang menjadi tujuannya. Tapi Alkitab memberikan suatu pengertian yang sedikit berbeda lagi sebetulnya, setahap lebih tinggi dari itu. Di Mazmur pernah tertera atau pernah tercetus, kasih setia-Mu lebih baik daripada hidup, jadi ada lagi yang lebih tinggi, lebih mulia daripada hidup itu sendiri, yakni kasih setia Tuhan. Akhirnya saya sadari Pak Gunawan, bahwa betul bagi kita sebagai orang Kristen, sebetulnya ada yang lebih mulia daripada hidup, yaitu si pemberi hidup itu sendiri yakni Allah sendiri, Tuhan sendiri. Bahwa hidup kita ini memang tidak menentu, Pak Gunawan dan Ibu Ida, adakalanya kita bisa kehilangan, sedih, kecewa, dan itulah bagian dari kehidupan manusia. Tapi yang tidak pernah berubah adalah kasih setia Tuhan, maka itu lebih indah daripada hidup.PG : Betul, Pak Gunawan.
PG : Sangat mempengaruhi Pak Gunawan, jadi orang yang tidak ada tujuan hidup seringkali tidak ada lagi semangat untuk hidup.
PG : Betul sekali, jadi salah satu depresi adalah kehilangan makna hidup, artinya apa, tidak ada lagi gairah. Ini kadangkala saya harus temui dalam praktek saya sebagai konselor, ada orang-oang yang memang tidak ada lagi gairah hidup sehingga benar-benar berkeinginan meninggalkan hidup ini.
PG : Betul, adakalanya berani hidup itu lebih sulit daripada berani mati, karena hidup itu menjadi tantangan tersendiri yang sangat besar dan kita tidak berani menghadapinya. Daripada kita mnghadapinya, kita ingin melarikan diri.
PG : Betul.
GS : Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan ke hadapan Anda, sebuah perbincangan seputar makna hidup baik secara umum maupun secara pribadi. Dan perbincangan ini kami lakukan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA. Bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Kami mengharapkan saran- saran, pertanyaan dan tanggapan Anda berkaitan dengan pembicaraan atau percakapan kami melalui acara TELAGA ini. Dan kami bertiga dari studio kami mengucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
13. Harapan yang Hilang | |
Harapan hilang terjadi ketika seseorang tidak memiliki tujuan hidup yang jelas dan merasakan buat apa hidup ini dan biasanya dampak akhirnya adalah keputusasaan atau depresi yang sangat kuat.
Kisah seorang penulis lagu 'Nyamanlah Jiwaku' atau 'It is Well With My Soul' yaitu H. G. Spafford. Dia bersama istri dan keempat putrinya merencanakan mengunjungi Eropa dari benua Amerika Serikat. Tetapi tepat sehari sebelum dia berangkat dia harus menyelesaikan urusan dagang sehingga ia membatalkan perjalanannya dan meminta istri dan keempat putrinya untuk pergi ke Eropa. Dalam perjalanan, kapal yang mereka tumpangi mengalami musibah dan singkatnya keempat putri meninggal dan hanya istri yang selamat. Istri menulis sebuah telegram mengatakan: "Semua meninggal kecuali saya." dalam perjalanan menyusul istrinya itulah dia menuangkan deritanya dan keyakinannya pada penjagaan Tuhan lewat lagu 'Nyamanlah Jiwaku'. Beberapa tahun kemudian putranya meninggal dunia, karena putranya akhirnya meninggal dunia, gereja tempat di mana dia berbakti menganggap bahwa keluarga ini pasti bermain dengan kuasa gelap, akhir kata gereja mengucilkan Spafford dan istrinya. Dan diketahui di hari tuanya spafford menderita sakit jiwa dan akhirnya meninggal dunia. Dari contoh atau kisah yang sangat nyata dan tragis tsb, kita bisa melihat bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia itu memerlukan dukungan sosial, teman-teman, kerabat. Kehilangan keempat anaknya masih bisa dihadapi dengan tegar, namun pada akhirnya sewaktu dia harus dikucilkan, dia akhirnya menderita sakit jiwa.
Sewaktu teman-teman tidak ada lagi, sewaktu tujuan hidup pun tidak lagi jelas, buat apa kita hidup, kita akan kehilangan harapan dan biasanya dampak akhirnya adalah keputusasaan atau depresi yang sangat kuat. Orang yang mempunyai tujuan hidup atau makna hidup yang jelas, kesehatan jiwanya cenderung lebih baik.
Yang perlu kita lakukan dalam menghadapi orang-orang yang kehilangan makna hidupnya sbb:
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari Lembaga Bina Keluarga Kristen telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang harapan yang hilang. Kami percaya acara ini pasti akan bermanfaat bagi kita sekalian. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Kita perlu menyadari Pak Gunawan, bahwa kita adalah orang yang rapuh, kita seringkali tidak menyadari kerapuhan kita itu. Saya teringat akan kisah tentang seseorang yang menulis lagu "Nyamanlah Jiwaku" atau dalam bahasa Inggrisnya "It is well with my soul", lagu tersebut ditulis oleh H.
G. Spafford. Spafford ini bersama istri dan keempat putrinya merencanakan untuk mengunjungi Eropa dari benua Amerika Serikat. Tepat sehari sebelum dia berangkat, dia harus menyelesaikan urusan dagang sehingga ia membatalkan perjalanannya. Ia meminta si istri dan keempat putrinya untuk pergi dulu ke Eropa. Dalam perjalanan melewati lautan Atlantik, si istri dan keempat putrinya mengalami musibah, kapal mereka karam. Keempat putri tersebut meninggal dunia, si istri yang selamat. Dia pun selamat sebetulnya karena benar-benar karya yang ajaib dari Tuhan. Dia sudah terapung-apung dan dianggap mati. Tapi kemudian ditemukan oleh perahu sekoci yang turun untuk menyelamatkan para penumpang kapal itu, dia diselamatkan, lalu mengirimkan telegram kepada suaminya, mengatakan : "Semua meninggal, kecuali saya". Konon menurut cerita dalam perjalanan menyusul si istri ke Eropa itulah si suami, H. G. Spafford, kemudian menuangkan deritanya itu dan keyakinannya pada penjagaan Tuhan melalui lagu yang sangat terkenal tersebut, "Nyamanlah Jiwaku". Tapi kita ketahui pula bahwa hidup Spafford tidak seperti yang kita bayangkan, selalu kuat, Pak Gunawan. Beberapa tahun kemudian putranya meninggal dunia, karena putranya akhirnya meninggal dunia, gereja tempat di mana dia dulu berbakti menganggap bahwa keluarga ini pasti bermain dengan kuasa gelap, bermain dengan iblis, maka kelima anak-anaknya harus mati. Gereja mengucilkan Spafford dan istrinya, sehingga mereka harus pindah ke tempat yang lain. Akhirnya kita ketahui bahwa di hari tuanya Spafford menderita sakit jiwa dan akhirnya meninggal dunia. Dari contoh itu atau kisah yang sangat nyata dan tragis tersebut, kita bisa melihat bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia memerlukan dukungan sosial, teman-teman, kerabat, itu yang terhilang dalam hidup Spafford. Kehilangan keempat anaknya masih bisa dihadapi dengan tegar, kehilangan putranya yang terakhir itu dia masih bisa hadapi dengan tegar, namun pada akhirnya sewaktu dia harus dikucilkan, seolah-olah dibuang oleh umat Kristen di tempatnya, akhirnya dia menderita sakit jiwa dan di hari tua terus menderita seperti itu. Jadi kita harus menyadari, bahwa kita ini sebetulnya tidak berdiri sendiri, kita ini bisa ada karena ada faktor-faktor yang mendukung kita. Salah satunya adalah teman-teman dan kerabat, yang lainnya lagi adalah tujuannya kita hidup, Pak Gunawan. Sewaktu teman-teman tidak ada lagi, sewaktu tujuan hidup tidak jelas lagi, buat apa kita hidup, kita akan kehilangan harapan dan biasanya dampaknya adalah keputusasaan atau depresi yang sangat kuat.PG : Sangat bisa sekali Pak Gunawan, kebetulan dulu saya menulis thesis saya dalam hal ini Pak Gunawan, jadi kaitannya antara kesehatan jiwa dan makna hidup. Dan thesis saya itu mengkonfirmasi iset-riset yang telah diadakan sebelumnya oleh banyak orang, yakni bahwa makna hidup itu sangat mempengaruhi makna jiwa.
Orang yang mempunyai tujuan hidup atau makna hidup yang jelas, kesehatan jiwanya cenderung lebih baik, dibandingkan dengan orang yang tidak lagi mempunyai tujuan hidup, kesehatan jiwanya akan merosot sekali, dia tidak lagi berfungsi dengan baik. Hal lain yang perlu kita sadari adalah tujuan hidup atau makna hidup kita secara pribadi, acapkali terkait erat dengan konsep siapa saya ini. Misalnya kita adalah seorang pianis yang piawai, pandai bermain piano, tiba-tiba kita mengalami musibah misalkan tabrakan, sehingga kedua tangan kita tidak dapat kita gunakan bermain piano lagi, karena patah. Mungkin sekali dalam titik itu kita mengalami goncangan hidup, karena tiba-tiba kita tidak mengenal diri kita lagi, yang sebelumnya telah kita kenal, kita selalu mengenal diri kita sebagai seorang pianis dan itu menjadi bagian hidup serta tujuan hidup kita. Yaitu bermain piano, jadi tujuan hidup yang personal ya. Tapi kecelakaan tersebut tiba-tiba membuyarkan tujuan hidup kita serta identitas diri kita, waktu kita tidak lagi mengenal diri kita, kita mengalami stress yang berkepanjangan. Kalau kita bisa fleksible dan mengkompensasikannya dengan hal-hal yang lain, barulah kita akan keluar dari keputusasaan tersebut.PG : Yang pertama, kita harus bersama dengan dia di dalam kesedihannya, sebab sebetulnya yang dialaminya adalah dia sedang berdukacita, dia kehilangan hidupnya, seperti yang dia bayangkan dahulu. Dia perlu berdukacita dan menangisi kehilangannya itu, kita jangan berkata kepada dia, kamu tidak seharusnya meratapi kehilangan ini, Tuhan bisa menggantikannya dengan yang lain. Itu mudah untuk kita ucapkan tapi sangat tidak mudah untuk kita jalani. Setelah kita bersama dengan dia yang kedua adalah pada akhirnya kita mau menemani dia melalui perjalanan itu sampai ia bisa menerima kenyataan itu. Kita tidak bisa mempercepat proses itu, kecenderungan kita adalah mempercepatnya, meminta dia untuk menerima fakta apa adanya. Sangat tidak mudah untuk menerima fakta seperti itu, saya teringat pembicaraan saya dengan seseorang yang di puncak hidupnya sudah siap untuk memberikan kontribusi, sumbangsih-sumbangsih yang bermakna. Kemudian dia mengalami suatu penyakit yaitu dia mengalami serangan stroke, dia lumpuh untuk sementara waktu sampai ya puji Tuhan, dia akhirnya bisa keluar dan sembuh. Dan saya pernah bertanya kepada beliau, apa kiat supaya bisa melewati masa itu, dan beliau berkata satu hal yang saya ingat sekali, kita harus menerimanya tidak mempertanyakannya lagi, tapi menerimanya. Saya teringat juga kisah Johnny Ericsson Tada seorang pelukis yang menggunakan mulutnya untuk melukis. Pada usia 17 tahun dia mengalami musibah yang luar biasa, dia terjun ke danau dan kepalanya tertumbuk pada dasar danau, dipikirnya air danau itu dalam padahal airnya surut. Dia koma untuk waktu yang cukup lama, akhirnya setelah sembuh dari koma, keadaannya sangat menyedihkan, mulai dari leher sampai ke bawah lumpuh tidak bisa digerakkan sama sekali. Dia bergumul dan memarahi Tuhan luar biasa pada saat itu. Mungkin selama berbulan-bulan dia tidak bisa menerima fakta itu, sampai dia akhirnya berdamai dengan Tuhan dan menerima fakta tersebut. Sekarang di Amerika Serikat, Johnny Ericsson Tada dipakai Tuhan luar biasa untuk menolong para penyandang cacat. Sebelum Johnny Ericsson Tada memulai pelayanannya memang belum ada yang memperhatikan masalah ini sebegitu besarnya sampai dimulai oleh Johnny Ericsson Tada. Jadi kalau kita lihat itulah hidup yang memuliakan Tuhan, sudah tentu kalau tidak ada kejadian itu, Johnny Ericsson Tada akan senang, bisa berjalan, bisa naik kuda seperti yang pernah dia saksikan, yang saya pernah dengar sendiri. Tapi kita melihat hidupnya sekarang ini membawa kemuliaan yang begitu besar bagi Tuhan. Begitu banyak penyandang cacat yang menerima perhatian yang sangat besar dari gereja-gereja Tuhan di Amerika Serikat dan itu karena satu orang yang akhirnya telah menerima fakta hidup itu dari Tuhan. Ya memang tidak enak, tapi akhirnya membawa kemuliaan yang besar bagi Tuhan.
PG : Itu pertanyaan yang bagus, Pak Gunawan. Adakalanya kita lalai untuk mengutarakan hal-hal seperti ini, tapi saya kira meskipun kita utarakan tujuan hidup kita ini apa, adakalanya kita tidakbisa melepaskan diri dari tujuan hidup yang lebih konkret atau yang bersifat material, Pak Gunawan.
Jadi kalau saya kaitkan tujuan hidup ini dengan misalnya yang membangun keluarga, mempunyai penghasilan yang baik, terus membesarkan anak-anak, menyekolahkan mereka di sekolah yang baik, seringkali itu yang menjadi tujuan yang terdekat bagi kita dan kita menumpukan diri kita atau harga diri kita pada hal-hal seperti itu. Nah bisa jadi sesuatu hal menimpa kita sehingga yang kita harapkan tidak terwujud. Anak-anak tidak bisa bersekolah di sekolah yang kita inginkan, karena faktor keuangan misalnya, pekerjaan kita tidak menanjak secepat yang kita inginkan, hal-hal seperti itu akhirnya bisa juga memukul kita, Pak Gunawan, apalagi kalau ini adalah seorang suami, memukul si suami sehingga ia merasakan kehilangan tujuan hidupnya, bukannya hilang sebetulnya tapi dia merasa dia tidak bisa lagi mencapainya. Sebelum-sebelumnya dia berusaha keras untuk mencapai target tersebut, tapi setelah berusaha bertahun-tahun dan akhirnya dia harus menerima fakta bahwa keadaannya akan begini terus. Tiba-tiba dia kehilangan makna hidup itu, dia kehilangan pegangan/arah hidup itu, sehingga dia merasa tidak ada lagi harganya dan dia merasakan bahwa istrinya tidak menghargai dia lagi dan dia pun tidak bisa menghargai dirinya lagi, ini menjadi suatu situasi yang tidak sehat bagi keluarga itu sendiri. Tapi saya pahami, Ibu Ida dan Pak Gunawan, bahwa kita memang seringkali mengaitkan penghargaan diri kita dengan hal-hal yang lebih konkret dan nyata ini, yang bersifat material.PG : Betul, tapi saya harus mengakui Pak Gunawan, bahwa sulit sekali untuk kita ini mempunyai tujuan hidup yang semulia itu. Kita biasanya hanya sampai pada tujuan hidup yang mulia itu, kalau kta kehilangan kemampuan yang bersifat material.
Jadi dalam contohnya Johnny Ericsson Tada itu, saya kira kalau dia tidak kehilangan fungsi tubuhnya kemungkinan besar dia tidak menjadi orang yang seperti sekarang ini, yang memperhatikan para penyandang cacat. Tapi karena dia kehilangan fungsi tubuhnya, barulah dia memperhatikan para penyandang cacat.PG : Betul, seharusnya inilah yang menjadi dasar tujuan hidup kita, fondasi kita bahwa saya berharga dan sebegitu berharganya sehingga Tuhan rela mati bagi hukuman dosa saya dan saya tahu bahwapada akhirnya saya akan pulang ke Tuhan kembali.
Jadi sebagai orang Kristen, kita tidak hidup seperti perahu yang diombang-ambingkan oleh angin topan, gelombang yang besar, karena kita tahu ke mana kita pergi, kita tahu jelas itu, bukannya suatu dugaan tapi suatu kepastian.PG : Betul dan waktu kita membangun hal itu memang pada kenyataannya kita melawan arus, kita harus mengakui Pak Gunawan, sebab dalam hidup ini tetap yang dinilai tinggi sebagai tujuan hidup adaah kemapanan material.
PG : Betul dan kita akhirnya tergiring pula untuk mempunyai pandangan yang sama, sehingga sewaktu kita tidak berhasil mencapai status tersebut, kecenderungannya adalah kita merasa telah gagal utuk mencapai tujuan hidup itu, kita tidak lagi bisa memiliki tujuan hidup seperti itu.
PG : Si istri kalau misalkan si suami yang kehilangan pekerjaan, si istri harus dengan sensitif mengungkapkan penerimaannya dan cintanya, komitmennya bahwa kehilangan pekerjaan tidak berarti sisuami tidak ada lagi harganya di mata istri, jadi itu terus yang harus dikomunikasikan.
Berikan waktu kepada si suami untuk berdukacita karena kehilangan itu, namun disamping itu si istri bisa mulai memberikan bantuannya yaitu dengan cara misalnya menggunting iklan lowongan pekerjaan yang ditemukan di surat kabar, kemudian mendiskusikannya dengan si suami, atau pada malam hari berdua bersujud di hadapan Tuhan dan berdoa minta bantuan Tuhan. Saya kira dengan sentuhan-sentuhan yang penuh penerimaan seperti ini, si suami tidak akan merasa terhina dan dia merasa masih berfungsi dalam rumah tangga ini. Yang paling keliru adalah kita langsung memarahi si suami karena melihat dia tidak bangun-bangun, kelihatan sedih sekali. Jadi biarkan misalnya waktu seminggu atau dua minggu si suami itu mengalami pukulan dan seolah-olah dia diam di rumah, malu, itu hal wajar, tapi setelah itu doronglah si suami untuk maju lagi.PG : Bisa sekali, Pak Gunawan. Saya mengambil pengalaman ini sebagai pengalaman di tengah-tengah, Pak Gunawan. Pengalaman di tengah-tengah artinya di tengah antara masa lalu dan masa yang akan atang.
Masalahnya adalah kita tidak bisa lagi kembali ke masa lalu, kita tidak bisa lagi berkata kalau saja saya sehat, ya kita tidak bisa. Tapi di pihak lain masa depan kita sangat tidak jelas, dan yang paling menakutkan adalah kita akhirnya berkata bahwa kemungkinan besar saya akan hidup seperti ini di akhir hayat saya. Itulah pengalaman hidup di tengah-tengah yang saya maksud, Pak Gunawan. Dan ini menjadi pengalaman yang sangat menakutkan, tapi saya kira sekali lagi perlu suatu kesadaran bahwa pengalaman di tengah-tengah ini bukanlah suatu pengalaman yang luput dari perhatian Tuhan, yang tetap disengaja dan di luar rencana Tuhan, tidak, semua dalam rencana Tuhan. Contohnya adalah yang dialami oleh Fanny Crosby, seorang penulis lagu-lagu Kristen, yang menggubah lebih dari 1000 lagu-lagu rohani, sejak dia berusia beberapa minggu dia sudah buta karena dokter salah memberikan obat mata padanya. Pernah suatu kali dia ditanya oleh seseorang, pernahkah engkau merasa menyesali perbuatan dokter tersebut? Dia berkata tidak pernah, sebab ia berkata justru karena saya tidak mempunyai mata jasmani, mata rohani saya bisa begitu celik dan dia melihat ini sebagai bagian atau porsi yang Tuhan telah tetapkan untuk kehidupannya. Dia hidup dengan usia yang cukup panjang, kalau tidak salah 80-an lebih dan hidup yang sangat produktif sekali, menjadi kekuatan bagi banyak orang. Lagu-lagunya penuh dengan pengucapan syukur dan kalau kita tidak tahu bahwa dia seorang yang buta, kita akan berpikir bahwa dia adalah seorang yang celik mata. Jadi sekali lagi dia menerima pengalaman di tengah-tengah, sehingga hidupnya bisa dibelokkan Tuhan dan menjadi kemuliaan Tuhan. Saya pernah membaca suatu tulisan yang berkata, di dalam kamus Tuhan tidak ada kegagalan, yang ada adalah pertumbuhan yang dipaksakan oleh Tuhan, artinya Tuhan memaksa kita bertumbuh melalui peristiwa yang kita anggap sebagai kegagalan tersebut. Jadi pengalaman di tengah-tengah adalah pengalaman yang memang tidak kita duga, memang tidak kita harapkan, tapi itu adalah suatu belokan, tikungan yang memang Tuhan sengaja berikan kepada kita, agar Dia bisa memakai kita untuk kemuliaanNya. Bahkan di dalam keadaan kita yang seolah-olah tidak ada lagi gunanya, tidak ada lagi fungsinya.PG : Tepat sekali Bu Ida, memang yang lebih mudah adalah mengatakan kalau Tuhan baik dan berencana atas hidupku. Tapi bila kita mengatakan Dia memberikan saya rencana yang begitu buruk, kita suah sekali menerima hal ini dan kita bisa tergoda, terjebak untuk berkata Tuhan ini tidak baik, sebab Tuhan yang baik tidak mungkin memberikan saya peristiwa yang tidak enak.
Atau kebalikannya kita bisa berkata Tuhan baik, karena Tuhan baik itulah saya harus beranggapan bahwa Dia tidak berkuasa menolong saya waktu saya ditimpa oleh masalah itu, dua-duanya salah. Tuhan baik dan Tuhan berkuasa, tapi memberikan kita pukulan atau musibah yang begitu besar, kita harus berkata kita tidak mengerti sepenuhnya, tapi itu tetap dalam rencana Allah dan tetap memuliakan Tuhan. Entah bagaimana yang tidak kita sadari.PG : Betul, dan jawabannya memang tidak bisa kita ketahui dengan cepat, bahkan sampai mati pun adakalanya tidak kita ketahui. Saya teringat akan seseorang yang ditulis oleh Alkitab yang bernamaAyub.
Kita tahu dia seorang yang kaya raya, kehidupan keluarganya begitu baik dan dia seorang yang sangat takut akan Tuhan, tapi akhirnya Tuhan membiarkan dia mengalami musibah demi musibah yang begitu berat. Kehilangan anaknya, kehilangan hartanya, dan pada akhirnya kehilangan kesehatannya. Di dalamPG : Betul, sehingga kata Paulus meskipun tubuhnya makin hari makin habis, tapi manusia rohaniah atau batiniahnya terus diperbaharui oleh Tuhan.
PG : Betul.
PG : Betul, jadi adakalanya kita tidak melihat dengan jelas harapan itu namun tidak berarti terhilang, sebab harapan kita ada pada Tuhan sendiri dan Tuhan tidak mungkin akan membiarkan kita senirian.
Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan ke hadapan Anda, sebuah perbincangan tentang harapan yang hilang, tetapi bagi kita yang beriman kepada Tuhan, tidak ada harapan yang betul-betul hilang karena di dalam Tuhanlah kita mendapatkan pengharapan yang sejati itu. Perbincangan ini kami lakukan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Sekali lagi bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda untuk menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan, saran-saran, dan tanggapan. Dan dari studio kami ucapkan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
14. Memahami Perilaku Homoseksual | |
Kaum homoseksual adalah manusia yang normal secara mental, secara jiwa dalam artian mereka tidak mempunyai kelainan jiwa yang tertentu. Mereka adalah orang-orang yang sama dengan kita perbedaannya adalah dalam hal orientasi seksualnya.
Kata homoseksual berasal dari 2 kata, yang pertama adalah dari kata 'homo', yang kedua 'seksual' dan seksual berarti mengacu pada hubungan kelamin, hubungan seksual, sedangkan homo mengacu pada kata sama. Hubungan seseorang dengan yang sejenis kelamin dengan kita. Istilah ini adalah istilah yang mengacu pada perilaku dan juga orientasi yang dimiliki oleh seseorang, kalau itu seorang pria biasanya disebut kaum gay dari bahasa Inggris sedangkan kalau pada wanita disebut lesbion atau lesbian, dua-duanya itu masuk dalam kelompok homoseksual.
Kaum homoseksual adalah manusia yang normal secara mental, secara jiwa dalam pengertian mereka tidak mempunyai disfungsi tertentu atau kelainan jiwa yang tertentu. Mereka adalah orang-orang yang sama seperti kita namun perbedaannya adalah dalam hal orientasi seksualnya. Mereka tidak tertarik kepada lawan jenis, tetapi mereka tertarik kepada sesama jenis.
Penyebab atau asal mula orang bisa berperilaku homoseksual:
Adalah dari segi keluarga atau bentukan keluarga.
Pria dan wanita yang homoseksual mempunyai latar belakang atau penyebab yang sering kali berbeda. Untuk pria ada beberapa kemungkinan:
Karena ayahnya absen sedangkan ibunya dominan. Ini adalah kasus di mana ayahnya itu misalkan sudah meninggal dunia atau meninggalkan keluarga, sehingga yang tertinggal di rumah adalah seorang ibu. Menurut teori Sigmund Freud: seorang anak (khususnya anak laki-laki) itu pada usia sekitar 3, 4 tahun akan mulai mengalihkan atau memerlukan seseorang yang adalah pria juga, untuk menjadi modelnya atau contoh perilakunya dalam hal ini adalah identitas seksualnya.
Karena suatu situasi keluarga di mana ayah menjadi tokoh yang negatif atau tokoh yang menyakitkan dalam kehidupan si anak pria. Misalnya dia adalah seorang ayah yang bengis memukuli mamanya, memukuli anak-anak yang lainnya. Si anak pria ini akhirnya bertumbuh besar dengan suatu konsep bahwa pria itu jahat, apalagi ditambah dengan misalnya kakak-kakak prianya juga sama jahatnya, nakal, berontak, menyakiti hati mamanya, dan kebetulan dia juga sangat dekat dengan mamanya. Jika ayah itu absen tidak ada di rumah atau si ayah menjadi figur yang menyakitkan si anak, akibatnya akan ada kehilangan interaksi antara si anak dengan orang tua prianya. Si anak pria ini akhirnya hanya berinteraksi dengan mamanya, dengan figur wanita ini, inilah yang akan diserap oleh anak itu. Ia bisa menyerap tingkah laku kewanitaan tapi tidak harus langsung menyerap luarnya atau gaya-gaya kewanitaan. Namun yang sering kali akan diserap adalah dalamnya si ibu itu, misalnya cara si ibu mengekspresikan perasaannya, cara si ibu sedih waktu dimarahi oleh ayahnya, cara si ibu itu menanyakan sesuatu kepada ayahnya kenapa begini, kenapa begitu dan sebagainya. Cara-cara inilah yang akhirnya diserap oleh si anak menjadi bagian dalam kehidupannya, maka itulah dia akhirnya mengidentifikasi diri dengan si mama. Dan sewaktu dia bertumbuh besar dia menempatkan dirinya tanpa dia sadari di pihak atau di diri seorang wanita.
Adalah adanya kemungkinan kelainan genetik.
Hasil-hasil riset yang bersifat genetik memang memperlihatkan adanya dukungan terhadap argumen ini. Bahwa memang ada kemungkinan yang sangat besar mereka yang homoseksual itu dilahirkan dengan memiliki kecenderungan itu. Biar dibesarkan oleh rumah tangga seperti apapun tetap dia akan mengarah ke situ, sebab dari kecil atau dari lahir memang sudah diberikan kecenderungan tersebut secara genetik.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Memahami Perilaku Homoseksual". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Kata homoseksual berasal dari 2 kata, yang pertama adalah dari kata 'homo', yang kedua 'seksual' dan seksual berarti mengacu pada hubungan kelamin, hubungan seksual, sedangkan homo mengacupada kata sama.
Jadi hubungan seseorang dengan yang sejenis dengan kita, sejenis kelamin dengan kita. Istilah ini adalah istilah yang mengacu pada perilaku dan juga orientasi yang dimiliki oleh seseorang, kalau itu seorang pria biasanya disebut kaum gay dari Bahasa Inggris sedangkan kalau pada wanita disebut lesbion atau lesbian. Nah, dua-duanya itu masuk dalam kelompok yang tadi kita telah bahas yaitu homoseksual.PG : Sebetulnya tidak, jadi kaum homoseksual adalah manusia yang normal secara mental, secara jiwa dalam pengertian mereka tidak mempunyai disfungsi tertentu atau kelainan jiwa yang tertentu. Jdi mereka adalah orang-orang yang sama seperti kita namun perbedaannya adalah dalam hal orientasi seksualnya, mereka tidak tertarik kepada lawan jenis, tetapi mereka tertarik kepada sesama jenis.
Mereka atau kita ini yang tertarik kepada lawan jenis, orientasi seksual kita di sebut heteroseksual sedangkan mereka karena sama disebut homoseksual.PG : Yang pertama yang akan saya bahas adalah dari segi keluarga atau bentukan keluarga, kemudian saya juga akan membahas sedikit tentang temuan-temuan akhir-akhir ini yang juga menunjuk kepadakemungkinan adanya kelainan genetik.
Yang pertama adalah bentukan-bentukan dari keluarga ternyata pria dan wanita yang homoseksual mempunyai latar belakang atau penyebab yang sering kali berbeda. Untuk pria ada beberapa kemungkinan; yang pertama adalah kasus di mana ayahnya absen sedangkan ibunya dominan, nah ini adalah kasus di mana ayahnya itu misalkan sudah meninggal dunia atau meninggalkan keluarga sehingga yang tertinggal di rumah adalah seorang ibu. Nah, kalau ibu ini yang terpaksa harus merawat anak-anak dan ibu ini lumayan dominan dalam pengaruhnya kepada anak-anak dan misalkan juga anak-anak tidak terlalu banyak kesempatan untuk bergaul dengan kaum pria yang dewasa atau yang lebih tua darinya tatkala masih kecil. Ada kemungkinan bahwa anak ini akhirnya akan kehilangan kesempatan mencontoh perilaku pria dalam kehidupannya. Saya akan memaparkan teori yang memang berasal dari Sigmund Freud yang saya juga percaya ini adalah salah satu hal yang betul yang benar. Menurut Freud seorang anak itu pada usia sekitar 3, 4 tahun, anak laki akan mulai mengalihkan atau memerlukan seseorang yang adalah pria juga untuk menjadi modelnya atau contoh perilakunya dalam hal ini adalah identitas seksualnya. Anak dilahirkan oleh wanita dan biasanya juga dirawat oleh wanita, anak laki-laki harus mengalami peralihan, anak wanita tidak perlu karena anak wanita dirawat oleh wanita dan dia perlu mengidentifikasi dirinya dengan wanita itu. Anak pria perlu untuk memiliki figur yang lain, sekitar usia 3, 4 tahun dia menyadari bahwa dia itu berjenis kelamin berbeda dengan ibunya, ini pria oleh karena itu dia harus memiliki figur pria itu agar bisa menempelkan dirinya. Kalau istilah yang lebih formal menempelkan dirinya dengan figur pria tersebut. Kalau figur pria itu absen berarti tidak ada model yang dapat dia tempelkan atau dia lekatkan sehingga akibatnya identitas prianya agak sukar terbentuk. Nah apalagi kalau misalnya faktor-faktor yang tadi saya sebut juga tidak ada, misalnya saudara laki-laki kurang, terus kurang adanya interaksi dengan figur-figur pria yang lebih dewasa. Nah, itu kira-kira salah satu latar belakang yang pertama, yang mencenderungkan seorang pria yang akhirnya berkembang menjadi seorang homoseksual.PG : Ada suatu konsep yang keliru yang biasa dimiliki oleh kita semua, kita beranggapan bahwa seorang homoseksual misalnya seorang pria, sudah pasti akan berperilaku seperti wanita sebetulnya tdak harus.
Jadi ada kasus-kasus yang memang mereka berlaku feminim seperti wanita tapi ada juga kasus-kasus di mana mereka berlaku seperti pria yang lainnya. Jadi kalau kita melihat dari luar tidak akan terlihat jelas perbedaannya kita melihat figur pria yang sama seperti kita, tidak ada bedanya, cuma memang ada kecenderungan mereka lebih halus dibandingkan pria-pria lain yang mungkin lebih kasar darinya.PG : Yang lain adalah suatu situasi keluarga di mana ayah menjadi tokoh yang negatif dalam kehidupan si anak pria ini, tokoh yang menyakitkan. Misalnya dia adalah seorang ayah yang bengis memukli mamanya, memukuli anak-anak yang lainnya.
Nah si anak pria ini akhirnya bertumbuh besar dengan suatu konsep bahwa pria itu jahat, apalagi ditambah dengan kakak-kakak prianya juga sama jahatnya, nakal, berontak, menyakiti hati mamanya. Nah kebetulan dia juga sangat dekat dengan mamanya. Dia melihat mama sebagai pihak yang dirugikan dan menjadi korban, mama sangat memperhatikan dia, menyayangi dia. Papa tokoh yang jahat, kakak-kakak pria adalah figur yang jahat pula, mama seorang figur wanita yang sangat baik. Nah dalam kasus seperti ini si anak juga memperoleh kemungkinan yang lebih besar untuk akhirnya bertumbuh menjadi seorang homoseksual karena dia akan menolak peran kepriaan, identitas diri yang pria karena pria itu diidentikkan dengan sesuatu yang menyakitkan yang jahat akhirnya dia akan lebih mau dekat dengan wanita. Nah, apa yang terjadi sehingga akhirnya kok bisa berkembang menjadi seorang homoseksual. Pada kasus yang pertama dan yang kedua yang terjadi adalah sebetulnya si anak pria ini menyerap sifat-sifat keibuan itu atau menyerap segalanya yang berkaitan dengan ibunya dengan figur wanita tersebut. Kita ini sebetulnya adalah orang yang belajar banyak sekali dari apa yang kita lihat, apa yang kita amati, atau dari interaksi kita dengan seseorang. Misalkan tidak heran ada anak-anak yang misalkan kita katakan jalannya persis seperti papanya misalnya seperti itu, atau cara ngomongnya persis seperti mamanya. Nah, dari manakah anak-anak ini mempelajari cara bicara seperti mama atau mempelajari bicara atau jalan seperti papa; tidak ada yang mengajarkan secara formal tapi hal ini diserap melalui ribuan interaksi antara si anak dengan orang tersebut, sehingga akhirnya cara bicara, cara jalan diadopsi menjadi cara bicara dan cara jalannya. Namun sebetulnya anak-anak bukan hanya menyerap hal-hal fisik seperti itu yang nampak, anakpun menyerap yang kita sebut hal-hal yang internal, hal-hal yang lebih bersifat karakteristik dari seseorang atau dalam hal ini dari ayah atau dari ibunya sendiri. Yaitu apa misalnya cara berpikir, sering kali kita ini tanpa disadari mengadopsi cara berpikir orang tua kita ayah kita seseorang yang sangat praktis memutuskan sesuatu dari segi praktisnya dan tidak mau bertele-tele dengan nilai-nilai atau filosofisnya. Tanpa kita sadari waktu kita sudah besar kita menjadi seperti ayah kita, kita cenderung berpikir dengan praktis. Kapan itu dipelajari, nah itu dipelajari melalui interaksi antara si anak dengan si ayah. Nah dalam kasus-kasus yang tadi, yang sudah saya sebut di mana ayah itu absen tidak ada di rumah atau si ayah menjadi figur yang menyakitkan si anak akan adanya kehilangan interaksi antara si anak dengan orang tua prianya. Si anak pria ini akhirnya hanya berinteraksi dengan mamanya, dengan figur wanita ini, nah inilah yang akan diserap bukan saja anak itu bisa menyerap tingkah laku kewanitaan tapi tidak harus dia langsung menyerap itu namun yang sering kali akan diserap adalah dalamnya si ibu itu jadi luarnya tidak harus langsung diserap, gaya-gaya kewanitaan tidak harus diserap. Tapi yang biasanya diserap adalah dalamnya yaitu misalnya cara si ibu mengekspresikan perasaannya, cara si ibu sedih waktu dimarahi oleh ayahnya, cara si ibu itu menanyakan sesuatu kepada ayahnya kenapa begini, kenapa begitu dan sebagainya. Nah cara-cara inilah yang akhirnya diserap oleh si anak menjadi bagian dalam kehidupannya, maka itulah dia akhirnya mengidentifikasi diri dengan si mama. Dan sewaktu dia bertumbuh besar tanpa dia sadari dia menempatkan dirinya di pihak atau di diri seorang wanita.PG : Dia mempertahankan diri untuk diterima atau boleh tidak saya katakan pada masa-masa pertumbuhannya, pada masa-masa kecilnya memang dia harus mendapatkan perlindungan dari figur si mama sebb mamalah yang melindungi dia, mamalah yang merawat dia.
PG : Betul.
PG : Betul, nah mungkin timbul pertanyaan di sini, kalau begitu kenapa ada kaum homoseksual, pria yang dari luarnya penampilannya tampak jantan kok katanya tadi menyerap kewanitaan, kok sekaran bersifat atau berpenampilan jantan seperti laki-laki lainnya.
Karena manusia itu lentur, jadi manusia itu fleksibel bisa beradaptasi, waktu dia mulai besar dia mulai sekolah SMP/SMA dia akhirnya mulai mencontoh perilaku teman-teman prianya dan tanpa disadari itupun mempengaruhi dia. Namun ini yang penting, interaksi mendasar yakni interaksi di usia dini dari umur 0 tahun sampai 6, 7 tahun sampai dia benar-benar terjun ke masyarakat yakni sekolah, yang hanya dia terima dari mama; nah itu adalah pembentukan internalnya. Pembentukan internalnya memang biasa sekali tidak berbeda dengan anak lelaki lainnya karena dia bisa mencontoh teman-teman lakinya namun dalamnya dia sudah terlanjur menyerap nilai-nilai ibunya.PG : Tidak langsung berpengaruh, nah saya akan menjabarkan semua ini, memang ada kesan menggampangkan karena interaksi manusia itu kompleks sekali. Tapi kira-kira garis besarnya begini, kalau aahnya ada namun pasif atau kurang berperan, sedangkan mama yang terpaksa harus lebih aktif tidak otomatis si anak dicenderungkan menjadi seorang homoseksual.
Tapi kecenderungan itu akan membesar jika misalnya kebetulan di rumah itu mayoritas anak-anak perempuan misalnya si anak pria ini benar-benar lebih dikelilingi oleh kaum wanita, mamanya, kakak-kakak atau adik-adiknya yang wanita. Dan misalkan dia itu mempunyai kakek-nenek, kebetulan kakeknya jarang ketemu atau apa sehingga neneknya yang sering ketemu, nah faktor-faktor itu akhirnya akan lebih mencenderungkan.PG : Itu kadang kala terjadi, jadi yang Pak Gunawan katakan itu saya harap tidak umum tapi memang juga terjadi. Nah, harapan ini pada akhirnya sangat mencelakakan si anak karena orang tua saya ahu ada yang mendandani anak lakinya seperti anak perempuan.
PG : Dipakaikan baju wanita.
PG : Betul, ini bisa berdampak buruk sekali atau ada juga kasus di mana ibu mendandani anak laki sebagai anak perempuan karena anak-anaknya semua laki dan anak-anak laki itu semua jahat-jahat, emuanya berontak jadi si ibu ini merindukan anak perempuan supaya menjadi teman dia, waktu dapat lagi anak laki yang kecil ini dia tidak bisa terima, dia kemudian mendandaninya seperti anak perempuan dan akhirnya dia diperlakukan sebagai anak perempuan pula.
Nah, bahaya sekali sebab memang sudah pasti waktu anak itu sekolah umur 6, 7 tahunan dia harus berpakaian pria lagi.PG : Betul, jadi proses transfer, proses pemindahan karakteristik sudah terjadi pada usia-usia 0-6 tahun itu. Nah, apa yang terjadi pada saat itu, yang terjadi adalah yang kita sebut pengkondisan, semua manusia waktu masih kecil sebetulnya belajar dan dibentuk melalui pengkondisian.
Misalnya kita tahu orang-orang sering berkata pada anak lakinya jangan nangis, anak laki jangan cengeng terus kuat sedangkan kalau anak perempuan duduk kakinya diangkat jangan tidak sopan kamu anak perempuan, atau anak perempuan tertawa terbahak-bahak kamu anak perempuan kalau tertawa mulutnya harus ditutup. Jadi banyak sekali tanggapan-tanggapan yang kita berikan kepada anak-anak berdasarkan jenis kelaminnya. Nah, inilah yang akan memberikan dia gambaran tentang siapa dia, jadi sebetulnya anak itu mengenal diri dan membentuk jati dirinya atau identitas dirinya itu dari tanggapan-tanggapan yang ia terima, terutama yang ia terima dari orang tuanya sendiri. Nah, kalau pada masa awal yang sangat kritis itu, 0-5 tahun si anak justru mendapatkan tanggapan bahwa dia itu wanita, dia tidak bisa mengenal yang lain, dia akan mempercayai dirinya sebagai wanita dan pada waktu dia mulai besar dia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang seperti ibunya itu.PG : Nah, dalam kasus di mana tadi kasus-kasus yang saya sebut itu tidak ada. Mungkin ibu Ida berkata ini ada kasus di mana penjelasan-penjelasan yang tadi saya berikan sebagai kemungkinan-kemugkinan tidak termasuk dalam kasus ini, orang tuanya normal-normal saja, papanya lumayan dominan, tidak ada yang keliru, anaknya yang lain juga biasa saja kok ada satu seperti wanita.
Begini, memang riset yang akhir-akhir ini menunjukkan adanya perbedaan atau kelainan genetik jadi ini adalah hal yang sering diargumentasikan juga oleh kaum homoseksual. Bahwa mereka menjadi homoseksual bukan akibat bentukan-bentukan, bukan akibat pengkondisian dari keluarganya atau lingkungannya atau karena kekurangan ayah, ibunya dominan dan sebagainya. Tapi mereka sudah dilahirkan sebagai homoseksual, nah kemungkinan ini memang makin hari menjadi lebih benar sebab hasil-hasil riset yang bersifat genetik memperlihatkan adanya dukungan terhadap argumen ini, bahwa memang ada kemungkinan yang sangat besar mereka yang homoseksual itu dilahirkan sudah memiliki kecenderungan itu. Jadi dibesarkan oleh rumah tangga seperti apapun tetap dia akan mengarah ke situ, sebab dari kecil atau dari lahir memang sudah diberikan kecenderungan tersebut secara genetik. Jadi memang hasil riset yang akhir-akhir ini mendukung argumen itu.PG : Saya kira demikian, saya kira faktor bentukan atau pengaruh lingkungan, pengaruh keluarga sangat besar. Dalam beberapa kasus saya tidak terlalu banyak menangani kasus-kasus homoseksual, tai dalam beberapa yang pernah saya tangani memang ada persamaan dari beberapa yang saya sebut yaitu memang kebanyakan adanya kasus di mana peran ayah lemah atau tidak ada, sedangkan peran ibu terpaksa dominan.
PG : Kalau orang berkata bukankah kita semua memiliki potensi untuk menjadi seorang homoseksual, nah saya akan berargumen begini bukannya setiap orang mempunyai potensi menjadi seorang homoseksal atau bisa berorientasi homoseksual tapi saya percaya memang melalui pengkondisian seseorang itu bisa berperilaku atau melakukan tindakan homoseksual.
Misalnya mungkin pernah mendengar kasus di mana orang-orang ditangkap atau ditahan di dalam satu situasi penjara atau apa di mana tidak ada kontak dengan lawan jenis. Nah, dalam kasus seperti itu perilaku homoseksual itu muncul, kita dapat mengatakan dia adalah seorang homoseksual, sama sekali saya kira itu 2 hal yang berbeda, sebab orang yang sama misalkan, yang melakukan homoseksual tatkala dalam situasi seperti itu tidak ada kawan lawan jenisnya, saya percaya waktu dia keluar dari lingkungan tersebut dan bertemu dengan lawan jenisnya dia akan kembali menjadi seorang yang heteroseksual, dan dia hanya akan tertarik pada lawan jenisnya. Tapi seseorang yang memang orientasinya homoseksual, tidak akan tertarik kepada lawan jenisnya jadi setelah dibentuk diapakan pun kecenderungannya akan tetap ke arah itu.PG : Betul, jadi batas antara biseksual tadi Pak Gunawan, berperilaku seksual ganda dan homoseksual sebenarnya batasnya itu tipis dan tidak bisa dikatakan langsung yang mana biseksual, yang man homoseksual.
Sebab yang juga cukup sering terjadi adalah sebetulnya orientasinya dia homoseksual, namun karena dia tahu bahwa masyarakat tidak menerimanya dia akhirnya menikah dan dia akhirnya melakukan kewajibannya sebagai seorang suami berhubungan dengan istrinya. Namun dalam dirinya tetap ada dorongan untuk berhubungan dengan yang sesama jenis, jadi dalam kasus seperti yang kita katakan atau biseksual atau homoseksual, saya kira jarang kalaupun ada ya seorang yang mempunyai ketertarikan yang persis sama dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Saya kira seseorang itu pasti mempunyai suatu preferensi yang sebetulnya dia itu sukai, saya kira pasti ada orientasi yang utamanya.PG : OK! saya akan berhati-hati dengan istilah sakit di sini karena memang istilah sakit itu mengacu kepada disfungsi, kepada ketidakmampuan untuk berfungsi dalam hidup. Nah, kalau kita mengguakan dalam definisi ini saya kira homoseksual tidak dapat dikategorikan sakit.
Memang beberapa puluh tahun yang lalu di dalam penggolongan penyakit jiwa homoseksualitas dimasukkan ke dalam salah satu gangguan disorder. Tapi sebetulnya sejak beberapa mungkin belasan tahun yang lalu atau mungkin 20 tahun yang lalu istilah tersebut sudah ditiadakan dari penggolongan jenis penyakit jiwa. Jadi kalau saya pribadi lepas dari itu juga tidak melihat homoseksual sebagai orang yang sakit jiwa, sama sekali tidak. Saya melihat mereka sama seperti manusia lainnya jadi mereka bisa berfungsi, bisa berkontribusi dalam hidup ini, dalam masyarakat mempunyai kemampuan yang sama dalam menghadapi stres dan sebagainya. Namun perbedaannya hanya orientasi seksualnya ini. Tapi tadi yang bu Ida ingin tekankan adalah penyembuhan, nah waktu kita berkata penyembuhan kita ini berangkat dari sudut pandang kristiani bahwa ini adalah sesuatu yang Tuhan kehendaki nah justru inilah yang harus menjadi titik berangkat kita, kita mau menolak mereka untuk kembali berorientasi seperti kita heteroseksual, bukan supaya kita senang, bukan supaya dia sama seperti kita, tapi supaya dia kembali kepada natur yang memang Tuhan sudah gariskan.PG : Jadi yang nanti akan kita bahas pada pertemuan berikutnya Pak Gunawan adalah saya mau membedakan antara suatu orientasi dan akhirnya suatu perilaku seksual. Nah, saya kira orientasinya bis disembuhkan namun memang sulit sekali untuk bisa berubah tapi bisa karena ada yang akhirnya berubah.
Tapi yang Tuhan pasti larang adalah perilakunya yaitu melakukan hubungan homoseksual, melakukan hubungan seks dengan yang sesama jenis, itu yang Tuhan larang.PG : Di dalam surat
PERTANYAAN KASET T 43 A
15. Bagaimana Memahami dan Menolong Kaum Homoseksual | |
Sikap simpatik kita sangatlah diperlukan bagi seorang homoseksual dan kesadaran kita bahwa seseorang yang akhirnya menjadi homoseksual biasanya setelah melalui pergumulan yang luar biasa beratnya. Jadi kita mesti memahami sisi penderitaan ini.
Feminitas adalah segala sesuatu yang membentuk dia menjadi seorang yang feminin atau wanita. Penyebab seorang wanita menjadi homoseksual adalah:
Lingkungan yang menolak nilai-nilai atau hal-hal yang bersifat feminin itu, misalkan ia dibesarkan di rumah atau di keluarga dan di lingkungan di mana harus bersikap seperti laki-laki karena mungkin tuntutan hidup yang sangat keras sejak kecilnya sehingga dia harus benar-benar bertingkah laku seperti pria.
Mengalami kepahitan atau trauma dalam kehidupan
Seseorang tidak secara tiba-tiba menjadi homoseks, ada fase atau tahapannya.
Waktu dia menyadari itu, mulailah dia masuk pada fase kebingungan. Kebingungan dalam pengertian, mereka bertanya-tanya kenapa saya begini, kenapa saya berbeda dan dia tidak merasakan bisa pas masuk ke dalam kelompok yang sejenis. Jadi dia mulai merasa bahwa dia berbeda dengan teman-temannya, ini suatu fase yang sangat membingungkan.
Fase penyangkalan, saya tidak mau seperti ini, saya normal, saya sama seperti orang lain, saya heteroseksual, saya tidak ada bedanya dengan teman-teman saya.
Fase mencari, karena ada suatu kerinduan mereka bertemu dengan orang yang sama seperti dirinya, senasib.
Fase penerimaan.
Fase pergumulan. Kalau yang pertama tadi fase pergumulan tidak bisa menerima bahwa dia beda dengan orang lain. Sekarang pergumulannya lebih dalam lagi yaitu mereka menyadari, ini bukan saja punya keinginan tapi malahan sudah melakukan. Jadi ada keinginan untuk tidak seperti itu, saya ingin kembali lagi sama, saya ingin coba lagi jadi orang yang sama.
Tetapi jelas Tuhan tidak menghendaki kita melakukan hubungan seks dengan sesama jenis, jadi seyogyanyalah kita tidak memasuki fase penerimaan itu, seyogyanyalah kita terus berjalan di dalam fase pergumulan. Sebagai teman sepersekutuan atau teman segereja yang menghadapi kenyataan seperti itu sebaiknya bersikap dengan baik. Kita harus menekankan dan mengadopsi cara Tuhan menghadapi manusia, sebagaimana Tuhan Yesus pernah berkata : "Aku datang bukan untuk menghakimi tapi menyelamatkan manusia dari dosa." Jadi Tuhan selalu menggunakan cara, pendekatan cinta kasih, Tuhan melihat kita berdosa dan memanggil kita, Tuhan terus menantikan kita. Maka yang paling praktis yang bisa kita lakukan adalah membentuk suatu kelompok, di mana kalau memang memungkinkan mengumpulkan orang-orang yang mempunyai pergumulan yang sama dengan homoseksualitas. Dan di sana kita adakan kelompok tumbuh bersama, berdoa bersama, menguatkan satu sama lain.
Tujuannya ada 2 alternatif:
Bertujuan untuk mengubah orientasi sehingga mereka menjadi heteroseksual.
Selama belum menjadi heteroseksual, hiduplah kudus dihadapan Tuhan sebagai seorang yang single yang tidak menikah. Sebab Tuhan juga melarang kita yang heteroseksual berhubungan seksual dengan orang lain yang bukanlah istri atau suami kita.
Kata menindas kebenaran akhirnya berarti mensukresi kebenaran, memendam kebenaran. Lebih baik sebagai seorang homoseksual kita terus bergumul daripada kita mendistorsi kebenaran, memendam kebenaran itu, sebab kebenaran tetaplah kebenaran.
Sebagai orang tua Kristen, kita perlu terus menerus membina hubungan yang baik sebagai suami istri agar anak-anak tidak menjadi korban. Dan sedini mungkin memberi pengarahan kepada anak-anak. Itulah yang menjadi tanggung jawab kita sebagai orang tua. Tapi kalau itu menimpa beberapa orang di antara kita, ketahuilah bahwa Tuhan tetap mengasihi saudara dan selalu ada jalan keluar untuk menyelesaikan masalah itu. Pilihlah jalan yang lebih susah, pergumulan memang jalan yang lebih susah tapi lebih diperkenankan Tuhan.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Pada kesempatan ini kami akan berbincang-bincang tentang bagaimana memahami dan menolong orang dalam perilaku homoseksual, topik ini merupakan lanjutan dari pembicaraan kami beberapa waktu yang lalu. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Tidak sama Pak Gunawan, jadi kalau kita membicarakan dari sudut bentukan keluarga ternyata memang ada perbedaan. Dalam kasus wanita yang akhirnya menjadi homoseksual, yang umumnya terjai adalah penolakan terhadap kefemininannya atau feminitasnya.
Feminitas adalah segala sesuatu yang membentuk dia menjadi seorang yang feminin atau wanita, nah apa yang terjadi, misalkan lingkunganlah yang menolak nilai-nilai feminin itu atau hal-hal yang bersifat feminin itu, ia dibesarkan di rumah atau di keluarga dan di lingkungan di mana harus bersikap seperti laki-laki karena mungkin tuntutan hidup yang sangat keras sejak kecilnya sehingga dia harus benar-benar bertingkah laku seperti pria. Nah pada saat-saat seperti itu yang terjadi adalah hilangnya atau kurangnya hal-hal yang feminin ke dalam dirinya itu, hal ini tidak terlalu dipengaruhi oleh faktor yang tadi kita bahas tentang hubungan antara anak laki dan ibu. Waktu kita membahas masalah itu kita mempelajari bahwa anak laki itu harus mengalihkan identifikasi dirinya yang sebelumnya kepada mama sebagai perawatnya sekarang pada usia 4, 5 tahun kepada ayahnya, nah wanita tak perlu melakukan hal itu, sebab dia telah mengidentifikasi diri dengan mamanya, ia dirawat oleh mama. Namun tatkala dia mulai besar di mana lingkungan menolak sifat-sifat feminin dia terpaksa akhirnya mengembangkan perilaku-perilaku maskulin dalam dirinya. Sehingga yang terjadi adalah akhirnya dia melepaskan diri dari feminitasnya itu dan mengadopsi sifat-sifat yang maskulin, itu kemungkinan yang pertama.PG : Kalau perilaku tersebut bertahan sampai usia dewasa kemungkinan sekali ya, dia akhirnya akan bertumbuh menjadi seorang homoseksual. Saya mempunyai pengamatan bahwa kalau wanita menjadi omoseksual pada umumnya tidaklah separah pria, jadi lebih mudah untuk membawa wanita kembali ke perilaku atau orientasi heteroseksual dibandingkan membawa pria kembali ke orientasi heteroseksual.
Sebabnya adalah karena penolakan atau pengidentifikasian proses tadi yang akhirnya mencenderungkan pria menjadi homoseksual. Sedangkan wanita kalaupun dia mulai mengembangkan perilaku homoseksualnya, biasanya itu terjadi pada usia yang lebih lanjut. Misalkan yang lain juga tentang lingkungan di mana tadi saya katakan lingkungan seolah-olah menolak feminitasnya. Misalkan dia adalah seorang wanita yang normal seperti biasanya heteroseksual dia berkeluarga mempunyai anak, kemudian pada usia dewasanya dia mengalami kepahitan akibat suaminya yang jahat akhirnya dia hidup sendirian. Nah, mungkin sekali pada masa dia sedang sengsara, dibuat susah oleh suaminya ini dia berkenalan dengan sesama wanita yang memang sudah punya kecenderungan homoseksual, karena mendapatkan kasih sayang yang begitu berbeda dari seorang wanita, dia akhirnya masuk ke dalam perilaku homoseksual dan menjadi seorang homoseksual itu yang juga bisa terjadi pada kaum wanita.PG : Ya jadi kalau pria biasanya berawal lebih dini, wanita pada umumnya berawal lebih besar dan kalau boleh saya gunakan istilah internal/eksternal, yang pria lebih internal, lebih ke dalam yang wanita itu pengaruhnya lebih eksternal.
Meskipun bisa juga akibat hubungan antara dia dan ibunya, nah ini juga lebih mengarah ke internal tapi meskipun demikian menurut saya tidaklah seinternal hubungan yang tadi yang dalam kasus anak pria. Maksud saya dengan ibu adalah begini, dia itu juga mengalami penolakan feminitas dari pihak ibu, misalkan ibunya tidak dekat dengan dia, ibunya agak jauh dari dia dan di rumah itu misalkan banyak anak-anak lakinya, dan yang dihargai di rumah itu adalah sifat laki-laki itu. Nah, si ibu memang tidak menghargai sifat-sifat kewanitaan sebab ada ibu-ibu yang memang tidak suka menjadi wanita, melihat dirinya menjadi korban pria dan dirugikan oleh pria sehingga dia lebih menghargai yang namanya laki-laki dibandingkan dengan wanita. Nah, penolakan yang memang tidak langsung ini bisa dialami dan dirasakan oleh si anak sejak kecil, karena dia tidak mendapatkan yang feminin itu dari mamanya akhirnya dia lebih mendapatkan atau lebih menyerap yang maskulin atau sifat-sifat yang pria dari orang-orang lain di rumahnya. Itu bisa juga menjadi faktor pencenderung.PG : Pada umumnya tidak, pada umumnya kaum homoseksual yang terpaksa harus menikah tidak menikmati hubungan dengan suami atau istrinya. Namun ada kemungkinan mereka masih bisa menunaikan kewjiban seksual mereka dengan melakukan hubungan itu.
Tapi saya kira dalam pengertian menikmati sekali saya rasa ya tidak itu yang saya dengar dari pengakuan orang yang akhirnya melakukan hubungan dengan lawan jenis dalam pernikahan.PG : Betul, sebab ada kecenderungan mereka tetap mencari-cari kemungkinan, supaya bisa berhubungan dengan sesama jenis. Otomatis karena terus mencari-cari kemungkinan tersebut sehingga tidaklagi memberikan perhatian yang seharusnya kepada pasangan hidupnya itu, kepada suami atau istrinya.
PG : Biasanya seseorang menyadari identitas seksualnya itu memang pada masa kecil 3, 4 tahun anak-anak sudah mulai tahu dia itu seorang pria atau dia itu seorang wanita. Namun seseorang untu menyadari seksualitasnya, ketertarikannya dan sebagainya itu biasanya disadari pada masa remaja.
Khusus untuk anak laki-laki pada umumnya anak laki-laki itu mengalami fase-fase kebingungan di mana adakalanya mereka itu bertanya-tanya, saya ini homoseksual ataukah heteroseksual, saya tertarik kepada siapa ya? Nah kebingungan adalah hal yang normal sebab itu tidak menjadikan mereka homoseksual kesukaan mereka bersama dengan pria dan sebagainya tidak menjadikan seseorang itu homoseksual. Kesukaan seorang wanita dengan wanita lain juga tidak secara otomatis membuat dia homoseksual. Jadi biasanya memang usia remaja usia yang bisa membingungkan seseorang akan identitas seksualnya tapi yang paling penting adalah usia remaja anak-anak ini mulai menyadari ketertarikannya, gairah, dorongan-dorongan seksualnya. Nah, pada masa inilah seseorang yang memang orientasinya homoseksual menyadari bahwa dia tidak tertarik kepada lawan jenisnya, dia jauh lebih tertarik secara seksual dengan sesama jenis. Nah, waktu dia menyadari itu mulailah dia masuk ke dalam fase kebingungan. Kebingungan dalam pengertian apa, mereka bertanya-tanya kenapa saya begini, kenapa saya berbeda dan dia tidak merasakan bisa pas masuk ke dalam kelompoknya. Teman-teman pada masa remaja 'kan pasti membicarakan tentang lawan jenisnya dia cantiklah, saya naksir dengan dia dan sebagainya, dia tidak bisa bicara seperti itu. Jadi dia mulai merasa bahwa dia berbeda dengan teman-temannya, nah ini suatu fase yang sangat membingungkan sekali. Nah biasanya ini akan membawa dia ke fase penyangkalan, tidak mau saya jadi seperti ini, saya normal, saya sama seperti orang lain, saya heteroseksual, saya tidak ada bedanya dengan teman-teman saya. Dan dia akan terus mau menggumuli mau melawan kodrat ini nah itulah sebabnya nanti waktu kita membahas sikap kristiani, kita perlu berempati, memang kita perlu menyadari bahwa saya percaya tidak ada satu anakpun pada usia remaja yang akan dengan senang hati menyambut bahwa dia itu seorang homoseksual. Kebanyakan atau saya percaya semua anak-anak remaja waktu mereka menyadari tertarik kepada sesama jenis akan merasa ketakutan, merasa bingung, merasa tertekan sekali sebab mereka tidak mau menjadi orang yang berbeda dengan orang lain, mereka ingin menjadi sama seperti teman-temannya, ini adalah suatu penderitaan tersendiri bagi mereka.PG : Justru itu Pak Gunawan, mereka terus manyangkali, mereka mencoba melawan dorongan-dorongan ini, tapi akhirnya mereka menyadari, bahwa mereka memang tidak bisa berbeda dan mereka tidak bsa mengatasinya, dorongan itu tetap ada dalam dirinya tidak bisa dihilangkan.
Nah masuklah dia ke dalam fase mencari, mencari apa, sebetulnya ada suatu kerinduan mereka bertemu dengan orang yang sama seperti dirinya atau orang yang senasib. Ini belum masuk ke dalam hubungan seksual, jadi ini adalah kerinduan untuk dimengerti untuk mendapatkan teman yang sama yang bisa memahami dilemanya. Tanpa disadari mulailah dia mencari, maka pada tahap ini kecenderungan remaja ini akhirnya mereka bertemu dengan yang sama sebab memang akan ada yang sama dalam lingkungan mereka. Nah waktu bertemu mulailah terjalin suatu hubungan yang akrab karena mungkin sekali temannya itu menghadapi dilema yang sama dan sedang mencari-cari juga teman-teman yang sama sepertinya.PG : Sering kali begitu, akhirnya mereka bercerita bahwa inilah yang mereka alami ketertarikan-ketertarikan kepada sesama jenis. Nah, setelah itu kemungkinan besar yang terjadi adalah ekspermen seksual, anak-anak remaja cenderung melakukan eksperimen seksual, pegang-pegang alat kelamin sesama pria dan sebagainya.
Tapi itu tidak menjadikan mereka homoseksual, namun kalau memang orientasi ini berlangsung terus kemudian bereksperimen secara seksual, maksudnya berhubungan seksual dengan sesama jenis, nah hubungan ini sering kali menjadi suatu titik berangkat, suatu rel yang akan mereka jalani yaitu mereka sekarang akan lebih dicenderungkan untuk akhirnya mengembangkan bukan saja orientasi homoseksual namun juga perilaku seksual yaitu ingin akhirnya terus berhubungan seksual dengan sesama jenisnya.PG : Betul, meskipun sudah tahu dan mereka menyadari, mereka tidak bisa lagi menghilangkannya tapi biasanya setelah eksperimen seksual itu terjadi tetap akan ada pergumulan, maka saya sebut ni fase pergumulan.
Kalau yang pertama itu fase pergumulan, tidak bisa menerima bahwa dia beda dengan orang lain. Sekarang pergumulannya lebih dalam lagi yaitu mereka menyadari, bahwa ini bukan saja keinginan tapi malah sudah melakukan. Jadi ada keinginan untuk tidak seperti itu, saya ingin kembali lagi sama, saya ingin mencoba lagi menjadi orang yang sama, maka tidak jarang pada masa-masa ini dan biasanya masa-masa ini masa sudah dewasa, yang tadi itu masa-masa dewasa ini sudah masuk ke masa dewasa. Tidak jarang ada homoseksual yang akhirnya bertekad menikah, bukan untuk menipu pasangannya, bukan untuk mengelabui orang lain. Sebab itulah mereka bergumul, mereka ingin mengalahkan dorongan itu dan mereka berpikir bahwa dengan menikah mereka berharap mudah-mudahan dorongan seksual ini akhirnya bisa hilang.PG : Nah pertanyaan bisa atau tidak memang tergantung dengan siapa kita bicara, seseorang yang memang ingin membela keyakinan bahwa saya ini dilahirkan homoseksual, dan tidak ada salahnya degan diri seorang homoseksual akan berkata terimalah kodrat itu, kenapa mesti memikirkan berubah.
Tapi kita tadi sudah membahas bahwa kita ini memiliki suatu titik berangkat yaitu suatu titik berangkat dari firman Tuhan, dari Alkitab dan memang titik berangkat Alkitab adalah tidak mengizinkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenisnya. Jadi memang ada orang yang memasuki fase penerimaan yang sudah terima apa adanya tidak usah lagi saya melawan kodrat saya, nikmati hidup sebagai seorang homoseksual. Tapi saya kira yang Tuhan kehendaki, yang saya pelajari dari firman Tuhan adalah jelas Tuhan tidak menghendaki kita melakukan hubungan seks dengan sesama jenis, jadi seyogyanyalah kita tidak memasuki fase penerimaan itu, seyogyanyalah kita terus berjalan di dalam fase pergumulan.PG : Yang pertama adalah kita mesti menekankan cara Tuhan menghadapi manusia, kita mesti mengadopsi itu yaitu Tuhan sebagaimana Tuhan Yesus pernah berkata : "Aku datang bukan untuk menghakim tapi menyelamatkan manusia dari dosa."
Jadi Tuhan selalu menggunakan cara pendekatan cinta kasih, Tuhan melihat kita berdosa, Tuhan terus memanggil kita, Tuhan terus menantikan kita. Nah, menghadapi teman kita yang homoseksual respon kita haruslah pertama-tama tidak menjauhkannya, tidak mengejeknya, tidak menghinanya, tidak melabelkannya dengan label-label tertentu, tapi justru kita bersimpati dengan dia, kita tetap mau menjadi teman dia. Dan kita mesti menyadari bahwa seseorang akhirnya menjadi seorang homoseksual biasanya setelah melalui pergumulan yang luar biasa beratnya, bahwa sekali lagi saya tekankan pada awalnya saya kira mereka semua ini ingin sama seperti orang lain. Inilah pergumulan yang saya pernah dengar dari orang-orang yang menjadi homoseksual, bahwa ini adalah suatu penderitaan awalnya buat mereka. Jadi kita mesti memahami sisi penderitaan itu, kita juga mesti memahami bahwa mungkin sekali ada pengaruh genetik di dalam orientasi itu sehingga mereka lebih dicenderungkan seperti itu. Kalaupun misalkan faktor genetiknya tidak sekuat dengan faktor lingkungan yang tadi kita telah bahas, tetap kita harus mengakui bahwa kalau kita dibesarkan dalam lingkungan seperti itu kita mempunyai kecenderungan yang sama dengan dia. Jadi janganlah kita ini mempunyai sikap benar sendiri, mempunyai sikap sombong, saya ini suci, engkau ini tidak suci atau saya ini bersih engkau ini kotor, kita tidak bisa mempunyai sikap seperti itu. Kita mesti menyadari bahwa dia mengalami suatu penderitaan yang berat dan kita mau menolongnya, itu yang harus kita lakukan, kita mau menolongnya. Sebab saya kira kalau kita datang dengan sikap mau menolong, mau membantu, dia akan lebih terbuka untuk membuka diri dan membiarkan dirinya ditolong oleh kita.PG : Betul, sebab memang pada umumnya masyarakat sudah mengembangkan sikap homophobia, homophobia itu ketakutan terhadap orang-orang homoseksual. Saya kira tidak perlu mempunyai sikap homophbia seperti itu, tidak perlu kita ketakutan dengan seorang homoseks, kita bisa berteman dengan dia sama seperti kita berteman dengan orang lain.
Namun yang paling penting adalah kita mengerti jelas posisi kita sebagai orang Kristen, memang ada orang-orang yang memanggil diri Kristen dan mungkin sekali Kristen, saya tidak berani menghakimi mereka dan mereka berkata tidak apa-apa di mata Tuhan, karena Tuhanlah yang menciptakan saya apa adanya. Jadi kalau Tuhan menciptakan saya homoseks ya saya menerima kodrat ini sebagai pemberian Tuhan. Masalahnya adalah kalau saya membuka dan mempelajari firman Tuhan dengan jelas misalnya di Perjanjian Lama, di Kejadian jelas waktu Tuhan menghukum Sodom dan Gomora, salah satu dosa yang Tuhan sebut adalah yaitu perilaku homoseksual di mana orang-orang di sana berhubungan seksual dengan sesama jenisnya. Maka waktu malaikat-malaikat datang ke rumah Lot ingin memberitahukan Lot untuk pergi dari Sodom dan Gomora, orang di Sodom dan Gomora mau berhubungan seksual dengan para malaikat itu, sebab mereka melihat para malaikat itu adalah pria-pria yang ganteng. Jadi Tuhan menghukum mereka karena perbuatan itu dan di Korintuspun ditekankan kembali, tidak bisa masuk ke Surga karena salah satunya disebut homoseksual juga. Dan di Roma pasal 1 yang nanti mungkin saya akan baca lagi ditegaskan bahwa tidak, ini adalah orang-orang yang telah meninggalkan naluri naturalnya dan berhubungan dengan sesama jenis yang Tuhan tidak kehendaki pula. Di kitab Imamat dikatakan perilaku seksual yang tidak boleh adalah misalnya berhubungan dengan binatang atau mempunyai hubungan seksual dengan wanita yang sedang menstruasi dan sebagainya. Salah satunya yang juga disebut oleh Alkitab di kitab Imamat adalah hubungan seksual dengan sesama jenis. Jadi kalau orang berkata Alkitab membolehkan, saya kira ya terpaksa orang itu mendistorsi Alkitab, sebab saya kira terlalu jelas untuk kita itu mendistorsikannya. Tapi di pihak lain saya juga secara pribadi mau mengatakan saya mengerti ya penderitaan ini meskipun tidak bisa mengerti sepenuhnya, tapi saya kira orang Kristen perlu dengan cinta kasih menghadapi mereka. Tuhan menentang perilakunya tetapi Tuhan menerima orangnya.PG : Yang paling praktis adalah membentuk suatu kelompok di mana kalau bisa ya kita mengumpulkan orang-orang yang mempunyai pergumulan yang sama dengan homoseksualitas dan di sana kita adaka kelompok tumbuh bersama, berdoa bersama, menguatkan satu sama lain.
Jadi tujuannya adalah saya kira 2 alternatif, yang pertama bertujuan untuk mengubah orientasi sehingga mereka menjadi heteroseksual. Yang kedua selama belum menjadi heteroseksual hiduplah kudus dihadapan Tuhan sebagai seorang yang single yang tidak menikah. Sebab Tuhan juga melarang kita yang heteroseksual berhubungan seksual dengan orang lain yang bukan istri atau suami kita. Jadi sama, kaum homoseksual juga bisa hidup selibat mempersembahkan hidupnya sepenuhnya kepada Tuhan dan itu saya kira akan menjadi persembahan yang Tuhan akan terima asalkan dia tidak melakukan hubungan seksual dengan orang lain. Jadi orientasi itu mungkin tetap ada dalam dirinya dan masih dalam pergumulan untuk hilang dari dalam dirinya, tapi dia tidak melakukan hubungan seksual dengan orang lain. Dia menjaga dirinya kudus, nah untuk ini mungkin perlu kelompok seperti ini saling mendukung, saling menguatkan dan saling berdoa.PG : Di sini dikatakan di
PG : Betul sekali.
PG : Ya sedini mungkin.
PG : Dan pilihlah jalan yang lebih susah, memang pergumulan jalan yang lebih susah tapi itu lebih diperkenan oleh Tuhan.
PERTANYAAN KASET T 43 B
16. Menjahit Masa Laluku 1 | |
Kita perlu menempelkan masa lalu kembali dalam hidup kita dengan cara menjahitnya. Dalam artian kita harus dapat menghadapi masa lalu tersebut baik masa lalu yang manis maupun masa lalu yang pahit, yang dapat berpengaruh kuat dalam kehidupan kita sekarang ini. Dan penyembuhannya pun akan memerlukan proses satu hal demi satu hal, satu hari lepas satu hari.
Ada beberapa pendapat yang dimiliki oleh tokoh-tokoh psikologi tentang pengaruh masa lalu pada kehidupan kita di masa kini dan masa yang akan datang, diantaranya yaitu:
Sigmund Freud, beliau berpendapat bahwa masa lalu itu sangat menentukan masa sekarang.
Golden Aphort dan Rogers, tokoh-tokoh psikologi humanistik ini berkata bahwa masa lalu mempengaruhi kita, namun untuk orang sehat masa lalunya tidak menentukan kehidupan mereka. Dalam pengertian masa lalu itu tetap ada pengaruhnya namun tidaklah menguasai atau menentukan kehidupan mereka di masa sekarang.
Saya kategorikan masa lalu dalam dua jenis besar, yaitu:
Yang menyenangkan, yaitu hal-hal yang manis akan membuat kita bangga tentang diri kita dan akhirnya membuat kita berani membuka diri kepada orang lain.
Yang menyakitkan, yaitu hal-hal yang pahit akan membuat kita malu mengenangnya dan kita mencoba menutupinya, sehingga kita tidak mau orang lain mengetahui pengalaman itu
Jadi dalam hidup dan diri kita seringkali memang terdapat dua sisi, yaitu diri yang terbuka yang kita buka dan sajikan kepada orang lain, dan diri yang kita tutup agar tidak bisa dilihat oleh orang lain, bahkan sebisa mungkin kita pun tidak mau melihatnya.
Dalam menghadapi suatu pengalaman yang tidak mungkin kita ingkari dan lepaskan, kita harus menyadari bahwa masa lalu merupakan fakta yang tak dapat diubah, dan ini seharusnya membuat kita menjadi orang yang lebih bijaksana dan berhati-hati dalam hidup ini. Jadi masa lalu itu benar-benar merupakan rangkaian hidup kita yang memang berkaitan erat dengan kehidupan kita sekarang.
Ada sebagian orang yang mencoba melupakan masa lalunya, akibat dari sikap ini bisa positif dan negatif tergantung pada apa yang terjadi dan apa motivasi orang tersebut melupakannya. Sebab melupakan bisa muncul dari motivasi yang positif dan negatif. Yang positif misalnya, kita sudah selesaikan dan kita sudah bisa menerima kenyataan maka sekarang kita lupakan. Yang negatif misalnya, kita ingin menyangkali keberadaan peristiwa tersebut, menyangkali bahwa itu pernah terjadi dalam hidup kita maka kita mencoba untuk melupakannya.
Sejauh mana seseorang bisa mengingat masa lalunya, ini tergantung pada apa yang dialaminya dan pada usia berapa ia mengalaminya. Pada umumnya kita sulit sekali mengingat peristiwa yang terjadi di bawah usia 3 tahun. Di atas usia 3 tahun ada peristiwa-peristiwa yang masih bisa kita ingat. Kita bisa lebih mengingat peristiwa yang terjadi sekitar usia 5 tahun keatas. Seringkali orang bertanya kepada saya, apa peranan Roh Kudus atau Tuhan dalam proses kesembuhan atas peristiwa-peristiwa traumatis yang kita alami di masa lampau? Asumsinya adalah Tuhan berkuasa dan dengan kuasaNya yang besar itu IA mampu membebaskan kita dari kungkungan masa lalu kita. Tapi mengapa begitu banyak orang Kristen yang tetap dipengaruhi sekali oleh masa lalu mereka.
Jawaban saya demikian:
Tuhan memang mampu dan berkuasa tapi cara Tuhan bekerja tidak selalu supernatural. Tuhan bisa saja menghilangkan pengaruh masa lalu itu secara mendadak dan supranatural tapi cara kerja Tuhan bukanlah demikian. IA lebih sering bekerja secara natural, apalagi yang berkaitan dengan masalah psikologis.
Kesembuhan kita atas masa lalu menuntut pergumulan. Dan pergumulan kalau diistilahkan dalam bahasa kristiani adalah pertumbuhan.
Saya kira ada dua unsur penting di sini:
Adalah pengakuan bahwa kita ini pernah berada di lumpur rawa, hampir dalam kebinasaan. Jadi adanya suatu pengakuan tentang masa lalu kita.
Adalah adanya faktor pertolongan Tuhan setelah kita menanti-nantikan pertolonganNya. Maka pemazmur berkata saya akan menyanyikan lagu atau nyanyian baru. Lagunya mungkin sama, tapi dinyanyikan dengan jiwa yang baru. Hidup kita tetap sama tapi jiwa yang sudah menerima pertolongan Tuhan akan bisa melihat hidup ini dengan mata yang berbeda. Jadi bagi siapa yang menderita karena masa lalunya, tetaplah menanti-nantikan Tuhan, itulah yang diminta oleh Tuhan.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menjahit masa lalu:
Kita perlu mengakui keberadaan bagian hidup yang memalukan itu, mengakui berarti tidak menyangkalinya lagi.
Kita harus memeriksa pelaku atau penyebab utama peristiwa itu. Artinya kita harus melihat dengan jelas, apa yang sebenarnya terjadi dan siapa yang bertanggung jawab, ini bisa menyangkut diri kita sendiri atau orang lain. Kita seringkali berat di kiri atau di kanan, tidak bisa berada di tengah-tengah.
Yang pertama, kecenderungan kita adalah menyalahkan orang lain. Semua orang salah, semua salah papa mama, keadaan salah, semua salah teman, semua salah gereja, atau semuanya salah Tuhan. Kita tidak mau memikul tanggung jawab.
Yang berikutnya, kita cenderung menyalahkan diri sendiri, semua salah saya, kalau saja saya lebih pintar, lebih tanggap, lebih ngerti, lebih dewasa, atau saya bertindak seperti ini dan itu, tentu masalah ini tidak akan terjadi. Sayalah yang menyebabkan semua ini terjadi.
Kita mengizinkan diri untuk mengekspresikan perasaan yang muncul saat itu. Jadi kita harus berani beremosi baik itu sedih,ataupun marah terhadap orang yang memang telah menyakiti kita.
Kita perlu menerima kenyataan akan adanya suatu yang terhilang akibat peristiwa itu.
Menangisi kehilangan atau goresan luka itu
Memahami mengapa peristiwa itu terjadi. Ini mengandung unsur mengerti secara menyeluruh, jadi mengerti sungguh-sungguh kaitan-kaitannya dan motivasi pada masing-masing orang yang terlibat
Mengampuni orang yang bersalah kepada kita, baik itu orang lain maupun diri sendiri.
Yang terakhir, kita harus menjahit atau menyatukan masa lalu yang memalukan itu dengan diri yang kita banggakan.
Ayat ini merupakan penghiburan yang besar sekali untuk kita semua, Tuhan sudah memulai pekerjaan yang baik dan Dia berjanji akan meneruskannya sampai pada akhirnya. Jadi kita harus selalu yakin bahwa yang Tuhan sudah lakukan ini akan berlanjut, bukan dengan tenaga atau kuasa kita sendiri tetapi dengan kuasa dan cara Tuhan, dan akhirnya semuanya bisa kita lewati.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang sebuah topik yang menarik Menjahit Masa Laluku. Kami percaya Anda semua ingin tahu apa yang akan kami bicarakan pada saat ini, karenanya dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Kalau menjawab pertanyaan itu kita harus mengacu pada, berdasarkan teori siapa atau berdasarkan pandangan siapa Pak Gunawan.
PG : Misalkan salah satu pendapat yang ada, yang memang dimiliki oleh tokoh-tokoh psikologi seperti Sigmund Freud, beliau berpendapat bahwa masa lalu itu sangat menentukan masa sekarang kita tapi kalau kita mengacu pada pandangan para tokoh-tokoh psikologi humanistik misalnya seperti Golden Aphort dan juga Rogers mereka ini lebih berkata bahwa masa lalu kita mempengaruhi kita, namun untuk orang yang sehat masa lalunya tidak menentukan mereka.
Dalam pengertian masa lalu itu tetap ada pengaruhnya namun tidaklah menguasai atau menentukan kehidupan mereka di masa sekarang ini.PG : Betul sekali, jadi hal-hal yang positif dan yang dengan kuat berakar dalam hidup kita, akan sangat menopang kehidupan kita di masa sekarang ini. Sebaliknya hal-hal yang sangat buruk dantertanam sangat dalam pada hidup kita akan juga membawa dampak yang lebih besar dalam kehidupan kita ini.
PG : Pertama-tama saya kira kita perlu menyadari beberapa faktor atau fakta. Yang pertama adalah kita perlu menyadari bahwa masa lalu merupakan fakta yang tak dapat diubah. Nah, keterangan ii atau fakta ini baik untuk dicamkan sekarang ini, dalam pengertian kita hidup di masa sekarang, tapi masa sekarang dalam waktu sedetik dan sekejap akan berubah menjadi masa lalu.
Oleh karena itu kita harus baik-baik menjaga hidup ini, baik-baiklah memilih dalam hidup ini sehingga waktu sekarang ini menjadi masa lalu buat kita, kita tidak perlu melihat ke belakang dan menyesalinya. Apalagi kalau masa lalu itu akhirnya mempengaruhi hidup kita secara negatif. Jadi fakta pertama bahwa kenyataannya adalah masa lalu adalah fakta yang tak dapat diubah seharusnya membuat kita menjadi orang yang lebih bijaksana dan berhati-hati dalam hidup ini.PG : Betul sekali Ibu Ida, jadi masa lalu itu benar-benar adalah rangkaian hidup kita yang memang berkaitan erat sekali dengan hidup kita sekarang. Itu sebabnya Bu Ida kalau seorang mengalai amnesia yaitu misalnya karena cidera otaknya dan tidak bisa mengingat lagi tentang masa lalunya dia bukan saja kehilangan memori, namun dia kehilangan jati dirinya, siapa dirinya itu tiba-tiba menjadi hal yang tidak jelas baginya.
Nah sekali lagi kenapa kita kok kehilangan jati diri, kehilangan konsep siapa kita ini karena kita ini dibuat, di jahit dari semua masa lalu kita, sehingga sewaktu masa lalu itu diputuskan dari hidup kita, kita benar-benar kehilangan bahan tentang siapa saya ini.PG : Saya kira tergantung apa yang terjadi dan apa motivasi kita melupakannya. Sebab melupakan itu bisa muncul dari motivasi yang positif namun bisa juga muncul dari motivasi yang negatif. Msalnya yang positif adalah kita sudah selesaikan dan kita sudah menerima maka sekarang kita lupakan.
Yang negatif adalah kita ingin menyangkali keberadaan peristiwa tersebut, kita menyangkali bahwa itu pernah terjadi dalam hidup kita maka kita mencoba untuk melupakannya.PG : Betul, jadi masa lalu itu memang kembali kepada kita dalam bentuk ingatan Pak Gunawan. Ingatan-ingatan itu mau atau tidak mau akan selalu hadir dalam pikiran kita, nah waktu ingatan-ingtan itu dimunculkan dalam benak kita biasanya akan memberikan dampak pada kehidupan kita.
Sebab kita manusia adalah sebetulnya sangat dipengaruhi oleh pikiran, nah kalau saya boleh rangkaikan perilaku manusia, saya dapat berkata bahwa yang menjadi motor perilaku manusia sebetulnya adalah pikirannya. Pikiran akan mempengaruhi perasaan dan perasaan akan mempengaruhi tindakan, maka itulah diPG : Sebetulnya tergantung pada apa yang dialaminya dan pada usia berapa. Pada umumnya kita sulit sekali mengingat peristiwa yang terjadi si bawah usia 3 tahun. Di atas usia 3 tahun ada peritiwa-peristiwa yang masih kita bisa ingat.
Umumnya kita lebih bisa mengingat peristiwa yang terjadi sekitar usia 5 tahun ke atas. Sebelum itu samar-samar dan kadang-kadang tidak bisa kita ingat dengan jelas. Tapi khusus untuk peristiwa-peristiwa yang memang membekas dengan berat, dengan tajam, cenderung kita ingat untuk waktu yang lama. Saya masih ingat suatu kali saya berkata pada mama saya, saya masih ingat saya jatuh ke got, ke selokan waktu sedang belanja di pasar, mama saya kaget sekali, dia bilang kamu masih ingat itu? Ingat saya bilang. Dia berkata kamu masih kecil saat itu, kamu mungkin baru berusia sekitar 2 tahunan lebih. Nah kenapa bisa saya ingat, karena sangat traumatis, saya masih ingat saya masih begitu kecil dan tiba-tiba terjun masuk ke dalam got di dalam pasar itu.PG : Masa lalu kita itu akan memberikan suatu cetak biru Pak Gunawan, cetak biru atau pola di mana kita sering kali mengacu pada yang saya saksikan dulu, apa yang kita lihat pada orang tua kta, pola hubungan yang seperti apa itu dan kita mencoba untuk menerapkannya kalau itu positif.
Kalau itu negatif kita cenderung mencoba untuk membalikkannya, justru cenderung melakukan yang tidak dilakukan oleh orang tua kita, jadi sering kali memang mempengaruhi kita seperti itu. Atau yang lain adalah dalam hal harapan kita cenderung mengharapkan pasangan kita memberikan yang kita butuhkan. Nah, yang kita butuhkan ini adalah kebutuhan-kebutuhan yang sebetulnya bersumber dari masa lalu kita.PG : OK! Mungkin tidak selalu harus menimbulkan penyakit, namun memang bisa menimbulkan penyakit, penyakit dalam pengertian gangguan psikologis misalnya seperti depresi adalah masalah penilaan diri yang buruk.
Penilaian yang buruk adalah anggapan bahwa diri kita itu kurang atau istilah yang lebih populernya adalah minder. Nah, keminderan itu tidak bisa tidak merupakan produk dari apa yang kita alami di masa lalu. Entah mengapa dalam kehidupan kita pada masa-masa pertumbuhan, kita akhirnya dikondisikan untuk percaya bahwa kita ini tidaklah sebaik orang lain, bahwa kita memiliki banyak hal-hal yang memalukan, banyak kekurangan yang masih ada pada diri kita. Nah ini bisa timbul dari berbagai sebab misalnya anak yang sering mendapatkan penghinaan, anak yang dilecehkan baik orang tuanya maupun teman-temannya yang akhirnya bisa bertumbuh pesat dengan pemikiran bahwa saya seseorang yang tidak baik atau tidak cukup baik.PG : Masa lalu itu akhirnya memberikan kita suatu kepercayaan atau suatu keyakinan tentang hidup ini atau tentang kita ini. Contoh kalau misalkan kita ini dibesarkan di rumah di mana ayah kia bermain serong dengan wanita lain, kita sangat-sangat dekat dengan ayah kita dan sangat percaya padanya namun tiba-tiba seperti halilintar di tengah hari kita mendengar kabar dari ibu bahwa ayah kita mempunyai seorang wanita lain di luar.
Nah, tiba-tiba keyakinan kita bahwa ayah adalah figur yang bisa dipercaya, setidak-tidaknya akan hancur, runtuh, nah yang terjadi adalah keyakinan itu akhirnya absen tidak ada lagi. Akibatnya sekarang kita benar-benar melihat pria yang mendekati kita, kalau kita ini wanita dengan rasa was-was kalau ayah saya saja yang mengasihi saya dan berjanji setia untuk keluarganya bisa bermain serong apalagi orang lain yang bukan ayah saya. Jadi dengan kata lain peristiwa-peristiwa yang traumatis sering kali mengubah keyakinan kita tentang hidup ini, baik yang berkaitan dengan diri kita atau pun oleh orang lain. Jadi banyak contohnya tapi sebetulnya intinya ke situ, mengubah keyakinan kita sehingga hidup kita tidak lagi sama seperti dulu. Yang lebih umum lagi misalnya, kalau kita hidup sangat susah, sejak kecil kita harus bekerja keras, sejak kecil kita harus mengatur uang, hati-hati sekali karena orang tua kita tidak berkecukupan. Apa yang terjadi pada diri kita, tiba-tiba tanpa disadari membentuk suatu keyakinan bahwa hidup ini sangat sulit. Nah dampaknya apa pada diri kita, waktu kita bertemu dengan teman yang seenaknya saja mengeluarkan uang kita menjadi sangat tidak suka, dan kita akan melabelkan dia boros, tidak bertanggung jawab, atau nanti kalau kita menikah kita akan mencoba mengatur pasangan kita untuk sangat berhati-hati dalam pemakaian uang. Karena apa, keyakinan bahwa kita hidup ini susah dan kapan saja kita akhirnya bisa mengalami musibah, jadi kita harus baik-baik mengatur uang kita.PG : Sering kali ini memang diajukan kepada saya, pertanyaannya adalah apa peranan Roh Kudus atau peranan Tuhan dalam proses kesembuhan atas peristiwa-peristiwa traumatis yang kita alami di asa lampau.
Asumsinya adalah Tuhan berkuasa dan dengan kuasa Tuhan yang besar itu Tuhan mampu membebaskan kita dari kungkungan masa lalu kita itu. Pertanyaannya adalah tapi kok begitu banyak orang-orang Kristen yang tetap sebetulnya dipengaruhi sekali oleh masa lalu, nah jawaban saya adalah yang pertama Tuhan memang mampu dan Tuhan berkuasa tapi cara Tuhan bekerja tidak selalu supernatural. Tuhan bisa menghilangkan pengaruh masa lalu itu secara mendadak, supernatural, tapi cara kerja Tuhan bukanlah demikian yang lebih sering adalah secara natural, apalagi yang berkaitan dengan masalah psikologis, kita tidak perlu bicara yang psikologis dulu misalkan kita bicara yang fisik, gangguan medis. Obat diberikan tapi toh penyembuhannya itu berlangsung secara natural, abat diberikan tidak dalam waktu 1 hari kita langsung sembuh, bahkan penyakit yang sederhana seperti panas atau flu memakan waktu 3, 4 hari. Jadi dengan kata lain memang campur tangan luar itu sering kali melalui jalur yang natural dan Tuhan pun bekerja sering kali pada jalur yang natural bukan supernatural. Itu cara kerja Tuhan secara umum, nah termasuk masalah- masalah psikologis. Yang kedua adalah kesembuhan kita dari masa lalu ini menuntut pergumulan dan pergumulan kalau diistilahkan dalam bahasa kristiani adalah pertumbuhan. Nah pertumbuhan tidak bisa diberikan secara mendadak seperti tiba- tiba kita ini dijadikan manusia yang lain tidak, pertumbuhan rohani itu berlangsung tahap demi tahap, harus melalui proses waktu, termasuk cara kita menghadapi masa lalu itu, akhirnya menjadi sarana atau wadah yang Tuhan gunakan untuk menumbuhkan iman kita pada Tuhan, cinta kita pada sesama kita, kemampuan kita memaafkan orang lain itu semua menjadi bahan-bahan yang Tuhan gunakan untuk menumbuhkan manusia rohani kita.PG : Sangat besar pengaruhnya Pak Gunawan, jadi saya boleh kategorikan masa lalu itu dalam 2 jenis yang besar, pertama adalah yang menyenangkan, yang kedua adalah yang menyakitkan. Yang menynangkan akan menimbulkan perasaan bangga dan kita akan senang sekali mengingatnya, dan kita mengakui kehadiran pengalaman tersebut.
Yang menyakitkan biasanya akan menimbulkan rasa malu dan kita berusaha untuk melupakannya. Nah, masalahnya adalah yang menyenangkan itu bisa terus hadir dan kita ingat dan membuat kita jadi manusia yang terbuka karena kita rela membicarakannya. Sedangkan yang memalukan membuat kita menjadi orang yang tertutup karena bagian dari hidup kita itu, kita akan mencoba untuk menyembunyikan. Nah, akhirnya sering kali terdapat 2 sisi dalam diri kita ini yaitu diri yang terbuka yang kita sajikan kepada orang lain, yang kita buka kepada orang lain dan ada bagian yang kita tutup, ada diri yang kita tutup agar tidak bisa dilihat oleh orang lain sebisanya kita pun tidak mau melihatnya, kalau memang memungkinkan.PG : Bisa membingungkan bisa tidak, bisa membingungkan kalau akhirnya dia kehilangan kendali atau hidupnya sehingga yang mana yang dia harus tampilkan menjadi sesuatu yang sangat membingungkn.
Atau misalnya yang membingungkan karena sisi gelapnya atau sisi yang tersembunyi itu mulai menampakkan diri karena masalahnya itu benar- benar terlalu berat, sehingga muncul dipermukaan. Dia tidak kuasa lagi menyembunyikannya, nah akhirnya terjadilah kebingungan di sini. Namun sering kali pada umumnya kita ini bisa mengendalikannya, kita membuka diri yang memang kita banggakan dan kita tidak berkeberatan dilihat oleh orang lain dan kita mengunci pintu kamar rumah kita yang kita ingin tutupi.PG : Tuhan memberikan suatu misi ya, perubahan nama itu seringkali memang merupakan perubahan jati diri, identitas diri, siapa orang tersebut. Dan siapa orang tersebut tak bisa dilepaskan dai misi yang Tuhan berikan.
Misalkan dari Saulus kepada Paulus, Paulus berarti 'kan bergantung kepada Tuhan jadi ini adalah suatu misi yang Paulus akan laksanakan, dia menjadi seorang utusan Tuhan dan dia akan sangat tergantung pada Tuhan misalnya seperti itu.PG : Saya kira kita ini susah melupakan masa lalu kita, karena kita mempunyai aparatus otak yang mengingat semua yang pernah kita rekam kecuali memang terlupakan secara natural. Yang pentingbukan melupakan tapi menyelesaikannya sehingga meskipun ingatan itu tetap ada tapi tidak lagi menguasai kita.
Tapi tetap saya harus akui bahwa seberapa baiknya pun kita bisa menyelesaikan masa lalu kita yang kelam itu, setiap kali kita mengingatnya tetap akan menimbulkan goresan kepedihan kembali. Tetap akan ada rasa tidak enak, ada rasa susah, ada rasa sedih dan sebagainya, sebab peristiwa itu memang pada dasarnya sudah menorehkan luka pada hati kita.PG : OK! Ada beberapa langkah yang harus kita lalui Ibu Ida, namun prinsip yang mendasari proses-proses ini yang nanti kita akan bahas adalah bahwa masa sekarang ini seharusnya cukup baik atu cukup menjanjikan, sehingga masa lalu itu bisa kita belakangkan.
Maksud saya begini kalau masa sekarang ini juga tidak menyenangkan dan pahit, cenderung masa lalu itu muncul dan menjadi sangat berkuasa atas hidup kita. Namun kalau masa sekarang ini kita sudah baik, kita lebih mampu untuk mengatasi masa lalu kita; nah ini asumsi dasarnya. Ini sebabnya ada orang-orang yang meskipun dia sadar, dia harus bisa menguasai masa lalunya, dia tahu Tuhan sudah menebusnya, tapi tetap hidup dalam masa lalunya, karena masa sekarangnya tetap tidak baik, tetap tidak manis buat dia.PG : Penting sekali Ibu Ida. Kalau masa sekarang tidak menunjang, usaha dia itu seolah-olah tak bertenaga untuk menguasai masa lalunya.
PG : Saya akan bacakan dari
PG : Dalam kedaulatan Tuhan, semuanya terjadi.
PG : Betul.
Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah mempersembahkan ke hadapan Anda sebuah perbincangan seputar kehidupan kita tentang "Menjahit masa laluku", bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Pokok bahasan ini masih akan kami bahas lebih jauh pada kesempatan yang akan datang. Dan bagi Anda yang berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
PERTANYAAN KASET T 45 A
17. Menjahit Masa Laluku 2 | |
Lanjutan dari T45A
Ada beberapa pendapat yang dimiliki oleh tokoh-tokoh psikologi tentang pengaruh masa lalu pada kehidupan kita di masa kini dan masa yang akan datang, diantaranya yaitu:
Sigmund Freud, beliau berpendapat bahwa masa lalu itu sangat menentukan masa sekarang.
Golden Aphort dan Rogers, tokoh-tokoh psikologi humanistik ini berkata bahwa masa lalu mempengaruhi kita, namun untuk orang sehat masa lalunya tidak menentukan kehidupan mereka. Dalam pengertian masa lalu itu tetap ada pengaruhnya namun tidaklah menguasai atau menentukan kehidupan mereka di masa sekarang.
Saya kategorikan masa lalu dalam dua jenis besar, yaitu:
Yang menyenangkan, yaitu hal-hal yang manis akan membuat kita bangga tentang diri kita dan akhirnya membuat kita berani membuka diri kepada orang lain.
Yang menyakitkan, yaitu hal-hal yang pahit akan membuat kita malu mengenangnya dan kita mencoba menutupinya, sehingga kita tidak mau orang lain mengetahui pengalaman itu
Jadi dalam hidup dan diri kita seringkali memang terdapat dua sisi, yaitu diri yang terbuka yang kita buka dan sajikan kepada orang lain, dan diri yang kita tutup agar tidak bisa dilihat oleh orang lain, bahkan sebisa mungkin kita pun tidak mau melihatnya.
Dalam menghadapi suatu pengalaman yang tidak mungkin kita ingkari dan lepaskan, kita harus menyadari bahwa masa lalu merupakan fakta yang tak dapat diubah, dan ini seharusnya membuat kita menjadi orang yang lebih bijaksana dan berhati-hati dalam hidup ini. Jadi masa lalu itu benar-benar merupakan rangkaian hidup kita yang memang berkaitan erat dengan kehidupan kita sekarang.
Ada sebagian orang yang mencoba melupakan masa lalunya, akibat dari sikap ini bisa positif dan negatif tergantung pada apa yang terjadi dan apa motivasi orang tersebut melupakannya. Sebab melupakan bisa muncul dari motivasi yang positif dan negatif. Yang positif misalnya, kita sudah selesaikan dan kita sudah bisa menerima kenyataan maka sekarang kita lupakan. Yang negatif misalnya, kita ingin menyangkali keberadaan peristiwa tersebut, menyangkali bahwa itu pernah terjadi dalam hidup kita maka kita mencoba untuk melupakannya.
Sejauh mana seseorang bisa mengingat masa lalunya, ini tergantung pada apa yang dialaminya dan pada usia berapa ia mengalaminya. Pada umumnya kita sulit sekali mengingat peristiwa yang terjadi di bawah usia 3 tahun. Di atas usia 3 tahun ada peristiwa-peristiwa yang masih bisa kita ingat. Kita bisa lebih mengingat peristiwa yang terjadi sekitar usia 5 tahun keatas. Seringkali orang bertanya kepada saya, apa peranan Roh Kudus atau Tuhan dalam proses kesembuhan atas peristiwa-peristiwa traumatis yang kita alami di masa lampau? Asumsinya adalah Tuhan berkuasa dan dengan kuasaNya yang besar itu IA mampu membebaskan kita dari kungkungan masa lalu kita. Tapi mengapa begitu banyak orang Kristen yang tetap dipengaruhi sekali oleh masa lalu mereka.
Jawaban saya demikian:
Tuhan memang mampu dan berkuasa tapi cara Tuhan bekerja tidak selalu supernatural. Tuhan bisa saja menghilangkan pengaruh masa lalu itu secara mendadak dan supranatural tapi cara kerja Tuhan bukanlah demikian. IA lebih sering bekerja secara natural, apalagi yang berkaitan dengan masalah psikologis.
Kesembuhan kita atas masa lalu menuntut pergumulan. Dan pergumulan kalau diistilahkan dalam bahasa kristiani adalah pertumbuhan.
Saya kira ada dua unsur penting di sini:
Adalah pengakuan bahwa kita ini pernah berada di lumpur rawa, hampir dalam kebinasaan. Jadi adanya suatu pengakuan tentang masa lalu kita.
Adalah adanya faktor pertolongan Tuhan setelah kita menanti-nantikan pertolonganNya. Maka pemazmur berkata saya akan menyanyikan lagu atau nyanyian baru. Lagunya mungkin sama, tapi dinyanyikan dengan jiwa yang baru. Hidup kita tetap sama tapi jiwa yang sudah menerima pertolongan Tuhan akan bisa melihat hidup ini dengan mata yang berbeda. Jadi bagi siapa yang menderita karena masa lalunya, tetaplah menanti-nantikan Tuhan, itulah yang diminta oleh Tuhan.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menjahit masa lalu:
Kita perlu mengakui keberadaan bagian hidup yang memalukan itu, mengakui berarti tidak menyangkalinya lagi.
Kita harus memeriksa pelaku atau penyebab utama peristiwa itu. Artinya kita harus melihat dengan jelas, apa yang sebenarnya terjadi dan siapa yang bertanggung jawab, ini bisa menyangkut diri kita sendiri atau orang lain. Kita seringkali berat di kiri atau di kanan, tidak bisa berada di tengah-tengah.
Yang pertama, kecenderungan kita adalah menyalahkan orang lain. Semua orang salah, semua salah papa mama, keadaan salah, semua salah teman, semua salah gereja, atau semuanya salah Tuhan. Kita tidak mau memikul tanggung jawab.
Yang berikutnya, kita cenderung menyalahkan diri sendiri, semua salah saya, kalau saja saya lebih pintar, lebih tanggap, lebih ngerti, lebih dewasa, atau saya bertindak seperti ini dan itu, tentu masalah ini tidak akan terjadi. Sayalah yang menyebabkan semua ini terjadi.
Kita mengizinkan diri untuk mengekspresikan perasaan yang muncul saat itu. Jadi kita harus berani beremosi baik itu sedih,ataupun marah terhadap orang yang memang telah menyakiti kita.
Kita perlu menerima kenyataan akan adanya suatu yang terhilang akibat peristiwa itu.
Menangisi kehilangan atau goresan luka itu
Memahami mengapa peristiwa itu terjadi. Ini mengandung unsur mengerti secara menyeluruh, jadi mengerti sungguh-sungguh kaitan-kaitannya dan motivasi pada masing-masing orang yang terlibat
Mengampuni orang yang bersalah kepada kita, baik itu orang lain maupun diri sendiri.
Yang terakhir, kita harus menjahit atau menyatukan masa lalu yang memalukan itu dengan diri yang kita banggakan.
Ayat ini merupakan penghiburan yang besar sekali untuk kita semua, Tuhan sudah memulai pekerjaan yang baik dan Dia berjanji akan meneruskannya sampai pada akhirnya. Jadi kita harus selalu yakin bahwa yang Tuhan sudah lakukan ini akan berlanjut, bukan dengan tenaga atau kuasa kita sendiri tetapi dengan kuasa dan cara Tuhan, dan akhirnya semuanya bisa kita lewati.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan daripada perbincangan kami beberapa waktu yang lalu, tentang "Menjahit masa laluku", karena masih ada banyak hal yang masih perlu kami perbincangkan pada kesempatan ini. Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pada dasarnya kita mengakui bahwa masa lalu itu memang acapkali berdampak pada kehidupan kita sekarang ini. Nah, dampaknya itu bergantung pada berapa manisnya atau berapa pahitnya hal yng kita alami itu.
Hal-hal yang manis akan membuat kita bangga tentang diri kita dan akhirnya membuat kita berani untuk membuka diri kepada orang lain. Kebalikannya hal-hal yang pahit akan membuat kita malu mengenangnya dan kita mencoba untuk menutupinya dari kehidupan kita sehingga kita tidak mau orang lain mengetahui kehidupan kita itu. Nah masa lalu ini tidak bisa kita lepaskan dari hidup kita, nah sering kali yang kita lakukan adalah untuk yang memang pahit itu akan mencoba untuk merobeknya dari kehidupan kita ibarat baju yang kita sobek. Nah makanya topik pada hari ini adalah "Menjahit masa laluku," dalam pengertian memang kita perlu menempelkannya kembali ke dalam hidup kita dengan cara menjahitnya. Nah jahitan di sini berarti satu lubang demi satu lubang, kita tidak menjahit sekaligus, kita menjahit satu lubang demi satu lubang. Jadi proses penyembuhannya juga akan memerlukan proses satu hal demi satu hal, satu hari lepas satu hari seperti itulah.PG : Kalau memang tidak mengganggu kita, silakan kita singkirkan dari benak kita tidak apa-apa, namun kalau memang mengganggu pandangan kita tentang kita, mengganggu emosi kita, dan juga menganggu kita dalam hubungan dengan orang lain, nah kalau sudah sampai ke taraf seperti itu, saya kira kita harus hadapi.
PG : Saya membaginya dalam 8 tahapan Pak Gunawan, tahap pertama adalah kita perlu mengakui keberadaan bagian hidup yang memalukan itu, mengakui berarti tidak lagi menyangkalinya. Nah, ini mugkin tampaknya sepele, namun sebetulnya untuk peristiwa yang memalukan kecenderungan kita yang pertama adalah menyangkalinya atau kita mencoba mendistorsinya bahwa o...tidak
begitu kok peristiwanya, o... bukan itu yang terjadi, jadi dengan kata lain kita mencoba untuk mengubah peristiwanya, sehingga tidak lagi persis sama seperti yang kita alami. Nah langkah yang pertama harus kita akui itu benar-benar terjadi seperti itu.PG : Rasionalisasi akan penting dan ada tempatnya, namun bukan pada tahap pertama. Jadi tahap pertama tetap harus kita akui apa adanya.
PG : Kita harus memeriksa pelaku atau penyebab utama peristiwa itu, artinya kita harus melihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi, siapa yang bertanggung jawab. Nah, ini bisa menyangku diri kita sendiri yang bertanggung jawab atau orang lain.
Kecenderungan kita sering kali berat di kiri atau berat di kanan tidak bisa berada di tengah-tengah, kecenderungan kita yang pertama misalnya adalah menyalahkan orang lain. Semua salah orang, semua salah papa mama, salah keadaan, semua salah teman, semua salah gereja, ah semuanya salah Tuhan, jadi kita tidak mau memikul tanggung jawab. Nah, kecenderungan yang berikutnya adalah menyalahkan diri sendiri, semua salah saya, kalau saja saya lebih pintar, saya lebih tanggap, saya lebih mengerti, saya lebih dewasa, saya bertindak seperti ini dan itu, tidak akan terjadi, sayalah yang menyebabkan semua ini terjadi. Jadi pada akhirnya semua kesalahan saya. Nah, pada tahap memeriksa kita harus melihat jelas, sebetulnya siapa yang bertanggung jawab, siapa yang melakukannya, apakah saya mempunyai pilihan saat itu. Kalau saya tidak punya pilihan, mengapa pilihan itu tidak bisa saya ambil, kalau misalnya ada pilihan tapi saya tidak bisa mengambilnya, mengapa kok saya tidak bisa memikirkannya dan bertindak seperti itu. Nah, kita harus melihat dengan jelas kesalahan siapa, mungkin sebagian kita sebagian yang lainnya.PG : Sangat sulit sekali karena harus kita ingat kalau ini sudah terjadi misalnya 20 tahun yang lampau, berarti masa lalu itu kita akui atau tidak sudah membantu atau membentuk konsep diri kta atau pandangan kita tentang hidup ini, dan sulit sekali untuk kita bisa mengubahnya.
Saya berikan contoh yang gampang, misalnya seperti tadi, atau pada waktu yang terakhir kita membahasnya, sebagai suatu contoh pula. Kalau ada seorang wanita yang kesulitan untuk mempercayai pria karena ayahnya bermain serong dengan wanita lain, dan dia misalkan sudah hidup dengan konsep seperti ini selama 20 tahun. Misalkan ayahnya bermain serong pada saat dia berusia 10 tahun, sekarang dia usia sudah 30 tahun, sudah 20 tahun mempunyai anggapan bahwa laki-laki itu tidak bisa dipercaya, sebab 10 tahun pertama hidupnya sangat mempercayai pria, dalam hal ini ayahnya. Setelah dikhianati dan dikecewakan, dia terpaksa mengubah keyakinannya tentang hidup ini. Nah, ini sudah menjadi bagian dari hidup dia dan menjadi suatu yang integral dalam konsep pemikirannya, bahwa hidup ini perlu berhati-hati terutama terhadap pria, dan saya tidak akan sembarangan dengan pria dan saya harus berhati-hati dengan pria. Jadi sudah membentuk siapa dia, dan cara dia bersikap terhadap hidup ini. Kalau sekarang ini dia mau berubah, dia harus mengubah bukan saja satu keping dari kehidupannya namun seluruh kehidupannya akan berubah. Nah, ini yang kadang kala susah dia lakukan karena berarti dia harus mulai mempercayai pria lagi dan dia itu sudah terbiasa untuk tidak mempercayai pria dan hidupnya sudah relatif aman. Waktu dia harus mempercayai pria lagi wah....resikonya ini jangan-jangan nanti saya ditipu, akhirnya kebanyakan tidak begitu mudah mengubah konsep-konsep ini.PG : Betul, jadi dalam kaitan dengan orang lain sebetulnya adakalanya kita ini tidak merasa aman, sewaktu kita harus mengubah pandangan kita itu. Sebab ancaman tiba-tiba muncul kembali, seba masa lalu yang pahit itu sebetulnya hal yang menakutkan, hal yang merugikan kita misalnya.
Jadi kita tidak mau dirugikan untuk kedua kalinya, jadi kita berusaha untuk menjauhkan diri dari ancaman ini.PG : Perlu sekali, jadi dalam tahap memeriksa ini, dia melihat dengan jelas apa yang terjadi. Ayahnya bermain serong dia harus akui, nah mungkin bisa jadi dia memarahi ayahnya, semua kesalahn ayahnya, atau ada orang yang justru kebalikannya, mengatakan ayah tidak salah, gara-gara ibu seperti ini maka ayah bermain serong.
Jadi memang ada kesimpulan-kesimpulan yang telah terdistorsi yang akhirnya kita miliki. Dalam tahap memeriksa kita harus melihat siapa yang menyebabkan, ataukah memang ada faktor sebab akibat di sini, apakah faktor dua-duanya saling berperan.PG : Yang ketiga adalah kita mengizinkan Bu Ida, mengizinkan diri untuk mengekspresikan perasaan yang muncul saat itu, jadi kita mesti berani beremosi baik itu kesedihan kita atau pun kemaraan kita terhadap orang yang memang telah menyakiti kita itu, terhadap orang yang telah merugikan kita itu.
Misalkan orang tua kita bercerai dan misalkan kita bisa berkata OK! Saya mengertilah kenapa mereka bercerai, tapi sebagai seorang anak apa yang kita rasakan tatkala orang tua kita bercerai. Misalnya kita merasa marah, kenapa mereka itu akhirnya meninggalkan saya, sehingga tidak punya lagi kedua orang tua yang utuh. Saya marah kenapa mereka kok tidak bisa menyelesaikan persoalannya, nah perasaan yang awal ini sebaiknya kita kenali kembali dan kita ekspresikan apa adanya. Kadang kala kita takut mengekspresikannya karena berbagai sebab, misalnya kedua orang tua sekarang sudah sangat baik kepada kita, atau suatu hari salah satu orang tua kita sudah tidak ada, sudah meninggal masa kita begitu jahatnya mau marah-marah pada orang yang sudah meninggal. Dan yang harus kita yakinkan diri kita adalah waktu kita mengekspresikan emosi kita bukannya sedang memaki atau menghukum arang tua kita, tapi kita semata-mata mau memberitahukan mereka bahwa saat itu inilah perasaan saya, inilah yang terjadi saya marah, atau saya sedih, saya kecewa atau saya frustrasi dan sebagainya.PG : Tidak perlu, jadi kita bisa melakukannya sendiri, jadi misalkan waktu kita merenungkannya kita membiarkan diri kita merasakan kembali perasaan itu. Kalau bisa kita bicara langsung kepad yang bersangkutan.
PG : Betul.
PG : Kita perlu menerima kenyataan akan adanya suatu yang terhilang akibat peristiwa itu. Contoh misalnya setelah perceraian orang tua kita, ada kebutuhan yang akan terhilang atau sudah terhlang misalnya papa kita yang meninggalkan rumah, karena perceraian ini, kita kehilangan figur papa, belaian kasih sayang papa yang seharusnya kita bisa terima setiap hari.
Sekarang kita hanya bisa nikmati sebulan sekali atau sebulan dua kali. Kita akan kehilangan waktu untuk bercengkerama dengan papa kita, karena sudah tidak ada lagi di rumah, kita kehilangan model di mana kita bisa mencontohnya secara langsung, jadi kita harus akui apa yang terhilang setelah peristiwa itu. Misalnya ada lagi peristiwa yang lain, kita dilecehkan, dihina, nah apa yang terhilang dalam hidup kita setelah itu, keberanian, penghargaan diri, konsep diri yang positif tentang hidup kita ini, nah itulah hal-hal yang terhilang dan kita harus akui.PG : Bagus sekali Pak Gunawan, jadi waktu kita menyadari apa yang terhilang, kita juga lebih bisa mengerti, apa yang harus kita lakukan untuk memenuhinya lagi sekarang, meskipun caranya mungin berbeda.
Atau karena mengakui adanya yang terhilang itu kita juga lebih bisa memahami tindakan-tindakan kita sekarang. Misalnya karena kita dulu sering dihina kita menjadi orang yang begitu menggebu-gebu membuktikan diri bahwa saya ini mampu, bahwa orang lain tidak bisa seenaknya saja menghina kita. Nah, kita akhirnya lebih bisa mengerti kenapa saya berperilaku seperti ini, o....saya tidak mau lagi dihina, karena itulah yang terhilang dalam hidup saya.PG : Sebab begini Pak Gunawan, biasanya kita harus meminjam penerimaan orang lain, sebelum kita bisa menerima diri sendiri. Di hadapan konselor atau orang lain yang bisa kita percayai, waktukita mengakuinya, terus dia memberikan respons bahwa dia menerima kita, nah responsnya itu yang menerima kita seolah-olah menjadi kekuatan untuk kita menerima masa lalu itu.
Sebab dengan kekuatan sendiri, kita seakan-akan tak berdaya untuk menerimanya, tidak bisa lagi kita terima, tapi waktu konselor kita atau sahabat kita ini atau hamba Tuhan kita ini menerima kita apa adanya itu seolah- olah memberikan kita kemampuan untuk memeluk kembali masa lalu yang kita tidak bisa terima itu.PG : Kondisi yang menekan dia pada masa sekarang akan menyulitkan dia menerima masa lalu itu Ibu Ida, karena apa, karena masa lalu itu akan menambah penderitaannya, meskipun sering kali memag harus dibahas, harus diungkit, dan harus diselesaikan.
Tapi karena dia sudah begitu dalam kesakitan, orang tersebut tidak bisa membayangkan menambah lagi rasa sakitnya. Dia sudah begitu merasa hidup tidak ada gunanya lagi sekarang. Nah, kalau dia harus menambah lagi dengan masa lalunya itu, dia merasa sudah tidak ada lagi kekuatan untuk menanggungnya. Itu sering kali menjadi alasan kenapa orang tidak mau melihat masa lalu tersebut.PG : Langkah berikutnya adalah menangisi akan kehilangan atau goresan luka itu, jadi kita mengakui sebetulnya apa yang terhilang dari kehidupan kita, dan yang sebetulnya kita sangat rindukandalam hal ini misalnya kerinduan belaian kasih sayang dari seorang ayah.
Silakan kita tangisi, silakan berdukacita karena berdukacita atau proses berdukacita sebetulnya adalah proses menangisi kehilangan sesuatu yang berharga, yang tidak lagi kita dapat nikmati. Jadi silakan kita keluarkan perasaan kita yang sedih itu.PG : Mungkin untuk waktu tertentu, baik untuk dirinya dalam pengertian mungkin dia tidak bisa terus-menerus hidup dalam kesedihan. Karena itulah dia membangkitkan semangatnya, dan menjadi serang yang mudah marah dan tidak bisa lagi merasakan kesedihan.
Namun dengan dia menjadi orang yang marah dia menjadi orang yang akhirnya kuat dan tabah menghadapi kekerasan hidup ini. Nah, tapi dalam proses penyembuhan ini memang yang lebih ideal adalah dia kembali kepada sesungguhnya yang terjadi itu yakni ada yang hilang dan dia menangisi yang hilang itu. Kita memang cenderung berkiblat dari satu ekstrim ke ekstrim yang satunya, ada orang yang perlu menangis tapi dia tutupi sehingga yang muncul kemarahan. Ada yang perlu marah tapi dia tidak bisa marah sehingga semua ditutupi dengan tangisannya.PG : Berikutnya adalah memahami mengapa peristiwa itu terjadi, jadi ini mengandung unsur mengerti secara menyeluruh, jadi mengerti sungguh-sungguh kaitan-kaitannya dan motivasi pada masing-msing orang yang terlibat, kenapa kok dia sampai begini.
Apa sebabnya o....dia pun dibesarkan seperti ini, o....ayah dulu melihat kakek itu seperti itu, o....ibu juga begini karena itulah keluarga ibu yang membesarkan ibu saat itu, o....saya mengerti kenapa ayah dan ibu sering bertengkar karena mereka hidup dalam kesusahan, tekanan ekonomi begitu berat, sehingga mereka tidak bisa menghadapi stres dengan baik. Sehingga akhirnya kemarahan diluapkan pada anak-anak, o....saya sekarang mengerti. Nah, di sinilah kita merasionalisasi dengan benar, karena sudah melihat faktanya dengan tepat pula.PG : Betul sekali. Analisa yang tepat ini akan memberi kita juga pengertian yang jelas, inilah duduk masalahnya.
PG : Betul, karena kalau hanya emosi saja yang diubahkan itu biasanya tidak permanen, harus ada perubahan secara rasional.
PG : Betul Pak Gunawan, jadi ini membawa kita ke langkah berikutnya yang ketujuh yakni mengampuni. Mengampuni orang yang bersalah kepada kita, baik itu orang lain maupun diri sendiri, Pak Guawan.
Jadi mengampuni ini terus-menerus maka saya simpulkan bahwa pengampunan rasional mendahului pengampunan emosional. Artinya apa, kita sudah mengampuni secara rasional tapi setelah itu emosi kita masih ada, kita masih marah, nah memang itulah yang biasanya terjadi, urutannya memang begitu; pengampunan rasional itu dulu perlahan-lahan, pengampunan emosional itu baru muncul. Jadi harus kita ulang lagi, ulang lagi, hari ini marah hari ini kita ampuni, besok mendingan lusa marah lagi, lusa kita ampuni lagi terus begitu.PG : Betul, dan Tuhan sendiri memang mengaitkan niat untuk mengampuni itu dengan pengampunan dari Allah Bapa. Sebagaimana yang ditulis dalam
PG : Kadang-kadang memang tergantung pada apa dampaknya persoalan itu pada dirinya. Ada orang yang mudah mengampuni diri sendiri, ada orang yang lebih sulit mengampuni diri sendiri.
PG : Nah, yang terakhir adalah kita mesti akhirnya menjahit atau menyatukan masa lalu yang memalukan itu dengan diri kita yang kita banggakan. Saya sengaja mendampingkan tentang 2 hal ini maa lalu yang memalukan dan diri yang kita banggakan.
Sebab kecenderungan kita adalah mau sempurna Bu Ida yaitu kita menampilkan yang bagus, yang kita banggakan, sementara yang memalukan kita tidak mau lagi. Kalau kita ada baju yang bagus dan kita terbiasa memakai baju yang bagus kita tidak suka memakai baju yang jelek karena sudah menjadi image kita, citra diri kita. Nah, orang yang berani hanyalah orang yang bisa menyatukan keduanya ini di dalam dirinya yaitu berani mengakui bahwa saya ini tidak sebaik yang engkau pikir, ada hal yang memalukan yang pernah saya alami, nah ini saya akan berani memberitahukan kepada saudara sekalian, kepada kita semuanya, nah itu adalah orang yang berani. Sebab kecenderungan kita begitu, makanya ada orang yang kebalikannya berani menonjolkan semua yang jelek karena memang tidak ada yang bagus. Karena memang dia merasa dirinya tidak ada yang bagus makanya dia berani terus menerus memberikan yang jelek-jelek dan terus-menerus melakukan yang jelek-jelek. Manusia sering kali jatuh ke dalam dua kutub yang sangat berbeda ini, akhirnya yang jelek ini semua ditunjukkan tapi dia merasa aman, nah sebaliknya orang yang maunya bagus, dia akan tunjukkan yang bagus. Nah, yang bisa berdiri di tengah-tengah dan merangkul keduanya saya kira itu yang paling sehat, namun justru yang paling susah.PG : Saya akan bacakan dari surat
PG : Betul.
PERTANYAAN KASET T 45 B
18. Okultisme Masalah dan Penanggulangannya | |
Okultisme adalah suatu ilmu yang bersifat supernatural, yaitu ilmu tentang roh di mana orang mempelajari tentang roh-roh yang bukan Roh Allah.
Okultisme itu suatu ilmu yang bersifat supernatural. Ilmu tentang roh di mana orang mempelajari tentang roh-roh yang bukan Roh Allah tetapi roh-roh di luar Roh Allah. Ilmu ini tujuannya untuk melindungi diri dari serangan orang lain, dari serangan roh-roh yang di luar roh Tuhan dan juga dari alam ini. Kita harus membedakan roh terang dan roh gelap, jadi Roh Allah di pihak roh yang terang sedangkan roh setan atau iblis itu di pihak roh gelap. Berarti dalam hal ini ada kekuatan yang besar, ada kekuatan dari Allah dan ada kekuatan dari roh iblis.
Dalam dunia ini ada 2 roh yang kita kenal, yaitu Roh Tuhan dan roh iblis atau setan. Alkitab menjelaskan asal-usulnya iblis dengan jelas.
Iblis adalah salah satu malaikat Tuhan yang memang menempati posisi yang khusus, dan dia adalah lambang keindahan dan kecantikan tapi karena dia berbuat curang bahwa iblis itu ingin menjadi Allah maka Tuhan melempar dia ke bumi. Jadi memang salah satu ciri iblis yaitu memberikan yang indah, yang mewah, yang bagus, yang wah kepada manusia agar manusia bisa terpikat kepadanya, dan iblis akan berusaha keras mengelabui manusia bahwa dialah sebetulnya Allah.
Dua unsur menarik yang biasanya ditawarkan iblis:
Agar kita menjadi kuat, menjadi hebat, menjadi super, kita mampu melakukan hal-hal yang tidak mampu dilakukan oleh manusia biasa.
Agar kita bisa mengerti atau tahu masa depan kita, dan masa depan orang lain juga.
Sebagai contoh, kita ambil saja horoskop walau itu penipuan. Ada satu gangguan kejiwaan yang memang menyerupai kerasukan setan yaitu gangguan schizofrenia. Gangguan schizofrenia adalah gangguan di mana seorang kehilangan pikiran yang waras, akhirnya mendapatkan gangguan hingga dia tidak bisa berpikir secara rasional dan tidak bisa lagi melihat realitas seperti yang dilihat oleh orang-orang pada umumnya.
Cara yang baik untuk membedakan keduanya adalah:
Kalau orang itu kerasukan setan biasanya ada kaitan dengan setan sebelum terjadinya kerasukan setan tersebut. Sedangkan gangguan schizofrenia biasanya tidak ada kaitan dengan hal itu, dan pada gangguan schizofrenia biasanya dapat ditelusuri sejarahnya.
Waktu kita mengusir setan dan kita meminta orang tersebut untuk mengundang Tuhan Yesus menjadi Tuhannya biasanya dia akan kesulitan menyebut nama Tuhan Yesus. Sedangkan pada gangguan schizofrenia biasanya itu tidak menjadi masalah, orang tersebut bisa saja mengucapkan nama Tuhan Yesus dengan mudahnya.
Ada 2 pelajaran yang bisa kita timba dari firman Tuhan ini:
Yang pertama adalah kita mesti mawas diri untuk mengenal bahwa roh tidak semuanya berasal dari roh Allah, jadi jangan sampai kita tertipu.
Yang kedua adalah kita harus mengingat bahwa Roh Tuhan yang ada pada diri kita lebih berkuasa dari roh-roh lain atau roh iblis, sehingga dengan kuasa Tuhan yang ada pada diri kita. Kita bisa mengusir setan dan setan pun tidak berani untuk mengganggu kita, karena pada diri kita sudah ada Roh Allah.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan juga Bp. Pdt. Hendrik Soplantila. Sebuah perbincangan kali ini kami akan berbincang-bincang tentang okultisme. Kami percaya Anda semua ingin tahu apa yang akan kami bicarakan pada saat ini, karenanya dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
HS : Ya, terima kasih Pak Gunawan, perlu saya jelaskan bahwa okultisme itu suatu ilmu yang bersifat supernatural. Jadi ilmu tentang roh di mana orang mempelajari tentang roh-roh yang bukan Roh llah tetapi roh-roh di luar Roh Allah.
Jadi mereka mempelajari untuk mendapatkan kekuatan dan rindu ingin mengetahui masa depan mereka atau masa depan dari orang lain. Jadi kita melihat di sini ilmu ini memang tujuannya untuk melindungi diri dari serangan orang lain, dari serangan roh-roh yang di luar roh Tuhan dan juga dari alam ini. Nah, mengapa ini saya katakan demikian karena sering kali kalau seseorang tidak senang terhadap seseorang yang lain dan dia mau melakukan tindakan-tindakan yang tidak diketahui oleh orang itu, dia menggunakan okultisme untuk menyerang.HS : Memang kita tahu Allah itu roh adanya tapi Allah itu roh yang kudus adanya, sedangkan di luar Allah ada roh-roh lain, memang para Malaikat juga roh dalam satu pihak; kita harus membedakan oh terang dan roh gelap jadi Roh Allah di pihak roh yang terang sedangkan roh setan, roh Iblis itu di pihak roh gelap.
HS : Ya betul, ada kekuatan tetapi kita harus menyadari bahwa kekuatan yang satu, kekuatan yang gelap ini sudah kalah, jelas sudah kalah jadi kita tidak bisa mengatakan bahwa ada kekuatan yang ama kuatnya dengan kuasa Allah, tidak bisa, karena kuasa yang satu sudah kalah.
HS : Ya benar, karena Iblis sudah ada sebelum manusia diciptakan.
HS : Ya saya pikir demikian Pak Gunawan, karena seperti contoh kalau kita lihat di dalam orang mencari kekuatan-kekuatan, pergi bertapa, mereka kemudian pergi untuk belajar ilmu kanuragan atau apa, nah itu semuanya mau tidak mau mereka belajar. Dan ada tingkatan-tingkatan tertentu di mana mereka mendapatkan itu.
HS : Saya pikir kuasa Roh Kudus itu lain tujuannya, karena hanya Allah yang Mahatahu dan manusia tidak mahatahu. Memang ada karunia-karunia yang Allah berikan, tetapi karunia-karunia itu juga trbatas supaya manusia tidak terikat kepada pemberian itu tetapi terikat kepada yang memberi.
HS : Memang kepada si setannya itu.
HS : Memang benar Pak Gunawan, saya melihat bahwa ada hal yang sangat menarik yang ditawarkan oleh kuasa kegelapan, yaitu dengan kita memiliki itu kita bisa tahu masa depan, dengan memiliki itukita memiliki satu kekuatan yang luar biasa, kesaktian, atau kemampuan-kemampuan yang supra.
HS : Ya pernah terlibat langsung Pak Gunawan, karena masalahnya begini saya dulu seorang Maluku. Saya memiliki sesuatu dari tante saya, jadi mama sendiri tidak tapi menerima dari tante saya. Keudian saya menerima juga dari om saya, opa saya, saya menerima semua itu, dan itu saya gunakan untuk berkelahi dan untuk menjaga diri.
HS : Dalam bentuk mantera, ada juga dalam bentuk benda yang dibungkus dengan kain merah, yang harus dibawa.
HS : Rasanya berani, mau jalan ke mana-mana itu rasanya tidak takut.
HS : Ya percaya diri, rasanya itu tidak ada orang yang berani melawan saya, pokoknya saya jalan tenang-tenang saja di dalam gelap, atau dalam kondisi apa saja saya tidak takut.
PG : Kita sekarang hidup di dalam alam rasional Pak Hendrik, sehingga kebanyakan kita kurang begitu peka dengan suatu fakta bahwa sebetulnya dunia kita ini bukan saja dunia fisik yang dapat kit observasi dan kita telaah, tapi ada juga dunia spiritual atau dunia roh.
Dan dalam dunia roh ini ada 2 roh yang kita kenal yaitu Roh Tuhan dan roh Iblis ya, roh setan. Alkitab memang menjelaskan Pak Gunawan, asal-usulnya Iblis dengan jelas sekali. Kalau saya boleh bacakan di Yehezkiel pasal 28 mulai dari ayat 12 "Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha indah. Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata yang berharga. Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari penciptaanmu. Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu. Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya. Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kau musnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya." Jadi dari firman Tuhan kita belajar bahwa Iblis adalah salah satu malaikat Tuhan yang memang menempati posisi yang khusus, dan dia adalah lambang keindahan dan kecantikan tapi karena dia berbuat curang yakni dijelaskan juga dalam firman Tuhan bahwa Iblis itu ingin menjadi Allah maka Tuhan melempar dia ke bumi. Jadi memang salah satu ciri Iblis yaitu memberikan yang indah, yang mewah, yang bagus, yang wah kepada manusia agar manusia bisa terpikat kepadanya dan Iblis akan berusaha keras mengelabui manusia bahwa dialah sebetulnya Allah. Jadi waktu manusia menyembah kepadanya, manusia tidak menyadari bahwa mereka sebetulnya sedang menyembah kepada Iblis, karena Iblis memang bisa menipu atau memperdayakan manusia. Mungkin itu yang Pak Hendrik juga temukan bahwa akhirnya cukup banyak orang yang bisa terpikat karena apa yang ditawarkan oleh Iblis atau kasus yang kedua adalah orang-orang yang tertipu ya Pak Hendrik mengira bahwa ini dari Allah padahal bukan dari Allah.HS : Seperti di dalam Korintus surat Rasul Paulus dikatakan bahwa tidak heran Iblis dapat datang seperti malaikat yang suci, malaikat terang. Jadi tidaklah salah atau tidaklah mengherankan kala pengikut-pengikutnya pun menunjukkan diri seperti orang-orang suci.
Memang di satu pihak Rasul Petrus mengatakan Iblis mengaum-aum seperti halnya singa yang mengaum-aum tapi di pihak lain kita harus berhati-hati bahwa Iblis juga bisa datang seperti malaikat. Jadi dia datang dalam dua wajah dalam hal ini saya lihat, jadi kalau memang seperti singa yang mengaum-aum kita mengerti cepat, kita tahu, tapi kalau seperti malaikat, nah ini kita harus betul-betul dengan firman Allah untuk membandingkan apakah benar ini dari Allah atau dari si Iblis.HS : Itu karena kurang keakraban dalam hubungan dengan Allah.
HS : Yang saya lihat Pak Gunawan, bahwa biasanya semua yang bukan dari Allah itu biasanya menggunakan atau semua tindakan-tindakan itu bersifat rahasia sepertinya misterius. Suatu contoh merekatidak pernah mau menyebutkan atau mengucapkan mantera itu dengan jelas, mereka tidak mau, jadi mereka itu hanya berbisik-bisik saja tidak mau mereka menyebutkan dengan jelas bagaimana.
HS : Dari Iblis maksud saya, kalau Iblis menawarkan ada 2 hal Pak Gunawan, yaitu pertama supaya kita itu menjadi kuat, kita menjadi hebat, kita menjadi super, kita mampu melakukan hal-hal yang idak mampu dilakukan oleh manusia biasa.
Kedua, kita juga bisa mengerti atau tahu masa depan, masa depan kita, masa depan orang lain juga. Misalnya suatu contoh kita ambil saja horoskop walau itu penipuan, ini satu contoh saja.HS : Karena manusia ingin tahu Pak, memang sudah ada di dasar hatinya, supaya dia itu tahu masa depannya bagaimana supaya dengan begitu mereka merasa aman pada waktu jalan ke depan atau jalan mnatap masa depan mereka.
HS : Seperti tadi saya sudah ungkapkan kalau dia datang sebagai singa yang mengaum-aum mudah kita mengerti, mudah kita tahu, tapi kalau dia datang seperti malaikat, mau tidak mau kita juga haru mengerti kebenaran firman Allah supaya kita bisa memahami bahwa ini bukan dari Allah.
Ini suatu contoh dari ajaran-ajaran di dalam agama Kristen yang tidak sesuai, kalau kita tidak mengerti firman Allah atau tidak mengerti Alkitab kita akan tertipu.HS : Menurut pengalaman yang saya lakukan, biasanya orang yang dirasuk setan itu tidak bisa berpikir secara cerah, dia tidak bisa berpikir, dipanggil juga dia tidak mendengar. Pernah waktu sayamelayani seseorang, saya berkata demikian, dalam nama Yesus (misalkan dia namanya Abdul atau apa) hai....!
Abdul dalam nama Yesus saya panggil namamu, itu dia rasa jauh sekali suara saya, doa terasa jauh. Jadi sepertinya Iblis itu menutup telinganya, menutup pikirannya juga sehingga walaupun kita sebutkan, kita berbicara dalam nama Yesus itu juga lama sekali, tidak spontan jadi. Tapi kita harus berjuang dan dalam pengalaman ini membutuhkan kesatuan hati dari team yang melayani. Jadi dalam pelayanan itu memang kami selalu ingin supaya kami melayani dalam satu team, supaya dari kita ada yang berdoa, ada yang memuji Tuhan, kemudian ada yang melayani. Jadi kita sehati sepikir, se-roh. Di sini kami biasanya kalau kami sudah melayani semacam itu terus orang itu sepertinya dia panas-panas berteriak keras-keras, panas saya tidak mau dengar suara itu, saya tidak mau dengar, bila kita menyanyikan tentang Yesus itu dia tutup telinganya.PG : Ada satu gangguan kejiwaan yang memang menyerupai kerasukan setan yaitu gangguan schizofrenia, gangguan schizofrenia adalah gangguan di mana seorang kehilangan pikiran yang waras atau pikian yang waras itu akhirnya mendapatkan gangguan hingga dia tidak bisa berpikir secara rasional dan tidak bisa lagi melihat realitas seperti yang dilihat oleh orang-orang pada umumnya.
Pada gangguan ini memang ada tingkah laku yang tidak umum, tingkah laku-tingkah laku yang biasanya tidak dia lakukan. Namun perbedaan utamanya adalah pada gangguan schizofrenia, orang ini tidak tiba-tiba mempunyai kekuatan supranatural, misalnya bisa meramalkan hari depan, bisa mempunyai kekuatan yang luar biasa, biasanya tidak. Jadi kadang kala ada suatu mitos yang menganggap bahwa orang-orang yang sakit jiwa itu orang-orang yang beringasan atau agresif, sebetulnya justru tidak, justru orang yang menderita gangguan seperti schizofrenia pada umumnya tidak beringasan, tidak menjadi ganas, mereka kebanyakan menjadi diam atau ngomong sendiri atau berkhayal. Tapi memang ada tingkah laku-tingkah lakunya yang bisa disalah mengerti sebagai kerasukan setan. Nah, cara yang baik untuk membedakan keduanya adalah pertama, kalau orang itu kerasukan setan biasanya ada kaitan dengan setan sebelum terjadinya kerasukan setan tersebut. Jadi misalkan orang itu memang berhubungan dengan kuasa setan, pernah mengundang kuasa setan masuk dalam hidupnya, nah itu menjadi suatu pencetus. Sedangkan gangguan schizofrenia biasanya tidak ada kaitan dengan hal itu dan pada gangguan schizofrenia biasanya dapat ditelusuri sejarahnya yakni awalnya biasanya itu pada usia belasan tahun di mana muncullah gangguan tersebut dan biasanya juga didahului oleh misalnya waktu dia anak-anak dia tidak suka bergaul dengan orang, menyendiri di kamar dan sebagainya. Sehingga kita melihat suatu perkembangan gejala dari usia belasan tahun sampai usia sekarang ini. Sedangkan gangguan kerasukan setan bisa muncul secara tiba-tiba, tanpa ada sejarahnya tiba-tiba orang itu dirasuk oleh setan, namun sejarah belakangnya adalah memang pernah ada kaitan misalnya dengan kuasa-kuasa Iblis, nah itu adalah suatu perbedaan yang pertama. Dan yang kedua adalah waktu kita mengusir setan dan kita meminta orang tersebut untuk mengundang Tuhan Yesus menjadi Tuhannya biasanya dia akan kesulitan menyebut nama Tuhan Yesus, tidak bisa menyebut Yesus Kristus meminta agar Tuhan masuk dalam hidupnya, sangat sulit sekali. Sedangkan pada gangguan schizofrenia biasanya itu tidak menjadi masalah, orang tersebut bisa saja mengucapkan nama Tuhan Yesus dengan mudahnya. Dan tetap saja mungkin orang ini adalah orang Kristen tapi kebetulan menderita gangguan schizofrenia.HS : Biasanya kami, seperti tadi diungkapkan oleh Pak Paul, ada kaitan itu memang kami teliti dulu biasanya, kami teliti apakah memang ada ikatan dengan masa lalu, bagaimana keluarganya, nah mugkin juga di rumahnya, di rumahnya mungkin ditanamkan sesuatu atau ada jimat yang ditanam di dalam kamarnya, atau di dalam tanah dan sebagainya.
Itu membawa akibat, nah satu contoh saja ketika kami melayani baru-baru ini di Lawang, ada seorang pemuda yang sebetulnya dia rajin, rajin mengikuti kegiatan gereja tetapi entah bagaimana kok tiba-tiba dia itu seperti perut sakit. Dia langsung down dikuasai oleh kuasa ini, diajak bicara tidak mau, disuruh makan tidak mau, kondisinya tegang ya, waktu diangkat mau ke kamar mandi atau apa itu kakinya tidak mau berjalan, kakinya seperti tidak ada lagi saraf, sarafnya tidak mempengaruhi dia sehingga anak ini kemudian kami layani. Ibu pendeta di sana berkata: "Pak, kami tidak mampu lagi, ini tolong Pak bagaimana?" Saya bilang, saya mau lihat dulu, jadi begitu saya datang saya lihat wah ini saya katakan saya perlu memanggil team kami. Sebab di dalam team kami itu ada seorang yang Tuhan berikan karunia nubuatan itu, nah ini memang dia pelihara dan memang kami pelihara, di dalam setiap berdoa bersama dengan dia dan sebagainya sehingga kalau dia melihat, kalau dia meminta kepada Tuhan supaya Tuhan menunjukkan itu langsung o.....orang ini begini-begini, jadi seperti tadi Pak, kalau saya sendiri langsung memang seperti yang saya layani di sekolah itu, kami terus tahu, karena dia tiba-tiba berteriak menantang kami, saya ini misalnya singo sapa itu nah dia katakan saya ini Braja Musti, saya tidak senang dengan kamu, kamu harus keluar dari tempat ini, begitu. Nah, jadi saya melihat o...ini bukan dari Tuhan.HS : Dan juga bukan dari diri orang itu sendiri karena dia lakukan dalam keadaan mata tertutup, dia bukan dalam keadaan sadar.
HS : Kalau menurut saya Pak, untuk hal ini semua orang Kristen sebetulnya yang hidup dengan Tuhan mampu mengusir, bukan hanya orang-orang tertentu. Kalau menurut pendapat saya, mengapa saya katkan begitu karena saya melihat sendiri dulu saya bukan apa-apa saya punya teman-teman juga bisa, itu sebabnya di sekolah saya kembangkan.
Jadi setiap orang Kristen sebenarnya mampu sebab dia sudah diberikan, dibawa oleh Allah sendiri.HS : Ya karena mereka takut, tidak yakin dan juga belum mengerti. Kalau mereka sudah mengerti akan kebenaran firman Allah, mereka tahu kekuatan firman Allah sendiri, mereka pasti.
PG : Saya kira kita terlalu ditakuti oleh film-film horor Pak Gunawan, sehingga kita itu membentuk suatu opini bahwa setan sangat mengerikan, sehingga kita sangat takut sekali berhadapan denganya.
Dalam pengalaman saya sendiri mengusir setan justru pengalaman aktual, mengusir setan itu sebetulnya bukanlah suatu peristiwa yang mengerikan atau menakutkan, sama sekali tidak. Sebab tadi Pak Hendrik sudah tegaskan juga adanya kelompok, team yang saling berdoa justru kami merasakan adanya suatu kekuatan dari Tuhan untuk mengusir kuasa Iblis ini. Saya akan bacakan bagian firman Tuhan dariHS : Ya, sebab Iblis itu tidak akan membiarkan orang menggunakan jasanya secara gratis, dia akan pasti menuntut bayarannya dan itu akan terus berlangsung, dia akan kejar.
PG : Prinsipnya jangan membuka pintu sedikit pun, sebab dia akan menyelinap masuk.
HS : Betul.
PERTANYAAN KASET T 47 A
19. Pengaruh Okultisme Terhadap Keluarga | |
Kuasa iblis tidak hanya menghancurkan salah satu anggota keluarga saja tetapi berusaha mendapatkan seluruh anggota keluarga. Terutama menghancurkan keluarga Kristen. Baik dalam bentuk mengobarkan konflik, kemarahan dan pertikaian.
Dampaknya okultisme terhadap keluarga.
Saya melihat dari segi kehidupan sehari-hari. Biasanya mereka itu sepertinya selalu dalam keadaan murung walaupun mereka senyum, walaupun mereka tertawa, tapi seperti ada sesuatu yang menekan mereka, seperti ada sesuatu yang lain yang menekan mereka.
Saya lihat dari segi rohaninya. Kalau dari segi rohani saya melihat pada satu hal, mereka tidak senang pada firman Allah, kalau mereka mendengar firman Allah kadang-kadang ngantuk bukan ngantuk karena kecapean atau karena tadi malam tidak tidur dan sebagainya. Tetapi memang iblis tidak mau orang ini mendengar firman Allah, itu satu keluarga mengalami hal yang sama.
Ada 2 cara yang biasa digunakan oleh iblis untuk mengacau keluarga:
Kita harus mengerti cara kerja iblis, yaitu iblis tidak menggarap manusia pribadi lepas pribadi, tapi keluarga lepas keluarga. Jadi dari pengertian ini, kita bisa menyimpulkan dan memang sudah dicontohkan juga dalam kasus yang nyata. Iblis tidak akan berhenti menggarap satu orang anggota keluarga, tapi iblis akan berusaha mendapatkan semua anggota keluarga tersebut. Film yang bertemakan horor punya dampak di dalam keluarga. Yang utama adalah menciptakan rasa takut yang berlebihan atau yang tidak perlu.
Saya melihat cara iblis juga mengacaukan dan merusak keluarga Kristen. Iblis juga mencoba berbagai cara untuk memenangkan pergumulannya dengan Tuhan, yakni menghancurkan keluarga Kristen. Jadi keluarga Kristen senantiasa harus mendekatkan diri dengan Tuhan.
Salah satu penyebab adakalanya orang yang sudah dibebaskan dari kuasa iblis bisa kembali dikuasai, dirasuk oleh setan adalah karena iblis sangat pandai dan iblis itu adalah roh. Dia bisa mengerti isi hati kita bahkan kadangkala lebih cepat menyadari isi hati kita.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan kali ini juga bersama Bp. Pdt. Hendrik Soplantila. Kami bertiga dari Lembaga Bina Keluarga Kristen telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan tentang pengaruh okultisme bagi keluarga. Kami percaya ini akan bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
HS : Ya pada waktu yang lalu kita berbicara mengenai apa itu okultisme jadi ketertarikan orang terhadap okultisme dan juga kita membedakan adanya roh yang baik atau roh terang dan roh gelap. Seingga demikian jelas bagi kita bahwa memang ada kuasa kegelapan tetapi juga ada kuasa Allah.
Walaupun dua kuasa ini bertentangan, tapi yang jelas bahwa kuasa kegelapan sudah kalah, itu yang dahulu pernah kita bicarakan dan kita perbincangkan.HS : Yang saya lihat dalam pengalaman terhadap orang-orang atau keluarga yang dikuasai oleh okultisme, pertama saya melihat dari segi kehidupan sehari-hari dan kemudian yang kedua yang saya liht dari segi rohaninya.
Kalau dari segi kehidupan sehari-hari biasanya mereka itu sepertinya selalu dalam keadaan murung walaupun mereka tersenyum, walaupun mereka tertawa, tapi seperti ada sesuatu seperti ada sesuatu yang lain yang menekan mereka. Tapi kalau dari segi rohani saya melihat pada satu hal, mereka tidak senang pada firman Allah, kalau mereka mendengar firman Allah kadang-kadang mengantuk, bukan mengantuk karena capek, bukan mengantuk karena kecapean atau karena tadi malam tidak tidur dan sebagainya bukan. Tetapi memang Iblis tidak mau orang ini mendengar firman Allah, nah itu satu keluarga mengalami hal yang sama. Kecuali kalau ada seorang anak yang memang dia itu sudah tidak mau tahu tentang itu dan dia dekat dengan Tuhan terus misalnya begitu, itu lain.HS : Menurut pengertian saya, Iblis itu memang pengacau, jadi kalau dikatakan itu untuk harmonis saya pikir ada batasannya, harmonis macam apa, versinya versi apa. Apa harmonis dalam arti yang esuai, dalam arti harmonis damai dengan Allah ataukah harmonis dalam versi mereka di mana di dalam itu masih tetap tertekan atau terpaksa.
PG : Ada 2 cara yang biasa digunakan oleh Iblis untuk mengacau keluarga. Yang pertama kita harus mengerti cara kerja Iblis yaitu Iblis tidak menggarap manusia pribadi lepas pribadi, tapi keluara lepas keluarga.
Jadi dari pengertian ini, kita bisa menyimpulkan dan memang sudah dicontohkan juga dalam kasus yang nyata Iblis tidak akan berhenti menggarap satu orang atau satu keluarga, tapi Iblis akan berusaha mendapatkan semua anggota keluarga tersebut. Itu sebabnya kalau ada satu anggota keluarga yang berbalik kepada Tuhan dan meninggalkan Iblis, dan yang lainnya misalkan masih dalam kuasa Iblis, Iblis tidak akan tinggal diam, Iblis akan mengganggu orang yang baru saja meninggalkan dia itu berusaha menguasainya karena Iblis tidak rela bahwa warganya atau orang yang ditaklukkannya sekarang meninggalkan dia. Itu sebabnya juga kalau misalkan orang tua terlibat dalam kuasa kegelapan, Iblis sering kali dan pada umumnya menuntut jiwa atau kehidupan anak dan cucunya, sebab itulah yang Iblis minta, bukan satu pribadi tapi satu keluarga, ini satu hal yang perlu kita pahami. Yang kedua, saya melihat cara Iblis juga mengacaukan keluarga Kristen ini yang jelas-jelas Kristen adalah dengan merusak keluarga Kristen; jadi cara Iblis juga mencoba untuk memenangkan pergumulannya dengan Tuhan yakni menghancurkan keluarga Kristen. Jadi keluarga Kristen senantiasa harus mendekatkan diri dengan Tuhan. Saya teringat akan tulisan dari Pdt. Charles W. dalam bukunya Musa, beliau berkata bahwa siapa yang ingin bekerja untuk Tuhan dan ingin dipakai Tuhan, haruslah dia menyadari bahwa dia akan menjadi target atau sasaran penyerangan Iblis. Nah, saya harus mengakui bahwa Iblis akan benar-benar bersenang hati masuk melalui pintu keluarga kita meskipun dia tidak menguasai kita dalam pengertian merasuk kita karena kita sudah di tangan Tuhan Yesus. Tapi dia akan mencoba mengacaukan, misalnya dengan mengobar-ngobarkan konflik atau kemarahan dalam hati kita, sehingga kita tidak mudah menyelesaikan pertikaian kita. Sebab yang paling bahagia kalau keluarga kita berantakan adalah Iblis, kita tidak bisa melayani Tuhan dengan sepenuh hati, dengan hati yang damai, karena keluarga kita saling bertarung misalnya. Jadi itulah saya kira 2 cara Iblis yang langsung berkenaan dengan keluarga.PG : Saya kira manusia memang acapkali berpikir pendek dan untuk kepuasan seketika dan serta kepuasan pribadi. Jadi sering kali manusia tidak memikirkan dampak panjangnya, yang penting kami menkmati, kami memperoleh keuntungan-keuntungan yang dijanjikan.
Dan itu yang ditawarkan oleh Iblis dan mereka terima dengan senang hati, mereka tidak memusingkan tentang gangguan-gangguan yang mungkin dialami nanti. Dan memang kalau mereka terus bersekutu dengan Iblis dan tidak mengganggu gugat masalah ini, keluarga mereka tetap tenteram dalam pengertian tidak dikacaukan oleh Iblis, sebab mereka sudah menjadi warga Iblis.HS : Memang ada imbalannya, saya beri contoh saja beberapa orang yang saya tahu yang mencari kekayaan. Imbalannya adalah anak, anak mereka menjadi kelainan, ada kelainan. Ada juga yang boleh diatakan membayar dengan giginya sehingga giginya habis semuanya, keluarganya juga begitu anaknya, istrinya giginya habis.
Sebab setiap sekian bulan tanggal satu, tanggal satu. Nah, ada juga imbalan yang lain yaitu jiwa orang, jadi orang dalam rumah itu. Nah, satu contoh misalnya kalau seseorang itu ingin mendapat kekayaan, itu sudah membuat semacam perjanjian dengan Iblis, jadi apa yang harus diberi, jiwa OK! Jiwa. Nah, kalau jiwa yang diberikan maka setiap tahun dia harus memberi tumbal, ada yang meninggal dalam rumah itu. Ini tidak selalu anggota keluarga, tapi bisa juga pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah itu yang sudah merasa menjadi satu dengan keluarga itu.HS : Ya saya pikir semuanya Pak sekaligus, memang yang menjadi kuncinya adalah kepala keluarga, istri mereka berdua yang kemungkinan sudah seia sekata untuk mencari kekayaan itu. Nah, mereka bedua yang harus bertobat, harus kembali kepada jalan Tuhan, nah nanti kalau seandainya 2 orang ini sudah kembali, baru sekeluarga itu dibawa kepada Tuhan semuanya oleh orang tuanya jadi dibawa seluruhnya, sehingga seluruh keluarga menjadi milik Allah lagi, bukan lagi milik si Iblis, sehingga dia bisa sewenang-wenang melakukan...
HS : Pananganannya itu biasa kami layani pribadi lepas pribadi Pak, satu-satu, jadi kami lihat dulu siapa, o....tentu orang tuanya, sang suami sebagai kepala keluarga kemudian sang istri. Nah, emudian dua-duanya menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, kemudian baru semua anak kami ajak untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat mereka.
Dengan begitu kemudian nanti kita tutup dengan doa memohon supaya Tuhan menjadi segala sesuatu dalam rumah ini sehingga menjadi pelindung utama, membentengi, melindungi, menjaga mereka.HS : Memang ada Pak, kadang-kadang kejadian seperti itu karena dia itu kembali ingin mencoba lagi, karena dia merasa saya tidak tahu, saya merasa tidak puas atau mungkin karena dikecewakan wakt di gereja, dia dikecewakan oleh anggota jemaat yang lain atau bagaimana, nah atau dia kurang mengerti akan kebenaran firman Allah sehingga dia itu masih tertarik ke sana.
O.....ini kok sepertinya Tuhan mengizinkan OK saja, tapi sekarang dalam versi baru misalnya.PG : Saya kira dampak utama adalah menciptakan rasa takut yang berlebihan atau yang tidak perlu. Rasa takut ini akhirnya menguasai kita dan sewaktu rasa takut menguasai kita akibatnya adalah kia lumpuh.
Nah saya kira jangan sampai kita sebagai orang Kristen lumpuh menghadapi kuasa-kuasa jahat ini, justru kita harus berani, sebab kita tahu bahwa Roh Tuhan yang ada dalam kita lebih kuat daripada roh-roh jahat. Jadi saya kira kalau kita sudah lumpuh kita tidak begitu berani untuk melawannya, mungkin itu. Saya mau memberikan komentar yang tadi Pak Gunawan tanyakan kepada Pak Hendrik pula, saya kira salah satu penyebab adakalanya orang yang sudah dibebaskan dari kuasa Iblis bisa kembali dikuasai, dirasuk oleh setan. Iblis sangat pandai dan Iblis itu adalah roh, jadi dia bisa mengerti isi hati kita bahkan kadang kala lebih cepat menyadari isi hati kita. Yang saya maksud adalah ini, misalkan tadi ada orang yang ingin sekali kekayaan yang luar biasa dan akhirnya membuat perjanjian dengan kuasa Iblis. Nah misalkan dia sudah dibebaskan tapi dalam hatinya masih tersedia keinginan untuk menimbun kekayaan dan merasa sayang sekali sekarang tidak lagi mempunyai kesempatan itu, nah bagi saya itu adalah pintu, pintu yang pada awalnya membuka kemungkinan masuknya Iblis. Sekarang kalau pintu itu belum dikunci meskipun dia sudah dibebaskan, pintu yang sama itu akan memasukkan Iblis itu kembali dalam hidupnya. Atau contoh yang lain yang saya pernah saksikan adalah kalau dalam keluarga memang ada masalah yang belum terselesaikan, sehingga dalam keluarga itu terus-menerus muncul luka, luka dan luka. Dan kebetulan memang keluarga tersebut pernah pada suatu ketika dikuasai oleh Iblis. Nah Iblis bisa memasuki pintu tersebut yaitu pintu konflik keluarga sehingga akhirnya anak-anak atau keluarga itu diganggu lagi oleh kuasa Iblis.PG : Saya tidak bisa pastikan film yang mana.
PG : Secara umum apakah setan menampakkan dirinya dengan cara yang mengerikan, saya kira tidak. Justru pada umumnya setan tidak menampakkan diri dengan wajah yang mengerikan, sebab kalau itulahwajah yang ditampilkan dia akan kehilangan pengikut, sudah pasti.
Maka wajah yang ditampilkan adalah justru yang menyenangkan kita, yang bisa membawa kita kepadanya, terpikat kepadanya. Bahkan dalam satu kasus yang pernah saya tangani saya melihat bagaimana Iblis membanting-banting orang, tapi bukan dengan cara yang mengerikan seperti yang ditayangkan dalam film-film horor itu. Meskipun memang ada bukti fisik orang itu di depan mata saya memang dibanting oleh kuasa Iblis tapi kesan mengerikannya tidak ada. Jadi saya kira film horor melambangkan atau mencerminkan sifat Iblis yang kalau menurut saya berlebihan sebab dalam kenyataannya dia tidak akan menampilkan wajah yang mengerikan seperti itu.PG : Betul sekali, jadi kalau sampai anak itu mengembangkan fantasi akibat melihat film horor, dan akibat dari perkembangan fantasi dia menjadi orang yang terlalu memikirkan hal-hal yang mengerkan dan menakutkan, saya kira jelas itu sudah melewati batas.
Jadi anak itu dilarang untuk menonton film horor, secara umum saya juga akan melarang sebetulnya anak kecil menonton film horor sebab dunia khayal anak sangat kuat dan anak belum bisa mengerti secara rasional dan obyektif, bahwa ini adalah film yang dibuat oleh manusia. Anak-anak kecil belum bisa membedakan, jadi kalau dia sudah remaja sudah mengerti silakan, tapi kalau masih misalnya dibawah umur 12, 13 tahun saya menyarankan jangan.HS : Iblis itu pandai sekali dan dia bisa masuk ke dalam segala macam situasi, situasi maju, situasi modern, dia datang dengan cara modern juga.
HS : Ya menyesuaikan diri, seperti yang Pak Paul sudah ungkapkan dan Pak Gunawan tanyakan tentang film horor itu. Itu ada suatu pengalaman, seorang ayah bertanya kepada anaknya ketika bersama-sma (ini ayahnya seorang hamba Tuhan juga) dia tanya pada anaknya waktu itu sedang mendung.
Dik....ini siapa yang memberikan hujan, dia berhenti sebentar, anak itu berpikir sebentar lalu dia bilang setan. Lalu saya berkata (waktu itu diceritakan pada saya) saya katakan, kemungkinan dia berkata begitu karena dia tidak bisa bermain, jadi dia mempunyai pendapat bahwa ini itu dari setan. Tapi anak ini sering nonton film horor jadi kemungkinan tadi yang Pak Paul katakan itu khayalan yang dikembangkan, sehingga mengakibatkan dia berpikir segala sesuatu datang dari setan. Karena Setan mempunyai kekuatan, kemampuan-kemampuan yang super, jadi dia berpikir o....ini juga bisa dari setan. Padahal dia ikut Sekolah Minggu, tapi dia anak kecil, seberapa jauh dia mengerti tentang firman Allah yang diceritakan secara sederhana. Dan apa yang dia lihat dengan matanya, apa yang dia dengar, apa yang dia rasakan itu lebih banyak dari TV, nah itu bahayanya di situ untuk anak-anak.PG : Seorang tokoh gereja di zaman dahulu bernama Agustinus pernah berkata bahwa dalam setiap manusia ada ruangan yang hanya bisa diisi dengan Tuhan. Jadi dalam diri manusia itu ada ruangan yan boleh saya sebut ruangan spiritual, ruangan rohani.
Dan kalau waktu ruangan itu kosong, ruangan itu akan meminta untuk diisi jadi saya kira orang-orang yang sudah mencapai kedudukan yang tinggi dan memang pandai tapi kalau ruangan rohaninya kosong dia akan selalu mencari hal-hal yang bersifat nonfisik, yaitu yang bersifat roh agar bisa mendapatkan kepuasan. Nah, kalau dia tidak mengerti jalan yang benar dia akan menempuh jalan yang salah dan dia akan melakukannya dengan cara yang salah, itu yang pertama. Yang kedua adalah saya kira salah satu manifestasi dosa ialah keserakahan manusia, dan bersumber dari keserakahan atau ketamakan inilah manusia merasa tidak puas dengan yang telah dimilikinya sehingga mau memiliki lagi, mau untuk lebih dilindungi lagi, mau lebih berkuasa dan sebagainya. Akhirnya memasuki areal yang memang dikuasai oleh Iblis jadi jangan sampai yang seperti dikatakan dalam Alkitab manusia menjual dirinya kepada Iblis, itu dikatakan kepada dua orang di Alkitab yaitu kepada raja Ahab, raja Israel dulu dan juga kepada Yudas yang benar-benar menjual diri mereka kepada Iblis. Jadi manusia harus berhati-hati di situ.HS : Mungkin ada satu hal lagi yang saya bisa katakan sesuai dengan yang Pak Paul ungkapkan tadi, yaitu biasanya kalau kita di dalam doa, berdoa kepada Tuhan 'kan tidak secepatnya Tuhan jawab, api kalau Iblis dia langsung bisa memberi cepat, nah ini yang menarik, sangat menarik.
Sehingga otomatis misalnya orang mau mencari kuasa ya cepat dapat, mau mencari kekayaan ya cepat dapat, mau mencari pangkat cepat dapat.HS : Memilih yang paling cepat, karena mereka itu seperti tadi Pak Paul katakan ada ruang yang kosong yang selalu perlu diisi, sebenarnya ketidakpuasan hanya puas kalau diisi oleh Tuhan, oleh frman Tuhan, tapi mereka justru mencari di luar Tuhan.
HS : Pernah suatu kali seorang pemuda kami layani, ayahnya seorang dosen, ayahnya orang Kristen, istrinya saya tidak tahu orang apa. Jadi dia terpengaruh oleh teman-temannya sehingga dia juga iut narkotik, dia juga ikut okultis, dia bahkan pernah bertapa di satu tempat yaitu di antara cabang sungai untuk mendapatkan kekuatan sesuai dengan perintah gurunya.
Dan dia memang mendapat itu semua, mendapat semuanya. Nah, waktu kami layani untuk pelepasan memang hatinya itu ingin dilepaskan dan dia menyerahkan beberapa bagian, tidak semua tapi sebagian. Namun setelah itu kecenderungan ketertarikan kepada roh atau kuasa gelap ini bukannya hilang. Nah, pada saat itu saya melihat bahwa dia lebih lagi dari yang lalu. Tidak lagi seperti pada waktu kita berteman tapi dia lebih jahat lagi dan dia meninggalkan kami dan dia pergi, dan kami tidak tahu sekarang di mana. Tapi dia lebih jahat lagi menurut berita yang saya terima, jadi kami berpikir bahwa memang orang itu akan menjadi lebih jahat lagi kalau dia itu tidak full dilepaskan dan tidak diisi lagi, kekosongan itu tidak diisi oleh Tuhan. Nah, itu pernah terjadi suatu kali ketika kebangunan rohani di Bandung yaitu pernah di umpamakan dengan satu gelas air yang bersih, kalau sudah ada air di situ tentu diisi yang lain air itu akan tumpah. Jadi mau tidak mau air itu harus dikeluarkan dulu semuanya baru isi yang lain atau tidak usah isi yang lain tapi tetap air itu saja, nah ini sama dengan itu. Jadi tetap harus diisi dan Iblis itu roh dan ia bisa mengisi seperti yang kita lihat ya namanya legion itu lebih dari satu, lebih dari 100, dia menguasai satu orang saja dan saya tidak tahu bagaimana dia menguasai seluruh tangan, seluruh kaki, seluruh kepala, seluruh badan. Sehingga orang ini tidak merasa sakit apa-apa tidak merasa kedinginan dan seterusnya.PG : Saya akan bacakan dari
PERTANYAAN KASET T 47 B
20. Pencobaan Ditengah Kejayaan | |
Cinta kasih sangat memerlukan pemeliharaan, baik itu cinta kasih di antara suami-istri, orangtua-anak, antar rekan, teman dsb. Kita perlu mengenal hal-hal apa yang dapat menyuburkan cinta kasih, tanpa hal-hal tersebut cinta kasih cenderung akhirnya pudar.
Penyebab seseorang mengalami masalah di dalam masa kejayaan:
Keangkuhan, waktu kita jaya kita cenderung berpikir bahwa memang kita itu hebat, nah waktu kita berpikir memang kita sehebat itu keangkuhan mulai masuk dan waktu keangkuhan mulai masuk, kita mulai berpikir bahwa kita ini bisa berbuat apa saja melewati batas.
Pengaruh lingkungan di sekitarnya. Orang yang jaya apalagi pria cenderung menjadi target atau sasaran, godaan atau undangan. Sebab orang yang jaya adalah orang yang bisa memberikan banyak kepada orang lain secara material, dalam hal inilah dia menjadi sasaran karena dia menjadi orang yang sangat menarik, sangat berpengaruh bagi kehidupan orang-orang di sekitarnya.
Contoh peristiwa di Alkitab seperti yang dituturkan dalam
Ada dua hal yang mencegah Yusuf berbuat dosa yaitu:
Yusuf takut kepada Tuhan Allah. Dan Yusuf tahu, waktu dia berzinah dia bukannya hanya melakukan hubungan intim secara badani dengan seseorang tapi saat itu juga dia sedang berdosa terhadap Tuhan. Jadi dia mengaitkan semua perilaku atau semua tindakannya dengan Tuhan, apakah diperkenan Tuhan apa tidak.
Yusuf adalah seseorang yang menghargai orang lain, dia tahu dia adalah orang yang diberikan kepercayaan yang sangat besar oleh majikannya yakni Potifar dan dia tahu semua dipercayakan dan diberikan kepadanya kecuali istri majikannya. Dan dia menghargai Potifar dan pada saat itulah dia juga berhasil mengekang dirinya karena penghargaannya pada si suami wanita tsb dan tidak mau merusak rumah tangga orang.
Dalam
Daud dan Yusuf adalah orang-orang yang mengasihi dan dikasihi Tuhan, tapi mengapa pencobaan itu Tuhan izinkan terjadi dalam hidup mereka? Tuhan tidak menghendaki manusia jatuh dalam dosa, Tuhan tidak memimpin orang untuk berdosa, tidak. tapi Tuhan mengizinkan pencobaan datang dan mencobai orang Kristen, alasannya satu. Kejayaan dan pencobaan berdampingan, dan Tuhan izinkan hal ini karena
Tuhan menguji kita, apakah kualitas rohani kita seturut dengan kualitas eksternal atau jasmani kita. Apakah kerohanian kita sejaya kemenangan jasmani kita, apakah kekuatan internal atau rohani kita sama besarnya dengan kekuatan jasmani kita.
Supaya melalui itu Tuhan membentuk kita, supaya kita akhirnya makin mirip dan makin serupa dengan Tuhan kita.
Yang perlu kita lakukan untuk mempersiapkan diri menyongsong keberhasilan yang Tuhan berikan kepada kita atau kejayaan yang Tuhan berikan adalah:
Kita harus ikuti apa yang telah dilakukan Yusuf, yaitu senantiasa mengaitkan semua hal yang terjadi padanya dengan Tuhan. Dia tidak melepaskan Tuhan dari segala tindakan dan kehidupannya.
Yang Yusuf juga lakukan adalah menghargai orang.
Kita harus berhati-hati dengan kejayaan, sebab pada waktu jaya kita akan menjadi target serangan. Jadi kita mesti menjaga jarak, membuat pagar dalam hubungan kita dengan lawan jenis, setelah kita jaya atau sebelum kita jaya.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang sebuah tema yaitu "Pencobaan di Tengah Kejayaan". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya kira ada beberapa penyebab Pak Gunawan, yang pertama saya kira adalah keangkuhan. Nah saya akan mengutip perkataan pendeta yang bernama Max Lucado beliau pernah ditanya yang mana lebi berbahaya, kejayaan atau kesusahan, dia menjawab dengan tegas kejayaan.
Sebab waktu kita jaya, kita cenderung berpikir bahwa memang kita itu hebat, nah waktu kita berpikir memang sehebat itu keangkuhan mulai masuk, waktu keangkuhan mulai masuk, kita mulai berpikir bahwa kita ini bisa berbuat apa saja melewati batas. Waktu kita dalam keadaan susah kita cenderung lebih melihat diri kita sebagai orang yang terbatas, tidak bisa ini, tidak bisa itu dan sebagainya. Waktu kita makin jaya seolah-olah kita berpikir batas-batas itu mulai hilang, kita menjadi orang yang bisa melakukan banyak hal yang tadinya tidak bisa kita lakukan, nah pada saat itulah kalau tidak hati-hati dalam keangkuhan kita bisa melakukan banyak hal, kita melewati batas, akhirnya kita malah masuk ke dalam pencobaan.PG : Saya setuju Pak Gunawan, jadi orang yang jaya apalagi seorang pria cenderung menjadi target atau sasaran, godaan atau undangan. Sebab orang yang jaya adalah orang yang bisa memberikan banyk kepada orang-orang lain secara material, nah dalam hal inilah dia menjadi sasaran karena dia menjadi orang yang sangat menarik, sangat berpengaruh bagi kehidupan orang-orang disekitarnya.
Saya kira sudah merupakan kenyataan Pak Gunawan, bahwa banyak orang-orang Kristen yang berniat untuk tidak mengkhianati istri mereka tapi akhirnya dalam tugas pekerjaannya dan pergaulannya masuk dalam perangkap dan jatuh dalam dosa perzinahan. Dan saya kira yang tadi Pak Gunawan katakan memang betul sekali, pada masa kejayaan ada orang-orang yang rela memberikan dan menyediakan tubuh mereka bagi orang-orang yang sedang jaya ini.PG : Saya akan membacakan
PG : Betul, kalau dia memang orang yang tidak bisa menguasai dirinya dia akan masuk ke dalam perangkap tersebut. Saya kira hidup pada masa sekarang ini lebih sulit daripada dulu-dulu, karena kia memang harus mengakui tekanan sosial untuk perilaku-perilaku yang menyimpang ini makin hari makin berkurang.
Pada zaman-zaman 50-an, 60-an, bahkan 70-an tekanan sosial untuk meredam perilaku menyimpang ini cukup besar, sehingga orang takut karena tahu ada sanksi sosial yang besar. Namun di masa sekarang saya kira orang makin merasa kebal dengan perilaku menyimpang ini dan menganggap ini sesuatu yang menyenangkan, bukan yang mengerikan, apalagi didukung dengan film-film atau sinetron-sinetron yang seolah-olah tampak sengaja atau disengaja saya tidak tahu menggambarkan betapa menggairahkannya dan menantangnya kehidupan ganda seperti itu atau kehidupan menyimpang seperti itu. Kalau mempunyai simpanan, jatuh cinta dengan orang yang lain selain dari istri kita, atau jatuh cinta dengan pria yang lain selain dari suami kita, itu merupakan suatu pengalaman yang benar-benar menggairahkan, suatu petualangan yang menarik. Nah, saya kira akhirnya seperti ini, karena melonggarnya tekanan sosial dan saya yakin juga memang kerohanian yang tidak begitu kuat akan menjerumuskan seorang yang sedang jaya masuk ke dalam perangkap perzinahan.PG : Itu adalah hal yang memang sangat indah sekali Pak Gunawan, perkataan Yusuf waktu digoda adalah seperti ini, "Dengan bantuanku tuanku itu tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini,dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku.
Bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya daripadaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain daripada engkau, sebab engkau istrinya, bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah." Dari jawaban Yusuf, Pak Gunawan, sekurang-kurangnya ada dua hal yang mencegah Yusuf berbuat dosa, pertama yang ditulis dengan jelas, Yusuf takut kepada Tuhan Allah. Dan Yusuf tahu waktu dia berzinah dia bukannya hanya melakukan hubungan intim secara badani dengan seseorang tapi saat itu juga dia sedang berdosa terhadap Tuhan. Jadi dia mengaitkan semua perilaku atau semua tindakannya dengan Tuhan, apakah diperkenan Tuhan atau tidak, jadi rasa takut yang besar kepada Tuhan inilah faktor pertama yang mencegahnya berdosa. Yang kedua yang memang tidak tertulis dengan nyata tapi tersirat adalah Yusuf seseorang yang menghargai orang lain, dia tahu dia adalah orang yang diberikan kepercayaan yang sangat besar oleh majikannya yakni Potifar dan dia tahu semua dipercayakan dan diberikan kepadanya kecuali nyonyanya, istri majikannya. Dan dia menghargai Potifar dan pada saat itulah dia juga berhasil mengekang dirinya, karena penghargaannya pada si suami wanita tersebut. Kalau dia tidak lagi memandang si suami, tidak lagi menghargai si suami, saya kira kekangan tersebut akan makin longgar. Jadi dua hal itu memang saling menguatkan, dia takut kepada Tuhan dan dia menghargai suami orang dan dia tidak mau merusak rumah tangga orang, maka dia tidak jatuh ke dalam dosa.PG : Betul sekali Pak Gunawan, saya akan bacakan dari II Samuel 11, "Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang maka Daud menyuruh Yoab yaitu panglimanya maju besera orang-orangnya dan seluruh orang Israel, mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba.
Sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem. Sekali peristiwa pada waktu petang ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana. Tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi, perempuan itu sangat elok rupanya. Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu,dan orang berkata itu adalah Batsyeba binti Eliam istri Uria orang Het itu. Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia, perempuan itu datang kepadanya lalu Daud tidur dengan dia." Di sini memang kita melihat kesamaan, Pak Gunawan, pencobaan datang kepada Daud tatkala menjadi raja yang jaya, dia sudah memenangkan banyak pertempuran sehingga pada akhirnya dia tidak usah lagi ikut berperang, dia tinggal menyuruh panglimanya Yoab maju berperang, itu menandakan dia sudah mencapai kemapanan. Sebab pada masa sebelumnya Daud selalu ikut berperang, nah pada masa jaya inilah pencobaan datang. Nah bedanya dengan Yusuf adalah di sini Daud sama sekali tidak mengaitkan tindakannya atau pikirannya dengan Tuhan. Tidak ada sebutan sedikitpun tentang Tuhan sebagaimana Yusuf menyebut tentang Tuhan, Yusuf berkata bagaimana mungkin saya berdosa kepada Tuhan, Daud tidak mengaitkan perbuatannya dengan Tuhan. Dan yang kedua meskipun orang yang disuruh Daud berkata wanita yang kau lihat adalah Batsyeba istri Uria, jadi dengan kata lain sudah bersuami, namun Daud tidak menghiraukan perkataan tersebut. Nah dengan kata lain, Daud memang tidak lagi memberi penghargaan kepada orang atau kepada suaminya, Daud tidak lagi memikirkan bahwa tindakannya akan merusak rumah tangga orang. Nah dua hal yang mengekang Yusuf tidak ada dalam pikiran Daud, maka Daud meluncur masuk dalam jerumusan dosa.PG : Bagus sekali pengamatan Bu Ida, memang Daud tidak bisa dibandingkan dengan Yusuf, Daud adalah seorang raja yang sudah sangat jaya, sedangkan Yusuf pada saat itu masihlah seorang budak. Namn kalau kita melihat ukuran atau perbandingan dengan lingkungan mereka sebetulnya mirip.
Daud saat itu adalah seorang raja, dibandingkan dengan raja lain dia raja yang berhasil. Yusuf adalah seorang budak, jadi memang Yusuf tidak akan membandingkan dirinya dengan orang yang merdeka. Budak tidak lagi mempunyai hak, tidak lagi mempunyai kehendak, dia sudah dibeli menjadi suatu benda kepunyaan majikannya. Tapi dalam kedudukan yang begitu rendah Yusuf menempati posisi yang sangat tinggi sebagai seorang budak. Jadi kalau dibandingkan dengan rekan sejawatnya, Yusuf adalah seseorang yang sangat berhasil, jadi memang dua-duanya menikmati kejayaan, dalam kejayaan itu pencobaan datang.PG : Betul, jadi dari dua kasus ini kita melihat bahwa Yusuf seseorang yang luar biasa kuat, sebab dia itu benar-benar digoda di depan mata. Peristiwanya memang menceritakan istri Potifar berad di kamar dengan dia, tidak dijelaskan apa yang terjadi sebab mungkin saja yang terjadi istri Potifar sengaja memanggilnya.
Kemudian menyuruh yang lainnya keluar sehingga mereka tertinggal berdua di kamar. Dan dia sampai berhasil mengambil jubahnya Yusuf berarti apa, dia benar-benar dengan agresif mencoba untuk membuka baju Yusuf. Namun dalam keadaan yang begitu agresif, Yusuf dengan kuat menolak, nah Daud sama sekali tidak mengalami godaan sebetulnya, Batsyeba memang kebetulan sedang mandi dan dia kebetulan melihat dari jauh. Namun karena hati sudah ingin berzinah meskipun tangan tidak bisa menggapai masih saja dia mampu memanggil perempuan tersebut. Jadi memang kita melihat di sini perbedaan karakter yang sangat jauh antara raja Daud dan Yusuf dalam hal menghadapi pencobaan ini.PG : Itu pertanyaan yang bagus Pak Gunawan, adakalanya seseorang yang jatuh ke dalam pencobaan ya mencoba merunut-runut ke belakang kenapa saya jatuh ke dalam pencobaan. Celakanya Pak Gunawan stelah merunut ke belakang akhirnya berkesimpulan Tuhanlah yang menyebabkan saya jatuh.
Nah kenapa orang sampai berkesimpulan seperti itu karena orang itu berkata atau orang-orang ini berkata, kalau Tuhan tidak membuka jalan saya tidak akan ketemu dengan orang tersebut. Kalau Tuhan tidak mempertemukan kami tidak mungkin kami akan bisa bertemu, kalau dia tidak menunjukkan itikad tertarik kepada saya, saya juga tidak akan memberikan inisiatif, menyambutnya dan sebagainya. Jadi segalanya memang di lihat dari sudut Tuhan tapi setelah jatuh ke dalam pencobaan seperti Daud. Yusuf mengaitkan segalanya dengan Tuhan sebelum datang pencobaan, nah pertanyaannya apakah Tuhan mengizinkan hal itu terjadi. Saya percaya ya Pak Gunawan Tuhan tidak merancang, Tuhan tidak menghendaki manusia jatuh ke dalam dosa, Tuhan tidak merencanakan hal itu terjadi, Tuhan tidak memimpin orang untuk berdosa, tidak. Tapi Tuhan mengizinkan pencobaan datang dan mencobai orang Kristen, alasannya satu dan yang saya mau tekankan di sini adalah dalam konteks kejayaan. Ayat-ayat yang tadi telah saya baca baik Yusuf maupun Daud merupakan ayat-ayat yang ditulis begitu dekat di pasal 39 kitab Kejadian waktu saya membacakan kisah Yusuf, Yusuf diberkati (ayat 6) Yusuf dicobai (ayat 7). Tentang Daud, Daud tidak lagi perang, Yoab yang perang, menunjukkan Daud sudah mapan, pasal 11 dari kitab II Samuel ayat pertama, Daud melihat Batsyeba mandi (ayat ke-2). Jadi kita melihat bahwa kejayaan dan pencobaan berdampingan, nah kenapa Tuhan mengizinkan. Saya berkeyakinan Tuhan mengizinkan pencobaan mendatangi orang Kristen, nomor satu supaya Tuhan bisa menguji kita, apakah kualitas rohani kita seturut dengan kualitas eksternal atau jasmani kita. Apakah kerohanian kita sejaya kemenangan jasmani kita, nah apakah kekuatan internal atau rohani kita sama besarnya dengan kekuatan jasmani kita, itu saya kira yang pertama. Dan yang kedua saya kira Tuhan membiarkan atau mengizinkan pencobaan datang, supaya melalui itu Tuhan membentuk kita, supaya kita akhirnya makin mirip dan makin serupa dengan Tuhan kita, saya kira itu intinya.PG : Kalau orang keterusan berarti memang dia menolak untuk mendengarkan teguran Tuhan dan ini yang terjadi pada raja Daud. Setelah Daud berzinah dengan Batsyeba, Daud bahkan mengambil langkah-angkah untuk menutupi dosanya, tidak berhasil untuk membujuk suami Batsyeba untuk kembali pulang dan bersetubuh dengan istrinya, Daud akhirnya merancang pembunuhan secara tidak langsung.
Bahkan setelah itu terjadi, Alkitab tidak mencatat raja Daud menyesali perbuatannya sampai Tuhan harus mengutus nabiNya Natan untuk memberikan teguran kepada raja Daud, baru ia mengakui dosanya. Jadi kita baru bisa menyimpulkan ada selang waktu berbulan-bulan Daud itu tidak mengakui dosanya. Nah kita tahu bahwa pada akhirnya melalui catatan sendiri di Mazmur, Daud mengakui bahwa dalam keadaan dia tidak mengakui dosa dia sebetulnya menderita, sebab dia merasakan dosanya itu seperti meremukkan tulang-tulangnya, hidupnya sangat menderita. Tapi toh yang saya ingin tekankan meskipun dia begitu menderita tetap tidak mengakui dosanya, nah itu kebablasan atau keterusan. Nah orang Kristen juga yang bermain-main dengan api akhirnya jatuh ke dalam dosa seperti ini, tidak akan menikmati, dia merasa seperti ada bara dalam dagingnya, seperti ada yang meremukkan tulang-tulangnya. Tapi di satu pihak dia menikmati, karena di satu pihak ini peristiwa yang menegangkan dan menggairahkan ya perzinahan itu, tapi di pihak lain dia akan merasakan suatu pukulan, siksaan, karena Roh Tuhan akan terus menerus menegurnya.PG : Yang pertama, kita harus ikuti apa yang telah dilakukan oleh Yusuf, Yusuf senantiasa mengaitkan semua hal yang terjadi padanya dengan Tuhan. Dia tidak melepaskan Tuhan dari segala tindakandan kehidupannya, waktu dia digoda, waktu dia diajak untuk bersetubuh dengan istri majikannya dia melihat itu sebagai suatu dosa, jadi dia mengaitkan itu dengan Tuhan.
Dan yang kedua yang Yusuf juga lakukan adalah Yusuf menghargai orang, misalkan orang itu yang mengajak kita berzinah misalkan yang tidak bersuami, atau tidak beristri, tetap kita harus menghargai dia. Karena apa, waktu kita berzinah kita sebetulnya merusak hidup orang tersebut untuk waktu yang lama, belum lagi kita akan merusak suami atau istri kita atau anak-anak kita. Jadi orang harus menghargai manusia lain dan waktu dia melakukan tindakan seperti itu dia justru akan membawa kehancuran kepada banyak hidup, jadi dua hal itu saya kira kita bisa camkan. Nah, selain dari dua hal itu yang tadi Pak Gunawan sudah singgung adalah kita harus berhati-hati dengan kejayaan, sebab pada waktu jaya kita akan menjadi target serangan. Jadi kita mesti menjaga jarak, membuat pagar dalam hubungan kita dengan lawan jenis, setelah kita jaya atau sebelum kita jaya. Yusuf berhasil menjaga diri dengan baik pada masa muda, malahan pada masa dia masih menjadi budak dan kita bisa melihat hasilnya. Waktu dia menjadi perdana menteri di tanah Mesir tidak ada kejadian seperti yang terjadi pada raja Daud, tidak ada kejadian Yusuf jatuh ke dalam dosa perzinahan atau apa, tidak pernah, karena dari awalnya sewaktu dia hanya menjadi budak dia berhasil menjaga diri dengan baik dan itu dia bawa terus sampai dia jaya, benar-benar jaya. Daud, sebelumnya dia menjadi seorang raja memang Daud itu sudah terlihat kelemahannya terhadap wanita, misalnya dia memilih untuk menikahi Abigail waktu suaminya meninggal dunia. Jadi memang Daud sudah menunjukkan kelemahannya di situ, meskipun dia menikahinya secara sah tapi memang terlihat dia sudah mempunyai bibit kelemahan itu dan tidak dijaga, tidak dipeliharanya sehingga pada waktu dia jaya menjadi raja dan pencobaan datang, dia langsung tergelincir.PG : Kelemahan masing-masing dan kita harus menyadari kelemahan kita kalau kita sadari itulah kelemahan kita. Kita harus memagari diri kita dengan baik. Dan kita harus selalu sadari bahwa memag Tuhan mengizinkan, tapi Tuhan mengizinkan pencobaan datang bukan bersenang-senang supaya kita jatuh, tidak sama sekali, Tuhan ingin membentuk kita.
Waktu Daud jatuh memang Daud jatuh, Tuhan akhirnya menghukum Daud juga tapi Daud menerima bentukan Tuhan, sehingga dia menjadi lebih mirip, lebih serupa dengan Tuhan. Sebab itulah tujuannya Tuhan menyelamatkan kita yaitu untuk menjadikan kita anak-anakNya yang serupa dengannya.PG : Betul.
PERTANYAAN KASET T 50 A
21. Kehidupan yang Hancur | |
Hidup yang hancur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena perbuatan diri sendiri, bisa juga karena lingkungan.
Saya mau mengilustrasikan hidup seperti ikan yang menggelepar. Yang menjadi penghiburan kita sebagai orang Kristen adalah bagi kita hidup itu seperti ikan yang menggelepar dan tidak bisa kita pegang, namun di mata Tuhan sebetulnya hidup itu sangat terkontrol karena di bawah pengetahuan dan penguasaan Tuhan. Tidak ada yang terjadi yang tidak diketahui oleh Tuhan sendiri, jadi itulah penghiburan kita sebagai orang Kristen.
Kecenderungan kita waktu mengalami peristiwa ini adalah
Yang pertama, kita menyalahkan orang lain sepenuhnya atas kehancuran hidup kita, seolah-olah semua orang yang di dunia inilah yang bertanggung jawab atas kehidupan atau kehancuran hidup kita itu.
Yang kedua ada kecenderungan sebagian kita menyalahkan diri secara berlebihan, kitalah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas kehancuran hidup kita, tangan kitalah yang telah menghancurkan hidup kita ini.
Tanda-tanda utama seseorang itu sudah hancur atau sedang menuju pada kehancuran adalah:
Tidak ada lagi yang menerima dia. Dia mulai merasakan bahwa dia telah menjadi orang asing di lingkungannya sendiri, dia merasakan penolakan yang merata dari banyak orang, dia juga merasakan tidak layak lagi berkumpul dengan orang-orang yang dulu biasa berkumpul dengan dia.
Yang berikutnya yang umum juga adalah dia merasakan bahwa orang-orang yang dulu mencintainya dan yang dia cintai sekarang menjadi orang-orang yang sangat asing bagi dirinya.
Tanda yang lainnya lagi adalah biasanya diikuti dengan kehancuran karier atau masa depan seseorang
Tanda yang terakhir, seseorang akhirnya merasa sudah terlambat dan apapun yang saya lakukan tidak akan lagi memperbaiki keadaan saya.
Di dalam masa-masa yang sulit yang dialami seseorang, seringkali muncul dalam benak orang kenapa Tuhan itu jauh, seolah-olah menyalahkan Tuhan. Termasuk yang tadi saya katakan ada orang yang sepenuhnya menyalahkan diri, ada orang sepenuhnya menyalahkan orang lain. Dalam kategori sepenuhnya menyalahkan orang lain, ada orang yang menyalahkan Tuhan, seolah-olah Tuhanlah yang bertanggung jawab atas kehidupan ini mengapa sampai begini, mengapa Tuhan membiarkan.
Sebagian besar kehancuran hidup seseorang itu diakibatkan oleh dirinya sendiri. Ada beberapa penyebab yang bisa membuat tindakan-tindakan seseorang itu menghancurkan kehidupan atau masa depannya sendiri. Yang cukup umum adalah adanya penyebab-penyebab di luar diri kita misalkan kita dilahirkan dalam keluarga yang kebetulan tidak rukun.
Hal adalah kita harus tetap mempercayai bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan yang baik. Bahwa Dia yang perlu kita lakukan untuk mempersiapkan diri :
Pertama bukanlah Tuhan yang akan merancangkan yang buruk bagi anak-anak yang dikasihiNya.
Selain menyadari Tuhan baik, kita harus percaya sepenuhnya bahwa Tuhan adalah Tuhan yang menguasai hidup kita.
Di sini kita bisa belajar beberapa hal:
Yang pertama adalah firman Tuhan menegaskan bahwa Allah turut bekerja.
Kedua, ini adalah berita pengharapan Allah turut bekerja dalam segala sesuatu artunya Tuhan tidak membedakan sesuatu itu karena kita terima dari luar atau sesuatu itu akibat dari perbuatan kita sendiri.
Yang ketiga, adalah suatu berita kemuliaan, yaitu mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Jadi seburuk apapun yang telah terjadi, seburuk apapun perbuatan kita yang telah menghancurkan hidup kita ini, yakinlah bahwa kalau Allah turut campur tangan Allah sanggup mengubahnya sehingga mendatangkan kebaikan.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Kehidupan yang Hancur". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pak Gunawan, saya akan mengawali dengan sebuah ilustrasi, saya ini tidak hobby memancing tapi pernah memancing, nah satu pengalaman saya tentang memancing adalah waktu kita mendapatkan kan dan mencoba memegangnya di tangan barulah kita menyadari betapa sulitnya memegang ikan yang masih hidup.
Biasanya kita membeli ikan di pasar, mudah sekali memilih ikan yang sudah mati atau setengah mati. Saya masih ingat betapa sulitnya memegang ikan yang hidup dan melepaskan kail dari mulutnya. Pernah suatu kali saya ingin melepaskan ikan itu kembali ke air dan mencoba melepaskan kail itu dari mulutnya, ternyata sangat sulit dan kesulitannya adalah ikan itu terus menggelepar-gelepar. Nah saya ini mau mengilustrasikan hidup seperti ikan yang menggelepar, adakalanya kita berpikir kita sudah bisa dan mampu memegang hidup, ibarat mau membeli ikan di pasar, dan kita mengira ikan itu sudah mati atau setengah mati. Ternyata waktu kita memegang hidup itu, barulah kita sadari benar-benar hidup itu bisa menggelepar, dan waktu menggelepar bisa lepas dari tangan kita. Yang menjadi penghiburan kita sebagai orang Kristen adalah bagi kita hidup itu seperti ikan yang menggelepar dan tidak bisa kita pegang, namun di mata Tuhan sebetulnya hidup itu sangat terkontrol karena di bawah pengetahuan dan penguasaan Tuhan. Tidak ada yang terjadi yang tidak di ketahui oleh Tuhan sendiri, jadi itulah penghiburan kita sebagai orang Kristen. Namun kalau kita melihatnya dari sisi manusia, kita akan terpaksa mengakui adanya hidup ibarat ikan yang menggelepar terlepas dari tangan kita. Ada sebagian kita yang terpaksa menerima geleparan ikan atau hidup ini dan kehilangan segalanya. Nah bagi orang yang mengalami peristiwa ini saya ingin mengajak para pendengar sekalian untuk menelusuri sebetulnya apa yang menyebabkan hidup kita itu hancur. Saya kira kecenderungan kita adalah ada dua, yang pertama kita menyalahkan orang lain sepenuhnya atas kehancuran hidup kita, seolah-olah semua orang yang di dunia inilah yang bertanggung jawab atas kehidupan atau kehancuran hidup kita itu. Yang kedua ada kecenderungan sebagian kita menyalahkan diri secara berlebihan, kitalah yang bertanggung jawab sepenuhnya atas kehancuran hidup kita, tangan kitalah yang telah menghancurkan hidup kita ini. Nah sebelum kita sampai pada 2 keputusan yang ekstrim itu, saya mau mengajak kita semua untuk melihat mungkin situasinya atau masalahnya tidaklah seekstrim yang kita pikir. Mungkin adakalanya yang terjadi bukanlah tangan kita sendiri, memang ada campur tangan kondisi atau keadaan yang di luar kendali kita, tapi adakalanya memang tangan kita sendiri pula. Nah inilah kira-kira yang menjadi 2 penyebab utama Pak Gunawan, kenapa hidup kita akhirnya berakhir dengan kehancuran.PG : Biasanya dia ketahui, misalnya tanda-tanda yang utama adalah tidak ada lagi yang menerima dia, dia mulai merasakan bahwa dia telah menjadi orang asing dilingkungannya sendiri, dia meraskan penolakan yang merata dari banyak orang, dia juga merasakan dia tidak layak lagi berkumpul dengan orang-orang yang dulu biasa berkumpul dengan dia.
Yang berikutnya yang umum juga adalah dia merasakan bahwa orang-orang yang dulu mencintainya dan dia cinta sekarang menjadi orang-orang yang sangat asing bagi dirinya. Di mana mereka lebih baik tidak hidup dengan mereka atau mengenal dia. Tanda yang lainnya lagi adalah biasanya diikuti dengan kehancuran karier atau masa depan seseorang, tidak ada lagi pekerjaan, tidak ada kemampuan untuk bekerja dan rasanya kita tidak ada lagi jalan untuk kembali membangun hidup kita, nah ini tanda yang terakhir saya kira yang sangat-sangat berpengaruh besar. Di mana seseorang akhirnya merasa sudah terlambat dan apapun yang saya lakukan tidak akan lagi memperbaiki keadaan saya.PG : Sering kali itu muncul dalam benak orang, nah ini termasuk yang tadi saya katakan ada orang yang sepenuhnya menyalahkan diri, ada orang yang sepenuhnya menyalahkan orang lain. Nah dalamkategori sepenuhnya menyalahkan orang lain, ada orang yang menyalahkan Tuhan, seolah-olah Tuhanlah yang bertanggung jawab atas kehidupan ini kenapa sampai begini, kenapa Tuhan membiarkan.
Walaupun saya yang berbuat salah kenapa Tuhan tidak menghentikan berbuat salah atau waktu saya meminta pertolongan Tuhan kenapa Tuhan tidak menjawab misalnya seperti itu. Contoh yang paling klasik adalah seseorang yang terlibat dalam narkoba, obat-obatan terlarang, dia berdoa kepada Tuhan untuk melepaskannya dari belenggu narkoba ini, hari ini dia berdoa besok pakai lagi. Nah waktu dia pakai lagi dia sangat merasa bersalah, dia melihat dirinya begitu buruk tapi dia juga mulai berkata kenapa Tuhan tidak mendengarkan doa saya, kemarin saya sudah minta dengan tulus kok esok harinya saya membeli lagi obat, saya memakai lagi obat. Jadi di sinilah kita melihat suatu lingkaran yang berputar-putar dan orang dengan mudah akhirnya bisa mempersalahkan Tuhan, kenapa Tuhan tidak menolong saya seperti yang saya minta.PG : Ada beberapa penyebab yang umum Pak Gunawan, yang cukup umum adalah memang ada penyebab-penyebab di luar diri kita misalkan kita dilahirkan dalam keluarga yang kebetulan tidak rukun. Keetulan orang tua kita sering bertengkar sehingga sejak kecil kita menjadi orang yang penuh kemarahan, nah karena kita orang yang penuh kemarahan.
Waktu kita mulai besar kecenderungan kita adalah mengambil keputusan tidak dengan pertimbangan yang matang. Karena emosi kita yang tinggi itu adakalanya kita membuat kesalahan-kesalahan, nah waktu kita masih kecil kesalahan-kesalahan yang kita buat mungkin ya, masih dalam skala yang kecil. Misalnya kita menonjok teman, membalas teman yang mengejek kita akhirnya di skorsing oleh sekolah. Nah dengan bertambahnya usia, kesalahan yang kita perbuat juga bertambah besar, misalnya bukan saja kita menonjok seseorang tapi kita memukuli seseorang sampai dia harus dibawa ke rumah sakit dan kita menjadi berurusan dengan polisi misalnya seperti itu. Atau karena emosi kita yang begitu tinggi dan jiwa kita begitu resahnya sehingga waktu teman kita menantang kita untuk memakai obat-obatan terlarang: putau, sabu-sabu, masa begitu saja kamu tidak beranilah apa, karena jiwa kita yang begitu marah penuh pemberontakan pada keluarga kita, mulailah kita memakai obat-obatan terlarang itu. Jadi adakalanya kita menghancurkan hidup kita karena kita tidak bijaksana dalam mengambil keputusan, tapi saya harus akui ketidakbijaksanaan kita itu sebetulnya merupakan akibat dari keadaan yang membesarkan kita itu. Nah akhirnya karena kita menjadi orang yang penuh dengan kemarahan, penuh dengan ketidakstabilan kita mudah jatuh pada keputusan yang salah. Atau yang lainnya lagi adalah sebetulnya tidak ada kondisi yang di luar seperti itu, namun masalahnya adalah sepenuhnya dari diri kita misalnya kita orang yang mau mencoba yang tidak lazim, kita orang yang mau barmain-main dengan api, kita tidak suka dengan yang sama, kita cenderung menolak yang diajarkan oleh orang karena kita mau memunculkan ide kita sendiri misalnya dalam kasus memilih jodoh kita melakukan hal seperti itu. Orang tua sudah berkata jangan menikah dengan dia, teman-teman segereja, pendeta kita berkata jangan menikah dengan dia, kita tidak pusing, kita berkata saya tahu apa yang saya pilih dan yang menikah juga saya kenapa orang lain pusing dengan saya. Nah karena adanya perasaan-perasaan yang sangat angkuh itu, kita akhirnya menikah, apa yang terjadi benar-benar kita menikah dengan orang yang keliru akhirnya hidup kita merana luar biasa. Akhirnya setelah bertahun-tahun karena frustrasi, kita bercerai urusan rumah tangga kita berantakan, anak-anak kita berantakan, nah di situlah kita merasa hidup kita hancur, nah dalam hal ini memang tangan kitalah yang melakukan sepenuhnya.PG : Tepat sekali Pak Gunawan, jadi dalam contoh tersebut si anak bungsu ini sengaja meminta harta orang tuanya, meminta harta warisannya bukan dipakai untuk berdagang, bukan untuk hal yang erguna bagi kehidupannya.
Dia sengaja meminta hak warisnya untuk dihabiskan, untuk berfoya-foya, nah itu adalah jelas-jelas contoh di mana seseorang memiliki hati yang keras, dia menganggap dirinya tahu apa yang dia lakukan dan tidak mau peduli dengan nasihat orang lain dan akhirnya menghancurkan hidupnya. Tapi puji Tuhan, kita tahu dari cerita itu akhirnya berakhir dengan bahagia karena dia sadar akan dosanya dan kembali pulang ke rumah orang tuanya.PG : Adakalanya peristiwa terjadi di luar kendali kita misalnya kita telah berpikir matang-matang, merencanakan sebaik mungkin untuk misalnya ekspansi usaha kita. Tapi tiba-tiba terjadi sesutu di luar jangkauan kita, kita ditipu oleh rekan bisnis kita misalnya atau sesuatu terjadi sehingga perusahaan kita terbakar habis sehingga kita benar-benar kehilangan harta milik kita.
Nah hal-hal seperti itu bisa terjadi dan bisa menimpa siapa juga, nah dalam kasus seperti ini kalau kita tidak hati-hati kita akan cenderung menyalahkan Tuhan sebab kita berkata kenapa engkau membiarkan hal ini menimpa saya. Nah yang perlu kita lakukan nomor satu adalah menerima fakta bahwa selama kita berjalan di bumi ini hal-hal seperti itu bisa menimpa kita. Contoh yang lain yang sering terjadi juga adalah misalkan perampokan, seorang sedang berjalan uangnya diambil dan kalau misalnya lebih malang lagi dia misalnya ditusuk, dilukai sehingga dia cacat dan sebagainya. Jadi hal-hal tersebut memang menimpa atau bisa menimpa setiap insan yang masih hidup di dunia ini, dan kita sebagai orang Kristen tidak diperkecualikan.PG : Saya mempunyai keyakinan bahwa apapun yang menimpa kita itu terjadi dalam izin Tuhan, jadi ini yang sulit kita terima, kalau Tuhan baik kenapa mengizinkan itu terjadi, ini yang sulit kia terima.
Makanya ada orang yang berprinsip tapi tidak berkuasa sepenuhnya sehingga hal-hal tersebut bisa menimpa orang-orang yang dikasihinya. Tidak, Tuhan baik dan Tuhan mengizinkan, adakalanya hal yang buruk menimpa anak-anak Tuhan, ini dua hal yang sulit kita kompromikan. Tapi dua-duanya mencerminkan 2 sifat Tuhan yang sangat hakiki yaitu Tuhan adalah Tuhan yang penuh kasih, tapi yang kedua Tuhan yang berdaulat penuh, Tuhan yang memerintah segenap kehidupan ini, bahkan tidak ada sehelai rambutnya yang jatuh tanpa sepengetahuan Tuhan. Jadi benar-benar Tuhan yang mengetahui dan berkuasa atas semuanya, ini yang sulit kita terima.PG : Nah kalau penderitaan akibat ulah kita sendiri, kita tidak mengatakan izin tapi Tuhan membiarkan, Tuhan menghendaki tidak seseorang pun melawannya. Tuhan menghendaki tidak seseorang mentup telinga tidak mau mendengarkan yang Tuhan kehendaki, tentu jawabnya tidak, tentu Tuhan tidak menghendaki anak-anak-Nya melawan dia.
Tapi kalau sampai anak-Nya tetap melawan dia kok Tuhan izinkan, o....bukan Tuhan bukan izinkan di situ tapi Tuhan membiarkan itu terjadi, kadang kala untuk mengganjar dia agar dia bisa bertobat.PG : Yang pertama adalah kita mesti tetap mempercayai bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan yang baik, bahwa Tuhan bukanlah Tuhan yang akan merancangkan yang buruk bagi anak-anak yang dikasihi-Nya.Kalau Dia bukanlah Tuhan yang baik, Dia tidak akan turun menjadi manusia dan mati buat dosa-dosa kita, jadi hanya Tuhan yang baik yang akan rela menyerahkan nyawanya untuk manusia yang dikasihi-Nya.
Nah pertanyaannya kenapa hal yang buruk itu terjadi, ada hal-hal yang bisa kita ketahui, ada hal-hal yang tidak akan kita ketahui jawabannya. Nah tentang mengapa hal-hal buruk itu terjadi, lho kenapa Tuhan membiarkan saya melakukan hal-hal itu sehingga hidup saya hancur. Adakalanya kita tidak menemukan jawabannya dengan mudah, jadi untuk hal-hal yang memang sulit untuk kita temukan jawabannya ya sudah, kita tidak usah berusaha menemukan jawabannya. Yang terpenting adalah kita menerimanya, sebagai persiapan apa yang bisa kita lakukan, nah selain dari kita menyadari Tuhan baik kita harus percaya sepenuhnya bahwa Tuhan adalah Tuhan yang menguasai hidup kita. Bahwa Tuhan tidak akan kecolongan, sesuatu tidak akan menyelinap masuk dan merenggut kita dari sisi-Nya, tidak akan. Nah saya akan mendasari argumen saya atas firman Tuhan yang tercantum diPG : Betul sekali, Bu Ida, jadi yang baik bagi kita sudah tentu adalah yang baik bagi Tuhan dan yang baik bagi Tuhan sudah tentu paling baik buat kita. Tapi saya setuju dengan Ibu Ida, adakaanya kita akan berkata yang paling baik buat saya kok Tuhan rasanya bukan yang paling baik.
Nah sering kali kita mengukurnya dari hal-hal yang nampak yang kasat mata, tapi tidak selalu begitu. Yang pertama adalah sering kali Tuhan mendatangkan kebaikan melalui yang di dalam yakni misalnya perombakan karakter kita. Tapi yang kedua adakalanya kita memang tidak mampu melihat yang baik itu dengan mata telanjang kita, adakalanya yang baik itu akan terlihat bertahun-tahun kemudian atau pada masa di mana kita justru sudah meninggal dunia. Baru akan terlihat jelas kenapa itu baik atau pada waktu-waktu di mana yang baik itu tidak akan terlihat sama sekali di mata manusia karena cara Tuhan bekerja memang sangat luar biasa.PG : Saya teringat cerita Petrus setelah menyangkal Yesus, dia malu, dia sangat malu sekali, tapi yang indah dari Petrus adalah dia tidak meninggalkan persekutuan dengan teman-temannya. Nah ecenderungan orang yang sudah menghancurkan hidupnya, atau yang telah berbuat salah dia akan meninggalkan persekutuan dengan teman-teman seiman, itu kesalahan fatal, nah Petrus tidak melakukan hal itu, Petrus tetap tinggal di dalam persekutuan.
Waktu Tuhan memunculkan diri di telaga sewaktu Petrus dan teman-teman sedang menjala ikan, di sini kita melihat sesuatu yang sangat indah, Tuhan memanggil Petrus dan bertanya 3 kali apakah Petrus tetap mencintai Dia. Nah pertama yang bisa kita lihat adalah Tuhan mengulurkan tangan kepada Petrus, yang kedua Tuhan tidak hanya mengulurkan tangan, Tuhan juga ingin melihat Petrus mengulurkan tangannya kembali kepada Tuhan, makanya Tuhan bertanya apakah engkau mengasihi Aku lebih dari yang lainnya ini. Jadi apa yang bisa kita lakukan, kita harus menjangkau orang yang hancur sebab orang yang hancur memang cenderung mau membenamkan kepalanya di bawah pasir, tidak mau terlihat oleh teman-teman yang lain, meninggalkan persekutuan. Tadi saya sudah katakan bagi yang sudah hancur jangan sampai lupa kembali pada persekutuan dengan anak-anak Tuhan, bagi kita yang harus kita lakukan adalah menjangkau mereka. Kita mengulurkan tangan kepada mereka namun setelah itu kita juga mau melihat dia mengulurkan tangan kembali, tidak, karena itu penting. Tuhan juga meminta Petrus mengulurkan tangannya kembali, kalau Petrus berkata misalnya aku tidak mencintai engkau Tuhan, mungkin Tuhan akan berdiam membiarkan Petrus menyadari dirinya dan dosanya.PERTANYAAN KASET T 59 A
22. Ketika Tuhan Terasa Jauh | |
Tuhan dengan sengaja membawa kita ke padang gurun, di mana kita sendirian tiada orang-orang seiman yang menguatkan kita, tiada pembimbing rohani yang mengingatkan kita dan nggak ada lagi perbuatan Tuhan yang dapat kita dengar, kita benar-benar merasakan kesunyian yang luar biasa. Dan Tuhan menghendaki agar kita melewati masa yang sunyi itu, masa yang gersang itu, seperti di gurun pasir agar kita melihat Tuhan dengan mata yang lain yaitu bahwa Dia mengasihi kita di mana kita dapat sandarkan diri kita sepenuhnya kepada Dia.
Richard Foster dikenal dengan bukunya Money and Power mengisahkan perjalanan kehidupan rohaninya. Ketika dia merasakan Tuhan meminta dia untuk selama waktu yang tak ditentukan meninggalkan pelayanannya, sementara saat itu dia adalah seorang dosen di sebuah sekolah dan terlibat dalam banyak pelayanan. Jadi yang Tuhan minta untuk dia lakukan adalah sesuatu yang sangat-sangat mencemaskan. Dia memanggil pengalaman ini sebagai pengalaman gurun pasir. Yang dikatakan Foster bahwa di dalam hidup kerohanian itu tidak selalu Tuhan akan menyatakan diri-Nya seperti seorang ayah yang langsung menyelamatkan anaknya sewaktu anak berseru minta tolong kepada dia. Justru pada masa di gurun pasir inilah kita akan merasakan kesendirian, tidak berarti Tuhan meninggalkan kita, namun Tuhan itu sunyi. Inilah yang dia saksikan setelah dia melewati masa gurun pasir, yakni dia merasakan bahwa dia sekarang bergantung kepada Tuhan dengan cara yang sangat berbeda. Yang ditekankan Foster, untuk kita bisa semakin dewasa, kita perlu melewati masa gurun pasir. Dan dalam pengalaman gurun pasir itulah dia mengatakan kita akan bergantung kepada Tuhan dengan cara yang sangat berbeda, karena tidak ada lagi yang bisa kita gantungkan, buatan tidak kita lihat, pemberian tidak juga kita terima, jadi kita hanya bisa bergantung sepenuhnya pada individu Tuhan.
Dan dalam masa ini pula, kita bisa melihat apa yang memotivasi seseorang mengikut Tuhan, di sini benar-benar motivasi manusia dimurnikan. Foster akhirnya benar-benar mengalami kemenangan, suatu pembaharuan, melihat Tuhan dan berhubungan dengan Tuhan dengan cara yang sangat lain, dengan cara yang sangat berbeda. Karena di situlah dia mengenal Tuhan dengan matang sekali.
Corrie ten Bom seorang berkebangsaan Belanda, yang terpanggil menyembunyikan orang Yahudi yang sedang dikejar-kejar oleh tentara Jerman, yang akhirnya tertangkap basah oleh Jerman dan dimasukkan ke penjara. Kakak, ayah, kakak iparnya pun masuk penjara dan mati dalam penjara. Suatu hari dia harus melihat kakaknya disiksa dan sengsara luar biasa dan itu sangat menusuk hatinya. Corrie ten Bom tetap memegang Tuhan walaupun pada saat itu benar-benar tidak bisa melihat Tuhan hadir di penjara-penjara yang disebut 'Consentration Camp' di mana orang Yahudi dimasukkan di kamar gas dan dimatikan oleh tentara Jerman. Corrie ten Bom tetap berpegang pada Tuhan, dia tetap tidak melepaskan Tuhan meskipun fakta seolah-olah justru menentang adanya Tuhan pada saat itu.
Apa yang perlu kita lakukan untuk menyiapkan diri masuk dalam padang gurun?
Yang paling penting adalah kita dekat dengan Tuhan, membaca Firman-Nya, menekuninya, mencoba mentaati Tuhan dan kita tidak usah memikirkan kapan Tuhan akan menempatkan kita di pengalaman gurun pasir. Sebab itu adalah kehendak Tuhan dan hak Tuhan, biarkan Tuhan yang tentukan.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang "Ketika Tuhan terasa Jauh". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pak Gunawan, saya akan mengawali dengan sebuah cerita yang nyata-nyata terjadi, ini dikisahkan oleh seorang Kristen yang bernama Richard Foster. Dia itu dikenal dengan bukunya misalnya tenang disiplin rohani, tentang seks, "money and power", nah dia mengisahkan perjalanan kehidupan rohaninya.
Pada suatu ketika dia merasakan Tuhan meminta dia untuk selama waktu yang tak ditentukan meninggalkan pelayanannya, nah saat itu dia adalah seorang dosen di sebuah sekolah dan terlibat dalam banyak pelayanan rohani, jadi apa yang Tuhan minta untuk dia lakukan adalah sesuatu yang sangat-sangat mencemaskan. Apalagi dia tidak tahu berapa lamakah Tuhan minta dia untuk meninggalkan aktivitas sehari-harinya itu. Namun karena dia ingin taat kepada Tuhan itulah yang dia lakukan, nah dia menuliskan pengalamannya ini dan saya mendapatkan begitu banyak berkat dari apa yang dia tuliskan. Dia memanggil pengalaman ini pengalaman gurun pasir, sebetulnya pengalaman ini dialami oleh Richard Foster, sebab saya kira penulis yang lain pun adakalanya juga pernah mengalami masalah yang sama dan menuliskannya dalam buku-buku mereka. Yang dikatakan oleh Foster adalah bahwa di dalam hidup kerohanian itu tidak selalu Tuhan akan menyatakan diri-Nya seperti seorang ayah yang langsung menyelamatkan anaknya sewaktu anak berseru minta tolong kepada dia. Justru pada masa-masa di gurun pasir inilah kita akan merasakan kesendirian, tidak berarti Tuhan meninggalkan kita, namun Tuhan itu sunyi. Nah Foster menulis betapa dia ingin mendapatkan petunjuk Tuhan, suara Tuhan yang bisa membimbing dia kembali tapi dia merasakan saat-saat itu Tuhan sangat-sangat sunyi. Pada awalnya dia masih bisa menghadapinya dengan baik, tetapi lama-kelamaan itu menjadi suatu saat yang cukup mencemaskan dia, waktu dia harus melalui masa-masa tersebut. Dan terutama dia tidak tahu kapan ini akan selesai, namun inilah yang dia saksikan setelah dia melewati masa di gurun pasir itu, yakni dia merasakan bahwa dia sekarang bergantung kepada Tuhan dengan cara yang sangat berbeda. Nah pada awal-awal hidup rohani kita, apalagi waktu kita masih bayi dalam Tuhan kita akan melihat bahwa Tuhan itu begitu sigap membantu kita, begitu sigap memberikan petunjuk kepada kita, namun menurut Foster akan ada masa di mana Tuhan tidak bertindak sesigap itu. Dengan tujuan agar kita menggantungkan diri kita kepada Dia, bukan kepada perbuatan-Nya, bukan kepada apa yang Tuhan berikan kepada kita. Nah pada masa awal-awal rohani kita, kita cenderung bergantung sekali pada pemberian-pemberian Tuhan, pada perbuatan-perbuatan Tuhan, kita meninggikan perbuatan Tuhan yang menolong kita, yang menyelamatkan kita, kita bersyukur atas pemberian Tuhan, di waktu-waktu kita dalam keadaan yang sangat butuh. Tapi untuk kita ini dewasa kita perlu melewati masa gurun pasir itu kira-kira yang ditekankan oleh Foster. Dan dalam pengalaman gurun pasir itulah dia mengatakan kita akan bergantung kepada Tuhan dengan cara yang sangat berbeda, karena tidak ada lagi yang bisa kita gantungkan, buatan tidak kita lihat, pemberian tidak juga kita terima, jadi kita hanya bisa bergantung sepenuhnya pada individu Tuhan, itu kata Foster itulah pengalaman yang benar-benar mendewasakan dia dalam kehidupannya dengan Tuhan.PG : Ayatnya adalah di
PG : Adakalanya memang kita berdosa, dan untuk sementara waktu Tuhan membiarkan kita melewati masa yang sulit itu sendirian agar kita bisa menyadari dosa kita, adakalanya itu yang terjadi. Namu yang saya maksud di sini adalah bukan karena dosa, jadi benar-benar ini adalah dalam rencana Tuhan dan Tuhan menghendaki kita melewati masa yang sunyi ini, masa yang gersang itu, seperti kita di gurun pasir agar kita melihat Tuhan dengan mata yang lain.
Kita bukan melihat Tuhan sebagai si pemberi berkat, sebagai Tuhan yang sepertinya murah hati, melimpahkan kepada kita pemberian-pemberianNya bukan, tapi kita akan menatap Tuhan dengan mata yang lain bahwa Dia adalah Tuhan yang mengasihi kita yang agung dan yang mulia yang tidak bisa kita mengerti, tapi kita bisa sandarkan diri kita sepenuhnya kepada Dia.PG : Betul sekali kata Bu Ida, adakalanya itu dialami oleh hamba-hamba Tuhan yang ingin menegakkan kebenaran Tuhan, contohnya Elia. Dia berani melawan nabi-nabi Baal tapi kemudian dia harus lar karena dia ketakutan, nah dia berpikir saat itu bahwa tidak ada lagi nabi-nabi Tuhan, ternyata dia keliru, masih ada yang Tuhan sisakan.
Namun pengalamannya itu dapat kita kategorikan seperti yang tadi Ibu Ida singgung yakni karena dia ingin menegakkan kebenaran Tuhan, dia akhirnya sendirian dan tidak lagi tempat bisa mengadu dan sebagainya. Nah apa yang bisa dilakukan saat itu, Elia melakukan kesalahan yang cukup besar, Elia bukan saja hanya melarikan diri dari ratu Izebel yang ingin membunuhnya, seolah-olah Elia pun melarikan diri dari Tuhan. Seolah-olah Elia merasa Tuhan itu meninggalkan dia dan dia harus sendirian, nah yang selalu harus kita ingat adalah kalau kita tahu kita tidak berbuat dosa, kita memang lagi dalam perjalanan dengan Tuhan kalau itu harus kita alami itu berarti memang dalam rencana Tuhan. Dan ada yang Tuhan sedang ajarkan kepada kita dan bukan berarti waktu Tuhan sunyi, Tuhan meninggalkan kita, Dia tetap berada di samping kita.PG : Sekali lagi saya singgung, memang kita terpisah dari Tuhan karena dosa, dalam contoh tadi Tuhan Yesus tidak berdosa tapi Dia menanggung dosa manusia. Dan pada saat itu Allah seolah-olah mealingkan muka, membiarkan AnakNya mati di kayu salib menanggung dosa-dosa kita.
Sudah tentu saat itu bukannya Allah Bapa menolak Tuhan Yesus atau Allah Anak, tidak sama sekali, nah di dalam keberdosaan kita adakalanya memang kita akan melihat Tuhan tidak dekat dengan kita. Dalam kasus itu memang dosalah yang menjauhkan kita dari Tuhan. Maka itu Tuhan berkata Aku menolak Saul karena memang Saul sebagai raja pertama Israel sudah menolak Tuhan, tapi satu hal yang tetap saya yakini sejahat-jahatnya manusia dan seberdosanya manusia, kalau dia kembali kepada Tuhan, Tuhan akan menerima dia. Ini yang selalu mencengangkan saya, sebagai contohnya salah seorang raja di Israel Selatan yang paling jahat adalah raja Manasye dan yang celakanya bukan saja dia memerintah paling jahat tapi juga paling lama di Selatan itu. Lima puluh lima tahun paling lama dan dia begitu kurang ajarnya sehingga bukan saja dia itu menyembah dewa-dewa lain, dia membawa patung dewa-dewa itu ke dalam bait Allah Tuhan, nah itu luar biasa kurang ajarnya. Raja-raja yang lain memang menyembah allah-allah lain, dewa-dewa lain, tapi tidak membawa patung-patung mereka ke dalam rumah Tuhan, Manasye bahkan membawa patung-patung mereka ke dalam bait Allah. Dikatakan di dalam Alkitab mengorbankan putra-putranya bukan hanya satu, jadi Alkitab jelas menulis dalam bentuk yang jamak, jadi bukan satu anak dia korbankan kepada dewanya, beberapa anaknya, begitu jahatnya. Tapi Alkitab menulis suatu hari dia bertobat, menyesali dosanya dan Tuhan langsung dikatakan dalam Alkitab memulihkannya kembali. Jadi kita bisa melihat Tuhan yang kita percaya Tuhan yang luar biasa penuh kasihNya sehingga sejahat-jahatnya Manasye memerintah paling lama dan yang palin kurang ajar, waktu dia bertobat Tuhan langsung ampuni, seolah-olah dia itu tidak pernah berbuat jahat sebelumnya. Bukankah kita akan berkata, kalau orang telah berbuat jahat kepada kita ya kamu bayar dulu dosa kamu, tapi Tuhan tidak mengatakan itu, Tuhan langsung menerima Manasye.PG : Justru itu yang dilakukan oleh Foster dalam pengalamannya, jadi tetap dia memegang Tuhan. Nah sering kali kita memegang Tuhan karena berkat-Nya, pemberian-Nya, perbuatanNya, nah tapi kalaukita mau bertumbuh dewasa dalam Tuhan akan ada waktu-waktu di mana kita benar-benar tidak bisa memegang Tuhan dengan cara memegang berkat-berkatNya atau pemberianNya.
Di saat itulah kita hanya bisa memegang firman Tuhan yang lainnya tidak bisa, nah saya khawatir Pak Gunawan dan Ibu Ida, sebetulnya cukup banyak orang-orang Kristen yang tidak bertumbuh dewasa, karena kita melihat bahwa banyak orang-orang Kristen sangat bergantung pada berkat dan pemberian Tuhan. Nah akibatnya mereka akan terus berkubang dalam berkat dan pemberian Tuhan dan tidak pernah bertumbuh ke luar dari kubangan itu. Tapi orang-orang Kristen yang dewasa akan melewati masa-masa gurun pasir itu, di mana dia tidak bisa menyentuh berkat Tuhan, di mana dia tidak bisa menyaksikan perbuatan Tuhan yang ajaib, tapi di situlah dia dipaksa hanya berhadapan dan memegang firman Tuhan, ini kita melihat berulang kali Pak Gunawan dan Ibu Ida. Kita melihat misalnya Musa selama 40 tahun berada di gurun pasir, di Midian dan di situlah Tuhan membentuk dia, mempersiapkan dia untuk memimpin bangsa Israel ke luar dari Mesir menuju Kanaan. Empat puluh tahun perjalanan umat Israel keluar dari tanah Mesir ke tanah Kanaan yang seharusnya mungkin sekali bisa ditempuh dalam waktu berbulan-bulan harus melewati perjalanan yang panjang ± sekitar 40 tahun supaya apa, supaya mereka juga didewasakan oleh Tuhan dan disaring oleh Tuhan dan kita tahu yang akhirnya masuk ke tanah Kanaan hanyalah Yosua dan Kaleb. Di mana yang lainnya memberontak kepada Tuhan, Tuhan saring, Tuhan murnikan sehingga yang masuk tanah Israel adalah yang Tuhan sudah pisahkan, Tuhan sudah murnikan. Kita melihat Elia yang harus berdiam di padang gurun sendirian, kita melihat bahkan Paulus sebelum dia memulai pelayanannya dikatakan dia juga diam di gurun pasir Arabia. Jadi kita melihat ada pola yang sama di sini, di mana Tuhan menempatkan anak yang Dia ingin pakai secara luar biasa di tempat yang sangat sendirian. Dan di situlah anak Tuhan bertumbuh dengan luar biasa, karena dia benar-benar akan mengenal Tuhan secara tepat, bukan saja melalui pemberian dan berkat-Nya tapi firmanNya, itulah tempat bergantungnya anak Tuhan.PG : Bisa terjadi, karena pengalaman gurun pasir pengalaman yang mencemaskan, tadi saya sudah singgung. Bahkan Richard Foster sendiri merasakan itu pengalaman yang tidak mudah dilewatinya, dia erasakan desakan untuk kembali kepada aktifitas semulanya.
Dengan kata lain, memang kita akan jauh lebih nyaman mengenal Tuhan melalui cara-cara yang telah kita kenal itu, melalui berkatNya, melalui pemberianNya jadi ada kecenderungan kita akan mengalami kesulitan bertahan dalam pengalaman gurun pasir itu dan kalau kita tidak tahan bisa-bisa memang malah menjauhkan diri karena kita menuduh Tuhan telah meninggalkan kita. Tetapi saya percaya satu hal, Pak Gunawan, kalau kita memang tulus mau mengikut Tuhan dan Tuhan menempatkan kita dalam pengalaman gurun pasir itu, Tuhan tidak akan membiarkan kita meninggalkan dia di waktu-waktu kritis itu saya percaya Tuhan akan kembali menyentuh kita dan mengingatkan bahwa dia di samping kita. Bahwa dia sengaja sunyi bukan untuk mendiamkan kita, tapi mengajar kita berdiam diri, berdiam diri dihadapan Dia itu yang Dia akan ajarkan kepada kita.PG : Betul, di sini kita bisa melihat juga apa itu yang memotivasi orang mengikut Tuhan, di sini benar-benar motivasi manusia dimurnikan; banyak orang yang mau mengikut Tuhan Yesus karena TuhanYesus banyak melakukan mujizat.
Orang yang sakit sembuh, orang yang mati dibangkitkan, yang lapar diberikan makan, siapa yang tidak mau ikut Tuhan Yesus tapi waktu Tuhan membicarakan hal-hal yang serius tentang kematian-Nya dan bahwa orang harus memikul salibNya mulailah orang meninggalkan Dia dan terjadilah penyaringan, penyaringan motivasi ini. Nah saya kira orang yang tulus mau ikut Tuhan Yesus akan harus mengalami penyaringan seperti ini.PG : Kemenangan rohani karena benar-benar dia akan melihat bahwa tidak ada lagi kebutuhan sebab kebenarannya tidak perlu lagi dipenuhi karena semua sudah cukup dalam Tuhan.
PG : Saya kira tadi Bu Ida sudah katakan yakni kemenangan benar-benar, suatu pembaharuan, melihat Tuhan, berhubungan dengan Tuhan dengan cara yang sangat lain, dengan cara yang sangat berbeda. arena di situlah dia mengenal Tuhan dengan matang sekali.
Saya teringat pengalaman seorang anak Tuhan bernama Corrie ten Bom, dia seorang kebangsaan Belanda, tapi terpanggil menyembunyikan orang Yahudi yang sedang dikejar-kejar oleh tentara Jerman, akhirnya tertangkap basah oleh Jerman dan dimasukkan penjara. Dia masuk penjara, kakak perempuannya masuk penjara, ayahnya masuk penjara, kakak iparnya masuk penjara dan mati dalam penjara. Dan suatu hari dia harus melihat kakaknya disiksa dan sengsara luar biasa dan itu sangat menusuk hatinya, nah dalam kesaksiannya yang difilmkan itu, "The hiding place", Corrie ten Bom tetap memegang Tuhan walaupun pada saat itu benar-benar tidak bisa melihat Tuhan hadir di penjara-penjara yang disebut 'Consentration Camp' di mana orang Yahudi dimasukkan di kamar gas dan dimatikan oleh tentara Jerman hari lepas hari seperti itu. Tidak bisa melihat adanya Tuhan, sebab kalau ada Tuhan kenapa Tuhan membiarkan peristiwa yang mengenaskan itu terjadi. Namun Corrie ten Bom tetap berpegang pada Tuhan, dia tetap tidak melepaskan Tuhan meskipun fakta seolah-olah justru menentang adanya Tuhan pada saat itu, nah saya yakin melewati masa itu membuat seseorang menjadi seorang yang sangat lain, menjadi orang yang sangat dewasa yang sangat mengenal Tuhan dan Tuhan menjadi seseorang yang sangat-sangat pribadi dan dekat dengan Dia.PG : Saya kira dalam hal ini yang paling penting kita dekat dengan Tuhan, membaca firmanNya, menekuninya, mencoba menaati Tuhan dan kita tidak usah memikirkan kapan Tuhan akan menempatkan kita i pengalaman gurun pasir itu.
Sebab itu adalah kehendak Tuhan dan hak Tuhan, kapan waktunya biar Tuhan yang tentukan.PG : Dan kita ini bukan untuk yang jahat, ini untuk yang baik
PG : Betul, perasaan kita, karena kita terlalu terbiasa dengan yang kita sebut suara-suara Tuhan, kita membaca Alkitab kita merasakan ada berkat Tuhan, kita ngobrol dengan teman, teman kita memerikan dorongan rohani kita dikuatkan, kita ke Gereja mendapatkan makanan rohani, kita disegarkan kembali, nah kita terbiasa dengan sentuhan-sentuhan itu.
Nah tiba-tiba Tuhan menempatkan kita di situasi di mana kita merasa sangat sunyi, yang biasa-biasa itu tiba-tiba hilang. Nah sering kali di sinilah kita panik. Tuhan, apakah Engkau marah kepadaku, apakah aku telah berbuat dosa, nah kita boleh dan seharusnyalah memeriksa diri, tapi kalau kita sadar kita tidak sedang melawan Tuhan, tidak ada niat memberontak kepada Tuhan dan saya mau dekat dengan Dia tapi kok sepi, tapi kok saya sendirian. Nah itulah saat di mana Tuhan memang menghendaki kita sendirian alias Tuhan hendak mengajar kita berdiam diri sepenuhnya bergantung hanya pada firman Tuhan. Bukan pada perbuatan atau berkat-berkat yang Dia limpahkan kepada kita.PG : Tepat sekali dan akhirnya diberikan kemenangan oleh firman Tuhan itu, sehingga firman Tuhanlah yang menguatkan kita hari lepas hari, firman Tuhanlah sandaran kita hari lepas hari, jadi benr-benar kita berjalan melalui iman bukan melalui penglihatan, sebab tidak ada yang kita lihat saat itu.
PG : Saya akan bacakan dari apa yang tadi saya sudah baca di
GS : Jadi itu suatu pengharapan yang pasti karena diucapkan oleh firman Tuhan dan itu bisa kita pegang sebagai kebenaran. Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi kami telah persembahkan kehadapan Anda sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Tuhan terasa Jauh". Dan bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami harapkan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
23. Bagaimana Menghadapi Malapetaka | |
Malapetaka atau musibah atau kecelakaan dapat menimpa semua orang tak terkecuali orang Kristen. Akan tetapi di sini kita diajarkan bagaimana sebagai orang Kristen menyikapi hal itu. Dan bagaimana kita memposisikan Tuhan ketika kita menghadapi hal tersebut.
Ada 3 pandangan tentang bagaimana menghadapi malapetaka. Dan 3 pandangan ini belum tentu merupakan suatu pandangan yang tepat, justru adakalanya menurut saya pandangan-pandangan ini keliru.
Yang pertama adalah orang beranggapan bahwa malapetaka merupakan suatu kebetulan. Kebetulan maksudnya adalah seolah-olah malapetaka ialah sesuatu yang terjadi karena melesetnya rencana atau kendali Tuhan dalam hidup kita.
Yang kedua adalah kita berkata bahwa malapetaka itu merupakan suatu kemalangan. Artinya ialah, malapetaka merupakan bagian dari hukum alam di dalam kehidupan manusia sehingga kemalangan merupakan sesuatu yang harus terjadi dalam hidup kita. Penjelasan ini seolah-olah benar namun saya takut di belakang penjelasan ini sebetulnya tersirat suatu anggapan bahwa Tuhan itu berada di luar hukum alam.
Yang ketiga, yang cukup populer di kalangan orang Kristen yakni adanya anggapan bahwa malapetaka merupakan hukuman Allah atas dosa kita.
Jadi ketiga penjelasan itu mempunyai suatu kelemahan, yakni kita mengeluarkan Tuhan dari permasalahan kita.
Sebagai orang Kristen kemalangan atau malapetaka itu harus kita hadapi dengan cara sebagai berikut:
Kita harus siap untuk menggabungkan 2 atribut Tuhan yang tampaknya berseberangan atau tampaknya justru berkonflik. Yang pertama adalah atribut Tuhan yang kita sebut Maha Kuasa, Tuhan adalah Maha Kuasa itu berarti tidak ada 1 hal pun yang terjadi di luar kendali Tuhan, di dalam kuasa Tuhanlah semua itu terjadi. Yang kedua atribut Tuhan yang kita kenal Maha Pengasih, sebagai Tuhan yang Maha Pengasih Dia mencintai kita dengan sangat-sangat besar. Kesimpulannya, waktu kita menghadapi malapetaka tidak bisa tidak, kita tetap harus berkata, betapa pun itu pahit dan menyakitkan kita, itu terjadi dalam rencana dan kehendak Tuhan.
Prinsip yang kedua ialah kita harus meyakini bahwa kita tidak mempunyai jawaban. Dengan kata lain waktu kita berkata cawan pahit ini datangnya dari Tuhan tidak berarti kita sudah menemukan jawaban yang spesifik.
Yang ketiga adalah jangan sampai kita mendistorsi persepsi sendiri dengan mengatakan cawan yang pahit ini adalah cawan yang manis. Misalnya kita ditabrak atau kita dirampok jangan berkata puji Tuhan saya dirampok. Dirampok tetap dirampok itu berarti pengalaman pahit. Artinya, akui ini pengalaman memang menyakitkan kita, tapi tetap ingat satu hal meskipun cawannya pahit tapi tangan yang menghantarkan cawan itu kepada kita adalah tangan yang penuh kasih.
Saya mau menggarisbawahi kata diberikan Bapa, sepahit apapun malapetaka itu terimalah dan percayalah bahwa itu diberikan oleh Bapa kita sendiri. Bapa yang penuh kasih, yang menyerahkan putra tunggalNya disalibkan demi kasihNya kepada kita. Terus pandang tangan yang menghantarkan cawan yang pahit itu dan terimalah. Jangan kita mengangkat pedang mau memberontak atau jangan kita mengangkat kaki melarikan diri atau mengelak, namun terimalah. Waktu kita menerima kita akan lebih mengenal Tuhan dan dikuatkan oleh Tuhan sendiri.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idajanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang bagaimana "Menghadapi Malapetaka". Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pak Gunawan, memang malapetaka itu sesuatu yang bisa menimpa siapa saja seperti yang tadi Pak Gunawan katakan, termasuk orang Kristen. Nah saya mengamati sebetulnya kira-kira ada 3 pandngan tentang bagaimana menghadapi malapetaka ini.
Dan 3 pandangan yang akan saya tuturkan ini belum tentu merupakan suatu pandangan yang tepat, justru adakalanya menurut saya pandangan-pandangan ini keliru. Yang pertama adalah orang beranggapan bahwa malapetaka merupakan suatu kebetulan, maksud saya kebetulan adalah seolah-olah malapetaka ialah sesuatu yang terjadi karena melesetnya rencana atau kendali Tuhan dalam hidup kita. Jadi sewaktu misalkan kita mengalami kecelakaan di perjalanan, kita mencoba merasionalisasinya dengan berkata bahwa ah....saya kecelakaan oleh karena kebetulan memang harus terjadi. Dan kita tidak langsung mengaitkan hal itu dengan Tuhan, nah waktu kita berkata ini adalah suatu kebetulan seolah-olah sesuatu telah meleset dari rencana Tuhan. Sesungguhnya kita telah mengurangi peranan Tuhan atau kekuasaan Tuhan dalam kehidupan kita, jadi pandangan ini menurut saya tidak tepat. Yang berikutnya adakalanya kita berkata bahwa malapetaka itu merupakan suatu kemalangan artinya ialah melapetaka merupakan bagian dari hukum Allah bagian dari kehidupan manusia. Jadi kemalangan sesuatu yang harus terjadi pula dalam hidup kita, nah penjelasan ini seolah-olah benar namun saya takut di belakang penjelasan ini sebetulnya tersirat suatu anggapan bahwa Tuhan itu berada di luar hukum alam. Jadi semua orang bisa mengalami malapetaka dan kalau mengalaminya itu adalah bagian dari kehidupan manusia yang alamiah. Nah sekali lagi penjelasan ini tampaknya benar tapi saya takut di balik penjelasan ini kita telah mengeluarkan campur tangan Tuhan sehingga seolah-olah Tuhan tidak terlibat di dalam hukum alam, di dalam kehidupan yang kita lalui hari lepas hari. Pandangan yang ketiga yang saya kira ini cukup populer di kalangan orang Kristen yakni adanya anggapan bahwa malapetaka merupakan hukuman Allah atas dosa kita. Nah penjelasan ini memang memudahkan kita untuk memahami malapetaka dalam kaitannya dengan Tuhan, waktu kita berkata malapetaka menimpa kita karena dosa yang kita perbuat, jelaslah sudah mampulah kita menjelaskan malapetaka yang menimpa kita itu. Tapi saya takut kita telah menggampangkan masalah sebab sesungguhnya belum tentu malapetaka itu merupakan hukuman Tuhan atas dosa kita. Jadi ketiga penjelasan yang telah saya paparkan itu mempunyai suatu kelemahan, yakni kita ini mengeluarkan Tuhan dari permasalahan kita. Tujuannya saya kira adalah kita ingin melindungi konsep kita tentang Tuhan, nah daripada kita harus bergumul dengan kenyataan-kenyataan ini kita seolah-olah membungkusnya dengan bungkusan-bungkusan sebagaimana yang telah saya paparkan tadi.PG : Nah waktu kita berkata, ya memang saya harus mengalaminya, sebetulnya kita itu menggunakan penjelasan yang kedua yaitu kemalangan merupakan bagian dari kehidupan, memang betul kemalanga adalah bagian dari kehidupan manusia.
Namun kita telah gagal mengaitkannya itu dengan Tuhan, sebetulnya apa peranan Tuhan dalam malapetaka itu, nah yang saya ingin munculkan di sini adalah kita sesungguhnya enggan melibatkan Tuhan dalam persoalan malapetaka ini. Atau kita melakukan yang ekstrim kebalikannya menyalahkan Tuhan sepenuhnya atas malapetaka yang menimpa kita. Nah kita kadang kala sebagai orang Kristen karena tidak mau menyalahkan Tuhan, kita mengeluarkan Tuhan dari permasalahan kita, seolah-olah Tuhan tidak terlibat. Jadi dengan kata lain, kita tidak menyalahkan Tuhan.PG : Saya kira yang pertama adalah kita mesti siap untuk menggabungkan 2 atribut sifat Tuhan yang dalam hal malapetaka ini tampaknya berseberangan atau tampaknya justru berkonflik. Yang pertma adalah sifat Tuhan yang kita sebut Maha Kuasa dan yang kedua Maha Pengasih.
Tuhan adalah Maha Kuasa itu berarti tidak ada 1 hal pun yang terjadi di luar kendali Tuhan, di dalam kuasa Tuhanlah semua itu terjadi. Jadi hujan turun itu dalam kuasa Tuhan dan dalam kehendak Tuhan, nah misalkan yang lebih ekstrim lagi kematian seseorang yang kita kasihi secara mendadak itu pun dalam kuasa dan kehendak Tuhan karena Tuhan Maha Kuasa. Jadi kalau kita berkata kekuasaan Tuhan tak terbatas dan Tuhan berdaulat penuh, semua yang terjadi harus kita akui berada dalam kuasa dan kehendak Tuhan. Atribut yang kedua atau sifat yang kedua dari Tuhan yang kita kenal adalah Ia Tuhan yang Maha Pengasih, nah sebagai Tuhan yang Maha Pengasih Dia mencintai kita dengan sangat-sangat besar. Nah kita sudah terlanjur mengaitkan dan memang tidak salah mengaitkan kasih dengan kebaikan, tanda kasih ialah kebaikan atau perbuatan baik. Tuhan mengasihi kita itu menandakan Tuhan melakukan hal yang baik untuk kita, nah jadi bagaimana kita menggabungkan kedua konsep tentang Tuhan ini dalam konteks malapetaka. Masalah muncul seperti ini jadinya Pak Gunawan dan Ibu Ida, kalau kita berkata Tuhan Maha Kuasa dan mampu mencegah terjadinya malapetaka dalam hidup kita, mengapa Ia tidak mencegahnya, nah itu pertanyaannya. Kalau kita berkata Tuhan tidak mampu mencegahnya maka dia membiarkan malapetaka itu jatuh pada kita, kita mengurangi bobot kuasa Tuhan. Nah adakalanya kesulitan muncul karena kita berkata Tuhan berkuasa penuh dan Tuhan mengasihi kita. Pertanyaannya kalau Dia mengasihi kita, bukankah Dia akan hanya memberikan kita yang baik dan akan mencegah terjadinya hal yang buruk pada diri kita. Nah pertanyaan berikutnya adalah mengapa Dia membiarkan kita mengalami malapetaka, diri kita tak mampu mencegahnya supaya jangan menimpa kita. Nah di sinilah dilema kita, memaknai malapetaka dalam kehidupan kita dengan kaitannya dengan Tuhan. Itu sebabnya tadi saya katakan kecenderungan kita akhirnya ekstrim yang kanan atau ekstrim yang kiri, kita menyalahkan Tuhan sepenuhnya karena kita berkata Engkau Maha Kuasa tapi Engkau membiarkan ini terjadi. Kesimpulan berikutnya adalah Kau kurang mengasihi saya, nah waktu kita berkata Engkau kurang mengasihi saya Tuhan, kita menyalahkan Tuhan. Atau karena kita tidak mau menyalahkan Tuhan, kita mengeluarkan Tuhan dari permasalahan kita dengan berkata ya ini memang kemalangan, memang bagian dari kehidupan manusialah kita mengalami malapetaka, kebetulanlah, sesuatu melesetlah dari Tuhan atau hukuman Tuhan dari dosa kita. Nah, tapi kesimpulan saya ketiga penjelasan ini tidak cukup untuk menerangkan mengapa Tuhan membiarkan malapetaka datang kepada kita. Jadi yang penting adalah kita mesti tetap menggantungkan 2 sifat Tuhan ini bahwa Dia Maha Kuasa, bahwa Dia Maha Pengasih. Kesimpulannya apa, waktu kita menghadapi malapetaka tidak bisa tidak betapa pun menyakitkan kita, kita tetap harus berkata itu pun, itu pun dalam kehendak Tuhan seperti itu.PG : Betul, jadi betapa pun pahitnya pengalaman itu tetap dalam rancangannya Tuhan, nah di sini kita harus bergumul, tidak bisa tidak karena kalau Tuhan mengasihi kita mengapa Ia memberikan engalaman yang pahit itu, dan ini memang kesulitan kita.
Dan sekarang memang pada waktu kita merekam ini dalam rangka menyambut Paskah kematian Tuhan, kita melihat bahwa itu yang dilakukan Tuhan kita Yesus Kristus. Di taman Getsemani Dia berdoa kalau bisa biarkan cawan ini lalu dari padaku, namun bukan kehendakKu kehendakMulah yang jadi, itu doaNya. Nah kita melihat di taman Getsemani Tuhan bergumul, bergumul dengan sangat berat karena sebagai manusia dan Dia juga sebagai Tuhan yang penuh, manusia yang penuh. Sebagai manusia yang penuh dan manusiawi Dia bergumul dengan kematian, betapa berat penderitaan yang harus Dia lalui dan Dia tahu itu. Maka di dalam mengantisipasinya mengalami kesengsaraan Dia sangat gelisah, sangat gundah gulana maka Dia berdoa seperti itu. Jadi saya kira sebagai orang Kristen waktu kita berkata cawan pahit ini dalam kehendak Tuhan saya kira tidak berarti kita dengan mudah menerimanya. Tetap saya kira kita akan bergumul menerima cawan yang pahit itu, malapetaka yang harus kita alami itu.PG : Itu kadang kala terjadi Pak Gunawan, kalau saya membawa kita kembali pada peristiwa penangkapan Tuhan di Getsemani sewaktu para serdadu dan pembantu imam datang menangkap Tuhan. Petrus enghunus pedang dan menetakkan pedang pada seseorang yang bernama Malkhus sehingga telinganya terputus, Tuhan menempelkan telinganya yang putus itu kembali.
Dan inilah yang Tuhan katakan kepada Petrus diambil dariPG : Tepat sekali Ibu Ida, nah berbicara tentang proses ini Ibu Ida saya harus menambahkan bahwa, sering kali saya melihat Tuhan akan kembali dengan cawan yang pahit itu dan cawan yang sama.Dengan kata lain kalau kita belum berhasil meminum cawan yang pahit itu Dia akan datang kembali dengan cawan yang sama itu.
Saya berikan contoh misalkan Abraham, kita tahu Abraham 2 kali mengatakan baik kepada raja Firaun maupun kepada raja Abimelekh bahwa Sarah bukanlah istrinya. Kenapa dia begitu, karena dia takut sekali dia atau istrinya itu akan dibunuh, dengan kata lain Abraham meragukan pemeliharaan Tuhan dan dia mengambil langkahnya sendiri, melindungi diri karena takut Tuhan tidak bisa memelihara dia. Intinya adalah Abraham kurang beriman, kurang mempercayakan Tuhan untuk memelihara hidupnya. Nah kita tahu hal yang ketiga yang terjadi dalam hidup Abraham yang sangat-sangat penting ialah Tuhan meminta Abraham mengurbankan putra tunggalnya Ishak untuk menjadi kurban bakaran bagi Tuhan. Nah itu adalah suatu pergumulan yang sangat luar biasa, 25 tahun dia menantikan Ishak dan setelah Ishak mulai besar Tuhan memintanya. Nah Abraham sebetulnya di sini sungguh mengalami ujian yang luar biasa besarnya, tapi di kitab Ibrani dicatat bahwa Abraham percaya bahwa Tuhan yang mengambil Ishak mampu membangkitkannya kembali; dengan iman itu dia berjalan memenuhi panggilan Tuhan yakni mengurbankan Ishak. Nah kita tahu cerita ini akhirnya Tuhan tidak meminta Ishak, Tuhan hanya menguji keimanan Abraham. Kita bisa melihat di sini Tuhan memberikan cawan yang sama kepada Abraham dengan istrinya 2 kali dia tidak beriman ketiga kali Tuhan memberikan ujian yang langsung berkaitan dengan iman dia, bisakah dia mempercayai Tuhan. Nah saya melihat pola ini sering dialami oleh anak-anak Tuhan yang ingin mengikuti Tuhan dengan serius, kalau kita gagal sekali Tuhan akan dengan sabar menanti, tapi yang saya lihat Tuhan akan kembali dengan cawan yang sama sampai kita berhasil dengan tuntas meminum cawan itu. Barulah kita melewati proses pembentukan tersebut dan memasuki fase yang lain di dalam kehidupan rohani kita.PG : Yang pertama adalah janganlah kita hidup menantikan malapetaka, nah adakalanya karena kita takut sekali setiap hari malapetaka menimpa hidup kita, kita memikirkan malapetaka yang belum atang itu.
Kita hidup dalam perasaan was-was berikutnya ada kecenderungan karena kita takut malapetaka akan menimpa kita, kita senantiasa mempertanyakan tindakan Tuhan, sewaktu Tuhan memberkati kita atau melakukan hal yang baik bagi kita. Kita bertanya apa yang terkandung di balik kebaikan Tuhan ini, seolah-olah kita takut kita terjebak kita menanggapi kebaikan Tuhan tahu-tahu dibelakangnya tersimpanlah rencana Tuhan yakni cawan yang pahit itu. Kalau harus datang ia akan datang dan kalaupun datang kita tahu Tuhan akan menolong kita, jadi hiduplah dengan normal, dengan penuh sukacita, dengan apa yang Tuhan telah berikan jangan pikirkan tentang malapetaka, jangan hidup seolah-olah kita dalam bayang-bayang malapetaka, karena yang terjadi akhirnya sebelum kita ditimpa malapetaka kita sudah menimpakan malapetaka itu pada diri kita sendiri. Jadi itu prinsip yang penting.PG : Betul, Pak Steven Tong pernah mengatakan kalimat seperti ini ada orang yang takut mati, takut mati akhirnya mati jadi berani, maksudnya mati berani masuk mendatangi kita. Tapi orang yan tidak takut mati, akhirnya mati itu menjadi takut dengan dia sehingga akhirnya dia susah mati.
Justru orang yang terlalu takut mati akhirnya mati jadi berani, itu saya setuju. Jadi hiduplah dengan bebas syukuri apa yang Tuhan telah berikan, jangan pikirkan malapetaka itu, jangan sampai kita hidup dibayang-bayangi oleh malapetaka, itu yang paling penting.PG : Jadi prinsip yang kedua adalah menjawab pertanyaan Pak Gunawan, bagaimana menghadapi malapetaka ini sebelum kita benar-benar menghadapinya, kita harus meyakini bahwa kita tidak mempunya jawaban.
Dengan kata lain waktu kita berkata cawan pahit ini datangnya dari Tuhan tidak berarti kita sudah menemukan jawaban yang spesifik. Untuk apa atau rencana Tuhan yang mana yang sedang Tuhan jalankan dalam hidup kita, kita belum tentu tahu itu. Dan bahkan di kitab Ibrani 11 Tuhan pun memang mengetahui bahwa ada banyak anak-anak Tuhan yang menderita dan tidak pernah melihat janji atau penggenapan rencana Tuhan dalam hidup mereka. Dengan kata lain ada anak-anak yang mengalami kemalangan, malapetaka meminum cawan yang pahit dan sampai akhir hayatnya tidak mengerti mengapa semua itu harus terjadi atau apakah rencana Tuhan itu atas dirinya, dia tidak mengerti. Jadi dengan kata lain, siaplah untuk tidak mengerti dan tidak apa-apa untuk tidak mengerti, yang paling penting adalah kita mengakui ini datangnya dari Tuhan dan tidak apa-apa. Dan yang ketiga adalah saya bisa berikan saran yang pahit panggillah pahit misalnya kita ditabrak atau kita dirampok nah jangan berkata puji Tuhan saya dirampok, dirampok tetap dirampok itu berarti pengalaman yang pahit, yang pahit panggillah pahit, yang manis panggillah manis. Jangan sampai kita mendistorsi persepsi sendiri dengan mengatakan cawan yang pahit ini adalah cawan yang manis, tidak, itu bukanlah yang Tuhan maksud, panggillah cawan yang pahit, pahit. Nah artinya apa, kita akui ini pengalaman memang menyakitkan kita tapi tetap kita mau ingat satu hal meskipun cawannya pahit tapi tangan yang menghantarkan cawan itu kepada kita adalah tangan yang penuh kasih, tangan yang membawa cawan itu kepada kita adalah tangan yang pernah dipakukan oleh karena cintaNya kepada kita. Jadi waktu kita mengalami malapetaka ingatlah baik dan tataplah tangan yang menghantarkan malapetaka itu. Tangan itu tangan yang baik meskipun cawan yang dibawanya adalah cawan yang pahit, itu yang Tuhan Yesus harus lakukan. Dia menerima cawan pahit yakni penderitaan dan penyalibanNya sampai kematianNya, tapi Dia tahu tangan BapakNyalah yang menghantarkan cawan pahit itu kepadaNya. Nah saya kira ini akan sangat menguatkan kita dalam menghadapi malapetaka.PG : Saya akan ulang lagi Injil
PG : Silakan, itu yang Tuhan contohkan di taman Getsemani, Dia berkata jiwaKu sangat tertekan seperti mau mati rasanya, dengan jujur Dia mengakui hal seperti itu, tidak apa-apa kita menangis.
GS : Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan sebuah perbincangan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang bagaimana menghadapi malapetaka. Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
24. Menghadapi Kepahitan Hidup | |
Kepahitan hidup seringkali dialami oleh kita manusia, baik yang disebabkan oleh orang yang kita cintai maupun oleh sebab lain. Namun melalui topik ini kita belajar menghadapi kepahitan hidup itu dengan menyikapinya sesuai dengan firman Tuhan.
Setiap orang pasti pernah mengalami kepahitan hidup. Baik di rumah, di masyarakat, di tempat kerja, bahkan di gereja pun kita bisa mengalami kepahitan hidup.
Pada dasarnya kita harus menentukan pilihan kita, apakah kita akan terus menjadi korban kepahitan tsb ataukah melepaskan diri dari kepahitan itu.
Pilihan yang lebih baik dan yang juga Tuhan kehendaki ialah kita melepaskan diri, kita tidak mau lagi berada di bawah kepahitan itu.
Pada akhirnya yang harus kita lakukan ialah memberi pengampunan kepada orang yang telah menimbulkan kepahitan pada diri kita. Dan pada saat kita berhasil memberi pengampunan pada saat itulah kita lepas menjadi korban dari kepahitan itu.
Seringkali yang membuat kita pahit adalah orang-orang yang terdekat dengan kita, orang yang kita percaya, orang yang kita kasihi. Contoh dalam Alkitab kisah seorang Yusuf.
Ada beberapa prinsip yang dapat kita pegang untuk menyembuhkan kepahitan:
Untuk sembuh dari kepahitan diperlukan waktu. Dan waktu tidak sama untuk setiap orang, bagi orang tertentu mungkin beberapa hari cukup, sehari cukup, bagi orang-orang tertentu mungkin berminggu-minggu sebelum kepahitan itu akhirnya bisa sembuh.
Selain perlu waktu untuk bisa sembuh, penyembuhan hanya terjadi tatkala ada rasa aman untuk tidak dilukai kembali. Dengan kata lain kalau kita harus menghadapi orang yang telah melukakan kita dan kita tetap merasa tidak aman atau merasa bahwa ada kemungkinan dia akan melukai kita lagi, maka kita akan sulit sekali mengalami penyembuhan yang sesungguhnya.
Adakalanya menghindar merupakan langkah yang lebih baik. Jadi kita menciptakan jarak supaya kita tidak terlukai lagi dari pada terus-menerus kita menjadi korbannya. Tapi ini akan sulit kalau terjadi pada suami-istri, pasangan hidup kita atau terhadap anak-anak kita. Yang bisa kita lakukan adalah:
Prinsip berikutnya dalam penyembuhan ini, kita akhirnya akan melihat bahwa ada penggenapan rencana Allah melalui apa yang kita alami. Kepahitan yang kita alami seringkali merupakan setitik alat atau bagian dari rencana Tuhan yang lebih besar lagi, yang tidak mungkin kita pahami dengan kemampuan berpikir manusia.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso bersama Ibu Idayanti Raharjo dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang bagaimana menghadapi kepahitan hidup. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pada dasarnya Pak Gunawan, kita ini harus menentukan pilihan kita. Apakah kita akan terus menjadi korban kepahitan tersebut ataukah kita melepaskan diri dari kepahitan itu. Artinya kitabisa terus-menerus dikuasai, diperhamba oleh kepahitan itu sehingga hati kita penuh kepahitan dan kita sangat tidak berdaya dibawah kendali kepahitan itu.
Namun saya kira pilihan yang lebih baik dan yang juga Tuhan kehendaki ialah kita melepaskan diri, kita tidak mau lagi berada di bawah kepahitan itu. Pada akhirnya yang harus kita lakukan ialah memberi pengampunan kepada orang yang telah menimbulkan kepahitan pada diri kita. Nah, pada saat kita berhasil memberi pengampunan, pada saat itulah kita terlepas dari menjadi korban kepahitan itu.PG : Seringkali memang justru yang membuat kita pahit adalah orang-orang yang terdekat dengan kita, orang yang kita percaya, yang kita kasihi. Karena kalau orang itu jauh dari kita dan tidakbegitu berdampak pada kita, diapun tidak begitu mampu atau sanggup membuat kita pahit sampai sedemikian pahitnya.
Justru seringkali orang yang terdekatlah yang membuat kita pahit, misalnya kita mengalami kekecewaan, kita mengalami penolakan, atau kita merasa ditipu oleh orang-orang yang kita kasihi atau yang mengklaim mengasihi kita, itu biasanya menimbulkan kepahitan yang dalam pada diri kita.PG : Di kitab Kejadian dicatat kisah Yusuf. Yusuf seorang anak yang menikmati hidup dengan sangat baik pada masa kecilnya. Ayahnya, Yakub sangat mencintai dia, karena begitu mencintainya sehngga memanjakannya, memberikan dia kemewahan-kemewahan yang tidak diberikan pada kakak-kakaknya.
Akibatnya para kakaknya itu membenci dia. Nah suatu hari waktu Yusuf mengantarkan makanan pada kakaknya, mereka menangkapnya. Tujuan mereka adalah membunuh Yusuf, tapi atas bujukan kakaknya yang paling tua yaitu Ruben akhirnya Yusuf tidak jadi dibunuh namun Yusuf dijual. Kita tahu ceritanya Yusuf mula-mula dijual pada pedagang Ismael dan setelah itu dia dibuang, dijual lagi pada seorang Mesir yang bernama Potifar. Dia di situ menjadi budak, dia bekerja sangat baik sehingga dia mendapatkan kepercayaan yang bagus dari majikannya. Namun istri majikannya ingin mengajaknya berselingkuh tetapi Yusuf menolak, istri majikannya marah sehingga memfitnah Yusuf, lalu Yusuf dijebloskannya ke dalam penjara. Tapi kita tahu ceritanya, akhirnya Yusuf menginterpretasi mimpi juru minuman dan juru roti dari Firaun dan waktu juru roti itu dihukum mati, juru minuman ini dibebaskan kembali. Nah juru minuman inilah yang mengingat Yusuf dan akhirnya Yusuf dipanggil sewaktu Firaun mempunyai mimpi yang tidak dapat dijelaskannya. Kita tahu Yusuf menjadi tangan kanan Firaun, jadi mangkubumi atau perdana menteri pada saat itu. Yusuf menolak menjadi kurban meskipun dia dibuang dan menjadi seorang budak, Yusuf menolak menjadi kurban apa bisa saya katakan sehingga saya menyimpulkan seperti itu. Yusuf menjadi pekerja yang baik sewaktu dia menjadi budak di rumah Potifar, dia bekerja dengan sebaik-baiknya. Sewaktu dia menjadi tahanan, dia menjadi tahanan yang baik pula kepada sesama tahanan lainnya. Nah, di sini kita melihat Yusuf tidak membenamkan dirinya dalam kepahitan terus-menerus, dia tidak menyesali dirinya dan menjadi depresi sehingga tidak ada lagi kemauan untuk hidup. Dengan kata lain, dia menolak menjadi korban kakak-kakaknya, yang memang telah berbuat jahat kepadanya. Kalau kita terus hidup dalam kepahitan, sebetulnya kita ini membiarkan diri menjadi kurban.PG : Sebetulnya Pak Gunawan, Yusuf itupun manusia dan menjalani proses penyembuhan secara natural. Mungkin Pak Gunawan dan Ibu Ida masih ingat setelah Yusuf dinobatkan menjadi perdana menter di Mesir, Yusuf tidak langsung memanggil ayah dan kakak-kakaknya datang ke Mesir.
Kita tidak tahu tenggang waktu antara Yusuf dinobatkan menjadi perdana menteri dan kedatangan kakaknya. Namun yang pasti adalah Yusuf tidak ke rumah ayahnya dan memanggil ayah serta kakaknya. Di sini memang Alkitab tidak memberi keterangan apapun, namun dari tindakan Yusuf terhadap kakaknya sewaktu kakaknya datang membeli gandum kepadanya, saya menyimpulkan bahwa memang Yusuf merasa belum siap berjumpa kembali dengan keluarganya. Dia sangat rindu dengan ayahnya, kita tahu dia sangat mencintai ayahnya, namun kalau dia pulang ke rumah dia harus bertemu dengan kakaknya dan tidak bisa tidak akan menimbulkan persoalan tersendiri karena ayahnya akan kaget, Yusuf ternyata belum mati seperti yang diberitakan oleh kakak-kakaknya. Ayahnya mungkin marah kepada kakak-kakaknya, ayahnya sangat kecewa sekali karena telah dibohongi oleh kakak-kakaknya. Itu semua mungkin sekali terbersit dalam pikiran Yusuf kalau dia langsung menjenguk keluarganya. Dengan kata lain, prinsip di sini adalah untuk sembuh dari kepahitan diperlukan waktu dan waktunya tidak sama untuk setiap orang. Bagi orang tertentu mungkin beberapa hari cukup, sehari cukup, bagi orang-orang tertentu mungkin berminggu-minggu sebelum kepahitan itu akhirnya bisa sembuh. Yusuf pun tidak tergesa-gesa, karena dia mungkin sekali menyadari belum siap, akan menimbulkan gejolak dalam keluarganya kalau dia langsung pulang saat itu. Namun kita tahu waktu kakak-kakaknya pulang belakangan Yusuf masih hidup, justru reaksi orang tuanya Yusuf yaitu Yakub adalah sukacita. Dengan kata lain waktunya telah tiba dan semua siap, saya kira kalau Yusuf datang lebih dulu, Yusuf sendiri belum siap.PG : Luka yang terlalu dalam otomatis akan perlu waktu yang lebih panjang untuk bisa sembuh. Namun prinsip berikutnya, selain perlu waktu untuk bisa sembuh, penyembuhan hanya terjadi tatkalaada rasa aman untuk tidak dilukai kembali.
Dengan kata lain, kalau kita harus menghadapi orang yang telah melukai kita dan kita tetap merasa tidak aman bahwa ada kemungkinan dia akan melukai kita lagi, rasanya sulit sekali untuk kita mengalami penyembuhan yang sesungguhnya. Yusuf harus menguji kakak-kakaknya, kita tahu ceritanya waktu mereka datang membeli gandum, Yusuf mengenali mereka tetapi mereka tidak mengenali Yusuf. Di sini bisa kita simpulkan bahwa jarak antara dijualnya Yusuf sampai mereka bertemu lagi itu mungkin belasan atau 20 tahunan lebih. Itu sebabnya banyak perubahan pada wajah Yusuf dan mereka tidak mengenali Yusuf kembali. Yusuf menuduh mereka menjadi mata-mata, mereka sangat kacau dan mencoba membela diri, kemudian Yusuf berkata kalian boleh pulang tapi salah satu daripadamu harus tinggal di sini sebagai bukti bahwa yang kau ceritakan itu betul semua. Nah, Simeon ditahan oleh Yusuf, tujuannya supaya mereka kembali dengan Benyamin adiknya yang paling kecil. Kemudian mereka kembali lagi dengan Benyamin, nah sewaktu mereka selesai makan Yusuf meminta mereka pulang, Yusuf mengisi piala pada kantongnya Benyamin. Kemudian tentara Yusuf datang meminta mereka kembali lagi dan Yusuf mengancam untuk menangkap Benyamin, kakak-kakaknya semua membela Benyamin, mempertaruhkan hidup mereka demi Benyamin. Di saat itulah Yusuf sangat yakin bahwa kakak-kakaknya telah berubah. Mereka yang dulu membenci Yusuf dan mungkin sekali juga membenci Benyamin, ternyata sangat mencintai Benyamin. Kita tahu Benyamin adalah anak dari Rahel, Rahel adalah istri Yakub yang paling dikasihinya. Jadi memang besar kemungkinan yang dibenci bukan saja Yusuf tetapi juga Benyamin. Namun waktu Yusuf melihat mereka mencintai dan membela Benyamin dengan mempertaruhkan hidup mereka, Yusuf tahu bahwa mereka berubah. Seringkali, Bu Ida, kita mudah atau lebih mudah sembuh kalau kita merasa terlindungi, aman bahwa yang melukai kita tidak akan melukai kita lagi. Kalau kita tetap merasa dia masih belum berubah dan masih bisa melukai kita, kita rasanya masih tetap susah sembuh karena kita akan terus was-was dan berjaga-jaga terhadapnya.PG : Adakalanya itu langkah yang lebih baik, jadi kita menciptakan jarak supaya kita tidak terlukai lagi, daripada terus-menerus kita menjadi korbannya.
PG : Caranya adalah seperti Yusuf tadi, dia menolak menjadi korban. Artinya apa, artinya dia tetap menjalankan apa yang harus dia kerjakan. Jadi misalkan kita sebagai istri atau suami terus-enerus mengalami luka yang diakibatkan perlakuan pasangan kita.
Yang bisa kita lakukan sudah tentu adalah mencoba mengurangi kemungkinan kita dilukai, misalkan kita tahu tindakan kita atau perkataan kita yang tertentu ini memicu kemarahannya, itu kita hindarkan. Jadi memang kita harus mencoba melindungi diri. Yang kedua adalah kita tetap harus hidup artinya yang perlu kita lakukan, kita lakukan. Misalnya kita memang ingin terlibat dalam kegiatan gerejawi tetaplah kita terlibat, jadi jangan sampai orang yang berbuat jahat atau yang telah menimbulkan luka itu mengontrol, menguasai hidup kita sehingga kita terus terbelenggu olehnya, kita harus tetap hidup. Jangan sampai hidup kita akhirnya nonaktif, nah pada saat kita nonaktif kita sungguh-sungguh menjadi korbannya yang tak berdaya.(2) PG : Dalam cerita Yusuf, Yusuf sendiri harus menguji kakak-kakaknya beberapa kali jadi kala u saya hitung dapat dikatakan 3 kali. Dengan perkataan lain, kita memang perlu juga menuji apakah memang orang tersebut telah berubah; jadi orang yang bijaksana tidak langsung menyalahkan dirinya begitu saja.
Kalau memang kita mempunyai indikasi orang tersebut belum berubah, sebaiknya kita memang tetap menjaga diri untuk tidak mempercayakan diri kita kepadanya daripada kita menjadi korbannya lagi, ditipu, dikecewakan, dilukai atau bahkan dijahati. Jadi kita harus melihat perubahan itu. Mungkin saudara-saudara kita yang mendengarkan sekarang bertanya-tanya apakah pada saat itu kita belum memaafkan. Saya kira 2 hal berbeda antara memaafkan dan mempercayakan hidup kita kepada orang-orang tersebut. Kita perlu memaafkan, karena tidak dikehendaki Tuhan memelihara dendam di dalam hati kita, Tuhan menghendaki kita memaafkan. Namun yang lain saya kira mempercayakan diri kita kepada mereka lagi, misalkan kita berkali-kali ditipu, dikecewakan, dijanjikan, ditipu lagi, dijanjikan, ditipu lagi, nah bagi saya sudah waktunya kita berkata saya tidak siap mempercayai kata-katamu lagi. Jadi dengan kata lain, tidak apa-apa kita melindungi diri dan apakah orang tersebut telah berubah, selama belum berubah saya kira kita masih mempunyai rasa tidak aman dan hubungan kita tidak bisa sama seperti dahulu kala.PG : Ya, kalau dia mengatakan salib saya dalam pengertian porsi kepahitan yang harus saya tanggung, ya tidak apa-apa. Dengan kata lain, saya ingin memberikan prinsip berikutnya dalam penyembhan ini, kita harus akhirnya melihat bahwa ada penggenapan rencana Allah melalui apa yang kita alami.
Misalnya waktu saudara-saudara Yusuf datang menyembahnya, membeli gandum. Waktu masih kecil Yusuf pernah bermimpi, dalam mimpi itu dia melihat ada berkas gandumnya, sebelas berkas gandum kakak-kakaknya dan sebelas berkas gandum itu menyembah pada berkas gandum dia. Mimpinya yang kedua adalah dia melihat matahari, bulan dan sebelas bintang dan semua itu menyembah pada dia. Waktu dia melihat kakaknya menyembah untuk membeli gandum, dia mengingat kembali mimpinya itu, dengan kata lain Yusuf melihat penggenapan rencana Allah. Saya kira akan lebih memudahkan kita untuk memaafkan, mengampuni orang kalau kita melihat bahwa rencana Tuhan sudah digenapi. Pada akhirnya Yusuf menghadapi kakak-kakaknya yang meminta maaf kepadanya, sebab mereka takut sekali Yusuf akan membalas dendam setelah ayahnya, Yakub meninggal dunia. Dan perkataan Yusuf sangat bagus sekali, "Engkau memaksudkannya untuk kejahatan, tapi Tuhan memaksudkannya untuk kebaikan". Dengan kata lain, Yusuf melihat rencana Tuhan digenapi, bahwa sepahit apapun yang dialami ternyata itu memang dalam rencana Tuhan. Nah, rencana Tuhan ini untuk siapa, jelas untuk menyelamatkan saudara-saudaranya bersama orang Israel dari bahaya kematian karena kelaparan. Dengan kata lain, adakalanya rencana Tuhan itu bukannya untuk kita secara langsung, tapi justru untuk orang yang melukai kita, justru untuk orang yang telah mengecewakan kita, justru untuk merekalah Tuhan mempunyai rencana yang spesifik dan menggunakan kita sebagai bagian dari rencanaNya. Dan dalam rencana Tuhan kita memang menjadi orang yang dilukai oleh mereka, namun rencana Tuhan adalah sebetulnya untuk mereka, dalam kisah Yusuf itulah yang terjadi. Rencana Tuhan yang langsung sebetulnya bukan untuk Yusuf, tapi untuk umat Israel, keluarga Yusuf, kakak-kakaknya. Namun memang seolah-olah Yusuf menjadi kurban, tapi bukannya Yusuf menolak menjadi kurban, Tuhan memang memakai dia. Jadi yang dia lihat adalah saya bukan kurban manusia, saya alat yang Tuhan pakai, ini persepsi yang berbeda. Kalau kita melihatnya dari perspektif, dia adalah kurban manusia, maka tidak ada habis-habisnya luka atau kepahitan itu. Tapi kalau kita melihatnya dari perspektif Tuhan, bahwa saya adalah alat yang Tuhan pakai untuk mereka. Saya kira kita juga akan melihat kepahitan dengan mata yang berbeda.PG : Tepat sekali, jadi kita melihat rencana Tuhan sangat besar dan tidak pernah terbayangkan oleh manusia. Maka kepahitan yang kita alami seringkali merupakan setitik alat atau bagian dari encana Tuhan yang lebih besar lagi yang tidak mungkin kita pahami dengan kemampuan kita berpikir ini.
Bagus sekali tadi Pak Gunawan memunculkan tentang orang Mesir yang saya juga tidak pikirkan, sebab memang itu untuk kebaikan orang Mesir pula. Jadi sekali lagi Yusuf bukanlah kurban manusia, Yusuf adalah alat Tuhan yang Tuhan gunakan untuk rencana penyelamatannya bagi umat manusia.PG : Anugerah Tuhan yang diberikan kepadanya dan saya kira juga pilihan Yusuf untuk tidak menyerah pada nasib atau kondisi. Dia bisa menyerah pada suatu kondisi dengan menjadi budak yang sagat jahat, buruk.
Dia bisa menjadi tahanan yang sangat egois, tidak mau menolong teman-teman sesama tahanannya, tetapi ia tidak melakukan semua itu.PG : Tepat, jadi Tuhan memang memilih anak-anaknya yang mampu, taat, rela, dan siap untuk dipakai Tuhan.
PG : Betul, jadi kita adalah alat yang Tuhan sedang pakai untuk orang itu atau untuk situasinya atau untuk orang lain yang kita belum mengerti.
PG : Dia akan kehilangan kepercayaan pada orang lain, sebab dia melihat dunia ini tidak aman. Dia harus selalu berhati-hati, sebab dia tidak bisa lagi terjebak untuk kesekian kalinya. Jadi basanya orang yang terlukai berkali-kali akan mengalami kesulitan membina hubungan yang intim dengan orang lain, dia memiliki rasa was-was yang sangat tinggi.
PG : Ya dia pada saat itu kemungkinan merasa hidup sudah begitu buruk, jahat, manusia tidak dapat lagi dipercayainya dan mungkin sekali dia meragukan Tuhan mengasihinya sehingga membiarkan da mengalami kekecewaan dan kepahitan berulang kali.
Jadi pada detik itu keputusasaan menguasai dirinya, lebih kuat dari akal sehatnya, lebih kuat dari pengetahuannya akan janji Tuhan, sehingga dia mengambil jalan pintas seperti itu. Bagi yang sudah di ujung tanduk dan yang mendengarkan kita pada saat ini, saya sangat menghimbau agar jangan mengambil jalan pintas, pasti ada jalan lain sebab Tuhan mampu membuka jalan lain yang belum kita pikirkan sekarang. Carilah orang lain untuk bicara pasti akan ada jalan keluar lain.PG : Tepat sekali, jadi dengan kekuatan Tuhan dia bisa memberikan jalan dan kekuatan untuk menanggungnya.
PG : Saya akan kutip perkataan Yusuf yang diambil dari
PG : Betul.
GS : Jadi saya rasa tidak ada alasan bagi setiap kita untuk cepat-cepat putus asa dan mengingkari kehidupan yang kadang-kadang pahit. Jadi demikianlah tadi para pendengar yang kami kasihi, kami telah persembahkan sebuah perbincangan bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang bagaimana menghadapi kepahitan hidup. Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara tegur sapa ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
25. Sikap Mengalah Ditengah Dunia yang Mementingkan Kemenangan | |
Mengalah adalah sikap yang sangat diperlukan untuk saat ini, tanpa mengalah ada banyak perpecahan akan terjadi baik di gereja, pekerjaan dan sebagainya. Dan dalam hal ini kita akan belajar sikap mengalah menurut pandangan Alkitab.
Sikap mengalah memang bukanlah sikap yang populer untuk kehidupan kita ini. Justru orang yang mengalah sering kali orang yang diinjak, orang yang dirugikan, jadi akhirnya kita cenderung mengembangkan sikap tidak mau mengalah. Masalahnya sikap ini sering kali kita bawa ke dalam aspek-aspek kehidupan termasuk dalam kehidupan bergereja atau bersekutu dengan sesama saudara kita. Bahkan dalam kehidupan berumah tangga pun sikap ini kita bawa.
Dua penyebab umum munculnya sikap sukar mengalah.
Kita merasa diri berhak,
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang sikap mengalah di tengah dunia yang mementingkan kemenangan. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya ingin menambahkan yang tadi Pak Gunawan sudah katakan, memang sikap mengalah bukanlah sikap yang populer untuk kehidupan kita ini. Justru orang yang mengalah sering kali orang yang dinjak, orang yang akan dirugikan, jadi akhirnya kita cenderung untuk mengembangkan sikap tidak mau mengalah.
Nah, masalahnya adalah sikap tidak mau mengalah ini kita bawa ke dalam aspek-aspek kehidupan kita, termasuk dalam kehidupan bergereja atau bersekutu dengan sesama saudara kita.PG : Tepat sekali dan sekali lagi karena kita ini tidak mau dirugikan dan dianggap lemah, akhirnya kita mencoba untuk bersikeras. Kita bisa setuju, Pak Gunawan, bahwa salah satu bibit atau penybab perpecahan di dalam tubuh Kristus di gereja-gereja adalah sikap tidak mau mengalah ini.
Dan sering kali masalahnya bukan benar atau salah, kalau memang berkaitan dengan dosa kita bisa berkata ini salah. Masalah yang sering kali timbul tidak berkaitan langsung dengan dosa, misalnya karena perbedaan pendapat. Dan masing-masing berpikir saya benar, kenapa saya harus mengalah dan masing-masing berargumen kami memikirkan ini demi kepentingan bersama, dari dua belah pihak berkata demi kepentingan bersama, dua belah pihak berkata mereka melakukan hal yang benar. Di tengah-tengah masalah ini, saya kira sudah waktunya kita kembali melihat apa yang Alkitab ajarkan tentang sikap mengalah ini.PG : Pertama saya akan membahas dua penyebab umum munculnya sikap sukar mengalah. Yang pertama saya akan ambil dari
PG : Sesungguhnya tidak perlu, tapi Paulus di sini memberi kita satu keterangan yang penting, yakni sifat dasar pengetahuan adalah sombong. Artinya kalau tidak hati-hati, pengetahuan mudah sekai membuat orang sombong.
Kata yang digunakan untuk menjelaskan sombong adalah kata yang sebetulnya berarti berkembang menjadi besar atau menggelembung, membesar, membengkak. Jadi dengan kata lain pengetahuan cenderung membuat orang merasa besar, nah ini yang diidentikkan, diterjemahkan dengan kata sombong, sebab memang itu yang terjadi. Kalau kita merasa tahu kita merasa diri benar dan ini makin menyulitkan kita untuk mengalah, demikian pula waktu kita misalnya bertentangan dengan rekan-rekan sejawat di kantor atau di gereja atau dengan suami atau istri kita, kalau kita tahu yang benar kita rasanya tidak rela untuk mundur dan kita akan mempertahankan pandangan kita itu.PG : Paulus memberikan satu pelajaran yang sangat indah, dia menegaskan bahwa pengetahuan sejati bukanlah pengetahuan yang bersifat intelektual atau pengetahuan yang bersifat kognitif, yakni daam pikiran kita.
Kita ini dianggap berpengetahuan jika kita mempunyai kasih, itu yang Paulus tekankan. Jadi seolah-olah Paulus sekarang berkata kepada kita semua, ada hal yang jauh lebih penting daripada tahu yaitu mengasihi. Maka dia berkata pengetahuan membuat orang sombong, tapi cinta kasih membangun orang lain artinya kalau kita datang atau berangkat dengan keyakinan kita tahu dan orang harus tunduk pada kita, tidak akan membuat orang itu dibangunkan, dihargai justru akan membuat orang dilecehkan dan diremehkan. Jadi Paulus berkata datanglah kepada orang dengan sikap mengasihi, karena waktu kita datang dengan sikap mengasihi, sikap kita itu akan membuat orang dibangunkan, disegarkan, dihargai. Nah Paulus memberi tekanannya di sini bukankah itu yang lebih penting daripada soal tahu itu. Kemudian Paulus memang di ayat-ayat berikutnya memberikan penjelasan tentang memakan daging. Akhirnya dia berkata daripada saya ini menjadi batu sandungan dan orang tersandung karena makan daging, dia berkata saya rela tidak makan daging atau kalau boleh saya terjemahkan dengan lebih bebas seakan-akan Paulus berkata karena soal makan daging kita menjadi ribut, saya rela berkorban tidak makan daging lagi. Meskipun makan daging tidak salah, yang sebetulnya kurang informasi adalah pihak yang satunya. Tapi di sini Paulus menekankan prinsip mengasihi yaitu bukankah kita dipanggil Tuhan justru untuk lebih toleransi pada orang yang lebih lemah, yang pengetahuannya kurang. Bukan justru kita memarahi, mengabaikan pandangannya, karena kita anggap dia tidak tahu apa-apa dan dia di pihak yang lemah, tapi Paulus menekankan sebagai orang Kristen bahwa Tuhan memanggil kita justru untuk mengangkat yang lemah bukan seolah-olah mencampakkan mereka.PG : Tepat sekali, jadi kalau kita takut kepada Tuhan kita mengerti inilah yang Dia minta dan kita melakukannya. Waktu kita melakukannya, itulah suatu tindakan yang penuh hikmat, inilah tindaka yang akan memelihara persatuan kita semua.
Jadi sekali lagi sikap mengalah sering kali susah muncul karena faktor yang pertama tadi, Pak Gunawan, kita merasa kita yang paling tahu. Jadi Paulus berkata meskipun engkau tahu, meskipun engkau benar, ada hal yang terlebih penting dan itu pengetahuan yang paling puncak, pengetahuan pada puncaknya adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama kita. Dan ia menegaskan mengapa itu penting. Pada ayat yang ke-3 dia berkata: karena orang yang mengasihi Allah ia dikenal oleh Allah. Ini ayat indah sekali, Pak Gunawan, seolah-olah Paulus mau menekankan bahwa kalau engkau berargumen, ribut dengan seseorang seolah-olah mewakili Allah dan engkau merasa diri yang paling tahu. Ingat yang membuat engkau dikenal Allah bukan pengetahuanmu, melainkan cinta kasihmu kepada Allah dan kepada sesamamu.PG : Saya kira kesalahpahaman tidak selalu bisa kita hindarkan, tapi kita bisa meminimalkan. Dengan cara waktu kita menghampiri dia untuk menegurnya, pertama-tama kita menceritakan dulu motivas kita bahwa kita datang kepada dia dengan pergumulan.
Kenapa harus bergumul? Karena kita mengasihi dia, kita tidak mau menyulitkan dia, tapi karena kita mau menaati Tuhan dan membangun dia, maka ini yang kita lakukan.PG : Ya berikutnya adalah kita merasa diri berhak, nah ini dibahas oleh Rasul Paulus di
PG : Paulus memberitahukan jemaat di Korintus akan hak dia. Jadi Paulus di sini tidak langsung menghaluskan haknya, dia memberikan suatu keterangan yang memang benar kepada jemaat di Korintus. ku mempunyai hak untuk mendapatkan dukungan dari engkau, setelah dia mengatakan yang benar baru dia mengemukakan bagian berikutnya yang lebih penting yaitu hak yang paling agung ialah bukannya hak untuk memperoleh, tapi untuk melepaskan.
Dengan perkataan lain, hak melahirkan tuntutan untuk memperoleh sesuatu. Paulus di sini mengungkapkan sesuatu bahwa justru hak orang Kristen yang lebih agung lagi adalah melepaskan hak itu, justru rela melepaskan hak yang seharusnya kita peroleh. Nah, di sini penjelasan Paulus sejajar dengan yang dia kemukakan tentang Tuhan Yesus waktu datang ke dunia ini, yang ditulis diPG : Paulus di sini memberikan alasannya dan alasannya tercatat di
PG : Kita bisa menunjukkan siapa kita, bahwa kita adalah orang yang mengerti hak kita bahwa kita adalah orang yang tahu apa yang bisa kita berikan dan apa yang seharusnya kita terima. Namun waku terjadi benturan kita berkata daripada menghalangi pekerjaan Tuhan, daripada akhirnya masalah berlarut-larut maka saya mengalah.
Saya kira waktu orang melihat sikap kita seperti itu, orang tidak bisa tidak menghargai kita. Berbeda dengan kalau dari awal kita ini ikut saja, kita berkata kepada rekan kita pokoknya yang engkau putuskan, aku ikut saja. Sikap seperti itu tidak akan membuahkan respek dari orang terhadap kita, karena kita tidak mengutarakan pendirian kita. Jadi saya kira ada tempatnya mengutarakan pendirian kita dan ini yang Paulus lakukan, dan waktu dia mengutarakan pendapatnya dia mengutarakannya dengan tegas dan jelas. Jadi kita juga bisa mencontoh apa yang Paulus lakukan, kita memberikan pandangan, prinsip kita dengan jelas. Jadi orang mengerti, kita bukanlah orang yang plin-plan, dan kalau misalnya perlu kita mencoba juga berusaha meyakinkan orang-orang akan apa yang sedang kita katakan ini. Jadi ada tempatnya meyakinkan orang, namun waktu kita melihat tidak bisa dan rasanya akan berakhir dengan pertikaian yang akan merugikan berbagai pihak dan kita tahu ini lebih banyak dampak negatifnya kalau sampai ini terjadi. Akhirnya kita berkata, demi menjaga keutuhan saya akan mengalah. Saya kira tindakan seperti itu biasanya akan mengundang respek orang terhadap kita, bukan malah orang mencibir kita bahwa kita orang yang tidak berprinsip.PG : Saya kira ada perbedaan antara melarikan diri dan mengalah. Waktu kita mengalah, kita tidak melarikan diri, kita diam di tempat, tapi kita tidak memaksa masuk, kita tidak menerobos masuk krena kita tahu akan melukai atau menginjak hati orang-orang tertentu.
Jadi demi pekerjaan Tuhan jangan sampai terhalangi, demi nama Tuhan supaya tetap dimuliakan akhirnya kita memutuskan untuk berdiam, tidak mundur, tidak maju. Mungkin pada kesempatan yang lain Tuhan akan berikan, jadi di sini kita perlu belajar menunggu waktu Tuhan. Belajar menunggu waktu Tuhan, saya tahu bahwa hal ini tidak selalu jelas, kita tidak selalu bisa dengan tepat membedakan apakah ini waktu Tuhan atau bukan. Sebab adakalanya Tuhan memanggil kita juga untuk berjalan meskipun tidak disetujui oleh orang lain. Dan saya kira kriteria yang paling jelas kenapa kita harus jalan adalah kalau berkaitan langsung dengan dosa. Kita perhatikan contoh-contoh di Alkitab waktu anak Tuhan berhadapan dengan dosa dan orang-orang yang berdosa, anak-anak Tuhan tidak mundur, anak-anak Tuhan maju terus meskipun membayar resiko yang tinggi. Contoh lainnya karena Yeremia mengumandangkan dan menyerukan perintah Tuhan, peringatan Tuhan, akhirnya dia menderita luar biasa, disiksa, dibuang ke sumur. Karena Yahya Pembaptis atau Yohanes Pembaptis menegur Herodes, akhirnya dia meninggal kehilangan kepalanya. Karena Tuhan Yesus mengritik orang-orang Farisi dan Saduki yang hidup dengan tidak konsisten, akhirnya dia juga kehilangan nyawaNya. Jadi untuk hal yang berkaitan dengan dosa dan hanya masalah perbedaan pendapat ternyata anak-anak Tuhan diminta untuk sabar menunggu waktunya Tuhan sampai nanti ada perubahan. Daripada memaksakan dan akhirnya memecahkan, sebab tubuh Kristus yang terpecah saya lihat tetap, meskipun alasan-alasan yang dikemukakan itu betul, pada akhirnya menimbulkan luka, dan lebih mencoreng nama Tuhan Yesus. Orang akan bisa berkata, "Lihat itu orang Kristen saling cakar mencakar, lihat itu para majelis saling berkelahi, lihat itu hamba-hamba Tuhan saling jotos menjotos". Akhirnya tetap menjadi buah bibir yang negatif dan tidak membawa kemuliaan Tuhan. Jadi sikap mengalah saya kira sikap yang memang lebih merefleksikan siapa Tuhan kita.PG : Betul sekali, jadi pada saat itu Barnabas dan Paulus berselisih pandang tentang Yohanes Markus, apakah harus membawa Yohanes Markus dalam pelayanan berikutnya. Paulus menentang, Barnabas mminta tetap membawa Yohanes Markus.
Akhirnya mereka berpisah, tetapi tidak disebut mereka itu berselisih pandang sampai akhirnya ribut. Akhirnya berpisah, Paulus berjalan dengan Silas, Barnabas dengan Yohanes Markus. Jadi saya kira dalam perbedaan pandangan kita tidak harus selalu akhirnya tidak berbuat apa-apa. Saya kira ada waktunya juga akhirnya kita harus berkata kita harus melakukannya, namun karena tidak didukung di sini ya tidak apa-apa dengan baik-baik saya pamit, saya akan melakukannya dengan yang lain. Jadi akan ada waktunya itu pun kita lakukan, yang penting adalah kita ini tidak mencoreng nama Tuhan dengan kita berkelahi, ribut, memaksakan hak kita, menganggap diri kita tahu mana yang baik, mana yang kurang baik sehingga akhirnya lebih banyak kekacauan yang kita timbulkan.PG : Tepat sekali, Pak Gunawan.
GS : Jadi demikianlah tadi saudara-saudara pendengar Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang sikap mengalah di tengah dunia yang mementingkan kemenangan. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami sampaikan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
26. Sikap Lemah dan Pasif Didalam Kekristenan | |
Sikap ini seringkali muncul di tengah-tengah kehidupan orang Kristen yaitu kegagalan mendayagunakan sepenuhnya karunia yang Tuhan berikan kepada kita.
Clark Sover mengemukakan pengamatannya bahwa ternyata telah berkembang sikap pasif di kalangan orang-orang Kristen. Sikap pasif yang akhirnya melumpuhkan orang Kristen dalam kehidupannya. Yang dimaksud sikap pasif adalah kegagalan kita mendayagunakan sepenuhnya karunia yang Tuhan berikan kepada kita atau kegagalan kita untuk hidup sepenuhnya seperti yang Tuhan kehendaki.
Penyebab munculnya sikap pasif ini, Clark Sover mengemukakan bahwa:
Adakalanya kita takut akan penilaian orang. Akibatnya kita nggak melakukan hal yang bisa kita lakukan dan yang seharusnya dilakukan.
Kita takut konsekuensi perbuatan kita, sehingga meskipun kita tahu ini yang Tuhan kehendaki dan kita bisa melakukannya kita memilih untuk tidak melakukannya.
Sikap-sikap di atas membuahkan masalah bukan saja pekerjaan Tuhan menjadi tidak terlaksana dengan baik, tapi orang-orang akhirnya mengembangkan sikap bergantung kepada orang lain secara tidak perlu.
Penyebab-penyebab kesalahpahaman:
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), telah siap menemani Anda dalam sebuah perbincangan dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling dan dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kali ini kami akan berbincang-bincang tentang sikap lemah dan pasif di dalam kekristenan. Kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pak Gunawan, pada beberapa waktu yang lalu ada seseorang yang bernama Clark Sower menulis tentang sikap pasif di dalam kekristenan. Dalam tulisannya itu, Clark Sower mengemukakan pengamatanya bahwa ternyata telah berkembang sikap pasif di kalangan orang-orang Kristen.
Sikap pasif yang akhirnya melumpuhkan orang Kristen dalam kehidupannya. Yang dimaksud dengan sikap pasif adalah kegagalan kita mendayagunakan sepenuhnya karunia yang Tuhan berikan kepada kita atau kegagalan kita untuk hidup sepenuhnya seperti yang Tuhan kehendaki. Nah pertanyaannya mengapa sampai muncul sikap-sikap pasif ini. Clark Sower mengemukakan bahwa adakalanya kita ini takut akan penilaian orang. Karena takut akan penilaian orang, kita tidak melakukan hal yang bisa kita lakukan dan seharusnya dilakukan. Adakalanya kita takut konsekuensi perbuatan kita, sehingga meskipun kita tahu ini yang Tuhan kehendaki dan kita bisa melakukannya, kita memilih untuk tidak melakukannya. Sikap-sikap seperti ini membuahkan masalah, bukan saja pekerjaan Tuhan menjadi tidak terlaksana dengan baik, tapi akhirnya orang mengembangkan sikap bergantung kepada orang lain secara tidak perlu. Mengidolakan yang lainnya secara berlebihan, membawa bobot dan beban-beban yang tidak perlu ke dalam persekutuan dan pekerjaan Tuhan. Jadi dengan perkataan lain, Clark Sower menggugah perhatian kita semua untuk meneliti apakah sikap-sikap ini sudah ada pada diri kita dan kalau sudah ada hendaknya kita belajar untuk mengesampingkannya.PG : Adakalanya kita diminta untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan dan kita tahu akan menimbulkan penilaian-penilaian orang terhadap diri kita. Kita sering kali hanya mau melakukan hal yag populer, yang disenangi, yang diterima oleh orang.
Kalau kita tahu tidak membuat kita populer, kita cenderung akhirnya menyembunyikan diri. Nah di sinilah kita dituntut untuk menjadi orang yang aktif, bukan yang pasif.PG : Saya kira tepat sekali, Pak Gunawan, jadi dasarnya adalah pemahaman yang keliru. Sering kali kita ini mengidentifikasikan lemah lembut dengan lemah, Tuhan memanggil orang Kristen untuk menadi orang yang lemah lembut.
Tapi saya kira, Alkitab jelas tidak mengatakan Tuhan memanggil kita untuk menjadi orang yang lemah. Jadi kita perlu membedakan hal itu dengan jelas, pada awalnya lemah lembut tidak identik dengan lemah.PG : Betul sekali, jadi ini adalah salah satu dari sikap pasif tadi, Pak Gunawan, jadi orang berkata, "O.... saya tidak bisa, o... jangan sayalah, o.... saya tidak mempunyai kemampuan", seolah-olah rendah hati, tapi sebetulnya lebih muncul rendah diri karena tidak percaya bahwa dia itu bisa melakukannya.
Akibatnya apa yang seharusnya terjadi tidak terjadi karena kita ini terlalu rendah diri.PG : Tepat sekali, kita adalah orang yang tidak nyaman dengan perkataan atau penilaian diri kuat, kita tidak nyaman dengan konsep bahwa kita ini kuat. Kita takut sekali dituduh orang sombong, klau kita merasakan bahwa kita kuat.
Dan memang seolah-olah di dunia kekristenan kita ini telah menebarkan konsep yang tidak alkitabiah, konsep bahwa orang itu seharusnyalah lemah. Waktu seseorang berkata saya rasa saya mampu melakukannya, ini lebih sering ditafsir engkau ingin menonjolkan diri. Jadi sikap yang lebih terpuji adalah "jangan... jangan saya, saya tidak bisa apa-apa", yang akhirnya hanyalah mengulur waktu dan menambah ketidakefisienan.PG : Yang pertama akan saya ambil dari
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Paulus memang berkata dalam kondisi tersiksa itu dia lemah karena pada saat itulah kuasa Tuhan dinyatakan dengan lebih jelas. Karena dalam keadaan dia terkuras, aktu kuasa Tuhan datang, kuasa Tuhan itu memberikan tenaga bangkit kembali, dengan perkataan lain, dia lebih melihat curahan kuasa Tuhan.
Saya berikan suatu pengibaratan kalau kendaraan kita ini kehabisan bensin tinggal sisanya itu ½ liter dan kapasitas mobil kita adalah misalnya 40 liter, waktu diisi bisa masuk 40 liter. Tapi kalau misalkan kita mengisi 20 liter sebab sudah ada 20 liter dalam tangki kita, sudah tentu yang bisa masuk hanya 20 liter. Jadi Paulus sudah membicarakan hal yang sangat-sangat bersifat fakta. Pada waktu dia menderita kekuatannya habis, tetapi dia bisa menerima kekuatan Tuhan yang jauh lebih besar, karena itu Tuhan berkata: kekuatanKu dibuat sempurna artinya diberikan dengan begitu jelas. Berikutnya yang Paulus katakan adalah dia bukannya orang yang lemah, tapi yang dia mau katakan dibandingkan kekuatan Tuhan dia orang yang lemah. Dibandingkan dengan kekuatan Tuhan, kekuatannya jauh lebih kecil. Kita sebagai orang Kristen bisa berkata saya lemah dalam perbandingan dengan Tuhan, kekuatanku sangat kecil dibandingkan dengan kekuatan Tuhan, tapi tidak berarti saya orang yang lemah dalam hidup ini.PG : Saya kira ada baiknya dan selalu baik bagi orang Kristen atau bagi semua orang untuk menyadari kelemahannya, sehingga dia bisa terus membawa kelemahan itu dalam doa sehingga kelemahan itu idak menjatuhkan kita.
Kelemahan tidak identik dengan kejatuhan, orang yang tidak menyadari kelemahannya berpotensi besar untuk jatuh. Tapi orang yang menyadari kelemahannya memperkecil kemungkinan dia jatuh, karena dia selalu membawa dalam doanya dan ini yang terjadi pada Paulus. Dia terus meminta Tuhan, dia terus berdoa kepada Tuhan membawakan kelemahannya itu dalam doa dan Tuhan juga memberikan kata-kata penghiburan dan kekuatannya, sesuai dengan yang telah kita baca tadi, "cukuplah anugerahKu bagimu."PG : Jadi kita ini perlu sekali lagi kembali ke Alkitab, ada hal-hal yang terlalu terbiasa kita serap dan kita anggap itulah kebenaran. Ada baiknya sekali-sekali kita kembali melihat apa yang frman Tuhan katakan.
Mengenai orang-orang yang berkata lebih baik kita ini lemah, mari kita lihat contoh-contoh di Alkitab. Alkitab memberi kita beberapa tokoh yang menunjukkan mereka itu orang yang kuat, bukan orang yang lemah. Misalnya kita tahu Yusuf menderita luar biasa sejak usia mudanya dan dia akhirnya bertahan dalam Tuhan waktu dia menjadi seorang Perdana Menteri di Mesir, dia bukan orang yang lemah, dia mungkin saja depresi berat tapi dia tidak membiarkan dirinya larut dalam kesedihan. Contoh yang lain, Daniel meskipun ditentang sewaktu dia berdoa kepada Allah, dia tetap berdoa kepada Allah. Dia tidak mengompromikan kepercayaannya, kita melihat misalnya Musa juga harus menghadapi raja Firaun, tetap dia jalani, tetap dia tidak takut. Jadi contoh-contoh itu memberikan kita satu kejelasan bahwa anak-anak Tuhan justru adalah orang-orang yang kuat, yang tabah, yang tegar. Waktu mereka datang meminta kekuatan Tuhan tidak berarti mereka itu menjadi orang yang ketakutan, lemah, tidak, mereka akan diisi dan berani keluar. Pada waktunya memang kita ini lemah, ada waktunya kita takut, kita ini tidak sempurna. Contoh yang jelas adalah Elia, waktu Izebel hendak membunuhnya dia lari ketakutan, tapi setelah mendapat kekuatan Tuhan ia turun kembali dari gunung dan menghadapi raja Ahab. Jadi kita melihat contoh-contoh tersebut, bahwa anak-anak Tuhan adalah orang-orang yang kuat. Pertanyaannya kenapa mereka kuat, mereka adalah orang yang sudah menerima kuasa Tuhan sebagaimana kita pun seharusnya sudah menerima kuasa Tuhan. Sebagaimana tercatat dalamPG : Ya, betul sekali Pak Gunawan, bukankah dalam doa kita selalu mengulang-ulang kami lemah Tuhan, tolong dalam kelemahan kami. Saya kira ada waktunya kita berkata seperti itu dalam kondisi yag memang kita sedang lemah, silakan berdoa seperti itu.
Tapi kita tidak perlu berbasa-basi dengan Tuhan secara formal, Tuhan kami lemah sebab kata-kata itu dikhawatirkan malah mengindoktrinasi kita dan membuat kita percaya bahwa kita orang yang tidak berdaya. Nah, apa artinya kuasa yang telah Tuhan berikan kepada kita itu.PG : Tepat sekali, jadi Tuhan di situ menjelaskan bahwa Roh yang Tuhan berikan itu bukannya roh yang akan membuat kita lari ketakutan, bersembunyi. Roh yang Tuhan berikan, Roh yang membuat kitaberani untuk maju ke depan.
Ada waktunya Tuhan melindungi kita, kita lari ke Tuhan meminta perlindungan, maka di Mazmur pun Daud menggunakan pengistilahan gunung batuku, Tuhan gunung batuku. Nah saya kebetulan pernah melewati gurun pasir, saya melihat batu yang begitu besar dan memang seperti bukit, bukit-bukit di padang pasir yang terbuat dari batu, batu cadas yang besar. Saya bisa membayangkan waktu orang-orang Israel berperang, waktu Daud berperang bukankah betul itu tempat perlindungan, mereka tidak bisa dipanah, ditombak atau disiram dengan api atau apa. Jadi Tuhan sekali waktu akan berbuat begitu dan silakan datang kepada Tuhan meminta perlindunganNya. Tapi tidak berarti kita ini melarikan diri, orang Israel adakalanya memang dibebaskan oleh Tuhan dalam tugas menghadapi musuh tapi jarang. Kebanyakan orang Israel tetap harus terjun perang, Tuhan menyertai mereka dalam medan pertempuran, tapi mereka harus menghadapinya. Nah saya khawatir, Pak Gunawan, kita mengembangkan sikap pasif sebetulnya dengan perencanaan bukan tanpa sengaja, bukannya o.... kebetulan saja kejadian seperti ini. Saya kira ada perencanaan tertentu, karena memang kita ini sebetulnya tidak mau bertanggung jawab, tidak mau menghadapi konsekuensi. Akhirnya lebih mau merengek dan bergantung kepada Tuhan. Dengan alasan kalau tidak bergantung salah, sebetulnya bukan itu yang Tuhan maksud dengan bergantung.PG : Bahkan dalam kasus yang ekstrim, Pak Gunawan, akan ada orang yang berkata saya berdosa karena Tuhan menghadirkan dosa. Misalnya kenapa engkau akhirnya memakai obat atau narkoba? Ya, itu meang pencobaan yang Tuhan sudah atur harus terjadi dan saya mana bisa melawannya.
Sebab orang itu datang menawarkan obat buat saya, kalau Tuhan tidak izinkan orang itu tidak akan datang menawarkan obat buat saya. Atau yang lain yang juga klasik, Tuhan yang mempertemukan kami dalam pernikahan, kalau tidak ya kami tidak akan menikah. Sekarang tidak cocok, saya kembali berpikir pasti Tuhan keliru mempertemukan kami, kalau bukan kehendak Tuhan, Tuhan tidak akan mempertemukan kami. Saya kira itu konsep yang sangat mencerminkan sifat pasif kita dan membuat masalah, sebab sudah tentu Tuhan akan membiarkan kita bertemu dengan segala macam pencobaan, Tuhan akan membiarkan kita juga kadang-kadang berjalan sangat dekat dengan pencobaan dan dosa. Tapi di situlah Tuhan mau melihat, apakah kita bisa melawannya. Tentang pencarian jodoh dan sebagainya, Tuhan meminta kita bijaksana, menilai baik-baik, berteman dengan normal, bukan karena kita ini orang Kristen lalu dibebastugaskan, diperkecualikan oleh Tuhan dari kewajiban mengenai membangun hubungan yang baik sebelum akhirnya menikahi pasangan kita. Jadi saya kira sikap-sikap pasif itu membuat masalah yang tidak perlu sama sekali.PG : Pertama-tama kita harus ingat yang tadi sudah dipaparkan oleh Rasul Paulus bahwa kekuatan kita tidak sebanding dengan kekuatan Tuhan. Oleh karena itu kita harus melihat Alkitab secara interal/keseluruhan.
DiJadi demikianlah tadi saudara-saudara pendengar Anda telah mengikuti perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang sikap lemah dan pasif dalam kekristenan. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami sampaikan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
27. Kuasa Yesus yang Membebaskan | |
Kuasa Tuhan membebaskan seseorang dari cengkeraman belenggu narkoba.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dan beliau adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, kali ini akan menemani Anda untuk berbincang-bincang dengan Bp. Rudi James Simanjuntak yang juga seorang mahasiswa di sekolah Theologia di kota Malang, di STT Salem. Dan kami akan berbincang-bincang tentang kuasa Yesus yang membebaskan. Perbincangan kali ini akan membahas bagaimana Tuhan dengan kuasaNya membebaskan seseorang dari cengkeraman, dari belenggu narkoba. Dan kami percaya perbincangan ini tentu akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
RJ : Betul Pak, kami sendiri dari keluarga etnis Batak, hijrah ke Jakarta tahun 1969, di situ saya berumur sekitar 2 tahun Pak. Kemudian sepanjang kehidupan saya dari mulai kecil sampai dengn remaja, sampai dengan SMP saya tinggal di Jakarta, di suatu perkampungan yang para ahli mengatakan itu penghunian kumuh Pak.
Jadi di situ tempat tinggal yang tidak idealis secara ekosistem dan kesehatan karena di situ banyak sekali penghuninya dan tingkat kompleksitas penghuninya sangat berbeda-beda. Di sini ada bermacam-macam profesi sampai dengan profesi-profesi yang tidak berkenan di hati Tuhan seperti pencuri, penjudi, pemabuk, di situlah saya tinggal dari pertama keluarga kami hijrah. Ya tentunya keluarga kami tidak mengharapkan kehidupan selamanya di situ, kemungkinan orang tua saya mempunyai suatu tujuan bahwa itu sebagai batu loncatan saja, tinggal pertama di daerah itu. Tapi dalam kenyataannya sampai sekarang keluarga saya masih tinggal di situ.RJ : Betul sekali Pak, kalau boleh saya mulai cerita tentang awal perkenalan saya dengan narkoba, diawali dengan perkenalan saya dengan rokok. Saya sudah berkenalan dengan rokok sejak berkisr kelas 4 SD Pak, kelas 4 SD saya waktu itu sudah mencoba rokok dengan teman-teman sekampung terutama di masa-masa libur sekolah, kami sering sekali pergi kesana kemari.
Ada satu hal lagi yang juga mendukung, daerah kami itu tidak sehat dan tidak baik secara jasmani dan rohani, daerah saya itu dekat sekali dengan pasar, terminal dan stasiun kereta api, yaitu di daerah Manggarai. Jadi seperti kita ketahui daerah-daerah seperti itu banyak premannya ya Pak, baik di terminalnya, di pasarnya maupun di stasiun Manggarai itu. Dan itu berimbas kepada kehidupan remaja penduduk di sekitarnya.PG : Kalau saya boleh tahu lebih lanjut Pak James ya, apakah Pak James pada saat-saat bertumbuh itu juga mendapatkan arahan dan didikan dari orang tua tentang Tuhan Yesus dan sebagainya?
RJ : Memang dari kecil saya mengikuti sekolah minggu di gereja HKBP tetapi mengenai orang tua saya, mereka berangkat kerja itu dari jam 07.00 pagi dan pulang paling cepat itu jam 06.00 sore adang sampai jam 09.00
malam; jadi saya di rumah di tinggal bersama pembantu dan kakak. Jadi waktu itu ada kakak sepupu saya dari daerah datang ke Jakarta, selama di Jakarta tinggal di tempat saya. Itulah yang membimbing saya, ya boleh dikatakan bukan membimbing tetapi mengawasi saja karena kalau kita bicara soal pembimbingan itu ya lebih mengarah kepada pendidikan, tetapi ini cuma sekadar mengawasi kebutuhan-kebutuhan saya saja, untuk makan saya dan saudara-saudara saya. Saya sendiri sekeluarga ada 8 anak Pak, saya no.7, jadi ketika saya remaja kakak saya yang besar sudah ada yang kuliah di Malang, sudah ada yang kuliah di luar jadi saya cuma tinggal 4 orang di rumah. Empat orang yang tua itu kakak saya yang no.4, no.5, no.6, no.7 dan no. 8.PG : Setelah rokok, Pak James, apalagi yang Pak James akhirnya pakai?
RJ : Kelas 5 SD saya mulai minum-minuman keras, minuman keras yang pertama saya minum waktu itu TKW, di Jakarta suatu merk TKW itu minuman untuk kalangan kelas bawah. Dan kalau saya membandigkan dengan kehidupan yang sekarang untuk mendapatkan minuman keras, dahulu kala zaman saya kelas 5 SD itu sangat mudah sekali dibanding dengan sekarang, karena memang sekarang ini sudah beberapa kali, penertiban tentang minuman keras.
Tetapi dahulu itu tidak ada sama sekali. Saya minum setiap hari Jum'at, sekolah kami SD itu ada kegiatan pramuka, jadi hari itu kami tidak sekolah. Secara akademis pagi masuk sekolah upacara pembukaan setelah upacara pembukaan jam 07.00 habis itu siswa bebas mengadakan kegiatan pramuka apa saja setelah itu jam 11.00 kumpul lagi untuk mengadakan upacara penutupan. Nah jadi pada kegiatan hari Jum'at itu tidak ada kegiatan akademis, di situlah kami mempunyai banyak waktu luang untuk keluar dari sekolah sebelum upacara penutupan, jadi kami jalan-jalan ke mana di sekitar sekolah. Nah di situ banyak hal yang kami lakukan, mulai dari merokok, mengkonsumsi minuman keras, itulah awalnya Pak.PG : Dan setelah itu apa lagi yang Pak James gunakan?
RJ : Setelah itu kelas 6 SD saya lulus dari SD, ketika itu yang terjadi kelas 1 sampai kelas 5 masih melaksanakan pendidikan atau masih belajar, kami kelas 6 sudah selesai EBTA. Jadi ada janka waktu sekitar 2 bulan dari jarak EBTA sampai saya masuk ke SMP, saya libur terlebih dahulu daripada kelas 1 sampai kelas 5.
Nah waktu yang panjang itu kami atau saya banyak bermain dengan anak-anak di sekeliling kampung saya; nah di situ banyak yang kami lakukan dari mulai mencuri, merokok di rumah, karena terus terang kenakalan saya ini banyak saya awali di luar lingkungan rumah, karena saya merasa lebih aman dan tidak ada yang tahu. Nah waktu SD lulus saya mulai mencuri-curi melakukannya di sekeliling rumah dan di situ saya mulai diperkenalkan dengan ganja atau mariyuana dan kala itu saya masih ingat sekali bahwa satu amplopnya bisa saya konsumsi dengan membelinya seharga Rp. 500,-. Seharga Rp. 500,- itu untuk pemula seperti kami bisa dapat 3 linting, 3 linting itu kalau kita pakai bisa bertiga, berdua itu sudah dijamin mabuk semua untuk pemula. Jadi untuk Rp. 500,- dulu itu saya bisa pakai 5 orang, 6 orang.RJ : Memang kalau saya mengingat masa kecil saya waktu di SD saya ingin menguasai saja, rasanya di dalam pergaulan sesama teman di SD itu saya ingin lebih menonjol, lebih segalanya. Tetapi ntuk di lingkungan rumah ada satu hal yang saya catat dalam kehidupan saya bahwa dahulu kala itu saya dari daerah Sumatera adalah suatu etnis yang jarang atau minoritas di dalam kampung saya, nah di dalam hal ini saya perlu sekutu di dalam posisi saya ini waktu masih anak-anak kalau ada perselisihan antar anak kampung dengan saya, saya selalu menjadi musuh dan saya nggak punya sekutu.
Nah di dalam hal ini saya memerlukan sekutu, jadi saya bergaul dengan anak-anak yang nakal dengan suatu harapan kalau saya berselisih dengan anak yang lain mereka akan membantu saya, karena pada saat itu saya etnis yang tidak mayoritas, jadi saya betul-betul mencari pegangan untuk bisa hidup bebas bergaul, tanpa diganggu oleh orang lain. Dan itu salahnya saya, saya tidak mencari itu semua kepada keluarga, karena secara umum keluarga saya sendiri juga etnis minoritas di situ di sekeliling kampung saya, jadi saya berpikir saya tidak bisa bergantung sama mereka.PG : Jadi Pak James menggunakan obat sebagai tiket untuk masuk ke dalam kelompok yang bisa melindungi Pak James.
RJ : Maksud saya Pak, bahwa pertamanya saya hanya ingin mencari sekutu saja, mencari sekutu supaya melindungi saya di dalam lingkungan saya karena saya minoritas. Tetapi di dalam pergaulan sya mencari sekutu ternyata sekutu saya pengguna narkoba, jadi bukan narkoba itu sendiri untuk melindungi saya tapi fokusnya pertama sekutu saya itu untuk bisa melindungi saya tapi ternyata kelanjutan dari langkah saya itu berefek bahwa teman-teman saya itu ternyata anak-anak yang nakal dan itu memang saya pilih karena saya pikir merekalah yang bisa nanti mengatasi masalah-masalah saya dengan teman-teman sebaya lainnya.
RJ : Terus terang untuk pertama kali saya menggunakan ganja, seperti saya katakan itu bukan karena faktor saya mau atau saya tahu menikmatinya. Tetapi setelah saya masuk di dalam sekutu saya ternyata mereka melakukan dan saya pun harus melakukannya.
Dan saya merasakan tahap pertama saya memakai tidak ada kenikmatan sedikitpun, yang ada adalah rasa takut. Takut diketahui hukum karena memang pada saat itu saya juga mendengar bahwa itu akan ditangkap polisi, takut diketahui keluarga, takut diketahui orang-orang yang bisa mengadu kepada keluarga saya. Jadi untuk pertama kali memakai, tidak ada kenikmatan dan sebetulnya secara hati nurani saya juga banyak ketakutan tetapi saya sudah katakan saya kecemplung/masuk dalam kelompok itu dan kelompok itu melakukan, jadi saya kebanyakan melakukannya hanya untuk toleransi kepada kelompok, bukan karena saya ingin pakai.RJ : Memang pertama belum bisa menikmati, setelah memakai yang kedua kalinya rasa takut itu berkurang, pakai selanjutnya berkurang dan setelah kenyataannya saya makin tidak ditangkap polisi,saya terus memakai, keluarga saya tidak tahu, lama-lama rasa takutnya berkurang terus saya tidak berusaha menikmati tetapi rasa nikmat itu timbul sendiri.
Saya bisa berpikir, mengkhayal, saya bisa menangkap suatu kenikmatan, saya bisa berkhayal dari situ. Dan resikonya tidak ada, nah dari situ saya mulai menikmati tanpa resiko, saya bisa berkhayal. Ya terus terang sebelum kehidupan saya yang sekarang ini sebelum pertobatan, saya berkhayal itu suatu keindahan buat hidup saya dulu. Jadi di dalam setiap suasana kalau saya ingin merasakan indahnya hidup ini saya harus berkhayal, memakai terus berkhayal dan itu paling mudah dan paling menyenangkan.RJ : LSD sendiri saya belum pernah pakai, tetapi saya pernah memakai sejenis jamur yang dikenal "magic mushroom". Dan saya waktu itu memakainya dengan seorang rekan dari Amerika. Ketika itu ia mensharingkan dia pernah memakai lexit atau reaksi lexit seperti itu cuma masalahnya lexit itu lebih kuat dari magic mushroom tapi inilah lexit ini rasanya seperti ini.
Jadi saya pikir mungkin kandungannya sama dan itu bukan hanya satu teman saja, beberapa teman dari Perancis, Amerika, Inggris karena di Sumatra dulu tempat saya tinggal juga banyak sekali magic mushroom dan saya mengkonsumsinya bersama mereka dan mereka yang pernah memakai mensharingkan beginilah reaksinya penuh halusinasi.RJ : Ketika saya tinggal di Sumatra, saya lakukan dalam seminggu itu hampir setiap hari minimal 4 hari atau 5 hari. Sampai saya dipanggil Mr. Mushroom karena memang sangat murah sekali dan mdah untuk mendapatkannya.
PG : Pak James selain dari mushroom, mariyuana yang adalah ganja apakah ada obat-obat lain yang Pak James juga konsumsi?
RJ : Tahap kedua setelah mariyuana atau ganja saya mengkonsumsi obat, obat-obat daftar G. Jadi bagi saya pribadi, narkoba itu ada kelas-kelasnya, kalau di kampung mereka tidak mengenal obat-bat daftar G.
Mereka hanya mengenal ganja dengan minuman keras. Karena waktu itu obat-obatan daftar G termasuk permainan anak-anak 'the haves', di atas permainan anak-anak di kampung seperti saya. Jadi setelah di sekolah saya berjumpa dengan anak-anak, siapa saja yang lingkungannya lebih dari lingkungan saya di situ saya mulai mengenal obat-obatan daftar G. Saya pertama kenal namanya BK kemudian meningkat kelas 2 sampai kelas 3 SMP mulai kenal mogadon dari rogert dan selanjutnya setelah lepas dari SMP mulai kenal dengan rohipnol, lexotan, valium, etalium.PG : Dan akhirnya apakah Pak James pernah menggunakan sabu-sabu, ekstasi dan sebagainya?
RJ : Mengenai obat Pak saya rasa belum selesai. Di kala saya memakai obat, saya lebih berani di dalam kehidupan saya, nah segi enaknya itu kalau kita memerlukan suatu kenekatan kita cenderun untuk memakai obat.
Tapi kalau kita ingin slow, berkhayal, ingin enjoy saya cenderung memilih pakai mariyuana atau ganja. Tapi misalnya kalau saya harus ke rumah cewek atau saya harus menghadapi kakak saya yang mau marah, saya harus menghadapi orang tua saya karena saya baru saja melakukan dosa, nah untuk mengaturnya saya minum tidak terlalu banyak. Tetapi untuk menaikkan mental saya dalam persidangan saya di depan keluarga saya pakai obat, sebab kalau pakai minuman baunya ketahuan, memang reaksinya sama-sama berani cuma obat itu tidak bau dan saya rasa lebih berani, terus perasaan kita diatur sedemikian rupa sehingga kita bisa bicara lebih meyakinkan terhadap diri sendiri.PG : Apa dampak negatif dari obat pada kehidupan Pak James?
RJ : Pertama 'lost control' Pak, itu sering terjadi di dalam kehidupan saya ketika saya memakai obat. Saya dulu sering memakai ganja, saya ingin variasi karena kalau memakai ganja terlalu slw, seperti lama-lama saya ini mati lemas.
Saya ingin suatu variasi yang baru yang lebih bergairah hidup ini. Nah saya janji dalam diri saya, satu minggu ini saya mau memakai obat dulu untuk selingan hidup supaya jangan terlalu loyo, saya beli 3 plek istilah kita itu 3 plek, isinya 10, itu untuk satu minggu saya minum 2 setiap hari. Tapi dalam kenyataannya 2 sekarang saya minum saya bisa kontrol dan semuanya indah bagi saya, saya berbicara juga lancar perasaan enak. Besoknya 2 masih bisa tapi besoknya lagi hari ke 3, ke 4, 2 tidak bisa saya harus meningkatkannya untuk mendapatkan perasaan seperti yang kemarin, saya mulai minum 3, hari ini 3 feeling saya yang kemarin itu ketemu saya masih bisa kontrol dan saya bisa berbicara dengan asyik dan semuanya tidak ada masalah. Tapi hari berikutnya saya minum 3 feeling yang kemarin kok tidak saya temukan sepertinya kurang saya tambah lagi 5, 6, obat itu sudah mau habis, janji saya ini 3 plek habis saya sudah stop saya mau balik ke ganja, mau slow lagi. Tapi barang itu sudah mau habis tinggal 5 butir lagi e.....sudah mulai cari lagi. Jadi saya sudah lepas kontrol dan dari situ saya sudah tidak bisa lagi berhenti minum obat, nanti sampai suatu saat ada masalah karena memang setiap kali saya minum obat pasti ada masalah. Nah suatu saat ada masalah yang menghentikan saya dan nanti terulang lagi setelah stop saya sudah bertekad tidak mau pakai, obat-obat ini membuat lost control lebih baik 'cimeng' atau ganja ini yang bisa slow-slow saja. Memakai ganja, ganja, ganja terus nanti saya akan suntuk lagi dan tekad saya yang dulu sudah saya lupakan lagi. Memang ketika saya baru terkena masalah karena obat terus saya bertekad mau pakai ganja saja yang lebih slow lebih tidak ada masalah dan kita bisa enjoy. Ketika saya melihat teman-teman pakai obat saya betul-betul merendahkan dia, wah....kamu belum kena batunya nanti kalau sudah kena batunya minum obat kamu baru jera. Tapi kenyataannya setelah saya suntuk karena terus memakai ganja sepertinya darah kita ini tidak pernah bergolak lagi saya akan mencoba lagi dengan tekad lebih keras lagi kalau kali ini saya akan kontrol. Tapi dalam faktanya pasti terjadi seperti yang sudah-sudah dan itu sudah beberapa kali dalam hidup saya.RJ : Saya memakai obat ketika saya remaja, setelah dewasa saya meningkat menjadi bandar ganja besar-besaran karena saya dari Jakarta pernah ke danau Toba, hidup di danau Toba di dunia pariwiata dan mempunyai relasi sampai dengan petani-petani yang digunungnya itu.
Jadi ketika saya tertangkap di danau Toba akhirnya saya ke Bali. Di Bali tekad saya sebetulnya mau mencari pekerjaan yang lain, tidak bandar narkoba lagi karena trauma di pukul aparat, tapi kenyataannya setelah Tuhan memberi berkat kehidupan di Bali, ada uang masuk lancar dan saya terseret lagi. Karena memang di sekeliling saya juga orang pemakai narkoba. Di Bali saya memakai ekstasi, sejak di danau Toba saya memakai ekstasi sabu-sabu dan hases, jadi di Bali saya betul-betul kalau istilah kami preman, nama saya itu sudah bau istilahnya nama saya sudah tercium semua lapisan aparat. Karena di Bali sendiri yang beroperasi yang mengurusi anak-anak narkoba, anak-anak jalanan itu bukan cuma polisi saja, tentara juga turut campur menertibkan. Jadi di polisi, di tentara saya sudah dicium dan dari situ saya keluar dari Bali ke Jawa. Tapi di Jawa ini saya membawa barang juga dari Bali, nah di Jawa ini akhirnya saya pulang ke Jakarta, pulang ke Jakarta saya mengenal obat lagi lexotan 12 dan akhirnya saya kacau di Jakarta. Suatu saat saya ingin enjoy di Malang karena dulu saya pernah SMA di Malang, saya berpikir bahwa saya dulu di Malang bisa menguasai medan karena memang dulu Malang sekitar tahun '84 masih belum besar. Image saya tentang Malang masih seperti dulu, saya berpikir kalau saya jadi preman terjun di Malang saya bisa menguasai medan, saya tahu Malang, saya tahu orang-orang yang sudah kompeten di dunia preman di Malang. Saya datang ke Malang dengan tujuan untuk bisa hidup sebagai preman yang lebih mapan dan lebih berkecukupan karena saya berpikir saya bisa menguasai medan di Malang. Tapi kenyataannya saya tinggal di suatu rumah, rumah ini adalah rumah tetangga saya di Jakarta dan saudara saya yang mempunyai rumah ini adalah jemaat dari satu gereja yaitu Gereja Eleos Malang dan dia di situ sering mengikuti kebaktian komisi pemuda di gereja Eleos Malang. Pada suatu hari dia mengajak saya untuk kebaktian di gereja bersamanya dan pada dasarnya saya memang Kristen, dari kecil saya juga sudah kenal Tuhan Yesus di sekolah minggu dan kalau selama ini saya tidak pernah ke gereja bukan berarti saya anti gereja. Akhirnya saya ikut kebaktian, sebelum saya mengikuti kebaktian, seperti saya katakan saya pergi ke Malang karena saya ada masalah dengan keluarga. Di situ setelah saya memakai obat lexotan 12 berlebihan saya mempunyai masalah dan masalah itu sampai ke masalah orang tua saya. Dan kalau saya ingat pada saat di Malang saya mengingat sekali bahwa saya itu sudah begitu merugikan keluarga khususnya orang tua saya, karena pada saat itu orang tua saya tinggal ibu saja, bapak sudah tidak ada. Jadi memang kalau dikatakan bertobat, belum, tetapi saya tidak seganas waktu masih di Jakarta terakhir waktu minum obat, saya di Malang berusaha menata diri untuk hidup lebih baik setelah reaksi obat yang sekian lama saya pakai secara kontinu itu reaksinya sudah agak menurun. Di Malang saya berusaha mengintrospeksi khususnya saya fokuskan ke orang tua saya dan ke keluarga saya yang begitu sudah saya rugikan selama ini. Nah hal ini ditunjang lagi dengan teman saya mengajak ke gereja, nah di situ saya seperti di dunia asing Pak, saya melihat pemuda-pemuda umur 20-21 paling tua itu umur 25 mereka melayani Tuhan ada yang mengambil kolekte, ada yang introitus, ada yang liturgi, ada yang terima tamu, ini pengalaman saya pribadi masuk gereja. Saya sepertinya dirangkul itu ya dari pertamanya saya sudah ada respek terhadap kebaktian ini; kedua, karena respek itu terus saya jadi terkesan dengan apa yang mereka perbuat, saya jadi peduli dengan apa yang mereka perbuat, saya perhatikan semua jadinya. Pada saat itu saya diberi kesempatan untuk bersaksi dan saya begitu tergerak untuk berdiri dan bersaksi. Saya bersaksi di situ bahwa saya betul-betul merasa orang yang tidak ada artinya sama sekali, selama hidup saya belum pernah mempunyai arti, mereka yang begitu muda sudah menyerahkan diri kepada Tuhan. Saya berpikir, mereka tidak mengenal kepuasan dalam hidup mereka, mereka masih muda tapi mereka sudah bertekad mau menyerahkan diri pada Tuhan. Sementara saya yang sudah puas yang sudah merasakan semuanya belum juga mau untuk hidup buat Tuhan, saya berpikir saya harus merubah diri saya, saya mau hidup saya lebih berarti khususnya buat Tuhan. Pertamanya memang bukan firman Tuhan dasarnya, hanya saya berpikir hidup saya ini buat apa? Saya waktu itu belum mengenal firman Tuhan, hidup saya ini buat apa, terakhirnya buat apa hidup saya ini. Nah kemudian setelah kebaktian itu saya langsung datang ke hamba Tuhan yang membawakan firman, saya katakan, tolong saya, saya mau bertobat. Tapi di dalam kenyataannya sepanjang kehidupan saya berbuat dosa itu saya sering mau bertobat, sering mau bertobat dan bertobat itu paling lama 2 bulan, 1 bulan. Secara pelan-pelan, perlahan demi perlahan saya akan kembali ke dunia saya dan batasannya itu saya tidak tahu. Saya terseret secara perlahan-lahan itu akan kembali lagi, saya bertanya kepada hamba Tuhan itu, mengapa saya bisa begitu dan kali ini saya ingin bertobat tidak seperti yang sebelum-sebelumnya saya ingin bertobat, untuk betul-betul bertobat tidak bisa kembali lagi. Nah hamba Tuhan itu memberikan kepada saya Firman Tuhan yaitu tentang kembalinya roh jahat, di situ saya digambarkan kalau saya bertobat hanya untuk motivasinya untuk memperbaiki diri dengan sekeliling saya, untuk orang tua, untuk keluarga itu adalah bukan pertobatan yang sesungguhnya dan saya akan bisa kembali lagi, karena apa? Kalau saya betul-betul mau bertobat saya harus mengisi pertobatan saya dengan Firman Tuhan sehingga iblis tidak akan pernah kembali ke dalam diri saya dan itulah pertobatan, hanya boleh terjadi atas pertolongan Tuhan dan harus diisi setiap hari dengan Firman Tuhan.GS : Tentu suatu pengalaman yang sangat menarik Pak James dan para pendengar kita pasti akan penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang apa dan bagaimana Tuhan itu membebaskan Pak James. Dan tentunya kita mengharapkan Pak James bisa melanjutkan pembicaraan ini pada kesempatan yang akan datang. Dan kami tentu saja mengharapkan saudara-saudara pecinta acara Telaga ini bisa mengikuti terus acara Telaga pada kesempatan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran dan pertanyaan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih.
28. Bahaya Narkoba | |
Narkoba menjadi sesuatu yang sangat menguasai seseorang, narkoba menjadi makna atau arti hidupnya dan di luar narkoba benar-benar tidak ada lagi kebahagiaan atau makna hidup yang dicarinya. Dan yang mengatur hidupnya bukan lagi Tuhan, bukan lagi hati nurani, bukan lagi hukum dari Tuhan, tapi kehendak pribadi.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari LBKK (Lembaga Bina Keluarga Kristen), bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, kali ini akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan tentang bahaya narkoba dan untuk itu telah hadir di studio bersama kami Bp. Rudi James Simanjuntak yang pada kesempatan yang lalu sudah menguraikan tentang pengalamannya bagaimana Tuhan membebaskan dia dari kuasa pengaruh narkoba ini. Perbincangan ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang lalu dan kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
RJ : Terima kasih Pak, seperti yang sudah saya uraikan sebelumnya sebetulnya saya terbelenggu itu oleh karena saya memilih suatu kelompok anak-anak nakal untuk menjadi teman saya. Latar belakan saya memilih mereka karena saya perlu rasa aman di dalam saya bergaul dengan sesama sebaya saya, tetapi kelanjutan daripada itu setelah saya terjerumus di dalam kehidupan anak-anak nakal dan mencoba dengan memakai alat-alat narkoba atau mengkonsumsi narkoba.
Perkembangan selanjutnya bahwa saya mempunyai pemikiran yang sangat salah pada saat itu, bahwa saya punya persepsi kalau saya sudah memakai narkoba saya ini mempunyai kelebihan di antara teman-teman sebaya saya. Saya mungkin hidup saya lebih modern atau saya mungkin lebih "go international" dengan saya memakai narkoba. Ketika saya masih SMP saya mempunyai idola seperti Mike Jagger dan Genesis group-group band dari luar itu juga mempengaruhi saya bagaimana saya bisa sampai terjun untuk mengkonsumsi narkoba. Saya waktu itu berpersepsi bahwa kalau saya memakai narkoba saya itu sudah lebih dari teman-teman saya dan saya bisa menyombongkan diri dengan semua itu tapi sesungguhnya setelah saya menyadari sekarang, bahwa itu adalah suatu pikiran yang semu atau kebahagiaan yang semu atau kepuasan yang semu yang pada saat itu saya cari atau saya capai.PG : Pak James menceritakan bahwa Pak James sudah memakai berjenis-jenis obat ya misalnya seperti mariyuana atau ganja juga bermacam-macam pil seperti BK dan sebagainya, memakai hases, memakai abu-sabu tapi dalam kehidupan Pak James yang dikuasai oleh narkoba itu selama bertahun-tahun memakai berjenis-jenis obat akhirnya Pak James bisa lepas.
Sesuatu yang secara manusiawi itu hampir mustahil, karena begitu sedikit orang yang berhasil lepas, banyak yang mencoba, banyak yang ingin lepas tetapi tidak bisa melepaskan diri. Pak James bisa tolong ceritakan pergumulan Pak James akhirnya bisa sungguh-sungguh lepas dari kuasa narkoba ini.RJ : Betul sekali ya Pak, di kala saya masih menggunakan narkoba itu saya bukan tidak pernah berpikir untuk melepaskan diri. Kadang-kadang di saat saya tidak bisa tidur atau di saat saya jemu dngan kehidupan saya yang memang kotor, saya berpikir untuk bisa melepaskan diri dari semuanya ini.
Tetapi saya sendiri tidak bisa menemukan jalan cuma sebatas keinginan, kerinduan untuk bisa hidup normal seperti manusia-manusia lain. Karena pada saat itu saya sungguh-sungguh merasa hidup saya itu tidak normal lagi dan tidak layak seperti manusia-manusia biasanya. Dan saya merindukan untuk bisa hidup normal kembali tidak terikat dengan narkoba, tidak diperbudak narkoba dengan segala sesuatu kehidupan saya orientednya itu hanya pada narkoba. Baik itu materi hanya saya arahkan untuk narkoba, baik itu waktu saya, baik itu keinginan saya semua saya arahkan hanya untuk narkoba. Nah saya sesungguhnya ingin lepas dari semua itu karena walaupun bagaimana saya manusia pernah juga walaupun saya mengkonsumsi narkoba setiap hari saya pernah juga sadar, yang paling sering itu waktu bangun tidur. Ketika saya bangun tidur di situ kesuntukan menghinggapi saya, sebagai seorang yang diperbudak narkoba, yang diperbudak dengan kehidupan yang tidak teratur dan kacau ada kerinduan untuk hidup normal apalagi kalau kita melihat atau berhubungan dengan orang-orang lain yang mempunyai kehidupan lebih teratur. Seperti misalnya kalau kita melihat di TV ada orang-orang berhasil, atau di sekolah kita atau di lingkungan kita ada orang-orang yang berhasil atau keluarga teman kita kalau kita melihat hidup mereka normal. Di situ terselip walaupun cuma sedikit, kehidupan saya ini hancur sekali saya ingin normal kembali tapi jalannya saya tidak tahu bagaimana caranya. Dan selalu menjadi pertanyaan saya apakah saya bisa tidak memakai ganja? Apakah saya bisa hidup jujur, apakah saya bisa hidup teratur, itu selalu menghantui saya sampai suatu saat seperti yang sudah saya uraikan di depan pertemuan kita yang lalu. Bahwa saya ditangkap Tuhan di gereja setelah saya diberi contoh oleh Tuhan bagaimana sebagai manusia harus mengabdi kepada Tuhan dan melayani sesamanya atau beribadah kepada Tuhan. Di situ hati saya betul-betul tersentuh sampai saya menghampiri hamba Tuhan untuk minta pertolongan bagaimana supaya saya betul-betul, sungguh-sungguh bertobat dalam arti yang sesungguhnya. Dan akhirnya hamba Tuhan itu memberikan saya Firman Tuhan dan menerangkan Firman Tuhan itu secara gamblang bahwa pertobatan itu tidak boleh hanya di muka saja, tetapi pertobatan harus diikuti dengan pembacaan Firman Tuhan, hidup sesuai dengan kehendak Tuhan melalui mengikuti Firman Tuhan. Dan dari situ pertobatan, di situ diberi suatu ayat di mana iblis yang sudah meninggalkan kita, yang sudah meninggalkan hati kita, ketika kita sudah commit mau bertobat tetapi ketika melihat lagi di dalam hati kita kosong tidak ada Yesus Kristusnya dan dia akan memanggil 7 iblis lagi untuk tinggal di dalam hati kita dan kita akan lebih jahat. Dan kesimpulan yang saya tangkap kalau saya mau bertobat saya harus betul-betul selamanya tidak boleh meninggalkan Tuhan, supaya iblis tidak bisa merenggut saya lagi. Dan kemudian dari situ saya bukannya langsung percaya atau langsung kuat iman saya, tapi tetap saya berpikir, saya meragukan apakah saya bisa seperti itu, bagaimana caranya saya bisa meninggalkan rokok, narkoba, minum-minuman keras dan kehidupan dunia lain yang tidak berkenan dengan Firman Tuhan, saya di situ masih ragu dan saya kembali konseling dengan hamba Tuhan itu saya pikir itu hanya idealisme bagi diri saya, saya tidak bisa melakukannya. Dan kembali hamba Tuhan itu memberikan Firman Tuhan kepada saya tentang bagaimana Tuhan memandang saya, Tuhan tidak memandang saya sebagai seseorang yang sudah kena narkoba. Tuhan tidak memandang saya sebagai orang yang sudah begitu kotor, sekotor-kotornya saya tapi Tuhan memandang saya sebagai hal yang berharga di mataNya dan Tuhan ingin saya kembali hidup sesuai dengan kehendakNya. Tuhan ingin mengangkat saya dari dosa yang sudah membelenggu saya sekian lama dan saya sendiri tidak tahu bagaimana cara melepaskan diri. Hanya Tuhan yang bisa menolong, tidak ada lain, tidak dirimu, tidak lingkunganmu, tidak keluargamu, tidak orang tuamu, hanya Tuhan. Dan hamba Tuhan itu mengingatkan saya tentang Firman Tuhan itu. Tuhan juga menuntun saya, pada suatu hari ke suatu Sekolah Theologia di mana dalam acara ulang tahun gereja ada kegiatan pemuda melaksanakan olah raga dan olah raga itu dilaksanakan di suatu Sekolah Theologia, kita meminjam lapangan untuk acara-acara pemuda melaksanakan perlombaan dalam rangka ulang tahun gereja dan saya ikut di dalamnya. Kemudian dari situ Tuhan membuka hati saya, membuka jalan bagi saya bagaimana supaya saya sungguh-sungguh hidup setiap hari dengan Firman Tuhan, mengisi hidup saya dengan Firman Tuhan, mengisi hidup saya dengan melayani Tuhan, mengisi hidup saya setiap hari untuk berhubungan dengan Tuhan, bagaimana caranya saya bisa hidup sedemikian rupa dan saya berpikir ini Tuhan tunjukkan jalan bagi saya, dan dalam hati saya, saya bertekad saya ingin lebih mempertajam diri saya tentang Firman Tuhan, supaya saya boleh hidup melakukannya dan minta pertolongan dengan jalan saya dekat hidup dengan Tuhan. Dan pada saat itu saya pikir saya pribadi menganggap bahwa itu mungkin jalan Tuhan bagi saya.RJ : Setelah saya mengikuti kegiatan gereja saya sudah melepas semua narkoba tetapi saya masih merokok. Tetapi satu hal yang menjadi ganjalan saya, sebelum saya bertobat saya membawa banyak ala-alat narkoba yaitu jenis obat lexotan 12 dan sejumlah ganja dan saya waktu itu mendropnya ke salah seorang teman saya di Sekolah Tinggi di Malang di Universitas Swasta di Malang dan dia harus setor ke saya.
Jadi ketika saya sudah bertobat setorannya itu belum lunas, jadi itu yang masih menjadi batu sandungan bagi saya bahwa memang saya sudah tidak menggunakan, tetapi saya masih punya barang itu. Dan dia mempunyai kewajiban untuk setor sejumlah uang kepada saya karena itu barang saya, dia mengedarkannya bagi saya. Tetapi kemudian setelah mengikuti acara di gereja itu, di Sekolah Tinggi Theologia dari situ saya tidak pernah menagih dia, dan dalam jangka waktu seminggu bisa berjumpa dua kali, tiga kali dia datang ke tempat saya tinggal, saya tidak pernah menagih lagi dan sampai sekarang juga saya tidak pernah menagih lagi dan barang itu juga tidak saya minta lagi. Jadi masih tinggal rokok saja waktu itu, merokok kemudian setelah saya bertekad saya mau melayani Tuhan, untuk itu saya harus membekali diri dan saya mau masuk ke Sekolah Tinggi Theologia dan saya memilih STT Salem, kebetulan memang Tuhan menunjukkan jalan ke situ. Setelah saya mengisi formulir, mengisi formulir tentang masuk STT Salem; di dalam formulir itu ada beberapa perjanjian dan terakhir dari perjanjian itu dikatakan bahwa semua perjanjian yang Anda lakukan di atas bukan perjanjian manusia dengan manusia, tetapi dengan Tuhan. Jadi setelah saya mengisi formulir itu saya melepaskan semua rokok, saya melepaskan semua yang tidak berkenan di hadapan Tuhan dan di situ baru total semuanya tidak dilakukan, rokok, narkoba tidak lagi.RJ : Ya inilah yang akan saya saksikan yang sebetulnya yang terutama sekali, ini beberapa kali saya saksikan di gereja maupun di perkumpulan-perkumpulan camp bahwa bagaimana saya bisa lepas, bgaimana karya Tuhan kepada saya.
Secara logika secara medis, sekian puluh tahun saya memakai narkoba dan selama ini kalau ada istilah barang putus kita tidak bisa dapat barang mungkin karena bandarnya yang digerebek polisi atau mungkin supply barang itu tidak ada atau mungkin juga uang kita yang tidak ada. Dalam kondisi barang putus kita tidak bisa untuk tidak memakai barang dalam jangka waktu 2 hari atau 1 hari saja, itu hidup akan kacau, saya tidak bisa berdamai dengan siapapun dan saya akan hidup meletup-letup dan saya tidak bisa mengerjakan apapun juga di dalam kehidupan saya. Dan saya hanya berpikir bagaimana untuk bisa menenangkan diri saya untuk menjangkau narkoba dan mengkonsumsinya. Tetapi secara nyata saya tidak terasa, setelah saya menjalani kehidupan di STT Salem saya merenungkan dan saya membandingkan bagaimana reaksi anak-anak yang kena putauw, yang lagi sakau, yang lagi stres, yang menjerit-jerit, yang memukul orang, yang biarpun tidak ada masalah asal orang berbunyi suara apapun langsung pukul itu reaksi semua yang dulu saya pernah lakukan dan saya pernah rasakan. Dan tidak bisa mengerjakan apapun, sekalipun hanya mencuci piring atau menyapu lantai ukuran 3x4, 4x4 itu tidak akan bisa saya lakukan. Tapi setelah saya membaca Firman Tuhan, mengikuti pelajaran-pelajaran tentang Firman Tuhan, mendekatkan diri dengan Tuhan, saat teduh setiap pagi, saya benar-benar merasakan inilah karya Tuhan kepada saya, saya tidak merasakan seperti yang dulu lagi, saya tidak sakau. Kalau saya melihat TV ada acara tentang sakau, tentang apa di koran tentang orang-orang narkoba yang sakau, yang paranoid atau apa itu semua sudah tidak ada lagi pada saya.PG : Itu sebabnya Pak James selalu menekankan kuasa Tuhan, ya Pak James?
RJ : Ya dan itu memang nyata, nyata sekali saya juga sudah konsultasi dengan beberapa orang yang berkompeten seperti tenaga-tenaga medis itu bagaimana Pak tentang saya dan mereka juga jarang bia menerangkannya.
Karena memang reaksinya sebetulnya minimal itu di dalam emosional kita ada, tetapi dalam hidup saya, saya tidak pernah merasakan itu. Memang sebelum saya bertobat, seperti yang saya terangkan tadi saya pernah juga tidak memakai obat tapi reaksinya seperti yang saya terangkan itu, saya akan meletup-letup, saya akan memukul orang sembarangan, hidup saya akan kacau dan tidak bisa mengerjakan apa-apa. Dan fokus hidup saya hanya untuk satu masalah bagaimana saya bisa dapat, bagaimana caranya saya bisa menikmati.PG : Mungkin saja Pak James di antara yang mendengarkan kita sekarang ini adalah orang yang sedang bergumul dengan narkoba. Orang yang seperti Pak James dulu, yakni ingin lepas tapi tak bisa lepas, tidak tahu jalan keluarnya apa nasihat Pak James bagi mereka?
RJ : Ya seperti saya katakan tadi bahwa saya juga mengalami seperti yang Pak Paul katakan tidak tahu jalan keluarnya, memang kita ini manusia selalu cenderung mengikuti keinginan kita. Saya tidk tahu jalan keluarnya bagaimana sampai Tuhan sendiri menunjukkan kepada kita.
Saya sudah mengatakan hanya Tuhan yang bisa menolong kita. Jadi dengan perkataan saya, hanya Tuhan yang bisa menolong kita, kalau memang saudara-saudara yang kebetulan memang masih terbelenggu, saya pikir memang tidak ada jalan selain ke Tuhan. Mari kita menghadap kepada Tuhan, kita berdoa dengan sungguh-sungguh, kita mencari kehendakNya melalui FirmanNya karena Tuhan selalu menunjukkan jalanNya kepada kita melalui FirmanNya itu saya yakinkan dalam diri saya, saya aminkan. Saya selama ini berhubungan dengan Tuhan selain dengan doa, saya selalu membaca Firman Tuhan dari situ saya tahu kehendak Tuhan, apa yang Tuhan mau kita lakukan. Nah di sini juga kalau saudara-saudaraku yang masih terbelenggu di dalam belenggu narkoba, kalau saudara-saudara betul-betul sungguh-sungguh mempunyai kerinduan untuk dibebaskan dan untuk hidup normal, untuk hidup berguna bagi Tuhan, bagi bangsa dan bagi sekeliling saudara-saudara, saudara boleh memulainya dengan berdoa dengan sungguh-sungguh, dengan sepenuh hati menyerahkan diri dengan segala kerendahan hati dan saudara harus komitmen di dalam diri saudara, saudara mau menuruti apa yang Tuhan perintahkan bagi saudara, saudara boleh membuka Kitab Suci, saudara boleh mencari kehendak Tuhan apa yang Tuhan mau saudara lakukan di dalam hidup saudara selanjutnya.PG : Saya melihat dampaknya mempunyai beberapa dimensi. Yang pertama adalah narkoba akan menguasai jiwanya, sehingga dalam diri orang tersebut tidak ada lagi hal yang penting selain narkoba. Tuuan hidupnya hanyalah satu yakni memperoleh narkoba, narkoba menjadi jawaban hidupnya, problemnya.
Narkoba menjadi makna atau arti hidupnya dan di luar narkoba benar-benar tidak ada lagi kebahagiaan atau makna hidup yang dicarinya. Sampai sebegitu besarnya kuasa narkoba dalam jiwa seseorang. Ini berarti kalau dia mempunyai keluarga, keluarganya tidak akan lagi menempati posisi yang penting dalam kehidupannya. Kalau dia mempunyai anak, anak itu tidak akan menjadi orang yang disayangi atau penting bagi dirinya, semua adalah nomor 2, narkoba adalah nomor 1. Yang berikutnya secara sosial dia akan bergaul dengan orang, tapi dia akan sulit sekali mengembangkan suatu persahabatan yang dalam, yang tulus, yang sehat dengan orang lain. Persahabatan-persahabatan yang dijalinnya merupakan persahabatan dalam rangka memperoleh narkoba supaya supply narkoba tetap bisa terjamin dalam kehidupannya. Sehingga persahabatan itu tidak lagi di dapatinya, yang ada adalah suatu korporasi suatu usaha bersama untuk saling mensupply kebutuhan akan narkoba tersebut. Secara fisik, otak kita yang dimasuki oleh obat, tubuh kita yang dimasuki oleh obat dan obat-obat itu sendiripun bukanlah obat yang murni. Memang beberapa jenis obat yang kita tadi sudah dengarkan berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya seperti ganja ya adalah dari tumbuhan kanabis, seperti hases itu juga dari tumbuhan, seperti kokain juga dari tumbuhan, memang itu sebagian adalah tumbuh-tumbuhan. Obat-obatan, tranquilizer yang digunakan juga merupakan obat-obat yang berasal dari unsur-unsur kimia. Tapi dalam penggunaan obat yang kita tahu digunakan oleh para pemakai narkoba sebetulnya obat-obat tersebut sudah tercampur dengan unsur-unsur yang kita tidak tahu lagi apa isinya, bisa-bisa itu adalah unsur-unsur yang kotor yang sudah tercemar, yang tidak lagi steril dan itu semua memasuki tubuh seseorang, merusakkan sistem tubuhnya, mempengaruhi senyawa kimiawi di otaknya, itu sebabnya kadangkala muncullah reaksi-reaksi yang benar-benar menakutkan. Misalnya sebagai pengguna sabu-sabu yang begitu parah, seseorang bisa membayangkan, berhalusinasi, melihat hal-hal yang tidak dilihat, merasakan ancaman yang besar terhadap dirinya, dia harus membela dirinya dengan senjata tajam dan sebagainya supaya bayangan akan ancaman tersebut bisa hilang. Jadi benar-benar dia menjadi seseorang yang tidak lagi sehat secara tubuh, secara jasmani karena obat-obat tersebut sudah merusak tubuhnya. Dan secara keuangan, narkoba itu akan menguras keuangan seseorang, memang awalnya memakai yang murah-murah, tetapi seperti Pak James sudah tekankan lama-kelamaan terbentuklah yang disebut toleransi. Artinya sedikit tidak cukup harus lebih, dan harus lebih lagi dan harus lebih lagi guna mendapatkan efek yang pertama-tama diperolehnya. Dan itu berarti kwantitasnya bertambah, kwalitas juga harus bertambah, dari jenis yang ringan ke jenis-jenis yang lebih berat dan akhirnya uang harus lebih banyak dikeluarkan, itu sebabnya para pengguna narkoba akhirnya suka terjebak dalam pembelian dan penjualan narkoba. Supaya bisa mengongkosi kebiasaan memakai narkoba itu sendiri dan akhirnya makin meracuni lebih banyak orang, Karena mereka harus mencari pangsa yang lebih luas lagi karena masing-masing itu perlu pangsa untuk mengongkosi kebiasaan memakai obatnya. Pangsa diperluas berarti lebih banyak saudara kita, teman kita, sahabat kita yang akan juga dirasuk oleh narkoba karena akan lebih banyak orang yang ingin memasarkan narkoba-narkoba ini. Jadi memang dampaknya begitu luas sekali. Dan yang terakhir adalah dampak secara rohani, tidak ada lagi keinginan mau dekat dengan Tuhan, karena tahu ini salah Tuhan tidak menyetujui perbuatan ini, nah akhirnya makin jauh dari Tuhan dan waktu orang makin jauh dari Tuhan, dia makin dekat dengan yang kita sebut hasrat atau nafsu. Dengan perkataan lain yang mengatur hidupnya bukan lagi Tuhan, bukan lagi hati nurani, bukan lagi hukum dari Tuhan, tapi kehendak pribadi. Apa yang diri sendiri pikirkan baik itu yang akan dia lakukan, jadi benar-benar kita melihat begitu besar dampak narkoba yang bisa ditimbulkan.PG : Saya harus kembali ke pokok yang pertama yaitu pokok keluarga, Pak Gunawan. Sebagaimana telah disaksikan oleh saudara kita, Pak James, ternyata memang dalam keluarga yang tidak memberikan erhatian dan pengawasan yang cukup kepada anak, anak-anak lebih berpeluang untuk akhirnya melakukan eksperimentasi dengan narkoba.
Dalam keluarga yang lebih dekat memberikan perhatian yang lebih penuh terhadap anak-anak, pengawasan akan lebih terjamin sehingga perilaku yang akhirnya menyimpang tersebut bisa lebih dideteksi lebih awal, itu yang pertama. Yang kedua adalah keluarga yang erat yang penuh kasih sayang akan lebih menanamkan penghargaan diri yang sehat pada anak sehingga dia tidak perlu merasa tidak aman, dia tidak perlu merasa harus lari kepada orang lain guna mencari keamanan, dia bisa kembali kepada keluarga sendiri, kepada orang tua mendapatkan keamanan tersebut jadi itu faktor yang berikutnya. Selanjutnya adalah anak-anak memang pada masa remaja terutama menginginkan lingkungan yang bisa menerimanya, nah di sini orang tua penting sekali memberikan pengawasan yang ketat dengan siapakah anak-anaknya bergaul, jangan sampai si anak bergaul dengan orang-orang yang salah. Kalau mulai bergaul dengan orang-orang yang salah dan orang tua tahu, orang tua bisa langsung mencegahnya. Nah si anak perlu diberitahu kenapa teman yang seperti ini jangan menjadi temannya, bahayanya apa itu harus dijelaskan dan diberikan pengawasan. Dari kesaksian Pak James kita juga bisa ketahui bahwa dalam pertumbuhan Pak James memang Pak James hidup dalam lingkungan yang keras. Nah, bagaimanakah bisa keluar dari lingkungan yang keras itu, tidak bisa tidak memang Pak James harus misalkan waktu ke gereja terlibat dalam pelayanan di gereja, harus terlibat dalam lingkungan yang lain, tidak bisa kembali pada lingkungan yang sama. Pergaulan itu harus di luar dari lingkungan hidup yang keras dan memang penuh penyimpangan tersebut. Dengan cara itulah Pak James bisa atau kita semuanya bisa membangun kehidupan yang berbeda dari kehidupan kita di dalam lingkungan itu. Nah mudah-mudahan dengan lingkungan yang baru, yang lebih sehat itulah kita bisa lebih membangun diri yang positif. Nah, kalau misalkan sudah terlibat sudah akhirnya susah melepaskan diri, langkah yang tadi sudah dikatakan Pak James adalah harus mengambil suatu sikap, meskipun sudah pernah gagal, meskipun sudah pernah bertobat tetapi kemudian jatuh kembali, jangan putus asa. Pak James bersaksi Pak James pernah berkali-kali bertobat minta ampun kepada Tuhan mau berubah, tapi kembali lagi, kembali lagi. Mungkin sekali belum cukup, mungkin dua kali belum cukup tapi bisa jadi yang ke tiga kali sudah cukup dan akan bertobat, jadi jangan putus asa terus kembali kepada Tuhan meminta pengampunan dan kekuatanNya.PG : Kehidupan Pak James dan kehidupan orang yang telah dibelenggu oleh dosa narkoba ataupun dosa yang lainnya dapat diibaratkan Lazarus; Lazarus yang sudah mati, sudah dikuburkan, tetapi Yesusmempunyai kuasa yang bisa membangkitkan orang yang mati.
Dan di sini dikatakan oleh Firman Tuhan "Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati." Bagi para pengguna narkoba mungkin menganggap diri mereka sudah mati, tetapi Yesus berkata: Akulah kebangkitan dan hidup, dia akan hidup walaupun sudah mati, ini pengharapan kita dan pengharapan kita pada Tuhan Yesus tidak sia-sia.GS : Terima kasih, Pak Paul. Jadi demikian tadi saudara-saudara pendengar kami telah persembahkan sebuah perbincangan dengan Bp. Rudi J. Simanjuntak dari STT Salem dan Bp. Pdt. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami telah berbincang-bincang tentang bahaya narkoba. Kalau Anda berminat untuk melanjutkan acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Dan dari studio kami mengucapkan terima kasih.
29. Menghadapi Bencana | |
Hidup ini tidak selalu bisa kita kuasai, ada hal-hal yang bisa kita kuasai, ada hal-hal yang sangat di luar kuasa kita, bencana adalah salah satunya. Dan biasanya setiap orang melewati tahap-tahap tertentu dalam menghadapi bencana.
Hidup ini tidak selalu bisa kita kuasai, ada hal-hal yang bisa kita kuasai, ada hal-hal yang sangat di luar kuasa kita, bencana adalah salah satunya.
Tahap-tahap menghadapi bencana adalah:
Tahap penyangkalan. Kita sangat-sangat shock, terkejut waktu mendengar sesuatu yang menghantam diri kita atau keluarga kita. Jadi reaksi kita adalah reaksi tidak percaya. Waktu kita bereaksi tidak percaya sesungguhnya kita ini sedang dalam proses mencoba menyangkal bahwa itulah yang telah terjadi. Adakalanya memang diperlukan untuk orang itu berdiam dalam proses penyangkalan, sebab pada proses penyangkalan itulah seseorang sebetulnya sedang mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi kenyataan yang luar biasa pahitnya.
Kemarahan, adalah reaksi yang juga sering kali dimunculkan pada waktu kita menyadari bencana benar-benar telah menimpa kita. Dalam tahap marah kita biasanya akan menunjuk siapa yang telah bersalah, kita ingin tahu siapa itu yang bertanggung jawab. Apakah itu orang lain, Tuhan atau siapapun yang telah bersalah, dan kadang kalau kita tidak bisa menunjuk orang lain atau Tuhan, akhirnya kita hanya bisa menunjuk kepada diri sendiri, menyalahkan diri sendiri.
Tahap bernegoisasi, misal dalam kasus seperti penyakit kita bisa bernegoisasi. Kita berkata kepada Tuhan, OK-lah Tuhan, saya mengaku saya pernah salah dulu, saya pernah berdosa dulu, nah sekarang ampuni saya. Saya berjanji kalau saya dibebaskan dari bencana ini, saya tidak jadi kena kanker saya akan menjadi hamba Tuhan, saya akan serahkan anak saya untuk melayani-Mu dsb, kita tawar-menawar. Harapan kita adalah kita akan berhasil membujuk Tuhan agar Tuhan mengurungkan niat-Nya, nah tawar-menawar ini biasanya kita lakukan dengan sungguh-sungguh, kita tadinya benar-benar marah kepada Tuhan sekarang berbalik.
Tahap marah yang berat (depresi), marah di sini adalah marah yang benar-benar terlalu dalam dan tidak bisa lagi diekspresikan seperti pada tahap sebelumnya sehingga akhirnya muncul depresi. Salah satu yang membuat dia depresi berat adalah kenyataan yang dia harus terima bahwa tidak ada jalan lain, tawar-menawar tidak berhasil, tetap menderita penyakit yang sama, bencana benar-benar telah datang dan tidak bisa lagi mengelak.
Tahap kita mengumpulkan kembali hidup kita, kita mengintegrasikan kembali yang telah terjadi baik kerugian atau pun yang tersisa. Jadi benar-benar secara nyata kita melihat kerugian yang harus kita tanggung tapi kita juga masih bisa menghitung yang tersisa pada diri kita atau kehidupan kita. Nah akhirnya kita satukan kembali kepingan-kepingan hidup itu dan memulai hidup yang baru.
Saya akan tutup dengan kesaksian seorang pendeta yang kehilangan anaknya karena kematian. Pendeta ini sering memberikan penghiburan kepada jemaatnya. Jadi jemaatnya ini ingin tahu apa yang dilakukan oleh si pendeta setelah kehilangan anak yang dikasihinya. Ternyata pendeta ini tabah, kuat melewati semuanya dan pada waktu anaknya dikubur, ia berkhotbah atau memberikan kata-kata seperti ini : "Satu besi kalau dilempar ke air akan tenggelam, tapi besi yang dipasang dan dibangun menjadi sebuah kapal akan bisa mengapung." Dia berkata: "Kematian anak saya ibarat satu besi itu, yang kalau dilempar ke laut akan tenggelam. Namun sebetulnya itu adalah satu besi yang Tuhan sedang pakai merancang sebuah kapal yang besar dan kapal itu memang tidak bisa saya lihat sekarang, tapi itu adalah rencana Tuhan."
Ini kesaksian memberikan kita satu penghiburan bahwa apapun yang kita alami, akan ditangani oleh Tuhan dan akan menjadi kebaikan.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S. Psi. dan juga Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau berdua adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan selama ± 30 menit yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Dan perbincangan kami kali ini kami beri judul menghadapi bencana, dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Waktu kita menghadapi bencana tidak bisa tidak, Pak Gunawan, kita akan mengeluarkan beberapa reaksi. Ada seseorang yang bernama Elizabeth Ross, dia mencoba menjabarkan reaksi-reaksi kit terhadap krisis yang datang dengan tiba-tiba.
Memang yang memunculkan diskusi kita pada saat ini adalah yang telah terjadi di kota New York dan Washington, di mana ada sekitar 5000 orang baru saja kehilangan nyawanya akibat tabrakan atau usaha yang dilakukan oleh para teroris untuk menghancurkan kedua gedung World Trade Centre dan juga departemen pertahanan Amerika. Kita tahu akan ada lebih dari 5000 orang yang sedang meratapi karena mereka kehilangan orang-orang yang mereka kasihi, kalau ada 5000 orang yang meninggal berarti ada sekian banyak lagi orang yang sedang menangis kehilangan orang-orang itu, nah ini adalah bencana. Tadi Pak Gunawan sudah memulai dengan mengatakan bahwa hidup ini tidak selalu bisa kita kuasai, ada hal-hal yang bisa kita kuasai, ada hal-hal yang sangat di luar kuasa kita, bencana adalah salah satunya. Reaksi pertama yang biasanya kita keluarkan adalah kita sangat shock, terkejut waktu mendengar sesuatu yang menghantam diri kita atau keluarga kita. Bencana di sini tidak harus berbentuk bencana seperti serangan teroris itu ataupun bencana alam, namun ini bisa juga berupa kabar bahwa kita telah menderita penyakit yang terminal misalnya penyakit kanker atau apa. Nah pada saat pertama kali kita mendengar berita itu, biasanya kita berkata apakah benar, tidak mungkin ini menimpa saya, pasti ada kekeliruan. Jadi saya bisa bayangkan misalnya kita mendengar kabar bahwa pesawat telah jatuh dan mungkin ada salah seorang saudara kita yang ada di pesawat itu, reaksi yang alamiah adalah rasanya bukan dia, mungkin naik pesawat yang lain, atau nama itu bisa sama, orangnya belum tentu sama. Jadi sekali lagi reaksi kita adalah reaksi tidak percaya. Waktu kita bereaksi tidak percaya sesungguhnya kita ini sedang dalam proses mencoba menyangkal bahwa itulah yang telah terjadi. Sebelum kita buru-buru berkata bahwa penyangkalan adalah sesuatu yang tidak sehat, saya harus berkata bahwa adakalanya itulah yang dibutuhkan oleh seseorang. Sebelum dia sampai ke tahap menerima dan sebagainya, dia perlu masuk dulu dan berdiam dalam proses penyangkalan yaitu menyangkal bahwa bencana telah menimpanya. Kenapa saya katakan adakalanya memang diperlukan untuk orang itu berdiam dalam proses penyangkalan, sebab pada proses penyangkalan itulah seseorang sebetulnya sedang mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi kenyataan yang luar biasa pahitnya.PG : Saya kira masih tetap secara mental, kita masih tetap bisa berkata ini adalah impian atau rasanya ini tidak mungkin terjadi. Beberapa waktu yang lalu sudah cukup lama kita pernah mewawacarai dua orang ibu yang kehilangan suami mereka secara mendadak.
Dan saya masih ingat salah seorang ibu itu berkata: bahkan setelah suaminya meninggal dunia, dia yang memeluk suaminya waktu meninggal dunia, dia yang ikut membawa suaminya ke kamar jenazah dan sebagainya. Bahkan pada saat itupun, dia masih tidak mempercayai bahwa suaminya itu telah sungguh-sungguh meninggal. Jadi ini memang proses mental yang bertahap, pada tahap pertama memang seseorang berkata saya tahu dia sudah meninggal, namun rasa saya tahu itu rupanya belum sungguh-sungguh mengendap jadi belum sungguh-sungguh turun ke dalam sanubarinya dan memerlukan waktu untuk benar-benar pengakuan bahwa dia sudah meninggal itu baru bisa dirasakan.ET : Kadang-kadang juga ada orang yang masih mengharapkan terjadinya mujizat, misalnya berkata pasti akan sembuh, pasti akan selamat, apakah ini juga bagian dari pertama?
PG : Saya kira demikian Ibu Esther, jadi pada saat-saat itu orang masih berpikir kalaupun benar-benar terjadi, pasti akan ada jalan keluarnya, Tuhan tidak akan membiarkan kita melewati ini. isalkan kita didiagnosis menderita kanker, kita masih bisa berkata ini sementara saja nanti Tuhan pasti bisa menyembuhkan, itu salah satu reaksi.
Cuma yang lebih umum adalah kita mengatakan mungkin ada kekeliruan, sering kali itu yang kita katakan, dokter bisa salah, alat-alat medis itu bisa salah, belum tentu. Ya sama juga dengan berita bahwa seseorang telah meninggal dunia dalam perjalanan atau apa tidak mungkin itu saudara kita atau pasti itu orang lain. Jadi memang rupanya tahap tidak percaya itu pasti muncul, jarang ada orang yang langsung bisa mengakui apa adanya. Jadi meskipun secara kognitif, intelektual berkata itu telah terjadi, namun pengakuan tersebut belum sungguh-sungguh mengendap turun.PG : Biasanya adalah kemarahan Pak Gunawan, nah pada saat kita merekam, kita sekarang sedang menantikan reaksi negara Amerika Serikat terhadap orang yang ditunjuk bertanggung jawab atas usah teroris itu.
Kita tahu bahwa negara atau orang-orang di sana dalam keadaan marah, ingin berbuat sesuatu. Jadi reaksi marah adalah reaksi yang sering kali dimunculkan pada waktu kita benar-benar menyadari bencana telah menimpa kita. Pertama-tama kita ingin menunjuk siapa yang bertanggung jawab atas bencana itu, nah kalau bencana alam sudah tentu kita tidak bisa menunjuk siapa-siapa selain Tuhan. Kita berkata Tuhan Engkau begitu jahat, kenapa Engkau membiarkan ini terjadi, Engkau bisa mencegahnya kenapa Engkau tidak mencegahnya. Kenapa Engkau menguji aku begitu beratnya, kesimpulannya adalah kenapa Engkau begitu kejam, sehingga Engkau menguji aku dengan begitu beratnya. Jadi kita ingin mengidentifikasi, menunjuk siapa yang bertanggung jawab, nah misalkan bencana itu lebih melibatkan manusia lainnya, orang yang kita kasihi ditabrak, kita akan mempunyai kemarahan yang luar biasa terhadap si pelakunya. Atau karena ada kesalahan alat-alat yang mati, alat-alat yang memang dioperasikan terus akhirnya rusak atau apa sehingga terjadi bencana, kita akan benci dan marah terhadap alat-alat tersebut dan tidak mempunyai kepercayaan lagi terhadap alat-alat tersebut. Jadi dalam tahap marah itu kita akan menunjuk siapa yang telah bersalah, kita ingin tahu siapa yang bertanggung jawab. Nah reaksi marah itu akhirnya diikuti dengan tekad, kita mau berbuat sesuatu, kita mau melampiaskan kemarahan kita, sebab kemarahan itu memang energi yang ingin kita keluarkan. Jadi kecenderungannya adalah setelah menunjuk kita ingin berbuat sesuatu untuk melampiaskan kemarahan. Seolah-olah kemarahan kalau sudah dilampiaskan, barulah dibayarkan kerugian akibat bencana tersebut.PG : Point yang bagus sekali Pak Gunawan, jadi adakalanya sewaktu kita tidak bisa menunjuk orang-orang, Tuhan atau siapapun yang telah bersalah, dan kita hanya bisa menunjuk kepada diri sendri, kita sampai mati akan menyalahkan diri sendiri.
Biasanya terjadi pada orang-orang yang kehilangan orang yang dikasihi, lalu waktu terjadi peristiwa itu memang ada unsur pengabaian atau kelalaian dari pihaknya sendiri. Misalnya seorang yang tanpa sengaja menabrak anaknya sendiri misalnya begitu atau seseorang yang tanpa sengaja membiarkan anak itu di belakang motornya yang tidak begitu kuat memeluknya, sehingga waktu menikung misalnya agak miring akibatnya anak itu terpeleset jatuh, terlempar dari motor dan meninggal dunia atau apa. Nah itu kita tidak bisa salahkan siapa-siapa, kita hanya bisa salahkan diri sendiri. Bisa jadi sampai bertahun-tahun kemudian kita menyalahkan diri sendiri, marah dan benci dengan diri kita.ET : Dan hal itu tampaknya juga bersifat konflik, Pak Paul. Dalam arti ada orang yang inginnya marah tetapi ketika dia sedang marah yaitu seperti pertentangan antara apa yang dia rasakan denan apa yang dia pikirkan.
Maksudnya secara kognitif dia sudah sepertinya bisa menerima ini memang sudah terjadi, tetapi dia juga ingin marah tapi dalam kemarahannya muncul lagi rasa bersalah, karena seolah-olah apalagi kalau kaitannya sudah menyalahkan Tuhan rasanya konflik sekali begitu apa yang dia alami.PG : Jadi yang Ibu Esther ingin katakan adakalanya kita memang tidak bisa dengan bebas mengungkapkan kemarahan kita. Jadi kemarahan kita akhirnya tersumbat.
ET : Ya di satu sisi ingin marah, misalnya kalau bencana alam akhirnya harus marah kepada Tuhan, tetapi ketika marah dengan Tuhan akhirnya juga muncul perasaan lain yaitu merasa kenapa saya arah kepada Tuhan, tapi nyatanya saya memang harus mencari sesuatu untuk menjadi obyek kemarahan.
PG : Betul, adakalanya kita beranggapan bahwa kalau kita marah kepada Tuhan, Tuhan akan menghukum kita. Tapi kalau kita saja bisa mengerti sebagai manusia bahwa orang memang ingin mengungkapan kemarahannya akibat bencana yang dialaminya, apalagi Tuhan.
Tuhan pasti mengerti, Dia tidak kabur karena kita marah kepadanya. Jadi silakan misalkan kita mengalami bencana, kita mau marah karena kita mau lari ke mana lagi kalau bukan ke Tuhan ya, sebab bukankah kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Dia, kenapa masih bisa terjadi kemalangan seperti ini, musibah seperti ini. Jadi reaksi yang normal bagi orang yang sangat bergantung kepada Tuhan untuk mempunyai pertanyaan kenapa Engkau membiarkan ini terjadi. Tidak apa-apa, keluarkan kemarahan itu kepada Tuhan, Tuhan akan mendengarkan, Tuhan tidak akan marah, menghukum kita karena kita menyatakan kemarahan kita kepada Dia daripada tersumbat-tersumbat akhirnya justru akan menghalangi hubungan kita dengan Tuhan. Jadi ada orang-orang yang justru tidak mau lagi bersama dengan Tuhan, menyembah Tuhan karena kekecewaan yang dalam itu.PG : Untuk bencana yang sudah terjadi biasanya tahap ini akan dilewati, tapi untuk bencana yang terus terjadi misalkan kasus penyakit terminal atau anak yang kita kasihi didiagnosis menderit penyakit terminal, nah kita memasuki tahap yang ketiga yaitu tahap bernegosiasi.
Dalam kasus seperti bencana yang terjadi di New York tidak bisa lagi bernegosiasi, sudah terjadi. Nah dalam kasus seperti penyakit, kita bisa bernegosiasi. Kita berkata kepada Tuhan, Tuhan saya mengaku saya pernah salah dahulu, saya pernah berdosa, nah sekarang ampuni saya. Saya berjanji kalau saya bisa dibebaskan dari bencana ini, saya tidak jadi kena kanker saya akan menjadi hamba Tuhan, saya akan serahkan anak saya untuk melayaniMu dan sebagainya, nah kita tawar menawar. Harapan kita adalah kita akan berhasil membujuk Tuhan agar Tuhan mengurungkan niat-Nya, tawar-menawar itu biasanya kita lakukan dengan sungguh-sungguh, kita benar-benar tadinya marah kepada Tuhan sekarang berbalik. Tuhan, jangan sampai saya ini menderita seperti ini, anak-anak saya masih perlu saya jangan sampai saya meninggal dulu, nanti kalau Tuhan sembuhkan saya, saya akan begini, begitu untuk Tuhan, saya akan menjadi orang yang berbeda atau apa. Jadi kita mencoba bernegosiasi.PG : Saya kira bisa, sebab kita melihat contoh yang jelas adalah sewaktu Tuhan menyatakan niatnya menghukum Sodom dan Gomora. Abraham diajak untuk berkonsultasi oleh Tuhan dan Abraham diberian kesempatan untuk bernegosiasi meskipun ini tidak persis sama seperti yang kita bicarakan, tapi itu juga bencana yang akan menimpa Sodom dan Gomora.
Abraham bernegosiasi akhirnya Tuhan berkata kalau 10 orang yang masih menyembah Tuhan, Tuhan tidak akan menghukum Sodom dan Gomora. Tapi memang tidak ada 10 orang lalu Tuhan menghukum, menghancurkan kedua kota itu.PG : Nah kita masuk ke tahap berikutnya, Pak Gunawan, ini memang tahap marah juga sebetulnya. Memang marah tapi marahnya sudah benar-benar terlalu dalam dan tidak bisa lagi diekspresikan seprti pada tahap sebelumnya.
Marah di sini adalah marah yang sudah berat, berat sehingga tidak bisa lagi dikeluarkan sebagai kemarahan, munculnya sebagai depresi. Makanya tidak heran banyak pasien-pasien penyakit terminal misalnya seperti kanker juga akhirnya menderita depresi. Memang secara emosional, secara sosial dia terputus dari lingkungannya, dia sendirian, dia terisolasi, dia kehilangan orang atau pekerjaan yang disukainya. Memang itu adalah hal-hal yang akan mengurangi kekuatannya dia menghadapi tekanan hidup ini. Tapi salah satu yang memang membuat dia depresi berat adalah kenyataan menghadapi tekanan hidup ini, kenyataan yang dia harus terima bahwa tidak ada jalan lain. Tawar-menawar tidak berhasil saya tetap menderita penyakit yang sama, bencana benar-benar telah datang dan saya tidak bisa lagi mengelak. Konsekuensi akibat buruk itu semua harus saya tanggung dan melihat ke depan benar-benar kesuraman bagaimana membangun lagi, rumah sudah hancur misalkan ini bencana alam, benar-benar menyadari dampak sepenuhnya. Uang yang hilang, uang yang tersisa dan mungkin tidak ada yang tersisa, orang-orang yang dikasihi sekarang tidak ada lagi atau segala macam. Pada tahap depresi sungguh-sungguh semua itu nyata tidak lagi dalam bayang-bayang, pada tahap sebelumnya masih dalam tahap bayang-bayang, karena memang emosi begitu kuat sehingga belum sempat untuk menghitung kerugian. Pada tahap depresilah kita menghitung kerugian dan sadar betapa besar kerugian yang harus kita bayar.ET : Mungkin atau tidak Pak Paul, orang-orang yang ada di tahap depresi ini tetap menyangkali sesuatu, dalam arti masih berharap kalau memang doanya atau negosiasinya ini tidak terjadi dia seperti bisa terima, tapi di sisi yang lain masih berharap terjadi perubahan lagi?
PG : Kalau masih ada harapan kemungkinan besar memang dia tidak melewati tahap depresinya. Jadi kalau dia kembali ke tahap penyangkalan berarti dia keluar dari depresi. Dan saya percaya akanada orang yang seperti itu, saya kira pernah saya menghadapi seseorang yang seperti itu menghadapi kematiannya.
Jadi tetap berkata kalau Tuhan kehendaki saya mau hidup sebab saya masih mau bekerja untuk Tuhan dan tidak pernah membicarakan tentang finalitas kehidupannya bahwa saya akan meninggal dunia. Tetap berkata saya masih mau sembuh, Tuhan akan menolong saya dan saya kira itu hal yang tidak apa-apa. Jadi saya pun sedang menghadapi hal seperti itu saya diamkan, saya biarkan. Saya hanya bertanya apakah dia siap, dia bilang sudah siap kalau harus meninggal. Namun dia tetap mau hidup dan itu yang menolong dia, sehingga dalam rasa sakit yang amat sangat dia tidak ambruk. Dia tetap berharap sampai akhirnya koma dan meninggal dunia, nah itu mungkin lebih sehat daripada harus melewati depresi. Jadi apakah ada unsur penyangkalan, sedikit banyak di situ juga ada, karena tidak mau melihat fakta dengan sangat jelas. Tapi siapapun yang kuat melihat fakta, memang kadang-kadang kita tidak kuat dan tidak apa-apa kembali lagi ke tahap pertama penyangkalan sampai akhirnya kita meninggal dunia.ET : Tapi batasannya dengan iman tipis sekali, bagaimana Pak Paul?
PG : Ya kita bisa berkata di sini apakah ada unsur iman bahwa Tuhan akan menolong? Ada, adakah unsur melarikan diri? Ya juga ada. Tapi saya kira Tuhan kita Maha Besar, Tuhan akan menerima keua-duanya.
Tuhan akan berkata: "Datanglah kepadaKu hai kamu yang letih dan berbeban berat." Sebab Tuhan pun 'kan dikatakan di kitab Mazmur Dia adalah gunung batuku, Dia adalah menara keselamatanku, aku berlari, berlindung di dalam Tuhan. Jadi Tuhan adalah tempat pelarian kita pula, jadi tidak apa-apa.ET : Tapi apakah maksudnya tipe kepribadian tertentu bisa mempunyai pengaruh ke tahap-tahap ini Pak Paul? Orang-orang yang bagaimana akan masuk ke depresi, yang biasanya tetap bertahan di poisi pertama yang Pak Paul katakan tadi.
PG : Saya kira yang lebih berpengaruh meskipun ada pengaruh tipe kepribadian, tapi saya kira yang lebih penting adalah kematangan kepribadian seseorang. Semakin matang seseorang dia semakin elewati ini dengan cepat sampai kita masuk ke tahap terakhir nanti.
Tapi semakin kurang matang dia akan lebih mudah terombang-ambingkan begitu, di tipe apapun saya kira bisa terpukul dengan sangat berat, tipe apapun meskipun pengekspresiannya mungkin berbeda. Contoh misalnya orang yang plegmatik kemungkinan tidak akan terlalu mengekspresikan dirinya, namun dia mungkin mempunyai pergumulan batiniah yang luar biasa tapi dia tidak keluarkan.PG : Tahap terakhir adalah tahap kita ini mengumpulkan kembali hidup kita, kita mengintegrasikan kembali yang telah terjadi, baik kerugian ataupun yang tersisa. Jadi benar-benar secara nyatakita melihat kerugian yang harus kita tanggung tapi kita juga masih bisa menghitung yang tersisa pada diri kita atau kehidupan kita.
Akhirnya kita satukan kembali kepingan-kepingan hidup itu dan memulai hidup yang baru. Saya mau garisbawahi kata 'baru' di sini, Pak Gunawan, sebab adakalanya orang berkata atau berprinsip saya mau kembali seperti hidup yang dulu dan tidak bisa, yang dulu itu sudah tidak ada, misalkan kehilangan orang yang kita kasihi, kehilangan rumah yang dulu tidak akan ada. Jadi kita memang harus membangun sesuatu yang baru, tanpa orang itu, tempat atau benda yang kita sayangi, berarti memang harus memulai yang baru. Jadi di sini sebetulnya sangat diperlukan peranan orang-orang di sekitar kita yang bisa memberikan dukungan, kekuatan sehingga kita bisa bangun kembali, sebab kalau tidak ada dukungan, kekuatan atau alternatif kita akan terus-menerus terpuruk.PG : Betul, jadi yang harus kita waspadai adalah memberikan janji atau harapan palsu, tidak akan terjadi. Yang lebih penting pada saat-saat ini adalah tindakan nyata, tindakan nyata misalkantindakan yang sederhana seperti membelikan dia barang-barang keperluan, hal seperti itu justru sudah sangat bermakna.
Sebab pada masa orang menghadapi bencana, kemampuan berpikir dan merencanakannya akan sangat terhambat begitu.ET : Tapi saya melihat di sisi lain kadang-kadang justru orang yang berminat untuk memberikan dukungan tapi tidak memikirkan, memberi waktu seperti yang Pak Paul katakan. Jadi rasanya, tahap-tahap ini sudah tidak perlu lama-lama dilewati seperti cepat sampai ke tahap yang kelima, padahal tiap orang kapasitasnya berbeda-beda ya?
PG : Tepat, tepat sekali kapasitasnya berbeda dan berapa bermaknanya dalam diri orang juga tidak sama.
PG : Betul, tahap integrasi memang harus muncul secara alamiah tidak bisa dikarbit.
PG : Ada sebuah kesaksian yang akan saya ceritakan sebelum mengutip firman Tuhan, yaitu dari seorang pendeta yang kehilangan anaknya karena kematian. Pendeta ini sering memberikan penghiburn kepada jemaatnya, jadi jemaatnya sekarang ingin tahu apa yang dilakukan oleh si pendeta setelah kehilangan anak yang dikasihinya.
Ternyata si pendeta itu tabah, kuat melewati semuanya dan pada waktu anaknya dikubur, ia berkhotbah atau memberikan kata-kata seperti ini. Satu besi kalau dilempar ke air akan tenggelam, tapi besi yang dipasang dan dibangun menjadi sebuah kapal akan bisa mengapung. Dia berkata kematian anak saya ibarat satu besi itu, yang kalau dilempar ke laut akan tenggelam. Namun sebetulnya itu adalah satu besi yang Tuhan sedang pakai merancang sebuah kapal yang besar dan kapal itu memang tidak bisa saya lihat sekarang, tapi itu adalah rencana Tuhan. Saya kira kesaksian ini memberikan kita satu penghiburan bahwa apapun yang kita alami, akan ditangani oleh Tuhan dan akan menjadi kebaikan. Firman Tuhan diTerima kasih sekali Pak Paul dan juga Ibu Esther, saudara-saudara pendengar demikian tadi Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghadapi Bencana". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
30. Memelihara Relasi Kerja | |
Salah satu penyebab orang mudah pindah-pindah tempat kerja adalah lupa melihat bahwa pekerjaan sebagai suatu komunitas, komunitas yang mempunyai budaya tertentu dan cara-cara hidup yang berbeda-beda pula.
Untuk bisa menolong kita bertahan dalam tempat pekerjaan, kita harus mempunyai konsep yang tepat tentang apa itu relasi kerja. Relasi kerja sebetulnya adalah sebuah kontrak di mana masing-masing pihak diharapkan memenuhi tanggung jawabnya. Kontrak di mana dua belah pihak sebetulnya akan saling memberi dan saling menerima, yang bekerja akan menerima misalnya upah dan yang memberikan pekerjaan akan menerima jasa. Jadi yang perlu pertama-tama dilakukan ialah kejelasan apa itu yang akan dituntut dan apa itu yang akan diberikan, ini langkah pertama yang sering kali dilewati oleh banyak orang, tidak begitu mengerti apa yang dituntut.
Ada kontrak yang tertulis, ada kontrak yang tak tertulis, jadi yang perlu ditekankan adalah bagaimana kalau kita menghadapi pekerjaan di mana kontrak yang tersedia adalah kontrak yang tak tertulis. Artinya segala sesuatu bisa diminta tanpa peringatan terlebih dahulu, menurut saya itu juga merupakan suatu kontrak.
Jadi saya mau garis bawahi juga satu prinsip di sini, yaitu penerimaan kerja tidak sama dengan penerimaan rekan kerja, itu dua hal yang sangat berbeda. Kita bisa disambut, diberikan salam selamat datang, diberikan kursi dan meja, itu sama sekali tidak menandakan kita sudah diterima sebagai rekan kerja, kita baru diterima kerja. Untuk bisa diterima sebagai rekan kerja perlu waktu penyesuaian antara dua belah pihak sehingga akhirnya bisa klop.
Tempat kerja yang baik adalah yang akomodatif. Akomodatif dalam pengertian mereka yang lama-lama atau yang senior itu bisa menerima keunikan orang yang baru.
Salah satu cara yang saya tahu sering digunakan orang adalah melobi. Dan saya tahu dalam kasus-kasus tertentu melobi itu efektif, tidak selalu buruk. Namun saya pribadi memang tidak begitu nyaman melobi, alasan saya adalah:
Yang pertama, karena bagi saya kalau kita melobi seseorang untuk mendukung usulan kita dalam rapat bersama, sebetulnya tanpa disadari sudah terjadi kontrak. Yaitu kontrak hutang, dimana kita berhutang kepada dia yang akan memberikan dukungan kepada kita.
Yang kedua, melobi akan menciptakan koalisi dalam suatu organisasi dan itu tidak sehat.
Sampai batas mana kita bisa bertoleransi atau menentukan inilah saatnya untuk berhenti? Apalagi orang/pribadinya sudah diterima tapi ide terus tidak diterima. Saya kira ada dua pertimbangan:
Kalau sesuatu yang dilakukan di tempat pekerjaan kita itu merupakan dosa. Jadi kita pakai standar Firman Tuhan, kita tidak mau ambil bagian dalam dosa. Pengertian dosa disini bukannya yang interpretasi-interpretasi tapi dosa yang sungguh-sungguh jelas hitam putih.
Kalau kita tidak bisa lagi efektif memberikan sumbangsih. Alasannya misalnya di sana kita sudah terlalu terhambat, kita tidak bisa lagi memberikan diri kita dengan baik, kita ditindas, kita dibedakan dan sebagainya.
"Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
Ayat ini merupakan suatu himbauan atau suatu permintaan Tuhan, apapun yang kita lakukan dalam hidup ini perbuatlah dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Meskipun kita bekerja untuk manusia tapi kita bersungguh-sungguh dan memberikan yang terbaik. Perlu dihayati bahwa pekerjaan yang kita terima itu diberikan oleh Tuhan sehingga kita tanggung jawabnya kepada Tuhan juga.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, bersama Ibu Esther Tjahja, S. Psi. dan juga Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau berdua adalah pakar konseling keluarga dan juga dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, akan menemani Anda dalam sebuah perbincangan yang pasti sangat menarik dan bermanfaat. Perbincangan kami kali ini kami beri judul "Memelihara Relasi Kerja". Dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya kira salah satu penyebabnya adalah kita ini lupa melihat tempat pekerjaan sebagai suatu komunitas, komunitas yang mempunyai budaya tertentu. Dan cara-cara hidup yang juga tertentu,akibatnya kalau kita tidak hati-hati kita akan merasa tidak cocok di sana, karena sekali lagi cara hidup yang berbeda dan budaya yang berbeda.
Jadi memasuki sebuah tempat pekerjaan bukan sembarang atau bukan hanya mengambil suatu pekerjaan, ada banyak unsur-unsur lain yang harus kita perhatikan. Yang pertama adalah untuk bisa menolong kita bertahan dalam tempat pekerjaan, kita harus mempunyai konsep yang tepat tentang sebetulnya apa itu relasi kerja. Relasi kerja adalah sebuah kontrak di mana masing-masing pihak diharapkan memenuhi tanggung jawabnya. Jadi kontrak di mana dua belah pihak sebetulnya akan saling memberi dan saling menerima, yang bekerja akan menerima misalnya upah dan yang memberikan pekerjaan akan menerima jasa. Jadi yang perlu pertama-tama dilakukan ialah kejelasan apa yang akan dituntut dan apa yang akan diberikan, nah ini langkah pertama yang sering kali juga dilewati oleh banyak orang, tidak begitu mengerti apa yang dituntut dan yang dituntut bisa-bisa yang tertulis juga yang tidak tertulis. Nah sebaiknya seseorang sebelum mengambil sebuah pekerjaan dia mengerti dengan jelas apa yang dituntut secara tertulis maupun secara tidak tertulis. Dan tempat pekerjaanpun memberikan kejelasan tentang apa yang akan diberikan kepada si pekerja dengan sangat jelas, kalau yang pelamar itu ingin lebih jelas sebetulnya juga lebih baik, dia bisa bertanya dengan lebih spesifik. Jadi sekali lagi kita harus melihat pekerjaan sebagai suatu kontrak di mana ada dua belah pihak yang terlibat, ada satu yang menerima, ada yang memberikan dan selalu begitu.PG : Saya kira kita semua memang memiliki konsep senioritas, kita beranggapan bahwa yang lebih lama seharusnyalah yang lebih tahu dan yang lebih lama seharusnyalah menerima yang lebih banyak Jadi kalau ada orang baru datang kemudian mulai memberikan gagasan, ide-ide dan sebagainya, kecenderungan respons dari orang-orang lama biasanya tidak begitu positif.
Orang lama menginginkan darah segar, tapi orang lama juga tidak mau terjadi perubahan yang terlalu drastis. Jadi dalam hal ini saya mau tekankan satu prinsip yaitu sebelum ide kita diterima kita sendiri perlu diterima terlebih dahulu, jadi sebelum kita melontarkan gagasan-gagasan memang kita harus berbaur dan dalam perbauran itulah kita bergaul dan kita tahu kita diterima oleh mereka. Sebab sekali lagi orang menerima pribadi terlebih dahulu baru menerima gagasannya atau idenya, jarang terbalik menerima idenya belakangan baru menerima orangnya. Nah ini yang sering kali juga kita tidak perhatikan baik-baik, jadi kita belum terlalu diterima sudah mulai melontarkan gagasan-gagasan, berhati-hatilah dalam hal seperti ini.ET : Saya masih tertarik dengan point Pak Paul yang pertama tadi tentang kontrak, mungkin tampaknya ideal buat perusahaan yang sudah berjalan lancar dengan sistem yang ada di dalamnya tentan deskripsi pekerjaan, kemudian apa yang dituntut dan apa yang bisa diberikan.
Tapi tidak sedikit perusahaan-perusahaan kecil katakanlah perusahaan-perusahaan keluarga yang kadang-kadang di dalam merekrut karyawannya sepertinya mana yang butuh pekerjaan, jadi sepertinya karena belas kasihan jadi anda diterima bekerja di sini sehingga kontrak ini tidak berjalan dengan seharusnya.PG : Ada kontrak yang memang tertulis, ada kontrak yang tidak tertulis, jadi yang Ibu Esther tekankan bagaimana kalau kita menghadapi pekerjaan di mana kontrak yang tersedia adalah kontrak yng tidak tertulis.
Artinya segala sesuatu bisa diminta tanpa peringatan terlebih dahulu. Menurut saya itupun juga adalah suatu kontrak jadi seorang pelamar, seorang pekerja waktu dia memasuki dunia pekerjaan yang baru dia harus menilai apakah tempat pekerjaan ini sudah mapan, apakah sudah profesional, apakah sudah berjalan dengan sangat teratur. Sebaiknya dia sendiri sudah siap untuk menerima hal-hal yang tidak tertulis tersebut, sehingga waktu dia menerimanya dia akan lebih siap untuk menghadapinya. Bisa juga dia sendiri yang bertanya dalam wawancara hal-hal apa yang dilakukan di sini, nah misalkan dia tidak bertanya langsung apa tuntutan-tuntutannya sebab mungkin si atasan tidak bisa berpikir juga karena sekali lagi ini semua dilakukan dengan cara tambal sulam dan mendadak. Nah si pelamar bisa bertanya apa saja yang dikerjakan di sini, nah waktu dia mendengar apa-apa yang dikerjakan, dia sudah mulai memiliki gambaran apa-apa yang akan juga dituntut darinya. Meskipun itu juga harus dia siapkan bahwa tidak semuanya yang dikatakan adalah yang dia akan kerjakan, akan ada hal-hal lain yang tidak dikatakan yang harus dikerjakan pula. Jadi memang dia harus membedakan antara perusahaan yang sudah mapan dan perusahaan yang belum mapan.PG : Saya kira itu betul Pak Gunawan sebagai pemula, kita ini ingin meyakinkan orang, kita tahu apa yang kita lakukan. Jadi ada kecenderungan kita menonjolkan gagasan-gagasan kita, ingatlah ahwa kita perlu diterima terlebih dahulu barulah ide-ide kita bisa diterima.
Jadi saya mau garis bawahi juga satu prinsip di sini Pak Gunawan, yaitu penerimaan kerja tidak sama dengan penerimaan rekan kerja, itu dua hal yang sangat berbeda. Kita bisa disambut, diberikan salam selamat datang dan sebagainya, diberikan kursi dan meja itu sama sekali tidak menandakan kita sudah diterima sebagai rekan kerja, kita diterima kerja. Untuk bisa diterima sebagai rekan kerja perlu waktu penyesuaian antara dua belah pihak sehingga akhirnya bisa klop.PG : Betul, nah sekali lagi ini memang seni Pak Gunawan, kematangan dan percaya diri itu penting sekali. Saya masih ingat waktu dulu saya bekerja, ada orang baru saja diterima, dia itu duluna bekerja di bagian yang lain kemudian di transfer dia sudah lama minta transfer ke departemen kami.
Akhirnya dia diterima transfer ke departemen kami, entah mengapa dalam ketakutannya, hari pertama dia datang kerja dalam ruangan tertutup, kantor kami itu pakai AC, tidak ada sinar matahari yang masuk, dia masuk ke dalam ruangan kami dari pagi sampai sore pakai kacamata sunglasses, kacamata hitam dia petantang-petenteng jalan pakai kacamata hitam. Atasan saya melihat dia itu geleng-geleng kepala, kesal luar biasa, dan akhirnya hanya bisa ditahan beberapa hari, beberapa hari kemudian dia ditransfer kembali ke departemen yang dulu yaitu menjaga anak-anak yang kami pisahkan atau ambil dari rumah orang tuanya karena baru saja dianiaya atau apa. Akhirnya kembali lagi ke pekerjaannya yang dulu. Jadi sekali lagi penerimaan kerja tidak sama dengan penerimaan sebagai rekan kerja.ET : Tapi kadang-kadang usaha ingin menyesuaikan diri ini juga bisa salah ditangkap, dalam arti ada orang yang rasanya perlu, ingin banyak tahu sebelum dia mulai bekerja. Dia bertanya-tanya api kadang-kadang belum tentu lingkungan ini lingkungan yang menerima orang yang suka banyak bertanya, jadi akhirnya seperti tidak nyambung usaha ini, tapi ditanggap dengan negatif oleh lingkungan kerjanya ini.
PG : Itu point yang bagus Bu Esther, jadi kita memang harus jeli melihat kira-kira budayanya apa. Sebab memang ada budaya tertentu yang mewajibkan para pemula itu tutup mulut dan jangan bertnya, hanya ikuti yang dilakukan, ada juga yang begitu.
Nah tapi tetap saya kira ada baiknya kita mengajukan beberapa pertanyaan, kita mungkin tidak bisa bertanya terlalu banyak. Namun setiap kali kita ingin mengajukan pertanyaan kita dengan sopan berkata maaf ya Pak atau Bu bolehkah saya bertanya lagi kalau saya ini terlalu banyak bertanya mohon diampuni, saya masih baru, jadi ingin bertanya. Mungkin sekali dengan cara seperti itu, atasan itu akan bisa menerima pertanyaan kita. Sebab dia belum apa-apa kita sudah meminta maaf terlebih dahulu, tapi saya kira untuk hari itu saja dia maafkan kalau besok-besok tanya lagi mungkin sekali dia akan kesal begitu.PG : Saya melihat tempat kerja yang baik adalah yang akomodatif. Akomodatif dalam pengertian mereka atau yang lama-lama itu bisa menerima keunikan orang yang baru. Ada kecenderungan setelah eberapa orang berkumpul bersama untuk jangka waktu tertentu mereka ini akan membentuk suatu budaya yang seragam, maksudnya apa budaya yang seragam.
Misalnya kalau kebetulan satu kelompok ini suka bercanda, mereka akan senang sekali mempunyai teman baru yang suka bercanda dan lebih mendahulukan penerimaan pekerja yang suka bercanda itu. Nah bisa jadi ada orang lain yang masuk dan tidak suka bercanda dan tidak berbuat salah apa-apa, tapi karena dia tidak suka bercanda langsung ditolak oleh teman-temannya yang suka bercanda. Jadi penting sekali kita menerima keunikan orang bagaimanapun orang itu diterima bukan karena suka bercandanya, orang diterima karena sumbangsih yang dia bisa berikan untuk perusahaan atau tempat pekerjaannya. Jadi perlu akomodatif artinya memberikan kebebasan kepada orang untuk memiliki keunikannya, dia suka pergi, ada yang tidak suka pergi dengan teman-temannya tidak apa-apa. Yang penting dijaga, jangan sampai kita menjahit orang agar sesuai dengan selera kita. Jadi tempat pekerjaan yang baik memang ingin sekali melihat masing-masing anggotanya itu bisa bertumbuh dengan unik.PG : Ya biasanya waktu unsur yang baru masuk, sedikit banyak memang akan merubah yang lama, komposisi yang lamanya. Makanya kalau masuk dan mencoba membawa perubahan dengan mendadak, reaksi wal adalah menolak unsur asing itu.
Namun kalau unsur asing itu sudah diterima menjadi bagian dari yang lama dan menjadi suatu unsur yang sudah terkait dengan yang lama, lama-kelamaan waktu yang baru itu mulai memberikan usulan-usulan, tidak bisa tidak yang lama juga akan turut mendukung dan lebih siap untuk berubah.PG : Saya sarankan waktu kita menyampaikan ide atau gagasan, kita menyampaikan data secara obyektif. Jadi kita menghindarkan cara-cara yang terlalu subyektif atau terlalu pribadi misalkan saa berpikir begini, begini, nah lebih baik kita melihat saja, kita berkata mari kita lihat yang telah terjadi begini, begini, nah datanya begini, menurut saudara-saudara kira-kira apa yang bisa kita lakukan.
Jadi kita menyajikan sebuah problem bersama-sama dan apakah kita bersama mau melakukan sesuatu dengan masalah ini, jadi ini bukannya saya yang lagi mempunyai ide yang penting dan mohon saudara-saudara dengarkan. Jadi lebih baik kita sajikan dalam bentuk data yang obyektif. Kenapa demikian? Karena sekali lagi kalaupun kita sudah agak lama orang cenderung memang bereaksi dengan seseorang yang dianggap mau menonjolkan diri. Jadi meskipun ide kita baik, tapi kalau kita ini sudah dianggap mau menonjolkan diri, kita tidak bisa diterima, ide kita langsung mêntal. Tapi waktu kita menyajikan sebagai problem bersama dan ini data-datanya, apa yang akan kita lakukan dengan problem ini nah itu menjadi suatu milik bersama, nah ini yang perlu kita pelajari waktu kita menyajikan sebuah usulan.ET : Bagaimana kalau ternyata kita sudah berusaha untuk menyajikan secara obyektif, dukungan itu tetap belum kita dapatkan?
PG : Nah ini sering terjadi dan pasti membuat kita frustrasi, namun sekali lagi kita harus sadari bahwa gagasan yang baik itu belum tentu siap diterima. Adakalanya gagasan yang baik itu barusiap diterima beberapa tahun setelahnya, jadi akhirnya yang kita perlakukan adalah kita mengalah, kita tidak memaksakan kehendak.
Nah sudah tentu kompromi kita ini ada batasnya, ada waktu-waktu di mana kita memang tidak bisa lagi menoleransi yang telah kita alami dan kita berkata sudah saya harus berhenti misalnya, sebab ini tidak bisa lagi saya toleransi atau yang kita lihat sudah terlalu jauh menyimpang dan kita berkata maaf saya tidak bisa terima lagi ini. Jadi memang ada faktor-faktor yang kita harus pertimbangkan berapa jauhnya kita bisa mengalah atau menoleransi, kalau sudah keterlaluan dan mengganggu hati nurani kita, saya kira kita bisa berkata tidak lagi, saya akan berhenti.PG : Betul, bisa jadi dianya sudah diterima, bagus sekali point itu Pak Gunawan, tapi ternyata gagasannya belum siap untuk diimplementasikan.
PG : Bisa juga misalnya kita itu menurunkan target kita, misalnya memulai dengan langkah-langkah yang lebih kecil sebagai tangga menuju ke situ. Nah salah satu cara yang saya sering tahu dignakan orang adalah melobi, Pak Gunawan dan Ibu Esther.
Dan saya tahu dalam kasus-kasus tertentu melobi itu efektif, tidak selalu buruklah melobi. Namun saya pribadi memang tidak begitu nyaman melobi, karena bagi saya kalau kita melobi seseorang untuk mendukung usulan kita dalam rapat bersama sudah terjadi sebetulnya kontrak tanpa disadari, kontrak hutang di mana kita berhutang kepada dia yang akan memberikan dukungan kepada kita. Nah nanti dalam rapat dia akan mendukung kita, OK! Kita akhirnya misalkan, menang kita mendapatkan yang kita inginkan. Namun jangan sampai kita lupa dalam lain kesempatan misalkan dia mengajukan usulan yang kita sebetulnya tidak begitu setuju, namun karena adanya hutang itu kita terpaksa mengiakan dia atau kita terpaksa diam tidak berkata apa-apa, meskipun kita tahu dia keliru. Jadi akhirnya tujuan akhir, tujuan yang seharusnya dicapai tidak dicapai yaitu membuat keputusan yang baik, akhirnya tidak dicapai karena ada hutang budi itu. Itu alasan saya yang pertama kenapa saya tidak begitu nyaman dengan melobi-lobi orang. Yang kedua adalah melobi itu akan menciptakan koalisi dalam suatu organisasi dan itu tidak sehat sebetulnya. Sebab orang ingin melihat semua yang ada dalam forum kerja ini setara, kecuali memang secara jabatan di atasnya. Namun kalau dalam forum kerja di mana yang setara secara posisi itu sebagiannya mempunyai akses tertentu kepada atasan itu sudah menciptakan koalisi dan koalisi itu memecah. Memecah jiwa kebersamaan mungkin awal-awalnya tidak membuahkan problem, tapi di kemudian hari akan membuahkan problem. Karena mulai dari koalisi akan berakhir dengan ketidakadilan, ujung-ujungnya ke situ, akan dilihat orang-orang yang mempunyai koalisi itu adalah orang-orang yang banyak menerima keuntungan atau diuntungkan oleh koalisi itu dengan atasan dan sebagainya. Jadi sebaiknya memang kita tidak berlobi, itu pendapat saya, kalau mau lontarkan, lontarkan bersama begitu.ET : Sampai batas mana kira-kira Pak Paul, maksudnya kita bisa menoleransi dalam arti memang inilah saatnya saya untuk berhenti dalam kaitannya dengan frustrasi tadi. Ide sudah dilontarkan, orang sudah diterima tapi ide terus tidak diterima, memang mungkin apakah ada batasan tertentu sampai kita bisa bilang saya pindah saja atau usaha yang lain begitu?
PG : Saya kira ada dua pertimbangan, yang pertama adalah kalau sesuatu yang dilakukan oleh tempat pekerjaan kita itu berdosa, kita memakai standar firman Tuhan. Kalau berdosa kita tidak mau mbil bagian di dalamnya.
Ini memang bukannya dosa yang interpretasi-interpretasi, tapi dosa yang sungguh-sungguh jelas hitam putih. Memang tidak banyak yang benar-benar hitam putih, tapi kalau misalnya kita tahu ini dosa jangan ambil bagian. Kedua adalah kalau kita melihat bahwa kita tidak bisa lagi efektif memberikan sumbang sih misalnya kita sudah terlalu terhambat di sini, kita sudah tidak bisa lagi memberikan diri kita dengan baik lalu kita ditindas, dibedakan dan sebagainya. Dan kita akhirnya merasa kitapun tidak efektif di sini, nah waktu kita tidak efektif lagi karena perasaan-perasaan kita itu sudah sangat terganggu, saya kira waktunya kita keluar begitu. Sebab apa, saya beranggapan memang kita ini didesain Tuhan untuk menjadi seperti yang Tuhan kehendaki, kita sebaiknya dan sebisanya menggunakan karunia-karunia yang telah dianugerahkan kepada kita. Namun kalau sampai kita tidak bisa lagi memakai berarti memang tempat itu tidak cocok lagi dan kita harus pindah.ET : Karena saya melihat cukup banyak orang-orang yang khawatir dengan kata loyalitas, sepertinya tidak loyal begitu pindah, pindah, pindah padahal kalau mau dipertimbangkan dengan sungguh-sngguh dia punya alasan yang jelas.
PG : Loyalitas sesuatu yang sering kali ditanamkan oleh perusahaan atau atasan supaya berbuah positif untuk perusahaannya dan saya bisa mengerti kenapa? Tapi sekali lagi kita harus kembali kpada apakah kita efektif di situ, waktu kita melihat tidak efektif lagi dan kita lebih bisa efektif di tempat yang lain saya kira silakan pindah.
Meskipun faktor-faktor finansial dan sebagainya harus kita pertimbangkan pula, kita mungkin sudah mempunyai keluarga atau apa, jadi kadang-kadang tidak bisa langsung bertindak.PG : Bagus sekali masukan Pak Gunawan, jadi sebelum kita sampai ke langkah terakhir tadi, memang kita harus menjalani langkah-langkah sebelumnya yang tadi telah kita bicarakan. Sudahkah dia encoba untuk diterima menjadi bagian dulu, sudahkah dia mencoba untuk mengalah, untuk melihat bahwa memang teman-temannya belum siap.
Jadi semua harus dilakukan, kalau memang semua sudah dilakukan untuk jangka waktu yang agak panjang dan memang sangat mengganggu dia, dia tidak bisa lagi terima baru dia pikirkan, jadi ini langkah terakhir bukanlah langkah pertama.PG : Saya akan bacakan dari
Terima kasih Pak Paul dan juga Ibu Esther, saudara-saudara pendengar demikian tadi Anda telah mengikuti perbincangan kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memelihara Relasi Kerja". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
31. Tatkala Anak Meninggal | |
Kematian anak yang kita kasihi secara mendadak seringkali hal itu diawali dengan ketidakpercayaan kita, benarkah ini terjadi?
Saudara-daudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan pasangan yang kali ini hadir bersama kami pada acara Telaga ini yaitu Bp. Jimmy dan Ibu Yuniarti, kami ucapkan terima kasih atas kehadiran Anda berdua dan juga ditemani oleh Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tatkala Anak Meninggal Dunia," kami percaya acara ini akan sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
J : Peristiwanya terjadi tahun 1998.
J : Pada waktu itu usianya 12 tahun kurang satu bulan, persisnya itu tanggal 10 Pebruari 1998.
J : Itu anak saya yang pertama.
J : Ya ada satu laki adiknya usianya berpaut dua tahun (GS : Itu putra atau putri?) Putra.
Y : Waktu pulang sekolah dia pusing, setelah itu saya kira flu biasa kemudian saya bawa ke dokter juga lab ternyata entah bagaimana, itu terjadinya hari Jumat kemudian hari Selasa dia dipanggi Tuhan.
PG : Apa yang menyebabkan dia meninggal dunia Bu?
Y : Dokter waktu itu belum memberitahu persisnya tetapi kalau dilihat dari hasil lab kemungkinan besar dia kena demam berdarah, soalnya dari trombositnya yang turun atau mungkin gejala-gejala anas, mual begitu.
PG : Waktu anak Ibu meninggal dunia apakah dia meninggal di rumah atau di rumah sakit Bu?
Y : Kemungkinan besar di rumah tapi karena saya tidak mengerti jadi waktu anak itu kelihatan aneh ya langsung dibawa ke rumah sakit. Padahal kemungkinan itu sudah meninggal di rumah.
J : Tidak, waktu itu saya masih bekerja, sore sebelum dia meninggal itu kita mengambil hasil lab, saya konsultasikan ke dokter, bagaimana ini hasilnya kok kadar gulanya tinggi. Anak kita gemuk gemuk sekali, lalu kami pikir apakah anak ini perlu diet.
Jadi dari hasil lab itu kita juga konsultasikan ke dokter nutrisi, bagaimana sarannya apakah anak ini perlu untuk diet dan dietnya pun dengan cara bagaimana. Hasilnya juga ditunjukkan kok begini, begini saja besok kita periksa lagi, kita cek ulang lagi begitu. Tidak tahunya kita kembali dia sudah....., waktu itu dia lagi berak terus tidak kuat berdiri kemudian dia diangkat cuma dia tidak mau: "ini 'kan belum diceboki nanti 'kan kotor," tapi mamanya memaksa dibawa ke tempat tidur nanti dibersihkan ditempat tidur.Y : Ya soalnya tidak ada gejala mimisan atau apa itu tidak ada, lalu bercak itu tidak ada dan dokternya juga tidak terlalu mengharuskan untuk masuk rumah sakit.
PG : Jadi panas pun juga tidak tinggi, benar-benar Ibu itu tidak menduga (Y : Tidak menduga sama sekali) bahwa ini penyakit yang serius ya, Bapak juga demikian mungkin ya?
J : Sama, saya rencananya habis mengambil hasil dari lab saya kembali bekerja, saya tidak mengerti kejadian ini jadi saya setelah selesai ke lab saya kembali kerja lagi. Saya melanjutkan pekeraan, tidak tahunya saya di telepon lagi oleh adiknya katanya Cicik pingsan, waduh.......saya
langsung deg tidak enak, saya langsung pulang, tidak tahunya saya lihat kok diam saja, langsung saya angkat saja ke rumah sakit.J : Di rumah sakit.
Y : Seperti orang kalau orang Jawa bilang ndomblong, (GS :Tertegun begitu ya) ya rasanya tidak tahu, pikiran saya tidak tahu ke mana.
PG : Betul, jadi tahap yang sangat umum yang Bapak dan Ibu alami, Bapak juga mungkin merasakan yang sama ya? Jadi tidak percaya bahwa ini telah terjadi, kaget tapi yang paling umum juga adalah adi ibu sudah katakan yaitu tidak tahu merasakan apa, berpikir apa seolah-olah seperti orang lagi bingung, itu yang Bapak-Ibu alami juga.
Sampai kira-kira berapa lama itu Pak atau Ibu mengalami perasaan seperti itu?Y : Pikiran tidak karu-karuan begitu sepertinya dan kemudian mau mengerjakan sesuatu itu malas sekali.
PG : Kapan Bapak-Ibu akhirnya menyadari bahwa anak Bapak-Ibu sudah tidak ada lagi, benar-benar sepertinya sadar begitu apakah dalam hitungan jam, dalam hitungan hari atau langsung?
Y : Kalau saya tidak tentu, kadang-kadang tidak percaya, kadang-kadang...'ya memang tidak ada.'
PG : Sampai kira-kira berapa lama Bu antara tidak percaya dan percaya itu?
Y : Ya sepertinya dua tahun, tiga tahun itu bisa (PG :Masih bisa muncul ya) ya, ya bisa muncul.
PG : Kalau Bapak?
J : Sama saja ya (PG : Sampai dua, tiga tahun masih tetap merasakan itu ya) sampai sekarangpun kadang-kadang juga.....(PG : Masih belum percaya kalau dia sudah tidak ada lagi ya, boleh tahu naanya siapa?) Dianita.
Y : Waktu itu dia sempat duduk di tempat tidur dan kebetulan dia mempunyai teman akrab, anak tetangga, menangis berdua laki-laki, jadi temannya yang laki-laki itu juga berdua menangis di kamar.
PG : Pada waktu itu adiknya baru berusia sekitar 8 tahun? (Y : 9 tahun). OK....! pada saat itu biasanya anak-anak umur 8, 9 tahun sudah mulai mengerti konsep tentang kematian. Biasanya pada ana-anak usia lebih kecil lagi, konsep kematian itu masih lebih samar, biasanya mereka berpikir bahwa orang yang meninggal itu nanti akan kembali.
Maka pada anak-anak usia 4-6 tahun setelah melihat misalnya kakeknya meninggal, dia masih bertanya kapan kakeknya pulang kok tidak pulang, kapan kakek datang lagi ke rumah nah biasanya itu yang terjadi pada anak-anak yang usianya lebih muda. Usia 8, 9 tahun biasanya anak-anak sudah mulai mengerti bahwa kepergiannya tidak akan kembali lagi jadi pasti kesedihannya itu memang sudah mulai mirip sekali dengan kesedihan orang dewasa. Cuma memang perbedaannya adalah anak-anak kecil itu kadang-kadang kurang begitu tahu apa yang dia harus lakukan dengan perasaannya. Kalau orang-orang dewasa seperti kita lebih tahu yaitu kita menangis, kita bersedih dan sebagainya kita bercerita dengan pasangan kita, dengan pendeta dan sebagainya, nah anak kecil dia tidak tahu dia mesti berbuat apa, biasanya itu adalah perbedaannya.Y : Ya saya tidak memikirkan siapa yang menghibur saya, soalnya waktu pagi waktu saya di sebelah Nita saya membaca Alkitab di situ saya membaca Alkitab itu rasanya sejahtera sekali, senang seali waktu itu.
Y : Masih sakit, saya biasa membaca Alkitab itu berurutan tanggal tapi ini saya kepengin terus waktu itu kitab Roma mengenai keselamatan kok saya ingin membaca terus, tanggal ini sudah selesaisaya baca terusnya kebetulan itu pasal 8 terus seterusnya, seterusnya senang sekali waktu saya membaca itu.
Tuhan sendiri saya kira yang menghibur saya.Y : Sama sekali tidak cuma kalau saya melihat dari setelah kejadian, kata-kata dia waktu terakhir-terakhir itu o......berarti itu kata-kata terakhir mungkin, katanya dia kepengin boneka yang kcil tapi bisa bergerak, bisa hidup cuma tidak besar-besar tidak bisa tumbuh lagi, dia kepenginnya boneka itu.
Terus katanya besok kalau punya anak tidak mau yang namanya Lukito katanya begitu, aneh-aneh memang anak ini, kasihan istrinya Ma nanti katanya dipanggil buluk, bukit atau buto memang suka yang lucu-lucu dia.J : Saya tidak merasakan itu ya, saya tidak menyangka sama sekali kalau itu terjadi, saya tidak sampai memikirkan itu saya pikir dia sakit, waduh....ini sakit mungkin dia terlalu gemuk, waduh ni mungkin dia bisa agak kurus sedikitlah kalau dia sakit ini supaya tidak gemuk-gemuk.
Cuma pikiran sampai di situ saja, tidak memikirkan dia itu akan sampai meninggal.Y : Ya waktu itu dia mau kenaikan cawu II jadi cawu II itu dia mau ulangan cawu II. Dia tidak bisa masuk lalu dia telepon, tapi entah bagaimana telepon itu ditaruh di atas TV, TV-nya besar, TVitu bisa jatuh, tapi tidak pecah (GS : Yang jatuh TV-nya?) TV-nya, saya waktu itu di gereja jadi suami saya yang tahu kalau dia telepon temannya untuk menanyakan pelajaran besok.
J : O....tidak itu yang mengerjakan kakak saya.
J : Ya, sudah tidak bisa berbuat apa-apa, semua yang mengurus kakak saya.
PG : Biasanya setelah fase pertama itu adalah kemarahan, setelah menyadari kehilangan tersebut. Nah ini marah tergantung pada misalkan apakah ada penyebab-penyebabnya misalnya seharusnya dokterlebih menyadari masalahnya, seharusnya dibawa lebih dini dan sebagainya jadi marah kepada manusia atau marah kepada kondisi tertentu.
Dan marah yang juga biasanya kita alami kalau kita ini adalah seorang yang percaya kepada Tuhan yang mengasihi kita, kita juga marah kepada Tuhan, apakah mungkin itu juga yang Bapak-Ibu lewati ya?J : Ada, saya juga merasakan itu saya pikir, Tuhan kenapa cepat sekali. Sebab saya pikir kalau bisa itu (kadang-kadang saya berdoa), kalau bisa itu saya sekeluarga sama-sama saja, saya tidak mu merasakan kesedihan begitu.
Tapi kenapa mendadak anak saya saja yang diambil.PG : Sebenarnya setelah itu, nah ini tidak harus berurutan ya kadang-kadang ada tumpang tindihnya biasanya kita mulai melihat ke belakang dan mulai menyesali muncul penyesalan-penyesalan. Kalau saja kita dulu mengajak ini ke mana, melakukan ini untuk dia, kalau saja kami lebih memperhatikan ini kepada dia, jadi kadang kala muncul penyesalah-penyesalan seperti itu, Ibu menganggukkan kepala apakah Ibu juga mengalami hal itu?
Y : Ya, waktu itu dia ingin boneka jadi dia ini keinginannya selalu boneka, dia mau ulang tahun satu bulan kemudian. Kalau dia ingin sesuatu, memang tidak langsung saya berikan jadi dia sangatberharap sekali kalau dia ulang tahun nanti dia dapat hadiah boneka.
Tapi dia juga sudah menabung uang untuk membeli boneka tinggal mama menambah sedikit begitu, ternyata satu bulan sebelum anak ini ulang tahun dia sudah meninggal. Dia beritahu masih nutut atau tidak Ma begitu.PG : Sebetulnya reaksinya tidak sama, jadi kita ini kalau misalkan sudah tahu bahwa nanti kita akan kehilangan orang yang kita kasihi ini kita lebih mempersiapkan diri, jadi kita mulai memasukifase kedukaan sebelum kepergiaannnya.
Nah itu sedikit banyak menolong, nah dalam kasus Bapak-Ibu kematian mendadak seperti ini, rasa dukacitanya itu datang belakangan jadi setelah kepergian anak. Nah biasanya fase tidak percaya memang akan lebih panjang dan bisa juga fase marah itu bisa lebih panjang karena sekali lagi belum ada persiapan sama sekali. Benar-benar suatu keterkejutan yang amat besar, nah setelah fase-fase itu umumnya kita akan memasuki fase yang disebut fase keputusasaan, fase kesedihan yang sangat dalam nah itu memang umumnya berlangsung sangat panjang. Nah sekali lagi ini terutama menimpa mereka yang kehilangan mendadak kalau kehilangannya sudah diantisipasi nah sedikit banyak rasa-rasa murung, putus asa itu sudah terjadi sebelumnya. Mungkin pada Bapak dan Ibu itu yang Bapak dan Ibu alami yaitu kesedihannya yang tambah panjang belakangan.PG : Betul, jadi pada saat itu dimulailah proses berdukacita, proses meratap, nah sekali lagi kalau sudah bisa diantisipasi proses peratapan itu sudah berjalan sebelum kepergian orang yang kitakasihi.
Nah dalam peristiwa yang menimpa Bapak-Ibu peratapannya memang terjadi belakangan dan umum sekali ya, jadi saya memang mau menekankan hal ini supaya kita memahami bahwa kalau terjadi mendadak proses berdukacita itu umumnya memang lebih panjang dan lebih berat karena keterkejutan itu terlalu memukul.PG : Berbeda sekali, karena sekali lagi kalau hanya satu dampaknya itu benar-benar kehilangan total, kalau masih ada anak yang lain sedikit banyak masih ada penghiburan yaitu kami masih mempuny seorang anak lagi yang bisa kami kasihi dan kami bisa limpahkan kasih itu kepada si anak yang tertinggal ini.
J : Ya ada ya, jadi saya lebih memperhatikan ke dia kalau dia sakit atau apa, selalu lebih hati-hati lagi.
Y : Kalau saya melihat-lihat adiknya sekarang ini walaupun dia sudah besar kelas 2 SMP tapi selalu setiap hari selalu minta cium. Lalu kalau dia diam di kamar begitu mesti saya dipanggil, mest tepuk-tepuk tempat duduk di sebelahnya saya disuruh di sampingnya.
PG : Sebetulnya reaksi anak ibu ini reaksi yang umum dan ini dialami baik oleh anak putra maupun anak putri. Anak kebanyakan mengalami trauma kehilangan yaitu kehilangan kakaknya dalam hal ini.Jadi dia takut kehilangan orang yang dia kasihi dalam hal ini dia takut kehilangan Bapak atau Ibu.
Maka cukup umum terjadi pada anak-anak yang kehilangan orang tua atau kehilangan kakak adiknya dia akan mengembangkan sikap takut yang berlebihan, takut ditinggal, takut kalau orang tuanya sakit, jadi intinya adalah dia tidak mau mengalami peristiwa yang sama untuk kedua kalinya.PG : Saya akan bacakan dari kitab
GS : Ya terima kasih Pak Paul, dan kepada Bapak Jimmy dan Ibu Yuniarti kami ucapkan banyak terima kasih untuk kesediaan Bapak-Ibu membagikan pengalaman yang tentu sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan khususnya bagi pecinta, pendengar setia acara Telaga ini. Kami tentu masih mengharapkan kedatangan Bapak dan Ibu untuk acara Telaga yang berikutnya di mana kami mengharapkan Bapak-Ibu bisa memberikan, berbagi pengalaman bagaimana proses pemulihannya itu sehingga sampai sekarang Bapak-Ibu bisa berbagi dengan kami. Jadi para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami tentang "Tatkala Anak Meninggal Dunia". Perbincangan kami kali ini bersama Bp. Jimmy dan juga Ibu Yuniarti juga beserta Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini kami persilakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
32. Saat Saat Pemulihan | |
Salah satu respons tatkala kita mengalami tragedi adalah kita ingin mengerti makna dibalik tragedi ini. Kita ingin tahu kenapakah hal ini sampai terjadi, kemengertian kita itulah yang akan menolong kita untuk membangun hidup kita.
Saudara-daudara pendengar yang kami kasihi dimana pun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan kali ini Bp. Jimmy dan Ibu Yuniarti yang sudah hadir bersama kami untuk berbagi pengalaman sehubungan dengan anak mereka yang meninggal beberapa tahun yang lalu. Kami sudah melakukan perbincangan ini pada kesempatan yang lampau dan kali ini akan melanjutkan perbincangan kami bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Saat-saat Pemulihan", kami percaya acara ini pasti sangat bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami ucapkan selamat mengikuti.
J : Ya setelah beberapa hari memang kita sedih cuma setelah itu kita juga berpikir bahwa ini semua adalah kehendak Tuhan, saya pikir ini semua adalah kehendak Tuhan, Tuhan memanggil dia. Saya erasakan ini adalah kehendak Tuhan, kalau dia masih ada mungkin ada kejadian apa lagi yang mungkin lebih menyedihkan.
Jadi saya merasa itu, kita sudah pasrah sekali bahwa ini semua kehendak Tuhan.Y : Dari orang tua saya sendiri dari ibu saya, pada saat anak saya meninggal itu dia juga mendapatkan firman Tuhan yang menguatkan. Dari situ saya juga lebih kuat, kemudian kakak saya juga menuatkan saya, juga dengan firman Tuhan yang dia baca pada saat itu dan dari pengalaman-pengalaman saya, dari firman Tuhan juga.
Banyak juga orang yang memberitahu saya begini, anak dua saja kok tidak bisa jaga ada yang bilang begitu, jadi itu menyedihkan buat saya, tapi puji Tuhan....Tuhan itu tahu bahwa semua itu Tuhan saja yang bisa menghibur saya.PG : Betul Pak Gunawan, jadi salah satu respons yang muncul tatkala kita mengalami tragedi adalah respons ingin mengerti makna dibalik tragedi ini. Kita ingin tahu kenapakah hal ini sampai terjdi, nah kemengertian itu akan menolong kita untuk membangun hidup kita kembali.
Dalam kesaksian tadi yang Ibu-Bapak telah berikan saya bisa melihat hal itu bahwa Bapak-Ibu memilih untuk melihat tragedi ini dari kacamata Tuhan bahwa Tuhan mempunyai kehendakNya dan rencanaNya dan Bapak-Ibu menundukkan diri pada kehendak Tuhan, mempercayakan bahwa kehendak Tuhan adalah yang paling baik, meskipun Bapak-Ibu belum bisa melihat ke depan tapi Bapak-Ibu sudah mempercayakan. Tuhan tahu apa yang Dia lakukan dan rencana-Nya yang paling baik. Nah sekali lagi ini memberikan suatu pengertian meskipun belum mengerti detail tapi pengertian secara umum bahwa Tuhan memang menghendaki agar Nita pulang ke rumah-Nya.J : Memang itu menimbulkan kesusahan lagi, tapi kita juga sering mengatakan mau bagaimana ini sudah kehendak Tuhan, jadi saya tidak bisa apa-apa. Tuhan pasti mempunyai maksud dan rencana tersediri terhadap anak saya ini, terhadap keluarga kami juga.
Kita mengatakan cuma itu saja.Y : Ya memang saya juga sangat menyesal untuk hal ini, tetapi setiap kali penyesalan itu timbul dalam diri saya, saya selalu mengingat cinta kasih Tuhan pada saya bahwa sebelum semuanya terjad, mengapa Tuhan sudah memberi penghiburan kepada saya, padahal semuanya 'kan belum terjadi.
Waktu saya membaca Alkitab, saya merasakan sejahtera begitu, betul Tuhan itu kasih.J : Waktu itu 7 hari ya saya tidak masuk.
Y : Saya lupa waktu itu tapi teman-teman saya beritahu saya, lebih baik kamu masuk jadi tidak terlalu terpikir yang sedih-sedih lagi katanya teman-teman seperti itu.
PG : Lihat timingnya ya, sebetulnya pada masa setelah kematian yang lebih baik adalah untuk kita benar-benar menangis mengekspresikan kesedihan kita. Dan mengizinkan diri untuk meratap karena ii kehilangan yang sangat dalam.
Kita tahu kita akan berjumpa lagi dengan dia tapi tetap dia adalah anak yang dekat dengan kita ya, jadi kehilangan itu sangat dalam. Tidak apa-apa untuk orang tua menangisi kepergian anaknya, kadang-kadang memang ada komentar-komentar yang justru seolah-olah kedengarannya baik yaitu jangan dipikirkan lagi, masuk kerja, sudah pikir ke depan sekarang dan sebagainya. Sudah tentu kita akan pikir ke depan, namun apa salahnya sekarang ini memang masih mengingat dan kita memikirkan diri kita untuk menangisi kepergiannya dan itu tidak apa-apa. Di Alkitab pun dicatat memang ini merupakan tradisi budaya bukannya permintaan Tuhan, tapi tradisi budaya yang baik. Sewaktu Samuel meninggal orang Israel meratapi untuk jangka waktu yang lama, sewaktu Yusuf meninggal orang-orang Israel meratap selama misalnya 40 hari, itu adalah masa yang memang diizinkan dan seolah-olah diwajibkan untuk menangis. Dan ternyata ditemukan bahwa menangis itu sesuatu yang sangat sehat, justru dengan menangis seseorang itu akan lebih siap untuk memulai hidupnya kembali.J : Kita mengatasinya bersama-sama, kita juga sudah pasrah kepada Tuhan, dia juga ingatkan saya bahwa ini semua sudah kehendak Tuhan mau apa lagi. Tuhan mungkin punya rencana tersendiri.
Y : Ya hanya mengingatkan dia akan firman Tuhan begitu saja, tidak ada lain.
J : Pokoknya kita tetap kalau kita saat teduh selalu berdua, jadi bersama-sama kita membaca bergantian, kita doa bergantian juga.
J : Ya
Y : Ya lebih dekat.
PG : Karena hubungan Bapak dan Ibu memang baik, jadi saya mau tekankan hal ini. Karena sebetulnya krisis itu mempunyai dua sisi atau mempunyai dua dampak pada pasangan nikah. Dampak pertama adaah mendekatkan, kalau hubungan itu memang hubungan yang sehat, hubungan yang kuat karena justru melalui krisis inilah kedua orang ini saling memberikan bantuan kekuatan dan saling memikul beban.
Tapi krisis mempunyai dampak yang kedua pada pernikahan yaitu krisis ini akan makin menjauhkan pasangan nikah itu. Jadi sekali lagi krisis bisa mendekatkan tapi bisa juga memisahkan orang yang diserang oleh krisis tersebut.PG : Itu reaksi yang juga sering dialami oleh pasangan nikah, jadi kecenderungannya adalah menyalahkan, tadi ini adalah bagian kemarahan. Maka tadi saya sebut kemarahan terhadap yang kita angga penyebab dari musibah ini.
Tapi memang saya melihat dalam kasus Bapak-Ibu, karena Bapak-Ibu dekat dengan satu sama lain dan dekat dengan Tuhan maka langsung menempatkan tragedi ini dalam rencana Tuhan dan tidak mempertanyakannya lagi. Nah kalau memang tidak berhasil menempatkannya dalam rencana Tuhan kecenderungannya adalah akan melihat ke kanan, ke kiri dan mencari siapa yang bisa disalahkan.Y : Waktu itu kakak saya memang sudah memikirkan hal itu, jadi saat dia akan diberangkatkan ke perabuan, barang-barang seperti baju, seragam, tas sekolah itu semua sudah dibagi-bagi ini untuk iapa terserah.
Jadi untuk siapa yang memerlukan, dalam hal ini saya berterima kasih pada kakak saya supaya tidak terlalu membebani pikiran saya.J : O....tidak, tetap saja begitu.
J : Saya untuk itu jarang melihat, saya jarang sekali masuk ke kamarnya. (GS: Menghindari itu ya) menghindari.
Y : Tidur, tidur sekamar.
J : Untuk waktu itu adiknya tidur bersama-sama dengan kita jadi bertiga untuk jangka waktu beberapa hari itu kita selalu bertiga.
PG : Bagi yang memang sudah siap untuk menyingkirkan barang-barangnya tidak apa-apa, seperti tadi Ibu katakan memang Ibu dan Bapak langsung bagikan dan hanya menyimpan barang tertentu, itu jugatidak apa-apa.
Namun yang perlu disadari adalah kadang kala setelah kematian orang yang kita kasihi kita itu tergesa-gesa menyingkirkan sehingga ada yang kebablasan menyingkirkan hampir semuanya atau semuanya, tidak ada lagi peninggalannya dalam rumah itu. Nah sebaiknya tidak begitu, sebaiknya yang dianjurkan adalah seperti ini, kita membiarkannya dulu sampai memang kita sendiri sudah mulai siap untuk menyingkirkan. Dan menyingkirkannya pun secara bertahap misalnya kita tidak langsung menjual atau memberikannya kepada orang lain. Tapi kita menyingkirkan dari tempat yang dapat dilihat ke dalam tempat yang tidak bisa dilihat, misalkan seperti baju yang tadinya masih di dalam lemari pakaian, sekarang dikemasi dimasukkan ke dalam boxs dan disimpan ke gudang misalnya seperti itu. Tapi misalnya mainannya atau apa kita masih biarkan ada di dalam kamarnya dan nanti selama kita masih ingin melihat, silakan melihat dan memang waktu melihat kita akan sedih, kita akan menangis tapi tetap itu tidak apa-apa itu juga baik. Sampai kita siap lagi barang-barang yang masih ada itu kita masukkan lagi di boxs taruh lagi di gudang, nah kalau sudah begitu melewati jangka waktu misalkan barang-barang yang digudang itu barulah kita siap untuk berikan kepada orang lain atau kita singkirkan secara permanen keluar dari rumah kita. Namun akan ada barang-barang yang kita simpan untuk waktu yang lama atau mungkin selama-lamanya seperti dalam kasus bapak-Ibu. Tadi Bapak-Ibu sudah katakan kepada kami di luar rekaman ini bahwa Bapak-Ibu menyimpan Alkitabnya Nita. Nah saya kira itu juga sangat baik ya, jadi kita menyimpan satu atau dua barang yang mengingatkan kita dengan dia dan tidak apa-apa. Sebab memang dia adalah bagian hidup kita, dulu dan sekarang sampai selama-lamanya sebab kita tahu dia itu tidak lenyap ya, dia tidak kasat mata itu betul, dia tidak bisa kita lihat itu betul tapi dia tidak lenyap, dia sekarang bersama dengan Tuhan dan kita akan menyusulnya ke sana jadi kalau kita masih memiliki beberapa barang-barangnya itu tidak apa-apa meskipun kita akan teringat akan dia.PG : Sebaiknya adalah kita mengiyakan bahwa memang itu hal yang menyedihkan, jadi kita hanyalah memberikan ungkapan pengertian. Dan yang tidak boleh kita lakukan adalah memarahinya atau mengataan kenapa kamu masih mengingat-ingat, sebetulnya itu tidak baik ya.
Yang lebih baik justru berkata iya....ya kalau dia masih ada dia sekarang berusia berapa, kalau dia masih ada dia mungkin sudah bisa begini atau begitu nah itu adalah hal wajar dan tidak apa-apa untuk dikatakan.PG : Saya boleh tambahkan bukan hanya berjumpa dalam mimpi, tapi kadang kala seolah-olah melihat dia, seolah-olah dia itu masih hadir atau melihat penampakannya. Nah sebetulnya yang terjadi adaah bukannya kita melihat dia tapi kerinduan kita, kehilangan yang begitu besar membuat kadang-kadang memang kejernihan kita untuk berpikir sedikit banyak terpengaruhi.
Dan waktu itu terjadi persepsi kita atau panca indra kita juga turut terpengaruhi sehingga ada moment-moment sepertinya kita melihat penampakannya. Bisa juga ini dipicu oleh sesuatu yang kita tidak sadari tapi sebetulnya membangkitkan memori kita akan dia, misalkan ada suara tertentu yang biasanya kita dengar sewaktu dia masih ada dan kembali kita dengar, waktu kita dengar suara itu kita akan tiba-tiba merasakan dianya juga ada di sini bersama kita atau mencium bau tertentu yang mengingatkan kita dengan dia tapi saat itu sebetulnya tidak kita sadari bau apa itu namun tatkala kita menciumnya tiba-tiba memori kita hidup kembali dan kita seolah-olah merasakan kehadiran yang begitu riil. Nah sesungguhnya bukannya dia itu memunculkan diri bukan ya, kita tahu dia di tangan Tuhan dia tidak muncul lagi kepada kita. Tapi kerinduan kita, kehilangan kita, kesedihan kita yang begitu dalamlah yang memunculkan reaksi-reaksi seperti itu, baik dalam mimpi maupun dalam alam sadar.J : Kalau itu tidak, saya itu malah ingin kalau dia muncul begitu ya, sekarang saya juga belum pernah mimpi.
Y : Kalau mimpi, "Lho kamu sudah lama tidak sekolah," mimpinya begitu. (GS : Secara tidak sadar ya Ibu mengatakan demikian) ya, kemudian kalau saya mau mengajak makan sama-sama begit, saya panggil dua-duanya o...ya
jadi sadar. Waktu saya pulang dari gereja saya pernah ikut mobil gereja lalu tanpa sadar lho...mana Nita? Langsung saya dicubit sama teman saya. dari situ saya sadar.PG : Betul. Jadi itu adalah reaksi-reaksi yang sangat umum Bu ya, memanggil namanya, dan salah satu hal yang sulit dilalui oleh orang tua setelah kematian anak ini adalah hari ulang tahunnya, iu yang berat untuk dilewati sebab hari ulang tahun benar-benar merupakan perlambangan kehadirannya dalam hidup kita.
PG : Sama, hari meninggalnya juga, pokoknya hari-hari peringatan yang memang sangat mengingatkan kita dengan dia.
Y : Saya tidak mengingat-ingat.
J : Saya juga ingat, saya kadang-kadang mau kita makan-makan dulu pas di hari ulang tahunnya, tapi saya pikir-pikir jangan nanti tambah mengingatkan kita lagi, jadi kita batalkan. Saya sendiriyang membatalkan tidak usah kita biasa saja.
J : Bisa
Y : Ya terutama Tuhan itu menghibur kami semua bukan dengan Alkitab saja tapi dengan penglihatan waktu kita meletakkan abu di laut itu, ada kelompok ikan yang loncat-loncat berkejar-kejaran. Dri situ saya tahu Tuhan itu betul-betul menghibur saya lewat berbagai macam cara.
Y : Jadi saya terpesona dengan ikan itu jadi saya tidak memikirkan abu tadi. Begitu cintanya Tuhan itu luar biasa untuk saya.
PG : Saya akan bacakan lagi dari
GS : Ya kami ucapkan terima kasih kepada Pak Jimmy dan Ibu Yuniarti yang sudah berkenan untuk hadir dalam perbincangan Telaga kali ini dan tentu saya percaya sekali apa yang kita perbincangkan kali ini bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Kita tidak tahu tetapi mungkin ada daripada pendengar kita yang sedang mengalami saat sulit seperti ini, tetapi kita percaya bahwa pendampingan Tuhan seperti tadi yang dibacakan di dalam Alkitab itu juga berlaku atas mereka. Jadi sekali lagi terima kasih Pak Jimmy, Ibu Yuniarti dan juga Pak Paul. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan ini dengan setia bersama Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Saat-saat Pemulihan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami ucapkan terima kasih atas perhatian Anda, sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
33. Mengapa Sukar Beriman | |
Harus disadari bahwa beriman bukanlah satu pilihan dalam hidup, beriman adalah kewajiban manusia. Oleh karena itu Tuhan menghendaki kita hidup dengan iman, namun ternyata hidup dengan iman tidaklah mudah. Dalam materi ini kita akan melihat mengapa Tuhan menuntut iman dari kita dan bagaimana kita harus beriman.
Kita tahu bahwa Tuhan menghendaki kita hidup dengan iman, Firman Tuhan berkata, "Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barang siapa berpaling kepada Allah ia harus percaya bahwa Allah ada dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia." (
Faktor-Faktor yang Menyulitkan untuk Beriman
Kita menginginkan kepastian dan beriman tidak memberikan kepastian kasatmata. Kita tidak tahu apakah Tuhan akan mengabulkan permintaan kita dan kita tidak tahu kapan Ia akan bertindak. Kita tidak tahu apakah rencana kita sesuai dengan rencana Tuhan.
Hidup menyajikan dua pilihan kepada kita: Bersandar kepada Tuhan atau diri sendiri. Tatkala Tuhan tidak menjawab doa sebagaimana yang kita harapkan, kita tergoda untuk bersandar pada diri sendiri. Kita tidak suka bersandar pada orang lain atau hal-hal di luar diri kita. Kita tidak suka menggantungkan hidup kita di tangan orang lain.
Mengapa Tuhan Menuntut Iman dari Kita?
Iman adalah alat komunikasi atau sarana penghubung antara manusia dan Tuhan. Tuhan dan manusia berasal dari dua substansi yang berbeda: Tuhan roh dan manusia jasmani; Tuhan tidak terbatas, manusia terbatas; Tuhan kekal manusia fana. Iman adalah bahasa penghubung antara Tuhan dan manusia.
Iman merupakan bukti kepatuhan kita kepada Tuhan. Iman adalah bukti pengakuan kita akan status kita sebagai ciptaan dan Ia sebagai pencipta.
Bagaimana Beriman?
Menyadari bahwa beriman bukanlah satu pilihan dalam hidup-boleh ada, boleh tidak ada-beriman adalah kewajiban manusia. Itu sebabnya Tuhan berkata, "tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah." Kata berkenan berarti menyenangkan. Jadi, kita kembali kepada tujuan hidup, apakah kita hidup untuk menyenangkan hati Tuhan?
Beriman berarti percaya bahwa Allah ada, yang berarti:
Ia mengatur hidup-rencana-Nya yang sedang terjadi dan digenapi.
Ia menuntut pertanggungjawaban-bagaimana kita hidup dan apa yang kita perbuat.
Ia terlibat dalam hidup kita-Ia mengasihi kita; Ia berinteraksi dengan kita; Ia menyelamatkan kita dari dosa.
Beriman berarti percaya bahwa Allah memberi upah kepada orang-orang yang sungguh-sungguh mencari-Nya. Inilah iman dalam penerapan praktisnya.
Semua janji tunduk pada pemenuhan kondisi yang memunculkan janji itu. Dengan kata lain, kita harus memahami janji sesuai dengan konteks yang melingkupi janji itu. Janji Tuhan tunduk pada rencana dan kehendak Tuhan-inilah konteks yang mengelilingi janji Tuhan.
Tuhan menepati janji-Nya dan jika Ia tidak memberi kita upah yang kita harapkan, Ia tidak melakukannya untuk menyakiti kita. Ia menahan upah itu karena rencana-Nya yang tidak ketahui sedang berjalan di atas situasi yang kita hadapi.
Kesimpulannya, minta dan percayalah, seperti seorang anak kepada orang tuanya. Jangan berhenti percaya!
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya, Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan saat ini saya ditemani oleh Ibu Wulan, S.Th. Kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengapa Sukar Beriman". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG :
PG : Secara permukaan memang level atas iman atau level permukaan iman ialah percaya bahwa Allah itu ada, bahwa kita ini bukan saja manusia yang bertumbuh dari sesuatu yang non-organik kemudia kita ada, tentu saja tidak demikian.
Kita tahu dan yakin bahwa Tuhanlah yang menciptakan kita, namun iman jauh melebihi dari sekadar pengakuan bahwa Tuhan itu ada.PG : Iman itu memang bisa kita artikan sebuah respons dari manusia terhadap inisiatif Tuhan. Tuhan menyatakan diri-Nya kepada kita melalui alam semesta ciptaan-Nya, melalui karya-Nya menyelamatan manusia di atas kayu salib, cinta kasih Tuhan sudah dibagikan kepada kita, manusia.
Nah, apakah respons manusia kepada Tuhan? kita bisa menyimpulkan bahwa respons kita terhadap semua tindakan Tuhan itu adalah iman.PG : Yang pertama adalah kita menginginkan kepastian Bu Wulan, dan beriman tidak memberikan kepastian kasat mata. Kita manusia sangat bergantung sekali pada yang kasat mata, sebab yang kasat mta membuat kita lebih memiliki kepastian.
Apa yang tidak bisa kita lihat, dapat membuat kita lebih cemas. Nah, masalahnya adalah kita tidak selalu dapat mengetahui apakah Tuhan akan mengabulkan permintaan kita dan kita tidak tahu kapan Dia akan bertindak. Jadi sebetulnya ada dua kesulitan yang berbeda, kita tidak tahu apakah Tuhan pasti akan memberikan apa yang kita minta. Terus terang, hal ini mengarah kepada ketidakpastian. Meskipun kita tahu Tuhan meminta kita untuk memohon kepada-Nya, tetapi kita tidak memiliki kepastian. Dan yang kedua adalah kita juga tidak tahu kapan Dia bertindak. Bisa hari ini, bisa minggu depan dan bisa tahun depan. Nah, secara alamiah sebagai manusia kita ingin kepastian itu, bahwa Dia akan memberikan sebagaimana yang kita minta dan kita ingin mengetahui waktunya. Boleh setahun lagi, tapi kita ingin mengetahui waktunya. Contohnya adalah Abraham, dari titik saat Tuhan memberitahukannya bahwa dia akan mempunyai keturunan yakni Ishak sampai dia benar-benar mempunyai keturunan. Dia harus menanti sekitar 25 tahun dan itu bukan waktu yang singkat. Nah, jadi hal-hal itulah yang pada akhirnya akan menyulitkan kita untuk bertahan dalam iman kita.PG : Menarik sekaligus menegangkan Pak Gunawan, betul sekali ya. Nah, hal ini yang menambah kesulitan kita untuk memelihara iman, yaitu pada akhirnya berhadapan dengan dua pilihan dalam hidup ni, bersandar kepada Tuhan atau bersandar kepada diri sendiri.
Nah, tatkala Tuhan tidak menjawab doa sebagaimana yang kita harapkan, kita tergoda untuk bersandar pada diri sendiri, sebab kita tidak suka bersandar pada orang lain atau hal-hal di luar diri kita. Kita tidak begitu senang bergantung atau menggantungkan hidup kita pada tangan orang lain yang tidak bisa kita kontrol. Sehingga godaan terbesar adalah pada akhirnya kita bersandar kepada diri sendiri. Sebab setidak-tidaknya, kita bisa mengerti dan mengetahui tentang diri kita. Jadi faktor-faktor inilah yang menambah kesulitan kita sebagai manusia untuk bertahan dalam iman.PG : Sudah tentu faktor-faktor latar belakang yang akan mempengaruhi mudah sukarnya kita ini bersandar kepada Tuhan. Contohnya adalah kalau dari dulu kita terbentuk untuk bersandar pada diri sndiri, otomatis menyerahkan tahta hidup kita kepada Tuhan itu akan lebih sulit.
Kebalikannya orang yang lebih berimbang, bisa percaya kepada orang, bisa bergantung kepada orang tapi tidak selalu dan terus-menerus bergantung kepada orang lain. Orang yang cukup berimbang, dalam hal ini akan lebih mudah bergantung kepada Tuhan. Namun kita juga mesti berhati-hati dengan orang yang memang tidak bisa hidup sendiri. Jadi terus bergantung kepada orang lain. Nah, orang seperti ini akan lebih mudah bergantung kepada Tuhan, sebab itu memang sudah merupakan kelemahannya. Maka seorang Psikolog yang bernama Newton Molloni pernah mengatakan bahwa sebetulnya ada dua jenis cara orang beriman atau bersandar kepada Tuhan. Ada orang yang menggunakan agamanya untuk melarikan diri dari kenyataan, Jadi secara harafiah, sebetulnya imannya adalah tempat persembunyiannya, sebab dia takut sekali menghadapi fakta dalam hidup ini. Sudah tentu kita percaya Tuhan tetap akan menerima orang yang seperti ini, dan Tuhan tidak akan menolaknya. Tapi seyogyanyalah kita bertumbuh, tidak selalu ketakutan seperti itu.PG : Alasannya adalah iman merupakan alat komunikasi atau sarana penghubung antara manusia dan Tuhan. Tuhan dan manusia itu berasal dari dua substansi yang berbeda, Tuhan itu Roh dan manusia it jasmani.
Tuhan itu tidak terbatas dan manusia itu terbatas. Tuhan kekal, sedangkan manusia itu fana. Nah, bahasa atau alat komunikasi yang bisa membuat manusia dan Tuhan itu bersatu atau saling berhubungan adalah iman. Imanlah yang bisa berkata: "Tuhan, saya melihat Engkau, bahasa yang bisa berkata: "Tuhan, saya tidak mengerti karena mata saya tidak bisa menemukan jalan keluarnya, tapi saya tetap bergantung dan bersandar kepada Engkau". Nah, pada waktu manusia berkata seperti itu kepada Tuhan, dia berkomunikasi dengan Tuhan. Sebaliknya kalau manusia berkata. "Mata saya tidak melihat jalan keluarnya dan berhenti sampai di sini saja, untuk bersandar kepada Tuhan", detik itu komunikasi dengan Tuhan terputus dan berhenti. Jadi sekali lagi, kenapa Tuhan menuntut iman, sebab Tuhan menginginkan bisa berelasi dengan kita, manusia dan relasi itu hanya bisa berlangsung jikalau kita bisa beriman dengan berkata: "Tuhan, saya tidak mengerti, tapi tetap percaya." Nah, itu salah satu alasannya kenapa Tuhan menuntut iman dari kita.PG : Yang lainnya adalah ini Pak Gunawan, iman merupakan bukti kepatuhan kita kepada Tuhan. Iman adalah bukti pengakuan kita akan status kita sebagai ciptaan dan Dia sebagai Pencipta. Dengan kaa lain, tadi saya sudah singgung, iman adalah respons manusia terhadap tindakan-tindakan yang telah lakukan Tuhan dalam kehidupan kita.
Nah, iman adalah bukti bahwa kita ini tunduk kepada Tuhan, apapun kehendak-Mu meski tidak saya mengerti, saya akan percaya dan lakukan. Di situlah manusia menunjukkan kepatuhannya yang paling puncak. Kalau dia mengerti dan dia melakukannya alias dia mematuhi Tuhan yang adalah baik, itu tanda kepatuhan, tapi bukan pada puncaknya. Pada puncaknya adalah sewaktu dia tidak mengerti namun tetap berkata: "Saya percaya dan saya melakukannya." Nah, di situlah iman benar-benar muncul dalam bentuk yang paling indahnya, kepatuhan kepada Tuhan.PG : Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan Pak Gunawan, yang pertama adalah kita mesti menyadari bahwa beriman bukanlah suatu pilihan dalam hidup. Kita bukannya berkata: "O.....iman bole ada, boleh tidak ada," o...tidak!
Beriman sebetulnya adalah kewajiban manusia. Itu sebabnya Tuhan berkata: "Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Nah, kata berkenan kita tahu berarti menyenangkan. Jadi dengan kata lain tanpa iman tidak mungkin kita menyenangkan hati Tuhan, kira-kira itu dasarnya. Akhirnya kita kembali kepada tujuan hidup kita, apakah kita hidup untuk menyenangkan hati Tuhan ataukah kita hidup untuk menyenangkan hati kita. Kalau kita memutuskan hidup kita adalah untuk menyenangkan hati Tuhan berarti kita harus belajar beriman, percayakan dan percayakan meskipun akal dan mata kita mengatakan yang sebaliknya.PG : Benar-benar belajar berkata kepada diri sendiri, meskipun saya tidak mengerti dan cara kerja Tuhan tidak bisa saya ikuti, tetapi saya tetap percaya pada karakter Tuhan yang baik dan yan adil.
Belum lama ini saya menonton sebuah film yang bagus, ya Pak Gunawan dan Ibu Wulan, The Count of Montecristo, film itu menceritakan tentang seseorang yang difitnah dan akhirnya dipenjarakan dan harus mendekam selama 11 tahun di penjara. Dan di penjara itulah dia menemukan sebuah tulisan yang ditulis oleh tahanan yang sebelumnya, yakni Tuhan akan memberikan keadilan. Nah, pada akhirnya sampai ke titik ketidakpercayaan lagi kepada Tuhan. (WL : Pasti sulit)Betul, karena dia difitnah dan tidak lagi mungkin keluar. Namun akhirnya Tuhan mempertemukan dia dengan seorang pendeta tua yang memberikan kekuatan kepadanya, sehingga akhirnya bisa kembali beriman kepada Tuhan. Jadi beriman berarti percaya bahwa karakter Tuhan adalah seperti yang dikatakan-Nya bahwa Dia baik, meskipun yang kita terima tidak baik. Bahwa Dia adil, meskipun yang kita terima tidak adil. Bahwa Dia akan membela kita, walaupun saat ini kita sedang diinjak-injak. Bahwa Dia penuh kasih, meskipun yang kita alami sekarang sangat menyakitkan dan terasa sangat kejam. Jadi beriman berarti percaya perkataan Tuhan.PG : Jadi langkah awalnya adalah ini Pak Gunawan, kita mesti percaya bahwa Allah atau Tuhan itu ada, meskipun kita tidak bisa melihat dengan mata kita. Dari manakah kita tahu Tuhan itu ada. Perama-tama, lihatlah alam ciptaan-Nya itu terlebih dahulu, bahwa terlalu sempurna untuk bisa muncul secara kebetulan.
Lebih susah percaya bahwa ini semua kebetulan daripada percaya bahwa Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta dan kita semua. Jadi percayalah Allah Pencipta memang ada. Kita juga mesti percaya Allah itu mengatur hidup kita. Bahwa yang sedang terjadi di dalam hidup kita dan dalam sejarah dunia ini adalah rencana-Nya, bukan sesuatu yang terjadi di luar rencana-Nya dalam kekacauan, tidak! Dia mengatur hidup. Kita juga percaya bahwa Tuhan menuntut pertanggungjawaban, artinya karena Dia ada, Dia meminta kita hidup dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan yang Dia inginkan. Bagaimanakah kita hidup dan apa yang sedang kita perbuat sekarang, pada akhirnya harus kita pertanggungjawabkan di mata Tuhan. Dan beriman juga berarti kita percaya Tuhan terlibat dalam hidup kita, Dia mengasihi kita, Dia berinteraksi dengan kita, Dia menyelamatkan kita dari dosa, seperti lagu yang berkata He lives, He Lives. Bagaimanakah kita tahu Tuhan itu hidup?, Kita tahu Tuhan itu hidup karena memang Tuhan bercakap-cakap dengan kita, memimpin hidup kita, menjawab doa kita, menyediakan kebutuhan kita. Tuhan secara nyata terlibat dalam hidup kita.PG : Tapi kita akhirnya menyadari bahwa mereka pun tidak sampai kepada iman yang kuat dengan mudah. Mereka pun mengalami jatuh bangun. Dua kali Abraham harus berbohong dengan mengatakan bahwa strinya adalah saudaranya, supaya dia tidak dibunuh.
Dengan kata lain, dua kali Abraham memang tidak mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Nah, saat ketigakalinya sewaktu Tuhan meminta untuk mempersembahkan anaknya Ishak, barulah dia mampu melakukannya. Tapi dua kali dia jatuh bangun dalam imannya dan tidak selalu berhasil dalam imannya. Kita akan melihat tokoh-tokoh, anak-anak Tuhan yang jatuh bangun. Petrus tidak selalu mampu hidup kuat, berkhotbah kepada ribuan orang dan percaya. Petrus yang kita kenal adalah Petrus yang pernah menyangkal Tuhan, Petrus yang juga pernah hidup munafik, seharusnya berani mempertanggungjawabkan perbuatannya, bergaul dengan orang-orang non-Yahudi, tapi begitu orang-orang non-Yahudi datang, dia cepat-cepat menyingkir. Jadi Petrus adalah Petrus yang manusiawi dan seperti itulah yang dapat kita lihat. Daud yang bisa beriman, bertahun-tahun dikejar Saul, di padang gurun, di hutan-hutan tetap percaya kepada Tuhan, tapi detik-detik tertentu dalam hidupnya dia gagal. Dia jatuh ke dalam dosa perzinahan, dia pernah menyuruh Yoab panglimanya menghitung tentaranya untuk melihat berapa kekuatannya dan gagal melihat kekuatan Tuhan. Jadi saya kira, kita ini bertumbuh dan dalam pertumbuhan itu kita bisa jatuh-bangun.PG : Dan Tuhan tidak berkata, "Saya kecewa, sebab itu sudahlah kamu keluar", tidak demikian. Tuhan akan tetap memegang tangan kita, meskipun kita jatuh bangun dan jatuh bangun.
PG : Orang stabil, yang memang bisa benar-benar bersungguh-sungguh sudah tentu akan menyenangkan hati Tuhan, ya Pak Gunawan. Orang-orang seperti ini tidak selalu melihat apa yang sedang Tuhan prbuat dalam hidupnya, tapi dia tetap percaya kepada Tuhan.
Sebab begini Pak Gunawan, pada akhirnya iman yang matang adalah iman yang berkata: "Tuhan, yang saya lihat berbeda", tapi sebetulnya, di saat itu rencana Tuhan sedang berjalan di atas apa yang sedang kita lihat. Jadi saya boleh mengumpamakan dengan seseorang yang sedang menyelam di dalam air yaitu di lautan. Dia pada waktu berada di dalam air melihat ikan, batu karang dan sebagainya. Tapi dia tidak mungkin melihat apa yang ada di atas air, bahwa sebetulnya di atas air, ada perahu yang sedang mengikuti dia dan menyertainya. Dia tidak menyelam sendirian. Mungkin dia berpikir, saya hanya dikelilingi oleh karang,ikan dan tidak ada siapa-siapa. Tapi di atas air ada sebuah perahu yang sedang mengikutinya. Nah, itulah pengibaratan tentang hidup kita dengan Tuhan, kita melihat peristiwa-peristiwa yang kita alami ini, kita mengatakan Tuhan di mana, Tuhan tidak ada di situ, sebab kita tidak melihat. Di atas permukaan rencana Tuhan sedang terjadi. Jadi orang yang beriman kuat adalah orang yang bisa berkata seperti itu: "Tuhan, rencana-Mu sedang berjalan di atas situasi yang sedang saya hadapi, meskipun aku tidak bisa memahami apa yang sedang aku lalui."PG : Saya kira pada akhirnya Tuhan akan memberikan upah, ya Pak Gunawan, seperti yang tadi dikatakan Tuhan memberikan upah kepada orang yang bersungguh-sungguh mencarinya. Tuhan akan melimpahka berkat-Nya, mungkin pada detik ini tidak bisa kita lihat, tetapi kita tahu Tuhan sedang menantikan saatnya melimpahkan berkat kepada kita.
Nah, itu yang akan kita pegang dalam hidup kita.PG : Praktisnya begini, misalkan kita ini sedang menantikan seorang anak, kita berdoa, berdoa, berdoa tetapi Tuhan tidak mengaruniakan kepada kita seorang anak. Nah, kita tetap percaya bahwa searang rencana Tuhan sedang berjalan, di dalam ketidakhadiran seorang anak, rencana Tuhan sedang berjalan.
Jadi kita harus tetap berjalan dalam hidup kita, melaksanakan yang Tuhan inginkan, benar-benar kita tidak berkata hidup kita berhenti gara-gara Tuhan belum memberikan anak. Kita tetap percaya bahwa rencana Tuhan sedang berjalan. Dan di tengah-tengah penantian ini, Tuhan terus memberikan upah-upah-Nya, berkat-berkat-Nya yang mungkin sekali bukan dalam bentuk anak seperti yang kita minta itu, tapi dalam bentuk-bentuk yang lainnya, Nah ini yang akan kita pegang. Seperti anak kecil percaya kepada ayah dan ibunya, demikian pulalah kita datang kepada Tuhan, kita percaya Tuhan tahu yang paling baik, Dia akan memberikan kepada kita yang paling baik pula.PG : Sudah tentu dia akan mungkin sekali kecewa, tidak bisa menerima hal itu. Tapi di situlah iman baru bisa bertumbuh. Iman hanya bisa bertumbuh di dalam situasi di mana kita tidak melihatnya apa yang kita minta tidak akan kita saksikan dan tidak akan terjadi.
Kalau kita saksikan terjadi, memang itu bukan namanya iman. Justru iman ada, sewaktu kita tidak melihat. Memang ini menjadi sesuatu yang sangat sulit tapi di situlah kita baru bertumbuh.PG : Dari satu sudut kita bisa melihatnya memang seperti itu ya Bu Wulan, yaitu Tuhan memberikan kepada kita hal-hal kecil yang kita minta pada tahap-tahap awal kita berjalan dengan Dia. Tatkal kita semakin dewasa seakan-akan Tuhan tidak langsung memberikan yang kita minta, dengan tujuan belajar bertumbuh dalam iman, percaya pada karakternya, percaya pada si pemberi berkat dan bukan bergantung pada berkat itu sendiri.
Jadi dari satu sudut kita bisa melihatnya seperti itu, tapi di sudut yang lain kita mesti berhati-hati jangan sampai kita akhirnya berpandangan bahwa Tuhan itu mempermainkan kita dari sejak awal, seolah-olah Tuhan memberikan yang manis-manis ya, promosi. Nah, sekarang sudah datang dan masuk dalam kerajaan Tuhan, barulah kita menemukan kesengsaraan, benar-benar diuji. Tujuannya adalah Tuhan ingin kita mengenalnya, mencintainya, bukan mencintai pemberian atau berkatNya. Sebagaimana kita manusia juga begitu, kita tidak ingin orang mencintai kita karena dia suka dengan pemberian-pemberian kita, kita ingin dia mencintai kita apa adanya diri kita ini. Nah, dalam relasi dengan Tuhan seperti itu juga. Jadi Tuhan mengundang kita datang untuk mencintai-Nya bukan untuk mencintai pemberian-Nya. Kenapa Dia dahulu memberi lebih gampang, karena kebetulan saja memang itu sesuai dengan rencana Tuhan untuk kita pada saat itu.PG : Pertama-tama kita harus sadar bahwa janji Tuhan itu selalu masuk dalam bingkai yang lebih besar, yaitu bingkai rencana Tuhan. Tuhan menjanjikan misalnya, kita tahu "Aku akan membebasan engkau, melepaskan engkau dari bahaya".
Apakah selalu anak-anak Tuhan dilepaskan dari bahaya?, tidak. Tuhan berjanji kepada Paulus: "Aku akan melepaskan engkau dari bahaya." Tapi menurut tradisi, kita tahu Paulus mati dipenggal kepalanya pada masa kerajaan Nero. Apakah Tuhan selalu menepati janji-Nya dalam konteks itu, tidak, dalam pengertian pada umumnya Tuhan akan melepaskan kita dari bahaya. Namun janji Tuhan itu harus kita tempatkan dalam bingkai yang lebih besar, bingkai kehendak Tuhan dan rencana-Nya. Pada satu kali rencana-Nya yang lebih besar itulah yang akan Tuhan utamakan. Dan janji itu yang masuk dalam rencana itu Tuhan.PG : Saya kira jawabannya yang paling sederhana adalah ini Ibu Wulan, kita tidak akan sanggup hidup kalau kita sudah mengetahui semua apa yang akan terjadi dalam hidup kita. (WL: Karena?) terlau berat, kita tahu kita tidak akan sangat kaya nanti misalnya, kita sekarang menjadi gemetaran tidak bisa hidup memikirkan kapan saya akan kaya, kapan saya akan kaya.
Kalau misalnya kita akan mati ditabrak mobil 5 tahun lagi, wah kita tidak bisa hidup juga sekarang. Jadi kita tidak bisa hidup, terlalu besar dan dahsyat apabila kita mengetahui apa yang terjadi dalam hidup kita.GS : Berarti dalam hubungan iman kita ini harus tetap meminta kepada Tuhan dan tetap percaya kepada-Nya sekalipun itu belum terealisir dalam hidup kita ya Pak Paul. Ya banyak terima kasih Pak Paul dan juga Ibu Wulan untuk perbincangan kali ini. Nah, para pendengar sekalian kami juga mengucapkan banyak terima kasih bahwa Anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengapa Sukar Beriman". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id, saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
34. Menghadapi Kekecewaan | |
Kekecewaan sebenarnya merupakan salah satu bentuk kehilangan akan apa yang kita harapkan terjadi namun tidak terjadi, dan juga apa yang kita pikirkan ternyata berubah. Melalui materi ini kita diajak untuk belajar dari prinsip-prinsip Yusuf dalam menghadapi kekecewaan.
Apa itu kekecewaan?
Kecewa sebenarnya merupakan salah satu bentuk kehilangan, misalnya:
Harapan: Apa yang kita harapkan terjadi tidak terjadi.
Konsep: Apa yang kita pikirkan ternyata berubah.
Sebagaimana kehilangan lainnya, kekecewaan biasanya mengakibatkan munculnya kesedihan dan kemarahan.
Bagaimanakah kita menghadapi kekecewaan? (Yusuf)
Menerima fakta dan ini berarti membiarkan diri merasakan kesedihan dan kepahitan itu. Jangan mencoba mendistorsi fakta, tindakan ini hanyalah akan memperlama proses pemulihan. Akui perasaan kita apa adanya.
Lihatlah dengan seksama apakah atau siapakah sumber kekecewaan kita. Kadang kita mengalihkan sasaran dan memfokuskan pada sumber yang lain. Jika memungkinkan, sampaikan kekecewaan itu kepadanya secara langsung. Tujuan utamanya adalah penyampaian, bukan hasil akhir. Jadi, siap terimalah bila kondisi tetap sama.
Lihatlah dengan seksama mengapa kita kecewa dan bersedialah untuk berubah. Adakalanya konsep kitalah yang tidak tepat atau harapan kita yang tidak realistik.
Jika ada hal yang tidak kita mengerti, terimalah ketidakmengertian itu; kita tidak perlu berspekulasi.
Teruskan hidup di dalam kondisi yang tidak menyenangkan itu, hari lepas hari. Kita tidak bisa hidup di alam "andaikan," kita mesti hidup di alam "apa adanya."
Firman Tuhan
"Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik, Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan."
T 131 B
"Menghadapi Kekecewaan" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya ditemani Ibu Wulan, S.Th. kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menghadapi Kekecewaan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Sebetulnya kekecewaan merupakan salah satu bentuk kehilangan Pak Gunawan, jadi kecewa itu adalah kehilangan. Nah, masalahnya kehilangan apa? Setidak-tidaknya saya bisa mengaitkannya dengandua hal, pertama adalah kehilangan harapan, ini yang paling umum ya.
Kita mengharapkan sesuatu terjadi, kemudian yang kita harapkan tidak terjadi. Nah, respons atau reaksi terhadap situasi tersebut adalah kita kecewa. Dalam situasi seperti ini atau dalam definisi ini, kita bisa melihat bahwa yang sebetulnya terjadi ialah kita kehilangan. Kehilangan apakah itu? Kehilangan harapan yang kita nantikan tidak segera datang.PG : Betul, nah itu sebabnya kalau harapan itu masih bisa ditumbuhkan, kita masih bisa menghapuskan atau mengatasi kekecewaan.
PG : Selain dari harapan adalah kehilangan konsep. Nah, ini sedikit aneh kedengarannya. Tapi maksudnya begini, apa yang kita pikirkan ternyata berubah, nah apa yang kita pikirkan itulah konsep.Orang bisa mengalami kekecewaan pada saat pemikirannya tentang sesuatu tidak terjadi, akan tetapi kebalikannyalah yang terjadi.
Nah, ini bisa membuat seseorang sangat-sangat kecewa. Misalkan pada waktu seseorang menikah, dia mempunyai konsep pasangannya adalah orang yang seperti apa. Setelah dia menikah, dia melihat ternyata pasangannya tidak seperti yang dulu dia pikirkan. Konsepnya ternyata tidak sepenuhnya betul, sebab fakta membuktikan pasangannya berbeda. Biasanya orang itu akan mengalami kekecewaan. Jadi kekecewaan terjadi akibat konsep kita yang terdahulu ternyata tidak sepenuhnya betul dan harus berubah. Nah, biasanya reaksi kita juga adalah kecewa.PG : Betul, saya kira itu pengamatan yang baik sekali Ibu Wulan. Jadi kalau seseorang tidak pernah kehilangan ya, dia akan rentan sekali terhadap kekecewaan. Karena dia hidup di dalam dunia yan tidak lagi realistik sedangkan dunia yang realistik adalah dunia yang akan menjanjikan kehilangan dalam hidup.
Kebanyakan ada yang pernah berkata satu peribahasa, orang yang siap untuk mengasihi, haruslah siap untuk kehilangan, itu adalah bagian dari kehidupan. Tapi ada orang-orang yang terlalu terlindungi dari kenyataan itu, dari kecil semua yang dia minta dia dapatkan. Nah, akhirnya waktu dia tidak mendapatkan waduh....dia bisa kehilangan kepercayaan, marah, sangat-sangat sedih sekali, tidak siap menghadapi kenyataan itu.PG : Saya kira itu betul dan merupakan konsekuensi logis. Investasi yang besar, tatkala merasakan kehilangan akan merasakan sakit yang lebih berat; investasi sedikit, sewaktu merasa kehilangan kan merasakan sakit yang ringan juga.
Itu konsekuensi logis.PG : Sangat-sangat abu-abu ya, (GS : Kurang menarik lah, tantangannya akan agak kurang) kurang menarik betul. Saya tidak berkata setiap kali kita harus menaruh pengharapan yang sebesar-besarny dalam segala hal, tidak begitu.
Pada waktu-waktu tertentu kita merasa terpukul karena kecewa, dalam keadaan terpukul itu, sulit bagi kita untuk bangkit maupun percaya agar bisa memiliki pengharapan lagi. Nah, pada masa-masa pemulihan itu otomatis kita lebih berhati-hati, lebih sedikit berhemat dalam memberikan kepercayaan sehingga kita tidak perlu kecewa berat, saya kira itu reaksi yang normal. Tapi sekali lagi hidup yang sesungguhnya adalah hidup yang sepenuhnya hanya dimungkinkan kalau orang berani untuk mempercayai, mengharapkan, menantikan, menunggu. Kalau tidak ada unsur itu sama sekali, dia tidak benar-benar menjalani hidup yang sepenuhnya lagi.PG : Biasanya dua ya, yaitu sedih dan yang kedua adalah marah. Marah karena kita menganggap bahwa kita dipermainkan. Kita diperdaya, jadi kita marah sekali. Sedih, karena kita tidak mendapatka yang kita harapkan itu.
PG : Seharusnya berbeda, meskipun pada orang-orang tertentu yang belum bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan bisa dianggap sama saja, tapi kalau bisa membedakan, hal tersebut ada perbeaannya.
Seharusnya tidak mendapatkan yang kita butuhkan akan lebih menyakitkan, karena kita memang membutuhkan dan ini bukannya untuk bermewah-mewahan, buat tambah-tambahan, aksesori, tetapi ini merupakan sesuatu yang hakiki atau inti, kenapa tidak mendapatkannya. Nah, ini biasanya lebih menusuk hati ya.PG : Prinsip-prinsip yang akan kita bahas adalah prinsip-prinsip yang saya gali dari kehidupan atau respons dari Yusuf, Pak Gunawan. Yusuf adalah seorang anak muda yang dibuang oleh keluarganyayaitu oleh kakak-kakaknya dan telah dijual menjadi budak dan sebagainya kita tahu ya.
Dan pada akhirnya dia menjadi seorang yang berpengaruh sekali di Mesir. Nah, apakah prinsip-prinsipnya. Yang pertama adalah menerima fakta. Waktu Yusuf dibuang sebagai budak, dia hidup sebagai budak dan dia tidak tetap hidup sebagai seorang anak dari Yakub yang kaya dan dimanja, tidak, dia hidup sebagai budak. Waktu dia dibuang lagi setelah difitnah, dia menjalani hidupnya sebagai seorang narapidana. Jadi, kita melihat Yusuf memang menerima apa yang Tuhan sudah berikan. Artinya apa, salah satu artinya adalah kita bisa mengizinkan diri kita merasakan kesedihan dan kepahitan itu juga. Kita tidak mencoba mendistorsi fakta bahwa hal ini tidak akan terjadi atau bahwa seperti yang terlihat inilah kehidupan ini, tidak, apapun yang kita alami kita berdoa, supaya misalkan ibu kita disembuhkan tapi tidak disembuhkan malah meninggal dunia. Atau supaya kita tidak di-PHK, eh...ternyata kita juga ikut-ikut di-PHK. Apa yang kita alami sebagai reaksinya, kita sedih, kita kecewa, kita marah karena harus menerima perasaan-perasaan itu. Izinkan diri kita menangis, izinkan diri kita mungkin juga merasakan kemarahan. Tindakan mendistorsi fakta ya akan lebih memperlama proses pemulihan. Ada orang yang misalkan menderita sakit yang berat, tapi tidak mau mengakui dia terkena penyakit itu, dia terus berkata," o....sakit ini akan sembuh lagi, o....ini akan berubah, ah....tidak mau percaya, justru terkena penyakit itu sebenarnya tidak akan terjadi apa-apa". Orang yang buta datang kepada Tuhan Yesus membawa kondisi butanya, tidak ada di antara mereka yang berkata, "saya melihat, saya melihat", ya tidak demikian. Penderita kusta datang kepada Tuhan Yesus mengakui saya ini perlu ditahirkan, saya ini terkena kusta. Jadi mengakui itu langkah pertamanya, Pak Gunawan.PG : Saya kira apa yang dia harus lakukan, dia harus lakukan ya, dia sebagai budak dia harus bekerja. Nah, itu semua dia lakukan. Dan karena dia melakukannya dengan kesungguhan hati, maka orangorang akan senang melihat hasil kerjanya dan di situ dia dihargai.
Tapi saya kira, dia tetap menginginkan kebebasan, dia ingin lepas dari semua itu. Buktinya adalah waktu dia menginterpretasikan mimpi juru minuman dan juru rotinya raja, dia begitu berharap bahwa dia akan dibebaskan, dia memesan dengan mengatakan, "tolong.....nanti setelah engkau dilepaskan, ingatlah saya", Itu menandakan dia rindu bisa lepas, tapi ya tidak bisa lepas. Jadi akhirnya, saya bisa menyimpulkan bahwa dia mengakui perasaan-perasaan dirinya sendiri maupun perasaan kakak-kakaknya, pada waktu kakak-kakaknya berbicara di antara mereka sendiri setelah mereka bertemu kembali dengan Yusuf. Mereka begitu menyesali perbuatan mereka, dan mereka berkata: "Tidakkah engkau ingat waktu anak ini kita jual, dia berteriak-teriak, memohon-mohon, memelas-melas supaya kita tidak membuangnya dan menjualnya". Jadi sekali lagi ya itu reaksi, reaksi yang sangat wajar dan itu yang Yusuf juga alami, jadi apapun yang kita alami, kita kecewa dan akuilah bahwa kita kecewa dan hal itu tidak apa-apa. Tuhan tidak akan lari gara-gara kita berkata: "Tuhan, saya kecewa kepada Tuhan."PG : Kita tidak tahu ya apa yang terjadi di dalam masa-masa awal pembuangannya itu, kita tidak tahu apakah dia hancur, apakah dia putus asa, jadi kemungkinan dia hancur juga, dia putus asa bisaterjadi ya, kita tidak tahu karena Alkitab tidak menceritakannya.
Namun yang kita tahu adalah hasil akhirnya dia menjadi seorang pemuda yang tangguh melalui proses itu. Yusuf memang bukan saja dimanja, Alkitab jelas mengatakan dia dimanja tapi saya bisa menyimpulkan Yusuf itu memiliki sifat yang ada sedikit angkuhnya juga, yaitu pada saat dia menceritakan mimpi-mimpinya yang semakin menyulut kemarahan dan keirihatian kakak-kakaknya. Kalau memang mau menceritakan mimpi, ya ceritakan saja berduaan dengan papanya, kenapa mesti di depan kakak-kakaknya seolah-olah kita ini 'memberi garam di luka yang menganga begitu' dan hal ini memang kurang bijaksana. Dan sekaligus menunjukkan sikap Yusuf sebagai anak yang dimanja sedikit terlalu berlebihan, tapi itulah akhirnya yang dikikis dan dibuang sehingga terciptalah seorang Yusuf yang luar biasa.PG : Ini langkah keduanya ya Pak Gunawan, jadi memang kita mesti melihat dengan saksama apakah atau siapakah sumber kekecewaan kita itu. Kadang kita ini mengalihkan sasaran dan memfokuskan padasumber yang lain, misalnya seharusnya kita kecewa kepada orangtua kita, mereka mempunyai kesanggupan membiayai sekolah kita misalkan, tapi menolak untuk membiayai kita sekolah untuk melanjutkan sekolah di perguruan tinggi misalnya.
Nah, kita kecewa. Tapi daripada mengakui orangtua kita ini mengecewakan kita, misalnya kita menjadi menyalahkan Tuhan. Tidak seharusnya demikian, kita mesti saksama melihat siapa sebetulnya yang menjadi sumber kekecewaan kita. Nah, kalau memungkinkan kita menyampaikan kekecewaan ini kepadanya secara langsung. Kita mungkin tidak mendapatkan yang kita inginkan dan memang itu bukan tujuannya, tapi setidak-tidaknya kita bisa sampaikan, jangan kita berpikir buat apa menyampaikan kalau tidak mendapatkan hasilnya, bukan. Tujuannya adalah kita mengatakan reaksi kita, "waktu engkau berbuat begini kepadaku, inilah reaksiku aku kecewa dan engkau perlu mendengar apa reaksiku". Nah, kita jangan bertambah marah kalau orang itu tidak mempedulikan reaksi kita, itu adalah hak dia, urusan dia, apapun yang dia ingin lakukan dengan dirinya itu memang hak dia. Tapi ini juga hak kita untuk menyuarakan isi hati kita apa yang telah kita alami akibat perbuatannya itu. Jadi langkah kedua adalah lihatlah dengan saksama apakah atau siapakah sumber kekecewaan kita, lihat dengan jelas dan akui ini dia, atau orang inilah atau siapa dan hal itu tidak menjadi masalah.PG : Jadi kita harus bijaksana juga melihat apakah memang tepat kita ngomong. Kadang-kadang menimbulkan masalah yang lebih besar. Nah, daripada menimbulkan masalah yang lebih besar ya sudah diam. Kadang-kadang kita bisa mengerti apabila orang lain mengatakan "wah......bisa tambah runyam" ya sudah kita diam, tapi kalau memungkinkan kita sampaikan.
PG : Sudah tentu Tuhan benar ya, jadi kita tidak bisa menyampaikan kekecewaan kita dan membuktikan Tuhan salah dalam bertindak itu tidak mungkin (WL : Selalu kita yang salah, pasti), jadi Tuhanpasti benar.
Nah, ini mungkin yang menyulitkan kita untuk bertindak, o.....percumalah Tuhan pasti benar, tapi tidak ada salahnya mengatakan kepada Tuhan: "Tuhan saya kecewa," karena itu ungkapan secara jujur, kita tidak mengatakan di mulut pun hati kita sudah mengatakan dan Tuhan pun sudah mendengar. Dan waktu kita mengatakannya kepada Tuhan, kita berkesempatan membagi beban kita dengan Tuhan sehingga kita tidak sendirian lagi di dalam penderitaan itu dan kita melibatkan Tuhan di dalam kekecewaan ini. Sebab kita berkata, "Tuhan, Engkau adalah sumbernya dan aku tidak mengerti apa yang Engkau lakukan, tapi walaupun aku tetap beriman, Engkau baik kepadaku tapi aku tetap kecewa." Nah, di dalam pergumulan inilah kita akhirnya juga akan bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan.PG : Kita bisa melihat dengan saksama mengapa kita kecewa, mengapa kita kecewa dan bersedialah untuk berubah. Adakalanya konsep kitalah yang kurang tepat Pak Gunawan, atau harapan kita yang tidk realistik.
Nah, kalau itu yang terjadi ya kita harus juga mengubah konsep kita. Misalkan ini ya konsep bahwa Tuhan menjanjikan kemakmuran kepada setiap orang, apakah Tuhan menjanjikan kemakmuran untuk setiap orang, tidak. Apakah Tuhan ingin memberkati kita, ya. Apakah Tuhan memberkati kita, ya. Apakah Tuhan selalu memberkati kita dengan materi, jawabannya tidak. Kenapa kita bilang begitu, sebab jelas-jelas dalam Perjanjian Lama dikatakan, Tuhan memerintahkan orang-orang yang memiliki perkebunan pada waktu membawa hasil ladang, mereka harus menyisakan yang jatuh-jatuh untuk orang miskin dan Tuhan memberi perintah kepada orang-orang untuk memperhatikan orang miskin. Dengan kata lain, apakah ada orang miskin? Ada. Dan kita tahu nabi-nabi Tuhan juga pernah menolong orang-orang miskin. Elia, Elisa menolong orang miskin berarti ada orang miskin. Apakah Tuhan memberkati mereka dengan kekayaan, tidak, yang Tuhan janjikan Tuhan memelihara hidup mereka. Nah, jadi kita juga mesti benar dengan konsep kita, kadang-kadang kita kecewa karena konsep kita yang tidak tepat. Tuhan pasti menyembuhkan kita dengan bilur-bilurNya dan kita telah disembuhkan. Sebetulnya ayat itu lebih mengacu kepada keselamatan bukannya bilur Tuhan menyembuhkan penyakit fisik kita. Sebetulnya itu lebih mengacu kepada bilur Tuhan menyembuhkan penyakit dosa kita. Tuhan telah menebus dosa-dosa kita, tapi ada orang yang menafsirnya untuk kesehatan tubuh. Waktu sakit, kecewa luar biasa, nah, di sini Tuhan akan meminta kita mengubah konsep kita tentang siapa Tuhan. Tadi Ibu Wulan juga menceritakan pada awal-awal beriman dalam Tuhan, semua diberikan setelah itu tidak diberikan dan kita berkata Tuhan jahat. Tuhan ingin kita mengubah konsep hidup kita bahwa pada waktu Dia tidak memberikan yang kita inginkan, Dia tidak jahat, tapi Dia sedang menjalankan rencana-Nya yang belum kita lihat saat itu. Jadi mengapa kita kecewa perlu kita teliti dengan saksama. Namun adakalanya memang jelas-jelas kita kecewa bukan karena konsep kita yang salah, tapi karena yang kita dambakan ternyata tidak terjadi. Nah, itulah kekecewaan yang terbuka, yang jujur ya dan silakan membagikan kepada Tuhan.PG : Maka pada akhirnya kita berkata, hiduplah dengan ketidakmengertian itu, jadikan ketidakmengertian menjadi bagian hidup kita. Adakalanya kita ini menjadi orang yang harus mengerti segalanya kalau ada yang tidak kita mengerti kita potong, keluarkan dari dalam hidup kita.
Tidak bisa ya, kita harus menyadari bahwa Tuhan terlalu besar, rencana-Nya terlalu besar juga untuk bisa kita pahami dan kita lihat dalam masa hidup kita ini. Jadi akhirnya kita harus berkata selamat datang, kita harus menyambut selamat datang kepada ketidakmengertian dan jadikan itu bagian dari kehidupan kita.PG : Kita akan mencoba ya, menemani, mendampingi orang tersebut. Saya kira, itu langkah yang paling dibutuhkan ya. Kata-kata tidak terlalu efektif, tidak terlalu dapat dimengerti juga bagi oran-orang pada kondisi saat itu.
Jadi dampingi saja dulu ya. Namun dalam pendampingan dan sewaktu orang-orang itu mulai bersedia untuk membicarakan pergumulannya, ketidakmengertian, kemarahan dan sebagainya, pada akhirnya kita akan mencoba membawa orang tersebut berjalan bersama kita menuju ke titik itu, ke titik apa, ke titik menerima ketidakmengertian sebagai bagian dari hidupnya. Karena memang tidak bisa kita mengerti dan apapun yang kita lakukan untuk memahami kenapa itu terjadi tidak akan mampu untuk membuat kita lebih jelas. Jadi sambut itu sebagai bagian dari kehidupan kita. Pada akhirnya apa yang kita lakukan sewaktu kita kecewa berat seperti itu, terus hidup. Memang kita hanya mempunyai dua pilihan, berhenti hidup atau terus hidup. Ada orang yang memilih berhenti hidup, tidak mau tahu lagi tentang hidup dan mungkin ya diam di rumah, mengalami depresi berat ya sudah menyerah. Atau kita bisa memilih yang kedua, kita melanjutkan hidup ini, melanjutkan hidup didalam kondisi yang tidak menyenangkan ini. Saya suka sekali dengan perkataan dari Jodie Foster dalam filmnya 'Anna and The King', dia diceritakan sebagai guru bahasa Inggris untuk raja Siam, anak-anak raja Siam, dia itu seorang janda karena suaminya telah meninggal dunia di usia muda karena penyakit. Nah, ketika ditanya oleh salah seorang istri raja Siam, bagaimanakah engkau melewati hari-harimu setelah suamimu meninggal, dia menjawab "one awful day at a time", artinya hari lepas hari dan hari yang dilewati itu adalah hari yang memang sangat-sangat berat. Jadi satu hari yang berat dilepas dan memulai satu hari yang berat lagi.PG : Betul, betul
PG : Ibrani 11:39,40 berkata: "Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik. Sebab Allah telah menyeiakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita, mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan."
Artinya adalah para bapak-bapak iman di masa lampau, mereka pun tidak selalu mendapatkan apa yang mereka inginkan. Janji Tuhan tidak selalu dipenuhi dalam masa hidup mereka, namun di luar pengetahuan mereka, janji Tuhan itu dipenuhi di kemudian hari, sehingga sempurnalah kerja dan rencana Tuhan dalam hidup mereka dan hidup kita yang sekarang ini. Jadi terimalah kekecewaan itu, hiduplah di masa sekarang apa adanya, kita tidak bisa hidup dengan harapan atau andaikan-andaikan, hiduplah apa adanya dan kita tahu bahwa yang sedang terjadi tetap adalah bagian dari rencana Tuhan yang sempurna.GS : Saya percaya sekali bahwa firman Tuhan dan perbincangan ini merupakan sesuatu yang bisa menguatkan, menyegarkan khususnya bagi para pendengar yang mungkin saat ini sedang bergumul menghadapi kekecewaan mereka. Terima kasih sekali Pak Paul juga untuk Ibu Wulan. Dan para pendengar sekalian kami juga mengucapkan banyak terima kasih, anda telah dengan setia mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghadapi Kekecewaan". Bagi anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id saran-saran, pertanyaan serta tanggapan anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian anda sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
35. Menghadapi Krisis | |
Krisis adalah situasi genting yang mengguncangkan keseimbangan hidup dan memaksa kita untuk mengubah hidup kita secara drastis. Penyakit terminal, kecelakaan, musibah alam, atau tindak kejahatan adalah beberapa contoh krisis yang kadang menimpa kita. Dan bagaimana cara mengatasinya?
Krisis adalah situasi genting yang mengguncangkan keseimbangan hidup dan memaksa kita untuk mengubah hidup kita secara drastik. Penyakit terminal, kecelakaan, musibah alam, atau tindak kejahatan adalah beberapa contoh krisis yang kadang menimpa kita. Ada beberapa hal tentang krisis yang mesti kita ketahui.
1 Samuel 30: Daud dan Krisis di Ziklag
Situasi: Sewaktu Daud pergi, orang Amalek menyerang kota kediamannya, Ziklag, menawan semua penduduk di sana dan membakar habis kota itu.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) yang kali ini bersama Ibu Esther Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menghadapi Krisis". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Memang Pak Gunawan, kita ini tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi dalam hidup kita, kadang kala yang terjadi itu sangat menyenangkan tapi kadang kala juga yang terjadi itu sangatmengejutkan.
Nah krisis saya definisikan sebagai situasi genting yang mengguncangkan keseimbangan hidup dan memaksa kita untuk mengubah hidup kita secara drastik. Jadi krisis adalah sebuah situasi genting, dan dampaknya itu mengguncangkan keseimbangan hidup kita. Misalkan kita biasa hidup dalam keseimbangan tertentu, dalam ketenteraman yang tertentu. Nah tiba-tiba semua itu hilang, kita kehilangan ketenteraman tersebut dan krisis memaksa kita untuk melakukan banyak sekali perubahan dalam hidup kita. Yang tadinya tidak kita lakukan, harus kita lakukan; yang tadinya tidak pernah kita pikirkan, sekarang harus kita pikirkan; semua itu adalah tuntutan krisis yang tidak bisa tidak harus kita hadapi. Apa saja krisi tersebut, misalnya seperti penyakit terminal, kita tahu ada orang yang misalkan dalam kondisi sehat walafiat, tiba-tiba mengecek dan dari hasil cek tubuh itu ternyata mempunyai penyakit yang terminal. Misalkan kanker atau seorang sehat walafiat, tiba-tiba terkena serangan jantung dan meninggal dunia, sedangkan usianya masih muda dan seluruh keluarga bergantung kepadanya. Nah apa yang harus dilakukan keluarga dalam kasus seperti itu. Nah meskipun kita semua berharap supaya semua itu tidak pernah menimpa kita tapi kadang kala tetap krisis menimpa hidup kita. Pertama-tama sebelum kita menghadapi krisis tersebut, kita mesti memahami beberapa hal tentang krisis. Yang pertama kita tidak akan pernah dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi krisis, maksudnya bukan kita sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa tapi maksudnya adalah sesiap apapun kita tapi tatkala krisis terjadi kita tetap akan terguncang. Sebab ya itulah krisis, krisis itu akan mengguncangkan hidup kita. Nah kadang kala ada orang yang mempunyai prinsip dalam hidupnya bahwa dia harus menyiapkan diri untuk yang terburuk terjadi. Sebetulnya boleh saja tapi jangan terlalu terobsesi dengan menyiapkan diri untuk yang terburuk. Karena waktu krisis menimpa dan yang terburuk itu terjadi kita tidak akan sanggup bisa melewatinya dengan lancar, dengan mulus. Kita akan terpukul, tergoncangkan dan mungkin untuk sementara tidak bisa berfungsi sebagaimana biasanya kita berfungsi.ET : Jadi memang tidak ada kata siap untuk krisis ini ya Pak?
PG : Saya kira demikian, tidak ada kata siap untuk krisis. Yang kita pikirkan bahwa kita sudah siap ternyata waktu kita mengalaminya kita tidak siap. Misalkan apakah kita akan siap mendengarbahwa kita terkena kanker, dan sudah hampir stadium empat apakah kita akan siap.
Nah saya kira sesiap-siapnya kita waktu mendengar kabar seperti itu pasti akan sangat mengguncangkan kita.PG : Biasanya dia akan sangat terkejut dan dalam keterkejutannya itu memang akan mungkin sekali dia menjadi sangat tertekan. Ini adalah hal kedua tentang krisis yang kita juga perlu ketahui.Kita akan sangat tertekan dan dalam keadaan tertekan acap kali kita melakukan hal-hal yang tidak lazim kita lakukan.
Misalnya kita itu biasanya tidak pernah marah-marah, jarang marah-marah, nah sekarang kita menjadi pemarah. Kita dulunya itu mudah sekali tertawa, sekarang tidak pernah tertawa sama sekali; dulu kita itu selalu mencoba untuk mengerti orang lain, sekarang kita menuntut orang untuk mengerti kita dan kita sangat tidak sabar kalau orang tidak mau mengerti kita. Dengan kata lain hal kedua dalam krisis yang mesti kita sadari adalah krisis itu sering kali mengubah diri kita, diri yang kita kenal itu tiba-tiba bisa hilang dan muncullah diri yang lain yang tidak kita kenali sebelumnya. Kita kehilangan kendali atas diri yang biasanya kita kenal, itu sebabnya orang yang tinggal dengan orang yang sedang mengalami krisis, acap kali dibuat bingung. Kenapa dia menjadi begini, kenapa dia sekarang berubah seperti ini, menjadi tambah tidak enak tinggal dengan dia dan sebagainya, nah itu bagian dari perubahan-perubahan yang memang biasanya sangat berbeda dengan diri orang itu sebelumnya. Dan itu sebetulnya adalah gejala dari kondisinya yang begitu tertekan.PG : Seharusnya dia beradaptasi Pak Gunawan, tapi masalahnya adalah kita itu sebagai manusia tidak terlalu mudah beradaptasi. Maka dituntut fleksibelitas dalam diri kita, kalau kita itu orang yang kaku, susah sekali beradaptasi; waktu menghadapi krisis biasanya dampak krisis itu akan sangat berat sekali. Sebaliknya orang yang lebih fleksibel; waktu menghadapi krisis dia akan lebih mudah beradaptasi. Contoh, dia misalnya mengalami kecelakaan sehingga kakinya tidak lagi dapat digunakan dan dia harus menggunakan tongkat penyangga. Nah orang yang kaku tidak bisa terima, kenapa kaki saya tidak bisa saya gunakan, dia akan terus marah, dia akan terus berkubang di dalam penyesalannya, kenapa tidak punya kaki. Tapi orang yang fleksibel akan berkata ya sudah sekarang tidak ada kaki, ada tongkat penyangga ya saya akan berjalan dengan tongkat penyangga, yang penting saya sampai; tidak harus saya itu jalan untuk sampai ke tujuan; saya bisa menggunakan tongkat untuk sampai ke tujuan. Nah sekali lagi ciri kepribadian yang fleksibel menolong kita untuk melakukan perubahan-perubahan yang iperlukan di dalam krisis.
ET : Tadi waktu Pak Paul katakan akan terjadi perubahan, apakah itu sesuatu yang temporer atau akan untuk seterusnya?
PG : Nah ini sesuatu yang memang harus kita dapat pastikan atau kita mesti nilai dari awalnya, Ibu Esther. Ada krisis yang bersifat permanen, misalkan kematian. Kepala keluarga tidak ada lag, berarti ibu dan anak-anak sekarang harus memikirkan cara lain untuk bekerja, menghasilkan penghasilan untuk dapat digunakan mencukupi keluarga.
Tapi ada krisis yang lebih bersifat sementara, temporer. Misalkan terkena penyakit dan setelah diobati orang itu mengalami kesembuhan, sehingga akhirnya bisa berfungsi lagi seperti biasa. Nah ada krisis-krisis yang temporer dan ada yang permanen. Dan kita mesti memisahkan keduanya misalnya seperti yang saya sebut yang pertama adalah kematian. Orang akhirnya harus menerima itu adalah kematian dan permanen, dan selama-lamanya kita harus mengubah hidup kita. Betapa malangnya kalau ada orang yang tidak mau menerima bahwa suaminya sudah meninggal atau istrinya sudah meninggal, dan terus hidup seakan-akan pasangannya itu akan ada lagi nanti. Nah itu akan menyusahkan dia untuk beradaptasi, hendaknya memang terima bahwa ini sudah tidak akan lagi bisa berubah. Sebaliknya juga sama, yang bersifat temporer juga hadapilah sebagai sesuatu yang temporer. Jangan buru-buru mengetukkan palu sebagai fonis bahwa tidak akan pernah ada lagi perubahan, dia terkena penyakit dan selama-lamanya dia akan begini. Tidak, ada hal-hal yang memang dengan perawatan akan membuahkan kesembuhan dan akan mengembalikan hidup seperti semula. Dan dia harus siapkan juga untuk nantinya hidup seperti semula. Jadi penting bagi kita untuk bisa membedakan apakah ini sesuatu yang bersifat permanen ataukah temporer.ET : Jadi ini mungkin penting diketahui oleh orang-orang terdekat dari orang yang mengalami krisis Pak Paul, misalnya keluarga atau teman-teman. Artinya apakah goncangan ini nanti akan ada msanya yang bersangkutan akan kembali atau memang harus melakukan perubahan itu.
PG : Betul sekali, jadi jangan sampai juga kita itu sudah memastikan orang ini tidak akan kembali lagi seperti semula. Jadi semua pintu ditutup, kesempatannya untuk kembali tidak ada lagi, jbatannya, pekerjaannya sudah diguntingi semua.
Waktu dia sehat dan mau kembali kerja tidak ada lagi sama sekali, nah itu bisa menjadi krisis yang kedua bahkan bisa lebih mematahkan semangatnya.PG : Kita memang tidak mempunyai jawaban Pak Gunawan, kenapa harus terjadi. Tapi yang bisa kita katakan adalah Tuhan mengijinkan krisis itu terjadi dalam hidup kita. Nah pengijinan Tuhan inimembuat kita seharusnya tenteram, aman, sebab kita tahu bahwa seburuk apapun krisis ini, krisis ini tetap di dalam wilayah penguasaan Tuhan.
Tidak ada yang namanya menyelinap keluar dari tangan Tuhan, semua tetap berada dalam kendali tangan Tuhan.PG : Saya akan mengangkat kisah Daud, kita tahu Daud itu untuk jangka waktu yang panjang hidup di dalam pengembaraan akibat dikejar-kejar oleh Saul. Pernah suatu kali Daud begitu frustrasiny akhirnya dia meminta perlindungan dari raja-raja Filistin, sehingga dia aman karena Saul tidak menyerang Filistin.
Pada masa inilah terjadi sebuah krisis yang besar yaitu sewaktu Daud pergi dari sebuah kota di mana mereka tinggal yaitu kota Ziklag datang bangsa Amalek menyerang kota di mana Daud tinggal beserta dengan rakyat dan keluarganya dan dikatakan oleh Alkitab, orang-orang Amalek ini menawan semua penduduk dan membakar habis kota itu. Waktu Daud kembali, kota ini sudah habis terbakar, anak-istri dan semua keluarga dari prajuritnya, rakyatnya sudah tidak ada lagi. Nah itu adalah sebuah krisis yang super besar, dan sebetulnya dapat kita katakan ini adalah krisis yang mungkin sekali terbesar dalam hidup Daud. Dia belum pernah mengalami satu kotanya itu habis dibakar oleh musuh dan satu kota di mana ada anak-istri semuanya ditawan, itu belum pernah terjadi. Jadi benar-benar ini krisis yang sangat besar sekali. Dan kita akan coba terapkan prinsip-prinsip yang tadi telah kita pelajari di dalam kisah Daud ini. Yang pertama adalah kita bisa melihat bahwa sekuat-kuatnya Daud, sesiap-siapnya Daud waktu menghadapi krisis ini tetap dia akan tergoncang. Meskipun kita tahu Daud telah terbiasa hidup dalam krisis yang berkepanjangan; dikejar Saul, mau dibunuh Saul, namun tetap dia tidak siap menghadapi krisis yang sangat-sangat besar ini. Apa yang Daud dan orang-orangnya lakukan, dikatakan di Alkitab, "Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis." Apa yang terjadi di sini, tidak siap, kaget, terkejut, tergoncang, tertekan. Tapi Daud melakukan sesuatu yang sangat baik secara theologis yaitu dia dan rakyatnya menangis dan dikatakan menangisnya bukan sembarang menangis tapi dengan suara yang sangat nyaring. Jadi satu prinsip yang kita mau angkat dari cerita Daud ini adalah tatkala mengalami krisis, berilah ijin pada diri sendiri untuk tergoncang, untuk sedih, untuk terluka, untuk menangis sekeras-kerasnya; ijinkan diri untuk mengalami goncangan. Kita tidak selalu kuat dan ijinkan diri untuk sekali-sekali lemah.ET : Apakah ini prinsip yang berlaku untuk semua, karena kadang-kadang misalnya seperti kepala keluarga mengatakan kalau saya mengijinkan diri tergoncang, lalu bagaimana dengan yang lain, kehidupan ´kan harus berjalan?
PG : Sebisanya kita itu jujur dengan diri kita apa adanya, sewaktu kita lagi tergoncang kita bisa juga membagikan ketergoncangan kita, kita tidak usah menutupinya. Meskipun waktu tuntutan unuk kuat, untuk mengendalikan situasi itu muncul kita tetap harus lakukan tanggung jawab kita, kadang-kadang harus kita kedepankan dan perasaan harus kita belakangkan.
Tapi permintaan saya adalah jangan kebelakangkan kemudian ditanam atau dikubur. Ijinkanlah diri itu untuk tetap merasakan goncangan yang begitu berat dan tidak apa-apa. Daud seorang tentara yang gagah berani melawan Goliat yang besarnya beberapa kali lipat dari dia, tapi dia tidak takut, dia berani hadapi. Bahkan dikatakan dia berani melawan binatang-binatang buas yang memangsa dombanya, tapi dia berani menangis, dia berani membuka dirinya bahwa dia manusia dan dia bisa tergoncang.PG : Dan itu yan terjadi juga dengan rakyat Daud, menarik sekali awal-awalnya mereka bersama-sama dengan Daud menangis begitu nyaringnya. Tapi setelah itu waktu mereka sudah melepaskan emosimereka dan sudah mulai bisa berpikir, mereka itu berbalik arah.
Alkitab mencatat diPG : Dan sebenarnya itu disebabkan oleh karena mereka tidak fleksibel, mereka tidak bisa menerima perubahan itu, mereka tidak bisa menerima fakta bahwa hidup di dalam pengembaraan dari kota e kota dan hidup di tengah-tengah bangsa Filistin yang memang gemar berperang; Filistin memang gemar menyerang bangsa Israel, bangsa lain.
Dalam kondisi peran seperti itu seharusnya bisa dimaklumi bahwa mereka kadang-kadang menang perang, kadang-kadang mereka kalah perang. Kadang-kadang mereka menyerang, kadang-kadang mereka diserang, tapi tentara Israel ini tidak mau menerima fakta itu. Seolah-olah itu seharusnya sama, tidak pernah boleh kalah perang, tidak pernah boleh kami diserang; kami yang selalu harus menyerang. Jadi mereka tidak mau berubah dan ini memang merefleksikan sifat dasar kita sebagai manusia, tidak mudah berubah; kita itu mau orang lain yang berubah, situasi yang berubah sedangkan kita tidak. Itulah saya kira yang menjadi penyabab mengapa mereka akhirnya menuntut Daud untuk seolah-olah itu menghadirkan keluarga mereka dengan segera. Sekarang tidak ada keluarga, kamu harus hadirkan kamu harus tanggung jawab, siapa yang bisa. Jadi dalam keadaan krisis kita harus melihat ke dalam, perubahan apakah yang perlu kita lakukan di dalam diri kita.ET : Nah rasanya kembali lagi, dengan cara pandang apakah ini masalah yang seterusnya atau masalah yang sementara.
PG : Betul sekali, salah satunya adalah memang kita harus membedakan apakah krisis ini akan berlangsung lama atau sementara, dan kita menyesuaikan respons yang akan kita berikan. Misalkan daam contoh Daud ini, dia menyadari bahwa ini adalah krisis sementara, dapat diselesaikan.
Kita dapat kejar kembali, kita dapat rebut kembali anak dan istri kita, itu sebabnya Daud menyusun kekuatan dan strategi untuk menjemput keluarganya kembali. Jadi dalam menghadapi krisis, kita mesti berjuang untuk menyelesaikannya kecuali bila ini memang krisis yang bersifat terminal. Misalnya kalau kita mendapat laporan bahwa kita terkena penyakit terminal misalnya kanker, saya kira respons yang harus kita lakukan adalah berobat. Sedapat-dapatnya, sejauh mungkin berobat, sampai titik darah penghabisan, sampai tidak lagi bisa berbuat apa-apa. Kenapa, sebab kita tahu dalam penyakit kanker kita tahu bahwa sebagian kanker bisa diselesaikan, bisa diobati dan banyak orang yang hidup berpuluhan tahun setelah mendapatkan kanker untuk pertama kalinya, jadi kita coba lakukan sebisa kita, kita selesaikan. Lain perkaran kalau kematian, orang yang sudah meninggal ya sudah, tidak bisa lagi kita hidupkan. Tapi yang masih bisa, yang masih bersifat temporer, kita hadapi sebagai sesuatu yang bersifat temporer; dengan harapan nanti orang itu akan bisa kembali lagi pulih seperti dahulu kala.PG : Betul, jadi dalam kasus Daud memang ini kasus yang temporer tapi dalam kasus-kasus yang lain bisa jadi memang itu permanen. Atau misalnya permanen bukannya kematian tapi kecelakaan sehigga orang itu cacat, kondisi cacatnya itu akan permanen.
Kita harus sesuaikan respons kita, hiduplah sesuai dengan kondisi yang ada sekarang, tidak bisa kita tetap menuntut seolah-olah kita tidak pernah cacat.PG : Yang indah adalah sewaktu orang-orang itu hendak membunuh Daud, Daud datang kepada Tuhan. Alkitab mencatat satu kalimat yang indah sekali, "Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya keada Tuhan Allahnya."
Itu dapat diterjemahkan bahwa Daud memperoleh kekuatannya dari Tuhan. Jadi dia datang kepada imam, dia meminta imam bertanya kepada Tuhan, Tuhan menjawab Daud silakan kejar dan kamu akan dapat memenangkan kembali anak dan istrimu. Jawaban itu memberikan Daud kekuatan, dia ajak rakyatnya pergi mengejar bani Amalek dan mereka berhasil mendapatkan kembali keluarga mereka. Jadi apa yang harus kita lakukan kalau kita menghadapi krisis, langkah pertama adalah selalu datang kepada Tuhan. Sebab dalam relasi dengan Tuhan, dalam keluh kesah dengan Tuhan, dalam permohonan doa dengan Tuhan, di situlah kita mendapatkan kekuatan. Dalam kita membaca firmanNya, merenungkan firmanNya, percaya kembali pada firmanNya, hari lepas hari di sanalah kita akan mendapatkan kekuatan yang dibutuhkan dan akhirnya kita bisa melewati krisis itu.PG : Ya, seolah-olah kita itu marah kepada Tuhan dan menyalahkan Tuhan, jadi untuk sementara kita tidak mau terlalu dekat-dekat dengan Tuhan yang dianggap sebagai penyebab malapetaka ini.
ET : Mencari alternatif lain juga Pak, misalnya kekuatan yang lain yang di luar Tuhan.
PG : Ada juga orang yang seperti itu, mencari jalan keluar yang tidak Tuhan perkenan. Maka penting sekali kita kembali kepada Tuhan, kita tahu Tuhan mengijinkan tapi tidak berarti Tuhan jaha, ada maksud yang Tuhan sedang kerjakan yang memang belum bisa kita lihat sekarang.
GS : Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini juga Ibu Esther terima kasih, ini suatu perbincangan yang sangat relevan yang kita hadapi sewaktu-waktu. Jadi ini akan menjadi bekal yang sangat penting bagi kita. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga. Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghadapi Krisis". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
36. Melewati Masa yang Sulit | |
Tidak seorang pun dari antara kita yang tidak pernah mengalami masa-masa sulit. Pada masa sulit biasanya penuh dengan kekhawatiran, akhirnya kita tertelan oleh perspektif duniawi dan gagal menerapkan perspektif surgawi. Karena itu kita perlu tahu bagaimana cara mengatasinya.
Latar Belakang
Pada waktu problem datang kita khawatir. Kita tertelan perspektif duniawi dan gagal menerapkan perspektif sorgawi. Doa Kedamaian dari Reinhard Neibohr, "Tuhan berikanku kekuatan untuk mengubah hal-hal yang perlu aku ubah, kedamaian untuk menerima hal-hal yang tidak bisa aku ubah, dan hikmat untuk membedakan keduanya."
Tuhan Yesus pun berkata, "Janganlah khawatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan jangan khawatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada pakaian? Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (
Langkah-Langkah Menghadapi Masalah:
Penutup
Kisah hidup Naomi memperlihatkan bahwa Tuhan bekerja dengan cara yang tidak mudah dipahami. Ia kehilangan suami dan kedua putranya setelah mengungsi ke Moab akibat bala kelaparan di Israel. Namun dari menantunya Rut lahir Obed yang adalah ayah Isai, ayah Daud.
Kita melihat hal yang sama tatkala Elia dipelihara oleh burung gagak pada masa kekeringan. Akhirnya sungai itu pun kering dan Elia harus pindah. Namun karena itulah seorang janda di Sarfat dapat terus hidup. Kesimpulannya adalah Tuhan menolong kita dengan cara-cara yang tidak terduga dan kadang membingungkan karena tampaknya cara yang pertama berkontradiksi dengan cara yang kedua.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Melewati Masa yang Sulit, " kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Ada sebuah doa yang ditulis oleh seorang theolog Amerika Rain Hold. Doa ini diterjemahkannya sebagai doa kedamaian yaitu serenity prayer. Doa yang sangat indah sekali doa ini berkata: "Tuan, berikanku kekuatan untuk mengubah hal-hal yang perlu aku ubah, berikan kedamaian untuk menerima hal-hal yang tidak bisa aku ubah dan hikmat untuk membedakan keduanya.
Saya kira doa ini mencerminkan kebutuhan kita Pak Gunawan dalam menghadapi masa yang sulit ini ada kalanya yang kita butuhkan adalah kekuatan mengubah, keberanian untuk bisa mengubah hal yang sedang kita alami itu, kadang tidak bisa kita mengubah jadi kita harus menerimanya. Nah kita meminta Tuhan memberikan kita kedamaian agar kita bisa menerimanya, tapi masalahnya sekarang adalah bagaimana kita membedakan keduanya kapan mengubah, kapan menerima dalam masa yang sulit itu. Maka doa ini ditutup dengan permintaan berikanlah aku hikmat untuk membedakan keduanya. Jadi dalam menghadapi problem di masa yang sulit memang kita perlu ketiga hal ini kekuatan untuk mengubah, kedamaian untuk menerima hal-hal yang tidak bisa kita ubah, dan hikmat untuk membedakan mana yang harus kita lakukan. Nah kira-kira inilah yang menjadi tekanan kita pada diskusi pada saat ini, salah satunya lagi yang bisa saya pikirkan adalah ini tentang masa yang sulit Pak Gunawan yaitu pada masa sulit kita sangat-sangat penuh dengan kekhawatiran, kita akhirnya tertelan oleh perspektif duniawi dan gagal menerapkan perspektif surgawi artinya bagaimana melihat masalah dari perspektif Tuhan bukan hanya melihatnya dari perspektif kita dalam menghadapi masa yang sulit nah dua perspektif ini akan berbenturan dan saling tarik-menarik.PG : Betul sering kali yang kita harapkan adalah situasinya berubah karena dengan berubahnya situasi maka problem kita akan selesai, tapi masalahnya adalah sebagian besar problem justru bersumbr dari situasi yang tidak bisa kita ubah.
Misalkan kita diberhentikan dari pekerjaan, nah itu situasi yang tidak bisa kita ubah kita tidak mempunyai banyak pilihan di situ. Kalau saja situasi berubah kita tidak dihentikan dari pekerjaan sudah tentu memang masalah akan sangat berbeda tapi sekali lagi sering kali justru masalah muncul karena situasi itu tidak bisa kita ubah lagi.PG : Di Matius 6:25 dan 34 dikatakan Tuhan yesus berkata: "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang henda kamu pakai.
Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Nah ini perspektif surgawi yang tadi saya sudah singgung dan ini yang mesti kita terus-menerus kenakan pada waktu kita menghadapi masa yang sulit jangan sampai kita lepas kontak dengan perspektif surgawi ini sekali kita lepas kontak dari perspektif surgawi ini maka yang akan menguasai kita adalah perspektif duniawi yakni saya, saya bagaimana harus saya kerjakan, bagaimana saya harus begini begitu, saya harus akhirnya nah kita makin tenggelam makin tenggelam dan makin tenggelam.PG : Saya kira demikian kalau kita memang matang secara rohani kita lebih dapat mengandalkan perspektif surgawi tapi kalau kita memang belum terlalu matang kita lebih mengandalkan perspektif duiawi, kita lebih memikirkan usaha-usaha manusia.
PG : Ada beberapa, yang pertama adalah kita mesti mempertahankan perspektif ukuran yang tepat. Nah apa yang saya maksud dengan ukuran yang tepat ini, artinya kita bisa membedakan antara masalahbesar dan masalah kecil mungkin bagi sebagian pendengar rumus ini terlalu mudah tapi sebagian orang tidak bisa membedakan masalah besar dan masalah kecil.
Masalah kecil dianggap masalah besar, kebalikannya juga betul masalah besar dianggap masalah kecil, nah perlu memang ketepatan perspektif melihat berapa besar masalah yang kita hadapi itu sebab apa sebab respon kita nanti sangat bergantung pada persepsi kita berapa besar atau kecilnya masalah itu sudah tentu kepanikan tidak perlu untuk masalah yang memang kecil sedangkan untuk masalah yang sangat besar sudah tentu unsur kepanikan justru dibutuhkan sehingga ada urgensinya.PG : Ok! Sudah tentu ada unsur subyektifitas di sini tidak bisa kita mematok ukuran yang sama untuk setiap orang, tapi saya kira secara konsensus kita bisa mengatakan hal-hal ini kecil, hal-halitu besar.
Misalnya kalau anak kita mendapatkan hasil ujian yang tidak begitu baik, nah saya kira kalau biasanya dia mendapatkan hasil yang lumayan baik kemudian satu kali hasilnya kurang baik kita mesti melihat itu sebagai hal yang kecil tapi misalkan suami kita sudah 6 bulan terakhir ini lima, enam hari seminggu pulang jam 12 malam dan selalu ada alasan bahwa dia itu urusan kantor atau apa nah itu bagi saya masalah besar jadi mesti bisa melihat, membedakan ini hal besar atau ini hal kecil.PG : Ya atau misalkan istri kita sudah cukup lama tidak mau lagi tersenyum, tidak lagi menanggapi kita; kita mesti bertanya apa yang terjadi, ini bukan masalah kecil kita tidak bisa menyepelekanya dan berkata oh biasalah nanti dia akan baik sendiri oh tidak kalau ini sudah berulang, berulang, berulang kita mesti akhirnya berkata tidak; ini masalah besar jadi saya mesti memberikan perhatian yang lebih besar pula untuk mengatasinya.
Pernah saya berbicara dengan seseorang yang akhirnya berpisah dalam pernikahannya dan dia berkata: "Saya tidak pernah tahu apa yang menjadi masalah dalam pernikahan saya", nah saya kira itu menyedihkan sekali sampai akhirnya mereka berpisah tapi si orang ini berkata saya tidak tahu apa yang menjadi masalah kita dulu itu nah berarti ada salah satu di antara mereka yang satunya tidak terbuka dan yang satunya mungkin agak buta sehingga tidak bisa melihat masalah.PG : Kita mesti mempertahankan perspektif waktu yang tepat, nah ini langkah kedua artinya apa kita dapat membedakan antara masalah nanti, sekarang dan yang lalu. Adakalanya ini masalah masa lamau hal terjadi di masa lampau jadi kita mesti lihat ini sebagai hal yang sudah terjadi di masa lampau atau ini adalah suatu kemungkinan di masa mendatang yang belum tentu terjadi, nah kita mesti bisa membedakan hal-hal yang belum tentu terjadi dan yang sudah pasti terjadi.
Atau adakalanya hal yang sekarang inilah yang mesti kita perhatikan tapi kita hilang perspektif kita menganggap seolah-olah tidak apa-apalah, oh tidak ini sudah menjadi masalah sekarang, maka mesti dihadapi juga sekarang. Nah ini seolah-olah sekali lagi suatu rumus yang sederhana tapi banyak problem menjadi sangat besar gara-gara kita kehilangan perspektif akan waktu yang tepat di dalam menghadapi problem, kesalahan menempatkan masalah waktu bisa berakibat fatal sekaliPG : Dengan kata lain mungkin sekali itu masalah di masa lampau bisa jadi sudah selesai tapi bisa jadi juga belum selesai atau memang yang diperbuatnya dulu itu tidak diulanginya betul, tapi searang masih ada hal-hal yang dilakukan oleh pasangan kita yang tetap menggelitik kita, sehingga akhirnya kita tidak pernah bisa berkata masalah di waktu lampau itu sudah selesai karena masih ada, namun ini juga penting kadang-kadang kebalikannya yang terjadi seseorang pernah bersalah di masa lampau anak kita misalnya pernah berbohong di masa lampau berapa kali misalkanlah dua, tiga kali tapi sudah lama anak kita tidak berbohong nah saya kira tidak tepat kita langsung menuduh dia waktu ada sesuatu yang hilang bahwa dialah yang mencurinya.
Nah sekali lagi kita tidak tepat dalam masalah waktu ini sehingga hal yang lampau kita jadikan masalah sekarang sehingga masalah sekarang bertambah besar lagi.PG : Ada sekali jadi kemampuan untuk bisa menghadapi masalah itu juga berperan dalam menghadapi situasi yang sulit, artinya apa kita bisa membedakan antara yang bisa dikerjakan dan yang ingin dkerjakan.
Kadang kala dalam menghadapi suatu problem kita berpikir seharusnya ini yang dikerjakan dan saya ingin ini yang bisa dilakukan tapi memang tidak bisa, nah daripada kita terus memikirkan apa yang ingin dilakukan yang seharusnya dilakukan tapi tidak pernah terwujud lebih baik kita fokuskan terhadap apa yang bisa dikerjakan sekarang. Nah yang bisa dikerjakan sekarang itulah yang kita lakukan. Sering kali saya menggunakan ilustrasi ini Pak Gunawan, kita membangun rumah satu bata demi satu bata kalau kita berkata oh saya hanya mempunyai 100 bata, buat apa bangun rumah nah memang di satu pihak bisa kita berkata demikian tapi bukankah 100 bata sudah bisa membangun satu dinding misalkan. Nah daripada tidak ada dinding sama sekali kita buat satu dinding jadi di dalam menghadapi problem yang sulit kerjakanlah hal yang bisa kita kerjakan meskipun kita belum bisa sampai pada solusinya, sebab ini yang sering kali terjadi waktu kita mulai mengerjakan entah bagaimana nanti akan terbuka jalan yang lain gara-gara kita mulai melakukan satu hal yang kita anggap itu sederhana.PG : Kadang-kadang itu yang harus kita lakukan memang seharusnya kita kerjakan tapi kita tidak bisa kerjakan, nah yang tidak bisa kita kerjakan sudah kita lewatkan, kita tinggalkan, kita terimaitu sebagai misalkan kerugian atau kehilangan dan ya tidak apa-apa.
PG : Betul adakalanya karena kita mau berbuat sesuatu akhirnya berbuat sesuatu yang sangat keliru menambah rumitnya masalah.
PG : Kita mesti mempertahankan perspektif tentang problem yang tepat artinya kita dapat membedakan antara problem yang bukan dosa dan problem yang berasal atau berkaitan dengan dosa. Artinya ap, kalau memang akibat dosa kita akui itu dosa kita memang mesti minta ampun kepada Tuhan, tapi ada hal-hal yang terjadi dalam hidup bukan karena dosa secara langsung nah kita tidak usah langsung berkata ini akibat dosa dan Tuhan sedang menghukum saya, adakalanya kita dilumpuhkan oleh pikiran-pikiran wah Tuhan sudah menghukum saya makanya inilah yang terjadi usaha saya rugi atau apa, belum tentu jangan buru-buru berkata ini akibat dari dosa.
Atau yang lainnya juga tentang perspektif mengenai problem ini yakni membedakan antara akibat perbuatan sendiri dan akibat perbuatan orang. Adakalanya kita mengalami musibah atau kerugian bukan akibat perbuatan kita tapi akibat perbuatan orang artinya jangan langsung kita menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan pasangan kita sebab ini memang bukan akibat perbuatan kita ya bisa juga akibat dari situasi akibat dari perbuatan orang lain.PG : Maka kita mesti kenal Tuhan dengan baik, sehingga kita tahu jelas memang ini berkaitan dengan dosa atau tidak. Memang orang yang tidak terlalu dekat dengan tuhan mudah sekali dikelabui ole pikiran-pikiran seperti ini.
Misalkan kalau anak kita mengalami kecelakaan naik motor atau apa nah jangan buru-buru berkata ini Tuhan sedang menghukum kita belum tentu, karena apa, karena bisa jadi memang ini adalah bagian dari dan kita harus terima itu dan bukannya berarti ini ganjaran yang sedang kita hadapi.PG : Ya, yaitu perspektif rohani di sini Pak Gunawan, jangan terburu-buru memanggil atau melabelkan ini hukuman Tuhan atas hidup kita belum tentu, ada kalanya Tuhan membiarkan peristiwa yang suit menghadang hidup kita karena ia ingin melatih kita menjadikan kita lebih bersandar kepada-Nya tidak bersandar pada kekuatan kita tapi itu belum tentu hukuman ini hanyalah pelatihan yang Tuhan berikan pada kita.
PG : Saya terpikir dengan Naomi di kitab Ruth, Naomi pergi dengan suaminya dengan kedua putranya ke Moab karena adanya bala kelaparan di Israel. Tapi di Moab suaminya meninggal dan dua putranyapun meninggal sehingga dia kehilangan satu keluarga, sendirian sekarang dia hanya bersama dengan dua menantunya sekarang.
Menantu yang satu memilih tetap tinggal di Moab tetapi menantu yang satu Ruth memilih untuk pulang bersama Naomi ke Israel. Nah dari menantu Ruth inilah yang akhirnya menikah dengan Boas dan lahirlah Obed. Dari Obed lahir Isai dan dari Isai lahir Daud. Akhirnya apa yang bisa kita katakan, kita bisa melihat rencana Tuhan, seolah-olah memang Tuhan memimpin keluarga Naomi ke Moab untuk bisa menemukan dan membawa seseorang yang bernama Ruth. Ruth ini akan dibawa pulang sebab Ruth ini yang akan menjadi nenek buyut dari raja Daud. Apa gunanya kok harus ada nenek buyut dari orang Moab? Sebab Tuhan ingin menegaskan satu hal, Tuhan mencintai semua bangsa sebab dari raja Daud muncul Mesias, Yesus Kristus Juru Selamat dunia. Perlu memang ada seseorang yang dari bangsa non- Israel untuk menjadi nenek moyang dari Tuhan Yesus. Supaya kita melihat Tuhan memang mengasihi semua bangsa.PG : Sebetulnya pada saat-saat itu Naomi tidak mempunyai gambaran apa yang Tuhan akan kerjakan dalam hidupnya. Nah yang dia bisa lakukan itulah yang dia lakukan, ada bala kelaparan di Israel di harus pergi dan dia pergi ke Moab.
Setelah di Moab dia kehilangan suaminya dan dia kehilangan kedua putranya. Dia menjadi seorang asing di tanah Moab ini. Dan dia memikirkan bahwa dia harus pulang ke tanah ini makanya dia pulang. Jadi yang bisa dia kerjakan itu yang dia kerjakan. Dan waktu akhirnya Ruth bertemu dengan Boas, Naomi juga mendorong dan berkata silakan engkau menikah dengan Boas. Naomi tidak egois, dia mengijinkan menantunya menikah dengan Boas. Dan dari situlah akhirnya muncul pertolongan-pertolongan yang memang dibutuhkan oleh Naomi.PG : Yang lain adalah tentang Elia Pak Gunawan, ini cerita yang sangat menarik. Israel dilanda oleh masa kekeringan, Elia diminta Tuhan untuk pergi, dia akhirnya pergi dan berdiam di dekat sebuh sungai.
Air sungainya mengalir dan Tuhan mengirimkan burung gagak untuk membawakan makanan kepadanya. Lama-kelamaan apa yang terjadi? Air sungai menjadi kering nah kita mungkin berkata: Tuhan, apa maksudnya membawa Elia ke sebuah sungai kemudian sungainya sudah kering. Kemudian Tuhan membawa dia lagi ke Sarfat dan dia akhirnya ditolong oleh seorang janda di sana. Kenapa, Tuhan kadang-kadang memang memimpin kita setahap demi setahap. Pertolongan Tuhan tidak langsung sampai tuntas tapi tahap demi tahap. Ke sungai meskipun airnya kering baru akhirnya ke sarfat.PG : Karena memang hidup dengan Tuhan dan menyenangkan Tuhan harus hidup dengan iman, itu syaratnya. Kalau sudah tahu sampai ujung tidak perlu iman, berarti apa tidak hidup lagi dengan Tuhan seab tidak perlu Tuhan.
Manusia hanya bisa hidup dengan iman kalau dia tidak melihat semuanya.PG : Biasanya demikian. Tuhan memberikan kita petunjuk yang memang hanya untuk saat itu. Langkah itu saja yang harus kita ambil langkah berikutnya kita kembali bersandar kepada Tuhan.
PG : Tepat sekali, dia tidak mengerti tapi sekali lagi iman. Dikatakan di kitab Ibrani bahwa Abraham percaya kalau Tuhan itu dapat membangkitkan putranya. Makanya dia tetap melakukan, dia tetapmau mempersembahkan Ishak.
Kenapa, dia tahu Tuhan bisa membangkitkan. Jadi sekali lagi dia berjalan dengan iman.PG : Ya, dan dalam menghadapi masalah yang sulit ingat iman sangat berperan besar dan iman dilandasi atas pertolongan Tuhan setahap demi setahap, bukan pertolongan Tuhan yang langsung menyeluru dan tuntas.
Jarang sekali Tuhan melakukan hal seperti itu. Untuk hari ini Tuhan sudah tolong, kita puji syukur besok ada kekhawatiran lagi kita hadapi lagi besok. Kita tidak bisa melihat ke depan, kita hanya bisa melihat untuk hari ini saja.GS : Ya, itu justru mungkin indahnya kehidupan orang beriman Pak Paul. Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih bahwa anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Melewati Masa yang Sulit". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id saran-saran, pertanyaan serta tanggapan anda sangat kami nantikan dan akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian anda sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
37. Tatkala Badai Menerpa | |
Kehidupan kita ini diumpamakan seperti naik perahu atau kapal, kita akan berlayar dan dalam pelayaran itu kita harus siap menghadapi segala macam kemungkinan. Mungkin kita bisa mendarat di daratan yang tenang, tapi adakalanya kita harus melewati badai.
Kehidupan kita ini seumpama kita sedang naik perahu, kita akan berlayar dan dalam pelayaran itu benar-benar harus siap untuk menghadapi segala macam kemungkinan. Kita mungkin bisa mendarat di daratan yang tenang, tapi adakalanya kita melewati badai. Nah kita mesti memikirkan hal-hal apa yang mesti kita persiapkan agar tatkala badai menerpa kehidupan kita, kita bisa menghadapinya.
Pengamatan tentang
"Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu sehingga perahu itu ditimbus gelombang tetapi Yesus tidur." Badai menerpa para murid Tuhan, badai menerpa pengikut Tuhan yang setia. Artinya pengikut Tuhan tidak terkecualikan dari badai kehidupan.
"Perahu itu ditimbus gelombang." Artinya air mulai memasuki perahu; ini berarti bahaya telah benar-benar mengancam. Kadang bahaya kehidupan masuk ke dalam kehidupan kita dan kita sungguh-sungguh tidak sanggup lagi untuk mengatasinya.
"Tetapi Tuhan Yesus tidur." Kata 'tetapi' menandakan suatu kondisi yang berlawanan dengan kondisi sebelumnya. Para murid panik tetapi Tuhan tidur. Ini menandakan Tuhan tenang sebab meski mata jasmaniahNya tertutup, Ia tetap memegang kendali atas apa yang terjadi. Ini pelajaran yang bisa kita petik, kadang kala kita melihat Tuhan tidak berbuat apa-apa, seolah-olah Tuhan tertidur. Tapi jangan sampai kita beranggapan Tuhan tertidur, Tuhan tidak akan tertidur. Dia tetap memegang kendali atas apa yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi Tuhan tidur juga dapat membuat kita berpikir bahwa Tuhan tidak peduli.
"Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya, Tuhan, tolonglah kita binasa." Tetap datanglah kepada Tuhan, meskipun kecewa, meskipun bertanya-tanya kenapa Tuhan tidak berbuat apa-apa, tetap datang kepada Tuhan. Artinya tetap berdoa, jangan berhenti berharap.
"Ia berkata kepada mereka, 'Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya. Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu maka danau itu menjadi teduh kembali." Tuhan menenangkan badai dalam sekejap, ini menunjukkan Ia adalah Allah, bukan sekadar rabi biasa. Jadi kadang-kadang kita diizinkan Tuhan menerima badai dalam hidup ini agar kita melihat kuasa Tuhan yang lebih besar, agar kita melihat rencana Tuhan yang lebih indah.
Pelajaran yang dapat kita petik:
Perbedaan fokus dapat mengakibatkan perbedaan sikap. Yang Tuhan minta fokus kita harus tepat, kalau kita menghadapi problem fokus yang harus lebih kita berikan adalah kepada Tuhan bukan pada problem.
Yang terpenting bukan "apa" yang terjadi melainkan "siapa" yang menjadikan. Pegangan kita adalah siapa yang menjadikan, siapa yang menjadikan alam semesta, siapa yang menjadikan manusia yaitu Tuhan. Siapa yang menjadikan itulah yang bersama kita untuk bisa menghadapi apa yang terjadi.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tatkala Badai Menerpa", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya kira perumpamaan itu perumpamaan yang baik ya Pak Gunawan, sebab memang seperti itulah kehidupan kita. Kita akan naik ke perahu, kita akan berlayar dan benar-benar dalam pelayaran itukita harus siap untuk menghadapi segala macam kemungkinan.
Kita mungkin melihat dan bisa mendarat di daratan yang tenang, tapi adakalanya kita harus melewati badai. Nah saya kira kita mesti memikirkan hal-hal apa yang mesti kita persiapkan agar tatkala badai menerpa kehidupan kita, kita bisa menghadapinya.PG : Betul sekali Pak Gunawan, itu diambil dari
PG : Saya kira kita sebaiknya tidak selalu hidup dihantui oleh kemungkinan buruk, jangan sampai kita akhirnya berjalan dalam hidup ini terlalu berhati-hati. Seakan-akan siap sedialah kalau nant ada bahaya yang akan mengancam kehidupan kita.
Saya kira yang penting adalah kita menjalaninya dan kita tahu kita berjalan dengan Tuhan dan di dalam Tuhan. Nah, apapun yang terjadi kita sadari bahwa Tuhan akan bersama kita, dan (ini yang penting) kita tetap berada dalam rencanaNya. Kadang-kadang karena adanya masalah kemudian kita menyesali dan berkata pasti ini bukan kehendak Tuhan. O......tidak, belum tentu ini bukan kehendak Tuhan, sebab sekali lagi kita terlalu sering mengidentikkan berkat Tuhan dengan kelancaran, belum tentu. Waktu Tuhan berkenan itu tidak selalu berarti tidak akan ada hambatan, jadi waktu kita misalkan ingin memulai sebuah usaha, kita berdoa meminta Tuhan menuntun dan akhirnya kita melihat Tuhan menuntun, kita jalankan usaha kita. Di tengah jalan, kita mungkin mengalami kerugian, nah jangan buru-buru berkata wah.....pasti ini saya keliru. Kalau kita dengan tulus memikirkan tentang usaha ini, meminta masukan-masukan dan berdoa terus, benar-benar memohon tuntunan Tuhan. Dan apa yang telah kita simpulkan menunjukkan memang OK Tuhan sudah menyetujui, jalani. Dan waktu ada masalah, jangan tergesa-gesa berkata pasti saya salah menafsir kehendak Tuhan, nah hati-hati. Sebab saya kira kita sebagai orang Kristen terlalu cepat menyalahkan diri kita.PG : Dan itu memang yang dikatakan di firman Tuhan: "Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur." Nah memang seonyong-konyong itu sesuatu yang terjadi tidak diduga, para murid adalah nelayan jadi seharusnya mereka bisa merêka, menebak apakah akan ada badai atau tidak.
Nah, kenapa mereka sampai tidak bisa menebak akan ada badai, sebab mereka memang tidak melihat tanda-tanda akan adanya badai. Dengan kata lain mereka telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya, namun di tengah jalan sekonyong-konyong badai datang. Jadi dalam hidup kita pun perlu seperti itu Pak Gunawan, kita persiapkan hidup kita, langkah kita kita rencanakan sebaik-baiknya. Jangan sembarangan, jangan membuat rencana-rencana yang tanpa ada persiapan, jangan, siapkan sebaik-baiknya. Tapi juga mesti siap-siap kalau sekonyong-konyong ada badai yang menerpa. Point lain yang ingin saya angkat di sini adalah badai ini menerpa para murid Tuhan, badai tidak hanya menerpa orang yang bukan murid Tuhan, badai bisa menerpa pengikut-pengikut Tuhan yang setia. Artinya apa, pengikut Tuhan tidak terkecualikan daripada kehidupan. Kadang-kadang kita ini beranggapan kalau kita sudah setia mengikut Tuhan maka Tuhan akan selalu meluruskan jalan kita dan menghalau segala bencana, tidak selalu. Adakalanya Tuhan membiarkan bencana datang menghampiri kita.PG : Betul sekali, di Alkitab dikatakan bahwa perahu itu ditimbus gelombang, artinya air masuk ke perahu. Diombang-ambingkan oleh gelombang berbeda dengan perahu dimasuki air. Diombang-ambingka gelombang mungkin saja memusingkan kepala tapi kita masih bisa bertahan, namun kalau air sudah masuk ke dalam perahu itu berarti dalam hitungan waktu perahu kita akan tenggelam.
Jadi itulah yang dialami oleh para murid, jadi ini benar-benar bencana yang serius bukan sembarang bencana. Kadang-kadang inilah yang kita alami sebagai anak Tuhan, kita menghadapi masalah yang sangat berat. Begitu beratnya sehingga kita rasanya tidak sanggup lagi, kita benar-benar merasa kita akan tenggelam dalam masalah itu, dan seperti itulah kadang-kadang masalah yang datang. Saya teringat akan seorang penulis lagu yang bernama H. G. Spafford, dia seorang pengusaha mempunyai tiga putri dan suatu kali sekeluarga ingin pergi berjalan-jalan ke Eropa, jadi dari Amerika menyeberang lautan Atlantik ke Eropa. Pada hari mau berangkat dia membatalkan, karena dia ada urusan bisnis jadi dia meminta istri dan ketiga putrinya untuk berlayar terlebih dahulu. Apa daya di tengah jalan, di lautan Atlantik kapal itu karam. Tiga putrinya meninggal dunia dan hanya istrinya yang tetap hidup, istrinya mengirim kabar kepadanya dan berkata hanya saya yang hidup. Nah dalam perjalanan menjemput istrinya di tengah lautan Atlantik H. G. Spafford menulis lagu "Nyamanlah Jiwaku" It Is Well With My Soul. Nah dengan kata lain, dia kuat sekali Pak Gunawan, dalam keadaan seperti itu dia masih kuat. Dia berkata dalam lirik lagunya meskipun badai dan gelombang menerpa dia masih tetap kuat dan berkata tidak apa-apa, nyamanlah jiwaku, kuatlah jiwaku, tenanglah jiwaku. Tapi Pak Gunawan, cerita ini tidak berakhir di sini, apa yang terjadi kemudian adalah belakangan anaknya yang laki meninggal dunia, tidak dijelaskan kenapa mungkin karena sakit. Nah akibat kematian anaknya itu, gereja (kita membicarakan di abad 18 atau 19) gereja beranggapan bahwa Spafford itu pasti bergaul dengan kuasa gelap, dengan iblis, maka dia dikutuk oleh Tuhan dan anak-anaknya itu dibuat tumbal dan sebagainya, akibatnya dia dikucilkan oleh gereja. Dan pada saat itu kalau dikucilkan oleh gereja berarti dikucilkan dari komunitas tempat dia hidup, itulah yang membuat dia tidak tahan. Dia terpukul sekali dan akibatnya sakit jiwa, dalam keadaan sakit jiwa itulah dia meminta istrinya untuk pulang ke Israel, dia orang Amerika tapi dalam sakit jiwa dia beranggapan bahwa dia Mesias, dialah yang dijanjikan oleh Tuhan untuk datang nanti. Karena Alkitab mencatat bahwa Mesias akan turun di bukit Zaitun, dia berkata dia harus ada di Israel dan turun dari bukit Zaitun dan akhirnya meninggal dunia di Israel dalam keadaan sakit jiwa. Dengan kata lain, yang terjadi pada Spafford bukan saja gelombang masuk ke dalam perahunya Pak Gunawan, perahunya pecah. Kadang kala goncangan dalam hidup datang terlalu berat dan akhirnya sanggup memecahkan perahu kehidupan kita, nah ini bisa terjadi juga pada orang-orang beriman.PG : Betul sekali, nah kata tetapi Pak Gunawan, menandakan kondisi yang berlawanan dengan kondisi yang sebelumnya. Kondisi sebelumnya apa? Panik, para murid sedang sibuk-sibuknya menguras air, ungkin menegakkan layar karena badai yang begitu besar.
Tetapi Yesus tidur, artinya kontras sekali para murid panik, Tuhan sangat tenang. Nah artinya apa? Artinya adalah Tuhan ingin menyatakan kepada para murid bahwa Dia adalah Tuhan, sehingga meskipun mataNya terpejam Dia tetap memegang kendali atas apa yang terjadi. Murid-murid mengenal Dia hanyalah sebagai seorang guru, seorang rabi, mereka tidak menyadari bahwa yang bersama mereka adalah Anak Allah sendiri, adalah Allah yang menjadi manusia. Nah, Tuhan Yesus ingin mengajarkan kepada para murid; bukan, Aku bukan hanya manusia, Aku memang manusia tapi Aku adalah Allah yang menjelma menjadi manusia maka mesti mataku terpejam, Aku tidak kehilangan kendali atas apa yang terjadi. Jadi inilah pelajaran yang bisa kita petik juga Pak Gunawan, kadang kala kita melihat Tuhan itu tidak berbuat apa-apa, seolah-olah Tuhan tertidur. Tapi jangan sampai kita beranggapan Tuhan tertidur, Tuhan tidak akan tertidur. Meskipun seolah-olah Tuhan tidak berbuat apa-apa, Dia tetap memegang kendali atas apa yang terjadi dalam hidup kita.PG : Karena ini Pak Gunawan, pelajaran yang bisa kita petik adalah Tuhan tidak akan mencobai kita melampaui kekuatan kita. Bahkan pada saat itu pun Tuhan akan memberikan jalan keluar kepada kita. Dengan kata lain, ada andil manusia juga kalau sampai manusianya tidak sanggup lagi menahan beban yang Tuhan embankan kepadanya. Sebab Tuhan pernah berkata juga bahwa: "Belajarlah dariKu, bahwa Aku ini rendah hati dan lembut dan bahwa bebanKu itu ringan." Nah itulah yang Tuhan katakan, jadi kalau sampai kita tidak sanggup berarti apa, ada bagian-bagian kita, tanggung jawab kita yang kita juga harus pikul. Saya tidak bisa menghakimi pengarang lagu ini tapi saya hanya bisa berkesimpulan bahwa sebetulnya ada hal-hal yang kemungkinan besar bisa dia lakukan dalam masa-masa sulit itu, namun mungkin dia tidak lakukan sehingga akhirnya dia harus memikul beban itu sendirian dan menanggung derita seperti itu. Jadi setiap kali kita mengalami kesusahan sebesar apapun, Tuhan akan menyediakan bantuanNya, jalan keluarnya. Nah bagian kita adalah untuk dengan rendah hati melihat apa yang perlu kita koreksi pada diri kita, bantuan seperti apakah yang harus kita gunakan. Saya akan memberikan satu contoh yang lain Pak Gunawan, beberapa tahun yang lalu ada seorang istri rektor Perguruan Tinggi Kristen di Amerika namanya Vivian Felix. Dia didiagnosis kena kanker, waktu dia menerima diagnosis tersebut dia sangat kaget. Dalam masa-masa sakitnya dia dikunjungi oleh Pdt. Jack Hayford, Pdt. Jack Hayford itu pengarang lagu Majesty atau Mulia. Nah dia memberikan nasihat yang sangat indah pada ibu Vivian Felix, dia berkata nomor satu bahwa: "Ibu Vivian Felix, janganlah engkau takut merasa takut." Nah, itu nasihat yang indah, kadang kala kita itu mengharamkan takut, maka Pdt. Hayford berkata janganlah takut untuk merasa takut, tidak apa-apa merasa takut itu manusiawi. Kedua, nasihatnya kepada ibu Vivian Felix adalah "inilah saatnya bagi kamu, mengizinkan orang lain mengulurkan tangan dan menolongmu." Kadang-kadang di dalam penderitaan kita menutup pintu Pak Gunawan, kita tidak mengizinkan orang datang menolong kita. Kadang-kadang karena kekerasan hati kita dalam menghadapi problem, kita akhirnya makin menjerumuskan diri kita ke dalam masalah yang lebih berat lagi. Nah, saya kira itulah andil kita yang membuat masalah makin parah. Tuhan menyediakan jalan keluarnya tapi kita tidak menggunakannya.
PG : Betul, nah ini suatu tindakan yang memang sangat baik, sangat indah. Sebab begini Pak Gunawan, pertama-tama adalah waktu kita melihat Tuhan tertidur meskipun kita bisa berkata Tuhan itu teap memegang kendali, namun Dia diam-diam saja.
Nah, waktu kita melihat Dia diam-diam saja, itu mudah sekali membuat kita merasa bahwa Tuhan tidak peduli. Tuhan kok tidak peduli, kita begini susah, kita begini menderita, Tuhan kok tidak berbuat apa-apa. Tampaknya inilah yang juga dirasakan oleh para murid, maka waktu mereka datang membangunkan Tuhan, yang mereka katakan adalah tolonglah, Tuhan tolonglah kita binasa. Tersirat dalam perkataan itu seolah-olah kok Engkau diam saja, kok Engkau tidak berbuat sesuatu untuk menolong, kita 'kan hampir mati. Nah, sekali lagi saya kira ini adalah ungkapan manusiawi Pak Gunawan, dalam penderitaan kita berharap Tuhan berbuat sesuatu. Dan tatkala Tuhan sepertinya tidak berbuat sesuatu, kita akan kecewa dan kita berkata kok Engkau tidak berbuat apa-apa sedangkan kami ini hampir binasa. Namun pelajaran yang bisa kita petik adalah tetap datanglah kepada Tuhan, meskipun kecewa, meskipun bertanya-tanya kok Tuhan tidak berbuat apa-apa, tetap datang kepada Tuhan. Artinya apa, tetap berdoa, jangan berhenti berharap. Saya kira ini pegangan kita sebagai seorang Kristen. Kita bisa kehilangan keluarga kita, bisa kehilangan orang yang kita kasihi, bisa kehilangan pekerjaan kita, kita bisa kehilangan anak kita tapi jangan sampai kita kehilangan pengharapan, sebagai orang beriman jangan sampai kita kehilangan pengharapan. Pengharapan apa? Bahwa Tuhan mempedulikan kita dan Dia sedang berbuat sesuatu, ada rencanaNya yang sedang berjalan yang mungkin tidak kita pahami.PG : Betul sekali, dalam kepanikan memang cenderung kita mengambil langkah-langkah yang tidak kita pikir panjang. Saya kira sampai batas tertentu Tuhan memaklumi kemanusiawian kita itu, namun Da tetap mengingatkan mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya.
Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh kembali. Dengan kata lain, Tuhan menenangkan badai dengan sekejap, Tuhan menunjukkan bahwa masalah sebesar ini sebetulnya sangat kecil bagi Dia. Tapi ada sesuatu hal yang lebih penting daripada sekadar meneduhkan badai yang ingin Dia ajarkan kepada para murid, yaitu apa, Dia ingin mengajarkan kepada para murid bahwa Dialah Tuhan. Dan untuk dapat mengajarkan pelajaran itu dengan jelas, Dia harus mengizinkan badai itu datang. Jadi kadang-kadang kita akan diizinkan Tuhan menerima badai dalam hidup ini agar kita melihat kuasa Tuhan yang lebih besar lagi, agar kita melihat rencana Tuhan yang lebih indah lagi. Kadang-kadang kalau kita hanya mengangkat beban misalnya barbel satu kilo, kita berpikir kekuatan kita hanyalah satu kilo, waktu kita bisa mengangkat 5 kilo baru kita sadar bahwa otot kita itu cukup kuat bisa mengangkat 5 kilo. Maka kadang Tuhan menghadirkan masalah yang besar agar kita menyadari betapa kuatnya, berkuasanya Tuhan kita. Sebesar apapun masalah itu, Dia bisa menghardiknya dan meneduhkannya.PG : Saya kira kalau kita berdoa dan meminta Tuhan menyembuhkan dalam nama Tuhan Yesus, tidak apa-apa, jadi silakan berdoa, atas namakanlah Tuhan Yesus, mintalah kesembuhan atas orang yang kitadoakan itu, tidak apa-apa.
PG : Betul sekali, yang penting kita tidak mengambil alih posisi Tuhan.
PG : Saya kira ada Pak Gunawan, dan inilah pelajaran pertama yang bisa kita petik. Yaitu perbedaan fokus dapat mengakibatkan perbedaan sikap. Para murid memfokuskan pada badai dan luput memfokukan pada Yesus sebagai Tuhan mereka, akhirnya mereka memang dikuasai oleh ketakutan itu sendiri.
Jadi yang Tuhan minta pertama-tama adalah fokus itu harus tepat, kalau kita menghadapi problem fokus yang harus lebih kita berikan adalah pada Tuhan bukan pada problem. Kita terus berharap, berharap dan berharap, melihat terus kepada Tuhan, menghampiri Tuhan, baca firmanNya, berdoa terus, itu langkah pertama. Fokus kita selalu pada Tuhan dulu baru pada problemnya. Pelajaran kedua yang ingin saya angkat di sini adalah yang terpenting bukanlah apa yang terjadi melainkan siapa yang menjadikan. Apa yang terjadi itu bermacam-macam dalam hidup ini, dan kita tidak bisa mengontrol semuanya dan tidak ada gunanya terus-menerus mengkhawatirkan apa yang terjadi. Pegangan kita adalah siapa yang menjadikan, siapa yang menjadikan alam semesta ini, siapa yang menjadikan manusia, siapa yang menjadikan semuanya ini, Tuhan. Nah kita tahu siapa yang menjadikan itulah yang bersama kita dan kita nantinya bisa menghadapi apa yang terjadi.GS : Mungkin kita memang tidak bisa menghindarkan badai di dalam kehidupan ini, tapi kita bisa mengundang Tuhan di dalam hidup ini untuk berlayar bersama-sama dengan kita dan biar Dia yang menjadi nakhoda dalam kehidupan ini. Terima kasih sekali Pak Paul, untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tatkala Badai Menerpa". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami persilakan juga Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
38. Batsyeba Dimata Tuhan | |
Materi ini akan mengajak kita semua untuk memperhatikan atau melihat Batsyeba. Ternyata Tuhan tidak melupakan seorang Batsyeba, dia mendapatkan tempat di hati Tuhan.
Kejatuhan Daud melibatkan Betsyeba namun kita tidak mendengar banyak tentang perempuan ini. Ternyata Tuhan tidak melupakannya.
Siapakah Batsyeba? Ia adalah putri Eliam, salah seorang perwira Daud dan cucu Ahitofel, penasihat kerajaan yang sangat dihormati. Suaminya Uria adalah perwira muda Daud. Hubungan Daud dan Batsyeba bukanlah sebuah peristiwa perkosaan melainkan sebuah perselingkuhan. Batsyeba tidak menolak berhubungan dengan Daud dan ia tidak berteriak atau melawan. Kenyataan dia memberitahu Daud bahwa dia hamil; ia meminta pertanggungjawaban Daud dan jalan keluar dari masalah ini. Batsyeba tidak menolak karena Daud seorang raja yang sangat berpengaruh dan popular. Batsyeba gagal mengatakan, tidak!
Catatan berikut tentang Batsyeba menceritakan tentang situasi genting seputar penerus Daud. Adonia berniat menggantikan Daud, namun Natan mendesak Batsyeba untuk menagih janji Daud untuk menunjuk Salomo. Kali ini, Batsyeba berani berkata, tidak, kepada Daud. Ia menolak Adonia dan meminta Daud mengangkat Salomo putranya. Dan dari Salomo, putra Batsyeba, lahir Tuhan Yesus.
Pelajaran yang bisa kita petik:
Tuhan memberi kesempatan kedua kepada anakNya yang jatuh; Ia tidak mencampakkan Batsyeba. Tuhan tetap mengingat Batsyeba.
Tuhan tidak malu memakai orang berdosa untuk menjadi alat anugerahNya.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Batsyeba di Mata Tuhan", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Memang kalau kita membicarakan tentang kejatuhan Daud, kita menyebut nama Batsyeba, mengingat Batsyeba, tapi sebetulnya kita tidak memberi banyak perhatian terhadap wanita ini. Fokus kita dalah pada Daud sendiri, dan memang Daud adalah tokoh sentral, itu betul sekali.
Tapi justru melalui pembahasan kali ini Pak Gunawan, saya ingin mengajak para pendengar untuk melihat Batsyeba. Ternyata Tuhan tidak melupakan, meskipun Daud adalah tokoh sentral di Alkitab, tapi tetap Batsyeba itu mempunyai tempat di hati Tuhan. Dan kita akan melihat pemeliharaan Tuhan atasnya.PG : Nah, Batsyeba itu pertama-tama adalah seorang istri perwira yang bernama Uria, tapi Batsyeba itu mempunyai darah birulah kalau kita boleh katakan itu. Kenapa? Sebab ayahnya Eliam itu adala salah seorang serdadu atau perwira, dan perwira yang cukup tinggi di dalam pasukan Daud.
Dan kakek Batsyeba itu adalah Ahitofel, Ahitofel adalah penasihat raja saat itu. Dan dikatakan di Alkitab bahwa nasihat Ahitofel dianggap seperti petunjuk dari Tuhan untuk mereka saat itu. Dengan kata lain, Ahitofel merupakan seorang yang sangat berpengaruh. Jadi bayangkan kakeknya seorang penasihat raja yang sangat berpengaruh, ayahnya seorang perwira yang juga menduduki tempat yang tinggi di dalam angkatan bersenjata Daud saat itu, suaminya juga adalah seorang perwira. Dengan kata lain, memang dia orang yang berdarah biru, jadi orang yang cukup terkenal. Tapi dalam kejatuhan Daud, akhirnya terjadilah tragedi yang sangat besar.PG : Alkitab mencatat bahwa Daud itu melihat Batsyeba sedang mandi, kemudian dia memanggil Batsyeba dan akhirnya mereka berdua berdosa, mereka berzinah. Dan setelah berzinah akhirnya Batsyeba iu hamil.
Waktu Batsyeba hamil, Batsyeba memberitahukan Daud dan paniklah Daud, dalam keadaan panik itu Daud memanggil suaminya yaitu Uria pulang, yang kebetulan memang sedang berada di medan pertempuran. Harapan Daud memanggil suaminya pulang adalah membujuk suaminya untuk pulang ke rumahnya, nah dia berharap nanti Uria pulang berhubungan dengan istrinya, bisa nanti dikatakan anak itu lahir prematur atau apa, namun hasil hubungan dengan suaminya sendiri sehingga dosa Daud bisa tertutupi. Apa mau dikata Uria menolak pulang, malam itu setelah diundang Daud makan dia tidur di depan pintu istana. Keesokan harinya Daud diberitahukan bahwa Uria tidak pulang, wah....dia mengajak pesta lagi dengan harapan Uria pulang ke rumah. Disuruh pulang, Uria tetap tidak pulang tidur di depan pintu istana raja. Waktu Daud bertanya kenapa tidak pulang, dia berkata: "Saya tidak bisa pulang sebab serdadu-serdadu saya sedang bertempur di padang belantara, masa saya pulang dan bersenang-senang dengan istri saya." Kita melihat sikap perwira yang luar biasa mulianya dari seorang yang bernama Uria. Begitu setia membela Daud, tapi Daud memang sudah gelap mata maka pada waktu dia gagal membujuk Uria pulang dan berhubungan dengan istrinya, dia menulis surat yang dibawa oleh Uria sendiri, dia bawa kepada Yoab panglima tertinggi saat itu dan meminta Yoab meletakkan Uria di barisan terdepan, agar bisa langsung mati terbunuh oleh musuh dan itulah yang terjadi. Dengan kata lain, waktu Uria pulang kembali ke medan pertempuran dia membawa surat kematiannya yang sudah diteken oleh raja Daud yang begitu dibelanya dengan penuh kesetiaan. Dan inilah kejahatan yang Daud lakukan dan kita tahu sambungan ceritanya, pada akhirnya Tuhan meminta nabi Natan menegur Daud dan Tuhan menjatuhkan sanksi kepada Daud.PG : Memang Alkitab tidak mencatat apa yang membuat Batsyeba itu menyerahkan dirinya begitu mudah kepada Daud. Jadi saya hanya bisa menduga Pak Gunawan, sekali lagi Batsyeba itu bukanlah orang ari lingkaran luar, dia itu berasal dari lingkaran dalam.
Jadi saya membayangkan sewaktu kecil, usianya Batsyeba dan Daud saya kira terpaut satu generasi sebab Daud itu sejajar dengan ayah Batsyeba, jadi kemungkinan besar Uria yang menikah dengan Batsyeba usianya juga masih muda. Dan kakeknya Ahitofel seorang yang lebih lanjut usia. Jadi saya membayangkan sewaktu Batsyeba kecil, mungkin sekali ayahnya Eliam sudah pernah membawanya ke istana, kakeknya mungkin pernah membawanya ke istana dan sebagai gadis kecil dia melihat Daud sebagai raja yang begitu berpengaruh dan Alkitab mencatat Daud adalah seorang yang tampan, ganteng. Jadi artinya apa, ya mungkin sekali sebagai anak gadis dia terpesona melihat raja yang begitu berwibawa dan begitu berpengaruh apalagi ganteng. Dan Alkitab tidak mencatat bahwa Batsyeba memberontak atau berteriak atau menuduh diperkosa, jadi ini memang sebuah perselingkuhan. Sebuah perselingkuhan antara seseorang yang sangat berwibawa, sangat berpengaruh, dengan seseorang yang mungkin terpesona kepadanya, jadi akhirnya memang dua-dua jatuh ke dalam dosa. Nah meskipun Daud dituntut Tuhan tanggung jawab yang lebih besar, tapi memang Batsyeba pun juga mempunyai andilnya, sebab Batsyeba pun bisa berteriak, bisa memberontak, dan itu tidak dilakukannya. Dia langsung tunduk dan mengikuti kemauan raja Daud. Nah, inilah awal dari bencana yang harus dihadapi oleh Batsyeba dan Daud.PG : Yang ingin saya munculkan adalah penderitaannya Batsyeba. Pak Gunawan bayangkan ya, bahwa Batsyeba itu harus hidup dengan rasa bersalah, bahwa gara-gara dia gagal menolak permintaan Daud dngan kata lain dia gagal berkata tidak kepada Daud, maka suaminya mati terbunuh.
Dan saya yakin akhirnya Batsyeba tahu mengapa suaminya mati, dan dia akhirnya juga harus mengetahui bahwa suaminya yang sekarang inilah yang sebetulnya memerintahkan kematian suaminya yang pertama itu. Jadi coba bayangkan penderitaan seorang istri, seorang wanita yang masih muda yang berbuat kesalahan, namun dia harus menanggung perasaan bersalah yang sangat berat dan mencabik-cabik hidupnya. Bayangkan dia harus bersama seorang suami yang telah membunuh suami pertamanya, dan kenapa suaminya itu sampai membunuh suami pertamanya? Adalah karena andilnya juga. Dia tidak memberontak, dia tidak melawan, dia meng-iakan godaan dan bujukan dari Daud. Dengan kata lain dia turut mempunyai andil dalam kematian suaminya, dan mungkin sekali dia akan menyesali hidupnya, kenapa dulu saya tidak berkata tidak kepada Daud, kenapa saya harus menuruti keinginannya sampai suami saya harus mati. Jadi saya bisa bayangkan itulah penderitaan seorang Batsyeba dan mungkin sekali itu adalah bagian yang harus juga ditanggung oleh Batsyeba. Saya yakin Daud pun harus selalu mengingat perbuatan yang sangat salah itu, saya kira sampai mati pun Daud tetap mengingat bahwa dia pernah melakukan dosa yang begitu besar di hadapan Tuhan. Dia begitu berhati-hati menjaga nyawa orang, waktu Saul dapat dibunuhnya, dua kali tidak dibunuh oleh Daud. Daud berkata: Saya tidak akan membunuh orang yang Tuhan urapi. Serdadunya, panglima-panglimanya membujuk dia untuk membunuh Saul, raja yang sedang mencoba mengakhiri hidupnya, dia menolak. Dengan kata lain Daud mencoba memelihara hidup tapi sampai hatinya dia membunuh orang yang begitu baik kepadanya. Jadi saya yakin Daud pun dalam sisa kehidupannya hidup di dalam rasa bersalah yang sangat besar, demikian pulalah dengan Batsyeba. Jadi selama berpuluhan tahun dia menikah dengan Daud setelah itu saya percaya dia tidak pernah bisa melupakan seseorang yang bernama Uria suaminya yang pertama yang begitu mulia hatinya. Dan dia tidak bisa melupakan berbagian dalam kematian suaminya itu.PG : Dia bertobat dan di dalam Mazmur akhirnya Daud mencurahkan penderitaannya itu. Bahwa dia sepertinya merasa sakit sampai ke tulang-tulangnya, artinya hidup di dalam dosa atau menyembunyikandosa di dalam hidup itu membuat dia sakit sekali, membuat dia begitu menderita sekali.
Dan itulah yang akhirnya juga Daud ungkapkan. Nah, akhirnya memang Natan menegurnya dan Daud bertobat, dan kita tidak mendengar lagi tentang Batsyeba sampai lama sekali.PG : Betul sekali, anak hasil perzinahan antara Daud dan Batsyeba meninggal dunia dan Tuhan kemudian mengaruniakan anak lagi dan dia adalah Salomo. Inilah anak yang Daud janjikan akan menjadi rja menggantikannya.
Nah, ini sesuatu yang menarik, sebab Daud sebelumnya sudah mempunyai banyak istri tapi dia tidak memilih salah satu anak yang terdahulu, dia justru menjanjikan Salomo yang akan menjadi seorang raja menggantikannya. Pada hari tuanya ternyata Daud itu tidak bisa lagi bersikap tegas, nomor satu kita tahu bahwa anaknya Absalom pernah memberontak dan akhirnya harus mati di tangan panglimanya sendiri. Terus kemudian anak yang berikutnya Adonia mencoba untuk menobatkan diri menjadi raja. Sebab memang kalau dari segi urutan jelas memang Adonia, tapi saya kira memang Adonia membuktikan dirinya sebagai seorang yang ambisius dan Tuhan tidak senang, bahkan Tuhan tidak memilih dia. Dia pasti tahu bahwa Salomo-lah yang telah ditunjuk, pasti Daud sudah pernah memberitahukannya bahwa nanti yang akan menggantikannya adalah Salomo. Rupanya Adonia tidak terima, sebab dia merasa setelah Absalom meninggal, dialah yang seharusnya menggantikan menjadi seorang raja dan di sini kita memang melihat hati seseorang yang begitu ambisius. Makanya Tuhan tidak mengizinkan dia menjadi raja dan akhirnya yang Tuhan akan angkat nantinya adalah Salomo.PG : Tepat sekali Pak Gunawan, nah yang indah yang ingin saya angkat adalah pertama kali kita mendengar Batsyeba, kita mendengar tentang istri, seorang wanita muda yang gagal berkata tidak, tap kedua kali kita mendengar tentang Batsyeba kita membaca tentang seorang wanita yang sudah tua namun bijak.
Sehingga dia berani berkata tidak kepada Daud. Nabi Natan yang menyuruh Batyeba menghadap kepada Daud dan berkata tolong beritahukan, ingatkan raja Daud, dia sudah berjanji untuk mengangkat Salomo menjadi raja. Nah sebetulnya Batsyeba bisa berkata tidaklah, tidak apa-apa biarkan saja Daud mau mengangkat Adonia, biarkan saja. Tapi kali ini Batsyeba berkata tidak kepada Daud, dengan kata lain Batsyeba berani untuk menentang kehendak raja. Dia berani menagih janji raja Daud, "Engkau berjanji, Salomo-lah yang akan menggantikanmu kok sekarang engkau diam saja Adonia menobatkan dirinya." Nah akhirnya Daud diingatkan akan janjinya itu, sadar bahwa dia keliru, jadi dia langsung meminta nabi Natan untuk menobatkan Salomo menjadi raja. Jadi kita melihat suatu perubahan di sini Pak Gunawan, dari seorang wanita muda yang tidak bijaksana, Batsyeba berubah menjadi seorang wanita tua yang bijaksana. Dari seseorang yang tidak bisa berkata tidak, menjadi seseorang yang berani berkata tidak, dan dalam perubahannya itulah kita melihat anugerah Tuhan. Bukan dari wanita-wanita yang lain, bukan dari istri-istri Daud yang lain, Tuhan memilih kakek moyang dari Tuhan Yesus tapi justru dari seorang Batsyeba yang pernah jatuh ke dalam dosa. Nah di sini kita melihat betapa luas dan besarnya anugerah Tuhan kepada manusia.PG : Saya percaya Tuhan sudah melupakannya Pak Gunawan, Tuhan tahu Batsyeba itu berbuat kesalahan, di usia mudanya dia pernah salah dan Tuhan sudah menghadirkan hukuman baginya. Saya percaya betahun-tahun dia harus hidup dalam rasa bersalah dan penderitaan batin yang berat, namun Tuhan tidak melupakan Batsyeba.
Saya percaya naiknya Salomo menjadi seorang raja, itu mengobati hati Batsyeba, dia akhirnya bisa melihat Tuhan tidak melupakannya. Dari keturunannyalah muncul seorang raja, dan kita tahu Salomo menjadi seorang raja yang begitu berhasil, begitu mulia, begitu gemilang dengan kemewahan dan dengan hikmat dan itu adalah saya kira obat yang bisa menghibur hati Batsyeba sebagai seorang ibu.PG : Tuhan mengampuni, dan jangan terus-menerus kita menghukum diri. Kadang kala kitalah yang tidak bisa mengampuni diri dan terus-menerus mendakwa diri. Tuhan sudah melupakan dosa itu, dan untk membuktikan Tuhan sudah melupakan, Tuhan itu bukan saja membiarkan Batyeba hidup tapi Tuhan kemudian melimpahkan Batsyeba dengan kemuliaan, akhirnya putranyalah yang menjadi seorang raja.
Seolah-olah Tuhan ingin berkata kepada Batsyeba: "Batsyeba, Aku tidak melupakanmu, Aku tidak mencampakkanmu. Engkau pernah salah tapi Aku tidak mencampakkanmu." Ini berita yang perlu didengar oleh kita semua Pak Gunawan, kadang kala kita yang telah berdosa akan berkata sudahlah Tuhan sudah mencampakkan saya, membuang saya seumur hidup. O.....tidak, Tuhan tidak mencampakkan, tangan Tuhan senantiasa terbuka untuk memanggil dan menyambut kita pulang kembali ke rumahNya dan tidak ada yang akan Dia campakkan kalau mau pulang ke rumahNya. Uluran tanganNya selalu terbuka untuk kita yang mau kembali kepadaNya.PG : Ini yang mesti kita koreksi Pak Gunawan, saya kira kita itu memang tidak terlalu mudah mengampuni orang. Kalau orang telah bersalah kita cenderung mengingatnya supaya jangan sampai kita tekena lagi akibat dari kesalahan orang tersebut.
Tapi kita mesti melihat orang seperti Tuhan melihat orang. Tuhan melihat orang dengan mata percaya dan keinginan memberikan kesempatan yang kedua, jadi prinsip inilah yang juga harus kita terapkan dalam kehidupan dengan sesama, beri kesempatan kedua. Ada orang yang hanya bersedia memberi kesempatan pertama dan sebetulnya itu bukan kesempatan memang seharusnya begitu, tapi waktu orang bersalah kita tidak mau memberikan kesempatan kedua. Saya kira berilah kepercayaan bahwa seseorang itu akan membuktikan dirinya dan mencoba untuk berubah jadi berikan kesempatan kepada dia untuk membuktikan dirinya, berikan kesempatan kedua. Di sini kita melihat Tuhan tidak tanggung-tanggung di dalam memberikan kesempatan kedua kepada Batsyeba, Tuhan akhirnya menunjuk putranya menjadi seorang raja. Dan bukan hanya itu, dari Salomo-lah, dari garis keturunan Batsyeba-lah muncul seorang Tuhan Yesus.PG : Sangat sulit, karena menurut hukum Taurat seharusnya wanita itu memang dirajam dengan batu sampai mati. Namun yang Tuhan lakukan sangatlah radikal, sangatlah penuh dengan sentuhan kasih yag luar biasa.
Tuhan hanya menunduk, menulis-nulis di tanah kemudian Tuhan berkata: "Barangsiapa yang tidak berdosa, silakan lempar batu pertama." Tidak ada yang berani melempar, langsung satu per satu mereka pergi meninggalkan wanita itu. Dan yang Tuhan tanyakan dan katakan kepada wanita itu luar biasa sangat indah, Tuhan hanya berkata: "Di manakah orang-orang yang tadi itu ingin menghukummu?" "Sudah pergi, Tuhan." Dan Tuhan berkata: "Pulanglah, dan jangan berdosa lagi." Tuhan juga tidak menghukumnya, artinya apa, Tuhan mengampuni. Kadang-kadang kita melihat Tuhan itu sebagai Tuhan yang begitu bergebu-gebu mau menghukum kita, tidak. Tuhan menghukum di dalam bingkai kasih, kasih Tuhan itu selalu bingkainya. Tuhan bukanlah Tuhan yang mau menghukum dan kadang-kadang mengasihi, Dia Tuhan yang mengasihi dan dalam kasihNya Dia menghukum kita. Kalau sampai Dia menghukum, itu adalah tindakan yang keluar dari kasihNya bukan dari kebencianNya. Ini terlihat jelas dalam contoh Batsyeba ini. Kita bisa melihat Yesus lahir dari garis keturunan Batsyeba, artinya apa, Tuhan tidak malu lahir dari seseorang atau lahir dari garis keturunan seseorang yang telah jatuh dalam dosa perzinahan, bahkan sebelumnya ada seorang wanita lagi yang bernama Rahab. Kita tahu Daud berayahkan Isai, Isai berayahkan Obed, Obed berayahkan Boas, Boas beristrikan Rut, Rut itu seorang yang berkebangsaan Moab. Seorang yang dianggap kafir oleh orang Israel, orang yang dianggap buangan, dari Rutlah juga muncul seorang Daud dan dari Daudlah akhirnya muncul Salomo dan dari Salomo akhirnya muncul Tuhan Yesus. Namun di atasnya lagi ada seseorang yang bernama Rahab dan Tuhan tidak malu-malu. Rahab adalah seorang apa sebelum dia menikah dengan seorang Israel waktu di Yerikho, seorang perempuan yang tidak benar. Jadi sekali lagi kita melihat kasih Tuhan begitu besar, Dia memakai orang berdosa untuk menjalankan dan menggenapi rencana keselamatanNya. Dia tidak anti orang berdosa, Dia anti dengan orang yang tidak mau bertobat itu betul. Tapi orang berdosa yang mau bertobat, Dia akan sayangi, Dia akan bukakan pintu dan Dia akan pakai. Sebagai contohnya adalah Batsyeba.PG : Saya kira dia harus jalan terus, dia harus jalan terus dan berkeyakinan bahwa yang terpenting Tuhan sudah mengampuninya. Dan dia buktikan diri di hadapan Tuhan dan di hadapan orang bahwa da telah berubah, sebab yang dituntut adalah buah pertobatannya itu.
Nah, silakan dia membuktikan diri dan biarkan nanti orang melihat dan perlahan-lahan akhirnya mengubah sikap mereka sehingga bisa menerimanya.PG : Betul sekali Pak Gunawan, dan saya kira memang uluran tangan, penerimaan itu penting sekali bagi orang yang telah jatuh. Contohnya di sini adalah nabi Natan, siapakah yang dicatat kemudiandatang mengingatkan Batsyeba bahwa anakmulah Salomo yang harus menjadi seorang raja? Nabi Natan, nabi yang sama yang menegur Daud waktu Daud berzinah dengan Batsyeba, nabi yang sama inilah yang akhirnya mengajak Batsyeba untuk berbicara kepada raja Daud.
Dengan kata lain, kita bisa di sini membayangkan yang telah terjadi, bahwa setelah nabi Natan menegur Daud, nabi Natan itu ternyata masih mempunyai hubungan yang baik dengan Batsyeba. Dia memperhatikan perempuan ini, dia tidak mencampakkan perempuan ini, maka pada akhirnya waktu Daud mengambil tindakan yang keliru tidak menobatkan Salomo, Natan memerlukan diri berbicara kepada Batsyeba, ia menunjukkan kepeduliannya. Nah, kita melihat di sini seorang hamba Tuhan seperti Natan tetap memelihara hubungan, menjaga, memelihara domba yang pernah jatuh ini dan tidak mencampakkannya.GS : Saya percaya pada saat ini sangat dibutuhkan orang-orang yang berhati seperti Natan, seperti Batsyeba yang mau bangkit dari kejatuhannya, karena tantangan kehidupan ini memang luar biasa. Kita tidak pernah mentolerir akan dosa-dosa seperti ini, tapi kalau seseorang jatuh kita percaya bahwa Tuhan mengampuni dia. Terima kasih sekali Pak Paul, untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Batsyeba di Mata Tuhan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
39. Pengampunan | |
Dalam materi ini kita diajak untuk belajar dari Matius 18:21-22, tentang mengampuni. Mengampuni memang tidak gampang, tapi Alkitab mengajak kita mengampuni dengan tanpa batas. Bagaimana kita dapat melakukannya?
Di Matius
Rintangan untuk Mengampuni
Kita memiliki kodrat keadilan dan sebagai makhluk yang dianugerahkan kodrat keadilan, kita terdorong untuk menuntut balas tatkala kita dirugikan. Kita ingin menghukum perbuatan salah itu dengan ganjaran yang menurut kita setimpal dengan tindakannya.
Kita adalah makhluk emosional yang dapat merasakan sakit dan marah-dua elemen yang menyulitkan kita untuk mengampuni. Tatkala sakit dan marah, kita terdorong melampiaskan emosi yang kuat itu dalam bentuk pembalasan. Tindak balasan cenderung menyurutkan intensitas marah dan sakit yang kita rasakan.
Menerapkan
Mengampuni seseorang lebih dari sekali hanyalah dimungkinkan bila kita memandang perbuatannya satu per satu. Kecenderungan kita adalah menyamaratakan satu perbuatan salah dengan perbuatan-perbuatannya yang lain dan mengaitkan satu perbuatan dengan pribadi orang secara keseluruhan. Menyamaratakan adalah kodrat alamiah manusia untuk melindungi dirinya dari kerugian. Dengan kata lain, menyamaratakan merupakan perisai dan mengampuni lebih dari sekali menuntut kita untuk meletakkan perisai manusiawi ini.
Mengampuni berulang kali melawan kodrat manusiawi kita dan hanya dimungkinkan bila kita hidup di dalam Tuhan sebab mengampuni berulang kali sesungguhnya adalah kodrat ilahi. Jadi, mengampuni berulang kali hanya dimungkinkan jika kita hidup dekat dengan Tuhan karena hanya dekat dengan Tuhanlah kuasa-Nya baru dapat mengalir masuk ke dalam diri kita dan memampukan kita melakukan sesuatu yang ilahi seperti mengampuni ini. "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur demikian juga kamu tidak berbuah jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku."
Mengampuni berulang kali hanya dimungkinkan jika kita mempercayai Tuhan untuk melindungi dan memelihara hidup kita sepenuhnya. Pada dasarnya mengampuni merupakan masalah iman: Apakah kita cukup beriman untuk menyandarkan hidup pada tangan Tuhan ataukah kita bersandar pada kekuatan sendiri?
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen kali ini bersama dengan Ibu Wulan, S.Th kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengampuni", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Mengampuni sangat terkait dengan atribut atau karakter Tuhan, sebab Tuhan yang kita kenal adalah Tuhan yang mengampuni. Bahkan dasar dari relasi kita dengan Tuhan adalah pengampunan itu sediri yang kita terima dari Tuhan.
Seperti tadi Pak Gunawan sudah katakan, memang sering kali kita mendengar himbauan atau penjelasan dari firman Tuhan tentang mengampuni. Dan salah satu yang sering kali dikutip adalahPG : Ada beberapa, yang pertama adalah kita ini memiliki kodrat keadilan, dan sebagai makhluk yang dianugerahkan kodrat keadilan kita terdorong untuk menuntut balas tatkala kita dirugikan. Kitamempunyai kodrat keadilan, dan keadilan adalah setimpal atau sepadan.
Jadi kalau orang merugikan kita; supaya keadilan itu ditegakkan, kita merasakan dorongan untuk memberikan balasan. Dan juga karena kita mempunyai kodrat keadilan, kita ingin menghukum perbuatan salah itu dengan ganjaran yang menurut kita setimpal dengan tindakannya. Jadi waktu orang berbuat sesuatu yang merugikan atau menyakiti kita karena kita makhluk yang memiliki kodrat keadilan, kita langsung terdorong secara alamiah mau memberikan balasan atau ganjaran yang menurut kita setimpal dengan tindakannya. Saya kira ini penghalang pertama mengapa sukar bagi kita untuk mengampuni orang. Sebab mengampuni berarti kita merelakan lepasnya hak untuk mengganjar atau membalas perbuatan orang itu.PG : Nah, ini bagus sekali, kita perlu mengklarifikasi bahwa yang Tuhan maksudkan di sini bukanlah hukum kenegaraan atau hukum dalam masyarakat, tetapi ini adalah konteksnya relasi pribadi. Waku orang berbuat salah kepada kita, Tuhan meminta kita mengampuni perbuatan salah itu.
Nah, ini harus dibedakan dari keadilan yang harus ditegakkan di dalam sebuah masyarakat. Maka di Perjanjian Lama pun Tuhan menetapkan sanksi atau hukuman bagi orang yang melakukan pelanggaran. Sebab tanpa adanya hukuman bagi perbuatan salah, maka kita akan menciptakan masyarakat yang cenderung anarkis, semua orang akhirnya cenderung berbuat semaunya atau seenaknya. Jadi sekali lagi konteks pembicaraan antara Petrus dan Tuhan Yesus ini adalah konteks relasi interpersonal, relasi kita dengan sesama. Apakah tindakan kristiani, sewaktu orang melakukan hal-hal yang menyakiti hati kita.PG : Dan kesulitannya adalah karena kita merasa dikhianati, ditipu oleh saudara kandung sendiri dan ini membuat kita merasa sakit dan marah. Ini adalah salah satu rintangan juga Pak Gunawan, ritangan yang menyukarkan kita untuk mengampuni.
Sewaktu kita merasakan sakit dan marah, membuat kita terdorong ingin melampiaskan emosi sakit dan marah itu; emosi terluka dan emosi marah. Dalam bentuk apakah kita ingin melampiaskannya? Dalam bentuk pembalasan. Sebab emosi yang kuat itu seolah-olah mendorong untuk keluar dari dalam diri kita, keluarnya dalam bentuk tindakan pembalasan. Waktu kita mengeluarkan tindakan pembalasan itu, memang lebih mudah bagi kita untuk menyurutkan intensitas marah dan sakit yang kita rasakan. Itu sebabnya emosi sewaktu begitu membara benar-benar menghalangi kita untuk mengampuni. Pada waktu kita mengingat perbuatan yang jahat itu kita merasakan sakit dan marahnya, nah pada detik-detik itu memang sangat sukar sekali bagi kita untuk berkata saya mengampunimu. Justru yang rasanya ingin kita lakukan adalah memberikan balasan, dengan memberikan balasan emosi kita keluar, maka intensitas kemarahan kita mulai mereda pula.PG : Saya kira kita mesti pecah menjadi dua antara melampiaskan atau mengeluarkan emosi dan melakukan pembalasan. Jelas Tuhan berkata: Pembalasan adalah hak-Ku/hak Tuhan, jadi itu sesuatu yang emang milik Tuhan secara eksklusif.
Manusia tidak diberikan hak untuk membalas dalam relasi interpersonal. Sekali lagi saya tekankan, dalam masyarakat manusia diharapkan Tuhan untuk menegakkan keadilan, menciptakan sistem peradilan yang melibatkan hukuman pada orang yang telah melakukan pelanggaran. Nah, dalam relasi interpersonal ini saya kira sah dan baik bagi kita untuk bisa melampiaskan atau mengeluarkan rasa sakit dan marah kita. Namun jangan sampai rasa sakit dan marah itu akhirnya berkelanjutan dalam bentuk tindakan konkret yaitu membalas orang lain, itu yang Tuhan minta kita untuk berhenti. Kita boleh mengeluarkan isi hati kita, rasa sakit kita, dan marah kita tapi kita diminta Tuhan berhenti di situ. Tuhan tidak mau kita melangkah maju dan mengambil posisi sebagai pembalas, itu adalah hak Tuhan. Jadi menjawab pertanyaan Ibu Wulan tadi, dalam konteks terapi apakah dibenarkan? Sangat-sangat dibenarkan, justru itu adalah cara yang sehat untuk orang bisa mengeluarkan beban-beban dan kepahitannya. Nah setelah itu dikeluarkan, otomatis intensitas emosi yang tadi menekannya sekarang mulai berkurang.PG : Betul, pada saat itu setelah dia mulai merasakan hatinya tidak lagi berat ditekan oleh emosi marah dan sakit, dia dapat melihat masalah dengan lebih jernih dan mengambil keputusan untuk megampuni.
Ini yang harus kita tekankan, bahwa pada akhirnya yang penting adalah kita mau atau tidak mengampuni. Yang Tuhan minta kepada kita adalah kemauan kita utuk mengampuni, maka di Matius pasal 5 Tuhan juga berkata: "Jikalau kamu tidak mengampuni saudaramu, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni engkau." Nah, apakah pengampunan itu bisa langsung kita berikan? Bisa, dalam pengertian secara rasional kita berketetapan hati mau mengampuni. Namun dari titik ketetapan hati sampai benar-benar bisa melihat dia dengan biasa lagi tanpa amarah, tanpa kebencian, dan sebagainya itu akan memerlukan waktu. Semakin dalam luka berarti semakin panjang waktu yang kita butuhkan. Tapi yang penting adalah adanya ketetapan hati, adanya kemauan untuk mengampuni, tinggal nanti dalam pelaksanaannya kita memang harus jatuh bangun bergumul untuk mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita.PG : Pertama-tama kita ingin lebih jelas lagi melihat perkataan Tuhan itu. Petrus berkata kita itu dituntut untuk mengampuni tujuh kali, nah bagi Petrus tujuh kali adalah suatu jumlah secara haafiah, benar-benar 1 2 3 4 5 6 7 setelah tujuh kali kami tidak akan lagi memberikan pengampunan.
Yang kami lakukan adalah memberikan pembalasan, jadi Petrus melihatnya secara harafiah. Tuhan mengajar Petrus untuk tidak melihatnya secara harafiah, Tuhan menjelaskan tujuh puluh kali tujuh kali; Tuhan tidak membicarakan tentang masalah jumlah atau angka. Tuhan sedang mengajarkan Petrus untuk memiliki sifat atau karakter pengampun dan untuk bisa menjelaskannya dengan cara yang mudah dimengerti oleh Petrus dan kita semua, Tuhan menggunakan jumlah atau angka, 490 kali. Yang jelas kita tahu itu bukanlah menunjukkan angka atau jumlah, tapi sebuah jumlah yang tak terbatas. Dengan kata lain, Tuhan menginginkan sifat pengampun menjadi bagian dari kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan. Apa yang harus kita lakukan? Yang pertama, mengampuni seseorang lebih dari sekali hanyalah dimungkinkan bila kita memandang perbuatannya satu per-satu. Maksud saya, kecenderungan kita adalah menyamaratakan satu perbuatan salah dengan perbuatan-perbuatan yang lain. Dan mengaitkan satu perbuatan dengan pribadi orang secara keseluruhan. Jadi kita langsung menganggap orang ini seperti perbuatannya yang telah menyakiti kita. Sedangkan belum tentu satu perbuatan mewakili atau mencerminkan pribadi orang itu secara keseluruhan. Untuk bisa mengampuni orang terus-menerus, memang kita ini harus melihat perbuatan orang itu sedikit banyak terpisah dari pribadinya. Dan belum tentu perbuatannya mencerminkan dirinya secara utuh, kita benar-benar hanya menyoroti perbuatannya itu. Dengan cara itulah kita lebih dimungkinkan mengampuni perbuatannya yang kedua, sebab kita tidak lagi mengaitkan perbuatannya yang kedua dengan perbuatannya yang pertama. Dan kita tidak mengaitkan perbuatannya yang pertama dan kedua sebagai pencerminan dari karakter orang itu secara keseluruhan. Sekali kita mengelompokkan orang itu sebagai inilah sifatnya, gara-gara perbuatannya yang menyakiti kita, kita tidak akan bisa mengampuninya. Jadi kita hanya bisa mengampuni kalau kita memang memisahkan perbuatan yang pertama dengan yang kedua, dan perbuatan-perbuatan itu dari dirinya secara utuh.PG : Betul, jadi adakalanya itu yang terjadi Pak Gunawan, memang perbuatan satu, dua dan tiga itu sangat terkait karena sama, jadi bukan saja terkait tapi memang sama. Kalau sama memang kita akirnya menyimpulkan ini adalah suatu kesengajaan sebab diulang lagi dan diulang lagi.
Nah apa sikap kita? Sebetulnya tetap, respons kristiani yang Tuhan harapkan dari kita adalah memberi pengampunan. Selain memberi pengampunan, kita juga dituntut Tuhan untuk hidup berhikmat. Artinya apa? Misalkan kita melihat contoh suami yang memukuli istri, kita berusaha menghindari faktor pemicu yang menyebabkan suami itu memukul kita. Misalkan mata kita yang menantangnya, suara kita yang meninggi atau emosi kita yang histeris dan sebagainya. Hal-hal seperti itu bisa kita hindarkan. Atau kalau memang suami kita tidak mempunyai masalah dengan tindakan-tindakan kita itu, tapi memang sifatnya atau perangainya yang jahat, sedikit-sedikit mau memukul berarti kita perlu berhikmat. Misalkan kita berkata kepadanya: "Sekali lagi engkau memukul aku, aku akan laporkan engkau pada polisi." Dan benar-benar dia memukul kita kedua kalinya, kita laporkan ke polisi, minta perlindungan polisi dan minta polisi untuk menangkapnya karena ini adalah tindak kriminal memukuli orang. Jadi dengan kata lain, kita dituntut Tuhan untuk juga bertindak melindungi diri kita dalam situasi seperti itu. Apakah dengan kita melindungi diri itu identik dengan kita tidak mengampuninya? Ya tidak, kita tetap bisa mengampuninya.PG : Nah, ini kita masuk ke point berikutnya Ibu Wulan, mengampuni berulang kali melawan kodrat manusiawi kita, dan hanya dimungkinkan bila kita hidup di dalam Tuhan. Sebab mengampuni berulang ali sesungguhnya kodrat ilahi, jadi betul sekali perkataan Ibu Wulan tadi.
Mustahil bagi kita mengampuni orang yang melakukan kesalahan yang begitu jahat berulang kali. Sebab secara manusiawi itu memang tidak sesuai dengan kodrat kita. Jadi kita simpulkan mengampuni berulang kali sungguh-sungguh adalah kodrat ilahi. Nah, kalau ini kodrat ilahi berarti kita hanya bisa melakukannya dengan kuasa Tuhan. Kita mesti hidup dekat dengan Tuhan, karena hanya dekat dengan Tuhanlah kuasa-Nya baru dapat mengalir masuk ke dalam diri kita dan memampukan kita melakukan sesuatu yang ilahi seperti mengampuni ini. Bagaimana caranya Tuhan menolong kita dan memampukan kita untuk mengampuni, benar-benar kita tidak bisa menciptakannya, merekayasanya supaya ada. Kita hanya perlu hidup dekat dengan Tuhan, bersekutu sangat akrab dengan Tuhan dan meminta kuasa-Nya untuk bisa mengampuni orang. Nah kalau itu terjadi barulah pada akhirnya kita bisa mengampuni, nah ini sesuai dengan yang Tuhan Yesus katakan diPG : Kita mengampuni itu dalam pengertian, di dalam hati kita memang mau menghapus kesalahannya, sehingga kita mau melihat dia itu sebagai manusia yang baru. Tapi di dalam prakteknya atau kenyaaannya, apakah kita tidak boleh misalkan kita sebagai seorang guru, melihat siswa melakukan kesalahan yang sama.
Nah sudah sepatutnyalah kita memberikan ganjaran atau sanksi kepada siswa kita itu. Atau kita sebagai orang tua melihat anak kita melakukan perbuatan yang salah berulang kali, apakah kita tidak boleh memberikan ganjaran kepadanya? O....silakan, kita memberikan ganjaran sesuai dengan perbuatannya agar dia belajar untuk tidak mengulangi perbuatannya itu. Jadi dengan kata lain, pengampunan memang adalah sebuah sikap hati, sungguh-sungguh sikap hati di dalam diri kita. Namun dalam caranya kita nanti memperlakukan orang yang telah berbuat salah kepada kita, saya kira terbuka banyak pilihan. Adakalanya karena kita belum bisa atau belum siap berbicara dengan pasangan kita yang telah menyakiti hati kita, mungkin kita perlu waktu untuk berdiam diri dan kita berkata kepadanya, "Mohon berikan saya waktu untuk berdiam diri, saya belum bisa bicara dengan engkau. Berikan saya waktu mungkin selama 3, 4 hari ini atau seminggu ini atau dua minggu ini engkau melukai aku terlalu dalam, aku hendak berdiam diri terlebih dahulu." Pasangan kita sudah tentu akan merasa terhukum, namun tujuan kita memang untuk bisa memulihkan perasaan kita yang telah disakiti itu. Nah, sekali lagi itu salah satu pilihan tindakan yang mungkin sekali lebih mendidik, lebih mendewasakan pasangan kita atau anak kita atau siapa pun, supaya nanti waktu berelasi dengan kita mereka jadinya akan lebih berhati-hati.PG : Betul Pak Gunawan, jadi pengampunan sebetulnya terkait dengan iman, semakin besar iman semakin mungkin kita mengampuni orang. Kenapa saya berkata begitu? Karena sewaktu kita menolak mengamuni dan kita ingin membalas, sebetulnya itu salah satu cara untuk mulai pembalasan; pembalasan merupakan upaya kita untuk melindungi diri.
Jadi pembalasan bisa kita tafsir sebagai perisai yang kita gunakan, jangan sampai orang ini mengulangi perbuatannya yang menyakiti kita, maka kita memberikan balasan kepadanya. Jadi balasan itu sebagai salah satu bentuk untuk melindungi diri kita. Jadi yang saya katakan tadi, terkait dengan iman di sini; kalau kita memang bisa menyerahkan semua kepada Tuhan dan percaya bahwa masih ada Tuhan yang dapat melindungi kita, kita memang lebih mampu untuk mengampuni. Sebab kita tahu bahwa meskipun saya mengampuni dan meskipun saya menjadi lebih rawan dan dilihat oleh dia seolah-olah saya itu lemah, tapi saya percaya Tuhan akan melindungi saya. Jadi tidak apa-apa saya memberikan pengampunan, karena saya tahu Tuhan akan tetap melindungi saya. Itu sebabnya tadi saya katakan ada korelasi antara iman, percaya, bersandar sepenuhnya kepada Tuhan untuk melindungi kita dan kemampuan untuk mengampuni.PG : Saya kira itu juga dimaklumi oleh Tuhan, dalam kemarahan, dalam kesakitan kita sebetulnya ingin membalas, tapi Tuhan meminta kita berhenti hanya pada pengekspresian kemarahan. Dan salah sau bentuknya seperti yang tadi Ibu Wulan katakan, "Tuhan, balaskan sakit hatiku, biarlah Engkau nanti yang memukulnya supaya dia kapok dan sebagainya."
Silakan tidak apa-apa, karena itu adalah cetusan hati kita yang telah disakiti oleh orang.PG : Ya, saya mengerti, seolah-olah itu mengotori lidah, mengotori hati, tidak kudus lagi. Tapi itulah yang dilakukan oleh Daud di dalam Mazmurnya. Berkali-kali Daud berkata hal-hal seperti itu "Patahkanlah rahangnya Tuhan," seolah-olah Daud meminta Tuhan untuk menonjok musuhnya itu.
Jadi itu adalah cetusan, cetusan hati yang marah, yang sakit dan Tuhan menerima. Sebab Tuhan sudah katakan jangan membalas, karena membalas itu adalah milik-Ku atau Hak-Ku. Jadi selama engkau tidak membalas dan engkau hanya cetuskan perasaan-perasaan itu, Tuhan akan terima dan dengarkan. Apakah nanti Tuhan akan membalasnya seperti yang kita harapkan? Itu nanti juga adalah hak eksklusif Tuhan.GS : Memang ini sesuatu yang tidak mudah dilakukan, tapi kita percaya Roh Tuhan yang ada di dalam diri kita itu akan menolong kita atau memampukan kita untuk memberikan pengampunan kepada sesama kita. Terima kasih sekali untuk perbincangan kali ini dan juga untuk Ibu Wulan terima kasih. Kepada para pendengar sekalian kami juga mengucapkan banyak terima kasih karena Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengampuni". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK, Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
40. Kefanaan Hidup | |
Untuk banyak hal dalam hidup ini kita bersedia mempersiapkan diri, namun sedikit di antara kita yang bersedia mempersiapkan diri menghadapi kematian. Kita perlu melihat fakta tentang kematian dengan jernih agar dapat mempersiapkan diri dengan tepat.
Sebelum menikah kita mempersiapkan pernikahan; sebelum ujian, kita mempersiapkan diri belajar; untuk banyak hal dalam hidup ini kita bersedia mempersiapkan diri. Namun sedikit di antara kita yang bersedia mempersiapkan diri menghadapi kematian. Faktanya adalah kita mesti mempersiapkan diri untuk hidup dan mati. Kita pun perlu melihat fakta tentang kematian dengan jernih agar dapat mempersiapkan diri dengan tepat.
Menghadapi Kematian
Kematian adalah bukti kefanaan hidup, jadi, manusia mesti berdamai dengan keterbatasannya: Kita tidak hidup selamanya! Firman Tuhan menegaskan, "Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu."
Ada pelbagai cara yang Tuhan gunakan untuk menghentikan hidup dan kita tidak bisa memilihnya, sama seperti kita tidak bisa memilih melalui siapakah kita datang ke dunia ini. Jadi, tidak ada cara baik atau cara buruk; tidak ada kebetulan atau kesengajaan; semua hanyalah sarana untuk memindahkan kita dari dunia ini. Firman Tuhan menjelaskan, "Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya berkata kepada-Nya: Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.' Tetapi Yesus berkata kepadanya, 'Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka."
Sebagaimana dikatakan oleh Pdt. Rick Warren, kematian bukanlah terminasi melainkan transisi. Jadi, hal terpenting dalam menghadapi kematian adalah kepastian ke manakah kita akan pergi. Kadang kita mengagungkan atau sebaliknya, menghindar dari kematian; Tuhan sendiri tidak membesar-besarkan kematian; kematian hanyalah sebuah transisi. Firman Tuhan berkata, "Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya yang diam di dalam kamu."
Kematian dan kehidupan berhubungan erat; apa yang kita lakukan sekarang berdampak pada apa yang akan terjadi kelak. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal."
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen kali ini bersama dengan Ibu Wulan, S.Th kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kefanaan Hidup", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Setuju sekali Pak Gunawan, ironis ya sebab untuk hal-hal yang lebih sederhana dan temporal, lebih sementara, kita itu rela mencurahkan cukup banyak waktu atau mempersiapkan diri. Kita mau enjadi seorang dokter, kita mempersiapkan diri dengan melewati jenjang pendidikan yang berliku-liku dan panjang.
Menjadi seorang teknisi, kita belajar dan akhirnya kita menjadi seorang teknisi dst. Tapi ada satu hal yang akan kita semua lewati yakni kematian. Namun sedikit waktu yang kita curahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi fakta dalam hidup ini.PG : Nah, masalahnya adalah sebagian besar dari kita sebetulnya mencoba menghindar dari topik kematian. Ada orang yang sampai-sampai tidak berani hadir di dalam upacara kematian. Tidak berani mlihat jasad yang terbujur dalam peti, sama sekali tidak berani.
Meskipun tidak mempunyai trauma-trauma tertentu, tidak mempunyai pengalaman buruk, kita hanya tidak mau melihat kematian atau orang yang mati. Kenapa? Karena ada rasa takut kalau saya nanti kena getahnya, nanti keluarga saya yang mengalami musibah ini dan sebagainya. Dengan kata lain banyak di antara kita yang menjauhkan diri dari fakta yang begitu riil ini.PG : Saya kira pengamatan Ibu Wulan tepat, bahwa salah satu sumber ketakutan kita terhadap kematian adalah ketidaktahuan kita tentang dunia orang mati, sesuatu yang asing bagi kita. Dan segalana yang asing tidak kita ketahui, memberikan rasa takut dalam diri kita.
Namun menurut saya bukan hanya itu, itu salah satunya; yang lainnya mungkin ini sama kuat atau malah bisa lebih kuat, kita takut dengan kematian karena kita takut terputus dari kehidupan sekarang ini. Karena kita tahu, begitu kita melangkah masuk ke dunia kematian maka relasi kita dengan dunia yang ada dan yang kita kenal ini, dengan orang-orang, dengan rumah kita, dengan tempat kerja, dengan tempat di mana kita hidup dsb akan terputus. Dan kita takut kehilangan atau lepas dari orang-orang atau dunia yang kita kenal ini. Jadi saya kira ini juga salah satu faktor yang membuat kita takut untuk memasuki dunia yang asing ini yaitu dunia kematian.PG : Pertama adalah kita mesti menyadari bahwa kematian ialah bukti kefanaan hidup. Hidup ini fana jadi kita harus benar-benar menerimanya seperti apa adanya, jadi kita mesti berdamai dengan keerbatasan kita.
Nah memang secara alamiah kita sebetulnya ingin hidup tidak terbatas, kita tidak mau cepat tua, kita tidak mau tubuh kita renta, kita tidak mau pikiran kita atau memori kita atau otak kita kehilangan daya ingatnya dan sebagainya. Kita seolah-olah menolak untuk maju dalam hidup ini dan menuju pada titik di mana kita makin hari makin terbatas; kita ingin hidup tidak terbatas. Nah, ini yang kita harus singkirkan, kita harus terima bahwa kita ini tidak hidup selamanya. Firman Tuhan menegaskan diPG : Saya kira pada kenyataannya kita mempunyai dorongan untuk menembus dan melawan keterbatasan merupakan bukti bahwa kita adalah makhluk spiritual, makhluk rohani. Dan pada dasarnya atau padaawalnya, Tuhan menciptakan kita dengan tujuan kita hidup selamanya.
Namun kita tahu dosa masuk ke dalam dunia ini mencemari kita dan seluruh isi dunia ini, sehingga pada akhirnya hidup manusia tanpa lagi adanya keterputusan. Hidup manusia akhirnya harus melewati keterputusan yakni kematian itu. Itu sebabnya karena kita ini ciptakan Tuhan sesuai dengan gambar Allah dan Allah adalah sempurna dan kekal. Karena kita diciptakan sesuai dengan gambar Allah, jadi kita sekarang mengerti bahwa pada mulanya Tuhan menciptakan kita untuk hidup kekal bersama dengan Dia, namun karena adanya dosa maka kekekalan itu diputus oleh kematian. Nah, kedatangan Kristus untuk menaklukkan kematian atau menyingkirkan kematian itu, sehingga nanti kita memang tetap harus melewati kematian, tapi itu hanya untuk sementara waktu. Setelah kematian nanti kita akan bersama dengan Tuhan kembali.PG : Betul, karena ini bergantung sekali pada nilai-nilai rohani atau agama yang diyakininya, sehingga akhirnya ada orang-orang yang berkata: "Ya, saya setelah mati ya sudah stop di situ, tidakakan ke mana-mana, tidak akan ada lagi kehidupan."
Kalau ada lagi kehidupan bagaimana? "Ya, terserah tidak mau peduli." Nah ada orang yang juga seperti itu. Namun saya kira dengan adanya pengetahuan kalau kita itu ingin menembus keterbatasan dan ingin hidup kekal, saya kira itu membuktikan bahwa memang kita diciptakan pada awalnya untuk hidup kekal. Maka kita harus mempunyai perspektif hidup yang meliputi kekekalan, bukan justru kita menyingkirkan aspek kekekalan.PG : Ada pelbagai cara yang Tuhan gunakan untuk menghentikan hidup, dan kita tidak bisa memilihnya. Sama seperti kita tidak bisa memilih melalui siapakah kita datang ke dunia ini. Jadi kita tidk bisa memilih dengan cara apa kita datang (maksud saya melalui siapa) dan kita tidak bisa memilih dengan cara apakah kita akan keluar dari dunia ini.
Saya pernah mendengar kesaksian dari seorang pemuda yang terlibat narkoba (ini di negara lain). Dalam kehancuran hidupnya yang terlibat narkoba, dia menjatuhkan diri dari sebuah apartemen (dari lantai berapa saya lupa) tapi tinggi sekali, menghantam mobil tapi dianya hidup, tidak mati hanya duduk di kursi roda. Dengan kata lain, secara manusia kita sudah menganggap orang itu pasti mati lompat dari tingkat berapa di apartemen. Namun Tuhan tidak berkehendak dia mati, maka dia tetap hidup. Maka saya simpulkan kita tidak bisa memilih dengan cara apakah kita meninggalkan dunia ini. Jadi sebetulnya Pak Gunawan, tidak ada cara baik atau cara buruk, tidak ada kebetulan atau kesengajaan, semua hanyalah sarana untuk memindahkan kita dari dunia ini. Saya mau menekankan hal ini, bukannya berarti tidak ada cara yang buruk untuk mati, misalkan membunuh diri (sudah tentu ini cara yang tidak baik). Maksud saya adalah misalkan seseorang meninggal dunia karena penyakit, yaitu penyakit yang tidak merusakkan tubuhnya, hanya jantung yang tiba-tiba mendadak kemudian meninggal dunia. Justru ada orang yang meninggal dunia karena penyakit tetapi sebelum meninggal tubuhnya itu benar-benar dilumat oleh penyakit sehingga tubuhnya rusak sama sekali. Kita tidak bisa berkata: "O...yang penyakit jantung itu matinya kok bagus, yang kena penyakit yang satu itu matinya kasihan, matinya buruk." Tidak, jadi sebetulnya dalam pengertian ini tidak ada cara baik atau cara buruk, tidak ada kebetulan atau kesengajaan. Semua hanyalah sarana yang Tuhan pakai untuk memindahkan kita dari dunia ini. Nah, firman Tuhan menjelaskan seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya, berkata kepada-Nya: "Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka." Di ambil diPG : Saya kira yang Ibu Wulan katakan itu sangat benar, waktu kita mengalaminya sudah tentu sangatlah sulit. Untuk melewati masa-masa setelah ditinggal mati oleh seseorang yang kita anggap kemaiannya itu mengenaskan atau tidak enak.
Misalkan, waktu kita mendengar teman kita mati tenggelam, waduh kita terganggu sekali, bagaimana ya. Menjelang kematiannya apa yang dia pikirkan, itu akan sangat mengganggu sekali dan sudah tentu itu akan kita alami. Yang ingin saya angkat dan tekankan adalah pada akhirnya kita harus menerima, bahwa caranya itu memang hak eksklusif Tuhan dan semua cara di mata Tuhan itu cara yang sama-sama sah. Tidak ada cara yang lebih kudus, cara yang kurang kudus; kalau memang itu yang harus terjadi, itu sama kudusnya, sama baiknya dengan orang yang meninggal di tempat tidur. Saya ini ingin mengusir atau menepis mitos, kalau orang meninggal di tempat tidur dan sebelum meninggal pendetanya berkhotbah, berdoa, pas mengatakan 'amin' dia mengambil nafas panjang dan langsung mengakhiri hidupnya dan menutup usianya. Wah kita katakan dia benar-benar mati dengan indah sekali, nah ini yang ingin saya tepis. Yohanes Pembabtis mati dengan mengenaskan, kehilangan kepalanya, dipenggal oleh Herodes. Tuhan Yesus mati dengan mengenaskan, Dia dipaku di kayu salib. Nah apakah kematian Yesus dan Yohanes kematian yang buruk dan kematian orang tua yang lain di tempat tidur setelah mendengar khotbah dan berdoa langsung menarik nafas dan pergi, apakah itu kematian yang indah? Tidak. Semua kematian orang-orang kudus adalah baik, indah di mata Tuhan, tidak ada yang lebih mulia dan tidak ada yang lebih tercemar.PG : Memang kalau kita hanya melihat secara sepenggal, mudah sekali kita menyimpulkannya seperti itu. Tapi kalau kita melihatnya secara keseluruhan tentang Tuhan dan sikap-Nya terhadap orang tu, kita akan melihat bahwa tidak, Tuhan tidak seperti itu.
Contoh, waktu Tuhan disalib, di atas kayu salib Tuhan berkata kepada Yohanes, "Inilah ibumu." Dengan kata lain, Tuhan meminta Yohanes untuk memelihara ibunya di dunia ini, yakni Maria. Apa yang bisa kita simpulkan, Tuhan meminta seseorang yang lain untuk memelihara dan mengawasi ibunya, jadi Tuhan peduli dengan keluarganya, tetap sayang. Misalkan di Perjanjian Lama, waktu Tuhan memanggil umat Israel untuk pergi berperang. Tuhan memberikan kesempatan kepada yang baru menikah untuk tidak pergi berperang, silakan diam di rumah, "engkau baru menikah uruslah keluargamu dulu, jangan engkau memaksakan diri untuk pergi berperang." Jadi Tuhan di sini memikirkan, peduli dengan keluarga, maka ayat ini tidak bisa kita tafsir hanya sepenggal. Sebab secara keseluruhan kita melihat Tuhan adalah Tuhan yang memikirkan keluarga, maka ada perintah juga hormatilah ayah dan ibumu atau orang tuamu.PG : Sebagaimana yang dikatakan oleh Pdt. Rick Warren, kematian bukanlah terminasi melainkan transisi, peralihan. Jadi hal terpenting menghadapi kematian adalah kepastian kemanakah kita pergi, ita melangkah ke mana itu yang penting.
Kadang kita mengagungkan atau sebaliknya menghindar dari kematian. Wah orang ini mati sahid, orang ini mati mulia dan sebagainya atau kita lari dari kematian. Tuhan sendiri tidak membesar-besarkan kematian, kematian hanyalah sebuah transisi. Maka diPG : Nah, kita di sini harus kembali pada janji Tuhan di
PG : Saya kira ini alamiah, yaitu kita semua ini anak Allah, kita telah mengaku percaya kepada Kristus, tapi kita harus menyadari dan menerima fakta bahwa tidak semua anak itu sama dekatnya denan orang tua.
Tidak semua anak itu sama-sama mematuhi orang tua dengan sepenuh hati, ada anak yang mematuhinya kadang-kadang, ada anak yang mematuhinya sering, ada anak yang konsisten mengutamakan orang tuanya, menyenangkan orang tuanya, ada anak-anak yang setengah-setengah menyenangkan orang tuanya, menyenangkan dirinya juga dan sebagainya. Jadi saya kira di sorga pun nanti ada banyak tipe anak-anak Tuhan. Ada anak yang memang sangat patuh, ada anak yang kurang patuh dan sebagainya, tapi semua anak-anak Tuhan. Otomatis nanti saya kira di dalam rumah Tuhan itu, kedekatan dengan Allah juga tidak akan sama karena di dunia pun semua anak Tuhan tidak mempunyai kedekatan yang sama dengan Allah Bapa, jadi di sorga pun saya percaya nanti ada perbedaan itu. Maka di firman Tuhan dikatakan perbuatan kita itu nanti diuji, ada yang terbuat dari emas, ada yang terbuat dari perak, tapi yang paling buruk adalah yang terbuat dari jerami karena akan terbakar habis. Namun dikatakan oleh Paulus, kita tetap akan lulus, kita tetap akan diterima Tuhan, namun kita itu tipe jerami. Tapi ada atau tidak yang tipe emas? Ada, sebab saya kira keadilan Tuhan tetap ditegakkan di sorga. Masa seseorang yang hidup sepenuhnya untuk Tuhan, benar-benar berkorban sepenuhnya untuk Tuhan disamakan dengan orang yang pokoknya ikut Tuhan, sembarangan, tetap percaya kepada Yesus tapi kedekatannya hanya seperti itu. Saya kira memang tidak akan disamakan oleh Tuhan.PG : Saya kira intinya adalah kita ini hidup harus bisa menghargai hidup ini sepenuhnya, tapi pada akhirnya kita harus berani merangkul kematian, jangan sampai berat sebelah. Ada orang yang memeri penghargaan, memberikan penilaian yang tinggi pada kehidupan sehingga tidak mau menghadapi kematian.
Atau ada orang yang mau merangkul kematian karena sudah benar-benar tidak menghargai hidup ini, jangan, kita mesti seimbang. Berterima kasihlah kepada Tuhan yang memberikan hidup kepada kita, hargai hidup ini namun rangkullah kematian. Karena kematian juga nanti adalah wadah atau sarana yang Tuhan gunakan membawa kita masuk ke dalam rumah-Nya.GS : Ya, terima kasih, saya percaya bahwa apa yang sudah kita perbincangkan akan banyak bermanfaat bagi para pendengar kita. Terima kasih Pak Paul dan juga Ibu Wulan terima kasih. Para pendengar sekalian kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kefanaan Hidup". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke
41. Buta Diri | |
Salah satu keterampilan hidup yang perlu kita miliki adalah kemampuan melihat diri sendiri. Tanpa keterampilan ini niscaya kita akan mengalami masalah dalam relasi.
Salah satu keterampilan hidup yang perlu kita miliki adalah kemampuan melihat diri sendiri. Tanpa keterampilan ini niscaya kita akan mengalami masalah dalam relasi.
Ciri-Ciri Buta Diri:
Tidak melihat kekuatan dan kelemahan diri. Orang ini bukannya tidak mengakui kelemahan sama sekali; ia mengakui mempunyai kelemahan tetapi tidak tepat melihat kelemahannya. Demikian pula dengan kekuatannya.
Tidak menyadari dampak sikap dan perbuatannya pada orang lain. Ia tidak sanggup menyambungkan dengan konsisten niat baik dan wujud nyatanya. Artinya, kendati niatnya baik, namun penyampaiannya begitu keliru sehingga tidak terkomunikasikan dengan tepat.
Ia mudah frustrasi dengan sikap orang yang tidak menghargai niat baiknya namun ia tidak bisa melihat mengapa sampai orang tidak dapat menerima niat baiknya.
Rasa tidak mengerti ini akhirnya makin memisahkannya dari orang lain dan ini bisa berdampak negatif. Ia mulai dan makin melihat orang lain "tidak baik" karena mereka menolak dan tidak menghargai niat baiknya. Ia makin menutup diri dan membuatnya makin tidak terampil bergaul dan makin tidak terampil bergaul, makin sulit ia berelasi.
Tidak bisa membaca sikap dan reaksi orang dengan tepat. Ia bisa membaca reaksi orang namun tidak dapat membacanya dengan tepat. Ini adalah akibat dari ketertutupannya dan keterpisahannya dari orang. Makin terkucil, makin besar kemungkinan kelirunya ia membaca reaksi orang. Dan, karena ia menyimpan praduga bahwa orang lain tidak baik (tidak menghargai niat baiknya), dengan mudah ia menafsirkan reaksi orang dari kacamata negatifnya, misalnya memang orang itu bersikap demikian karena meremehkannya, dsb.
Bagaimana Menolongnya?
Sebenarnya orang yang buta diri ini ingin berelasi dan merindukan penerimaan. Kemungkinan ia dibesarkan dalam suasana rumah yang dingin atau tidak menghiraukannya. Sejak kecil ia "dipaksa" untuk memunculkan dirinya agar "terlihat" dan ini bisa dilakukannya dengan pelbagai cara, misalnya kenakalan atau sebaliknya, prestasi. Jadi, kita dapat menolongnya dengan meyakinkannya bahwa ia dikasihi dan diterima, lepas dari perbuatannya.
Setelah ia dapat menerima kasih dan percaya kepada kita, berilah tanggapan kepadanya agar secara perlahan ia mulai dapat melihat dirinya. Inilah yang terhilang dan inilah yang akan kita berikan kepadanya.
Firman Tuhan: "Si pencemooh tidak suka ditegur orang; ia tidak mau pergi kepada orang bijak."
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Buta Diri", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Seperti kata itu sendiri, buta berarti tidak bisa melihat, jadi buta diri artinya adalah tidak bisa melihat diri dengan baik atau dengan tepat. Sehingga mudah sekali orang yang buta diri iu mempunyai anggapan-anggapan baik terhadap dirinya maupun orang lain yang tidak tepat.
Nah, tidak bisa tidak, kalau seseorang mempunyai masalah seperti ini, dia akan mudah dan rawan terhadap masalah atau problem di dalam relasinya.PG : Tidak, hanya orang-orang tertentu saja Pak Gunawan.
PG : Yang pertama adalah orang yang buta diri, tidak melihat kekuatan dan kelemahan diri. Yang saya maksud adalah orang ini bukannya tidak mengakui kelemahannya sama sekali, dia mengakui bahwa ia mempunyai kelemahan.
Tapi masalahnya adalah dia tidak melihat kelemahannya dengan tepat, demikian pula dengan kekuatannya. Dia menyadari dia memiliki kekuatan, tapi kekuatan yang dilihatnya itu sebenarnya bukanlah kekuatannya dia, bukanlah sesuatu yang dia lihat dengan tepat. Jadi sekali lagi masalahnya adalah dia tidak bisa melihat dirinya dengan tepat. Misalkan, dia mungkin berkata bahwa kekuatannya adalah mengasuh, menolong orang, dia memiliki kasih yang besar untuk menolong orang. Tapi masalahnya adalah itu bukan kekuatannya, itu justru sering kali merupakan kelemahannya; dia bukannya mengasuh atau menolong orang, dia akhirnya dinilai terlalu mau ikut campur dalam urusan orang. Nah, sekali lagi ternyata yang dilihatnya itu tidak tepat.PG : Betul sekali, jadi orang yang seperti ini adalah orang yang melihat tapi tidak tepat, sehingga akhirnya yang dilihat pada dirinya pun tidak tepat. Yang seharusnya besar, dia lihat kecil; yng seharusnya kecil, dia lihat besar.
PG : Orang ini tidak menyadari dampak sikap dan perbuatannya pada orang lain. Maksudnya begini Pak Gunawan, dia itu tidak sanggup menyambungkan dengan konsisten niat baik dan wujud nyatanya. Arinya, kendati niatnya baik namun penyampaiannya begitu keliru, sehingga tidak terkomunikasikan dengan tepat.
Nah, saya menggunakan contoh yang sama, dia berkata saya ingin menolong, tapi yang dia lakukan dalam menolong itu justru melakukan hal-hal yang menginjak perasaan orang. Tapi dia tidak menyadari bahwa dia telah menginjak perasaan orang. Dia telah menusuk orang dengan perkataan-perkataannya yang menurut dia membangun. Masalahnya orang itu bukan merasa terbangunkan malah merasa terbanting oleh ucapan-ucapannya. Jadi sekali lagi intinya adalah karena dia buta diri, dia akhirnya tidak menyadari bahwa perbuatan dan perkataannya bukan seperti yang dia harapkan. Tujuannya mungkin saja sangat baik, tapi karena tidak bisa menyampaikannya dengan tepat, selalu menimbulkan masalah dan orang tidak bisa menerima apa yang dia lakukan.PG : Bisa jadi juga niatnya memang sungguh-sungguh baik, tapi karena tidak bisa menyampaikannya dengan tepat, maka akhirnya orang tidak menanggapinya dengan tepat pula.
PG : Bisa jadi itu memang masalah komunikasi, namun yang penting adalah apa yang ada di dalam hatinya itu tidak bisa dia keluarkan dengan pas, sehingga orang bisa menerimanya. Tapi masalahnya aalah karena dia tidak dapat melihat dirinya, akhirnya yang dia lihat kok orang tidak bisa menerima niat baiknya, hanya itulah yang dia lihat.
PG : Nah, ini berkaitan dengan yang baru saja kita bicarakan. Karena dia itu tidak bisa mengungkapkan diri atau mengkomunikasikan niat baiknya dengan tepat, sebagai akibatnya orang salah menangapinya, orang bereaksi seperti yang tidak diharapkan.
Akhirnya dia menjadi orang yang mudah frustrasi. Kenapa? Karena dia menganggap orang tidak bisa menghargai niat baiknya; tapi masalahnya adalah dia tidak bisa melihat mengapa orang sampai tidak dapat menerima niat baiknya. Misalkan, dia berkata: "Saya hanya ingin menolong atau membangunmu," namun dalam prakteknya dia memarahi orang. Misalkan rekannya, "Kamu itu malas, kamu itu tidak tahu diri," dan sebagainya. Kalau dia jarang-jarang ngomong seperti ini, mungkin orang masih bisa terima, tapi kalau hampir kepada setiap orang yang dia ingin tolong atau dia ingin bangun dia melontarkan kata-kata seperti itu, akhirnya orang tidak pernah bisa melihat niat baiknya. Orang justru akan menganggap, "Kamu kok senang menyakiti hati orang, kamu kok tidak bisa mengerti bahwa yang kamu lakukan itu menyakiti hatiku, nah makanya aku tidak bisa menerima niat baikmu itu. Apa pun yang engkau katakan, aku tidak percaya." Nah, orang yang buta diri ini akhirnya frustrasi dan berkata kenapa orang tidak bisa menerimanya, padahal saya bermaksud baik. Akhirnya dia sering kali merasa frustrasi dalam berelasi dengan orang.PG : Awal-awalnya adalah dia frustrasi dalam relasi dengan orang, sebab baginya orang itu tidak menghargai apa yang dia coba lakukan kepada orang lain. Jadi memang bersumber dari pengamatannya ang tidak tepat tentang orang.
PG : Nah, kalau saja dia bisa melihat itu, berarti dia mulai melek, masalahnya adalah dia tidak bisa melihat itu. Oleh sebab itulah kita memanggilnya buta diri. Justru ini membawa kita kepada cri berikutnya Pak Gunawan.
Yaitu dia bukannya mencoba mengerti, dia mencoba untuk memahami kenapa orang tidak menerima niat baiknya itu, mungkin saya harus introspeksi diri, mungkin ada perkataan-perkataan atau cara-cara yang saya gunakan tidak pas, tapi masalahnya dia tidak bisa melihat dirinya apa yang terjadi. Akhirnya dia merasa orang tidak mengerti tentang dirinya, karena orang tidak bisa mengerti tentang dirinya, dia makin memisahkan diri dari orang lain dan ini bisa berdampak negatif. Mengapa? Sebab dia mulai dan makin melihat orang lain "tidak baik". Karena apa dianggapnya tidak baik? Karena mereka menolak dan tidak menghargai niat baiknya. Nah dia makin menutup diri dan membuatnya makin tidak terampil bergaul dan makin tidak terampil bergaul, makin sulit dia berelasi. Dia merasa orang menolaknya, tidak bisa mengertinya akhirnya dia makin memisahkan diri, dia makin menyendiri. Bekerja dalam ruangan tertutup, sendirian, jarang bicara dengan orang, tapi masalahnya adalah dia makin menutup diri, makin dia tertutup dari orang lain, dia makin tidak bisa bergaul, dia makin tidak bisa berelasi. Karena dia tidak makin suka bergaul, akhirnya apa yang terjadi? Dia makin suka melakukan kesalahan Pak Gunawan, makin sering dia salah membaca orang, makin sering dia nantinya mengucapkan kata-kata yang melukai hati orang, nah siklusnya berputar di situ.PG : Dan akhirnya tambah parah. Ini membawa kita ke point berikutnya, dia tidak bisa membaca sikap dan reaksi orang dengan tepat. Dia bisa membaca reaksi orang, tapi tidak dapat membacanya dengn tepat.
Ini adalah akibat dari ketertutupannya dan keterpisahannya dari orang. Makin terkucil, makin besar kemungkinan dia melakukan kekeliruan dalam membaca orang, karena makin tidak bergaul dengan orang. Dan karena dia menyimpan praduga bahwa orang lain itu tidak baik karena tidak menghargai niat baiknya, dengan mudah ia menafsirkan reaksi orang dari kacamata negatifnya. Misalnya, memang orang itu bersikap demikian karena meremehkannya dsb, jadi kacamata negatifnya makin hari makin tebal. Selalu menduga-duga orang berbuat atau bermaksud tidak baik kepadanya, merendahkannyalah, menyinggungnyalah, tidak menghargainyalah. Nah makin dia negatif, makin dia negatif, makin tercemar relasinya dengan orang dan makin sering timbul masalah.PG : Sebetulnya penyebabnya bisa beberapa jenis Pak Gunawan, misalkan ada anak-anak yang sejak kecil terlalu dimanja. Semua yang dilakukannya baik, dipuji, diagung-agungkan oleh orang tuanya. Mngkin karena dia dianggap anak yang paling cerdas, kakaknya atau adik-adiknya tidak seperti dia cerdasnya.
Mungkin anak ini dianggap paling tampan atau paling cantik, kakak dan adiknya tidak sebagus dia. Atau dia anak laki satu-satunya di antara semua cucu, sehingga si kakek, nenek, orang tua mengagung-agungkan dia. Akhirnya dia itu terlatih dikondisikan sejak kecil melihat dari kacamatanya saja, dia hanya mau melihat hal yang memang ingin dilihatnya. Karena orang tua, kakek, nenek dan sebagainya hanya memberikan respons-respons kepadanya sesuai dengan pengharapannya dan penuh dengan pujian-pujian. Akhirnya kelemahannya tidak dia lihat, tidak dia sadari. Kalau ada apa-apa, yang salah berarti orang lain; yang tidak mengerti ya pasti orang lain. Misalkan dia pulang menangis, ditanya sama mamanya atau papanya, "Kenapa menangis?" "Si ini jahat, si ini berbuat ini, ini, ini." Nah, orang tuanya itu tidak mempunyai keinginan untuk mencari tahu, tidak ke sekolah dan bertanya kepada guru, tapi langsung menganggap anak saya yang dijadikan korban, anak-anak lain yang jahat. Misalkan dia berkelahi dengan kakaknya; karena dia yang paling dibela, si kakak berkata: "Tidak, yang terjadi adalah dia yang awalnya mengganggu saya," kakaknya tidak digubris oleh orang tua, yang digubris adalah perkataan dia dan orang tuanya membelanya. Apa yang terjadi? Si anak tidak pernah terlatih melihat dirinya dari kacamata orang lain. Sebab pada intinya Pak Gunawan, buta diri artinya tidak mampu keluar dari dalam diri sendiri dan dari luar melihat diri kita. Tidak bisa anak ini melihat dirinya dari luar dirinya, sebab dia selalu menggunakan kacamatanya untuk melihat keluar. Dia tidak bisa keluar dari dirinya, masuk ke dalam diri orang dan dari dalam diri orang lain melihat dirinya. Itu yang terputus, itu yang benar-benar tidak bisa dilakukannya. Nah, orang yang buta diri seperti itu Pak Gunawan.PG : Bisa, karena keberhasilan mendadak benar-benar bisa membengkakkan ego kita. Begitu bengkaknya ego kita sehingga kita tidak merasa perlu melihat diri dari kacamata orang lain. Kita sudah beanggapan bahwa saya pasti benar, kenapa? Kalau tidak pasti benar, tidak mungkin saya yang dipromosikan.
Nah, ini yang terjadi pada salah seorang tokoh yang tercatat di Alkitab, di dalam buku Ester. Kita tahu bahwa yang terlibat dalam kisah kehidupan ratu Ester adalah salah seorang yang bernama Haman, seorang panglima. Memang mungkin dia seorang panglima yang berhasil, maka dia sangat dipercaya oleh rajanya. Saya ingat ceritanya, pada suatu hari raja tidak bisa tidur meminta seorang pembantunya untuk membacakan sejarah kerajaannya. Tiba-tiba terbacakan tentang niat buruk dari orang untuk mencelakakan si raja, namun niat buruk itu terdengar oleh seseorang yang bernama Mordekhai sepupu dari ratu Ester. Dan dilaporkan sehingga raja terselamatkan. Nah, si raja begitu tersentuh oleh kisah kepahlawanan seorang yang bernama Mordekhai ini. Kebetulan yang masuk adalah si panglima, si Haman, kemudian raja bertanya apa yang harus dilakukan kepada orang yang telah berjasa besar kepada raja. Wah, Haman langsung menduga ini pasti saya yang dibicarakan oleh raja, jadi dia benar-benar menciptakan skenario orang itu harus diarak dengan kuda dan diteriak-teriakkan inilah orang yang telah berjasa kepada raja, karena dia berpikir dialah yang menerima penghormatan itu, padahalnya orang yang paling dia benci yang bernama Mordekhai karena tidak bisa hormat kepadanya. Jadi akhirnya raja berkata lakukanlah itu kepada Mordekhai, waduh dia marah sekali. Tapi dalam rencana Tuhan, itulah yang Tuhan lakukan, orang yang meninggikan diri Tuhan akan rendahkan. Tapi itu contoh klasik orang yang memang buta, dia benar-benar menjadikan keberhasilannya sebagai bukti bahwa dia adalah orang yang luar biasa hebatnya. Maka dia tidak lagi bisa melihat diri atau orang lain.PG : Yang pertama adalah sebenarnya orang yang buta diri ini ingin berelasi dan merindukan penerimaan. Sebab salah satu penyebab kenapa dia itu ingin membantu orang, menolong orang, dia sebetulya ingin berelasi dengan orang.
Dia tidak mau relasinya dengan orang itu terputus. Tapi justru masalahnya adalah niat baiknya itu akhirnya terputus, tak bisa tersambungkan dan orang tidak bisa menerimanya. Jadi saya bisa katakan, kemungkinan ia dibesarkan dalam suasana rumah yang tadi saya gambarkan terlalu dipuji, dimanja. Atau kebalikannya, yaitu dia dibesarkan di rumah yang dingin atau tidak menghiraukannya. Jadi dua suasana rumah yang ekstrim berbeda tapi bisa menghasilkan anak yang sama, yang buta diri. Yang satunya seperti ini, dingin, tidak menghiraukannya, jadi sejak kecil dia dipaksa memunculkan dirinya agar terlihat. Nah, dengan cara apa? Yaitu dengan melakukan hal-hal yang membuat orang tuanya bisa melihat dia. Misalnya prestasinya dia tinggikan setinggi-tingginya atau kenakalannya, dia nakal senakal-nakalnya. Nah, baik yang nakal atau yang berprestasi tinggi, kalau mereka atau anak ini menggunakan kenakalan atau prestasinya supaya dilihat, ini yang menjadi tidak sehat. Dia itu sebetulnya ingin diterima dan menggunakan prestasi atau kenakalannya untuk memperoleh penerimaan. Jadi sekarang kita sudah mengerti bahwa kalau dia dari latar belakang seperti ini, lapar, haus, karena tidak dihiraukan kita dapat menolongnya dengan cara meyakinkannya bahwa dia dikasihi dan diterima lepas dari perbuatannya. Artinya kita coba mengkomunikasikan bahwa kita memperhatikan, mempedulikan dan kita menerimanya. Dan kalau dia berbuat hal-hal yang tidak tepat, kita memang berikan dia mungkin reaksi atau tanggapan tapi yang penting adalah kita mengkomunikasikan bahwa kamu diterima, saya menerima kamu apa adanya. Nah, makin dia tahu dia diterima, ini baik, berarti dia sudah mulai ada relasi dan ini memenuhi kebutuhannya. Sebab orang yang buta diri yang dari keluarga yang dingin dan tidak menghiraukannya, sebetulnya dia adalah orang yang haus akan penerimaan.PG : Itu kata yang sangat penting 'mendampingi', sebab biasanya memang kita ini tidak sabar dengan orang yang buta diri, kita cenderung menjauh dengan orang yang seperti ini. Sebab memang tidaknyaman Pak Gunawan, bagaimanakah bisa nyaman kalau kita menjadi korban perbuatannya yang menusuk-nusuk kita.
Tapi waktu dia menusuk kita dia tidak sadar dia menusuk kita, malahan dia itu seolah-olah mengasihani diri, kok tidak diterima, tidak dihargai. Nah, dia tidak tahu bahwa dia telah menusuk-nusuk kita, bahkan kalau kita beritahukan, "Kamu telah menusuk hati saya." Mungkin sekali dia tidak terlalu bisa menyadarinya dan tetap dia akan berkata: "Kamu kok tidak menghargai, kamu kok tidak bisa melihat saya itu berniat baik." Misalkan, dia berpikir bahwa ini adalah kekuatannya dan dia ingin sumbangsihkan. Tapi karena dia buta, dia tidak tahu bahwa ini bukan kekuatannya, dan upayanya membantu itu akhirnya tambah mengacaukan orang lain, tapi tidak dia sadari. Nah, waktu akhirnya dikatakan kepadanya kamu tidak usah membantu, lebih baik nanti saja lain kali kami akan berikan kesempatan, dia marah dan berkata: "Saya bisa kok," tapi semua orang melihat bahwa dia tidak bisa. Nah, akhirnya dia konflik dengan orang dan dia marah sama orang, jadi memang orang yang buta itu dengan dirinya cenderung menghalau orang dekat dengannya. Tapi tadi saya sudah singgung dia tidak bisa mengerti kenapa orang menjauh darinya, dan dia hanya berpikir orang kok jahat menjauhkan diri darinya. Nah waktu kita tidak menjauhkan diri, kita berusaha mendampinginya, dia makin merasa aman, dia makin tahu bahwa kita berbeda dari orang lain, kita kok tidak pergi. Karena itu, dia akan lebih bersedia untuk mendengarkan kita.PG : Nah, ini point yang bagus, jadi begini Pak Gunawan, meskipun kita telah memutuskan tidak meninggalkannya, kita bersamanya, tapi kita tidak boleh meninggalkan fungsi sebagai nabi baginya. Yitu apa? Yaitu menyampaikan kebenaran, sebab kalau tidak, yang tadi Pak Gunawan katakan akan terjadi.
Dia akan beranggapan bahwa dia selalu benar, maka kita pun tetap bersama dia dan mendukungnya, nah itu yang kita ingin hindarkan. Kita mendampinginya, tapi kita mendampinginya dengan satu tujuan yaitu agar dia mempercayai kita. Karena orang ini sudah memisahkan diri dari orang lain, dia beranggapan orang itu tidak menghargainya dan jahat, tidak baik. Maka dia perlu melihat bahwa kita tidak menjauhkan diri, nah karena kita tidak menjauhkan diri dia akan lebih percaya, lebih dekat. Dia tahu bahwa dia dikasihi oleh kita, nah karena dia tahu kita pasti mengasihinya; waktu kita memberikan koreksi terhadap pandangannya atau sikapnya, kemungkinannya dia mendengarkan kita itu akan lebih besar. Jadi kita harus memberikan tanggapan-tanggapan yang lebih tepat kepadanya. "Tidak benar kamu begitu, kalau kamu berkata seperti itu orang akan sakit hati," meskipun dia berkata: "Tidak kok begini, begini". "Tidak, kalau orang berbuat begitu kepada kamu, sakit hati atau tidak kamu?" Nah, kadang-kadang baru dia sadar, "ya, sakit hati," "Nah, jangan berbuat kepada orang lain."PG : Betul, kita tetap memberikan koreksi terus juga memberikan kasih atau penerimaan kepadanya. Sebab sekali lagi tanpa dasar kasih dan penerimaan yang tadi itu, dia tidak mungkin menerima korksi kita.
Dia harus tahu dulu bahwa kita mengasihinya, baru dia akan bersedia mendengarkan kita.PG : Saya akan bacakan dari
PG : Memang itu perjalanan yang panjang Pak Gunawan, yang saya katakan ini mudah didengarkan tetapi sulit dilakukan. Saya harus mengakuinya; sebab sekali lagi kecenderungan kita kalau kita bersma dengan orang yang terus menutup diri, membenarkan diri, tidak mau mendengarkan masukan kita, akhirnya kita lelah sendiri.
Dan kita berkata: "Ya, sudah terserah, kamu terus mau hidup seperti ini, kamu tetap hidup di dalam kebutaan, ya sudah itu pilihan kamu."PG : Betul sekali.
GS : Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan yang menarik kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Buta Diri". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
42. Tidak dapat Bekerja Sama | |
Penyebab utama mengapa orang diberhentikan dari pekerjaannya adalah ketidakmampuan bekerja sama. Orang yang tidak mampu bekerja sama adalah orang yang hanya bisa bekerja sendirian, karena jika ia bekerja dengan orang lain, baik dia ataupun orang lain akan menderita.
Riset menunjukkan bahwa penyebab utama mengapa orang diberhentikan dari pekerjaannya adalah ketidakmampuan bekerja sama. Orang yang tidak mampu bekerja sama adalah orang yang hanya bisa bekerja sendirian karena jika ia bekerja dengan orang, baik dia ataupun orang lain akan menderita. Hal ini tidak selalu berkonotasi buruk sebab ada pekerjaan yang memang dapat dikerjakan sendiri dan hasilnya akan jauh lebih baik bila dikerjakan sendiri.
Penyebab Tidak dapat Bekerja Sama:
Orang ini berkepribadian kaku, artinya tidak mudah mengubah gaya hidupnya. Segala sesuatu yang telah terbiasa dilakukan tertancap kuat dan tidak mudah terserabut.
Orang ini menuntut tinggi sampai pada kesempurnaan, yang sesungguhnya berarti, harus sesuai seleranya. Tuntutan bisa berbentuk kualitas bisa pula berwujud efisiensi. Masalahnya adalah orang lain tidak selalu mampu mencapai standarnya dan ini yang tidak dapat diterimanya dengan mudah. Ketidakmampuan orang cenderung dipandangnya sebagai sikap tidak menghargai usaha atau masukannya atau malah sebagai tindak ketidaksetujuan.
Orang ini tidak mempunyai kepercayaan diri yang baik pada kemampuannya sendiri namun daripada mengakuinya dan meminta bantuan akan kekurangannya, lebih mudah ia menyoroti performa/kelemahan orang.
Orang ini tidak dapat menerima masukan atau teguran; ia harus selalu benar. Teguran dilihatnya sebagai mosi tidak percaya terhadap kemampuannya dan sebagai undangan untuk mengobarkan api permusuhan.
Orang ini memiliki rasa bertanggung jawab yang terlalu besar, dalam pengertian, berlebihan. Ia ingin terlibat dalam setiap urusan yang bukan bagiannya sehingga kendati ia berniat baik, orang tidak menerimanya.
Firman Tuhan: "Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak.
Prinsip I: Orang ini harus mengingat bahwa Tuhan terlibat dalam setiap aspek kehidupan dan bahwa Tuhan mengatur semuanya dengan sempurna.
Prinsip II: Orang ini harus mengingat bahwa kesempurnaannya mempunyai keterbatasan. Ia mesti hidup di dalam-bukan di luar-keterbatasannya, baik itu menyangkut dirinya atau orang lain.
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tidak dapat Bekerja Sama", kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian, dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Memang bekerja sama itu sesuatu hal yang tidak mudah Pak Gunawan, tadi Pak Gunawan sudah ungkit bahwa masalah itu sebenarnya bukan terletak pada kemampuan kita mengerjakannya, tapi pada beelasi atau bekerja sama dengan orang lain.
Waktu saya berkuliah dulu, saya pernah membaca sebuah riset yang memperlihatkan bahwa pada umumnya penyebab utama orang diberhentikan dari pekerjaannya adalah karena tidak bisa bekerja sama, bukan karena tidak bisa bekerja. Tapi bisa jadi orang ini kompeten sekali mengerjakam tugasnya. Nah, namun karena tidak bisa bekerja sama akhirnya diberhentikan, ini menjadi hal yang sangat penting Pak Gunawan. Bukankah kompetensi seseorang itu akan sangat disia-siakan dan kita pun akan sangat diuntungkan dengan kehadirannya, kalau saja dia bisa bekerja sama. Itu sebabnya trend sekarang dalam manajemen, dalam peningkatan sumber daya manusia; dalam pembinaan-pembinaan itu yang ditekankan adalah kerja sama. Sebab akhirnya disadari ini kuncinya, banyak potensi yang tak tergali dan tak terpakai gara-gara tidak bisa bekerja sama. Jadi akhirnya yang lebih ditekankan sekarang adalah bagaimana caranya bekerja sama, sehingga bisa bersinergi untuk menghasilkan efektifitas kerja yang lebih tinggi.PG : Betul, ada orang yang seperti itu, dan ada jenis-jenis pekerjaan yang cocok untuk orang seperti itu. Misalkan, dia tidak bisa bekerja sama, tapi keahliannya melukis. Nah, tidak apa-apa, di akan terus melukis.
Atau dia seorang yang sangat baik sekali mengarang cerita, novel atau apa, ya dia dari pagi sampai malam menulis terus, dan tidak harus bekerja sama dengan orang lain. Jadi memang ada jenis pekerjaan yang cocok untuk tipe-tipe kepribadian yang sulit bekerja sama dengan orang lain. Dan jadinya dalam hal ini kita tidak memandang kesulitannya bekerja sama sebagai sesuatu yang negatif. Karena di dalam kesendiriannya dia menghasilkan karya-karya yang sangat baik. Nah, saya tidak sedang membicarakan orang yang seperti ini, pada kali ini kita akan melihat orang yang memang harus bekerja sama karena itu adalah jenis pekerjaannya, namun tidak bisa melakukannya dengan baik.PG : Betul, meskipun tidak seintens kalau memang dia bekerja sama dengan orang. Dan bukankah kalau dia mempunyai anak, dia mempunyai suami atau istri, mereka itu memang akan menderita. Maka orag yang tidak bisa bekerja sama akan membuat kedua belah pihak menderita.
Dirinya menderita, orang lain pun menderita bekerja sama dengan dia.PG : Ada beberapa yang menjadi penyebabnya Pak Gunawan, nah saya akan jabarkan, tidak berarti semuanya harus ada dalam satu orang, ini hanyalah beberapa kemungkinan. Yang pertama, orang ini memng berkepribadian kaku, artinya apa? Tidak mudah mengubah gaya hidupnya atau cara pikirnya.
Segala sesuatu yang telah terbiasa dilakukan, tertancap kuat dan tidak mudah terserabut untuk diubahnya. Jadi kalau dia sudah mengerjakan sesuatu dengan caranya, jangan harap caranya itu akan bisa diubah. Karena dia tidak akan menerima, mengapa? Karena dia sukar mengubah dirinya. Misalkan, dia sudah biasa mempunyai kerutinan atau jadwal yang biasa dia lewati; pagi hari dia selalu harus ke kamar mandi, setelah ke kamar mandi dia akan siap-siap ke dapur. Nah, misalkan pas dia mau ke kamar mandi, tapi kamar mandi dipakai oleh orang lain, nah hal kecil seperti itu saja bisa membuat dia sangat jengkel. Kenapa saya tidak bisa pakai sekarang dan saya harus menunggu orang, dan saya tidak bisa ke dapur dulu sekarang, karena apa? Karena belum ke kamar mandi. Padahal kita bisa berkata: "Ya, kamu ke dapur dulu saja, nanti kalau sudah selesai baru ke kamar mandi." "Tidak bisa, soalnya rutinnya begini, ini jadwal saya." Atau misalkan dalam bekerja juga begitu, hal-hal yang terbiasa dia lakukan sesuai kerutinannya, waktu diminta untuk diubah atau dianggap ini kurang optimal dan ada cara yang lebih optimal dia akan menolak. "Tidak, ini cara saya." Nah, orang ini memang saya panggil berkepribadian kaku.PG : Betul, sebab memang yang harus dia taklukkan adalah rasa terganggunya. Mungkin buat kita susah kita mengerti kenapa berubah begini saja harus merasa terganggu, tapi buat orang-orang yang mmang kaku, perubahan itu luar biasa mengganggunya, membuat dia cemas, tidak enak, dan mungkin membuat dia pikirkan sampai lama.
Sebab caranya itu sudah sangat terpatri dengan siapa dirinya, sehingga siapa dirinya itu sangat kaku sekali dilihatnya, didefinisikannya dan tidak boleh berubah sedikitpun. Seolah-olah dengan dia mengubah sedikit saja cara kerjanya, dia harus mengubah dirinya. Kita katakan: "Tidak, dirimu ya dirimu, caramu bekerja ya caramu bekerja, diubah sedikit ya tidak apa-apa." "Tidak bisa, ini artinya mengubah diri saya." Segala sesuatu menjadi prinsipiil baginya, akhirnya susah sekali bekerja sama.PG : Orang ini memang menuntut tinggi sampai pada kesempurnaan, yang sesungguhnya berarti harus sesuai seleranya. Jadi memang ada kecenderungan orang-orang yang perfeksionis sulit bekerja sama,karena apa? Karena memang dia menuntut.
Dan tuntutan ini bisa berbentuk kwalitas, harus bagus seperti apa, bisa juga berwujud efisiensi, harus efisien; seefisien yang dibayangkannya atau yang diharapkannya. Masalahnya adalah, orang lain tidak selalu mampu mencapai standarnya, dan ini yang tidak dapat diterimanya dengan mudah. Ketidakmampuan orang cenderung dipandangnya sebagai sikap tidak menghargai usaha atau masukannya. Atau malah dianggapnya sebagai tindak ketidaksetujuan, kok menentang saya, akhirnya ya susah tidak bisa bekerja sama. Karena sedikit-sedikit dia akan menuduh orang, "Kamu kok sengaja mau mensabotase saya, kamu kok tidak bisa mendukung saya, menyetujui saya, kok kamu tidak menghargai usaha saya 'kan saya sudah berusaha seperti ini." Nah, akhirnya menjadi susah, tuntutannya pada orang begitu tinggi dan tidak semua orang bisa mencapainya. Dan waktu orang tidak mencapainya, dia menyalahkan orang seolah-olah orang sengaja tidak mau mencapainya, sengaja mensabotasenya dan dia frustrasi sekali. Dan dia mudah sekali meledak, marah, atau karena dia bukan tipe ekstrovert tapi lebih introvert akhirnya dia simpan, dia lebih mengurung diri, dia akhirnya memutuskan relasi dengan orang lain.PG : Betul, dan dia tidak bisa melihat itu sebab sekali lagi standarnyalah yang dia gunakan dan itu yang paling baik. Nah, sering kali memang yang pertama itu yang kaku bercampur dengan standaryang harus seperti yang dia bayangkan, karena itulah tidak bisa berubah sebab memang dia orangnya kaku dan kebetulan standarnya seperti itu juga.
Memang merepotkan sekali bekerja sama dengan orang yang seperti ini.PG : Betul sekali, jadi akhirnya perusahaan akan menimbang-nimbang mana yang harus dikorbankan. Dan sudah tentu pengorbanan yang paling kecil yang akan dikorbankan daripada pengorbanan yang lebh besar.
PG : Orang ini tidak mempunyai kepercayaan diri yang baik pada kemampuannya sendiri, namun daripada mengakuinya dan meminta bantuan akan kekurangannya, lebih mudah dia menyoroti performa atau klemahan orang, nah ini tipe yang lain Pak Gunawan, bisa sama dengan orang-orang yang tadi telah kita bicarakan, bisa juga berbeda.
Jadi memang masalah utamanya adalah tidak percaya diri. Dia sebetulnya gamang, dia sebetulnya meragukan kemampuannya, "Saya tahu, saya tidak bisa; aduh saya bakalan salah ini, aduh saya bakalan berantakan ini." Namun daripada dia mengakui, "Tolong saya, saya tidak bisa." Dia gengsi, dia tidak mau mengakui hal itu, akhirnya yang dia lakukan adalah selalu menyoroti orang lain, "Kamu kok kurang ini, kamu seharusnya begini," jadi dengan kata lain dia bisanya hanya mengkritik. Dia pengkritik nomor satu, terus mencela-cela orang, dan masalahnya bukan saja dia sendiri tidak bisa melakukannya tapi celakanya yang dia suruh atau dia tuntut itu tidak bisa dilakukan oleh siapapun juga. Atau pada umumnya orang tidak mampu melakukannya. Kenapa dia menetapkan standar yang tidak bisa diraih oleh orang lain atau pun dirinya kalau dia mau jujur. Kenapa dia melakukannya? Sebab dengan dia menetapkan standar yang setinggi-tinggi itu, dia berharap orang akan memandang dia hebat, super, luar biasa, genius dan sebagainya, maka dia mempunyai standar seperti itu. Padahal dia sendiri tidak bisa meraihnya, nah karena dia menetapkan standar yang begitu tinggi dan orang tidak bisa mencapainya, dia selalu mengkritik, mencela kiri-kanan. Akhirnya apa yang terjadi? Orang merasa sebal sama dia, orang tidak bisa bekerja sama dengan orang yang seperti dia dan orang makin menjauh darinya. Tapi dia akan menyalahkan orang, orang yang tidak bisa mencapai standarnyalah dan sebagainya, orang yang mempunyai kelemahanlah, masalah, sedangkan dia sendiri tidak pernah salah.PG : Biasanya begitu.
PG : Memang teguran keras itu bisa mengagetkannya dan bisa membuat dia mengerem langkahnya, yang sering membuat masalah apalagi kalau disertai sanksi. Nah, daripada dia kehilangan periuk nasi, tidak bisa bekerja, akhirnya dia menahan diri.
Tapi saya khawatir dia menahan diri bukan karena sungguh-sungguh berubah, dalam hatinya dia tetap percaya dia itu yang benar. Kenapa? Sebab dia cenderung melihat teguran orang sebagai mosi tidak percaya terhadap kemampuannya. Dan sebagai undangan untuk mengobarkan api permusuhan. Jadi sekali lagi tadi saya katakan secara pesimis, orang ini mungkin saja menahan mulutnya, menahan tindakannya, tapi di dalamnya belum berubah, tetap dia percaya bahwa dia yang benar. Orang-orang lain yang bermasalah, mereka tidak bisa menghargai kebisaan saya, saya mampu begini, begini, tapi orang tidak bisa melihatnya dan menghargainya. Memang orang hanya mencari gara-gara dengan saya, mau membuat permusuhan dengan saya, memang ada sentimen pribadi dan sebagainya. Akhirnya masukan-masukan itu masuk kuping kanan, keluar kuping kiri.PG : Nah, itu ada betulnya Pak Gunawan, dan memang ini salah satu cirinya juga tanggung jawabnya besar. Kalau dipercayakan tugas, dia akan coba kerjakan sedapat-dapatnya dan sesempurna mungkin,meskipun karena sesempurna mungkin itu menyebabkan dia akhirnya sulit bekerja sama dengan orang lain.
Nah, kelemahannya adalah ini Pak Gunawan, rasa tanggung jawabnya terlalu besar, dalam pengertian berlebihan besarnya. Bukan besar secara sehat, tapi besar secara negatif. Artinya apa? Dia ingin terlibat dalam setiap urusan yang bukan bagiannya, sehingga kendati dia berniat baik, orang tidak menerimanya. Dia selalu ingin mengawasi orang, campur tangan dalam pekerjaan orang lain. Orang tidak meminta bantuannya dia nyelonong masuk, mau membantu orang. Orang tidak bisa mengerti, akhirnya dia marah dan frustrasi; orang tidak bisa menghargainya, dia marah dan frustrasi; orang tidak bisa melakukan yang dia minta karena standarnya terlalu tinggi, dia juga marah dan frustrasi. Akhirnya orang berkata: "Stop, jangan membantu saya," nah dia merasa tertolak karena orang tidak bisa menghargainya. Tapi sedikit orang membuka pintu, dia akan masuk dan mengobrak-abrik apa yang orang telah kerjakan. Jadi akhirnya rasa tanggung jawab yang terlalu besar itu membuat kakinya itu menginjak-injak orang dan dia harus menyadari hal itu.PG : Bekerja sama memang harus dua arah Pak Gunawan, kalau hanya searah itu tidak sehat. Nomor satu, kita memang tidak mendidik orang lain untuk bisa bertanggung jawab karena kita akhirnya mengrusi orang lain dan tanggung jawab orang lain.
Namun bahaya yang lebih besar adalah saya kira orang yang mengurusi pekerjaan orang dan masuk-masuk tanpa diundang, sering kali menginjak-injak orang dan ini akhirnya menjadi bumerang bagi dirinya. Sebab orang tidak bisa menghargai, orang justru marah, "Kamu kok seenaknya berbuat ini, itu, kepadaku." Meskipun kita bisa berkata: "Saya 'kan berniat baik, saya tidak bermaksud jahat, saya hanya ingin menolongmu." Tapi sekali lagi pertolongan yang tidak diundang, sering kali mengganggu orang. Maka tanggung jawab yang terlalu besar itu bukannya menolong, membangun dia, malah justru merusakkan reputasinya dan membuat dia makin tertolak oleh lingkungan.PG : Dan bukan saja terhambat, dia mungkin juga frustrasi dengan menumpuknya pekerjaan itu, dan mungkin sekali tingkat kesabarannya menurun drastis. Dan dia mudah marah, mudah mencela orang, muah merasa bahwa orang tidak bisa menghargai apa yang telah dikerjakan dan sebagainya.
PG : Saya akan bacakan dari
PG : Betul sekali, dia mengambil alih peran Tuhan, seolah-olah Tuhan tidak mampu atau tidak mau merepotkan Tuhan, jadi dialah yang harus mengerjakan semuanya. Dan karena dia tidak mengakui Tuha dalam aspek kehidupannya, dia susah sekali untuk mendengar masukan orang, karena dia anggap dia benar.
Dan dia lupa Tuhan itu menyampaikan masukan melalui bibir manusia sebagai salah satu caranya. Memang Tuhan bisa menyampaikan melalui firman-Nya, melalui suara-Nya di dalam hati kita, tapi salah satu cara yang sering kali Tuhan gunakan adalah memakai mulut teman-teman di sekitar kita untuk memberi masukan kepada kita. Jangan sampai orang ini berkata: "Saya hanya mau mendengar dari Tuhan yaitu apa yang firman Tuhan katakan di Alkitab, kalau tidak saya tidak mau dengarkan," ya susah juga, sebab di Alkitab juga tertulis Tuhan memakai para nabi, mulut-mulut manusia biasa untuk menegur orang. Jadi percayalah bahwa mungkin sekali Tuhan memakai teman-teman sejawat kita itu sebagai nabi-nabi-Nya untuk memberikan koreksi kepada kita, dengarlah. Jadi firman Tuhan benar-benar berkata, "Akuilah Dia dalam segala lakumu, termasuk pekerjaanmu." Artinya, akuilah bahwa Tuhan bisa memakai teman-teman kita juga untuk memberikan koreksi terhadap kita.PG : Yang kedua adalah orang ini harus mengingat bahwa kesempurnaannya mempunyai keterbatasan dan dia mesti hidup di dalam keterbatasannya bukan di luar keterbatasannya. Baik itu menyangkut dirnya atau orang lain, dia tidak sempurna itu intinya dan dia harus hidup di dalam ketidaksempurnaannya.
Jangan sampai dia itu tidak mau menerima keterbatasannya atau pun keterbatasan orang lain, harus lebih, harus lebih, harus lebih; tidak bisa, kita harus hidup di dalam keterbatasan. Apa yang bisa kita lakukan di dalam keterbatasan ini bukan kita berandai-andai, kalau saja saya tidak terbatas, kalau saja saya punya lebih, saya bisa ini lebih, kamu bisa ini lebih 'kan kita bisa ini, bisa ini. Berarti kita berandai-andai dari yang kosong; jangan, kita harus berandai dari yang realistik yang merupakan realitas, nah dari situlah kita kembangkan.PG : Tepat sekali, maka firman Tuhan berkata: "Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak." Nah, ini dia karena tidak menganggap diri itu mempunyai kekurangan jadi selalu benar, selalu biak, artinya tidak usahlah memberitahu saya apa-apa, saya pasti bisa, saya sudah tahu semuanya, nah akhirnya menjadi masalah.
Maka Tuhan berkata jangan menganggap dirimu sendiri bijak. Artinya apa? Ketahuilah bahwa banyak orang lain yang bijak, kita hanya salah satu dari sebagian orang yang bijak itu, dan Tuhan bisa memakai yang lainnya yang bijak itu untuk menggenapi pekerjaan-Nya.PG : Betul, kalaupun dia bijak tapi tidak berarti gara-gara dia bijak, akhirnya orang lain bodoh. Tidak, bisa jadi dia bijak dan banyak orang lain juga yang bijak, jadi berarti ya sudah saling endengarkan masukan masing-masing.
GS : Saya harapkan melalui perbincangan ini, kerja sama kita dan kerja sama para pendengar kita dengan rekan-rekan kerja yang lain bisa lebih baik. Terima kasih sekali Pak Paul. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tidak dapat Bekerja Sama." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat, alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
43. Tanda Awas Hidup Lajang | |
Sebagian dari kita akan hidup lajang, bukan karena pilihan melainkan karena keadaan. Jadi kita perlu mempersiapkan diri akan kemungkinan itu. Hidup lajang relatif bebas pertanggungjawaban, karena itu penting untuk hidup dekat dan takut akan Tuhan. Keuntungan hidup lajang adalah kemerdekaan, kerugiannya kesepian.
Sebagian dari kita akan hidup lajang, bukan karena pilihan melainkan karena keadaan. Dengan kata lain, kita perlu mempersiapkan diri akan kemungkinan itu. Kunci katanya adalah, menerima, bila itulah porsi yang Tuhan tetapkan untuk kita.
Kadang orang menganggap bahwa orang yang lajang adalah orang yang terlalu cerewet memilih pasangan. Sudah tentu akan ada orang yang seperti itu namun kenyataannya adalah, memang tidak mudah mendapatkan pasangan yang baik dan cocok.
Godaan terbesar bagi yang lajang adalah menyerah-baik itu menyerah pada tuntutan orang atau pada keinginan sendiri. Penting bagi yang lajang untuk meyakini satu prinsip: Lebih baik hidup lajang daripada menikah dengan yang tidak serasi.
Ada empat jenis relasi yang tersedia dan kita harus yang memilih yang tepat:
Pilihan pertama adalah kita bertemu dengan orang yang tidak baik dan kita pun tidak mengasihinya. Kedua, adalah kita tahu orang itu tidak baik namun kita mengasihinya. Ketiga adalah kita bertemu dengan orang yang baik tetapi kita tidak mengasihinya. Sudah tentu yang tepat adalah pilihan terakhir yaitu kita berjumpa dengan orang yang baik dan kita kasihi.
Hidup lajang mempunyai keuntungannya dan kerugiannya. Keuntungannya adalah kemerdekaan; kerugiannya adalah kesepian. Itu sebabnya penting bagi yang lajang untuk membangun jaringan sahabat yang dapat mengisi kebutuhan emosional.
Hidup lajang adalah kehidupan yang relatif bebas pertanggungjawaban. Itu sebabnya penting bagi yang lajang untuk hidup dekat dan takut akan Tuhan. Pencobaan lebih mudah datang pada orang yang bebas pertanggungjawaban.
Hati-hati dengan dorongan untuk mendapatkan perhatian. Hidup lajang yang sepi menggoda kita untuk mencari pemuasan dari luar namun dengan cara yang salah. Misalkan mencari perhatian lawan jenis secara berlebihan, atau menciptakan/membesarkan masalah.
Firman Tuhan: "Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran."
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tanda Awas Hidup Lajang". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Betul sekali yang Pak Gunawan tadi kemukakan, bahwa cukup banyak rekan-rekan, orang-orang yang kita kenal adalah orang-orang yang hidup lajang. Hal pertama yang mesti kita sadari adalah ahwa bagi sebagian mereka hidup lajang bukanlah pilihan, ya.
Jadi mereka tidak dengan sadar memilih untuk hidup lajang. Ada sebagian yang memang dengan penuh kesadaran memilih hidup lajang, namun cukup banyak di antara mereka hidup lajang karena keadaan, alias karena itulah kondisi kehidupan mereka yang mereka harus terima. Nah, jadi kata kunci di sini adalah menerima. Saya kira kita pernah bertemu dengan orang yang hidup lajang, bahagia, tapi kita pun juga pernah bertemu dengan orang yang hidup lajang, tidak bahagia. Meskipun saya tahu banyak faktor ya, yang membuat mengapa yang satu bahagia, yang satu kurang bahagia, tapi saya kira salah satu unsur terpenting adalah, yang berbahagia adalah orang yang bisa menerimanya. Nah sekali lagi saya tekankan unsur menerima, karena memang sebagian dari mereka tidak pernah memilih hidup lajang. Justru keinginannya adalah hidup menikah, namun karena kondisi tidak bertemu dengan yang cocok atau apa, akhirnya ya tidak menikah. Jadi sekali lagi kata kunci adalah menerima. Kalau kita akhirnya terpaksa hidup lajang meskipun kita tidak menginginkannya, kita mesti belajar menerima porsi yang Tuhan telah tetapkan bagi kita.PG : Point yang baik sekali, Ibu Wulan. Sudah tentu akan ada perbedaan antara orang yang memilih hidup lajang dan yang terpaksa hidup lajang, karena tidak pernah memilihnya. Bagi yang memilih udah tentu dia sudah memikirkan segala kemungkinan-kemungkinan, konsekwensinya, tapi bagi yang tidak pernah memilih akan mengalami kejutan-kejutan dan dituntut penyesuaian yang juga lebih berat, ya.
Kalau yang tadinya berdua dan harus hidup lajang, sudah tentu harus ada penyesuaian kembali. Hidup sendiri sekarang, setelah misalkan perceraian atau kehilangan pasangan hidupnya. Yang berikutnya adalah kalau memang orang itu tidak pernah sama sekali menikah, namun sungguh-sungguh menginginkan bisa menikah. Nah, buat yang ini lebih berat. Dalam pengertian hidup lajang memang sama sekali tidak pernah terpikirkan dan tidak pernah disambut dalam benaknya. Nah, ada sebagian orang yang akhirnya meskipun hidup lajang, tetap hidup dalam pengandaian, yaitu andai saja saya menikah atau hidup dalam antisipasi bahwa suatu hari kelak dan dalam benaknya suatu hari kelak itu tidak terlalu lama, ya, bahwa saya akan bertemu dengan seseorang dan menikah, sehingga semua hal dalam kehidupannya itu diatur sedemikian rupa seakan-akan dalam rangka menanti orang itu nanti menikah. Nah, saya kira jangan begitu, jangan sampai kita hidup lajang, namun tidak sungguh-sungguh hidup sebagai seorang lajang. Kita hidup dalam penantian, kita akan menikah. Jangan, saya kira hidupi kehidupan ini seperti seorang lajang, sebab itulah porsi yang Tuhan berikan kepada kita sekarang.PG : Ya, ayat itu sebetulnya menegaskan bahwa Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk sosial. Jadi ayat itu sebetulnya bukanlah ayat yang merujuk langsung pada pernikahan. Kenapa begitu? Sebab uhan sudah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari.
Tuhan sudah tahu bahwa akan ada banyak anak-anakNya yang tidak pernah memilih hidup lajang, namun terpaksa hidup lajang. Nah, apakah Tuhan akan mengurangi berkat bagi mereka? Saya kira tidak, jadi waktu Tuhan berkata, "Tidak baik manusia hidup seorang diri saja, Aku akan memberikan penolong yang sepadan baginya", Tuhan memang tidak secara langsung sedang membicarakan mengenai pernikahan. Lebih langsung tentang kodrat kita sebagai manusia sosial, kita membutuhkan satu sama lain. Kita tidak bisa hidup sendirian. Nah, sudah tentu bagi kebanyakan orang yang hendak menikah, inilah yang dirasakan olehnya, bukan saja tidak baik hidup sendiri, sangat-sangat buruk hidup sendiri. Tidak bisa menikmati kehidupan ini sendirian. Nah, tapi tetap saya kira kita harus menerima porsi itu apa adanya sekarang ini dan jangan hidup dalam pengandaian. Andaikata saya menikah nanti, nah saya akan siapkan semua ini sekarang supaya nanti kalau ketemu seseorang yang cocok untuk saya, nah hidup saya akan langsung bisa tinggal landas. Jangan, tinggal landaslah sekarang, jangan tunggu nanti setelah menikah.PG : Harus kita akui masyarakat pada umumnya mempunyai dua standar yang berbeda, terhadap pria lajang dan terhadap wanita lajang. Kalau pria lajang, misalkan ya omongan masyarakat yang kadang-kdang kita dengar adalah, "Pria itu terlalu cerewet, terlalu memilih-milih, ya akhirnya sampai usia segini belum juga mendapat pasangan hidup".
Tapi kalau perempuan yang tidak menikah, hidup lajang, nah ada lagi omongan yang sedikit tidak enak, yaitu "Perempuan itu tidak laku". Kalau laki-laki "cerewet", kalau wanita "tidak laku". Nah, tapi intinya adalah dua-duanya omongan atau komentar yang tidak positif, ya, seakan-akan kehidupan lajang itu sesuatu yang sangat buruk, merupakan aib dan haruslah dipermalukan atau dirasakan sebagai sesuatu yang memalukan. Dan seharusnyalah tidak begitu, saya kira ini bukan konsep Tuhan. Paulus hidup lajang, kita tidak pernah tahu apakah Paulus pernah mempunyai seorang istri atau tidak. Dan sebagian dari hamba-hamba Tuhan yang lain pun tidak pernah disebut mempunyai istri atau pasangan, namun kita tahu mereka sebagai hamba-hamba Tuhan yang Tuhan pakai secara luar biasa. Misalkan, pernahkah kita mendengar tentang suaminya Debora? Tidak pernah kita mendengar suaminya Debora, kita hanya mendengar tentang Debora, namun Tuhan memakainya. Apakah dia lajang, apakah dia menikah, kita tidak tahu. Intinya adalah ada sebagian hamba Tuhan yang Tuhan pakai secara luar biasa sebagai seseorang yang hidup lajang. Contoh yang lainnya, misalkan Yohanes Pembaptis. Tidak pernah kita ketahui apakah dia menikah, cuma memang dia meninggal pada usia muda, namun Tuhan pakai dia luar biasa. Jadi, sekali lagi jangan sampai kita termakan oleh omongan orang atau oleh tuntutan budaya yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan. Baik hidup lajang atau pun hidup menikah adalah hidup yang Tuhan karuniakan dan porsikan untuk kita. Terimalah dan hiduplah secara optimal, baik sebagai orang yang menikah atau sebagai orang yang lajang.PG : Betul sekali. Dalam masyarakat Barat, atau yang saya kenal misalkan masyarakat di Amerika, memang hidup lajang sebagai sesuatu yang sangat alamiah, sangat biasa dan tidak dilihat dengan ttapan negatif.
Tidak, seperti orang yang menikah, sama saja. Jadi saya kira sebaiknyalah kita juga membiasakan diri, terutama kepada orang yang tidak pernah memilih hidup lajang tapi terpaksa hidup lajang karena tidak bertemu dengan yang cocok atau memang tidak mendapatkan kesempatan itu sama sekali. Nah, mereka sudah cukup menderita, jangan sampai kita menambah derita mereka dengan celotehan yang tidak perlu dan malah memojokkan mereka. Justru sebaiknya kita memberikan rasa simpatik, dukungan kepadanya, jangan malah makin melecehkannya dengan omongan-omongan "tidak lakulah, terlalu cerewetlah, orang seperti itu siapa mau orang menikahinya" dan sebagainya. Jadi, sikap-sikap yang simpatiklah yang dibutuhkan oleh mereka yang lajang.PG : Akan ada, Pak Gunawan. Jadi betul sekali, meskipun keluarganya memberikan dukungan dan berkata, "Apapun kondisimu, tidak apa-apa, kami dukung, kami terima kamu apa adanya", tapi kadang-kaang memang tuntutan itu muncul dari dalam diri sendiri, bahwa saya memang ingin menikah, dia rindu menikah.
Akhirnya jalan pintaslah yang ditempuh, menyerah, kompromi, ya sudahlah menikah sajalah. Ada seseorang mendekatinya, tidak terlalu cocok, sudah disadari tidak terlalu cocok, tapi daripada hidup sendiri, ya menikahlah. Saya teringat akan komentar seorang psikiater pada waktu dulu saya bekerja di sebuah Rumah Sakit Jiwa, dia berkata begini, "Bagi sebagian orang, relasi yang buruk, lebih baik daripada tidak ada relasi sama sekali", alias lebih baik menikah dengan pasangan dan mempunyai pernikahan yang buruk daripada tidak menikah sama sekali. Nah, sebagian orang berprinsip seperti itu. Nah, pada kesempatan ini saya kira kita perlu mengkomunikasikan kepada para pendengar kita, jangan sampai kita menganut falsafah seperti itu. Justru yang kita ingin tegaskan adalah, daripada menikah dan akhirnya menderita dalam pernikahan yang buruk, lebih baik tidak menikah. Jangan sampai kita berkata, "Yang penting 'kan saya sudah menikah, nanti ya cerai, kalau cerai saya bisa berkata saya sudah pernah menikah, namun sekarang cerai, status saya sedikit naik, karena sudah pernah menikah setidak-tidaknya". Jangan, jangan, kalau kita pernah menikah, apalagi mempunyai anak dan akhirnya bercerai karena pernikahan kita buruk, status kita tidak naik malahan kita menyusahkan lebih banyak orang. Dalam hal ini sudah tentu menyusahkan anak-anak kita sendiri yang harus hidup tanpa salah satu orangtuanya sekarang. Jadi ingin saya tegaskan di sini, jangan menyerah. Lebih baik hidup lajang, sendiri, daripada hidup menikah dan mengalami masa-masa yang buruk.PG : Ada, Pak Gunawan dan ini yang perlu kita cermati. Ada empat jenis relasi, yang pertama adalah yang saya labelkan tidak baik dan tidak mengasihi, artinya begini, kita bertemu dengan seseorag, kita sadari orang ini tidak baik, tidak cocok untuk kita, karakternya/perangainya pun buruk dan kita tidak mengasihi dia.
Bereslah, kita tidak akan melanjutkan relasi itu. Namun ada kalanya ini yang terjadi, kita bertemu dengan seseorang, nah ini tipe kedua, kita bertemu dengan seseorang, kita tahu kita tidak cocok, orangnya pun perangainya tidak baik, tapi kita terlanjur mengasihi dia atau kita tahu dia tidak seiman dengan kita dan Tuhan melarang kita bersama dengan yang tidak seiman dengan kita. Nah, akhirnya kita jatuh cinta, kita mengasihi dia. Akhirnya ini menimbulkan masalah nanti di dalam pernikahan kita, karena kita tahu orang ini sebetulnya tidak cocok dengan kita. Tipe yang ketiga adalah ini, yang saya sebut baik dan tidak mengasihi. Kita bertemu dengan seseorang, orang ini baik sekali dan orang ini misalkan mengasihi kita, perangainya pun baik, tapi kita tidak mengasihinya. Nah, kadang-kadang ada orang yang kompromi dan berkata, "Ya, sudahlah, habis dengan siapa lagi, dia orangnya sudah cukup baik. Ya saya tidak mengasihi dia, tidak apa-apa". Nah, jangan, jangan ya, sebab apa jadinya pernikahan kita nanti? Kita memasuki pernikahan dengan orang yang baik tapi tidak kita kasihi. Saya perlu menegaskan ini, karena saya tahu sebagian orang terjebak di sini. Sebagian orang berkata, "Dia baik kepada saya, dia sangat mengasihi saya, dia sudah menunggui saya, tapi saya tidak mengasihi dia sama sekali. Tidak ada perasaan apa-apa kepadanya", tapi akhirnya menikah juga, keliru! Keliru, sebab nanti dia harus bersandiwara terus-menerus dalam pernikahan. Dan celakanya si pasangan juga mengetahui bahwa kita tidak mengasihinya, dan dia pun harus hidup dalam ilusi bahwa kita seakan-akan mengasihinya. Suatu hari kelak, pernikahan ini bisa goncang. Yang ideal adalah yang keempat dan ini haruslah menjadi standar kita yaitu, kita bertemu dengan orang yang baik, perangai yang baik, cocok dengan kita dan kita mengasihinya dan dia mengasihi kita. Jadi inilah dasar pernikahan yang perlu kita perhatikan.PG : Pada generasi yang lampau, memang orang menikah dengan pengaturan orangtuanya, sehingga memang tidak berkesempatan untuk mengenal apalagi mengasihi pasangannya dan akhirnya bisa langgeng.Sampai tua, sampai meninggal dunia, tetap menikah bersama-sama.
Tapi itu dulu, dimana memang pilihan itu sangat sedikit. Dalam pengertian, alam demokrasi tidak seperti sekarang ini, kita memang sangat terbatas dalam memilih, sehingga ya harus kita ikuti dan taati, tidak lagi kita memikirkan pilihan yang lainnya. Tapi sekarang berbeda, kita memiliki pilihan-pilihan. Kita tahu apa yang kita mau. Mungkin dulu orang tidak memikirkan apa kriterianya, apa selera yang dia inginkan, tidak. Sekarang orang memikirkan hal itu, sehingga nanti setelah menikah dan dia tidak mengasihi, tetap dia akan membandingkan pasangannya itu dengan orang yang memang sungguh-sungguh dia kasihi. Nah, waktu dia temukan bahwa pasangannya tidak seperti orang yang dia dambakan, itu akhirnya akan menimbulkan kekecewaan. Jadi kalau ada kasus seperti itu sebaiknya kita bertanya kepada yang bersangkutan, "Kamu siap menerima pasanganmu sampai selama-lamanya dan tanpa mengeluh atau menuntutnya untuk menjadi seperti yang kaudambakan itu?" Kalau dia berkata, "Saya siap dan saya tidak akan menuntut apa pun darinya, saya akan terima dia apa adanya sampai nanti kematian memisahkan kita", ya terserah kalau dia mau ikut itu. Tapi kalau dia berkata, "Saya rasa saya tidak sanggup, saya akan memikirkan tipe pria atau wanita yang saya dambakan itu dan saya akan membandingkan pasangan saya dengan orang yang seperti itu", nah kita akan berkata, "Berarti engkau tidak siap".PG : Seakan-akan ada tugas yang belum selesai. (WL : Ya, betul) Betul sekali, banyak orangtua berpikiran seperti itu. Nah, saya kira inilah waktunya kita mencoba mengoreksi pemikiran yang keliu ini.
Tugas apa yang belum selesai? Tugas mengawinkan anak, ya memang itu betul, tapi apakah itu tugas yang Tuhan embankan kepada orangtua? Jadi selalu kita kembali kepada Tuhan, apakah Alkitab mengatakan hal seperti itu. Tidak, Tuhan tidak pernah mengembankan tugas kepada orangtua, "Nikahkanlah anak-anakmu sampai semuanya menikah". Tidak pernah, besarkanlah anak-anakmu, didiklah anak-anakmu di dalam takut akan Tuhan, itu Tuhan tugaskan. Tapi kalau menikahkan anak, ya memang tidak pernah Tuhan tugaskan kepada kita.PG : Yang paling jelas adalah memberikan kemerdekaan. Hidup lajang menyediakan kepada kita kebebasan, kita tidak ada tanggungjawab kepada siapa pun, tidak harus pulang dan menyiapkan makanan, tdak harus pulang dan menyiapkan apa-apa di rumah, tidak perlu.
Kita mau pergi, kita tinggal pergi, kita ada urusan pergi ya kita tinggal langsung lakukan. Namun, Pak Gunawan, kita harus juga menyadari ada hal-hal yang cukup mengganggu, ya kerugiannya. Salah satunya adalah kesepian, jadi orang-orang yang lajang perlu pintar-pintar membangun relasi dengan teman-teman sejawat, teman-teman yang bisa saling menegur, menyapa, pergi bersama, saling mencurahkan hati dan sebagainya. Nah, itu yang pertama. Yang kedua adalah, ini bisa menjadi kerugian, sebagian kita yang lajang karena tidak menikah, akhirnya hidup terlalu bebas. Jadi kita harus berjaga-jaga, bagi siapa yang lajang, harus berjaga-jaga. Kenapa? Sebab hidup hampa pertanggungjawaban, hidup yang rentan terhadap dosa, karena tidak ada yang mengawasi. Kita pergi, kita pulang, kita tidak harus melapor dan bertanggungjawab kepada siapa pun. Nah, karena itu mesti dekat dan takut akan Tuhan. Kita tahu bahwa kita bertanggungjawab kepada Tuhan. Manusia tidak melihat, Tuhan melihat. Kita bisa memperdaya orang-orang di sekitar kita, tapi kita tidak bisa memperdaya Tuhan. Jadi itulah yang saya tekankan di sini, tanda awasnya. Meskipun tidak ada pertanggungjawaban kepada pasangan atau anak atau siapa, kita bertanggungjawab kepada Tuhan.PG : Ya, ya, baru saya tahu itu. Menarik ya, jadi berarti memang kalau pria tidak menikah, itu merupakan sesuatu yang cukup berat ya. Membuat dia kehilangan keseimbangan hidup. Saya memang menakui, kalau tidak ada istri saya, bingung saya, sedangkan istri saya kalau saya pergi beberapa hari, bahkan tiga minggu pun bisa mengatur hidupnya dengan sangat baik.
Jadi rupanya riset itu betul.PG : Ya, sudah tentu dia sudah harus mulai memikirkan, ya; kalau nanti sudah tua saya tinggal di mana? Dengan siapa, siapa yang dekat dengan saya. Misalkan dia mempunyai kakak atau adik atau sudara atau teman baik, sebaiknyalah tinggal tidak terlalu berjauhan, sehingga kalau ada apa-apa, perlu apa, bisa saling menolong.
Namun ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan, Pak Gunawan, selain dari hal tua itu, yakni sebagian orang yang lajang itu haus perhatian, Pak Gunawan. Begitu haus perhatiannya, sehingga kadang-kadang mencari-cari perhatian dengan berlebihan. Nah, ini harus dijaga, jangan sampai begitu. Atau karena haus perhatian, haus dinamika, hidup itu seolah-olah terasa datar tidak ada apa-apa, membosankan, jadi senang cari gara-gara. Masalah kecil dibuat masalah besar, sehingga hiruk-pikuk hidup ini, ramai. Dengan ramai, dia merasa lebih menariklah hidup ini. Misalkan, yang menjadi pengajar, selalu mengeksploitasi murid-murid, menjadikan murid-murid itu objek 'penyiksaannya'. Nah, itu 'kan kasihan si murid. Orang-orang yang lajang harus berani introspeksi dan mengoreksi diri ya, kalau itu kebutuhannya akan perhatian dan akhirnya mengorbankan orang demi dia, supaya menjadi lebih ramai hidupnya, hati-hati. Karena kita mungkin ada waktu, cukup waktu untuk memperhatikan orang, akhirnya berlebih-lebihan juga, mencampuri urusan orang. Orang akhirnya tidak menerima uluran tangan kita, yang tidak disambutnya, jadi berhati-hati, berjaga-jagalah jangan sampai haus akan perhatian menjerumuskan kita ke dalam masalah-masalah yang lebih besar.PG : Saya ingin bagikan
GS : Ya, baik terima kasih Pak Paul, juga Ibu Wulan terima kasih. Para pendengar sekalian yang kami kasihi, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt.Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tanda Awas Hidup Lajang". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK, Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
44. Kesepian | |
Kesepian berbeda dengan menyendiri, kesepian adalah suatu perasaan yang mempunyai obyek yang spesifik, yaitu orang yang dapat mendampingi kita. Mengobati kesepian bukan dengan keramaian, tapi dengan keintiman. Perlu keterbukaan, rasa percaya dan rasa aman. Maukah kita mengambil resiko untuk memulai relasi dan meningkatkannya sampai tahap intim?
Ciri-Ciri Kesepian
Kesepian berbeda dengan menyendiri. Kesepian merupakan reaksi terhadap kesendirian di luar kehendak pribadi sedangkan menyendiri merupakan pilihan pribadi untuk sendirian.
Kesepian adalah sebuah perasaan bukan sebuah situasi atau kondisi. Jadi, kita dapat merasa kesepian di tengah orang banyak atau di suasana hiruk pikuk.
Kesepian mempunyai obyeknya yang spesifik yakni orang yang dapat mendampingi kita dan biasanya obyek ini adalah orang yang kita rindukan kehadirannya.
Mengobati Kesepian
Obat kesepian bukanlah keramaian melainkan keintiman. Sebagai makhluk sosial kita merindukan relasi yang intim dengan sesama dan kesepian adalah reaksi terhadap tidak adanya keintiman dalam hidup kita.
Untuk dapat menjalin relasi yang intim, kita mesti mengundang orang masuk menempati ruang hati kita dan sebaliknya, kita pun mesti masuk ke dalam ruang hidup orang itu.
Agar kita dapat mengundang orang masuk dan menerima undangan untuk masuk ke dalam kehidupan orang, kita mesti memiliki rasa percaya padanya bahwa kita aman dekatnya.
Rasa aman tidak dapat muncul seketika karena harus melalui ujian waktu dan peristiwa. Jika orang tersebut membuktikan diri layak dipercaya (begitupun dengan kita), maka barulah dapat kita merasa aman dekatnya.
Namun pada akhirnya tanggung jawab ada pundak sendiri: Maukah kita mengambil risiko untuk memulai relasi dan meningkatkannya sampai tahap intim?
Firman Tuhan: "Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara".
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengobati Kesepian". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Rasanya memang seperti penyakit, Pak Gunawan. Jadi waktu kita mengalami kesepian, itu menusuk hati. Salah satu perasaan yang benar-benar sangat menyiksa adalah kesepian. Kesedihan menyiksatidak? Menyiksa.
Ketakutan menyiksa tidak? Menyiksa, tapi bagi sebagian orang kesepian itu luar biasa menyiksanya, benar-benar seperti rayap yang menggerogoti kayu-kayu dalam rumah kita tiba-tiba bisa hancur, runtuh. Jadi memang saya menggunakan istilah mengobati, karena rasanya memang seperti suatu penyakit yang sangat parah.PG : Saya tidak bisa menjawab pasti apakah orang yang minder akan cenderung lebih sepi daripada orang yang tidak minder. Mungkin saja memang ada perbedaan, mungkin saja orang yang sehat itu tidk merasa sepi, namun saya juga tidak menutup kemungkinan ada kalanya meskipun kita orang yang relatif sehat tapi situasi tertentu terjadi dalam hidup kita, kita misalkan harus berpisah dengan lingkungan kita, dengan orang-orang yang kita biasanya dekat dan sayangi, nah itu tetap akan menggoncang meskipun kita puas dengan hidup kita, mempunyai relasi dengan Tuhan yang akrab, tapi kondisi tertentu bisa benar-benar cukup menggoncangkan kita dalam kesepian itu.
PG : Ada perbedaan antara yang namanya menyendiri dan kesepian. Kita ini kadang-kadang memang butuh menyendiri, kita terlalu lelah berhubungan dengan manusia terus-menerus, kita ingin menyendii, menyendiri dalam pengertian kita mengumpulkan kembali kekuatan yang telah terkuras habis itu.
Nah, ini sesuatu yang positif dan kita biasanya senang bisa menyendiri seperti itu, bisa mengumpulkan kembali kekuatan kita yang telah terkuras habis. Kesepian bukan seperti itu, Pak Gunawan. Kenapa? Sebab kesepian itu merupakan reaksi terhadap kesendirian di luar kehendak pribadi. Kita tidak menginginkannya, namun mengalaminya. Kalau menyendiri itu 'kan atas dasar pilihan pribadi, kita memang merencanakan untuk menyendiri. Kalau kesepian tidak, jadi reaksi, perasaan yang keluar terhadap fakta bahwa kita ini sendiri dan kita tidak menginginkan untuk sendiri di saat ini. Nah kira-kira itulah bedanya, Pak Gunawan.PG : Betul. Untuk kasus yang ini, ya itu sama dengan kesepian. Waktu dia menarik diri karena dia merasa tertolak, tidak diinginkan oleh lingkungannya, dia akan kesepian. Jadi beda dengan menyeniri, kalau menarik diri karena merasa tertolak, biasanya disertai dengan rasa kesepian itu.
PG : Ini pertanyaan yang bagus, ya Pak Gunawan. Nah, ini membuktikan bahwa kesepian itu bisa terjadi di tengah orang banyak atau di suasana hiruk-pikuk, sebab kesepian adalah sebuah perasaan, bkan sebuah situasi atau kondisi.
Sebuah perasaan, maka waktu orang-orang itu yang mengalami kesepian diajak ke mana, ke sana, ke sini, ke tengah-tengah keramaian, tetap kesepian. Dia akan murung, dia tidak akan cerah, tidak bisa menikmati keramaian itu. Justru rasanya tidak betah, ingin tergesa-gesa pulang kembali ke rumah dan diam kembali di rumah, di dalam keheningan. Nah, kita yang di luar tidak mengerti dan berkata "hening itu 'kan sepi", oh tidak, memang beda. Hening dengan hiruk-pikuk itu benar-benar tidak relevan dalam hal kesepian itu, sebab sungguh-sungguh kesepian adalah sebuah reaksi, sebuah perasaan yang keluar terhadap kesendirian yang tidak kita kehendaki.PG : Saya kira akan berbeda ya, Ibu Wulan. Di tengah-tengah masyarakat yang lebih bersifat komunal seperti di tempat di mana kita tinggal ini, orang memang lebih susah untuk kesepian, karena hbungan dengan orang cukup banyak dan cukup akrab.
Ada apa-apa tetangga datang ke rumah kita, kita pun bebas datang ke rumah tetangga, sedangkan di negara-negara tertentu kita harus menelepon terlebih dahulu, menanyakan apakah ini waktu yang tepat untuk berkunjung dan kalau datang pun ada urusan tertentu. Tidak ada yang namanya ngobrol-ngobrol, tidak ada. Jadi, saya kira peluangnya mereka kesepian sangat besar dibandingkan dengan kita di sini.PG : Nah, ada yang harus kita perhatikan. Yang pertama adalah ini, obat kesepian bukanlah keramaian, melainkan keintiman. Sebagai makhluk sosial kita merindukan relasi yang intim dengan sesama an kesepian adalah reaksi terhadap tidak adanya keintiman dalam hidup kita itu.
Jadi kita akan bisa kesepian meskipun kita pagi bekerja, pulang sore dan dari pagi sampai sore kita bertemu dengan rekan-rekan kerja atau kita Minggu ke gereja, bertemu dengan teman-teman, tapi kita pulang dalam kesepian. Di gereja pun kita juga kesepian. Mengapa sampai bisa begitu? Sebab tidak ada teman akrab, tidak ada sahabat yang akrab dan intim dengan kita. Dengan kata lain, antidotnya kesepian adalah keintiman. Seseorang yang memang bisa menjadi belahan hidup kita, bisa kita jadikan tempat menumpahkan isi hati kita, kita bisa juga menjadi tempat baginya untuk menumpahkan isi hatinya kepada kita.PG : Betul sekali. Nah saya kira film "Cast Away" yang Ibu Wulan sudah singgung itu melukiskan betapa butuhnya kita akan seseorang yang akrab dengan kita. Dalam film itu kita bisa melihat Tom Hnk mengajak bola itu berbicara sebagai seorang teman, teman dekat, bukan hanya teman sapa, tapi teman dekat.
Dia bisa ajak tertawa, bergurau, tempat marah, tempat curahan isi hati. Nah, itulah yang kita butuhkan, yaitu seseorang yang intim dengan kita. Tapi untuk bisa menjalin relasi yang intim kita harus berani mengundang orang masuk untuk menempati ruang hati kita dan sebaliknya kita pun mesti masuk ke dalam ruang hidup orang itu. Jadi kalau hanya sepihak, misalkan kita menjadi tempat tumpahan isi hati orang, berarti kita membuka pintu orang bisa masuk mendengarkan cerita-cerita mereka. Kita ijinkan orang masuk, tapi kita sendiri tidak terlibat dalam kehidupan orang, kita sendiri tidak dekat dengan mereka, jadi searahlah relasi ini. Itu pun tidak menciptakan relasi yang intim, bukan, relasi intim benar-benar dua arah. Dua orang saling berbagi, dua orang saling berani membuka diri dan memasuki diri masing-masing sebagai sahabat. Nah, dalam kondisi seperti inilah saya kira kesempatan atau kemungkinan kita kesepian itu hampir tidak ada.PG : Itu yang memang sering terjadi, Pak Gunawan. Dalam kesepian kita begitu tersiksa dan kadang-kadang kita kehilangan kejernihan berpikir dan bukannya kita mengijinkan orang datang, tapi kitajustru mendorong orang untuk menjauh dari kita.
Itu sebabnya saya teringat sekali dengan nasihatnya Pdt. Jack Hayford sewaktu dia bertemu dan mengunjungi seorang istri dari mantan rektor di sebuah Perguruan Tinggi di Amerika. Nama ibu itu adalah Ibu Vivian Felix, dia terkena kanker, dia seorang anak Tuhan yang saleh, mencintai Tuhan. Pada usia yang relatif belum terlalu tua dia terdiagnosis dengan kanker. Sudah tentu itu sangat mengejutkan dia. Dalam keadaan kaget dia dikunjungi oleh Pdt. Jack Hayford dan saya ingat nasihatnya Pdt. Jack Hayford kepada Ibu Vivian Felix. Dia bilang, "Inilah saatnya, ijinkanlah orang untuk memanggul engkau, untuk memikul engkau, untuk memberikan dukungan dan ijinkanlah mereka mengasihimu". Rupanya itu kadang-kadang sulit kita lakukan. Waktu kita dalam penderitaan tertentu, kita sedang kesepian, kita malah menambahkan lapisan pintu hati kita, malah membuat orang menjauh dari kita. Nah, itu tindakan yang keliru. Ikutilah nasihat yang baik itu dari Pdt. Hayford. Ijinkanlah orang memanggul kita, mendukung kita dan mengasihi kita, jangan justru menutup pintu terhadap mereka.PG : Karena itu adalah bagian dari kodrat kita sebagai manusia sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Jadi buat kita terlibat dengan orang, membina relasi yang akrab dengan orang, itu sesuatu yang mmang Tuhan kehendaki.
Jadi citra Allah sebagai Pencipta kita yang Tuhan titipkan, tanamkan pada kita pada waktu Tuhan menciptakan kita, salah satunya adalah itu, bahwa Allah adalah Allah yang terlibat dalam kehidupan. Karena itu Allah terlibat dalam kehidupan manusia. Itu sebabnya Allah tatkala melihat kita berdosa, Allah ingin berbuat sesuatu, mengangkat kita dari dosa dan dalam rencanaNya Ialah yang harus turun menjadi manusia, mati bagi dosa kita. Jadi Allah adalah Allah yang ingin mempunyai relasi dengan manusia. Nah kodrat Allah itulah yang juga kita warisi karena kita diciptakan sesuai dengan peta dan teladan Allah. Seyogyanyalah kita sebagai manusia untuk bisa menjadi manusia seperti yang Tuhan kehendaki, ya kita terlibat dalam relasi dengan orang, relasi yang dekat dan bermakna.PG : Itu sebabnya untuk menjalin keintiman diperlukan sekurang-kurangnya dua prasyarat atau dua unsur, rasa percaya dan dimengerti. Kalau orang datang malah menyalahkan kita atau kita menumpahkn isi hati kita malah dihakimi, ya kita tidak akan merasa dimengerti dan kita sulit untuk dekat atau intim dengan orang yang tidak mengerti kita.
Jadi itu syarat yang memang kita lihat harus terpenuhi. Kedua adalah kita memang harus mempercayai orang tersebut. Keintiman tidak dibuat atau didirikan di atas ketidakpercayaan, tidak mungkin. Harus didirikan di atas kepercayaan bahwa dia akan menjaga rahasia kita, bahwa dia akan tetap menghormati kita meskipun kita berbagi cerita yang mungkin tidak begitu positif tentang diri kita, bahwa dia tetap akan mengasihi kita, bahwa dia tetap akan baik kepada kita. Nah, rasa percaya atas unsur-unsur tadi itu harus ada barulah keintiman tercipta. Jadi sekali lagi saya tekankan untuk menjalin relasi yang intim diperlukan dua syarat itu, dimengerti dan kita bisa mempercayai orang.PG : Betul dan kita memang tidak sembarangan ya. Biasanya orang-orang yang sepi lebih peka dalam hal mempercayai. Bisa atau tidak percaya? Karena seringkali kita dalam kesepian malah cenderungmenambah lapisan pintu-pintu supaya orang tidak bisa masuk ke dalam hidup kita.
Kita cenderung menaikkan standar, wah saya tidak bisa percaya dia, oh dia tidak bisa mengerti kita, jadi kita harus hati-hati juga jangan terlalu cepat menaikkan standar kita.PG : Berulang dalam pengertian kalau memang obat itu, resep itu tidak pernah dia dapatkan, dia tidak pernah berhasil menjalin relasi yang akrab dengan orang, saya kira ya akan terus-menerus terlang.
Ya, sekali lagi, sekali lagi dan akhirnya kalau rasa kesepian itu terlalu sering menimpanya, tidak lagi terjadi secara berkala tapi konstan. Dia menjadi orang yang kesepian terus-menerus, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, selama bertahun-tahun sampai mungkin akhir hayatnya. Jadi memang perlu ada usaha untuk menjalin relasi itu. Nah, saya juga ingin memunculkan satu hal lain lagi yaitu untuk kita bisa merasa percaya, sudah tentu perlu rasa aman. Rasa aman bahwa saya bersama seseorang yang bisa saya andalkan, bahwa dia akan bersama saya, mengerti saya dan sebagainya. Rasa aman inilah yang kadang-kadang tidak ada pada diri kita kalau misalkan kita pernah mengalami kekecewaan atau peristiwa-peristiwa yang buruk dan peristiwa-peristiwa itu akhirnya membekas, membuat kita sangat berhati-hati pada orang. Nah, sudah tentu berhati-hati itu baik, jangan sembarangan percaya pada orang, tapi kalau terlalu berlebihan akhirnya memutuskan tali relasi dengan sesama. Akhirnya kita akan berkata, "Lebih aman sendiri, lebih aman tidak dekat dengan orang, lebih aman tidak percaya pada orang". Betul, tapi resikonya, harga yang harus kita bayar sangat besar, yaitu kita akan makin kesepian. Jadi memang kita perlu membangun rasa aman itu dan rasa aman diuji melalui waktu dan peristiwa-peristiwa. Jika orang lain membuktikan dirinya layak dipercaya, maka barulah kita dapat merasa aman di dekatnya dan kita pun demikian juga kepadanya melalui proses waktu kita membuktikan diri layak dipercaya oleh orang tersebut.PG : Sudah tentu boleh saja dan memang untuk hari tua adanya anak angkat akan lebih menenteramkan hati kita, sebab anak angkat itu akan tetap menganggap kita sebagai orangtuanya. Sudah tentu ha itu akan menolong, namun ada juga perbedaannya antara orang yang setara dengan kita dan anak.
Kita tidak bisa membagi perasaan kita dengan anak, terutama pada masa dia masih kecil, tapi bila kita memiliki teman yang sebaya dan bisa menjadi tempat kita berbagi rasa, nah itu akan lebih mengisi kesepian kita. Sebab faktanya bukankah ada orangtua yang di rumahnya banyak anak tetap merasa kesepian? Sekali lagi yang diperlukan adalah keintiman itu, seseorang yang bisa dekat dengannya. Dan kalau sampai kita mengadopsi anak karena kita kesepian, meskipun itu bukanlah hal yang salah, bukan, itu bisa menjadi hal yang baik namun kita harus berhati-hati karena adakalanya kita menggantungkan seluruh hidup kita pada anak angkat kita. Kita menuntutnya terlalu berlebihan, sehingga pada masa remaja seharusnya anak itu boleh keluar, boleh pergi, tapi tidak kita ijinkan. Nah ini bisa terjadi juga bukan saja pada anak angkat, tapi pada anak kandung, ya misalkan ada orangtua tidak mempunyai pasangannya lagi, ditinggalkan atau diceraikan, dia harus sendiri dengan anaknya, dia kesepian sekali. Nah, akhirnya terlalu protektif pada si anak, karena tidak ada lagi hiburan, tidak ada lagi yang bisa mengisi hidupnya selain si anak ini. Akibatnya kita membunuh masa depan si anak. Pada usia remaja seharusnya si anak keluar bebas bergaul dengan teman-temannya, tapi dia harus menemani orangtuanya di rumah dan dia kehilangan kehidupan sosialnya. Nah orangtua yang kesepian juga harus berhati-hati jangan memanfaatkan atau mengeksploitasi anak untuk mengobati kesepiannya itu.PG : Kita bisa bertanya, "Apakah engkau berkeberatan jikalau aku datang ke rumahmu?" Jadi kita memang harus bertanya, karena tidak semua, tadi kita sudah singgung, tidak semua orang yang keseian sebetulnya mengijinkan orang masuk ke dalam kehidupannya.
Jadi kita mesti "kulo nuwun" dulu, meminta ijin, apakah memang dia tidak berkeberatan kita memasuki kehidupannya. Atau kalau dia berkeberatan kita mengunjunginya kita bertanya, "Apa boleh nanti saya menghubungimu per telepon saja?" Apakah dia berkeberatan? Nah, itulah beberapa hal yang bisa kita langsung lakukan secara konkret, namun sekali lagi saya tekankan, kita mesti bertanya seberapa jauhkah kita boleh masuk ke dalam kehidupannya, karena tidak semua orang yang kesepian membuka pintu menyambut uluran tangan orang lain. Justru di sini saya kira letak kesalahan, justru di dalam kesedihan dia harus membuka diri, karena kalau tidak ya sama seperti orang sakit. Dia tahu dia sakit dan dia tahu perlu obat tertentu, tapi tetap menolaknya, ya berarti tidak akan sembuh-sembuh.PG : Bisa juga, betul jadi kita ajak dia ke tempat yang lebih ramai, misalkan ke persekutuan di gereja dan biarkanlah teman-teman yang lain juga menyapanya dan kemudian nanti mungkin sekali-sekli meneleponnya.
Biarlah teman-teman itu secara alamiah mulai menghubunginya dan dari situ mudah-mudahan dia makin merasa disambut dengan baik. Nah, "saya juga harus membuka dirilah supaya orang-orang itu bisa masuk ke dalam kehidupan saya". Ya saya kira itu langkah yang baik. Atau kita bisa berkata pada orang yang kesepian itu dan tidak mau membuka diri, sekarang kita katakan, "Saya melihat engkau dalam keadaan yang susah, saya tidak tahu apa masalahmu, tapi silakan menghubungi saya kalau mau omong-omong, saya mau sekali membantumu. Atau kalau engkau perlu untuk pergi atau apa perlu bantuan, saya bersedia menemanimu". Cara yang lain lagi, kita bisa berkata, "Saya melihat engkau dalam kesusahan, tidak tahu apakah kamu mau bicara tentang masalahmu atau tidak, tapi saya akan mendoakan kamu". Jadi ucapan-ucapan seperti itu bisa menyejukkan hati orang yang sedang kesepian.PG : Biasanya ya, Pak Gunawan. Itu point yang baik. Pada masa orang kesepian, memang dia kehilangan keyakinan diri bahwa dia bisa efektif dalam hidup ini, bahwa dia bisa melakukan hal-hal yag tadinya bisa dia lakukan dengan baik.
Dia kehilangan kepercayaan diri itu, sebab memang tiba-tiba dia merasa kehilangan semua. Dalam keadaan kesepian memang seseorang merasa dia kehilangan semua, termasuk kepercayaan diri. Dan salah satunya yang sering dialami oleh orang adalah Tuhan. Orang itu beranggapan Tuhan pun telah meninggalkan saya, tidak lagi menghiraukan saya. Jadi benar-benar kehilangan semua. Nah, jangan sampai kita makin membuat diri kita terpuruk. Maka pesan akhir saya yang ingin saya sampaikan, tanggungjawab ada di pundak sendiri. Pertanyaan yang harus kita tanyakan adalah "maukah saya mengambil resiko untuk memulai relasi dan meningkatkannya sampai pada tahap keakraban atau keintiman?" Akhirnya terpulang pada kita lagi. Maukah kita? Kalau kita tidak mau, ya memang tidak akan ada perubahan. Kalau kita berharap semuanya berubah dengan sendirinya, tidak bisa, kita juga harus melangkah. Jadi tanggungjawab itu ada pada pundak sendiri.PG : Firman Tuhan di
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Ibu Wulan, terima kasih. Saya percaya perbincangan ini menjadi berkat bagi banyak orang baik yang saat ini sedang mengalami kesepian atau pun kalau kita melihat ada sahabat kita yang sedang kesepian. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengobati Kesepian". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK, Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
45. Letih Mental | |
Setiap orang dapat mengalami letih mental, terutama mereka yang berhubungan dengan manusia terus-menerus. Letih mental tidak sama dengan kejenuhan, letih mental bersifat menyeluruh sedangkan kejenuhan bersifat spesifik, terpusat pada satu bidang saja.
Setiap orang dapat mengalami letih mental, terutama kita yang berhubungan dengan manusia terus-menerus. Letih mental berbeda dengan kejenuhan dalam pengertian letih mental bersifat menyeluruh sedangkan kejenuhan bersifat spesifik yakni terpusat pada satu bidang saja.
Ciri-Ciri Letih Mental
Tidak mempunyai energi untuk kreativitas.
Tidak mempunyai rentang emosi yang responsif-datar dan tanpa perasaan.
Ingin menyendiri dan menghindar dari orang karena adanya ketakutan bahwa kontak dengan orang akan membuahkan beban tambahan yang tidak sanggup dipikul.
Secara fisik, merasa letih dan kehilangan semangat untuk melakukan hal-hal yang biasanya senang untuk dilakukan.
Merasa jauh dari Tuhan, seakan-akan Tuhan tidak lagi mempedulikan kita.
Penyebab Letih Mental
Keletihan fisik dapat mengakibatkan keletihan mental.
Kurangnya penghargaan akan apa yang kita lakukan-orang hanya meminta dan meminta.
Ketidakadilan-kita membandingkan diri dengan orang lain dan melihat mereka menerima lebih meski memberi sedikit.
Hilangnya keseimbangan hidup-jarang melakukan hal-hal yang menggembirakan hati.
Besarnya tuntutan yang diembankan pada kita membuat kita kewalahan dan terlalu sibuk.
Berada di tempat yang tidak kita sukai karena tidak sesuai pilihan, misalnya melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan karunia atau suasana rumah yang tidak menyenangkan.
Merasakan kesendirian-tidak ada yang sungguh mengerti dan membagi beban hidup.
Apa pun yang kita lakukan, tidak membuahkan hasil seperti yang kita harapkan.
Hilangnya perspektif akan makna hidup kita.
Firman Tuhan dari
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Letih Mental". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Keletihan mental itu seperti istilahnya sendiri mengatakan keletihan tapi bukannya pada tubuh kita tapi pada jiwa kita. Dengan kata lain secara menyeluruh kita merasakan keletihan sehinggaakhirnya apa-apa yang biasanya kita lakukan atau harus kita lakukan sekarang tidak bisa lagi kita lakukan.
Jadi ini suatu keletihan yang lebih bersifat psikologis.PG : Saya kira semua orang bisa, tapi ada kelompok masyarakat tertentu yang lebih rawan terhadap keletihan mental. Nah siapakah mereka itu? Mereka adalah orang-orang yang bekerja dengan manusi, melayani manusia, mereka adalah orang-orang yang misalkan bekerja sebagai seorang rohaniwan, sebagai pekerja sosial, sebagai seorang konselor dan sebagainya.
Mereka adalah orang-orang yang terus-menerus dituntut untuk mengerti manusia dan melayani manusia. Ternyata orang-orang yang memiliki profesi seperti ini lebih rentan terhadap keletihan mental.PG : Salah satunya itu, tapi nanti kita akan melihat bahwa keletihan mental bukan hanya ditimbulkan oleh satu faktor tapi bisa ditimbulkan oleh pelbagai faktor dan sebelumnya kita juga harus mebedakan keletihan mental dengan kejenuhan, ya Pak Gunawan.
Sebab kejenuhan itu sering kali diterjemahkan dari kata bahasa Inggris, "burn out", sebetulnya bukan hanya itu. Kejenuhan misalnya kita jenuh melakukan sesuatu yang kita terbiasa melakukannya, itu bukan letih mental, sebab ada orang yang jenuh melakukan pekerjaannya, tapi di luar pekerjaannya dia biasa-biasa saja sangat bahagia, sangat bisa berfungsi dengan baik hanya dalam pekerjaannya dia merasa jenuh melakukan hal yang sama setiap hari. Kalau letih mental tidak seperti itu, baik di tempat pekerjaan, baik di rumah, baik dalam kehidupan pribadinya benar-benar seperti lilin yang habis dan tidak ada lagi api di situ.PG : Saya kira kalau memang terdeteksi oleh jemaat, sudah tentu jemaat akan bertanya-tanya apa yang terjadi, tapi biasanya jawaban kedua, "Mengapa hamba Tuhan bisa seperti itu, hamba Tuhan tida sekuat yang kami harapkan, bukankah dia hidup lebih dekat dengan Tuhan dan tidak mengalami semua ini?" Jadi bisa sekali timbul reaksi buruk, reaksi negatif kalau kita sebagai hamba Tuhan dilihat oleh jemaat kita memiliki keletihan mental seperti ini.
Dan itulah sebetulnya yang menjadi ketakutan para rohaniwan juga. Itu sebabnya rohaniwan akhirnya berupaya untuk tampil prima di depan jemaatnya. Jangan sampai nanti jemaat melihat bahwa saya letih mental, tidak bersemangat dan sebagainya akhirnya itu sendiri menjadi jebakan yang makin memperparah kondisinya.PG : Seolah-olah menjadi seperti topeng yang harus dia kenakan setiap kali dia tampil di depan jemaatnya.
PG : Yang pertama adalah kalau kita letih mental kita tidak mempunyai energi untuk kreatifitas. Jadi yang namanya kreatifitas itu langsung padam, itu salah satu tanda yang sangat jelas sekali bhwa kita mulai mengalami keletihan mental.
Misalkan kita harus menyiapkan suatu karya tulislah atau khotbahlah, kita akan kesulitan sekali menciptakan sesuatu yang baru. Akhirnya apa yang kita lakukan? Kalau kita misalkan hamba Tuhan, kita mencari naskah khotbah kita yang lampau dan kita bisa gunakan kembali. Atau kita harus menulis, kita tidak bisa memunculkan gagasan yang segar, akhirnya kita mencari-cari naskah yang lampau. Nah, apa yang bisa kita gunakan kembali, kira-kira seperti itu. Ciri pertama, hilangnya kreatifitas.PG : Sama sekali tidak mempunyai ide dan ini beda dengan orang yang kehabisan ide, kadang-kadang kita bisa kehabisan ide. Bukan itu, sebab orang yang kehabisan ide bisa tetap bersemangat, segartapi rasanya ini mandeg, tidak bisa ketemu ide yang baru.
Kalau keletihan mental bukan, benar-benar tumpul sekali, bahkan untuk mengeluarkan gagasan yang sederhana sekali pun sesuatu yang seharusnya bisa dilakukan olehnya dengan sangat mudah tiba-tiba menjadi sangat sulit untuk dikerjakan.PG : Saya kira tidak (WL : Lain, ya), sebab banyak orang yang sudah berusia lanjut sangat produktif sekali, sangat bisa menghasilkan karya-karya yang baik. Saya kira bukan masalah usia, tapi meang secara mental dia letih sekali sehingga tidak lagi bisa berkarya.
PG : Mudah-mudahan ya dengan catatan nanti dia bisa mendapat dukungan-dukungan atau perubahan-perubahan yang kembali menyegarkan jiwanya, sehingga bisa kembali kreatif ya.
PG : Biasanya emosinya menjadi sangat datar, tidak responsif sama sekali. Jadi dengan kata lain cenderung tanpa perasaan, benar-benar wajahnya itu seperti kertas tidak ada ekspresi-ekspresi terentu.
Kalau kita tanya, "Apa reaksimu?" "Biasa saja". "Sedih atau tidak ini?" "Biasa saja". Semua biasa saja, sebetulnya yang ingin dia katakan adalah "Saya tidak merasakan apa pun". Sesungguhnya itu yang terjadi, sebab begitu letihnya dia secara mental sehingga emosinya tidak bisa terkeluarkan, terpancarkan sama sekali.PG : Mirip sekali, Ibu Wulan. Kalau depresi disertai dengan tambahan-tambahan, misalkan muatannya secara kognitif, pikiran-pikirannya negatif sekali. Nah, orang yang letih mental tidak mesti diuasai oleh pikiran-pikiran negatif.
Depresi juga ditambahi dengan perasaan-perasaan misalkan ingin mengakhiri hidup, tidak mau hidup lagi, tidak ada lagi pengharapan. Nah, orang yang letih mental tidak seperti itu ya. Tidak mempunyai reaksi perasaan apa pun namun tidak mempunyai juga keinginan untuk mati dll. Namun mungkin tidak orang yang mengalami keletihan mental untuk waktu yang berkepanjangan akhirnya memasuki lembah depresi? Ya mungkin, itu juga mungkin.PG : Kemarahan-kemarahan itu justru menunjukkan ia belum sampai ke dasarnya, sebab masih bisa memberikan reaksi-reaksi, kalau orang yang sudah letih mental, untuk marah pun tidak memiliki eneri, seperti itu.
PG : Betul sekali. Orang yang letih mental kecenderungannya adalah ingin menyendiri, ingin menghindar dari orang. Pertanyaannya mengapa? Karena dia merasa terlalu letih untuk bisa melayani orag atau memenuhi tuntutan orang, itu sebabnya ia menghindar dari kontak-kontak dengan orang lain supaya nanti dia terbebas dari tuntutan atau beban-beban yang mungkin diembankan kepadanya.
Kalau kita misalkan bekerja dalam sebuah perusahaan dan kita sedang mengalami keletihan mental, salah satu cirinya adalah waktu kita ditanya, "Maukah mengerjakan sesuatu?" jawabnya "Tidak mau". Ada tantangan, kesempatan, ayo ambil saja, tidak mau. Sedikit saja, bisa tidak bantu? Tidak mau. Benar-benar tidak mau semuanya, sebisa-bisanya yang sekarang ini mau dikurangi, tidak mau lagi dikerjakan karena tenaga untuk mengerjakannya benar-benar hampir habis.PG : Nah, biasanya memang ada pengaruhnya, Pak Gunawan. Jadi apa yang terjadi pada jiwa kita akan mempengaruhi tubuh kita pula. Kalau secara mental kita sangat letih, akhirnya secara fisik pun ita letih, kita kehilangan semangat untuk melakukan hal-hal yang biasanya kita senang lakukan.
Olah raga yang biasanya kita senang lakukan, tidak lagi kita senang melakukannya, sebab belum olah raga pun kita rasanya sudah tidak ada semangat, sudah letih. Misalkan dulu kita senang bernyanyi-nyanyi sekarang tidak lagi ada semangat untuk melakukannya sebab kenapa, sebab tubuh kita sungguh-sungguh merasa letih. Sebetulnya tidak ada lagi aktifitas tambahan yang kita lakukan, kenapa letih? Sebab jiwa kita sudah merasa letih.PG : Nah, ini yang menarik, Ibu Wulan. Pada umumnya kalau kita merasakan keletihan secara mental, kita juga merasa jauh dari Tuhan. Pertanyaannya, mengapa kita merasa jauh dari Tuhan sampai kadng-kadang kita menuduh Tuhan tidak lagi mempedulikan kita.
Sebabnya adalah begini, pada waktu kita letih secara mental, kita sebetulnya juga letih, bukan saja tidak ingin berhubungan dengan sesama manusia, menghindarkan pertemuan dengan teman atau apa, tapi kita pun bereaksi sama terhadap Tuhan. Kita tidak terlalu ingin berhubungan dengan Tuhan, ngomong-ngomong dengan Tuhan, membaca Firman Tuhan sebab rasanya memang kita tidak ingin berhubungan dengan siapa pun termasuk Tuhan. Jadi sebetulnya bukan kita ditinggalkan Tuhan tapi kita yang menjauhkan diri dari Tuhan, karena sekali lagi tidak ada keinginan untuk berhubungan dengan siapa pun, akhirnya juga termasuk Tuhan.PG : Tepat sekali, jadi pada akhirnya menyebarnya itu bahkan juga ke wilayah rohani, meskipun sebetulnya tidak ada masalah rohani. Jadi penting waktu kita berbicara dengan seseorang yang mengalmi keletihan mental, kita meyakinkannya bahwa belum tentu ada masalah antara dia dengan Tuhan, belum tentu.
Meskipun dia berkata rasanya Tuhan jauh, saya mungkin akan berkata kepadanya, "Kamu bukan saja merasakan Tuhan jauh, tapi kamu merasakan semua orang jauh darimu, ya dalam hal ini termasuk Tuhan juga. Kenapa jauh? Sebab kamu sendiri pun tidak mempunyai energi lagi untuk berinisiatif menjalin kontak dengan mereka termasuk Tuhan. Tapi Tuhan tidak pernah ke mana-mana, Tuhan tidak pernah meninggalkan engkau, Tuhan tetap berada di sini dengan engkau. Engkau sajalah yang saat ini tidak mau berhubungan denganNya".PG : Pertama adalah keletihan fisik dapat mengakibatkan keletihan mental. Jadi kalau kita bekerja terlalu letih dan ini berlangsung untuk satu kurun waktu yang agak panjang, besar kemungkinan ahirnya kita mengalami keletihan mental.
Sungguh-sungguh apa yang terjadi pada tubuh mempengaruhi jiwa dan sebaliknya apa yang terjadi pada jiwa mempengaruhi tubuh. Jadi kalau secara fisik kita tidak mendapatkan cukup istirahat bisa jadi akhirnya kita mengalami keletihan mental ini.PG : Untuk keletihan mental ini terjadinya bertahap. Sering kali orang tidak menyadarinya, ia sudah memasuki fase keletihan mental. Dia masih bisa melakukannya tapi dia mulai memperhatikan bahw makin berat langkah kakinya itu, makin berat otaknya bekerja, makin berat perasaannya tergugah atau memberikan reaksi, makin berat keinginannya untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Nah kalau kita merasakan makin berat, makin berat langkah-langkah kita itu besar kemungkinan kita sudah memasuki fase keletihan mental.PG : Nah seharusnya memang tidak tapi sekali lagi kalau terlalu letih, kalau terlalu letih meskipun dia menyukainya besar kemungkinan lama-lama dia akan mengalami keletihan mental, sebab tubuh ita memang tidak di-desain untuk bekerja melampaui kekuatan kita.
Kalau itu terus kita lakukan akan ada gangguan, biasanya kita sakit kalau itu secara fisik atau kalau fisik kita masih kuat kita tidak terkena sakit, nah inilah dampaknya yaitu kita mengalami keletihan mental.PG : Nah kalau kita bekerja di suatu bidang yang kita sukai dan kita mendapatkan penghargaan yang cukup namun kita tetap tidak bisa mengatur waktu sehingga kita terlalu letih, saya kira tetap pluangnya ada kita terkena keletihan mental, namun sebaliknya kalau memang kita kurang menerima penghargaan dari apa yang kita lakukan, wah besar kemungkinannya kita terkena keletihan mental.
Kita akhirnya melihat bahwa orang, baik itu teman, baik itu atasan, baik orang yang kita layani, bisanya hanyalah meminta, meminta, menuntut, menuntut, wah akhirnya kita merasa kehabisan untuk bisa memberikan apa pun kepada orang lain dan apa yang kita terima sebaliknya dari apa yang telah kita perbuat. Tidak ada, tidak ada penghargaan, nah itu kondisi yang menambah rentannya kita mengalami keletihan mental.PG : Bisa ya, memang semuanya bergantung pada persepsi kita. Bisa saja sebetulnya orang menghargai, tapi tidak cukup bagi dia, tidak dengan cara yang dia harapkan. Bisa akhirnya dia merasa pekejaannya tidak mendapatkan penghargaan, tapi pihak yang sana mengatakan "Kami memberikan penghargaan, tapi engkau tidak melihatnya saja".
Betul, yang penting adalah persepsi kita, kalau persepsi kita mengatakan kita tidak mendapatkan penghargaan dampaknya akhirnya bisa menyerang kita, kita mengalami keletihan mental.PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Inilah salah satu kondisi yang menambah rentannya kita terhadap keletihan mental. Kita merasa tidak adil, mengapa orang lain bisa mendapatkan begitu banyak, mekipun hanya memberi sedikit.
Kita sudah memberi banyak tapi hanya menerima sedikit, tidak adil ini. Kalau suasana tidak adil itu terus berlangsung dan kita harus memberi banyak, besar kemungkinan suatu hari kelak kita mengalami keletihan mental.PG : Saya kira itu berpengaruh, Ibu Wulan. Jadi kalau memang masa kecil kita seperti itu dan sekarang pada masa dewasa kita mengalaminya kembali, besar kemungkinan yang dialami masa kecil itu aan bangkit dan benar-benar menindih kita dua kali lipat.
Di masa sekarang kita tertindih, ingatan akan masa lampau tentang diperlakukan tidak adil juga menindih kita, akhirnya kita makin terpuruk dan kehabisan energi mental.PG : Betul sekali, jadi banyaknya tuntutan yang diembankan pada kita yang akhirnya membuat kita kewalahan dan terlalu sibuk, seolah-olah kita tenggelam tidak bisa lagi menarik napas ya, itu bear sekali bisa membuat kita keletihan mental.
Berhati-hatilah kita dalam bekerja dengan tuntutan yang diembankan pada kita dan juga kita mesti melihat diri kita, apakah mampu atau tidak menerima tuntutan atau beban tambahan yang diembankan pada kita.PG : Itu besar sekali pengaruhnya, Ibu Wulan. Jadi orang ini seperti mesin, harus bekerja, menghasilkan sesuatu, nah suatu hari mesinnya akan aus dan berhenti bekerja. Terlalu lelah, betul. Kit mesti memelihara keseimbangan hidup juga, kita mesti belajar memaksa diri kita melakukan hal-hal yang menggembirakan hati kita, sudah tentu yang menggembirakan hati kita dan menggembirakan hati Tuhan.
Jangan melakukan hal-hal yang menggembirakan hati kita namun menyedihkan hati Tuhan. Lakukanlah hal-hal yang seturut dengan hobi kita, yang menyukakan hati kita, ini adalah penyeimbang hidup. Sebab di luar kita dituntut untuk memberi - memberi - memberi, nah kita perlu melakukan hal-hal yang benar-benar mengisi battery kita kembali. Ini penyeimbang hidup yang perlu sekali kita jaga.PG : Ya memang tipe-tipe seperti itu menambah kerentanan terhadap keletihan mental. Itu betul sekali, Ibu Wulan.
PG : Betul, kadang-kadang teman-teman tidak sesuai dengan selera kita, tidak cocok dengan diri kita. Artinya kita berada di tempat yang tidak kita sukai, tapi kita harus berada di sana hari leps hari, atau kita melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebisaan kita dan ini yang kadang-kadang terjadi juga, kita berada di rumah tangga yang tidak menyenangkan hati kita.
Setiap hari pulang menghadapi problem yang sama, aduh lama-lama rasanya kita letih mental. Sebab mengapa? Untuk berada di tempat yang tidak kita sukai itu dituntut energi yang lebih besar untuk bisa melewati waktu-waktu itu. Karena itu kalau kita harus berada di tempat yang tidak kita sukai rasanya satu menit pun itu lama luar biasa. Kenapa satu menit itu lama? Karena energi yang dibutuhkan untuk melewati satu menit itu besar, jadi kalau kita harus menghadapinya berjam-jam berarti energi yang terhabiskan juga sangat besar. Kalau itu berlangsung berlarut-larut akhirnya kita mengalami keletihan mental pula.PG : Bisa jadi memang di luarnya dia terlalu letih, tapi juga di rumahnya tidak mendapat istirahat, justru di rumah itu seperti pekerjaan nomor dua yang dia harus selesaikan juga dan itu melethkannya.
PG : Betul sekali ya, jadi merasa kesendirian, tidak ada yang sungguh bisa mengerti kita dan membagi beban kita dan akhirnya makin terjepit, makin sendiri dan sendiri dan ada juga yang merasaka apa pun yang kita lakukan di luar, dalam pekerjaan kita tidak membuahkan hasil atau pun di rumah tangga sama kita bekerja, membereskan masalah tapi tidak membuahkan hasil.
Wah akhirnya kita merasa letih sekali dan pada akhirnya kita mulai kehilangan perspektif akan makna hidup kita ini. Untuk apa kita hidup, untuk apa hidup kita ini? Nah kalau ini berlanjut untuk waktu yang panjang, besar kemungkinan kita akhirnya mengalami depresi.PG : Saya akan bacakan dari
GS : Berarti ada suatu titik terang bagi orang-orang yang mengalami keletihan mental ini berdasarkan Firman Tuhan tadi. Ini akan kita perbincangkan lebih jauh pada kesempatan yang akan datang. Jadi kita sangat berharap para pendengar setia kita ini mau mengikuti perbincangan yang akan datang. Terima kasih sekali Pak Paul, juga Ibu Wulan untuk perbincangan kali ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Letih Mental". Bagi Anda yang berminat mengetahui lebih lanjut dari acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sekalian sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
46. Mengatasi Keletihan Mental | |
Penting bagi kita untuk mengatur jadwal dengan bijak, berilah waktu jeda yang cukup setelah pekerjaan yang menguras energi mental maupun fisik. Kita perlu teman yang dapat mendampingi dalam suka maupun duka. Belajar melihat "hasil" sekecil apa pun dan tugas kita adalah setia mengerjakan kehendak Tuhan, serahkan hasilnya pada Dia.
Faktor Kepribadian yang Menambah Kerentanan
Pasif-tidak bisa menolak permintaan, takut mengecewakan orang.
Haus akan penghargaan sehingga berupaya keras menyenangkan hati orang tanpa mengenal batas.
Kurang memahami atau kurang peka dengan keterbatasan pribadi-tidak tahu kemampuan, tidak tahu keletihan-sehingga menganggap diri senantiasa bisa, sindroma "single fighter."
Mendasarkan penghargaan diri atas "fungsi"-tanpa fungsi, tidak ada kegunaan.
Pencegahan dan Penanganan (telaah kasus Elia,
Elia mengalami letih mental setelah melakukan pekerjaan besar yakni melawan 450 nabi Baal dan 400 nabi Asyera. Pekerjaan besar cenderung menegangkan dan menguras energi baik fisik maupun mental. Jadi, penting bagi kita untuk mengatur jadwal dengan bijak. Berilah waktu jeda yang cukup setelah pekerjaan yang menguras energi mental maupun fisik.
Elia merasakan kesendirian. "Hanya aku seorang diri yang tinggal sebagai nabi Tuhan, padahal nabi-nabi Baal itu ada empat ratus lima orang banyaknya" (
Elia merasa bahwa semua usahanya sia-sia, tidak membuahkan hasil, karena masih lebih banyak orang Israel yang menyembah Baal. "Aku bekerja segiat-giatnya bagi Tuhan... karena orang Israel meninggalkan perjanjian-Mu...dan mereka ingin mencabut nyawaku" (
Elia kehilangan makna hidupnya, ia kehilangan "gambar besar" rencana Tuhan, untuk sejenak ia "kehilangan" Tuhan. Itu sebabnya ia berlari ketakutan dan tidak mencari Tuhan. Namun Tuhan mencarinya! "Pergilah, kembalilah ke jalanmu... engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram. Juga Yehu, cucu Nimsi haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel..."(
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Mengatasi Keletihan Mental". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Letih mental itu seperti kejenuhan, tapi ini kejenuhan yang bersifat menyeluruh. Kalau jenuh itu biasanya pada satu hal saja, misalnya jenuh makan makanan yang sama, jenuh melakukan pekerjan yang sama hari lepas hari, nah ini jenuh tapi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita, misalkan ciri-cirinya adalah kita tidak mempunyai energi lagi untuk berkreasi, menciptakan sesuatu, tidak punya respons emosi, emosi kita menjadi datar, kita berusaha menyendiri, menghindar dari orang, tidak mau berinisiatif bergaul dengan orang, kita takut sekali dimintai tolong atau diberikan beban tambahan, kita kehilangan semangat merasa letih sekali secara fisik dan sering kali kita akhirnya juga merasa jauh dari Tuhan.
Nah biasanya semua ini disebabkan oleh beberapa faktor, misalkan kita tidak bisa mengatur energi kita sehingga terlalu letih, banyak sekali yang harus kita kerjakan atau kita tidak mendapatkan penghargaan yang cukup sehingga akhirnya kita hanya memberi, memberi, memberi, tidak pernah menerima. Kita merasa tidak adil, orang lain bisa mendapatkan, kita tidak bisa mendapatkan tapi kita harus bekerja terus-menerus atau kita juga tidak mempunyai keseimbangan hidup yang baik, kita jarang melakukan hal-hal yang menggembirakan hati kita. Ini semua adalah bahan-bahan yang bisa membuat kita letih mental, salah satunya juga adalah apa pun yang kita lakukan tidak membuahkan hasil atau kita merasa sendiri, tidak ada yang bisa mengerti kita dan pada akhirnya kita kehilangan perspektif akan makna hidup kita. Itulah kira-kira beberapa penyebab keletihan mental.PG : Ada, Pak Gunawan. Yang pertama adalah kepribadian yang pasif, yang saya maksud secara mudahnya adalah orang yang tidak bisa menolak permintaan. Takut sekali mengecewakan orang. Jadi hanya emberi reaksi tapi jarang memberikan aksi.
Orang-orang yang pasif, tidak bisa menolak permintaan takut mengecewakan orang saya kira adalah tipe kepribadian yang menambah kerentanan terhadap keletihan mental, sebabnya ya orang akan enak saja minta dia dan dia tidak bisa menolak sama sekali. Meskipun tidak bisa ya tapi takut mengecewakan orang akhirnya "overloaded", terlalu penuh terlalu berat bebannya, tidak bisa membagikannya dengan yang lain. Nah akhirnya ambruk, terlalu letih semuanya.PG : "Kehabisan bensin", betul sekali. Karena kekecewaan itulah yang makin hari makin subur dalam hatinya, letih sekali akhirnya, nah seperti itu memang.
PG : Nah ini memang tipe kepribadian yang tertentu juga, Pak Gunawan, yaitu orang yang haus akan penghargaan. Misalnya pada masa pertumbuhannya dia sangat kurang menerima penghargaan itu, sehinga sekarang ia mencari-cari penghargaan akhirnya dia bekerja sekeras mungkin menyenangkan hati orang dan dia melakukan semua itu tanpa mengenal batas.
Tidak tahu keterbatasan dirinya, pokoknya yang penting orang senang, orang senang apa pun yang diminta dilakukan sebisa-bisanya agar mendapatkan penghargaan. Rentan sekali terhadap keletihan mental. Kalau pun ia bisa melakukan semua ini, dia akan keletihan. Lama-lama keletihan itu akan menggerogoti dirinya dan dia mengalami keletihan mental. Nah, sebaliknya kalau ada kalanya dia gagal memenuhi permintaan orang, orang menjadi tidak suka, wah itu pun bisa sangat memukul dirinya. Satu kali saja orang tidak menghargai, tidak begitu memberikan penghargaan seperti yang diharapkan, wah itu cukup bisa menjatuhkannya, sehingga tiba-tiba ia lemas tidak mau berbuat apa-apa, rasanya semua ambruk gagal, letih sekali, nah ini salah satu dampaknya.PG : Saya kira ada pengaruhnya, Ibu Wulan. Memang tipe-tipe melankholik karena memang perasaannya itu sangat peka dan sangat bertenaga ya bisa mengayunkan emosi orang atau diri orang dari atas e bawah, bawah ke atas, jadi memang lebih rentan.
PG : Nah, masalahnya orang ini tidak tahu, Pak Gunawan. Ada sebagian orang yang memang tidak tahu dirinya. Jadi istilah "tidak tahu diri", cocok di sini. Artinya tidak memahami atau kurang pekadengan keterbatasan pribadi, tidak tahu kemampuannya sampai seberapa jauh dan celakanya dia juga tidak tahu kapan dia letih! Dia tidak bisa membaca reaksi dirinya bahwa dia sudah keletihan.
Tidak bisa, benar-benar kurang peka, selalu menganggap diri bisa, bisa, bisa. Ini mungkin sekali orang yang menderita sindroma "single fighter". Lakukan semua sendiri, lakukan semua sendiri dan tidak bisa membaca reaksi dirinya sendiri, dia terlalu letih atau dia sebenarnya sudah tidak sanggup lagi, namun tidak bisa, harus - harus - harus. Nah, akhirnya benar-benar "kehabisan bensin", ia letih sekali dan tidak mau melakukan apa pun, hanya bisanya duduk diam dan tidak mempunyai gairah hidup lagi.PG : Betul sekali dan orang ini bisa jadi bukan orang yang melankholik, Ibu Wulan. Bisa jadi orang yang sanguin atau orang yang kholerik. Jadi memang keletihan mental bisa menyerang siapa pun, ukan hanya yang melankholik ya.
Yang sanguin pun yang penuh dengan tenaga, misalkan ia tidak memahami keterbatasan dirinya, akhirnya bisa ambruk mengalami keletihan mental pula.PG : Betul, betul. Jadi sekali lagi penting bagi kita mengenal diri, bisa atau tidak bisa, batasnya kita seperti apa, sejauh apa itu penting dan bisa membaca reaksi dalam diri kita. Reaksi kitaseperti apa, kalau memang reaksi kita sudah berkata "lampu kuning, lampu kuning, stop, tidak bisa", ya dengarkanlah jangan akhirnya memaksakan diri sebab hasilnya bisa lebih buruk.
PG : Betul sekali, ya jadi orang-orang ini bisa jadi menghargai dirinya kalau melihat dirinya berfungsi. Kalau melihat dirinya tidak berfungsi, tidak ada guna, wah rasanya tidak berharga. Jadi enar-benar terus-menerus mesinnya harus jalan.
Nah ini tipe kepribadian yang memang merentankan orang untuk akhirnya terkena keletihan mental.PG : Saya kira dari awalnya memang kita mesti mempunyai prioritas yang jelas. Kita mesti juga mengenal diri kita, keterbatasan diri kita juga dengan jelas dan kita bisa menerima diri kita apa aanya.
Kalau kita menguasai hal-hal itu saya kira kita lebih dijauhkan dari kemungkinan terkena keletihan mental.PG : Di
PG : Betul sekali, maka penting kita membuat jadwal yang cukup panjang. Misalkan yang saya tahu Billy Graham, setelah melakukan KKR, dia akan mengambil waktu untuk berlibur. Benar-benar ia akanberlibur, lepas dari segala tuntutan.
Nah itu saya kira sehat, jangan menjadwalkan hari lepas hari, minggu demi minggu, 365 hari dan kita berbangga, wah kita begitu sibuk. Bukan, kita bukan hanya sibuk tapi kita juga tidak bijaksana, tinggal tunggu waktu akhirnya kita mengalami keletihan mental.PG : Betul, maka kalau satu kali dua kali kita mengalami seperti itu, seharusnya kita belajar. Kita mulai kenal batas-batas kita, kita harus mulai menjadwalkan aktifitas kita dengan lebih longgr.
Memang setiap orang tidak sama longgar, dekatnya. Kalau kita perlu lebih longgar, ya silakan lebih longgar, tidak harus kita sama dengan orang lain. Yang penting kita melakukan pekerjaan itu. Nah sekali lagi saya tekankan, semakin besar pekerjaannya, semakin menguras energi baik mental maupun fisik, jadi berarti harus lebih panjanglah waktu jeda setelahnya.PG : Dia sangat sangat tidak bisa lagi menguasai emosinya dan reaksinya dan dirinya. Tidak bisa. Dicatat di Alkitab dia ketakutan, nah ini sesuatu yang aneh ya. Menghadap raja Ahab dia berani,menghadapi 850 nabi-nabi Baal dan Asyera, dia sendirian, berani! Tapi sekarang diancam oleh permaisuri, Izebel, dia ketakutan.
Jadi benar-benar suatu reaksi yang menandakan dia kehilangan keseimbangan hidupnya. Akhirnya apa yang dia rasakan? Dia lari, lari ke atas gunung dan dia merasakan kesendirian. Seperti yang telah kita bahas, keletihan mental itu juga disebabkan oleh perasaan sendiri sekali. Firman Tuhan mencatat di pasal 18 ayat 22, "Elia berkata hanya aku seorang diri yang tinggal sebagai nabi Tuhan" padahal nabi-nabi Baal itu ada 450 orang banyaknya. Nah apa yang Tuhan lakukan? Tuhan mengirim Elisa, seorang hamba Tuhan yang lain untuk mendampingi Elia. Firman Tuhan berkata, "Dan Elisa bin Safat harus kau urapi menjadi nabi menggantikan engkau". Nah apa prinsip yang bisa kita pelajari di sini? Ternyata memang kita memerlukan teman yang dapat mendampingi kita dalam suka dan duka. Kalau kita suka pun, tapi tidak mempunyai teman, kita tidak membagikan kesukaan itu dengan orang lain. Kita simpan sendiri, nah itu pun tidak terlalu sehat. Apalagi dalam keadaan duka, kita mesti mempunyai pendamping, seseorang, sahabat yang bisa kita ajak berbagi rasa dengan kita. Rupanya ini tidak terjadi dalam diri Elia. Dia sendirian, rupanya dia "single fighter" dan kita nanti akan lihat bahwa sesungguhnya Elia punya orang lain, teman-teman yang lain, dia tidak sendirian, tapi entah mengapa Elia cenderung mau melakukan semuanya sendirian dan itulah akibatnya, dia mengalami keletihan mental.PG : Ini menarik sekali, Tuhan itu waktu bertemu dengan Elia di bukit Horeb, Tuhan hanya bertanya, "Apa yang engkau lakukan di sini, Elia?" Elia menjawab, "Aku bekerja segiat-giatnya bagi Tuhn, tapi orang Israel meninggalkan perjanjianMu dan sekarang mereka ingin mencabut nyawaku".
Terus Tuhan berkata kepada Elia, Allah mengingatkan Elia bahwa usahanya tidak sia-sia, karena masih ada 7000 orang yang tidak sujud menyembah Baal. Nah, apa yang bisa kita timba dari ayat ini? Begini, Elia merasa bahwa semua usahanya sia-sia, dia bekerja segiat mungkin tapi tidak membuahkan hasil, karena apa? Masih lebih banyak orang Israel yang menyembah Baal dan Asyera. Nah tadi kita sudah belajar bahwa kalau kita melakukan pekerjaan namun kita menganggap pekerjaan itu tidak berhasil, tidak membuahkan apa-apa, kita rentan terhadap keletihan mental dan rupanya ini yang dialami oleh nabi Elia. Apapun yang dilakukannya, tidak ada hasilnya, tidak membuat perbedaan apa pun. Jadi apa yang mesti kita lakukan? Di sini kita mesti belajar melihat hasil sekecil apa pun dan kita mesti memiliki fokus yang jelas sehingga kita dapat melihat hasilnya. Ingatlah bahwa tugas kita adalah setia mengerjakan kehendak Tuhan, kita menyerahkan hasilnya kepada Tuhan. Jadi ini pelajaran yang bisa kita petik, orang yang luput melihat hasil meskipun sebenarnya ada hasil akhirnya mudah sekali terkena keletihan mental. Ada orang yang mengharapkan hasilnya lebih besar, lebih besar, sehingga hasil yang kecil tidak dipedulikannya. Ya ini orang yang memang rentan terkena keletihan mental.PG : Jadi ini seperti yang tadi kita bahas, Bu Wulan. Ada orang-orang yang bekerja - bekerja - bekerja, tapi tiba-tiba blek mesinnya mati! Nah itulah yang terjadi pada Elia. Dia orang yang bekrja - bekerja - bekerja, tapi seolah-olah dia tidak mengenal batasnya, mungkin dia memakai energi terlalu banyak dan dia "single fighter", tidak melibatkan orang lain dan dia mengharapkan hasil yang lebih nyata, lebih besar, tidak dilihatnya semua itu, akhirnya dia ambruk.
Maka menarik sekali Tuhan mengingatkan Elia bahwa masih ada 7000 orang, bukan 7, bukan 70, bukan 700 tapi 7000 berarti cukup banyak di Israel orang yang tidak sujud menyembah Baal. Jadi saya menyimpulkan, rupanya Elia terbiasa sendiri, maka Tuhan akhirnya mengirim Elisa mendampingi Elia. Rupanya Tuhan juga meminta Elia untuk membagi pekerjaannya, membagi hidupnya dengan orang lain.PG : Betul, karena dia harus menjadi hakim bagi semua orang Israel yang kalau dijumlah sebetulnya dengan anak, dengan orangtua, dengan wanita, mungkin ada sekitar 3 juta orang. Nah satu orang bgaimana bisa menjadi hakim untuk begitu banyak orang.
Karena itu Jethro mertuanya memberi masukan yang sangat baik. Ia harus memilih orang-orang yang matang, yang rohani, yang bijaksana untuk menjadi pendampingnya yang nanti bisa melakukan tugas yang dia lakukan.PG : Nah ternyata waktunya memang Alkitab tidak menyebutkan berapa lama, ya Bu Wulan. Namun cukup banyak hal-hal yang terjadi antara Elia dan Elisa, jadi tidak langsung begitu turun dari bukit oreb maka itulah akhir dari pelayanan Elia.
Memang Tuhan berkata, "Elisa akan menggantikanmu". Tapi tampaknya ada masa peralihan, tidak langsung Elisa dengan segera menggantikan Elia. Jadi ada waktu-waktu di mana Elia terus didampingi oleh Elisa. Saya kira masuk akal, agar Elisa pun bisa belajar dari Elia, sebagai nabi yang masih muda dan ternyata setelah dia bisa, Tuhan mengangkat Elia pergi.PG : Betul dan banyak tugas yang dilakukan. Elia yang mengurapi Hazael, kemudian dia juga mengurapi Yehu, jadi benar-benar Elia melakukan banyak pekerjaan besar setelah itu dan setelah itulah bru Tuhan mengangkat dia.
PG : Dan tidak pernah sekali pun Tuhan memarahi Elia, tidak pernah. Tapi Tuhan memang mengajarkan sebuah prinsip di sini, waktu Tuhan menampakkan diri kepada Elia, Tuhan menampakkan diri mula-mla dengan gempa, kemudian dengan api terakhir dengan angin yang sepoi-sepoi.
Seolah-olah Tuhan pertama-tama ingin mengkomunikasikan kepada Elia, "Akulah Allah yang dahsyat, Aku mampu melakukan segalanya, Aku bisa menghancurkan segalanya, Akulah Allah yang dahsyat", tapi waktu Tuhan berbicara kepada Elia, Tuhan berbicara dalam keheningan angin yang sepoi-sepoi, seakan-akan Tuhan ingin mengatakan meskipun Aku Allah yang dahsyat, Aku Allah yang teduh, Aku Allah yang mengerti penderitaanmu dan Aku akan mau mendampingimu. Jadi Allah tidak datang sebagai Majikan yang marah karena hambaNya tidak mengerjakan tugas dengan baik. Tidak ya, Tuhan menerima bahwa Elia memang letih secara mental dan memang ada hal-hal yang harus Elia perbaiki tapi Tuhan tidak menyalahkan atau memarah-marahinya. Inilah bagian yang penting, yang mesti kita selalu ingat. Kita bisa datang kepada Tuhan dan Ia akan mampu mengerti kondisi kita, kita tidak usah menjelaskannya, Ia sangat mampu mengerti kondisi hidup kita.PG : Sejuk sekali dan mengharukan, bahwa Tuhan tidak memarahinya malah Tuhan menerimanya seperti itu.
GS : Memang ini menjadi penghiburan tersendiri buat setiap kita, Pak Paul yang suatu saat pernah mengalami keletihan mental ini dan Tuhan akan menyembuhkan kita dengan caraNya yang sangat ajaib, sangat unik, spesifik untuk masing-masing kita. Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan ini, juga Ibu Wulan terima kasih. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Mengatasi Keletihan Mental". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami mengundang Anda juga untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sekalian sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
47. Memahami Kleptomania | |
Kleptomania termasuk gangguan penguasaan diri, di mana tatkala hasrat mencuri muncul, penderita tidak sanggup mencegahnya. Pencurian tidak direncanakan, tapi merupakan tindakan atas dorongan sesaat saja. Penderita butuh dorongan teman/tim pendukung dan mesti meminta pertolongan Tuhan serta hidup dekat dengan Tuhan.
Istilah kleptomania berasal dari dua kata, klepto dan mania, di mana klepto berarti mencuri sedangkan mania bermakna sebuah kegemaran yang berlebihan. Di bawah ini dipaparkan beberapa hal tentang kleptomania:
Kleptomania masuk dalam kategori gangguan penguasaan diri, di mana tatkala hasrat mencuri muncul, maka tidak ada kesanggupan pada penderitanya untuk mencegahnya. Penderita kleptomania tidak merencanakan pencurian, ia bertindak atas dorongan sesaat saja.
Pencurian pada kleptomania dilakukan bukan karena kegunaan atau nilai yang terkandung pada benda curian. Biasanya barang curian itu diberikan kepada orang lain atau dibuang dan hanya dalam kasus tertentu, barang itu disimpan.
Sesaat sebelum melakukan pencurian, si individu merasakan ketegangan dan keresahan, sesudah pencurian, ia akan merasa lega dan puas.
Pencurian pada kleptomania dilakukan bukan sebagai ungkapan kemarahan dan balas dendam kepada pihak tertentu.
Penderita kleptomania menyadari bahwa perbuatannya salah dan acap kali merasa tertekan dan sedih namun ia tidak bisa menguasai dirinya tatkala hasrat itu muncul.
Penyebab: Sampai hari ini belum diketahui penyebabnya secara pasti.
Penanganan
Sebagaimana dengan masalah penguasaan diri lainnya, penderita kleptomania mesti mengakui perbuatannya secara terbuka. Segala sesuatu yang dirahasiakan akan memperkuat dorongan untuk melakukannya.
Ia membutuhkan dorongan teman dan perlu membentuk tim pendukung; kepada merekalah ia mempertanggungjawabkan perbuatannya. Misalkan, sebelum ia pergi mengunjungi toko, ia harus menghubungi seorang teman dan memintanya mengecek setelah ia keluar dari toko.
Ia harus mengakui ketidakmampuannya di hadapan Tuhan dan melihat masalah ini sebagai problem. Dengan kata lain, ia harus melawan keinginannya untuk menyangkali masalah. Ia mesti meminta pertolongan Tuhan setiap hari. Dengan kata lain, ia harus berjalan dengan Tuhan.
Firman Tuhan berkata, "Aku membaringkan diri, lalu tidur; aku bangun, sebab Tuhan menopang aku!" (
Saudara-saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun Anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) dan kali ini saya bersama Ibu Wulan, S.Th., kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Memahami Kleptomania". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Kleptomania itu berasal dari dua kata, klepto dan mania. Mania itu sendiri sebetulnya berarti kegilaan atau kegemaran yang berlebihan sedangkan kata klepto memang berarti mencuri, jadi kletomania adalah kegemaran untuk mencuri.
Nah ini suatu jenis penyakit yang memang berkaitan dengan kejiwaan seseorang. Ini yang akan kita bahas pada saat ini, Pak Gunawan.PG : Dari bahasa Yunani sebetulnya.
PG : Sebetulnya tidak banyak, jadi sangat sangat sedikit dan puji Tuhan ya tidak banyak, namun ini memang bukan pencurian biasa, jadi bukan seseorang yang sering mencuri dan ditangkap karena mecuri, bukan itu biasanya.
Orang-orang yang menderita gangguan ini tidak bisa dilabelkan sebagai pencuri dalam pengertian yang kriminal, walaupun tindakannya tetap tindakan kriminal namun kita akan membedakannya dari pencuri biasa berdasarkan beberapa hal.PG : Sebetulnya gangguan utamanya adalah gangguan penguasaan diri, jadi dalam pengkategorian gangguan jiwa ini dimasukkan dalam bagian gangguan penguasaan diri yang berarti orang ini tidak memiiki kemampuan untuk menguasai 'impulses'nya, tidak bisa menguasai dorongan-dorongan dari dalam dirinya.
Sewaktu hasrat mengambil atau mencuri itu muncul maka dia tidak memiliki kesanggupan untuk mencegahnya. Penderita kleptomania sebetulnya tidak datang ke toko untuk mencuri, tidak sama sekali. Dia mungkin saja datang ke toko untuk melihat-lihat atau membeli barang yang lain, kemudian dia melihat sesuatu, dia tidak bisa melawan hasrat dalam dirinya untuk mengatakan, "Jangan ambil kalau tidak mau beli". Dia tidak bisa, dia akan mengikuti dorongan hatinya dan mengambilnya dengan diam-diam atau mencurinya, sebab sekali lagi nilai yang terkandung adalah dalam tindakan yang sembunyi-sembunyi itu meskipun dia bisa bayar, tapi waktu dia ambil dengan sembunyi-sembunyi, itulah yang dia cari, sensasi atau perasaan seperti itulah yang memang dicarinya.PG : Memang orang yang menderita kleptomania mencuri bukan karena nilai berapa besar harga barang tersebut dan dia tidak mempunyai uang dan harus mencurinya, bukan karena itu dan juga bukan karna barang itu akan berguna untuk dia sehingga dia mau mengambilnya.
Tapi justru sering kali dengan orang-orang yang menderita kleptomania, setelah dia mengambil barang itu, terus dia buang dia berikan orang. Tidak banyak di antara mereka yang akan menyimpannya, ada sebagian yang menyimpannya tapi mayoritas adalah membuangnya atau memberikannya kepada orang lain. Jadi ketika dia sudah pulang dan melihat-lihat barang itu, kemungkinan besar dia geletakkan dimana saja dan dia lupakan, nanti mungkin dia berikan kepada orang lain. Jadi bukan termotivasi karena barang itu begitu saya butuhkan, begitu berguna sehingga seharusnyalah saya dapatkan. Atau ini barang berharga makanya saya mau ambil, bukan begitu juga jadi sering kali memang yang diambil bisa-bisa barang kecil-kecil yang tidak ada nilainya tapi diambil. Nah akhirnya berurusan dengan polisi karena akhirnya ditangkap sebab dianggap itu tindakan pencurian.PG : Bukan, kalau dia merencanakan dalam pengertian dia memang ingin mendapatkannya, dia lihat itu dan dia ingin sekali mendapatkannya dan pada saat itu kesempatannya belum muncul, bisa jadi da akan merencanakan mengambilnya pada waktu yang lain.
Itu bisa jadi seperti itu, namun dalam pengertian begini, tidak direncanakan pada umumnya mereka akan mendapatkan dorongan-dorongan untuk mengambil pada waktu kapan saja dan di mana saja. Dan yang menarik gangguan ini bisa muncul untuk satu kurun, sering terjadi pencurian, tapi bisa berhenti dan benar-benar hilang untuk misalnya berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Namun setelah itu muncul lagi untuk satu kurun. Nah kadang-kadang itu juga yang terjadi, jadi tidak selalu kleptomania menghinggapi orang terus-menerus, tidak selalu begitu, ada kalanya hanya untuk satu kurun, setelah itu berhenti tapi nanti bisa muncul kembali. Tapi ada juga yang tidak muncul, nah kira-kira seperti itu masalahnya.PG : Hanya ingin memiliki dan ini yang paling menariknya, sebelum dia mengambil barang tersebut, dia merasa resah, tegang, ada sesuatu yang seperti bergejolak dalam jiwanya. Dia rasanya sangat angat butuh, seperti orang yang memang membutuhkan narkoba, sebelum dia mendapatkan narkoba dia merasakan tubuhnya tegang, tidak tenang, resah, waktu dia mendapatkan narkoba itu dia tenang kembali.
Nah ini seperti itu juga, jadi sebelum dia mengambil waktu dia mulai melihat dan tiba-tiba terdorong oleh niat untuk mengambil, kalau dia tahan-tahan, dia tambah tegang, tambah cemas akhirnya dia harus turuti, dari pada dia terus-menerus tegang, tidak bisa menahan diri, dia ambil! Setelah dia ambil tiba-tiba ketegangan itu mereda, dia tenang kembali, sejahtera dan dia merasa puas, dia pulang rasanya lega. Benar-benar memang sesuatu yang berkaitan dengan sebuah gangguan, makanya ini masuk dalam gangguan kejiwaan juga.PG : Dia minta, tidak ya. Mengapa? Sebab waktu diberikan dengan biasa saja, nilainya beda. Jadi kepuasannya justru terletak pada mengambil tanpa sepengetahuan si pemiliknya, itu seninya, nilaiya, kenikmatannya bagi penderita kleptomania.
Dengan kata lain, kalau kita limpahi dia dengan barang dan orangtuanya misalkan bertanya, "Mau apa, kami belikan, kami sediakan semua". Dia akan berkata, "Tidak mau apa-apa, tidak perlu apa-apa". Namun waktu dia nanti ke toko, dia melihat tiba-tiba muncul keinginan mengambilnya dan dia harus ambil, sebab nilai yang terkandung terletak pada mengambilnya tanpa sepengetahuan si pemilik, seperti itu. Ini dibedakan juga dengan ada orang yang mencuri walaupun bukan profesinya sebagai pencuri, namun ia mencuri karena itu adalah luapan kemarahan. Ada orang yang begitu, tidak bisa mengekspresikan kemarahan dengan tepat, selalu salah sasaran, melimpahkan kemarahan kepada orang lain, bukan kepada sasarannya. Nah orang yang seperti ini, ada sebagian di antara mereka yang akhirnya terjerumus ke dalam perilaku pencurian. Dia marah kepada siapa begitu dan tidak bisa mengekspresikannya, waktu dia ke toko, dia ambil, bisa jadi itu tidak berkaitan, si pemilik toko dan orang yang membuat dia marah adalah dua orang yang berbeda, namun itu merupakan ekspresi atau luapan kemarahan. Jadi dengan dia mengambil seolah-olah dia sedang membalas dendam. Nah ini bukanlah kleptomania, jadi dibedakan dari kleptomania walaupun kategori ini pun bukan kategori pencuri biasa sebab pencuri biasa yang kita maksud adalah pencuri yang menjadikan itu sebagai profesinya untuk mendapatkan penghasilan atau mendapatkan nilai yang terkandung dalam barang itu. Tipe yang tadi saya sebut itu juga tidak mengambil karena nilainya besar atau ada kegunaannya seperti apa, juga tidak, tapi dibedakan dari kleptomania atas dasar motivasinya. Kalau yang tadi saya sebut itu dimotivasi oleh kemarahan, ingin melakukan sesuatu membalasnya, ada orang lain yang sedang marah harus berteriak atau ada orang yang harus pukul bantal atau apa, nah kategori yang tadi itu mencuri, kalau kleptomania lain lagi. Kleptomania tidak ada kaitan dengan emosi, tidak lagi marah mungkin saja dia lagi senang-senang, dengan teman-teman sedang bergurau tiba-tiba muncul dorongan mengambil dan langsung diambil seperti itu.PG : Tidak, apa saja, jadi kalau misalnya kebetulan orang itu mempunyai toko bisa jadi ia akan mencuri di toko si pemilik yang membuat dia marah. Tapi ya tidak semua orang yang membuat kita marh punya toko atau mempunyai barang-barang yang bisa kita ambil.
Nah jadi memang tidak, mungkin sekali dia akan ke toko dan dia ambil barang itu. Nah apakah ini menjadi sebuah kebiasaan? Tidak, jadi yang menjadi kebiasaan adalah yang kleptomania itu. Ya kita membicarakan kalau pencuri yang profesional itu lain lagi, memang mata pencahariannya dan cara dia untuk memenuhi kebutuhannya. Kalau kleptomania memang berlanjut jadi tidak berhenti, walaupun tadi saya singgung kadang-kadang setelah berjalan beberapa lama akan berhenti untuk sementara. Kalau yang mencuri karena kemarahan ya akan berhenti karena tidak selalu dia marah dan kedua tidak selalu waktu dia marah, dia mencuri, tidak! Itu memang lebih insidentil dan bisa dipastikan berhenti.PG : Nah menariknya, Pak Gunawan, orang ini tahu dia salah, ini bisa menyerang orang yang sangat sangat rohani, orang yang mempunyai hati nurani yang berjalan dengan baik dan itu bisa membuat da depresi berat, tertekan sekali, maka sebagian penderita kleptomania akhirnya dirundung oleh depresi.
Sangat sangat tidak bahagia hidupnya, dia mungkin malu berterus terang pada orang, dekat-dekat dengan orang, sama seperti orang yang menderita penyakit yang berbahaya dan menular. Dia tidak mau diketahui karena takut nanti orang menjauhkan diri darinya. Nah ini juga sama, sebab bayangkan saja kalau misalkan kita menderita gangguan kleptomania ini, kita bersama-sama dengan teman-teman pulang sekolah, ke toko atau apa, kita takut karena kita tahu tidak bisa mengontrol diri kita. Nanti kita ke toko dengan teman-teman, mereka sedang melihat-lihat terus kita tiba-tiba mau mengambil barang itu, misalkan kalau tertangkap bagaimana teman-teman mengetahuinya. Jadi akhirnya orang-orang ini sangat tertekan, menjauhkan diri dari pergaulan, akhirnya lebih senang menyendiri sebab jangan sampai nanti menyusahkan orang, membuat malu keluarga atau apa, jadi sebisa-bisanya membatasi relasi dengan orang dan kalau pun mempunyai teman baik bisa jadi dia susah untuk terbuka apa adanya, menjadikan relasi itu mendalam. Orang seperti ini sangat menderita, maka dikatakan sebagian dari mereka akhirnya hidupnya cukup depresif.PG : Dan betul-betul kita tidak bisa memprofilkan mereka, tidak bisa, karena datang dalam segala bentuk, hadir pada segala tipe orang. Tidak juga dipengaruhi oleh kerohanian, karena apa, dia megetahui dia salah, maka setelah dia mengambil biasanya ia merasa menyesal.
Nah sebagian dari mereka, penderita kleptomania, setelah mengambil berupaya memulangkan barang itu, karena ditegur oleh hati nuraninya, dia tahu dia salah, mungkin dia berdoa minta ampun kepada Tuhan, dia tahu Tuhan minta dia memulangkannya, jadi dia akan berusaha memulangkannya, sebagian dari mereka memang begitu, setelah mengambil akhirnya memulangkan barang yang diambilnya itu. Jadi tidak bisa diprofilkan, Ibu Wulan. Memang siapa saja bisa terkena.PG : Sebetulnya memang tindakannya adalah tindakan kriminal. Apakah bisa didakwa? Saya yakin bisa, memang masuk delik pencurian, tapi sebaiknya orang yang menderita kleptomania ini direhabilitsi, bukan dipenjarakan sebab apa gunanya penjara untuk orang yang menderita gangguan seperti ini.
Yang lebih berguna saya kira adalah perawatan psikologis yang lebih intensif.PG : Ada, Pak Gunawan, saya akan bagikan beberapa. Yang pertama adalah kita harus melihat masalah kleptomania sebagai masalah penguasaan diri. Jadi seperti masalah-masalah yang sejenis dengan pnguasaan diri, apa yang harus dilakukan oleh penderita? Langkah pertama, dia harus mengakui perbuatannya secara terbuka.
Segala hal atau segala masalah yang berkaitan dengan penguasaan diri akan lebih kuat dorongannya untuk terjadi jika masalah itu disembunyikan. Penyembunyian benar-benar memperparah, tapi pengakuan yang terbuka lebih melegakan dan lebih menutup peluang kita mengulang perbuatan yang sama. Jadi apa yang harus dilakukan, dia harus membicarakannya dengan terbuka, dia harus mengaku kepada orang atau kepada siapa sehingga masalah ini tidak lagi dia sembunyikan. Semakin disembunyikan, semakin menggerogoti dia dan bukankah dia semakin menderita pula? Jadi langkah pertama adalah pengakuan secara terbuka.PG : Saya bisa mengerti sekali, Bu Wulan. Memang kalau kita menderita gangguan seperti ini, kita akan sangat malu sekali, saya bisa bayangkan, apalagi kalau misalnya orangtua kita tokoh masyaraat, tokoh gereja dan sebagainya, kita harus menjaga reputasi mereka, jadi memang menakutkan sekali.
Kita harus membuka diri kepada orang yang dapat kita percaya, yang integritasnya memang sungguh-sungguh ada. Kita masuk ke langkah kedua yaitu kita mesti membentuk sebuah tim. Tim ini terdiri dari siapa? Siapa saja, teman, rohaniwan, kakak pembimbing kita atau siapa atau konselor kita, pendeta kita. Kita minta mereka dua tiga orang itu menjadi tim kita. Tim apa? Tim pendukung yang bertemu dengan kita secara berkala, mendoakan kita secara teratur dan kita dalam pertemuan setiap minggu dengan mereka, kita melaporkan dengan jujur aktifitas kita, jadi benar-benar kita minta agar mereka bersedia mendampingi kita dalam pergumulan kita. Pergumulan artinya jatuh bangunnya, bukan kemenangan-kemenangan saja. Jadi kalau mereka menuntut harus menang, harus menang, jangan, harus meminta kelompok yang bersedia menerima dia kalau pun dia harus jatuh lagi. Misalkan apa lagi langkah konkretnya? Dia ingin pergi ke toko dan ini di tempat terbuka, dia harus menelepon, memberitahu temannya, kelompok itu dan berkata, "Tolong doakan saya, saya akan pergi ke sana dan nanti setelah saya pulang tolong check saya, apakah saya mengambil barang dari situ". Benar-benar dengan serius, dengan kemauan yang besar meminta kelompok ini mendukungnya, mengecek, memantau dan memastikan dia tidak mengambil lagi.PG : Bisa jadi ada apa-apa yang terjadi di masa kecil, di mana dia ingin punya barang tidak bisa, dia mencuri, mencuri, mencuri. Bisa jadi ada itu dan kalau memang ada penyebabnya itu lebih gamang, kalau penyebabnya ditemukan dan dibereskan berarti selesai dengan lebih mudah.
Masalahnya dengan kleptomania adalah kita sampai sekarang belum tahu pasti apa penyebabnya, apakah ini dari lingkungan, apakah ini sesuatu dari dalam diri atau apa, sesuatu yang memang masih sangat samar, maka langkah pertama memang adalah memangkas atau mengontrol perilaku itu, sebab perilaku itu berbahaya bisa membawa dia masuk ke penjara atau berurusan dengan polisi. Jadi harus dijaga, perilakunya harus dihentikan. Langkah kedua adalah berhubungan dengan sesama, meminta teman-teman memberikan dukungan. Langkah yang berikutnya adalah dia harus mengakui ketidakmampuannya di hadapan Tuhan, jadi dengan masalah penguasaan diri kita memang harus benar-benar bersujud di hadapan Tuhan dan mengakui bahwa kita tidak bisa mengatasinya dan kita harus memanggil ini sebagai problem. Kenapa saya menekankan ini? Ada dorongan dalam diri orang-orang ini juga untuk tidak mengakuinya, kadang-kadang daripada mengakuinya sebagai problem selalu ia akan berdalih, "Oh ini nanti akan bisa saya selesaikan sendiri, oh nanti bisa saya atasi, oh itu hanya kali itu saja nanti tidak lagi". Nah, kita tidak bisa bersandiwara dengan diri kita sendiri, tidak bisa kita meyakinkan diri bahwa ini bukan masalah. Tidak, kalau sudah terjadi sekali dua kali, ini sudah masalah dan berarti sudah lepas kendali. Orang yang menderita kleptomania harus mengatakan bahwa, "Saya mempunyai problem ini, ini masalah dan saya tak mempunyai kendali lagi". Maka datanglah pada Tuhan yang mempunyai kekuatan untuk bisa menolong kita, dia harus benar-benar datang kepada Tuhan dan bukan hanya datang mengakui, tapi dia harus dekat dengan Tuhan, karena tadi meskipun saya sudah singgung, mereka tahu itu salah tapi saya percaya kalau dia berjalan dekat dengan Tuhan, benar-benar mengalami kehadiran Tuhan menit demi menit terus-menerus, itu akan menolong dia, tidak sembarangan lagi berbuat dan mengambil barang orang.PG : Betul sekali, jadi memang suatu latihan mental, mengingatkan diri bahwa Tuhan mendampingi, jadi memang itu langkah yang harus dia ambil, harus jalan dekat dengan Tuhan. Nah langkah yang beikutnya adalah sebagaimana kita tahu waktu Jusuf dicobai oleh istri Potifar dia lari, karena itu berkaitan dengan seks.
Seks adalah sesuatu yang susah dilawan, maka dia lari. Terus juga di Perjanjian Baru Paulus mengatakan hal yang sama, "larilah dari nafsu masa mudamu". Jadi untuk hal-hal yang memang terlalu besar dan bisa menguasai kita, Tuhan meminta lari, jangan coba lawan. Untuk orang yang menderita kleptomania, saya akan mengatakan hal yang sama. Kalau sudah mengakui ini problem terlalu besar untuk kita hadapi, minta Tuhan menolong kita dan kita harus lari dari pencobaan itu. Artinya apa? Kalau kita mulai merasa sedikit saja keinginan itu, kita tidak boleh pikir apa-apa, letakkan barang-barang kita, kita harus keluar dari tempat itu, benar-benar angkat kaki ambil langkah seribu. Benar-benar tinggalkan, jangan pikir "Ah, nanti beli ini dulu, beli itu dulu". Oh jangan, langsung tinggalkan toko itu dan keluar dulu, tenangkan, atur napas, perlahan-lahan, keluarkan lagi, pulang ke rumah! Nanti mau balik ke sana, jangan sendiri, minta seseorang mendampingi kita untuk ke sana. Jadi orang yang menderita kleptomania harus dari dirinya sendiri mau sembuh. Kalau tidak mau, tidak mempunyai kekuatan seperti itu, ya dia akan mudah kembali jatuh.PG : Kalau ada gangguan narkobanya, biasanya narkoba itu dulu yang diurus, karena narkoba itu akan mempengaruhi fungsinya dia, jadi dia akhirnya bisa lebih kuat untuk mengontrol dirinya. Kalau ia dikuasai oleh narkoba, dia makin lemah sehingga kehendaknya tidak kuat untuk bisa menahannya.
PG : Saya akan bacakan dari
GS : Terima kasih sekali Pak Paul untuk perbincangan ini, juga Ibu Wulan banyak terima kasih. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Memahami Kleptomania". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK), Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
48. Tentang Menghadapi Krisis | |
Krisis adalah situasi genting yang mengguncangkan keseimbangan hidup dan memaksa kita untuk mengubah hidup kita secara drastik.
T 168 A "Tentang Menghadapi Krisis" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Krisis adalah situasi genting yang mengguncangkan keseimbangan hidup dan memaksa kita untuk mengubah hidup kita secara drastik. Penyakit terminal, kecelakaan, musibah alam, atau tindak kejahatan adalah beberapa contoh krisis yang kadang menimpa kita. Ada beberapa hal tentang krisis yang mesti kita ketahui.
Situasi: Sewaktu Daud pergi, orang Amalek menyerang kota kediamannya, Ziklag, menawan semua penduduk di sana dan membakar habis kota itu.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) yang kali ini bersama Ibu Esther Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menghadapi Krisis". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Memang Pak Gunawan, kita ini tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi dalam hidup kita, kadang kala yang terjadi itu sangat menyenangkan tapi kadang kala juga yang terjadi itu sangat megejutkan.
Nah krisis saya definisikan sebagai situasi genting yang mengguncangkan keseimbangan hidup dan memaksa kita untuk mengubah hidup kita secara drastik. Jadi krisis adalah sebuah situasi genting, dan dampaknya itu mengguncangkan keseimbangan hidup kita. Misalkan kita biasa hidup dalam keseimbangan tertentu, dalam ketenteraman yang tertentu. Nah tiba-tiba semua itu hilang, kita kehilangan ketenteraman tersebut dan krisis memaksa kita untuk melakukan banyak sekali perubahan dalam hidup kita. Yang tadinya tidak kita lakukan, harus kita lakukan; yang tadinya tidak pernah kita pikirkan, sekarang harus kita pikirkan; semua itu adalah tuntutan krisis yang tidak bisa tidak harus kita hadapi. Apa saja krisi tersebut, misalnya seperti penyakit terminal, kita tahu ada orang yang misalkan dalam kondisi sehat walafiat, tiba-tiba mengecek dan dari hasil cek tubuh itu ternyata mempunyai penyakit yang terminal. Misalkan kanker atau seorang sehat walafiat, tiba-tiba terkena serangan jantung dan meninggal dunia, sedangkan usianya masih muda dan seluruh keluarga bergantung kepadanya. Nah apa yang harus dilakukan keluarga dalam kasus seperti itu. Nah meskipun kita semua berharap supaya semua itu tidak pernah menimpa kita tapi kadang kala tetap krisis menimpa hidup kita. Pertama-tama sebelum kita menghadapi krisis tersebut, kita mesti memahami beberapa hal tentang krisis. Yang pertama kita tidak akan pernah dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi krisis, maksudnya bukan kita sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa tapi maksudnya adalah sesiap apapun kita tapi tatkala krisis terjadi kita tetap akan terguncang. Sebab ya itulah krisis, krisis itu akan mengguncangkan hidup kita. Nah kadang kala ada orang yang mempunyai prinsip dalam hidupnya bahwa dia harus menyiapkan diri untuk yang terburuk terjadi. Sebetulnya boleh saja tapi jangan terlalu terobsesi dengan menyiapkan diri untuk yang terburuk. Karena waktu krisis menimpa dan yang terburuk itu terjadi kita tidak akan sanggup bisa melewatinya dengan lancar, dengan mulus. Kita akan terpukul, tergoncangkan dan mungkin untuk sementara tidak bisa berfungsi sebagaimana biasanya kita berfungsi.ET : Jadi memang tidak ada kata siap untuk krisis ini ya Pak?
PG : Saya kira demikian, tidak ada kata siap untuk krisis. Yang kita pikirkan bahwa kita sudah siap ternyata waktu kita mengalaminya kita tidak siap. Misalkan apakah kita akan siap mendengar bawa kita terkena kanker, dan sudah hampir stadium empat apakah kita akan siap.
Nah saya kira sesiap-siapnya kita waktu mendengar kabar seperti itu pasti akan sangat mengguncangkan kita.PG : Biasanya dia akan sangat terkejut dan dalam keterkejutannya itu memang akan mungkin sekali dia menjadi sangat tertekan. Ini adalah hal kedua tentang krisis yang kita juga perlu ketahui. Kia akan sangat tertekan dan dalam keadaan tertekan acap kali kita melakukan hal-hal yang tidak lazim kita lakukan.
Misalnya kita itu biasanya tidak pernah marah-marah, jarang marah-marah, nah sekarang kita menjadi pemarah. Kita dulunya itu mudah sekali tertawa, sekarang tidak pernah tertawa sama sekali; dulu kita itu selalu mencoba untuk mengerti orang lain, sekarang kita menuntut orang untuk mengerti kita dan kita sangat tidak sabar kalau orang tidak mau mengerti kita. Dengan kata lain hal kedua dalam krisis yang mesti kita sadari adalah krisis itu sering kali mengubah diri kita, diri yang kita kenal itu tiba-tiba bisa hilang dan muncullah diri yang lain yang tidak kita kenali sebelumnya. Kita kehilangan kendali atas diri yang biasanya kita kenal, itu sebabnya orang yang tinggal dengan orang yang sedang mengalami krisis, acap kali dibuat bingung. Kenapa dia menjadi begini, kenapa dia sekarang berubah seperti ini, menjadi tambah tidak enak tinggal dengan dia dan sebagainya, nah itu bagian dari perubahan-perubahan yang memang biasanya sangat berbeda dengan diri orang itu sebelumnya. Dan itu sebetulnya adalah gejala dari kondisinya yang begitu tertekan.PG : Seharusnya dia beradaptasi Pak Gunawan, tapi masalahnya adalah kita itu sebagai manusia tidak terlalu mudah beradaptasi. Maka dituntut fleksibelitas dalam diri kita, kalau kita itu orang yng kaku, susah sekali beradaptasi; waktu menghadapi krisis biasanya dampak krisis itu akan sangat berat sekali.
Sebaliknya orang yang lebih fleksibel; waktu menghadapi krisis dia akan lebih mudah beradaptasi. Contoh, dia misalnya mengalami kecelakaan sehingga kakinya tidak lagi dapat digunakan dan dia harus menggunakan tongkat penyangga. Nah orang yang kaku tidak bisa terima, kenapa kaki saya tidak bisa saya gunakan, dia akan terus marah, dia akan terus berkubang di dalam penyesalannya, kenapa tidak punya kaki. Tapi orang yang fleksibel akan berkata ya sudah sekarang tidak ada kaki, ada tongkat penyangga ya saya akan berjalan dengan tongkat penyangga, yang penting saya sampai; tidak harus saya itu jalan untuk sampai ke tujuan; saya bisa menggunakan tongkat untuk sampai ke tujuan. Nah sekali lagi ciri kepribadian yang fleksibel menolong kita untuk melakukan perubahan-perubahan yang iperlukan di dalam krisis.ET : Tadi waktu Pak Paul katakan akan terjadi perubahan, apakah itu sesuatu yang temporer atau akan untuk seterusnya?
PG : Nah ini sesuatu yang memang harus kita dapat pastikan atau kita mesti nilai dari awalnya, Ibu Esther. Ada krisis yang bersifat permanen, misalkan kematian. Kepala keluarga tidak ada lagi, erarti ibu dan anak-anak sekarang harus memikirkan cara lain untuk bekerja, menghasilkan penghasilan untuk dapat digunakan mencukupi keluarga.
Tapi ada krisis yang lebih bersifat sementara, temporer. Misalkan terkena penyakit dan setelah diobati orang itu mengalami kesembuhan, sehingga akhirnya bisa berfungsi lagi seperti biasa. Nah ada krisis-krisis yang temporer dan ada yang permanen. Dan kita mesti memisahkan keduanya misalnya seperti yang saya sebut yang pertama adalah kematian. Orang akhirnya harus menerima itu adalah kematian dan permanen, dan selama-lamanya kita harus mengubah hidup kita. Betapa malangnya kalau ada orang yang tidak mau menerima bahwa suaminya sudah meninggal atau istrinya sudah meninggal, dan terus hidup seakan-akan pasangannya itu akan ada lagi nanti. Nah itu akan menyusahkan dia untuk beradaptasi, hendaknya memang terima bahwa ini sudah tidak akan lagi bisa berubah. Sebaliknya juga sama, yang bersifat temporer juga hadapilah sebagai sesuatu yang temporer. Jangan buru-buru mengetukkan palu sebagai fonis bahwa tidak akan pernah ada lagi perubahan, dia terkena penyakit dan selama-lamanya dia akan begini. Tidak, ada hal-hal yang memang dengan perawatan akan membuahkan kesembuhan dan akan mengembalikan hidup seperti semula. Dan dia harus siapkan juga untuk nantinya hidup seperti semula. Jadi penting bagi kita untuk bisa membedakan apakah ini sesuatu yang bersifat permanen ataukah temporer.ET : Jadi ini mungkin penting diketahui oleh orang-orang terdekat dari orang yang mengalami krisis Pak Paul, misalnya keluarga atau teman-teman. Artinya apakah goncangan ini nanti akan ada masaya yang bersangkutan akan kembali atau memang harus melakukan perubahan itu.
PG : Betul sekali, jadi jangan sampai juga kita itu sudah memastikan orang ini tidak akan kembali lagi seperti semula. Jadi semua pintu ditutup, kesempatannya untuk kembali tidak ada lagi, jabaannya, pekerjaannya sudah diguntingi semua.
Waktu dia sehat dan mau kembali kerja tidak ada lagi sama sekali, nah itu bisa menjadi krisis yang kedua bahkan bisa lebih mematahkan semangatnya.PG : Kita memang tidak mempunyai jawaban Pak Gunawan, kenapa harus terjadi. Tapi yang bisa kita katakan adalah Tuhan mengijinkan krisis itu terjadi dalam hidup kita. Nah pengijinan Tuhan ini mebuat kita seharusnya tenteram, aman, sebab kita tahu bahwa seburuk apapun krisis ini, krisis ini tetap di dalam wilayah penguasaan Tuhan.
Tidak ada yang namanya menyelinap keluar dari tangan Tuhan, semua tetap berada dalam kendali tangan Tuhan.PG : Saya akan mengangkat kisah Daud, kita tahu Daud itu untuk jangka waktu yang panjang hidup di dalam pengembaraan akibat dikejar-kejar oleh Saul. Pernah suatu kali Daud begitu frustrasinya ahirnya dia meminta perlindungan dari raja-raja Filistin, sehingga dia aman karena Saul tidak menyerang Filistin.
Pada masa inilah terjadi sebuah krisis yang besar yaitu sewaktu Daud pergi dari sebuah kota di mana mereka tinggal yaitu kota Ziklag datang bangsa Amalek menyerang kota di mana Daud tinggal beserta dengan rakyat dan keluarganya dan dikatakan oleh Alkitab, orang-orang Amalek ini menawan semua penduduk dan membakar habis kota itu. Waktu Daud kembali, kota ini sudah habis terbakar, anak-istri dan semua keluarga dari prajuritnya, rakyatnya sudah tidak ada lagi. Nah itu adalah sebuah krisis yang super besar, dan sebetulnya dapat kita katakan ini adalah krisis yang mungkin sekali terbesar dalam hidup Daud. Dia belum pernah mengalami satu kotanya itu habis dibakar oleh musuh dan satu kota di mana ada anak-istri semuanya ditawan, itu belum pernah terjadi. Jadi benar-benar ini krisis yang sangat besar sekali. Dan kita akan coba terapkan prinsip-prinsip yang tadi telah kita pelajari di dalam kisah Daud ini. Yang pertama adalah kita bisa melihat bahwa sekuat-kuatnya Daud, sesiap-siapnya Daud waktu menghadapi krisis ini tetap dia akan tergoncang. Meskipun kita tahu Daud telah terbiasa hidup dalam krisis yang berkepanjangan; dikejar Saul, mau dibunuh Saul, namun tetap dia tidak siap menghadapi krisis yang sangat-sangat besar ini. Apa yang Daud dan orang-orangnya lakukan, dikatakan di Alkitab, "Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis." Apa yang terjadi di sini, tidak siap, kaget, terkejut, tergoncang, tertekan. Tapi Daud melakukan sesuatu yang sangat baik secara theologis yaitu dia dan rakyatnya menangis dan dikatakan menangisnya bukan sembarang menangis tapi dengan suara yang sangat nyaring. Jadi satu prinsip yang kita mau angkat dari cerita Daud ini adalah tatkala mengalami krisis, berilah ijin pada diri sendiri untuk tergoncang, untuk sedih, untuk terluka, untuk menangis sekeras-kerasnya; ijinkan diri untuk mengalami goncangan. Kita tidak selalu kuat dan ijinkan diri untuk sekali-sekali lemah.ET : Apakah ini prinsip yang berlaku untuk semua, karena kadang-kadang misalnya seperti kepala keluarga mengatakan kalau saya mengijinkan diri tergoncang, lalu bagaimana dengan yang lain, kehidupan 'kan harus berjalan?
PG : Sebisanya kita itu jujur dengan diri kita apa adanya, sewaktu kita lagi tergoncang kita bisa juga membagikan ketergoncangan kita, kita tidak usah menutupinya. Meskipun waktu tuntutan untukkuat, untuk mengendalikan situasi itu muncul kita tetap harus lakukan tanggung jawab kita, kadang-kadang harus kita kedepankan dan perasaan harus kita belakangkan.
Tapi permintaan saya adalah jangan kebelakangkan kemudian ditanam atau dikubur. Ijinkanlah diri itu untuk tetap merasakan goncangan yang begitu berat dan tidak apa-apa. Daud seorang tentara yang gagah berani melawan Goliat yang besarnya beberapa kali lipat dari dia, tapi dia tidak takut, dia berani hadapi. Bahkan dikatakan dia berani melawan binatang-binatang buas yang memangsa dombanya, tapi dia berani menangis, dia berani membuka dirinya bahwa dia manusia dan dia bisa tergoncang.PG : Dan itu yan terjadi juga dengan rakyat Daud, menarik sekali awal-awalnya mereka bersama-sama dengan Daud menangis begitu nyaringnya. Tapi setelah itu waktu mereka sudah melepaskan emosi meeka dan sudah mulai bisa berpikir, mereka itu berbalik arah.
Alkitab mencatat di I Samuel 30:6, "Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak melempari dia dengan batu. Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan." Meski mereka mengasihi Daud dan dengan rela mengikutinya namun dalam kondisi tertekan mereka tidak berpikir jernih dan malah menyalahkan Daud. Ini memang kodrat manusiawi kita yang telah tercemar oleh dosa, jadi dalam kondisi tertekan kita itu ingin keluar, tapi caranya keluar adalah dengan menyalahkan orang lain. Jadi saya mau membagikan satu prinsip di sini berhati-hatilah, jangan melakukan hal-hal yang kelak kita sesali seumur hidup. Dalam kondisi tertekan kita kadang-kadang kehilangan diri, melakukan hal-hal yang tidak lazimnya kita lakukan, kita bukannya diri kita lagi, jadi hati-hati jangan sampai kita melakukan hal-hal yang sangat salah. Ada orang dalam keadaan krisis yang besar malahan berjudi, sudah kehabisan uang misalnya bukannya berikhtiar dengan cara yang lebih sehat malah berjudi, beranggapan siapa tahu saya dapat kemenangan besar, saya bisa membayar semuanya. Malah tambah habis. Jadi kadang-kadang kita itu dalam kondisi krisis memang kehilangan kendali dan tergoda melakukan hal-hal yang sebetulnya bukanlah diri kita. Maka perlu berhati-hati, jangan melakukan hal-hal yang kelak kita sesali seumur hidup. Saya cukup sering bertemu Pak Gunawan dan Ibu Esther, dengan kasus-kasus yang seperti ini. Orang-orang yang dalam keadaan krisis, rumah tangga sedang tergoncang malah mencari perempuan lain. Akhirnya berselingkuh dan mempunyai anak dengan selingkuhnya itu, masalah menjadi sangat lebar. Ingin menyelesaikannya, ingin kembali ke rumah tapi tidak bisa karena sudah ada istri lain, sudah ada anak, semua munculnya gara-gara dia dalam kondisi tertekan. Jadi kita mesti berhati-hati dalam kondisi seperti ini.PG : Dan sebenarnya itu disebabkan oleh karena mereka tidak fleksibel, mereka tidak bisa menerima perubahan itu, mereka tidak bisa menerima fakta bahwa hidup di dalam pengembaraan dari kota ke ota dan hidup di tengah-tengah bangsa Filistin yang memang gemar berperang; Filistin memang gemar menyerang bangsa Israel, bangsa lain.
Dalam kondisi peran seperti itu seharusnya bisa dimaklumi bahwa mereka kadang-kadang menang perang, kadang-kadang mereka kalah perang. Kadang-kadang mereka menyerang, kadang-kadang mereka diserang, tapi tentara Israel ini tidak mau menerima fakta itu. Seolah-olah itu seharusnya sama, tidak pernah boleh kalah perang, tidak pernah boleh kami diserang; kami yang selalu harus menyerang. Jadi mereka tidak mau berubah dan ini memang merefleksikan sifat dasar kita sebagai manusia, tidak mudah berubah; kita itu mau orang lain yang berubah, situasi yang berubah sedangkan kita tidak. Itulah saya kira yang menjadi penyabab mengapa mereka akhirnya menuntut Daud untuk seolah-olah itu menghadirkan keluarga mereka dengan segera. Sekarang tidak ada keluarga, kamu harus hadirkan kamu harus tanggung jawab, siapa yang bisa. Jadi dalam keadaan krisis kita harus melihat ke dalam, perubahan apakah yang perlu kita lakukan di dalam diri kita.ET : Nah rasanya kembali lagi, dengan cara pandang apakah ini masalah yang seterusnya atau masalah yang sementara.
PG : Betul sekali, salah satunya adalah memang kita harus membedakan apakah krisis ini akan berlangsung lama atau sementara, dan kita menyesuaikan respons yang akan kita berikan. Misalkan dalamcontoh Daud ini, dia menyadari bahwa ini adalah krisis sementara, dapat diselesaikan.
Kita dapat kejar kembali, kita dapat rebut kembali anak dan istri kita, itu sebabnya Daud menyusun kekuatan dan strategi untuk menjemput keluarganya kembali. Jadi dalam menghadapi krisis, kita mesti berjuang untuk menyelesaikannya kecuali bila ini memang krisis yang bersifat terminal. Misalnya kalau kita mendapat laporan bahwa kita terkena penyakit terminal misalnya kanker, saya kira respons yang harus kita lakukan adalah berobat. Sedapat-dapatnya, sejauh mungkin berobat, sampai titik darah penghabisan, sampai tidak lagi bisa berbuat apa-apa. Kenapa, sebab kita tahu dalam penyakit kanker kita tahu bahwa sebagian kanker bisa diselesaikan, bisa diobati dan banyak orang yang hidup berpuluhan tahun setelah mendapatkan kanker untuk pertama kalinya, jadi kita coba lakukan sebisa kita, kita selesaikan. Lain perkaran kalau kematian, orang yang sudah meninggal ya sudah, tidak bisa lagi kita hidupkan. Tapi yang masih bisa, yang masih bersifat temporer, kita hadapi sebagai sesuatu yang bersifat temporer; dengan harapan nanti orang itu akan bisa kembali lagi pulih seperti dahulu kala.PG : Betul, jadi dalam kasus Daud memang ini kasus yang temporer tapi dalam kasus-kasus yang lain bisa jadi memang itu permanen. Atau misalnya permanen bukannya kematian tapi kecelakaan sehingg orang itu cacat, kondisi cacatnya itu akan permanen.
Kita harus sesuaikan respons kita, hiduplah sesuai dengan kondisi yang ada sekarang, tidak bisa kita tetap menuntut seolah-olah kita tidak pernah cacat.PG : Yang indah adalah sewaktu orang-orang itu hendak membunuh Daud, Daud datang kepada Tuhan. Alkitab mencatat satu kalimat yang indah sekali, "Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada Tuhn Allahnya."
Itu dapat diterjemahkan bahwa Daud memperoleh kekuatannya dari Tuhan. Jadi dia datang kepada imam, dia meminta imam bertanya kepada Tuhan, Tuhan menjawab Daud silakan kejar dan kamu akan dapat memenangkan kembali anak dan istrimu. Jawaban itu memberikan Daud kekuatan, dia ajak rakyatnya pergi mengejar bani Amalek dan mereka berhasil mendapatkan kembali keluarga mereka. Jadi apa yang harus kita lakukan kalau kita menghadapi krisis, langkah pertama adalah selalu datang kepada Tuhan. Sebab dalam relasi dengan Tuhan, dalam keluh kesah dengan Tuhan, dalam permohonan doa dengan Tuhan, di situlah kita mendapatkan kekuatan. Dalam kita membaca firmanNya, merenungkan firmanNya, percaya kembali pada firmanNya, hari lepas hari di sanalah kita akan mendapatkan kekuatan yang dibutuhkan dan akhirnya kita bisa melewati krisis itu.PG : Ya, seolah-olah kita itu marah kepada Tuhan dan menyalahkan Tuhan, jadi untuk sementara kita tidak mau terlalu dekat-dekat dengan Tuhan yang dianggap sebagai penyebab malapetaka ini.
ET : Mencari alternatif lain juga Pak, misalnya kekuatan yang lain yang di luar Tuhan.
PG : Ada juga orang yang seperti itu, mencari jalan keluar yang tidak Tuhan perkenan. Maka penting sekali kita kembali kepada Tuhan, kita tahu Tuhan mengijinkan tapi tidak berarti Tuhan jahat, da maksud yang Tuhan sedang kerjakan yang memang belum bisa kita lihat sekarang.
GS : Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini juga Ibu Esther terima kasih, ini suatu perbincangan yang sangat relevan yang kita hadapi sewaktu-waktu. Jadi ini akan menjadi bekal yang sangat penting bagi kita. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga. Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghadapi Krisis". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
49. Menyalahkan Orang | |
Menyalahkan orang adalah jalan pintas untuk lepas dari tanggung jawab dan konsekuensi perbuatan sendiri. Salah satu cara untuk menolongnya ialah kita perlu meletakkan kesalahan di pundaknya tanpa ragu. Dengan kata lain, ia perlu belajar hidup susah.
Ada sebagian orang yang memiliki kebiasaan buruk menyalahkan orang. Mengapakah demikian dan bagaimana menolongnya agar tidak menyalahkan orang?
Bagaimana menolongnya?
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) yang kali ini bersama Ibu Esther Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menyalahkan Orang". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Itu adalah gejala kekurangdewasaan, jadi kedewasaan seseorang itu diukur oleh salah satunya adalah berapa siapnya kita memikul tanggung jawab. Orang yang terlalu mudah menyalahkan orang kita katakan sebagai orang yang belum dewasa.
Saya kira kita langsung masuk ke pertanyaannya Pak Gunawan, kenapa ada orang seperti itu dan apa penyebabnya. Yang akan coba saya uraikan adalah beberapa penyebabnya, beberapa kategori; sebab ternyata menyalahkan orang itu tidak muncul dari satu penyebab jadi ada beberapa. Dan setelah itu kita juga akan coba melihat bagaimana menolong seseorang yang mempunyai masalah dengan menyalahkan orang ini. Yang pertama adalah bagi sebagian orang, menyalahkan orang ialah jalan pintas untuk lepas dari tanggung jawab dan konsekuensi perbuatan sendiri, itu sebabnya jauh lebih mudah menyalahkan orang, kita dapat hidup tanpa beban. Golongan pertama adalah orang yang memang tidak mau repot dalam hidup, tidak mau susah dalam hidup; maunya hidup itu gampang dan berjalan lancar. Kalau ada halangan, ada masalah, dia langsung lempar masalahnya pada orang lain dan dia akan salahkan orang supaya hidupnya kembali lancar. Ini ciri pertama atau golongan pertama orang yang menyalahkan orang.ET : Rasanya ada peran pola asuh orang tua juga dalam hal ini Pak Paul?
PG : Benar sekali Ibu Esther, jadi adakalanya orang tua memudahkan hidup anak sampai sedemikian rupa sehingga tidak lagi realistik, tidak lagi bersentuhan dengan kondisi riil di dalam hidup.Semua diatur, dibereskan, dipermudah oleh orangtuanya akibatnya si anak terbiasa hidup sepertinya berselancar terus dan tidak pernah susah.
Anak-anak yang seperti ini akhirnya setelah besar dia mudah sekali menyalahkan semua orang di seluruh dunia supaya dia tetap hidup tanpa beban.ET : Saya menjadi ingat peristiwa yang sepertinya remeh tapi bisa berpengaruh ke sana. Misalnya seperti anak kecil terjatuh, kadang-kadang orang dewasa di sekitarnya berkata pukul lantainya arena lantai yang menyebabkan anak itu jatuh.
Bukankah ini sebenarnya penanaman bibit-bibit itu, padahal mungkin anak itu kurang hati-hati.PG : Kalau pola itu dipertahankan sampai anak itu berusia besar, itu akan menjadi masalah. Kalau hanya dilakukan sekali-sekali pada masa anak-anak kecil saya kira tidak apa-apa, tapi itu betl.
Kalau sampai sudah besar anak itu sudah berusia 12 tahun misalnya menyenggol atau apa sampai barangnya pecah, terus mamanya atau papanya memukul barang itu dan berkata barang ini yang salah ada di tengah-tengah kamu, bukannya kepada anak berkata: "Kamu harus lihat-lihat dong jalan." Tidak, Barangnya yang dimarahi, nah kalau terus begitu saya kira anak ini akan menjadi anak yang tidak dewasa dan cenderung menyalahkan orang kalau ada masalah.PG : Cara mengatasinya akhirnya kalau orang itu sudah besar harus melalui tekanan orang-orang di sekitarnya. Yaitu mesti ada orang yang berani mengatakan kamu salah dan kamu harus pikul kesaahan ini, dan kami tidak mau memikulkannya untuk kamu.
Jadi biarkan dia itu memikul kesalahan di pundaknya dan tidak ada orang lagi yang melepaskan dia dari tanggung jawab itu. Kalau sudah sampai usia besar atau dewasa tetap saja orangtuanya yang melindungi, mengeluarkan dia dari bencana; sampai kapan pun dia akan seperti itu yaitu menyalahkan orang. Maka mesti ada yang berani tegas dan kalau bisa lingkungannya sepakat, sehati. Tidak ada yang mengeluarkan dia dari masalah, biarkan dia hadapi, biarkan dia mengalami kesusahan.PG : Penjelasan di perlukan, meskipun untuk orang yang seperti ini awal-awalnya tidak mudah menerima penjelasan itu. Kita mesti berulang kali menjelaskan nah dia mungkin baru bisa menerima. amun yang terpenting adalah bukannya penjelasan tapi tindakan konkret dari lingkungan yang sepakat, seia, sekata, tidak mau melepaskan dia dari tanggung jawab; biarkan dia pikul, biarkan dia susah.
ET : Walaupun dia tetap menyalahkan kenapa orang lain tidak membantu dia, Pak?
PG : Betul, meskipun disalahkan. Dan memang untuk waktu-waktu yang agak panjang dia tidak akan mudah menerima kesalahannya. Dia tetap menyalahkan orang, sampai usianya sudah tua pun ada yangmasih seperti itu.
Menyalahkan orang; dulu menyalahkan orang yang lebih tua darinya, dan sekarang dia sudah cukup tua, dan sudah susah mencari orang yang lebih tua darinya maka dia menyalahkan orang yang lebih muda darinya, termasuk anak-anaknya sekarang. Semua disalahkan, tidak mau menolong dia, tidak sadar dia itu sayang kepada anaknya dan begitu tidak bisa melihat bagian dalam dirinya.PG : Ada Pak Gunawan, bagi sebagian orang, menyalahkan orang itu mudah muncul dalam diri seseorang yang hidup dalam bayang-bayang ancaman. Misalkan kita itu baik pada masa lampau atau masa skarang, hidup dalam ketakutan; ketakutan bahwa kesalahan kita itu akan berakibat buruk.
Nah akhirnya kita akan mengembangkan kebiasaan menyalahkan orang agar tidak harus menanggung hukuman berat yang menanti kita. Nah umumnya memang ada alasannya; dulu kalau dia berbuat salah, orangtuanya itu akan mendisiplin dia dengan sangat keras, menghukum dengan sangat-sangat keterlaluan, sehingga akhirnya dia belajar melempar kesalahan; belajar selalu berkelit dari kesalahan karena kalau ketangkap dia habis. Mungkin sekali setelah dia dewasa hukuman itu tidak ada lagi, karena orangtuanya tidak lagi memukuli dia seperti dulu. Namun karena dulu terlalu sering dan terlalu lama yaitu dalam ketakutan; sampai sekarang pun dia masih membawa-bawa ancaman itu dalam benaknya. Meskipun tidak ada lagi yang akan memukul dia tapi dalam bayangannya kalau dia mengakui kesalahan, habis dia. Maka meskipun sudah dewasa, tidak ada lagi yang mengancamnya dia tetap hidup dalam ketakutan yang sama. Itu sebabnya kalau ada kesalahan dia tidak mau mengakuinya, dia memang akan mencoba hidup sesempurna mungkin, menghasilkan karya yang sebagus mungkin, dan kalau ada yang salah dia akan lemparkan kepada orang lain supaya tidak usah menanggung hukuman itu.PG : Betul, saya bisa mengerti adakalanya itu terjadi pada diri kita. Karena ancaman yang terlalu berat akhirnya kita tergoda melemparkan tanggung jawab seolah-olah kita tidak salah. Saya megerti kalau itu terjadi pada diri kita sekali-sekali.
Yang saya permasalahkan adalah kalau ini menjadi pola kehidupan kita, kita terus melemparkan kesalahan pada pundak orang karena kita takut hukuman yang menanti kita. Apa yang harus kita lakukan kepada orang yang seperti ini, saya kira yang pertama kita harus meyakinkan bahwa kita tidak akan menghukumnya bila saja dia berkata jujur dan kita akan pegang janji itu. Dia mesti melihat bukti, karena dulu dia terlalu sering melihat bukti dihukum, dimarahi kalau dia berbuat kesalahan sekarang dia mesti melihat bukti yang kebalikannya bahwa dia berbuat salah dan kita tidak menghukumnya, kita memaafkannya. Tapi kita memberikan syarat kepadanya bahwa dia harus mengakui perbuatannya. Sekali lagi ini tidak berjalan dengan cepat, dia perlu percaya pada kita, mungkin dari hal-hal yang kecil kita katakan: "Saya tidak akan marah dan saya janji tidak akan menghukum kamu." Dari hal-hal kecil mungkin nantinya akan berkembang ke hal-hal yang besar dan dia akan lebih mudah percaya pada kita.ET : Kalau yang tadi Pak Paul katakan sepertinya ada kesalahan di masa lalu. Mungkin atau tidak Pak Paul, orang justru menyalahkan orang lain karena dia takut salah?
PG : Bisa saja, adakalanya kita memang takut salah. Kenapa kita takut salah, sebab pada sebagian orang dia tidak memiliki penghargaan diri yang baik Ibu Esther. Artinya dia takut kalau tindaan dan keputusannya itu membuat rusak.
Dia selalu merasa tidak aman dengan dirinya dan keputusannya sendiri, dia ragu-ragu, dia selalu mempertanyakan, dia takut sekali membuat kesalahan-kesalahan seperti itu, kecemasannya terlalu tinggi. Akhirnya yang dia lakukan adalah bergantung pada orang lain, kalau ada kesalahan; orang lain yang harus tanggung, sementara dia hanya ikut, dia hanya menuruti permintaan atau nasihat orang lain, nah kalau ada yang salah ya dia langsung berkata yang memberitahu saya dia, yang menyuruh saya juga dia, jadi bukan salah saya. Memang ada orang yang seperti itu juga.PG : Tepat sekali Pak Gunawan, orang yang tidak percaya sebetulnya artinya tidak percaya kepada penilaian dirinya, pemikiran dirinya, keputusan yang dia telah ambil. Dia lebih percaya pada pnilaian orang lain, pemikiran orang lain dan keputusan orang lain; maka lebih baik bergantung, berlindung dibalik keputusan dan pemikiran orang lain.
PG : Betul sekali, daripada dia mengambil keputusan dan keliru itu merupakan bencana besar buat dia, orang menjadi tahu bahwa dia tidak mampu atau dia tidak sanggup dan itu memalukan. Jadi lbih baik berlindung di balik keputusan orang lain dan dia akan merasa aman, tenteram.
PG : Kita perlu membimbingnya, membimbingnya perlahan-lahan agar dia dapat melihat kekuatannya dan kesanggupannya. Orang yang memang penghargaan dirinya buruk selalu mengecilkan kemampuannya merasa tidak bisa dan takut salah, mungkin saja dia dulu pernah salah dalam pengambilan keputusan, mungkin saja dia kurang bijaksana, nah sekarang kita membantu dia.
Dengan cara misalkan menghadirkan informasi yang tidak dia ketahui, melengkapi pengetahuannya, memunculkan alternatif-alternatif yang lain sehingga dia bisa melihat o.....ya ada alternatif ini, tapi setelah itu kita memang meminta dia untuk mengambil keputusannya. Kita tidak mengambilkannya untuk dia, tapi kita bisa membantunya dalam proses pengambilan keputusan itu, yakni dengan cara memunculkan pemikiran-pemikiran alternatif atau keterangan atau informasi yang sebelumnya dia luput melihatnya. Atau yang lain yang bisa kita lakukan adalah kita mengajaknya melihat apa kesanggupannya, apa kekuatannya, dan apa keterbatasannya. Ajar dia menerima apa kekuatan dan keterbatasannya, setelah itu ajar dia untuk mengembangkan kesanggupannya itu, dan berpijak pada kesanggupannya. Dalam hal di mana dia terbatas ya ijinkan dia untuk bertanya meminta bantuan.ET : Jadi rasanya seperti dua ekstrim, antara lain contoh yang sebelum ini dengan yang sekarang ini. Misalnya dia di masa lalunya pernah melakukan kesalahan yang misalnya cukup fatal, kemudin lari ke ekstrim yang satunya lagi, jadi takut melakukan kesalahan tapi dua-duanya memerlukan penanganan dari orang-orang di sekitarnya.
PG : Betul sekali, jadi memang saya bisa menyimpulkan akarnya biasanya adalah suasana rumah yang tidak aman. Sebab kalau suasana rumah aman, rumah atau orangtua mengijinkan anak membuat kesaahan dan tidak menjatuhkan vonis sebesar gunung untuk kesalahan anak, malah bisa menerimanya.
Dan juga suasana rumah yang aman membuat si anak bisa mengembangkan dirinya, kesanggupannya, kebisaannya, dan orang tua menerima kekuatan si anak serta keterbatasan si anak. Bukan menekan atau mempermalukan si anak gara-gara dia tidak bisa ini dan tidak bisa itu. Jadi memang kembali lagi pada apa yang terjadi dalam rumah, itu penting sekali. Saya bisa simpulkan, anak-anak yang memang tidak bisa memikul kesalahan, tidak bisa tidak akarnya itu dari rumah itu sendiri.ET : Jadi karena sering kali disalahkan, akhirnya jadi menyalahkan orang lain.
PG : Betul sekali, daripada nanti kena lagi, disalahkan lagi; dia lempar kesalahan itu pada orang lain. Atau dia mencoba dirinya itu harus sesempurna mungkin jangan sampai ada celaan sedikitun.
Dia harus menghindar dari kesalahan-kesalahan itu. Dan cara yang lain adalah dia bersembunyi dibalik orang lain, selalu dia bilang: "O....saya hanya melakukan yang dikatakan oleh ini, o.........saya pikir kamu yang minta saya begini." Jadi semuanya salah orang lain.PG : Tepat sekali Pak Gunawan, jadi orang yang menyalahkan itu cukup sering memang juga membawa kemarahan di dalam penyalahannya itu. Dia memang menyalahkan orang karena dia merasa ya...sayadulu itu gara-gara salah dimarah-marahi, jadi akhirnya dia menyimpan kemarahan-kemarahan itu, jadi selalu disalahkan.
Nah sekarang waktu dia menyalahkan orang, kemarahan yang dia terima dulu waktu disalahkan sudah mengendap pada diri dia. Sehingga sekarang waktu disalahkan orang, kemarahan itu juga keluar. Orang yang penuh kemarahan itu biasanya matanya tertuju pada orang lain. Orang yang penuh dengan kemarahan susah sekali melihat dirinya, baik kesalahannya, kekurangannya; tidak bisa, selalu kalau kita marah, marahnya kepada orang lain, menyalahkan orang lain, fokusnya pada orang lain. Nah kepada orang yang seperti ini apa yang perlu kita lakukan? Saya kira kita perlu menolongnya mengalamatkan kemarahan secara tepat sehingga dia tidak lagi membabi buta melampiaskan kemarahannya. Artinya, kadang kala memang seharusnyalah dia marah kepada seseorang, OK! Tapi tidak seharusnya dia marah kepada 2, 3 orang, satu orang saja yang memang menjadi penyebab kemarahannya. Tapi juga adakalanya orang kesalahannya sedikit, sementara dia kesalahannya lebih besar, dia juga perlu melihat dirinya, apa yang dia harus lakukan atau dia keliru perbuat, itu semua hal-hal yang mesti juga dia lihat. Terus kita juga mengajak dia melihat masalah dari kacamata orang lain menolong dia merasakan apa yang orang lain rasakan. Sebab orang yang mempunyai banyak kemarahan ini, sering kali tidak begitu bisa merasakan perasaan orang lain, dia melihat semua hal dari kacamatanya saja.ET : Sering kali memang dalam peristiwa sehari-hari kita berhadapan dengan orang-orang yang sebenarnya harusnya dia yang salah tapi lebih galak dari kita, Pak Paul.
PG : Dan itu akhirnya adalah cara yang enak bagi dia untuk menghadapi hidup ini. Dengan dia marah dia mendapatkan yang dia inginkan dengan sangat mudah. Makanya buat orang seperti dia pertanaannya adalah buat apa susah-susah minta tolong baik-baik, memohon, bernegoisasi; itu tidak perlu, kalau perlu dipaksa, dimarahi, mengancam, maka akan dapat.
Akhirnya mereka terbiasa hidup dengan mudah seperti itu. Itu sebabnya bagi orang yang pemarah, untuk dia meninggalkan kemarahannya adalah suatu hal yang susah sebab benar-benar akan menyusahkan dia kalau dia tidak bisa marah lagi. Jadi lebih baik dia pakai kemarahan itu terus-menerus agar dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Itu sebabnya kita bisa mengajak dia untuk melihat dari sisi orang lain. Waktu ini terjadi orang merasa apa, bukan hanya kamu yang merasa seperti ini, orang lain pun juga merasa seperti ini, coba lihat orang lain, jangan hanya melihat dari perasaan kita sendiri. Mudah-mudahan dengan cara seperti itu dia lebih bisa menahan kemarahannya dan pada akhirnya dia lebih bisa memikul kesalahannya sendiri.PG : Betul sekali, karena dia akan mencari korban.
PG : Coba kita melihat apa yang terjadi waktu manusia jatuh ke dalam dosa, di Kejadian 3 itu semua dicatat dengan jelas. Tuhan pertama-tama memanggil Adam dan menanyakan kepada Adam, Adam megelak dari dosanya dan dia langsung menyalahkan Hawa dan malahan dia menyalahkan Tuhan yang memberikan Hawa kepadanya, jadi bukan salah dia tapi salahnya Hawa.
Waktu Tuhan bertanya kepada Hawa, Hawa menyalahkan iblis yang hadir dalam bentuk ular pada saat itu. Apa yang Tuhan lakukan menghadapi Adam dan Hawa yang menyalahkan orang lain dan tidak mau menanggung kesalahannya itu. Di sini pertama-tama kita bisa melihat bahwa dosa menyalahkan itu adalah dosa yang awal, dosa yang begitu terintegrasi dalam diri manusia dan sudah dilakukan oleh manusia pertama. Tuhan tidak mendengarkan argumentasi Adam dan Hawa, Tuhan langsung berikan hukuman kepada masing-masing. Jadi apa yang harus kita lakukan kepada orang yang memang tidak mau memikul kesalahannya, kita memang harus tetap memberikan tanggung jawab itu kepada dia, jangan sampai kita itu mundur dan memikul tanggung jawab itu. Atau kita mundur dan tidak membebankan tanggung jawab itu kepada orang yang bersalah. Tetap kesalahan harus ditanggung oleh orang yang melakukannya, barulah proses pembelajaran dan perubahan terjadi.PG : Bisa jadi orangtua memang bertanggung jawab, tadi saya sudah singgung suasana rumah, perlakuan orangtua terhadap anak itu memang berpengaruh besar. Tapi setelah anak dewasa dia tetap meiliki kesempatan berubah, dia tetap mempunyai pilihan mempertahankan yang dulu yang tidak sehat atau memulai sesuatu yang baru.
Pilihan itu tetap ada, Tuhan tidak pernah menarik pilihan itu dari manusia. Sampai manusia menutup mata dia masih mempunyai pilihan untuk berubah. Kalau orangtua merasa bersalah karena memang ada kesalahan yang dilakukan, itu baik, tapi tetap tanggung jawab si anak itu ada. Jadi orangtua tidak perlu sampai kapanpun merasa dia bersalah, dia harus membayar semuanya. Tidak, ada yang anak itu harus bayar. Saya akan kutib dariET : Jadi berkaitan dengan mata rantai saling menyalahkan itu, saya mendapat kesan kalau ada salah satu pihak yang mengambil tanggung jawab kemudian mengakui kesalahan, rasanya ini bisa terptus.
PG : Betul sekali. Tuhan tidak menunggu sampai Adam dan Hawa itu mengaku. Tuhan tidak berkata: "OK! Saya tunggu, kalau kamu mengaku barulah nanti saya hukum atau tidak menghukum kamu.&qot; Tuhan tidak demikian, Tuhan tahu mereka bersalah, Tuhan langsung jatuhkan hukuman itu kepada mereka.
Dan kepada iblis yang memang tidak ada jalan lagi dia harus menyalahkan siapa, dia harus terima kesalahannya, Tuhan tetap jatuhkan hukuman kepada dia. Jadi di pihak lingkungan bagaimanakah kita menghadapi orang yang tidak mau memikul kesalahan, kita harus seia, sekata meletakkan kesalahan itu pada pundaknya dan jangan termakan oleh rasa bersalah, mau melakukan sesuatu untuk menolongnya, mengeluarkan dia dari bencananya. Tidak, sekali-sekali kita harus berkata biarkan, biarkan dia menanggung semua itu.GS : Saya percaya ini menjadi satu bagian yang harus kita kerjakan dalam kehidupan ini dengan berhenti menyalahkan orang lain dan melihatnya secara jujur kalau memang kita salah, ya kita bayar kesalahan itu. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan yang menarik ini juga Ibu Esther terima kasih. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga. Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menyalahkan Orang". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, dan akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
50. Kepanikan | |
Kepanikan dapat dialami oleh semua orang dan kepanikan ini dibedakan menjadi 2 yakni : Kepanikan yang bersifat umum, adalah kepanikan yang mempunyai landasan faktanya, seperti sedang menghadapi bencana dan kepanikan yang menjadi gangguan klinis atau menjadi penyakit. Semuanya itu mempunyai banyak penyebab.
Kepanikan dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
Gangguan ini mempunyai banyak dimensi alias penyebabnya tidak mudah kita tunjuk. Memang bisa disebabkan oleh sejumlah faktor misalkan:
Saran yang bisa kita berikan:
Firman Tuhan: "...Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kepanikan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Kepanikan dapat kita bagi dalam dua jenis. Kepanikan yang lebih umum adalah kepanikan yang mempunyai landasan faktanya. Misalkan sekarang kita mudah panik, karena kita pernah mengalamibencana, misalkan gempa bumi; itu sangat menggoncangkan ketenteraman jiwa kita, sehingga mulai dari saat itu kita selalu diserang kepanikan kalau kita mendengar suara atau mendengar orang berteriak-teriak dan lain sebagainya.
Dengan kata lain itu adalah kepanikan yang muncul sebagai reaksi logis terhadap sesuatu yang memang menimbulkan kepanikan. Tapi yang menjadi masalah sering kali bukan tipe yang ini, sebab tipe ini adalah bagian alamiah dari kehidupan manusia. Yang kedua adalah kepanikan yang menjadi gangguan klinis atau menjadi penyakit. Di dalam ilmu jiwa ini disebut gangguan kecemasan "anxiety disorder" dan salah satu cirinya memang serangan-serangan kepanikan yang membuat orang itu tiba-tiba sangat ketakutan, tidak bisa konsentrasi, jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin dan adakalanya ada yang bisa menjadi sangat lemas, tubuhnya seperti lumpuh tidak bisa berbuat apa-apa. Dan dalam kasus yang sangat parah orang yang terkena serangan kepanikan ini merasa dia benar-benar di ambang maut, tinggal sejengkal lagi dia akan benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya. Nah untuk kasus seperti ini memang kita tidak lagi menyebutnya reaksi alamiah. Ini adalah sesuatu yang menjadi penyakit atau gangguan klinis. Bisa datang kapan saja, bisa pagi, bisa siang, tapi celakanya seringnya gangguan ini kalau datang atau menyerangnya di waktu malam. Jadi orang sedang tidur tiba-tiba terbangun dan terkena serangan ini, nah itu sangat mengganggu. Karena sedang dalam suasana melek saja di siang hari kemudian kita terkena gangguan seperti ini akan sangat mengganggu, apalagi kalau kita sedang tidur pulas tiba-tiba kita terbangun karena kita menjadi sangat panik sekali, nah itu luar biasa menakutkan. Ada sebagian orang yang memang akhirnya harus didiagnosis dengan gangguan kecemasan seperti ini.PG : Biasanya gejala ini muncul tatkala seseorang sudah mulai remaja dan di atasnya. Jarang sekali kita melihat gangguan ini terjadi pada anak-anak kecil. Tapi setelah anak ini remaja mulaiah gangguan ini menampakkan dirinya.
ET : Karena tadi Pak Paul mengatakan bahwa itu seperti sebuah serangan, apakah memang harus ada sesuatu yang terjadi yang membuat mereka mengalami kepanikan itu; yang membedakan dengan kepaikan pertama yang Pak Paul gambarkan tadi.
PG : Memang Ibu Esther kalau kita membicarakan mengenai kepanikan, kita harus melihat sebuah gangguan yang mempunyai banyak dimensi alias penyebabnya itu tidak mudah kita tunjuk. Memang bis disebabkan oleh sejumlah faktor misalkan yang pertama, ada gangguan kelainan jantung mycroba collabs itu gangguan kelep atau katup jantung yang kadang-kadang itu bisa melahirkan gangguan kecemasan.
Katup jantung orang yang menderita gangguan ini memang kadang-kadang terbuka tanpa seharusnya terbuka tapi terbuka sehingga darah itu mengalir dengan sangat cepat. Akibatnya jantung itu tiba-tiba dipompa bekerja dengan sangat cepat, nah orang itu langsung terkena serangan kepanikan. Jadi sesuatu yang sangat bersifat biologis, tidak ada sama sekali kaitannya dengan kejiwaan, jadi serangan kecemasan itu sesungguhnya merupakan akibat dari masalah kelainan jantung itu. Sebagian orang yang didiagnosis mengalami gangguan kecemasan ternyata memang memiliki kelainan jantung seperti ini. Tapi ada sebagian lain lagi mereka ini tidak mempunyai kelainan, jantung mereka sehat seperti orang lain tapi mereka pernah mengalami peristiwa-peristiwa yang sangat buruk, yang meninggalkan trauma yang sangat dalam, dalam jiwa mereka. Yaitu orang-orang yang masa kecilnya harus hidup dalam ketakutan. Misalnya papa-mama berkelahi di tengah malam sehingga mereka terjaga karena mendengar teriakan dari orangtua yang sedang berkelahi atau waktu berkelahi mereka menggunakan cara-cara yang sangat keras, sangat sadis, agresif, saling memukul. Ada yang misalnya mengejar istrinya, mau membunuh istrinya, nah hal-hal seperti itu jika disaksikan oleh seorang anak di usia yang masih dini, umumnya akan meninggalkan bekas trauma. Nah bekas trauma ini menjadi bahan munculnya serangan-serangan kepanikan di masa anak akil baliq. Sering kali serangan ini muncul dengan tiba-tiba, benar-benar tidak ada penyebabnya. Kalau ada penyebabnya itu lebih gampang, karena dia akan lebih tahu. "O.......kalau saya menghadapi situasi ini maka saya akan mengalami serangan kepanikan, malangnya serangan kepanikan itu muncul sering kali tanpa ada penyebab atau pencetusnya. Karena dalam kasus yang baru saja kita bahas ini memang dia menyimpan trauma, ketakutan-ketakutan di bawah sadarnya. Sekali-sekali seperti gunung meletus dari bawah sadar, trauma ini tiba-tiba keluar menyerangnya, ketakutan-ketakutan ini tiba-tiba masuk benar-benar melanda dan menguasainya. Dan reaksi dari tubuhnya adalah kepanikan itu. Jantungnya menjadi sangat berdebar-debar ketakutan, nafasnya tersengal-sengal.PG : Tidak bisa tidak Pak Gunawan, karena kepanikan memang melahirkan kepanikan. Orang yang disekitarnya tatkala melihat orang diserang oleh kepanikan ikut-ikutan kaget. Tapi yakinlah bahwasi penderita kepanikan yang pertama itu jauh lebih menderita bahwa kepanikan yang dialaminya itu sungguh-sungguh parah dan yang lainnya ikut panik karena melihat dia panik.
PG : Salah satu perbedaannya adalah ada orang-orang yang memang dilahirkan dengan jantung yang sangat kuat, ini memang ada pengaruhnya. Jadi jantung yang kuat, tidak mudah berdetak dan biasnya berdetaknyapun jauh lebih perlahan.
Sedangkan kalau jantung kita agak lemah, sedikit-sedikit jantung kita itu berdebar-debar karena sensitif sekali sehingga bereaksi cepat terhadap ketegangan yang dialaminya. Nah otomatis orang yang memiliki jantung lemah cenderung lebih mudah panik, dibandingkan orang yang memiliki jantung yang lebih kuat. Karena reaksi fisiologis atau reaksi tubuhnya itu tidak membuat dia panik, jantungnya tetap bisa berdetak dengan teratur meskipun ketegangan sedang dihadapinya.PG : Pertama kita memang harus meminta, orang yang sering diserang oleh kepanikan untuk mempunyai kehidupan yang berimbang. Tadi saya sudah singgung, kepanikan itu bisa muncul dari berbagaisebab dan sering kali tidak ada pencetusnya namun kehidupan yang tidak berimbang memperburuk atau memperbesar kemungkinan kita terserang kepanikan.
Maksud saya begini, jikalau kita kurang tidur, tubuh kita tidak terlalu sehat, jantung kita menjadi tidak terlalu kuat menahan ketegangan. Berarti kalau ada sesuatu yang terjadi reaksi kita akan lebih kuat, kita menjadi lebih panik. Kalau kita hidup berimbang, tidur cukup, istirahat cukup, makan cukup bergizi dan sebagainya, maka kalaupun ada ketegangan yang harus kita hadapi kita lebih bisa mengatasinya. Kedua orang yang memang menyadari dia memiliki kepanikan atau mempunyai gangguan kepanikan dia mesti berolahraga dengan teratur, jadi benar-benar dia harus berusaha keras menyehatkan jantungnya. Sebab apapun yang terjadi dalam kepanikan, organ tubuh yang paling terpengaruh adalah jantung, jadi jantung itulah yang harus dijaga, jangan terlalu gemuk, jangan makan makanan yang terlalu berminyak, berlemak yang berlebihan, nah benar-benar menjaga jantung untuk sehat. Karena kalaupun dia mengalami kepanikan asal jantungnya sehat, jantung itu sendiri tidak akan terpengaruhi seburuk kalau jantung itu memang lemah.ET : Jadi masih bisa panik, Pak?
PG : Tetap masih bisa panik, tapi derajatnya lebih bisa tertahan kalau jantung itu jauh lebih kuat daripada sebelumnya. Dan yang ketiga adalah meskipun pencetusnya itu sering kali tidak bis teridentifikasi atau kita kenali, tiba-tiba kita terkena serangan kepanikan, namun kalau kepanikan kita setelah kita selidiki bersumber dari trauma-trauma masa lampau yang pernah kita alami, kita bisa mengenali situasi-situasi yang pada akhirnya akan melahirkan serangan kepanikan.
Yaitu segala sesuatu yang membuat kita bingung atau tegang, kalau tak bisa kita selesaikan dengan tuntas sering kali dalam hitungan jam atau paling tidak sehari dua hari akan termanifestasi dalam bentuk serangan kepanikan. Meskipun kaitannya itu seolah-olah tak terlihat, sebab kita kemarin rasanya tidak terlalu tegang, rasanya kemarin kita menghadapi situasi itu dengan kepala dingin kita bisa menghadapinya. Tapi kalau kita mempunyai sejarah kepanikan seperti itu berhati-hatilah meskipun kita anggap tidak apa-apa, sungguh-sungguh kita harus bertanya tidak apa-apa atau memang apa-apa. Tapi kita mau menenangkan diri dan berkata tidak apa-apa. Nah lebih baik kita berkata memang apa-apa, memang ini cukup menegangkan kita dan lebih baik kita akui kemudian yang kita lakukan adalah berbicara, mengeluarkan, mendiskusikannya. Karena waktu kita mengeluarkannya dengan ucapan-ucapan kita, itu akan menolong mengeluarkan ketegangan yang sudah mulai mengendap ke dalam jiwa kita, sehingga nantinya tidak menimbulkan serangan kepanikan. Jadi kalau kita sudah mulai bisa mengenali situasi-situasi yang menegangkan dan sebagainya, kita dapat juga menghindar dari kemungkinan terkena serangan kepanikan. Yang terakhir kalau kita itu memang terlalu sering terkena serangan kepanikan dan tidak ada penyebab biologisnya seperti tadi yang saya sebut ada kelaianan jantung, jadi benar-benar ini gangguan kejiwaan, tapi sering kali kita terkena. Daripada terganggu seperti itu saya sarankan datanglah menemui seorang psikiater, agar menerima bantuan medis, ada obat-obat anti kecemasan yang dapat dikonsumsi untuk menolong menahan serangan kepanikan itu.ET : Rasanya itu erat kaitannya dengan kepribadian seseorang, Pak Paul. Saya melihat seseorang yang rasanya segala sesuatu harus dalam kendali, begitu dia tidak mampu mengendalikan, lepas dri kontrolnya itu dia langsung menjadi panik, seolah-olah dunia ini bisa runtuh dalam waktu singkat.
PG : Betul sekali, jadi memang ada keterkaitan yang erat antara kepribadian yang ibu Esther sebutkan dengan kepanikan, walaupun sebetulnya kita juga bisa berkata dia menjadi seperti itu suk mengontrol, menguasai, mengendalikan keadaan, karena dia memang mudah panik.
Nah orang yang mudah panik untuk bisa menenangkan dirinya dia harus menguasai keadaan di sekitarnya, dia harus mencegah orang-orang itu panik atau membuat dia itu panik. Jadi sekali lagi pemulanya sebetulnya adalah kepanikannya dulu, karena dia memang tidak kuat, dia sering panik, dia mudah sekali cemas maka akhirnya dia membuat hidupnya itu tertuju pada satu sasaran yaitu bagaimana menenangkan situasi, sehingga dia menjadi orang yang seperti itu. Tidak suka dengan keributan, tidak suka dengan ide-ide yang terlalu cepat dikeluarkan, tidak suka dengan perubahan-perubahan yang mendadak, semua itu harus dia kendalikan. Tapi sebetulnya itu merupakan upaya untuk memberikan ketenangan.PG : Memang bisa menolong meskipun tidak untuk semua orang, tapi prinsip yang terkandung dalam metode itu adalah musik yang keras itu dengan kuat mengambil alih atau mengalihkan fokusnya dai kepanikan kepada musik itu.
Jadi memang mengalihkan perhatian atau fokus perhatian itu bisa membantu.PG : OK! Mungkin sebelum kita langsung menolongnya kita mesti mencari tahu dulu penyebabnya, kenapa dia menjadi orang yang seperti itu. Misalkan dia seorang anak tertua dan sejak kecil ditutut untuk bertanggung jawab.
Kalau ada yang tidak beres, dia yang harus mempertanggungjawabkannya dan rupanya kalau sampai dia ditemukan bersalah, hukumannya cukup berat. Sehingga sejak kecil dia akhirnya terbiasa untuk memastikan semua itu bisa dilihatnya dan bisa diaturnya dan semua berjalan sesuai dengan rencananya. Kalau memang itu penyebabnya maka yang bisa kita lakukan untuk menolongnya adalah kita mengingatkannya bahwa "Kalaupun engkau kehilangan kunci itu atau apapun, tidak ada yang memarahimu seperti dulu lagi. Kamu sekarang telah menjadi orang yang bebas, kamu tidak lagi di bawah ancaman hukuman, jadi tidak apa-apa. Apakah saya pernah marah karena kamu kehilangan ini dan itu, tidak bukan? Jadi kamu tidak perlu takut." Nah mungkin hal ini didengar satu kali tidak cukup, mesti berkali-kali. Dan dia mengalami, waktu dia kehilangan pasangannya atau orang rumahnya tidak bereaksi dan bisa menerimanya. Lama-kelamaan dia makin percaya bahwa "Ya....ya...tidak apa-apa kok," dengan dia percaya bahwa tidak apa-apa dia kehilangan, dia makin lebih santai. Dengan dia lebih santai justru dia lebih bisa mengingat ke mana barang itu atau di mana barang itu ditaruhnya.ET : Dan apakah kepanikan itu menurun, berdasarkan genetik?
PG : Saya kira ya, jadi untuk kasus-kasus tertentu di mana tidak ada faktor-faktor kejiwaan, masalah trauma-trauma yang tadi saya sudah singgung, saya kira ya. Secara biologis kita bisa mewrisi ciri-ciri khas dari orangtua kita.
Dan ini yang kita bicarakan adalah jantung, kalau seseorang mempunyai reaksi yang peka sekali, jantungnya mudah sekali berdebar. Kemungkinan salah satu anaknya akan mewarisi itu dan menjadi seperti dia, peka sekali terhadap ketegangan, ada apa-apa sudah langsung dadanya tidak enak, tubuhnya tidak enak, semuanya tidak enak sebab itu memang warisan dari orangtua. Jadi benar-benar ini bersifat biologis, makanya tadi saya singgung adanya kejiwaan dan biologis.ET : Tapi saya menjadi ingat dengan kasus yang sebaliknya, saya pernah bertemu dengan beberapa orangtua yang memang cenderung mudah panik tapi mempunyai anak yang sangat lambat, sepertinya idak bisa meresponi kepanikan orangtuanya dan itu membuat orangtuanya jengkel.
Orangtuanya ini maunya buru-buru, semua dalam kendali sehingga kalau tidak, dia menjadi panik. Misalnya anak mau berangkat sekolah harus beberapa lama sebelumnya berangkat supaya tidak terlambat, PR harus beberapa lama sebelumnya sudah dikerjakan, jadi semua harus dalam kendali, sementara anak itu lambat, tenang. Jadi akhirnya mamanya semakin panik.PG : Bisa ada dua kemungkinan Ibu Esther, kemungkinan pertama adalah si anak itu memang mewarisi ketenangan dan kelambanan dari pihak orangtua yang satunya, bisa jadi si anak mewarisi ciri-iri khas dari misalnya papanya yang lebih tenang.
Tapi bisa juga yang terjadi adalah si anak itu mungkin saja tidak terlalu mewarisi sikap tenang dari papanya tapi dia memang memberi reaksi terhadap kepanikan mamanya. Sebab mama itu membuat dia panik, terus membuat dia itu harus lebih cepat, tergesa-gesa dan dia tidak suka. Karena dia tidak suka dibuat panik jadi dia melawan sikap mamanya itu, justru dia melawan dengan kebalikannya. Sebab dengan dia melawan dia menjadi tidak panik, kalau dia ikut-ikutan panik karena mamanya suruh cepat, dia menjadi panik dan dia tidak suka. Nah untuk membuat dia tidak panik yang dia lakukan adalah melakukan kebalikan dari yang mamanya minta.ET : Tetapi ketidakpanikkannya tidak bisa menular ke mama karena mamanya justru makin panik.
PG : Betul sekali, karena dianggap anaknya kok tidak cepat seperti yang dia minta.
PG : Tergantung masing-masing orang Pak Gunawan, karena kalau orang itu pernah mengalami trauma lebih dari sekali itu tambah mengentalkan ketakutan, tambah mengakarkan ketakutan bahwa ini aan terjadi lagi dan lebih sering terjadi dalam hidupnya.
Jadi memang ada orang yang terkena bencana berkali-kali, tidak harus bencana alam menjadi lebih panik karena terlalu sering terkena. Tapi sebetulnya kalau ini hanya terjadi sekali, trauma atau pun bencana seperti ini, pada umumnya orang itu akan bisa keluar dari kepanikannya kalau memang sebelumnya dia tidak pernah mengalaminya. Karena ini hanya terjadi sekali dan menimpa semua orang bukan hanya kita. Pada umumnya setelah melewati fase-fase ketakutan, kaget dan sebagainya pada umumnya nantinya kita bisa keluar dari kepanikan.PG : Betul sekali, kalau memang lingkungannya menunjang memang dia akan bisa lebih cepat keluar, karena dia tahu dia mendapatkan dukungan dan kasih sayang dari orang-orang. Kalau dia tidak endapatkan dukungan itu dan dia harus melewati sendirian tentu beban yang ditanggungnya akan lebih berat.
PG : Karena ingin melepaskan diri dari bahaya jadi dalam keadaan panik kita berusaha sekeras-kerasnya melepaskan diri dari ancaman yang begitu dekat. Biasanya itulah yang melahirkan energi ang kuat, energi melawan bahaya.
PG : Saya kira pada dasarnya kita memang ingin hidup tenang dan untuk hidup tenang kita memerlukan kepastian, meski kita tahu tidak ada yang pasti di dunia ini tapi secara relatif kita mest tahu bahwa kalau kita menaruh uang kita di bank, uang kita tetap ada di bank dan tidak akan hilang.
Maka waktu sesuatu terjadi seperti yang telah terjadi beberapa tahun yang lalu, tiba-tiba bank ditutup dan sebagainya, pengalaman itu umumnya meninggalkan bekas pada diri kita semua, bahwa ini pernah terjadi sekali, dan kemungkinannya terjadi ada. Meskipun kita mendapatkan jaminan tidak akan begitu dan sebagainya tapi ternyata pernah terjadi sekali, sedikit banyak sudah mengkoyak rasa percaya kita. Dan kepastian itu sekarang tiba-tiba tidak lagi menjadi sepasti dulu. Itu sebabnya kalau kita perhatikan sekarang ini mudah sekali masyarakat bereaksi terhadap kepanikan. Karena sesuatu pernah terjadi 7, 8 tahun yang lalu, yang meninggalkan bekas dalam jiwa kita semua.PG : Saya hanya ingin bacakan dari ayat yang pendek sekali dari
PG : Betul sekali.
GS : Terima kasih untuk perbincangan ini, para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kepanikan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
51. Tatkala Anak Terlibat Narkoba | |
Apa yang harus dilakukan bila anak terlibat masalah narkoba? Pada prinsipnya ada dua hal yang mesti kita lakukan: mengevaluasi keparahan masalah dan mengupayakan perawatannya.
Apa yang harus dilakukan bila anak terlibat masalah narkoba? Pada prinsipnya ada dua hal yang mesti kita lakukan: (a) mengevaluasi keparahan masalah dan (b) mengupayakan perawatannya.
Firman Tuhan
"Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan doa dan puasa."
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tatkala Anak terlibat Narkoba." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Masalah ini memang masalah yang menjamur Pak Gunawan. Belum lama ini saya berbicara dengan pembina remaja yang mengatakan kepada saya bahwa anak-anak yang dilayani olehnya kebanyakan adala anak-anak yang aktif di gereja dan anak-anak yang terlibat dalam pelayanan pula.
Namun anak-anak yang sama ini juga adalah yang terlibat dengan narkoba. Jadi kita bisa melihat dan seharusnyalah kita disadarkan dengan kenyataan yang tidak enak ini bahwa narkoba sudah memasuki rumah tangga kita sebagai orang-orang percaya. Dan kenyataan bahwa kita adalah orang percaya bahwa kita adalah orang beriman tidak membuat kita imun dari masalah narkoba ini. Jadi seyogianyalah sebagai orangtua kita waspada, tahu apa yang harus kita perbuat untuk menjaga anak-anak.PG : Yang pertama kita mesti menyadari bahwa anak-anak kita itu tidak akan dengan mudah membuka rahasianya, jadi kecenderungan mereka adalah justru menutupi atau berbohong. Kita bertanya apakahdia memakai obat, dia akan menyangkal-menyangkal, tapi kalau misalkan kita bisa sudutkan dia dengan bukti-bukti nah dia mungkin akan berkata: "Ya, saya hanya memakai sekali-sekali dan saya tidak bergantung pada obat-obat itu, saya hanya memakai untuk senang-senang saja."
Ini biasanya respons anak-anak tatkala diketahui memakai narkoba dan dikonfrontasikan oleh orangtua. Kalau itu respons anak, yang perlu dilakukan orangtua adalah pertama-tama kita mesti menyadari atau mengetahui keparahannya. Misalnya kita mau mengetahui dampak pemakaian obat itu pada si anak terutama pada perilakunya. Misalnya apakah dia kehilangan teman-temannya, dulu dia biasa begaul dengan teman-temannya yang tertentu yang kita tahu baik-baik, apakah sekarang teman-temannya sudah berubah, tidak lagi pergi bersama teman-teman yang dulu-dulu itu. Ini adalah tanda, kalau anak-anak mulai bermain dengan sekelompok orang yang lain dan kita seolah-olah sengaja dijauhkan dari teman-temannya nah ini sesuatu yang seharusnya menimbulkan tanda awas kepada kita. Atau yang lainnya lagi adalah apakah dia mulai sering absen atau bolos dari gereja, sekolah, nah kalau misalnya dia makin sering bolos dan kita tahu dia berbohong, memberitahukan kita ke gereja padahal tidak, nah itu tanda awas juga buat kita. Yang lainnya apakah dia sering mengurung diri di kamar, tidak mau keluar, kalau kita tanya kenapa tidak mau keluar? "O....sibuk." Padahalnya waktu kita mencoba masuk, dia kunci kamarnya. Nah itu hal-hal yang memang seharusnya membuat kita mulai bertanya-tanya apa yang dia lakukan dalam kamar. Yang lainnya juga, apakah dia masih makan dengan teratur atau tidak, apakah tubuhnya makin mengurus, dia kehilangan nafsu makan. Yang lainnya lagi apakah emosinya labil, jadi ada waktu-waktu tertentu emosinya labil sekali, mudah sekali marah atau cemas, resah tapi ada waktu-waktu dia tenang. Nah kalau kita melihat pola-pola seperti itu, kita mesti mulai bertanya apa yang sedang terjadi pada anak kita. Dan salah satu lagi yang bisa kita perhatikan adalah apakah dia menunjukkan reaksi fisik atau psikologis pada jam dan waktu tertentu. Sebab memang ada reaksi-reaksi fisik yang ditunjukkan oleh orang-orang yang sudah kecanduan pada obat. Misalkan selain dari tadi yang saya sebut kecemasan, keresahan, ada yang terus-menerus mengeluarkan ingus. Kalau misalkan kita tanya kenapa ingusan, "O.........mungkin flu atau pilek." Tapi ini tidak sembuh-sembuh terus ingusan padahal dulu tidak pernah seperti ini. Nah ini tanda-tanda yang mesti kita perhatikan.PG : Biasanya begitu Pak Gunawan, memang kalau dia hanya memakai sekali-sekali, tanda-tanda ini hampir tidak terlihat. Tapi kalau dia sudah kecanduan, tanda-tanda ini akan terlihat, apalagi kalu pada waktu dia harus pakai tapi tidak pakai itu akan menimbulkan gangguan.
Misalkan kalau dia terbiasa memakai obat-obat seperti ekstasi, akan terlihat sekali bahwa ada waktu-waktu di mana tenaganya berlebihan, tidak pernah capek, tidak pernah letih, tidurpun sedikit bisa terus bergadang. Atau dia memakai sabu-sabu, obat-obat yang memang mengandung unsur-unsur perangsang seperti itu. Biasanya tingkah lakunya bisa lebih cepat dan lebih bertenaga atau sebaliknya dia memakai obat-obat yang kebalikan dari obat-obat tadi seperti heroin, mariyuwana, mereka cenderung lebih diam, lebih mengurung diri, lebih masuk ke dalam dirinya. Hal-hal seperti itu pun kita akan bisa lihat tapi selain dari tanda-tanda dalam dirinya, yang lain adalah perilaku atau pergaulan sosialnya. Ini salah satu indikator juga, kalau kita makin hari makin tidak tahu siapakah teman anak-anak kita, kenapa dia selalu menyembunyikan teman-temannya, kalau kita tanya dia tidak mau cerita atau dia bilang dia pergi dengan temannya yang lama yang kita percaya. Kita telepon dia, kita tanya, temannya berkata: "tidak ada di sini." Hal serperti itu seharusnya membuat kita bertanya apa yang telah terjadi pada anak kita.PG : Sering kali demikian Pak Gunawan, sering kali kita itu kebanyakan berpikir bahwa narkoba ini tidak akan masuk ke dalam rumah tangga kita, ini hanya menyerang keluarga yang lain bukan kelurga kita.
Ini justru yang harus menjadi perhatian orangtua. Tadi saya mengawali dengan pembicaraan saya dengan seorang pembina remaja yang memang sangat mengerti kondisi remaja, nah dialah yang memberitahu saya juga bahwa sekarang narkoba menyerang anak-anak Tuhan, orang-orang yang terlibat dalam pelayanan dan orangtua tidak mungkin akan mengira anaknya rajin ke gereja, rajin pelayanan padahalnya memakai narkoba. Orangtua tidak terpikir bahwa inilah yang sedang terjadi, oleh sebab itulah perubahan tersebut tidak dianggap serius oleh orangtua. Atau kadang kala juga orangtua sibuk, akhirnya tidak begitu memperhatikan perubahan-perubahan tersebut.PG : Bisa, memang ada dua kemungkinan Pak Gunawan, yaitu yang pertama dengan uang yang terbatas itu dia masih bisa membeli narkoba, otomatis yang kualitasnya lebih rendah dan harganya jauh lebi murah.
Jadi narkoba ini memang mempunyai rektur yang cukup besar dari yang murah sampai yang mahal sekali. Yang kedua adalah kemungkinan temannya yang membelikan untuk dia, sebab sebagian teman yang mempunyai uang akan senang kalau memakai narkoba bersama dengan teman, karena dia tahu temannya tidak mempunyai uang dia akan belikan, dia akan membiayai penggunaan narkoba ini sehingga mereka bisa memakainya bersama-sama. Jadi jangan sampai kita beranggapan anak kita tidak mempunyai uang berarti pasti tidak bisa membeli narkoba. Kemungkinannya tetap ada.PG : Sekali lagi ini tetap masih dalam konteks memastikan keparahannya. Tadi saya sudah singgung bahwa untuk mendapatkan informasi dari mulut anak kita sendiri mungkin agak sulit. Jadi cara yan lain selain dari mengamati, observasi tadi kita bisa menanyakan teman-temannya.
Kita mulai pergi ke teman-temannya, tanyakan langsung perubahan-perubahan apa itu yang terjadi pada anak kita. Ada kecenderungan juga, teman-teman itu karena prihatin akan lebih jujur mengatakan kepada kita, betul bahwa anak kita ini sudah terlalu lama tidak ke gereja, sering bolos sekolah, perginya dengan teman-teman rombongan lain, yang memang dikenal oleh teman anak kita ini sebagai teman-teman yang buruk yang memang memakai narkoba dan sebagainya. Nah informasi-informasi ini perlu kita kumpulkan, sebab kadang-kadang teman-teman yang prihatin justru akan berani jujur kepada kita. Mereka mungkin tidak berinisiatif datang kepada kita melaporkannya tapi waktu kita tanya, jadi mereka itu sungkan kepada kita sebagai orangtua akhirnya dengan jujur menceritakan perubahan-perubahan yang sesungguhnya telah terjadi pada anak kita.PG : Betul, itu sebabnya ada baiknya sebagai orangtua kita juga meminta anak-anak membawa teman-temannya ke rumah, sehingga kita bisa berkenalan dengan mereka. Kadang-kadang orangtua menutup pitu rumah, tidak mau teman-teman anak kita datang, nanti membuat ribut dan sebagainya.
Tapi saya kira ini justru hal yang penting, saya mengerti kalau mereka datang setiap hari ya mungkin itu akan mengganggu, tapi setidak-tidaknya secara berkala mintalah anak-anak untuk membawa teman-temannya datang sehingga kita bisa berkenalan dengan mereka dan mengetahui latar belakang mereka. Jadi sekali lagi meskipun kita telah berhati-hati seperti itu, tetap ada kemungkinan anak kita berbohong, anak kita menyelusup keluar kemudian pergi dengan teman-teman yang lain sehingga anak kita itu memainkan dua peran dan hidup dalam dua dunia, yaitu dunia baik atau dunia terang, dunia pelayanan, ke gereja dan sebagainya tapi juga hidup dalam dunia gelap yaitu dunia narkoba.PG : Betul, biasanya salah satu tandanya adalah anak kita mulai menunjukkan gejala fisik yaitu sering digunakan istilah sakau. Yaitu istilah yang menunjukkan reaksi fisik terhadap kehilangan atu tidak adanya obat sehingga tubuh itu berontak meminta lagi dipuaskan dengan obat.
Nah waktu anak kita mengalami hal seperti itu, keluar keringat dingin, menggigil; tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada sakit tiba-tiba begitu. Nah ini mungkin sekali memang itu karena reaksi terhadap narkoba. Dan kita bisa langsung konfrontasi dia, minta dia mengaku terus-terang bahwa kamu ini sedang memakai narkoba dan langsung tanya obat apa yang dia pakai. Salah satu cara adalah untuk memastikan kemarahannya melihat peralatan yang digunakan. Kalau kita melihat dia sepertinya menutupi sesuatu, jangan ragu untuk memberanikan diri membongkar lacinya atau lemarinya demi anak kita. Kita memang tidak sering-sering atau jangan sampai kita membiasakan diri melihat barang-barang privat milik anak kita, itu tidak baik. Tapi kalau kita mempunyai cukup kecurigaan bahwa ada sesuatu di belakang ini maka saya anjurkan orangtua untuk membuka lemari atau laci anak kita dan melihat apa yang tersimpan di dalam lemari itu. Kalau kita menemukan misalkan seperti jarum suntik atau alat-alat untuk menghisap atau membakar itu berarti anak kita memang sudah menjadi pengguna. Bukan saja mencoba-coba untuk dipakai secara sosial, senang-senang dengan teman-teman tapi anak kita memang sudah mengkonsumsi secara teratur dan ini berarti sudah serius.PG : Yang pertama kita harus mencari tempat perawatan, kalau anak kita berkata: "Saya janji, saya janji tidak akan memakai lagi." Tidak, dia mungkin berkata jujur saat itu dia tidak akan memaka lagi, tapi dia tidak bisa melawan.
Itu memang benar-benar sebuah jeratan; seseorang yang sudah memakai narkoba dengan teratur dan tergantung kepada narkoba tidak bisa melepaskan diri dengan sendirinya. Tidak bisa juga menjalani perawatan dengan rawat jalan, dia harus dirawat-inapkan, dimasukkan ke panti rehabilitasi. Dengan kata lain dia memang harus dikungkung, dipagari sehingga tidak bisa keluar. Pada masa dia harus melepaskan diri dari obat-obat itu dia mengalami masa sakau yang berat sekali. Dia mungkin akan ketakutan, kecemasan, kedinginan, reaksi tubuhnya itu luar biasa, mungkin mimpi buruk, tidak bisa tidur dan sebagainya. Nah dia harus dijaga, harus didampingi, mungkin dia harus ditaruh dalam ruang isolasi dan itu akan memakan waktu beberapa hari. Di rumah kita tidak akan bisa melakukannya. Jadi langkah pertama adalah kita mesti mencari tempat perawatan. Bagaimana atau apa yang mesti kita lakukan sewaktu kita mencari tempat perawatan, carilah tempat perawatan yang direkomendasi oleh orang yang kita kenal, jangan sampai kita masuk ke tempat perawatan yang tidak kita kenal, kita tidak mengetahui tentang rumah perawatan tersebut. Mesti mencari rekomendasi, kenapa, sebab memang ada yang baik dan ada yang tidak baik, ada yang bertanggung jawab dan ada yang tidak bertanggung jawab. Tidak semua rumah perawatan itu sama.PG : Misalkan kita memang perlu sekali besoknya kita bawa pergi, kita perlu membawa dulu ke rumah sakit sehingga dia tetap bisa dimasukkan dalam sebuah tempat yang tertutup. Atau kalaupun kita idak bisa langsung, kita benar-benar bisa menjaga rumah itu sehingga ia tidak bisa keluar, kita harus kunci pintu sehingga dia tetap di dalam rumah.
Tapi sebisanya saya kira langsung tanya kepada teman tentang rumah perawatan itu, hubungi gereja atau hamba Tuhan sehingga mereka juga bisa memberitahukan rumah perawatan yang baik. Setelah itu saya kira kita harus ke sana, jangan hanya percaya kemudian serahkan anak kita pada tempat itu. Kita harus ke panti rehabilitasi itu, kita harus memeriksa latar belakang akademik dan pengalaman pengelolanya. Kenyataan seseorang itu adalah hamba Tuhan tidak menjadikan dia kompeten untuk merawat anak-anak yang terjerat narkoba. Memang ada yang berkata: "Ya, saya ini seorang hamba Tuhan, dengan doa saya pasti bisa menolong semua anak-anak yang terkena gangguan narkoba." Belum tentu, memang sudah tentu kita harus berdoa, sudah tentu kita harus membawa anak ini kembali kepada Tuhan tapi menurut saya bukan hanya itu. Narkoba adalah problem yang lebih luas dan bukan hanya menyangkut masalah rohani.PG : Misalkan kita tahu para perawat atau pengelolanya atau pengurusnya orang yang memang mendalami bidang pelayanan ini. Mereka dari sekolah yang kita kenal baik, dari seminari atau apa dan kia tanya juga sudah berapa lama mereka berkecimpung.
Apakah sudah ada anak-anak yang masuk kemudian keluar dan sembuh, apa yang menjadi kunci kesembuhannya, kita tanyakan semuanya. Kita bisa tanya juga apa yang dilakukan hari lepas hari, dari pagi sampai malam apa yang dilakukan. Semakin banyak kegiatan semakin bervariasi dan semakin terstruktur, saya kira itu pertanda rumah perawatan ini baik. Kita juga bisa bertanya dan berbincang-bincang dengan staf di sana, apakah mereka menyederhanakan masalah ini bahwa ini pokoknya masalah rohani. Sekali lagi saya mengakui ada unsur rohani dalam masalah narkoba, tapi bukan hanya masalah rohani saja. Sering kali masalah narkoba itu melibatkan juga masalah dalam keluarga, jadi berarti keluarga itu sendiri perlu untuk diundang dan mendapatkan perawatan psikologis dan juga perawatan rohani. Jadi kita mesti tahu apakah rumah perawatan ini juga menyediakan jasa-jasa pelayanan yang seperti itu. Saya kira hal-hal yang seperti inilah yang perlu kita cari tahu.PG : Memang ada beberapa penyebabnya Pak Gunawan, yang umum adalah memang coba-coba, karena itu trend dan teman-teman pakai, kalau tidak pakai ketinggalan trend, kita dianggap pengecut, alim, ahirnya kita memakai untuk membuktikan bahwa kita sama seperti teman-teman kita, untuk menunjukkan bahwa kita pun berani, kita tak ketinggalan zaman dan sebagainya.
Penyebab yang lain yang lebih serius adalah memang anak-anak ini anak-anak yang bermasalah, artinya mereka selalu ingin mencoba hal-hal yang baru dan yang terlarang. Ada anak-anak yang memang sudah mempunyai masalah perilaku, jadi selalu ingin melakukan hal-hal yang terlarang. Semakin terlarang semakin dia tergoda untuk menggunakannya, nah ini adalah masalah yang serius. Yang lainnya lagi yang ketiga adalah memang ada masalah di keluarga, begitu banyak masalah di keluarga sehingga dia memerlukan tempat untuk bisa berteduh, untuk bisa lari sehingga tidak lagi dipusingkan atau ditekan oleh masalah keluarga. Nah narkoba menjadi tempat pelariannya sehingga dia akhirnya masuk ke sana, dia bisa berlindung di dalam narkoba sehingga dia tidak dipusingkan oleh masalah keluarganya. Itu kira-kira tiga penyebab yang umum kenapa anak-anak akhirnya terlibat dengan narkoba.PG : Menurut saya tidak terlalu efektif, sama seperti himbauan untuk tidak merokok. Seperti kita tahu di setiap iklan dituliskan peringatan kesehatan kalau merokok membuat orang bisa seperti ap dan sebagainya.
Tapi kalau memang orang ingin merokok ya tetap merokok, tidak berhenti gara-gara membaca peringatan dalam iklan tersebut. Sama dengan narkoba, saya kira kalau orang ingin memakai narkoba ya mereka akan pakai. Jadi apa sebetulnya yang efektif untuk mencegah mereka, saya kira salah satu upaya pencegahan yang bisa dilakukan baik oleh gereja maupun lembaga-lembaga lainnya adalah menghadirkan mantan pemakai narkoba. Biarlah mereka itu sebagai saksi hidup yang menceritakan bahayanya narkoba, yang menceritakan bahwa, "Saya terjerat, karena saya terjerat ini dampaknya pada diri saya, menghancurkan hidup saya seperti ini, saya kehilangan kesempatan untuk bersekolah, saya tidak bisa belajar, saya tidak bisa berkonsentrasi, saya menghabiskan berapa juta uang orangtua saya dalam sebulan. Saya menghabiskan kepercayaan teman-teman terhadap saya, saya menghabiskan kedekatan saya dengan orang-orang yang tadinya sangat menyayangi saya." Nah itu kesaksian-kesaksian yang harus didengar oleh para remaja kita, sehingga mereka disadarkan dibalik glamournya narkoba, gengsi atau trendnya narkoba ternyata ada harga yang begitu mahal yang harus dibayar oleh orang yang terjerat narkoba. Misalkan orang yang ditangkap oleh aparat keamanan gara-gara membawa atau menjual narkoba. Bukankah kita melihat mereka mendekam di penjara selama bertahun-tahun, hidup mereka habis dan sebagainya. Jadi sebaiknya mereka mendengar langsung dari mantan pemakai narkoba, saya kira ini jauh lebih efektif dibandingkan hanya himbauan-himbauan tertulis itu.PG : Betul, memang tidak semuanya bersedia Pak Gunawan, tapi memang ada juga panti rehabilitasi yang dengan pasien-pasiennya pergi mengunjungi gereja atau apa untuk memberitahukan kepada para rmaja di gereja itu bahwa, "Lihat, kami adalah para pemakai narkoba, kami sekarang sedang menjalani rehabilitasi dan ini yang terjadi pada kami sewaktu kami memakai narkoba dulu."
Saya kira ada juga panti rehabilitasi yang mengajak penghuninya atau pasiennya untuk memberi penyuluhan, dan ini pun menjadi hal yang baik bagi para pesien tersebut sehingga mereka tahu bahwa mereka bisa berbuat sesuatu yang positif kepada orang lain, mereka bisa menjadi orang yang berguna kembali. sebab mungkin untuk waktu yang lama mereka sudah menganggap diri mereka tak berguna sebagai pemakai narkoba, jadi itu adalah hal yang positif.PG : Seharusnya dilibatkan Pak Gunawan, jadi panti rehabilitasi seharusnya tidak memisahkan orangtua dan anak. Mungkin untuk misalnya beberapa minggu pertama anak-anak itu dipisahkan dari orangua tidak apa-apa supaya anak-anak bisa masuk arus perawatan, tapi setelah itu misalkan dua minggu, tiga minggu seharusnyalah orangtua diundang.
Kenapa, sebab sering kali masalah si anak tidak terlepas dari apa yang terjadi dalam rumah tangga dan kalaupun anak-anak memakai narkoba karena kemauan sendiri dan tidak berkaitan dengan masalah rumah tangga; kalaupun itu benar bukankah nanti waktu mereka pulang mereka akan di bawah pengawasan orangtua. Jadi sebaiknya orangtua memahami dinamika pemakaian narkoba ini. Program rehabilitasi yang baik mengikutsertakan partisipasi orangtua, bahkan mensyaratkan partisipasi orangtua. Sebab mereka tahu mereka harus bermitra dengan keluarga untuk menolong anak ini. Salah satu dampak positifnya adalah si anak tidak merasa dibuang, ini sering kali yang dirasakan oleh sebagian anak-anak waktu mereka dikirim ke tempat rehabilitasi dan tidak dikunjungi oleh orangtua sampai berbulan-bulan. Bahkan ada orangtua yang seolah-olah lebih senang anaknya di sana daripada pulang ke rumah, ini saya kira berdampak negatif pada proses perawatan.PG : Saya akan bacakan Matius 17:21, "Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa dan berpuasa." Ini adalah perkataan Tuhan Yesus kepada para murid yang bertanya kenapa mereka tidak bisamengusir setan.
Terus Tuhan berkata jenis ini, jadi memang ada cengkeraman iblis yang khusus yang sangat berat, yang hanya dapat diusir dengan doa dan puasa. Saya menyamakan ini dengan narkoba, jeratan narkoba sama dengan jeratan iblis yang sangat-sangat berat. Jadi untuk bisa keluar harus dengan ketekunan, orangtua harus doa, harus puasa, harus bersabar dan harus beriman. Nah dengan kekuatan Tuhan ini pada akhirnya si anak bisa melepaskan diri dari jeratan narkoba.GS : Terima kasih Pak Paul, para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tatkala Anak Terlibat Narkoba". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
52. Merangkul Penderita Narkoba | |
Apa yang harus dilakukan orangtua setelah anak kembali dari perawatan narkoba? Ada dua hal yang mesti menjadi fokus perhatian orangtua: pertobatan dan pergumulannya.
Apa yang harus dilakukan orangtua setelah anak kembali dari perawatan narkoba? Ada dua hal yang mesti menjadi fokus perhatian orangtua: (a) pertobatan dan (b) pergumulannya.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Merangkul Penderita Narkoba." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya mengerti bahwa sampai suatu titik orangtua itu bisa sangat-sangat letih sehingga rasanya tidak mau tahu lagi tentang anaknya dan sebagainya. Saya memahami itu, memang berat beban yangharus dipikul oleh keluaga tatkala anak terlibat narkoba.
Namun sedapatnya orangtua tetap mengkomunikasikan kepada anak bahwa, "Kalau engkau bertobat, kalau engkau mengakui engkau mempunyai masalah dan engkau ingin ditolong, kami akan selalu menolong dan pintu rumah akan selalu terbuka." Jadi saya kira pesan ini harus tetap disampaikan kepada anak, sehingga anak tahu bahwa mereka tetap bagian keluarga ini dan orangtua tetap mau menerima mereka asalkan mereka bersedia untuk berubah atau bertobat.PG : Betul, dan pemakaian narkoba pada anak kita itu seperti mimpi buruk. Tiba-tiba hidup kita yang tadinya tenang sekarang tidak akan tenang lagi. Sekali narkoba memasuki rumah kita, hidup kit tidak akan sama, kita itu akan sangat dipusingkan oleh anak, apalagi pada masa-masa si anak itu belum bersedia menjalani perawatan, dia masih main kucing-kucingan dengan kita, masih membohong-bohongi kita, itu memang penderitaan yang amat besar yang harus ditanggung oleh satu keluarga.
Dan tidak jarang akhirnya menimbulkan krisis dalam relasi orangtua. Orangtua bisa lebih sering bertengkar antara suami-istri dan tidak jarang akan juga menimbulkan gangguan pada adik atau kakaknya sehingga mereka pun akan susah berkonsentrasi dalam pelajaran. Susah untuk pergi-pergi dan bersosialisasi dengan teman-teman mereka. Karena sekarang ada masalah di rumah yaitu saudara mereka terlibat narkoba, jadi saya mengerti bahwa masalah narkoba itu bukan hanya menimpa satu individu tapi akan benar-benar menghantam satu keluarga.PG : Tepat sekali, tidak tertutup kemungkinan keluarga kita pun bisa terkena.
PG : Sudah tentu kita mesti menyadarkan anak-anak kita bahwa mereka itu perlu pertolongan, mereka harus menerima perawatan dan dengan hanya di rumah saja mereka tak akan bisa melepaskan diri dai jeratan narkoba ini.
Korbankan waktu sekolah, orangtua kadang-kadang lebih mementingkan sekolah, nanti bagaimana sekolahnya. Nah sekarang pertanyaannya, mau anak kita terus-menerus terjerat narkoba atau mementingkan sekolah. Bukankah yang paling penting adalah lepaskan terlebih dulu anak kita dari jeratan narkoba. Biarkan dia mengulang pelajarannya tahun depan, tidak apa-apa; satu tahun memang akan terbuang, tapi akan lebih baik daripada anak kita makin terhisap oleh narkoba dan tidak bisa lepas lagi. Jadi rawatlah sampai sembuh. Apa yang harus kita lakukan setelah anak kita kembali dari perawatan. Sekurang-kurangnya ada dua hal yang mesti menjadi fokus perhatian kita, yang pertama adalah pertobatan dan yang kedua adalah pergumulannya. Kita melihat yang pertama yaitu pertobatan, kita mesti memastikan anak kita sungguh-sungguh sudah bertobat. Nah salah satu tanda pertobatannya adalah kesediaannya untuk mengakui perbuatannya tanpa upaya untuk menutupi. Nah program rehabilitasi yang baik akan mewajibkan si anak untuk mengakui perbuatan, ia harus menuliskan apa-apa yang pernah dilakukan serinci dan seterbuka mungkin. Dan ini nanti bisa diberitahukan kepada orangtua dan orangtua bisa melihat. Nah semakin terbuka, semakin kita bisa yakin bahwa anak kita sudah bertobat.PG : Salah satunya lagi adalah tanggung jawab, apakah dia siap untuk memikul tanggung jawab atas perbuatan dan konsekuensi perbuatannya itu. Artinya semakin sering anak kita itu menyalahkan orag lain, semakin sepatutnyalah kita meragukan pertobatannya.
Kalau si anak menyalahkan lingkungan sebagai penyebab dia memakai narkoba dan sama sekali dia tidak mau memikul andil, ini bagi saya merupakan pertanyaan apakah anak kita sungguh-sungguh telah bertobat. Memang adakalanya kita sebagai orangtua terlibat dalam masalah anak kita, tapi tetap pilihan memakai narkoba adalah pilihannya, tanggung jawabnya. Pada waktu dia memakai, tidak ada yang menodongkan pistol di kepalanya untuk dia menggunakannya, itu pilihan dia. Nah pilihan itu tetap ada di tangannya dan itulah yang mesti dia pikul. Pemakaian kedua, ketiga, keempat dan seterusnya pilihannya pula dan seyogianyalah dia memikul tanggung jawab atas pilihan-pilihannya itu. Meskipun orangtua atau keluarga bisa saja terlibat dalam masalah si anak namun seharusnya si anak memikul tanggung jawab itu.PG : Betul, adakalanya orangtua memang tidak bijak akhirnya menyulitkan si anak sehingga si anak kalang kabut lari, akhirnya menyalahkan semua orang di dunia ini kecuali dirinya sendiri. Nah meang itu kita mesti jaga, tapi saya kira tetap anak yang sungguh-sungguh telah bertobat bisa memikul tanggung jawab atas perbuatan dan konsekuensi perbuatannya itu.
Yang lainnya lagi untuk memastikan bahwa anak kita telah bertobat adalah kerelaannya untuk bekerja sama. Jadi kalau dia sudah pulang dari rumah perawatan, namun sikapnya terus melawan, kita harus bertanya apa yang sungguh-sungguh terjadi pada diri anak kita, apakah dia sudah berubah atau belum, sebab kalau dia memang sudah bertobat dan sungguh-sungguh telah berubah seharusnya dia lebih menunjukkan sikap bekerja sama, kooperatif tapi kalau sudah pulang dari rumah perawatan tetap memberontak, melawan, tidak bisa diatur, saya kira itu pertanda bahwa anak kita itu kemungkinan besar masih memakai dan belum bertobat.PG : Adakalanya sifat-sifat itu sudah dibawa dari awalnya, namun sesungguhnya setelah narkoba memasuki hidupnya dan setelah dia mengalami perawatan, seyogianya sifat-sifat lama itu pun mengalam perubahan dan berkurang.
Karena bukankah sifat-sifat lama itu jugalah yang memasukkan anak kita ke lembah narkoba. Karena sifatnya yang memberontak, tidak mau peduli, memang mungkin kita juga ada bagiannya tapi sifat si anak yang seperti itu yang lebih membuka kesempatan si anak masuk ke dalam lembah narkoba. Kalau sifat-sifat lama itu tidak berubah apa artinya? Artinya adalah anak kita sangat rentan sekali untuk bisa lagi masuk ke dalam lembah narkoba yang sama. Jadi memang kita mau melihat adanya perubahan, sifat lama yang buruk itu seharusnya sekarang sudah berkurang banyak.PG : Betul sekali Pak Gunawan, misalkan perilakunya dalam berteman atau berkawan. Apakah dia masih berteman dengan teman-teman yang dulu memakai narkoba bersama dia, apakah dia berkata: "Tidak pa-apa, saya tahu sekarang saya tidak boleh memakai, saya tahu saya tidak bisa lagi dibohongi mereka, saya hanya pergi dengan mereka, kenapa memangnya, salahnya apa?" Wah itu justru sangat berbahaya, sebab seorang teman yang masih narkoba sekarang ini kalau berteman dengan anak kita itu pengaruhnya sangat besar.
Justru salah satu tanda bahwa anak kita telah bertobat adalah dia meninggalkan teman-teman lama yang menjadi pemakai narkoba. Atau apakah dia kembali mengurung diri di kamar, terus diam-diam tidak mau keluar. Kalau dia kembali lagi pada perilaku lama yang seperti itu seharusnyalah kita bertanya-tanya. Atau apakah dia bersedia mengikuti program pasca perawatan, nah rumah perawatan yang baik atau panti rehalibitasi yang baik mewajibkan anak-anak yang sudah keluar dari rumah perawatan untuk datang kembali secara teratur misalkan seminggu sekali, seminggu dua kali untuk mengikuti program pasca perawatan. Sebab panti rehabilitasi menyadari bahwa anak-anak ini perlu dukungan dan peringatan dan pengawasan dan saling bertanggung jawab kepada satu sama lain dan itu didapati dalam kelompok-kelompok yang diadakan pasca perawatan. Nah apakah anak kita bersedia pergi atau tidak, kalau anak kita setelah pulang ke rumah akhirnya berkata tidak mau lagi pergi kembali untuk mengikuti program pasca perawatan, nah ini pertanda buruk, mungkin sekali dia tidak sungguh-sungguh bertobat. Atau yang lainnya apakah anak kita sekarang lebih dapat berdisiplin, kehidupan yang tak berdisiplin adalah kehidupan yang memang membuka peluang besar masuknya narkoba ke dalam hidup. Jadi apakah dia sekarang sudah berubah menjadi anak yang lebih berdisiplin. Atau yang lainnya lagi adalah pemakaian uang, apakah dia tetap memakai uang dalam jumlah yang besar. Sering kali anak-anak yang memakai narkoba menghabiskan uang yang sangat besar, nah apakah dia tetap memakai uang itu. Meskipun alasannya ada saja untuk ini, untuk itu, tapi hati-hati kalau anak kita sudah pulang dan meminta uang yang banyak, kemungkinan dia belum sungguh-sungguh bertobat. Pemakaian waktunya bagaimana, apakah dia tetap menggunakan waktu dengan bijaksana, dia belajar dan sebagainya. Atau inginnya keluyuran saja setelah pulang dari panti rehabilitasi, kalau maunya keluyuran dengan teman-temannya, kemungkinan besar memang anak kita belum sungguh-sungguh bertobat.PG : Betul sekali, kalau dulu orangtua tidak memberikan perhatian sebesar ini, sekarang harus memberikan perhatian sebesar ini.
PG : Seharusnya ya, jadi waktu kita melihat anak kita belum sungguh-sungguh bertobat dan masih memakai lagi kita harus memasukkan kembali ke panti rehabilitasi. Cukup sering Pak Gunawan, anak-aak ini harus bolak-balik beberapa kali akhirnya sebelum sembuh dari ketergantungan narkoba.
PG : Betul, tergantung pada tingkat keparahan dan tergantung juga pada dampak pemakaian narkoba pada kehidupannya. Misalnya dia memakai narkoba sampai 3 tahun sehingga dia tidak pernah sekolah MA, tidak pernah ada ijazah SMA, hanya ada ijazah SMP tapi sekarang umurnya sudah 22 tahun, nah dia mau kerja apa, tidak ada pekerjaan, tidak bisa sekolah lagi, itu benar-benar kondisi yang buruk buat si anak.
Kalau pun dia sungguh-sungguh ingin berubah namun waktu dia sudah sembuh dia menghadapi fakta kehidupan, dia sudah umur 22 tahun, tidak ada ijazah SMA, tidak pernah sekolah, tidak bisa apa-apa, nah ini bisa mengecilkan semangatnya. Dan dalam kepanikannya, godaan untuk kembali ke narkoba sangat besar sekali.PG : Tepat sekali Pak Gunawan, jadi orangtua itu mesti melihat dua hal setelah anak-anak pulang dari rumah perawatan. Pertama adalah pertobatannya, apakah anak kita sungguh-sungguh telah bertobt.
Yang kedua, yang mesti diperhatikan adalah pergumulan si anak. Jangan sampai orangtua luput melihat pergumulan, meskipun anak telah bertobat, dia tetap harus bergumul dengan godaan. Ketergantungan fisik pada obat sudah berakhir setelah beberapa hari melewati sakau dan sebagainya dia tidak lagi bergantung pada narkoba itu. Tapi ketergantungan psikologis pada obat-obat itu, ini akan berlangsung terus-menerus, pikiran itu yang sekarang ini sudah terjerat pada narkoba, dan pikiran itu yang terus-menerus membutuhkan narkoba, kalau tidak ada narkoba tidak bisa berjalan lagi. Pikiran ini berubahnya sangat lambat, maka program narkoba yang baik biasanya mensyaratkan seseorang untuk diam dalam panti itu untuk waktu yang panjang. Misalkan selama setahun atau lebih karena memang memerlukan waktu yang lama untuk bisa melepaskan pikiran kita dari ketergantungannya pada narkoba. Jadi orangtua tidak boleh lengah terhadap fakta ini, kita harus senantiasa waspada terhadap setiap perubahan yang terjadi pada dirinya. Meski anak telah bertobat dia akan terus diserang oleh godaan dan tugas kitalah untuk mengawasi pergumulan ini.PG : Tepat sekali, sebab kalau anak-anak kita pulang ke rumah dalam kehampaan, tidak ada aktifitas yang bisa dilakukannya godaan itu makin membesar. Jadi memang waktu harus diisi, tidak boleh mnganggur.
Menganggur benar-benar adalah lahan yang subur untuk dia tergoda kembali memakai narkoba. Yang lainnya juga yang perlu orangtua lakukan adalah mengkomunikasikan pengertian dan kasih, bukan kritikan. Kadang kala orangtua karena sudah cukup lama memendam kemarahan pada anak ini, mereka telah disusahkan oleh anak yang memakai narkoba, nah waktu anak pulang dihujani terus-menerus oleh kritikan, kemarahan, disalahkan, nah ini tidak baik. Sebab kalau kita hanya mengungkit-ungkit masa lalu dan kegagalannya ini akan menambahkan rasa putus asa, patah semangat pada dirinya. Akhirnya dia berkata, "Ya, memang saya sudah rusak, sampai sekarang pun orangtua masih mengatakan saya rusak seperti itu. Ya sudah buat apa saya memperbaiki hidup saya tetap saja saya dianggap rusak seperti dulu, ya sudah sekalian." Nah benar-benar dia akhirnya terjun kembali ke dunia narkoba. Jadi jagalah emosi, jagalah lidah kita, jangan mengkritik atau memarahi anak terus-menerus, mereka sudah kembali ke rumah cobalah sambut dengan pengertian dan cinta kasih.PG : Tepat sekali, dan sering kali ikatan kasih inilah yang menambah kekuatan si anak untuk melawan godaan. Dia akan berkata, "Orangtua saya, keluarga saya telah berkorban sedemikian besarnya, erus mendampingi saya dalam masa yang sulit ini, dan ini semua menunjukkan mereka sangat mengasihi saya."
Nah bekal ini akan menolong si anak menguatkan si anak melawan godaan, jangan saya merusakkan kepercayaan orangtua saya, jangan saya menyia-nyiakan pengorbanan mereka, jangan saya mengkhianati kepercayaan mereka dan jangan saya menodai kasih sayang mereka kepada saya. Jadi sekali lagi kasih sayang dan pengertian justru akan menambah kekuatan si anak untuk melawan godaan narkoba.PG : Ini poin yang bagus Pak Gunawan, kadang-kadang orangtua karena memang sangat mengasihi anak dan senang anak sudah kembali akhirnya melindungi anak, tidak membiarkan anak sedikitpun menanggng konsekuensi perbuatannya.
Seolah-olah mau melindungi anak dari reaksi buruk orang. Sampai titik tertentu kita boleh menjaga anak, tapi setelah itu biarkan. Biarkan anak juga menghadapi misalkan reaksi orang yang tidak positif terhadapnya. Sebab memang perbuatannya yang dulu itu tidak lagi teruji. Jadi jangan sampai kita memerisaikan anak dari kenyataan hidup, biarlah anak juga berhadapan dengan kenyataan hidup dan pahitnya reaksi orang gara-gara perbuatannya yang dulu itu. Ada orang yang tidak bisa menerimanya kembali, ada orang yang kecewanya sangat dalam pada dirinya, ada orang-orang yang tidak mau lagi berhubungan dengan dia, itu hal yang harus dia terima. Jangan sampai ada orangtua yang menutupi anak-anak dari fakta atau kenyataan hidup ini.PG : Betul, orangtua tetap mengkomunikasikan kasih sayang dan pengertian namun orangtua tidak bisa memisahkan anak dari realitas ini. Akan ada orang-orang yang melihat anak kita dengan negatif an itulah fakta kehidupan, dan anak itu harus belajar menerima konsekuensi pula.
PG : yang lainnya adalah tekankan kepada anak bahwa kepercayaan tidak diberikan dengan cuma-cuma. Untuk mereka bisa dipercayai kembali baik oleh kita ataupun oleh orang-orang lain di luar rumah Mereka harus membuktikan dirinya, mereka tidak bisa berkata: "Lihat, saya sudah berkata tidak lagi, makanya harus percaya dong."
Tidak, kepercayaan yang sudah mereka rusakkan tidak akan muncul dengan tiba-tiba, mereka harus menanam kembali kepercayaan itu dan ini akan makan waktu bertahun-tahun. Dan kita mesti mendorong anak kita jangan putus asa. "Sewaktu orang tidak percaya, justru engkau harus buktikan, jangan justru engkau lari kembali ke narkoba." Ini adalah hal yang perlu kita selalu ingatkan kepada anak.PG : Betul sekali Pak Gunawan, memang jadinya dua sisi. Dia sendiri harus mempercayai dirinya bahwa dia sekarang sudah berubah, bahwa dia sekarang tidak lagi terjerat narkoba, bahwa dia juga akn mempunyai masa depan, nah dia harus percaya itu.
Sering kali bisikan dari dalam dirinya itu begitu kuat, bisikan yang juga saya percaya disusupi oleh iblis yang berkata, "Kamu tidak ada lagi pengharapan, kamu tidak ada lagi masa depan, sudah tanggung pakai saja." Nah itu bisikan yang harus kita buang jauh-jauh, nah itu kepercayaan diri. Dan yang kedua memang harus membangun kepercayaan diri orang terhadap diri kita.PG : Pasti Pak Gunawan, pergumulan rohani tak bisa dipisahkan dari proses penyembuhan pemakaian narkoba.
PG : Sering kali pergumulan rohaninya adalah bahwa Tuhan sudah meninggalkan saya, sering kali mereka akan berkata, "Tuhan pun sudah terlalu kecewa, Tuhan pun sudah tidak lagi berkenan mendengardoa saya, karena saya sudah terlalu buruk, saya sudah terlalu sering merusakkan kepercayaan dan cinta kasih Tuhan.
Tidak ada lagi pengampunan buat saya, Tuhan sudah nyerah dengan saya." Tidak demikian, ini adalah bisikan iblis dan kita harus melawannya, kita harus percaya bahwa Tuhan akan mendampingi kita dan tidak meninggalkan kita dan tersedia masa depan untuk diri kita pula.PG : Si anak harus mempunyai satu target bahwa dia harus menang, tidak boleh kalah. Namun dia tidak bisa menang dengan kekuatannya sendiri, dia dapat menang hanya dengan kekuatan Tuhan. Firman uhan yang akan saya bagikan adalah Matius 6:33, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu."
Cari dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, ini tugas si anak yang telah terjerat narkoba dan sekarang sudah lepas. Cari terus kerajaan Allah, utamakan terus Allah dan kebenarannya, nah Tuhan berkata yang lainnya itu (kekurangan-kekurangan, kehilangan-kehilangan dulu) itu nanti Tuhan akan tambahkan, Tuhan nanti akan tolong. Yang penting kita cari Tuhan dulu, kalau kita sudah cari Tuhan dan kita sudah temukan dia yang lainnya akan nanti Dia bereskan.PG : Dia tidak boleh meninggalkan persekutuan, dia kemungkinan besar akan malu kembali ke persekutuan, kalau tidak mau kembali kepada persekutuan semula, silakan hadiri persekutuan teman yang lin yang mungkin tidak mengenal dia, yang mungkin juga mempunyai program untuk orang-orang yang pernah terlibat dalam narkoba.
Dan kita tahu ada hamba Tuhan di sana yang bisa mengerti kita, silakan pergi beribadah di sana, biarlah kita mendapatkan rumah iman yang baru sehingga kita bisa diterima di sana. Jangan lupa untuk setiap hari datang kepada Tuhan, ingatlah kemenangan ini diperoleh, dicapai hari lepas hari. Kita tak bisa berkata ini hari menang, selama-lamanya saya akan menang. Tidak demikian, setiap hari merupakan hari pergumulan dan setiap hari harus kita menangkan. Jadi awali hari dengan datang kepada Tuhan, membaca firmanNya untuk menambahkan kekuatan dan berdoa agar Dia menyertai kita selalu.GS : Ya terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini, dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Merangkul Penderita Narkoba". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
53. Melawan Iri Hati | |
Salah satu dosa tertua adalah iri hati. Iri hati sebenarnya adalah perampokan atau perampasan secara tersembunyi; kita mengambil apa yang menjadi milik orang dan mengklaim itu sebagai milik kita. Salah satu penyebab dari iri hati ialah Gagal melihat diri sendiri, terlalu melihat orang, dsb.
"... tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas dan mukanya muram.... Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel adiknya itu lalu membunuh dia." (
Salah satu dosa tertua adalah iri hati. Pada masa sekarang dosa iri hati dapat bertumbuh dengan subur karena kita dikelilingi materi dan nilai diri acap kali ditentukan oleh apa yang kita miliki.
Definisi
Iri hati bukanlah keinginan untuk meningkatkan atau mengembangkan diri agar lebih baik dari kondisi sekarang. Iri hati sebenarnya adalah perampokan atau perampasan secara tersembunyi; kita mengambil apa yang menjadi milik orang dan mengklaim itu sebagai milik kita.
Dosa iri hati adalah dosa yang disebut dalam Hukum 10, "Jangan mengingini rumah saudaramu; jangan mengingini istrinya atau hambanya laki-laki atau hambanya perempuan atau lembunya atau keledainya atau apa pun yang dipunyai sesamamu."
Penyebab Iri Hati
Gagal melihat diri sendiri, terlalu melihat orang. Orang yang iri terlalu memikirkan penilaian orang terhadap dirinya. Ia tidak mempunyai keyakinan yang teguh akan siapakah dirinya-apa kekuatan dan kelemahannya. Baginya terpenting adalah penilaian orang-bahwa dirinya baik. Orang yang iri adalah orang yang mementingkan penampilan luar dan gagal menghargai apa yang terkandung di dalam.
Terlalu memikirkan diri sendiri, gagal memikirkan orang. Orang yang iri adalah orang yang egois-sangat mementingkan diri sendiri. Pusat perhatiannya hanyalah pada diri sendiri, ia tidak memikirkan kepentingan orang lain. Itu sebabnya ia tidak dapat bersukacita dengan kemenangan orang.
Berorientasi pada apa yang tidak dimilikinya, bukan pada apa yang dimilikinya. Orang yang iri hanya memfokuskan pada apa yang tidak dimilikinya dan gagal melihat apa yang dimilikinya. Ia tidak bersyukur dan tidak merasa puas hingga ia memiliki apa yang diingininya.
Gagal menerima Tuhan, terlalu menuntut Tuhan. Relasinya dengan Tuhan merupakan sebuah transaksi: apa yang diberikannya kepada Tuhan harus kembali berlipat ganda. Ia tidak dapat menghargai pemberian Tuhan sebab baginya Tuhan harus memberi apa yang dimintanya.
Nasihat Firman Tuhan: Mazmur 23
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Melawan Iri Hati." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Ada Pak Gunawan, dan salah satu yang memang sangat tragis adalah kisah iri hati seorang kakak terhadap adiknya yaitu Kain terhadap adiknya Habel. Di
PG : Persoalannya adalah Tuhan tidak bisa terkecoh oleh bentuk atau penampakan luar, sebab Tuhan melihat hati. Yang Tuhan lihat adalah hati Kain makanya Tuhan menegur Kain dan berkata, "Kenapa ukamu muram, kenapa engkau marah.
Kalau saja engkau berbuat lebih baik, bukankah semua ini tidak akan terjadi." Berarti Tuhan sudah memberikan peringatan kepada Kain, "Hati-hati, karena dosa sedang mencoba masuk ke dalammu, engkau harus menguasainya." Tapi Kain sudah diberikan peringatan sekalipun oleh Tuhan, tidak menguasai iri hatinya, malah membiarkan dirinya dikuasai oleh iri hati, dan tindakannya sangat bengis, dia membunuh adiknya sendiri. Dan kita melihat ini bukan dilakukan oleh orang pada abad ke 21, ini dilakukan oleh generasi setelah Adam dan Hawa, karena dua-dua adalah putra dari Adam dan Hawa.PG : Sebab kalau kita mengaku kita iri hati, kita itu berada di bawah dan orang lain berada di atas. Kita seolah-olah itu mengakui bahwa kita tidak punya dan kita itu tidak mau dilihat orang keurangan atau tidak punya, maka sulit bagi kita mengakui bahwa kita iri hati.
PG : Tepat sekali, sebab orang-orang memuja-muja Daud bahwa Saul membunuh beribu-ribu, Daud membunuh berlaksa-laksa. Perbandingan 1:10, makanya Saul sangat marah dan dia berusaha membunuh Daud.
PG : Betul sekali, apalagi memang dengan jelas-jelas mereka itu pernah terlibat dalam sebuah perdebatan, memastikan siapa yang paling besar di antara mereka. Dan jelas-jelas juga ibu dari Yakobs serta Yohanes, meminta Tuhan Yesus memberikan jaminan tempat kepada kedua putranya, agar nanti setelah Yesus menjadi raja kedua putranya mungkin bisa menjadi wakilnya, perdana menteri atau yang lain.
Sungguh-sungguh mereka tidak mengerti maksud kedatangan Tuhan ke dunia ini. Jadi memang sekali lagi sebuah kecemburuan, sebuah iri hati ingin menjadi yang terbesar. Dan ini membawa kita kepada sebetulnya apa definisi iri hati. Iri hati bukanlah keinginan untuk meningkatkan atau mengembangkan diri supaya lebih baik dari kondisi sekarang. Ada orang yang mempunyai pekerjaan, kemudian dia berkata saya ingin meningkatkan taraf kehidupan saya, saya ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Itu bukan iri hati. Iri hati sebenarnya adalah perampokan atau perampasan secara tersembunyi, kita mengambil apa yang menjadi milik orang dan mengklaim itu menjadi milik kita. Kita mungkin tidak mengatakannya secara terbuka, tapi sesungguhnya di dalam hati itulah yang kita lakukan. Kita mengklaim apa yang menjadi milik orang sebagai milik kita. Kita berkata seharusnyalah saya yang mempunyai atau memperoleh itu dan bukan kamu. Kain di dalam hatinya mungkin berkata, "Sayalah yang mendapatkan penghargaan Tuhan, bukan kamu Habel," atau Saul berkata kepada Daud, "Seharusnyalah saya yang terus memiliki tahta Israel dan nanti anak saya Yonatan yang akan menjadi penerus saya dan bukan kamu Daud, orang yang tidak ada hubungan darah dengan saya." Jadi iri hati sebetulnya adalah sebuah perampokan atau perampasan namun memang tidak keluar dengan nyata.PG : Betul sekali, jadi kita melihat dosa iri hati itu dosa yang sebenarnya sangat serius karena contoh-contoh yang tadi baru saja kita bahas, jelas-jelas contoh yang berakhir dengan tragis. Kenginan dan bahkan ada yang berhasil membunuh, hanya gara-gara iri hati.
Tidak heran Tuhan mencantumkan dosa iri hati itu sebagai salah satu dosa yang Tuhan larang di dalam 10 hukum-Nya, 10 hukum yang Dia berikan kepada bangsa Israel melalui Musa. Saya bacakan yang tercatat dalamPG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang pertama adalah kita gagal melihat diri sendiri dan terlalu melihat orang. Kalau kita perhatikan orang yang iri, terlalu memikirkan penilaian orang terhadap drinya.
Dia itu tidak mempunyai keyakinan yang teguh akan siapakah dirinya, apa kekuatannya, apa kelemahannya. Dia sebenarnya gamang dengan dirinya sendiri, sehingga baginya yang terpenting adalah penilaian orang bahwa orang melihat dirinya baik. Dengan kata lain, orang yang iri adalah orang yang mementingkan penampilan luar dan gagal menghargai apa yang terkandung di dalam dirinya. Benar-benar bagi dia hidup adalah sebuah pertunjukan, yang penting orang melihat saya dan apa yang dilihat orang tentang diri saya itu baik. Dia gagal melihat sebetulnya siapa dirinya, maka dia selalu ingin meraih apa yang orang lain miliki.PG : Sangat sulit sekali, karena dia mungkin saja "bersukacita" untuk sejenak, kemudian sukacitanya langsung menguap tatkala dia melihat orang lain memiliki sesuatu yang tidak dimilikinya. Dan ia akan berkata, "Kenapa bukan saya, saya juga mau dan sebagainya."
Jadi orang yang iri hati, tidak akan mencapai kepuasan, sebab dia akan selalu melihat kiri kanan dan menginginkan apa yang menjadi milik orang lain.PG : Karena memang dasarnya dia tidak menerima dirinya, dia tidak menghargai apa yang diberikan Tuhan kepadanya, dia tidak bisa menerima, "OK, saya mempunyai kekurangan ini, saya punya kelebiha ini."
Ada orang yang tidak bisa menerima kelebihannya, misalkan kita katakan, "Kamu itu bisa menulis dengan baik, mencatat dengan baik, sehingga kamu dapat bekerja sebagai sekretaris, kamu rapi sekali." Tidak mau, maunya dia menjadi direktur, tidak sadar bahwa dia tidak memiliki kwalitas yang dibutuhkan menjadi direktur. Atau kalau pun dia memiliki kwalitas itu, Tuhan belum memberikan kesempatan itu kepadanya, nah orang-orang ini tidak bisa melihat seperti itu. Yang penting adalah dia mendapatkan. Jadi dia gagal melihat apa yang terkandung dalam dirinya, matanya terlalu terfokus pada orang lain. Bagaimana orang nanti melihat mereka, mereka tidak boleh kalah, tidak boleh malu di hadapan orang, mereka harus sama sekurang-kurangnya dengan orang, kalau bisa malah lebih dari orang lain.PG : Paling tidak lebih rendah dari dia. Dia tidak bisa melihat orang itu sama dengan dia. Nah kalau kita bekerja sama dengan orang seperti ini sangat tidak nyaman Pak Gunawan, karena iklim kera menjadi tidak enak.
Iklim kerja sama menjadi iklim persaingan, bagaimanakah kita bisa saling menolong, itu tidak bisa diwujudkan dengan orang yang hanya memikirkan kepentingannya dan penuh dengan iri hati. Dia bersedia dan menuntut kita menolongnya, jangan berharap dia akan balik menolong kita. Jadi benar-benar tidak enak, tidak ada iklim kebersamaan atau persaudaraan, yang ada hanya iklim persaingan dan dia yang harus menang.PG : Orientasi hidup mereka adalah pada apa yang tidak dimilikinya, bukan pada apa yang dimilikinya. Nah ini memang menjadi penyebab lain dari iri hati. Orang yang iri hanya memfokuskan pada ap yang tidak dimilikinya dan gagal melihat pada apa yang dimilikinya.
Dia tidak bersyukur dan tidak merasa puas hingga dia memiliki apa yang diingininya. Kalau saya boleh berikan perumpamaan, waktu dia melihat donat, dia melihat kenapa tengahnya bolong, dia tidak melihat rotinya. Dan dia selalu fokuskan kenapa tengahnya bolong bukan diisi oleh roti semuanya. Nah orang yang iri hati begitu, selalu tidak puas dengan apa yang telah ada, dengan apa yang Tuhan telah berikan dan selalu melihat kenapa saya tidak begini, kenapa saya tidak begitu. Nah ada sebagian orang yang begini, dari muda sampai tua. Dan sudah tua pun tidak bisa menengok ke belakang dan bersyukur, selalu menyalahkan orang-orang kenapa tidak memberikan saya kesempatan, kenapa memperlakukan saya seperti ini sehingga saya tidak memiliki apa yang seharusnya saya miliki. Jadi memang tidak nyaman hidup bersama orang yang iri hati.PG : Betul sekali, tapi dia tidak bisa menerima semua itu, dia berkata, "Kenapa saya tidak, kenapa hanya orang lain, kenapa bukan saya." Dia tidak bisa melihat bahwa ada hal yang dia miliki yan orang lain tidak miliki.
Misalnya kita punya dua tangan, tidak semua orang punya dua tangan; kita punya dua mata, tidak semua orang punya dua mata; kita bisa berbicara, tidak semua orang bisa berbicara; kita punya rumah meskipun kecil, tidak semua orang punya rumah; kita punya kendaraan meskipun tua, tidak semua orang punya kendaraan. Nah kita gagal melihat apa yang kita miliki, karena mata kita orientasi kita hanya terus terpusat pada apa yang tidak kita miliki.PG : Ada Pak Gunawan, sudah tentu orang yang iri hati ini menjadi orang yang tidak lagi bisa menerima berkat Tuhan. Tuhan memberkati dia, dia tidak merasa diberkati. Mengapa, karena dia terus-mnerus menuntut Tuhan untuk memberikan kepadanya lebih dan lebih lagi.
Jadi relasinya dengan Tuhan menjadi sebuah relasi transaksi. Maksud saya adalah apa yang diberikannya kepada Tuhan, harus kembali kepadanya berlipat ganda, dia tidak dapat menghargai pemberian Tuhan sebab baginya Tuhan harus memberi apa yang dimintanya. Dia mungkin sekali adalah orang Kristen, dia mungkin sekali ke gereja, dia mungkin sekali terlibat dalam pelayanan, tapi kita bisa melihat berapa rohaninya dia. Apakah dia menghargai pemberian Tuhan, ataukah dia tidak pernah merasakan berkat Tuhan itu untuknya. Dia tidak pernah merasakan bahwa ini adalah kebaikan Tuhan, sampai Tuhan harus berikan lagi dan berikan lagi barulah dia sedikit merasa lebih diberkati. Itu pun tidak pernah memuaskan hatinya dan harus lebih lagi Tuhan memberikan kepadanya.PG : Mungkin kalau kita panggilnya iri hati saya kira tidak terlalu tepat, sebab tidak semua kita iri, dalam pengertian mau mengambil, mau memiliki apa yang orang lain miliki. Tapi saya kira yag Pak Gunawan maksud adalah adakalanya kita merasa tidak puas dengan kondisi kita, adakalanya kita juga menginginkan apa yang orang lain miliki.
Tapi saya kira itu bukan iri hati, hanya sekadar seperti itu tidaklah iri hati. Yang iri hati itu benar-benar mengingininya, benar-benar seolah-olah tidak bisa tidur kalau kita tak mendapatkannya. Sama seperti contoh tentang Kain dan juga Saul. Mereka itu benar-benar terobsesi dengan apa yang diinginkannya sehingga tatkala mereka tak mendapatkannya mereka marah sekali dan marahnya kepada orang yang memilikinya. Sebab dia melihat, kenapa orang itu memiliki tapi saya tidak memiliki. Jadi itulah yang saya mengerti tentang definisi iri hati, tapi kalau sekadar merasakan, "Aduh saya kalau punya rumah yang lebih besar akan lebih enak seperti tetangga saya." Saya kira itu wajar sebagai manusia kita memiliki hasrat seperti itu.PG : Saya akan ambil dari
PG : Betul, dan Daud tidak pernah iri, dua kali dia berkesempatan membunuh Saul, tapi dia menolak, dia tidak membunuh Saul. Nah itu membuktikan diri Daud tidak apa-apa, "Saya sudah diurapi menjdi raja oleh Samuel, tapi kalaupun tidak jadi raja ya tidak apa-apa."
Dia rela untuk tetap menjadi seorang hamba dan Saul menjadi seorang raja. Dia tidak (orang Jawa Timur berkata) 'ngoyo', dia tidak apa-apa, silakan. Dan Tuhan sangat senang dengan orang yang seperti Daud, justru kepada Saul yang mempertahankan tahtanya, seolah-olah itu haknya dia, dia tak mau melepaskannya justru Tuhan benar-benar membuang muka dari Saul. Dan Alkitab mengatakan, Tuhan meninggalkan Saul. Orang yang iri hati pada akhirnya adalah orang yang kesepian, bukan saja dia ditinggal oleh orang-orang di sekitarnya, lama-lama dia pun akan ditinggal oleh Tuhan, itu yang saya khawatirkan. Sebab Tuhan berkata, "percuma, apapun yang Saya perbuat bagimu engkau tidak pernah menerimanya, engkau tak pernah menghargainya. Jadi lama-lama Tuhan pun akan berhenti memberkati orang yang iri hati. Jadi jagalah hati kita jangan sampai melenceng dan dikuasai oleh iri hati.PG : Sudah tentu langkah pertama adalah mesti ada batasnya, kita tidak bisa selalu menuruti keinginannya itu tidak benar. Jadi jangan gara-gara kasihan, kita turuti keinginannya terus-menerus, ak ada habis-habisnya dan tidak akan menolong dia, jadi mesti ada pembatasan.
Yang kedua adalah kita juga jangan sampai menjadi seperti dia, adakalanya kita terpancing menjadi seperti dia. Dia perhitungan, kita pun perhitungan; dia cepat sekali menyerang kita, kita pun cepat sekali menyerang dia, jangan lakukan itu. Justru kalau kita hidup dengan orang yang iri hati, kita tunjukkan kita ini tak pernah kekurangan, Tuhan terus memberkati. Firman Tuhan sudah berjanji, "Kebajikan dan kemurahan belaka, akan mengikuti aku seumur hidupku dan aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa." Itu adalah janji Tuhan, kita tidak takut kekurangan karena kemurahan dan kebaikanNya akan terus mengikuti langkah kehidupan kita. Dan inilah yang akan dilihat oleh dia.PG : Betul, dan mudah-mudahan dia belajar dari kehidupan kita.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Melawan Iri Hati". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
54. Trauma Karena Siksa | |
Trauma memang mengacu pada sebuah peristiwa yang menakutkan dan mengerikan, yang mempunyai dampak yang benar-benar menggoncangkan jiwa seseorang dan melukai hati seseorang. Itu dapat disembuhkan tapi membutuhkan waktu yang tidak instant.
Jika peristiwa yang mengancam atau menegangkan dilakukan oleh orang tua, yang akan runtuh adalah rasa percaya. Di atas rasa percaya kita membangun relasi yang kuat, kebergantungan dan lain-lain. Bila rasa percaya sudah runtuh maka timbullah kecurigaan dan membangun relasi menjadi sangat sulit, ada rasa takut, terancam dan lain-lain. Pembentukan konsep diri yang positif juga ikut runtuh. Perlakuan orang tua yang buruk memberi kesan yang kuat bahwa mereka tidak mengasihi kita. Anak menelan bulat-bulat hal-hal yang buruk yang dikatakan oleh orang tua.
Tanda utama seseorang yang dikuasai oleh traumanya, ia masih dikuasai oleh masa lalunya. Apa pun yang terjadi sekarang tetap dikuasai oleh masa lalunya. Kesehatan jiwa kita tidak lagi maksimal. Wujud masa lalu yang menguasai kita muncul dalam bentuk gejala, misalnya mimpi buruk, dikejar-kejar, diperdaya, diancam, ada makhluk yang mengerikan. Orang-orang ini kadang dilanda kecemasan tanpa sebab. Pada bagian hari tertentu, emosinya anjlok tanpa sebab. Merasa kesepian dan kosong hidupnya, hal ini berkaitan dengan emosi. Berarti masa lampau masih tetap menjadi tuan atas kehidupan di masa sekarang.
Kecemasan bisa memengaruhi lambung atau sakit kepala, ketegangan di leher dan pundak. Ada ketegangan, tubuh pun rentan terhadap ketahanan. Tindakan orang tua yang bisa menyebabkan trauma bagi anak, misalnya orang tua 'meledak' tanpa ada pola/kesinambungannya. Anak hidup dalam situasi tegang karena tidak mengetahui kapan terjadi ledakan kemarahan. Ledakan bisa terjadi antar orang tua atau antar orang tua dan anak. Ketidakmenentuan menyebabkan ketegangan dalam hidupnya. Intinya : suasana tidak menentu dan kita dituntut untuk senantiasa bisa hidup dalam ketegangan.
Jika anak tumbuh menjadi besar dan mengenal Tuhan Yesus menjadi orang yang beriman, apakah tidak ada pengaruhnya? Seringkali masa lampau tetap mengikuti kehidupannya meskipun kita telah menjadi anak Tuhan. Peristiwa buruk yang telah menghantam kita sejak kita kecil, itu merupakan bagian hidup yang telah tercetak dalam jiwa kita, yang tidak mungkin dalam sekejap untuk dihilangkan. Sebagai anak Tuhan, pertama kita bisa membawa semua trauma dan hati yang hancur itu kepada Tuhan, meminta pertolongan-Nya agar bisa melewati masa-masa lampau itu. Yang kedua, kita mesti mengisi sanubari kita dengan firman Tuhan. Apa yang telah terisi di masa lampau tidak bisa dicabuti satu per satu, yang bisa dilakukan adalah menanam benih yang positif dan ilahi dengan firman Tuhan. Dia harus hidup dekat dengan Tuhan, antara lain dalam mengatasi ketakutan dan kemarahan.
Firman Tuhan di Yeremia 17:14, "Sembuhkanlah aku, ya Tuhan, maka aku akan sembuh; selamatkanlah aku, maka aku akan selamat, sebab Engkaulah kepujianku!" Inilah doa orang yang menderita trauma, setiap hari dia harus datang kepada Tuhan dengan doa ini.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Trauma karena Siksa." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Trauma memang mengacu pada sebuah peristiwa yang menakutkan dan mengerikan, yang mempunyai dampak yang benar-benar menggoncangkan jiwa seseorang. Jadi waktu kita berkata saya trauma denganini, saya trauma dengan itu, sebetulnya yang ingin kita sampaikan adalah kita sangat takut menghadapi atau mengingat atau mengalami peristiwa-peristiwa yang tadi kita sebut itu.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, pada masa anak-anak kecil, anak-anak memang belum mempunyai struktur kepribadian yang kuat karena kita tahu mereka dalam proses pembangunan jiwa. Pada masa anak-aak sudah dewasa, biasanya jiwa itu sudah terbangun dengan lumayan sempurna sehingga lebih tahan untuk menghadapi trauma yang menggoncang jiwanya.
Pada masa anak-anak kecil, anak-anak memang belum mempunyai sistem pertahanan yang kuat sehingga peristiwa-peristiwa yang dialami cenderung masuk tanpa hadangan. Misalkan dia mengalami peristiwa yang menakutkan, dia tidak mempunyai kemampuan untuk merasionalisasi dan berkata itu sebetulnya kebetulan saja, itu adalah gambar bukan benar-benar, ini hanya terjadi pada orang tertentu tidak terjadi pada semua orang, itulah hal-hal yang dapat kita katakan sebagai orang dewasa. Anak-anak tidak dapat mengatakan hal-hal itu, waktu sesuatu terjadi benar-benar peristiwa atau pengalaman itu masuk ke dalam jiwanya. Kalau peristiwa itu bagus, positif, menyenangkan, hangat, sudah tentu dampak untuk jiwanya pun akan seperti itu. Membangun, menguatkan, menghangatkan, membuat dia merasa dikasihi dan sebagainya. Kebalikannya kalau yang dialaminya adalah peristiwa yang menakutkan, menegangkan, mengerikan, mengancam keselamatan jiwanya, dia tidak mempunyai sistem pertahanan untuk bisa melindungi dirinya atau menyaring informasi atau pengalaman itu, dia tidak punya semua itu, sehingga pengalaman yang buruk itu benar-benar dengan telak menghantam jiwanya. Yang terjadi adalah, dalam proses pertumbuhannya membangun diri itu sudah tentu akan ada kerusakan-kerusakan, sehingga apapun yang dibangun di atasnya cenderung memang sudah terkena dampak dari kerusakan-kerusakan yang terjadi sebelumnya. Saya berikan contoh yang lebih konkret, misalkan peristiwa mengerikan yang mengancam jiwa itu dilakukan oleh salah seorang dari orangtua kita. Seharusnya kita membangun rasa percaya dan orang pertama yang akan kita percayai adalah orangtua. Waktu orangtua yang seharusnya kita percayai melakukan hal-hal yang buruk yang menghantam jiwa kita, langsung yang akan runtuh adalah rasa percaya, jadi bukan saja rasa aman yang terenggut tapi rasa percaya itu runtuh. Sedangkan di atas rasa percayalah kita membangun yang namanya relasi yang kuat, kita membangun kebergantungan sehingga kita bisa mendengarkan kebergantungan pada orang. Nah percaya itu menjadi jembatan yang menghubungkan kita dengan banyak hal lain. Kalau percaya itu langsung hilang, tidak ada lagi akibat perbuatan yang dilakukan kepada kita, kita akan kesulitan membangun hal-hal yang berikutnya. Misalnya membangun relasi saling bergantung, membangun relasi saling menguatkan, saling mengasihi, nah itu akhirnya menjadi sangat sulit karena adanya ketakutan bahwa orang yang mengasihi kita itu adalah orang yang nanti akan dapat melukai kita. Jadi di samping ingin dekat, ingin mengasihi dan dikasihi, ada rasa takut menerima ancaman dan perlakuan yang buruk dari orang tersebut.PG : Mudah sekali, memang seseorang yang mengalami trauma-trauma itu yang tadi saya sudah singgung akan benar-benar terganggu, karena sistem pertahanan belum ada, dampaknya langsung mengena sehngga meruntuhkan fondasi atau tiang-tiang yang seharusnya berdiri dalam kepribadiannya itu.
Akibatnya karena dia mengalami (sebut saja) rumah yang berlubang-lubang akibat hantaman bom, dia memang akan cenderung nantinya melihat masalah bagian hidup dari kacamata yang berlubang itu. Atau kalau kita boleh menggunakan warna cat yang mengecat rumah kita itu, dengan cat yang sama atau dengan warna yang sama itulah dia akan meneropong hidup ini. Kalau orang yang seharusnya merawatnya, melindunginya malah melukainya, mengkhianatinya; rasa percaya sudah runtuh yang dia akan lakukan adalah dia cenderung curiga bahwa orang itu akan menyembunyikan niat jahatnya dan sedang menunggu kesempatan untuk mewujudkan niat jahatnya pada diri kita. Atau yang lainnya lagi yang sering menjadi dampak dari trauma adalah kita memang akhirnya mudah tersinggung, karena ada satu hal yang juga runtuh, pada masa-masa di mana kita mengalami hantaman-hantaman trauma yaitu pembentukan konsep diri yang positif akhirnya tidak ada lagi. Kita merasa diri kita buruk karena mungkin sekali orangtua dengan perlakuan yang buruk memberikan kepada kita suatu kesan yang kuat bahwa mereka tidak mengasihi kita. Mereka melihat kita ini sangat buruk sebab mungkin kata-kata yang buruk sering keluar dari mulut orangtua kita terhadap kita, sehingga akhirnya kita menelan bulat-bulat. Apalagi anak-anak belum memiliki sistem pertahanan atau sistem saringan, sehingga ditelan bulat-bulat bahwa saya seburuk apa yang dikatakan oleh orangtua saya. Akhirnya selalu merasa diri buruk, apapun pencapaian yang telah kita hasilkan kita tidak akan bisa berkata bahwa kita cukup baik. Selalu kita kurang baik, selalu kita kurang baik, maka kita menjadi sensitif. Kalau orang mengatakan sesuatu nah kita rasanya tidak suka dengan perkataan tersebut, meskipun kita tahu orang ini baik, tidak ada niat jahat namun dengan mudah perkataan itu kita tafsir sebagai sindiran, sebagai upaya untuk menolaknya, tidak menginginkannya lagi, bahwa dia tidak lagi berharga di mata orang tersebut. Jadi yang memang akhirnya kita lakukan adalah kita meneropong peristiwa-peristiwa itu dengan kacamata yang telah kita bangun.PG : Ada Pak Gunawan, kalau boleh saya sarikan dulu atau ringkaskan dulu dalam kategori besar, orang yang masih dikuasai oleh masa lalunya adalah orang yang memang dikuasai oleh traumanya. Dengn kata lain seseorang yang masih dikuasai oleh trauma tersebut ditandai dengan dia masih dikuasai oleh masa lalunya, dia tidak lagi atau tidak dapat hidup di masa sekarang ini.
Apapun yang terjadi sekarang ini seolah-olah terus-menerus dikoyak-koyak atau diobok-obok oleh masa lampaunya. Apapun yang dialami sekarang seolah-olah tetap di bawah kemurahan hati masa lalunya. Jadi intinya adalah atau payung besarnya adalah masa lalu yang menjadi raja dan tuan dalam kehidupan kita. Nah ini pertanda memang kehidupan kita terganggu. Kita tidak hidup dengan optimal, kesehatan jiwa kita tidak lagi maksimal, ada yang memang terjadi dan terganggu. Secara konkretnya wujud dari masa lalu yang menguasai kita gejalanya bermacam-macam, tapi intinya adalah muncul dalam bentuk gejala. Misalnya ada orang-orang tertentu yang masih dihantui oleh mimpi buruk, dikejar-kejar, ketakutan, dipedaya, ada makhluk yang mengerikan, kematian. Itu adalah tema-tema umum yang sering dialami oleh orang-orang yang sering mengalami trauma pada masa kecilnya. Jadi secara berkala mimpi buruk itu akan muncul kembali, misalnya dia bertemu dengan salah seorang di masa lampaunya. Percakapannya normal, biasa-biasa saja, tidak ada apa-apa, tapi tiba-tiba malam itu dia tidur bisa terbangun dan ketakutan sekali, keluar keringat dingin, ternyata mimpi buruk tentang masa lampaunya. Tapi biasanya tidak dalam bentuk yang jelas, biasanya seperti tadi yang saya sebutkan; dikejar-kejar, diancam, atau bayangan yang gelap dan sebagainya. Kenapa ketemu teman lama, akhirnya mimpi buruk? Karena teman lama itu bagian dari masa lampaunya. Nah sewaktu bagian dari masa lampaunya itu terkoneksi lagi dengan dirinya, maka seolah-olah membangunkan macan tidur dalam jiwanya dan munculnya dalam bentuk mimpi-mimpi buruk. Itu gejala yang cukup umum. Yang lainnya adalah orang-orang ini sering kali dilanda kecemasan tanpa sebab, tanpa ada sebab tiba-tiba bisa rasanya cemas sekali, takut, tapi tidak tahu apa yang menjadi penyebabnya. Tapi rasanya tidak enak sekali, mereka sering kali menggunakan kata-kata, 'rasanya tidak enak' tapi apa yang dirasakan tidak enak itu mereka juga kesulitan menjabarkannya. Namun itulah yang kita sebut kecemasan umum, sesuatu yang benar-benar menggenangi hati kita. Yang lainnya lagi misalnya, pada bagian hari tertentu misalkan sore atau malam, ada orang yang tiba-tiba anjlok emosinya, sepertinya merasa tertekan, terhimpit, dalam bahasa Inggrisnya merasa 'down' sekali. Tidak ada penyebabnya juga, tapi rasanya seperti mendung, gelap, tiba-tiba menutupi hidupnya. Yang lainnya gejala yang kadang-kadang dialami oleh penderita trauma adalah, tidak ada angin, tidak ada hujan dia merasa kesepian sekali, hidupnya kosong. Dan orang akan kebingungan, kenapa kamu merasa kosong, sepi, bukankah ada saya, ada anak, tapi itulah yang dialami, sepertinya ada kekosongan. Yang lainnya juga yang cukup sering adalah kesedihan yang tiba-tiba muncul, tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba rasa sedih sekali. Nah itu gejala-gejala yang berkaitan dengan emosi yang juga berkaitan dengan relasi dengan sesama adalah kadang-kadang emosi tak terkontrol, marah, meledak, hal kecil bisa menjadi sangat besar sekali, peka, tersinggung nah itu kadang-kadang menjadi bagian reaksi-reaksi yang kita sebut irrasional dan berlebihan. Orang-orang memang akan kesulitan memahami reaksi-reaksi tersebut, sebab munculnya tak terduga, tidak ada penyebabnya hal kecil ini memicu kemarahannya atau ketersinggungannya, nah kira-kira itulah gejala-gejala yang muncul dan semua itu masuk ke dalam satu payung besar, yakni masa lampau yang tetap menjadi tuan atas hidup kita di masa sekarang.PG : Nah yang menarik adalah ini Pak Gunawan, sesungguhnya keinginan utama mereka adalah melupakan semuanya ini, mereka sebetulnya orang pertama yang ingin merdeka, bebas lepas dari belenggu maa lampau yang mencengkeram mereka ini.
Tapi memang tidak bisa, sebab munculnya tidak diduga-duga, dan ini sudah menjadi bagian hidupnya. Yang mencengkeram, yang menjadi tuan di atas kehidupannya sekarang ini. Jadi kita orang yang dekat dengannya akan berkata, "Lupakan, jangan dingat-ingat lagi, kenapa harus dipikirkan lagi." Masalahnya mereka adalah orang yang pertama yang menginginkan bisa melupakan semua itu, namun tidak bisa, maka kalau mereka bisa melupakannya mereka akan lebih senang. Tapi persoalannya memang tidak bisa. Dan ini yang menjadi masalah munculnya sering kali tak terduga. Dengan kata lain mereka tidak merancang kapan mereka mau mengalami reaksi-reaksi yang tidak enak ini, sering kali mereka tidak merancangnya. Maka itulah yang tadi kita katakan bahwa benar-benar masa lalu itu menjadi tuan di atas kehidupannya sekarang ini.PG : Bisa Pak Gunawan, misalkan ada reaksi-reaksi seperti sakit maag, karena kecemasan itu memperburuk keluarnya asam dalam pencernaan kita, sehingga akhirnya kita diganggu oleh sakit maag. Adalagi yang lainnya adalah sakit kepala, aduh tidak tahu kenapa tiba-tiba sakit kepala yang memang muncul dari tekanan-tekanan di dalam dirinya yang sebetulnya sedang diusahakan olehnya untuk ditekan.
Jadi sakit kepala, ketegangan di leher, di pundak, itu sebetulnya wujud dari perkelahian di dalam dirinya, konflik batiniah. Dia sebetulnya berusaha mengatasi munculnya tekanan-tekanan itu, nah karena dia berusaha menekannya, menguasainya, bahkan desakan dari dalam itu seperti magma yang keluar dengan begitu derasnya, akhirnya tegang. Tegang seperti orang yang berkelahi, dia sendiri memang tidak menyadarinya secara langsung, tapi itulah yang terjadi yaitu ketegangan. Nah ketegangan itu yang akhirnya menegangkan saraf-saraf di kepala kita, di leher kita dan di pundak kita, akhirnya kita menderita sakit kepala. Gejala-gejala yang lain lagi adalah tubuh kita akhirnya rentan terhadap sakit penyakit, karena tegangan, tekanan-tekanan akhirnya melemahkan sistem imun kita, pertahanan diri kita, sehingga penyakit lebih mudah hinggap. Mudah sekali tubuh kita nanti ambruk, macam-macam penyakit seperti itu yang muncul akibat dari tekanan-tekanan batiniah itu.PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang paling parah adalah orangtua meledak tanpa ada pola, tanpa ada kesinambungannya, kekonsistenannya. Jadi anak-anak harus hidup senantiasa di dalam suasana tegng.
Karena tidak tahu kapan akan terjadi ledakan kemarahan, ledakan ini bisa terjadi antara orangtua, bisa terjadi antara orangtua terhadap anak juga. Pokoknya yang terjadi adalah ledakan kemarahan, emosi yang sangat kuat sekali. Anak yang harus hidup di dalam ketidakmenentuan ini, tidak bisa tidak akan mengembangkan ketegangan dalam hidupnya. Dia senantiasa harus berjaga-jaga, kapan waktu orangtuanya bisa bertengkar, berteriak-teriak, saling memukul dan sebagainya. Atau kapan waktu orangtua bisa marah kepada kita tanpa ada penyebabnya, hal-hal kecil yang kita tidak pikir bisa menjadi masalah, menjadi masalah besar dan kita akhirnya yang menjadi korban, objek pelampiasan kemarahannya. Jadi intinya adalah suasana tak menentu di mana kapan waktu ledakan emosi itu bisa terjadi dan kita dituntut senantiasa hidup dalam ketegangan, karena ketakutan jangan-jangan kita nanti yang terkena sasarannya. Ini yang biasanya menimbulkan trauma. Dalam bentuk-bentuk yang lebih konkret, macam-macam, misalkan sedang meledak amarahnya orangtua saling memukul, berteriak-teriak, menjambak, mengancam saling membunuh, nah hal itu adalah hal yang tidak bisa diterima, dicerna, dan dipahami oleh seorang anak. Dan karena anak belum mempunyai sistem pertahanan, peristiwa itu masuk benar-benar menancap di dalam sanubarinya. Yang lainnya lagi adalah orangtua marah terhadap anak, hal-hal kecil meledak, memukul anak tidak tanggung-tanggung seperti memukuli hewan. Ada anak yang diikat dengan rantai yang ditaruh di pohon, ada anak yang diikat di kamar mandi, ada anak yang ditaruh dalam kamar yang gelap berteriak-teriak ketakutan, macam-macam. Itu adalah bentuk-bentuk dari ledakan-ledakan emosi yang tidak menentu atau tak dapat diprediksi itu.PG : Sering kali Pak Gunawan, masa lampau itu memang tetap mengikuti kehidupan kita, meskipun kita sudah menjadi seorang anak Tuhan. Dan sering kali ini menjadi pertanyaan bagi orang-orang itu.Saya sudah menjadi orang Kristen, saya sudah menjadi ciptaan yang baru, mengapakah yang lama itu terus mengikuti diri saya.
Mengapakah saya tidak bisa lepas dari masalah-masalah ini, nah sudah tentu kita tahu bahwa Tuhan menebus dosa kita, Tuhan mengampuni kita dari hukuman dosa, Tuhan telah melepaskan kita dari ikatan-ikatan dosa, nah itu yang telah Tuhan lakukan. Peristiwa-peristiwa buruk yang telah menghantam kita sejak kita kecil, itu memang adalah bagian hidup yang tercetak dalam jiwa kita, yang tidak mungkin memang dengan sekejap disapu bersih dan dihilangkan, tidak, itu telah menjadi cetakan siapa kita, siapa jiwa kita ini. Jadi sebetulnya yang harus terjadi setelah kita menjadi seorang Kristen, nomor satu kita harus bisa membawa semua trauma, pengalaman buruk ini, hati yang hancur dan luka dan ketakutan kepada Tuhan Yesus. Kita meminta kepadaNya benar-benar untuk menolong kita agar bisa melewati masa-masa lampau kita, nah itu adalah tindakan pertama datang kepada Tuhan memohon pertolonganNya. Dan yang kedua adalah kita mesti mengisi sanubari kita dengan firman Tuhan, apa yang telah terisi di masa lampau kita tidak bisa kita cabuti satu persatu, terlalu banyak dan sudah terlalu menjadi satu dengan diri kita. Jadi yang bisa kita lakukan adalah menanam kembali sanubari kita, jiwa kita dengan benih-benih yang indah, yang positif, yang ilahi, yang rohani, yakni firman Tuhan. Jadi benar-benar orang yang menderita trauma ini harus datang kepada Tuhan, benar-benar menghirup nafas kehidupan dari Kristus sendiri. firman Tuhan memasuki hatinya, setiap hari dia harus menuntut begitu. Setiap hari harus menjadi hari dia bergantung kembali, mengulang komitmennya kembali hidup dalam Tuhan, terus-menerus harus begitu. Nah di dalam penguasaan firman Tuhan seperti itulah lama-kelamaan firman Tuhan makin berkuasa dalam hidupnya dan makin menguasai dia, sehingga masa lampau itu tidak lagi bisa menguasai atau menggenggamnya seperti dulu.PG : Sering kali memang mereka kesulitan untuk mengakui bahwa mereka menyimpan kemarahan, mereka tidak merasakan marah, itu betul tapi mereka menyimpan kemarahan. Mereka tidak mendendam, betul,dalam pengertian mereka sudah lahir baru, mereka dalam Kristus, mereka benar-benar dapat mengampuni, itu betul.
Tapi kemarahan akibat perlakuan-perlakuan tersebut yang kita alami dulu, itu tetap masih tersimpan di dalam ruang hati kita. Meskipun kita tidak mau marah lagi kepada mereka, kita sudah memutuskan mengampuni mereka, tapi kemarahan itu masih ada. Sebetulnya inilah yang harus keluar dari dalam dirinya, kemarahan ini. Ketakutan yang pernah dialami dulu sekarang dia mungkin sekali tidak memikirkannya dan tak mau memikirkannya tapi ketakutan itu sering kali juga masih menempati relung hatinya. Nah dua tema ketakutan dan kemarahan sering kali menjadi tema utama dari orang-orang yang menderita trauma di masa lampau. Kalau dia tidak takut, dia marah; kalau dia tidak marah dia takut, selalu emosi itu bersandingan yaitu kemarahan dan ketakutan. Ini yang memang harus dia sadari, karena inilah emosi yang sering kali menjebaknya dan mengikatnya.PG : Masih, selalu ada harapan, memang ini sebuah perjalanan yang panjang namun tetap bisa. Sebab firman Tuhan dengan jelas berkata di
GS : Terima kasih sekali Pak Paul, ini suatu berita pengharapan tentunya bagi banyak orang karena saat ini cukup banyak orang yang mengalami trauma seperti itu. Terima kasih sekali dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Trauma karena Siksa". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
55. Hidup Bersama Penderita Trauma | |
Pengaruh dari orang yang menderita trauma terhadap anggota keluarga adalah ekspresi mereka yang umum atau kalau mereka tak biasa mengekspresikan kemarahan, mereka akan telan kemarahan itu. Nah ada sebagian orang yang menelan kemarahannya, akhirnya kalau tidak menjaga diri baik-baik mudah sekali masuk ke lembah depresi.
Penderita trauma tidak menampakkan gejala itu dalam relasi yang biasa. Gejala-gejala masa lampau munculnya seringkali dalam relasi yang akrab, yang intim yaitu relasi suami istri atau relasi keluarga. Mereka mudah sekali tegang namun di pihak lain, takut sekali tegang. Karena mudah tegang maka emosi mereka mudah meluap. Bisa dimunculkan dalam bentuk kemarahan, inilah ekspresi mereka yang umum atau kalau kemarahannya tidak diekspresikan, akan ditelan. Sebagian orang yang menelan kemarahan jika tidak menjaga diri baik-baik, mudah sekali masuk ke lembah depresi. Kemarahan yang dikeluarkan terlindungi dari gangguan depresi.
Karena takut tegang maka selalu menghindar dari situasi yang mengancam, akibatnya mereka cenderung menebarkan ketakutan itu pada anggota keluarga lainnya. Segala yang diluar kendalinya, menegangkan. Pada waktu ia berhasil menguasai semua emosi itu, dia tidak usah meluapkan emosinya kepada anak-anak. Pola orang tua mendisiplin anak, akhirnya diadopsi, karena itulah yang dialami tiap hari, tiap bulan dari tahun ke tahun.
Pengalaman trauma merupakan sesuatu yang tidak enak dan cerita-cerita yang diulang-ulang itu adalah obatnya, dia sedang mencoba untuk menyembuhkan dirinya. Dalam pengalaman menempuh perjalanan yang sangat panjang, untuk menempuh perjalanan itu dia membutuhkan telinga untuk mendengarkannya. Pengalaman buruk itu seringkali menjadi rahasia mereka dan tidak bisa dibicarakan atau diceritakan. Gejolak yang begitu besar dan harus dikekang, disimpan tidak boleh dibocorkan akhirnya pada waktu menikah dan mendapat pasangan hidup yang sabar dan mau mendengarkannya, maka ia akan mulai cerita yang seolah-olah sulit untuk dihentikan. Ini merupakan salah satu sarana untuk pulih dari gangguan trauma itu. Pada waktu diceritakan maka ketegangannya akan berkurang. Yang penting, perasaannya keluar. Perasaan yang berkecamuk dalam jiwanya yang dicoba digali keluar.
Kehadiran penderita trauma jika tidak bisa menguasai emosinya akan menghasilkan korban baru. Kemungkinan mereka juga dibesarkan oleh orang tua yang dibesarkan seperti itu juga oleh kakek dan nenek mereka. Bagaimana cara memutuskan hal itu? Orang tersebut harus mengakui "saya mempunyai masalah" karena ada kecenderungan mereka sulit melihat akan masalahnya. Diperlukan kerendahan hati untuk mengakui "saya mempunyai masalah". Yang keluar adalah endapan kebencian di masa lampau. Hal ini yang sulit karena banyak di antara mereka tidak mau memikul tanggungjawab ini, seolah-olah menginginkan dunia di sekelilingnya yang berubah.
Suami yang menyadari bahwa istrinya adalah penderita trauma, maka sebaiknya anak tatkala beranjak remaja atau dewasa diberitahukan tentang hal itu. Pada saat istri atau ibunya sedang emosi, tidak usah ditanggapi.
Matius 18:21-22, "Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus :'Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?' Yesus berkata kepadanya :'Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali."
Ada beberapa langkah untuk mengampuni:Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Hidup Bersama Penderita Trauma." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Ada sebagian di antara kita yang mengalami masa kecil yang buruk, dalam pengertian seharusnya mereka menerima perlakuan yang penuh kasih sayang, dilindungi oleh orangtuanya namun justru yag mereka alami adalah pengalaman yang buruk.
Mereka mengalami penganiayaan baik itu bersifat fisik ataupun bersifat emosional, ada juga yang bersifat seksual. Akhirnya mereka hidup dalam ketegangan dan ketakutan terus-menerus. Ketakutan dan ketegangan ini mereka bawa sampai usia dewasa meski mereka tidak mau lagi, tapi mereka terus dikuasai oleh masa lampau itu. Masa lampau terus mendikte hidup mereka, meskipun mereka sadar dan mereka tahu tidak ada lagi yang harus mereka takuti tapi tetap sering kali ketakutan muncul. Tidak ada yang menghina mereka tapi perasaannya bahwa orang sering kali menghina mereka; tidak ada yang mengancam mereka, tapi rasanya orang mau mengancam mereka. Sehingga dapat kita katakan, masa lalu itu terus mendikte kehidupan mereka di masa sekarang ini, kira-kira itulah yang kita maksud dengan orang-orang yang mengalami trauma dan tetap hidup di dalam trauma itu.PG : Bisa Pak Gunawan, jadi sering kali mereka tidak akan menampakkan gejala itu di dalam relasi yang biasa-biasa. Gejala-gejala masa lampau itu muncul sebetulnya di dalam relasi yang akrab, yag intim dan kita tahu relasi yang paling intim adalah relasi suami-istri atau keluarga.
Inilah wadahnya, inilah ajangnya, yang mengeluarkan trauma-trauma atau reaksi-reaksi terhadap trauma itu.PG : Begini Pak Gunawan, orang-orang yang trauma pada masa lampau mudah sekali tegang tapi di pihak lain mereka takut tegang. Karena mudah tegang, emosi mereka mudah meluap, dan bisa dimunculka dalam bentuk kemarahan.
Dan itu biasanya adalah ekspresi mereka yang umum atau kalau mereka tak biasa mengekspresikan kemarahan, mereka akan telan kemarahan itu. Nah ada sebagian orang yang menelan kemarahannya, yang menelan kemarahan akhirnya kalau tidak menjaga diri baik-baik mudah sekali masuk ke lembah depresi. Kalau yang tidak menelan kemarahannya, malah mengeluarkannya dengan mudah, sebetulnya lebih terlindungi dari gangguan depresi. Karena memang dia tidak menelan dan akhirnya terhimpit oleh kemarahan yang berbentuk depresi itu. Nah itu dampak pertama dari mudah tegang, masalahnya berikutnya adalah mereka itu takut tegang. Jadi karena mudah tegang, emosi mudah meluap. Yang kedua takut tegang, jadi selalu menghindar dari situasi yang mengancam, yang menegangkan, yang mengandung risiko tinggi dan sebagainya, jadi takut sekali dengan ketegangan. Akibatnya mereka cenderung menebarkan ketakutan itu atau kecemasannya kepada anggota keluarga yang lainnya. Sehingga kadang-kadang anggota keluarga itu tidak begitu menikmati bersama dengan orang yang menderita gangguan trauma masa lampau itu. Karena sedikit-sedikit dilarang, sedikit-sedikit tidak boleh, sedikit-sedikit harus begini harus begitu. Karena saking takut tegangnya jadi hidup itu harus dirancang sesuai dengan keinginannya. Begitu kita seolah-olah melenceng dari garis yang ditentukannya dia tidak suka karena itu menegangkan dia, seolah-olah itu di luar kendalinya. Nah segala sesuatu yang di luar kendalinya menegangkan, dan dia tidak suka jadi dia akan paksa orang mengikuti garis besar yang telah ditetapkannya itu. Ini sering kali yang terjadi di dalam rumah tangga di mana ada seseorang di dalamnya yang terkena gangguan masa lampau itu.PG : Ini ironis Pak Gunawan, sebab sebagian dari mereka, benar-benar bertekad bahwa mereka tidak akan memperlakukan anak-anaknya seperti mereka dulu diperlakukan oleh orangtuanya. Nah sebagian emang berhasil menjaga diri sehingga tidak melakukannya.
Kalau Pak Gunawan bertanya kepada saya kenapa bisa berhasil, banyak faktor juga. Ada anak-anak yang dari lahir itu nurut, baik, dia tidak usah diomeli dengan keras dia sudah takut. Nah kalau dia mempunyai anak seperti itu, benar-benar dari lahir memang baik, menurut, kemungkinan sekali dia tidak terlalu sering marah atau akhirnya memukuli anak, karena tidak perlu. Jadi ada orangtua yang akhirnya berhasil tapi bukan karena mampu atau kuat tapi karena memang tidak dipancing keluar. Ada juga memang orang yang berhasil karena dia mendapatkan dukungan dari pasangannya yang sangat kuat, sehingga dia tidak harus memunculkan perasaan marahnya, pasangannya sudah terlibat langsung mengurus anak sehingga dia terlindungi dari interaksi langsung atau mendisiplin langsung anak-anaknya, nah itu juga bisa menjadi faktor yang menolong. Atau yang lain lagi, dia memang berhasil benar-benar menguasai ketakutan, kemarahannya itu dan dia berhasil memegang emosi-emosi itu sehingga waktu anak-anaknya berulah, dia tidak harus meluapkan emosinya kepada anak-anak. Namun ini fakta yang sebaliknya, ada orang-orang yang tidak berhasil, meskipun setelah memarahi anak, memukuli anak, menyesal luar biasa. "Kenapa hanya gara-gara kesalahan kecil ini saja saya harus bereaksi secara keras, tapi ya sudah terjadi, nasi sudah menjadi bubur." Anak sudah kita marahi habis-habisan dan kita berkata kenapa saya mengulang apa yang orangtua saya lakukan. Bukankah saya dulu korban, dan saya tidak suka atas perlakuan itu. Jawabannya adalah nomor satu, apa yang kita lihat, pola-pola orangtua yang mendisiplin kita dengan berlebihan dan keras itu akhirnya kita adopsi. Karena itulah yang kita alami hari lepas hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun akhirnya meresap masuk. Kita sebagai anak kecil belum mempunyai sistem pertahanan untuk menangkal peristiwa-peristiwa buruk itu atau memahaminya atau merasionalisasinya, belum punya semua itu. Belum bisa menyaring, ini jangan saya terima, ini buruk, anak kecil belum mempunyai semua itu, sehingga semua masuk, menancap masuk seperti anak panah, sehingga akhirnya membentuk, menyatu dengan kepribadian kita. Akhirnya waktu kita marah, muncullah semua yang kita alami itu. Yang kedua, kenapa kita serap meskipun tidak suka. Karena kita menyimpan banyak kemarahan, perlakuan orangtua yang tidak adil dan sebagainya itu menyerap masuk tapi membuat kita tak berdaya sehingga tatkala kita sudah dewasa, kemarahan itu tetap ada dalam diri kita dan kita simpan. Ibarat minyak, maka minyak itu sangat banyak, begitu ada percikan api sekecil apapun, cukup untuk meledakkan karena minyak kita sudah tersedia. Nah sering kali dua hal inilah yang membuat kenapa orang-orang yang menderita trauma di masa lampau cukup sering memperlakukan atau mendisiplin anak-anak mereka dengan berlebihan.PG : Itu memang yang lebih umum, jadi mereka akan berkata inilah cara saya diajar dulu. Dan mereka tidak mengenal cara yang lain, ini memang pentingnya misalkan di gereja kita mengadakan kelas-elas untuk menjadi orangtua, kalau di Amerika disebut "parenting education", sehingga orang-orang bisa belajar menjadi orangtua.
Untuk menjadi insinyur, kita belajar ilmu teknik, belajar ilmu medis menjadi seorang dokter. Nah jabatan orangtua adalah jabatan yang berlangsung paling lama, lebih dari jabatan seorang dokter atau insinyur, tapi tidak ada sekolah untuk itu. Akhirnya ilmu yang kita serap adalah pengalaman, meskipun buruk itu modal kita, dan itu yang kita gunakan mendisiplin anak-anak kita.PG : Ini memang terdengar ironis, sebetulnya cerita-cerita yang diulang-ulang itu adalah obat, dia sedang mencoba menyembuhkan dirinya. Karena ini adalah sebuah perjalanan yang dapat dikatakan angat panjang.
Nah di dalam menempuh perjalanan itu dia membutuhkan telinga untuk mendengarkannya. Tapi kita berkata, "Aduh, kita manusia, bisa capek dan bosan." Betul, karena terlalu sering dan cerita yang dikisahkannya itu sama dan diulang-ulang. Tapi kita mesti mengerti Pak Gunawan, mereka untuk waktu yang sangat panjang berpuluhan tahun, tidak berkesempatan menceritakan itu kepada siapapun. Mereka tidak bisa menceritakannya kepada teman mereka, tidak bisa menceritakan mungkin kepada kakek-nenek mereka yang datang berkunjung. Jadi pengalaman buruk itu sering kali menjadi rahasia mereka, rahasia yang tidak enak tapi tidak bisa dicetuskan keluar. Mungkin kita bisa mengerti perasaan seperti ini, kita baru saja mengalami suatu peristiwa yang menggoncangkan kita, tapi kita tidak boleh berbicara. Bagaimanakah mungkin tidak bicara sedangkan perasaan sudah begitu bergejolak, kita tidak bisa menunggu ingin menceritakannya tapi tidak bisa. Kita saja orang dewasa kalau kita mengalami hal seperti itu merasa terganggu, rasanya tidak enak, mau cerita, cerita sama siapa. Itu hanya satu peristiwa, bayangkan kalau ini bukannya satu atau dua tapi bisa puluhan atau ratusan peristiwa yang dialami. Meskipun peristiwanya mirip-mirip, orangtua marah, orangtua memukul, orangtua memaki dan sebagainya tapi ini setiap kali terjadi itu menjadi sebuah insiden yang baru, insiden yang terpisah dari insiden yang kemarin dan kemarinnya lagi. Tapi tidak bisa diceritakan, nah kita bisa membayangkan gejolak yang begitu besar yang harus dikekang, disimpan, tidak boleh dibocorkan akhirnya misalkan orang ini menikah dan mempunyai seorang suami yang sabar, yang baik, yang bisa mendengarkannya dan mau mendengarkannya juga dia akan mulai cerita dan seolah-olah tidak bisa dihentikan. Karena ini mungkin ratusan bahkan ribuan peristiwa yang tersimpan, nah sekarang dia baru bisa ceritakan, dia akan cerita dan cerita. Dan sesungguhnya ini adalah sarananya yang akan juga menolongnya pulih dari gangguan trauma itu.PG : Ini salah satu efeknya, dan ini memang tidak bisa dipisahkan dari proses penyembuhannya. Dia mesti menceritakannya karena waktu dia menceritakannya ketegangannya akan berkurang. Jadi pada aktu dia cerita, itu sarana untuk menenangkan atau menyembuhkannya sehingga dia akan lebih rilek untuk sementara.
Meskipun memori itu ada dan seolah-olah disegarkan kembali tidak apa-apa, karena memang yang penting adalah perasaannya keluar. Karena yang terpenting pada akhirnya bukan lagi memorinya tapi perasaan. Pada akhirnya yang kita harapkan adalah memori itu akan selalu ada kecuali kita mengalami amnesia, kita akan melupakan semuanya. Nah memori akan selalu ada, dia akan selalu mengingat namun yang terpenting adalah perasaan yang muncul tidak lagi sekuat dulu. Nah ini target kita, biarkan dia cerita, biarkan memorinya tetap ada asalkan perasaannya, reaksi-reaksi kerasnya yang tidak bisa diprediksi itu makin hari makin berkurang, ini yang penting.PG : Yang bisa kita lakukan adalah kita dengarkan sewaktu dia bercerita, kita coba gali dan tanya, "Apa yang kamu rasakan saat itu? Kalau kamu bisa mengatakannya kepada orangtuamu saat itu, apayang ingin kamu katakan kepada mereka? Kalau kamu boleh marah saat itu karena mereka keterlaluan, apa yang akan kamu katakan dalam kemarahanmu kepada mereka?" Jadi kita mencoba membawanya kembali ke saat itu sebab memang dia sedang membicarakan saat itu.
Dan mengajaknya melihat sesungguhnya apa perasaan-perasaan yang berkecamuk dalam jiwanya. Nah perasaan-perasaan itulah yang kita coba untuk gali keluar, makin sering dia mengeluarkan perasaan-perasaan yang terkandung di dalam peristiwa masa lampau itu sebetulnya makin bersihlah genangan-genangan dalam hatinya itu.PG : Nah itu adalah bagian dari penyembuhan, jadi kita tidak melarang dia, "Jangan kamu membenci, masakan kamu orang Kristen membenci dia." Tidak demikian, dia sebetulnya bukan membenci orang trsebut sekarang ini, dia sedang mengekspresikan kebenciannya dulu.
Nah ini perlu sekali kita jelaskan kepada si penderita karena cukup banyak di antara mereka, kalau sudah bertobat, sudah menjadi orang Kristen mereka akan berkata, "Tidak seharusnya saya memarahi, membenci orangtua saya. Bukankah saya seharusnya mengampuni." Nah masalahnya adalah ini bukan kebencian di masa sekarang, ini adalah sisa atau cadangan atau kemarahan yang dulu dirasakan itu. Inilah yang dikeluarkan, dan waktu keluar memang dalam bentuk kemarahan dan kebencian yang dirasakan sekarang. Tapi kita jelaskan ini bukannya berarti kamu belum mengampuni, ini bukannya berarti kamu masih mendendam. Kadang-kadang mereka takut dilabelkan masih mendendam, masih membenci sedangkan mereka tidak mau lagi begitu dan dalam suasana yang normal mereka memang tidak merasakan kemarahan atau kebencian itu kepada orangtua mereka.PG : Sekali lagi yang muncul sebetulnya adalah perasaan di masa lampaunya itu, yang sekarang ini sebetulnya sangat tipis. Dia mungkin sekali tidak begitu suka kenapa sih orangtuanya sampai sekaang masih membedakan dia dengan adik atau kakaknya tapi sebetulnya kemarahannya yang begitu besar itu kemarahan yang bersumber dari masa lampaunya dan ini yang perlu kita jelaskan dan ajarkan kepada dia.
Dan tidak apa-apa memunculkannya, jadi biarkan dia memunculkannya. Kalau dia marah, justru kita tanya, "Kalau misalkan kamu bisa bicara langsung dengan orangtuamu apa yang ingin kamu sampaikan kepada mereka, biarkan dia keluarkan. Nah justru setelah dia keluarkan dia akan lebih tenang dan kita akan berkata kepada dia sekarang. "Meskipun mereka begitu terhadapmu, membedakan kamu dengan adikmu, tapi lihat kamu sekarang, puji Tuhan kamu bisa menjalani hidup seperti ini, begitu banyak hal yang telah terjadi yang benar-benar merupakan berkat untuk kamu, puji Tuhan, Tuhanlah yang telah menjadi pembelamu." Itulah yang akhirnya kita sampaikan kepada dia, tapi awalnya ijinkanlah dia mengeluarkan emosinya itu.PG : Bisa Pak Gunawan, maka ini ironis Pak Gunawan, sebab cukup banyak dari orang-orang ini nantinya menimbulkan korban baru dalam keluarga, kalau dia tidak bisa menguasai emosinya. Sebab kemunkinan mereka pun dibesarkan oleh orangtua yang dibesarkan seperti itu juga oleh kakek nenek mereka.
Jadi kemarahan, kebencian itu meledak tidak terkirakan, yang menjadi korban adalah anak-anaknya lagi, ini yang harus diputuskan. Nah pertanyaannya adalah bagaimana cara memutuskannya? Si orang ini harus mengakui "Saya mempunyai masalah", kenapa saya garis bawahi dan saya katakan dengan penuh tekanan, karena kecenderungan mereka sulit melihat ini problem mereka. Mereka menyalahkan orang lain, si anak sudah tahu kalau saya begini, saya akan marah, makanya jangan membuat saya merasa begini. Kamu sudah tahu kalau kamu begini nanti membuat saya merasa begini dan saya akan marah, kenapa kamu sengaja melakukannya. Menyalahkan orang, nah ini yang mesti dia sadari dan akui. Dan di sini diperlukan kerendahan hati, mengakui bahwa, "Saya memang mempunyai masalah, peristiwa yang sekarang sebetulnya hanyalah memancing reaksi yang tipis, tapi kenapa reaksi ini bisa begitu tebal. Sebab sebetulnya yang keluar adalah endapan-endapan kebencian kemarahan di masa lampau dan ini berada dalam diri saya bukan di luar diri saya." Ini yang mesti dia akui dan dia harus jadikan proyek, ini yang susah sebab banyak di antara mereka tidak mau memikul tanggung jawab ini seolah-olah mengharapkan dunia di sekelilingnya berubah. Menciptakan dunia utopia yang ideal yang tak pernah ada tekanan, tidak ada kesalahpahaman, tidak ada kesempurnaan semua harus berjalan sesuai dengan seleranya. Sehingga dia tidak usah tegang, tidak usah panik, tidak usah merasa tersinggung, tidak usah merasa takut, tidak usah merasa marah, nah itu tidak mungkin. Tapi sebetulnya ini yang dia harapkan, maka langkah pertama dia harus berkata, "Sayalah yang mempunyai masalah ini dan saya akan jadikan proyek doa saya, minta Tuhan untuk terus-menerus mengubah saya, saya juga harus terus-menerus menjaga diri saya.PG : Penyebabnya banyak Pak Gunawan, salah satu yang umum adalah mereka sendiri adalah korban perbuatan itu tatkala mereka kecil dan mereka karena tidak mengerti cara yang lain mendisiplin anak itulah cara yang mereka gunakan.
Atau mereka menjadi korban penganiayaan atau kebengisan orangtua sehingga mereka menyimpan begitu banyak amarah, sehingga kemampuan mereka mengendalikan emosi menjadi sangat lemah. Sedikit-sedikit meledak marah dan akhirnya itu menjadi pola mereka. Atau ada lagi yang lainnya mereka memang akhirnya tetap hidup di masa lampau, merasa orang selalu mau membuat mereka tersinggung, marah, mau menekan mereka sehingga mereka tidak bisa lagi membedakan antara orang sengaja atau tidak sengaja dan tidak bisa lagi membedakan siapa yang melakukannya sehingga anak mereka pun akhirnya mereka tuduh melakukan hal yang sama. "Kamu memang tidak mau menghormati saya, kamu memang sengaja mau memojokkan saya, akhirnya anak diperlakukan seperti orang dewasa, seperti orang lain yang seolah-olah memang sengaja mau menekannya, sehingga kaburlah batas-batas itu. Ini semua sering kali menjadi penyebab kenapa orangtua akhirnya bersikap buruk kepada anak. Yang lebih bersifat masa sekarang adalah jikalau orangtua mengalami tekanan dalam hidup mereka, karena mereka tak bisa menanggungnya, mereka dalam keadaan kesakitan, kesabaran langsung menurun. Kesabaran langsung menurun, karena banyaknya masalah, anak-anak mulai berulah, mereka tidak bisa mengendalikan emosi dan reaksi mereka, sehingga anak-anak menjadi korban luapan kemarahan mereka.PG : Sebaiknya ya, sebaiknya tatkala anak beranjak remaja dan mulai mengerti usia 10, 11 tahun, kita ajak anak bicara baik-baik dan kita jelaskan bahwa, "Papamu mengalami ini tatkala Papa kecil sehingga Papa mudah sekali merasa begini, begini, maka kita sebagai anak-anak dan saya sebagai istri mesti mengerti bagaimana caranya berbicara dengan Papa.
Nah kamu 'kan lihat sendiri, kalau Papa lagi emosi dan kita diam, dia reda nah setelah dia reda dan kemudian kita bicara dengan Papa, dia bisa dengarkan kita dengan baik dan melakukan yang kita minta dia lakukan. Jadi kita sudah mengerti, kalau lagi emosi jangan disambut, jangan ditanggapi, setelah itu dia reda baru kita berbicara dengan Papa baik-baik dan dia akan lebih siap mendengarkannya." Nah itu penting kita ajarkan kepada anak-anak kita.PG : Saya akan bacakan firman Tuhan dari
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hidup bersama Penderita Trauma". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
56. Dari Jaya Ke Jatuh | |
Dalam banyak hal, perjalanan hidup kita mirip dengan pengalaman hidup raja Hizkia. Kita dapat memetik pelajaran dari II Tawarikh 32:24-27 yang antara lain Pelajaran 1: Masalah dapat menimpa orang percaya, Pelajaran 2: Pertolongan Tuhan datang kepada orang percaya, Pelajaran 3: Kejatuhan dapat menghampiri orang percaya.
Dalam banyak hal, perjalanan hidup kita mirip dengan pengalaman hidup raja Hizkia. Dari kegagalan dan kemenangannya kita dapat belajar untuk menghadapi hidup dengan lebih baik.
Pelajaran 1: Masalah dapat menimpa orang percaya
Pemerintahan Hizkia yang 29 tahun itu diapit oleh pemerintahan ayahnya, Ahas (16 tahun) dan putranya, Menaseh (55 tahun) yang lalim. Berbeda dengan ayahnya yang meninggalkan Tuhan, Hizkia setia melayani-Nya. Ia mentahirkan rumah Tuhan, mempersembahkan korban kepada Tuhan dan merayakan hari Paskah. Di tengah-tengah itu semua muncul masalah besar: Sanherib raja Asyur mengepung Yerusalem.
Problem dalam hidup dapat berasal dari dunia ini sendiri. Sejak dosa masuk, ketertiban dan kebajikan meninggalkan dunia. Kadang kita menjadi korban hilangnya ketertiban dan kebajikan ini. Namun adakalanya masalah datang dari Tuhan sendiri yang ingin menguji kita-berapa murni dan kuat iman dan kasih kita kepada-Nya-atau yang ingin menempatkan kita dalam rencana-Nya
Pelajaran 2: Pertolongan Tuhan datang kepada orang percaya
Hizkia meminta pertolongan Tuhan dan Ia melepaskannya dari belenggu Sanherib. Malaikat Tuhan membunuh 185 ribu pasukan Sanherib dan memaksanya pulang ke negaranya. Inilah iman Hizkia,"Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Jangan takut dan terkejut terhadap raja Asyur... karena yang menyertai kita lebih banyak daripada yang menyertai dia. Yang menyertai dia adalah tangan manusia tetapi yang menyertai kita adalah Tuhan Allah kita... " (2 Tawarikh 32:8-9 ).
Hizkia tidak hanya berdiam diri. Ia menutup mata air dan sungai agar tentara Asyur tidak mempunyai akses terhadap air, ia membangun tembok dan menara di atasnya, serta membuat lembing dan perisai. Namun yang memberi kemenangan adalah Tuhan; mereka sama sekali tidak pernah bertempur karena Tuhan sudah memberi kemenangan.
Meminta pertolongan Tuhan bukannya berarti berdiam diri saja. Kita boleh dan seharusnyalah berusaha memecahkan masalah kita. Dengan kata lain, lakukanlah bagian kita, Tuhan pun akan melakukan bagian-Nya. Meminta pertolongan Tuhan juga berarti beriman-melihat hidup dari kacamata Tuhan. Tidak ada yang dapat menghalangi Tuhan untuk menolong kita.
Pelajaran 3: Kejatuhan dapat menghampiri orang percaya
Setelah kemenangan melawan Asyur, Hizkia menjadi termasyur, "Sejak itu ia diagungkan oleh semua bangsa." (32:23) Tuhan pun memberi peringatan kepadanya melalui sakit penyakit yang dideritanya-bahwa sesungguhnya ia lemah dan membutuhkan Tuhan. Namun malangnya setelah sembuh, kesombongannya tidak lenyap; ia malah membanggakan kejayaannya kepada utusan raja Babil. Tuhan menghukum namun karena ia bertobat, hukuman itu datang pada masa keturunannya.
Kesuksesan adalah ladang subur kesombongan. Kita menganggap kitalah penyebab utama keberhasilan dan melupakan bahwa kalau Tuhan tidak mengizinkan, mustahil kita dapat meraih kesuksesan.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Dari Jaya ke Jatuh." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Betul sekali Pak Gunawan, Alkitab memang penuh dengan contoh-contoh kejatuhan dari beberapa anak Tuhan, itu sebabnya saya kira kita perlu belajar dari pengalaman-pengalaman mereka agar kit tidak tersandung pada kesalahan dan dosa yang sama.
PG : Salah satunya yang akan kita angkat pada kesempatan ini adalah seorang raja yang bernama Hizkia. Untuk mendapatkan gambar yang lebih utuh, saya akan membacakan bagian dari firman Tuhan, yitu dari II Tawarikh 32:24-27, Pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit, sehingga hampir mati.
Ia berdoa kepada Tuhan, dan Tuhan berfirman kepadanya dan memberikannya suatu tanda ajaib. Tetapi Hizkia tidak berterima kasih atas kebaikan yang ditunjukkan kepadanya, karena ia menjadi angkuh, sehingga ia dan Yehuda dan Yerusalem ditimpa murka. Tetapi ia sadar akan keangkuhannya itu dan merendahkan diri bersama-sama dengan penduduk Yerusalem, sehingga murka Tuhan tidak menimpa mereka pada zaman Hizkia. Hizkia mendapat kekayaan dan kemuliaan yang sangat besar. Ia membuat perbendaharaan-perbendaharaan untuk emas, perak, batu permata yang mahal-mahal, rempah-rempah, perisai-perisai dan segala macam barang yang indah-indah.PG : Hizkia adalah seorang raja yang diapit oleh ayah dan putra yang sangat lalim. Hizkia mempunyai ayah yang seorang raja Israel bagian Selatan atau Yehuda, ayahnya bernama Ahaz. Ahaz seoran raja yang sangat lalim dan selama 16 tahun dia memerintah, dia benar-benar membawa orang Israel menjauh dari Tuhan, dia mengotori Bait Allah, dia mendirikan mezbah-mezbah persembahan dan menyembah dewa-dewa orang Asyur, orang Damsyik dan sebagainya.
Nah kebalikannya Hizkia adalah seorang raja yang baik tapi putranya adalah seorang raja yang sangat lalim, namanya Manasye. Manasye memerintah selama 55 tahun tapi pemerintahannya juga dikenal dengan kekejian di mata Tuhan, begitu jahatnya Manasye sampai-sampai dia mempersembahkan putra-putranya dibunuh sebagai korban persembahan buat dewa-dewanya. Namun sekali lagi di tengah-tengah dua generasi ini hadirlah seorang raja Hizkia yang memang awalnya sangatlah baik dan sangatlah takut kepada Tuhan.PG : Sekurang-kurangnya ada tiga, Pak Gunawan, yang pertama adalah Hizkia sebetulnya seorang raja yang baik, setia dan takut kepada Tuhan. Dia mentahirkan rumah Tuhan, mempersembahkan korban kpada Tuhan dan merayakan hari paskah.
Nah semua itu adalah hal-hal yang tidak dilakukan oleh raja-raja sebelumnya termasuk ayahnya sendiri. Di tengah-tengah semua itu, di tengah-tengah ketaatannya kepada Tuhan dan di tengah-tengah berkat-berkat yang Tuhan limpahkan kepada Hizkia, muncullah masalah besar yaitu Sanherib raja Asyur mengepung Yerusalem. Ada satu pelajaran yang bisa kita timba di sini Pak Gunawan, ternyata problem atau masalah dapat menimpa orang percaya, ini pelajaran pertama yang mesti kita camkan. Kadang-kadang kita beranggapan, karena kita hidup saleh, kita takut akan Tuhan, setia kepada Tuhan, maka semua masalah akan Tuhan jauhkan dari kita. Ternyata tidaklah demikian, ini contoh Hizkia, memberikan kepada kita pelajaran ini. Di tengah-tengah ketaatannya, di tengah-tengah kesalehan hidup, tiba-tiba masalah yang sangat besar datang. Nah benar-benar Hizkia mati kutu saat itu, maksudnya secara manusiawi dia tidak mungkin mengalahkan raja Asyur, karena tentara Sanherib benar-benar jauh melebihi tentaranya.PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang cukup sering Tuhan lakukan ialah Tuhan menguji kita, menguji berapa murni dan dalamnya kasih serta kesetiaan kita kepadanya. Tuhan tidak mau kita bergantungpada berkatNya belaka.
Dengan kata lain, Tuhan tidak mau kita sebagai anak-anakNya takut dan mengasihi Tuhan karena Tuhan senantiasa melimpahkan kita dengan hadiah-hadiahNya alias berkat-berkatNya. Ada waktu-waktu Tuhan seolah-olah melarang tanganNya untuk memberikan berkat kepada kita, Tuhan seolah-olah menghentikan langkahNya untuk menolong kita pada saat-saat tertentu. Nah mengapakah sampai demikian, karena ada keinginan Tuhan untuk menguji, apakah kita takut dan setia kepada Tuhan karena hadiah-hadiah yang kita terima dari Tuhan. Ataukah kita benar-benar mencintai dan setia kepada Si Pemberi berkat, bukan hanya setia dan menyukai Tuhan karena berkatNya. Jadi Tuhan menguji kita, apakah kita benar-benar setia dan mencintai Si Pemberi berkat. Melalui situasi-situasi atau masalah-masalah yang sulit itu, kita mendapatkan pengujian itu dan kalau kita terus bertahan, kita tidak meninggalkan Tuhan, maka iman dan kasih kita kepada Tuhan benar-benar mengalami pemurnian, sebab di saat-saat itulah kita benar-benar hanya tergantung kepada Si Pemberi berkat yakni Tuhan sendiri dan bukan pada berkat-berkatNya.PG : Betul Pak Gunawan, jadi masalah memang merupakan bagian dari kehidupan, kenapa? Sebab begitu dosa masuk ke dalam dunia, sesungguhnya ada beberapa hal yang meninggalkan kehidupan ini. Sayahanya sebut dua saja yaitu kebajikan atau kebaikan dan ketertiban.
Maksudnya, di dalam dunia ini tiba-tiba kita menemukan orang-orang yang jahat, orang-orang yang mempunyai hati tidak baik, mau merugikan orang lain, mau menyakiti orang lain, tidak peduli dengan sesamanya. Nah sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, manusia hidup di dalam Tuhan secara penuh, itu tidak ada, yang ada hanyalah hati yang ingin menyembah dan takut kepada Tuhan. Namun begitu manusia memutuskan untuk pergi meninggalkan Tuhan, maka hatinya sekarang mulai terisi oleh kejahatan. Kadang-kadang Pak Gunawan, kita menjadi korban kejahatan, bukan kejahatan yang kita lakukan tapi kejahatan yang dilakukan oleh orang lain. Bisa kita ditipu, kita dirugikan, kita dirampok, kita dirampas dan sebagainya. Nah itu salah satu bentuk masalah yang kadang-kadang kita hadapi. Hal kedua, yang meninggalkan kehidupan ini tatkala dosa masuk ke dalam dunia adalah ketertiban. Ketertiban artinya kelanggengan kehidupan bersama, baik antara sesama manusia maupun antara sesama ciptaan Tuhan. Misalnya alam semesta, kita harus mengalami bencana alam. Sebelum dosa masuk ke dalam dunia, ciptaan Tuhan dari yang paling sederhana hingga yang paling canggih, hidup dalam kelanggengan, keharmonisan. Begitu dosa masuk, maka kelanggengan itu juga hilang alias ketertiban hilang, maka kita kadang-kadang menjadi korban dari ketidakadaan ketertiban itu dalam dunia, bencana datang, kita terkena dampaknya, ketidakharmonisan muncul, kita menjadi korban dari kerusuhan atau peperangan dan sebagainya. Inilah dua contoh problem yang acapkali datang menghampiri kita.PG : Masalahnya adalah Tuhan ingin kita bertumbuh, jadi kalau kita tidak diberikan ujian-ujian itu kita memang tidak akan bertumbuh. Pada waktu kita kehilangan segalanya dan kita menyadari baha hanya Tuhanlah yang tetap bersama dengan kita, di saat itulah iman kita bertumbuh berkali-kali lipat.
Kita benar-benar merasa tenteram di dalam Tuhan, bukan di dalam gelimang berkat-berkatNya. Kadang kala juga Pak Gunawan, Tuhan mengijinkan kita mengalami problem bukan saja untuk menguji kesetiaan dan kemurnian kasih serta iman kita padaNya tapi juga untuk membawa kita ke dalam rencanaNya. Kadang-kala kita tidak mungkin melihat rencana Tuhan sampai kesudahannya. Saya berikan contoh, Naomi beserta suami dan kedua putranya meninggalkan Kanaan untuk melarikan diri dari bala kelaparan, mereka pindah ke tanah Moab. Apa mau dikata di sana, suaminya meninggal dunia dan kedua putranya juga meninggal dunia. Naomi hanya ditinggal bersama dengan kedua menantu wanitanya. Nah menantu pertama memutuskan untuk tinggal di Moab tapi menantu yang kedua Rut, memutuskan untuk pergi pulang bersama Naomi ke Kanaan-Israel. Nama Naomi berarti manis, begitu tiba orang memanggil-manggil dia, dia berkata, "Jangan panggil saya Naomi, alias jangan panggil saya manis tapi panggil saya Mara artinya pahit." Sebab bagi Naomi kehidupan sangatlah pahit, tapi kita tahu pada akhir cerita itu, menantunya yakni Rut akhirnya menikah dengan Boas. Boas menjadi ayah dari Obed, Obed menjadi ayah dari Isai, Isai menjadi ayah dari raja Daud, dan dari garis keturunan raja Daud lahirlah Tuhan kita Yesus Kristus. Jadi genealogi Tuhan Yesus selalu akan tertera nama Rut seorang Moab. Mengapakah harus ada nama Rut seorang Moab di garis keturunan Tuhan kita Yesus Kristus. Hanya satu alasannya, Tuhan ingin menunjukkan rencana keselamatan-Nya bukan hanya untuk orang Israel, tapi untuk seluruh umat manusia. Sehingga bangsa yang dipandang rendah oleh Israel saat itu, bangsa Moab dipilih Tuhan, seorang wakil dari Moab dipilih Tuhan untuk menjadi salah satu nenek moyang secara manusiawi dari Tuhan kita Yesus Kristus. Naomi tidak mungkin melihat rencana Tuhan sampai kesudahannya, jadi kadang kala Tuhan mengijinkan problem menimpa kita agar kita menjadi bagian dari rencana Tuhan yang lebih besar, lebih agung daripada rencana yang kita bisa pikirkan. Dan sudah tentu menyangkut lebih banyak orang dan lebih banyak kepentingan, nah kita hanyalah bagian kecil dari semua itu. Nah kadang-kadang problemlah atau masalahlah yang dipergunakan Tuhan untuk memindahkan kita masuk ke dalam rencanaNya.PG : Kalau yang pertama masalah dapat menimpa orang percaya, pelajaran kedua adalah pertolongan Tuhan datang kepada orang percaya. Hizkia meminta pertolongan Tuhan. Dia berdoa sebab dia tahu,dengan kekuatannya sendiri dia tidak bisa mengalahkan raja Asyur, dan Tuhan melepaskannya dari belenggu raja Sanherib itu.
Alkitab mencatat di Raja-Raja, Malaikat Tuhan membunuh 185 ribu pasukan Sanherib dan memaksanya pulang ke negaranya. Nah inilah yang Tuhan lakukan untuk menolong raja Hizkia. Tapi dengarlah iman Hizkia, tatkala dia menenteramkan hati serdadunya dan rakyatnya, dia berkata seperti ini, "Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Janganlah takut dan terkejut terhadap raja Asyur, karena yang menyertai kita lebih banyak daripada yang menyertai dia. Yang menyertai dia adalah tangan manusia, tetapi yang menyertai kita adalah Tuhan, Allah kita..." Nah di sini kita melihat iman Pak Gunawan, iman yang begitu kokoh, sehingga sekalipun mata memandang kekuatan manusia yang jauh melebih kekuatannya, tapi mata imannya melihat kekuatan Tuhan yang jauh melampaui kekuatan manusia.PG : Dan dengan kata lain dia lolos dari pengujian Tuhan itu.
PG : Tuhan menolong dengan cara-Nya dan di dalam waktu-Nya, ini prinsip yang harus kita camkan. Cara Tuhan menolong sering kali berbeda dengan cara kita mengharapkan Tuhan menolong kita. Dan aktu atau moment yang Tuhan pilih untuk menolong kita, juga sering kali berbeda dengan waktu yang kita harapkan Tuhan menolong kita.
Jadi sewaktu kita meminta pertolongan Tuhan, kita benar-benar harus pasrah sepenuhnya, meminta benar-benar Tuhan yang menolong. Tapi Pak Gunawan, saya perlu juga mengingatkan bahwa pertolongan Tuhan datang bukan hanya di dalam kepasifan kita. Tuhan tidak anti kita sebagai manusia mencoba, berupaya untuk melepaskan diri dari problem. Tuhan tidak anti usaha manusia, Tuhan anti manusia yang berusaha tanpa mengandalkan-Nya, itu yang Tuhan tidak suka. Coba kita melihat Hizkia, dia tidak hanya berdiam diri, sewaktu tentara Asyur mengepungnya, dia menutup mata air dan sungai agar tentara Asyur tidak mempunyai akses terhadap air. Nah dia berusaha melakukan sesuatu melawan raja Asyur. Dia membangun tembok dan menara di atasnya, dengan kata lain dia mencoba melindungi Yerusalem dari serangan raja Asyur. Dia juga membuang lembing dan perisai, dengan kata lain dia mempersiapkan alat-alat perang, tapi dia sadar betul kalaupun dia menggunakan semua itu, perhitungan manusianya dia pasti kalah, maka dia benar-benar memohon, dia berdoa dengan sungguh-sungguh dan Tuhan memberikan kemenangan. Yang mencengangkan adalah mereka sama sekali tidak pernah bertempur, karena Tuhan sudah memberi kemenangan. Waktu mereka keluar, mereka melihat ratusan ribu mayat bergelimpangan karena dibunuh oleh malaikat Tuhan sendiri.PG : Pelajaran ketiga adalah kejatuhan dapat menghampiri orang percaya. Setelah kemenangan melawan raja Asyur, Hizkia menjadi sangat termasyur. Dicatat di Alkitab, sejak itu ia diagungkan olehsemua bangsa, bukan saja diagungkan oleh rakyatnya tapi diagungkan oleh semua bangsa.
Maka Tuhan memberikan peringatan kepadanya melalui sakit penyakit yang dideritanya. Tuhan berharap, dengan dia menderita sakit, dia sadar bahwa dia lemah dan dia membutuhkan Tuhan. Dia berdoa di dalam sakitnya, meminta kesembuhan. Tuhan mengutus nabi Yesaya dan mengatakan pada dia bahwa dia akan sembuh, dia akan diperpanjang usianya selama 15 tahun. Wah....dia senang sekali, tapi malang setelah sembuh kesombongannya tidak lenyap, dia malah membanggakan kejayaannya dan kekayaannya kepada utusan raja Babel. Dia jatuh lagi ke dalam kesombongan, dan Tuhan terpaksa menghukumnya. Namun karena dia pada akhirnya bertobat, Tuhan menunda hukuman itu dan ditimpakan kepada keturunannya yang memang layak dihukum Tuhan. Karena keturunan-keturunannya misalnya seperti putranya sangatlah jahat dan lalim.PG : Tidak Pak Gunawan, kadang-kadang memang penyakit adalah bagian dari kehidupan manusia. Kita dikelilingi oleh virus-virus, tadi saya sudah singgung sejak manusia jatuh ke dalam dosa maka ktertiban alam semesta ini terganggu, sehingga ciptaan-ciptaan Tuhan yang seharusnya tidak menyerang manusia dan mematikan manusia justru menjadi agresif yang bisa menyerang dan mematikan manusia.
Nah kita hidup di tengah-tengah dunia yang tak sempurna ini dan kadang-kadang kita menjadi korban dari salah satu penyakit. Tapi adakalanya memang sakit penyakit diijinkan Tuhan menimpa kita agar kita disadarkan bahwa kita tidak ada apa-apanya, bahwa kita membutuhkan dia.PG : Inilah kelemahan manusia Pak Gunawan, menerima berkat demi berkat dari Tuhan, bukannya bertambah berterima kasih malah Hizkia menjadi angkuh. Kita diberikan berkat bukan karena kita lebihbaik dari orang lain, tapi agar kita menjadi saluran berkat buat orang lain dan kedua kita makin bersujud di hadapan Tuhan.
Makin merendah di hadapan-Nya, karena makin menyadari ini adalah kebaikan Tuhan dan bukan karena kita. Masalahnya adalah lama-lama kita beranggapan, "Wah......saya ini memang yang hebat, sayalah yang bisa membangun kerajaan bisnis saya, kejayaan usaha saya, kalau bukan saya siapa lagi." Nah sukses menjadi ladang subur untuk kesombongan, kita melupakan bahwa kalau Tuhan tidak mengijinkan, mustahil kita dapat meraih kesuksesan. Tapi akhirnya sering kali kita melupakan itu. Kejayaan yang telah kita cicipi, kita beranggapan bahwa itu semua datang dari tangan kita sendiri, akhirnya kita jatuh dalam lembah kesombongan. Tapi kalau kita anak Tuhan, ini yang indah, Tuhan akan tetap mengingatkan kita, menyadarkan kita. Dan dalam kasus Hizkia, dia sadar, dia bertobat dan dia minta ampun. Ini suatu akhir cerita kehidupan yang memang bahagia.PG : Ini memang sebuah pengertian yang harus kita pahami dengan tepat, Tuhan bukanlah Tuhan yang tidak adil maka Tuhan menghukum orang yang tidak bersalah. Hizkia mempunyai kesalahan dan Tuhanmengampuni, anak-anaknya mempunyai banyak kesalahan dan mereka memang layak dihukum Tuhan.
Nah Tuhan menghukum mereka, namun seolah-olah hukuman untuk mereka menjadi besar gara-gara hukuman yang harus ditanggung oleh Hizkia. Tapi sebetulnya mereka tidak menanggung lebih dari selayaknya yang mereka tanggung. Hukuman mereka memang pas untuk dosa-dosa mereka, namun ini sebuah ungkapan yang menyatakan Tuhan mengasihi anak-Nya yang bertobat sehingga Dia tidak jadi menghukumnya. Tapi kalau keturunan Hizkia, memang selayaknyalah mendapatkan hukuman Tuhan, baik misalkan raja Manasye, raja Yoyakhin, raja Zedekia, semuanya raja-raja yang memang murtad, jauh dari Tuhan, nah hukuman Tuhan akhirnya jatuh kepada mereka.PG : Seolah-olah begitu dan seolah-olah Tuhan tidak adil, namun kalau kita membaca kelanjutan dari cerita ini, kita akan melihat memang semua dari keturunan Hizkia kebanyakan raja-raja yang sanat jahat dan tidak lagi takut dan tidak hidup dalam Tuhan dan mereka memang layak dihukum Tuhan.
GS : Jadi sekalipun kehidupan ini harus silih berganti antara keberhasilan dan kegagalan, antara sakit dan sehat, antara jaya dan jatuh, tapi kalau kita percaya sungguh kepada Tuhan, segala sesuatunya diatur yang terbaik untuk kita. Pak Paul, terima kasih sekali untuk perbincangan kali ini dan saudara-saudara pendengar, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Dari Jaya ke Jatuh". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
57. Menang Melawan Pencobaan | |
Percobaan itu datang melalui tiga pintu yaitu : Keinginan, Kelemahan pribadi dan Kelengahan. Respons apa yang harus kita lakukan terhadap pencobaan itu?
Sebab Imam Besar yang kita punya bukanlah iman besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita sebaliknya sama dengan kita Ia telah dicobai hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.
Pencobaan datang melalui tiga pintu:
Pencobaan tidak selalu mudah dilawan; kadang sukar. Hanya orang yang melawan pencobaanlah yang mengerti betapa sulitnya melawan pencobaan. Respons kita terhadap pencobaan adalah:
Cara terbaik melawan pencobaan sebenarnya adalah pencegahan, yakni:
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menang Melawan Pencobaan." Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pertama-tama kita harus menyadari bahwa kita adalah target serangan iblis, begitu kita memutuskan untuk menerima Tuhan Yesus dan menjadi anak-Nya, maka di detik itulah kita menjadi musuh ilis.
Dan iblis akan berusaha untuk merebut kita dari tangan Tuhan. Iblis tidak bodoh, jadi iblis tidak akan menyerang kita membabi buta, dia mempunyai satu strategi, nah inilah yang akan kita pelajari. Sebab apapun strategi yang iblis akan gunakan tujuannya adalah satu, dia mencobai kita agar kita jatuh ke dalam dosa, sebab waktu kita jatuh ke dalam dosa, jatuh ke dalam dosa dan jatuh ke dalam dosa, iblis makin berkesempatan merebut kita dan menjauhkan kita dari kasih karunia Tuhan.PG : Betul sekali.
PG : Saya akan gunakan
PG : Imam besar adalah perantara antara manusia dan Allah, imam besar mewakili manusia menghadap Allah, membawa korban-korban persembahan untuk menebus dosa manusia, nah itu peranan seorang imam. Nah Yesus adalah Imam Besar yang paling agung, Dia bukan Imam Besar dari garis keturunan Harun tapi dikatakan di Alkitab, kitab Ibrani, Dia garis keturunannya adalah dari Melkisedek bukan dari keturunan Harun. Berarti Dia bukan dari keturunan manusia biasa. Tuhan Yesus mewakili kita. Semua imam berdosa, tidak sempurna. Waktu dia mewakili manusia yang berdosa, dia juga harus memberikan korban persembahan bukan saja untuk dosa manusia yang diwakilinya tapi juga untuk dosa dia sendiri. Tuhan Yesus tidak, Dia tidak mewakili kita dan sekaligus mewakili diri-Nya yang berdosa. Dia tidak berdosa, jadi Dia adalah Imam yang paling sempurna. Perantara antara kita dan Tuhan yang paling sempurna.
PG : Sekurang-kurangnya ada 3 pintu Pak Gunawan. Yang pertama, pencobaan biasanya masuk melalui pintu keinginan. Firman Tuhan berkata di
PG : Kita harus selalu ingat bahwa Tuhan telah meletakkan pagar, firman-Nya yang telah Dia berikan kepada kita adalah pagar, jangan kita melewati pagar pembatas itu. Betapapun besar keinginan ita janganlah melewati batas yang Tuhan telah tetapkan.
Adakalanya ini terjadi Pak Gunawan, orang ingin sekali sembuh, sangat ingin sembuh karena penyakit yang dideritanya. Berdoa dan berdoa tidak mengalami kesembuhan, mendapatkan perawatan medis tidak mendapatkan kesembuhan, akhirnya gelap mata menghubungi orang-orang tertentu, memohon pertolongan-pertolongan gaib dari orang tersebut. Di dunia hanya ada dua kuasa, dalam hidup ini hanya ada dua kuasa, kuasa Tuhan yang terang dan kuasa iblis yang gelap. Kalau bukan berasal dari Tuhan pasti itu berasal dari si iblis, tapi kadang-kadang orang gelap mata. Tetap menghubungi tokoh-tokoh atau orang-orang ini karena keinginan untuk sembuh atau keinginan untuk kaya. Maka firman Tuhan berkata, "Cinta kepada uang adalah akar dari segala dosa." Ada orang yang ingin kaya akhirnya terjeblos masuk ke dalam dosa.PG : Pencobaan dari iblis bisa masuk melalui kelemahan pribadi. Firman Tuhan berkata, "Berjaga-jaga dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daginglemah."
Ini tercatat diPG : Betul sekali, misalkan sebagai reaksi manusiawi, sewaktu Dia di Getsemani dia berdoa, "Kalau bisa Tuhan, biarlah cawan ini lalu daripada-Ku." Dalam keadaan lemah itu Dia memang berkata kaau bisa Saya tidak usah melewati penderitaan ini, tapi ini rahasianya Dia berkata, "Bukan kehendak-Ku, tapi kehendak-Mulah yang jadi."
Jadi kita memang menyadari, kita tidak selalu kuat, kadang-kadang kita bisa lemah, dan di waktu kita lemah, berjaga-jagalah dan berdoalah, lihatlah jangan sampai kita itu tidak melihat kelemahan kita.PG : Betul sekali, tapi Dia tidak jatuh ke dalam dosa.
PG : Selain keinginan, selain kelemahan adalah kelengahan, sering kali menjadi pintu masuknya pencobaan atau iblis. Saya akan kutip perkataan Petrus yang tercatat di
PG : Betul sekali, dan dia menyadarinya setelah memang dia mengalami kejatuhan itu.
PG : Kita benar-benar harus mengingatkan diri kita secara sadar bahwa kita masih mempunyai kelemahan yang sama. Jadi jangan sekalipun berpikiran bahwa kelemahan itu dalam bentuk lampau/"past tnse".
Kelemahan selalu dalam bentuk "present tense"/masa sekarang ini. Contohnya, ada orang yang pernah jatuh ke dalam pergaulan bebas pada masa mudanya, kemudian dia sudah menikah, bertobat dan dekat dengan Tuhan. Jangan beranggapan bahwa itu problem masa lalu, sekarang saya tidak akan dan tidak mungkin jatuh ke dalam dosa yang sama, belum tentu. Contoh lain, dia dulu seorang yang pemarah, gemar berkelahi, sedikit-sedikit menggunakan kekerasan sekarang sudah bertobat. Jangan mengira bahwa kekerasan sudah 100% meninggalkan dirinya, berjaga-jagalah, sebab kapan waktu situasi muncul dan dia sedikit saja lengah, tidak dekat dengan Tuhan, terlalu mengandalkan kekuatan pribadinya, nah di titik itulah pencobaan masuk dan dia lupa, dia lepas kendali. Dia menggunakan kekerasan, malahan dia berbuat hal yang sangat jahat kepada orang lain. Jadi ingatlah 'monster' dosa itu tidak pernah mati, selalu 'monster' dosa itu hanya memejamkan matanya, kapan waktu dia bisa membuka mata dan menerkam kita, maka kita tidak boleh lengah sedikit pun. Sebenarnya orang yang lemah, bukan saja orang yang mengandalkan kekuatannya, tapi orang yang lengah adalah orang yang mulai berpaling dari Tuhan. Sebetulnya itu juga terjadi, namun kita tidak menyadarinya; kita tetap beranggapan Tuhan dekat dengan kita. Ini yang terjadi dengan Simson, waktu dia akhirnya menuruti kemauan Delila memotong rambutnya yang menjadi simbol penyertaan Allah atas dirinya. Waktu dia dibangunkan dan tentara Filistin datang, dia beranggapan bahwa dia akan dengan mudah mematahkan rantai-rantai yang mengikatnya, ternyata Tuhan sudah meninggalkannya. Dia tidak tahu Tuhan sudah meninggalkannya, kita tetap beranggapan penyertaan Tuhan tetap bersama dengan kita, padahal kita sudah mulai berpaling dari Tuhan.PG : Itu betul sekali Pak Gunawan, orang yang melawan pencobaan barulah menyadari betapaberatnya melawan pencobaan. Orang yang selalu menyerah pada pencobaan, tidak akan mengetahui betapa susahya melawan pencobaan.
Ini sesuatu yang mesti kita camkan, silakan melawan dan terimalah fakta bahwa melawan itu memang susah. Ini dialami oleh semua orang percaya. Kadang kita beranggapan, "O.......hanya saya saja yang mengalami kesukaran melawan pencobaan." Tidak, setiap orang percaya yang mau menyenangkan Tuhan dalam hidupnya akan benar-benar bergulat melawan pencobaan. Nah itu yang perlu kita camkan untuk melawan pencobaan. Yang berikut adalah jangan sampai kita menyerah. Kendati kita kalah, jangan putus asa, jangan menolak untuk melawan. Ada orang yang akhirnya berkata, "Pasrahlah, ini kelemahan saya, saya terimalah kelemahan saya. Ya......masing-masing orang mempunyai kelemahan, saya bisa jatuh, orang lain pun bisa jatuh." Jangan, jangan pernah menyerah, kemenangan diperoleh melalui perlawanan dan bukan keputusasaan. Hal lain yang perlu kita camkan untuk bisa melawan pencobaan, yaitu jangan mengeraskan hati dan membenarkan perbuatan kita. Artinya, akui dosa sebagai dosa. Kadang kita itu mulai merasionalisasi dosa, yang Alkitab panggil dosa; panggillah dosa, jangan mengeraskan hati dan membenarkan perbuatan kita. Makin kita membenar-benarkan perbuatan kita, kita makin jauh dari kemenangan. Makin kita mengakui ini dosa dan kita telah jatuh, makin dekatlah kita dengan kemenangan. Dan yang terakhir tentang melawan pencobaan adalah jangan menjauh dari Tuhan. Firman Tuhan tadi mengingatkan, "Marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri tahkta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya." Dengan kata lain, pertolongan datang kepada kita tatkala kita datang kepada Tuhan. Jangan malu, jangan takut menghampiri tahkta kasih karunia, maka Alkitab meminta dengan penuh keberanian menghampiri tahkta karunia. Ada orang yang takut datang kepada Tuhan, jangan! bawalah pergumulan, jangan merasa malu sehingga raa malu itu menghalangi kita datang kepada Tuhan. Berdoalah dan tenggelamkanlah diri dalam firman Tuhan, Dialah sumber kekuatan kita.PG : Rasa malu, rasa menyesal dan rasanya tidak layak datang kepada Tuhan, saya kira itu respons yang bukan hanya wajar tapi seharusnya. Jangan sampai kita kehilangan rasa malu, kehilangan rasapenyesalan dan meremehkan dosa.
Itu adalah ekstrim yang satunya dan sangat salah. Tapi ekstrim yang pertama, karena kita merasa kita kotor, tidak layak datang kepada Tuhan, kita berkata: "Saya tidak mau lagi datang kepada Tuhan." Nah kalau kita sampai berkata begitu, berarti iblis menang dan dia akan bersorak-sorak sebab targetnya telah tercapai. Kita yang tadinya dengan Tuhan, sekarang menjadi jauh; kita yang tadinya berani memanggil nama Tuhan, sekarang tidak berani memanggil nama Tuhan. Jangan beri kesempatan kepada iblis untuk menang.PG : Ada dua yang bisa saya bagikan, pertama sadarilah kelemahan kita dan menjauhlah dari pencobaan. Jangan bermain api, jikalau tidak mau terbakar. Ini prinsip yang sangat sederhana, prinsip yng kita dengar dari orangtua kita tatkala kita kecil, "Jangan bermain api nanti terbakar."
Seharusnya prinsip ini juga kita terapkan di usia dewasa kita, jangan bermain api, jangan bermain-main dengan dosa, kalau sudah dekat dengan dosa kita tidak bisa lepas lagi dari jerat dosa. Ada orang yang mulai main-main dengan narkoba, main-main akhirnya menjadi pecandu. Ada orang yang main-main dengan taruhan, berjudi, akhirnya judi menguasai dirinya. Ada orang yang main-main dengan istri atau suami orang lain, akhirnya masuk ke dalam perangkap dosa. Ada orang yang main-main dengan kuasa, menguasai orang, memanipulasi orang, akhirnya tidak bisa lepas dari permainan kuasa seperti itu. Jadi jangan main-main dengan dosa, dosa itu berbisa, dosa itu benar-benar berkekuatan. Kalau kita dekat-dekat pasti diterkam, jadi jauhkanlah diri dari dosa.PG : Dan sering kali itu pola pikir yang kita ciptakan untuk membolehkan kita jatuh ke dalam pencobaan. Artinya kita seakan-akan memang ingin jatuh tapi dengan cara yang sedikit terhormat. Maanya kita membiarkan diri kita dekat-dekat dengan pencobaan dan akhirnya jatuh.
Prinsipnya adalah pikullah tanggung jawab untuk diri sendiri. Kalau kita tahu kita akan jatuh dan kemungkinan besar kita jatuh, jangan ke sana, jangan menghampiri, jangan dekat-dekat.PG : Hiduplah dalam takut akan Tuhan, nah di dalam zaman kita ini penekanan pada Tuhan sebagai gembala yang baik sangat besar dan memang betul Tuhan adalah gembala yang baik, tapi jangan lupa Than bisa murka, Tuhan bisa menghukum.
Dan Dia adalah hakim, hakim yang adil. Bahkan firman Tuhan digambarkan sebagai pedang bermata dua, bisa menembus masuk dan membelah sendi-sendi, artinya Tuhan bisa seperti scanner, melihat semua dengan jelas dan Dia akan menuntut pertanggungjawaban kita kepada-Nya. Hiduplah takut akan Tuhan, orang yang hidupnya tidak takut akan Tuhan akan menuai penghakiman dari Tuhan.PG : Betul sekali.
GS : Terima kasih banyak Pak Paul untuk perbincangan kali ini, dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menang Melawan Pencobaan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
58. Menghadapi Orang yang Menjengkelkan | |
Kebanyakan orang-orang yang mudah jengkel terhadap orang lain adalah orang yang mudah menjengkelkan orang lain pula. Jadi orang-orang ini kecenderungannya memang memaksakan diri, memaksakan kehendaknya pada orang lain atau situasinya.
Amsal 13:10, "Keangkuhan hanya akan menimbulkan pertengkaran, tetapi mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat."
Artinya rendahkanlah diri, jangan angkuh karena angkuh itu hanya akan menciptakan jurang dan perpecahan tapi hendaklah kita merendahkan diri, rela mendengarkan nasihat, sebab makin mendengarkan makin berhikmat, dan akhirnya relasi kita dengan orang pun makin dipererat.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahja, kami akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menghadapi Orang yang Menjengkelkan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Sebetulnya ada dua kategori Pak Gunawan, kategori pertama adalah orang-orang yang tidak sadar bahwa perilaku mereka menjengkelkan orang lain. Ada orang-orang seperti ini karena memang merea tidak memiliki kepekaan yang tinggi, mereka bukanlah orang yang introspektif, yang bisa bercermin, yang bisa keluar dari dirinya kemudian dari luar menatap dirinya, menilai perilakunya dan bisa menilai perbuatannya.
Ada orang-orang yang memang tidak mudah melakukan hal seperti itu, benar-benar orang-orang ini hanya hidup berespons, berinteraksi dengan lingkungan apa adanya. Dia jarang sekali merenung, memikirkan tindakannya. Orang seperti ini kalau dia berbuat sesuatu yang menjengkelkan orang lain, dia memang sungguh-sungguh tidak menyadarinya dan di dunia orang yang seperti ini bukan sedikit. Jadi kita kadang-kadang harus berhadapan dengan mereka ini.ET : Dan kadang-kadang orang yang bergolongan ini juga sebenarnya jengkel juga kalau melihat orang lain yang seperti mereka Pak?
PG : Tepat sekali, jadi kebanyakan orang-orang yang mudah jengkel terhadap orang lain adalah orang yang mudah menjengkelkan orang lain pula. Jadi orang-orang ini kecenderungannya memang memaksaan diri, memaksakan kehendaknya pada orang lain atau situasinya.
Susah sekali untuk menerima bahwa orang berbeda darinya, nah tatkala dia menghadapi perbedaan dia marah, dia jengkel, tidak suka. Jadi mungkin sekali kepekaan terhadap dirinya lemah, tidak bisa melihat diri, tapi kepekaan terhadap perbuatan orang sangat tinggi, makanya sangat mudah bereaksi dan jengkel.PG : Ada Pak Gunawan, jadi ada orang-orang yang sebenarnya tahu dia menjengkelkan dan sengaja mengjengkelkan. Mungkin pertanyaannya adalah kenapa ada orang seperti itu, kenapa mau menjengkelkanorang lain.
Nah sebetulnya alasannya sangat sederhana, memang orang-orang ini membutuhkan sesuatu, meminta sesuatu dari orang lain. Maka dia berulah dengan cara menjengkelkan. Saya masih ingat cerita di firman Tuhan tentang Absalom, dia lari ke Gesur karena dia telah membunuh adiknya yakni Amnon. Daud memang marah sekali kepada dia, setelah itu dipanggil oleh Yoab, setelah dia pulang Daud tidak memanggilnya, tidak mengakuinya sebagai anak malah mendiamkan dia, sepertinya dibuang. Nah dia jengkel diperlakukan Daud seperti itu, yang dia lakukan adalah membakar ladangnya Yoab, panglima Daud yang memanggil dia pulang. Dengan kata lain dia berulah, membuat Yoab marah, jengkel, akhirnya Yoab panggil dia dan bertanya, dia bilang, "Kenapa saya dipanggil pulang, tapi diajak bertemu dengan raja Daud." Contoh itu saya kira cukup representatif, melukiskan kenapa ada orang-orang yang sengaja menjengkelkan orang lain. Yang dia butuhkan sebetulnya apa, itu yang perlu kita ketahui. Sudah tentu tidak selalu sama apa yang dibutuhkannya, tapi pada dasarnya kalau orang dengan sengaja mengjengkelkan orang lain, sudah tentu ada sesuatu yang sedang dibutuhkan atau dimintanya.ET : Itu mengingatkan saya pada anak-anak kecil yang kadang-kadang tidak mendapatkan perhatian dari orangtuanya, terus melakukan sesuatu yang aneh-aneh baru mendapatkan perhatian. Jadi mungkin apa karena keseringan itu Pak?
PG : Saya kira ya, jadi kebanyakan anak-anak yang memang tidak pernah mendapatkan pembentukan yang pas dalam hal ini, cenderung membawa masalah ini sampai di usia dewasa. Maksudnya pas adalah syogianya orangtua melakukan dua hal.
Pertama, waktu anak-anak meminta, orangtua harus memberikan perhatian dan melihat permintaannya itu. Dan kalau memang tepat dan baik buat si anak, seyogianyalah orangtua memenuhi permintaan si anak. Namun sebaliknya orangtua juga sebaiknya tidak selalu menuruti permintaan si anak. Ada waktu-waktu meskipun permintaan itu baik, namun kalau terlalu sering orangtua dapat berkata 'tidak'. Jadi anak-anak memang harus belajar menerima larangan atau kata 'tidak' dari orangtuanya. Sudah tentu si anak tidak dengan begitu saja menerima perbuatan atau larangan orangtuanya, maka dia akan mencoba menerobos tembok yang telah dibuat oleh orangtuanya itu dengan cara berulah. Dengan dia berulah, dia mengharapkan orangtuanya akhirnya memberikan yang diinginkannya itu. Kalau orangtua tidak bisa berdiri tegak dalam disiplin dan akhirnya menuruti, menuruti dan menuruti kemauan si anak, si anak akhirnya terbiasa dan dia bawa kebiasaan ini sampai dia dewasa. Kalau dia meminta sesuatu dan tidak mendapatkannya, dia akan berulah sebab dengan berulah pada akhirnya dia mendapatkan yang dia inginkan. Jadi inilah warisan-warisan masa kecil yang tidak sehat yang kita bawa sampai usia dewasa.PG : Sering kali begitu Pak Gunawan, sebab memang kita tidak terlalu mudah dijengkelkan oleh orang yang tidak berkaitan dengan kita. Jadi prinsipnya atau hukumnya adalah makin dekat orang itu dngan kita, makin berpotensi dia menjengkelkan kita.
Bahkan dalam kasus-kasus tertentu bukan hanya menjengkelkan kita tapi melukai kita sangat dalam. Jadi memang ukurannya adalah sangat konsisten dengan jaraknya relasi kita dengan orang tersebut. Makin dekat-makin mudah kita terpengaruh dengan perbuatan orang itu.PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang pertama adalah kita cenderung jengkel kalau sesuatu tidak berjalan sesuai dengan kehendak kita. Kita memang sebagai manusia mempunyai keinginan, mempunyai pedirian, mempunyai cara tertentu; akhirnya kita itu mematok diri kita bahwa inilah diri kita, inilah keunikan kita.
Di dalam patokan itu kita cenderung tidak mudah untuk bergeser atau beradaptasi, namun kita harus beradaptasi dengan lingkungan. Itulah pentingnya orangtua di masa anak-anak kecil, menolong anak agar bisa beradaptasi, salah satunya adalah dengan cara tidak selalu memberikan apa yang anak inginkan. Tapi ada anak-anak yang memang tidak terlalu mendapatkan pagar dari orangtuanya, sehingga tatkala besar selalu mau melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Kalau keinginan ini terlalu besar dan dia terlalu kaku, maka dia akan lebih mudah dijengkelkan sewaktu sesuatu terjadi di luar kehendaknya. Namun kebalikannya juga tidak boleh yaitu ada orang yang sama sekali tidak pernah mempunyai patokan, tidak pernah mempunyai pagar sehingga ikut saja kehendak orang, apa kata orang, belok sesuai dengan keinginan orang. Dia mungkin saja tidak pernah jengkel, karena dia ikut saja apa yang orang katakan, rencananya berubah ya tidak apa-apa, tapi di pihak lain orang yang seperti ini kita katakan orang yang mempunyai ego atau diri yang lemah, karena tidak bisa melindungi dirinya, tidak mempunyai diri yang kokoh. Jadi memang diri itu harus mempunyai kombinasi antara kekokohan dan kefleksibelan, nah kalau kita mempunyai dua-duanya barulah kita lebih bisa menyesuaikan diri, sehingga kita tidak terlalu mudah dipicu oleh kejengkelan sewaktu sesuatu tidak berjalan sesuai dengan kehendak kita.PG : Ada Pak Gunawan, yang kedua adalah kalau kita itu relatif normal, biasa-biasa saja, kita mudah sekali dibuat jengkel oleh orang yang tidak peka. Jadi sering kali kita tahu diri, tahu bataskita, tidak mau sembarangan, tidak mau semena-mena, kita biasanya peka dengan orang yang semaunya, yang tidak mau memikirkan orang lain, yang bertindak sekehendak hatinya, ini umumnya memancing reaksi jengkel kita.
Saya sendiri termasuk orang yang seperti ini, sebab saya memang mencoba untuk tahu diri, tidak sembarangan, saya coba tenggang rasa dengan orang. Kalau melihat orang seenaknya, semaunya, itu bisa langsung memicu jengkel dari diri saya. Dan yang terakhir yang membuat kita jengkel adalah benar-benar hal-hal yang memang jahat dan seyogianyalah kita dibuat jengkel oleh kelaliman, kejahatan, ketidakadilan, keboborokan. Jadi kita tidak seharusnya diam-diam dan tidak merasa apa-apa sewaktu kita melihat kejahatan, kebrobokan atau kelaliman. Jadi Tuhan pun memanggil kita untuk bereaksi marah terhadap kejahatan atau terhadap kelaliman dalam hidup ini.ET : Jadi apa pun latar belakang kita baik soal pagar yang kuat atau tidak kuat, atau kita yang tahu diri, artinya setiap kita akan menghadapi orang-orang yang menjengkelkan dalam kehidupan kit sehari-hari.
Kalau memang orang-orang yang relasinya dekat dengan kita itulah yang menjengkelkan, yang sehat bagaimana untuk menghadapi orang-orang ini atau sikap kita terhadap mereka?PG : Ada beberapa Ibu Ester, yang pertama adalah sebaiknya kita memfokuskan diri pada apa yang akan kita kerjakan, apa yang menjadi bagian kita. Jadi kita tidak selalu fokuskan pada orang lain.Misalkan terjadi kesalahpahaman antara kita dengan orang tersebut, dan kita dibuat jengkel oleh tindakannya dan sebagainya.
Namun setelah kita merenung, kita menyadari ada bagian kita jugalah di mana kita misalkan terlalu beremosi atau apa. Nah kita langsung datang saja kepada dia dan berkata, "Tadi saya beremosi, saya kira tidak pada tempatnya saya mengatakan hal-hal itu, saya minta maaf." Jadi kita tidak terlalu memusingkan orang tersebut dan reaksinya, karena kalau kita membuat diri kita itu pusing, terpengaruh oleh tingkah lakunya, perbuatannya, akhirnya kita sendiri akan kehilangan diri kita. Kita akhirnya bisa menjadi seperti dia, benar-benar secara harafiah kita bisa menjadi seperti dia. Artinya kita mudah bereaksi, karena dia mudah bereaksi dan kita tidak suka dengan tindakan-tindakannya yang mudah bereaksi. Tapi kalau kita tidak menjaga diri, tinggal tunggu waktu kita bisa seperti dia. Sedikit-sedikit kita pun akhirnya marah dan jengkel.ET : Padahal pelaku itu mungkin sudah lupa kalau dia telah menjengkelkan kita Pak?
PG : Bisa jadi, dia tidak ingat lagi, nah akhirnya kita yang dibawa oleh emosi menjadi jengkel. Maka saya kira dalam menghadapi orang yang menjengkelkan, kita mesti menjaga keutuhan diri kita, ntegritas kita, kita tetap fokuskan pada bagian atau andil kita.
Nah itu yang kita kerjakan, kita lakukan, kita akui, kalau memang ada kesalahan di pihak kita, kesalahan itulah yang kita akui tapi kalau memang tidak ada kesalahan di pihak kita ya kita katakan tidak ada kesalahan di pihak kita, kita tidak sengaja membuat-buat kesalahan supaya dia senang. Kedua, kita mesti belajar mengkonfrontasi orang yang memang menjengkelkan kita itu, apalagi kalau kita mendapatkan dukungan bahwa dia bukan saja berbuat kepada kita, tapi juga kepada orang lain. Kita bisa menghampirinya dan berkata, "Saya ingin memberitahukan kamu bahwa tindakan kamu tadi itu yang begini, begini, membuat saya jengkel sekali. Saya merasa kamu tidak peka ya, tidak bisa melihat dampak tindakanmu pada orang lain. " Jadi kita mengkonfrontasi dia, nah pertanyaannya adalah apakah kita harus mengkonfrontasi semua orang yang menjengkelkan kita? Tidak, sebab adakalanya memang orang tersebut tidak bersinggungan dengan kita, tidak dekat dengan kita dan kita sadari kalau kita ngomong seperti itu mungkin saja akibatnya lebih buruk. Dia salah paham, malahan dia makin marah dengan kita; ya jangan, ini harus kita pertimbangkan. Atau faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah apakah ini relasi yang penting buat kita, relasi yang dekat dengan kita. Kalau memang tidak terlalu, dan jaraknya jauh, ya sudah kita biarkan saja, karena kita tidak bisa sedikit-sedikit ada hal-hal yang menjengkelkan kita berbicara sama orang, menegur orang. Jadi ada hal-hal yang kita harus abaikan, namun kalau memang orang itu dekat dengan kita, relasi ini penting dan kita merasakan inilah yang Tuhan ingin kita lakukan kepadanya, sebaiknya kita datang kepadanya dan berbicara secara jelas, sampaikan teguran kita kepadanya dengan pas supaya dia bisa mendengarnya. Dan resep terakhir bagaimana menghadapi orang yang menjengkelkan adalah sekali-sekali menghindar, jangan terlalu sering bersinggungan jalan dengan dia, sebab nanti kita terus-menerus dibuat jengkel ya kesal juga.PG : Betul, kita tadi sudah bicarakan, orang yang sengaja menjengkelkan memang mempunyai kebutuhannya. Kita coba melihat kebutuhannya itu, apakah memang sesuatu yang sah, apakah sesuatu yang pelu dipenuhi atau dibicarakan.
Kalau memang perlu, kita coba penuhi kebutuhan tersebut, namun kalau kita sadari kebutuhannya ini tidak sah, dibuat-buat, orang ini terus-menerus meminta-minta, tidak mau bertanggung jawab. Yang perlu kita lakukan adalah memang pada akhirnya kita harus mengkonfrontasi kalau orang ini terus-menerus menjengkelkan kita seperti ini. Konfrontasi dengan cara yang assertive artinya tidak kasar tapi jelas, mengungkapkan perasaan kita akibat perbuatannya dan apa yang kita harapkan dari dia sekarang. Yaitu bahwa kita tidak mau dia mengulang-ulang lagi seperti itu, jadi kita bisa berdiri membela diri kita, sehingga dia tahu kita sudah berdiri dan membela diri. Karena orang-orang yang sengaja menjengkelkan ini kalau melihat kita seolah-olah diam-diam saja, seolah-olah kita ini takut atau lemah kepadanya, dia akan menjadi-jadi.PG : Biasanya ini memang terpulang pada kesensitifan kita secara pribadi. Kalau kita memang sensitif, berarti kita reaktif kita lebih mudah bereaksi. Sesuatu yang kita rasakan sangat kita rasakn.
Misalkan kalau orang lain jengkel, harus menerima 5 ons stimulasi atau kejengkelan, baru dia merasakan kejengkelan. Nah orang yang memang sensitifitasnya tinggi, baru terkena 1 ons dia sudah bereaksi. Karena memang dia sensitif, jadi lebih mudah merasakan. Jadi kita memang mesti fear, lapang dada menilai orang. Kadang-kadang kita itu mudah sekali mengecap orang-orang yang bereaksi sebagai orang yang tidak bisa menguasai diri. Sebetulnya tidak selalu begitu karena kadang-kadang ada faktor kesensitifan yang tinggi ini. Jadi salah satu hal yang perlu kita pelajari dalam hidup adalah ini, kita memang tidak harus selalu menyatakan kejengkelan kita itu kepada orang. Karena kalau memang dia sengaja menjengkelkan kita dan melihat kita jengkel, dia akan makin melakukannya, nah ini sesuatu yang mesti kita kuasai. Tidak harus kita menunjukkan kejengkelan, lebih baik atau kadang-kadang kita kontrol reaksi kita, sehingga orang itu pun melihat kita tidak mudah dibuat jengkel olehnya dan mudah-mudahan dia akhirnya kecil hati untuk terus-menerus menjengkelkan kita.ET : Namun bukankah itu bedanya tipis, nanti lama-lama menjadi apatis?
PG : Kadang-kadang kita harus bersikap seperti itu Ibu Ester, ada orang-orang yang memang terus-menerus menjengkelkan kita dan kita memang tidak berdaya berbuat apa-apa. Misalkan dia adalah ataan kita, kita mau bilang apa; kalau kita sudah siap berhenti dan bekerja di tempat lain ya tidak apa-apa kita berbicara dengan dia terus-terang apa adanya dan mengambil risiko diberhentikan.
Namun kalau kita tidak berani dan tidak mau mengambil risiko itu, terpaksa akhirnya memang kita harus tidak mempedulikan. Artinya ada tempat dan waktu untuk kita kadang-kadang tidak terlalu mempedulikan perasaan kita, tidak selalu kita harus mempedulikan perasaan kita. Sebab orang yang menjengkelkan sebenarnya tipenya adalah orang yang terlalu mempedulikan perasaan, dia mudah bereaksi dan akhirnya kita dibuat jengkel oleh reaksi-reaksi dia yang berlebihan.ET : Tapi kalau berkaitan dengan alasan yang ketiga yang Pak Paul katakan tentang hal yang berdosa, ketidakadilan, itu bagaimana kita menghadapinya?
PG : Sekali lagi kita harus bertanya apakah yang bisa kita lakukan. Kalau memang ada sesuatu yang bisa kita lakukan ya kita lakukan, tapi adakalanya tidak banyak yang bisa kita lakukan, jadi akirnya kita harus berdiam diri.
Berdiam diri, apakah kita harus membunuh hal-hal yang bersifat moral, jangan, tetap berikan tempat bagi diri kita untuk merasakan kemarahan dan kejengkelan melihat kelaliman, ketidakadilan dan kejahatan. Namun perlu kita sadari ini hanyalah di hati, kita belum bisa menyuarakan atau mewujudkannya dalam tindakan nyata. Saya kira itu adalah fakta kehidupan, kita tidak selalu bisa mengejawantahkan perasaan-perasaan kita keluar, karena situasi tidak selalu memungkinkan.PG : Nomor satu adalah secara mental kita harus memisahkan diri darinya, artinya kita harus memberi jarak antara kita dan dia. Secara mental kita katakan dia di sana, saya di sini. Jangan secar mental kita merasa dia itu mengerumini kita, secara mental berilah jarak dan cobalah kita tatap, kita lihat masalahnya apa sehingga dia itu mencari-cari kejengkelan.
Kenapa membuat kita jengkel, kita mesti melihat akarnya, apa yang sebetulnya dia butuhkan setelah itu baru kita pikirkan apa yang akan kita lakukan dengan kebutuhannya itu. Sebab kadang-kadang kita juga bisa belajar dari masukan seperti ini. Kadang-kadang memang ada hal-hal yang harus kita perhatikan, tapi kita luput perhatikan sehingga dia akhirnya berulang membuat kita jengkel. Yang klasik untuk contoh ini adalah misalkan suami tidak memberikan cukup perhatian kepada istrinya sehingga istrinya berulah membuat suami jengkel. Nah mungkin sekali ulah si istri benar-benar sebuah sinyal yang harus diperhatikan oleh si suami. Jadi kalau memang kebutuhan itu sah kita penuhi, ya harus kita penuhi. Yang berikutnya adalah kita tidak selalu harus terlalu personal, terlalu menganggap semuanya ini menyerang kita, secara pribadi, sengaja mau menyudutkan kita dan sebagainya. Kadang-kadang kita harus berkata, "ya sudah, dia memang orang seperti itu." Supaya tidak semua hal yang dia lakukan itu terarahnya langsung kepada diri kita dan akhirnya membuat kita marah dan jengkel. Jadi kita harus belajar memisahkan diri.PG : Saya ambil dari Amsal 13:10, ayat ini sebetulnya lebih cocok untuk orang yang menjengkelkan orang lain. Jadi kita mesti menyadari kita juga bisa menjengkelkan orang, kita periksa dan intropeksi diri sendiri.
"Keangkuhan hanya akan menimbulkan pertengkaran, tetapi mereka yang mendengarkan nasihat mempunyai hikmat." Artinya rendahkanlah diri, jangan angkuh karena angkuh itu hanya akan menciptakan jurang dan perpecahan tapi hendaklah kita merendahkan diri, rela mendengarkan nasihat, sebab makin mendengarkan makin berhikmat. Dan akhirnya relasi kita dengan orang pun makin dipererat.GS : Jadi firman Tuhan itu juga berlaku bagi kita yang mudah jengkel atau pun dibuat jengkel, atau menjengkelkan orang. Firman Tuhan memang indah sekali, terima kasih Pak Paul, terim kasih juga ibu Ester. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghadapi Orang yang Menjengkelkan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
59. Menghargai Orang Lain | |
Ada dua tipe orang yaitu: Orang yang tidak tahu bagaimana caranya memuji atau menghargai orang dan Orang yang tidak mau memuji atau menghargai orang. Namun sebenarnya mereka bisa belajar untuk menghargai orang lain, langkah satu-satunya adalah coba melihat perubahan atau kemajuan atau hal yang positif sekecil apa pun.
Kedua tipe ini bisa bersumber dari satu keluarga yang sama yaitu:
Orang-orang yang biasanya dibesarkan dalam rumah yang hampa pujian atau tanggapan positif dari orangtuanya. Akhirnya mereka hidup di dalam tuntutan sehingga tidak pernah atau jarang sekali mereka memenuhi tuntutan itu karena tidak mendapatkan tanggapan positif dari orangtuanya. Dan mereka selalu melihat diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai keberhasilan, tidak pernah dipuji. Karena tidak pernah mendengarkan pujian, akhirnya tidak tahu bagaimana caranya memberikan pujian atau menghargai orang lain.
Dari keluarga yang sama juga bisa muncul seseorang yang sebetulnya tahu bagaimana caranya memuji orang, tapi tidak mau melakukannya. Kenapa? Sebab dia merasa dia pun dulu tidak pernah mendapatkan pujian atau penghargaan dari orang lain maka sekarang orang pun tidak akan mudah mendapatkan pujian atau penghargaan dari dia.
Namun sebenarnya mereka bisa belajar untuk menghargai orang lain, langkah satu-satunya adalah coba melihat perubahan atau kemajuan atau hal yang positif sekecil apa pun.
Ada satu alasan kenapa seseorang patut menerima pujian atau penghargaan yaitu orang itu telah berusaha.
Selain kita memberikan pujian dan penghargaan melalui kata-kata, ada hal yang memang tidak terungkapkan melalui kata-kata namun terbaca jelas adalah sikap hormat.
Tiga dampak positif yang akan timbul kalau kita memberikan penghargaan kepada orang lain, yaitu
Amsal 22:1, "Nama baik lebih berharga daripada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik daripada perak dan emas." Orang yang bisa menghargai, memberikan penghargaan kepada orang dan bisa memuji orang, menjadi orang yang dikasihi, orang yang akan mendapatkan reputasi yang baik pula. Tidak mahal tetapi kenapa kita tidak mau melakukannya.
PG : Ada dua tipe orang Pak Gunawan, yang pertama adalah orang yang saya panggil tidak tahu bagaimana caranya memuji atau menghargai orang. Tapi tipe kedua adalah orang yang tidak mau memuji atu menghargai orang.
Sesungguhnya dua tipe ini bisa jadi bersumber dari satu keluarga yang sama. Seperti apakah latar belakang keluarga yang bisa melahirkan orang dengan dua jenis sifat? Yang pertama adalah orang-orang ini biasanya dibesarkan dalam rumah di mana dituntut terlalu tinggi tanpa pujian atau tanggapan positif yang memadai. Jadi akhirnya mereka ini hidup di dalam tuntutan sehingga tidak pernah sekalipun atau jarang sekali mereka berhasil memenuhi tuntutan itu. Karena tidak mendapatkan tanggapan positif dari orangtuanya, mereka selalu melihat diri mereka sebagai orang yang tidak mempunyai keberhasilan, tidak pernah dipuji. Dari latar belakang seperti ini maka ada orang-orang yang karena tidak pernah mendengarkan pujian, akhirnya tidak tahu bagaimana caranya memberikan pujian atau menghargai orang lain. Tapi dari keluarga yang sama bisa muncul seseorang yang lama-kelamaan dia sebetulnya tahu bagaimana caranya memuji orang, namun tidak mau. Kenapa tidak mau? Sebab dia merasa saya pun dulu tidak mendapatkan pujian, saya pun dulu susah sekali mendapatkan pujian atau penghargaan dari orang maka sekarang orang pun tidak akan mudah mendapatkan pujian atau penghargaan dari saya. Saya pun sekarang akan menerapkan standar yang tinggi dan hampir mustahil diraih oleh orang lain. Jadi keduanya ini seolah-olah berbeda tapi sebetulnya dua tipe ini muncul dari satu latar belakang yang sama. Yaitu latar belakang yang hampa akan tanggapan positif dari orangtua kepada anaknya.PG : Dia tidak tahu, nah yang tidak tahu biasanya meneruskan ketidaktahuannya itu. Tidak tahu bagaimana caranya memberikan kata-kata yang positif kepada orang. Misalkan ada orang yang dibesarka dalam rumah di mana hampir tidak pernah orangtuanya berkomunikasi dengan dia.
Dia boleh dikata hidup sendirian, besar sendirian, mempelajari tentang hidup ini juga sendirian. Nah kalau kebetulan dia tidak pernah melihat atau mendengar masukan positif dari orang lain, besar kemungkinan setelah dia dewasa dia pun tidak tahu bagaimana caranya. Waktu seseorang melakukan sesuatu yang baik dan dia sebetulnya merasa senang, dia tidak tahu bagaimana mengungkapkannya. Nah tipe ini Pak Gunawan tipe yang masih bisa diajar untuk akhirnya memberikan tanggapan-tanggapan positif dan menghargai orang lain. Yang lebih susah diajar adalah tipe yang kedua, meskipun bisa jadi tipe yang kedua pun bersumber dari keluarga yang sama yang memang hampa akan tanggapan positif. Tipe yang kedua saya sebut sebagai tipe yang tidak mau memberikan pujian dan penghargaan kepada orang lain. Karena menganggap saya pun dulu susah, saya tidak mudah mendapatkan penghargaan jadi sekarang orang tidak mudah juga mendapatkan penghargaan dari mulut saya. Nah kalau ada orang mempunyai sikap seperti itu, dosa sudah mulai masuk yaitu dosa kekerasan hati, dosa kesombongan, menganggap diri itu tinggi dan orang lain rendah. Maka orang lain harus menggapai sehingga mencapai pandangan dia. Orang tipe kedua ini memang lebih susah untuk berubah.ET : Jadi karena memang tidak pernah mendapatkan pujian atau penghargaan itu kadang-kadang saya melihat ketika dia masa dewasa dan diberikan itu oleh orang lain, juga tidak terlihat sebagai pujian atau penghargaan lagi Pak?
PG : Mereka bisa terjadi dua hal, ada yang memang sama sekali tidak tahu bagaimana bersikap menerima penghargaan atau pujian, karena ini sesuatu yang asing buat dia. Dia tidak pernah terbiasa krena apapun yang dilakukannya tidak mengundang tanggapan dari orang lain atau dari keluarganya.
Atau dia pun memang waktu bersekolah tidak mendapatkan positif dari gurunya, dianggap sebagai anak yang terlalu biasa-biasa atau bahkan di bawah biasa. Nah orang yang seperti ini latar belakangnya setelah dewasa memang gamang tidak tahu bagaimana menghadapi pujian. Kadang-kadang karena tidak tahu ada orang-orang yang akhirnya mengembangkan kecurigaan terhadap pujian. Kalau orang memuji, dia langsung beranggapan ada udang di balik batu; ada sesuatu yang kamu inginkan dari saya. Nah pertanyaan kita adalah kenapa bisa muncul kecurigaan seperti itu, karena memang hampa akan pujian; dia tidak terbiasa, dia tidak tahu apa itu tanggapan positif. Tidak mendengarnya dari orangtua, tidak mendengarnya dari guru-guru, tidak mendengarnya dari teman-teman, karena memang tidak ada yang menonjol dari dirinya. Nah waktu dia mendengar, dia benar-benar bingung dan karena bingung untuk menjamin rasa amannya yang dia munculkan adalah kecurigaan. Jadi memang ini yang akhirnya menjadi masalah, karena nantinya karena dia curiga, tidak menanggapi pujian dengan tepat-orang lain pun akhirnya enggan bergaul dengan dia, karena merasa, "aduh orang ini kok aneh, saya berikan pujian atau saya hargai perbuatannya, malahan bereaksi seperti ini, malahan tidak percaya sama saya, malahan mencurigai saya." Orang akan berkata, "Ya, lain kali tidak usah lagi saya dekat-dekat dengan orang seperti ini." Waktu dia melihat orang kok menjauh dari dia, dia akan langsung berkata, "saya katakan apa, orang itu pasti mempunyai maksud. Makanya waktu tidak mendapatkan yang dia inginkan dari saya dia menjauh." Dia tidak sadar orang menjauh karena sikapnya terhadap penghargaan orang yang begitu negatif dan mencurigainya.PG : Itu langkahnya hanya satu. Langkahnya adalah coba lihat perubahan atau kemajuan atau hal yang positif sekecil apa pun. Orang-orang ini cenderung akhirnya tidak bisa melihat perubahan atau al yang positif sekecil apa pun.
Seolah-olah akhirnya mereka ini yang tidak bisa menghargai orang lain, menetapkan standar yang tidak mungkin dijangkau oleh siapa pun. Benar-benar menempatkan standar kehidupan itu di awan, sehingga dia akan selalu berkata bahwa tidak layak orang mendapatkan pujian. Saya pun tidak layak mendapatkan pujian atau penghargaan karena tidak ada yang bisa mencapai, tidak ada yang baik, tidak ada yang tulus, tidak ada yang berniat mau menolong dan sebagainya. Dia selalu menaruh standar yang tidak mungkin. Nah kalau saja dia mau belajar memfokuskan pada yang kecil, orang ini berubah, orang ini berbuat baik, orang ini bisa memikirkan ini, ya turunlah, mendaratlah, menjejakkan kaki di bumi ini. Barulah dia bisa melihat perbuatan positif yang orang lain lakukan meskipun di mata dia itu kecil. Ini masalahnya dengan orang-orang yang tidak bisa menghargai orang lain, selalu tidak bisa melihat yang dianggapnya kecil, dia mesti melihat yang dianggapnya besar, yang spektakuler, yang mencengangkan, baru dia akan puji-puji. Tapi yang dia puji-puji itu misalkan sesuatu yang terjadi dulu, yang tidak akan terjadi lagi atau cerita, atau kisah, atau biografi, atau tentang kata orang, yang bukan benar-benar riil, sehingga selalu dalam hidup riilnya dia sekarang ini dia akan selalu mendapatkan alibi bahwa tidak ada orang yang sebaik itu, tidak ada orang yang sebagus itu, jadi tidak perlu puji-pujian atau penghargaan.PG : Sesungguhnya ada satu yaitu alasan orang telah berusaha. Nah orang yang sukar menghargai benar-benar buta tarhadap usaha orang, buta terhadap apa yang ada di dalam hati orang, sebetulnya dduk masalahnya di situ.
Orang-orang ini memang tidak bisa begitu masuk menyelami jiwa orang, hati orang dan mencoba melihatnya dari sisi hati orang itu. Karena orang-orang ini dibesarkan dalam suasana rumah yang renggang di mana interaksi jarang atau tidak mendapatkan tanggapan positif atau kalau pun mendapatkan tanggapan, tanggapan negatiflah yang diperolehnya. Jadi intinya relasinya renggang dengan orang, dalam relasi yang renggang kita tidak berkesempatan belajar menyelami hati orang lain. Tidak bisa, karena tidak dekat; bukankah dalam relasi yang dekat kita baru bisa belajar menyelami hati orang. Nah anak-anak ini besar dalam keluarga di mana kerengganganlah yang dihadapi hari lepas hari. Tidak pernah belajar mengerti dan menyelami hati orang lain, itu sebabnya dia buta dengan niat, dia buta dengan usaha, karena bukankah itu sesuatu yang terkandung dalam perbuatan yang tidak kasat mata. Nah bagi dia yang tidak kasat mata itu tidak dilihatnya dan tidak dihitungnya, maka alasannya supaya dia bisa belajar lebih menghargai orang adalah belajarlah masuk ke dalam diri orang, cobalah lihat dari kacamata orang, cobalah tempatkan diri dalam diri orang, sehingga akhirnya lebih bisa melihat bahwa "O....ya...ya...orang itu sebetulnya telah berusaha, meskipun masih terantuk dan akhirnya tidak berhasil sepenuhnya seperti yang dia harapkan." Tapi bukankah sudah berusaha, nah dia barulah bisa melihat sisi yang terkandung dalam perbuatan orang, yakni motivasi atau usaha.ET : Tapi mungkin atau tidak ini berbalik menjadi sesuatu yang negatif juga. Maksudnya ketika dia memahami sebenarnya saya senang kalau dipuji, jadi saya mau memuji orang kebalikannya yang tadiPak Paul katakan, kecurigaan dimanfaatkan, justru dia memanfaatkan orang lain, memberikan pujian atau penghargaan dengan tujuan mendapatkan sesuatu untuk dirinya lagi.
PG : Bisa jadi Ibu Ester jadi kadang-kadang orang-orang yang memang sebetulnya awalnya tidak pernah atau jarang sekali menuai pujian karena tidak mempunyai catatan keberhasilan yang cukup banya, sesungguhnya haus akan pujian, haus akan penghargaan.
Dan kalau dia mulai mendapatkannya, bisa-bisa dia akan memanipulasi orang lain supaya orang terus-menerus memberikan pujian dan penghargaan itu. Kalau dia melakukannya dengan cara yang positif dan selayaknyalah mengundang tanggapan yang positif pula, tidak apa-apa, tapi kalau dia mulai memanipulasi dengan cara yang tidak sehat itu menjadi suatu yang buruk. Ibu Ester, ini sering kali menjadi ketakutan orang yang haus akan pujian, karena orang yang haus akan penghargaan dan pujian itu sebetulnya dia tahu sekali dia mendapatkannya dia akan tergantung pada penghargaan dan pujian itu dan itu yang dia takuti. Sekali lagi kita mau mengingat latar belakangnya, latar belakangnya adalah haus, hampa akan tanggapan positif, jadi kemungkinan besar yang lebih diterimanya pada masa-masa kecil adalah penolakan, orang yang menjauhkan diri darinya. Sehingga pada waktu dia sudah dewasa dan dia mulai menerima pujian, reaksi tidak percaya itu memang masuk karena dia takut ini hanya sementara. "O....orang menghargai dia hanya untuk ini saja, sementara, karena dia berbuat sesuatu." Dia tidak bisa mempercayai bahwa akan ada orang yang sungguh-sungguh tulus menerima dirinya apa adanya dan benar-benar melihat hal yang baik pada dirinya itu. Dia susah percaya, dia akan mencurigai bahwa orang ini setelah memuji atau memberikan penghargaan kepadanya dia akan menolaknya, tidak akan lagi dekat-dekat dengan dia karena ada kebutuhan atau kepentingannya sekarang, jadi dia mau dekat-dekat dengan saya. Jadi supaya dia tidak masuk ke dalam jerat itu menurut pandangannya maka dia terus-menerus menolak untuk dekat atau untuk menerima tanggapan-tanggapan orang yang positif, karena dia takut dia akan bergantung dan kalau dia bergantung orang itu menolaknya atau pergi darinya dia akan ambruk, dia akan jatuh lagi. Jadi lebih baik dia membuat dunia yang super aman yaitu sama sekali menolak menghargai orang dan menerima penghargaan dari orang, buat dia itulah tempat yang paling aman.PG : Seyogianya biasakan diri kita untuk melihat hal-hal sekecil apa pun, melihat apa yang terkandung bahwa motivasinya sesungguhnya baik, niatnya sesungguhnya baik, usahanya pun sesungguhnya jga baik, meskipun usahanya belum seperti yang kita harapkan.
Seyogianyalah kita menjadi orang yang melihat yang di dalam, bukan hanya baru akan bersukacita tatkala melihat hasilnya yang di luar. Sering-seringlah kita memberikan kata-kata yang lebih membangun, yang lebih menghibur, yang lebih menguatkan orang yaitu kata-kata yang positif, kata-kata yang melihat apa itu yang menjadi potensi atau kekuatan orang tersebut dan kita menyorotinya supaya orang itu melihat, "Ia benar, saya mempunyai kekuatan ini sehingga akhirnya orang tersebut membangun dirinya dan ini sesuai dengan apa yang kita pelajari dari firman Tuhan, bahwa memang kita dipanggil untuk saling membangun, menggunakan kata-kata yang positif untuk saling membangun bukan untuk saling menjatuhkan satu sama lain.PG : Dan alasannya yang pernah saya dengar adalah nanti dia sombong, nanti dia kepala besar. Justru anak-anak yang mendapatkan cukup pujian tapi juga cukup disiplin, menjadi orang yang utuh, buan berkepala besar, menjadi orang yang mempunyai kepala.
Justru kalau dia tidak pernah mendapatkan pujian sama sekali dia menjadi orang yang tanpa kepala, artinya tanpa diri yang kokoh, tanpa diri yang positif, justru tidak mempercayai diri dan akhirnya bersikap negatif dengan orang lain. Jadi jangan ragu kita sebagai orangtua menyampaikan tanggapan yang positif kepada anak kita, tapi kalau ada hal yang negatif juga janganlah ragu untuk menyampaikan itu kepada anak kita. Di dalam keseimbangan inilah si anak akan bertumbuh menjadi sebuah diri yang utuh.ET : Dari tadi Pak Paul menggunakan kata-kata sebagai pujian, sebenarnya selain kata-kata apakah ada bentuk lain untuk menyatakan pujian atau penghargaan kita?
PG : Saya kira hal yang memang tidak terungkapkan melalui kata-kata namun terbaca jelas adalah sikap hormat. Sikap hormat itu sendiri sebetulnya sudah menunjukkan kita menghargai orang tersebut Sikap mengacuhkan, tidak mempedulikan, itu sikap-sikap yang memperlihatkan kita tidak menghargai orang.
Jadi menghormati artinya kita tidak bersikap kasar kepadanya, waktu dia berbicara kita mendengarkannya, waktu kita berpapasan dengannya kita menyapanya, kita memberikan senyum kita, waktu kita berbicara dengannya kita juga menggunakan kata-kata yang santun, semua sikap-sikap itu terkandung dalam satu yaitu sikap hormat. Dan sikap hormat sudah menunjukkan sebuah penghargaan. Sudah tentu dalam konteks yang lebih akrab antar teman atau suami-istri atau orangtua-anak, kita bisa memberikan penghargaan dalam bentuk yang lebih konkret. Misalnya memberikan barang, hadiah kepada anak kita, kepada orangtua kita, hal-hal kecil seperti itu sudah mengkomunikasikan penghargaan kita kepada mereka.PG : Sekurang-kurangnya ada tiga. Yang pertama adalah orang lain akan lebih termotivasi untuk menjadi lebih baik. Ini efeknya waktu kita komunikatif dengan penghargaan kita kepada orang. Orang tu akan lebih termotivasi menjadi orang yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Karena sebaliknya kalau yang keluar dari mulut kita cercaan, kalimat dan tanggapan negatif, orang itu justru akan kehilangan motivasi untuk menjadi dirinya yang lebih baik. Maka penting sekali kita membangun orang, lewat kata-kata yang positif. Yang kedua adalah kalau kita berani dan bisa memberikan penghargaan kepada orang maka orang akan lebih mau dekat dengan kita. Karena secara alamiah adalah orang tidak mau dekat-dekat dengan sesamanya yang negatif, yang tidak bisa memberikan penghargaan, yang melihat sisi negatifnya. Jadi orang akan mau dekat dengan kita kalau kita itu juga bisa menghargai orang. Efek yang terakhir adalah orang-orang itu nantinya akan lebih mudah menghargai orang lain pula, sebab mereka sudah menerimanya dari kita. Sering kali penghargaan itu akhirnya menular, orang yang sering menerima penghargaan acap kali menjadi orang-orang yang juga menghargai orang lain. Jadi akhirnya tertularlah lebih banyak orang yang makin mau memberikan penghargaan kepada satu sama lain.ET : Jadi intinya kita baru bisa menghargai orang lain kalau memang kita juga bisa menerima penghargaan itu, tapi untuk benar-benar mengembangkan penerimaan penghargaan secara sehat apakah tips yang kita pakai?
PG : Saya kira bisa menerima penghargaan diri orang kalau kita bisa melihat diri kita dengan tepat. Bahwa ya, yang dikatakan orang tersebut tentang diri saya memang benar saya akui. Jadi akuila, terimalah bahwa ini suatu penghargaan terhadap sesuatu tentang diri kita.
Kita mesti belajar, nomor satu realistik, artinya melihat diri dengan tepat sehingga waktu orang memberikan pujian, kita bisa benar-benar mengukur apakah pujian itu sungguh-sungguh sesuai. Ada orang yang tadi saya sudah singgung mempunyai standar yang super tinggi akhirnya selalu menganggap tujuan orang itu tidak sepatutnya, karena saya tidak seperti itu, standarnya terlalu tinggi dan tidak bisa digapai. Tapi kalau kita realistik berdasarkan realitas, melihat diri kita dengan tepat, kita bisa mengukur apakah pujian tersebut tepat atau tidak tepat untuk kita. Kalau tepat, kita senang berarti ini sebuah konfirmasi. Kalau memang kita seperti ini, kita makin bisa mengembangkan kekuatan kita itu, makanya orang yang bisa melihat diri dengan tepat terus mendapatkan konfirmasi lewat tanggapan-tanggapan positif, makin mengenal kekuatannya dan makin bisa mengembangkan kekuatannya itu, karena dia telah mendapatkan konfirmasi. Dan yang kedua, kata yang ingin saya perkenalkan selain realistik adalah spesifik. Kita mesti bisa melihat dengan spesifik apa tentang diri kita yang dipuji oleh orang tersebut. Kenapa ini penting, karena ada orang yang tidak bisa menerima pujian sebab menganggap, "sekali saya dipuji, saya harus sempurna." Tidak demikian, orang hanya memuji satu bagian dari diri kita, dari perbuatan kita sedangkan kita mempunyai seribu satu macam perbuatan dan aspek tentang diri kita pun juga beragam. Jadi waktu orang memuji kita, itu hanyalah satu hal tentang diri kita, ya terimalah sebagai satu hal. Jangan kita akhirnya besar kepala atau menindih diri kita dengan tuntutan kita harus menjadi sempurna. Misalkan ada orang berkata, "Wah......, kamu orangnya enak diajak ngomong." Nah ya sudah kita akui bahwa kita enak diajak ngomong, bukannya kita orang yang pasif, tidak bisa marah, selalu menerima orang; nah itu lain lagi.PG : Betul, dan kita bisa melihat, di hari penghakiman akhir nanti waktu kita bertemu dengan Tuhan yang dicatat di Matius 25, perkataan yang Tuhan akan sampaikan kepada kita adalah hamba-Ku yan baik dan yang setia.
Jadi perkataan pertama yang Tuhan sampaikan kepada kita tatkala berjumpa dengann-Nya adalah sebuah pujian, hamba-Ku yang baik dan setia. Nah kalau Tuhan begitu murah hati memberikan pujian kepada kita. Kenapa kita tidak meniru Tuhan kita, lebih murah hatilah memberi pujian kepada orang.PG : Betul sekali, dan jangan takut kalau sekali kita puji maka nanti kita itu menjadi terikat harus terus-menerus memberikan penghargaan atau memujinya. Atau yang menerima pujian pun berkata klau saya menerima pujian atau penghargaan ini berarti saya terus-menerus harus sempurna seperti yang diharapkannya.
Tidak demikian, pujian dan penghargaan tidak identik dengan kesempurnaan. Kita hanya senang melihat sesuatu yang baik dari yang kita katakan.PG : Ada Pak Gunawan, selain dari tadi yang telah saya singgung tentang hari penghakiman akhir, saya akan juga kutib dari Amsal 22:1, "Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dikasih orang lebih baik dari pada perak dan emas."
Indah sekali ayat ini, nama baik dan dikasihi orang ternyata lebih baik dari pada perak dan emas, terlebih indah dari pada kekayaan yang besar. Orang yang bisa menghargai, memberikan penghargaan kepada orang dan bisa memuji orang, menjadi orang yang dikasihi, orang yang akan mendapatkan reputasi yang baik pula. Dan kata firman Tuhan, ini lebih indah dari pada emas dan perak. Tidak mahal tetapi kenapa kita tidak mau melakukannya. Inilah firman Tuhan untuk kita semua.GS : Terima kasih Pak Paul, terima kasih juga ibu Ester untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghargai Orang Lain". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
60. Bencana Alam 1 | |
Elizabeth Kubler Ross memaparkan rangkaian reaksi yang tercetus tatkala kita menghadapi krisis. Karena bencana alam masuk dalam kategori krisis, reaksi itu ialah: penyangkalan, kemarahan, tawar menawar, putus asa, menerima dan bangkit.
T 205 a+b "Bencana Alam" (I dan II) oleh Pdt. Paul Gunadi
Sebagaimana kita ketahui beberapa tahun terakhir ini, bencana alam susul-menyusul menghujam bumi Nusantara. Selain merenggut materi dan nyawa, sesungguhnya bencana alam memberi dampak mendalam pada korbannya. Berikut ini kita akan melihat dampak bencana pada manusia dan reaksi yang ditimbulkan pada diri korban. Setelah itu kita akan melihat upaya pemulihan yang diperlukan.
Elizabeth Kubler Ross memaparkan rangkaian reaksi yang tercetus tatkala kita menghadapi krisis. Karena bencana alam masuk dalam kategori krisis, maka saya kira pada tempatnya bila kita menerapkan rangkaian reaksi ini pada korban bencana alam.
Reaksi 1: Penyangkalan
Reaksi awal adalah ketidakpercayaan, bukan pada fakta bahwa bencana telah terjadi melainkan pada kehilangan yang ditimbulkannya, misalnya kehilangan kerabat, tempat tinggal, dan lainnya. Secara rasional kita tahu bahwa mereka telah tiada namun kita masih belum sepenuhnya menyadari bahwa mereka tidak ada untuk selamanya. Kita berharap bahwa esok tatkala kita terbangun dari tidur, mereka semua akan kembali ada sebab apa yang terjadi seakan-akan hanyalah mimpi buruk belaka. Pada tahap awal ini, kita seakan-akan berada di persimpangan antara mimpi dan kenyataan.
Reaksi 2: Kemarahan
Hari-hari selanjutnya kita benar-benar disadarkan bahwa mereka telah tiada dan bahwa ini bukanlah mimpi melainkan kenyataan. Pada umumnya kita marah kepada Tuhan yang kita anggap bertanggung jawab penuh atas semua kehilangan ini. Namun kemarahan ini dapat pula dilimpahkan kepada manusia-pihak yang kita anggap bertanggung jawab atas musibah ini. Itu sebabnya fase atau reaksi marah ini dapat berlarut dan meluas bila unsur peran kesalahan manusianya besar.
Kemarahan juga dapat memburuk tatkala kita mulai membandingkan diri dengan orang di sekitar. Jika kebetulan ada tetangga atau kenalan yang tidak mengalami kehilangan, di satu pihak kita bersyukur untuk mereka namun di pihak lain, kita makin dibuat marah karena merasa bahwa Tuhan atau hidup ini sungguh tidak adil. Itu sebabnya penting bagi pihak penolong atau siapa pun yang terlibat untuk memberikan perlakuan yang adil kepada korban. Ketidaksamaan perlakuan akan cepat menyulut kemarahan.
Makin susah dan berat penderitaan hidup setelah bencana berlalu, makin mudah terpancing kemarahan kita. Hidup dalam penampungan dapat menyuburkan kemarahan tetapi dapat pula mengurangi kemarahan. Menyuburkan kemarahan akibat keterbatasan yang harus kita lewati dan kesusahan yang kita tanggung hari lepas hari. Namun hidup dalam penampungan juga dapat mengurangi kemarahan akibat adanya kesamaan nasib. Bagaimanapun rasa sepenanggungan memberi kekuatan sebab kita tidak merasa sendirian menanggung derita. Itu sebabnya penting sekali dalam masa transisi, kesatuan dan rasa sepenanggungan terus dibangun.
Reaksi 3: Tawar menawar
Pada tahap ini kita mencoba tawar menawar dengan Tuhan agar dibebaskan dari penderitaan. Di dalam penampungan dan masa transisi, banyak waktu yang tersisa untuk merenungkan kehilangan. Pada momen seperti inilah biasanya kita memohon kepada Tuhan agar kita diberkati supaya cepat bangkit dari keterpurukan. Kita mulai mengembangkan pengharapan bahwa penderitaan ini segera berlalu dan pertolongan akan datang dengan segera. Penting bagi konselor untuk memandu korban untuk tetap realistik dalam berharap. Ada kecenderungan pada tahap ini kita terlalu berpikir terlalu sederhana dan tidak realistik; perlu bantuan agar korban dapat merencanakan hidup secara realistik berdasarkan apa yang ada, bukan apa yang diharapkan.
Reaksi 4: Putus asa
Tanpa perencanaan dan dukungan yang kuat, korban dengan mudah meluncur ke lembah depresi. Pada tahap ini, korban sungguh-sungguh menyadari kehilangannya dan mengalami dampak kehilangan. Misalnya, tidak ada lagi istri untuk diajak bercengkerama; tidak ada lagi suami yang dapat mencari nafkah; tidak ada lagi anak yang bisa dipeluk sayang; tidak ada lagi rumah untuk kita pulang. Kesadaran ini memukul korban dan berpotensi membuatnya kehilangan harapan dan semangat. Jika upaya bangkit atau proses penyaluran bantuan berjalan lamban, ini juga akan menambah beratnya penderitaan dan keputusasaan. Dalam kondisi rentan, korban bisa tergoda untuk mengakhiri hidup karena merasa tidak sanggup mengubah nasibnya.
Sebagaimana telah disinggung di atas, hidup dalam penampungan bersama teman senasib bisa berakibat positif karena adanya faktor sepenanggungan dan saling dukung. Namun hidup bersama dengan teman senasib juga bisa menimbulkan efek domino yang negatif. Tatkala satu putus asa, yang lain dapat turut putus asa. Hilangnya pengharapan dan semangat juang menulari satu sama lain; pemikiran negatif akhirnya makin menguat akibat pengaruh dari satu sama lain.
Itu sebabnya penting bagi penolong untuk hadir dalam jumlah yang relatif banyak sehingga kehadirannya bukan saja menambah semarak hidup tetapi juga memberi pengaruh kuat untuk tetap mempertahankan semangat dan pengharapan. Bilamana pemikiran negatif atau keputusasaan mulai menyebar, jumlah penolong yang relatif banyak akan dapat menetralisirnya.
Reaksi 5: Menerima dan bangkit
Dengan kesadaran penuh menerima semua kehilangan dan dengan realistik menyusun langkah untuk membangun kembali hidup. Pada fase ini, korban sudah berhasil berdamai dengan sumber kemarahannya dan menerima keterbatasan hidup akibat kehilangan yang dialami. Sekali lagi, dukungan moral dan moril sangat diperlukan pada tahap ini. Perlu pula pengarahan untuk memikirkan cara mengisi kehilangan dan merajut kembali kehidupan yang terputus. Kuncinya terletak pada kesediaan memulai dengan apa yang tersisa dan kejelasan masa depan, setidaknya untuk suatu jangka pendek misalnya setahun di muka. Makin tidak menentu masa depan, makin menyulitkan korban untuk bangkit.
Firman Tuhan : Sembuhkanlah aku, ya Tuhan, maka aku akan sembuh; selamatkanlah aku, maka aku akan selamat; sebab Engkaulah kepujianku! (Yeremia 17:14)
T 205 A
"Bencana Alam (I)" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bencana Alam". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pertama kita harus menyadari dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam itu pada diri korban, karena sebetulnya ada hal-hal yang dialami oleh para korban itu. Dengan kita menyadarinya kitadapat menolong mereka dengan lebih tepat.
Untuk menolong kita perlu melihat reaksinya, saya akan menggunakan teori yang dipaparkan oleh Elizabeth Kubler Ross, yang dikenal sebagai pakar dalam hal menghadapi krisis kehilangan. Berdasarkan teori beliau itu saya akan mencoba untuk meneropong reaksi para korban tatkala menghadapi krisis. Yang pertama adalah pada waktu bencana itu datang biasanya merenggut kepemilikan kita, misalkan harta benda kita, rumah; bisa juga merenggut nyawa orang-orang yang kita kasihi dan orang-orang yang dekat dengan kita. Reaksi pertama pada waktu itu terjadi kita seolah-olah tidak percaya bahwa ini telah terjadi, bahwa kehilangan telah terjadi, orang yang ada di dekat kita sekarang tidak ada lagi, kita seolah-olah masih berada dalam masa transisi antara kenyataan dan mimpi. Kita masih beranggapan bahwa ini adalah mimpi buruk, bahwa besok setelah saya bangun tidur saya akan mendapatkan semuanya masih tetap sama seperti biasa. Inilah tahap yang disebut oleh Kubler Ross sebagai tahap penyangkalan, kita masih belum benar-benar bisa mengakui, menerima fakta bahwa ini sungguh-sungguh telah terjadi; yang telah tiada itu tidak akan kembali lagi.PG : Betul Pak Gunawan, ini adalah reaksi untuk mempersiapkan diri masuk ke dalam kenyataan yang memang sangat buruk itu. Kita tidak bisa langsung masuk terjun ke dalam kenyataan yang begitu mnyakitkan, kita perlu langkah-langkah transisi untuk memasuki alam kenyataan yang begitu buruk.
Maka secara tidak sadar kita membentuk pertahanan untuk melindungi diri kita dari keterpukulan yang terlalu dasyat. Langkah pertama sudah disebutkan di atas yakni dengan penyangkalan, seolah-olah dengan menyangkal kita sedang memisahkan atau memberi jarak antara diri kita dan bencana yang telah terjadi atau kehilangan yang baru saja kita alami.PG : Saya kira itu reaksi yang seharusnya dibiarkan untuk sementara. Sebab para korban ini memerlukan waktu untuk sampai pada sebuah pengakuan bahwa sungguh-sungguh kehilangan itu telah terjadi. Penyangkalan di sini bukan penyangkalan terhadap peristiwanya sebab waktu banjir atau gempa terjadi, waktu tsunami menyerang, itu adalah fakta yang tidak bisa disangkal. Jadi yang saya maksud dengan penyangkalan adalah bukan penyangkalan terhadap peristiwanya tetapi penyangkalan terhadap kehilangan yang kita alami, bahwa suami, istri atau anak atau kerabat kita itu tidak ada lagi dan tidak akan ada lagi bersama dengan kita, kita masih tetap berharap ini semua tidak terjadi. Namun biasanya penyangkalan ini umumnya tidak berlarut-larut, mungkin hanya berlangsung sekitar 2, 3 hari. Tapi apakah ada orang yang terus-menerus masuk ke dalam penyangkalan? Ada, dalam kategori itu kita katakan si orang tersebut hidup dalam alam tidak nyata, dalam halusinasinya. Dia akhirnya mengalami gangguan jiwa. Jadi ada orang-orang yang akhirnya tidak mau menerima fakta itu, terus berkata bahwa anaknya masih ada, bahwa ibunya masih hidup dan dia akan terus mencarinya. Diajak orang berbicara tidak mau menjawab tetap berkata, "semuanya masih ada, baru saja saya lihat anak saya di sini." Nah kalau itu sudah terjadi berarti si korban telah menyeberang dari alam yang nyata ke alam yang tidak nyata, dari alam yang rasional ke alam yang irrasional. Berarti memang memasuki gangguan jiwa yang lebih serius.
PG : Kalau itu tidak apa-apa sebab saya kira pengharapan itu positif dan baik karena pengharapan itu memberikan dia kekuatan untuk bertahan. Mungkin dalam masa-masa mendatang dia akan anjlok, ungkin dia akan putus asa.
Nah pada waktu dia mengalami perasaan yang ambruk itu dia diingatkan bahwa masih ada anaknya atau ibunya, nah dia harus bertahan, dia harus mencarinya, itu akan memberikan dia kekuatan. Jadi pengharapan tidak apa-apa, yang perlu kita waspadai adalah kalau orang tersebut bukan saja mengatakan bahwa orang ini tidak ada tapi malahan dia berkata orang ini masih ada dan tadi berbicara dengan dia, itu yang perlu kita waspadai. Sebab kalau itu yang terjadi berarti dia sudah mengalami gangguan jiwa. Mungkin Pak Gunawan pernah mendengar bahwa ada sebagian korban yang seperti itu, yang tidak bisa menerima fakta akhirnya benar-benar memasuki kategori gangguan jiwa. Waktu ditanya berbicara dengan siapa, dia menjawab bahwa dia berbicara dengan anaknya padahal tidak ada yang melihat anaknya. Nah itu adalah suatu bukti bahwa daya tahannya tidak lagi sanggup menanggung derita ini akhirnya dia ambruk dan mengalami gangguan jiwa.PG : Biasanya itu spontan, jadi secara alamiah memang selalu akan ada pertanyaan apakah ini sungguh-sungguh terjadi, apakah ini bukan mimpi buruk saja. Namun biasanya hanya berlangsung sekitar2, 3 hari setelah itu dia akan menerima fakta bahwa memang tidak ada lagi orang-orang yang dikasihinya itu.
PG : Sudah tentu kalau anak itu masih sangat kecil misalnya di bawah usia 5 tahun, memang anak-anak kecil itu belum mempunyai pengertian yang dalam dan yang sangat tepat tentang kematian. Jadiwaktu kita katakan bahwa ibunya tidak ada lagi, ibu sudah pergi dan sebagainya dia memang belum memahami bahwa ibunya itu pergi untuk selama-lamanya.
Sebab konsep kematian anak kecil masih sangat sederhana dibandingkan dengan pengertian kita orang dewasa. Tapi ketika anak itu sudah lebih besar seharusnya dia akan lebih mengerti bahwa orangtuanya tidak ada lagi. Nah pada usia yang lebih besar itulah si anak berpotensi atau biasanya memasuki tahap penyangkalan ini juga. Dia akan tetap berkata, "O....ini mungkin mimpi buruk, besok saya bangun semua akan kembali seperti biasa." Kalau anak usia di bawah 5 tahun lain lagi, dia akan menangis mencari mamanya, besoknya dia bangun nangis lagi mencari mamanya, ini bukannya penyangkalan. Karena anak usia itu belum mengerti tentang kematian dia hanya merasakan kehilangan dan dia terus mencari orangtuanya.PG : Elizabeth Kubler Ross mengatakan bahwa tahap berikutnya setelah orang itu benar-benar menyadari telah terjadi kehilangan dia akan marah, karena itu reaksi alamiah manusia. Sesuatu yang sagat berarti darinya kemudian direnggut, tidak ada lagi pada dirinya reaksinya adalah kemarahan.
Biasanya orang akan marah kepada Tuhan, sebab bencana alam benar-benar sebuah bencana yang tidak bisa dikerjakan oleh manusia sehingga pada akhirnya kita menuntut Tuhan bertanggung jawab, (jadi kita harus garis bawahi konsep ini bertanggung jawab). Kita menuntut Tuhan karena kita menganggap Tuhan bertanggung jawab, bertanggung jawab atas bencana ini, Dia bisa menghentikannya tapi Dia tidak menghentikannya. Kita langsung mengaitkannya dengan kasih Tuhan; kalau Tuhan mengasihi saya kenapa Tuhan membiarkan ini terjadi, kalau Tuhan benar-benar peduli dengan saya mengapakah Dia tidak melindungi keluarga saya. Mungkin kita akan berkata, "Bukankah setiap malam saya berdoa, setiap saat berdoa; bukankah saya telah hidup seturut kehendak Tuhan, bukankah saya telah menjaga kesalehan saya tapi Tuhan kok membiarkan bencana ini terjadi pada diri saya." Akhirnya dia marah. Mungkin terungkapkan dengan verbal atau dengan langsung tapi mungkin juga kita tidak mengucapkan secara langsung tapi dalam hati kita marah kepada Tuhan. Kita menyalahkan Tuhan karena Dia tidak melindungi kita dari bencana ini.PG : Bisa, jadi ada orang-orang karena kehilangan yang sangat-sangat besar dan marah kepada Tuhan, menganggap Tuhan kok tega akhirnya mengalami kepahitan dan meninggalkan Tuhan. Mungkin orang ni akan berkata, "Kalau Tuhan tidak peduli dengan saya mengapakah saya harus mempedulikan Tuhan."
Jadi dalam kekecewaan yang sangat dalam, manusia akhirnya bisa meninggalkan Tuhan. Tapi kemarahan ini bukan hanya terhadap Tuhan, ini yang harus kita sadari; kadang-kadang korban bencana mulai membandingkan diri dengan sesamanya, nah waktu dia mulai membandingkan diri dengan sesamanya, dia terus melihat, "Kenapa tetangga saya hanya kehilangan rumah, tapi anak-anaknya semuanya utuh tidak ada yang hilang sementara saya kehilangan rumah, kehilangan ayah, kehilangan ibu, kehilangan anak dan sebagainya." Kalau kita mengalami kehilangan yang sama, itu akan lebih mudah pada waktu kita menerimanya. Pada waktu kita mengalami kehilangan, tapi tidak sama dan dalam penilaian kita kehilangan kita lebih besar itu lebih memperparah kehilangan. Kita makin marah karena bukan saja Tuhan itu tidak melindungi saya tapi sekarang kita tambahkan lagi dengan satu tuduhan Tuhan itu tidak adil. Tidak adil karena mengapakah orang ini tidak mengalami kehilangan sebesar saya tapi saya harus mengalami kehilangan seperti ini. Apalagi kalau kita merasa kita telah sungguh-sungguh hidup dalam Tuhan, dan tetangga kita misalkan tidak terlalu dekat hidup dengan Tuhan. Itu benar-benar bisa membuat kita bertambah marah.PG : Betul Pak Gunawan, jadi adakalanya para korban ini marah terhadap diri sendiri, karena itu dia menyalahkan diri yang tidak berdaya untuk menolong. Ada yang misalkan sudah menggenggam anakya, kemudian anaknya terlepas dari tangannya; ada yang sudah berhasil membawa keluarganya ke tempat yang lebih tinggi tapi kemudian ada salah satu anggota keluarganya berkata, saya mau turun sebentar mau ambil apa dan dia tidak melarang, akhirnya dia benar-benar hilang.
Nah hal seperti ini bisa membuat si korban menyalahkan dirinya, "kenapa saya tadi tidak melarang dia pergi, kenapa saya tidak mencegahnya untuk ke sana. Kalau saja sejak tadi saya mencegahnya maka dia tidak akan pergi dan dia akan diselamatkan." Ini adalah reaksi yang alamiah, reaksi manusiawi; kita seolah-olah beranggapan bisa berbuat sesuatu untuk mengubah nasib, untuk mengubah apa yang telah terjadi. Dan untuk menyadari bahwa kita tidak bisa dan gagal mengubahnya kita menimpakan kesalahan pada diri kita. Susah sekali orang berkata ini memang harus terjadi dan saya tidak bisa berbuat apa-apa saat itu. Kita terus menyalahkan dan marah terhadap diri sendiri dan sudah tentu ini akan memperparah dan membuat proses kita keluar dari kemarahan ini makin sulit. Kemarahan juga bisa bertambah buruk kalau penderitaan hidup kita terus berkepanjangan. Kita terus hidup dalam penampungan, tidak ada air bersih, makanan juga tidak bisa didapat setiap kali; kalau kita tahu kapan akan keluar dari penampungan, kalau kita tahu kapan kita bisa kembali ke tempat tinggal kita, ke daerah kita itu akan menolong. Masalahnya dalam masa-masa transisi ini sering kali kita tidak bisa menentukan dengan pasti kapan kita akan pulang dan sebagainya. Akhirnya kita bisa tambah marah. Jadi penderitaan yang menyusul setelah kehilangan itu berpotensi besar menambah kemarahan-kemarahan kita. Kita juga bisa merasa bahwa ini tidak benar, Tuhan sudah membiarkan saya kehilangan begini besar sekarang di penampungan saya harus menderita dan terus-menerus menderita tidak ada pertolongan. Nah itu akhirnya menambah buruk kemarahan kita.PG : Pada saat-saat ini kalau kita memang tim penyelamat, kita adalah penyelenggara atau kita yang ditugaskan mengurus mereka, diperlukan sekali kesensitifan untuk menolong mereka, perlu sekalipengertian yang dalam juga untuk menolong mereka.
Karena pada fase ini mereka mudah sekali beremosi tinggi, bisa saling berkelahi misalnya meributkan air, nah suasana bisa sangat panas sekali. Jadi hidup bersama dalam penampungan mempunyai efek positif sekaligus negatif. Yang tadi Pak Gunawan munculkan adalah efek negatifnya, dimana akhirnya kemarahan-kemarahan itu bisa tambah memanaskan situasi. Dan sering kali kita dipengaruhi lingkungan, kalau rekan-rekan di sekitar kita marah-marah kita ikut terbawa marah, sedikit-sedikit kita ikut marah. Jadi akhirnya satu orang marah membuat tiga orang ikut marah, 3 orang marah membuat 6 orang ikut marah, terus dan akhirnya bisa satu tempat penampungan panas, situasinya menjadi tegang karena banyak kemarahan. Sekali lagi kemarahan akhirnya bisa berkembang biak saling menularkan kemarahan, tapi kalau di dalam penampungan kita bisa menolong dan mengarahkan mereka dengan tepat, memberikan pengertian, perlakuan yang baik kepada mereka semua, itu justru menjadi aset; mereka bisa saling menopang satu sama lain sehingga kemarahan bisa surut. Itu adalah salah satu efek positifnya, efek positif yang lain adalah tatkala kita bersama-sama dengan orang yang senasib dengan kita, penderitaan memang akan lebih dapat ditanggung. Kita tidak sendirian bahwa kita hanyalah sebagian kecil dari sejumlah orang yang mengalami penderitaan yang sama, ini akan memberikan kekuatan kepada kita.PG : Pada umumnya dalam penyelenggaraan pertolongan pasti ada ketidaksempurnaan di mana pun. Contohnya adalah bencana alam Katrina di New Orleans di Amerika. Kita tahu Amerika menolong korbankorban bencana di banyak negara, nah waktu terjadi Katrina di New Orleans, itu menimbulkan keluhan dan kritikan yang sangat banyak dari rakyat.
Kenapa, sebab mereka mengatakan sangat lambat, mengapakah Amerika bisa menolong negara-negara lain dengan lebih cepat-menolong warganya sendiri lambat. Sudah tentu pihak yang dikritik berkata, kami telah melakukan dengan semaksimal mungkin, ini bencana skala besar tidak bisa ditolong sekaligus, perlu persiapan dan sebagainya. Jadi mereka mencoba untuk memberikan penjelasan bahwa ini bukan sesuatu hal yang mudah dilakukan.PG : Kalau kita membuat janji yakinlah itu janji yang akan dapat dipenuhi, jangan sampai kita akhirnya membuat janji-janji yang tidak dapat dipenuhi itu akan tambah menyulut kemarahan. Karena rang akan berkata ini janji kosong.
Dan satu kali janji tidak dapat dipenuhi itu akan menurunkan kredibilitas sewaktu janji akan diberikan kedua kalinya. Waktu janji diberikan kedua kalinya kepercayaan orang sudah makin hilang apalagi terulang lagi dan terulang lagi. Nah sewaktu tidak ada lagi kepercayaan berarti kerja sama sudah tidak ada lagi, nah ini akan susah. Karena kalau tidak ada lagi kerja sama akibat tidak adanya kepercayaan, berarti kita susah mengatur mereka. Sedangkan kita tahu dalam masa transisi seperti ini perlu pengaturan; kalau tidak ada keteraturan akan muncul anarki atau kekacauan. Makanya penting sekali pihak penyelamat harus bisa menepati janji, kalau tidak bisa menepati jangan berjanji.PG : Betul, maka perlu peka bagi pihak penyelamat untuk tidak memberikan kesan terlalu berbeda dengan para korban. Misalnya dalam cara berpakaian, cara hidup, jangan sampai terlalu berbeda ata sangat mencolok karena itu akan sangat-sangat berpotensi untuk menyulut kemarahan.
Sebab para korban akan berkata, "Kami menderita seperti ini ya kalian datang menolong kami, tapi kalian hidup seperti ini." Itu makin membuat mereka marah sebab mereka berkata ini tidak adil. Tidak adil dan tidak sensitif, dan karena mereka melihat tidak sensitif orang-orang mungkin bisa menuduh, "Kalian ini memang hanya ingin mengksploitasi kami, kalian memang melakukan ini tidak dengan sungguh-sungguh, tidak benar-benar mau membantu kami, hanya untuk nama saja dan sebagainya." Ingat para korban dalam fase marah, jadi dalam fase marah ini mesti berhati-hati jangan sampai menambahkan kemarahan itu.PG : Kalau penderitaannya berlangsung lama, kemarahan cenderung untuk bertahan. Kita sudah tahu bahwa kemarahan ini belum tentu terjadi sekaligus pada semua orang. Misalnya dalam satu camp peampungan ada misalnya 1000 orang, bisa jadi yang marah itu bergantian.
Di sektor yang mana satu atau dua orang marah akhirnya melibatkan yang lain-lain. Nanti ini sudah tenang, di sektor yang lain timbul lagi masalah, ada yang marah lagi ada yang bertengkar dan sebagainya. Jadi memang fase ini tidak bisa dikatakan akan selesai dengan mulus, akan muncul lagi, muncul lagi dan muncul lagi.PG : Betul, ini biasanya fase yang sangat lama sebab fase ini susah reda akibat kondisi kehidupan yang memang minim, selama kondisi kehidupan tidak di pihak kita kemarahan itu memang akan mudahmuncul.
Ini fase yang lama, penyangkalan hanya 2, 3 hari tapi fase kemarahan ini bisa sangat lama. Tapi sekali lagi bagaimanakah kita mengekspresikannya tergantung pada masing-masing pribadi. Ada yang memang lebih ekspresif sehingga akhirnya kemarahannya dinyatakan dengan lebih jelas, ada yang bersifat fisik dalam menyatakan kemarahan sehingga akhirnya maunya memukul, berkelahi, tetapi ada juga yang menyimpan tapi ketus bicaranya dan sebagainya. Atau tidak mau kooperatif, tidak mau memenuhi permintaan dan sebagainya, tapi emosinya sama yaitu kemarahan.GS : Pak Paul ini rupanya kita akan bicara banyak hal tentang bencana alam ini, kita baru berbicara tentang dua reaksi orang terhadap bencana alam yang dialami yaitu tentang penyangkalan dan kemarahan. Rupanya masih ada beberapa poin lagi yang harus kita bicarakan sedangkan waktu kita terbatas sehingga kita harus melanjutkan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang. Tapi sekali lagi banyak terima kasih karena perbincangan ini akan menolong banyak orang yang saat-saat ini mengalami banyak penderitaan akibat bencana alam. Sekali lagi terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bencana Alam" bagian pertama dan kami akan melanjutkan pada kesempatan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
61. Bencana Alam 2 | |
Lanjutan dari T205A
T 205 a+b "Bencana Alam" (I dan II) oleh Pdt. Paul Gunadi
Sebagaimana kita ketahui beberapa tahun terakhir ini, bencana alam susul-menyusul menghujam bumi Nusantara. Selain merenggut materi dan nyawa, sesungguhnya bencana alam memberi dampak mendalam pada korbannya. Berikut ini kita akan melihat dampak bencana pada manusia dan reaksi yang ditimbulkan pada diri korban. Setelah itu kita akan melihat upaya pemulihan yang diperlukan.
Elizabeth Kubler Ross memaparkan rangkaian reaksi yang tercetus tatkala kita menghadapi krisis. Karena bencana alam masuk dalam kategori krisis, maka saya kira pada tempatnya bila kita menerapkan rangkaian reaksi ini pada korban bencana alam.
Reaksi 1: Penyangkalan
Reaksi awal adalah ketidakpercayaan, bukan pada fakta bahwa bencana telah terjadi melainkan pada kehilangan yang ditimbulkannya, misalnya kehilangan kerabat, tempat tinggal, dan lainnya. Secara rasional kita tahu bahwa mereka telah tiada namun kita masih belum sepenuhnya menyadari bahwa mereka tidak ada untuk selamanya. Kita berharap bahwa esok tatkala kita terbangun dari tidur, mereka semua akan kembali ada sebab apa yang terjadi seakan-akan hanyalah mimpi buruk belaka. Pada tahap awal ini, kita seakan-akan berada di persimpangan antara mimpi dan kenyataan.
Reaksi 2: Kemarahan
Hari-hari selanjutnya kita benar-benar disadarkan bahwa mereka telah tiada dan bahwa ini bukanlah mimpi melainkan kenyataan. Pada umumnya kita marah kepada Tuhan yang kita anggap bertanggung jawab penuh atas semua kehilangan ini. Namun kemarahan ini dapat pula dilimpahkan kepada manusia-pihak yang kita anggap bertanggung jawab atas musibah ini. Itu sebabnya fase atau reaksi marah ini dapat berlarut dan meluas bila unsur peran kesalahan manusianya besar.
Kemarahan juga dapat memburuk tatkala kita mulai membandingkan diri dengan orang di sekitar. Jika kebetulan ada tetangga atau kenalan yang tidak mengalami kehilangan, di satu pihak kita bersyukur untuk mereka namun di pihak lain, kita makin dibuat marah karena merasa bahwa Tuhan atau hidup ini sungguh tidak adil. Itu sebabnya penting bagi pihak penolong atau siapa pun yang terlibat untuk memberikan perlakuan yang adil kepada korban. Ketidaksamaan perlakuan akan cepat menyulut kemarahan.
Makin susah dan berat penderitaan hidup setelah bencana berlalu, makin mudah terpancing kemarahan kita. Hidup dalam penampungan dapat menyuburkan kemarahan tetapi dapat pula mengurangi kemarahan. Menyuburkan kemarahan akibat keterbatasan yang harus kita lewati dan kesusahan yang kita tanggung hari lepas hari. Namun hidup dalam penampungan juga dapat mengurangi kemarahan akibat adanya kesamaan nasib. Bagaimanapun rasa sepenanggungan memberi kekuatan sebab kita tidak merasa sendirian menanggung derita. Itu sebabnya penting sekali dalam masa transisi, kesatuan dan rasa sepenanggungan terus dibangun.
Reaksi 3: Tawar menawar
Pada tahap ini kita mencoba tawar menawar dengan Tuhan agar dibebaskan dari penderitaan. Di dalam penampungan dan masa transisi, banyak waktu yang tersisa untuk merenungkan kehilangan. Pada momen seperti inilah biasanya kita memohon kepada Tuhan agar kita diberkati supaya cepat bangkit dari keterpurukan. Kita mulai mengembangkan pengharapan bahwa penderitaan ini segera berlalu dan pertolongan akan datang dengan segera. Penting bagi konselor untuk memandu korban untuk tetap realistik dalam berharap. Ada kecenderungan pada tahap ini kita terlalu berpikir terlalu sederhana dan tidak realistik; perlu bantuan agar korban dapat merencanakan hidup secara realistik berdasarkan apa yang ada, bukan apa yang diharapkan.
Reaksi 4: Putus asa
Tanpa perencanaan dan dukungan yang kuat, korban dengan mudah meluncur ke lembah depresi. Pada tahap ini, korban sungguh-sungguh menyadari kehilangannya dan mengalami dampak kehilangan. Misalnya, tidak ada lagi istri untuk diajak bercengkerama; tidak ada lagi suami yang dapat mencari nafkah; tidak ada lagi anak yang bisa dipeluk sayang; tidak ada lagi rumah untuk kita pulang. Kesadaran ini memukul korban dan berpotensi membuatnya kehilangan harapan dan semangat. Jika upaya bangkit atau proses penyaluran bantuan berjalan lamban, ini juga akan menambah beratnya penderitaan dan keputusasaan. Dalam kondisi rentan, korban bisa tergoda untuk mengakhiri hidup karena merasa tidak sanggup mengubah nasibnya.
Sebagaimana telah disinggung di atas, hidup dalam penampungan bersama teman senasib bisa berakibat positif karena adanya faktor sepenanggungan dan saling dukung. Namun hidup bersama dengan teman senasib juga bisa menimbulkan efek domino yang negatif. Tatkala satu putus asa, yang lain dapat turut putus asa. Hilangnya pengharapan dan semangat juang menulari satu sama lain; pemikiran negatif akhirnya makin menguat akibat pengaruh dari satu sama lain.
Itu sebabnya penting bagi penolong untuk hadir dalam jumlah yang relatif banyak sehingga kehadirannya bukan saja menambah semarak hidup tetapi juga memberi pengaruh kuat untuk tetap mempertahankan semangat dan pengharapan. Bilamana pemikiran negatif atau keputusasaan mulai menyebar, jumlah penolong yang relatif banyak akan dapat menetralisirnya.
Reaksi 5: Menerima dan bangkit
Dengan kesadaran penuh menerima semua kehilangan dan dengan realistik menyusun langkah untuk membangun kembali hidup. Pada fase ini, korban sudah berhasil berdamai dengan sumber kemarahannya dan menerima keterbatasan hidup akibat kehilangan yang dialami. Sekali lagi, dukungan moral dan moril sangat diperlukan pada tahap ini. Perlu pula pengarahan untuk memikirkan cara mengisi kehilangan dan merajut kembali kehidupan yang terputus. Kuncinya terletak pada kesediaan memulai dengan apa yang tersisa dan kejelasan masa depan, setidaknya untuk suatu jangka pendek misalnya setahun di muka. Makin tidak menentu masa depan, makin menyulitkan korban untuk bangkit.
Firman Tuhan : Sembuhkanlah aku, ya Tuhan, maka aku akan sembuh; selamatkanlah aku, maka aku akan selamat; sebab Engkaulah kepujianku! (Yeremia 17:14)
T 205 B
"Bencana Alam (II)" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan perbincangan kami terdahulu yaitu tentang "Bencana Alam". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Reaksi pertama tatkala kita mengalami bencana adalah penyangkalan. Nah penyangkalan di sini bukanlah menyangkal pada peristiwanya bahwa bencana telah terjadi. Penyangkalan di sini mengac pada penyangkalan terhadap kehilangan.
Jadi misalkan kita kehilangan anak, kita kehilangan orangtua, tapi kita beranggapan bahwa ini adalah sebuah mimpi dan besok setelah saya bangun tidur saya akan mendapatkan bahwa orangtua saya masih hidup. Reaksi penyangkalan adalah reaksi yang alamiah, kebanyakan kita pada waktu mengalami bencana seperti ini akan mengeluarkan reaksi penyangkalan. Salah satu gunanya adalah tanpa kita sadari dengan menyangkal kita mempersiapkan diri kita untuk benar-benar mengalami kehilangan yang dasyat; kita tidak siap untuk langsung mengalaminya maka untuk mempersiapkan diri di bawah alam sadarlah kita memunculkan penyangkalan-penyangkalan ini. Biasanya penyangkalan hanya berlangsung beberapa hari karena pada akhirnya kita benar-benar melihat orang-orang yang tadinya ada di sekitar kita, sekarang sungguh-sungguh tidak ada. Tapi ada sebagian orang yang akhirnya memang gagal untuk bisa menerima fakta tersebut, mereka tetap hidup di dalam alam mimpi. Jadi akhirnya mereka tidak lagi hidup dalam alam yang nyata atau yang riil, mereka terus beranggapan bahwa orang-orang itu masih ada. Nah di sini akhirnya kita melihat ada sebagian korban yang menjadi tidak sehat secara jiwani, mengalami gangguan jiwa, berbicara sendiri, ngomong dengan anaknya padahal anaknya tidak ada. Setelah tahap penyangkalan, tahapan yang akan mereka lewati biasanya adalah kemarahan. Karena biasanya di saat ini mereka menyadari bahwa kehilangan itu telah sungguh-sungguh terjadi, marah kepada Tuhan karena menganggap Tuhan bertanggung jawab; kenapa Tuhan membiarkan semuanya ini terjadi pada hal Tuhan bisa mencegahnya, kenapa Tuhan tidak mau mempedulikan saya berarti Tuhan tidak mengasihi saya. Kemarahan juga bisa bertambah buruk karena kita menganggap Tuhan tidak adil. Ada orang yang hidupnya tidak sebenar kita tapi tidak kehilangan banyak sementara saya kehilangan banyak. Waktu kita melihat ke kanan atau ke kiri, membanding-bandingkan diri dan merasa bahwa kitalah yang paling malang kita bisa bertambah marah pada Tuhan. Kemarahan juga bisa diperpanjang berhubung kehidupan transisi ini sulit sekali. Kita merasa bahwa penderitaan ini tidak berarkhir, terus menerus kita harus hidup dalam kesusahan. Air susah didapat, makanan susah didapat, tidur pun tidak bisa nyenyak dan sebagainya. Penderitaan cenderung memperpanjang kemarahan, itu sebabnya waktu kita mencoba menolong para korban kita harus berani terbuka dengan ketidaksempurnaan upaya penolongan ini. Jangan sampai kita membela diri, mencoba untuk menutupi kekurangan; apa adanya kita katakan. Namun kita kembalikan tanggung jawab kepada mereka. Memang seperti ini kondisinya, tapi saling menuding tidak akan menolong, saling menyalahkan tidak akan membantu siapa pun, mari kita bangkit bersama-sama kita lalui masa yang sulit ini.PG : Biasanya kita akan memasuki tahap tawar-menawar, kita mencoba seolah-olah meminta Tuhan untuk mengurangi penderitaan kita. Dalam kasus bencana alam kita mungkin mencoba membujuk Tuhan denan doa-doa kita supaya kita cepat bangkit, berkat Tuhan cepat turun, penderitaan ini cepat berakhir.
Kita mulai berangan-angan meminta supaya Tuhan menolong kita. OK! Kita telah terima bahwa kita telah kehilangan banyak, kita telah menderita tapi kita terus berharap ini akan berakhir dengan cepat. Kita seolah-olah mau menawar dan kita mulai berjanji kepada Tuhan, "Tuhan, saya telah belajar sesuatu dari bencana ini, ini ada hikmahnya, ini ada manfaatnya buat saya; Tuhan sudah tahu saya belajar sekarang lepaskanlah saya dari penderitaan ini." Sebagai pembimbing dalam upaya menolong mereka kita perlu untuk menyadarkan mereka agar tetap realistik. Adakalanya pada tahap ini mereka tidak realistik, terlalu berpikir sederhana bahwa "kalau saya mengakui kesalahan dosa saya, maka dengan cepat Tuhan akan mengubah situasi saya. Penderitaan akan segera berhenti dan berkat Tuhan akan dikucurkan dari sorga supaya saya bisa bangkit." Ini yang perlu kita coba sadarkan pada para korban bahwa mungkin situasi ini akan berkepanjangan tapi tidak berarti Tuhan sudah menutup mata, tidak berarti Tuhan meninggalkan kita, dalam kesusahan Tuhan tetap bersama dengan kita. Tuhan bukan saja bersama dengan kita melewati padang yang berumput hijau Dia pun bersama dengan kita melewati lembah bayang-bayang maut yaitu lembah kesusahan dan penderitaan. Jadi kita mesti sadarkan mereka agar jangan sampai mereka masuk dan terjebak ke dalam angan-angan yang tidak realistik.PG : Betul sekali, tadi Pak Gunawan katakan orang tidak bisa marah terus-menerus itu betul, meskipun biasanya fase marah cukup panjang dan mudah meletup kembali. Jadi ini bukan fase yang kalaukita sudah lewati selama-lamanya kita tidak akan kembali lagi, tidak demikian karena bisa jadi setelah kita melewati fase-fase ini ada lagi yang membuat kita marah dan kemarahan itu muncul lagi.
Tapi intinya adalah kalau kita berhasil melewati kemarahan, kita masuk ke tawar-menawar ini, inilah fase yang sebetulnya menunjukkan kita mau bangkit, makanya kita mulai berharap, kita mulai kembali berdoa, meminta belas kasihan Tuhan menolong kita. Tapi sekaligus kita mesti berhati-hati, jadi sebagai penolong kita mesti mengingatkan mereka tetap berdoa dan berharap tapi tetap juga realistik bahwa penderitaan ini tidak usai dengan segera.PG : Saya kira secara tidak langsung kita melakukan itu juga dengan orang-orang yang kita anggap berada di posisi untuk menolong kita. Kita menuntut mereka untuk bisa melakukan sesuatu bagi kia jadi kita mulai meminta ini dan itu.
Sekali lagi secara positifnya ini adalah awal kebangkitan, awal berharap kembali tapi penting kita sebagai team penolong untuk berhati-hati, menyadarkan mereka untuk berhati-hati. Boleh berharap meminta ini dan itu kepada berbagai pihak tapi sekaligus juga realistik. Jangan sampai akhirnya terlalu berada di awan-awan dan mengharapkan nanti akan ada bantuan dan sebagainya, nanti akhirnya mereka mengalami disilusi.PG : Kalau tidak menjadi kenyataan biasanya reaksinya adalah kemarahan lagi Pak Gunawan, kembali lagi ke fase marah. Atau kembali lagi marah kepada Tuhan misalnya aduh percuma saya berdoa kepaa Tuhan, saya sudah katakan kepada Tuhan kalau Tuhan berkati saya dan mengangkat saya dari keterpurukan ini maka saya akan melayani Tuhan, saya akan hidup dengan Tuhan, tapi bantuan ini tidak datang-datang percuma saya berdoa.
Kalau akhirnya kita makin marah karena yang kita minta tidak menjadi kenyataan, tapi sudah capek marah, tidak bisa lagi marah-marah, masuklah kita ke fase yang sangat serius yaitu fase putus asa. Kita depresi berat, kita benar-benar kehilangan pengharapan. Tadinya kita sudah berharap tapi tidak menjadi kenyataan; kita sudah berdoa tapi tak ada jawaban; kita sudah minta tolong pihak sini dan pihak sana tapi tidak ada uluran tangan, kita benar-benar merasa sendirian. Kita akhirnya merasa tidak ada lagi yang peduli kepada kita. Awal-awalnya bantuan datang, orang mengunjungi tapi sekarang tidak ada lagi, nah kita mulai merasakan bahwa kita dilupakan. Pada titik itu kita rentan sekali mengalami keputusasaan, pada titik yang sangat dalam makanya orang bisa bunuh diri dalam posisi seperti ini, karena banyak yang tidak lagi melihat adanya titik terang. Belum lama ini saya membaca artikel di surat kabar tentang kondisi di India, memang negara India banyak mengalami kemajuan tetapi ternyata di balik kemajuan itu begitu banyak orang yang hidup dalam kesusahan. Artikel itu membahas tentang statistik bunuh diri; cukup banyak orang-orang yang bunuh diri yaitu para kepala keluarga. Mereka tidak bisa lagi menghadapi hidup yang sebegitu beratnya, sama dengan masalah bencana ini. Para korban pun pada titik keputusasaan ini mungkin akan tergoda untuk mengakhiri hidup, daripada begini terus lebih baik saya akhiri hidup ini.PG : Nah tadi kita sudah membahas bahwa kita di dalam penampungan bisa mengalami dampak positif sekaligus negatif. Dampak positifnya saling tolong, saling dukung, saling menguatkan. Dampak neatifnya, kalau yang satu marah yang lain bisa ikut-ikut marah; dampak negatif yang lain adalah kalau satu putus asa yang lain pun bisa ikut putus asa.
Jadi putus asa itu bisa menular. Orang yang tadinya positif, semangat, terus akhirnya mendengar yang satu berbicara, "aduh percuma begini, putus asa," yang satunya juga putus asa, semua putus asa, dia akan susah bangkit sendirian. Tidak lama orang-orang itu mungkin akan berkata kepada dia, "Jangan kamu berkata begitu, tidak ada harapan, tidak ada gunanya ya sudah nasib kita begini." Akhirnya kita yang tadinya positif akhirnya bisa negatif. Itu salah satu dampaknya yang bisa menular dengan cepat sekali. Tapi kalau kebetulan ada orang-orang yang lumayan positif, justru karena tinggal dalam penampungan yang sama, orang-orang yang positif ini malah bisa membakar semangat. "Jangan dong, kamu jangan berpikir negatif ayo kita coba lagi." Nah itu bisa memercikkan api agar semangat itu muncul kembali.PG : Kemarahan bisa muncul karena mungkin mereka menuntut tanggung jawab pada pihak yang menolong kenapa tidak memberikan perhatian. Bisa marah tapi dampak yang lebih berat sebetulnya adalah ptus asa.
Waktu seseorang melihat temannya akhirnya bunuh diri, tiba-tiba bunuh diri itu menjadi sebuah alternatif bagi banyak orang. Itu dampak buruknya, bisa benar-benar mempengaruhi suasana di dalam satu tempat penampungan itu sehingga akan makin banyak orang yang makin terpuruk karena satu orang telah menyerah. Ini sama seperti pertempuran, kalau satu serdadu lari ketakutan, akan diikuti oleh 10 serdadu yang ketakutan. Tapi sebaliknya satu serdadu maju terus ke depan, itu bisa membawa 10 serdadu ikut maju ke depan dan berani mempertaruhnya nyawa mereka. Jadi sama dampaknya, satu orang dalam camp penampungan mengakhiri hidupnya akan bisa menimbulkan dampak yang memang kelabu terhadap satu camp itu. Tiba-tiba suasana akan benar-benar turun, rendah sekali, mood itu tiba-tiba menjadi kelam. Takut, tidak ada lagi pengharapan, putus asa, 'siapa yang peduli mungkin lebih baik seperti dia tidak ada lagi kesusahan dia sudah bebas dari kesusahan.' Maka di dalam camp penampungan idealnya, team penolong harus banyak, rasionya benar-benar harus lumayan banyak. Misalkan dalam satu camp ada 1000 orang, hanya 5 orang yang menolong akan sangat-sangat susah, karena team sangat berperan besar untuk menetralisir keputusasaan. Karena keputusasaan akan menyebar seperti api yang merambah ke mana-mana, justru mesti banyak orang yang ada di situ. Team penolong yang positif itu akan bisa meng-counter, melawan omongan-omongan yang negatif ini terus memberi semangat lagi. Nah waktu para korban melihat banyak team penolong, berarti kami tidak ditinggalkan; masih banyak yang peduli dengan kami. Semangat mereka untuk membakar semangat para korban itu juga akan menolong sehingga mereka terbangkitkan kembali.PG : Betul sekali, bahkan kunjungan-kunjungan itu penting, meskipun mungkin sekali di sana kita tidak berbuat banyak, tak ada yang bisa kita lakukan tapi kita datang berkunjung secara teratur, edatangan atau kehadiran itu sudah berdampak besar.
Karena salah satu hal yang mereka nanti akan rasakan, kalau kita tidak datang adalah bahwa tidak ada lagi yang peduli dengan mereka, mereka sudah dilupakan; itu adalah sesuatu yang sangat menakutkan bahwa kami sudah dilupakan. Tapi dengan kedatangan secara teratur itu menolong sekali. Maka sebetulnya pertolongan ini harus berlanjut untuk waktu yang lama; untuk menjaga suasana di camp itu memang harus ada kesinambungan orang-orang yang datang terus-menerus secara berkala.PG : Ya memang perlu sekali kepekaan, jangan sampai dengan kedatangan kita itu justru menimbulkan goncangan-goncangan yang tidak perlu dalam camp itu. Misalnya cara berpakaian, atau kita secar tidak peka misalnya bercanda-canda dengan sesama teman, tertawa-tertawa sedangkan di sana orang sedang menderita.
Jadi mesti benar-benar peka, sensitif sekali dengan penderitaan orang, jangan sampai kita melupakan firman Tuhan yang berkata, "Kita menangis dengan orang yang juga sedang menangis." Jangan ada orang menangis kita tertawa-tertawa, itu sangat tidak peka. Dan juga ketulusan, kita datang dengan satu semangat mau menjadi pelayan bagi mereka, apa yang bisa kita lakukan untuk mereka. Jadi semangat melayani itu harus kita munculkan. Ini nanti yang akan memberikan dorongan kepada mereka untuk maju, sebab mereka memerlukan kekuatan tambahan dari luar; dari diri mereka sendiri tidak ada lagi kekuatan itu maka mereka perlu dukungan dari luar. Sehingga mereka akan berkata, "Iya....ya....kami tidak ada lagi semangat hidup, tapi mereka terus datang, mereka terus memberikan dorongan-dorongan, ah jangan mengecewakan mereka." Dalam pengertian itu kita sebetulnya meminjam kekuatan dari orang lain agar kita bisa kembali melangkah.PG : Tidak bijak Pak Gunawan, karena kita akan bisa selalu menemukan orang yang lebih menderita dari kita sekaligus orang yang lebih senang dari pada kita. Mungkin waktu kita melihat orang yan lebih menderita daripada kita, kita akan sedikit terhibur tapi masalahnya adalah kita bisa membandingkan dengan orang lain yang lebih senang daripada kita.
Jadi itu akhirnya yang membuat kita terpuruk. Lebih baik masing-masing melihat inilah porsi yang Tuhan telah tetapkan untuk kita yang penting kita harus hadapi fase ini.PG : Reaksi akhir adalah bisa menerima dan bangkit kembali. Dengan kata lain kita berhasil melihat ke belakang apa yang telah terjadi dan menerimanya. Kita tidak lagi menyalahkan sana-sini, kta tidak lagi menuding-nuding kanan-kiri sebagai sumber penyebabnya, tapi kita menerima bahwa ini telah terjadi pada diri kita bukan pada diri orang lain.
Kita harus bisa mengatakan, "Ya, saya yang telah menjadi korban tapi sekarang apa tindakan saya selanjutnya? Apakah saya akan terus terpuruk ataukah saya sekarang mau berbuat sesuatu untuk mengubahnya." Pada fase ini kalau kita berhasil berkata seperti itu, berarti roda sudah mulai bergulir dan kita akan bangkit kembali. Sebagai team penolong, pada tahap-tahap seperti ini penting sekali kita mulai meberikan pengarahan, kira-kira apa yang mereka bisa kerjakan. Karena pada akhirnya di titik ini yang mereka ingin lihat adalah adanya kepastian bahwa mereka bisa hidup kembali, mereka bsa memulai kembali hidup ini. Mesti ada pilihan-pilihan yang bisa kita coba untuk gulirkan kepada mereka. Tapi sekali lagi penting kita ini realistik jangan menjanjikan yang tidak bisa kita tepati itu bahaya.PG : Kita memang perlu memberikan keterangan sejelas-jelasnya tempat relokasi itu, jangan menutup-nutupi kekurangan, jangan kita menyajikan gambar yang terlalu indah atau lebih indah dari kenyaaannya.
Jadi kita mesti mengatakan apa adanya, tantangan seperti apa, baik buruknya seperti apa; justru sebelum mereka pindah sudah ada persiapannya untuk tantangan seperti ini. Ini yang akan kita lakukan, untuk masalah yang muncul seperti ini-ini yang akan kita lakukan. Jadi benar-benar persiapan sudah dilakukan sebelum mereka pindah. Ada kecenderungan kita beranggapan bahwa kalau bisa memindahkan mereka itu sudah bagus, itu belum selesai kita perlu mempersiapkan sebelumnya nanti setelah mereka pindah mereka bisa menghadapinya. Dan dalam menyajikan data-data yang riil itu kita juga akan menyebutkan tentang masalah misalnya, masalah air: di tempat yang dulu lebih banyak atau lebih mudah mendapatkan air, di sini lebih kurang. Tapi di sini ada ini, di tempat yang dulu tidak ada. Jadi kita membandingkannya dengan jelas, dengan realistik; kita tidak mencoba menutupi, kita tidak mencoba menggambarkan sesuatu yang lebih indah. Kita bandingkan masing-masing tempat kebaikannya ini dan keburukannya ini. Waktu mereka pindah dan waktu mereka mengalami faktanya seperti itu, walaupun ada yang tidak senang dan sebagainya tetapi setidak-tidaknya mereka telah siap, karena sudah diberitahukan dan sudah disiapkan bagaimana menghadapinya. Dan yang kedua, waktu mereka membandingkan dengan yang lama mereka sudah tahu bahwa inilah faktanya, dan mereka nanti bisa mengalahkan godaan itu. Karena dalam persiapan sudah diberitahukan bahwa kekurangannya di sini apa; di sana kekurangannya apa jadi mereka bisa menjawab dan berkata pada diri sendiri bahwa tidak ada tempat yang sempurna. Di tempat yang dulu ada kekurangannya yaitu ini, ini; di tempat yang baru ada kelebihannya seperti ini dan sebagainya. Dengan cara begitu mereka bisa lebih siap untuk memulai hidup yang baru.PG : Betul, karena untuk membangun kembali nanti mereka akan mengalami jatuh bangun, jadi memang perlu sekali ada pendampingan di tempat yang baru. Waktu mereka mengalami jalan buntu akan dibeikan masukan lagi, jadi itulah yang bisa dikerjakan.
Atau kalau kita memang terbatas dalam sumber daya manusianya, kita bisa membuat komunitas kecil di kalangan mereka. jadi kita tetapkan bahwa komunitas ini menjadi satu kelompok, saling tolong. Kalau ada apa-apa mereka nanti akan saling menolong anggotanya. Jadi kita meminta mereka bertemu secara berkala, mungkin selama setahun setiap sebulan sekali mereka berkumpul membicarakan dan anggota itu saling mengingatkan dan saling menolong. Sistem seperti ini juga baik.PG : Di Roma pasal 8, Rasul Paulus mengatakan bahwa "Segala ciptaan sedang mengerang menantikan hari penebusan." Jadi ciptaan Tuhan di dunia ini tidak ada lagi yang sempurna, makanya muncul becana alam dan sebagainya.
Dan kita hidup di dalam dunia kita akan terus bisa terkena bencana. Tapi ingat Firman Tuhan di Yeremia 17:14, "Sembuhkanlah aku, ya Tuhan, maka aku akan sembuh; selamatkanlah aku, maka aku akan selamat, sebab Engkaulah kepujianku!" Apa pun situasinya kita bisa datang kepada Tuhan, memohon Tuhan menyembuhkan dan Dia akan menyembuhkan kita. Kita meminta Dia menolong dan Dia akan menolong sehingga kita bisa keluar dari masalah ini.GS : Terima kasih Pak Paul, untuk firman Tuhan ini yang pasti menguatkan kita sekalian. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bencana Alam" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
62. Pertolongan dan Bimbingan Rohani Bagi Korban Bencana 1 | |
Pertolongan itu ialah sikap melayani, kebutuhan fisik, informasi yang jelas, konsisten, dan berkala, aktivitas yang terapeutik, perencanaan hidup, berdamai dengan dan bersandar pada Tuhan.
T 206 a+b "Pertolongan dan Bimbingan Rohani bagi Korban Bencana"
Sampaikan informasi perkembangan situasi secara berkala dan konsisten. Korban perlu informasi sebab dalam keadaan darurat, informasi menjadi kebutuhan yang penting. Informasi juga menjadi alat komunikasi antara pihak pemberi bantuan dan korban dan ini penting diterima korban sebab tanpa informasi, komunikasi terputus dan dengan terputusnya komunikasi, korban mudah limbung dan terpengaruh oleh bujukan negatif.
Kepada yang dewasa secara rohani, bimbingan rohani lebih merupakan dukungan doa dan penguatan lewat janji Tuhan yang tersurat di Firman-Nya. Kepada yang kurang dewasa, bimbingan rohani untuk sementara ditangguhkan. Bimbingan rohani pada tahap ini cenderung berdampak negatif sebab akan lebih memercikkan api kemarahan kepada Tuhan. Sebaiknya kita hanya mendengarkan kemarahan korban dan memberinya kesempatan melampiaskan keluhannya tanpa mencoba untuk memberinya penjelasan rohani, mengapa Tuhan mengizinkan semua ini terjadi. Setelah reda kemarahannya dan sampai pada tahap menerima, barulah bimbingan rohani dapat dimulai.
Kuncinya di sini adalah
Firman Tuhan: Dibuat-Nya padang gurun menjadi kolam air dan tanah kering menjadi pancaran-pancaran air. (Mazmur 107:35)
T 206 B
"Bimbingan Rohani Bagi Korban Bencana" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bimbingan Rohani Bagi Korban Bencana". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Salah satu peristiwa kehidupan yang benar-benar sukar dilepaskan dari Tuhan adalah bencana. Sebab bencana alam itu dampaknya terlalu dasyat dan benar-benar di luar kuasa manusia untuk memrediksi atau pun untuk menahannya.
Jadi pada waktu bencana alam terjadi, pada umumnya reaksi kita adalah langsung bertanya, "Tuhan, kenapa Engkau membiarkan ini terjadi?" Dengan kata lain kita langsung mengkaitkannya dengan Tuhan, itu sebabnya dalam upaya menolong mereka tidak bisa tidak kita juga seharusnya menolong mereka memahami semua ini secara rohani. Dan menjadikan krisis ini sebagai titik balik, sebagai titik pertumbuhan untuk mereka; jangan sampai krisis ini malah menjatuhkan mereka. Ada hal-hal yang akan kita bahas secara rohani, namun sebelum masuk ke dalam hal-hal rohani kita mau melihat yang praktis, yang lebih berkaitan dengan pekerjaan mereka. Yaitu kita mesti mulai mengajak mereka memikirkan alternatif pekerjaan, atau mata pencaharian. Biasanya bencana alam bukan saja merenggut nyawa, merenggut harta benda tetapi merenggut mata pencaharian. Nah ini penting sekali, sebab kalau kita kehilangan sanak keluarga, kita kehilangan rumah dan sebagainya namun kita masih bisa memulai kembali dengan mata pencaharian yang sama, itu akan sangat menolong. Sebagian orang bisa kembali ke mata pencaharian semula tapi ada sebagian orang yang tidak bisa kembali ke mata pencaharian semula. Misalnya kalau dia adalah seorang nelayan-dia bisa kembali ke laut dan mencari nafkah, tapi bagaimanakah misalnya dengan petani; sebab tanah itu sudah rusak dan makan waktu lama untuk bisa kembali dipakai. Itu berarti akan harus ada alih profesi atau alih pekerjaan, atau seorang yang biasa bekerja di pabrik; pabriknya hancur luluh dan tidak ada lagi, bagaimana dia bisa kembali kepada pabrik yang sama, dan bagaimanakah dia bisa bekerja pada pabrik yang lai; tidak bisa, karena tidak ada pabrik yang lain juga. Jadi pada waktu bencana terjadi, bencana itu juga merenggut mata pencaharian. Itu sebabnya perlu ada orang-orang yang bisa memikirkan dan mulai menolong para korban untuk mencari alternatif lain, apakah yang mereka bisa lakukan.PG : Betul, nah ini nantinya harus dipikirkan sehingga kita mulai bisa menawarkankannya juga kepada mereka. Dalam keadaan bingung, putus asa, sedih, mungkin sekali mereka tidak dapat memikirka hal ini dengan inisiatif sendiri, perlu bantuan dari pihak penolong untuk mengajak mereka memikirkannya.
Ada orang-orang yang juga tidak mau melakukan pekerjaan tertentu sebab mereka tidak terbiasa, ini bisa dimaklumi. Kita perlu mendorong mereka dengan mengatakan kepada mereka bahwa ini adalah pekerjaan sementara, jadi meminta mereka untuk mulai memikirkan pekerjaan itu setahap demi setahap, transisi demi transisi. Mereka tidak bisa langsung menuju pada tempat atau pekerjaan yang mereka inginkan. Perlu langkah-langkah kecil untuk menuju ke sana. Misalkan untuk sementara mereka bekerja membantu membersihkan puing-puing, dan mereka akan menerima upah dari pekerjaan itu. Atau mereka bekerja di tempat penampungan, menjaga kebersihan atau menyediakan makanan, masak dan sebagainya, dan diberikan upah untuk pekerjaan-pekerjaan itu. Jadi di sini benar-benar mesti ada kreatifitas untuk memikirkan pekerjaan-pekerjaan tersebut dan mendorong para korban untuk melakukannya; meyakinkan mereka bahwa ini adalah pekerjaan sementara namun perlu dilakukan. Nanti setelah ini kita pikirkan lagi langkah berikutnya. Jadi tugas pihak penolong adalah memikirkan langkah-langkah kecil itu supaya mulai bisa melibatkan para korban di dalam upaya untuk memulai mata pencahariannya.PG : Betul sekali, pada acara yang lampau kita telah membahas berbagai reaksi yang dialami oleh para korban. Kalau memang mereka masih berada pada tahap marah, tahap belum bisa menerima semua ni; akan sukar untuk mendorong mereka melakukan sesuatu.
Mereka mungkin akan diam, merenung, tidak mau berbuat apa-apa, itu memang akan berat. Namun sekali lagi kalau ada yang sudah siap langsung kita dorong. Sebab waktu orang-orang yang sudah siap ini mulai bekerja, ini juga akan berpengaruh positif pada yang lain sehingga mereka pun terdorong untuk melakukan hal yang sama. Apalagi kalau orang-orang ini yang sudah bekerja pulang ke dalam camp membawa uang atau membeli sesuatu, itu bisa kembali menggairahkan semangat teman-temannya.PG : Betul, tapi meskipun kecil ini juga penting bagi mereka, penting karena ini bisa menguatkan penghargaan diri mereka. Meskipun secara rasional mereka mengerti bahwa ini bencana alam, tapi etap sebagai manusia tatkala kehilangan semua termasuk kehilangan pekerjaan dan sebagainya itu bisa mempengaruhi penghargaan diri.
Mereka bisa beranggapan, saya tidak lagi berharga, saya tidak lagi bisa bekerja melakukan hal-hal yang biasa saya lakukan; dengan dia bisa bekerja, membawa pulang uang, itu sedikit banyak berpengaruh positif terhadap penghargaan dirinya.PG : Betul, misalkan memang sudah dipikirkan kira-kira pekerjaan apa yang dibutuhkan dengan segera dan memerlukan tenaga. Nah di situ bisa langsung diberikan pelatihan yang langsung, yang prakis sehingga tidak memakan waktu yang lama.
Bisa jadi memang kita ini melakukan palatihan bukan sekali tetapi berkali-kali sebab bergantung pada kondisi dan kebutuhannya. Misalkan kita tahu di tempat mana ada kebutuhan apa untuk para pekerja, kita bisa menyediakan tenaga para pelatih untuk melatih mereka misalkan dalam waktu seminggu agar siap pakai untuk melakukan tugas-tugasnya. Bisa jadi berganti-ganti skill yang diajarkan kepada mereka.PG : Betul, itu baik sekali jadi kalau ada yang bisa melakukannya apa salahnya kita undang dia untuk mengajarkannya kepada teman-temannya. Dan kalau memang ada dana yang disediakan, kita membeikan upah kepada si pelatih tersebut, jangan kita beranggapan karena dia juga sesama korban tidak usah.
Tidak apa-apa kita memberikan imbalan sebab sekali lagi ini penting bagi mereka untuk mendapatkan sumber penghasilan kembali.PG : Mereka perlu pendamai dan bersandar pada Tuhan. Dalam bimbingan rohani kita penting memastikan kondisi rohani korban sebelum bencana datang. Maksudnya, kita mesti bertanya apakah sebelumbencana si korban hidup akrab dengan Tuhan, apakah korban matang secara rohani.
Kenapa, sebab makin hidup akrab dengan Tuhan dan makin matang kerohaniannya-makin mudah korban berserah kepada Tuhan dan mempercayakan hidupnya pada kebaikan dan pemeliharaan Tuhan yang sempurna. Sebaliknya makin tidak akrab dengan Tuhan dan tidak dewasa secara rohani-makin cepat dan korban mudah menyalahkan Tuhan, dan mempertanyakan kebaikan dan pemeliharaan Tuhan. Jadi kalau kita ingin menolong dan membimbing mereka secara rohani, langkah pertama adalah mengecek kondisi rohani mereka sebelum bencana, nanti setelah tahu kondisi rohani mereka sebelum bencana kita bisa mempunyai kejelasan tentang pendekatan apakah yang akan kita lakukan. Sebab memang tidak sama, maksudnya kepada yang dewasa secara rohani sebelum bencana datang; bimbingan rohani lebih merupakan dukungan doa dan penguatan lewat janji Tuhan yang tersurat di firman-Nya. Kita bisa mengajaknya berdoa, memberikan firman Tuhan untuk menguatkan mereka, memberikan janji-janji Tuhan kembali kepada mereka, dan mereka akan menanggapinya. Mereka akan berkata, "Betul, memang saya tahu Tuhan baik, Tuhan tidak akan meninggalkan kami, kita akan bisa melewati semua ini dengan pertolongan Tuhan." Kita akan mendengar respons-respons seperti itu dari mereka. Namun kalau kita mengetahui bahwa sebelum bencana datang memang mereka tidak dekat dengan Tuhan, kita perlu juga melakukan pendekatan yang berbeda. Misalnya, sebaiknya pada tahap-tahap awal itu kepada yang kurang dewasa secara rohani kita tidak melakukan bimbingan rohani. Sebab bimbingan rohani pada tahap ini cenderung berdampak negatif; mereka akan lebih marah kepada Tuhan, lebih menyalahkan Tuhan. Sebab pada dasarnya memang mereka tidak terlalu rohani, waktu bencana datang mereka akan lebih mudah bereaksi dengan kemarahan dan menyalahkan Tuhan. Daripada kita sebut-sebut nama Tuhan dan makin memercikkan kemarahan mereka, sebaiknya jangan. Apa yang harus kita lakukan? Pada dasarnya kita memberikan kesempatan kepadanya untuk meluapkan kemarahan-kemarahan itu. Biarkan dan dengarkan, jangan mencoba mengoreksi kepercayaan mereka, pemahaman mereka tentang Tuhan, biarkan dan dengarkan dulu saja.PG : Ada yang lebih dewasa karena masalah atau bencana alam ini, mereka justru akhirnya melihat tangan Tuhan yang telah menyelamatkan mereka; apalagi kalau mereka bersyukur bahwa misalkan keluaga mereka itu utuh, tidak ada yang hilang, itu benar-benar bisa meninggikan rasa syukur mereka kepada Tuhan.
Tapi bisa juga menurunkan rasa syukur mereka kepada Tuhan, kalau mereka justru mengalami banyak kehilangan. Tapi kalau orang itu memang kerohaniannya baik dan kuat, biasanya pada awalnya secara rohani ya terhempas sejenak, goyang, tapi dengan cepat dia akan bangkit kembali. Tapi kalau dari awalnya memang imannya tidak kuat, hempasan itu akan benar-benar menggoncangkan mereka dan mereka mungkin perlu waktu yang lebih lama untuk bisa bangkit kembali.PG : Saya kira kita memang harus selalu membuka mata melihat tanda-tanda yang alkitab sudah berikan. Memang firman Tuhan dengan jelas mengatakan bahwa nanti bencana alam itu akan bertambah, da kalau kita melihatnya dengan mata awam, kita memang harus mengakui bahwa entah mengapa akhir-akhir ini begitu banyak bencana yang terjadi.
Tapi berapa jauhkah jaraknya antara bencana yang tengah terjadi dan kedatangan Tuhan yang kedua kali? Kita tidak tahu. Jadi menurut saya kita tidak seharusnya mengatakan dengan pasti ini adalah tanda-tanda di mana dunia ini akan kiamat dan Tuhan akan datang untuk kedua kalinya. Saya kira jangan, daripada orang bingung dan makin tersesat, jadi lebih baik tidak; daripada juga membuat orang panik, tegang, saya kira tidak perlu begitu. Setiap hari adalah hari di mana Tuhan kemungkinan datang, jadi kita dituntut oleh Tuhan untuk hidup selalu waspada.PG : Kita harus membimbing mereka melewati dua pertanyaan. Yang pertama adalah mengapakah Tuhan membiarkan malapetaka ini terjadi? Pertanyaan ini akan menjadi pertanyaan mereka dan mereka hars menggumulinya untuk menjawabnya.
Yang kedua, apakah maksud Tuhan di belakang malapetaka ini? Mengapa pertanyaan kedua itu penting, sebab kita sering kali lebih bisa menghadapi bencana kalau kita melihat maksud Tuhan. O.........ini maksud Tuhan, untuk kebaikan ini dan sebagainya; kalau kita tidak bisa melihat maksud Tuhan lewat bencana ini kita makin lebih susah untuk mengatasi dampak bencana ini. Jadi hal-hal apa yang secara praktis dan konkritnya perlu kita bagikan kepada para korban. Yang pertama, kita mau menolong korban untuk bisa melihat dan memahami karakter Allah, yaitu baik dan penuh kasih. Bencana alam mempunyai potensi untuk benar-benar memporak-porandakan kepercayaan kita bahwa Tuhan itu baik, bahwa karakter Allah itu sebetulnya penuh kasih. Bencana alam sering kali memporak-porandakan semua itu, kita berkata, Tuhan tidak peduli, Tuhan kejam atau mungkin kita berkata Tuhan peduli tapi tak berkuasa menolong kita. Jadi kita mulai meragukan karakter Allah yang Maha Kuasa, Maha Kasih. Kita perlu menekankan kepada mereka, Tuhan itu adalah Tuhan yang penuh kasih dan Dia adalah Allah yang baik. Yang berikut kita mau mengajarkan mereka untuk meyakini bahwa karakter Allah tidak berubah, apa pun situasi yang dialami oleh kita. Situasi boleh berubah tapi situasi itu tidak merefleksikan karakter Allah. Sering kali kita mengkaitkan situasi dengan karakter Allah; kalau situasinya menyenangkan berarti Allah baik-situasi tidak menyenangkan berarti Allah jahat. Tidak demikian, situasi dan karakter Allah tidak selalu sama. Allah yang baik kadang membiarkan hal yang tidak baik menimpa kita. Jadi penting kita mau membimbing para korban untuk melihat bahwa situasi tidak serta merta merefleksikan karakter Allah itu. Dan yang terakhir kita mau mendorong para korban untuk menyerahkan ketidakmengertian kepada pemeliharaan Tuhan. Susah sekali bagi kita manusia menyerahkan ketidakmengertian kita, karena kita ingin mengerti; kita mesti mendorong mereka menyerahkan ketidakmengertian karena kita sadar akan ada ketidakmengertian, tidak semua bisa dijelaskan, tidak semua akan membuat mereka menganggukkan kepala dengan pengertian. Jadi pada akhirnya mereka perlu menyerahkan itu kepada Tuhan.PG : Pak Gunawan memunculkan poin yang penting sekali yaitu bimbingan ini memang akan berkepanjangan, tidak selesai satu atau dua kali percakapan; terus-menerus kita harus ingatkan. Sebab merea akan cepat kembali lagi ke perasaan semula.
Meskipun sudah mengerti secara intelektual tapi waktu mereka kembali menengok ke kiri dan ke kanan, mereka akan menatap penderitaan. Penderitaan itu kembali mengecilkan semangat mereka dan membuyarkan lagi harapan mereka kepada Tuhan. Untuk itu penting kita datang kembali, mengingatkan lagi dan mengingatkan lagi.PG : Betul, kalau ada buku-buku rohani itu penting sebab mereka bisa membacanya di waktu senggang jadi ada hal yang mereka lakukan. Dan dengan adanya buku, waktu mereka membaca mereka bisa bernteraksi dengan kecepatan mereka sendiri.
Mereka bisa dengan tenang berdialog, bergumul, itu akan bisa menolong mereka pula. Kuncinya adalah kita mesti memandu korban kembali mempercayai Tuhan, itu intinya. Benar-benar kita harus mengakui bahwa bencana alam mencederai kepercayaan korban pada karakter dan pemeliharaan Tuhan. Karakter bahwa Tuhan itu baik cedera, "aduh Tuhan kok tidak baik." Mencederai juga kepercayaan pada karakter pemeliharaan Tuhan, "kenapa Dia tidak menjaga, tidak melindungi, Dia kok membiarkan istri atau suami kita meninggal dan sebagainya." itu akhirnya perlu dikembalikan, mereka perlu kembali mempercayai pada karakter dan pemeliharaan Tuhan.PG : Betul, maka kalau mereka bisa dikumpulkan dalam persekutuan, itu bisa saling menguatkan. Misalnya mereka mendengarkan kesaksian temannya yang mengalami kehilangan yang begitu besar tapi kk bisa tetap kuat dalam Tuhan, tetap berseru kepada Tuhan, nah itu bisa memberikan kekuatan kepada mereka.
Meskipun kita datang memberikan kekuatan saya rasa berbeda kalau mereka mendengar langsung sesama korban yang mengucapkan syukur kepada Tuhan atas pemeliharaan Tuhan, itu lebih kuat dampaknya. Karena si korban melihat dia juga mengalami kehilangan kok dia bisa bersyukur kepada Tuhan, nah itu akan memberikan dampak positif kepadanya.PG : Mazmur 107:35 berkata, "Dibuat-Nya padang gurun menjadi kolam air, dan tanah kering menjadi pancaran-pancaran air." Kita mesti percaya bahwa Tuhan berkuasa dan Dia bisa mengubah padang guun menjadi kolam air, tanah kering menjadi pancaran-pancaran air.
Nah kita mau mengajak korban melihat secara positif akan pengharapan ini bahwa Tuhan mampu melakukannya, dan karena Dia baik dia akan melakukannya.GS : Karena yang berjanji setia, sebab Tuhan sendiri yang pasti akan memenuhi janji-Nya, jadi sekalipun korban bencana ini hanya dikelabuhi dengan janji-janji, tapi dalam satu hal ini di mana Tuhan sendiri yang berjanji, ini pasti akan digenapi. Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bimbingan Rohani Bagi Korban Bencana". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
63. Pertolongan dan Bimbingan Rohani Bagi Korban Bencana 2 | |
Lanjutan dari T206A
T 206 a+b "Pertolongan dan Bimbingan Rohani bagi Korban Bencana"
Sampaikan informasi perkembangan situasi secara berkala dan konsisten. Korban perlu informasi sebab dalam keadaan darurat, informasi menjadi kebutuhan yang penting. Informasi juga menjadi alat komunikasi antara pihak pemberi bantuan dan korban dan ini penting diterima korban sebab tanpa informasi, komunikasi terputus dan dengan terputusnya komunikasi, korban mudah limbung dan terpengaruh oleh bujukan negatif.
Kepada yang dewasa secara rohani, bimbingan rohani lebih merupakan dukungan doa dan penguatan lewat janji Tuhan yang tersurat di Firman-Nya. Kepada yang kurang dewasa, bimbingan rohani untuk sementara ditangguhkan. Bimbingan rohani pada tahap ini cenderung berdampak negatif sebab akan lebih memercikkan api kemarahan kepada Tuhan. Sebaiknya kita hanya mendengarkan kemarahan korban dan memberinya kesempatan melampiaskan keluhannya tanpa mencoba untuk memberinya penjelasan rohani, mengapa Tuhan mengizinkan semua ini terjadi. Setelah reda kemarahannya dan sampai pada tahap menerima, barulah bimbingan rohani dapat dimulai.
Kuncinya di sini adalah
Firman Tuhan: Dibuat-Nya padang gurun menjadi kolam air dan tanah kering menjadi pancaran-pancaran air. (Mazmur 107:35)
T 206 A
"Pertolongan Bagi Korban Bencana" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara, Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pertolongan Bagi Korban Bencana". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Yang pertama adalah sebagai pihak-pihak yang mau menolong kita harus datang dengan sikap melayani, ini adalah sebuah sikap yang penting sekali Pak Gunawan. Sebab kalau tidak, kita justru kan lebih banyak menimbulkan masalah bagi orang-orang yang akan kita tolong itu.
Misalkan kalau tidak hati-hati kita akan datang ke sana dengan sikap menyuruh atau memberi instruksi. Kita seolah-olah tahu apa yang harus kita lakukan dan mereka tidak tahu apa yang mereka harus lakukan, jadi akhirnya kita menyuruh-nyuruh mereka. Sikap angkuh seperti itu harus kita singkirkan. Adakalanya kita tidak angkuh tapi kurang peka, karena kita terlalu dipenuhi dengan pemikiran bahwa kita harus mengatur mereka. Akhirnya desakan untuk mengatur itu membuahkan perilaku-perilaku yang menyuruh-nyuruh mereka. Mereka harus ini, mereka harus itu, mereka harus melakukan ini. Kadang-kadang sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menolong mereka atau ingin menolong mereka, sikap inilah yang kita munculkan pada mereka. Mungkin niat kita baik, ingin mengatur dan sebagainya tetapi akhirnya nada-nada kita bisa terdengar ketus, karena mungkin kita agak capek. Penting sekali sebagai pihak penolong kita mempersiapkan diri secara rohani, benar-benar memohon Tuhan untuk mengisi hati kita dengan roh lembah lembut, dengan kesabaran, dengan cinta kasih, dan kita datang untuk melayani mereka. Jadi penting sekali kita mempunyai pemikiran bahwa kita datang untuk melayani mereka.PG : Betul, dan memang sikap tidak menyambut bisa membuat kita kecil hati, jengkel dan sebagainya. Saya teringat satu peristiwa dimana ada orang yang datang untuk membantu pelayanan ibu Teresadi India.
Kita tahu almarhumah ibu Teresa melayani orang-orang miskin di India. Nah waktu orang-orang ini datang untuk menolong, ibu Teresa kemudian bertanya kepada mereka, "Untuk apakah kamu datang ke sini?" Mereka kemudian berkata, "Untuk menolong orang yang miskin." Ibu Teresa berkata, "Kalau kamu datang untuk menolong orang miskin, pulanglah." Jadi orang-orang bingung mendengar perkataan dia. Tapi dia melanjutkan, "Kalau engkau ingin menolong orang miskin, pulanglah, tapi kalau engkau datang untuk melayani Kristus tinggallah." Jadi maksud ibu Teresa, perspektif kita harus selalu jelas, kita datang untuk Kristus, kita mau melayani Kristus dan kita melayani Kristus lewat orang-orang yang sedang dalam kesusahan. Sewaktu kita melayani orang-orang yang sedang dalam kesusahan ini kita sedang mewujudkan pengabdian kita, pelayanan kita kepada Yesus Kristus.PG : Betul, itu sebabnya ada sebagian orang yang terkena bencana, begitu melihat datangnya team berbondong-bondong mau menolong mereka, ada sebagian orang yang memang sudah langsung merasa curia; jangan-jangan Anda-Anda ini datang untuk mengeksploitasi kami, mengambil foto, mem-video kami kemudian membawa ini semuanya ke tempat-tempat lain untuk meminta sumbangan, tapi uang itu tidak diberikan kepada kita di sini; walaupun diberikan hanya sebagian kecil, sebagian besarnya malah digunakan untuk hal-hal yang lain.
Jadi sebagian orang pun sudah mempunyai persepsi yang negatif, saya tahu tidak semua tapi ada sebagian yang sudah mempunyai pikiran yang negatif. Kenapa sampai muncul pikiran yang negatif seperti itu, memang sudah ada yang terjadi kasus-kasus seperti itu pula. Maka kita yang ingin menolong benar-benar penting sekali menunjukkan sikap tulus datang untuk melayani, dan dalam perspektif kita, dalam hati kita tahu bahwa kita melayani Tuhan lewat orang-orang yang tertimpa bencana ini. Jadi kita datang bukan dengan sikap arogan, menyuruh-nyuruh mengintruksikan mereka ini dan itu, ibaratnya mereka seperti ternak yang kita suruh-suruh pergi ke sana ke sini. Tidak demikian, mereka adalah orang-orang yang hendak kita layani.PG : Biasanya perlu waktu, kalau kita datang sekali kemudian hilang; datang 2 hari 3 hari kemudian hilang tidak muncul-muncul lagi, nah itu akan membuat orang-orang yang ditimpa bencana berpiki bahwa kita tidak serius, tidak tulus.
Mereka perlu melihat usaha kita, kekonsistenan kita bahwa kita datang bukan untuk sekali, dua kali tetapi kita memang tulus mau menolong mereka sampai tuntas, itu yang mereka ingin lihat dari kita.PG : Betul sekali, sebab mereka akan berkata dalam hati mereka, "orang-orang ini memang keterlaluan, bukannya menolong tapi malah mengeksploitasi. Kami sudah dalam keadaan morat-marit tapi tegnya malah mengeksploitasi kami di sini."
Jadi reaksi marah itulah yang keluar, mungkin tidak diungkapkan secara langsung tapi mereka akan bersikap apatis. Namun kalau kita datang dengan ketulusan dan kita melihat sikap mereka kurang begitu ramah menyambut, hendaknya kita juga menyadari kenapa mereka tidak begitu ingin menyambut. Sebab mungkin sekali mereka belum percaya bahwa kita sungguh-sungguh tulus ingin menolong mereka.PG : Betul, jadi memang kadangkala pihak penolong menjumpai korban yang mencurigai mereka, kok tidak begitu percaya. Saya kira ni adalah sesuatu yang wajar dan harus dapat dilewati oleh team pnolong.
PG : Langkah pertama dalam upaya menolong para korban harus berpusat pada kebutuhan fisik, ini adalah langkah yang paling penting. Saya teringat Abraham Naslow menekankan bahwa kebutuhan pokokmanusia itu terdiri dari beberapa tingkatan dan tingkatan yang paling bawah atau mendasar adalah tingkat jasmaniah.
Dan kebutuhan ini penting sekali dipenuhi sebelum kita dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Jadi sebagai team penolong kita mesti nomor satu memfokuskan pada kondisi jasmaniah para korban. Misalkan pengadaan air bersih, pengadaan kakus/WC, tempat-tempat cuci; semua itu harus dipikirkan. Misalnya ada tempat untuk berteduh atau ada atap, tempat untuk tidur; ini adalah langsung hal-hal yang perlu dipikirkan, makanan yang bisa disiapkan untuk mereka. itu adalah langkah-langkah pertama yang mesti dipertimbangkan. Tempat penampungan sudah langsung harus dipikirkan, seberapa cepat bisa dibangun, dengan bahan apa, siapa yang bisa membangunnya; itu penting sekali dipikirkan sebelum team datang ke sana. Saya kira lebih baik semua ini dirancang dengan segera sebelum tiba di sana, daripada tiba di sana kacau, tidak ada pengaturan, masih kalang kabut; saya kira itu kurang begitu baik bagi orang yang ingin kita tolong. Mereka perlu melihat bahwa kita juga siap untuk menolong mereka.PG : Betul sekali, memang sering kali masalah muncul di situ Pak Gunawan, jadi menyediakan barang itu satu hal tapi mengatur barang-barang itu untuk sampai ke tangan korban itu hal yang lain. an kelemahan biasanya terletak pada pengaturan itu, termasuk penyaluran.
Belum lama ini kita membaca di surat kabar, berton-ton bahan-bahan yang dikirimkan dari luar untuk menolong korban bencana akhirnya harus dibuang karena sudah kedaluarsa. Hal-hal seperti itu memang bukti bahwa mengatur bahan-bahan yang ingin kita sumbangkan itu tidak semudah yang kita pikir, benar-benar memerlukan sebuah pengaturan yang besar. Dan di sini diperlukan koordinasi, dan itu tidak mudah karena dalam kondisi bencana yang besar akan banyak team yang datang dan mengkoordinasi semuanya itu luar biasa susahnya. Jadi kita tidak boleh dengan cepat menuding bahwa mereka tidak bisa mengatur dan sebagainya, sebab memang sangat sulit; apalagi di Indonesia sebelum bencana ini tidak mempunyai sebuah lembaga khusus yang mengatur kalau terjadi bencana. Bahkan di Amerika Serikat sendiri yang sudah mempunyai lembaga seperti ini yaitu FIMA, waktu menangani bencana di New Orleans juga dikritik, dikeluhkan kenapa tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik dan sebagainya. Sekali lagi ini bukan akibat kelalaian, tapi memang mengatur begitu banyak lembaga, begitu banyak orang, begitu banyak bala bantuan, dan daerah yang harus dicakup begitu luas, sangatlah tidak mudah jadi kita mesti mengerti kesulitan-kesulitan para penolong juga.PG : Betul, misalkan juga susu bubuk yang diberikan, mungkin sekali tidak cocok untuk perut orang-orang yang meminumnya; bukannya menyehatkan malah mungkin menimbulkan sakit perut. Jadi perlu rang-orang yang memang bisa memilah, ini bisa dicerna atau tidak, ini cocok atau tidak, nah dalam kondisi krisis seperti itu susah untuk bisa langsung mengatur.
Mesti ada yang bisa menemukan atau menilai ini cocok atau tidak, ini sulit, biasanya langsung saja dibagikan; pada halnya tidak cocok dan akhirnya menimbulkan sakit perut, akhirnya kita memerlukan team medis yang lebih banyak lagi untuk menangani masalah-masalah yang ditimbulkan oleh bantuan yang kita berikan. Tapi sekali lagi saya ingin mengatakan bahwa kalau pun itu terjadi, itu adalah memang sesuatu yang wajar, kita tidak bisa mengharapkan kesempurnaan dalam kondisi seperti itu.PG : Betul, team medis memang harus langsung menangani luka-luka yang ditimbulkan oleh bencana, mungkin ada orang yang tulangnya patah, itu adalah orang-orang yang sakit, jadi langsung memang hrus ditangani.
Tapi sebetulnya selain team medis, team yang memang sangat diperlukan adalah team untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah. Jadi kalau bisa datangkan tukang kayu, para pekerja langsung membangun rumah penampungan. Sebab sekali lagi itu kebutuhan pokok; team medis perlu tapi untuk memberikan bantuan yang diperlukan segera, diperlukan sekali keterampilan-keterampilan fisik seperti itu. Membangun tempat untuk menyuci baju, wc/kakus, dan sebagainya itu langsung harus dibangun. Jadi perlu sekali sumber daya terampil untuk membangun fasilitas tersebut.PG : Penting sekali Pak Gunawan, karena nantinya harus memikirkan apakah yang bisa kita tawarkan kepada mereka hari lepas harinya, nah itu perlu kita juga pertimbangkan. Jadi sekali lagi di sii perlu koordinasi antara team agar bisa memikirkan hal-hal apa yang akan dilakukan hari lepas hari.
Salah satu fungsi memang adalah untuk menghibur mereka, itu nanti akan kita fokuskan dengan lebih mendetail namun ada satu hal penting lain juga yang kita mesti lakukan, yaitu kita mesti menyediakan atau menyampaikan informasi yang jelas. Informasi juga mesti konsisten serta berkala. Apa yang bisa kita lakukan? Sedapatnya berikanlah gambaran akan apa yang direncanakan. Misalnya upaya pencarian dan penyelamatan korban, itu perlu kita beritahukan bahwa ini yang sedang dilakukan. Jadi mereka sebetulnya haus informasi, mereka ingin tahu apakah sanak saudara sudah ditemukan, apakah suami-istri sudah ditemukan; mereka sangat haus sekali informasi. Jadi penting bagi team untuk menyampaikan informasi-informasi itu. Kalau pun tidak ada informasi tambahan yang perlu diberikan, tetap secara konsisten misalkan kita tentukan setiap siang atau setiap sore atau dua kali, pagi dan sore diberitahukan perkembangan hari lepas harinya, itu yang perlu diberitahukan. Sebab sekali lagi mereka dalam keadaan bingung, mereka dalam keadaan kehilangan jadi mereka butuh kepastian, informasi yang jelas. Meskipun tidak ada perkembangan yang signifikan tetap mesti ada pemberitahuan itu. Juga misalkan informasi apa yang perlu kita sampaikan; berapa lama mereka perlu ditampung di situ. Jadi misalkan kita belum tahu secara pasti, kapan, tapi kita bisa memberikan perkiraan. Daripada memberi perkiraan yang terlalu singkat, pendek, lebih baik berikan perikiraan yang lebih panjang sehingga mereka tidak kecewa kalau sampai batas waktu itu mereka belum dapat dipindahkan ke tempat yang lebih permanen. Atau juga kita memberikan informasi kepada mereka tentang kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam camp itu, sehingga mereka tahu. Sebetulnya ini adalah alat komunikasi, dengan cara itu antara pihak penolong dan korban akan selalu ada dialog, akan selalu ada komunikasi dan ini penting. Jangan sampai mereka itu bingung dan bertanya-tanya terus-menerus, itu menimbulkan keresahan. Kalau mereka sudah tahu setiap sore akan ada pengumuman, mereka akan sabar menunggu; mereka tidak akan bertindak sendiri, mereka akan duduk diam menantikan sore hari itu. Nah waktu sore hari diberitahukan perkembangannya tentang pencarian, tentang situasi di tempat penampungan dan sebagainya. Setelah itu diberikan kesempatan kepada mereka untuk menyuarakan isi hati mereka, itu yang baik, jadi akan ada komunikasi di antara kedua belah pihak.PG : Betul, jadi memang informasi ini mempunyai beberapa lapisan. Kalau masih ada radio dan televisi mereka mungkin masih bisa mendengarkan informasi lewat media masa itu. Tapi media masa hana memberikan informasi yang bersifat lapisan luar, atau lingkaran luar secara umum.
Mereka perlu informasi yang lebih spesifik, misalkan kota di mana mereka berada, lingkungan di mana mereka tinggal; nah mereka perlu informasi itu yang lebih kecil atau yang lebih spesifik. Dan yang terakhir adalah mereka pun memerlukan informasi tentang lingkungan camp itu sendiri, tempat penampungan itu sendiri. Sebab mereka perlu tahu apa yang terjadi dengan camp ini, apa yang terjadi kemarin dan sebagainya. Jadi sekurang-kurangnya ada tiga lapisan informasi yang perlu secara berkala disampaikan kepada para korban.PG : Mereka harus mempunyai kegiatan, kita harus menyediakan acara dan jadwal yang teratur, kita bisa tuliskan kalau ada papan tulis, kalau ada kertas kita bisa bagikan sehingga mereka tahu har lepas hari akan ada aktifitas yang mereka bisa lakukan.
Aktifitas ini harus mempunyai dua sifat yaitu menyegarkan dan juga therapeutic; aktifitas yang ringan dan menyegarkan akan menolong korban untuk sejenak lepas dari penderitaan dan membangun sikap positif. Misalkan nyanyi bersama, acara spontan, seperti talent show atau membaca puisi, membaca sajak dan sebagainya. Itu adalah hal-hal yang ringan yang langsung dapat kita lakukan. Untuk aktifitas yang lebih bersifat therapeutic ini bisa dilakukan lewat terapi kelompok. Jadi dikumpulkan dalam kelompok yang lebih kecil misalkan 10 orang, dan diberikan kesempatan masing-masing menceritakan tragedi itu. Apa yang sedang mereka lakukan sewaktu bencana itu datang, apa yang mereka pikirkan setelahnya; biarkan mereka mencurahkan isi hati, menangis kemudian saling menguatkan, hal-hal seperti itulah yang juga perlu dilakukan. Karena memang mereka memerlukan wadah itu untuk bisa membagi kesedihan yang mereka alami.PG : Betul, tanpa aktifitas seperti ini mereka makin tenggelam dan tenggelam di dalam keputusasaan. Tapi sekali lagi perlu dua jenis aktifitas ini yaitu ringan, menyegarkan serta therapeutic; ua-duanya harus ada.
Kalau hanya ada therapeutic, tidak ada aktifitas yang ringan dan menyegarkan mereka juga mungkin akan kelabu, perasaannya kelam dan sebagainya. Tapi kalau ada aktifitas yang menyegarkan, main, itu menjadi penyeimbang yang sehat.PG : Kadang-kadang ada orang yang berpikiran kami tidak seharusnya senang-senang, karena baru saja kehilangan dan sebagainya. Itu biasanya konsep yang kita miliki, nah ini perlu dibahas, kita erlu beritahukan kepada mereka bahwa, "mungkin saudara-saudara berpikir saudara-saudara tidak seharusnya tertawa dalam keadaan seperti ini, tapi bukankah memang diperlukan aktifitas seperti ini untuk memberikan kekuatan kembali kepada kita.
Tantangan di depan masih banyak, kita harus kuat. Nah dengan tertawa bersama, kita saling menguatkan. Tertawa bukan berarti kita tidak sedih, ada waktunya bersedih, ada waktunya kita tertawa." Kita perlu munculkan supaya mereka akhirnya bersedia untuk terlibat di dalam permainan ini.PG : Betul, itu kita tawarkan; kita memang tidak memaksa mereka, tapi sebaiknya kita mendorong mereka. karena dengan mereka terlibat, justru mereka lebih bisa mengurangi kadar kemarahannya.
PG : Galatia 6:2 berkata, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." Firman Tuhan meminta kita untuk saling menolong, untuk menanggung beban, apalagi eban saudara-saudara kita yang tengah menghadapi bencana.
Sedapatnya kita juga menolong mereka, menanggung beban mereka pula.GS : Karena siapa tahu kita juga membutuhkan pertolongan, karena kita dilanda bencana. Jadi firman Tuhan sudah jelas sekali yaitu bertolong-tolonganlah, jadi kita perlu suatu saat menolong dan suatu saat juga ditolong. Terima kasih Pak Paul, untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pertolongan Bagi Korban Bencana". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
64. Menangani Gangguan Adhd | |
ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) terdiri dari beberapa tipe, yaitu: tidak bisa konsentrasi, hiperaktif dan kombinasi antara keduanya. Bagian ini akan membahas faktor yang mempengaruhi, bagaimana kita mengidentifikasikan dan apa yang harus kita lakukan?
T 212 A "Menangani Gangguan ADHD" oleh Ibu Winny Soenaryo M.A.
ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) terdiri dari beberapa tipe, yaitu:
Ada dua faktor yang mempengaruhi:
Yang menyebabkan anak mengalami ADHD ini adalah karena mereka tidak dapat mencegah respons yang impulsif atau ada yang tidak pas di bagian otak yang terletak di bagian depan.
Bagaimana kita mengidentifikasikan bahwa seorang anak menderita ADHD :
Untuk membedakan supaya kita tahu bahwa seorang anak mengidap ADHD adalah gejala ADHD itu sangat impulsif, mereka tidak hanya tidak bisa konsentrasi, lari-lari, kadang mereka melakukan sesuatu yang berbahaya untuk diri mereka sendiri atau orang lain tanpa disadari.
Anak yang menderita ADHD mempunyai kecenderungan self-esteem (penghargaan diri) yang sangat rendah. Ini bisa diakibatkan karena dimarahi orangtua, karena sekolahnya tidak baik, tidak disukai orang-orang.
Orangtua bisa membawa anak ini pada para ahli yang bisa membantu untuk menangani anak-anak seperti ini. Misalnya ke psikiater (dokter ahli jiwa) atau dokter yang bisa memberikan obat yang saat ini diketemukan sangat efektif untuk anak ADHD. Untuk menurunkan hiperaktifnya mereka bisa dibantu dengan obat atau juga dengan terapi tingkah laku.
Yohanes 9:1-3, " Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orangtuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia."
Yakinlah bahwa ada pekerjaan Allah yang tengah dinyatakan di dalam anak kita. Tugas kita yang pertama adalah berdoa bagi anak kita setiap hari. Kedua, berdoalah bagi kita juga agar Tuhan memberikan hikmat, kesabaran, dan cinta kasih untuk membesarkan anak-anak yang Tuhan telah titipkan kepada kita. Ketiga, tetap berharaplah bahwa Tuhan akan memakai anak ini untuk menggenapi pekerjaan Tuhan di dunia.
T 212 B "Memahami Autisme" oleh Ibu Winny Soenaryo M.A.
Bagi banyak orangtua, diagnosa autisme merupakan diagnosa yang sangat menakutkan. Ibaratnya seperti dokter berkata bahwa anak kita itu menderita kanker, begitu menakutkan. Autisme dulu didiagnosa salah sebagai keterbelakangan mental atau schizophrenia. Maka sebelum ada kata autisme, mereka disebut "childhood schizophrenia".
Pada awalnya diketemukan bahwa anak-anak autisme mempunyai otak yang lebih kecil daripada anak-anak normal. Yang membuat orangtua merasa takut adalah karena sampai sekarang belum ada satu penyembuhan yang pasti untuk anak yang menderita autisme. Namun kita bisa membantu anak itu semaksimal mungkin.
Ciri-ciri anak autis adalah sbb:
Ada dua tipe autis, yaitu
Yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah :
Mazmur 100:2,3 berkata, "Beribadahkah kepada Tuhan dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai. Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.
T 212 A
"Menangani Gangguan ADHD" bersama Pdt.Dr. Paul Gunadi & Ibu Winny Soenaryo M.A.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, kali ini bersama Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Kami akan berbincang-bincang dengan Ibu Winny Soenaryo M.A. Beliau adalah seorang ahli terapis okupasi. Perbincangan kami kali ini tentang "Menangani Gangguan ADHD". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Selamat datang Ibu Winny, kami senang Ibu Winny bisa bersama kami. Ibu Winny adalah seorang terapis okupasi, mungkin sebelum kita memulai dengan menanyakan lebih banyak tentang gangguan AHD ini, Ibu mungkin bisa bercerita sedikit, sebetulnya apa yang Ibu lakukan dengan tugas Ibu sebagai terapis okupasi.
WS : Terapis okupasi ini adalah sesuatu yang baru dikenal oleh orang-orang terutama di Asia. Terapis okupasi itu bukan membantu seseorang mencari pekerjaan, tetapi kata-kata okupasi itu sebetunya ditujukan untuk melihat pengembangan orang itu dan melihat di mana mereka berada, dan okupasi mereka itu untuk apa.
Misalnya untuk anak-anak, okupasi mereka adalah bermain, bersekolah juga bersosialisasi dengan teman-teman. Kalau remaja, untuk membantu mereka yang sedang dalam kesulitan misalnya depresi, anxiety. Sebagai jembatan untuk membantu mereka menemukan sekolah yang tepat atau program yang tepat untuk mereka. Atau pun juga untuk orangtua, khususnya yang sudah pensiun, kebanyakan mengalami depresi karena mereka sudah tidak bekerja lagi sehingga mereka menjadi bingung. Mereka kehilangan satu pekerjaan yang membuat mereka depresi, akhirnya sebagai terapis okupasi, kita membantu mereka bagaimana supaya mereka bisa hidup dengan semangat lagi, dengan menggunakan aktifitas-aktifitas yang mereka pernah lakukan.PG : Jadi okupasi di sini didefinisikan secara luas, yakni kegiatan atau aktifitas yang bermakna yang sesuai dengan usia atau perkembangan di mana seseorang berada. Dan dalam rangka inilah Ibujuga menolong anak-anak yang menderita gangguan ADHD.
Mungkin kalau Ibu tidak berkeberatan coba Ibu jelaskan singkatan dari apakah ADHD dan sebetulnya apa itu ADHD?WS : ADHD singkatan dari Attention Defisit Hyperactive Disorder, dulu namanya banyak sekali, bisa hiperaktif, bisa ADD, tapi sekarang namanya ADHD. Ada beberapa macam atau tipe ADHD, yaitu adayang khusus hanya tidak bisa konsentrasi atau perhatiannya tidak lama atau hiperaktifnya atau juga kombinasi antara dua ini; tidak bisa konsentrasi dan juga hiperaktif.
PG : Ibu bisa jelaskan, apakah ini hanyalah lingkup lingkungan sehingga anak-anak mengembangkan ADHD atau memang ada penyebab-penyebab yang bersifat organik, yang bersifat biologis pada dirinya itu?
WS : Penemu ADHD (scientist) juga belum terlalu yakin kenapa ditemukan ADHD ini, tapi yang sekarang mereka tahu, genetik ada pengaruhnya, lingkungan pun juga ada pengaruhnya. Genetik ini biasaya menurun, kalau misalnya di dalam keluarga ada yang menderita ADHD, biasanya bisa menurun.
Di sana baru ketahuan bahwa ada faktor genetik yang terpengaruh ADHD ini. Juga lingkungan, sekarang ini mereka masih mencari tapi dikatakan ada pengaruh dari merkuri, mereka mengatakan merkuri bisa mempengaruhi ADHD dalam perkembangan otak mereka.PG : Jadi memang ada kelainan pada struktur otaknya, namun kita belum pasti apakah penyebabnya yang menimbulkan kelainan pada otak anak yang ADHD ini. Yang pasti bukan 100% pengaruh lingkungan?
WS : Bukan, itu kombinasi antara genetik dan lingkungan, yang membuat mereka mempunyai otak yang berbeda dengan anak-anak normal karena ada abnormal di bagian depannya sehingga mereka sulit untk mengontrol diri.
PG : Ada ketidakbenaran atau ada yang tidak pas di bagian otak yang terletak di bagian depan. Apakah jumlah penderita ADHD itu sama antara anak laki dengan anak perempuan?
WS : Tidak sama, untuk anak laki perbandingan 1:6 atau 1:9, karena perbandingan ini biasanya anak laki-laki dilihat lebih nakal daripada anak perempuan. Banyak sekali anak perempuan yang khusunya di bagian yang tidak bisa konsentrasi itu tidak terdiagnosa karena mereka mungkin tidak bisa berkonsentrasi tapi mereka tidak hiperaktif.
WS : Ada beberapa kriteria ADHD yang bisa dilihat, misalnya tidak bisa konsentrasi itu harus bisa berlaku lebih dari satu atau 10 kali, dan juga dia mempunyai gejala itu harus sebelum umur 7 taun.
Selain itu mereka yang tidak bisa konsentrasi atau hiperaktif gejalanya itu harus lebih dari 6 bulan dan juga harus "multiple setting", jadi tidak hanya di sekolah saja tapi kita juga harus melihat mereka di rumah, di sekolah, di komunitas; jadi mereka harus memenuhi kriteria itu baru mereka bisa didiagnosa untuk ADHD.WS : Banyak sekali orangtua yang menyebutnya anak nakal, karena mereka lari ke mana-mana dan tidak bisa diam.
WS : Symptom ADHD itu sangat impulsif, jadi mereka tidak hanya tidak bisa konsentrasi, lari-lari, impulsif, kadang mereka melakukan sesuatu yang berbahaya untuk diri mereka sendiri atau orang ain tanpa sadar.
Jadi anak yang hanya berlari-lari, hiperaktif, banyak energi belum tentu menderita ADHD. Jadi ADHD itu impulsif, bisa menggunakan suatu kekerasan.WS : Betul, banyak guru merasakan anak seperti itu bisa mengganggu sekali di kelas, karena mereka bukan hanya lari-lari di kelas tapi mereka juga bisa mengganggu teman-temannya di kelas yang seang belajar.
WS : Kadang kala mereka bisa tapi kebanyakan mereka kesulitan karena mereka tidak bisa konsentrasi.
WS : Ya, rendah, dan banyak sekali anak yang menderita ADHD dihubungkan dengan anak yang sulit belajar karena 30% dari anak ADHD itu bisa disebut mereka mempunyai kesulitan dalam belajar menuli, membaca atau dalam matematika.
PG : Bu Winny, banyak orangtua yang karena capek, jadinya kurang sabar. Anak ini kok nakal, tidak bisa diam, mengganggu kakaknya, adiknya dan sebagainya, akhirnya melampiaskan kemarahan pada i anak; memukulnya, anak sedikit berbuat kesalahan langsung dipukul.
Apa yang Ibu ingin katakan kepada orangtua kalau anaknya kebetulan menderita ADHD?WS : Sebagai orangtua kita harus mengerti kondisi anak-anak itu berbeda. Ada yang ADHD hiperaktif; mungkin mereka ingin belajar tapi karena mereka tidak biasa menguasai diri, akhirnya mereka mmpunyai kesulitan.
Dan biasanya anak ADHD itu ada kecenderungan untuk mempunyai rasa menghargai diri yang sangat rendah. Akibat dimarahi orangtua, karena sekolahnya tidak baik, tidak disukai orang-orang. Saya akan katakan kepada orangtua, jangan sampai anak ADHD itu rasa menghargai dirinya rendah, karena kalau anak ADHD tidak diarahkan, mereka mungkin juga bisa menjadi anggota 'geng', jadi diarahkannya menjadi tidak baik.PG : Tapi kalau orangtua berkata, "Aduh, anak saya itu luar biasa tidak bisa diam, mengganggu terus; saya beritahu tetap saja mengulangnya, bagaimana akhirnya saya tidak naik pitam, bagaimana ahirnya saya tidak memukulnya."
Kalau kasusnya seperti itu bagaimana Bu?WS : Memang sulit bagi orangtua yang mempunyai anak menderita ADHD. Tapi saya juga mau memberitahukan kepada orangtua, mereka tidak usah menanganinya sendiri, mereka bisa minta tolong pada ahl-ahli profesi yang mungkin bisa membantu untuk menangani anak-anak seperti itu.
Misalnya melalui psikiater atau dokter yang mungkin bisa memberikan obat yang saat ini ditemukan sangat efektif untuk anak ADHD. Untuk menurunkan hiperaktifnya mereka bisa dibantu dengan obat. Atau juga dengan terapi tingkah laku, dimana mungkin anak ADHD sering impulsif, jadi anak menjadi kasar. Itu bisa dibantu dengan dukungan pendidikan, misalnya les tapi dukungan yang bersifat kejiwaan/psikologis, konseling, atau mungkin juga terapi-terapi yang bisa membantu mereka.PG : Kalau Ibu bisa memberikan masukan yang spesifik, misalnya ada orangtua yang berkata, "Anak saya ini mengganggu adiknya terus, bagaimana Bu supaya anak itu bisa berhenti mengganggu". Terapi seperti apa yang Ibu akan ajarkan?
WS : Memang kalau di rumah susah ya, tapi kita bisa sarankan untuk menggunakan terapi tingkah laku, mengajarkan mereka dengan memberi reward. Jadi kita bisa memberikan kepada mereka pujian, mialkan di rumah waktu anak itu mengerjakan sesuatu yang baik dengan adik itu kita bisa langsung memberikan pujian, "o......bagus
sekali, mama senang kamu melakukan ini kepada adikmu." Jadi waktu anak itu mendengar pujian itu, dia bisa merasakan, 'o... kalau saya berbuat baik kepada adik saya, mama saya akan memberikan pujian kepada saya.' Tapi kalau jahil mamanya juga harus tegas mengatakan "Jangan!" Jadi anak bisa membedakan, kalau saya berbuat baik kepada adik, mama saya akan senang.WS : Hasil dari riset itu memang laki-laki lebih banyak tapi juga yang sering mengganggu di kelas itu lebih banyak laki-laki. Jadi kalau guru merasakan sesuatu yang tidak beres, yang ditunjuk ebanyakan anak laki-laki.
Karena kalau anak perempuan jarang yang berlari-lari dan mengganggu, mungkin ada tapi sedikit sekali.WS : Ada pengaruhnya.
WS: Genetiknya itu dimaksudkan, kalau dalam keluarga ada yang menderita ADHD, itu bisa menurun kepada anaknya.
WS : Ya, mereka tidak sadar tapi sebetulnya itu bisa ada kemungkinan, mungkin bukan dari mamanya tapi dalam keluarganya mungkin ada sehingga faktor genetiknya menurun.
WS : Bisa, karena anak hiperaktif itu juga mempunyai satu sensor yang juga ada beberapa sensor yang mereka sangat butuhkan. Jadi ada baiknya mereka diijinkan bermain di luar. Di zaman sekaran ini, karena tidak mau repot anak-anak ditaruh di depan televisi, agar mereka diam tapi sebetulnya anak ADHD ini kalau ditaruh di depan televisi mereka bisa lebih impulsif lagi.
Jadi kalau boleh saya sarankan, orangtua bersama-sama pergi "outing" atau pergi bermain di luar saja karena itu akan lebih baik buat anak-anak, agar mereka juga bisa mengeluarkan energi yang terlalu banyak di dalam dirinya.WS : Bisa kasus yang berbeda. Jadi ada tiga tipe yaitu hanya tidak bisa berkonsentrasi, hanya hiperaktif, dan yang ketiga dua-duanya ada.
PG : Ibu Winny, bagaimana menolong anak ADHD yang tidak bisa berkonsentrasi itu untuk meningkatkan daya konsentrasinya?
WS : Saya sebagai terapis okupasi, saya biasanya memberikan terapi yang namanya sensori integrasi. Jadi melihat mereka, sensorinya yang kurang dimana dan memberikan kepada mereka apa yang merea butuhkan supaya otaknya, sensorinya itu bisa seimbang, itu yang pertama.
Yang kedua, saya akan memberi kepada guru-guru atau orangtua itu satu strategi yang bisa digunakan di rumah maupun di sekolah untuk membantu mereka lebih bisa berkonsentrasi. Misalnya, dengan menggunakan stress ball, mereka bisa pencet-pencet, itu biasanya sangat membantu mereka untuk bisa lebih tenang. Bisa juga dengan memberi beban dalam tubuh mereka, karena dengan adanya beban ini, mereka akan terbantu untuk menjadi lebih tenang.WS : Untuk lagu setiap anak juga unik, ada anak yang bisa belajar dengan adanya musik tapi ada anak juga yang bisa belajar tanpa musik. Jadi bisa dicoba dengan memakai musik yang menggunakan ltar belakang yang lembut.
PG : Kalau untuk di rumah, anak-anak ini disuruh belajar baru duduk 5 menit sudah lari ke sana-ke sini atau bergerak ke sana-ke sini seperti cacing kepanasan. Nah sebagai orangtua apa yang harus dilakukannya, apakah si orangtua perlu menunggui si anak di situ atau meninggalkan si anak supaya belajar sendiri atau apa ibu mempunyai cara yang paling baik?
WS : Mungkin kita bisa menggunakan strategi-strategi untuk anak itu, tergantung kondisi anak itu seperti apa. Misalnya kalau saya mempunyai anak yang ADHD, kalau misalnya anak itu hiperaktif sperti cacing kepanasan, saya akan mencoba mereka mengerjakan sesuatu yang berat.
Misalnya membantu untuk menyapu atau mendorong meja yang buat mereka itu adalah aktifitas yang berat supaya energi mereka bisa keluar. Setelah itu saya akan coba minta mereka untuk duduk, duduknya tidak harus di kursi bisa di bola, karena bola itu memberikan satu input untuk mereka bisa bergoyang sekaligus bisa duduk. Jadi saya akan mencoba beberapa strategi bagaimana mereka bisa mengeluarkan energi itu untuk mempersiapkan waktu belajarnya. Kalau mereka masih belum bisa berkonsentrasi terlalu lama, saya akan bagi, 15 menit sekali saya akan berikan istirahat 5 menit untuk mengerjakan sesuatu, terus balik lagi 15 menit.PG : Jadi memang Ibu menganjurkan agar waktu belajar anak itu dipotong-potong dalam kepingan-kepingan yang lebih singkat. Tidak bisa misalkan anak itu disuruh duduk 1 jam nonstop atau 2 jam nostop, itu malah tidak produktif ya Bu.
WS : Malah tidak efektif untuk anak itu.
PG : Malah si anak resah dan akhirnya tidak bisa masuk, tidak bisa menghasilkan apa-apa.
WS : Betul.
WS : Ada riset membuktikan 60% anak yang ADHD itu akan terus, maksudnya besarnya akan ADHD juga tapi mungkin impulsifnya atau hiperaktifnya menurun.
WS : Ada yang meresahkan, ada yang tidak juga.
WS : Memang ADHD itu tidak datang dengan diagnosa sendiri, jadi 60% ADHD itu disertai oleh kekacauan yang lainnya. Misalnya, "anxiety disorder" (kegalauan disertai rasa cemas), "oppositional dfiant disorder" (gangguan melawan dan membangkang).
Jadi jarang sekali ADHD datang hanya sendiri, ADHD datang dengan yang lainnya. Kalau memang tidak ditangani dengan baik dari kecil, besarnya mereka akan sulit untuk bisa bekerja. Ke mana-mana mereka tidak bisa konsentrasi, akhirnya mereka banyak sekali yang tidak sukses karena mereka tidak bisa mengerjakan apa-apa.WS : Salah satu kesulitan ADHD adalah bersosialisasi juga. Jadi kita harus membantu untuk mengarahkan mereka sedini mungkin. Tapi juga ada orang yang tidak dapat intervensi tapi mereka akhirna juga bisa sukses, itu juga mungkin terjadi.
PG : Apakah ada kaitannya antara ADHD dengan agresifitas yang makin agresif atau mudah marah?
WS : Mungkin ada sebagian anak mempunyai itu, karena mereka tidak tahu bagaimana caranya, karena tadi saya sudah katakan sensori mereka kurang terorganisir, jadi mereka tidak tahu bagaimana-oututnya agresif, kasar.
Segala sesuatu yang mungkin mereka sendiri tidak bisa mengontrol; setelah mereka lakukan mereka baru sadar, 'kenapa saya begitu?'PG : Sebagai orangtua apa yang bisa dilakukan kalau memang inilah faktanya anak ini ADHD dan kalau terganggu sedikit, akan meledak marah, memukul?
WS : Orangtua jangan putus asa dulu, memang sulit mempunyai anak seperti itu. Tapi orangtua bisa meminta bantuan orang lain juga, jadi orangtua bisa meminta saran kepada orangtua lainnya atau uga bantuan terapi bagaimana cara atau strategi strategi yang bisa membantu anak saya.
Khususnya untuk anak-anak yang agresif seperti itu, riset membuktikan kalau terapi tingkah laku itu sangat efektif untuk anak-anak yang sangat agresif. Karena di sana diajarkan untuk tidak melukai diri sendiri atau pun melukai orang lain dan melakukan hal-hal yang positif, diarahkan ke arah tingkah laku yang positif. Saya tahu itu akan sangat sulit sekali bagi orangtua untuk menerima anak-anaknya yang sangat agresif, jadi orangtua juga jangan putus asa karena banyak sekali bantuan di luar yang mungkin sekali bisa membantu orangtua.PG : Apakah bijaksana kalau orangtua itu menanggapi kemarahan dan kekasaran si anak dengan kemarahan pula, dengan pemukulan kepada si anak?
WS : Betul ya, khususnya kalau kita sudah ngomong beberapa kali kepada anak itu tapi anaknya tetap tidak mau mendengar tapi malah lebih kasar. Sulit sekali orangtua untuk mengontrol mereka. Tpi saya juga katakan, anak itu juga perlu kasih sayang.
Kasih sayang itu yang mungkin akan merubah anak itu; kalau menggunakan kekerasan anak itu juga akan tambah keras tapi kalau kita bisa menyayangi mereka, mereka mungkin akan merasakan berbeda. Karena mereka bukannya ingin melakukan sesuatu yang agresif tapi karena mereka tidak bisa mengontrol, maka keluarlah keagresifannya itu. Orangtua perlu mengerti bahwa anak itu tidak mau seperti itu. Jadi dengan kasih sayang akan membantu anaknya untuk lebih berkembang baik secara emosi maupun perilakunya.WS : Masalah tidur itu salah satu masalah yang banyak dihadapi oleh orangtua yang mempunyai anak ADHD, karena energinya terlalu banyak jadi mereka terus didorong oleh mesin. Hal itu bisa memina bantuan dari psikolog atau terapis karena mereka yang akan menganalisa aktifitas anak.
Jadi bagaimana kita bisa membantu untuk mengganti jadwal anak, sehingga anak bisa diatur supaya tidak terlalu banyak aktifitas di malam hari. Jadi dalam sehari bisa diatur supaya seimbang.PG : Saya ingin menyampaikan sesuatu kepada para orangtua yang anaknya menderita ADHD dan sudah sangat frustrasi, mungkin putus asa dan hendak menyerah. Saya akan bacakan Yohanes 9:1-3. WaktuYesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orangtuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orangtuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia." Kadang kita menyalahkan satu sama lain karena kita kesal anak kita begini. "Mungkin karena kamu, kamu dulu juga ADHD, atau orangtuamu ADHD sehingga sekarang anak kita ADHD." Jadi orangtua mungkin terjebak ke dalam tuding-menuding, saling menyalahkan. Atau mungkin menyalahkan diri juga, mungkin karena dosa saya di masa lampau, sekarang anak saya harus menanggungnya. Berhentilah berpikir seperti itu, firman Tuhan berkata: Tapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Yakinlah bahwa ada pekerjaan Allah yang tengah dinyatakan di dalam anak kita. Tugas kita pertama, berdoalah bagi anak kita setiap hari. Nomor dua, berdoalah bagi kita juga agar Tuhan memberikan hikmat, kesabaran, dan cinta kasih untuk membesarkan anak-anak yang Tuhan telah titipkan ini kepada kita. Dan ketiga, tetap berharaplah bahwa Tuhan akan memakai anak ini untuk menggenapi pekerjaan Tuhan di dunia.GS : Terima kasih Pak Paul, terima kasih Ibu Winny untuk kebersamaan Ibu dengan kami. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Winny Soenaryo M.A. dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menangani Gangguan ADHD". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
65. Memahami Autisme | |
Pada awalnya ditemukan bahwa anak-anak autisme mempunyai otak yang lebih kecil daripada anak-anak normal. Yang membuat orangtua merasa takut adalah karena sampai sekarang belum ada satu penyembuhan yang pasti untuk anak yang menderita autisme. Apakah ciri-ciri anak autis dan apa yang harus dilakukan oleh orang tuanya?
Bagi banyak orangtua, diagnosa autisme merupakan diagnosa yang sangat menakutkan. Ibaratnya seperti dokter berkata bahwa anak kita itu menderita kanker, begitu menakutkan. Autisme dulu didiagnosa salah sebagai keterbelakangan mental atau schizophrenia. Maka sebelum ada kata autisme, mereka disebut "childhood schizophrenia".
Pada awalnya diketemukan bahwa anak-anak autisme mempunyai otak yang lebih kecil daripada anak-anak normal. Yang membuat orangtua merasa takut adalah karena sampai sekarang belum ada satu penyembuhan yang pasti untuk anak yang menderita autisme. Namun kita bisa membantu anak itu semaksimal mungkin.
Ciri-ciri anak autis adalah sbb:
Ada dua tipe autis, yaitu
Yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah :
Mazmur 100:2,3 berkata, "Beribadahkah kepada Tuhan dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai. Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya." Anak autis adalah ciptaan Tuhan, kepunyaan Tuhan. Orangtua hanya dititipi untuk memelihara dan membesarkannya. Dengan cara demikian orangtua bisa bersyukur, tidak menyesali atau menyalahkan diri.
"Memahami Autisme" bersama Pdt.Dr. Paul Gunadi & Ibu Winny Soenaryo M.A.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, kali ini bersama Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Kami akan berbincang-bincang dengan Ibu Winny Soenaryo M.A. Beliau adalah seorang ahli terapis okupasi Perbincangan kami kali ini tentang "Memahami Autisme". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Selamat bergabung dengan kami Ibu Winny, Ibu Winny bisa datang dan memberikan atau membagikan ilmu kepada kami semua. Topik autisme adalah topik yang sekarang sedang menghangat, dan bai banyak orangtua diagnosis autisme merupakan diagnosis yang sangat menakutkan.
Ibaratnya seperti dokter berkata bahwa anak kita itu menderita kanker, begitu menakutkan. Itu sebabnya kami mengundang Ibu Winny datang untuk memberikan kepada kita semua tentang sebetulnya apa itu autisme. Mungkin Ibu dapat menjelaskannya kepada para pendengar?WS : Autisme dulunya sebelum ada diagnosa autisme disebut salah diagnosa atau kadang juga disebut schizophrenia karena banyak sekali sifatnya itu mirip dengan schizophrenia. Maka dulu sebelm ada kata autisme, mereka disebut "childhood schizophrenia".
Dan sampai sekarang penyebab autisme belum diketahui, tapi banyak riset membuktikan mungkin ada hubungannya dengan genetik atau mungkin juga ada hubungannya dengan pengaruh lingkungan. Yang sudah diketemukan untuk anak-anak autisme yang paling awal adalah otak mereka. Mungkin waktu kecil, anak autisme berbeda dengan anak-anak lainnya, yaitu otak mereka lebih kecil daripada anak-anak normal.PG : Jadi memang ada kelainan pada otak itu sendiri, meskipun juga ada pengaruh lingkungan namun yang jelas secara biologis ada perbedaannya. Tadi Ibu Winny mengatakan bahwa sesungguhnya dimasa lampau gangguan autisme itu disangka orang adalah gangguan schizophrenia atau gangguan cacat mental, tapi akhir-akhir ini dengan berkembangnya diagnosis yang lebih tepat akhirnya dipisahkan menjadi diagnosis tersendiri.
Dengan kata lain Ibu ingin mengatakan bahwa mungkin sekali autisme itu sebetulnya dari dulu sudah ada tapi belum dikenali. Jadi sekaranglah baru dikenali sebagai sebuah gangguan. Ibu bisa jelaskan mengapa begitu menakutkan diagnosis autisme ini, jikalau anak kita itu dikatakan autistik?WS : Mungkin yang membuat orangtua menakutkan itu karena sampai sekarang belum ada satu penyembuhan yang pasti tentang anak autisme. Kita bisa membantu anak itu semaksimal mungkin, namun beum diketemukan bagaimana cara penyembuhannya atau ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit autisme ini.
PG : Bisa Ibu jelaskan ciri-cirinya anak-anak yang terkena autisme?
WS : Diagnosa anak-anak autisme itu kalau di psikologi itu ada DSM 4 dan ada kriterianya untuk disebut autis. Mereka kesulitan untuk interaksi sosial, kesulitan berkomunikasi, dan mereka mepunyai kelakuan sangat kaku dan juga mungkin ada keterlambatan dalam bergaul atau motoriknya, mereka suka berada dalam dunianya sendiri.
Ciri-ciri seperti ini yang biasanya kita lihat pada anak autis.WS : Sekarang ini diketemukan ada dua tipe autis, mungkin yang dari kecil kita sudah bisa lihat mulai usia 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan karena waktu kita ajak bermain, mereka tidak bisa bermain Tapi ada juga yang tidak bisa tertawa paling lambat sampai usia lebih dari 2 tahun, jadi baru ketahuan kalau anak itu autis setelah usia 3 tahunan.
WS : Tidak juga. Memang tingkatan autis berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Sekarang ditemukan ada 2 tipe, yang pertama regresif yaitu terlambat diketahui. Pada waktu bayi,mereka normal tapi setelah 2 tahun baru diketahui bahwa anak ini terkena autis.
PG : Saya pernah membaca satu kasus, ternyata autis itu bisa muncul agak terlambat. Jadi rupanya tidak selalu perkembangannya sama, dari kecil akhirnya makin hari makin terlihat nyata. Perah saya membaca satu kasus dimana anak itu relatif sehat, bertumbuh sama seperti anak-anak lain, sampai usia sekitar 3, 4 tahun tiba-tiba mengalami kemunduran.
Tidak lagi mau bermain, mengurung diri, main sendiri, apakah hal-hal seperti itu juga memang cukup umum?WS : Ya, ada yang seperti itu juga. Tadi saya sudah katakan ada tipe regresif yaitu baru usia 3, 4 tahun baru ketahuan kalau anak menderita autis, tapi sebelumnya mereka normal.
PG : Jadi ini mungkin akan sangat menakutkan orangtua, sebab awalnya orangtua beranggapan anaknya sehat, tidak ada apa-apa, tahu-tahu sudah umur 3,4 tahun mengalami kemunduran, tidak mau beraul, mereka pasti akan sangat shock.
Bu Winny bisa jelaskan dengan lebih mendetail, tadi Ibu Winny berkata ada kesulitan anak autisme ini dalam bergaul atau bersosialisasi, separah apakah kesulitan mereka itu?WS : Kesulitan dalam bersosialisasi ini adalah salah satu yang paling problematik bagi anak autis. Spektrum autisme bermacam-macam, tapi yang sulit untuk bersosialisasi atau berinteraksi saah satu "major distinct"nya membuat mereka menjadi autis.
Jadi kesulitan mereka itu bukan hanya masalah berteman, tapi juga sulit komunikasi dengan teman sebayanya atau mungkin dengan orangtuanya. Dengan orangtua kadang-kadang lebih mudah tapi buat mereka susah. Juga kesulitan untuk bertatapan mata dengan mata; biasanya pada waktu mereka diajak ngobrol, mereka biasanya hanya melihat mulutnya atau melihat ke kanan dan ke kiri. Buat mereka sangat sulit untuk memandang waktu diajak ngobrol, dan mereka lebih merasa nyaman kalau mereka itu sendirian, bermain sendiri.WS : Memang sebagian anak autis mempunyai intelektual yang terganggu, dengan IQ-nya juga bermacam-macam. Seperti asperger itu intelektualnya sangat tinggi atau IQ-nya sangat tinggi tapi merka kesulitan untuk berinteraksi.
Ada juga anak autis yang intelektualnya di tengah-tengah atau yang di bawah tapi mereka mempunyai kesamaan yaitu sulit bersosialisasi.WS : Sebagian bisa, tapi ada juga yang tidak bisa.
WS : Orangtua bisa memasukkan ke sekolah yang khusus, yang mungkin juga ada penanganan yang khusus dari sekolah tersebut, dimana gurunya bisa lebih fokus ke anak itu. Karena perhatiannya yag lebih terfokus, anak lebih bisa diarahkan.
Atau orangtua juga bisa mendapatkan terapi-terapi yang bisa membantu anaknya lebih berkembang. Yang bisa membantu anak tersebut untuk sekarang ini adalah terapi okupasi atau terapi bicara, terapi tingkah laku yang juga sedang populer untuk anak autis.WS : Kalau kita menangani autis bisa bermacam-macam, kita bisa memulai dengan membantu mereka untuk bersosialisasi; membantu mereka bagaimana pertama-tama kita bersama dengan mereka yang akhrnya pelan-pelan menjadi dua orang.
Kita juga bisa menggunakan terapi sensori integrasi. Mungkin banyak orang telah mendengarnya, karena pada anak autis ditemukan sensor dalam otak mereka tidak seimbang. Jadi kadang-kadang mereka kekurangan suatu sensori sehingga mereka mengeluarkan perilaku yang tidak diinginkan oleh orangtua atau orang-orang disekitarnya.PG : Maksudnya apa Bu, mereka mengeluarkan perilaku yang tidak diinginkan, seperti apa?
WS : Seperti loncat-loncat, memukul diri mereka sendiri atau kepalanya dibenturkan ke tembok atau mereka mencubit atau memukul orang. Karena mereka memerlukan input-input tertentu; misalnyamereka menabrakkan kepala ke tembok, mereka mungkin memerlukan satu sensor yang membuat mereka bisa tenang.
Jadi dengan mereka menabrakkan kepalanya, mereka merasakan ada satu input yang sangat kuat.PG : Dengan kata lain, kalau istilah awamnya memang sistem indra mereka itu "kortsluit" atau tidak berfungsi dengan semestinya, sehingga kalau orang lain sedang merasa stres, dia hanya memerukan duduk menenangkan diri atau dia curhat; anak-anak yang autistik tidak bisa melakukan hal seperti itu, malah harus membenturkan kepalanya ke tembok, sebab dengan dia membenturkan kepalanya ke tembok buat dia itu adalah salah satu cara untuk menenangkan diri.
Apakah seperti itu Ibu Winny?WS : Jadi ada kompensasinya, mereka tidak tahu cara yang amannya bagaimana akhirnya mereka melakukan sesuatu yang buat kita itu tidak aman, tapi sebetulnya mereka sedang kompensasi bagaimanacaranya.
Maka itu bagaimana kita sebagai terapis okupasi membantu mereka untuk menyalurkan sensori-sensori itu secara aman.PG : Kalau tidak, memang bisa juga membahayakan jiwa mereka. Saya mendengar anak-anak yang autistik sering kali melakukan perilaku-perilaku yang berulang atau yang kaku, bisa berikan contoh seperti apakah itu?
WS : Misalnya seperti mau membariskan sesuatu, misalnya mereka melihat sepatu berserakan di mana-mana, mereka akan bariskan sepatu itu dengan rapi. Misalnya mereka menyukai makanan tertentu kalau diberikan makanan yang lain mereka tidak mau.
Atau makanan yang sama dengan paket yang lain pun mereka juga tidak mau, pokoknya mereka hanya mau makanan-makanan seperti itu dan dengan paket seperti itu. Kekakuan itu disebabkan ada masalah di dalam otaknya yaitu ketidakadanya sinkronisasi, jadi di dalam otak mereka kerja masing-masing.WS : Kepada orangtua, saya akan sarankan sayangilah mereka dengan memberikan perhatian kepada anaknya. Memang kadang-kadang sulit untuk orangtua menyayangi anak yang seperti itu. "kok anaksaya berbeda dengan anak yang lain."
Tapi sebetulnya anak autis itu mempunyai perasaan juga, jadi perasaan mereka sangat kuat. Jadi mereka akan tahu kalau orangtuanya ingin menyayangi. Saya kadang melihat, dengan perhatian yang orangtua berikan kepada anak itu biasanya baiknya juga akan lebih cepat. Dengan dibantu juga di rumah, mungkin bisa dengan dikasih PR untuk apa yang mereka harus lakukan sesuai dengan kebutuhan anak itu.WS : Ya, dibawah pengawasan terapisnya juga.
WS : Sebagai orangtua memang sulit kalau mempunyai anak yang autis, karena itu akan menjadi salah satu dinamika dalam keluarga. Ada baiknya kalau misalnya kakak atau adiknya yang bisa mengeti tentang kondisi saudaranya, orangtuanya bisa memberitahukan, bisa juga diajak main sambil kita menjelaskannya bahwa kita harus bermain bersama-sama; itu satu peran dalam terapi okupasi yaitu kita mengajak kakak atau adiknya untuk bermain bersama.
Kita temukan kalau kakaknya sendiri bisa membantu dalam bermain itu adalah 'the best teacher' (guru yang paling baik) bagi saudaranya ini. Sementara orangtua bermain dengan anak-anaknya, kakaknya juga bisa mengerti bagaimana kondisi adiknya.PG : Jadi sebagai orangtua kita harus justru mendorong anak-anak yang lain untuk bermain dengan anak yang autis. Meskipun mungkin sekali ada kecenderungan kakak-adiknya mau menghindar dari ia.
WS : Mungkin merasa aneh mempunyai adik seperti itu, "Saya tidak mau main dengan dia." Tapi orangtua harus menjelaskan, bahwa kita dilahirkan unik.
PG : Dari pihak orangtua, apakah wajar kalau orangtua bereaksi dengan misalnya merasa malu karena anaknya menderita autisme, akhirnya menyembunyikan anaknya. Apakah Ibu melihat itu sebagai tindakan yang wajar atau apakah yang Ibu akan katakan kepada orangtua yang merasa malu seperti itu?
WS : Memang orangtua banyak yang malu kalau anaknya seperti itu, tapi saya akan tekankan bahwa setiap anak itu unik, dan Tuhan mempunyai rencana tersendiri bagi setiap anak yang dilahirkan. Mungkin kita tidak menyadari kalau anak itu dipakai Tuhan untuk pekerjaan tertentu.
Saya juga mempunyai teman yang dulunya autis, dan sekarang dia menjadi seorang hamba Tuhan. Jadi saya melihat Tuhan bisa memakai setiap anak-anakNya yang mungkin orangtua tidak pernah tahu. Jadi saya akan sarankan kepada orangtua untuk tidak menyembunyikan anaknya, biarkan anak itu berkembang sebagaimana anak itu bisa berkembang.PG : Jadi Ibu cukup optimistik bahwa anak-anak autistik kalau ditangani dengan tepat pada usia yang dini, maka kesempatannya berubah atau sembuh itu cukup besar Bu?
WS : Mungkin sembuh total tidak, tapi akan lebih baik buat mereka. Jadi dari kecil mereka bisa diarahkan ke tempat dimana mereka bisa lebih berkembang, akan lebih baik. Kita sebagai mediatr untuk membantu mereka.
PG : Kalau Ibu bisa berikan satu atau dua langkah pendekatan, yang Ibu akan lakukan kepada anak autistik konkretnya apa Bu yang Ibu akan fokuskan?
WS : Yang saya akan fokuskan yaitu komunikasi.
PG : Itu artinya Ibu mengajarkan untuk berbicara atau apa?
WS : Komunikasi bisa bermacam-macam, karena anak autis sulit sekali untuk verbalnya, tapi saya akan memakai suatu strategi bagaimana anak itu bisa berkomunikasi dengan orangtua. Bisa memaka visual strategi, dengan gambar atau dengan tanda supaya orangtua juga tahu sebenarnya apa yang dikehendaki oleh anak ini.
Jadi relasi itu ditumbuhkan melalui komunikasi.PG : Dengan kata lain Ibu mau meluaskan cara-cara komunikasi si anak, karena memang Ibu mengakui adanya masalah dalam komunikasi verbal.
WS : Anak autis kadang-kadang diberikan obat, tetapi jarang sekali. Dokter kadang memberikan obat mungkin pada ADHD supaya tidak terlalu aktif. Tapi sekarang ini yang mungkin dikatakan palng berguna bagi anak autis adalah approach (pendekatan), disamping segala macam terapi juga bisa membantu anak itu.
WS : Itu tergantung masing-masing anak. Saya juga tidak bisa katakan berapa lama terapi harus dilakukan supaya lebih baik, karena ada beberapa anak yang mungkin cepat tapi ada sebagian anakyang sudah lama melakukan terapi tapi masih kelihatan lambat.
WS : Yang pernah saya tangani umur 12 tahun.
WS : Karena dia mulainya juga terlambat, jadi kira-kira 4 atau 5 tahun kemudian.
WS : Sebaliknya saya akan menganjurkan untuk anak-anak ini lebih diijinkan main di luar daripada mereka diam di rumah. Karena mereka mempunyai sensori yang kurang seimbang, jadi ada baiknyamereka ikut hiking (gerak jalan), berenang, naik kuda.
Hal ini baik untuk anak-anak yang menderita autis.WS : Ya, kalau bisa libatkan mereka pada aktifitas-aktifitas yang ada orang lainnya juga, itu akan bisa membantu mereka belajar berinteraksi dengan orang lain.
WS : Tergantung situasi anaknya, mungkin pertama-tama perlu didampingi tapi lama-kelamaan kalau anak sudah terbiasa kita bisa lepaskan pelan-pelan.
WS : Banyak sekali.
WS : Ya, mereka bisa melempar barang atau memecahkan sesuatu. Maka dibutuhkan suatu terapi tingkah laku, dimana kita perlu membuat struktur untuk anak itu supaya dia bisa belajar dengan perlaku-perilaku yang baik untuk mereka.
PG : Kalau makanan bagaimana Bu, perlu tidak ada diet tertentu?
WS : Memang sekarang banyak sekali dibicarakan tentang diet, khususnya diet gluten. Tapi sekarang belum ada bukti yang pasti kalau dengan diet itu anak akan sembuh. Memang kita harus perhaikan sekali dengan alergi mereka; kalau memang mereka alergi dengan susu khususnya dengan pencernaan mereka kita harus perhatikan.
Kita juga harus berhati-hati mengikutkan mereka dalam program diet seperti itu karena banyak sekali anak yang sudah diikutkan diet seperti itu, ditemukan kurang gizi. Kalau di Amerika mereka tidak terlalu menganjurkan, diet itu terlalu lama, boleh dicoba tapi mungkin selama dua minggu kalau ada efeknya jangan diteruskan. Karena anak juga memerlukan nutrisi-nutrisi tertentu dari susu atau makanan-makanan lainnya.WS : Mungkin dulu kita tidak tahu kalau anak itu menderita autis, karena diagnosanya salah atau orangtua pikir anaknya terlambat, jadi tidak terlalu diperhatikan. Tapi sekarang orang lebih emperhatikan gejala-gejalanya dan orang lebih banyak belajar, orang lebih tahu banyak jadi diagnosanya pun banyak yang autis.
WS : Itu sangat efektif, saya akan menganjurkan kalau bisa ada "parent support group", dimana orangtua bisa saling membangun satu dengan yang lain. Kadang mereka mempunyai satu kesamaan memunyai anak seperti itu sehingga mereka merasa ada temannya.
WS : Betul.
PG : Saya ingin menyampaikan sesuatu kepada orangtua. Saya mencoba memahami perasaan orangtua kalau anak didiagnosis dengan autisme. Mungkin orangtua selain yang tadi Ibu Winny sudah singgng merasa malu, akan juga merasa bersalah.
Mungkin bertanya-tanya, "apakah dosa kami, apakah yang kami lakukan, Tuhan kok memberikan ini kepada kami." Ini yang ingin saya bagikan, firman Tuhan di Mazmur 100 berkata, "Beribadahlah kepada Tuhan dengan sukacita, datanglah kepada-Nya dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya." Saya ingin menggarisbawahi firman Tuhan yang berkata DIALAH YANG MENJADIKAN KITA, DAN PUNYA DIALAH KITA. Anak autis adalah ciptaan Tuhan, dan anak autis adalah kepunyaan Tuhan, kita hanyalah orangtua yang dititipkan oleh Tuhan untuk membesarkannya. Jadi pandanglah anak itu sebagai kepunyaan Tuhan, Tuhan yang menciptakan, Tuhan yang memiliki; kita diminta Tuhan membesarkannya sebaik mungkin. Dengan sikap seperti inilah kita bisa terus bersyukur kepada Tuhan dan tidak menyesali atau bahkan menyalahkan diri, kita masih bisa memuji Tuhan yang telah mempercayakan kita dengan ciptaan-Nya yang mulia ini.
66. Menolong Penderita Depresi | |
Keingingan mengakhiri hidup, karena merasa hidup tidak ada gunanya itu adalah gejala yang serius yang dialami oleh penderita depresi yang berat. Jadi bagaiman kita harus menolong penderita depresi?
Depresi sebetulnya sebuah istilah klinis, yang merujuk pada sebuah penyakit. Tapi akhirnya istilah depresi itu digunakan cukup kendor atau cukup longgar, yaitu suatu perasaan yang sedang turun atau sendu.
Ciri-ciri penderita depresi, yaitu:
Dalam kasus depresi yang berat, muncul gejala yang lebih serius yaitu
Untuk menolong penderita depresi, kita harus mengenali penyebabnya
Depresi kalau berkembang menjadi depresi berat, akhirnya akan melibatkan halusinasi, kalau itu terus berlanjut akhirnya depresi itu bergerak dari gangguan depresi masuk ke dalam gangguan psikosis yaitu gangguan-gangguan yang lebih serius yaitu seperti schizophrenia.
Firman Tuhan berkata, "Tuhan itu tinggi, namun Ia melihat orang yang hina..." (Mazmur 138:6)
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, kali ini bersama Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Kami akan berbincang-bincang dengan Ibu Winny Soenaryo M.A. Beliau adalah seorang ahli terapis okupasi Perbincangan kami kali ini tentang "Menolong Penderita Depresi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Istilah depresi sebetulnya adalah sebuah istilah klinis, sebuah istilah yang merujuk kepada sebuah penyakit. Tapi memang akhirnya istilah depresi itu digunakan cukup kendor atau cukup longar, jadi kalau kita merasa sebetulnya tidak depresi namun lagi agak sendu, kita langsung berkata, "O...saya
lagi depresi." Itu adalah istilah depresi dalam pengertian umum saja; yaitu perasaan yang lagi turun, lagi sendu. Namun sesungguhnya depresi itu sendiri sebuah penyakit. Salah satu cirinya adalah sendu, murung, namun kalau dilabelkan depresi mesti ada ciri-ciri lain yang lebih kuat. Misalkan keinginan untuk hidup itu berkurang, semangat untuk menghadapi tantangan hidup benar-benar merosot, pengharapan akan masa depan sirna-tidak bisa sama sekali melihat harapan. Dalam kasus depresi yang berat maka muncul gejala yang lebih serius, misalnya keinginan mengakhiri hidup karena merasa buat apa hidup, hidup tidak ada gunanya. Atau yang kedua, dalam depresi yang berat muncul delusi-delusi; mempunyai keyakinan bahwa ada orang yang sedang membicarakannya, ada orang yang mau mengancamnya, jadi orang ini dilanda ketakutan. Kadang-kadang dalam ketakutan itu dia ingin mengakhiri hidupnya; itu dalam depresi yang berat. Sebagian orang yang terkena depresi tidak terlalu berat dalam istilahnya disebut dysthymia. Dalam dysthymia atau gangguan yang tidak terlalu berat orang itu masih bisa bekerja, masih bisa bersosialisasi tapi kelihatan sekali wajahnya sudah murung, tidak ada semangat; hanya melanjutkan hidup, hanya bertahan hidup hari lepas hari tapi tidak ada lagi energi yang memotorinya, mendorongnya untuk mencapai sebuah target. Kira-kira itulah depresi.PG : Stres sebetulnya adalah sebuah kondisi tertekan; kalau penekannya sendiri kita sebut stressor yaitu situasi atau kondisi yang menciptakan tekanan dalam diri kita. Kalau kita bilang, "Sayasedang tertekan, saya itu stres," artinya suatu kondisi atau situasi yang menimpa kita sehingga kita tertekan.
Tertekan itu sendiri bukanlah depresi tapi keadaan tertekan yang berkepanjangan, mudah sekali akhirnya membuat kita depresi. Karena pada akhirnya kita merasa seolah-olah hidup kita terhimpit, tidak bisa lagi kita bernafas dengan lega karena masalah terus datang menghimpit hidup kita. Lama-kelamaan kita memang bisa mengalami depresi kalau kita terus-menerus tertekan.WS : Sebagai anggota keluarga kita juga harus mengerti, karena depresi kadang kala mengganggu orang yang sudah tua baik laki-laki maupun perempuan. Kita harus mengerti kondisi mereka seperti aa dan apa yang menyebabkan depresi itu.
Saya banyak mengalami pengalaman dengan banyak orangtua yang khususnya mengalami depresi; biasanya mereka tidak bekerja lagi, di rumah tidak mengerjakan apa-apa, sehingga itu membuat mereka merasa hidup mereka tidak berarti, itu juga bisa membuat mereka depresi. Dan kita sebagai anggota keluarga, bagaimana kita bisa membantu mereka yaitu dengan memberikan 'encouragement', memberikan kepada mereka kesempatan keluar atau beraktifitas dengan keluarga.PG : Jadi memang penting Pak Gunawan, kita itu mengenali penyebab depresinya. Karena untuk bisa menolong penderita depresi pertama-tama kita memang harus mengerti penyebabnya. Depresi memang isa disebabkan oleh hal-hal yang bersifat eksternal.
Contoh, seseorang yang di-PHK kemudian mencari pekerjaan sampai berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun tidak mendapatkannya, bisa jadi dia akhirnya akan mengalami depresi. Penyebabnya jelas, sesuatu yang bersifat eksternal yang di luar dirinya. Mungkin nanti Ibu Winny bisa memberikan masukan apa yang bisa kita lakukan kepada penderita depresi akibat masalah eksternal ini. Tapi kadang-kadang depresi itu bukan disebabkan oleh masalah eksternal, namun masalah internal; masalah kejiwaan seseorang. Yaitu yang berkenaan bagaimanakah dia hidup. Ada orang-orang yang tidak bisa mengutarakan perkataannya, apa yang dialaminya selalu ditelannya; marah ditelan, sedih ditelan, melakukan sesuatu yang sebetulnya dia tidak suka tapi disuruh orang, tetap saja dia lakukan. Hal-hal itu akhirnya membuat dia seperti busa yang terus menyerap tekanan, tidak bisa mengeluarkannya akhirnya orang itu mengalami depresi. Kalau kasusnya seperti itu, untuk menolong dia keluar dari depresi memang yang akan kita coba ubah adalah kepribadiannya, cara dia hidup bahwa dia tidak bisa lagi seperti dulu; terus-menerus menerima, dia harus belajar mengeluarkan apa yang diterimanya sehingga perasaan-perasaan tersebut tidak mengendap masuk ke dalam dirinya. Tapi ada juga yang disebabkan oleh hal-hal yang lebih bersifat genetik, karena ada orang-orang yang memang membawa bakat atau kecenderungan untuk depresi. Misalnya, kalau salah satu orangtua kita mengalami depresi yang berat; memang ada kemungkinan potensi kita terkena itu lebih besar. Misalkan saya pernah membaca sebuah riset yang berkata, kalau kita dikandung oleh ibu yang tengah mengalami depresi-potensi kita terkena depresi akan meningkat. Nah dalam kasus seperti itu, artinya sejak lahir daya tampung terhadap stres kecil sehingga waktu kita mengalami stres, buat orang lain biasa, buat kita besar. Karena kita tidak sanggup menampungnya kita ambruk dan mengalami depresi. Jadi sebagai anggota keluarga atau anggota penolong, kita mesti pertama-tama memastikan dulu kira-kira penyebabnya apa, baru kita mencoba menolongnya keluar dari depresi itu.PG : kadang-kadang mereka bisa menjawabnya karena mereka mengetahuinya, tapi kadang-kadang tidak. Ada anak-anak remaja yang misalnya mengalami depresi yang berat, waktu ditanya tidak bisa menybutnya, tidak bisa mengatakannya dengan jelas.
Dalam hal seperti itu kita mesti mengecek keluarganya, apakah ada hal-hal dalam keluarganya yang membuat dia akhirnya tertekan. Contoh klasik, misalnya kalau si anak dibesarkan di rumah dimana orangtua tidak berfungsi untuk menjadi orangtua bagi si anak. Mengapa orangtua tak berfungsi, karena mereka sendiri dilanda masalah; misalnya tidak rukun, cekcok atau mereka hidupnya sangat tertekan, susah. Jadi mereka benar-benar terpaksa hanya melihat yang di luar rumah, memfokuskan apa yang di luar rumah. Akhirnya anak-anak terbengkalai. Dalam kondisi seperti itu, si anak yang seharusnya menerima perhatian, kasih sayang, bimbingan dari orangtua namun tidak menerimanya, sudah tentu dia akan kekurangan gizi kasih sayang yang akhirnya membuat dia rentan terhadap depresi. Apa lagi dalam keluarga bermasalah, si anak didorong untuk memerankan sebagai peran penanggung masalah di rumah, menolong orangtua, menjadi anak yang super baik untuk menyelamatkan orangtuanya. Dalam kondisi seperti itu si anak memang rentan terhadap stres. Sejak muda dia harus memikul beban keluarganya, akhirnya masalah yang tidak terlalu berat muncul dia benar-benar ambruk. Mengalami depresi berat, tidak mau ke sekolah, tidak mau ketemu orang bahkan ada yang mau bunuh diri.WS : Memang anak-anak yang mengalami seperti itu, kita perlu membawanya ke konseling, karena dengan konseling kita akan lebih tahu mereka, bagaimana kondisi mereka sekarang dan apa yang harus kta perbuat dari konseling itu agar ada follow up-nya.
Jadi pertama-tama kita penting membawanya ke psikolog untuk diterapi atau dikonseling. Setelah kita tahu, baru kita bisa menentukan langkah berikutnya bagaimana.WS : Mungkin kita bisa mendapatkan informasi dari guru atau saudara-saudara yang lain melihat bahwa ada perbedaan atau dia dengan anak yang lain. Jadi kita perlu kalau ada keluarga atau orangta yang melihat bahkan mungkin di gereja, kita melihat ada sesuatu yang berbeda mungkin kita bisa memberitahukan kepada orangtua.
PG : Dengan kata lain kita mencoba menyadarkan orangtua lewat bukti-butki yang lebih konkret Pak Gunawan. Memang bisa dimengerti, mereka akan sulit berkata, "anak saya mempunyai masalah karenagara-gara faktor genetik.
Bahwa salah satu dari kami atau orangtua kami mengalami depresi yang berat juga dan sekarang anak kami mengalami hal yang sama karena adanya faktor keturunan itu." Mereka akan sulit menerimanya, tapi pada akhirnya kita mesti menyodorkan bukti-bukti, masukan-masukan dari sekeliling, jadi bukan hanya kita tapi ada orang lain juga yang memberikan pengamatan yang sama. Mudah-mudahan dengan cara itu orangtua akan lebih bisa atau lebih siap menerima fakta. Sudah tentu kita akan mencoba menghibur hati orangtua, bahwa meskipun ada faktor keturunan, namun masih ada hal-hal yang bisa dilakukan. Tadi Ibu Winny sudah tekankan konseling itu salah satunya, sehingga si anak diajarkan untuk nantinya mengembangkan daya tampung stresnya. Karena biasanya itulah penyebab utamanya yang kita sebut dengan faktor keturunan, daya tampung stresnya itu lemah sehingga dia mudah sekali terkena stres, itu yang kita mau ajarkan kepadanya bagaimana mengatasi stres dengan cara yang sehat. Misalkan, mengajar dia untuk rekreasi, mengajar cerita sama orang, mengajar dia untuk meminta pendapat orang atau mengajar dia untuk bisa menahan stres dengan cara tidak mendengarkan apa yang orang katakan, dan jangan langsung menerimanya. Atau menjauhkan diri dari situasi tertentu, sehingga dia tidak harus berhadapan dengan situasi yang menekan itu. Atau yang lainnya lagi menerima siapa dirinya, keterbatasannya seperti apa, dan dia tidak bisa menuntut diri lebih daripada itu. Hal-hal seperti itulah yang kita mau ajarkan agar dia lebih dapat mengatasi stres dan daya tampung stresnya makin membesar.PG : Sering kali kita manusia berharap ada sebuah penyelesaian yang alamiah, yang kita itu tidak usah melakukan apa-apa dan masalah akan hilang dengan sendirinya. Sudah tentu kalau orangtua bependapat seperti itu dan menolak bantuan kita, kita tidak bisa berbuat banyak, Pak Gunawan.
Tapi saya kira pada akhirnya kalau mereka menyaksikan, anak mereka yang tadinya aktif mau pergi, keluar dengan teman tapi sekarang diam di rumah, tidak mau ke sekolah, tidak mau bergaul; bagaimana pun juga akhirnya si orangtua harus menghadapi fakta. Saya ada pertanyaan pada Ibu Winny, misalkan si anak itu dalam keadaan depresi, tidak mau ke sekolah, maunya di rumah, apakah ada yang orangtua perlu lakukan supaya praktisnya, supaya tetap meskipun dia di rumah, dia bisa mengerjakan sesuatu?WS : Memang susah, kalau si anak maunya di rumah terus, tidak mau keluar rumah. Kita perlu memperhatikan mereka dalam sehari-harinya bagaimana, kadang karena mereka terlalu banyak di kamar akhrnya tambah depresi.
Jadi kalau orangtua bisa mengajak mereka keluar, mengajak mereka berekreasi seperti yang Pak Paul sudah bicarakan, bertemu dengan orang (karena orang depresi sulit untuk bertemu dengan orang). Salah satu yang bisa kita lakukan juga misalnya sebagai terapis okupasi, kita membuat satu group jadi group terapi untuk mereka bertemu dengan orang dengan kondisi yang sama. Jadi dengan group terapi, kita juga membantu mereka membicarakan strategi-strategi yang mereka bisa lakukan, atau juga role-play, jadi kita me-role play dalam situasi ini apa yang mereka bisa lakukan, dengan mengambil cara-cara atau aktifitas lain.PG : Jadi kelompok itu kelompok yang sejenis, jadi anak-anak remaja juga bisa.
WS : Jadi mereka bisa melihat bahwa mereka tidak sendirian. Jadi mereka bisa melihat orang lain juga mengalami depresi dan situasi yang mirip dengan mereka dan mereka bisa sharing atau melakukn sesuatu dengan bersama-sama.
PG : Dalam kelompok itu Ibu memberikan gagasan diadakan role-play atau permainan peran. Jadi maksudnya menolong si anak yang depresi untuk membayangkan sebuah situasi yang riil kemudian ada stes, ada tekanan; nah bagaimana menghadapinya.
Melalui peragaan peran langsung, contoh konkret, si anak mudah-mudahan belajar.WS : Jadinya kita bisa saling memikirkan; kalau dalam situasi apa, apa yang bisa kita lakukan dan mereka bisa saling sharingnya itu.
PG : Saya kira ancaman kalau masih bisa digunakan, gunakan. Namun saya khawatirnya, kalau dia sudah mengalami depresi, dia tidak peduli lagi. Kita sebutkan, kalau kamu tidak ke sekolah nanti amu akan ketinggalan, kamu ketinggalan tidak bisa mengejar, nanti kamu tidak naik kelas dan sebagainya.
Anak-anak yang depresi berat biasanya tidak lagi pusing. Jadi betul sekali yang Pak Gunawan katakan, tugas terberat adalah membawa dia keluar dari kamar, membawa dia keluar rumah, bertemu dengan orang. Maka mudah-mudahan dalam kondisi rumah tangga yang seperti itu, si anak masih bisa dekat dengan salah seorang anggota keluarganya; bisa itu kakak, paman, kakek, atau siapa pun. Kita minta bantuan orang tersebut untuk mengajak anak itu keluar, sebab apa yang Ibu Winny tadi katakan tepat, kalau saja dia bisa keluar itu akan memberi dampak. Ada sebuah kelegaan yang bisa dialami si anak, apalagi misalkan kalau bersedia bertemu dengan teman-teman yang mempunyai masalah yang serupa dalam sebuah kelompok. Kalau sampai mau, saya bisa bayangkan dampaknya itu akan sangat positif, dia tidak merasa sendirian, "ada anak-anak lain yang seperti saya, o...saya pikir hanya saya yang seumur begini bisa mengalami depresi; tidak mau ketemu orang, maunya diam di kamar saja, saya aneh sendirian. Ternyata ada anak-anak lain yang seaneh saya." Itu akan bisa menolong.PG : Depresi kalau terus berkembang akan menjadi depresi berat, terus akhirnya melibatkan halusinasi, membayang-bayangkan, mendengar-dengar suara, melihat-lihat sesuatu yang tidak ada dan sebaginya; kalau itu terus berlanjut memang akhirnya depresi itu bergerak dari gangguan depresi masuk ke dalam gangguan psikosis yaitu gangguan-gangguan yang lebih serius yaitu ke schizophrenia.
Lama-kelamaan dunianya makin tidak bersentuhan dengan realitas. Dia makin hidup di dalam kesendiriannya karena memang tidak ada kontak lagi dengan orang luar, dia diam sendirian di kamar. Akhirnya dia membentuk sebuah dunia yang terpisah. Depresi berat kalau akhirnya tidak tertangani ya seringnya pindah ke schizophrenia.WS : Keluarga harus mengerti kondisi mereka, mereka harus mengerti schizophrenia itu seperti apa, dan sebetulnya itu sulit bagi mereka untuk mengontrolnya. Misalnya schizophrenia mendengar suaa yang mereka tidak ingin dengar, tapi kebanyakan suara yang mereka dengar adalah suara negatif.
Jadi penanganannya mungkin orangtua lebih memberikan dia support, jangan mereka dibiarkan. Karena orang yang depresi atau schizophrenia, mereka lebih condong ingin sendiri. Jadi semuanya gelap, di rumahnya gelap, dan tidak mau makan, menjaga dirinya sendiri pun tidak mau, jadi bagaimana kita sebagai anggota keluarga bisa membantu mereka dalam hal-hal seperti itu. Mungkin di rumah memperhatikan mereka dengan memberi makanan dan sebagainya.PG : Salah ya, ini memang cara-cara penanganan yang dilakukan di Eropa pada abad-abad pertengahan. Gangguan seperti schizophrenia adalah gangguan yang paling sering salah dilabelkan kepada orag.
Misalkan dulu di abad-abad petengahan di Eropa, mereka mempunyai keyakinan kalau orang terkena gangguan schizophrenia maka itu disebabkan oleh adanya roh jahat. Maka ada yang misalnya kepalanya dilubangi, anggapannya dengan dilubangi maka roh jahat itu akan keluar. Sudah tentu kepala dilubangi menyebabkan orang meninggal dunia atau menderita penyakit yang lain. Schizophrenia memang sebuah gangguan yang susah sekali; pikirannya berbeda, hidup di dalam alam yang berbeda, diajak ngomong tidak nyambung, ngomong sendiri, tertawa sendiri; memang susah sekali tidak ada lagi kontak dengan kita. Sekali lagi mudah-mudahan ada orang di rumah, yang dekat dengan dia, sehingga meskipun dunianya sudah terpisah tapi kalau orang ini berbicara kepadanya dia masih bisa dengar, dia masih bisa memberi tanggapan. Kalau orang ini ada, orang inilah yang masih bisa masuk ke dalamnya memberitahu kamu harus mandi, kamu harus makan. Jadi hal-hal kecil yang tadi Ibu Winny sudah singgung, hal-hal yang rutin itu harus dilakukannya secara teratur. Misalnya sikat gigi, mandi, makan, karena kalau tidak mereka tidak akan melakukannya. Jadi benar benar kalau mereka tidak disuruh mereka benar-benar akan diam. Diam di kamar itu bisa 24 jam, malam pun tidak tidur seperti kalong; kadang-kadang dia nyanyi sendirian atau nangis sendirian, sudah tentu merawatnya akan sangat susah, sangat letih sekali. Mudah-mudahan ada yang bisa ngomong seperti itu kepadanya, setidak-tidaknya dia bisa makan teratur, tubuhnya sehat; kalau ada yang bisa ngomong sering-seringlah ngomong dengan dia, ajak dia bicara sehingga dia tetap diingatkan dengan dunia realitas di luar dirinya itu. Karena dia sendiri pun kelelahan, tadi yang Ibu Winny katakan, dia selalu mendengar suara, ada orang ngomong. Tidak bisa mematikan suara itu, seperti radio yang terus-menerus berbunyi di kepalanya. Kalau bisa kita ngomong dengan dia, dan langkah berikutnya memang harus ke psikiater, harus ada obat yang menolongnya untuk tidur, untuk rileks, kalau tidak-tidak bisa tertangani.WS : Sebetulnya secepatnya akan lebih baik. Jadi mereka misalkan dirawat di rumah sakit, sebagai terapi okupasi kita juga bisa membantu mereka; memberikan kepada mereka aktifitas-aktifitas yan membuat mereka berarti.
Sehingga mereka merasa hidupnya berarti dengan mengerjakan aktifitas-aktifitas itu.WS : Mungkin karena waktu melahirkan dia harus tinggal di rumah, harus tinggal berdua dengan bayinya sehingga dia merasakan sendiri, dan schizophrenia ini terjadi kalau seseorang itu hanya sendrian.
Suara-suara itu bisa muncul, tapi kalau dia bisa bersama dengan banyak orang biasanya suaranya bisa hilang. Jadi mungkin dia tidak ada interaksi dengan orang lain sehingga dia mungkin mulai mendengarkan suara-suaranya itu.PG : Dengan kata lain Pak Gunawan, kalau sampai seseorang setelah melahirkan kambuh, halusinasi dan sebagainya, penyebabnya bukanlah melahirkan, penyebabnya memang dia sudah menderita gangguan tu sebelum dia melahirkan, namun dikambuhkan sewaktu dia melahirkan karena terputus dengan lingkungannya.
PG : Di Mazmur 138:6 firman Tuhan berkata, "Tuhan itu tinggi, namun Ia melihat orang yang hina..." Orang yang depresi, orang yang schizophrenia, adalah orang yang terpuruk atau orang yang di bwah; orang yang merasakan dirinya juga terhina, keluarga juga merasa terhina.
Tapi firman Tuhan mengingatkan, meskipun Tuhan itu berada di tempat yang tinggi, namun dia melihat orang yang hina. Tuhan tetap melihat orang yang depresi, Tuhan tetap melihat orang yang schizophrenia. Di mata manusia mungkin mereka tidak berharga, tapi di mata Tuhan tetap berharga, itu sebabnya Tuhan melihat dan Tuhan akan terus menolong kita yang mau menolong orang-orang yang menderita gangguan-gangguan itu.GS : Jadi masih tetap ada harapan buat orang-orang seperti ini. Terima kasih Pak Paul, terima kasih Ibu Winny. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Winny Soenaryo M.A. dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menolong Penderita Depresi. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
67. Stroke Dan Gangguan Otak Lainnya | |
Dalam bagian ini dibicarakan tentang penyakit stroke, parkinson dan alzheimer. Bagaimana kita harus menyikapi orang atau keluarga yang terkena penyakit tersebut.
Umumnya stroke disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Kalau menggumpalnya darah tidak terlalu banyak, pecahan pembuluh darahnya pun tidak terlalu besar itu berarti akibatnya juga lebih minimal, tapi kalau menggumpalnya darah terlalu besar maka akibatnya juga akan lebih parah.
Misalnya kita mengalami stroke setengah badan (paralisis); pada saat seperti itu kita memerlukan banyak sekali perhatian dan perawatan, karena sudah tentu akan ada hal-hal yang biasa kita lakukan tidak bisa dilakukan lagi. Kalau stroke tidak terlalu berat, dapat dilakukan fisioterapi supaya anggota tubuh kita bisa berfungsi kembali. Tapi kalau akibat pecahnya pembuluh darah mengakibatkan gumpalan darah yang banyak di otak akibatnya biasanya akan permanen dan seseorang itu harus mengalami keterbatasan sepanjang umurnya.
Pecahnya pembuluh darah di otak disebabkan oleh:
Firman Tuhan berkata, "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu, oleh karena kejadianku ajaib, ajaib apa yang Kau buat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13)
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, kali ini bersama Bp.Pdt.Dr.Paul Gunadi. Kami akan berbincang-bincang dengan Ibu Winny Soenaryo M.A. Beliau adalah seorang ahli terapis okupasi. Perbincangan kami kali ini tentang "Stroke dan Gangguan Otak Lainnya". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pada umumnya stroke itu disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Sudah tentu kalau menggumpalnya darah itu tidak terlalu banyak, pecahannya tidak terlalu besar berarti akibatnya jga lebih minimal tapi kalau misalkan menggumpalnya darah terlalu besar maka akibatnya juga akan lebih parah.
Misalnya kita mengalami stroke setengah badan (lumpuh), kita tidak bisa menggerakkan anggota tubuh bagian sebelah. Pada saat-saat seperti itu akan memerlukan banyak sekali perhatian dan perawatan, karena sudah tentu akan ada hal-hal yang biasa dia lakukan tidak bisa dilakukan lagi. Kalau stroke itu memang tidak terlalu berat, dengan fisioterapi pada akhirnya anggota tubuh itu bisa berfungsi kembali. Kalau memang akibat pecahnya pembuluh darah mengakibatkan gumpalan darah yang banyak di otak akibatnya biasanya permanen dan seseorang itu harus mengalami keterbatasan mungkin bisa sepanjang umurnya.PG : Pada umumnya memang ada sejarah tekanan darah tinggi, ini memang sesuatu yang menjadi penyakit kita di zaman modern ini. Kita yang terlalu capek, kurang istirahat, kita yang makannya kurag hati-hati sehingga memakan banyak makanan yang berkadar kalori tinggi.
Atau kita yang menjalani kehidupan yang penuh tuntutan, kewajiban kita segunung, banyak hal yang harus kita kerjakan dalam jam yang sama dan harus selesai dalam hari yang sama dan sebagainya, semua faktor itu memang berperan besar terhadap kondisi tekanan darah kita. Apalagi ditambah dengan kita mempunyai warisan dari orangtua, salah satu orangtua kita penderita tekanan darah tinggi, itu faktor-faktor pencenderung yang menambah kemungkinan kita mempunyai tekanan darah yang tinggi. Atau misalkan dalam kondisi kita memang darah tinggi terus kita terjatuh dan akhirnya pembuluh darah pecah atau kalau kita tidak terjatuh memang akhirnya tekanan darah yang tinggi itu memecahkan pembuluh darah di otak sehingga akhirnya kita terkena stroke.WS: Sekarang ini banyak orang terkena stroke, seperti Pak Paul bicarakan stroke bermacam-macam. Ada yang akibat pecahnya pembuluh darah itu efeknya sedikit atau ada yang banyak juga, tapi itu asti mengganggu aktifitas mereka sehari-hari atau mengganggu pekerjaan mereka.
Jadi apa yang bisa kita lakukan? Waktu pembuluh darah itu pecah yang seperti Pak Paul sebutkan setengah badan itu bisa lumpuh, dari mata sampai ke bawah bisa tidak kelihatan. Jadi kita juga perlu tahu mereka itu bagaimana, kelemahannya di mana dan fokusnya di sana. Misalnya mereka kesulitan pada matanya, mata yang sebelah tidak kelihatan, jadi kita bisa membantu mereka dengan visual sport, juga dengan training atau latihan dengan visualnya. Kalau dengan tangan, kita bisa dengan terapi okupasi kita menggunakan aktifitas yang bisa membantu mereka. Dengan misalnya dulunya mereka suka masak, kita bisa gunakan aktifitas itu untuk membantu mereka untuk menggunakan tangan mereka. Jadi latihan perlu, bagaimana kita menggunakan aktifitas yang bisa membuat mereka berarti, untuk bisa memulihkan mereka menggunakan tangannya. Kalau kakinya, selain dengan latihan untuk kaki misalnya dengan diangkat supaya ada gerakan pada kakinya, kita juga bisa melalui fisioterapi yang bisa mengajarkan mereka bagaimana berjalan.WS : Sebetulnya itu sangat menolong, jadi kalau ada seseorang yang mempunyai keinginan untuk mandiri itu akan memotivasi mereka untuk mereka bisa pulih lebih cepat. Sebaliknya kalau orang yanglebih senang dilayani, pulihnya akan lebih lama karena mereka merasa harus tergantung dengan orang lain, jadi mereka lebih senang dilayani.
PG : Saya yakin ada yang seperti itu, jadi dalam masa sakitnya dia memang mendapatkan sesuatu yang dirindukannya. Meskipun dia harus membayar cukup mahal karena sakit. Tapi saya kira lebih bayak orang yang sesungguhnya merasa frustrasi pada waktu harus dibatasi oleh stroke.
Salah satu yang membuat mereka frustrasi misalnya kemampuan verbal mereka sekarang terbatasi. Dulu mereka mau sesuatu, mereka bisa langsung memintanya; sekarang jarak antara mau sesuatu dan memintanya jaraknya panjang; tidak bisa langsung mengutarakan apa yang ingin dikatakannya. Atau dia tahu dan mau mengatakan sesuatu tapi kata itu tidak bisa muncul-muncul di kepalanya, tapi dia tahu kata itu ada, namun dia tidak bisa mengingatnya. Belum lagi nanti dengan nama, dia ketemu seseorang yang sebetulnya dia lihat setiap hari tapi waktu dia ingin panggil dia tidak bisa memanggil nama itu. Sebab jarak antara adanya nama di otaknya dan mengeluarkan kata itu dimulutnya menjadi terputus. Jadi dia akan mengalami rasa frustrasi yang tinggi, itu sebabnya kalau memang tidak ada kerja sama yang baik, atau kalau tidak ada perawatan yang lembut akhirnya penderita stroke cenderung marah. Itu salah satu emosinya dan nanti setelah marah menangis. Kenapa merasa sedih sebab penderita stroke tahu "saya sebetulnya bergantung, kalau tidak ada orang ini saya tidak bisa melakukan apa-apa, dia sudah berbaik hati mau menolong saya, tapi saya kok marah sama dia." Dia merasa bersalah, dia sedih, dia menangis atau tidak ada angin, tidak ada hujan dia akan depresi sekali; diam tidak ada semangat hidup. Kenapa, sebab dia merasa kasihan dengan dirinya, "kok saya sekarang seperti ini. Dulu saya bisa pergi, bisa jalan, bisa berbuat ini, berbuat itu, bisa menyediakan kebutuhan keluarga saya, sekarang saya sepertinya hanyalah membebani keluarga." Jadi salah satu dampak dari stroke adalah turun naiknya emosi dan ini memang susah untuk dimengerti oleh orang yang merawatnya. Mungkin mereka berkata, "kenapa kamu harus berkata begitu, 'kan kami di sini mengasihi kamu." Memang agak susah untuk mengerti itu, namun di lain pihak kita juga mesti sensitif meskipun kita capek, namun waktu merawat sebisanya kita tidak mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan bahwa kita sebetulnya sudah tidak suka merawat dia. Karena sebelum kita berkata apa-apa pun, dia sendiri sudah sangat sensitif; dia tahu dia adalah beban, daripada dia menjadi beban lebih baik dia tidak ada di dunia ini. Apalagi kalau dia harus melihat reaksi kita yang tidak suka, dia akan tambah merasa lebih tertekan.PG : Karena memang fungsi otak itu tidak lagi bisa bekerja seperti sedia kala. Begitu terjadi pendarahan, berarti pembuluh-pembuluh darah itu terputus. Memang kalau tubuh kita masih fit dan uia kita masih relatif lebih muda, pembuluh darah itu akan terbentuk kembali, sebab itulah yang dapat dilakukan oleh tubuh kita.
Waktu pembuluh darah yang halus itu putus-darah memang harus dialirkan terus-menerus nanti akan secara otomatis tubuh itu membentuk saluran yang baru atau pembuluh darah yang baru. Namun kalau yang pecah adalah pembuluh darah yang besar, tidak bisa lagi, karena terlalu besar; biasanya setelah pecah ya pecah, tapi kalau yang kecil-kecil memang masih bisa. Tapi kalau pun bisa untuk benar-benar kembali ke sedia kala itu sangat lama dan sangat sukar. Jadi akibatnya orang tersebut harus tetap mengalami gangguan. Karena pembuluh darah sudah pecah, darahnya memang kadang-kadang menggumpal di kepala atau di otak kita itu akan mengganggu kerja sel-sel di otak kita. Karena banyak hal diatur oleh otak, sel-sel otak kitalah yang saling menembak; transmiten-trasmiten, neuron-neuron itu saling menembak, menciptakan beberapa daya fungsi dalam tubuh kita. Waktu itu tidak lagi bisa bekerja optimal maka semuanya akan terganggu. Ingat sesuatu dan ingin ngomong, terus kita panggil tapi baru ingin ngomong kita lupa apa yang ingin kita omongkan. Padahal semenit yang lalu ingat, makanya memanggil seseorang untuk ngomong, tapi pas di depan matanya tidak ingat mau ngomong apa. Nah itu rasa frustrasi, makanya terus menumpuk maka penting sebagai perawat meskipun letih kita tetap bersikap positif, membangun, menguatkan, memberikan dorongan kepadanya sehingga dia lebih bersemangat untuk bisa mengembangkan dirinya.PG : Untuk hal ini Ibu Winny mungkin bisa jelaskan kepada kami, apa itu sebetulnya parkinson dan apa bedanya dengan alzheimer penyakit yang akhir-akhir ini istilahnya makin sering kita dengar.
WS : Kita sekarang memang sering mendengar penyakit tua, penyakit lupa atau parkinson, itu sebetulnya semua penyakitnya berasal dari otak, seperti stroke pembuluh darahnya di otak, alzheimer it penyakit dari otak degeneratif penyakit itu biasanya terjadi pada orangtua, karena semakin tua kemampuan otak semakin menurun.
Parkinson juga dari otak neuron transmitternya ada sesuatu unsur kimiawinya yang namanya dopamin, mereka kekurangan dopamin akhirnya mereka kena penyakit parkinson.WS : Yang umum sebetulnya penyebabnya juga dari otak, sistem syarafnya, kalau stroke itu pembuluh darahnya tapi kalau parkinson ini unsur kimiawinya yaitu kekurangan satu unsur kimiawi yang namnya dopamin.
WS : Biasanya umur 50-an mulai terlihat. Dan juga parkinson ini dibagi dalam beberapa langkah jadi tidak langsung pada parkinson yang parah.
PG : Bisa Ibu Winny jelaskan pergerakan atau perkembangan penyakit parkinson itu?
WS : Biasanya parkinson itu dimulai dengan langkah yang tidak terlalu parah, biasanya dengan gerakan tangan saja. Jadi waktu diam, hanya tangannya saja yang gerak, itu biasanya tidak terlalu srius.
Biasanya langkah pertama dimulai dari satu tangan, langkah yang kedua mulai kelihatan kedua tangannya goyang dan kadang-kadang keseimbangannya terganggu; kadang mau duduk juga sulit. Langkah ketiga mungkin postur mereka kurang stabil, tubuhnya mulai membungkuk tapi fungsi kesehariannya belum terlalu terganggu. Waktu mereka harus masuk ke langkah keempat, kestabilan posturnya lebih parah lagi dan kali ini bisa jalan, tapi fungsinya mungkin sehari-hari dapat menjaga diri-sendiri, misalnya mandi, gosok gigi dan lain-lainnya itu terganggu. Mulai dari sini kita bisa melihat fungsi-fungsi dalam tubuhnya itu semua mulai terganggu. Dan akhirnya langkah yang kelima, waktu mereka sudah tidak bisa berjalan dan akhirnya menggunakan kursi roda atau mereka harus terus berbaring di ranjang.WS : Mungkin kita akan sulit untuk mengontrol karena itu dari otak, mungkin mereka bisa minum obat untuk menaikkan unsur kimiawi (dopamin) ini. Tapi biasanya dengan terapi bisa membantu merekauntuk memodifikasi lingkungan atau mendidik yang menjaga mereka bagaimana membantu mereka dalam sehari-harinya.
PG : Dengan kata lain Pak Gunawan, sebetulnya tidak ada obatnya untuk menyembuhkan penyakit-penyakit ini. Tapi obat itu bisa memperlambat perkembangan penyakit itu, misalkan seorang tokoh yangkita tahu menderita penyakit parkinson namun tetap hidup adalah Billy Graham.
Meskipun dia sudah menderita itu cukup lama, jadi dengan pengobatan yang baik ternyata proses perkembangannya itu bisa diperlambat. Sehingga sampai tahun lalu pun Pdt. Billy Graham masih bisa berkhotbah, meskipun beliau berkhotbah tidak lebih dari 10 menit karena tidak bisa lagi berdiri dengan kuat sehingga harus duduk, itu pun hanya 10 menit, Jadi masih bisa diperlambat. Menjawab pertanyaan Pak Gunawan tentang penyebabnya akhirnya memang kita harus mengakui satu hal tentang penyakit. Banyak hal yang bisa kita jelaskan anatominya, prosesnya kenapa sampai begini dan begitu, apa yang terjadi di tubuh dan otak kita, kita bisa menjelaskannya. Tentang parkinson, level dopamin yang menurun dan sebagainya, tapi kalau ditanya kenapa sampai begitu, kita tidak bisa memberikan jawabannya. Penyakit-penyakit ini seperti itu juga. Kenapa ada orang yang sudah tua 91 tahun tetap berfungsi dengan sangat sehat, tajam pikirannya, tapi ada orang umur 52 tahun bisa terkena parkinson. Memang semuanya itu adalah sebuah misteri yang tidak bisa kita ketahui.PG : Betul sekali, jadi makin sehat kita hidup saat kita masih muda ya makin besar kemungkinan di hari tua kita akan menuai hari-hari tua yang juga lebih sehat.
PG : Bukan, sering kali kita mengaitkannya dengan lupa, tapi sebetulnya itu hanyalah sebagian kecil dari apa yang dialami seorang penderita parkinson maupun alzheimer. Apakah begitu Ibu Winny?
WS : Parkinson mungkin terlihat dalam gerakannya. Orang parkinson dengan alzheimer berbeda ya, orang alzheimer biasanya pelupa karena mereka semakin tua otak mereka semakin degeneratif maka keupaannya semakin lama semakin menambah.
Mungkin parkinson bisa lupa tapi tidak separah dengan alzheimer. alzheimer; makin lama makin lupa kalau parkinson tambah lama tambah masalah dengan tubuh mereka.PG : Otak itu mempunyai sel seperti anggota tubuh yang lainnya, dan sel itu terus-menerus reproduksi, mati-hidup, mati-hidup. Pada masa kita tua makin banyak yang tidak bisa lagi diproduksi. adi dengan matinya sel-sel otak itu makin juga berkurangnya kemampuan-kemampuan kita.
Itu adalah bagian dari hidup yang harus kita terima, kita tidak bisa mempertahankan diri di usia tua sama seperti di usia muda. Penyakit alzheimer disebut degeneratif artinya memang sebuah penyakit yang makin hari itu makin berat; makin membatasi, membatasi. Jadi akhirnya dalam kondisi orang tersebut yang makin hari makin melemah, dia tidak lagi bisa berfungsi. Berarti bukan hanya fungsi otaknya tapi pada akhirnya bukan saja anggota-anggota tubuhnya tidak bisa berfungsi seperti sedia kala tapi nantinya di dalam tubuhnya atau di dalam anggota organ-organ di dalam tubuhnya tidak lagi berfungsi seperti sedia kala karena terganggu semuanya. Karena semuanya sudah diatur oleh pusat syaraf di dalam otak kita, dan karena adanya gangguan itu semua nanti akan terpengaruh. Fungsi-fungsi kerja, organ-organ dalam tubuh kita pun tidak lagi bisa bekerja seperti biasa. Pada akhirnya kalau sudah terlalu parah akan meninggal dunia.PG : Penyakit alzheimer dan parkinson bisa sangat meletihkan dan menyusahkan, dalam pengertian secara emosional susah. Karena nantinya dia bisa tidak mengenal kita lagi. Kalau penderita strok, masih tahu siapa kita, tapi untuk penyakit seperti alzheimer ini tidak tahu siapa kita.
Dia akan pikir bahwa kita itu temannya, atau dia akan ngomong kepada kita tentang kita. "Kamu tahu tidak saya mempunyai seorang anak namanya siapa, siapa," padahalnya anaknya adalah kita sendiri. Atau kadang-kadang dia menangis, dia cerita 'dulu waktu saya muda, saya begini, begini, padahalnya dia ngomong dengan kita sendiri. Itu yang sering kali memerihkan hati, bagaimanakah kita mendengarkan orang yang kita kasihi berbicara seperti ini, tidak tahu siapa kita. Kita sebut, "Saya si ini, saya ini anakmu, saya ini istrimu, nama saya siapa." Dia akan berkata, "Bukan, kamu bukan istri saya, istri saya namanya ini." Itu yang membuat masa merawat orang-orang yang terkena gangguan ini menjadi masa yang sangat menekan sekali. Sebab sekali lagi kita kehilangan orang itu, tubuhnya masih tubuh yang sama tapi di dalamnya itu sepertinya tidak ada lagi dia.PG : Obat-obatnya sudah tentu sangat mahal, belum lagi perawatannya kalau kita nanti harus meminta bantuan seorang suster, itu akan sangat membebani keluarga. Mungkin Ibu Winny bisa memberikan kepada kami masukan yang singkat, apa yang tetap bisa keluarga lakukan untuk tetap mendayafungsikan penderita alzheimer dan parkinson ini?
WS : Khususnya untuk alzheimer itu memang banyak dengan lupanya. Tadi Pak Paul sudah jelaskan kita yang menjaganya bisa dilupakan. Apa yang masih bisa kita lakukan? Kita bisa menaruh foto disekitar ruangannya supaya mereka juga masih mengingat bahwa foto itu waktu masih bersama dengan dia.
Mereka mungkin sering melihat siapa kita tapi mereka lupa siapa diri kita, ada kemungkinan mereka bisa mengingat itu hanya orang yang selalu dekat dengan mereka. Jadi kita mungkin bisa mengingatkan mereka bahwa saya itu anaknya, saya itu cucunya, jadi memperlihatkan mereka foto-foto yang dulu atau sekarang. Mungkin tidak bisa ingat terlalu lama tapi bisa mengingatkan mereka. Atau juga sering lupa dalam rutinitas sehari-hari dan dengan demikian kita bisa membantunya dengan membuat schedul untuk mereka. Bisa melalui kata-kata atau melalui gambar, jadi misalnya pagi-pagi mereka lupa apa yang harus mereka lakukan, mereka bisa melihat gambar. Misalnya bangun tidur, harus ada gambar sikat gigi dulu, setelah itu mandi, terus makan; dan dengan menggunakan gambar-gambar seperti itu akan mengingatkan mereka bahwa mereka harus begini atau harus begitu. Seandainya orang yang menjaganya harus keluar, mereka juga bisa diingatkan seperti itu. Kita juga bisa membantu dalam situasi di rumah supaya aman, jangan sampai ada hal-hal tertentu yang membahayakan mereka. Jadi misalnya di kamar mandi ada pegangan untuk mereka mandi sehingga mereka tidak jatuh, atau modifikasi di rumah sehingga aman untuk mereka berjalan-jalan di sekitar rumah.WS : Ya itu memang sulit untuk kita ngomong, 'O....kamu sudah makan," tapi kalau memang seperti itu, kita bisa memberinya makanan yang lain. Misalnya buah-buahan, atau makanan kecil. Sekalipn mungkin kita sudah bilang bahwa dia sudah makan, kita bisa mengalihkan mereka ke arah aktifitas, tapi kalau memang mereka ingin sekali makan, kita berikan makanan kecil.
WS : Memang sulit untuk seorang yang menjaga orang yang sudah tua, seperti mengurus anak kecil kembali. Tapi kita yang menjaga juga perlu kesabaran, karena situasi dan kondisi mereka juga tida terkontrol dari diri mereka sendiri.
Jadi kita perlu sabar, penuh kasih sayang menyayangi mereka; memang itu sulit karena kedua belah pihak pasti ada emosinya.PG : Apalagi seperti parkinson, orang ini bisa melihat dirinya Pak Gunawan. Dia melihat tangannya gemetar, dia memegang gelas tidak bisa-jatuh, jadi dia pun merasa frustrasi. Dan pada akhirny memang sensitif karena merasa dirinya itu tidak lagi berharga, menjadi beban dan merasa orang sudah siap untuk menolaknya, menertawakannya.
Pernah sekali saya berhadapan dengan seseorang yang terkena parkinson yang sudah parah, karena memang sudah tidak bisa lagi buang air kemudian ditolong oleh anaknya; bukannya dia berkata terima kasih saya dibersihkan, malah dia berkata, "Kamu senang ya melihat saya seperti ini." Anaknya pasti sakit hati, masakan dia dituduh seperti itu oleh ayahnya sendiri. Tapi memang itulah yang dirasakan oleh si ayah yang sakit itu, dia sudah terhina, dia sudah tidak ada lagi harganya dan seakan-akan orang sedang menertawakan, dan mau menghinanya, itu sebabnya emosinya labil sekali dan bisa marah. Untuk itu Pak Gunawan, saya kira kita perlu kembali ke firman Tuhan, firman Tuhan di Mazmur 139:13 berkata, "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu, oleh karena kejadianku ajaib, ajaib apa yang Kau buat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." Kita masih tetap bisa membacakan firman Tuhan kepada penderita parkinson, kepada penderita alzheimer. Ingatkan sekali lagi tentang firman Tuhan bahwa mereka adalah ciptaan Tuhan, Tuhan yang membuat mereka, dan dalam kondisi ini mereka itu tetap ciptaan Tuhan yang tetap berharga, dan mata Tuhan tetap melihat mereka. Hal-hal itulah yang terus kita komunikasikan dan kita yakini firman Tuhan yang mereka dengar akan terus bisa berbicara ke hati mereka.GS : Terima kasih Pak Paul, juga Ibu Winny banyak terima kasih. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Ibu Winny Soenaryo M.A. dan Bp.Pdt.Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Stroke dan Gangguan Otak Lainnya". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
68. Sulitnya Mengampuni Orang Lain | |
Orang yang sudah dilukai itu cenderung sulit untuk mengampuni. Ada juga orang yang tidak mau mengampuni orang yang telah melukainya karena dia telah dilukai hingga cacat. Ternyata dalam mengampuni orang lain dibutuhkan tahapan-tahapan. Saat kita bisa mengampuni orang lain, kita akan mendapatkan banyak manfaat.
Orang yang sudah dilukai itu cenderung sulit untuk mengampuni. Hal itu disebabkan karena pandangan yang tidak menyeluruh tentang pengampunan. Mereka merasa mengampuni itu merugikan diri sendiri, tetapi sebetulnya pengampunan itu menguntungkan karena hatinya damai.
Faktor-faktor yang menyebabkan orang sulit untuk mengampuni :
Untuk bisa mengampuni orang lain, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui :
Manfaat dari mengampuni orang lain yaitu orang lebih sehat, jantungnya lebih sehat, tekanan darahnya lebih rendah, hidupnya lebih bahagia, hubungan suami istri lebih baik, hubungan dengan anak-anak lebih baik, hubungan dengan Tuhan lebih baik, bahkan penjual di toko-toko itu banyak untungnya karena dia menjadi orang yang lebih ramah. Dia menjadi bahagia karena bebannya hilang.
Pengampunan itu tidak sama dengan rekonsiliasi, Rekonsiliasi artinya berhubungan baik kembali dan menjalin hubungan baik. Rekonsiliasi terjadi dua arah, jadi antara kita dan orang lain harus ada unsur pengampunan, sedangkan mengampuni itu tidak harus dua arah.
Pada umumnya, kecenderungan kita berkata sudah mengampuni tetapi saat bertemu dengan orang itu kita menjadi sakit hati lagi. Untuk menghadapi hal ini kita perlu belajar kepada Tuhan Yesus yaitu kita bisa mendoakan musuh kita, belajar berempati. Maka Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita, sehingga saat kita bertemu orang itu kita tidak lagi membenci.
Firman Tuhan :
"Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu".
(Efesus 4:32)
Bahkan di atas kayu salib, Tuhan Yesus masih mengatakan, "Bapa ampuni mereka yang tidak tahu apa yang mereka perbuat".
Pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahya M.Psi, kami akan berbincang-bincang dengan Pdt. Dr. Vivian Soesilo. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen paruh waktu di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Sulitnya Mengampuni Orang Lain". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
VS : Terima kasih diberikan kesempatan untuk berbicara saat ini, sebagai seorang konselor saya mendapatkan banyak orang yang memang sulit mengampuni orang lain. Itu adalah pergumulan karena banak orang mempunyai pandangan yang salah tentang pengampunan.
VS : Kesulitannya yaitu karena mereka memandang mengampuni itu merasa dirugikan dan orang lain yang mendapat untung.
VS : Kasus yang sangat saya ingat adalah orang yang dianiaya oleh suaminya sampai tidak berdaya menjadi orang yang invalid, dulunya orang yang sehat akhirnya dia invalid. Bagaimana dia bisa menampuni suami yang membuat dia tidak bisa apa-apa lagi.
Padahal dulu dia sangat menyukai olah raga, sekarang tidak bisa apa-apa dan ini membuatnya sulit untuk mengampuni.ET : Tadi dikatakan merasa dirugikan, memang kenyataannya dia dirugikan. Secara manusia memang agak mustahil untuk mengampuni orang yang sudah membuatnya cacat.
VS : Betul, karena perbuatan suaminya dia menjadi cacat sehingga dia marah-marah luar biasa. Inilah yang saya katakan pandangan yang salah, karena ada rasa membenci dan membuat dia balas dendam Tapi bagi dia, dia mengalami banyak gejolak selama dia tidak bisa mengampuni.
Kurang lebih satu tahun saya mengkonseling dia, dia selalu marah dan akhirnya yang rugi dia sendiri karena suaminya terus mendekam di penjara. Karena keadaannya tidak akan berubah tapi yang kita masalahkan adalah menghadapi ke depan, ke depannya bagaimana? Mau marah-marah dan berakibat dia menjadi sesak nafas, tidak bisa bekerja apa-apa. Dia bisa damai kalau dia bisa mengampuni.VS : Pengertiannya tentang pengampunan yang tidak menyeluruh bukannya keliru. Memang dapat dikatakan merugikan dan dia mempunyai pandangan sebagian tetapi tidak menyeluruh.
ET : Jadi kalau misalnya dia mengatakan bahwa dia mau mengampuni asalkan... Kadang-kadang orang mau mengampuni dengan syarat, apakah ini termasuk pengertian dari tidak menyeluruh itu tadi.
VS : Bagi dia ingin mengampuni tapi sepertinya dia tidak mungkin karena tubuhnya sudah rusak. Bagi orang lain, saya mau mengampuni kalau orang itu mau meminta maaf. Tetapi orang lain pun yang mnyalahkan kita tidak mau minta maaf.
ET : Jadi kalau kita tunggu tidak akan terjadi.
VS : Yang kita hadapi itu sekarang dan masa depan, karena masa lalu tidak bisa diubah lagi. Itulah kita sebagai orang yang hidup bukannya lagi melihat ke belakang tetapi melihat ke depan. Makana kita perlu mengampuni untuk melihat ke depan.
ET : Selain perhitungan yang tadi apakah ada contoh-contoh pandangan yang tidak menyeluruh tentang mengampuni.
VS : Bagi orang mengampuni mereka merasa dirugikan, tapi sebetulnya itu menguntungkan bagi dia karena hidupnya damai. Setelah mengampuni terasa bahwa beban yang berat itu hilang. Ada hal lain yng tidak menyeluruh, orang menganggap mengampuni adalah orang yang menyusahkan dia ini tidak bertanggungjawab lagi.
Maksudnya dia dibebaskan dari tanggungjawab padahal pengampunan bukan berarti membebaskan tanggungjawab orang itu. Contohnya Paus Yohanes Paulus waktu ia mengunjungi orang yang dahulu mencoba membunuhnya, di penjara dan mengatakan "Saya mengampuni kamu". Tetapi dia tidak menyuruh orang itu keluar dari penjara karena orang itu harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Jadi pengampunan tidak berarti orang itu disingkirkan dari tanggungjawabnya. Kalau orang tidak mengerti tentang hal ini berarti jika ia mengampuni maka orang itu bisa lepas dari tanggungjawab tetapi arti pengampunan bukan itu.VS : Faktor lain mengenai orang sulit mengampuni yaitu mungkin bisa dilihat dari masa kecilnya sulit belajar tentang memaafkan orang. Mungkin dari kecil kita bisa mengajarkan anak kalau bersala kita harus minta maaf, ada juga anak yang mulai kecil pun sulit untuk mengampuni.
Ada juga orang yang karena perkembangannya mulai dari kecil perkembangan kejiwaannya belum menyeluruh, belum berkembang dengan baik sehingga dia belum bisa mempercayai orang. Jadi kepercayaan terhadap orang itu sulit, dan orang-orang seperti itu sulit untuk mengampuni orang lain.VS : Itu adalah salah satu pandangan yang salah. Orang menganggap mengampuni itu adalah melupakan, padahal itu salah. Orang mengampuni itu harus mengingat kembali apa yang terjadi, yang menyusakan itu diingat lalu dihadapi dan diampuni.
Hal yang terjadi itu tidak akan dilupakan, tetapi bukan menjadi beban lagi, bukan menjadi sesuatu yang menggores kehidupannya lagi tetapi sudah sembuh. Seperti kalau kita terluka di tubuh kita, tetap luka itu akan kita ingat tetapi sekarang sudah tidak perih lagi dan pengampunan menyembuhkan itu.VS : Itu karena hati yang terluka itu belum disembuhkan. Kalau hati itu disembuhkan, mengingat kembali tidak menyedihkan tetapi mengingat kembali adalah sesuatu yang menang.
ET : Hati yang disembuhkan ini dengan cara pengampunan.
VS : Kunci untuk menyembuhkan hati yang terluka, salah satunya adalah pengampunan.
ET : Kadang-kadang ada orang yang mengatakan "Saya sudah mengampuni", tapi kenyataannya kalau dilukainya berdampak begitu parah dan suatu saat marah lagi. Bagaimana dengan hal ini, apakah kamu belum mengampuni atau pengampunannya belum selesai?
VS : Pengampunan itu dimulai dengan keputusan, kemauan "Aku mau mengampuni orang itu", karena dilihat ini memang yang terbaik untuk saya dan saya mau mengampuni orang itu. Keputusan utuk mengampuni itu adalah langkah pertama.
Pengampunan ada dua, yaitu keputusan mengampuni dan mengampuni secara emosional. Keputusan mengampuni ini diambil setelah orang bergumul memang sungguh-sungguh saya mau mengampuni supaya hidupku lebih nyaman. Untuk emosional ini membutuhkan waktu. Keputusan ini sangat sulit dan emosional ini lebih sulit lagi. Bagi orang-orang tertentu mungkin membutuhkan berbulan-bulan untuk selesai dengan pengampunan secara emosional. Ada orang-orang tertentu sampai bertahun-tahun, bahkan ada juga yang mungkin sampai seumur hidup.ET : Kadang-kadang belum pulih sudah dilukai lagi.
VS : Salah satu langkah yang harus kita ambil supaya kita tidak dilukai lagi ialah kita harus belajar memberi, itu namanya "boundary" yaitu suatu batasan. Bagaimana kita bisa membatas supaya tidak dilukai lagi.
ET : Misalnya seperti tadi ibu contohkan pasangan suami istri yang istrinya dilukai oleh suaminya dan tadi dikatakan suaminya di penjara. Tapi kadang-kadang ada pasangan suami istri yang penuh engan kekerasan seperti itu tetapi tetap satu rumah.
Istri mau berusaha mengampuni tetapi setiap kali mau mengampuni suaminya memukuli lagi, jadi lukanya masih berkelanjutan terus.VS : Kasus yang seperti itu lain, jadi pengampunan yang ingin dilakukannya sulit karena yang satu pihak terus melukai. Pengampunan seperti itu harus disertai dengan tindakan yang lain, mungkin engan konseling sehingga suaminya mau berubah juga.
VS : Ini adalah pandangan tentang pengampunan itu mengalah tetapi sebetulnya pengampunan itu adalah suatu kemenangan. Maksudnya orang mau mengampuni itu pergumulan yang luar biasa dan akhirnya ia bisa mengampuni itu suatu kemenangan.
Orang membenci orang lain itu merasa dirinya kuat, saya bisa terus seumur hidupku aku membenci dia tetapi itu membawa dampak yang luar biasa yang menyakitkan untuk dirinya. Dia tidak bisa nyaman, setiap kali bertemu orang itu benci, kelihatan sesuatu itu memuakkan, hidupnya tidak senang dan akhirnya dia bisa mengampuni itu suatu kemenangan, karena saat itu sungguh-sungguh hatinya lega dan hidupnya senang.VS : Secara emosional misalnya hari ini saya mengampuni berarti secara emosi aku tidak membenci dia lagi, tidak lagi marah kepada dia, tidak lagi ingin membalas dendam. Jadi secara emosi saya mu mengasihi dengan kasih Tuhan.
VS : Ya, tahapan-tahapannya ialah pertama-tama ia harus tahu bahwa hal yang mengganggu dia ini memang suatu masalah dan ini perlu saya bereskan. Tahap yang kedua sebagai masalahnya ialah dia haus tahu bahwa apa yang mengganggu di dalam hatinya.
Jadi perasaan-perasaan hatinya karena biasanya orang yang sakit hati itu banyak kemarahan, kesedihan karena selalu disakiti orang juga banyak ketakutan biasanya orang yang berbuat jahat itu menakutkan, mungkin juga merasa malu karena telah direndahkan. Dia bisa mengidentifikasikan semua perasaannya lalu dia bisa mengeluarkan semuanya. Dikeluarkan mungkin melalui konselor semua kemarahannya, semua kebenciannya dikeluarkan seperti kita mengeluarkan racun dalam tubuh kita. Mungkin melalui tulisan, doa setelah dikeluarkan melalui itu baru kita bisa mengampuni. Kalau selama ada hal-hal itu seperti racun, kita tidak bisa mengampuni tetapi itu langkah-langkahnya. Setelah dikeluarkan baru kita bisa membuat satu batasan aku tidak mau lagi diperlakukan seperti ini, lalu saya bisa mengampuni dengan kasih Tuhan Yesus.VS : Tidak perlu, karena seringkali orang yang kita ampuni itu masih belum berubah atau orang yang kita ampuni itu mungkin sudah meninggal atau orang yang kita ampuni sudah jauh dari kita sehinga kita tidak bisa lagi menghubunginya.
Walaupun masih mengganjal di hati kita, kita tidak perlu memberitahu, yang penting kita sudah mengampuni dia, jadi satu pihak.VS : Perjalanan pengampunan itu perlu dilalui dan dihadapi. Selama dia mengetahui hal ini masih mengganjal di hatinya maka sebaiknya dia menghadapinya. Mungkin butuh bantuan seorang konselor atu teman yang bisa membantu dia.
ET : Saya tertarik dengan tadi yang ibu Vivian katakan, mengampuni seseorang yang mungkin sudah meninggal. Dan yang pernah saya temui, kadang-kadang kalau kita harus mengeluarkan kemarahan kepaa orang yang sudah meninggal sepertinya ini adalah hal yang tabu.
Orangnya sudah meninggal kenapa saya keluarkan lagi semua kemarahan, kebencian dan sebagainya. Jadi tahapan ini harus dilompati, apakah memungkinkan jika tahapan ini dilompati?VS : Kalau dilompati itu berarti, tubuh kita ini masih ada racun, masih ada nanah dari luka kita dan tidak dikeluarkan tapi langsung ditutup berarti tidak sembuh total. Meskipun orang itu sudahmeninggal, kita harus tetap mengeluarkannya supaya racun didalam hati kita itu dikeluarkan.
Mengeluarkan maksudnya untuk menyembuhkan.ET : Dan kesulitannya adalah mengampuni orang yang kita benci tetapi masih ada sisi sayangnya. Seperti mengampuni orangtua yang memang punya kesalahan, mungkin yang membekas kepada anaknya tetai di sisi lain secara logika dia mengatakan "Tapi saya tahu orangtua masih mengasihi saya", bisa dikatakan peperangan rasa bersalah dan kadang-kadang hal ini mempersulit.
VS : Kita sebagai anak harus menghormati orangtua. Jadi sulit bagi kita untuk menyalahkan orangtua, tapi ini adalah suatu kenyataan bahwa hati kita memang terluka, sakit hati. Kita perlu menyatkan kemarahan, tapi tidak langsung kepada orangtua mungkin kepada konselor.
Bisa melalui cerita, menulis surat kepada konselor tetapi tidak kepada orangtua.VS : Betul. Banyak sekali manfaatnya, melalui hasil riset selama 10 tahun terakhir riset yang dilakukan secara besar-besaran oleh John Templeton Foundation di Amerika menyatakan pengampunan itubanyak untungnya.
Untungnya adalah orang lebih sehat, jantungnya lebih sehat, tekanan darahnya lebih rendah, hidupnya lebih bahagia, hubungan suami istri lebih baik, hubungan dengan anak-anak lebih baik, hubungan dengan Tuhan lebih baik, bahkan penjual di toko-toko itu banyak untungnya karena dia menjadi orang yang lebih ramah. Banyak sekali manfaatnya sehingga dia sendiri menjadi orang yang bahagia karena bebannya hilang.VS : Betul, tapi ini adalah proses untuk menyembuhkan bukan proses untuk tetap sakit. Kalau kita melihat proses penyembuhan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan, jadi lebih baik dilalui saja Dari pada kalau tidak mau mengampuni nantinya perjalanan hidup kita menjadi susah.
Tapi proses mengampuni butuh waktu beberapa minggu atau beberapa bulan dan kita harus terus bergumul dengan pengampunan. Dan pada akhirnya kita memperoleh kemenangan dan kelepasan.VS : Karena kita mengharapkan orang yang lebih dekat dengan kita adalah orang yang lebih mengasihi kita. Tapi mengapa justru orang yang mengasihi kita itu menyakitkan kita. Karena kalau kita diakiti hal yang sama dari orang yang kurang dekat, maka kita lebih cepat mengampuni.
Tetapi kita selalu mengharapkan yang lebih dekat seharusnya melindungi saya, seharusnya mengasihi saya dan itulah kesulitannya.kandung, apakah kita harus menjalin hubungan seperti dulu ketika kita belum disakiti atau bagaimana?
VS : Pengampunan itu tidak sama dengan rekonsiliasi. Rekonsiliasi artinya berhubungan baik kembali dan menjalin hubungan baik itu. Ini tergantung dari masalahnya, contohnya orangtua menyakiti aak dengan berbagai macam kekerasan.
Ada seorang bapak menganiaya, melakukan kekerasan secara seksual kepada anaknya. Bagi dia pengampunan yang diberikan dengan cara mengampuni tetapi dia harus menjaga jarak dengan bapaknya untuk melindungi dirinya sendiri. Jadi bukan dengan rekonsiliasi, tetapi dengan tetap menjaga jarak untuk keamanannya sendiri.VS : Itulah sebabnya kalau memungkinkan pengampunan satu arah, saya mengampuni meskipun orang itu tidak mengampuni apapun yang terjadi saya tetap mengampuni pihak yang menyakiti saya. Tapi rekosiliasi ada dua arah, jadi jika kita mau berbuat mengasihi tapi kalau orang itu tidak bisa berbuat hal yang sama maka tidak bisa terjadi.
VS : Tidak perlu, karena mungkin tidak akan terjadi orang itu datang dan meminta maaf. Seringkali orang yang menyakiti kita tidak minta maaf, tapi demi saya sendiri saya mau mengampuni supaya hdup saya bahagia, supaya hidup saya bebas dan bukan demi orang itu.
VS : Bisa, karena pengaruh emosinya. Pengampunan secara emosi itu membutuhkan perjalanan atau suatu proses. Tetapi kalau dia sudah mengambil keputusan dan pada suatu hari kelak dia sakit hati lgi, maka dia akan ingat kalau saya sudah mengampuni.
Ini membutuhkan proses.VS : Hal itu menolong, jadi kalau dia ragu-ragu maka dia bisa melihat catatannya bahwa dia sudah mengampuni. Berarti ini hanya emosi saya dan membutuhkan waktu. Orang yang lebih dilukai maka di lebih lama untuk sembuh dari emosinya.
VS : Itulah perlunya kita belajar dari Tuhan Yesus yang mengajarkan kita bagaimana kita bisa mendoakan musuh kita. Kita sulit mengampuni orang yang menyakiti kita tapi kalau dengan kasih Yesus ita belajar berempat,i mencoba berdoa untuk orang itu juga.
Maka Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita, sehingga kalau kita bertemu orang itu kita tidak lagi membenci.VS : Ini ada satu ayat Alkitab dari Efesus 4:32 demikian firman Tuhan "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah didalam Kristus telah mengampuni kamu".
VS : Ini adalah pengampunan, sesuatu hal yang Tuhan Yesus sudah ajarkan, Rasul Paulus ajarkan. Tadi di dalam doa Bapa Kami diajarkan juga harus saling mengampuni, itu adalah suatu perintah dar Tuhan.
Kalau kita mau mengampuni orang lain, maka Tuhan Allah juga akan mengampuni kita.VS : Betul.
GS : Jadi tanggung jawab kita adalah memberikan teladan kepada generasi setelah kita anak-anak kita, cucu-cucu kita tentang bagaimana memberikan pengampunan secara benar. Terima kasih banyak Ibu Vivian dan Ibu Ester untuk kesempatan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih, Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Pdt. Dr. Vivian Soesilo dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Sulitnya Mengampuni Orang Lain". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id, kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
69. Sulitnya Mengampuni Diri Sendiri | |
Ada pernyataan bahwa mengampuni diri sendiri itu lebih susah dari pada mengampuni orang lain, tetapi ternyata itu tergantung dari orangnya. Ada orang yang mudah mengampuni orang lain, tetapi susah mengampuni dirinya sendiri. Ada juga orang yang bisa mengampuni diri sendiri tetapi susah mengampuni orang lain. Dan ada juga orang sulit mengampuni diri sendiri dan juga orang lain. Yang membedakan semuanya adalah cara pandang masing-masing orang.
Ada pertanyaan bahwa mengampuni diri sendiri itu lebih susah dari pada mengampuni orang lain, tetapi ternyata itu tergantung dari orangnya. Ada orang yang mudah mengampuni orang lain, tetapi susah mengampuni dirinya sendiri. Ada juga orang yang bisa mengampuni diri sendiri tetapi susah mengampuni orang lain. Dan ada juga orang sulit mengampuni diri sendiri dan juga orang lain. Yang membedakan semuanya adalah cara pandang masing-masing orang.
Beberapa penyebab yang membuat seseorang merasa bersalah terhadap dirinya sendiri :
Orang yang tidak bisa mengampuni diri sendiri ditandai dengan penuh kemarahan pada dirinya, selalu mempunyai pandangan yang negatif dan merasa dia pantas untuk mendapatkan perlakuan buruk dari orang lain; tidak menyenangi dirinya sehingga hidup awut-awutan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengampuni diri sendiri :
Dampak bila kita tidak mau mengampuni diri sendiri :
Jika ada sesuatu yang mengingatkan dia akan kesalahannya, maka dia harus minta maaf kepada orang yang dia lukai dan berbuat apa yang dia bisa untuk mengganti rugi dan juga minta ampun kepada Tuhan.
Firman Tuhan :
"Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri".
(Matius 22:39)
Jadi kita perlu mengasihi diri sendiri seperti kita juga mau mengampuni orang lain.
Pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahya M.Psi., kami akan berbincang-bincang dengan Pdt. Dr. Vivian Soesilo. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen paruh waktu di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Sulitnya Mengampuni Diri Sendiri". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
VS : Itu tergantung, ada orang tertentu memang lebih mudah mengampuni orang lain, tetapi susah mengampuni dirinya sendiri. Ada juga orang yang bisa mengampuni diri sendiri tetapi susah mengampui orang lain.
Dan ada juga orang sulit mengampuni diri sendiri dan juga sulit mengampuni orang lain.VS : Cara pandang dia. Yang saya lihat, orang sulit mengampuni diri sendiri biasanya karena menganggap dirinya itu harus sempurna, dirinya harus yang paling betul. Mempunyai tuntutan yang besarpada diri sendiri, saya tidak boleh berbuat kesalahan, saya tidak boleh menyakiti orang lain.
Kalau saya mengampuni orang lain maka itu adalah perbuatan baik saya terhadap orang lain tetapi terhadap diri sendiri tidak boleh.VS : Ini ada seorang ibu yang saya konseling. Dia mempunyai dua orang anak dan dia mempunyai banyak masalah. Setelah kami berbicara ternyata dia seringkali tidak bisa mengampuni diri sendiri da mengatakan "Seumur hidupku saya tidak bisa mengampuni diriku sendiri atas kesalahan yang saya perbuat".
ET : Apakah itu memang suatu kesalahan yang fatal atau memang terhadap hal-hal yang kecil pun dia sulit untuk mengampuni dirinya.
VS : Dari kecil sampai hal yang besar. Karena tadi yang saya katakan dia orang yang perfeksionis, dia menganggap dirinya tidak boleh melukai orang lain. Sebagai seorang ibu, dia tidak boleh menakiti anaknya, dia tidak boleh melakukan suatu kesalahan, jadi ada tuntutan yang besar dalam dirinya.
ET : Apakah juga termasuk seperti tindakan-tindakan menghukum. Jadi tidak hanya mengampuni tetapi juga menghukum dirinya.
VS : Yang dia hukum dirinya sendiri yaitu tidak bisa menerima dirinya sendiri. Jadi akhirnya hidupnya penuh dengan ketidakbahagiaan karena tidak bisa menerima dirinya sendiri.
VS : Itu memang kesalahan yang telah ia perbuat dan dia memang harus mengakui bahwa dia salah. Kesalahannya ialah dia lupa atas kelalaiannya tetapi mengampuni diri sendiri berarti harus melakuan tanggungjawab dengan benar dan harus menanggung kesalahannya.
Dan bukan berarti seumur hidup dia harus menanggung beban seperti itu. Dia harus berusaha mengampuni dirinya karena itu sudah terjadi di masa lampau. Dia harus minta maaf kepada Tuhan, minta maaf kepada anaknya yang meninggal dan kepada keluarga yang lain dan dia harus mengampuni dirinya sendiri untuk hidup di kemudian hari.VS : Kalau seperti itu maka dia harus minta maaf kepada anak yang dia perkosa. Dulu dia seperti itu tapi sekarang dia sudah berubah dan yang penting dia menunjukkan perubahan.
VS : Orang yang belum bisa mengampuni dirinya sendiri adalah orang yang masih penuh dengan kemarahan pada dirinya sendiri. Jadi termasuk yang tadi saya katakan tidak bisa menerima dirinya sendii.
Kalau orang tidak bisa menerima dirinya sendiri berarti dia adalah orang yang tidak bahagia. Apapun yang ia lihat selalu dengan negatif, jadi akhirnya hidupnya menjadi sesuatu yang negatif.ET : Apapun yang orang lain perlakukan kepadanya kadang-kadang dinilai memang saya layak mendapatkan perlakuan seperti itu.
VS : Kalau pun dia melihat dirinya adalah orang yang begitu rusak dan begitu bejat tapi apakah dia akan terus seperti itu. Kalau dia berubah dan bertobat maka dia bisa melihat bahwa Tuhan sudahmengampuni dia dan dia juga bisa belajar mengampuni dirinya sendiri.
ET : Tapi kadang-kadang ada orang yang mengatakan "Saya tahu bahwa saya sudah diampuni oleh orang yang saya lukai dan Tuhan sudah mengampuni saya, tetapi tetap saya tidak bisa mengampuni dri saya sendiri".
VS : Dalam keadaan seperti itu, yang perlu dipikirkan adalah kalau Tuhan sudah mengampuni dan sudah minta maaf kepada orang yang dia lukai semoga orang itu bisa mengampuninya. Untuk bisa mengamuni diri sendiri yaitu dengan kompensasi, mungkin dia bisa berbuat lebih baik dengan orang itu, membalas sesuatu kebaikan atas kejahatan yang telah dia perbuat.
Mungkin seperti kasus ayah memperkosa anaknya, sekarang dia bisa melakukan sesuatu untuk menebus kesalahan. Orang yang saya lihat seperti itu akhirnya bisa mengampuni diri sendiri dengan berbuat seperti demikian.VS : Ini berarti dia tidak melihat bahwa pengampunan yang dia terima dari Allah tidak nyata dalam kehidupannya. Kalau Allah yang mengampuni maka dia harus belajar mengampuni diri sendiri, merenahkan diri di hadapan Allah.
Rasul Paulus pun adalah orang yang termasuk pernah membunuh orang lain sebelum dia bertobat, akhirnya karena kasih karunia Allah dia bisa bertobat. Dia bisa mengatakan "Dahulu aku adalah orang yang paling berdosa tapi akhirnya aku bertobat". Dia bisa merendahkan diri untuk menerima pengampunan Allah dan pengampunan dirinya sendiri.VS : Langkah-langkah yang bisa diambil adalah membantu dia melihat bahwa apa yang sudah terjadi itu sesuatu yang sudah lewat, dia harus tahu apa yang dia perbuat itu sesuatu yang sungguh-sunggu terjadi dan dia mau bertanggung jawab "Aku telah berbuat seperti itu".
Pertanggungjawaban ini juga harus dia selesaikan dengan baik, kalau dia harus menjalani hukuman maka dia harus menjalani dan bukan lari dari tanggungjawabnya. Kalau dia harus bayar kompensasi maka dia harus bayar kompensasinya itu. Setelah itu dia harus mengeluarkan segala macam kepedihan, rasa dukacitanya, rasa malu. Kalau perlu dia bisa menulis surat meminta maaf kepada orang yang dia sakiti dan minta ampun kepada Tuhan. Setelah dia bisa mengeluarkan semuanya maka dia bisa minta maaf kepada orang yang dia lukai dan mengampuni dirinya sendiri.ET : Apakah ada perbedaan langkah-langkah dengan orang yang perfeksionis yang bisa menyalahkan diri dan sulit mengampuni diri untuk masalah apa pun?
VS : Saya kira orang yang perfeksionis itu standardnya terlalu tinggi. Untuk orang yang perfeksionis dia harus menyadari bahwa dirinya sendiri adalah manusia dan dia perlu merendahkan diri.
ET : Soalnya dengan orang yang perfeksionis ini untuk kita lakukan langkah pertama yaitu merumuskan kesalahannya dia dimana, masalahnya dimana, itu sulit karena dia merasa yang ada pada dirinyasemuanya salah.
VS : Itu berarti orang yang perfeksionis pun dia harus tahu bahwa dia tidak bisa perfek, semasa kita hidup di dunia ini tidak mungkin sempurna. Kita harus sadar bahwa manusia ini tidak sempurnameskipun dia sudah membuat standard yang tinggi untuk dirinya tetapi tidak akan bisa dengan kekuatan sendiri, dan kadang-kadang jatuh maka membutuhkan kerendahan hati.
ET : Berarti pemahaman ini yang perlu mendahului pengampunan terhadap diri sendiri?
VS : Ya betul.
VS : Keuntungannya adalah kelegaan, beban yang berat sudah terlepas, akhirnya dia bisa berhubungan yang normal dengan orang lain. Dengan kelegaan itu maka dengan sendirinya tubuhnya menjadi seht.
VS : Orang yang mendapatkan kelegaan berarti dia lebih segar dalam penampilannya, tubuhnya lebih sehat karena sudah menyenangi dirinya sendiri. Orang yang senang dirinya sendiri dengan sendirina dia mau dandan, berpakaian rapi membuat dirinya sendiri menarik.
VS : Itu berarti lebih banyak menghukum dirinya sendiri, juga menghukum keluarganya. Jadi butuh kelepasan dari itu.
ET : Bahkan ada yang pernah saya ketahui melukai dirinya, sebagai bentuk penghukuman diri sendiri.
VS : Apakah menghukum dirinya sendiri itu kelepasan, apakah ada gunanya. Sama sekali tidak ada faedahnya.
ET : Bahkan menyusahkan keluarga. Sebenarnya itu menghukum keluarga yang tidak bersalah.
VS : Betul.
VS : Kalau dia seperti itu, maka dia termasuk orang yang bisa sembuh jika sudah minta maaf kepada orang yang dia lukai, jika dia sudah berbuat apa yang dia bisa untuk mengganti rugi dan juga mita ampun kepada Tuhan.
Dia harus percaya bahwa kuasa Allah atau darah Tuhan sudah bisa untuk mengampuni dia. Dia harus menerima dengan sukacita tidak lagi susah.VS : Tentu. Dia tidak sehat lagi karena terlalu banyak pikiran dan kalau orang banyak pikiran berakibat tidak bisa tidur, makan tidak enak, kerja juga tidak enak. Akhirnya dia mengalami banyak asalah dalam kesehatan, tekanan darah tinggi membuat sakit jantung, stress terhadap banyak hal, membuat kesehatan tubuhnya menjadi banyak terganggu.
VS : Tapi apakah dia mau seperti itu. Dan tadi Ibu Ester katakan menyusahkan keluarganya dan akhirnya menghukum keluarganya juga.
VS : Nah keluarganya bisa mengatakan kalau sudah mengampuni maka terimalah kami. Kami ini sudah mengampuni kamu, untuk bersyukur cobalah dalam kehidupanmu kamu mau menghargai kami.
VS : Berarti dia dianjurkan untuk menerima keluarga yang sudah menerima dia.
ET : Jadi memang dua lapisan yang Ibu Vivian katakan beberapa waktu yang lalu tentang mengampuni orang lain berlaku juga kepada diri sendiri yang mengampuni secara keputusan dan secara emosi.
VS : Betul. Jadi keputusan mengampuni diri sendiri akhirnya tergantung emosinya dan ini membutuhkan waktu.
VS : Nah itu tergantung berapa dalamnya luka yang bisa terjadi dan tergantung juga betapa dekat dengan orang yang dilukai itu, dan berapa besarnya kesalahan yang dia perbuat.
VS : Kasus-kasus besar yang tadi dicontohkan, sampai akhirnya anaknya meninggal. Kerugian materi yang luar biasa tapi materi bisa dicari lagi dan yang terbesar adalah nyawa orangnya, itu yang mmbuat sulit mengampuni diri sendiri.
Ada salah seorang klien saya tapi bukan masalah besar seperti itu, hanya sesuatu yang tidak beres dalam keluarganya, tidak beres mengatur anaknya dan yang tidak beres itu pun sudah tidak menyenangkan. Tergantung berapa 'perfect' seseorang.VS : Kalau orang yang memperkosa anaknya sendiri merasa tidak bersalah berarti orang itu dipenuhi dengan nafsu birahi. Waktu dipenuhi nafsu birahi dia lupa daratan, dia lupa apa yang dia lakuka, lupa kalau itu anaknya sendiri.
Berarti rasionya tidak berjalan, yang berjalan hanya nafsunya saja.VS : Saya kira dia sadar tapi kalau binatang maka tidak sadar, dan manusia diberi Tuhan rasio.
VS : Saya kira manusia tahu tapi kalau binatang anjing tidak tahu. Karena anjing tidak mengerti, tapi manusia mengerti kalau dia mau jujur dengan diri sendiri.
VS : Yang kita bisa lakukan yaitu menyelamatkan anaknya kalau bisa anaknya keluar dari lingkungan itu. Bukannya putus hubungan, tetapi untuk menyelamatkan anak itu. Bagaimana kita bisa bicara dngan ibunya agar anak ini bisa diselamatkan di tempat yang lain.
VS : Penjara adalah tempat yang layak untuk hukumannya.
VS : Coba kita lihat di Matius 22:39 "Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri". Jadi kita perlu mengasihi diri sendiri seerti kita juga mau mengampuni orang lain.
GS : Jadi itu suatu hukum kasih yang juga harus diterapkan pada diri kita sendiri. Terima kasih banyak Ibu Vivian dan Ibu Ester untuk kesempatan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Pdt. Dr. Vivian Soesilo dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Sulitnya Mengampuni Diri Sendiri". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
70. Pelaku Tindak Kekerasan | |
Beberapa hal yang mendorong seseorang untuk melakukan tindak kekerasan yaitu: Kecemburuannya, tidak takut akan Tuhan, tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri.
Kita bisa membaca di dalam Alkitab khususnya di Perjanjian Lama tentang kisah Kain yang memukul Habel sampai meninggal, ini adalah contoh tindak kekerasan. Apalagi di zaman modern seperti sekarang ini, banyak kita jumpai tindak kekerasan di sekitar kita.
Ada hal-hal yang mendorong seseorang untuk melakukan tindak kekerasan yaitu :
Saat ini tindak kekerasan semakin banyak dijumpai hingga anak kecil pun sudah bisa melakukan tindak kekerasan. Hal itu disebabkan karena mereka meneladani apa yang ada di sekelilingnya dan melihat apa yang ada di sekitarnya seperti televisi dsb.
Ada juga di sekitar kita yang melakukan tindak kekerasan secara beramai-ramai karena dengan beramai-ramai semua tanggungjawab dipikul bersama dan mungkin tidak ada yang berani melawannya. Ramai-ramai untuk menyenangkan hati, supaya diterima oleh kelompok yang beramai-ramai itu.
Tindak kekerasan yang sering kita jumpai ialah :
Semua pelaku tindak kekerasan ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk disembuhkan, berapa lama waktu itu tergantung dari seberapa dahsyat tindak kekerasan yang dia lakukan.
Ternyata ada tindak kekerasan yang lain yang tidak kelihatan secara jelas / terselubung, misalnya :
Hal-hal yang dapat mengurangi atau mencegah tindak kekerasan di sekitar kita:
Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menolong pelaku tindak kekerasan yang sudah sadar dan bertobat :
Firman Tuhan : "Tuhan membenci orang yang mencintai kekerasan".
(Mazmur 11:5B)
pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahya M.Psi., kami akan berbincang-bincang dengan Pdt. Dr. Vivian Soesilo. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen paruh waktu di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Pelaku Tindak Kekerasan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
VS : Sebetulnya ada banyak hal yang menyebabkan orang melakukan tindak kekerasan. Kita sudah ketahui Kain dan Habel karena kecemburuannya terhadapnya maka akhirnya dia marah lalu membunuh. Kala kita melihat orang melakukan tindak kekerasan pada dasarnya ialah orang itu tidak takut akan Tuhan lalu dia melakukan sesuatu untuk menyakiti orang lain.
Kita juga melihat tindak kekerasan bisa terjadi karena orang tidak bisa mengendalikan emosinya sendiri. Jadi emosi marahnya, cemburu, takut, balas dendam dsb tidak bisa dikendalikan sehingga dilampiaskan kepada orang lain.VS : Betul. Kalau orang sudah gelap mata tidak bisa mengendalikan diri, siapa saja bisa diterjang.
VS : Masalah di sekeliling membuat kita menjadi stress. Meskipun kita menjadi stress oleh karena masalah di sekeliling kita, kita tidak bisa menyalahkan orang lain karena dirinya tidak mau bertnggung jawab mengendalikan diri sendiri.
ET : Dulu saya berpikir kalau orang sampai melakukan tindak kekerasan, biasanya itu karena emosinya memang sepertinya sudah memuncak. Tapi kalau kita melihat berita-berita kriminal, adakalanya ntuk hal sepele pun orang bisa sampai melakukan tindak kekerasan.
Dan rasanya semakin banyak tindak kekerasan seperti ini misalnya hanya karena tidak diberikan pinjaman uang atau barang, orang bisa membunuh atau menyakiti. Kecenderungan ini sebenarnya bagaimana Bu?VS : Itu seringkali karena ada sesuatu hal yang mengganggu didalam diri orang itu yang telah sekian lama dipendam tidak dikeluarkan dan tidak dibenahi. Akhirnya suatu yang kelihatan sepele itu enjadi pemicu, akhirnya dia tidak terkendali.
Mungkin melukai orang lain, seringkali yang Pak Gunawan tanya kenapa bisa sendiri, tapi seringkali yang menjadi korban justru orang dekatnya karena dia begitu dekat dengan sekelilingnya, maka orang itu yang menjadi korban kekerasannya karena dia paling gampang melakukan dengan orang yang dekat.VS : Dan mungkin kalau pada orang lain ada sungkannya, karena pada orang terdekat gampang melakukan apa saja.
ET : Mudah terpicu dan mudah melampiaskannya, Bu?
VS : Ya.
VS : Kalau anak-anak kecil itu memang meneladani apa yang ada disekitarnya, anak-anak berani melakukan tindak kekerasan mungkin dia bisa melihat di keluarganya orang tuanya melakukan tindak kekrasan dengan anggota keluarganya atau melihat acara di televisi.
Jadi dia mau meneladani sesuatu yang jelek yaitu tindak kekerasan di televisi.VS : Seharusnya anak tahu ini sesuatu yang salah atau benar, tetapi karena dia melihat ini sudah sering dilakukan mungkin diperbolehkan.
ET : Melalui contoh, mungkin melihat ayahnya tidak mendapatkan yang dia inginkan kemudian memukul orangtuanya. Jadi seperti pesan yang diterima dengan begitu mudah menyakiti orang lain. Tapi kalau kita lihat ada orang-orang tertentu yang rasanya baru berani melakukan tindak kekerasan kalau ramai-ramai, kalau sendirian dia tidak berani, ini bagaimana?
VS : Orang yang suka ramai-ramai itu rupanya supaya tanggungjawabnya dipikul bersama, tidak sendirian kalau dihukum juga bersama-sama. Ada juga orang yang berpandangan kalau ramai-ramai mungkintidak ada orang yang berani melawannya karena bergerombol jadi lebih berani.
ET : Atau sebenarnya ada juga yang beranggapan bahwa keramaian tidak untuk melakukan kekerasan tetapi karena melihat bahwa kalau ramai-ramai itu seru.
VS : Betul, bisa juga ramai-ramai untuk menyenangkan hati.
ET : Sebenarnya tanpa ada kemarahan.
VS : Ada tapi tidak sampai memuncak, jadi asal ramai-ramai berbuat sesuatu yang menyenangkan hati tetapi sebetulnya sesuatu yang salah.
VS : Sebetulnya ada yang memulai dan yang lain ikut-ikutan supaya menyenangkan hati teman-temannya dan ada juga hanya untuk keramaian.
ET : Jadi ikut tanpa tahu penyebabnya.
VS : Kadang-kadang mereka melakukan itu supaya diterima oleh kelompok yang ramai-ramai itu.
VS : Karena itu sudah sering dia lakukan, jadi tidak merasakan apa-apa. Jadi emosinya mati karena dia sudah sering melihat, memikirkannya dan tidak merasa bersalah karena sudah terlalu lama sehngga hati nuraninya tidak berbicara lagi.
Atau mungkin hati nuraninya berbicara tetapi dia pendam dan dia matikan.VS : Akhirnya mati maka tidak berbicara lagi.
VS : Atau dulu dia sering melihat hal yang sama tetapi tidak bermasalah sehingga dia melakukan kembali dan tidak apa-apa.
VS : Bisa juga, mungkin waktu kecil dia mengalami tindak kekerasan. Mungkin keluarganya atau orang lain yang melukai hatinya dan belum dipulihkan, sehingga dia mempunyai kecenderungan seperti iu.
VS : Yang pertama adalah tindak kekerasan secara fisik yaitu apa saja yang melukai diri seseorang didalam fisiknya dari kepala sampai ke kaki. Bisa berbentuk pukulan dengan barang-barang tumpuldan sebagainya yang secara fisik.
Dan yang kedua yang sering orang lakukan adalah tindak kekerasan secara emosi yaitu apa saja yang melukai orang bukan melalui fisiknya tetapi secara emosinya dengan cara caci-maki yang sangat keras, dimarah-marahi, dihina dan apa saja yang melukai hatinya. Dan yang ketiga adalah tindak kekerasan secara seksual jadi apa saja yang berbau seksual itu merupakan tindak kekerasan. Yang keempat tindak kekerasan secara penelantaran yaitu tidak diperhatikan, diremehkan.VS : Biasanya akibatnya itu tergantung, seberapa jauh tindak kekerasan yang dilakukan dan seberapa lama dilakukan. Dan kalau itu sudah sekian lama dan begitu keras atau begitu dahsyat dilakukantindak kekerasan itu maka akan lebih lama sembuhnya.
VS : Karena merugikan orang lain ini adalah bentuk penelantaran. Contohnya tentang penelantaran anak, anak seharusnya mendapatkan perhatian orangtua, harus mendapatkan pendidikan yang layak danjuga mendapatkan kebutuhan untuk hidup.
Tetapi kalau anak yang ditelantarkan dengan tidak diperhatikan, maka secara emosi anak akan kekurangan sehingga tidak berkembang dengan baik. Kalau anak tidak diperhatikan didalam hal kesehatan sehingga anak menjadi sakit dan dibiarkan maka anak akan menderita, sehingga secara fisik dan emosi tidak berkembang. Ditelantarkan dalam hal pendidikan, maka untuk hari depannya anak tidak bisa berkembang dengan baik. Jadi penelantaran itu juga merupakan tindak kekerasan.ET : Saya tertarik dengan tadi Ibu katakan kekerasan secara emosi, kadang-kadang ada budaya yang memicu seseorang dengan cara yang negatif. Misalnya supaya anak mau belajar kemudian dikatakan bdoh dan sebagainya dengan tujuan mendorong.
Dan orangtua mengatakan, "Kalau tidak dibegitukan nanti anak tidak mau belajar dan tidak menjadi pintar". Apakah ini suatu bentuk kekerasan secara emosi, secara verbal.VS : Betul. Jadi itu adalah tindak kekerasan karena mencaci orang yaitu bodoh. Seringkali itu adalah kutukan yang akhirnya adalah nubuatan yang akan dipenuhi dan digenapi oleh anak itu. Sebetulya orangtuanya tidak bermaksud seperti itu tetapi bisa membuat nubuatan yang digenapi.
ET : Berarti ada orang yang melakukan tindak kekerasan tanpa menyadarinya.
VS : Ya begitu.
VS : Di satu pihak kita mengerti para orangtua mempunyai maksud yang baik supaya anaknya berkembang tetapi kalau keterlaluan hingga anaknya sama sekali tidak mempunyai waktu untuk dirinya sendii, bersosialisasi, untuk bermain.
Itu juga merupakan sesuatu tindak kekerasan. Tetapi itu bukan tindak kekerasan yang seperti fisik, emosi, seksual dan ketelantaran, melainkan merupakan kurang perhatian sehingga anak ini tidak bisa berkembang secara baik. Itu adalah tindak kekerasan yang ringan.VS : Itu tindak kekerasan supaya orang mau berbicara tetapi sebenarnya orang mau menghalalkan itu juga sesuatu yang salah. Tidak boleh ada tindak kekerasan apa pun juga karena itu merupakan sesatu yang kriminal, suatu tindakan kekerasan.
VS : Tentu, kalau jasmaninya terganggu maka emosinya menjadi tersiksa. Itu termasuk perkembangannya tidak berkembang dengan baik, baik secara jasmani atau emosi.
VS : Semuanya lama.
VS : Butuh waktu.
VS : Tapi di dalam sangat menderita. Seperti tindak kekerasan seksual dan penelantaran ini membutuhkan penyembuhan yang lama.
ET : Apakah setiap bentuk ancaman juga bisa menjadi salah satu bentuk kekerasan, Bu Vivian?
VS : Betul. Ancaman tentunya tindak kekerasan secara emosi.
ET : Misalnya seperti kadang-kadang ada pesan yang disampaikan orangtua kepada anak, kalau kamu baik akan disayang tapi kalau tidak baik tidak disayang. Ini sebetulnya ancaman bagi anak untuk brbuat baik di depan orangtuanya.
VS : Jadi anak itu sebetulnya harus diterima apa adanya. Tentu semua orangtua tidak ingin anaknya menjadi tidak baik. Jadi bagaimana memberitahukan kepada anak kalau anak ini diterima tanpa syaat.
Diterima dan dikasihi.ET : Kalau membawa-bawa sisi rohani misalnya mengatakan kepada anak, "Kalau kamu melakukan sesuatu maka Tuhan akan membalas", ini bagaimana Bu?
VS : Ada tindak kekerasan yang dinamakan tindak kekerasan secara rohani, sepertinya orang itu menggunakan legalisme. Jadi akhirnya anak ini mengalami legalisme. Orang seperti ini diberi sebuta oleh semua orang adalah bukan orang biasa tetapi malaikat atau Tuhan, jadi tidak diberikan kesempatan untuk menjadi manusia.
Kalau menjadi manusia ada kesempatan untuk bersalah bukannya kita mau berdosa tetapi setiap orang bisa bersalah dan ini merupakan tindak kekerasan kalau orang ini selalu dituntut sempurna. Kita tidak mungkin selalu sempurna tetapi bukannya kita mau hidup sembarangan namun penuntutan ini menuntut orang untuk menjadi sempurna dan selalu rohani. Kalau tidak maka akan dihukum Tuhan dan itu adalah tindak kekerasan secara rohani.ET : Tidak terlalu jelas sepertinya terselubung tetapi bentuk kekerasan juga. Apakah ada lagi bentuk-bentuk yang terselubung selain secara rohani ini.
VS : Bentuk kekerasan secara rohani lainnya ialah mungkin orang disuruh banyak pelayanan sehingga tidak ada waktu untuk keluarganya. Pelayanan memang baik tetapi kalau anaknya menjadi "yatm piatu" itu adalah tindak kekerasan secara rohani.
Ada juga tindak kekerasan ringan yang lain yaitu kita terlalu menyayangi anak sehingga anak tidak diberikan kesempatan untuk mengalami kesakitan apa pun juga padahal di dunia yang akan kita hadapi nantinya kita akan terbentur sana sini. Itu pun terlalu memproteksi seseorang, itu juga merupakan tindak kekerasan karena dia tidak mungkin bisa hidup seperti ini. Ada lagi yaitu selalu menyalahkan anak, itu juga merupakan tindak kekerasan yang terselubung, anak selalu dijadikan kambing hitam dan itu suatu tindak kekerasan.VS : Itu bisa terjadi, di zaman yang modern ini waktu untuk diri sendiri begitu banyak sehingga tidak ada waktu lagi untuk orangtua. Anak bisa melakukan tindak kekerasan terhadap orangtuanya degan cara tidak memperhatikan orangtua padahal itu salah satu perintah Tuhan, kita harus memperhatikan orangtua, orang tua sudah membesarkan kita.
Seringkali lupa, kita hanya mengirim uang saja tetapi biarlah orang lain yang mengurusi padahal kita harus ikut campur kecuali kalau tempat tinggal kita jauh, tetapi kalau tidak maka kita harus memperhatikan orangtua.VS : Itu betul.
VS : Ada, itu juga termasuk tindak kekerasan. Saya lihat orangtua dipaksakan untuk bekerja supaya dia bisa hidup sendiri. Saya ada teman yang seperti itu, orangnya ini sudah tua dan anaknya hana satu tapi akhirnya anak ini menikah dan sudah punya rumah tangga sendiri.
Kemudian orangtua ini dipaksakan harus tetap mencari uang sendiri, padahal dia sudah sangat tua.VS : Betul. Meskipun sulit tapi dampaknya juga melukai seseorang jadi harus diperhatikan supaya tidak terjadi.
ET : Jadi apa yang mungkin bisa kita lakukan untuk mencegah atau pun mengurangi tindak kekerasan di sekitar kita, minimal di keluarga kita.
VS : Mungkin perlu ada suatu pengertian yang harus kita lakukan hari ini supaya orang mengerti hal-hal apa yang bisa merupakan tindak kekerasan. Juga ada hal-hal yang bisa dilakukan ialah kita erusaha untuk mengerti kalau dirinya sendiri itu dahulu kecilnya memang mengalami tindak kekerasan.
Jangan didiamkan tetapi perlu kita hadapi, perlu kita sembuhkan, dipulihkan karena seringkali kalau belum pulih secara tidak sadar maka dia bisa melakukan tindak kekerasan kepada orang lain lagi. Hal yang lain yang perlu kita perhatikan ialah supaya kita mau mementingkan kepentingan orang lain dan bukan kepentingan diri sendiri.VS : Sebetulnya harus begitu, tetapi banyak orang tidak mau lapor karena takut dengan pelakunya, "Kalau nanti saya lapor maka saya akan semakin disakiti lagi" dan seringkali seperti iu.
Ada juga orang tidak mau lapor karena kalau dia lapor belum tentu dia dilindungi secara hukum, belum tentu dipercayai. Jadi untuk keselamatannya dan kepentingannya, apakah saya lebih ditolong atau malah tambah celaka?VS : Ada yang seperti itu, jadi memang guru yang menganiaya muridnya tetapi di negara Barat yang dilindungi oleh hukum malah jadi guru tidak bisa bertindak apa-apa karena murid yang melakukan tndak kekerasan kepada guru.
Murid terlalu dilindungi oleh hukum jadi ekstremnya sampai ke tempat yang lain.VS : Kalau orangnya sudah menyesali dan mau bertobat kita harus mendukung dia supaya dia bisa tetap menjaga dan mengendalikan diri, mengendalikan emosinya, mengendalikan tindakannya, bagaimana ia berbicara, demikian juga di dalam hal rohani dia bisa bertumbuh, maka kita bisa dukung dia dalam konseling.
Maksudnya kalau pun dia tidak mau konseling kita bisa membantu menasehati kalau saat dia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri dan sebelum menyakiti orang lain, mungkin bisa telepon kepada temannya dan mengatakan "Saya tidak bisa mengendalikan diri saya". Jadi dia perlu tahu gejala-gejalanya, tanda-tandanya dan kalau hampir klimaksnya, itu harus bagaimana. Jadi sebelum meledak dia cepat-cepat cari teman atau siapa saja yang bisa diberitahu sehingga dia bisa mengendalikan diri sendiri. Tentunya kita juga mendukung di dalam hal doa.VS : Betul.
ET : Perlukah kita mendorong dia untuk bertanggungjawab atas kerusakan yang mungkin sudah terjadi?
VS : Betul. Tentunya orang yang melakukan tindak kekerasan harus bertanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan. Memang bukan disebabkan hal lingkungan atau orang lain, tetapi dirinya sendiri arus bertanggungjawab terhadap apa yang dia lakukan.
Jadi dia bertanggungjawab mengendalikan dirinya sendiri.VS : Hal-hal tertentu misalnya bagaimana?
VS : Yang pertama dia harus merendahkan diri dan dia mau tahu bahwa perbuatannya itu salah dengan melihat orang yang menderita. Kalau melihat orang menderita maka dia akan sadar bahwa apa yang ia lakukan itu merupakan sesuatu yang tidak betul.
Sehingga dia mau mencoba mengerti, kalau orang berbicara tolong di dengar, orang lain menangis tentu ada artinya apa yang menyebabkan. Sehingga dia mau membuka diri kepada orang lain entah itu terhadap perbincangan seperti ini atau terhadap bacaan tentang tindak kekerasan dan ini membuat dia sadar.VS : Itu namanya siklus yang berulang-ulang. Dia harus bisa mematahkan siklus itu kalau dia gagal, maka dia bisa minta tolong pada orang lain. Dia belum sungguh-sungguh berubah karena dia sadartapi dia melakukan hal itu lagi.
VS : Bukan harapan tapi keputusan yaitu keputusan untuk tidak melakukan lagi. Jadi sebelum dia melakukan tindak kekerasan kalau sudah ada tanda-tandanya entah dia mulai merasa dongkol, maka diaharus mencegah supaya tidak terjadi.
VS : Jadi harus ada keputusan tidak mau mengulangi lagi dan kekerasan merupakan suatu dosa. Tuhan tidak menghendaki hal seperti itu.
VS : Ini dari Mazmur 11:5B, "Tuhan membenci orang yang mencintai kekerasan". Jadi Tuhan bukan mencintai tetapi membenci orang yang mencintai kekerasan, Tuhan tidak senang dengan orang yang melakukan kekerasan.
VS : Saya kira dia harus bertanggungjawab kepada Tuhan.
GS : Terima kasih banyak Ibu Vivian dan Ibu Ester untuk kesempatan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Pdt. Dr. Vivian Soesilo dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Pelaku Tindak Kekerasan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
71. Korban Tindak Kekerasan | |
Penderitaan yang dialami oleh korban tindak kekerasan, adalah pada batin atau hatinya. Untuk menyembuhkannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Ada 3 langkah yang dapat dilakukan korban agar tidak terjadi untuk yang kedua kalinya yaitu (1) membuat batasan dengan pelaku atau menjaga jarak. (2) mengenali kelemahan diri supaya tidak diperalat oleh orang lain. Dan (3) memutus hubungan, jika penderitaan yang dialami sudah begitu dahsyat.
Penderitaan yang dialami oleh korban tindak kekerasan, adalah pada batin atau hatinya. Untuk menyembuhkannya membutuhkan waktu yang cukup lama.
Ada salah seorang korban yang menyalahkan diri sendiri, sehingga dia menjadi korban dari tindak kekerasan. Sebenarnya yang bersalah itu tetap pada pelakunya dan korban hanya sebagai pemicu dari tindak kekerasan.
Seringkali kita menyalahkan Tuhan seolah-olah Tuhan tidak menolong kita saat terjadi tindak kekerasan. Padahal sebenarnya Tuhan itu mengasihi manusia dan Tuhan ingin manusia saling mengasihi dan memperhatikan, bukannya saling menyakiti. Kalau itu diijinkan oleh Tuhan, maka Tuhan punya rencana sendiri.
Keluarga korban juga ikut menanggung derita akibat tindak kekerasan, tetapi keluarga harus menolong korban. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menolong si korban :
Tindakan pertolongan yang bisa dilakukan oleh orang lain atau konselor :
Tanda-tanda dari korban tindak kekerasan yang sudah pulih, memang tidak kelihatan secara fisik, tetapi bisa kelihatan bahwa bebannya sudah terlepas, tidak tertekan lagi dan saat menghadapi sesuatu tidak mudah tersinggung, tidak menyimpan dendam karena hatinya sudah damai.
Langkah-langkah yang dilakukan korban agar tidak terjadi untuk yang kedua kalinya :
Firman Tuhan :
"Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!"
(Roma 12:17)
Jadi penyelesaiannya adalah " Pengampunan".
Pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami pada acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen, dan kali ini saya bersama Ibu Ester Tjahya M.Psi. kami akan berbincang-bincang dengan Pdt. Dr. Vivian Soesilo. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen paruh waktu di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Korban Tindak Kekerasan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
VS : Penderitaan yang dialami sebetulnya penderitaan yang cukup dahsyat yaitu seringkali hatinya atau batinnya yang terluka, dan ini membutuhkan waktu yang lama untuk dipulihkan. Batin yang teruka itu menyebabkan seseorang bisa merasa harga dirinya rendah, rasa takut yang berlebihan, menjadi orang yang cepat marah, tidak bisa mengendalikan emosinya, tidak bisa berkembang dengan normal secara jasmani, rohani, emosi, mengalami kesulitan berelasi dengan orang lain, menjadi orang yang cemburuan, menjadi orang yang ragu-ragu dan saat malam hari tidak bisa tidur dengan nyenyak karena selalu mimpi buruk mengenai tindak kekerasan yang dia alami dan dia mimpikan pada malam harinya, jantungnya berdebar-debar, sesak napas, keringat dingin, tidak mempunyai percaya diri.
VS : Seringkali terjadi seperti itu. Bukan dikatakan 100% tetapi kecenderungannya seperti itu. Kalau dia belum dipulihkan, seringkali dia melakukannya lagi. Dampaknya dia sering melakukan kemarhan yang tidak terkendali kepada orang lain karena kemarahan terhadap orang yang melakukan tindak kekerasan yang lalu belum terlampiaskan.
VS : Ada korban tindak kekerasan secara seksual, dia menjadi orang yang menyendiri dan tidak mau berbuat apa-apa. Dan ada juga korban tindak kekerasan seksual yang saya tahu, dia malah menjadi rang yang berani sekali dan membuat orang lain jatuh didalam hal seksual.
Jadi bisa dua hal.ET : Tapi adakalanya orang bisa menyimpan sampai sekian lama dan tidak kelihatan mungkin dengan dia tetap berprestasi, menunjukkan keberhasilan. Jadi benar-benar dilampiaskan secara positif, teapi sebenarnya lukanya sangat mendalam dan disimpan dengan baik.
VS : Memang bisa disimpan dengan baik dengan cara tetap berprestasi tetapi seringkali yang menderita adalah dalam hubungan relasi. Kalau dia sudah dekat berhubungan relasi dengan seseorang, kadng-kadang dia menjadi orang yang gampang tersinggung, gampang cemburu dan sebagainya.
Ternyata kalau di telusuri dia adalah korban dari tindak kekerasan yang belum dibereskan.ET : Mungkin baik dari luar tetapi ketika menjalin relasi yang mendalam baru kelihatan luka-luka ini. Memang dari luar tampaknya baik dan bagaimana kita bisa mendeteksi, kalau ternyata orang disekitar kita menyimpan luka.
Apakah salah satu tanda yang cukup besar ini adalah masalah emosi yang seperti Ibu katakan tadi?VS : Ya, biasanya emosi adalah salah satu tanda yang memperlihatkan orang ini tiba-tiba meledak, tidak bisa mengendalikan diri. Mungkin kita bisa bertanya, "Apa yang terjadi dalam dirimu&qot;.
Dan dia mengatakan, "Aku tidak tahu apa" dan biasanya dia langsung meledak. Dan akhirnya kita perlu berbicara kepadanya, "Pernahkah kamu mengalami sesuatu yang melukai hatimu".VS : Mungkin karena dia pernah mengalami sesuatu yang mengerikan.
VS : Sebetulnya tindak kekerasan itu adalah tindakan kriminal dan pelakunya itu yang bersalah. Dialah yang melakukan tindakan kekerasan dan orang lain adalah korbannya. Orang lain mungkin dikatkan sebagai pemicu, karena dia berpakaian yang terlalu menyolok sehingga mengundang perhatian orang lain, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa yang bertanggungjawab adalah orang yang melakukan tindak kekerasan.
Memangnya hal itu bisa mengundang sesuatu terjadi tetapi tetap tanggungjawab adalah pada pelaku.VS : Memang ada hal tertentu yang merupakan kesalahan kita, kalau rumah tidak di kunci kemudian orang datang dan mencuri. Itu memang kesalahan kita dan mengundang hal-hal tertentu.
VS : Kehendak Tuhan adalah orang itu bukannya dilukai tetapi dikasihi. Mementingkan diri dan tidak bisa mengendalikan diri itu bukan kehendak Tuhan.
VS : Betul.
ET : Kadang-kadang kalau korban tidak bisa menyalahkan pelakunya dia merasa ini bukan kehendak Tuhan dan menyalahkan Tuhan. Dan dia merasa kenapa Tuhan tidak mencegah hal itu terjadi, kenapa Tuan membiarkannya dan tidak menolongnya saat tindak kekerasan itu berlangsung.
VS : Kita tidak tahu kenapa Tuhan tidak berbuat sesuatu waktu terjadi tindak kekerasan, tetapi yang kita perlu tahu bahwa Tuhan tidak menghendaki manusia untuk menyakiti orang lain itu adalah satu dosa.
Mengapa Tuhan tidak melindungi kita, kita juga tidak tahu. Tetapi yang kita tahu Tuhan itu mengasihi manusia dan Tuhan ingin manusia saling mengasihi dan memperhatikan, bukannya saling menyakiti.VS : Kalau menurut saya, dan apa yang telah saya baca, korban tindak kekerasan meskipun korbannya secara masal tetapi lukanya sama saja. Karena tiap pribadi itu mendapatkan perlakuan buruk yangsemestinya bukan dilakukan terhadap dia.
VS : Kalau kita ini dalam satu keluarga yang saling memperhatikan, mendukung dan mengasihi tentu kalau anggota keluarga kita disakiti maka semua orang terpengaruh. Demikian juga tindak kekerasa yang dilakukan terhadap salah seorang dari anggota yang kita kasihi, tentu yang lainnya sangat terluka.
ET : Ada juga anggota keluarga yang kemudian menyalahkan diri, seharusnya saya bisa melindungi anggota keluarga yang menjadi korban ini.
VS : Itu adalah rasa bersalah, karena kita tidak bisa melindungi, tetapi ada hal lain karena pelakunya yang bobrok yang tidak benar, pelakunya itu tidak takut pada Tuhan dan itu adalah tindakanyang berdosa, tindakan yang kriminal.
ET : Jadi luka yang dialami oleh korban ini pun sebenarnya kurang lebih sama dampaknya secara emosi dan juga hal-hal yang lain pada keluarga dari korban ini.
VS : Ya semuanya menjadi ikut terganggu, tetapi yang paling besar yaitu korban itu sendiri. Semuanya memang terkena dampaknya tetapi korban yang paling besar.
VS : Yang dapat dilakukan keluarganya adalah harus menjadi kuat untuk si korban ini. Keluarga harus bersama-sama bisa berdiri mencari bantuan demi anggota keluarganya ini. Kalau tidak bisa mencri bantuan kepada sesama orang beriman, cari bantuan kepada konselor atau teman baiknya dan siapa saja yang mau membantu, supaya bisa berdiri lagi dan mampu menghadapi masalah ini.
VS : Bisa ditolong untuk pulih kembali dan membutuhkan waktu yang tidak singkat.
VS : Betul dan itu membutuhkan kesabaran, tidak hanya sekali datang ke tempat konseling kemudian bisa sembuh tetapi membutuhkan waktu.
VS : Pertama-tama kita mau mendengar ceritanya, mempercayai apa yang telah terjadi. Terutama korban tindak kekerasan seksual seperti anak kecil, dia cerita kepada orangtuanya tetapi orangtuanyatidak percaya dan hal itu menambah sakit hatinya.
Jadi kita mempercayai apa yang dia katakan dan kita mau mendampingi orang itu didalam pemulihannya. Sehingga dia tahu masalahnya jadi bisa mengidentifikasikan masalahnya, setelah itu dia tahu perasaan-perasaan apa yang dia alami. Perasaan marah yang berkecamuk di dalam hatinya, perasaan takut dan rasa bersalah, malu. Apalagi tindak kekerasan secara seksual, hal-hal itu harus dikeluarkan dan setelah dikeluarkan dia harus punya keputusan bahwa dia mau sembuh. Kalau dia mau sembuh dia harus punya jalan untuk mengampuni orang lain yang menyakitinya, dan dia harus punya batasan bagaimana melindungi dirinya sendiri dan ini membutuhkan waktu yang lama.VS : Biasanya orang itu datang 1 atau 2 minggu sekali atau sebulan sekali tergantung waktunya. Selama kami tidak berjumpa maka dia diberi PR, bagaimana dia bisa mengendalikan dirinya sendiri. Da bisa menulis jurnal, menceritakan kembali apa yang terjadi dan itu bisa membantu meringankan bebannya dengan menulis di buku harian.
Kalau orang yang suka menggambar atau melukis, saat dia merasa marah, perasaannya bisa diungkapkan dalam hal lukisan atau menulis puisi buku cerita dan doa yang bisa diutarakan kepada Tuhan.ET : Adakalanya kalau luka itu sudah terlalu dalam atau mungkin terjadi ketika usia yang lebih dini kadang-kadang sepertinya untuk yang bersangkutan ini sudah terlupakan seperti sudah mau dibuag.
Bagaimana bisa menolongnya, mungkin secara emosi memang mereka menyadari bahwa dia pemarah tetapi mau mengingat peristiwanya itu rasanya sudah seperti samar-samar?VS : Untuk menolong orang yang mau sembuh dari hati yang terluka ini, dia harus mengingat kembali apa yang terjadi, bukannya melupakan. Dia harus berdoa minta tolong kepada Tuhan supaya mengingt kembali apa yang telah terjadi, bukan untuk mendendam tetapi untuk menghadapi dan membereskan.
ET : Kalau misalnya sudah terlalu lama bagaimana?
VS : Mungkin butuh waktu, kalau dia mau, berdoa kepada Tuhan maka akan mengingat kembali.
ET : Dan memang dalam beberapa kasus, seperti Tuhan benar-benar membukakan sampai begitu jelas hal yang belum pernah terbayangkan.
VS : Betul, akhirnya dia sendiri ingat di waktu itu, di tempat itu, dan dia akan ingat secara betul lalu dihadapi. Memang menyakitkan tetapi dihadapi untuk kesembuhan.
VS : Tanda-tandanya memang tidak terlihat secara fisik, tetapi kita bisa melihat bahwa beban orang ini sudah terlepas. Dia merasa orang yang sudah tidak tertekan lagi, dan saat dia menghadapi ssuatu hal tidak cepat tersinggung.
Jadi dia adalah orang yang sudah bisa menghadapi masa lalunya dan menghadapi masa depan dengan lebih tenang, terutama hatinya damai.VS : Belum, kalau orang yang sudah sembuh dari luka hatinya maka dia tidak akan memikirkan untuk membalas dendam. Dia sudah tidak ada kemarahannya lagi tetapi dia bisa mengampuni. Jadi menghadai masalahnya tidak dengan marah-marah tetapi dengan pengampunan.
VS : Dia akan hati-hati dan waspada.
VS : Tentunya dia harus menjaga jarak dengan pelakunya jadi dia membuat batasan, supaya dia tidak dilukai oleh pelaku itu lagi. Batasannya adalah bukannya membenci dia, tetapi jaraknya tidak telalu dekat dengan orang itu lagi.
Dan hal yang lain ialah dia harus tahu kelemahan diri sendiri, apa yang dapat dia lakukan dan mana yang tidak dapat dia lakukan, supaya tidak diperalat oleh orang lain.VS : Itu adalah trauma dengan apa yang dia hadapi. Jadi apa yang dilihat itu kilas balik dari apa yang terjadi sehingga dia menjadi takut lagi.
VS : Kita tidak tahu orangnya, jadi kita harus mengerti. Tapi bagi dia itu adalah salah satu dari batasan bagi dia. Itu salah satu gejala dari orang yang mengalami tindak kekerasan itu, dia teralu was-was.
VS : Itu trauma.
VS : Betul, jadi dia akan was-was.
ET : Tapi kadang-kadang ada orang rasanya ingin lompat dalam proses ini maksudnya ingin cepat-cepat sembuh dan rasanya ingin sesegera mungkin bisa pulih seperti sediakala. Untuk menghadapi korban seperti ini bagaimana kita bisa menolongnya?
VS : Jalan untuk penyembuhan tidak bisa melalui jalan pintas tetapi melalui proses yang panjang dan proses yang memerdekakan bukan proses yang membuat orang itu jatuh. Jadi sebaik mungkin dihadpi dan sabar.
ET : Walaupun untuk waktu yang kadang-kadang panjang.
VS : Tetapi untuk memerdekakan, jadi lebih baik dilakukan daripada tidak.
VS : Bukan melupakan tetapi mengalihkan perhatiannya pada hal itu. Memang orang yang mengalami tindak kekerasan tidak boleh berdiam diri tetapi dia harus mengingat kembali, bukan dikendalikan oeh peristiwa itu.
Tapi dia bisa melakukan hal-hal yang lain, salah satu tanda orang sembuh dari tindak kekerasan adalah dia tidak dikendalikan lagi oleh masa lampau, dia bisa bebas.ET : Mungkin perlu juga keseharian itu tetap berjalan, tidak harus selalu seperti diisolasikan dalam masa penyembuhan. Jadi kehidupan rutin tetap berjalan dan proses penyembuhan pun sambil berjlan.
VS : Justru yang rutin-rutin itu baik, supaya dia tidak berdiam diri. Kalau orang berdiam diri maka semua pikiran-pikiran yang jahat atau negatif datang kembali.
VS : Tentu, komunitas yang mendukung akan membantu dia untuk cepat sembuh. Komunitas yang mengerti, komunitas yang memperhatikan, komunitas yang mengasihi tentu akan membantu dia pulih lebih ceat.
ET : Kadang-kadang kalau peristiwa itu terlalu memalukan, untuk membagikannya pun juga malu. Misalnya masalah diperkosa kemudian berbagi kepada seiman di gereja dan itu rasanya seperti sebuah ab.
Kadang-kadang ini menjadi hambatan untuk mendapatkan dukungan dari komunitas.VS : Kita tidak harus sembarangan mencari orang pendukung, kita harus mencari pendukung yang sungguh-sungguh dapat dipercayai, orang-orang yang dewasa yang bisa membantu, ada satu atau dua oran saja itu sudah bagus.
VS : Maka tadi yang saya katakan carilah orang yang dewasa dan juga orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.
VS : Tentu bisa, jadi itu merupakan suatu grup sendiri. Bahkan itu di negara-negara tertentu kalau korban kekerasan seperti itu akan ada grup. Mereka bertemu dan saling mendukung itu namanya grp terapi.
VS : Anak yang mengalami korban kekerasan biasanya takut bercerita kepada orang lain. Nanti kalau saya cerita, nanti malah dimarahi oleh orangtua. Oleh sebab itu perlu juga ada orang dewasa yan bisa dia percayai, dia bisa mendapatkan perlindungan dan dia bisa menceritakan.
VS : Banyak istri yang ketakutan, bukan hanya disiksa tetapi ketakutan hal ekonomi. Nanti bagaimana kehidupannya terutama untuk anak-anaknya. Jadi akhirnya dia tidak mau berbicara, tapi saya ajurkan dia buka mulut kepada orang yang bisa membantu seperti pada konselor yang bisa dimintai bantuan.
Disitulah dia bisa mendapatkan dukungan supaya dia bisa terlepas dari itu semua.VS : Klien saya yang pernah disiksa begitu dahsyat sehingga kepalanya gegar otak, bukan hanya gegar otak tetapi harus masuk rumah sakit karena kepalanya dan bagian tubuhnya yang retak sehingga eumur hidupnya harus di kursi roda.
Karena begitu dahsyatnya tindak kekerasan itu dan dia tidak mau menghadapi lagi, yaitu dengan keluar dari hubungan pernikahan itu.VS : Ya, karena terlalu dahsyat.
VS : Bisa, karena dia mengalami trauma dari apa yang dia lihat dan lakukan didalam peperangan, dia bisa menjadi pelaku tindak kekerasan juga. Oleh sebab itu perlu penyembuhan karena banyak traua yang dialami oleh orang-orang veteran perang.
VS : Ya.
VS : Itu relatif, tidak ada berapa lamanya. Itu tergantung berapa lamanya dia mengalami dan sejauh mana dia mengalami tindak kekerasan, dan itu menentukan berapa lamanya.
VS : Betul.
VS : Surat Paulus kepada jemaatnya di Roma 12:17 dikatakan, "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!". Jadi memang ada orang bertindk kejahatan tetapi janganlah kita membalas kejahatan dengan kejahatan.
VS : Pengampunan itulah penyelesaiannya.
GS : Beberapa waktu yang lalu yang sudah kita perbincangkan dalam acara Telaga ini tentang pengampunan. Ini sesuatu yang penting dan ini merupakan sesuatu mata rantai yang perlu diperhatikan. Terima kasih banyak Ibu Vivian dan Ibu Ester untuk kesempatan kali ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Pdt. Dr. Vivian Soesilo dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Korban Tindak Kekerasan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan email dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
72. Kehidupan Seorang Duda | |
Saat ditinggal oleh pasangan terutama istri, ada bermacam-macam perasaan yang berkecamuk di dalam hati seorang suami, antara lain rasa sedih dan kesepian.
Saat ditinggal oleh pasangan terutama istri, ada bermacam-macam perasaan yang berkecamuk di dalam hati seorang suami, antara lain rasa sedih. Pengalaman yang dialami oleh Pdt. J.H.Soplantila, dengan sangat tiba-tiba Tuhan memanggil istrinya pulang ke rumah Bapa, setelah menikah 36 tahun. Saat yang paling sulit setelah kematian pasangan adalah merasa kesepian terutama saat situasi rumah sedang sepi, sehingga kehilangan pasangan itu sangat terasa.
Hal-hal yang terjadi setelah kematian pasangan adalah:
Ada saran-saran dari masyarakat untuk menyingkirkan barang-barang peninggalan istri agar kita mudah melupakan kenangan terhadap pasangan. Tapi sebenarnya salah! Karena ada saat-saat dimana kita ingin mengenang pasangan kita dan dengan barang peninggalannya kita bisa melepaskan kerinduan kita kepada pasangan dan itu juga merupakan proses penyembuhan.
Untuk mengatasi rasa sepi, terutama pada malam hari, misalnya dengan memutar lagu-lagu rohani, membaca Firman Tuhan dan berdoa. Pada siang hari tidak merasa sepi, karena sibuk dengan pekerjaan dan pelayanan.
Firman Tuhan:
Mazmur 116:15, "Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihiNya".
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang tentang "Kehidupan Sebagai Duda" untuk itu telah hadir bersama saya di studio bersama Bp. Hendrik Soplantila selaku nara sumber dan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
HS : Pengalaman saya dalam pernikahan dengan istri saya itu sudah 36 tahun kalau ditambah dengan masa pacaran 5 tahun berarti 41 tahun.
HS : Puji Tuhan hanya 2 orang tapi itu sudah memuaskan.
HS : Sudah, 1 orang.
HS : Memang waktu itu saya baru pulang khotbah di satu gereja. Lalu ketika saya pulang, nyatanya pintu gerbang tidak dibuka. Jadi saya ketuk tidak dibuka dan saya langsung masuk, setelah saya nik pagar dan masuk ke dalam ternyata istri saya ada di kamar mandi sudah tergeletak.
Dalam pikiran saya, "Ini sudah tidak tertolong pasti sudah meninggal," itu pikiran pertama saya, lalu saya angkat dan saya berusaha memberikan nafas bantuan untuk pertolongan pertama tapi nyatanya tidak bisa. Saya pikir sudah tidak bisa ditolong dan saya berkata "Mami, kita berdoa," dan saya serahkan pada Tuhan, begitu saya selesai menyerahkan kepada Tuhan, beberapa saat kemudian tidak ada bunyi apa-apa lagi.HS : Rupanya Tuhan masih memberi saya kesempatan untuk bertemu walaupun dalam keadaan koma. Jadi pada waktu itu, saya kemudian mengangkat dan menaruh di lengan saya dan berkata "Mami, kita berda dulu."
Lalu kami berdoa dan saya menyerahkan kepada Tuhan dan saya berkata "Tuhan Yesus saya serahkan istri saya kepada-Mu."HS : Waktu itu perasaan sedih, dan tidak ada sesuatu yang istimewa hanya kesedihan bahwa sebentar lagi saya sudah sendiri.
PG : Pak Hendrik, dalam hidup pernikahan Pak Hendrik apakah Pak Hendrik pernah juga berbincang-bincang dengan istri tentang kematian "Nanti kalau salah satu dari kita dipanggil Tuhan, apa yang kita lakukan dan sebagainya"?
HS : Memang sudah beberapa kali, sejak saya di Sumatera kami sering berbicara tentang itu karena kami berdua begitu dekat dan sungguh saling mengasihi sampai kami berbicara tentang, kalau seandinya saya duluan yang pergi lalu bagaimana kamu dan kalau istri duluan pergi bagaimana kamu.
Jadi saya bilang "Yang jelas saya akan sendiri dan saya akan sendiri terus," kemudian dia berkata "Tidak mungkin, dilihat dari gayanya saja tidak mungkin." Tapi saya bilang "Nanti kamu tahu sendiri" dan saya berpegang dengan apa yang saya katakan sebab kasih itu tidak bisa dibagi-bagi walaupun ada peluang setelah meninggal kamu bebas, kamu bisa menikah lagi, tapi bagi saya tidak! Cukup satu sampai nanti ketemu di surga.HS : Dan jawabannya sama saja. Jadi sepertinya hati ini sudah disatukan, jadi tidak pernah kami pikirkan untuk cari lain atau apa, itu tidak ada sama sekali.
PG : Saya mengerti ada orang yang memang takut membicarakan tentang kematian takut kalau-kalau itu menjadi kenyataan, masalahnya adalah itu akan menjadi kenyataan. Kita tidak akan menghindarkandiri dari kematian, jadi ada baiknya kita terbuka dengan pasangan kita dan membicarakan "Kalau ini sampai terjadi, apa yang kita alami, rencana apa yang akan terkandung dalam pikiran kita."
Maka bicaralah seperti itu dan saya kira ada baiknya juga kita membicarakan bagaimana rasanya kehilangan sewaktu dia pergi, karena pembicaraan ini bukan hanya berguna untuk nantinya mempersiapkan kita tapi juga berguna untuk saling menghargai peranan atau makna kehadirannya dalam hidup kita. Kalau boleh saya tanya kepada Pak Hendrik, apa yang Pak Hendrik rasa terhilang dalam diri Pak Hendrik dengan kepergian Ibu?HS : Terus terang saja Pak Paul, kalau apa saja yang dikatakan terhilang? Itu banyak hal, sebab yang pertama arsitek rumah yang mengatur rumah tangga, yang mengatur 'accessories' rumah itu buka saya, tapi istri saya.
Yang kedua, tempat saya saling menyampaikan atau mencurahkan pikiran atau bertanya, tempat kita berdiskusi itu sudah tidak ada lagi sedangkan itu yang penting bagi saya, diskusi tentang macam-macam hal. Dan rumah, terus terang saja setalah Ibu tidak ada memang saya yang mengatur, tapi untuk membersihkan saya tidak ada waktu karena saya sibuk mengajar dan itu yang menjadi kehilangan bagi saya.PG : Jadi ada dua aspek yang satu lebih bersifat fisik/jasmaniah yaitu seseorang yang biasa mengatur rumah dan yang kedua lebih bersifat emosional yaitu belahan hidup yang Pak Hendrik bisa tumphkan perasaan/pikiran berbagi suka dan duka dengan dia.
Itu kehilangan yang sangat besar dan saya kira inilah percakapan yang bisa kita lakukan dengan pasangan kita sekarang bahwa kalau sampai dia pergi inilah yang akan terhilang dalam hidup kita, sehingga dia menyadari bahwa inilah tempatnya dalam hidup kita. Jangan menunggu sampai dia tidak ada baru kita sebut-sebut, dia pun tidak bisa mengerti dan mendengarnya. Ada baiknya memang, saya setuju dengan Pak Hendrik bahwa jauh-jauh hari Pak Hendrik pernah membicarakan dengan istri. Jadi saya kira kita pun yang masih bersama dengan pasangan ada baiknya sekali waktu berbicara dari hati kehati dengan pasangan kita guna mempersiapkan diri dan sekaligus memberikan kepada pasangan kita sebuah kejelasan bahwa inilah maknamu dalam hidupku ini.PG : Saya kira kita bisa berkata begini, "Bahwa yang saya akan rasakan adalah sewaktu engkau tidak ada itu merupakah kehilangan besar, setelah itu apa yang saya lakukan sudah tentu akan saya fouskan pada mengurus anak," kita memang harus mendampingi anak-anak supaya bisa bertumbuh besar setelah itu apa yang akan terjadi, kita akan katakan, "Saya tidak tahu, hidup memang dalam pimpinan Tuhan dan kita tidak akan pernah tahu rancangan Tuhan," jadi kita akan pisahkan mana yang memang milik Tuhan kembali kepada Tuhan, jangan kita memastikan sesuatu yang belum tentu merupakan rencana Tuhan atas hidup kita.
HS : Betul Pak Paul, prinsip itu yang dijadikan pedoman bagi saya.
HS : Tidak sering tapi kadang-kadang saja, seperti bila saya berpikir kalau seandainya Tuhan memberikan usia sampai panjang maka saya nanti susah. Tapi saya berpikir tidak sampai di situ karenasaya percaya bahwa Tuhan akan mengambil saya pada saat yang Tuhan sudah tentukan.
Jadi Tuhan tidak akan membuat saya sengsara sampai saya pun menyusahkan anak-anak, saya yakin tidak. Waktu istri saya hadir bersama-sama, saya dan istri memperkirakan 70 tahun kami sudah selesai, jadi kami saling susul.HS : Yang jelas/praktis ialah setelah pulang mengajar saya masak karena saya tinggal dengan anak saya satu dan karena anak saya keluar untuk melayani, jadi dia pulang harus makan sehingga saya asak untuk kami berdua.
Memang mula-mula saya berlangganan catering tapi saya lihat itu mahal, jadi saya bertanya kepada pembantu di sekolah, bagaimana kalau masak ini apa bumbunya? Kalau sudah tahu maka saya masak sendiri. Kemudian yang lain seperti terhadap anak, saya tetap mengusulkan supaya kerohanian itu tetap terpelihara. Jangan sampai sewaktu mereka sudah memiliki cucu mereka lupa, jadi saya harus tetap melayani anak saya. Sebab dulu istri saya juga mengatakan demikian "Doakan, layani kalau bisa beli buku-buku untuk anak ini supaya dia bisa melihat gambar-gambar. Memperkenalkan awal tentang Tuhan Yesus."HS : Ya pernah, kebetulan kuburan Ibu dekat dengan rumah kami. Jadi kami sering ke situ untuk membersihkan dan kami sudah memikirkan bagaimana nisannya dan sebagainya. Sekitar bulan Juli kami sdah benahi semuanya sehingga dengan demikian "Sudah, Ibu sebetulnya sudah enak di sana dan sudah tidak ada masalah.
Tapi sekarang kita mengurus kubur ini hanya untuk kesaksian saja kepada orang-orang yang kuburnya ada di situ juga."HS : Dia sering bertanya juga tapi dia sudah diberitahukan oleh Mamanya bahwa Oma sekarang sudah ada di surga. Jadi kalau kami kunjungi ke kubur, lihatnya ke atas "Daag, daag, Oma."
PG : Saya kira wajar dan memang anak-anak belum memiliki konsep yang jelas tentang kematian. Jadi kematian bagi anak-anak kecil lebih merupakan sebuah kepergian dan memang bagi anak-anak yang blia, mereka itu berpikir bahwa orang yang pergi itu nanti akan kembali.
Jadi memang belum mempunyai konsep seperti itu, tapi Bapak mengenalkannya dengan sangat baik yaitu Oma berada di surga bersama Tuhan dan memang Oma sangat senang bersama dengan Tuhan. Saya bertanya lagi kepada Pak Hendrik, Pak Hendrik sudah berapa lama kehilangan Ibu?HS : 7 bulan.
PG : Bagi Pak Hendrik, masa yang paling sulit itu kapan?
HS : Pada waktu anak saya pergi ke Surabaya dan tidak pulang karena menginap di sana, sehingga saya sendirian. Pada waktu saya sendirian itu, karena saya menaruh foto istri saya di buffet jadi aya bisa langsung lihat.
Dan saya berkata "Kalau ada Ibu, saya bisa ngobrol tapi sekarang sudah tidak ada Ibu." Jadi saya merasa kesepian tapi kesepian itu saya buyarkan atau saya hilangkan dengan puji-pujian rohani dan itu yang bisa menguatkan saya. Jadi puji-pujian rohani dari MP3 yang anak saya buatkan sampai ada 150 lagu dalam 1 CD itu saya putar dari pagi sampai sore. Jadi kalau Sabtu/Minggu anak saya tidak ada maka saya memutar lagu-lagu itu, sambil saya senang ikut menyanyi karena dulu memang pertobatan saya melalui pujian di GKI Kebon Jati Bandung.HS : Sebab saya tidak mendengarkan notnya tapi saya mendengar dari kata-katanya dan kata-katanya itu yang menguatkan saya juga, selain firman Tuhan dalam persiapan untuk khotbah dan sebagainya?
PG : Apakah bulan-bulan pertama itu lebih berat daripada akhir-akhir ini?
HS : Minta maaf Pak Paul, saya kurang begitu memperhatikan dalam hal itu namun jujur saja saya tidak merasa bahwa ini berat sekali atau tidak terlalu berat. Tapi saya merasa sama saja karena saa juga sibuk dan saya berusaha untuk menyibukkan diri bukan untuk melarikan diri dari kesepian, kalau melarikan diri dari kesepian itu kurang begitu cocok.
Tapi memang karena pekerjaan itu menuntut.PG : Dan itu sangat membantu mengalihkan fokus Bapak, tapi waktu Bapak memang harus sendirian Bapak akan lebih merasakan kehilangan, tapi Bapak harus pintar-pintar mengatasinya dengan lagu-lagupujian dan sebagainya.
HS : Betul, dan saya ikut menyanyi.
PG : Biasanya adalah yang Pak Hendrik sudah katakan mengenai kehilangan teman untuk berbicara, akhirnya hal-hal yang biasa dipikirkan bersama dan sekarang harus dipikirkan sendirian, seolah-ola ini hal yang kecil tapi sebetulnya buat orang yang terbiasa terbuka atau diskusi, mengambil keputusan bersama, kehilangan rekan itu dampaknya besar sekali.
Akhirnya karena kita terbiasa mengambil keputusan berdua, terbiasa berpikir berdua menantikan tanggapan dan dari tanggapan itu kita memikirkan lagi suatu alternatif yang lain. Jadi tiba-tiba sekarang tidak ada lagi seperti kosong, seperti kita lempar batu ke air dan tidak kembali lagi, hilang. Itu seringkali membuat orang akan kagok dalam pengambilan keputusan, dalam pengambilan sesuatu dan tidak jarang ada yang merasa buntu waktu memikirkan masalah karena tidak ada lagi pasangan, dia tidak tahu harus bicara dengan siapa. Mungkin orang akan berkata "Bicaralah dengan anakmu atau dengan orang lain," tapi tetap tidak sama karena kita terbiasa dengan orang yang sama tahun demi tahun, dan sewaktu tidak ada lagi, kita agak bingung untuk bicara dengan orang lain karena memang tidak sama. Jadi itu salah satu dampak kehilangan yang cukup besar. Yang kedua adalah yang sering orang alami, pada malam hari sebelum tidur dan pada waktu ingin tidur. Jadi waktu malam hari adalah waktu dimana aktifitas menurun dan benar-benar malam itu kita lebih menyadari apa yang ada di sekeliling kita, misalkan di malam hari kita mendengar lonceng berdentang, kita mendengar jangkrik, mendengar suara malam. Jadi dalam kesunyian malam kita mendengarkan lebih banyak, itu sebabnya juga di malam harilah kita lebih merasakan kehilangan pasangan kita. Sewaktu ingin tidur di kamar, ranjang itu kosong karena kita terbiasa melihat ada pasangan kita, pagi hari pun waktu kita bangun, ranjang kita sebelahnya kosong. Waktu pulang ke rumah ada berita bagus kita ingin membagikannya tapi tidak ada orang yang menunggu untuk kita bisa membagikan berita baik itu. Jadi biasanya hal-hal ini menjadi kehilangan yang besar pada diri orang yang ditinggalkan pasangannya.PG : Bisa, apalagi kalau memang acara-acara itu biasa dihadiri oleh suami istri, dan kita datang sendiri akhirnya agak canggung. Apakah Pak Hendrik pernah mengalami hal serupa?
HS : Betul, saya terus terang saja dalam hal ini memang kagok sebab tidak berdua lagi, seperti mengendarai mobil biasanya Ibu disamping saya tapi saya lihat sudah tidak ada jadi kadang-kadang sya hanya menaruh tangan saja sambil menyupir.
Mengenai yang Pak Paul katakan tadi, kalau malam hari semua kegiatan menurun saya tidak mengalami apa-apa karena waktu mau tidur saya langsung berdoa dan saya serahkan seluruhnya, baik pikiran, perasaan dan kehendak saya, saya meminta kekudusan Tuhan saja yang menguasai saya, semua yang tidak berkenan kepada Tuhan maka Tuhan ambil dan saya bisa tidur sampai pagi dan jam empat saya sudah bangun dan tidak ada masalah.HS : Banyak Pak.
HS : Yang paling berkesan yang pertama secara jasmaninya, yang berkesan bagi saya adalah kalau dia sedang lelah, saya melihat wajahnya dan saya merasa dia cantik sekali, saya tidak tahu kenapa,tapi dari dulu kalau saya melihat dia dalam kondisi lelah saya melihat cantik sekali.
Lalu kemudian saya ingin memeluknya. Dan secara rohani, kami bisa selalu sharing, sharing firman Tuhan. Jadi kalau saya mengalami kesulitan misalkan dalam teologia walaupun saya bisa tapi saya bertanya kepada dia, "Punya pandangan bagaimana mengenai ini."HS : Ya, jadi kami bisa diskusi. Itu yang sangat menarik.
HS : Harapannya ialah saya bisa melayani Tuhan sebab itu yang menjadi tujuan akhir sebab saya berpikir bahwa ini adalah waktu yang Tuhan berikan kepada saya untuk sendirian dan bagaimana saya mnggunakannya untuk memuliakan Tuhan.
Jadi saya ingin memberikan semua waktu saya yang ada untuk melayani Dia karena nanti di sana saya juga melayani Dia.PG : Betul, jadi waktu hidup sendiri kembali dan melihat ini memang sebagai kehendak Tuhan bahwa sekarang tidak ada lagi pasangannya. Dan yang Pak Hendrik katakan memang sering banyak dilakukanyaitu kita memang menyadari inilah waktunya kita berbuat lebih banyak lagi untuk Tuhan.
Waktu ada istri kita pun membagi waktu dengan istri tapi sekarang tidak ada, baiklah sekarang kita curahkan semuanya untuk pekerjaan Tuhan.HS : Betul Pak Paul, itu yang saya maksudkan tadi.
PG : Mungkin kita perlu jelaskan kepada orang bahwa saya bukan melarikan diri tapi saya menggunakan kesempatan yang Tuhan berikan kepada saya. Umur sudah tidak muda lagi dan inilah yang masih trsisa dan kita mau berikan sepenuhnya kepada Tuhan.
PG : Saya akan bagikan dari Mazmur 116:15, "Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihi-Nya." Jadi sewaktu hidup, kita menjadi orang yang dikasihi Tuhan, karena sewaktu kita mati uhan akan berkata "Berhargalah engkau."
Saya tahu istri Pak Hendrik adalah orang yang dikasihi Tuhan dan waktu hidup pun dikasihi oleh Pak Hendrik serta anak-anak. Jadi walaupun dia sudah tidak ada, dia tetap adalah orang yang dikasihi. Sekarang dikasihi Tuhan, dulu dikasihi Tuhan dan keluarganya. Ini yang saya kira perlu lakukan pada pasangan kita, pada anggota keluarga kita, kita mengasihi mereka sewaktu mereka masih hidup dan biarlah mereka juga hidup berkenan kepada Tuhan sehingga Tuhan mengasihi mereka, sewaktu Tuhan panggil mereka Tuhan berkata "Berhargalah engkau," memang orang yang mati dan dikasihi Tuhan, kematiannya adalah kematian yang berharga.73. Penghiburan Bagi Duda | |
Beberapa hal yang merupakan penghiburan bagi para duda ialah Firman Tuhan, jadi ada persekutuan dengan Tuhan, Situasi Keluarga dan Pergi Ke makam namun tidak sering hanya kadang-kadang.
Setelah kematian pasangan seringkali orang memberi saran untuk menikah lagi dan bagaimana kita bisa menanggapinya?
Kita harus berpikir positif dan kita menganggap mereka berniat baik memikirkan kita. Kalau kita tidak menerima saran itu maka kita dapat berkata dengan baik-baik misalkan, "Saya tidak memikirkan hal itu sekarang, saya senang dengan kehidupan saya, saya pernah menikmati kehidupan nikah yang baik dan sekarang saya tidak memikirkan untuk berumah tangga dengan orang lain. Jadi terima kasih saranmu, terima kasih engkau memikirkan atau engkau peduli dengan saya." Dalam hal ini memang dipengaruhi oleh faktor umur, biasanya kalau usianya sudah tua dia akan memikirkan anak-anak dan tidak mau menikah lagi.
Penghiburan bagi para duda adalah:
Pesan untuk para duda
"Berikanlah seluruh hidup yang masih ada ini untuk melayani Tuhan sebab itu yang akan menguatkan kita dan memotivasi kita bahwa kita nanti akan bersama-sama dengan Tuhan dan bersama-sama dengan istri kita juga."
Firman Tuhan:
"Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang mengibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah." ( 2 Korintus 1:3,4)
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang tentang "Penghiburan Bagi Duda" untuk itu telah hadir bersama saya di studio bersama Bp. Hendrik Soplantila selaku nara sumber dan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
HS : Memang benar Pak Gunawan, bila saya pergi misalnya saya ke Pasar Besar maka saya teringat istri saya karena kami seringkali ke situ, kami seringkali belanja lalu masuk ke supermarketnya. Jdi itu yang pertama yang sering kali membuat kenangan.
Dan hal-hal yang di rumah adalah kalau saya melihat ke lemari lalu melihat pakaiannya atau melihat hal-hal yang masih ditinggalkan dan saya berkata "Ini semua untuk apa." Jadi itu yang memunculkan kenangan kembali, walaupun hanya sekilas tetapi sempat juga kadang-kadang membuat hati saya sedih sehingga bisa membuat "down".HS : Saya tidak berusaha menyingkirkan.
HS : Betul, tapi itu bukan berarti bahwa saya menganggap itu sebagai sebuah "magic". Itu semua hanya pernah dia gunakan.
PG : Pada prinsipnya yang harus kita lakukan adalah kita mengambil keputusan seperti itu jika kita memang sudah siap dan kita mau melakukannya. Jadi jangan sampai kita melakukannya atas desakanorang lain, saya kira itu prinsip yang harus kita pegang.
Jadi kalau ini menyangkut orang lain yang kita kenal sebaiknyalah kita tidak menyarankan itu kepada mereka. Kalau memang mereka sudah siap dan mau menyingkirkan barang-barang kenangan itu tidak apa-apa. Tapi kalau memang belum siap dan memang mereka menginginkan barang-barang agar tetap disana kita juga harus biarkan. Ada orang yang membiarkan barang-barang itu tetap sama dan posisinya tetap sama, sampai lama dan tidak apa-apa. Jadi sekali lagi itu tergantung pada pribadi dan orang yang disekitarnya tidak boleh menyuruhnya untuk melakukan sesuatu yang memang mereka belum siap untuk dia lakukan. Ada orang yang karena desakan-desakan atau pada saat sedih tidak tahan lagi lalu mengambil keputusan tanpa berpikir panjang, mengepak semua barang-barang peninggalan pasangannya kemudian membaginya atau menjualnya. Tapi ternyata setelah melewati masa kesedihannya yang dalam dia merasa menyesal sekali barang-barang itu telah dia berikan kepada orang tapi sebenarnya dia masih ingin melihatnya dan menikmatinya, justru dia masih ingin diingatkan kehadiran pasangannya lewat barang-barang itu. Jadi kita juga harus bisa menolong orang dalam keadaan terlalu sedih, terlalu kalut untuk jangan mengambil keputusan yang kemudian dapat disesalkan.PG : Betul Pak Gunawan, awal-awalnya tatkala kita harus melihat barang-barang itu sudah tentu perasaan kita akan hanyut, kita akan sedih dan ini mungkin berlangsung untuk satu kurun. Kita akan arut, sedih melihat barang-barang itu namun lama-kelamaan perasaan-perasaan itu mulai berkurang, kita tidak lagi larut dalam kesedihan tapi kita hanya masuk ke dalam kenangan yaitu kita melihat barang-barang peninggalan pasangan, kita mengingatnya.
Dan pada waktu kita mengingatnya, perasaan sedih itu tidak lagi akan menguasai kita tapi yang lebih muncul adalah perasaan "Baiklah, kita mengingatnya, kita senang kita pernah bersama dia dan kita menghargai semua ini," dan hanya sebatas itu.HS : Ada Pak, lagu waktu Ibu mau diberangkatkan.
HS : Upacara pemakaman, tapi sekarang saya tidak merasa apa-apa dan tinggal kenangan. Dan saya terus terang saja saya merasakan sampai saat ini Ibu masih ada, saya tidak merasa kehilangan dan prasaan saya biasa saja, dia sekarang sudah ada di sana tapi saya merasa hidup ini biasa dan tidak ada masalah.
HS : Jadi saya tidak merasa terlalu sedih sampai larut seperti yang dikatakan oleh Pak Paul.
PG : Ini salah satu cara yang baik yang kita bisa lakukan Pak Gunawan, yaitu mengubah perspektif kita bahwa pasangan kita atau orang yang kita kasihi tetap ada dan yang berubah adalah lokasinya Dia sekarang tidak bisa kita lihat, dia bersama dengan Tuhan.
Jadi pemikiran ini seringkali menolong orang melewati masa kedukaan.HS : Dan ini yang menolong saya Pak, setiap hari dia ada walaupun saya tahu dia tidak ada.
HS : Bukan bersalah karena tidak hadir, tapi saya merasa usaha saya hanya minim yaitu saya hanya melakukan napas buatan dan kenapa saya tidak memanggil dokter tapi memang tidak ada dokter karen rumah kami letaknya jauh sekali, jadi itu yang mengganggu saya beberapa hari.
Mengganggu saya sampai seperti itu tapi akhirnya ini semua saya tepis dan saya katakan, "Kalau Tuhan tidak menghendaki maka tidak mungkin meninggal."HS : Ya, semaksimal yang saya bisa walaupun saya merasa minim.
PG : Sudah tentu dari segi medis ini umum kita merasakan seperti itu yaitu kalau saja saya mendapatkan pertolongan medis yang lebih baik atau lebih cepat mungkin pasangan saya tidak meninggal sat itu dan sebagainya.
Namun tadi Bapak sudah katakan itu hanya mengganggu Bapak beberapa hari, kalau mengganggu sampai berkelamaan biasanya relasi nikah itu tidak terlalu sehat atau terlalu harmonis. Dalam relasi nikah yang kurang baik pada waktu pasangannya meninggal justru rasa bersalah lebih banyak muncul, lebih banyak penyesalan. Penyesalan itu memang bercampur aduk, penyesalan "Kenapa kamu ini dulu dengan saya begini sehingga saya harus begini denganmu, sampai saya kesal dengan kamu, sampai akhirnya saya tidak peduli dengan kamu. Kalau saja kamu dulu lebih manis kepada saya, saya dulu tidak harus sampai memperlakukan kamu sejahat ini atau sekasar ini dan sebagainya." Penyesalan-penyesalan seperti inilah yang kita bawa dan menimbulkan rasa bersalah. Justru kalau kita merasakan puas dengan relasi kita bahwa masa hidup kita berdua telah melakukan sebaik-baiknya untuk hidup di dalam Tuhan saling mencintai, waktu pasangan kita tidak ada yang tertinggal hanyalah rasa kehilangan tidak dicampur-campur lagi dengan rasa penyesalan atau rasa bersalah. Dan yang kedua adalah kalau kita bukan orang beriman biasanya kita akan lebih banyak dihantui dengan pemikiran-pemikiran "Kalau saja saya bertindak seperti ini, istri saya tidak akan meninggal dunia dan sebagainya," tapi kalau kita orang beriman kita pasti akan berkata yang tadi Pak Hendrik katakan, "Memang inilah kehendak Tuhan, inilah waktu Tuhan." Kita tahu firman Tuhan sudah mengatakan manusia itu ibarat rumput, hari ini ada besok tidak ada. Dan kita tahu Tuhanlah yang memberikan napas kehidupan kepada kita bahwa kita pun dirancang olah Tuhan, bahwa kita pun dirancang dalam rahim ibu kita dan semua sudah Tuhan atur. Maka orang yang beriman seharusnya akan lebih mudah berserah, tapi orang yang tidak beriman semuanya akan dikembalikan kepada pundaknya "Kalau saja saya bisa begini, istri saya tidak akan meninggal dan sebagainya." Jadi saya kira dua faktor itu memang akan mempengaruhi penyesalan atau rasa bersalah nantinya.HS : 64 Tahun.
HS : Saya tidak kecewa atau marah tapi saya tidak mengerti, kenapa bisa begini, saya selesai pelayanan tapi mengapa terjadi seperti ini? Cuma itu saja. Dan ini juga saya ungkapkan kepada Bapak dt.
Andi Soedjono, "Saya tidak mengerti Pak, kenapa bisa seperti ini." Saya tidak berpikir untuk kecewa atau marah sebab Tuhan sudah mengatur semuanya, hanya saya tidak mengerti saja mengapa ini terjadi.HS : Ya, "Pak Andi, kenapa ini terjadi sehabis saya pelayanan, tapi tidak tahu kenapa bisa begini?"
PG : Betul dan tadi Bapak katakan kejadiannya itu setelah Bapak pulang pelayanan?
HS : Saya berkhotbah berapi-api, sampai anggota jemaat itu berkata, "Pak Hendrik khotbahnya seperti ini, sangat berapi-api," kalau orang Jawa katakan sepertinya ada firasat, tapi kalau saya tidk ada firasat pada saat itu.
HS : Masih sehat bahkan mengantar saya ke gerbang "Hati-hati Pi berangkat." Dan saya berkata "Baik." Dan tidak mengerti, jadi saya tidak ada kecewa tidak ada protes.
PG : Ada yang bisa terus-menerus, Pak Gunawan, reaksi sesaat saya kira masih lumrah tapi kalau terus-menerus, itu menandakan relasi dia dengan Tuhan bukanlah relasi yang kuat, Pak Gunawan. Seba dalam relasi yang dewasa atau matang, seseorang itu akhirnya tidak lagi hidup untuk dirinya tapi untuk Tuhan dan hidupnya itu benar-benar berpusat kepada Tuhan sehingga dia itu tahu pasti.
Yang pertama Tuhan itu baik bahwa apapun yang terjadi itu tidak menghapus kebaikan Tuhan, boleh kita tidak mengerti, boleh kita protes karena kita merasa tidak adil dan sebagainya tapi ujung-ujungnya kita tetap berkata bahwa Tuhan itu baik dan Tuhan pasti tahu apa yang kita lakukan. Jadi dalam kedewasaan, ketidakmengertian hanya menimbulkan kemarahan sesaat tapi di dalam ketidakdewasaan, ketidakmengertian itu akhirnya membuahkan perasaan-perasaan liar lainnya yang akhirnya merusak hubungannya dengan Tuhan.HS : Memang Pak Gunawan, setelah semua pulang tidak ada lagi dan bahkan boleh dikatakan sepi, memang saya merasakan kesepian untuk sejenak, sehari dua hari saya memang merasa kesepian namun kesbukan untuk membenahi semua peralatan yang digunakan itu mengakibatkan saya melihat lagi ini tanggung jawab saya dan saya harus menyelesaikan semuanya.
Jadi saya bekerja sendiri dengan anak saya sehingga kesibukan itu menghilangkan kesepian apalagi kemudian saya mulai mengajar. Jadi ini semua membawa saya kepada arus sibuk dalam persiapan-persiapan mengajar dan sebagainya, sehingga dengan demikian kalau saya dikatakan kesepian memang saya kesepian tapi hanya waktu awal-awal saja, setelah itu tidak lagi.HS : Masih, dari GKI. Mereka datang, mereka mengobrol, mereka dan majelis bergantian datang sampai kira-kira seminggu.
PG : Pada waktu pemakaman memang kita itu harus menguatkan diri kita karena kita tahu banyak orang yang akan datang dan kita harus mengurus pemakaman dan itu bukan suatu perkara yang mudah, banak sekali yang harus dipikirkan.
Jadi biasanya kita mengkondisikan perasaan dan pikiran kita untuk memfokuskan pikiran kita untuk upacara-upacara, tuntutan-tuntutan yang harus kita penuhi. Setelah semua berakhir disitulah kita berkesempatan untuk menjadi diri kita kembali dan disitulah kita akhirnya berkesempatan menengok dan melihat rumah ini sekarang kosong, bahwa orang yang tadinya di sebelah saya sekarang tidak ada lagi. Biasanya setelah masa itulah, kehilangan itu benar-benar menjadi begitu terasa dan tidak jarang yang tadi Pak Gunawan katakan kita ambruk, kita menangis sedih sekali dan itu berlangsung memang berminggu-minggu.PG : Setuju Pak Gunawan, jadi adanya kesibukan memang akan menolong kita mengalihkan perhatian. Tidak adanya kesibukan akan membuat kita lebih berkesempatan memikirkan akan pasangan kita yang sdah tidak ada lagi.
HS : Minta maaf sekali Pak Gunawan, tidak ada sebab masalahnya mengapa tidak ada, saya tidak merasakan bahwa orang apriori atau orang ini mengatakan sekarang dia duda atau sebagainya itu tidak da.
Jadi mungkin juga karena saya diberikan kesempatan di bidang kemahasiswaan, jadi saya sibuk dengan mahasiswa. Kemudian bukan itu saja Pak Gunawan, saya memang mencari kesibukan saya aktif mencari apa yang harus saya lakukan sekarang, apa yang harus saya buat sekarang selagi Tuhan masih memberi saya kesempatan untuk saya hidup. Seperti di STT Salem, banyak sekali yang belum ada sehingga saya harus menangani semuanya, banyak hal dalam bidang akademisnya, saya banyak menolong di bidang administrasinya untuk akreditasinya dan sebagainya, saya banyak menolong di situ dengan tujuan saya mencari, kalau sudah tidak ada yang dibantu maka saya sedikit santai.HS : Sering, hanya saya tidak terpikir dan saya tidak menanggapi.
PG : Pada umumnya benar, tapi memang ada perbedaan antara yang kehilangan suami karena kematian dan kehilangan suami karena perceraian dan yang lebih berat adalah karena perceraian, biasanya ad stigma dari masyarakat yang negatif terhadap wanita akibat perceraian sebab sebagian masyarakat berkeyakinan kalau sampai terjadi perceraian, tetap ujung-ujungnya masalah adalah si istri yang kurang menyenangkan hati suami dan sebagainya, sehingga akhirnya setelah terjadi perceraian maka wanita ini menjadi sorotan dan bisa juga dilihat sebagai ancaman bagi keluarga lain.
Jangan sampai dia nanti mengambil suami orang lain dan sebagainya. Saya kira ini adalah pandangan-pandangan yang tidak perlu dan sebaiknya tidak lagi dikembangkan di tengah-tengah kita. Kalau janda karena kematian suami pada umumnya masyarakat menerima dan berbelas kasihan dengannya namun tekanan untuk menikah lagi biasanya justru tidak ada karena mereka lebih diharapkan mengurus anak-anak, fokus kepada anak-anak saja. Kalau pria, umumnya masyarakat merasa bahwa pria itu tidak bisa hidup sendiri, tidak bisa mengurus rumah dan mempunyai kebutuhan biologis yang lebih besar sehingga dianggap baik menikah lagi daripada hidup sendiri sehingga masyarakat itu umumnya lebih berani untuk mengajukan saran kepada duda untuk menikah kembali.PG : Saya kira kita harus berpikir positif sewaktu orang mengajukan saran seperti itu anggap saja dia berniat baik, dia memikirkan kita tapi kita misalnya tidak menerima saran itu maka kita katkan apa adanya dan kita berkata, "Saya tidak memikirkan hal itu sekarang, saya senang dengan kehidupan saya, saya pernah menikmati kehidupan nikah yang baik dan sekarang saya tidak memikirkan berumah tangga dengan orang lain.
Jadi terima kasih saranmu, terima kasih engkau memikirkan atau engkau peduli dengan saya." Tapi kita buat suatu pernyataan yang jelas bahwa terima kasih tapi tidak.PG : Betul, justru kalau kita agak tua justru banyak anak yang tidak setuju kita menikah kembali karena mereka lebih memikirkan dari faktor-faktor yang praktis yaitu dengan lebih tua, nanti kalu meninggal pembagian harta dan sebagainya akan lebih ruwet karena sekarang sudah ada ibu tiri.
Jadi sekarang ada juga orang yang curiga, "Jangan-jangan engkau mau dengan Papaku karena engkau mau hartanya, karena mereka sudah tua." Jadi biasanya kalau pria itu sudah agak tua, orang lebih cepat curiga kepada perempuan yang mau menikah dengan dia. Tapi ada juga orang yang mengerti dan berkata meskipun dia sudah tua tapi memang dia butuh teman, dia butuh orang yang bisa mengurusnya dan berbagi hidup dengan dia sehingga ada yang memang mengerti dan berkata "Tidak apa-apa."HS : Kalau Bapak tanya begitu, saya kembali kepada firman Tuhan yang menjadi kekuatan saya. Segala persiapan-persiapan yang saya lakukan itu membutuhkan perenungan-perenungan yang dalam dan jusru perenungan-perenungan yang dalam itu yang membuat saya dikuatkan.
HS : Ya, seperti misalnya saya diminta berkhotbah di salah satu gereja, persiapan saya bukan hanya sehari lalu selesai, tapi bisa sepuluh hari. Sebab setiap hari saya mengedit kembali, memperbaki kembali kekurangan-kekurangan apa yang saya perlu tambahkan dan kelebihan-kelebihan apa yang saya harus kurangi baik itu tidak sesuai dan sebagainya, hal itu mengakibatkan saya lebih mendalam lagi.
HS : Dari cucu saya, dia yang menghibur saya karena dia aktif, masih lucu-lucunya dan saya selalu diajak bermain seperti menjadi pesawat terbang, lari ke sana kemari, bermain seperti menjadi drver, dan kita pergi misalkan ke timezone dan itu yang menghibur saya.
HS : Kalau saya pergi ke kuburan, saya memang berdoa di sana tapi doa saya adalah "Tuhan terima kasih karena istri saya ada di sana dan saya bersyukur sekarang Engkau memberi saya kesempatan unuk hidup dan saya adalah untuk-Mu Tuhan."
HS : Betul, jadi kalau sewaktu-waktu saya ingin ke situ, maka saya ke situ.
PG : Biasanya pada masa-masa awal kita akan mau lebih sering berkunjung ke makam tapi dengan berjalannya waktu kita tidak akan merasakan lagi adanya desakan-desakan untuk sering ke makam. Jadi erserah, pada akhirnya berkunjung satu bulan sekali ada yang tiga bulan sekali itu terserah.
Sebab sekali lagi desakan itu tidak akan lagi terlalu kuat namun terpenting adalah kita selalu menyadari bahwa meskipun pasangan kita tidak dapat kita lihat, itu tidak berarti dia tidak ada, tidak dilihat tidak berarti tidak ada, tidak dilihat karena dia berada di surga bersama Tuhan tapi dia tetap ada, dan itulah yang menjadi kekuatan bagi kita.HS : Untuk duda-duda, pesan saya hanya satu berikanlah seluruh hidup yang masih ada ini untuk melayani Tuhan sebab itu yang akan menguatkan kita dan memotivasi kita bahwa kita nanti akan bersam-sama dengan Tuhan dan bersama-sama dengan istri kita juga.
HS : Betul, saya dikuatkan oleh Tuhan sendiri dan saya melayani Dia.
PG : Saya akan bacakan dari 2 Korintus 1:3,4 firman Tuhan berkata "Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang mengiur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah."
Ini firman yang indah sekali, Tuhan adalah penuh belas kasihan dan Tuhan adalah sumber segala penghiburan. Jadi waktu kita menderita yakinlah bahwa Tuhan berbelas kasihan, jangan sampai berpikir Tuhan itu senang melihat kita menderita. Dia Bapa yang penuh belas kasihan, tapi dia bukan hanya penuh iba dan belas kasihan Dia juga sumber segala penghiburan artinya dia bisa menghibur kita, menguatkan kita lewat firmannya, lewat anak-anaknya dan lewat perkara lain yang Tuhan berikan kepada kita. Nanti penghiburan yang telah kita terima dari Tuhan kita bisa bagikan kepada orang-orang lain sehingga dalam penderitaan mereka menerima penghiburan dari kita sehingga kita pun terhibur dan tertolong.74. Apakah Pornografi | |
Di dalam bahasa Yunani, kata "porno" berasal dari kata "porneo" yang berarti percabulan. Pada zaman sekarang ini gambar-gambar ini disebarluaskan lewat pelbagai teknologi komunikasi maupun film. Apakah pornografi adalah perbuatan dosa? Apakah pornografi dibenarkan di dalam pernikahan? Mengapa sukar lepas dari jerat pornografi? Silakan menyimak untuk menemukan jawabannya.
Apakah pornografi adalah perbuatan dosa?
Di dalam bahasa Yunani, kata "porno" berasal dari kata "porneo" yang berarti percabulan. Jadi, terjemahan harafiah pornografi adalah "gambar percabulan" dan pada zaman sekarang ini gambar-gambar ini disebarluaskan lewat pelbagai teknologi komunikasi maupun film. Kita memahami bahwa percabulan adalah hubungan seks yang dilakukan di luar pernikahan-sesuatu yang tidak diperkenan Tuhan. "Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan." (1 Tesalonika 4:3). Dari etimologi istilah pornografi kita dapat menyimpulkan bahwa tujuan dan jiwa dari pornografi adalah mempromosikan percabulan atau seks yang tidak diperkenan Tuhan. Singkat kata, pornografi adalah dosa karena (a) berisikan percabulan dan (b) mempromosikan percabulan.
Apakah penggunaan pornografi dapat dibenarkan dalam pernikahan?
Tidak ada yang benar dari pornografi sebab tujuan akhirnya adalah perbuatan dosa yang melawan Tuhan. Jadi, di manapun dan dalam konteks apa pun, pornografi tidak dibenarkan. Memang ada pasangan nikah yang berdalih bahwa penggunaan pornografi dalam pernikahan menambah kenikmatan hubungan intim. Jadi, mereka berdalih bahwa selama tujuan akhirnya baik, tidak apa memakai cara yang salah. Argumen ini salah.
Pertama, dosa adalah dosa dan menggunakan dosa sebagai sarana mencapai tujuan tertentu tetap adalah dosa. Allah menuntut korban penebusan dosa bahkan untuk dosa yang dilakukan dengan tidak disengaja (Bilangan 15:22-24).
Kedua, tujuan tidak membenarkan sarana. Hitler ingin melihat bangsanya menjadi tuan atas negaranya dan untuk itu ia membunuh 6 juta orang Yahudi. Tujuan Hitler tidak membenarkan sarana salah yang digunakannya.
Ketiga, seks adalah pemenuhan hasrat dan kasih kepada seseorang dan orang ini seharusnya adalah pasangan nikah kita sendiri. Sewaktu sarana pornografi digunakan maka sesungguhnya hasrat yang timbul bukanlah tertuju dan disebabkan oleh pasangan, melainkan pemeran pornografi itu. Dengan kata lain, orang yang menggunakan pornografi dalam pernikahan adalah orang yang membohongi pasangannya sendiri.
Mengapa sukar melepaskan diri dari jerat pornografi?
Saya kira sedikit saja orang yang tidak tahu bahwa pornografi merupakan dosa yang melawan Tuhan; kebanyakan orang menyadarinya namun masalahnya adalah kita tetap melakukannya. Ada beberapa alasannya.
Pertama, oleh karena pornografi adalah dosa maka sekali dosa melingkari leher, akan susah bagi kita untuk melepaskan diri. Inilah sifat dosa: datang untuk tinggal dan tinggal untuk menguasai! Dosa adalah alat ampuh iblis untuk menjauhkan kita dari Tuhan; itu sebabnya iblis terus mendorong kita untuk berbuat dosa dan sekali ia berhasil masuk, maka ia tidak akan melepaskan cengkeramannya.
Kedua, pornografi adalah dosa yang berkaitan dan menyentuh kodrat manusiawi kita yang terlemah yakni nafsu. Tuhan melengkapi kita dengan nafsu untuk digunakan sebagai penambah kenikmatan namun ini harus dilakukan dalam ikatan nikah. Iblis mengeluarkan nafsu dari ikatan nikah dan membuatnya berdiri sendiri dengan bebas. Masalahnya adalah nafsu yang berdiri bebas akan berubah menjadi monster yang liar. Itu sebabnya pornografi sukar tanggal; ia bersemayam di takhta nafsu dalam diri kita.
Ketiga, pornografi dapat mengisi kebutuhan yang belum terisi penuh; itu sebabnya pornografi sering digunakan sebagai pengganti pemenuh kebutuhan yang sebenarnya. Misalnya, oleh karena kita membutuhkan kasih namun tidak mendapatkannya, kita mudah terjerat pornografi sebab pornografi membuat kita sejenak melupakan kebutuhan kasih itu dan untuk sementara kita memperoleh kelegaan.
Keempat, pornografi kadang digunakan untuk mengurangi ketegangan yang dirasakan. Dalam hal ini pornografi menjadi alat untuk mengobati luka atau masalah yang meradang. Kenikmatan pornografi bekerja sedemikian rupa sehingga untuk sejenak kita melupakan masalah dan untuk sementara kita mengalami "pengobatan" kendati semu.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Apakah Pornografi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Memang kalau kita mau membahasnya secara sosial, secara ilmu itu sendiri memang akan terjadi perdebatan, batasnya sejauh manakah sesuatu itu menjadi porno dan sebagainya. Saya kira saya in tidak akan sanggup memberikan definisi yang sangat tepat dan bisa diterima oleh semua orang.
Jadi saya akan kembali lagi kepada Firman Tuhan karena itulah landasan kita. Di dalam bahasa Yunani kata porno berasal dari kata "Porneo", yang menarik dari kata Porneo ini sebetulnya berarti percabulan dan inilah kata yang digunakan Firman Tuhan. Jadi waktu Firman Tuhan berkata jauhilah percabulan, itulah kata yang digunakannya yaitu Porneo. Porneo atau porno sebetulnya adalah gambar percabulan. Jadi dari kata itu sendiri memang sebuah kata yang sudah seratus persen adalah sebuah kata berdosa karena arti harafiahnya adalah gambar percabulan. Kita tahu pada zaman sekarang gambar-gambar ini disebarkan lewat berbagai teknologi komunikasi dan juga film-film. Jadi sekarang melalui ponsel, melalui internet dan juga film-film kita akhirnya mendapatkan gambar-gambar porno ini. Kita memahami bahwa percabulan dalam hubungan seks yang dilakukan di luar pernikahan dan ini sesuatu yang tidak diperkenankan Tuhan sebab Firman Tuhan di 1 Tesalonika 4:3 berkata, "Karena inilah kehendak Allah: pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan." Jadi dari etimologi istilah pornografi kita bisa menyimpulkan bahwa tujuan jiwa dari pornografi adalah mempromosikan percabulan atau seks yang tidak diperkenan Tuhan.PG : Dosa terjadi bukan tatkala kita berhubungan senggama, dosa terjadi di dalam pikiran kita maka Tuhan berkata di Matius 5 :27-28, Firman Tuhan berkata "Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata keadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya."
Jadi di sini Tuhan menegaskan cakupan dosa bahwa dosa itu bukan dimulai tatkala kita bersenggama dengan orang yang bukanlah pasangan nikah kita, dosa dimulai di dalam pikiran kita tatkala kita bernafsu dan mau melakukan hubungan dengan seseorang dalam pikiran kita itu. Jadi sekali lagi kalau orang berkata, "Ini bukanlah dosa dan sebagainya" itu salah! Apa yang terjadi di dalam pikiran kita itu sudah menjadi sebuah dosa.PG : Saya menegaskan bahwa pornografi memang berarti gambar percabulan. Jadi dengan kata lain ini adalah sebuah dosa, pornografi itu sendiri adalah sebuah dosa karena nomor satu berisikan percaulan, gambar itu adalah gambar manusia yang melakukan percabulan kemudian direkam atau diabadikan lewat foto dan sebagainya, itu adalah sebuah percabulan.
Dan yang nomor dua pornografi adalah sebuah bisnis yang mempromosikan percabulan maka orang membelinya. Dengan kata lain, kalau orang melihatnya kemudian tidak merasakan apa-apa, itu pun mustahil kalau dia manusia normal pasti dia akan merasakan sesuatu. Tapi anggap saja dia tidak merasakan apa-apa, dengan dia mengkonsumsi pornografi maka dia membantu bisnis-bisnis yang mempromosikan percabulan itu sendiri. Jadi tetap pornografi itu sendiri adalah dosa, apa pun yang kita lakukan dengan dosa adalah dosa.PG : Memang pernah ada yang berkata, "Tidak apa-apa kalau saya dan pasangan saya menonton film-film porno di dalam kamar tidur kami sendiri dan tidak dikonsumsi oleh orang lain atau anak-anak, anya kami berdua saja, tujuannya hanyalah untuk menolong kami menambah keintiman dan kemesraan dalam hubungan suami istri apa salahnya!" Saya mau tegaskan bahwa tidak ada yang benar dari pornografi sebab tujuan akhirnya adalah perbuatan dosa yang melawan Tuhan.
Jadi dimana pun dan dalam konteks apa pun pornografi tidak dibenarkan. Misalnya ada orang yang berargumen seperti itu, artinya bagi mereka kalau tujuannya baik, kenapa tidak boleh menggunakan cara yang kami gunakan ini. Argumen ini salah! Ada beberapa alasan kenapa saya katakan salah. Pertama, dosa adalah dosa dan menggunakan dosa sebagai sarana mencapai tujuan tertentu tetap adalah dosa. Jadi kita tidak bisa berkata "Tujuannya baik, tidak apa-apa menggunakan cara dosa" cara yang sudah salah itu menjadikan perbuatan kita berdosa apa pun tujuannya. Ingatlah bahwa Allah menuntut korban penebusan dosa bahkan untuk dosa yang dilakukan dengan tidak sengaja. Jadi jangankan dosa pornografi yang jelas-jelas kita lakukan dengan sengaja, bahkan untuk dosa yang kita tidak sengaja pun Tuhan menuntut korban penebusan dosa. Argumen yang kedua adalah tujuan tidak membenarkan sarana. Kalau orang berkata, "Tujuannya baik, kami makin mesra dan sebagainya" itu salah! Saya berikan contoh yang ekstrem, Hitler ingin melihat bangsanya menjadi tuan atas negaranya dan untuk itu dia membunuh 6 juta orang Yahudi. Apakah kita berkata, "Oh tujuan Hitler baik, mau menjadikan bangsanya tuan di negaranya", tidak mungkin! kita tidak akan berkata tujuannya baik maka boleh dan silakan membunuh 6 juta orang. Jadi tujuan Hitler tidak membenarkan sarana salah yang digunakannya. Kalau suami istri berkata, "Saya hanya mau melakukannya dalam kamar tidur saya, supaya kami berdua dapat berhubungan seksual dengan lebih baik," itu tidak! Tujuan tidak membenarkan perbuatan yang salah. Yang ketiga adalah seks merupakan pemenuhan hasrat dan kasih kepada seseorang dan orang ini seharusnya adalah pasangan nikah kita sendiri. Sewaktu sarana pornografi digunakan maka sesungguhnya hasrat yang timbul bukanlah tertuju dan disebabkan oleh pasangan lagi melainkan oleh pemeran pornografi itu, dengan kata lain orang yang melakukan pornografi dalam pernikahan adalah orang yang membohongi baik dirinya maupun pasangannya sendiri. Jadi sekali lagi tidak ada yang dapat dibenarkan dengan penggunaan pornografi dalam konteks apa pun termasuk dalam konteks pernikahan.PG : Bukankah hubungan seksual yang dimaksudkan Tuhan adalah hubungan kita dengan pasangan kita, jadi seharusnya yang menjadi objek rangsangan atau penyebab timbulnya rangsangan adalah pasangannikah kita sendiri.
Orang yang mulai berfantasi sebelum melakukan hubungan seksual pada akhirnya memang berhasil melakukan hubungan dengan pasangannya tetapi sesungguhnya dalam kenyataan dia tidak berhubungan dengan pasangan, sebenarnya yang menggugah gairahnya bukan lagi pasangannya tapi objek lain atau individu lain, maka tidak dibenarkan. Lebih baik kita berusaha keras sedapat-dapatnya untuk terus menggali relasi seksual dengan pasangan kita dan memaksimalkannya. Apa pun hasilnya itulah yang kita terima karena itulah yang Tuhan telah berikan kepada kita.PG : Saya setuju Pak Gunawan, bahwa sedikit orang yang tidak tahu bahwa pornografi merupakan dosa yang melawan Tuhan, saya kira banyak orang yang menyadarinya namun masalahnya adalah kita tetapmelakukannya.
Ada beberapa alasannya oleh karena pornografi merupakan dosa maka sekali dosa melingkari leher akan susah bagi kita untuk melepaskannya. Inilah sifat dosa yang mesti kita camkan yaitu dosa datang untuk tinggal dan tinggal untuk menguasai, dosa tidak pernah datang untuk singgah kemudian meninggalkan kita tapi dosa datang untuk tinggal. Kalau dia tinggal, dia tidak tinggal numpang di kamar yang paling kecil tapi dia tinggal untuk menguasai satu rumah hidup kita. Jadi kita bisa simpulkan bahwa dosa adalah alat ampuh iblis untuk menjauhkan kita dari Tuhan, sebab waktu kita berdosa kita merasa kita tidak layak datang kepada Tuhan, kita tidak mau datang berdoa kepada Tuhan bahkan ada yang berkata bahwa, "Ya sudah terlanjur, sudah masuk ke dalam dosa maka sekalian mandi saja supaya basah." Maka iblis akan bersorak-sorai karena tujuannya tercapai, oleh sebab itulah iblis terus mendorong kita berbuat dosa dan sekali dia berhasil masuk maka ia tidak akan melepaskan cengkeramannya. Dan menurut saya sarana iblis untuk mencengkeram manusia yang paling kuat, paling ampuh dan paling universal adalah melalui pornografi.PG : Memang secara kodrati, kita manusia mempunyai hasrat seksual, maka kita sudah memiliki keingintahuan tersebut. Dengan semaraknya pornografi maka keingintahuan itu akhirnya bertemu dengan twaran-tawaran yang begitu semarak dengan kita.
Jadi saya simpulkan pornografi adalah dosa yang berkaitan dan menyentuh kodrat manusiawi kita yang terlemah yaitu nafsu. Memang Tuhan memperlengkapi kita dengan nafsu, nafsu ini memang bukan ciptaan manusia tapi memang adalah pemberian Tuhan namun Tuhan memberikan nafsu untuk digunakan sebagai penambah kenikmatan tapi harus dilakukan dalam ikatan nikah, ini yang Tuhan tetapkan. Iblis mengeluarkan nafsu dari ikatan nikah dan membuatnya berdiri sendiri dengan bebas. Masalahnya adalah nafsu yang berdiri bebas akan berubah menjadi monster yang liar. Itu sebabnya pornografi sukar tanggal, ia bersemayam di tahta nafsu di dalam diri kita.PG : Bisa, yang diperlukan adalah usaha tak pernah menyerah untuk kembali dan kembali lagi kepada Tuhan dan benar-benar menggenangi hati kita dengan FirmanNya sehingga perlahan-lahan kekuatan dri Firman Tuhan itu akan menjadi bagian dari diri kita sehingga kita lebih mampu untuk menolak godaan tersebut.
PG : Betul. Dan sekali lagi hal-hal itulah yang memang digunakan oleh banyak orang untuk kepentingan usahanya atau bisnisnya, dengan cara itulah dia bisa menjual barang-barang produknya.
PG : Betul, Pak Gunawan dan sekali lagi hal-hal inilah yang memang menjual produk-produk yang ditawarkan maka akhirnya banyak hal yang dikaitkan dengan pornografi, dengan seks dan sebagainya. Msalkan juga lelucon rendahan selalu menggunakan seks karena akan membuat orang tertarik untuk mendengarkannya.
Jadi itu adalah sebuah sarana untuk menarik perhatian orang, sekali lagi seks merupakan bagian yang integral dengan kehidupan kita dan nafsu adalah bagian dari hidup kita pula. Maka seks atau pornografi menjadi sebuah kekuatan yang sangat besar untuk bisa mencengkeram kita. Namun ada satu hal lagi yang mesti saya angkat, kenapa susah sekali lepas dari cengkeraman itu karena pada akhirnya pornografi bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang masih ada dalam diri kita. Jadi dengan kata lain pornografi seringkali digunakan sebagai pengganti pemenuh kebutuhan yang sesungguhnya. Misalkan kalau kita dibesarkan dalam keluarga dimana kita kurang dikasihi, maka akhirnya kita terjerat pornografi karena pornografi membuat kita sejenak menghilangkan kebutuhan kasih itu sedangkan untuk sementara kita bisa memperoleh kelegaan. Jadi dengan kata lain pornografi memang bisa mengisi meskipun secara sementara, dan secara semu dan secara salah. Dia mengisi kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi itu.PG : Sekali lagi jika gambar-gambar itu dilihat oleh anak-anak usia belasan tahun maka akan benar-benar menjadi sesuatu yang mengisi keingintahuan kita karena secara alamiah inilah bagian pertubuhan atau perkembangan kita.
Maka kita ini ingin sekali untuk mengetahuinya. Pada waktu anak-anak mempunyai kesempatan untuk melihatnya, yang paling sering terjadi adalah gambar itu benar-benar akan masuk dan tinggal di dalam benaknya. Ada satu istilah dalam psikologi yang disebut "Imprinting" yaitu mencetak, sesuatu yang muncul yang dieksposkan pada diri kita pada usia yang muda pada usia 11 atau 12 tahun. Pada umumnya itu akan benar-benar mencetak meninggalkan jejak dan menimbulkan bekas dalam hidup kita, sehingga dari titik itu keingintahuan kita bukan malah berkurang, tapi makin bertambah. Yang kedua adalah keingintahuan kita untuk melakukannya juga makin bertambah bukan makin berkurang sebab sekali lagi pada usia yang masih terlalu muda, memang belum semestinyalah kita melakukan atau mengalami hal seperti itu, maka penting bagi orang tua atau anak-anak untuk menjaga diri jangan sampai anak-anak diperdaya oleh kata-kata seperti ini "Tidak apa-apa, tidak ada efek buat kamu, kamu akan lupakan ini," itu tidak! Justru kalau kita melihatnya pada usia muda, kita tidak akan bisa melupakan.PG : Sesungguhnya ini memang tugas orang tua mengisi kebutuhan anak, misalnya bukankah semestinya orang tua berada di rumah tatkala anak pulang ke rumah sehingga orang tua bisa mengayomi anak, engawasinya, memberikan limpahan kasih sayang dan sebagainya.
Namun yang seringkali terjadi saat ini adalah justru tidak seperti itu. Cukup banyak anak-anak sekarang yang waktu pulang menjumpai rumah yang kosong, dan ada orang tua yang sampai di rumah jam 9 malam, sudah tentu kalau pulang malam maka mereka akan letih sehingga tidak punya banyak waktu untuk diberikan kepada anak-anak. Masalahnya adalah dalam masa pertumbuhan itulah, yang dibutuhkan anak yaitu pergaulan dengan orang tua, kasih sayang, perhatian dan juga terutama pengawasan. Anak-anak yang pulang ke rumah menjumpai rumah kosong akan lebih berkemungkinan terjerat pornografi dibandingkan dengan anak-anak yang begitu pulang akan bertemu dengan orang tuanya dan diajak berbicara, diajak untuk bercengkerama, diajak untuk bergurau, dikasihi dan sebagainya. Kesempatan dan kemungkinan untuk terlibat dalam pornografi akan mengecil di dalam rumah tangga yang seperti itu.PG : Satu lagi adalah pornografi kadang digunakan untuk mengurangi ketegangan yang dirasakan, dengan kata lain pornografi menjadi alat untuk mengobati yang luka atau masalah yang meradang. Kenimatan pornografi bekerja sedemikian rupa sehingga sejenak kita akan melupakan masalah dan untuk sementara kita akan mengalami pengobatan kendati semu.
Maka orang-orang yang mempunyai masalah kejiwaan, kehampaan, kekosongan hidup dan sebagainya menjadi kandidat-kandidat terlibat dalam pornografi sebab sekali lagi pornografi seolah-olah bisa mengurangi ketegangan, kesusahan hatinya, dia bisa melupakan sejenak masalahnya dan mendapatkan pengobatan sementara meskipun salah. Yang menjadi masalah lagi adalah mencandu dan orang akhirnya mencari dan mencari terus, dia juga tidak bisa lagi memikirkan hal yang lain akhirnya pikirannya hanya dipenuhi dengan pornografi atau hal-hal yang bersifat seksual. Inilah yang akhirnya merusak pikirannya.PG : Pasti. Jadi waktu dia melihat orang, dia akan melihat dari sudut seksual. Waktu dia bergaul dengan orang, dia juga akan melihatnya dari sudut seksual. Jadi segala hal mudah sekali dikaitka dengan hal-hal yang bersifat seksual, bukankah itu sesuatu yang tidak seharusnya terjadi sebab Tuhan tidak menginginkan kita melihat orang dari segi seksual.
Dengan kata lain kalau kita melakukan hal itu, kita hanya menjadikan seseorang itu sebagai objek nafsu kita. Dan manusia bukanlah sebuah objek nafsu, seharusnya objek nafsu kita adalah pasangan kita sendiri. Tuhan tidak menghendaki relasi manusia itu hanya diwarnai oleh hal-hal seperti itu.PG : Saya kira yang terjadi adalah sebuah pembohongan, Pak Gunawan. Sebab seolah-olah orang yang bisa menikmati orang yang telanjang tapi tidak merasa apa-apa itu berarti sudah menempati kelas inggi di dalam masyarakat, di dalam cara berpikir, orang inilah yang menghargai seni.
Sebetulnya semua yang dilakukan itu adalah memang merupakan bagian dari pornografi, sebab sewaktu orang menggambarnya, dia pun harus menggambarnya berhadapan dengan orang yang telanjang itu. Kenapa dia menggambarnya seperti itu? Orang menyebutnya "keindahan", apakah di dalam berbusana tidak bisa menampakkan keindahan? Kenapa harus dibuka semuanya. Jadi sekali lagi itu adalah upaya membohongi diri dan dengan kita berkata, "Oh begitu indahnya" kita bahas dari sudut ilmiah dan sebagainya, seolah-olah kita adalah mesin yang bisa dipengaruhi, bukankah kita sedang mengelabui diri sendiri. Kita manusia normal kita melihat hal itu maka kita akan seharusnya tergugah kecuali kalau kita manusia tidak normal. Jadi kalau orang yang tidak tergugah bukannya berkelas tinggi tetapi memang kurang normal.PG : Betul sekali. Kalau dengan berbusana saja kita bisa mempunyai pemikiran yang kotor apalagi kalau melihat yang tidak berbusana, bukankah orang akan lebih berpikir yang aneh-aneh. Makanya kaau ada orang berkata, "Tergantung pada pikirannya," tapi juga tergantung pada apa yang kita lihat.
Bagaimana pun juga harus ada pengakuan bahwa apa yang kita lihat itu akan mempengaruhi kita.PG : Saya akan bacakan dari 1 Korintus 6:13, "Makanan adalah untuk perut dan perut untuk makanan: tetapi kedua-duanya akan dibinasakan Allah. Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan, melainkan utuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh."
Sekali lagi tubuh bukanlah untuk percabulan melainkan untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh. Jadi Tuhan dan tubuh adalah yang dibicarakan di sini, Tuhan akan menempati tubuh kita. Jadi kita harus mempersiapkan, membersihkan tubuh kita menjadi tempat yang layak bagi Tuhan untuk diam di dalam tubuh kita ini. Bagaimanakah bisa melayakkan diri kalau kita mengisi tubuh kita dengan hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, kita mengotori tubuh ini? Maka bersihkanlah tubuh kita, bersihkanlah pikiran kita agar menjadi tempat yang layak bagi Tuhan.PG : Betul.
GS : Menjauhi itu lebih baik dari pada menyerempet bahaya seperti itu. Pak Paul, kita baru bicara tentang apa itu pornografi dan mungkin pada kesempatan yang lain kita akan bersama-sama memperbincangkan tentang bahaya pornografi atau dampak negatif dari pornografi itu sendiri, Pak Paul. Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Apakah Pornografi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
75. Bahaya Pornografi | |
Dalam bagian ini dijelaskan tentang bahaya pornografi, salah satunya adalah pornografi meracuni pikiran kita sedemikian rupa sehingga pada akhirnya kita meneropong hidup lewat kacamata seks. Bagaimana mencegahnya?
Apakah dampak pornografi?
Kesimpulan
"Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah." (Matius 5:8)
Pornografi mencemarkan hati dan membutakan mata sehingga kita tidak bisa lagi melihat Allah.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bahaya Pornografi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya senang bahwa kita berkesempatan membahas hal ini sebab pornografi telah menjadi masalah yang sangat besar dalam kehidupan manusia saat ini dan tidak terkecuali, orang-orang Kristen pu akhirnya mengalami begitu banyak pencobaan, godaan dan akhirnya masuk jatuh ke dalam dosa akibat pornografi ini.
Maka sudah waktunya kita membahas hal ini dengan saksama. Kata pornografi berasal dari dua kata yaitu Porno dan Grafi, dan kata Porno itu sendiri dalam bahasa Yunani adalah Porneo yang berarti percabulan. Di Alkitab berkata "Jauhkanlah dirimu dari Percabulan" dan kata yang digunakan adalah Porneo. Jadi kalau kita terjemahkan secara harafiah, Pornografi berarti gambar-gambar percabulan. Dari kata itu sendiri gambar percabulan yang kita tahu ini adalah sebuah dosa sebab percabulan adalah sebuah dosa, bukankah pemeran pornografi itu adalah orang yang sedang mencabulkan dirinya, jadi itu adalah sebuah dosa. Pornografi berisikan dosa dan bukankah orang yang menyebar luaskannya menjadikan ini sebuah bisnis, sebetulnya telah mempromosikan percabulan itu sendiri alias mempromosikan dosa. Dengan kata lain kita harus simpulkan bahwa pornografi adalah sebuah dosa. Jadi kapan pun, dimana pun kalau pornogafi digunakan maka menjadi dosa dan dosa tidak bisa berubah menjadi tidak dosa, gara-gara dilakukan di tempat yang berbeda dalam konteks yang berbeda. Saya mau tegaskan ini karena saya tahu ada pasangan nikah yang berkata, "Tidak apa-apa memakai atau memanfaatkan pornografi di dalam pernikahan untuk menambah kemesraan dan kenikmatan berhubungan suami istri". Ini adalah sesuatu yang salah! Kenapa salah? Sebab sekali lagi alatnya sudah dosa, kalau kita gunakan berarti kita menggunakan dosa dan tujuan tidak membenarkan sarana atau alatnya, kita tidak bisa berkata, "Tujuannya 'kan baik maka tidak apa-apa menggunakan sarana ini," itu salah! Kalau caranya sudah salah dan sudah berdosa, apa pun hasilnya itu tidak dapat dibenarkan. Dan yang terakhir orang sering berkata, "Ini untuk mengakrabkan, menambah kemesraan antara saya dan pasangan saya," bukankah kita sedang membohongi diri, sebab yang membuat kita terangsang bukanlah pasangan nikah kita, yang membuat kita untuk berhubungan seksual dan menikmatinya itu juga bukanlah pasangan kita, tapi pornografi itu sendiri. Dengan kata lain kita tengah membohongi diri dan makin membuat hubungan suami istri menjadi sesuatu yang mustahil, sebab kalau tidak ada sarana pornografi itu maka sukar sekali untuk melakukannya karena tidak ada lagi gairah. Bukankah ini menandakan atau menyingkapkan kondisi pernikahan yang sudah buruk yaitu masing-masing tidak lagi memiliki ketertarikan kepada pasangannya. Jadi sekali lagi pornografi adalah sebuah dosa yang kita harus hindari, bukan suatu dosa yang kita harus toleransi.PG : Betul sekali Pak Gunawan, akan saya bahas sekurang-kurangnya tiga dampak yang begitu serius dari pornografi. Yang pertama adalah pornografi meracuni pikiran kita sedemikian rupa sehingga pda akhirnya kita meneropong hidup lewat kacamata seks.
Saya tidak perlu membicarakan orang lain tapi saya akan membicarakan diri saya. Masa lalu saya tatkala saya remaja, saya juga terlibat pornografi dan saya juga memang berkata dengan pasti bahwa apa yang saya lihat memang sangat mempengaruhi, mewarnai cara saya berpikir, cara saya melihat dan akhirnya benar-benar gambar-gambar itu meracuni pikiran saya. Kita tidak bisa melihat dan berinteraksi dengan lawan jenis secara murni lagi, pikiran kita penuh dengan seks yang akhirnya membutakan mata yang tadinya bersih. Jadi inilah dampak pertama yang berat yaitu meracuni pikiran kita.PG : Sudah tentu kalau kita berhenti tidak lagi melihatnya, perlahan-lahan efeknya akan melemah tapi memori itu sendiri belum tentu hilang. Di dalam diri saya sewaktu remaja, apa yang pernah saa lihat memang tidak semuanya bisa saya ingat lagi tapi cukup banyak yang saya ingat kalau saya ingin mengingatnya karena ini sudah masuk di dalam ruangan memori saya.
Dalam rekaman yang lalu, saya sudah bahas bahwa pada usia remaja pikiran kita itu memang masih sangat rawan untuk mendapatkan cetakan. Jadi pengalaman-pengalaman yang kita alami pada masa itu cenderung memang berbekas sehingga susah sekali untuk kita lupakan, apalagi pengalaman seperti melihat pornografi yang sesuai dengan kodrat manusiawi kita yaitu mempunyai nafsu dan keinginan yang besar pada hal-hal yang seksual. Maka dapat dipastikan memori itu benar-benar akan menyimpan materi pornografi, tapi kalau kita tidak memberi makan pada pikiran kita, kita tidak lagi menggunakannya perlahan-lahan efeknya juga akan memudar, tidak lagi mencengkeram namun memori itu sendiri tetap ada.PG : Betul sekali, dan oleh sebab itulah bisnis pornografi lebih diarahkan kepada mereka-mereka ini supaya kalau mereka sudah memulainya pada masa remaja besar kemungkinan mereka akan terus mengunakannya pada masa dewasa.
Lebih sedikit orang yang memulai kebiasaan buruk pornografi pada usia dewasa. Jauh lebih banyak orang yang memulainya di masa-masa remaja dan akan meneruskan kebiasaan itu sampai di usia dewasa.PG : Betul sekali. Memang seharusnya kita harus datang dan datang lagi kepada Tuhan membaca lagi FirmanNya, merenungkanNya dan bergumul dan bergumul dan makin kita bergumul, makin Tuhan memberian kuasaNya kepada kita supaya kita bisa melawan godaan ini.
PG : Yang kedua adalah pornografi bersifat mencandu, Pak Gunawan. Begitu mengikat dan mencandu sehingga akhirnya kita terus membutuhkannya dan tidak pernah merasa puas, ini sangat sama dengan pnggunaan narkoba atau obat-obat terlarang.
Saya tahu Pak Gunawan, ada orang-orang yang begitu bangun langsung melihat video porno, tatkala bekerja mencuri-curi gambar porno lewat ponselnya dan begitu pulang ke rumah langsung melihat video porno sampai tengah malam. Itulah jerat yang dikehendaki oleh iblis, ini benar-benar mencandu, mengikat sehingga kita harus melihat dan tidak puas. Jadi benar-benar bisa begitu kecanduan, inilah dampak yang kita mesti kita sadari.PG : Seolah-olah bahwa film yang mempunyai unsur pornografi pasti akan laris. Sebenarnya tidak! Di Amerika Serikat ternyata film-film yang yang bertahan dan yang digemari dan ditonton yang palig banyak justru film keluarga, justru film-film yang banyak memuat gambar-gambar porno akhirnya tidak terlalu laris, memang bisa memikat segmen tertentu tapi karena tidak ada mutunya akhirnya film-film itu juga tidak laku.
Jadi sekali lagi karena tidak mempunyai jalan lain orang akhirnya menjual seks untuk menjual produknya-produknya supaya lebih laku, makin mereka lebih mengedepankan seks sebetulnya kita bisa lebih berkesimpulan bahwa semakin buruk kwalitas barang yang dijual maka mereka membutuhkan alat bantu tersebut.PG : Dampak yang ketiga dan yang paling berbahaya, pornografi tidak memberi ruang bagi Tuhan di hati dan pikiran kita. Kenapa saya berkata begitu, karena yang pertama akhirnya pikiran kita dipeuhi oleh pornografi atau seks.
Pada akhirnya karena kita adalah anak Tuhan maka kita merasa tidak layak datang kepada Tuhan, kita merasa kita kotor tidak layak maka kita makin menjauh dari Tuhan atau ada juga di antara kita yang tidak mempunyai waktu atau keinginan untuk datang kepada Tuhan karena kesibukan kita adalah pada hal-hal yang bersifat pornografi, inilah dampak yang diinginkan iblis. Dan jika itu tercapai maka tercapailah tujuan iblis yaitu hubungan kita dengan Tuhan terputus.PG : Betul, Pak Gunawan dan inilah suatu pergumulan yang kita harus hadapi bukan suatu pergumulan dimana kita harus menyerah apa adanya, itu salah! Justru Tuhan menyuruh kita untuk bergumul sebb kekudusan atau kesucian itu muncul dari pergumulan, bukanlah sesuatu yang diberikan turun dari langit tapi itu adalah sesuatu yang kita harus lewati dan gumulkan, barulah akan muncul sesuatu yang indah dari dalam diri kita.
PG : Sangat besar dampaknya Pak Gunawan. Sebagai contoh, dan ini juga sangat aneh di Amerika serikat tingkat pemerkosaan tinggi, kenapa saya bilang aneh? Bukankah di sana orang suka sama suka bsa berhubungan dengan begitu mudahnya saat bertemu di bar, saling lirik, langsung ke Motel bisa berhubungan seksual.
Di kampus bertemu dengan teman, cocok, ngobrol-ngobrol kemudian berhubungan seksual, besok tidak lagi bertemu itu tidak apa-apa. Begitu kendornya nilai moral di sana tapi tingkat pemerkosaan begitu tinggi, kenapa sampai begitu? Sebab satu hal yang perlu kita ketahui adalah bahwa pornografi telah merasuki pikiran banyak orang di sana. Beberapa tahun yang lalu ada beberapa pembunuh berantai dan seorang pemerkosa membunuh begitu banyak wanita setelah memperkosanya. Namanya Ted Bandy, dia akhirnya diwawancara oleh Dr. James Dobson karena di penjara itulah akhirnya dia menyadari kesalahannya. Sebelum dia dihukum mati akhirnya dia bersedia diwawancarai oleh Dr. James Dobson, seorang psikolog Kristen di Amerika. Dalam wawancara itu Dr. James Dobson bertanya pada dia secara langsung apa yang membuat kamu begini, dan dengan terbuka dia berkata adalah sejak remaja dia terlibat pornografi dan sebelum dia membunuh dan memperkosa wanita, dia selalu mengkonsumsi pornografi terlebih dahulu. Nah, memang orang-orang yang berilmu yang menjadi pakar-pakar di sana berkata, "Banyak orang yang mengkonsumsi pornografi namun tidak memperkosa," betul! Tapi kita harus dengarkan kesaksian orang yang melakukannya. Dia yang memperkosa wanita dan berkata sebelum mereka melakukannya, itulah yang mereka konsumsi yaitu pornografi. Jadi memang benar ada banyak orang yang tidak melakukan pembunuhan atau pemerkosaan karena lebih banyak yang mempunyai nilai-nilai moral yang tinggi sehingga bisa mengekang dirinya, tidak melakukan perbuatan kriminal, tapi orang yang tidak bisa mengekang dirinya bukankah justru akhirnya masuk ke dalam tindak kriminal yang berbahaya. Memang tidak bisa tidak pornografi akhirnya bisa merusak satu masyarakat dimana akhirnya nafsu menjadi sesuatu yang sangat liar di dalam masyarakat, bukan hanya di dalam satu pribadi dan akhirnya nafsu itu ada di mana-mana. Sebagai contoh lagi di Amerika Serikat, pada malam hari seorang wanita tidak berani jalan sendirian, tapi kalau di Indonesia pada malam hari masih banyak wanita yang berjalan naik bus dan sebagainya, tapi di sana malam hari tidak ada lagi perempuan jalan sendirian, kenapa? Sebab sewaktu-waktu ada saja orang yang naik mobil dan tidak ada keinginan untuk melakukan sesuatu tapi ketika melihat perempuan jalan sendirian langsung terpikir mau memperkosanya, sebab diri manusia sudah tercemar oleh pornografi atau sex dan itu memang berbahaya.PG : Ada beberapa upaya yang bisa saya bagikan, Pak Gunawan. Kita jangan memulainya dan ini sangat penting sekali. Barangsiapa memulai ia akan terjerat, siapa pun yang menawarkan janganlah teria tawaran itu baik teman, saudara atau siapa pun sebab pada dasarnya kita menolak tawaran dosa.
Jadi jangan memulainya, saya dulu memulainya dan harus diikat dengan pornografi sampai bertahun-tahun dalam hidup saya, kalau bukan pertolongan Tuhan saya akan terus terikat dan terjerat.PG : Betul sekali.
PG : Betul sekali. Jadi kita harus ingat meskipun kita mendapatkan suatu kenikmatan, tapi harga yang harus dibayar terlalu mahal. Kalau kita anak Tuhan maka kita akan merasa tersiksa dengan ingtan atau memori-memori ini sebab kita tidak mau melihat saudara seiman di dalam Tuhan dengan pemikiran atau kacamata yang kotor seperti ini.
Kita tahu ini tidak berkenan kepada Tuhan, bukankah kita akhirnya yang menceburkan diri ke dalam kolam lumpur yang akhirnya penuh dengan lumpur, jadi janganlah bermain api kalau tidak mau terbakar.PG : Yang kedua adalah sangkallah keinginan untuk melihat dan melihat lagi, saya ulang dua kali karena memang seringkali secara tidak sengaja kita melihat gambar dan kita terpaska melihat tapi angan mengulang untuk melihatnya lagi.
Sekarang ini media massa dan film sarat dengan pornografi dan memang inilah sarana iblis menghancurkan pekerjaan Tuhan. Orang yang terikat pornografi tidak mungkin menjadi alat Tuhan karena dia memang di bawah cengkeraman iblis sehingga tinggal tunggu waktu kita akhirnya akan jatuh tergeletak. Jadi sangkallah diri untuk melirik dan melihat gambar-gambar itu, kita tahu sekali kita melihatnya maka kita akan mau terus melihatnya. Jadi sekali lagi jangan mengulang, jangan melihatnya lagi dan stop sampai disitu jangan menoleh lagi.PG : Kalau memang tidak sengaja dan terlintas seperti itu memang kita tidak bisa berbuat apa-apa. Saya juga harus berkata, saya tidak setuju dengan usaha misalkan untuk membinasakan semuanya, iu tidak! Memang semua terpulang pada kita kalau kita tidak mau melihatnya maka kita juga tidak akan melihatnya maka yang terpenting adalah diri kita, kita memang tidak bisa mengatur orang lain tapi kita hanya bisa mengatur diri kita sendiri.
PG : Yang ketiga adalah jika kita sudah terlibat dan terikat akuilah masalah itu yang pertama kepada Tuhan dan yang kedua kepada seorang hamba Tuhan atau seorang saudara seiman, akuilah itu sebgai masalah.
Jangan lagi merasionalisasi dan membenarkan perbuatan dosa dan jadikanlah hamba Tuhan atau saudara seiman itu sebagai tempat untuk berbagi pergumulan sekaligus untuk mempertanggungjawabkan diri kita, misalnya kita minta kesediaannya untuk mengecek diri kita minggu demi minggu. Jadi benar-benar kita harus akui kalau kita mengalami suatu masalah. Waktu dulu saya bergumul, saya bercerita dengan seorang saudara seiman dan saya bercerita kepada kelompok dimana saya terlibat, saya bercerita kepada seorang dosen saya. Jadi saya mau bercerita saya mau mempertanggungjawabkan, saya mau mengatakan saya mengalami masalah dan saya perlu bantuan. Makin masalah disimpan dan dirahasiakan maka makin menguat dan bukannya melemah, kadang kita merasa malu dan sebagainya, tapi itu salah! Makin dirahasiakan maka akan makin menggila dan makin menguat, maka seperti binatang buas yang kita coba kerangkengkan maka lama-lama kerangkeng itu akan makin lemah. Jadi penting untuk kita akui kalau kita mempunyai masalah dan kita meminta doa saudara seiman atau hamba Tuhan, kita minta mereka untuk mengecek diri kita, ijinkan dirinya bertanya kepada kita secara berkala, "Apakah kamu terlibat lagi? Apakah kamu jatuh ke dalam dosa lagi?" terus seperti itu supaya kita terdorong untuk suci karena kita tahu kita harus mempertanggung jawabkan perbuatan kita kepada mereka.PG : Saya mengerti ini memang sesuatu yang memalukan kita, tapi sesungguhnya begitu banyak orang yang bergumul dengan masalah pornografi atau masalah seks. Jadi kalau kita berani mengakuinya, sbetulnya hampir semua orang akan dapat mengerti, kenapa? Karena hampir semua orang juga menghadapi pergumulan atau masalah yang sama.
Jadi sebetulnya tidak ada alasan untuk menyembunyikan atau merahasiakan. Sekali lagi saya kira di sinilah peran dari si iblis membisikkan kepada kita, "Jangan, kamu nanti akan mempermalukan dirimu, kamu bisa hadapi sendiri dengan kekuatanmu tidak usah cerita kepada siapa pun." Itu adalah bisikan-bisikan yang makin memperlemah kita, bukannya memperkuat kita maka kita harus akui. Tuhan pun juga pernah berkata, "Kita harus saling mengakui dosa satu terhadap yang lain," kita mesti berani bercerita.PG : Memang perlu adanya suatu jaminan bahwa akan dirahasiakan supaya kita lebih berani cerita.
PG : Yang keempat adalah jauhkanlah alat atau sarana yang mendekatkan kita kepada dosa pornografi. Jika internet adalah sarananya maka putuskanlah internet di komputer kita. Jika ponsel adalah arananya maka lepaskanlah dan jangan gunakan ponsel.
Jika majalah adalah sarananya, maka hindarilah bukan saja majalah itu tapi juga tempat yang menjualnya, belilah majalah di tempat yang lain yang tidak mempunyai majalah porno itu dan sebagainya. Firman Tuhan berkata, "Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka," ini di Matius 5:29. Sudah tentu ini bukanlah sesuatu yang kita tafsir secara harafiah tapi intinya adalah dosa merupakan sesuatu yang serius. Jadi benar-benar kita harus putuskan, tidak ada lagi hubungan atau kaitan dengan dosa itu, dari pada kita toleransi dan kompromi akhirnya kita tidak masuk ke dalam kerajaan sorga. Jadi benar-benar kita harus bertekad menjauhkan diri dari sarana yang mendekatkan kita kepada dosa pornografi. Sekarang ini yang paling sering digunakan adalah internet. Jadi kalau kita tahu kita akan jatuh ke dalam dosa, jangan pakai internet, putuskan hubungan internet di komputer kita atau kita bisa meletakkan komputer di ruangan yang terbuka sehingga orang bisa melihat apa yang kita lakukan di depan komputer kita, dengan cara-cara itulah kita lebih bisa menjaga diri.PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Selama kita tidak ada niat mau hidup kudus, mau menyenangkan Tuhan maka kita akan terus terjerat dalam dosa ini. Maka Tuhan meminta kita bertobat dan bertobat bearti memutar haluan, berarti kita tidak lagi berjalan di jalan yang sama, kita pindah jalur dan itulah pertobatan.
PG : Tuhan mau kita melihat dosa dengan serius, sebab dosa adalah penyebab Tuhan turun ke dunia dan mati untuk kita, Dia membayar harga dengan sangat mahal yaitu dengan nyawanya sendiri. Maka kta tidak boleh memandang dosa sebagai sesuatu yang remeh, karena dosalah Anak Allah mati di salib untuk kita.
Tidak bisa tidak kita harus melihat dosa sebagai hal yang serius.PG : Matius 5:8 berkata, "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah," saya suka sekali dengan Firman Tuhan ini, Pak Gunawan. Orang yang suci hatinya akan melihat Alah, pornografi mencemarkan hati dan membutakan mata sehingga kita tidak bisa lagi melihat Allah.
Dengan hati yang penuh dengan kekotoran, pikiran yang penuh dengan lumpur kekotoran bagaimanakah bisa melihat Allah, itu tidak mungkin! Akhirnya yang kita lihat hanyalah pornografi, hanyalah seks dan itulah yang diinginkan oleh iblis yaitu kita tidak lagi melihat Allah, kita hanya melihat daging manusia, jangan sampai kita tunduk dan jatuh, tapi bersihkan dan sucikan diri sehingga kita akan melihat Allah.GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan saya percaya perbincangan ini akan sangat menolong bagi para pendengar sekalian. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bahaya Pornografi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
76. Gangguan Skizofrenia | |
Salah satu gangguan jiwa yang kerap membingungkan karena kemiripannya dengan kerasukan setan adalah gangguan skizofrenia. Akibat kemiripan ini sering kali penanganan yang diberikan lebih bersifat rohani, daripada psikologis. Di sini akan dipaparkan asal muasalnya, kemudian gejala penampakannya dan terakhir penanganannya.
Salah satu gangguan jiwa yang kerap membingungkan karena kemiripannya dengan kerasukan setan adalah gangguan skizofrenia. Akibat kemiripan ini sering kali penanganan yang diberikan lebih bersifat rohani, daripada psikologis. Berikut ini akan dipaparkan asal muasalnya, kemudian gejala penampakannya, dan terakhir penanganannya.
Gejala Penampakan
Ada dua gejala yang menjadi ciri khas gangguan skizofrenia yaitu delusi-mengembangkan pemikiran atau ide yang tidak rasional-dan halusinasi-mengalami fenomena seperti melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada dalam alam riil. Jadi, ia bisa beranggapan bahwa ia adalah sosok yang berbeda dari dirinya, seperti anak raja, atau juruselamat. Inilah bagian dari delusi.
Ia pun mengalami halusinasi baik secara penglihatan atau pendengaran. Halusinasi penglihatan membuatnya melihat sesuatu atau sosok yang sebenarnya tidak ada namun baginya, sosok atau sesuatu itu sangatlah riil. Halusinasi pendengaran membuatnya mendengar suara yang bercakap-cakap dengannya atau tentang dirinya.
Baik delusi ataupun halusinasi membuatnya kerap berbicara dengan sosok yang imajiner. Akibat delusi dan halusinasi ini penderita skizofrenia menjadi labil dan sukar diprediksi. Bisa saja ia tertawa-tawa 5 menit yang lalu namun tiba-tiba menangis meraung-raung. Atau, ini yang berbahaya: bila ia meyakini bahwa ia dalam keadaan terancam, ia dapat bertindak kasar dan balas membahayakan keselamatan orang lain.
Asal-Muasal
Istilah skizofrenia berasal dari kata skisme yang berarti perpecahan-sesuatu yang tadinya satu sekarang menjadi dua. Jadi, skizofrenia mengacu kepada perpecahan ego-aspek rasional dalam jiwa-sehingga penderitanya tidak lagi dapat membedakan antara alam khayali dan alam riil. Gangguan skizofrenia dapat disebabkan oleh depresi berat yang berkepanjangan. Pada umumnya penderita depresi berat juga mengalami delusi-mengembangkan pemikiran atau ide yang tidak rasional-dan halusinasi-mengalami fenomena seperti melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada dalam alam riil. Itu sebabnya jika seseorang mengalami depresi berat berkepanjangan tanpa pengobatan, besar kemungkinan pada akhirnya ia akan masuk ke tahap berikutnya yakni gangguan skizofrenia.
Selain dari depresi berat yang berkepanjangan, skizofrenia dapat diwariskan dari pihak orangtua. Dengan kata lain, sejak lahir sesungguhnya ia telah membawa faktor kecenderungan ini namun gejalanya baru tampak setelah ia besar. Kendati gejalanya baru tampak kemudian, sebenarnya gejala awalnya telah dapat dideteksi pada masa ia kecil. Anak yang membawa kecenderungan ini pada umumnya tidak suka bermain dengan anak lain, bahkan tidak suka bermain atau bercakap-cakap dengan siapa pun termasuk orangtua dan adik kakaknya. Ia sering menyendiri dan bermain sendiri; penampakan wajahnya pun biasanya datar tanpa raut emosi sama sekali.
Penanganan
Gangguan skizofrenia masuk dalam kategori treatable-dapat diobati-namun tidak curable-dapat disembuhkan. Selama si penderita makan obat yang diberikan psikiater, kondisinya cenderung stabil. Delusi dan halusinasi dapat ditekan sehingga ia tidak keluar dari alam rasional. Masalahnya adalah, penderita skizofrenia (apalagi yang masuk dalam kategori paranoia) tidak terlalu bersedia makan obat karena menganggap tidak perlu atau berkeyakinan bahwa obat ini sesungguhnya adalah racun untuk membunuhnya. Itu sebabnya kebanyakan penderita skizofrenia sering kambuh dan ambruk kembali ke alam irasional dan delusional.
Penderita skizofrenia tidak memiliki ketahanan yang kuat terhadap stres, jadi, sedikit stres cenderung memicu reaksi irasionalnya. Itu sebabnya penderita skizofrenia mesti hidup dalam bimbingan atau pengawasan orang yang dapat dengan segera menolongnya sewaktu ia membutuhkan pertolongan.
Firman Tuhan:
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku.... mata-Mu melihat selagi aku bakal anak dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk sebelum ada satu pun dari padanya." (Mazmur 139:13, 16). Apa pun kondisi yang kita bawa ke dalam dunia ini, Tuhanlah yang menciptakan kita. Tuhan tidak melakukan kesalahan-dalam pengertian bukannya Ia menciptakan kita dalam kesempurnaan melainkan apa pun kondisi yang Ia tetapkan, pastilah ada tujuan-Nya di dalam ketidaksempurnaan itu.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Gangguan skizofrenia". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Gangguan skizofrenia adalah gangguan jiwa dan ini memang gangguan jiwa yang serius, karena gangguan ini mengganggu cara pikir sehingga kita tidak lagi melihat kenyataan dengan tepat sebab ikiran kita dipenuhi dengan alam hayali sedemikian rupa sehingga kita mencampuradukkan antara alam hayali dan realitas atau kenyataan.
Biasanya para penderita skizofrenia ini tidak bisa lagi bekerja, tidak bisa lagi berumah tangga karena tidak mungkin dia melakukan fungsi kehidupan sehari-hari karena gangguan persepsi akan realitas ini begitu menyeluruh akan hidupnya. Itu sebabnya mereka yang menderita gangguan ini harus dirawat di rumah atau dirawat di rumah perawatan sehingga penderita bisa dirawat secara khusus dan itu akan menjadi perawatan yang berjangka panjang.PG : Ini memang gangguan yang kita tidak bisa katakan berasal dari luar dirinya. Gangguan skizofrenia adalah gangguan yang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat organik atau suatu senyawa kimiadi otaknya sehingga dia tidak bisa lagi berinteraksi dengan realitas secara tepat, baik dalam pola pikirnya, maupun reaksinya terhadap peristiwa yang dialaminya.
Jadi tidak lagi tepat dan ini adalah sesuatu yang biasanya dia bawa atau yang memiliki kecenderungannya sejak dia lahir.PG : Kita ini mempunyai dua unsur atau dua hal yaitu dilusi dan halusinasi. Dilusi adalah pikiran yang tidak rasional atau anggapan-anggapan yang tak berdasar yang tidak rasional lagi. Misalkankita menganggap bahwa kita adalah superman atau kita menganggap kita adalah hewan, seorang yang mempunyai dilusi itu kadang mempunyai anggapan seperti itu terhadap dirinya atau dia mempunyai anggapan bahwa orang lainlah sebagai hewan, orang lainlah yang membahayakan jiwanya.
Inilah yang disebut dilusi, jadi pikiran tidak lagi rasional. Halusinasi adalah kelanjutan dari dilusi, jadi bukan saja dia tidak memiliki pikiran yang tidak lagi rasional, namun dia melibatkan panca indranya di dalam alam hayalinya itu. Jadi halusinasinya kita sebut menjadi halusinasi penglihatan, kalau dia memulai melihat hal-hal tertentu yang sebetulnya tidak ada. Misalnya dia melihat seseorang dan seseorang itu berbicara dengan dia, atau halusinasi pendengaran yaitu dia mulai mendengar orang berkata-kata dengan dia sehingga dia juga memberi respons bercakap-cakap dengan orang tersebut meskipun sebetulnya keduanya ini tidak ada orang namun karena dia mengalami gangguan halusinasi, maka dia merasa benar-benar melihat orang dan dia sungguh-sungguh mendengarkan suara orang berbicara kepada dia.PG : Biasanya ya. Misalnya kita melihat dia berbicara sendirian tapi berbicara sendiriannya ini seru, dia bisa tertawa, jadi persis seperti bicara dengan seseorang yang nampak. Sehingga nantiny dia akan menggerakkan tangannya, dia sedang menjelaskan sesuatu kepada seseorang tapi waktu kita bertanya kamu berbicara dengan siapa? Dia memang akan bisa menyebutkan misalkan dia berkata dengan seseorang, tapi orangnya tidak ada! Namun bagi dia orang itu ada.
Jadi biasanya gangguan skizofrenia itu terlihat ketika seseorang menampakkan perilaku-perilaku yang seperti itu.PG : Memang istilah skizofrenia itu sebetulnya berasal dari satu kata yaitu skismi atau skisme, bahasa Inggrisnya 'schism'. Kata skisme yang menjadi skizo itu berarti terbelah atau pecah, jadi kizofrenia adalah gangguan yang memutuskan atau membelah fungsi rasional kita, sehingga kita tidak lagi bersentuhan dengan realitas antara kita dan alam nyata, karena sekarang ada penyekatnya sehingga kita hidup seperti ada di alam hayali kita, jadi kita tidak lagi bersentuhan dengan alam nyata.
Sebetulnya makna dari skizofrenia adalah terbelah, kita terputus, kita terpecah dari alam realitas.PG : Memang ada kasus-kasus yang muncul akibat depresi berat yang berkelanjutan, misalnya ada orang yang mengalami depresi dan memang mengalaminya dalam kadar yang sangat parah. Depresi berat yng sangat parah itu biasanya juga bisa menghadirkan pemikiran-pemikiran yang dilusional artinya penuh dengan ketidakrasionalan.
Membayangkan merasa terlalu bersalah dan juga mengembangkan gejala halusinasi dalam depresi yang berat dan berkata-kata kepadanya dan biasanya bagi orang yang depresi berat seringkali dia mendengarkan suara orang yang menuduh dia, menyalahkan dia atau mau mencelakakan dia. Sekilas depresi berat ini tampaknya seperti skizofrenia, namun kalau gejala halusinasi atau dilusi ini munculnya setelah depresi berat, sebetulnya itu bagian dari depresi yang beratnya, dengan pertolongan obat dan konseling biasanya orang bisa keluar dari depresi yang berat, sebab jika bisa keluar dari depresi yang berat maka gejala-gejala itu juga akan hilang dengan sendirinya. Kalau orang menderita skizofrenia agak berbeda, Pak Gunawan, jadi dia tidak harus didahului atau mengalami depresi berat. Umumnya gejala skizofrenia ini munculnya pada anak-anak remaja, dengan kata lain pada masa kecil kita memang tidak bisa mendeteksinya, kita melihat anak ini sama dengan anak-anak lain, tapi waktu dia mulai beranjak remaja kita baru melihat bahwa ada sesuatu yang lain pada dirinya yaitu anak-anak yang menderita skizofrenia adalah anak-anak yang sejak kecil itu cenderung tidak mau bergaul, mengisolasi diri dan waktu remaja nampak sekali gejalanya. Jadi dia mengucilkan dirinya, tidak punya teman dan sebagainya, tiba-tiba kita mulai melihat dia bicara sendirian, dia tertawa sendirian. Sekali lagi ini tidak didahului oleh stres dan memang benar-benar gejalanya muncul dengan sendirinya. Inilah yang kita katakan sebetulnya skizofrenia tidak ditentukan oleh pengaruh luar, tapi memang sesuatu yang sudah dibawa dari kecil dan tinggal tunggu waktu maka gejala itu akan menampakkan diri.PG : Seringkali ya, Pak Gunawan. Kita mesti berhati-hati tatkala mengatakan ini keturunan, maksudnya ada dengan keturunan? Jadi seperti ini, gangguan yang berat seperti skizofrenia seringkali mlibatkan keturunan, kalau orang tua kita mempunyai gangguan ini maka kemungkinan kita mengidapnya lebih besar dari pada orang lain.
Jadi saya mau tegaskan disini tidak berarti bahwa kalau orang tua kita mengidapnya maka pastilah kita akan mengidapnya, itu salah! Yang dimaksud dengan keturunan adalah bahwa kemungkinan kita mengidapnya lebih besar daripada orang lain yang orang tuanya tidak mengidap gangguan ini. Namun tidak berarti kalau orang tua kita tidak mempunyai gangguan skizofrenia maka kita itu pasti akan terkena, itu tidak! Namun gangguan ini memang gangguan yang disebut organik artinya gangguan yang muncul dari syaraf-syaraf atau senyawa kimiawi di otak kita. Inilah yang terjadi, jadi ada sebuah gangguan di dalam senyawa dan susunan kimiawi dan syaraf-syaraf otak kita, yang membuat kita akhirnya mengidap gangguan ini.PG : Malangnya sampai saat ini belum ditemukan cara untuk munculnya skizofrenia maka yang bisa dilakukan hanyalah supaya orang tua itu bisa lebih tajam, lebih peka melihat gejala ini sedini munkin, sebab kalau gejala ini diketahui sedini mungkin dengan pengobatan dan sebagainya, maka dilusi dan halusinasi itu bisa dikurangi.
Waktu orang terkena skizofrenia dan akhirnya menerima pengobatan yang akan dicoba untuk melakukan pengobatan ialah meredam munculnya dilusi dan halusinasi itu. Kalau sejak anak kecil atau remaja sudah mulai menampakkan dilusi dan halusinasi, setidak-tidaknya pada masa kecil itu dia diminta atau diharuskan memakan obat untuk menghilangkan dilusi atau halusinasi dan mudah-mudahan karena sudah sejak kecil atau remaja sudah dibiasakan maka dia akan lebih terbiasa memakan obat-obatan ini sehingga dilusi atau halusinasi tidak harus timbul, kalau pun muncul akhirnya tidak akan muncul sesering itu, karena sekali lagi dengan munculnya ilmu kedokteran maka lebih tersedia obat-obat yang dapat menghilangkan dilusi atau halusinasi ini. Tapi sekali lagi ini adalah gejala, baik dilusi maupun halusinasi, penyakit itu sendiri tetap ada. Jadi obat tidak menyembuhkan penyakitnya, yang sudah ada itu akan tetap ada. Maka kita tidak mengatakan skizofrenia suatu yang dapat disembuhkan atau "curable." Kita hanya mengatakan skizofrenia adalah penyakit yang "treatable" dapat dilawan, dapat diobati, pengembangan gejala-gejalanya dapat dibendung sehingga tidak harus memburuk.PG : Sebetulnya tidak karena manusia mempunyai kemampuan untuk berhayal tapi bedanya dengan penderita skizofrenia adalah kita tahu kalau kita ini sedang berhayal tapi penderita skizofrenia tida tahu kalau mereka sedang berhayal, bagi dia inilah realitas, dia sungguh-sungguh melihat orang sedang berbicara dengan orang, dia sedang mendengarkan perkataan orang dan sebagainya, dia sungguh-sungguh melihat dirinya sebagai misalnya juru selamat.
Sedangkan kalau kita sedang berhayal, kita tahu kita sedang berhayal dan ini bukan kenyataan dan waktu kita harus menghentikan khayalan itu, kita bisa menghentikannya, itulah beda yang besar. Daya khayal anak-anak kecil sudah tentu kuat dan itu adalah merupakan desain Tuhan untuk seorang anak, dia akan terus berhayal supaya dia bisa bermain karena berhayal pada anak-anak itu akan membentuk jiwa anak dan berguna untuk menumbuhkan kreativitas si anak dan anak yang terlatih berhayal akan berkemungkinan mengembangkan kreativitasnya. Tapi sekali lagi kalau anak tidak mempunyai gangguan skizofrenia maka dia akan berhayal pada usia tertentu, misalnya dia sudah masuk ke sekolah maka daya khayal itu akan mulai berkurang, misalnya kelas 1, 2, 3 sudah mulai berkurang. Dapat dikatakan mulai dia kelas 4, kelas 5 dia tidak bermain sendirian dan berkhayal sendirian karena pada usia seperti itu sosialisasi sudah mulai masuk dan dia akan menikmati bermain bersama-sama dengan teman-temannya tidak lagi sendirian, memang itu tidak sama dengan gangguan skizofrenia.PG : Ini adalah salah satu kesalahpahaman, kadang-kadang kita beranggapan orang yang terkena skizofrenia akan terus-menerus setiap detik berhayal dan dalam dunia hayalinya, sebetulnya tidak! Jai ada waktu dimana dia bisa bicara menjawab pertanyaan kita dengan biasa, namun setelah berbicara dengan kita dia akan diam kemudian tertawa sendirian lagi, dia akan bicara lagi.
Namun kalau kita panggil dia untuk makan, "Mari makan" dia makan bersama kita. Di tanya, "Bagaimana hari ini?" dia menjawab, "Baik", ditanya lagi, "Tadi sudah makan apa belum?" dia menjawab, "Belum." Dia masih bisa menjawab seperti itu namun setelah kita tidak mengajaknya berbicara, dia diam kemudian dia bicara sendirian lagi. Jadi memang gejala ini tidak harus menetap setiap detik tapi kita katakan dia sudah terganggu sebab sebetulnya di dalam dirinya sudah ada keterpecahan itu, meskipun masih ada kemampuan untuk berelasi dengan orang di luar dirinya, tapi memang tidak konstan terus-menerus dia akan kembali ke dunia khayalnya.PG : Itu tergantung alam khayalnya Pak Gunawan. Jadi kalau saat itu dia sedang berkhayal bahwa dia diejek maka dia akan marah-marah, itu sebabnya kalau di jalan kita sedang melihat orang dalam angguan seperti ini, jalan sendirian bisa jadi dia akan ngomel-ngomel sendiri sebab dalam alam khayal yang sedang terjadi itu, itulah yang dialami yaitu bahwa orang sedang mengejek dia, atau kalau dia tertawa-tawa sebab dalam alamnya ada orang yang sedang menyenangkan dia, ngobrol membuat humor dan sebagainya, sehingga dia tertawa sendirian atau kalau dia ketakutan dia akan bersembunyi, dia minta agar semua orang jangan masuk ke kamarnya, jendelanya dia tutup dengan kain sebab dia berkata, "Ada orang yang mau mengintainya."
Dalam alam khayalinya itulah yang terjadi, ada orang yang memang mencoba untuk mendengarkan suaranya. Memang banyak sekali macamnya dan yang memang terjadi misalnya kalau kita bicara dengan dia, dia tidak mau menjawab, dia diam saja. Kita tidak bisa mengerti kalau kemarin dia masih bisa bicara, tapi hari ini dia tidak bisa bicara sama sekali sebab bisa jadi dia beranggapan saat itu ada seseorang yang tengah menguping. Jadi dia percaya di jendela atap rumahnya, dinding rumahnya ditaruh alat-alat untuk mendengarkan dia. Maka dia tidak mau bicara satu kata pun sebab dia tahu kalau dia bicara nanti akan direkam. Jadi itu semua tergantung pada alam khayalinya, ini yang membuat hidup dengan penderita skizofrenia tidak selalu aman. Memang kecil kemungkinan untuk penderita skizofrenia itu bersikap agresif sebab rata-rata penderita skizofrenia tidak agresif, dia bicara sendirian, dia sendirian biasanya seperti itu. Namun kadang-kadang ini yang terjadi yaitu dalam alam khayalinya dia merasa ada orang yang mau menyakitinya sehingga tiba-tiba dia mengamuk dan itu pun bisa terjadi, tapi saya juga mau mengingatkan bahwa kemungkinan ini jauh lebih kecil.PG : Saya kira langkah pertama adalah kita mesti mengakui bahwa orang ini atau anak kita ini bermasalah, saya kira ini salah satu hal yang tidak mudah diakui oleh orang tua, Pak Gunawan. Saya udah bertemu dengan orang tua yang anaknya menderita gangguan seperti ini, sampai waktu yang lama orang tua tetap tidak mau mengakui bahwa inilah yang diderita oleh si anak.
Jadi akhirnya yang dikatakan adalah bahwa anak ini mungkin hanya sementara saja, lagi terganggu dan sebagainya, tapi tidak mau dikatakan anak ini sedang sakit dan memerlukan pertolongan. Jadi langkah pertama kalau kita orang tua, kita mesti mengakui bahwa anak kita memang sakit dan memerlukan perawatan. Langkah kedua adalah kalau untuk gangguan yang seberat ini kita memang harus langsung membawanya ke psikiater yaitu seorang dokter yang spesialisasinya dalam bidang psikiatri dan nanti dokter akan melihat gejalanya kemudian memberikan obat yang harus dimakan. Ini menjadi sesuatu tantangan yang terbesar, sebab penderita skizofrenia tidak selalu mau makan obat, kadang-kadang dia justru beranggapan obat ini sudah ditaruh racun tidak boleh memakannya. Jadi kita harus memaksa dia untuk memakannya dan tetap dia tidak mau makan, dan masalahnya adalah begitu dia tidak mau makan obat maka tinggal tunggu waktu gejala delusi dan halusinasinya akan kembali lagi. Kalau sudah seperti itu maka yang harus dilakukan adalah dia memang harus dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa, karena di sana dia bisa dengan paksa diberi obat sehingga dia bisa dirawat lagi. Sehingga setidak-tidaknya setelah dirawat, diberikan obat dia bisa tenang kembali sehingga dia bisa dipulangkan. Namun ini biasanya sebuah siklus, Pak Gunawan, dia akan merasa baik selama beberapa waktu kemudian dia tidak mau makan obat lagi, dia mengatakan, "Saya tidak apa-apa, sehat, kenapa harus minum obat," akhirnya dia tidak mau minum obat, dan kembali lagi pada khayalannya, akhirnya dibawa ke rumah sakit lagi. Dan ini berlangsung seumur hidup, Pak Gunawan, sampai akhirnya orang itu meninggal dunia sebab tidak ada obat yang bisa menyembuhkan dia, kalau keluarga mempunyai anggota yang seperti itu maka perlu dipikirkan pengaturannya atau perawatannya sebab orang tua tidak bisa selamanya merawat anak ini, berarti suatu hari kelak anak ini harus ada yang merawat, tapi siapa yang merawatnya? Kadang-kadang orang tua berkata, "Tidak apa-apa kalau kami sudah tidak ada, nanti kakak atau adiknya yang merawat." Persoalannya adalah kalau kakak atau adiknya mempunyai keluarga, ini bukanlah sesuatu yang sehat sebab kalau dalam keluarga itu ada anak dan anak itu melihat pamannya yang menderita gangguan seperti ini, itu bukanlah hal sehat. Maka hal yang cocok yang lebih disarankan adalah sebaiknya kalau orang tua sudah mulai tua dan sebagainya sebaiknya dia ditaruh di dalam rumah perawatan, asal kita bisa percaya rumah perawatan itu akan merawatnya dengan baik, mungkin itu adalah jalan keluar yang terbaik dan dia bisa tinggal di sana, punya kamar sendiri, mendapatkan perawatan, mendapatkan obat, kalau dia tidak mau minum obat dia bisa disuntik dan sebagainya, sehingga dia lebih terkontrol.PG : Kasihan karena dengan dipasung atau dianiaya seperti itu, dia akan tetap menderita secara fisiknya dan kita mesti mengingat bahwa ini bukanlah sebuah suatu kesengajaan, dia bukan berniat bruk, dia bukanlah orang yang jahat sehingga harus diperlakukan seperti itu, dia orang yang sakit dan orang yang sakit memerlukan perawatan.
Saya mengerti bagi masyarakat tertentu yang tidak memahami masalah ini, orang yang mengalami gangguan seperti ini dianggap gangguan dan menakutkan bagi masyarakat jadi lebih baik disingkirkan dengan cara seperti itu. Saya kira kita harus tetap mengingat bahwa orang ini pun adalah ciptaan Tuhan, jadi kita juga tetap harus memperlakukan dia dengan hormat. Kita harus memberikan perawatan dan memang harus ada lembaga-lembaga yang bersedia untuk menolong orang-orang seperti ini, memang kita harus akui kalau masalah ini adalah masalah yang cukup besar, karena di lingkungan kita saya kira rumah perawatan yang bisa merawat dengan baik tidak banyak dan kalau pun ada memerlukan biaya yang tinggi dan ini sebuah masalah yang tidak gampang untuk diselesaikan.PG : Menimpa orang setelah melahirkan itu biasanya karena depresi yang berat, Pak Gunawan. Itu disebutnya "Post partum depression", depresi yang biasa diidap setelah melahirkan itu biasanya berifat sementara, beberapa bulan setelahnya karena pada masa kehamilan dan setelah kelahiran terjadi perubahan hormonal dalam tubuh si wanita dan rupanya itu mempengaruhi serotonin di otak kita, yaitu senyawa kimiawi di otak kita yang akhirnya menurunkan si wanita ke dalam lembah depresi dan dalam lembah depresi yang dalam, dia bisa mengembangkan baik itu halusinasi maupun dilusinya.
Tapi sekali lagi gangguan ini tidak memerlukan adanya pencetus sebab memang sudah ada di dalam diri orang itu, di otak orang itu, tinggal tunggu tanggal mainnya maka gejalanya akan menampakkan diri.PG : Biasanya setelah remaja atau dewasa awal. Biasanya mulai terlihat setelah umur 15 atau 16 tahun. Dia mulai tidak mau bergaul, diam, murung tidak mau bertemu orang, susah percaya, tidak mauada perasaan-perasaan yang keluar, wajahnya datar-datar saja, kalau senang tidak pernah terlihat dan sedih pun tidak kelihatan, marah tidak kelihatan.
Jadi benar-benar sebuah wajah yang kosong, yang datar saja. Akhirnya mulai kelihatan bicara sendiri, tertawa sendirian dan sebagainya.PG : Saya akan bacakan Mazmur 139:13,16 "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tetulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya."
Kita mesti mengingat penderita skizofrenia mestinya adalah ciptaan Tuhan, dan Tuhan tidak pernah membuat kesalahan, kenapa Dia mengizinkan semua ini terjadi? Maksud inilah yang tidak mudah untuk kita ketahui, tapi janganlah kita menyesali atau malahan marah kepada Tuhan, tapi terimalah! Ada rencana Tuhan dan tetap ini adalah ciptaan Tuhan yang kita mesti hormati.GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan saya rasa ini akan menambah wawasan kita tentang pemahaman gangguan skizofrenia ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Gangguan Skizofrenia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
77. Gangguan Paranoia | |
Istilah paranoia berasal dari dua kata Yunani yang terpisah, para yang berarti di luar, dan nous yang bermakna pikiran. Gabungan kedua kata ini pada awalnya berarti, gila—di luar pemikiran yang wajar dan rasional. Sekarang istilah paranoia merujuk kepada ketakutan tak berdasar dan tak rasional. Silakan menyimak gejala penampakan, asal-muasal, dampak dan penanganannya.
Istilah paranoia berasal dari dua kata Yunani yang terpisah, para yang berarti di luar, dan nous yang bermakna pikiran. Gabungan kedua kata ini pada awalnya berarti, gila-di luar pemikiran yang wajar dan rasional. Sekarang istilah paranoia merujuk kepada ketakutan tak berdasar dan tak rasional.
Gejala Penampakan
Dalam kadar yang rendah, gangguan paranoia biasanya berwujud kecurigaan yang berlebihan. Penderita paranoia yang ringan masih bisa bekerja dan berkeluarga namun pada umumnya lingkup kehidupannya terbatas. Ia sukar mempercayai orang yang berada di luar lingkar kepercayaannya. Ia senantiasa bertanya-tanya apakah yang sesungguhnya terkandung di balik perkataan atau perbuatan orang.
Di dalam kadar yang tinggi, penderita paranoia mengembangkan dan hidup dalam delusi-pemikiran tidak rasional dan jauh dari realitas-yang berisikan ketakutan. Pada umumnya ketakutan penderita paranoia bertema ancaman-seseorang atau sekelompok orang tengah merancang rencana untuk mencelakakannya. Biasanya penderita paranoia dapat membingkai cerita yang mendetail tentang bagaimanakah caranya orang atau kelompok ini berusaha mencelakakannya. Agar ia terselamatkan dari rancangan "jahat" itu, maka ia pun menciptakan sebuah rencana balasan untuk menyingkapkan rancangan jahat itu dan menyelamatkan dirinya dari kejaran "orang jahat" itu.
Asal-Muasal
Gangguan paranoia dapat ditimbulkan oleh lingkungan yang mencekam yang mengharuskan pribadi itu hidup dalam ketakutan untuk waktu yang berkepanjangan. Pada akhirnya benaknya penuh ketakutan dan untuk melindungi diri dari kemungkinan datangnya bahaya, maka ia harus senantiasa berjaga-jaga-mencurigai orang. Namun dalam kadar yang besar, gangguan paranoia bersumber dari senyawa kimiawi di otak yang acap diwariskan dari garis keturunan.
Dampak
Siapa pun yang pernah hidup dengan penderita paranoia tahu betapa sulitnya hidup dengannya. Apa pun yang kita katakan untuk meyakinkannya bahwa pikirannya keliru, tidaklah akan membawa hasil. Dampak terburuk adalah bila ia menganggap bahwa kitalah sumber ancaman baginya. Ia dapat melarikan diri dari hadapan kita atau ia berupaya untuk menyerang kita terlebih dahulu. Atau dampak lainnya adalah jika ia beranggapan bahwa ia harus melindungi kita dari ancaman luar, maka ia akan membangun benteng untuk memisahkan kita dari dunia luar.
Penanganan
Gangguan ini dapat diobati namun sukar disembuhkan. Dengan bantuan obat maka delusi ketakutannya dapat ditekan namun ketakutan dan kecurigaan bisa muncul kembali sewaktu-waktu.
Firman Tuhan
Kita harus terus mengingatkan dan mendorong penderita paranoia untuk datang dan bersandar kepada Tuhan. Mazmur 146:5-6 berkata, "Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya. Dialah yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, yang tetap setia untuk selama-lamanya."
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Gangguan Paranoia". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Kita memang sedang membicarakan gangguan jiwa yang relatif serius, Pak Gunawan. Gangguan paranoia ini berasal dari dua kata yaitu Para - Noia, Para itu berarti di luar, Noia itu dari kata ous berarti pemikiran.
Jadi seolah-olah dari kata paranoia itu hendak dikatakan sebuah pemikiran yang ada di luar kewajaran atau kenormalan. Jadi gangguan ini sebenarnya berpusat pada kecurigaan yang sangat besar kepada lingkungan sehingga gangguan ini biasanya ditandai dengan kehati-hatian yang besar, sukar mempercayai orang dan akhirnya dia membuat sebuah skenario yang sebenarnya tidak ada, skenario yang menjadikan seolah-olah dirinya sebagai korban yang mau dianiaya atau ditangkap. Jadi hidupnya selalu dihantui oleh ketakutan maka dia harus selalu berhati-hati mengantisipasi kalau-kalau nanti dia akan ditangkap atau dilukai oleh orang lain.PG : Jadi begini Pak Gunawan, kita bisa membagi gangguan paranoia itu dalam dua bagian atau dua kadar. Dalam kadar yang lebih ringan gangguan ini lebih pada sebuah kepribadian yaitu ada orang-oang yang mempunyai kepribadian paranoid artinya dia susah sekali dekat dengan orang, susah sekali percaya dengan orang, susah sekali mempunyai relasi yang akrab dengan orang, selalu hati-hati dengan orang.
Tapi dalam kadar yang rendah orang ini masih bisa berfungsi Pak Gunawan, dia bisa bekerja dan mungkin saja masih bisa berumah tangga meskipun relasi dengan pasangannya juga tidak bisa terlalu dalam tapi dia masih bisa bicara, dia masih bisa menjawab, bercerita dan sebagainya tapi jelas kesulitannya adalah membangun relasi dengan sesama. Jadi orang ini susah sekali mempunyai teman karena kecurigaannya yang sangat besar. Dalam kadar yang berat gangguan paranoia ini memang menjadi sebuah gangguan yang mengganggu fungsi sehari-hari, membuat dia akhirnya mempunyai dilusi yaitu pemikiran-pemikiran yang tidak rasional misalnya ada sekelompok orang yang tengah memburunya, yang tengah mau mencelakakannya, ada orang yang tengah mendengarkan ucapan-ucapannya bahkan ucapan dalam hatinya sendiri. Jadi dengan kata lain ketakutannya itu sudah tidak lagi wajar, begitu sangat besar menguasai hidupnya, dan dia akan menciptakan sebuah skenario bahwa ada sekelompk orang yang berencana jahat terhadapnya, maka dia harus berhati-hati. Itu sebabnya Pak Gunawan saya pernah mendengar cerita tentang orang yang menyiapkan senjata tajam di rumahnya untuk berjaga-jaga karena katanya ada orang yang mau menyerangnya dan sebagainya. Ini dalam kadar yang berat akhirnya melibatkan dilusi atau pemikiran yang begitu tidak rasional lagi.PG : Betul. Karena ini memang lebih mengena kepada kepribadian atau karakternya. Jadi memang masih bisa diterima di dalam masyarakat, kita kadang-kadang bertemu dengan orang seperti ini di lingup kerja dan kita katakan "Orang ini aneh tidak mau berteman dan sebagainya," tapi dalam kadar yang berat dia akan mengembangkan pemikiran yang begitu aneh.
Saya ingat dulu sewaktu saya bekerja ada seorang teman yang seperti ini, dia tidak ada teman sama sekali tapi dia bisa mengerjakan tugasnya sebagai "sosial worker" dia masih bisa melayani klien, dia masih bicara, dia bisa mengurus anak-anak yang di pertanggungjawabkan kepadanya. Saya kasihan melihat dia sendirian tidak punya teman dan saya masih ingat, seringkali dia makan di suatu tempat makan sendirian. Sehingga untuk waktu berikutnya saya ajak dia, saya bilang "Sekali-kali kalau kamu ada waktu, saya mau makan sama-sama," saya sudah berbaik hati menemani dia karena dia tidak punya teman. Tiba-tiba dia marah kepada saya dengan sinis dan kasar, dia berkata, "Saya mau makan sendirian saya tidak mau ditemani oleh orang lain," dengan keras dan marah dia bicara begitu. Inilah gangguan-gangguan yang jika kita melihatnya, maka kita akan menyimpulkan "Dia aneh," tapi memang sebetulnya sudah ada masalah dalam dirinya itu, tapi dalam kadar yang relatif rendah sehingga orang itu masih bisa berfungsi namun kalau berkembang menjadi gangguan yang lebih parah. Gangguan paranoia ini akan melumpuhkan seseorang, dia tidak akan bisa bekerja lagi, dia biasanya hanya di rumah karena dia ketakutan, saat berbicara pun bisa ketakutan, susah percaya dengan orang, tidak mau keluar rumah karena merasa dunia itu penuh dengan ancaman.PG : Bukan, namun kalau misalnya dia juga terkena gangguan skizofrenia, di program yang lalu kita membicarakan tentang gangguan skizofrenia, Sebetulnya gangguan skizofrenia juga terbagi dalam bberapa jenis dan salah satunya adalah skizofrenia yang berjenis paranoia.
Orang yang terkena gangguan skizofrenia yang berjenis paranoia ini akan berhalusinasi. Mungkin ada sebagian pendengar yang pernah menonton film, "The beautiful mind" tentang seorang yang sangat cerdas lulusan dari sekolah terkemuka di Amerika Serikat kemudian menikah tapi akhirnya ternyata menderita gangguan skizofrenia yang berjenis paranoia. Jadi artinya apa? Dia di dalam film itu terlihat begitu ketakutan, dia diserang seperti mau dicelakai sehingga dia membentuk seperti pusat pertahanan di dalam rumahnya sendiri untuk melindungi dirinya dari serangan orang, dia bisa gunting-gunting, klipping surat kabar dan sebagainya. Dan kalau sudah sampai seperti itu maka itu sama dengan skizofrenia karena paranoianya ini jenis skizofrenia. Dia akan mempunyai dilusi dan juga halusinasi, dia bicara dengan orang dan dia merasa ada orang yang mau mengancamnya dan sebagainya.PG : Kalau memang dalam kadar yang rendah mungkin penyebabnya adalah lingkungan yaitu misalnya ada anak yang dibesarkan dalam lingkup yang sangat dingin, sangat tidak ada kasih sayang, tidak ad keamanan di rumah, penuh dengan ketegangan dan ancaman, maka si anak anak bertumbuh kembang dengan sebuah pertahanan yang sangat kaku sebab beranggapan di luar sana berbahaya, sehingga dia selalu melindungi diri.
Itu sebabnya waktu dia bergaul dengan orang, dia selalu berhati-hati takut kalau nanti dia terlalu mudah percaya dengan orang, maka orang akan melukai atau mencelakakannya. Jadi kalau orang berbicara dengan dia, dia akan selalu bertanya-tanya, apa maksud di belakang pertanyaan ini? Dia selalu curiga pasti ada sesuatu. Dalam kadar yang rendah gangguan paranoia bisa disebabkan oleh lingkungan yang seperti itu. Namun kalau kita membicarakan tentang paranoia yang lebih serius, apalagi dalam gangguan skizofrenia saya lebih meyakini memang ini adalah akibat dari penyebab-penyebab organik yaitu senyawa kimiawi di otak kita yang tidak lagi berfungsi dengan semestinya. Jadi ada hal-hal yang terhilang atau kurang, yang menyebabkan gangguan ini.PG : Sudah tentu kalau kita mau membuat anak yang berkepribadian paranoid, dalam rumah memang kita harus menyediakan kasih sayang yang hangat yang berlimpah, anak ini dipercaya, memberikan keteangan, ketentraman.
Sehingga setelah dewasa dia akan lebih dapat percaya kepada orang, bergaul dengan santai dengan orang lain, jadi itulah yang bisa kita lakukan. Tapi kalau ada penyebab organik yang di otak yang tadi saya sudah sebut sebetulnya hampir bisa dikatakan tidak ada yang bisa kita lakukan, Pak Gunawan. Jadi kalau akhirnya masalah ini berkembang, sedangkan di keluarga kita relatif sehat berarti faktor bawaan itulah yang menyebabkan dia terkena gangguan ini.PG : Memang bergantung lagi pada kadarnya, kalau kadarnya masih relatif rendah dan dia masih bisa berfungsi, dia masih bisa bekerja maka tidak apa-apa. Meskipun dia tidak suka bergaul, dia sendrian dan sebagainya biarkan tidak apa-apa.
Memang kalau kita hidup dengan dia apalagi menikah dengan dia, lumayan sengsara karena dia tidak bisa diajak bersosialisasi, kalau diajak dia juga tidak suka tapi ini yang seringkali menjadi masalah adalah kalau dia tidak diajak dia akan marah karena dia merasa, "Kenapa saya harus sendirian di rumah, kenapa kamu tidak mau menjaga saya, kenapa kamu tidak bertanggung jawab tehadap saya." Dan dalam kasus-kasus tertentu memang bisa menimbulkan masalah besar dalam keluarga misalnya dia mulai mengembangkan pemikiran yang tidak rasional yaitu pasangannya itu sedang menipunya, sedang berselingkuh ada orang lain di luar, udara tidak ada, dan mungkin kita bertanya, "Kenapa mereka ini terus menerus menciptakan skenario seperti itu menuduh pasangannya selingkuh dan sebagainya?" Sebetulnya kalau kita mau mengerti pemikiran yang tengah dilakukannya adalah melindungi diri dan itu adalah intinya, Pak Gunawan. Dia sudah mempunyai ketakutan misalnya dengan istri, bahwa istrinya itu akan mengkhianati dia. Oleh sebab itu dia mulai membayangkan istrinya telah benar-benar mengkhianatinya, supaya apa? Dengan dia mengarang skenario ini dalam benaknya dia menjadi lebih aman sehingga kalau pun terjadi dia tidak lagi terlalu terluka. Masalahnya adalah karena dia sudah mempunyai gangguan ini. Waktu dia mengarang cerita itu, dia benar-benar termakan oleh karangan itu sendiri, dia menjadi yakin sekali dengan kebenaran khayalan itu dan tidak bisa lagi membedakan bahwa sesungguhnya ini adalah sebuah khayalan dan bukan kenyataan. Memang kasihan pasangan yang hidup dengan dia karena kemana-mana akan dicurigai, akan dituduh ini dan itu dan sebagainya. Tapi gangguan paranoia ini berbeda dengan gangguan skizofrenia yang kita sudah bahas, dalam skizofrenia memang dampaknya atau penampakan problem itu lebih nyata, Pak Gunawan, dalam bicara ngelantur, tertawa sendirian dan sebagainya. Paranoia tidak seperti itu, jadi hanya kadang-kadang muncul yaitu bicaranya yang mulai ngelantur, karangan-karangannya yang tidak lagi mempunyai dasar rasionalnya tapi mungkin saja dia masih bisa berfungsi dan sebagainya. Jadi kadang-kadang orang bisa saja percaya dengan dia bahwa waktu dia berkata, "Pasangan saya sedang berselingkuh" orang mungkin beranggapan benar-benar kalau pasangannya berselingkuh padahalnya itu semua hanya dalam dunia khayalnya saja.PG : Karena bisa saja orang seperti ini mempunyai kelebihan-kelebihan misalnya karena dia cerdas jadi akhirnya ada orang yang mau menikah dengan dia, karena dia orangnya polos, jadi orang meliht dia "Orang ini baik, tulus, bicara pun juga apa adanya tidak menipu dan sebagainya," jadi memang ada kelebihan-kelebihan pada dia, atau dia dianggap anak yang baik tidak pernah dikatakan melakukan hal-hal yang salah, yang memakai narkoba atau membohongi orang tua, menghabiskan uang.
Jadi hidupnya bisa dikatakan relatif baik, sehingga ada orang yang berkata, "Lumayan orang ini tidak ada masalah apa-apa," kenalan tidak seberapa dalam juga tidak apa-apa meskipun sebetulnya kalau dia ingat-ingat lagi ke masa lalu saat dalam masa berpacaran seharusnya dia menyadari, "Iya, saat masa berpacaran dulu dia jarang bicara hal-hal yang pribadi dan kebanyakan hanya diam, bicara singkat-singkat saja," tapi mungkin sekali orang tidak menyangka apa-apa, sampai setelah menikah baru dia sadari, "Benar ya, susah bicara dengan dia, maunya menyendiri, tidak suka diajak bicara. Kalau diajak bicara waktunya tidak pas dia marah, kenapa begini? Sepertinya dunianya terlalu kaku dan dunianya itu benar-benar menyelimuti dia sehingga dia tidak mudah lepas," nanti lama-kelamaan akan mulai kelihatan, dia mulai melakukan hal-hal yang berbeda, yang aneh, kebiasaan-kebiasaan yang tidak lumrah dan itu mulai kelihatan. Apalagi nanti kalau dia mulai mengeluarkan pemikiran-pemikiran yang aneh bahwa ada orang yang mendengarkan dia, tetangga ini sepertinya sedang membicarakan dia, dia bisa dengar dari tembok ada orang yang sedang menyebut-nyebut nama dia. "Lihat ada orang yang matanya sedang melirik ke saya, dia mau memarahi saya" dan lain-lain. Jadi dia mulai bicara seperti itu dan biasanya di saat itu kita menyadari kalau orang ini terkena gangguan paranoia.PG : Memang dia tidak bisa bergaul dengan banyak orang tetapi dalam jiwanya yang paranoid itu dia masih bisa menoleransi sedikit orang yang dianggap bisa dipercaya. Jadi misalkan di dalam rumahya dia bisa percaya pada mamanya atau papanya.
Dia masih bisa percaya pada kakak atau adiknya, dan nanti di luar itu dia masih bisa percaya pada satu atau dua orang lagi. Jadi masih bisa meskipun kita lihat dia sudah sangat terbatas, sudah tentu waktu kita berkata dia mencintai orang ini dan sebagainya, dalam pengertian "Ya, dia memang mencintai" tapi dalam pengertian dia sungguh-sungguh bisa masuk ke dalam hati, memang tidak bisa. Dia akan sungguh-sungguh kesulitan memahami isi hati orang atau melihat dari kacamata orang.PG : Akhirnya kalau itu yang terjadi, anak dan si orang tua yang tidak sakit itu memang harus mengembangkan kehidupan mereka, namun yang menyusahkan adalah kalau si penderita paranoia ini melarng atau membatasi pasangan atau anak-anaknya untuk bergaul dengan orang di luar, itu yang menyusahkan dan itu memang akan bisa menghambat perkembangan jiwa anak-anaknya.
PG : Gangguan paranoia memang mempunyai tema besar yaitu tema dianiaya, tema disakiti, tema dilukai, tema dicelakai. Jadi seorang yang menderita gangguan paranoia dihantui oleh rasa takut. Dala kondisi tertentu kalau khayalannya itu memang sudah begitu liar, dia bisa beranggapan bahwa orang di sekitarnya misalnya pasangannya berniat untuk mencelakakannya dan dalam kondisi seperti itu bisa saja karena ingin melindungi dirinya maka dia melakukan hal-hal yang bisa membahayakan jiwa orang.
Misalnya saya ingat ada kasus dimana orang yang akhirnya menyimpan senjata tajam untuk melindungi dirinya. Ada orang yang pernah menyandera anggota keluarga di rumahnya karena menganggap ada orang yang mau melukai anggota keluarganya, sehingga dia yang harus melindungi. Jadi hal-hal seperti ini mungkin saja muncul, sudah tentu kalau ini mulai terjadi berarti kita harus berhati-hati. Kedua adalah kalau orang yang menderita paranoia ini adalah orang yang memang pada dasarnya relatif agresif, jadi orangnya memang mudah marah dan kalau marah dia tidak bisa menguasai diri dengan baik, kalau orang yang agresif dan mempunyai gangguan paranoia ini bukan suatu kombinasi yang baik, ini sebuah kombinasi yang memang lebih membuka peluang dia bisa menjadi agresif di dalam kondisi paranoianya itu. Mungkin kita masih bisa ingat orang-orang yang mencoba untuk membunuh presiden di Amerika Serikat, misalnya John Hinklea Jr. yang mencoba untuk menghabisi nyawa almarhum mantan presiden Ronald Reagan, dia juga menderita gangguan jiwa. Dia beranggapan bahwa dia harus membuktikan cintanya kepada Joddy Foster dengan cara membunuh presiden Reagan. Itulah alam pikirannya, jadi bagi dia itu sebuah keharusan yakni melakukan hal seperti itu dan dia tidak memikirkan bahwa dia melakukan sebuah tindak kriminal yang jahat, tapi saat itu dia tidak bisa memikirkannya karena dia beranggapan ini yang harus dia lakukan. Yang lainnya lagi adalah kadang-kadang para penderita paranoia bisa menerima perintah bahwa dia bisa melakukan sesuatu kepada orang lain, dia tidak bisa lepas dari perintah itu jadi dia harus melakukannya, meskipun kita tahu ini adalah suatu gejala dari gangguan jiwanya. Maka kita harus berhati-hati kalau ada anggota dari keluarga kita yang menderita gangguan paranoia seperti ini, apalagi mulai sering menceritakan tentang ancaman yang dialaminya. Maka kita mesti berhati-hati, itu sebabnya kalau ada anggota keluarga yang menderita gangguan ini maka kita harus secara teratur dan sering mengajaknya bicara dan mendengarkan khayalannya karena dari khayalannya itulah kita baru bisa tahu seberapa berbahayanya dia. Misalkan dia mulai mengatakan, "Ada orang-orang jahat yang ingin menangkap saya atau menculik saya," kita bisa tanya "Dengan cara apa mereka mau menangkapmu? Apakah kamu sudah melihat atau belum?" Kemudian dia menjawab, "Ya dia sudah membawa senjata dan sebagainya," maka kita bisa tanyakan, "Kalau misalkan mereka sudah mendekat apa yang akan kamu lakukan?" Dia menjawab lagi, "Saya sudah siapkan senjata dan sebagainya." Makin jelas khayalannya dan makin berbahaya khayalannya itu berarti makin kita harus berhati-hati, sebab bisa-bisa dia beranggapan kitalah orang itu, kalau itu yang terjadi berarti ini memang mesti ditangani.PG : Memang sekali lagi gangguan ini tidak bisa dilihat pada masa kecil, sebab pada masa kecil perilaku anak itu terlalu beragam, ada yang begitu sosial banyak teman, ada yang begitu pendiam tiak punya teman dan rata-rata anak memang akan berkhayal.
Jadi sangat susah untuk mendeteksinya. Umumnya seperti gangguan skizofrenia, gangguan ini pun mulai menampakkan dirinya di usia-usia setelah remaja, belasan tahun, dia tidak punya teman susah sekali bergaul dan mulai mengembangkan pemikiran, "Ada orang yang sedang menguntit saya, ada orang sedang memelototi saya. Tadi saya marah kepada dia karena tadi dia mau mengajak saya berkelahi," dan kita mulai mendengar ucapan-ucapan seperti itu.PG : Tidak akan berhasil, Pak Gunawan. Karena apa pun yang kita katakan tidak akan menyadarkan dia, kalau kita katakan "Ini hanya pemikiranmu, tidak seperti pada kenyataannya," itu tidak bisa dn makin membuat dia merasa kalau kita berpihak pada orang-orang yang mau melukai dia.
Jadi ada baiknya kalau kita berhadapan dengan penderita paranoia kita tidak membantahnya, kita hanya mendengarkan saja supaya kita bisa juga mengetahui dengan pasti kondisinya. Sudah tentu dia memerlukan pengobatan agar dilusinya itu bisa hilang. Masalahnya adalah penderita paranoia itu memiliki ketakutan yang amat besar, jadi begitu melihat pil atau tablet dia sudah beranggapan ini pasti racun dan dokter adalah bagian dari komplotan yang mau mencederainya. Jadi sangat susah merawat penderita paranoia. Makanya dia harus dirawat dengan jangka waktu yang panjang sehingga lebih tertangani kalau misalkan dia tidak mau minum obat, dia bisa dipaksa supaya dia akhirnya lebih tenang dan dilusinya juga makin berkurangPG : Bisa. Pertama memang dalam kondisi sakit seperti itu sudah tentu kesadaran ingatan mau mandi tidak ada. Kalau kita misalkan dari penciuman, kita sadar tubuh kita bau dan sebagainya maka kia perlu mandi.
Dan orang yang menderita gangguan jiwa seperti itu otomatis panca indranya terganggu. Jadi meskipun tercium tapi dia juga tidak merasakannya sama sekali, dia tidak merasakan kalau dirinya itu tidak enak, terakhir kali mandi sudah seminggu yang lalu tapi dia tidak merasakan hal itu, apalagi ingatan dia harus sikat gigi, ingatan dia harus mandi memang seringkali tidak ada, dia mesti dipaksa-paksa harus mandi. Belum lagi kalau dia mengembangkan pemikiran paranoia misalkan di kamar mandi itu ada misalnya microphone (alat perekam) yang mau merekam dia karena dia sedang dikuntit, atau air itu sedang ditaruh obat maka akan sangat susah sekali untuk dia mandi.PG : Kalau kadarnya rendah dia memang bisa berfungsi dan biasanya tidak membahayakan, tapi kalau gangguan itu sudah terlalu kuat maka dia tidak lagi berfungsi dan menganggap lingkungannya semuamembahayakan dia.
Memang untuk hal-hal yang seperti ini kita harus lebih berhati-hati. Maka tadi saya sudah katakan kalau dia sudah memiliki khayalan, sudah lebih agresif, atau mungkin dia orangnya sudah lumayan agresif, lebih baik memang dia dijaga, dirawat di rumah perawatan yang terpisah.PG : Mazmur 146:5,6 berkata, "Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada TUHAN, Allahnya: Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya;yang tetap setia untuk selama-lamanya."
Pada para penderita paranoia kita masih bisa mengajaknya untuk bersandar kepada Tuhan walaupun dia takut dan sebagainya, kita katakan "Tuhan itu perkasa, Tuhan bisa melindungi kamu. Mari kamu berdoa lagi, mari kita baca Firman Tuhan." Jadi tetap saya kira dia masih bisa memberi respons terhadap Firman Tuhan dan inilah yang kita mau tekankan kepada dia.PG : Betul.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Gangguan Paranoia". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
78. Lahir dan Tumbuhnya Kepribadian Borderline | |
Salah satu gejala yang mencemaskan dewasa ini adalah mulai menjamurnya perceraian di tengah kita. Sudah tentu ada banyak penyebab perceraian namun salah satu yang mulai berkembang adalah tipe kepribadian tertentu yang disebut kepribadian borderline. Sesungguhnya tipe kepribadian ini merupakan kepribadian yang bermasalah salah satunya adalah tidak dapat menguasai emosi. Dan penyebab kepribadian ini adalah hal yang sepele, apa itu?
Salah satu gejala yang mencemaskan dewasa ini adalah mulai menjamurnya perceraian di tengah kita. Sudah tentu ada banyak penyebab perceraian namun salah satu yang mulai berkembang adalah tipe kepribadian tertentu yang disebut kepribadian borderline. Sesungguhnya tipe kepribadian ini merupakan kepribadian yang bermasalah sebagaimana dapat kita lihat berikut ini:
Penyebab Borderline
Anak memerlukan kasih sayang dan pengarahan atau disiplin. Lewat kasih sayang anak memperoleh penerimaan dan belajar balas mengasihi. Lewat disiplin anak belajar memacu diri dan mengekang diri. Pada umumnya orang dengan kepribadian borderline dibesarkan oleh orangtua yang menuntut tinggi dari anak namun kurang memberi kehangatan kasih sayang. Sebagai akibatnya, anak tidak menyerap kasih dan hanya menyerap tuntutan. Oleh karena ia tidak menyerap kasih, anak tidak dapat membagi kasih dan merasakan kasih secara optimal. Itu sebabnya kemampuannya untuk berempati dan berbelas kasih lemah. Kalaupun ia berbelas kasihan, itu lebih disebabkan oleh emosi sesaatnya, bukan oleh pertimbangan yang empatik. Dan oleh karena ia hanya menyerap tuntutan, pada akhirnya ia memberlakukan tuntutan yang sama pada dirinya dan orang lain. Ia tidak mengenal belas kasihan pada diri atau orang lain. Itu sebabnya ia sukar mengerti kelemahan orang dan memiliki kesabaran yang tipis.
Perawatan
Tidak mudah untuk menolong orang dengan kepribadian borderline sebab ia senantiasa menganggap diri benar; orang lainlah yang bermasalah dan perlu ditolong. Namun bila ia bersedia ditolong, sudah tentu akan ada jalan baginya untuk berubah. Di dalam relasi yang hangat dengan kasih namun kuat dengan ketegasan, ia belajar untuk menerima dan membagi kasih serta melihat diri dan bukan hanya membenarkan diri.
Firman Tuhan
"Takut akan Tuhan adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut." (Amsal 14:27) Orang dengan kepribadian borderline hanya dapat berubah bila ia takut akan Tuhan. Selama ia tidak takut dengan Tuhan, tidak akan ada orang yang dapat menegurnya. Alhasil, selamanya ia hidup dengan dan untuk dirinya saja.
"Tumbuhnya Kepribadian Borderline" oleh Pdt.Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tumbuhnya Kepribadian Borderline". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Di dalam penggolongan gangguan jiwa ada satu yang disebut gangguan kepribadian borderline, secara harafiah seperti di perbatasan. Dan kenapa ada gangguan yang disebut gangguan di perbatasa, karena gangguan yang berada pada perbatasan antara dua gangguan besar yaitu yang disebut gangguan neurotik dan gangguan psikotik.
Gangguan neurotik adalah gangguan yang bersumber dari kecemasan, masalah-masalah emosional. Dalam gangguan besar neurotik kecemasan, depresi dan sebagainya. Sedangkan ada gangguan-gangguan yang lebih serius yaitu gangguan psikotik yaitu psikosis, ini adalah gangguan dalam berpikir. Jadi mulai mengembangkan pikiran yang tidak rasional, berkhayal, berhalusinasi dan sebagainya. Dan di tengah-tengah gangguan itu ditempatkan gangguan borderline, sebab gangguan ini belum sepenuhnya masuk ke dalam gangguan psikotik, karena masih ada realitasnya tapi di pihak lain, gangguan ini juga sedikit banyak melibatkan gangguan pada pikiran, bukan hanya emosi karena cara mereka memandang sesuatu sudah mendekati keluar jalur. Itu sebabnya gangguan ini disebut gangguan borderline, di tengah-tengah, jadi perbatasan antara dua golongan besar ini.PG : Sebenarnya penyebab gangguan borderline itu sangat sederhana, dan kita akan melihat hal yang sederhana itu, efeknya pada akhirnya bisa sangat-sangat berakar dan meluas. Setiap anak sebetulya memerlukan kasih sayang, dari kasih sayang yang diterimanya maka dia merasa bahwa dirinya berharga dan dari kasih sayang itu juga dia belajar untuk menerima kasih.
Dia merasakan dikasihi dan akhirnya dia pun belajar membagi kasih alias mau mengasihi orang lain. Kemudian anak juga memerlukan pacuan tuntutan, disiplin, larangan, pembatasan sebab tanpa itu semua anak tidak termotivasi, tidak bisa untuk mengerem diri, tidak bisa maju selangkah dan sebagainya. Dalam kasus borderline, anak-anak ini dibesarkan dengan orang tua yang tidak hangat, tidak memberikan kasih sayang tapi memberikan tuntutan yang besar misalnya harus memperoleh angka yang baik, harus membereskan ini, harus tahu ini. Tuntutannya banyak sekali tapi sekali lagi kasih sayangnya sangat kurang baik itu kehangatan, kedekatan hati ke hati, bicara dan sebgainya. Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang akan kasih sayang, kurang kehangatan dan tuntutan begitu banyak maka setelah besar akan mengembangkan gangguan borderline ini. Dia akan menjadi anak yang akhirnya sangat susah sekali untuk bisa mengasihi, membagi kasih, menerima kasih, berbelas kasihan, itu semua susah untuk dia lakukan tapi di pihak lain dia akan menuntut dirinya atau orang lain dengan keras. Inilah gangguan yang sebetulnya ditimbulkan oleh hal-hal dalam keluarga yang seharusnya orang tua lakukan tapi tidak dilakukan namun efeknya bisa sangat membesar.PG : Betul sekali. Nantinya akan terjadi banyak gangguan karena ujung-ujungnya orang tidak bisa tahan dengan kehidupan yang seperti itu. Sekarang kita akan masuk ke dalam ciri-cirinya, ada bebeapa ciri yang nantinya akan benar-benar mengganggu bukan saja pada pasangan tapi juga pada lingkungan dengan orang-orang di sekitarnya.
Misalnya yang pertama adalah ciri orang yang borderline adalah tidak bisa menguasai emosi, jadi mereka mudah sekali tersulut, kalau dia tersulut maka emosinya akan meledak dengan sangat kuat dan seringkali dalam keadaan sangat marah dia tidak bisa menguasai tindakannya, dia bisa menjadi histeris, bisa memukul, kalau pun dia perempuan dia bisa memukul suaminya atau orang lain. Jadi kalau dia sedang marah maka dia bisa menjadi sangat histeris. Ini adalah gejala yang sangat mengganggu baik dirinya maupun orang lain. Kita juga bisa melihat kasus ini benar-benar parah bahkan di kalangan depresi, memang ada kecenderungan orang yang depresi berat bisa berpikiran mau mengakhiri hidup, tapi ternyata kecenderungan yang paling kuat untuk membunuh diri adalah orang yang depresi sekaligus orang yang memiliki kepribadian borderline karena kalau mereka sedang beremosi, mereka tidak bisa mengontrol dirinya, jadi lepas kendali, benar-benar mata gelap. Kalau kita hidup dengan dia maka kita akan ketakutan, kalau dia sedang marah dia bisa mengambil pisau dan mau menusuk kita, kalau mengamuk dia bisa mau memukuli anak dan sebagainya. Dan dia tidak peduli dengan apa yang orang akan katakan, bujukan orang, usaha orang ingin menenangkan dia, dia tidak peduli hal itu. Kalau dia sedang marah maka kemarahannya itu benar-benar tidak bisa lagi dibendung.PG : Ada pemicunya tapi dalam hal ini pemicunya adalah hal-hal yang sepele, tapi menurut dia ini adalah hal-hal yang besar. Dia beranggapan, "Kenapa kamu berbuat seperti ini? Kenapa kamu berpiir untuk melakukan ini dan sebagainya?" Orang-orang yang seperti ini misalnya kandidat penganiaya para pekerjanya, baik itu pekerja di luar ataupun pekerja dalam rumahnya, makanya kita tahu di sebagian negara, TKW dipukuli dan segala macam, dan sebagian dari mereka dipukuli bukan oleh tuannya tapi oleh majikan perempuannya.
Memang ini suatu berita yang kurang enak didengar tapi sebenarnya penderita borderline mayoritas adalah perempuan dan bukan laki-laki. Jadi tidak heran kalau saya mendengar kisah-kisah itu di luar, dimana majikan perempuan bisa memukuli pekerjanya, pembantu rumah tangganya seperti itu. Saya menduga kemungkinan orang-orang ini menderita gangguan borderline. Jadi kalau saat marah, kalap sekali.PG : Bisa, kadang-kadang dia merasa "Kenapa tadi bisa seperti itu" tapi tidak berumur panjang sebab dia akan cepat berkata, "Kamu yang membuat saya marah, kamu yang membuat saya tidak bisa mengndalikan diri makanya saya menjadi seperti ini."
Kenapa bisa menjadi seperti itu, memang karena dia tidak memiliki belas kasihan, tidak menerima kasih sayang, tidak ada kedekatan, hatinya dingin itulah rumah dimana dia dibesarkan. Sekaligus dia dituntut terus menerus sejak kecil. Memang daya tampung stresnya sangat tipis, sehingga kalau melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya, dia bisa marah dan sebagian dari mereka dulunya adalah korban kekerasan dari orang tuanya sehingga menyimpan kemarahan yang begitu besar. Pada waktu meledak dia tidak bisa membendungnya.PG : Mereka adalah orang yang kalau berpikir, berpikir secara hitam putih artinya mereka sangat sulit melihat aspek abu-abu dari suatu permasalahan. Dia cenderung melihat segalanya secara kaku.Misalnya dari sudut benar atau salah, tentu dia yang benar dan orang lain yang salah.
Tentang baik dan buruk tentu dia yang baik dan orang lain yang buruk. Tentang teman dan musuh, teman dan musuh artinya adalah kalau orang bisa mengerti dia maka dia bisa hormat kepada orang itu sehingga dia menjadi teman dan dia akan sangat setia pada orang ini, membela orang ini dan kadang-kadang tidak lagi rasional meskipun orang ini sudah berbuat yang tidak benar dengan orang lain, tapi dia tidak peduli dan dia akan membela dengan membabi buta, tapi jangan sampai sekali saja misalnya teman ini berbalik menegur dia sehingga dia tidak akan terima dan menjadi musuh. Jadi orang tidak boleh satu kali pun mengecewakannya, satu kali mengecewakan cukup bagi dia menjatuhkan vonis dan berkata, "Kamu musuh saya". Jadi sekali lagi ini berasal dari pola pikir yang hitam putih "Kalau kamu baik, kamu setuju dengan saya maka kamu adalah teman saya. Kalau kamu tidak setuju dengan saya kamu menegur saya, berarti kamu musuh saya." Makanya orang seperti dia sangat sulit untuk bekerjasama, kehendaknya sukar dibendung, jika gagasannya tidak diterima maka dia akan susah menerima hal itu. Sehingga kalau dia memimpin, kata-katanyalah yang harus didengar dan semua orang harus mengikutinya.PG : Betul sekali. Jadi kalau dia setuju dengan peraturan itu maka dia akan mencoba melaksanakannya, mengamankannya, dia akan menjadi seorang yang bisa tegas sekali, kalau ada orang yang tidak etuju dia sanggup untuk langsung memberhentikannya.
Maka kalau kita punya bawahan yang seperti dia memang ada enaknya dalam pengertian dia akan mengamankan keputusan kita dan kalau dia memang suka dengan kita maka dia akan membela kita seperti itu. Tapi susahlah orang yang bekerjasama dengan dia atau yang bekerja di bawah dia, karena kita akan kelompok manusia akan sangat menderita di tangan seseorang yang menderita gangguan borderline.PG : Betul, selama dia masih setuju maka dia ikuti, tapi kalau dia tidak setuju maka dia mendadak akan berkata, "Saya berhenti" dan dia tidak peduli dengan konsekuensinya. Hal-hal seperti inila yang membuat orang sukar membedakan bahwa orang ini mempunyai gangguan jiwa, karena dari satu pihak orang bisa berkata, "Orang ini berprinsip" sebab orang berprinsip juga akan berbuat hal yang sama tapi bedanya dengan orang berprinsip adalah dalam kemarahan.
Kalau kemarahan orang berprinsip tidak histeris atau kalap. Dan orang yang borderline memang mempunyai prinsip tapi saat marah dia bisa histeris, sama sekali tidak bisa bernegosiasi, orang yang berprinsip kadang-kadang bisa bernegosiasi, dia bisa mundur, dia bisa mengalah, dia bisa berkata, "Baik saya tunda dulu", tapi berbeda dengan orang yang borderline, apa pun yang dia inginkan dia harus dapatkan, dia tidak bisa menerima kalau bawahannya berkata, "Maaf saya belum bisa, masih ada masalah" dia maka dia tidak bisa terima dan berkata, "Kenapa tidak bisa mengerjakan, kamu harus bisa!" sehingga dia akan sangat marah dan kalau marah, benar-benar sangat kasar dan kalap.PG : Ciri yang lain adalah orang-orang ini sebetulnya orang yang takut kehilangan atau ditinggalkan sebab sebagian dari orang-orang borderline sebetulnya kehilangan figur tertentu dalam hidupny yang dia dambakan, tapi dia tidak bisa dapatkan.
Orang ini bisa jadi ada di rumahnya tapi dia tidak mendapatkan kasih sayang dari keluarganya, misalkan dia melihat justru adiknya yang mendapatkan kasih sayang dan dia ingin mendapatkan kasih sayang itu tapi dia tidak mendapatkannya. Maka akhirnya dia selalu mencari-cari kasih sayang dan sekali dia dapatkan kasih sayang itu maka dia akan kuasai, dia akan cengkeram, dan dalam pernikahan ini akan menjadi problem besar karena dia akan terus membatasi orang yang di sekitarnya, yang dia kasihi, dia tidak akan relakan orang itu untuk bisa bergaul dengan orang lain dan sebagainya. Waktu dia masih muda atau sewaktu dia belum menikah, biasaya dia tidak menikah dengan orang relasinya terbatas. Kalau pun menikah dengan orang yang relasinya terbatas dia cenderung menguasai pasangannya. Kalau kita mempunyai teman seperti ini, kemudian kita pergi dengan teman lain tanpa memberitahu dia apalagi tidak mengajak dia, dia bisa sangat tersinggung. Dia merasa ditinggal, tidak lagi diperhatikan, dia merasa dikhianati dan sebagainya dan dia akan berkata, "Saya tidak bersikap seperti itu kepadamu, kalau saya mau pergi saya pasti memberitahu kamu dan saya pasti mengajak kamu tapi kenapa kamu tidak seperti itu kepada saya," dia bisa marah seperti itu. Akhirnya teman-teman menjauh dari dia, tidak tahan dengan dia karena kalau ikut dengan dia maka seolah-olah harus dirantai, harus selalu memberi perhatian penuh kepada dia dan keinginannya.PG : Sebab bagi dia dari pada saya ditinggal, maka lebih dulu saya meninggalkan orang itu dan itulah yang menjadi prinsip hidupnya. Jadi kalau dia melihat gelagat orang ini sudah tidak lagi seta atau orang ini tidak lagi suka dengan dia dan sebagainya, maka dia orang pertama yang mau buru-buru keluar dan dia berkata, "Sudah, aku tidak mau lagi".
Jadi intinya adalah daripada dia yang ditinggal maka lebih dulu dia meninggalkan orang tersebut.PG : Ciri yang lain adalah orang borderline sebetulnya mendasarkan harga dirinya pada prestasi. Jadi orang dengan kepribadian borderline pada umumnya memacu diri secara berlebihan itu sebabnya ebagai pekerja ia disukai sebab dia memberi hasil yang memuaskan dan masalahnya adalah ia pun menuntut orang untuk melakukan segalanya seperti dirinya, dia sukar menerima hasil yang asal-asalan dan tidak segan-segan memarahi bawahannya.
Jadi sangat susah bekerja di bawah dia atau sangat susah bekerja dengan dia karena dia sangat susah kerjasama, kebanyakan dia akan berkata kepada orang, "Saya akan kerjakan sendiri, kalau kerjasama denganmu nanti menjadi repot". Kalau kita menjadi atasan mungkin kita senang mempunyai pekerja seperti dia, pekerjaannya selesai dan rapi tapi celakanya adalah susah menempatkan diri dengan orang lain, sangat susah bekerjasama. Namun yang menjadi masalah besar adalah dia terlalu menumbuhkan siapa dirinya pada pekerjaannya, kalau kita tidak menghargai atau tidak memberi pengakuan kepada prestasinya maka dia bisa marah. Jadi apa yang dia kerjakan dia menuntut orang untuk bisa menghargainya. Waktu orang tidak bisa menghargainya dan biasa-biasa saja maka dia tidak akan mau lagi mengerjakan, mungkin dia akan berhenti dan dia akan berkata, "Kamu tidak bisa menghargai lagi karya saya maka saya tidak mau lagi sama kamu." Jadi benar-benar sebuah sikap hidup yang kaku, mengharapkan orang harus mengakui dan memberikan penghargaan selayaknya seperti yang diharapkan.PG : Seorang anak memang sangat membutuhkan sebuah kasih sayang dan dari kasih sayang inilah mereka membangun dirinya bukan dari sudut prestasi, kalau dia bisa menghasilkan sesuatu maka dia bar berharga, itu salah! Seorang anak selayaknyalah tahu bahwa dia dikasihi karena dia adalah anak dan bukan karena dia melakukan sesuatu.
Namun Pak Gunawan ada orang tua yang tidak seperti itu, jadi hubungan antara anak dengan orang tua itu cuek, acuh tidak ada kedekatan, baru akan memuji anak kalau anak melakukan sesuatu yang luar biasa, prestasinya tinggi dan sebagainya sehingga anak akhirnya menganggap dirinya tidak berharga dan dia baru berharga kalau dia mengerjakan sesuatu yang berharga yang dapat dilihat oleh orang. Jadi akhirnya penghargaan terhadap dirinya sangat rapuh, sangat dangkal dilandasi atas perbuatan-perbuatan dan meninggalkan sebuah kekosongan yang dalam yaitu dia minta dan dia butuh dikasihi maka dia akan mencari-cari kasih, tapi dia akan mencarinya lewat perbuatan-perbuatan. Maka muncul masalah-masalah seperti yang tadi, kalau perbuatannya tidak dihargai maka dia marah sebab dia merasa bahwa dia tidak dikasihi, dia akan menuntut orang untuk melakukan hal itu sebab dengan itulah dia baru merasa bahwa dia dikasihi dan karena dia haus akan kasih sayang maka dia akan mencengkeram orang, menguasainya, orang tidak boleh kemana-mana harus selalu di sana untuknya. Dia akan menuntut orang untuk menjadi seperti orang lain juga dan dia akan sangat keras kepada mereka. Dan karena perasaan kasihnya itu tidak pernah ada maka waktu dia marah, kemarahannya itu bisa menyambar kemana-mana. Jadi rumah tangga seperti itulah yang menimbulkan masalah ini, saya melihat Pak Gunawan di dalam zaman ini gangguan borderline akan makin menjamur karena di dalam masa hidup kita inilah kita melihat orang tua paling sibuk, dua-dua kebanyakan bekerja akhirnya waktu buat anak makin menipis, tapi di dalam zaman kita ini pulalah tuntutan untuk berkompetisi paling tinggi. Saya kira tidak pernah dunia kita ini diamuk oleh keinginan untuk berkompetisi seperti sekarang ini. Jadi benar-benar orang sekarang dipacu untuk lebih lagi karena ini zaman-zaman persaingan sehingga kita harus kompetitif. Sekolah juga sangat menuntut sehingga anak-anak ini akhirnya kurang kasih sayang, kurang kedekatan tapi dituntut tinggi bahkan lebih tinggi dari zaman-zaman sebelumnya. Ini adalah resep munculnya gangguan borderline, maka saya memprediksi gangguan ini akan makin banyak dan karena gangguan ini lebih banyak menyerang perempuan maka nantinya akan lebih banyak wanita yang menderita karena gangguan ini.PG : Ada dua hal di sini dan yang pertama adalah kalau semua menerima dengan rata maka rasanya dan berbeda kalau ada anak yang difavoritkan. Orang akan merasa kehilangan kasih sayang dalam kelurga yang berjumlah anggota banyak kalau dia melihat saya tidak dapat, tapi adik saya dapat.
Meskipun dia mendapatkannya tapi tidak sebanyak yang di dapatkan oleh adiknya maka yang didapatkannya itu sepertinya menjadi tidak ada buat dia, di mata dia sama juga dengan kosong, tidak memperoleh kasih sayang dari orang tuanya. Yang kedua adalah kalau dalam keluarga yang besar meskipun karena orang tua repot, tidak bisa memberikan kasih sayang dan perhatian yang penuh namun sekali lagi kalau masih ada interaksi, tetap ada pengarahan, dan tetap ada kedekatan ngobrol-ngobrol dan sebagainya maka itu sebetulnya sudah cukup memadai asalkan jangan ditambah dengan tuntutan yang tinggi. Jadi kombinasi tersebut harus ada untuk menciptakan gangguan borderline, ini dimana kasih sayang begitu kurang, tuntutan begitu tinggi apalagi plus satu bonus yaitu kekerasan, pertengkaran, kemarahan dalam rumah. Itu adalah suatu kombinasi yang sudah pasti nanti melahirkan kepribadian borderline.PG : Saya melihat untuk gangguan borderline kalau orang itu sendiri tidak mau bertobat dalam pengertian merendahkan diri mengakui bahwa saya memang harus berubah maka itu tidak akan bisa. Makana prognosis untuk gangguan borderline itu sebetulnya negatif, artinya kemungkinan untuk sembuh memang tipis sebab kalau dia mau benar-benar sembuh maka yang pertama dia harus mengakui kalau dia bermasalah dan ini susah, sebab dia selalu menganggap orang lain yang bermasalah, dia yang sehat, dia yang benar, dia tidak mau mengakui kalau dia punya masalah.
Kalau orang sakit dan tidak mengakui dirinya sakit maka dia tidak akan sembuh. Maka saya melihat pertobatan rohanilah yang bisa secara drastik mengubah, kalau dia sadar dia orang berdosa, Firman Tuhan menegurnya dan dia mau merendahkan diri dan datang kepada Tuhan maka masih ada harapan sehingga dia berkata, "Saya memang punya masalah dan saya perlu bantuan, apakah saya bisa dibantu." Dengan bimbingan dalam kurun waktu yang panjang maka perlahan-lahan dia bisa berubah, dia bisa belajar untuk lebih toleransi, belajar mengalah, belajar untuk menguasai emosinya, belajar untuk tidak lagi mencengkeram dan menguasai orang lain dan semua itu dia bisa pelajari namun dalam bimbingan yang intensif dan relatif lama dimana dia merasakan dia dikasihi oleh pembimbingnya sekaligus dibatasi, diberikan sedikit banyak disiplin oleh pembimbingnya. Dalam konteks seperti itu besar kemungkinan dia akan sembuh.PG : Dalam proses itu memang akan ada jatuh bangunnya, Pak Gunawan, jadi ada yang memicu lagi, jatuh lagi. Ada orang yang sepertinya tidak setia kepada dia mau meninggalkan dia, down lagi, deprsi berat, marah lagi dan memang bisa seperti itu.
Jadi ada jatuh bangunnya tapi sekali lagi dia mesti menanggalkan keangkuhan dia mesti berkata, "Saya perlu bantuan, saya bermasalah" dan barulah nanti ada pengharapan lagi.PG : Betul sekali.
PG : Firman Tuhan di Amsal 14:27 berkata, "Takut akan TUHAN adalah sumber kehidupan sehingga orang terhindar dari jerat maut." Orang dengan kepribadian borderline akan berubah bila takut akan Than, selama dia tidak takut akan Tuhan maka tidak akan ada orang yang dapat menegurnya, alhasil selamanya dia akan hidup untuk dirinya saja.
Jadi awalnya adalah dia mesti takut akan Tuhan dan orang yang borderline kebanyakan tidak takut akan Tuhan meskipun bisa jadi dia ke gereja dan sebagainya, tapi benar-benar rasa takut akan Tuhan itu hampir tidak ada. Makanya kalau dia sedang marah, dia tidak peduli pada apa pun bahkan Tuhan pun dia tidak akan pedulikan. Maka awalnya dia harus takut akan Tuhan dan bertobat, mengakui kalau dia orang berdosa dan orang yang mengalami masalah.PG : Harus menuruti kehendaknya.
PG : Dan kalau Tuhan tidak berikan maka dia bisa marah sekali kepada Tuhan.
PG : Betul sekali.
PG : Karena memang pola pikirnya yang sudah hitam putih kaku sekali. Jadi sangat sulit sekali dia untuk menerima masukan dari orang. Jadi memang usaha-usaha kita meyakinkannya seperti tidak adahasilnya, karena dia tidak terbuka.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tumbuhnya Kepribadian Borderline". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
79. Menikah dengan Pribadi Borderline | |
Dalam satu kata dapat disimpulkan pengalaman menikah dengan pribadi borderline: mustahil! Kenapa mustahil karena sifat-sifat dari pribadi borderline ini sangat menyusahkan. Bagaimana cara menolongnya?
Dalam satu kata dapat disimpulkan pengalaman menikah dengan pribadi borderline: mustahil! Kenapa mustahil adalah dikarenakan oleh beberapa penyebab :
Kesimpulan :
Hidup dengan penderita borderline memang amat sulit; hanya pertobatan rohanilah yang sanggup mengubahnya. Firman Tuhan berkata, "Hari orang berkesusahan buruk semuanya, tetapi orang gembira, hatinya selalu berpesta." (Amsal 15:15) Orang dengan kepribadian borderline sesungguhnya adalah orang yang berkesusahan. Itu sebabnya hari-harinya semua buruk. Ia harus mencari pertolongan namun untuk itu diperlukan kerendahan hati. Datanglah dan akuilah bahwa memang, saya bermasalah. Tuhan tengah menunggu untuk menolong.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Menikah Dengan Pribadi Borderline". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Seperti yang telah kita bahas, Pak Gunawan, gangguan borderline adalah gangguan kepribadian yang berada di perbatasan. Ada dua gangguan yang besar yaitu gangguan neurotik dan gangguan psiksis.
Gangguan neurotik mencakup gangguan-gangguan misalkan seperti gangguan kecemasan, depresi dan biasanya gangguan-gangguan emosional. Sedangkan gangguan psikosis adalah gangguan dimana pola pikir sudah tidak lagi seturut dengan realitas, dilusi, berpikir yang tidak rasional dan sebagainya. Orang yang terkena gangguan borderline itu adalah orang yang di perbatasan, makanya namanya borderline, di perbatasan. Disebut perbatasan karena dia memiliki ciri-ciri gangguan emosional, emosinya bermasalah yakni mudah naik turun, bisa depresi, marah. Pikirannya juga mulai terganggu meskipun belum benar-benar psikotik, benar-benar belum kehilangan kemampuan untuk melihat realitas tapi cara dia berpikir mulai berbeda dengan realitas. Kita bahas pada pertemuan yang lampau bahwa rasanya gangguan ini akan makin menjamur karena di zaman inilah orang hidup, dimana tuntutan makin meningkat, kompetisi dimana-mana, orang tua pun makin membebankan tuntutan pada anak harus begini dan begitu, di pihak lain orang tua makin sibuk sehingga waktu untuk anak makin berkurang, kasih sayang, kedekatan makin tidak ada. Kombinasi inilah yang melahirkan atau menciptakan gangguan borderline apalagi bila dalam keluarga tersebut ada banyak pertengkaran, kemarahan-kemarahan. Apalagi kalau ada ayah atau ibu yang benar-benar meninggalkan rumah. Ini suatu gangguan borderline yang lengkap dan yang sangat kuat sekali. Di zaman ini banyak hal yang sudah saya sebut seperti di atas itu terjadi. Jadi kita mengantisipasinya jangan sampai masalah ini makin menjamur karena kalau nantinya menjamur maka akan merusak keluarga. Kita akan coba melihat beberapa hal kenapa gangguan borderline adalah gangguan yang cepat merusak sendi pernikahan. Yang pertama adalah orang yang menderita gangguan borderline adalah orang yang tidak bisa menyesuaikan diri. Sedangkan tuntutan pernikahan adalah penyesuaian diri, tapi semua orang harus mengikuti caranya, harus ikuti kemauannya sebab bagi dia yang dia pikirkan itu yang paling baik, kalau orang lain tidak bisa mengikuti berarti orang lain yang bermasalah. Dengan pola pikir seperti ini, maka sangat susah untuk bekerjasama dan pola pikirnya juga sangat hitam putih. Sehingga kalau ada apa-apa selalu bertengkar atau konflik dia tidak bisa menempatkan diri di posisi pasangan, susah buat dia berempati, "Kenapa sampai orang begini, kenapa orang berbuat itu?" sebab semua dilihat dari kacamata dia. Sangat hitam putih sekali. Kalau orang itu tidak mengikuti dia, berarti orang itu tidak bisa diajak bekerjasama. Bagaimana mungkin menjalin relasi nikah dengan orang seperti ini dan ini menciptakan relasi yang mustahil dalam pernikahan.PG : Bisa, Pak Gunawan. Jadi misalkan kalau dia sudah mendapatkan masalah-masalah di luar dengan orang-orang di sekelilingnya seperti tidak ada teman, dikucilkan oleh lingkungannya, di gereja uga dia tidak banyak sahabat, dia mungkin saja tidak suka lagi ke gereja karena tidak punya teman dan sebagainya, hal-hal itu akan dibawa pulang.
Bisa juga dia nanti melarang suaminya untuk bertemu dengan teman-teman tertentu, "Buat apa bertemu mereka lagi orangnya seperti ini dan itu." Misalnya pasangannya ingin melibatkan diri dalam pelayanan dan dia juga melarang, "Buat apa orang ini seperti ini dan itu." Jadi akhirnya yang menderita adalah pasangannya.PG : Dalam kasus seperti ini memang tidak ada yang namanya "win-win solution", benar-benar jalan keluarnya tidak ada, kalau yang satu menang maka yang satu kalah, sebab dia tidak bisa memberika kemenangan kepada orang lain tapi dia mesti menang dan orang lain harus kalah, artinya kalau dia benar orang lain salah.
Jadi kalau kita menjadi pasangannya maka kita akan frustrasi luar biasa, sebab kalau kita mau keras kepada dia, boleh dikata nanti kita akan berkelahi dan dia adalah orang yang sanggup berkelahi setiap hari. Jadi karena daya emosinya yang begitu liar dan kuat dia akan sanggup berdebat, berkelahi, berteriak-teriak setiap hari, kita tidak akan sanggup dan lelah. Maka kalau menikah dengan orang yang borderline, kebanyakan pasangannya baik istri maupun suami pada akhirnya akan menyerah, dan untuk menyelamatkan pernikahan akhirnya pasangan memilih untuk diam, sebab begitu berbantahan mulai dan menyulut kemarahannya maka masalah akan menjadi panjang lebar, tentu tidak sehat karena kalau dia mendiamkan berarti kemarahannya, kontrolnya akan bertambah merajalela. Tapi kalau ditegaskan, diberitahu dan sebagainya dia menjadi ribut besar, sehingga tidak ada pilihan lain, yakni diam.PG : Kenapa ini menjadi satu gangguan yang berbahaya bagi pernikahan karena emosinya itu begitu kuat. Jadi waktu dia marah daya destruktifnya besar sekali seperti dia histeris, dia kalab, dia bnting barang, dia pecahkan sesuatu dan kadang-kadang ini yang saya lihat yaitu istri itu memukuli suaminya.
Kalau sedang marah dia tidak bisa mengendalikan diri, dia pukul suaminya, dia tampar anaknya, benar-benar tidak ada lagi kontrol, kenapa? Intinya bagi dia adalah sewaktu orang tidak melakukan yang dia minta itu berarti orang jahat kepadanya, orang tidak menghargainya dan itu adalah dua tema dalam hidupnya, orang jahat kepada dia dan orang tidak menghargai dia, maka dia akan marah sekali. Memang sudah tidak ada lagi rasionalitasnya makanya dikatakan borderline, karena sudah mulai masuk ke arah psikosis gangguan ke arah pikiran, dia menuntut yang begitu susah, yang begitu tidak mungkin kepada anak kecil. Misalnya anak yang baru berumur satu tahun atau lebih, dia menuntut anaknya harus bisa misalkan makan pada jam tertentu, tidur pada jam tertentu, kalau tidak dia akan marah sekali. Jadi tuntutan-tuntutan yang tidak masuk akal, padahal orang tua seharusnya menyadari, "Anak saya masih kecil tidak bisa untuk diajak berdialog" tapi dia tidak peduli, yang penting kalau harus maka harus dilakukan, cara ini yang baik maka cara ini yang harus dilakukan. Misalkan cara memberi makan anaknya seperti yang dia sukai seperti ini, suaminya berkata, "Nanti dia muntah dan sebagainya" dia tidak terima walaupun terbukti anaknya muntah terus-menerus dan dia berkata, "Anak ini harusnya menyesuaikan diri" tapi apakah benar dan baik membiarkan anak muntah berminggu-minggu, memang akhirnya anak menyesuaikan diri tapi membuat dia menderita sampai berminggu-minggu, itu tidaklah benar. Tapi dia tidak bisa melihat hal itu, tidak punya belas kasihan seperti misalnya "Kasihan anak ini" kalau pun ada, emosi belas kasihan itu hanya sesaat, kalau dia dipengaruhi oleh sesuatu maka akan secara tiba-tiba muncul rasa kasihan, tapi belas kasihannya bukan dari pertimbangan rasional, bukan dari empati tapi penguasaan emosi. Jadi emosinya yang tiba-tiba keluar, kebetulan emosi berbelas kasihan maka dia berbelas kasihan, tapi bukan bersumber dari kemampuan berempati, menempatkan diri pada diri orang sehingga bisa memahami derita orang dan itu yang dia tidak bisa lakukan.PG : Memang itu yang harus dilakukan, Pak Gunawan. Jadi kalau kita adalah pasangannya kita harus meyakinkan dia bahwa kita mengasihi dia dan kita tidak akan meninggalkan dia sebab memang dia taut kalau ditinggalkan.
Jadi terus yakinkan kalau kita mengasihi dia, namun perlahan-lahan kita mesti dengan bijak mulai menerapkan batas, sehingga dia tidak merajalela. Kalau saja pasangan kita yang borderline ini akhirnya melihat bahwa kita sungguh-sungguh mengasihi dia, maka dia akan lebih bisa menoleransi batas-batas yang kita terapkan kepada dia, karena sekarang dia tahu kalau kita mengasihinya dan tidak akan meninggalkan dia. Lewat perjalanan yang panjang seperti ini perlahan-lahan barulah dia mulai berubah karena tabung kasihnya sudah mulai terisi, sehingga dia tahu kalau dia dikasihi dan dia berharga dan lama-lama dia nanti mulai menyingkirkan konsepnya yang salah yaitu suaminya hanya mengasihinya karena dia cantik, dia bisa ini dan itu, dia mampu ini dan itu, tidak dia harus tinggalkan semua itu dan berkata, "Suami saya mengasihi saya karena saya adalah orang yang layak dikasihinya dan saya adalah istrinya," titik, tidak ada alasan lain. Kalau dia sudah sampai ke point itu maka dia bisa berkata, "Saya dikasihi apa adanya maka gejolaknya itu sudah mulai berkurang dan dia akan lebih bisa mendengar dan menerima batasan-batasan yang diberikan oleh suaminya, teguran-teguran yang disampaikan oleh suaminya, barulah perlahan-lahan dia bisa berubah, tapi ini melewati rentang waktu yang panjang.PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Memang sepertinya kita sudah membangun bangunan, dan tahu-tahu yang telah dibangun dicabut dan runtuh semua, memang seperti itu sebab tidak ada yang sempurna. Jai ini akan terjadi seolah-olah membuang semuanya yang telah dilakukan oleh suaminya dan suaminya memang harus tetap mengatakan kepada dia, "Saya mengasihimu, saya tidak kemana-mana, saya di sini."
Jadi harus terus berusaha meyakinkan dia seperti itu meskipun luar biasa lelahnya karena kita merasa semua usaha kita sia-sia, semuanya tidak ada lagi yang dihargai atau diingatnya lagi.PG : Betul. Jadi mereka takut sekali ditinggalkan, maka dari pada ditinggalkan mereka buru-buru atau lebih dahulu mau meninggalkan. Jadi dia mau melihat gelagatnya dan di sini kita melihat carapikir yang sudah tidak lagi rasional.
Yang dia maksud dengan gelagat bisa jadi bukanlah suatu sinyal bahwa suaminya akan meninggalkan, tapi sesuatu yang sangat alamiah yaitu misalkan dengan berjalannya waktu, cinta yang tadinya 'intens' akan mulai meredup karena akan mulai mengambil akar-akar yang lebih kuat di bawah, kemudian tentang perhatian karena waktu mulai terbatas maka perhatian juga akan terbatas dan sebagainya. Bagi orang yang menderita gangguan borderline dia susah menerima ini, dia mengharuskan suaminya tetap memberikan semua persis sama seperti dulu, waktu cinta dari suaminya mulai luntur maka dia akan langsung panik dan dia akan langsung berpikir jauh sekali bahwa suaminya akan meninggalkan dia, dia tidak lagi orang yang menarik, tidak lagi orang yang memang dicintai oleh suaminya maka lebih baik saya pergi. Ini yang membuat menyelesaikan konflik dengan dia sangat susah sebab daya juangnya untuk menyelesaikan masalah sangat rendah, belum apa-apa dia mau berhenti, menyerah. Kalau mau bicara selalu ribut maka dia akan marah, "Sudah stop jangan bicara lagi," atau "Percuma bicara dengan kamu sudah stop saja" di sini si suami akan bingung bagaimana bisa bicara, mau menyelesaikan, mau menjelaskan karena sudah di suruh stop, stop, stop. Kenapa? Karena daya tampung stresnya lemah, dia tidak bisa menampung daya stres yang banyak sehingga pada akhirnya harus meledakkan semua dan daya juangnya untuk menyelesaikan problem juga sangat lemah, sehingga akhirnya dia mengambil jalan pintas. Atau lama-lama dia akan berkata, "Sudah stop disini, kita tidak perlu lagi bicara, pisah ranjang saja" dan lama-lama nanti pisah rumah saja dan sebagainya.PG : Sulit. Semua nasehat harus sama dengan keinginannya, begitu nasehat itu berbeda dari yang diinginkannya maka dia tidak akan terima. Jadi benar-benar sesuai dengan konsepnya saja. Dan yang embuat suaminya tidak tahan adalah dia akan terus-menerus memonitor suaminya, Pak Gunawan, karena sekali lagi suaminya adalah sumber kasihnya, supply kasih, dia tidak boleh kehilangan, maka dia akan terus memonitor jangan sampai suaminya ada apa-apa dan sama siapa dia akan jaga terus, makanya mulai membatasi pergaulan.
Kalau ada perempuan yang menelepon, maka suaminya tidak boleh menerima, dia akan sangat marah sekali kecuali orang ini adalah orang yang sangat dia percaya sekali. Jadi kecemburuannya ini, daya possesifnya ini bukan hanya dengan teman, tapi juga bisa terhadap kakak atau adiknya, kalau kakaknya perempuan atau adiknya yang perempuan mulai baik-baik dengan suaminya maka dia bisa marah, "Kenapa mesti dekat-dekat dengan dia, kamu sudah tahu kalau dia sudah punya suami," dia bisa marah, dia tidak bisa mengerti kalau kakak atau adiknya hanya biasa-biasa saja dengan kakak iparnya dan dia tidak bisa mengerti, dia merasa bahwa ini adalah ancaman buat dia, mau mengobok-obok rumah tangga dia, semua dianggapnya mau mengobok-obok rumah dia, mau campur tangan. Jadi memang luar biasa protektif dan possesifnya terhadap apa yang dimilikinya, tidak ada orang yang boleh menyentuhnya, tidak ada orang yang boleh menegur-negur, memberitahu atau menasehati dan semua harus dengan cara dia.PG : Misalnya yang lain adalah pernikahan dengan penderita borderline akhirnya sama dengan hidup dalam hukum dan peraturan, semua harus sesuai aturan yang dibuatnya, baik pasangan maupun anak tdak boleh melanggarnya, tuntutan demi tuntutan akhirnya membuat pasangan dan anak letih, apalagi jika tidak disertai cinta dan kehangatan, akhirnya dia akan dijauhi dan ini yang membuatnya tambah marah, makin memaksakan kehendak, dia tidak terima.
Jadi waktu dia melihat kalau anaknya lebih dekat dengan suaminya, karena suaminya lebih berperasaan maka dia tambah marah, dia akan berkata, "Kamu yang membuat anak makin melawan saya," padahal suaminya tidak berbuat apa-apa. Tapi dia akan marah kepada suaminya, "Ini gara-gara kamu, anak berpihak kepada kamu, benci sama saya dan tidak hormat kepada saya, kamu harus memberi tahu anakmu harus menghormati saya," itu adalah omelan-omelan yang akan sering terdengar dalam benak, karena semua harus sesuai dengan aturan-aturan yang dibuatnya dan dia harus terapkan aturan-aturan itu dengan sangat kaku sehingga tidak akan ada yang tahan. Kalau anak ada di rumah sudah pasti anak akan mencari Papanya yang memang lebih berperasaan, lebih bisa diajak bicara. Dan si penderita borderline akan makin dijauhi, tapi makin dijauhi maka dia akan makin kalap, makin tidak bisa dikontrol.PG : Maka dalam kasus-kasus tertentu Pak Gunawan, ini mungkin mengejutkan. Jadi ada ibu-ibu yang menderita gangguan borderline yang akan sanggup berkata, "Sudah saya akan pindah, saya akan tingalkan kamu semua," termasuk anak-anaknya dan dia bisa benar-benar tidak mau ketemu dengan anak lagi, tidak ada perasaan kehilangan si anak, dia bisa hidup sendirian dan ini benar-benar bisa dilakukannya.
Jadi karena hatinya tidak pernah diisi oleh kasih sayang sejak kecil maka menjadi hati yang mati, benar-benar menjadi sebongkah daging yang tidak ada lagi rohnya. Bahkan anak yang dikandung dan dilahirkan pun kalau dijauhkan dari dia, dia tidak akan merasa kehilangan, tidak ada perasaan ingin tahu anaknya. Dan anaknya yang bingung dan kehilangan Mamanya, tapi memang si Mama bisa bersikap seperti itu. Kita bisa melihat betapa parahnya gangguan borderline di dalam sebuah keluarga, sangat-sangat payah.PG : Dan itulah satu-satunya perasaan yang bisa dirasakannya. Jadi dia selalu meneropong semuanya dari kacamata satu itu, yaitu baik dan jahat, saya orang baik dan kamu orang jahat termasuk kepda anak-anaknya.
"Saya Mama yang baik dan kamu anak-anak yang jahat makanya kamu memihak kepada Papamu" dan kepada suaminya dia berkata, "Kamu suami yang jahat karena kamu lebih memihak kepada anakmu dari pada saya." Jadi itulah pola pikirnya sangat-sangat terkotak-kotak dan hitam-putih. Maka dalam pengertian dia, dia memisahkan diri, dia tidak peduli dengan anaknya. Dia tidak memiliki perasaan apa-apa, karena dia merasa saya memang dijahati, mereka ini memang tidak setia kepada saya, mereka memang mengkhianati saya. Dan dia bisa mengeraskan hatinya sekeras itu, Pak Gunawan. Ini memang mengherankan buat kita, kita sebagai orang tua kadang-kadang juga marah kepada anak tapi tidak tahan lama karena kita akan berpikir, "Kasihan anak ini dan sebagainya," tapi orang borderline tidak bisa memikir seperti itu. Dan pikirannya terus dipenuhi oleh yang dia pikir yaitu saya dijahati, mereka jahat kepada saya dan itu cukup untuk membunuh semua perasaan-perasaan lainnya.PG : Tidak bisa, karena bagi dia dari pada dia harus menderita karena dia menganggap bahwa dia itu korban, jadi mereka inilah yang jahat, daripada dia terus menerus menjadi korban lebih baik tiak perlu diberi maaf.
Bahkan misalnya kita tidak membicarakan suaminya itu berselingkuh, tapi misalnya suaminya pernah dekat dengan orang bahkan saudaranya sendiri, suaminya pernah baik sepertinya mau menolong dan sebagainya, itu cukup bagi dia untuk mengembangkan pemikiran bahwa suaminya sudah tidak mencintai dia lagi, suaminya mau menjelaskan seperti apa pun maka akan susah sekali dia terima, dia akan berkata "Tidak, saya sudah bisa lihat bahwa kamu sekarang sudah tidak sama lagi, kamu sudah tidak mencintai saya, kamu sekarang suka dengan si ini." Bisa jadi suaminya sudah tidak terlalu mencintai dia sebab siapa yang bisa tahan hidup dengan dia. Dan dia juga tahu kalau suaminya memang bukan orang yang mudah jatuh cinta dan sekarang dia bisa lihat sendiri bahwa pasangannya sudah mulai berubah. Dia bisa merangkai suatu cerita bahwa nanti suaminya akan meninggalkan dia, karena suka dengan orang ini dan sebagainya, meskipun tidak terjadi dan tidak ada buktinya. Akhirnya itulah yang dia pegang untuk berkata, "Susah stop di sini, tidak perlu ada lagi hubungan, saya tinggalkan kamu dan sebagainya." Jadi sebegitu drastik dia mengambil keputusan.PG : Ini yang paling parah Pak Gunawan, besar kemungkinan salah satu anaknya akan seperti dia. Dan ini adalah hal yang memang menyedihkan sebab saat mereka hidup dengan dia, mereka akan menerim persis seperti yang dia terima dulu yaitu menerima tuntutan dan juga tidak menerima kasih sayang seperti yang dulu mamanya juga tidak menerima.
kalau ada Papa yang hangat yang bisa mengerti itu lebih baik karena akan menetralisir dan itu menolong besar sekali. Jadi saya anjurkan dalam rumah tangga kalau ada kasus yang seperti ini maka lebih baik yang satunya yang harus bertindak ekstra dalam memberikan kasih sayang kepada anak, sekaligus juga menurunkan standart, lebih mengerti anak. Inilah yang diperlukan oleh anak dan nanti bisa menutupi atau menyeimbangkan. Memang anak-anak ini akan terpengaruh oleh kemarahannya, penghinaannya karena kalau sedang marah dia akan sangat kalap. Jadi akan ada anak-anak yang dibesarkan oleh misalkan ibu atau ayah borderline akan dibawah trauma terus-menerus membawa trauma karena mengingat yang histeris itu.PG : Kalau sudah besar. Tapi masalahnya kalau sudah terlanjur menerima semua pengaruh buruk itu dan biasanya akan diteruskan ke generasi berikutnya, ini keprihatianan kita semua. Mudah-mudahan engan apa yang telah kita kita perbincangkan ini orang lebih menyadari, dan sebelum menikah membereskan masalah ini dulu.
Jangan membawa masalah borderline ke dalam pernikahan, kalau kita melihat, "Benar ini diri saya," rendahkanlah hati untuk mencari bantuan untuk membereskan masalah ini jangan gara-gara satu masalah pada satu orang akhirnya semua orang menderita hal yang sama.PG : Sebetulnya memang tidak terlalu terlihat jelas tapi seharusnya itu sudah mulai kelihatan yaitu sikap-sikap kerasnya, sikap-sikap susah berkomprominya, sikap-sikap kakunya. Kalau sudah mula tercium adanya sikap-sikap seperti itu berhati-hatilah.
Memang betul tidak terlihat jelas, dan setelah menikah baru benar-benar meledak.PG : Ya, memang bergantung pada kedekatannya kalau makin dekat dan makin dekat, maka makin keluar semua gejala-gejalanya.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menikah Dengan Pribadi Borderline". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
80. Tatkala Tuhan Memukul | |
Tuhan bukanlah algojo yang siap menghukum. Ia adalah Bapa yang penuh kasih dan siap mengampuni. Namun oleh karena kasih-Nya, Ia siap memukul agar kita bertobat dan kembali kepada-Nya. Bagaimanakah cara Tuhan memukul anak-anak-Nya? Apa yang harus kita lakukan tatkala Tuhan memukul kita?
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Anugerah dalam Pernikahan." bagian yang kedua karena perbincangan kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami pada acara TELAGA yang lalu. Dan kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Kita itu memandang anugerah sebagai sebuah kata benda yakni sesuatu yang diberikan kepada kita yang sesungguhnya tidak layak kita terima. Dan dalam Alkitab kita tahu bahwa anugerah terbesa adalah Tuhan Yesus Kristus Putra Allah yang mati untuk dosa kita.
Namun kita sesungguhnya juga perlu melihat anugerah bukan hanya sebagai kata benda tapi sebuah kata sifat, karena anugerah mewakili atau melukiskan karakter Allah yang sangat hakiki. Allah adalah Allah yang beranugerah artinya Dia Allah yang mementingkan manusia bukan DiriNya saja, Dia memikirkan apa yang baik untuk manusia dan dia memberikan yang terbaik untuk manusia. Wawasan seperti inilah yang kita juga mesti bawa ke dalam pernikahan kita, berwawasan bahwa Tuhan memanggil kita untuk maksud penyelamatan. Allah mengasihi isi dunia sehingga mengaruniakan Putra tunggalnya berarti inilah yang Allah ingin lakukan lewat kita. Setelah kita memiliki wawasan seperti itu, kita nantinya bisa mengarahkan anak-anak kita bertumbuh di dalam Tuhan dan mempersiapkan mereka menjadi alat-alat yang nanti Tuhan pakai untuk menyelesaikan pekerjaanNya. Kita juga membahas tentang orang yang berwawasan anugerah seperti ini tidak akan tenggelam di dalam persoalannya sendiri atau di dalam masalah-masalah pernikahan sebab dari awal pernikahan, mereka sudah berkomitmen yang penting bukan engkau bahagia, yang penting bukannya aku bahagia, yang penting adalah kita berdua menyukakan hati Tuhan dan mementingkan Tuhan. Dengan sebuah keyakinan seperti ini, kita lebih bisa menyelesaikan masalah kita, kita tidak terlalu disibukkan dengan persoalan-persoalan kita, karena kita mulai melihat lebih luas lagi.PG : Betul sekali, yang akan kita soroti adalah bagian berikutnya seperti yang saya sudah singgung pada kesempatan yang lampau, ada tiga dimensi dari anugerah ini. Kalau tadi adalah wawasan anuerah, yang sekarang adalah berelasi anugerah, maksudnya kita ini berelasi dengan pasangan kita juga harus beranugerah, kita tidak melihat yang buruk tapi kita melihat yang positif.
Yang kedua, kita juga melihat yang akan datang bukan hanya sekarang, sebagai contohnya saya akan paparkan kasus Petrus. Petrus adalah murid Tuhan yang kita tahu telah menyangkal Tuhan dan mengatakan tidak mengenal Tuhan, tatkala Tuhan ditangkap dan akan disalibkan. Tapi hari-hari akhir sebelum Tuhan naik ke surga, siapakah yang Tuhan panggil? Dan Tuhan menanyakan apakah engkau mengasihi aku. Petrus menyawab "Ya", dan Tuhan berkata, "Gembalakanlah domba-dombaku." Disitu kita bisa melihat Tuhan adalah Tuhan yang beranugerah dalam berelasi dengan murid-muridNya. Waktu Dia memanggil Petrus menjadi muridNya, Dia melihat yang baik pada Petrus dan Dia melihat di masa depan akan seperti apakah Petrus itu. Tuhan tidak mendasari panggilanNya atas masa sekarang saja, Dia mendasari panggilanNya atas masa depan yaitu seperti apakah Petrus nanti di masa depan. Apakah Tuhan tahu kalau Petrus akan menyangkal? Tuhan tahu, tapi Tuhan tidak memfokuskan perhatiannya pada kelemahan dan kekurangan Petrus, tapi Tuhan memfokuskan pada kekuatan Petrus maka Tuhan berkata, "Gembalakanlah domba-dombaku," Tuhan juga berkata "Di atas batu karang ini akan kubangunkan gerejaku," memang batu karang yang sesungguhnya adalah Tuhan Yesus sendiri. Tapi memang Tuhan melimpahkan tanggung jawab yang besar pada Petrus untuk menggembalakan domba-domba Tuhan. Siapa yang Tuhan pilih? Petrus, yang dapat dikatakan lemah karena pernah jatuh kedalam dosa yang sangat serius yaitu menyangkal Tuhan, tapi Tuhan tidak menyoroti hanya kelemahan. Malangnya di dalam pernikahan, Pak Gunawan, itu yang kita lakukan, kita lebih sering menyoroti kelamahan pasangan kita.PG : Satu cara yang kita lakukan adalah Tuhan menyoroti kekuatan Petrus dan senantiasa memberikan dorongan supaya kita tetap bertahan didalam kekuatannya itu. Tuhan tidak meyoroti kelemahan-kelmahannya, bertahun-tahun Tuhan bersama-sama dengan Petrus, apakah Tuhan secara khusus menyoroti kelamahan Petrus karena Tuhan tahu dia akan jatuh? Tidak! Tuhan hanya lontarkan itu sekali, pada waktu Petrus terlalu gegabah dan berkata, "Saya tidak akan meninggalkan engkau, semua boleh lari tapi saya tidak akan lari," Petrus gegabah sekali.
Dan Tuhan berkata, "Sebelum ayam berkokok tiga kali maka engkau menyangkali Aku." Tuhan hanya katakan itu sekali, Tuhan tidak terus menyorotinya, yang Tuhan soroti bagaimana membuat Petrus kuat. Maka waktu di Taman Getsemani Tuhan meminta Petrus bersama Yakobus dan Yohanes bersama-sama dengan Tuhan berdoa. Di Taman Getsemani mereka tidur, apa yang Tuhan katakan, "Berdoa dan berjaga-jagalah, memang roh itu penurut tapi daging itu lemah." Apakah Tuhan mengingatkan Petrus lagi, "Kamu memang lemah, kamu hanya bisa bicara saja, nanti kamu akan jatuh, disuruh berdoa saja tidak bisa, kamu kapan bisa berdoa, dan sebagainya," tidak! Yang biasanya Tuhan lakukan adalah Tuhan menegur semua murid pada waktu mereka kurang iman, Tuhan menegur semuanya. Kalau kita sudah tahu kelemahan orang, bukankah kita selalu mencerca kelemahannya dan kita kaitkan dengan kelemahannya terus. Memang maksud kita baik, supaya jangan sampai dia mengulang lagi masalah yang sama, tapi memang metode itu tidak efektif. Tuhan menggunakan metode yang berbeda, yang keluar dari sifatNya yaitu Dia adalah Allah yang beranugerah dan Allah yang beranugerah tidak menyoroti kelemahan tapi pada kekuatan. Dan yang kedua, karena menyoroti pada kekuatan kita bisa berkata, "Dengan kekuatan ini engkau akan menjadi seperti apa." Memang benar yang tadi Pak Gunawan katakan, kita ini tidak bisa melihat manusia lain di masa mendatang. Tapi dengan kita menyadari kekuatan pasangan kita, di masa mendatang engkau bisa menjadi seperti ini.PG : Tepat sekali Pak Gunawan. Jadi keduanya merupakan suatu kesatuan dan relasi anugerah keluar dari wawasan anugerah itu sendiri.
PG : Tadi kita sudah singgung bahwa kita harus menerima dan menyambut kelemahan pasangan sebagai cara Tuhan membongkar diri kita, ini adalah wawasan anugerah yang telah kita bahas. Kita melihatya dari kacamata surgawi, kalau saja kita bisa melihat kelemahan pasangan sebagai cara Tuhan, dan bukan sebagai gangguan dari dia untuk kita, ini adalah cara Tuhan membongkar kita.
Maka reaksi kita terhadap kelemahannya juga akan berbeda, akan jauh lebih lunak. Bayangkan kalau kita melihat kelemahan pasangan sebagai gangguan, contohnya kita mau mengerjakan sesuatu tetapi menjadi tidak bisa dan kita menyalahkan pasangan, ini semua gara-gara dia, kita lebih mudah bereaksi kita lebih mudah marah karena kita merasa terganggu gara-gara engkau aku begini. Tapi kalau kita mengubah perspektif itu dan memandangnya sebagai cara Tuhan membongkar kita, walaupun kita mungkin tetap jengkel tapi kita akan lihat ini dariMu untukku, memang aku perlu melihat, aku perlu lebih sabar, aku tidak perlu terlalu menyoroti kelemahan dan sebagainya. Justru ini menjadi sesuatu yang baik. Saya berikan contoh yang lama ini terjadi pada saya dan istri saya, kami merayakan "Malam Valentine" di gereja kami, saya dan istri akan menyumbangkan suara bernyanyi bersama dan kami latihan bersama. Dan waktu latihan, saya menyoroti kekurangan istri saya dan berkata, "Bisa tidak begini, bisa tidak begitu, ini rasanya kurang pas. Lebih baik kamu begini, begitu," dia memang sedikit jengkel, tapi dia tidak menunjukkan kejengkelannya dia hanya diam saja. Sebelum kami menyanyi saya berkata kepadanya, "Yang penting menyatukan hati bernyanyi, kita tidak perlu memperhatikan yang lain-lainnya," kemudian dia langsung berkata "Ya, tapi kamu tadi menuntut saya untuk menyanyi lebih baik lagi dan sebagainya." Itu adalah sebuah teguran buat saya, memang itu yang saya lakukan akhirnya karena saya sudah diingatkan oleh dia seperti itu, waktu bernyanyi tidak lagi memikirkan hal-hal itu. Dan apa yang terjadi kami bernyanyi jauh lebih baik daripada waktu berlatih dan kami mengalami sebuah kesatuan batiniah yang memang memperindah. Jadi ilustrasi ini cukup mewakili kehidupan berumah tangga, waktu kita mengesampingkan kelemahan, "Sudah kita tidak perlu memikirkan lagi yang penting kita menyatu," dan ternyata itu lebih mudah menyatunya dan akan membentuk sebuah kesatuan yang lebih indah pula.PG : Tepat sekali Pak Gunawan, dan sekali lagi pengampunan ini akan lebih mudah kita berikan kalau kita berwawasan anugerah, bahwa kelemahan pasangan untuk aku juga agar aku lebih komplit, agaraku lebih utuh.
Akhirnya karena kita melihatnya sebagai cara Tuhan membongkar kita agar kita lebih utuh, maka kita lebih mudah pula mengampuni pasangan kita sebab waktu kita melakukannya, kita pun akan menjadi lebih serupa dengan Tuhan kita Yesus Kristus.PG : Kita mesti juga berkepribadian anugerah artinya bukan saja terhadap orang lain kita beranugerah, melihat positifnya, melihat potensinya, melihat yang di masa depan bukan hanya di masa sekaang.
Kita juga harus memperlakukan diri kita seperti itu. Karena seringkali kita menjadi hakim yang paling kejam terhadap diri sendiri. Kita mungkin bisa bermurah hati terhadap orang lain tapi susah bermurah hati kepada diri sendiri, bisa membuat orang lain senang, rela menyumbangkan sesuatu kepada orang lain dan untuk diri sendiri tidak bisa, bisa royal dengan orang lain tapi dengan diri sendiri luar biasa hematnya. Kenapa itu juga tidak kita terapkan untuk diri kita, kalau bisa mengampuni orang kenapa tidak bisa mengampuni diri sendiri, kalau bisa melihat kekuatan orang, kenapa tidak bisa melihat kekuatan diri sendiri, kalau bisa menerima kelemahan orang kenapa tidak bisa menerima kelemahan diri pula. Melihat dan mengakui kelemahan memang tidak mudah tapi inilah yang juga Tuhan inginkan, kita menjadi manusia beranugerah yang mau menolong, mau memberi, bukan hanya untuk orang lain tapi juga untuk diri sendiri.PG : Betul, Tuhan sudah mengampuni kita, Tuhan tidak lagi menghukum kita kenapa kita mengambil peran Tuhan menghukum kita. Tuhan tidak menghukum kenapa kita mengambil peran seolah-olah kita adaah Tuhan yang harus menghukum diri sendiri.
Apakah ini berarti kita tidak semestinya merasa bersalah, sudah tentu tidak. Adakalanya yang diperlukan adalah rasa bersalah supaya kita sadar akan perbuatan kita namun pada akhirnya karena Tuhan sudah mengampuni dosa kita maka ampunilah diri kita pula. Dan keduanya juga berkaitan antara diri sendiri dan orang lain, kalau kita itu susah sabar dengan diri, susah mengampuni diri sendiri, kecenderungannya adalah kita pun susah sabar terhadap orang lain, susah mengampuni orang lain pula. Kalau kita senantiasa mencambuki diri kita harus lebih baik, saya khawatir kita juga berbuat yang sama kepada pasangan kita, kamu harus ini dan itu, masih kurang ini dan itu dan akhirnya pasangan kita juga stres.PG : Betul Pak Gunawan, sehingga kita tidak pernah merasa damai tentram kalau kita tidak berbuat apa-apa. Salah satu ciri yang kita kenali adalah ciri bahwa kita itu kurang beranugerah terhadapdiri sendiri adalah kita itu susah sekali beristirahat.
Kalau untuk melihat apakah kita itu susah mengampuni, kadang-kadang susah kita lihat. Namun ini ciri-ciri yang gampang, bukankah adakalanya kita menjadi orang yang susah sekali berhenti beristirahat, kita menekankan harus produktifitas. Dan tatkala kita melihat bahwa kita kurang produktifitas kita marah pada diri sendiri, rasanya kita melihat diri tidak puas tidak seperti yang kita harapkan. Akhirnya tidak berdamai dan tidak beranugerah terhadap diri kita sendiri. Sudah tentu kita tidak lagi menjadi orang yang penuh damai sentosa, hidup kita seperti bara yang menyala sangat panas. Orang yang dekat dengan kita merasa gerah dan lelah dituntut terus-menerus, belum lagi merasa takut dekat dengan kita. Takut karena apa? Karena orang tahu kita ini orang yang penuh dengan tuntutan, jadi orang dekat dengan kita pun akhirnya takut. Ini kadang-kadang tidak kita sadari, mungkin kita bertanya-tanya, "Kenapa orang tidak dekat dengan saya dan menjauh dari saya," kita tidak bisa melihat diri kita kalau kita ini seperti bara panas yang siap membakar mereka. Maka mereka harus memasang jarak supaya mereka tidak terkena bara panas dari kita itu.PG : Biasanya seperti itu, walaupun dia mencoba tampil murah hati atau baik hati, namun itu hanya berlangsung sebentar dan saat bergaul dengan dia cukup lama maka keluar semua keburukannya, sush buat dia mengabaikan gangguan-gangguan itu dan dia menyoroti gangguan-gangguan itu.
Sebab terhadap dirinya juga begitu, ada sedikit yang dia tidak sukai dengan dirinya, dia bisa berhari-hari memikirkannya, merasa kesal dengan dirinya, merasa dirinya jelek, bersalah namun tidak berhenti disitu, terhadap orang lain pun begitu. Jadi akhirnya dia membawa sebuah suasana yang tidak nyaman, dimana pun dia berada dia membawa suasana tidak enak itu.PG : Memang ujung-ujungnya dia harus menerima ketidak sempurnaan dirinya. Orang yang tidak beranugerah terhadap dirinya sendiri sebetulnya orang yang tidak menerima ketidak sempurnaannya. Itu sbabnya dia selalu menuntut diri harus lebih dan harus lebih.
Mungkin dalam percakapan dia akan berkata, "Saya banyak kelemahan, saya tidak sempurna dan sebagainya", tapi sesungguhnya di dalam hatinya dia tidak menerima itu. Saya akan fokuskan kepada itu yakni kepada orang yang tidak beranugerah terhadap dirinya sendiri, "Bisakah kamu menerima ketidak sempurnaanmu, bisakah kamu tetap menyukai dirimu dengan ketidak sempurnaan itu", ini adalah langkah awalnya. Langkah berikutnya setelah itu adalah dapatkah engkau membawa ketidaksempurnaanmu itu kepada Tuhan dan berkata, "Tuhan inilah aku, dan proseslah aku sesuai dengan kehendakMu dan caraMu." Bisakah kau serahkan kepada Tuhan, sebab orang yang tidak beranugerah pada dirinya sendiri sebetulnya tidak menyerahkan ketidak sempurnaan itu kepada Tuhan, dia serahkan kepada dirinya sendiri, dia yang harus bereskan, dia tidak serahkan kepada Tuhan. Makanya kita harus bertanya, apakah kamu rela menyerahkan ketidaksempurnaanmu itu kepada Tuhan, bukan engkau lagi yang harus benar-benar menyoroti, mencambuki diri supaya lebih sempurna tapi serahkan kepada Tuhan.PG : Ada satu contoh yang diberikan Tuhan yaitu tentang seorang yang sudah diampuni oleh Tuhan karena hutangnya yang begitu besar tapi tidak bisa mengampuni orang yang berhutang kecil kepadanya ini salah satu contoh orang yang tidak beranugerah kepada dirinya dan kepada orang lain juga.
Dia tidak beranugerah kepada orang lain, kenapa? Dalam contoh itu sebenarnya isinya adalah dia tidak menghargai pemberian Tuhan, artinya dia tidak menghargai bahwa Tuhan telah memberikan begitu besar pengampunan kepada dirinya. Jadi orang yang tidak beranugerah kepada dirinya sendiri sebetulnya orang kurang menghargai pemberian Tuhan terhadap dirinya, karena itu dia selalu menyoroti ketidak sempurnaannya, seolah-olah dia memang tidak menyalahkan Tuhan tapi intinya dia tidak mensyukuri yang Tuhan telah berikan dan dia berusaha lebih dan lebih baik lagi, sehingga dia menjadi orang yang kejam terhadap dirinya. Dan akhirnya menjadi luber sehingga berbuat kejahatan kepada orang lain pula. Jadi orang yang tidak menghargai pemberian Tuhan akan kejam kepada dirinya dan akhirnya akan kejam kepada orang lain pula.PG : Elia memang saat itu dalam keadaan sangat ketakutan dan panik, dirinya benar-benar sedang kacau karena mau dibunuh oleh Izebel. Memang dalam keadaan seperti itu kita tidak lagi bisa berpikr jernih.
Itu juga yang dialami oleh nabi Elia, lebih baik mati dari pada hidup. Dalam contoh nabi Elia, kita bisa melihat bahwa dia menuntut dirinya sangat tinggi. Dia tidak bisa lagi melihat bahwa ini pemberian Tuhan, Tuhan pakai aku melawan 850 nabi-nabi Asyera dan Baal itu berarti anugerah Tuhan, Tuhan yang bekerja. Tapi waktu di Bukit Horeb Tuhan bertanya "Apa yang kaulakukan disini," dan Elia menjawab apa? "Saya telah bekerja susah payah untuk Tuhan tapi saya menjadi begini." Apa yang dia lakukan? Dia melihat dirinya yang telah melakukan ini dan itu, tapi kenapa hasilnya akhirnya begini. Dia tidak lagi melihat dia hanyalah hamba, dia hanyalah alat dan yang melakukan adalah Tuhan. Cenderung orang yang kurang beranugerah terhadap dirinya memang kurang melihat Tuhan, bahwa Tuhanlah yang mengerjakan semuanya dan kita hanyalah alat, sehingga merasa dirilah yang harus begini dan begitu, menuntut diri agar lebih tinggi lagi dan akhirnya menuntut orang lain. Dalam pernikahan kalau kita seperti itu pasti pasangan kita akan susah, pasti anak-anak kita akan stres hidup dengan kita, kita menjadi orang yang tidak pernah puas dan menyalahkan yang lain, seolah-olah mereka bertanggung jawab terhadap ketidakbahagiaan kita. Akhirnya semua orang merasa kalau hidup dengan kita itu suatu penderitaan.PG : Seringkali karena kita melihat kita yang betul dan menganggap kamu yang harus maju kamu yang harus lebih baik lagi dan sebagainya. Sekali lagi, harus kembali ke wawasan anugerah. Tuhan menhadirkan anak-anak kita, pasangan, sebagian dari keluarga untuk membongkar kita, membongkar kelemahan-kelemahan kita supaya kita bisa membawa kepada Tuhan dan minta Tuhan memprosesnya bukan sebagai gangguan-gangguan dari manusia.
Kalau kita berani berkata seperti itu berarti kita berani melihat bahwa ini adalah sebuah proyek dalam diri saya yang harus saya selesaikan. Kita tidak lagi menyalahkan pasangan atau anak-anak kita.PG : Satu konsep anugerah sekarang ini, tidak boleh kita pikirkan sebagai sesuatu yang bersifat intelektual tapi kita harus hidup didalam semua aspek kehidupan kita yaitu jadilah orang beranugeah, jadilah orang yang rela memberi, berkorban, rela terbuka melihat yang positif, melihat potensi untuk masa depan dan yang terutama berwawasan anugerah.
Melihat bahwa kita ini dihadirkan Tuhan, kita dibawa kedalam pernikahan juga untuk menyelesaikan pekerjaan Tuhan yaitu penyelamatan umat manusia. Saya kira kalau kita menjadikan anugerah sebuah kata sifat dalam diri kita yaitu manusia yang beranugerah maka Tuhan akan memakai dan memberkati pernikahan kita menjadi alatnya untuk menjadi terang bagi bangsa.PG : Saya akan bacakan dari Matius 5:3, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." Ini bagi saya salah satu pelukisan dari beranugerah, orng yang miskin di hadapan Allah orang yang berkata, "Tuhan saya tidak punya apa-apa maka saya hanya menerima dari Engkau, semua yang aku miliki itu berasal dari Engkau maka aku hanya memberikan sebagai saluran berkat Tuhan kepada yang lain."
Kata Tuhan, "Orang yang seperti inilah yang empunya Kerajaan Sorga."Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Tatkala Tuhan Memukul". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Sebenarnya ini muncul dari keprihatinan saya melihat betapa banyaknya orang yang saat ini tidak takut Tuhan. Kalau saya perhatikan sekarang ini, rasanya semakin banyak orang tidak takut akn Tuhan, meskipun orang beribadah minggu demi minggu, tapi kalau saya perhatikan dalam kehidupan nyata sehari-hari sesungguhnya yang benar-benar memiliki rasa takut akan Tuhan, tidak banyak.
Dan makin hari makin banyak yang sebetulnya menyepelekan Tuhan. "Ya Tuhan boleh ada dan boleh tidak, Tuhan mau mengatakan sesuatu juga silakan, Tuhan melarang juga silakan. Yang penting saya melakukan apa yang ingin saya lakukan." Ini yang menjadi masalah dan makin hari makin meluas. Maka saya rasa penting untuk kita mengangkat topik ini bahwa Tuhan bukan hanya Tuhan yang merangkul kita, Tuhan adalah Tuhan yang dapat memukul kita. Maka kita harus mempunyai pengertian yang tepat dan berimbang tentang siapakah Tuhan yang kita percayai itu.PG : Ada sebagian orang yang mungkin karena latar belakangnya, mengembangkan sebuah konsep bahwa Tuhan itu seperti algojo yang siap untuk menghukum kita. Jadi seolah-olah Tuhan senantiasa menyooti semua tindakan kita, kalau kita sedikit menyimpang maka pentungan dari sorga akan turun memukul kita, dan itu juga konsep yang keliru.
Tuhan tidak seperti itu, sebab Tuhan adalah Bapa yang penuh kasih dan siap mengampuni. Namun oleh karena kasih-Nya Ia siap memukul kita agar kita bertobat dan kembali kepada-Nya. Jadi sekali lagi saya ingin tekankan tatkala kita membahas semua ini, jangan sampai kita hilang persepsi bahwa kalau pun Tuhan memukul itu keluar dari kasih-Nya. Namun kita juga mesti ingat bahwa Ia bisa memukul. Jadi kedua hal ini harus kita pahami dengan benar.PG : Ada beberapa cara yang Tuhan gunakan untuk menyadarkan anak-anak-Nya. Sekurang-kurangnya ada 4 hal yang nanti kita akan bahas. Pertama, Tuhan mengambil sesuatu dari kita, sebagai contoh seaktu Raja Salomo berdosa dan meninggalkan Tuhan maka Tuhan mengambil kerajaan dari tangannya.
Firman Tuhan di 1 Raja-Raja 11:11 berkata, "Oleh karena begitu kelakuanmu, yakni engkau tidak berpegang pada perjanjian dan segala ketetapan-Ku yang telah Kuperintahkan kepadamu, maka sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari padamu dan akan memberikannya kepada hambamu." Jadi pada umumnya Tuhan mengambil sesuatu yang berpotensi makin menjauhkan kita dari-Nya. Salomo menjadi raja yang begitu gemilang, kerajaannya menjadi begitu makmur dan jaya, dan itulah yang Tuhan ambil sebab itu yang membuat dia angkuh tidak lagi menghiraukan Tuhan. Dalam hidup kita, apa pun yang berpotensi menjauhkan kita dari Tuhan, biasanya akan Tuhan ambil, sudah tentu waktu Tuhan mengambil, itu sebuah pukulan buat kita sebab yang tadinya ada, yang tadinya merupakan milik kita, tiba-tiba sekarang tidak ada. Misalnya yang sering terjadi adalah Tuhan mengambil harta kekayaan agar kita kembali bergantung kepada-Nya, bukan kepada uang dan kemampuan kita.PG : Betul, jadi hal yang kita jadikan gantungan melebihi Tuhan, hal yang akhirnya menjauhkan kita dari Tuhan. Kita harus berhati-hati untuk tidak menyimpulkan bahwa Tuhan akan mengambil sesuat yang kita sukai.
Belum tentu itu yang akan Tuhan ambil, sebab Tuhan bukanlah seorang Bapa yang jahat, kalau anaknya suka sesuatu langsung direbut dan diambilnya, itu bukan! Karena kadang-kadang itu yang terbersit dalam benak kita makanya kita takut sekali mengakui di hadapan Tuhan bahwa misalnya kita menyukai anak-anak kita, kita menyukai suami atau istri kita, kita menyukai rumah yang kita tinggali, Tuhan sebenarnya senang memberikan semua itu kepada kita dan sudah tentu sebagai Bapa yang memberikan semua itu kepada kita, Dia akan terlebih senang kalau kita menyukainya, sama seperti kita kalau memberikan sesuatu kepada seseorang kalau orang itu menyukainya maka kita senang dan Tuhan juga demikian. Jadi jangan sampai kita keliru beranggapan, kalau Tuhan itu tidak suka melihat kita mempunyai sesuatu, Dia pasti merebut dari tangan kita, itu salah! Tapi sesuatu yang berpotensi menjauhkan kita dari-Nya membuat kita bergantung pada diri kita, kemampuan kita, harta kita, uang kita dan sebagainya dan itu yang nanti Tuhan akan ambil dari kita, tujuannya satu yaitu supaya kita kembali kepada-Nya, bergantung kembali kepada-Nya, hidup lagi di dalam-Nya, hanya itu. Jadi sekali lagi saya tekankan bahwa Tuhan memukul kita, keluar dari kasih-Nya kepada kita.PG : Betul. Jadi makanya itu yang Tuhan harus lenyapkan supaya itu tidak menjadi sandungan sehingga kita masih bisa datang kepada Tuhan. Jadi segala sesuatu yang bisa menjadi sandungan dan kitatidak lagi datang kepada Tuhan, itu yang Tuhan akan lenyapkan supaya kita bisa tetap berjalan sampai kepada-Nya.
PG : Yang lain adalah Tuhan menghalau kita dari tempat atau situasi dimana kita berada. Kalau tadi Tuhan mengambil sesuatu yang ada pada diri kita, nah sekarang Tuhan memang menghalau kita. Mislkan kita membaca di Ulangan 29:28, "TUHAN telah menyentakkan mereka dari tanah mereka dalam murka dan kepanasan amarah dan gusar-Nya yang hebat, lalu melemparkan mereka ke negeri lain, seperti yang terjadi sekarang ini."
Dengan kata lain, kadang waktu Tuhan memukul kita, Dia memaksa kita pindah agar kita jauh dari situasi yang dapat menjauhkan kita dari-Nya. Seringkali di tempat yang baru itulah kita mendapatkan lingkungan yang kembali mendekatkan kita kepada Tuhan. Dan ini sering terjadi dalam hidup kita. Misalkan gara-gara kita ini kehilangan pekerjaan kita harus pindah ke kota yang berbeda guna mendapatkan pekerjaan yang baru. Bisa jadi itu adalah tangan Tuhan yang sedang menghalau kita sebab Tuhan tahu, kalau kita terus tinggal di situ, diam dalam kondisi yang sama maka kita makin hari makin jauh dari-Nya, kita makin terpengaruh oleh lingkungan dan akhirnya Tuhan menghalau kita pergi, Tuhan memindahkan kita ke tempat yang baru dan sudah tentu kita umumnya tidak suka, kenapa kita harus meninggalkan semua ini? Kenapa kita harus dipindahkan? Hanya satu tujuannya yaitu supaya kita kembali lagi kepada Dia, supaya jalan kita kembali lurus. Pengalaman pribadi saya juga seperti itu, Pak Gunawan, waktu saya di Jakarta tahun 1995-1996 hubungan saya dengan istri saya makin hari makin memburuk karena saya sibuk, berangkat pagi pulang malam dan istri saya juga capek mengurus 3 anak yang masih kecil-kecil, akhirnya 2 orang yang terlalu letih tinggal di rumah akhirnya tidak mempunyai banyak kesabaran. Jadi sering bertengkar. Akhirnya Tuhan menghalau kami pergi, dan kami harus kembali lagi ke Amerika untuk mendapatkan bimbingan konseling selama beberapa bulan dan setelah itu kami dipulihkan Tuhan dan setelah itu Tuhan kembalikan kami ke kota Malang. Dan memang di kota Malang saya dan istri saya lebih dapat menikmati relasi yang sehat untuk kami karena tuntutan pelayanan kami juga berbeda dengan di kota Jakarta. Dengan kata lain, ini semua terjadi di luar perencanaan saya, saya sebetulnya tidak siap meninggalkan apa yang saya telah lakukan di Jakarta dan berat bagi saya untuk meninggalkan semua itu. Tapi Tuhan perlu menghalau saya, karena kalau tidak maka rumah tangga kami juga makin hancur dan saya pun makin hari makin terkuasai oleh target. Saya harus hidup jangan sampai sia-sia, saya harus menghasilkan hidup yang berguna bagi Tuhan, sehingga saya semakin hari menjadi orang yang semakin dicekam, dikuasai oleh target-target seperti itu, sama sekali tidak sehat dan di luar kehendak Tuhan maka Tuhan harus menghalau saya. Dan Tuhan menempatkan saya dimana akhirnya saya lebih banyak berdiam diri, tidak terlalu banyak waktu untuk melakukan hal-hal lain karena tuntutan tugas tidak sebanyak di Indonesia saat itu. Dan saat itulah saya harus benar-benar melihat diri dan berdiam diri dan akhirnya di saat itulah Tuhan memulihkan saya dan istri saya. Jadi kenapa Tuhan sengaja melakukan itu? Hanya satu jawabannya agar kita kembali ke jalan-Nya, kembali lagi hidup di dalam-Nya.PG : Tapi kalau kita memang meyakini bahwa saya harus terima semua ini dan semua dalam rencana Tuhan, pasti di tempat baru itu Tuhan akan berkarya, Tuhan akan melakukan sesuatu yang berbeda sebb kalau sama, kenapa Tuhan harus pindahkan.
Yang memang menjadi kesulitan kita biasanya adalah kita harus melakukan hal yang berbeda. Saya dulu sibuk di Jakarta, waktu saya kembali ke Amerika, saya menjadi tidak terlalu sibuk dan akhirnya saya menjadi kacau karena hidup saya sekarang sangat berubah, yang tadinya bermakna sekarang kurang bermakna. Namun Tuhan mau menjernihkan kembali nilai-nilai hidup saya. Makna hidup tidak ditentukan oleh berapa banyaknya aktivitas yang saya lakukan, meskipun dalam pemikiran saya apa yang saya lakukan untuk Tuhan. Jadi bekerja untuk Tuhan tidak boleh menggantikan hidup di dalam Tuhan, tetap yang terpenting adalah hidup di dalam Tuhan dan bahkan tidak boleh digantikan bekerja untuk Tuhan.PG : Yang ketiga adalah Tuhan memberikan sakit penyakit kepada kita sebagai bentuk pukulan-Nya, saya tidak mengatakan bahwa semua sakit penyakit adalah pukulan Tuhan. Dan dari awal saya mau menelaskan kepada para pendengar kita, jangan sampai kalau ada sakit penyakit, "Wah pasti sekarang Tuhan sedang memukul" itu tidak tentu.
Tapi adakalanya memang itu yang Tuhan lakukan. Sebagai contoh dalam perjalanan menuju Damaskus untuk menganiaya orang Kristen, Paulus bertemu Tuhan Yesus, sebagai tindak lanjut pertemuannya dengan Tuhan Yesus, dia mengalami kebutaan dan ini adalah sebuah sakit penyakit, dia tidak bisa lagi melihat namun di dalam kebutaannya Paulus percaya kepada Tuhan kita Yesus Kristus. Kadang kita menerima sakit penyakit dari Tuhan agar kita kembali mendengarkan suara Tuhan dan bergantung kepada-Nya. Sakit penyakit merupakan sebuah kondisi yang kadang-kadang Tuhan memang ijinkan menimpa kita agar kita kembali melihat sebenarnya apakah hidup itu, apakah sebenarnya yang penting dalam hidup ini dan kembali mendengar suara Tuhan sebab kadang-kadang kita berjalan terlalu cepat, hidup terlalu ramai sehingga tidak bisa lagi mendengar suara Tuhan. Dalam kondisi sakitlah, waktu Tuhan memukul kita itu, kita akhirnya terdiam dan dapat mendengarkan Tuhan.PG : Makanya kita mesti jelas, tadi saya sudah singgung tidak selalu bahwa segala sakit penyakit merupakan pukulan Tuhan, akibat kesalahan kita. Adakalanya sakit penyakit merupakan konsekuensi ari kehidupan yang normal dalam dunia ini, kalau kita terlalu letih kurang menjaga badan, atau kita sedang bersentuhan dengan orang yang terkena penyakit tertentu akhirnya menular kepada kita.
Jadi banyak hal yang bisa terjadi bukan karena pukulan Tuhan. Tapi adakalanya sakit penyakit adalah pukulan Tuhan. Waktu itu terjadi biasanya kita disadarkan Tuhan. Jadi kita tidak perlu bertanya-tanya lagi, saat itu kita tahu Tuhan langsung menyadarkan, bahwa "Kamu menderita penyakit ini karena......" Waktu itu yang kita dengar dari Tuhan, yang pertama reaksi kita haruslah bertobat, datang kembali kepadaNya, mengakui dosa kita dan bertobatlah, berjanjilah untuk berubah.PG : Yang berikut adalah Tuhan mengambil kendali atas hidup kita. Pada kitab Daniel 4 di Alkitab bisa kita baca kisah Raja Nebukadnezar yang direndahkan Tuhan sehingga kehilangan kewarasannya oeh karena kesombongannya, dia menganggap diri seperti Tuhan, begitu jaya tidak lagi menghargai Tuhan sama sekali.
Tuhan memberi dia ketidakwarasan, dia tidak bisa mengendalikan bahkan pikirannya apalagi mengendalikan orang lain dan kerajaannya yang begitu besar. Jadi benar-benar dia kehilangan kendali, bahkan atas hal yang sangat sederhana dalam hidupnya, yaitu mengatur dirinya sendiri. Nah kadang kita juga merasa begitu berkuasa dapat mengendalikan semua orang, dapat mengendalikan segala situasi seakan-akan semua dapat kita kerjakan tanpa batas. Disaat itulah Tuhan mengambil kendali dari hidup kita sehingga hal-hal yang paling sederhana sekalipun tidak dapat kita kerjakan, di saat itulah kita disadarkan betapa kecilnya kuasa yang kita miliki dan hal itulah yang dialami raja Nebukadnezar. Setelah dia disadarkan kemudian dia bertobat, dia mengakui betapa tidak berartinya dia.PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi memang reaksi-reaksi yang kita harus berikan tatkala dipukul justru haruslah reaksi yang dikehendaki Tuhan yang makin akan mendekatkan kita pada Tuhan.
PG : Ada tiga yang bisa saya pikirkan. Yang pertama adalah kita akan lihat dulu dari Mazmur 94:12-13, "Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kau ajari dari Taurat-Mu, untuk meneangkan dia terhadap hari-hari malapetaka, sampai digali lobang untuk orang fasik."
Jadi seharusnyalah kita bersyukur kalau Tuhan sampai memukul kita sebab kendati sakit, itu adalah untuk menyelamatkan kita dari malapetaka yang lebih besar. Itu sebabnya firman Tuhan justru menyuruh kita berbahagia atau merasa diberkati tatkala Tuhan menghajar kita atau memukul kita sebab memang hanya orang yang diberkatilah yang akan menerima pukulan Tuhan. Yang tidak diberkati akhirnya Tuhan akan diamkan, itu yang Paulus katakan di Roma 1, Tuhan akhirnya membiarkan mereka di dalam dosa mereka sehingga mereka makin berdosa, tidak ada lagi rintangan yang menghalangi mereka untuk berdosa. Kalau itu yang terjadi berarti Tuhan sudah mendiamkan kita. Jangan takut Tuhan memukul kita, takutlah kalau Tuhan mendiamkan kita, itu adalah salah satu bentuk hukuman terberat Tuhan mendiamkan kita, membiarkan kita di dalam dosa kita, itu adalah yang terberat. Jadi waktu Tuhan masih memukul kita justru bersyukurlah, katakan kepada Tuhan, "Terima kasih, saya bersyukur Tuhan masih sayang kepada saya, sehingga Tuhan masih mengingat saya dan masih memukul saya supaya saya sadar dan kembali kepada-Mu, ya Tuhan".PG : Betul sekali. Karena orang memang akhirnya hanya memfokuskan pada sakitnya, "Aduh sakit, kenapa Tuhan bisa sangat jahat, Tuhan begitu tega" dan melupakan isi ajaran yang terkandung di dala hajaran Tuhan.
Maka kita mesti jeli melihat apa yang Tuhan sedang ajarkan kepada kita lewat hajaran atau pukulan.PG : Betul. Sudah tentu kita mesti jeli melihat kedua ini. Kalau kita tahu kita hidup di dalam Tuhan dan Roh Kudus tidak memunculkan dosa dalam hidup kita yang harus kita akui dan minta pengampnan Tuhan.
Kalau tidak ada itu semua, maka kita dapat berkata bahwa ada kemungkinan ini adalah serangan-serangan dari kuasa si jahat, apalagi kalau kita sedang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Tuhan. Saya juga mau berhati-hati agar pendengar kita tidak langsung buru-buru melabelkan, "Wah kalau bukan dari Tuhan pasti semua hal-hal yang buruk kalau menimpa kita, itu pastilah dari si iblis." Belum tentu juga! Sebab sekali lagi kita hidup di dalam dunia yang tidak sempurna, adakalanya kita harus menerima kemalangan, hal-hal yang tidak berkenan dalam hidup kita. Jadi tidak selalu bahwa itu adalah serangan dari si iblis. Tapi kalau kita sedang melakukan pekerjaan Tuhan kemudian kita mengalami pukulan-pukulan seperti itu, bisa jadi itu memang itu serangan dari si iblis supaya kita bersemangat melayani Tuhan tapi kita malah makin kecewa dan tidak mau mengerjakan pekerjaan Tuhan.PG : Yang kedua adalah jangan sampai kita meremehkan pukulan Tuhan. Ada orang-orang yang sudah dipukul Tuhan sekali pun, tetap menganggap ringan, tetap meremehkan pukulan Tuhan. Firman Tuhan diIbrani 12:5 berkata, "Hai, anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan" dan bisa diartikan hajaran Tuhan, atau disiplin Tuhan.
Menganggap enteng didikan Tuhan adalah tindakan berbahaya sebab itu menunjukkan kekerasan hati kita, Tuhan tidak akan berhenti memukul sampai kita bertelut takluk dihadapan-Nya dan ingatlah tidak ada seorang pun dapat mengalahkan Tuhan. Kenapa kita mesti membusungkan dada terus melawan Tuhan, meremehkan pukulan Tuhan seakan-akan kita bisa mengalahkan Tuhan, itu adalah pikiran yang sia-sia. Jadi jangan tunggu sampai Tuhan benar-benar menghancurkan kita sampai titik terakhir, sekali dipukul sadarlah, jangan meremehkan didikan Tuhan. Sebab kita tidak mungkin bisa mengalahkan Tuhan.PG : Dan sayangnya itulah yang sering terjadi, ada orang yang memang mengeraskan hati, maka jangan sampai kita mengeraskan hati. Firman Tuhan berkali-kali berkata seperti itu, "sewaktu engkau mndengar suara-Nya janganlah engkau mengeraskan hati-Mu", selalu seperti itu.
Jadi sewaktu Tuhan memukul kita jangan defensif dengan membalas marah, tapi terima bahwa ini memang adalah pukulan Tuhan, kita diminta untuk sadar.PG : Pukulan Tuhan seyogianyalah mengingatkan kita akan sesungguhnya siapakah kita yaitu anak-anak Allah. Firman Tuhan di Ibrani 12:6 berkata, "Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dn Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak."
Dengan kata lain hanya anak yang dikasihi-Nyalah yang akan menerima pukulan Tuhan dan tujuannya adalah agar kita tetap menjadi anak-anak-Nya yang dikasihi-Nya. Jadi pukulan itu sekali lagi mengingatkan kepada kita bahwa kita masih anak dan kita adalah anak yang dikasihi-Nya. Jadi jangan kita berbalik marah dan meninggalkan Dia, tapi justru kita harus bersyukur inilah status kita di mata Tuhan.PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi dengan kesadaran ini kita diminta Tuhan untuk kembali hidup sebagai anak-anak Allah, sebagai anak-anak yang memang harus bergantung kepada-Nya dan hidup sesai dengan kehendak Bapa di sorga.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Sekali lagi Tuhan bukanlah algojo yang terus-menerus mengawasi kita dan menunggu kapan bisa memukul kita, itu sama sekali bukan. Dia adalah Bapa yang mengasihi kta dan karena kasih-Nyalah Dia akan menegakan diri memukul hidup kita supaya kita kembali kepada-Nya.
PG : Waktu dipukul kita sakit dan kita tidak suka akan pukulan itu tapi jangan sampai kita ini lupa bahwa tangan Tuhan yang memukul kita adalah tangan yang pernah disalibkan oleh karena dosa kia, berarti tangan yang memukul kita adalah tangan yang penuh kasih, pernah ditusuk, pernah dipaku untuk kita.
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tatkala Tuhan Memukul." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
81. Bahaya Narkoba | |
Narkoba sangat berbahaya bagi manusia. Sebetulnya narkoba itu merupakan zat atau obat yang seharusnya digunakan untuk maksud yang lebih "therapeutic", yang baik, tapi kemudian digunakan untuk maksud yang lain dan buruk yang akhirnya menimbulkan kecanduan. Di sini akan di paparkan jenis-jenis narkoba dan bagaimana kita bisa mengenali gejala dari pengguna narkoba, agar kita sebagai orang tua bisa memberikan penjelasan-penjelasan kepada anak kita tentang bahaya narkoba, sehingga sejak kecil mereka tahu bahwa itu adalah sesuatu yang harus mereka jauhi.
Walaupun sudah banyak artikel atau diskusi tentang bahaya narkoba tetapi ternyata pengguna narkoba khususnya di tanah air ini masih banyak. Dan narkoba ini sangat berbahaya terhadap manusia, kalau orang sudah terjerat narkoba yang pertama adalah upaya melepaskan diri merupakan upaya yang sangat berat dan tidak mudah untuk lepas. Yang kedua adalah bahayanya atau dampaknya yang merugikan baik pada si pribadi atau pada orang di sekitarnya juga sangatlah besar.
Sebelum kita membicarakan lebih jauh tentang narkoba, kita akan membahas dahulu arti dari kata NARKOBA. NARKOBA berasal dari kata NARKOTIK dan OBAT-OBAT yang biasa kita sebut dengan obat-obat terlarang. Sebetulnya narkoba itu merupakan zat atau obat yang seharusnya digunakan untuk maksud yang lebih "therapeutic" yang baik, tapi kemudian digunakan untuk maksud yang lain dan akhirnya menimbulkan kecanduan, tapi bisa juga narkoba adalah zat yang tidak digunakan untuk maksud atau tujuan medis tapi memang digunakan 100 persen hanya untuk tujuan kenikmatan yang akhirnya membawa kerugian yang besar dalam diri seseorang.
Mengenal Pelbagai Jenis Narkoba :Amsal 4:14-15, "Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat. Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, menyimpanglah dari padanya dan jalanlah terus." Jadi firman Tuhan meminta kita untuk menjauhi jalan orang fasik, menjauhi jalan orang berdosa, jangan kita mengikutinya. Sebagai orang tua kita mesti menekankan ini kepada anak-anak, kita sadarkan anak tentang bahaya narkoba, sehingga sejak kecil mereka tahu bahwa itu adalah sesuatu yang harus mereka jauhi. Waktu nanti ada orang yang menawarkan kepada mereka, mereka akan dengan tegas berkata "tidak" dan tidak itu bukanlah sesuatu yang memalukan, berkata "tidak" adalah sesuatu yang membanggakan karena kita mau berjalan di jalan Tuhan.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bahaya Narkoba". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Sangat berbahaya, Pak Gunawan, sebab kalau seseorang itu akhirnya jatuh di dalam jerat narkoba, yang pertama adalah upaya melepaskan diri itu adalah upaya yang sangat berat dan tidak mudahuntuk lepas dari itu.
Yang kedua adalah yang nanti kita juga akan lihat yaitu bahayanya atau dampaknya yang merugikan atau yang merusakkan baik pada si pribadi atau pada orang di sekitarnya itu juga sangatlah besar. Maka tidak bisa tidak kalau orang terjerat narkoba, harga yang harus dibayarnya itu sangatlah besar.PG : Betul sekali. Dan seringkali dampak ini terus berkelanjutan karena yang tadi telah saya sebutkan, upaya untuk melepaskan diri menjadi upaya yang sangat berat, yang sangat panjang. Jadi untk dia bisa benar-benar lepas, itu akan memerlukan waktu yang panjang.
Selama itu pulalah sekelilingnya dan juga dirinya harus menanggung akibat kerusakan atau kerugian yang harus dialaminya.PG : Sebetulnya kata NARKOBA kita sudah tahu adalah terdiri dari beberapa kata yaitu NAR itu berasal dari kata NARKOTIK dan OBAT-OBAT yang biasa disebut dengan obat-obat terlarang. Sebetulnya nrkoba itu merupakan zat atau obat yang seharusnya digunakan untuk maksud yang lebih 'therapeutic', yang baik, tapi kemudian digunakan untuk maksud yang lain dan akhirnya menimbulkan kecanduan tapi bisa juga narkoba adalah zat yang tidak digunakan untuk maksud atau tujuan medis tapi memang digunakan 100 persen hanya untuk tujuan kenikmatan yang akhirnya juga membawa kerugian yang besar dalam diri seseorang.
PG : Ada beberapa Pak Gunawan, yang pertama misalnya yang kita sebut dengan jenis penenang atau depresan. Banyak orang-orang yang hidup di dalam dunia yang sangat penuh dengan ketegangan, penuhdengan tuntutan akhirnya menjadi jatuh ke dalam jerat narkoba jenis penenang atau depresan.
Misalnya kita mungkin tahu ada orang-orang ternama yang pernah jatuh ke dalam jerat narkoba yaitu obat-obat jenis penenang, misalkan juga bintang-bintang film atau bahkan para politisi atau bahkan istri presiden. Mereka adalah orang-orang yang akhirnya menggunakan obat penenang untuk memberikan ketenangan pada dirinya, sebab kalau tidak maka hidupnya itu akan terlalu digoncang oleh tekanan-tekanan, makanya mereka tidak bisa menghadapi tekanan-tekanan itu. Pada awalnya mereka meminta dokter untuk memberikan kepada mereka resep obat penenang, namun akhirnya mereka kecanduan dan mereka tidak bisa terlepas dari obat-obat penenang itu sehingga akhirnya mereka menyalahgunakannya, makin hari makin banyak yang mereka telan agar mereka bisa melangsungkan hidup dan kewajiban mereka, tanpa obat-obatan itu maka mereka seakan-akan sekali lagi tidak bisa berfungsi. Memang ada jenis-jenis obat yang kita bisa dapatkan lewat resep dokter untuk menenangkan diri kita, tapi ada juga yang kita dapatkan secara ilegal yang bukan berbentuk obat medis misalnya kita masukkan alkohol ke dalam jenis penenang karena setelah kita mengonsumsi alkohol maka kita akan merasakan sedikit banyak keredaan atau ketenangan. Atau yang lainnya juga yang sering digunakan secara ilegal adalah heroin, pengguna heroin adalah biasanya orang-orang yang memerlukan pelepasan atau lari dari kenyataan yang tidak enak, yang menyakitkan, maka digunakanlah heroin sehingga dia bisa bersembunyi dalam zat yang bernama heroin itu. Yang lainnya misalnya adalah kodein, kita tahu kodein adalah jenis obat yang memang digunakan secara medis untuk tubuh kita, tapi kalau digunakan di luar pengawasan dokter maka itu menjadi suatu penyalahgunaan pula. Atau yang biasa sering dipakai pada tahun 1960 atau 1970an, kalau dulu kita ingat-ingat hippies-hippies berambut panjang, mereka menggunakan beberapa jenis obat yang memang populer pada tahun 1960-1970an yaitu seperti morfin, opium (madat), hasis atau juga yang di rokoknya seperti marijuana. Semua itu adalah jenis obat yang membuat si penggunanya lepas dari kenyataan yang tidak enak, bisa bersembunyi, bisa berkhayal di dalam pengaruh obat-obat tersebut.PG : Betul. Itu adalah jenis obat yang lain yaitu yang kita sebut perangsang atau stimulans. Jadi obat-obat ini digunakan untuk menambahkan rangsangan, semangat, kekuatan. Misalkan orang-orang ekarang seringkali dalam pesta-pesta dunia malam atau dugem-dugem dan sebagainya, stimulans ini digunakan untuk menambah semangat mereka berdansa dan biasanya juga digunakan dalam hubungan seksual, itu adalah obat-obat jenis perangsang.
Misalnya yang termasuk jenis ini adalah seperti ekstasi yang sering digunakan oleh anak-anak muda, atau yang lebih mahal karena kwalitasnya juga lebih baik adalah seperti jenis kokain. Atau jenis-jenis seperti amfetamin, metafentamin atau yang juga populer di Indonesia seperti shabu-shabu. Semua itu merupakan jenis-jenis narkoba yang meninggikan, meningkatkan, mengintenskan pengalaman yang sedang kita alami. Maka apa pun yang sedang kita lakukan, ditambah dengan pengaruh obat tersebut maka akan menjadi jauh lebih intens. Sehingga itulah yang seringkali digunakan untuk mereka berpesta ria, mereka mengonsumsi obat-obat terlarang jenis stimulans ini, maka pengalaman tersebut baik itu dalam suasana pesta atau dalam suasana hubungan seksual dan sebagainya akan menambahkan intensitasnya dan itulah yang mereka cari. Jenis obat ini juga sering digunakan oleh orang yang memang tuntutannya tinggi, hidupnya itu di jalur cepat, sangat letih, bebannya sangat berat, dia harus terus-menerus tampil di depan publik dengan kondisi prima, dia harus bisa mencetuskan atau menelurkan ide-ide dan sebagainya. Makanya mereka lari ke obat-obat jenis kokain ini agar mereka tetap bisa berfungsi, maka obat ini juga sering digunakan oleh para artis, bintang film, pemusik dan sebagainya, agar mereka tetap bisa kuat dan tampil prima. Dengan kata lain, mereka memerlukan alat bantu ini untuk mendongkrak mereka supaya bisa tetap prima.PG : Misalkan jenis morfin, kita tahu bagi penderita sakit terminal seperti sakit kanker, pada tahap akhir di mana mereka sudah tidak lagi bisa tertolong untuk jenis-jenis obat penahan sakit yag lain, kepada mereka memang harus diberikan seperti morfin agar bisa mengurangi rasa sakit itu.
Sudah tentu dari segi medis pemberian morfin itu harus diberikan dengan hati-hati, dengan pengawasan sebab mereka ketahui bahwa kalau diberikan sedikit terlalu banyak itu bukan hanya mengurangi rasa sakit, tapi itu juga bisa mematikan si pasien. Maka dari etika kedokteran, selalu ada pengawasan, ada suatu penekanan akan perlunya bertanggung jawab dalam pemberian morfin kepada para penderita yang sudah memang sangat sakit. Jadi tidak bisa diberikan secara sembarangan pula. Tetapi bagi para pecandu mereka tidak mengerti semua ini dan mereka akan pakai sesuka mereka, makanya tidak heran akhirnya ada sebagian dari mereka yang mati karena overdosis. Itu sebabnya kita masih mengingat kasus-kasus para penyanyi, para pemain band dari luar negeri yang mati karena penggunaan narkoba yang berlebihan, karena memang kalau terlalu banyak pemakaian itu bisa mematikan. Selain dari morfin yang juga bisa berdampak buruk dan bisa mematikan adalah seperti penggunaan heroin. Jadi dari semua jenis obat yang diketahui bisa sangat berpotensi mematikan orang adalah jenis heroin, memang tadi saya sudah singgung, bahayanya ini terlalu besar. Atau jenis seperti metafentamin yang masuk di dalam ekstasi atau amfetamin yang juga ada dalam shabu-shabu dan semua itu adalah obat-obat yang akan berpotensi membuat daya pikir seseorang menjadi sangat liar, sampai-sampai bukan hanya menjadi dinamis tapi menjadi liar. Misalnya yang kadang-kadang bisa terjadi, dan memang saya akui tidak semua kasus, tapi itu bisa terjadi pada beberapa orang yaitu obat-obat ini membuat mereka kehilangan rasionalitas, sehingga menjadi orang yang penuh dengan ketakutan, penuh kecurigaan karena struktur syaraf di otak itu sudah terganggu oleh obat-obat ini, sehingga mereka tidak bisa meredakan diri. Jadi seolah-olah kinerja otak mereka itu terlalu ramai, liar, sehingga tidak lagi terkendali oleh pikirannya. Ada yang memakai shabu-shabu atau ekstasi kemudian berhenti tapi efeknya tetap mereka alami, rasanya penuh ketakutan, sepertinya ada orang yang sedang menguntit mereka, ada orang yang sedang mengawasi mereka, istrinya sedang berzinah dengan orang lain, ada orang yang ingin membunuhnya, semua penuh dengan khayalan-khayalan. Memang kita tahu tidak ada lagi dasarnya, tidak ada lagi realitasnya tapi pikiran mereka dipenuhi oleh pikiran-pikiran irasional seperti itu. Itu adalah salah satu dampak penggunaan jenis-jenis stimulans, karena sekali lagi obat-obat ini memang nantinya akan merusak kinerja sel-sel di otak kita. Semua yang harusnya terkontrol, terkendali tiba-tiba kacau, benar-benar seperti korsleting karena dalam kondisi korsleting itu tidak ada lagi yang bisa mengendalikannya. Maka dia sangat ketakutan seperti ada orang yang ingin membunuh dan sebagainya, itu bisa menjadi sesuatu yang berbahaya karena dia merasa dirinya terancam, sebelum dia dibunuh maka dia akan membunuh terlebih dahulu. Jadi hal-hal seperti itu pun merupakan potensi dari penggunaan obat-obat jenis stimulans ini.PG : Itu akan masuk ke dalam jenis yang berikut yaitu tahun 1960an, sekali lagi saat itu kita masih muda dan kita mengenal jenis LSD, itu yang digunakan oleh para hippies-hippies mereka selainmengisap hasis, opium (madat), mereka juga seringkali menggunakan yang kita sebut jenis LSD memang itu masuk dalam jenis yang kita sebut psikodelik.
Psikodelik itu adalah sebuah obat yang bisa membuat kita masuk ke alam yang berbeda, merasakan sebuah atmosfir yang sepertinya adalah atmosfir yang begitu indah, yang begitu berlainan dan benar-benar sebuah dunia khayal yang memang sesuai dengan impian orang tersebut. Dan kalau memang dia itu merindukan sebuah alam yang seperti itu, keindahan dan sebagainya waktu mereka mengonsumsi obat-obat jenis psikodelik ini, itulah yang akan mereka dapatkan. Memang obat jenis ini merupakan obat dalam bentuk tumbuh-tumbuhan, dan obat ini yang dulu dipakai kelompok orang-orang Amerika-Indian di Amerika dalam upacara-upacara mereka, ritual-ritual mereka. Mereka seringkali mengisap obat-obat dari tumbuh-tumbuhan yang berjenis psikodelik ini dengan suatu tujuan. Sebab dalam ritual itu, kita menganggap bahwa mereka akan bisa masuk ke dalam alam khayali, seperti di dalam alam spiritual. Jadi mereka akan mengonsumsi psikodelik untuk membawa mereka masuk ke sebuah alam yang berbeda tersebut yaitu sebuah dunia khayali, sebuah dunia maya. Memang jenis LSD sudah tidak lagi populer seperti dulu tahun 1960 atau 1970 an, tapi LSD ini tetap ada meskipun tidak lagi digunakan secara populer dan sudah tentu obat-obat seperti ini kalau digunakan secara teratur memang akan membuat orang itu terlepas dari realitas.PG : Memang yang digunakan di kalangan orang Amerika Indian adalah sejenis tumbuh-tumbuhan, namun sudah disebarluaskan pada tahun 1960an tidak lagi dalam bentuk seperti itu, tapi sudah bentuk bbuk yang nantinya sudah bisa langsung digunakan oleh mereka sehingga tidak perlu lagi susah-susah.
Tapi memang obat ini sangat populer sekali pada tahun 1960an sebab kalau kita melihat latar belakangnya hippies adalah sebuah gerakan yang melawan kemapanan dan dunia pada saat itu, sehingga mereka seolah-olah lepas dari dunia sebab dunia ini sepertinya sudah bengkok, tidak ada lagi kejujuran semua penuh dengan kemunafikan. Mereka ingin lari dari dunia seperti itu maka masuklah mereka ke dunia yang mereka ciptakan sendiri.PG : Ada satu lagi dan ini salah satu yang berbahaya yaitu jenis pemati rasa atau anestetik. Salah satu contohnya adalah jenis PSP. Saya masih ingat saat saya masih bekerja sebagai 'social-workr', waktu kami menjalani training yang dilatih oleh seorang polisi di Los Angeles memang kami diberikan penyuluhan.
Kalau kami masuk ke sebuah rumah di mana kami ketahui bahwa itu adalah tempat untuk membuat obat jenis anestetik ini, maka kami harus berhati-hati tidak boleh masuk dan harus memanggil polisi untuk bersama-sama dengan kami sebab obat ini berbau seperti amoniak, itu sangat berbahaya. Orang yang mengonsumsinya akan benar-benar kehilangan kontak dengan realitas, kehilangan rasa, mereka benar-benar sanggup melakukan hal-hal yang di dalam dunia nyata mereka tidak mau melakukannya karena itu melanggar hati nurani mereka atau melanggar nilai moral mereka, tapi di bawah pengaruh obat jenis anestetik ini mereka kehilangan semua rasa itu, sehingga mereka bisa misalkan membunuh orang tanpa mengetahui apa yang sedang mereka lakukan. Itu sebabnya waktu kami menjadi 'social-worker', itulah yang ditekankan yaitu kami harus berhati-hati sewaktu menemukan jenis obat seperti amoniak tersebut.PG : Ini adalah tips yang ingin saya bagikan terutama kepada orang tua untuk bisa lebih peka, lebih tanggap terhadap perubahan-perubahan yang ditunjukkan oleh anak-anak kita terutama yang remaja. Waktu mereka mempunyai jadwal tidur yang berbeda di mana malam jadi siang, siang jadi malam, itu adalah salah satu tandanya, namun tidak semua seperti itu. Tapi kalau hal itu berlangsung terus mula-mula hanya sekali-sekali dan kemudian menjadi setiap hari begitu bahkan berjalan selama berminggu-minggu, kita memang harus bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, mungkin saja pengguna narkoba tapi juga mungkin tidak, mungkin saja mereka membenamkan diri di dunia maya lewat internet, ada juga yang keluar malam karena ingin hidup di dunia malam yang gemerlapan itu, tapi ada juga yang di dalam dugem itu akhirnya mereka terjerat ke dalam narkoba. Jadi kalau anak mulai menampakkan perubahan jadual tidur yang seperti itu, orang tua harus berhati-hati.
PG : Betul sekali. Memang mereka-mereka ini akan mulai memisahkan diri dari teman-temannya yang semula dan membentuk sebuah lingkup pertemanan yang baru dan biasanya adalah teman-teman yang sejnis dengan mereka, yang siang tidur malam bangun.
Sekali lagi teman-teman itu bisa saja hanyalah teman-teman lewat internet, tapi bisa juga teman-teman dunia malam dan juga bisa teman-teman narkoba. Makanya kita mesti mengawasi perubahan pergaulan anak-anak kalau mereka mulai menjauhkan diri dari teman-temannya, kita harus bertanya, "Apa yang terjadi, kenapa kamu sekarang tidak mau main dengan temanmu ini dan itu?" Kita harus tahu kenapa. Kalau mereka tidak mau memberikan penjelasan yang memuaskan, maka kita harus terus mengawasi, sebenarnya teman-teman yang seperti apa yang main dengan dia ini. Sebab bisa jadi anak kita akhirnya mulai terjerumus ke dalam dunia narkoba.PG : Makanya kalau anak-anak masih dalam usia sekolah misalkan SMP atau SMA dan mulai tidak mau sekolah, maunya tidur saja pagi sampai siang, itu adalah tanda awas buat kita. Mungkin kita perlumenyadari bahwa pada umumnya pengguna narkoba itu berawal pada anak usia belasan tahun, yaitu sekitar anak usia 13-14 tahun.
Adakalanya kita beranggapan bahwa orang baru menggunakan narkoba misalkan setelah usia 18 tahun, itu salah! Kebanyakan anak yang menggunakan narkoba itu dimulai di usia 13-14 tahun dan banyak sekali di usia mereka yang meneruskan kebiasaan itu. Belum lama ini saya membaca sebuah artikel di sebuah majalah di Amerika Serikat yang menekankan bahwa sekarang begitu banyak mantan pengguna narkoba tahun 1960an, yang sekarang usianya sudah hampir 60an namun tetap memakai narkoba sampai sekarang. Jadi benar-benar yang tadi saya sudah singgung, kenapa ini begitu berbahaya? Kenapa jeratnya begitu kuat? Karena upaya untuk melepaskan diri benar-benar suatu upaya yang berat. Saya menggaris bawahi kata upaya sebab hampir semua pengguna narkoba sesungguhnya pernah berpikir dan pernah berusaha untuk lepas, karena mereka tahu bahwa ini tidak baik, ini sebuah masalah besar bagi mereka dan keluarga mereka, tapi memang akhirnya tinggal upaya yang seringkali banyak menemui kegagalan. Itu sebabnya dalam artikel tersebut yang disoroti adalah orang-orang pemakai narkoba yang telah berusia 60an yang masih memakai narkoba mulai tahun 1960an. Jadi tetap sebuah keterikatan yang berjangka sangat panjang dan bisa berlangsung kira-kira sekitar 40-50 tahunan dalam hidup mereka.PG : Biasanya juga tentang perubahan penggunaan uang, mereka sekarang membutuhkan uang, ada saja alasannya, "Ma, minta uang," entah itu untuk keperluan sekolah dan sebagainya, tapi itu makin seing dan jumlahnya makin banyak.
Kalau itu yang terjadi kita mesti berhati-hati. Atau yang lainnya juga tanda awas yang kita harus perhatikan adalah anak-anak kita mulai meninggalkan aktifitas-aktifitas mereka yang lama, mereka dulu, misalkan biasa pergi ke gereja tapi sekarang tidak mau lagi pergi ke gereja, mereka dulu suka berolahraga tapi sekarang tidak mau lagi berolahraga. Jadi perubahan-perubahan sifat yang berlangsung secara drastis itu kita mesti awasi. Atau perubahan yang kita juga mesti perhatikan adalah prestasi akademiknya langsung merosot, tidak ada lagi niat belajar, nilai ulangannya dulu bagus-bagus dan sekarang anjlok, hal ini yang harus kita semua awasi. Atau juga perubahan fisik seperti nafsu makannya berkurang, tubuhnya sekarang bertambah kurus, makin lesu dan salah satu tanda yang seringkali ditampakkan adalah hidung yang sering mengeluarkan lendir, seperti orang flu tapi sebenarnya tidak karena tidak ada penyakitnya tapi hidungnya terus menerus berlendir. Perubahan lain lagi yang harus kita perhatikan misalnya kondisi mentalnya, emosinya menjadi labil, kemudian muncul pikiran-pikiran irasional seperti kecurigaan berlebih, mulai menanyakan ibunya atau ayahnya, "Kenapa tadi memeriksa uang saya, kenapa tadi melihat-lihat saya," atau biasanya berkata, "Orang ini melihat-lihat saya dan orang ini mau berbuat sesuatu kepada saya". Ungkapan-ungkapan seperti itu tanda awas adanya sesuatu yang tidak normal. Dan yang lain perubahan rohani, tidak ada lagi minat rohani, menjauh dari Tuhan, menyalahkan sesama orang percaya, semua ini adalah gejala-gejala tanda awas untuk kita.PG : Betul. Dan memang itu yang terjadi di dalam diri mereka sehingga kita tidak bisa melihatnya secara terbuka, namun mungkin dari perkataan-perkataan yang menyalahkan Tuhan, menyalahkan orangorang seiman, itu juga mungkin suatu tanda yang terjadi di dalam diri anak-anak kita.
PG : Sebetulnya bergantung pada jenisnya, Pak Gunawan. Misalkan untuk obat yang lebih keras seperti heroin, maka gejalanya akan terlihat lebih cepat. Kalau tidak mendapatkan obat itu tubuhnya, ifatnya, emosinya akan mulai berubah sama sekali.
Ada obat-obat yang tidak terlalu memberikan dampak yang bisa dilihat, seperti penggunaan ekstasi, misalkan waktu pesta mereka menggunakannya seminggu sekali dan mungkin hanya sekali, kita tidak bisa melihat perbedaannya, karena pengaruhnya tidak sekuat obat-obat seperti morfin, heroin atau kokain.PG : Amsal 4:14-15, "Janganlah menempuh jalan orang fasik, dan janganlah mengikuti jalan orang jahat. Jauhilah jalan itu, janganlah melaluinya, menyimpanglah dari padanya dan jalanlah terus." Jdi firman Tuhan meminta kita untuk menjauhi jalan orang fasik, menjauhi jalan orang berdosa, jangan kita mengikutinya.
Sebagai orang tua kita mesti menekankan ini kepada anak-anak, dari anak-anak sejak kecil kita sadarkan anak tentang bahaya narkoba, terus bicarakan secara pribadi kepada mereka bahayanya seperti apa sehingga sejak kecil mereka tahu bahwa itu adalah sesuatu yang harus mereka jauhi sehingga nanti waktu ada orang yang menawarkan kepada mereka, mereka akan dengan tegas berkata "tidak" dan tidak itu bukanlah sesuatu yang memalukan, berkata "tidak" adalah sesuatu yang membanggakan, karena kita mau berjalan di jalan Tuhan.GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bahaya Narkoba" dan pada kesempatan yang akan datang, kami juga akan membicarakan bagaimana menanggulanginya. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
82. Narkoba dan Keluarga | |
Tatkala narkoba menyerang seseorang, satu keluarga harus merasakan sakitnya. Kendati ada penanganan, jalan terbaik sudah tentu adalah pencegahan. Di sini dipaparkan tentang faktor penyebab penggunaan narkoba, apa yang mendukung seseorang sehingga memakai narkoba dan bagaimana untuk menangani anak yang terkena narkoba
Tatkala narkoba menyerang seseorang, satu keluarga harus merasakan sakitnya. Kendati ada penanganan, jalan terbaik sudah tentu adalah pencegahan. Berikut akan dipaparkan hal-hal tentang narkoba dan penanganannya.
Faktor Penyebab Penggunaan Narkoba :Firman Tuhan :
"Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia." Lukas 17:3,4
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Narkoba dan Keluarga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Betul sekali yang Pak Gunawan katakan, waktu narkoba menyerang satu orang dalam keluarga maka yang terkena dampaknya adalah satu keluarga itu. Jadi kita harus mencegahnya jangan sampai naroba itu memasuki keluarga kita.
Untuk bisa mencegahnya dengan baik, kita mesti menyadari beberapa faktor yang akhirnya membuat orang memakai narkoba. Ada beberapa yang akan saya paparkan dan yang pertama adalah penghargaan diri yang lemah. Jadi seorang anak yang tidak mempunyai penilaian diri yang positif, minder melihat bahwa dirinya memiliki begitu banyak kekurangan, akhirnya mempunyai kebutuhan yang besar untuk diterima teman, karena begitu besar keinginannya diterima teman maka susah sekali menolak ajakan teman. Waktu teman meminta ini dan itu, dia mau saja bahkan waktu teman mengajak untuk menggunakan narkoba. Anak kita mempunyai masalah dengan penghargaan diri terutama di usia remaja, kita mesti benar-benar mengawasi pergaulannya sebab ini penting, jangan sampai karena dia tidak diterima dalam lingkungannya maka dia masuk ke lingkungan yang buruk, yang memang mau menerima dia. Tapi kalau lingkungan itu buruk berarti mereka bukan hanya menerima dia, tapi mereka juga akan memberikan pengaruh yang buruk pula kepadanya.PG : Jadi sebenarnya, Pak Gunawan, pengguna narkoba dalam keluarga itu tidak dipisahkan dari kondisi rumah tangga itu sendiri. Misalnya ada faktor pendukung yang lain yaitu pengawasan orang tuayang lemah karena orang tua banyak masalah atau terlalu sibuk di luar sehingga tidak memberikan pengawasan yang memadai kepada anak-anaknya, akhirnya mereka luput melihat gejala penggunaannya, gagal memagari ruang gerak si anak.
Dan misalnya juga metode mendisiplin anak tidak tepat atau bahkan berlebihan. Jadi faktor-faktor seperti itu membuat si anak akhirnya lebih mudah untuk jatuh ke dalam narkoba. Kalau misalkan papanya marah maka dia akan dipukuli habis-habisan, hal seperti itu akhirnya akan menimbulkan sakit hati, kepahitan dalam hidupnya dan dia akan lari kepada teman dan lari dengan menggunakan narkoba.PG : Betul sekali, sebab kalau hubungan orang tua dengan anak tidak harmonis, maka anak tidak akan merasa susah hati kalau dia harus merugikan orang tuanya, sebaliknya dalam hubungan orang tua anak yang harmonis, si anak akan berpikir panjang melakukan hal-hal yang akan merugikan orang tuanya.
Kalau hubungannya rusak, sering terjadi kemarahan, dituntut habis-habisan, anak tidak merasa disayangi apa adanya, maka dia akan merasa, "Kenapa saya harus peduli dengan nama baik orang tua saya? Kenapa saya harus peduli dengan hati orang tua saya yang terluka? Mereka sendiri tidak peduli bagaimana rasanya hati saya terluka, mereka tidak pedulikan." Perasaan-perasaan seperti itu lebih memudahkan si anak terlibat narkoba, karena dia tahu apa pun yang terjadi pada orang tuanya, dia tidak peduli, dia tidak akan mempersoalkannya. Jadi hubungan orang tua - anak memang harus harmonis, sehingga kalau anak-anak akan melakukan hal yang salah, dia akan berpikir dua kali karena tidak mau menyakiti hari orang tuanya.PG : Betul sekali. Ada sekurang-kurangnya dua faktor dalam dirinya. Yang pertama adalah kehidupan rohani yang lemah, artinya anak ini sendiri tidak menikmati kedekatan dengan Tuhan, tidak memilki rasa takut dengan Tuhan, tidak peduli dengan kehendak Tuhan.
Kalau anak sudah tidak mempunyai rasa takut akan Tuhan, tidak peduli akan kehendak Tuhan, maka tidak ada lagi yang bisa memagarinya untuk menggunakan narkoba. Dia akan dengan leluasa memakai dan dia tidak pedulikan dampaknya baik untuk dirinya maupun juga dampaknya dengan Tuhan. Jadi itu satu hal yang kita mesti fokuskan. Dan yang kedua adalah makna hidup yang lemah. Jadi di dalam diri si anak, dia sendiri tidak begitu mempunyai tujuan yang jelas kenapa dia ada di dalam dunia ini, untuk apakah dia hidup, sehingga hidup berorientasi pada masa sekarang dan pada kenikmatan. Yang penting hari ini dan besok tidak tahu, yang penting sekarang senang, yang penting sekarang menikmati hidup. Gaya hidup seperti itu memang memperlihatkan hampanya makna hidup atau hampanya tujuan hidup. Kalau orang sudah seperti itu pasti tidak akan ada lagi penguasaan diri, tidak bisa lagi berdisiplin diri, tidak bisa lagi berkata, "Saya jangan seperti ini, sebab kalau saya seperti ini nanti tujuan hidup saya tidak bisa tercapai," dia tidak ingin mempedulikan dan yang penting adalah dia melakukan yang dia ingin lakukan, dia tidak memiliki target sehingga untuk apa dia harus pusingkan. Jadi kalau ada anak yang hidupnya seperti itu terombang-ambing, tidak punya arah, kita memang harus lebih berhati-hati.PG : Bisa jadi, Pak Gunawan. Ada anak-anak yang akhirnya mengembangkan konsep bahwa, "Ya sudahlah saya sudah kotor, saya sudah tidak layak lagi datang kepada Tuhan, saya sudah tenggelam dalam lmpur dosa, Tuhan pun tidak peduli".
Sudah tentu ini pemikiran yang salah, pemikiran yang dibisiki oleh si iblis supaya kita tidak datang kepada Tuhan, tapi kita justru menghindar dari Tuhan. Justru si anak harus percaya bahwa Tuhan ingin dia kembali, Tuhan justru tidak jijik kepadanya. Justru Tuhan mau mendengar suaranya, Tuhan mau mendengarkan doanya meskipun hidupnya terikat oleh narkoba. Datang dulu kepada Tuhan, berdamai dengan Tuhan dan setelah itu minta pertolongan Tuhan.PG : Pada umumnya, ya.
PG : Ada beberapa faktornya Pak Gunawan, misalnya faktor penyebab dan pendukung, si pengguna narkoba itu masih tinggal di rumah tangga yang masih berantakan, hubungan orang tua dan anak masih bgitu buruk, penghargaan dirinya masih sangat lemah, makna hidupnya itu tidak ada, dan kalau semua itu masih ada maka akan susah sekali menghentikannya.
Hari ini berjanji sudah tidak lagi menggunakan narkoba, namun besoknya dia merasa anjlok lagi, tidak ada tujuan hidup lagi maka dia akan kembali lagi ke sana. Hari ini berjanji tidak akan lagi ke sana, tapi besok hidup itu kosong lagi, mereka ini memfokuskan pada yang sekarang dan tidak lagi memikirkan yang masa depan, "Nanti terserah, dan sekarang yang penting adalah menikmati hidup" dan akhirnya dia balik lagi ke pola semula yang seperti itu. Yang lain, Pak Gunawan, ada orang-orang yang memakai narkoba, sehingga dia sudah mengembangkan ketergantungan fisik, sehingga tubuhnya begitu membutuhkan narkoba untuk dia bisa berfungsi, kalau tidak memakai narkoba maka tubuhnya itu benar-benar akan terganggu istilahnya adalah sakau, sakit tidak nyaman, menderita gara-gara tubuh tidak mendapatkan narkoba itu sendiri. Meskipun dia sudah bertekad untuk tidak memakai kembali, tapi tubuhnya itu akan mengerang kesakitan dan untuk mengurangi rasa sakit itu dia harus mengonsumsi narkoba lagi. Yang lain juga yang membuat dia susah untuk berhenti adalah ketergantungan mentalnya. Jadi otak sudah terprogram untuk terus membutuhkan narkoba kendati tubuh tidak lagi membutuhkannya setelah beberapa hari melewati proses intoksifikasi, tubuh dibersihkan dari narkoba, memang tubuh sudah tidak lagi membutuhkan narkoba tapi otak masih membutuhkan sehingga otak terus berkata kepada kita, "Kamu perlu, kamu tidak bisa hidup tanpa narkoba" akhirnya bergantung lagi. Yang lain adalah stigma masyarakat yaitu banyak orang yang menolak, merendahkan dan tidak mau merangkul mantan pengguna narkoba, mereka dianggap sebagai sampah. Dalam kesendirian sebagai sampah maka dia akan mencari sesama sampah, yang dianggap sampah oleh masyarakat itu. Dan yang terakhir yang saya bisa pikirkan adalah kurang tersedianya fasilitas tempat rehabilitasi narkoba yang memadai, sehingga banyak problem narkoba berkelanjutan tidak bisa diselesaikan.PG : Memang yang paling berat adalah ketergantungan mental, jadi otak kita itu sudah terprogram bahwa, "Kita harus hidup bergantung pada narkoba dan kalau tidak ada narkoba maka kita tidak bisahidup."
Begitu terprogram dan terpola dalam hidup kita, maka akan susah menghilangkannya. Saya masih ingat kesaksian dari seseorang yang pernah memakai narkoba dengan waktu yang lama, dia menceritakan waktu dia baru lepas dari Panti Rehabilitasi dan pulang diantar oleh ibunya naik bus, kemudian dia melewati gang atau daerah dimana dia biasa membeli narkoba, padahalnya tubuhnya itu sudah lepas sudah tidak butuh lagi, dia sudah melewati proses detoksifikasi dan sebagainya, begitu dia melihat gang tersebut, dia langsung melompat dan turun dari bus, dia lari dan masuk ke sana untuk mendapatkan lagi narkoba. Sampai seperti itu dan memang inilah pengalaman yang diceritakan kepada saya oleh para pengguna atau mantan pengguna narkoba bahwa kebutuhan mental itu begitu besar. Jadi mau apa-apa dia larinya ke sana, kalau dia susah sedikit, dia inginnya lari ke sana, kalau merasa hidup ini tidak berarti dia inginnya lari ke sana, ada tekanan hidup yang besar, inginnya lari ke sana, hidup ini tidak ada artinya kosong, tidak ada kegiatan maka inginnya lari ke sana. Jadi apa pun kesusahan atau gangguan, inginnya lari ke sana, sebab dia sudah meyakinkan diri tidak bisa hidup tanpa narkoba.PG : Masalahnya kita manusia ini mempunyai memori, karena kita mempunyai memori maka kita mengingat dan memori inilah yang terus menerus memanggil untuk kembali memakai, karena memori kita itu kan mengingatkan kita, "Ingat tidak waktu memakai ini, ingat tidak pengalamannya waktu memakai ini, ingat tidak perasaan kamu waktu sedang memakai."
Itu adalah panggilan yang begitu kuat untuk kembali mencicipi, untuk bisa lagi menikmati sesuatu yang dia harus lepaskan. Jadi panggilan itu yang memang kuat sekali. Namun yang sudah pasti adalah makin dia menolak untuk mengikuti panggilan itu maka makin panggilan itu melemah, sebaliknya makin dia turuti panggilan untuk memakai kembali narkoba, maka makin panggilan itu menguat dalam dirinya. Jadi memang dia harus melawan sampai ke titik dimana meskipun memori masih ada sehingga memori itu masih tetap mengingatkan dan memanggilnya untuk menggunakan narkoba kembali, tapi karena kekuatannya itu sudah melemah maka dia lebih bisa melawannya. Tapi sekali lagi Pak Gunawan, ini adalah sesuatu yang harus dihadapinya seumur hidup, maka pengguna narkoba tidak akan bisa berkata bahwa saya telah sembuh total. Mereka selalu mengatakan, "Saya adalah seorang pemakai dalam tahap penyembuhan, saya adalah seorang pengguna narkoba dalam tahap penyembuhan," itulah istilah yang digunakan karena ingin disadarkan bahwa ada waktu dia lemah, dia bisa langsung memakai lagi, ada waktu dimana dia tidak bisa menguasai diri dia bisa jatuh lagi dan kalau dia sudah jatuh lagi, untuk keluar dari jerat itu bukanlah hal yang gampang. Jadi dia harus selalu mengingatkan diri bahwa dia itu tetap mempunyai masalah dengan narkoba, sampai kapan pun dia tidak boleh berkata saya sudah bebas dari narkoba.PG : Sudah tentu Pak Gunawan, terbaik adalah pencegahan, jadi kita sebagai keluarga dan terutama sebagai orang tua kita harus memperhatikan faktor-faktor penyebab yang telah dibahas tadi. Misalan pengawasan terhadap anak, kita harus tahu siapakah teman anak-anak kita, kita juga harus tahu kondisi mental anak-anak kita, apakah anak-anak kita mempunyai mental penghargaan diri yang baik atau penghargaan dirinya lemah, apakah anak-anak kita adalah anak yang mudah sekali tersedot oleh teman-temannya, apakah anak-anak kita anak yang tidak bisa memilih teman sehingga mau saja berteman dengan siapa pun termasuk teman-teman bermasalah.
Kita juga mesti melihat apakah hubungan kita dengan mereka baik, apakah ada komunikasi yang terbuka, kejujuran, apakah mereka percaya kepada kita untuk membagikan masalah mereka, kita juga mesti melihat hubungan kita satu sama lain, suami istri apakah harmonis ataukah kebalikannya penuh ketegangan sehingga anak tidak mendapati rumah sebagai tempat berteduh. Kita juga mesti menyadari bahwa kalau anak tidak mempunyai tujuan hidup, tidak ada arahnya, mereka lebih banyak mengalami kegagalan, anak ini adalah anak yang frustrasi dan anak yang frustrasi mudah jatuh ke pengguna narkoba pula. Jadi sebagai orang tua kita mesti melihat faktor pencegah, faktor-faktor penyebab dan pendukung dari pengguna narkoba, sehingga kita bisa mencegah sebelum masalah ini muncul dalam keluarga kita.PG : Betul sekali. Tadi kita sudah bahas bahwa anak yang tidak mempunyai hubungan dekat dengan Tuhan, tidak akrab dengan Tuhan maka dia tidak akan peduli bahwa Tuhan itu setuju atau tidak, dia idak memusingkan apa yang menjadi kehendak Tuhan, dia akan melakukan apa saja.
Maka kita harus perhatikan kehidupan rohani anak kita, sudah tentu kita harus menjadi panutan, contoh rohani bagi anak-anak bahwa kita di dalam bertindak ingin mengindahkan kehendak Tuhan, tidak hanya melakukan apa yang kita anggap baik.PG : Kedua adalah kita harus melakukan pengamanan kalau anak kita sudah terlibat dan jatuh ke dalam narkoba. Misalkan kita harus mengamankan harta benda dari jangkauannya, karena mereka akan buuh uang untuk membeli narkoba.
Maka kita harus menjaga barang yang bisa kita amankan, misalkan saja uang maka kita harus benar-benar menyimpan uang itu sehingga tidak bisa dijangkau olehnya. Barang-barang pun juga harus kita lihat karena pada awalnya barang mulai hilang, uang mulai hilang, kalau ditanya selalu jawabnya "Tidak tahu", tetapi tidak ada orang lain di sana selain dari anak kita. Jadi kita harus amankan, bukannya kita sayang harta tapi kita sayang nyawa dia, kita sayang hidup dia karena dengan dia mempunyai uang maka dia akan menjerumuskan diri masuk dalam ikatan narkoba. Kemudian kita juga harus mengamankan si pengguna dari teman atau lingkungannya. Jadi kita memang mesti tegas melarang dia bergaul dengan teman-temannya yang kita tahu menggunakan narkoba. Selama kita tahu dia masih kontak dengan mereka maka dia akan tetap terus pakai, walaupun dia berkata, "Tidak, saya tidak akan terpengaruh. Saya bisa berkata 'tidak' dan sebagainya," tidak bisa! Dia akan mudah sekali tersedot, maka kita mesti mengamankan dia dari teman-teman atau lingkungannya yang tidak baik itu, kalau perlu kita pindahkan ke tempat lain. Ada seorang pengguna narkoba yang terus berkecimpung dalam narkoba meskipun dia ingin berhenti tapi dia tidak bisa karena lingkungannya masih sama, maka akhirnya dia dipindahkan ke kota lain. Setelah dipindahkan kemudian dia berkesempatan lepas dan bisa bertobat sepenuhnya. Kalau dulu ingin bertobat namun kembali lagi karena temannya selalu menunggu, dengan dia dipindahkan jauh dari rumah ke kota yang berbeda dan tidak ada lagi kontak dengan teman-temannya, secara otomatis keinginannya itu makin hari makin berkurang pula. Dan yang ketiga pengamanan, kita juga harus mengamankan keluarga dari kerusakan psikologis yang lebih parah. Maksudnya seperti ini, anak yang bermasalah dengan narkoba akan menimbulkan rasa sakit seperti kekacauan, kebingungan, kemarahan dalam keluarga sendiri, sehingga relasi anak dengan orang tua dan dengan anggota keluarga lainnya cenderung lebih bermasalah lagi, tambah kacau semuanya. Nah, kita harus melindungi keluarga kita bukan dengan cara menyalahkan si anak ini saja, memang anak ini adalah bagian dari keluarga kita tapi kita mau melindungi mereka dengan cara, "mari kita carikan bantuan" kita datangi seorang konselor atau rohaniwan, kita bereskan masalah kita supaya masing-masing kita tahu bagaimana mengatasi anak yang bermasalah ini sehingga tidak menjadi korban selanjutnya, karena dalam banyak kasus, Pak Gunawan, si pengguna narkoba ini nanti bisa menyiksa atau menyakiti hati adik-adiknya atau kakaknya dengan cara mengancamnya, menakut-nakuti, mengintimidasi. Jadi kita juga mesti melindungi mereka dari ancaman-ancaman yang dilakukan oleh si pengguna narkoba itu.PG : Apalagi kalau kita tahu anak kita adalah anak yang tidak bisa memakai uang dengan bijaksana, kita jangan sampai malah menjerumuskan dia.
PG : Nantinya konselor dalam konseling keluarga harus membahas misalnya hal-hal yang mestinya mereka lakukan bersama-sama untuk melindungi satu sama lain dari si pengguna narkoba. Misalkan kala si pengguna narkoba itu ingin mengancam dan sebagainya maka satu keluarga harus bersatu, harus bisa melindungi anak tersebut.
Jangan tiba-tiba lepas atau cuci tangan tidak mau tahu, makin kita terbelah-belah maka akan semakin repot. Jadi kita harus mau menolong dia, tapi sekaligus juga mesti melindungi jangan sampai dia menimbulkan kerusakan yang lebih besar lagi dalam keluarga, kita mesti merangkulnya tapi sekaligus juga membatasi ruang geraknya.PG : Kita memang harus memulai perawatan artinya misalkan kita sebagai orang tua harus sehati dan berkomitmen dalam proses perawatan anak dan bersedia terlibat dan mendukung, bukan saja dari sei keuangan tapi juga dari segi psikologis dan spiritual.
Jadi kita berkomitmen mau menjalani proses ini, jangan di tengah jalan kita berhenti dan tidak mau lagi. Memang kadang-kadang ini menyakitkan dan kadang-kadang ini juga mencederai ego kita. Dalam konseling kita harus melihat masalah-masalah atau kegagalan-kegagalan kita, memang tidak enak tapi mari kita jalani bersama. Sebab sekali lagi saya mau tekankan seringkali masalah narkoba anak itu terkait dengan masalah kita sebagai suami istri. Kita pun harus bercermin diri waktu anak kita menggunakan narkoba dan kita terbuka, kita mau mengakui kesalahan, kita tidak menyalahkan dia sebagai sumber masalah keluarga tapi kita sebagai orang tua juga mengakui bahwa kita berandil besar dalam masalah keluarga ini termasuk masalah narkobanya. Si anak akan melihat hal yang indah dan dia akan juga tergerak untuk membereskannya tapi kalau kita defensif membenarkan diri, maka dia makin marah dan dia akan berkata, "Masa bodoh dengan Papa Mama, mereka tidak mau tahu apa kesalahannya dan bisanya hanya menyalahkan anak saja, ya sudah buat apa diteruskan." Jadi kita harus menunjukkan kesediaan kita untuk berubah.PG : Maka di sini kita sebagai orang tua kita berperan untuk bisa membalut luka-luka anak-anak kita yang lain. Tadi saya sudah singgung kita harus mengakui andil kita sebagai orang tua, jangan anya mengisolasi masalah pada diri si anak yang terkena narkoba, seolah-olah dialah penyebab semua masalah.
Kepada anak-anak yang lain kita mengakui kalau kita berandil sebab mungkin saja anak-anak yang lain pun menyimpan luka, menyimpan kepahitan terhadap kita, kita mesti akui kalau perlu kita meminta maaf kepada mereka, setelah itu kita mencoba untuk melindungi, memberikan penghiburan kepadanya sewaktu mereka malu karena di sekolah semua anak-anak membicarakan tentang kakaknya atau di luar, seperti di gereja semua orang membicarakan hal-hal seperti itu. Jadi orang tua mesti berperan menghimpun anak-anaknya yang tertekan itu sehingga si anak tahu, "Memang benar kita harus menghadapi bersama, yang penting adalah kita dan Tuhan, bukan penilaian manusia yang penting, tapi penilaian Tuhan."PG : Jadi pada akhirnya, Pak Gunawan, kita harus membereskan penyebab munculnya masalah ini. Misalkan sekolah si anak tentang prestasi akademinya, dia tidak sanggup karena tuntutan-tuntutan yan berlebihan kepadanya, masalah kita sebagai suami istri, masalah kerohanian dan yang lainnya yang menjadi pokok masalah kita harus lihat dan kita harus akui, jangan lagi limpahkan kesalahan kepada yang lain, tapi kita lihat akarnya dan kita sembuhkan, itu awalnya Pak Gunawan.
Kalau anak kembali pulang ke rumah dan melihat rumahnya berbeda, orang tuanya berbeda, relasi orang tua dengan anak pun berbeda maka dia lebih berkesempatan untuk sembuh.PG : Belum, sebab setelah dia selesai, pulang ke rumah, kita sekali lagi harus membuka pintu menerimanya, kita harus bersikap seperti perumpamaan anak yang hilang, waktu si anak pulang, si bapa telah menunggu dan merangkulnya.
Kita pun juga harus seperti itu memberinya kesempatan untuk memulai kembali dan menerima dia apa adanya. Dan kita harus menolongnya untuk mengintegrasikan diri ke dalam lingkungan, jangan sampai dia nanti terus dicap oleh orang sebagai orang yang bermasalah. Kita justru mau menolong dia agar dia kembali ke jalur yang benar dalam hidup ini.PG : Betul. Misalkan ke sekolah yang baru atau pindah ke wilayah yang baru, kita benar-benar harus berani berkorban supaya anak ini berkesempatan untuk memulai hidup yang baru.
PG : Di Lukas 17:3,4 firman Tuhan berkata, "Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau ujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia."
Jadi ini yang Tuhan minta dari kita, anak kita telah jatuh maka kita tegor yang penting dia bertobat kemudian terima dia kembali, ampuni dan kita memulai lembaran yang baru. Sikap seperti inilah yang bisa untuk merestorasi seorang anak yang telah jatuh ke dalam narkoba.PG : Ada dan sudah pasti ada.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Narkoba dan Keluarga". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
)83. Hidup Bergoncang I | |
Apakah yang dicari kebanyakan manusia? Mungkin sebagian orang akan berkata, "harta." Namun sesungguhnya sebagian besar orang akan berkata, "damai sejahtera" sebagai hal terutama yang mereka cari. Pada umumnya kita mengaitkan damai sejahtera sebagai suatu kondisi di mana tidak ada masalah yang menimbulkan derita. Sayangnya hidup tidak pernah bebas dari masalah yang menimbulkan derita. Jika demikian bagaimanakah caranya agar kita dapat hidup damai sejahtera melewati lembah musibah yang menimpa?
Apakah yang dicari kebanyakan manusia? Mungkin sebagian orang akan berkata, "harta." Namun sesungguhnya sebagian besar orang akan berkata, "damai sejahtera" sebagai hal terutama yang mereka cari. Pada umumnya kita mengaitkan damai sejahtera sebagai suatu kondisi di mana tidak ada masalah yang menimbulkan derita. Sayangnya hidup tidak pernah bebas dari masalah yang menimbulkan derita. Jika demikian bagaimanakah caranya agar kita dapat hidup damai sejahtera melewati lembah musibah yang menimpa?
Firman Tuhan mengajarkan, "Jika bukan TUHAN yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi. Ketika aku berpikir, 'Kakiku goyang,' maka kasih setia-Mu, ya Tuhan, menyokong aku. Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." (Mazmur 94:17-19)
Berdasarkan Firman Tuhan ini kita dapat melihat tiga jenis kondisi yang kita kerap lalui tatkala masalah datang:Sungguhpun demikian, Firman Tuhan mengingatkan, "Ketika aku berpikir, 'Kakiku goyang,' maka kasih setia Tuhan menyokong aku." Benar, pada saat kita goyah kita harus mengingat kasih setia Tuhan. Jangan sampai kita meragukan kasih setia-Nya; ingatlah perbuatan-Nya di masa lampau di mana Ia dengan kasih dan setia menolong dan memberkati kita. Sewaktu kita tergoda menggunakan cara yang tidak diperkenankan-Nya, ingatlah kasih setia-Nya. Jangan tinggalkan Tuhan dan Penyelamat kita, Yesus Kristus.
Nasihat Firman Tuhan
Firman Tuhan menegaskan, "Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Penghiburan Tuhan berasal dari Firman-Nya. Jadi, bacalah Firman-Nya dan jangan tinggalkan persekutuan dengan sesama orang percaya. Lewat pujian dan Firman kita akan memperoleh penghiburan Tuhan. Tidak jarang Tuhan pun menghibur hati lewat orang lain; akan ada hal kecil yang dilakukan orang yang membuat kita terhibur. Kita pun terhibur tatkala kita memutuskan untuk berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Kita tidak lagi meratapi hidup dan memertanyakan kemungkinan yang ada; kita percaya bahwa Tuhan mengatur segalanya dengan sempurna. Iman yang berserah akan menerima penghiburan dari Tuhan.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Hidup Bergoncang". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pak Gunawan, saya sudah bertemu dengan sejumlah orang kaya dan ternyata mereka-mereka ini setelah mendapat kekayaan, tetap mencari sesuatu yang lain dan kalau disimpulkan apa yang mereka cri sesungguhnya mereka mencari damai sejahtera.
Jadi kebanyakan orang setelah mendapatkan apa yang mereka pikir dapat memberi mereka kebahagiaan yaitu kekayaan, ternyata tetap masih ada yang terhilang di dalam hidupnya dan sewaktu ditelusuri akhirnya terlihat jelas bahwa mereka merindukan damai sejahtera dalam hidup mereka.PG : Sudah tentu memang pada dasarnya kita menginginkan sebuah kecukupan. Karena itu adalah sebuah kebutuhan mendasar yaitu kita ingin mempunyai cukup sandang, pangan dan papan. Namun pada umumya setelah kita memiliki semua itu yang terakhir yang kita akan butuhkan adalah damai sejahtera.
Jadi kalau kita berkata, "Mungkin saja ada orang yang mencari kedudukan atau harta" itu mungkin saja terjadi dan mereka akan berusaha untuk mengejarnya dan berusaha mendapatkannya. Tapi pertanyaannya adalah apakah itu merupakan pencarian mereka yang terakhir atau yang terminal? Ternyata tidak! Setelah mereka mendapatkan itu, mereka masih mau mencari sesuatu yang lain dan yang mereka mau cari adalah damai sejahtera. Saya sering bertemu dengan orang yang diberkati dengan kekayaan tapi hidup di dalam kesendirian, hidup di dalam derita, karena tidak memiliki damai sejahtera, mungkin hubungannya dengan pasangan tidak baik, hubungan dengan anak-anak tidak baik. Jadi akhirnya semua yang mereka miliki itu tidak lagi memberi makna apa pun kepada mereka. Dari sini kita bisa melihat, Pak Gunawan, yaitu keadilan Tuhan bahwa damai sejahtera tidak bisa dibeli oleh kekayaan kita. Damai sejahtera, kita terima dari Tuhan yang adalah sumber damai sejahtera. Tuhan itu adil, Tuhan memberikan damai sejahtera ini kepada semua dan tidak terbatas pada golongan tertentu. Jadi tidak harus kita menjadi kaya, kita tidak harus berpendidikan tinggi, kita tidak harus berkedudukan baik kemudian baru kita merasakan damai sejahtera. Tidak harus seperti itu! Orang yang paling bawah pun mempunyai kesempatan yang sama untuk mencicipi damai sejahtera dan inilah keadilan Tuhan bagi kita umat manusia.PG : Ini yang harus kita fokuskan, Pak Gunawan, kita harus bahas dengan saksama apakah yang dimaksud dengan damai sejahtera. Kebanyakan kita berpikir bahwa damai sejahtera adalah ketidakadaan poblem, ketidakadaan masalah dalam hidup kita, jadi selama hidup kita itu tidak ada masalah maka kita akan memperoleh damai sejahtera.
Persoalannya ialah, ini merupakan kehidupan yang nyata, di dalam kehidupannya yang nyata kita harus berhadapan dengan masalah, akan ada hal-hal yang terjadi di luar dugaan kita dan di luar keinginan kita. Dengan kata lain, pada waktu-waktu tertentu dalam hidup kita memang kita harus berpapasan dengan masalah, ada yang kecil dan ada yang besar. Contoh yang sering terjadi pada masa ini adalah sakit penyakit, ada berapa banyak orang yang sedang menikmati kehidupan yang produktif di usia yang relatif muda, namun kadang-kadang mendengar kabar bahwa mereka menderita penyakit tertentu yang berbahaya, siapa yang mengharapkan hal seperti ini? Bukankah ini sesuatu yang tidak diduga. Misalkan ada orang yang ingin mengecek kesehatannya secara rutin tahun demi tahun, tidak mengharapkan diagnosis apa-apa yang menakutkan namun tiba-tiba kita mendapatkan diagnosis yang menakutkan itu. Dengan kata lain, itulah kenyataan hidup. Kalau kita beranggapan bahwa kita hanya bisa memiliki damai sejahtera kalau kita ini bebas sepenuhnya, steril dari semua jenis masalah atau musibah maka kita tidak akan mendapatkan damai sejahtera itu, karena hidup memang tidak akan bisa lepas dari semua itu. Maka kita harus meraih definisi damai sejahtera itu. Ini yang akan kita angkat.PG : Saya kira memang tidak bisa kita sangkal bahwa hati kita itu akan jauh lebih tenang kalau tidak ada masalah, itu adalah kenyataan hidup. Bukankah kalau semuanya baik, anak-anak baik, suamibaik, istri baik kita mendapatkan kecukupan hidup maka kita memang bisa memiliki damai sejahtera.
Tapi itu adalah damai sejahtera yang semu dan itu adalah damai sejahtera yang sangat-sangat ditentukan oleh faktor-faktor eksternal. Yang kita ingin lihat adalah sebuah damai sejahtera yang berasal dari dalam dan Tuhan Yesus berkata bahwa, "Damai sejahtera Kuberikan kepadamu, bukan seperti yang diberikan oleh dunia ini". Jadi Tuhan sudah menyatakan bahwa ini lain dari yang dunia berikan, sebab yang diberikan oleh dunia adalah damai sejahtera yang dangkal, yang rapuh, damai sejahtera yang ditentukan oleh faktor-faktor eksternal itu. Tuhan memberikan kepada kita damai sejahtera yang tidak bergantung pada faktor-faktor eksternal, tidak bergantung pada situasi kehidupan, pada kecukupan-kecukupan yang kita alami atau kesehatan-kesehatan yang kita nikmati. Tidak seperti itu! Tuhan memberikan kita damai sejahtera yang bergantung kepada Dia dan tidak lagi kepada hal-hal yang lain, tidak pada benda, tidak pada kondisi atau situasi tapi bergantung hanya kepada Dia. Waktu kita bisa bersandar sepenuhnya kepada Dia, percaya sepenuhnya kepada Dia, maka di saat itulah kita akan memiliki damai sejahtera yang keluar dari dalam diri kita, sebab kita tahu bahwa tatkala kita menerima Juru Selamat kita Tuhan Yesus, maka Dia akan masuk dan hidup di dalam diri kita, di dalam hati kita. Maka damai sejahtera itu bukan lagi harus diimport dari luar, harus bergantung pada faktor-faktor eksternal, tapi sekarang berasal dari dalam diri kita, karena memang keluar dari kehadiran Tuhan di dalam diri kita ini.PG : Waktu masalah harus datang mengunjungi kehidupan kita maka kita harus bersiaga dan harus bisa menghadapinya dengan langkah-langkah yang tepat. Saya akan mengangkat firman Tuhan dari Mazmur94:17-19 sebagai panduan kita sewaktu masalah mengunjungi hidup kita, firman Tuhan berkata, "Jika bukan TUHAN yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi.
Ketika aku berpikir: "Kakiku goyang," maka kasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku. Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Dari firman Tuhan ini, kita nanti akan petik 3 prinsip yang bisa kita gunakan untuk menolong kita dalam menghadapi masalah berdasarkan damai sejahtera yang kita terima dari kehadiran Tuhan.PG : Yang pertama adalah saya akan coba mulai dari problemnya dulu kemudian barulah nanti pada jawabannya. Tatkala musibah datang, pada umumnya kita merasakan kesendirian yang dalam, kendati ad begitu banyak orang di sekitar kita namun kita tetap merasa sunyi sepi dan ini membuat kita bertanya-tanya, "Kenapa kalau saya sedang dalam derita, menghadapi masalah yang besar kita merasa sunyi sepi."
Jawabannya adalah ini, derita cenderung memisahkan kita dari orang di sekitar, derita membuat kita merasa bahwa pada dasarnya kita harus menghadapi masalah itu seorang diri, meskipun kita tahu kalau kita tidak sendirian dan bahwa orang mendoakan dan bersama dengan kita, namun kita tetap harus menghadapi apa pun masalah itu sendiri. Masalah itu tetap masalah kita dan derita itu tetap adalah derita kita. Jadi tidak bisa kita delegasikan kepada orang lain, tapi kita harus tetap memandangnya kendati perasaan kita terpengaruh oleh masalah itu yang membuat kita sengsara atau sedih dan tetap harus kita rasakan, kita tidak bisa mengeluarkan dan kemudian kita limpahkan kepada orang lain. Itu sebabnya kita akhirnya merasa sendiri sebab memang derita itu seperti tembok yang mengelilingi kita dan membuat kita terpisah dari orang-orang di sekitar kita.PG : Saya kira jelas bahwa kita akan bertambah kesepiannya, jikalau lingkungan kita atau teman-teman kita menjauh dari kita. Ada beberapa alasan kenapa orang itu menjauh tatkala kita ini sedangmenderita.
Memang ada orang yang masih percaya takhayul, misalkan Pak Gunawan juga tahu seperti ini ada orang yang berkata, "Jikalau kita sedang berkabung karena kematian kemudian kita dilarang untuk mengunjungi rumah orang lain, sebab nanti orang akan takut untuk menerima kedatangan kita karena bagi mereka kedatangan kita itu sama dengan membawa sial atau nasib buruk kepada mereka." Ini adalah pandangan takhayul yang sama sekali tidak benar, sebab yang menentukan hidup bukanlah manusia dan yang menentukan hidup adalah Tuhan. Masing-masing kita sudah mempunyai porsi yang Tuhan berikan untuk kita, jadi tidak ada yang bisa menghalangi rencana Tuhan tapi sekaligus juga tidak ada yang bisa mempercepat rencana Tuhan. Kalau suatu hari kelak kita harus mengalami suatu masalah maka tidak ada satu manusia pun yang dapat mempercepat datangnya masalah itu, tapi juga tidak ada satu manusia pun yang bisa menghalangi datangnya masalah dalam hidup kita. Jadi hidup ini ditentukan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia. Pikiran-pikiran takhayul seperti ini harus kita buang. Namun karena masih ada orang yang beranggapan seperti itu, maka tidak bisa tidak orang yang menderita akan merasakan kesepian yang lebih dalam. Atau ada juga orang yang berpandangan bahwa kalau dekat-dekat dengan orang yang sedang kesusahan ujung-ujungnya saya yang harus repot, saya yang nanti harus dimintai tolong dan tidak semua orang bersedia untuk direpotkan sehingga orang tidak mau mendengarkan derita kita, dan akhirnya mereka juga tidak mau dekat-dekat dengan kita. Atau ada orang yang sedang dalam pergumulan tertentu sehingga mereka itu sungguh-sungguh tidak punya kemampuan untuk menambah beban mereka dengan mendengarkan beban kita. Itu sebabnya mereka menjadi lebih sedikit egois dari pada biasanya karena memang menyadari tidak bisa menambahkan beban dalam hidup mereka. Namun ada juga orang yang sebenarnya ingin menolong, ingin berbagi derita dengan kita, tapi tidak tahu cara untuk melakukannya, dari pada takut salah dan membuat derita kita bertambah akhirnya mereka memutuskan untuk menjauh sementara. Jadi ada beberapa alasan kenapa ada orang-orang yang akhirnya tidak mau menjangkau kita, tidak memberikan dukungan kepada kita tatkala kita sedang mengalami derita.PG : Betul. Kadang-kadang faktor manusianya atau orang-orang itu sendiri yang akhirnya membuat relasi kita dengan mereka makin terpaut dan kita ditinggal sendirian di dalam derita kita.
PG : Pertama memang kita harus datang kepada Tuhan dan ini saya tegaskan karena seringkali dalam derita atau musibah yang kita hadapi memang ada sebagian orang datang kepada Tuhan, tapi ada orag-orang yang justru tidak datang kepada Tuhan, justru langsung mengandalkan kekuatannya untuk bisa lepas dari derita tersebut.
Tidak! Namun kita harus melangkah menghampiri Tuhan. Firman Tuhan mengajarkan bahwa Tuhan menolong orang yang berseru minta pertolonganNya. Firman Tuhan yang kita telah baca tadi di Mazmur 94:17 berkata, "Jika bukan Tuhan yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi," jadi kita datang kepada Tuhan karena kita percaya Ia akan menolong dengan cara-Nya dan dalam waktu-Nya. Ini penting, Pak Gunawan, kita mesti meyakini bahwa Tuhan akan menolong, jangan sampai belum apa-apa kita sudah berkata, "Tuhan pastilah tidak akan menolong, Tuhan pastilah tidak peduli, memang inilah porsi hidup saya, nasib saya yang sial, memang saya selalu mendapatkan yang buruk-buruk dan orang lainlah yang akan mendapatkan hal yang baik-baik." Jangan sampai kita berpandangan seperti itu, jangan kita berpandangan yang negatif tentang Tuhan, seolah-olah Tuhan adalah Tuhan yang senang kalau melihat kita menderita, itu salah! Tuhan pasti menolong namun kita mesti bersabar karena Tuhan menolong dengan cara-Nya dan dalam waktu-Nya.PG : Sudah tentu ada waktu-waktu masalah itu dikirimkan oleh Tuhan untuk tujuan tertentu. Meskipun dikirim oleh Tuhan tapi tujuan akhirnya adalah baik. Kalau sampai Tuhan harus mengirimkan masaah, itu bukan keluar dari niat buruk tapi itu keluar dari niat baik untuk kebaikan kita pula dan ini mesti kita yakini.
Tapi kadang-kadang masalah itu datang dan itu bukan kiriman Tuhan, tapi itu adalah akibat dari misalkan perbuatan kita sendiri atau perbuatan orang lain yang memang salah atau berdosa sehingga kita ini menjadi korban mereka. Pertanyaan berikutnya mungkin kita akan berkata, "Kenapa Tuhan tidak mencegahnya kalau ini merupakan perbuatan orang dan kita hanya korbannya." Memang benar Tuhan tidak selalu mencegah, itu betul tapi kebanyakan Tuhan pun juga mencegah, jadi ada waktu-waktu tertentu dimana Tuhan tidak mencegah dan kalau itu sampai terjadi Tuhan tidak mencegah, sekali lagi bukan karena Tuhan jahat atau itu bukan karena Tuhan tidak mampu mencegahnya namun karena ada tujuan tertentu yang Dia anggap penting untuk terjadi di dalam hidup kita. Maka Dia memberikan kesempatan agar masalah itu memang datang ke dalam hidup kita, meskipun itu bukan kirimanNya secara langsung. Tetap pada akhirnya kita harus datang kepada Tuhan. Kadang-kadang seperti ini Pak Gunawan, kita tidak melihat pertolongan yang tuntas dan hanya akan melihat pertolongan yang kecil, itu memang yang kadang-kadang terjadi. Pada saat saya mendampingi orang yang sakit terminal, misalkan menderita penyakit kanker, ini adalah sebuah pergumulan yang panjang yang makin hari makin menggerogoti kesehatannya. Di dalam kondisi seperti itu saya melihat anak-anak Tuhan memuji Tuhan atas perkara-perkara kecil, memang kesembuhannya tidak terjadi secara tuntas, tapi mereka mengalami penyembuhan-penyembuhan kecil dalam hidup mereka. Misalnya ada yang sudah hampir meninggal dunia, tapi akhirnya Tuhan campur tangan memberikan kesembuhan lagi, bangkit lagi, meskipun tetap dibayang-bayangi oleh penyakit yang sama. Jadi meskipun kita ini mengharapkan bantuan Tuhan yang tuntas tapi kadang-kadang itu bukanlah dalam rencana-Nya, yang Dia berikan biasanya adalah kesembuhan-kesembuhan atau pertolongan-pertolongan yang kecil. Namun ini yang penting untuk kita ingat, besar atau kecil Tuhan tetap menolong dan apa pun itu yang diberikan-Nya adalah baik dan sesuai dengan kehendak-Nya. Waktu kita melihat pertolongan-pertolongan Tuhan setelah kita berseru kepada-Nya maka itu akan menghilangkan kesunyian terdalam di lubuk hati sebab kita tahu kalau kita tidak sendirian, Tuhan ada bersama kita di dalam kesunyian. Belum lama ini saya bertemu dengan orang yang sangat tua dan memang sudah bertahun-tahun dirundung penyakit, satu sembuh satu datang sehingga kondisi tubuhnya makin hari makin melemah, jalan susah, tidur susah, bangun susah, duduk susah karena dirinya sudah dirundung oleh sakit penyakit. Waktu dia sedang sendirian di rumah, tiba-tiba dia melihat seseorang berjubah putih dan dia tahu bahwa ini adalah Tuhan Yesus, waktu dia mau bangkit tiba-tiba orang itu hilang. Tidak lama setelah itu dia masuk ke Rumah Sakit, dia berada di saat sangat sendirian sunyi karena tidak ada orang di sana, tiba-tiba dia melihat orang tersebut muncul dengan jubah putih keemasan dan dia tahu ini adalah Tuhan Yesus. Maka dia berkata kepada saya, "Saya tahu Tuhan mengunjungi saya untuk memberitahukan kepada saya bahwa Tuhan itu bersama saya, maka dia perlu menjenguk saya yang sedang sakit." Sekali lagi kita melihat pertolongan dari Tuhan dan membuat kita tidak lagi sendirian atau tidak lagi sunyi.PG : Cara praktis lain adalah kita harus keluar dan mencari pertolongan dan kita mesti mendasari diri untuk terbuka dengan masalah yang dihadapi. Kadang kita beranggapan orang tidak akan mengeri masalah kita apalagi menolong kita, atau adakalanya kita merasa hanya kitalah yang mengalami masalah ini.
Namun bukankah pada faktanya sedikit hal yang akan kita alami sendiri, sebab di dunia ada begitu banyak orang yang pernah mengalami kesusahan yang kita hadapi. Juga dengan kita keluar, kita bercerita dengan orang, sesungguhnya kita tengah mengeluarkan beban itu dari rongga dada kita dan itu akan meringankan beban yang kita pikul. Jadi jangan sungkan dan jangan takut untuk bercerita kepada teman-teman dekat dan ini akan menolong kita. Saya masih ingat cerita tentang almarhumah Vivian Felix, istri mantan Rektor sebuah Universitas Kristen di Amerika Serikat, yang menderita kanker. Saat itu dia dikunjungi oleh Pdt. Jack Hayford, Pdt. Hayford mempunyai nasehat yang baik yaitu, "Inilah saatnya kamu ditopang oleh orang lain, jadi ijinkanlah mereka menopangmu." Kadang kita tidak mengizinkan orang memberikan topangan, mungkin kita tidak mau menyusahkan orang, atau kita ingin menjaga harga diri, masalahnya adalah makin kita menolak topangan orang maka makin kita kesepian. Dengan kita mencari orang maka kita pun dapat menerima nasehat yang mungkin sekali kita butuhkan untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Sebaliknya makin kita menutup diri maka makin tertutup keinginan kita menerima pertolongan. Jadi sekali lagi bukalah pintu, keluarlah dan jangan sungkan untuk meminta pertolongan.PG : Adakalanya kita memang mengeluh dengan sakit penyakit yang dihadapi tapi yang membuat kita enggan mencari pertolongan adalah tatkala hal ini menyangkut keluarga kita, suami istri atau anakanak kita atau orang tua kita.
Justru kita enggan mencari bantuan karena kita tidak mau menceritakan borok keluarga kita sendiri. Sudah tentu kita mesti bijak kepada siapa kita berbicara tapi carilah bantuan jangan kita membatasi diri dan jangan menutup diri, biarlah orang tahu dan bisa mendoakan kita sebab semua orang adalah orang yang memiliki kelemahan jadi jangan takut hanya kita yang memiliki masalah seperti ini.GS : Pak Paul, tentunya masih ada faktor-faktor yang lain tentang bagaimana kita menghadapi masalah ini ketika kehidupan kita bergoncang. Namun pada saat ini karena waktu tidak mengizinkan lagi, ini akan kita lanjutkan pada perbincangan yang akan datang. Terima kasih untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hidup Bergoncang" bagian yang pertama dan kita akan melanjutkan pada perbincangan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
84. Hidup Bergoncang II | |
Apakah yang dicari kebanyakan manusia? Mungkin sebagian orang akan berkata, "harta." Namun sesungguhnya sebagian besar orang akan berkata, "damai sejahtera" sebagai hal terutama yang mereka cari. Pada umumnya kita mengaitkan damai sejahtera sebagai suatu kondisi di mana tidak ada masalah yang menimbulkan derita. Sayangnya hidup tidak pernah bebas dari masalah yang menimbulkan derita. Jika demikian bagaimanakah caranya agar kita dapat hidup damai sejahtera melewati lembah musibah yang menimpa?
Apakah yang dicari kebanyakan manusia? Mungkin sebagian orang akan berkata, "harta." Namun sesungguhnya sebagian besar orang akan berkata, "damai sejahtera" sebagai hal terutama yang mereka cari. Pada umumnya kita mengaitkan damai sejahtera sebagai suatu kondisi di mana tidak ada masalah yang menimbulkan derita. Sayangnya hidup tidak pernah bebas dari masalah yang menimbulkan derita. Jika demikian bagaimanakah caranya agar kita dapat hidup damai sejahtera melewati lembah musibah yang menimpa?
Firman Tuhan mengajarkan, "Jika bukan TUHAN yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi. Ketika aku berpikir, 'Kakiku goyang,' maka kasih setia-Mu, ya Tuhan, menyokong aku. Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." (Mazmur 94:17-19)
Berdasarkan Firman Tuhan ini kita dapat melihat tiga jenis kondisi yang kita kerap lalui tatkala masalah datang:Sungguhpun demikian, Firman Tuhan mengingatkan, "Ketika aku berpikir, 'Kakiku goyang,' maka kasih setia Tuhan menyokong aku." Benar, pada saat kita goyah kita harus mengingat kasih setia Tuhan. Jangan sampai kita meragukan kasih setia-Nya; ingatlah perbuatan-Nya di masa lampau di mana Ia dengan kasih dan setia menolong dan memberkati kita. Sewaktu kita tergoda menggunakan cara yang tidak diperkenankan-Nya, ingatlah kasih setia-Nya. Jangan tinggalkan Tuhan dan Penyelamat kita, Yesus Kristus.
Nasihat Firman Tuhan
Firman Tuhan menegaskan, "Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Penghiburan Tuhan berasal dari Firman-Nya. Jadi, bacalah Firman-Nya dan jangan tinggalkan persekutuan dengan sesama orang percaya. Lewat pujian dan Firman kita akan memperoleh penghiburan Tuhan. Tidak jarang Tuhan pun menghibur hati lewat orang lain; akan ada hal kecil yang dilakukan orang yang membuat kita terhibur. Kita pun terhibur tatkala kita memutuskan untuk berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Kita tidak lagi meratapi hidup dan memertanyakan kemungkinan yang ada; kita percaya bahwa Tuhan mengatur segalanya dengan sempurna. Iman yang berserah akan menerima penghiburan dari Tuhan.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu tentang "Hidup Bergoncang". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pak Gunawan, pembicaraan kita ini keluar dari sebuah konteks bahwa kita ini dalam dunia, dalam hidup mencari damai sejahtera. Namun kita berpikir bahwa damai sejahtera hanya ada tatkala prblem itu tidak ada.
Itu adalah damai sejahtera yang semu, yang dangkal, karena sangat bergantung pada faktor-faktor eksternal dan Tuhan menjanjikan damai sejahtera yang lain yang bukan seperti diberikan oleh dunia ini, tapi damai sejahtera yang memang hanya didasari oleh kebergantungan penuh pada-Nya. Jadi atas dasar inilah, pada waktu yang lampau kita membicarakan secara praktis apa yang terjadi pada diri kita dan apa yang bisa kita lakukan sewaktu derita atau masalah muncul dalam hidup kita, supaya kita bisa tetap memiliki damai sejahtera. Kita telah membaca Mazmur 94:17-19 yang berkata, "Jika bukan TUHAN yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi. Ketika aku berpikir: "Kakiku goyang," maka kasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku. Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Di sini kita belajar pada kesempatan yang lampau bahwa biasanya waktu kita menghadapi masalah yang berat maka kita itu merasa kesunyian. Itu sebabnya firman Tuhan berkata, "Jika bukan Tuhan yang menolong aku, nyaris aku diam di tempat sunyi." Sebab derita itu memang mempunyai sifat seperti benteng atau tembok yang akan memisahkan kita dari orang lain, dan kita akan merasa bahwa orang tidak mungkin mengerti kita, orang tidak akan bisa merasakan yang kita rasakan. Akhirnya kita merasa tersimpan di dalam tembok ini maka kita akan terus merasa kesepian. Apa yang harus kita lakukan? Tidak bisa tidak kita harus datang kepada Tuhan, mengalami pertolongan-Nya mungkin bukan pertolongan tuntas seperti yang kita harapkan, mungkin ini pertolongan-pertolongan kecil yang kita akan terima dari Tuhan tapi dari yang kecil-kecil itu menandakan Tuhan bersama kita, Dia mendengarkan setiap doa kita, tangan-Nya diulurkan untuk memberikan kepada kita kekuatan. Dari situlah kita akan mendapatkan penghiburan dan kita tidak lagi sendirian. Dan kita juga jangan sampai mengurung diri, kita mesti keluar mencari bantuan, bercerita kepada orang, supaya orang lain juga bisa mengetahui masalah-masalah yang kita hadapi dan menawarkan bantuannya kepada kita. Dengan datangnya orang-orang yang Tuhan kirim untuk mendampingi kita, maka kita pun juga tidak lagi merasa kesepian.PG : Di Mazmur 94:17-19 yang telah kita baca, firman Tuhan juga berkata, "Ketika aku berpikir: "Kakiku goyang," maka kasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku." Dari sini kita bisa melihat bahwa ewaktu masalah berkunjung, kaki kita goyang, kenapa? Sebab umumnya awalnya kita mencoba bertahan tapi daya tahan kita tidak selalu tersedia, akhirnya setelah melewati satu kurun kita merasa makin lemah dan pada umumnya di saat lemah itulah kita mulai goyah.
Maka saya bisa simpulkan bahwa waktu kita menghadapi masalah yang memang tidak cepat hilang, tidak cepat meninggalkan kita maka yang kita juga akan lewati adalah ketidakstabilan. Dan nanti kegoyahan ini akan memberikan dampak-dampak lagi dalam hidup kita.PG : Betul sekali. Jadi misalkan waktu kita ini goyang, tidak stabil, ini yang biasanya kita juga harus waspadai karena biasanya muncullah pikiran-pikiran yang meresahkan. Misalnya seperti yangpertama kita tidak yakin kalau ada jalan keluar dan masih ada pengharapan dan kita mulai berpikir bahwa masalah ini akan terus menghimpit dan kita akan terus tertindih.
Dengan kata lain, kita mulai putus asa dan kita mulai beranggapan bahwa masalah ini akan terus bersama kita sampai akhir hayat kita.PG : Betul sekali. Jadi memang karena kita belum bisa melihat ujungnya maka kita tidak pasti apakah kita akan keluar, dan umumnya setelah melewati waktu yang agak lama kemudian kita berkesimpuln bahwa tidak ada lagi pengharapan.
Sudah tentu tatkala kita meyakini diri kita bahwa tidak ada lagi pengharapan maka ini akan makin menindih kita, perasaan kita akan makin jatuh ke bawah.PG : Biasanya waktu kita merasakan ketidakstabilan, kita juga mulai meragukan semua upaya atau pertolongan yang diberikan orang kepada kita, kita mulai sering berbantahan dengan dokter dengan rang-orang yang merawat kita, dengan orang-orang yang mengasihi kita dan kita akan berkata, "Semua ini sia-sia, tidak akan membawa perubahan."
Jadi ini salah satu masalah yang menjadi duri dalam perawatan, sebab seorang dokter atau seorang perawat tatkala sedang merawat kita, mereka itu mengharapkan kerjasama kita bahwa kita percaya kepada pertimbangannya dan ini akan memudahkan mereka untuk menjalankan tugasnya. Tapi biasanya waktu kita sedang dalam keadaan yang susah, nasehat-nasehat yang orang berikan kepada kita kemudian kita tampik semuanya dan kita berkata, "Semua percuma" mungkin anak kita sedang bermasalah, ada orang yang berkata, "Cobalah kamu bicara dengan si ini" dan kita menjawab, "Tidak perlu minta bantuan lagi". Kenapa? Sebab kita sudah ragu bahwa akan ada orang yang menolong kita.PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi pada saat tidak stabil perasaan kita mudah sekali tersinggung dan marah. Memang kita tahu orang itu berniat baik mau menolong kita, tapi kita tetap bisa marah dan ita marah kepada orang karena kita menganggap orang itu tidak melakukan tugas dan bagiannya untuk meringankan beban kita.
Kadang-kadang didalam penderitaan, tuntutan kita kepada orang menjadi tidak realistis. Kita berharap orang itu seharusnya menelepon, seharusnya tahu, seharusnya menawarkan ini dan itu. Jadi kita mempunyai tuntutan-tuntutan yang sangat tinggi kepada orang, mungkin saja kita tidak ungkapkan tapi itu ada dalam hati kita, maka kita marah dan kita pun kadang-kadang marah kepada Tuhan karena sudah berdoa, tapi Tuhan tidak menjawab doa kita dan kita kecewa, "Kenapa Tuhan membiarkan kita masuk ke dalam lumpur ini dan tidak bisa keluar". Jadi umumnya dalam kondisi tidak stabil kemarahan dan kekecewaan itu mewarnai semua perasaan kita.PG : Memang tidak mudah, Pak Gunawan. Apalagi kalau orang itu tahu bahwa tidak seharusnya dia merasa seperti ini, yaitu marah dan kecewa. Dia malah menjauh dari Tuhan, dia malah berkata, "Saya idak perlu datang kepada Tuhan, diri saya sudah kotor, tidak benar, marah, kecewa kepada Tuhan maka tidak perlu lagi datang kepada-Nya."
Justru kita mesti datang kepada Tuhan dengan kemarahan dan kekecewaan, sebab Tuhan tidak akan lari mendengarkan kekecewaan kita kepada-Nya. Justru Tuhan ingin kita datang kepada-Nya membawa beban kecewa dan beban marah itu dan Dia berjanji akan memberi kepada kita kelegaan. Apa yang biasanya terjadi? Waktu kita berdoa datang kepada-Nya dengan rasa marah dan kecewa kemudian kita membaca firman-Nya, Tuhan biasanya akan berkata-kata kepada kita, dia akan kembali mengingatkan kita bahwa Dia mencintai kita, di saat itulah kita disadarkan "Tuhan tidak seperti yang kita pikirkan, Tuhan tidak berdiam diri". Memang ada yang sedang dilakukan-Nya yang kita tidak mengerti, tapi itu semua keluar dari kasih setia-Nya kepada kita, barulah di saat itu kita mendapatkan penghiburan. Jadi jangan sampai karena rasa marah dan kecewa, kita malah makin menjauhkan diri dari Tuhan, itu adalah tindakan yang keliru!PG : Betul. Seringkali waktu kita menghadapi banyak masalah kita mencari penyebabnya. Apa penyebabnya? Kalau di luar tidak ketemu penyebabnya, kita salahkan diri. Bisa jadi kita memang mempunya kesalahan, ada andil kita dalam masalah ini, tapi hendaklah introspeksi ini kita lakukan dengan proporsional, jangan berlebihan dengan menuduh diri dan sebagainya.
Sekali lagi saya kira ini keluar dari kegoyahan atau ketidakstabilan yang membuat emosi kita naik turun, karena emosi kita terus naik turun terombang-ambingkan maka pertimbangan kita pun tidak lagi tepat. Selain dari pada diri kita efeknya itu juga pada orang lain, karena emosi kita sudah tidak lagi terkontrol akhirnya relasi dengan sesama terganggu, orang-orang tidak tahu lagi suasana hati kita dan takut membuat kita marah. Akhirnya mereka berhati-hati dan akan mulai menjauh karena tidak mau terkena marah atau disalahkan oleh kita. Jadi kita mesti berhati-hati dengan emosi jangan menuntut orang untuk mengerti perasaan saya, harus menerima semuanya. Tidak seperti itu! Karena orang juga punya perasaan, tidak bisa terus-menerus terkena marah kita. Jadi kita mesti tahu diri tatkala sedang menghadapi derita.PG : Saya tidak bisa sangkal Pak Gunawan, dalam derita yang berat akan muncul pikiran-pikiran yang menggoda, pikiran-pikiran yang salah. Itu sebabnya banyak anak-anak Tuhan tatkala sedang ditera badai hidup justru jatuh ke dalam dosa karena mengambil jalan pintas yang salah.
Jalan pintas itu seperti ada terpikir untuk mengakhiri hidup atau ada yang menghubungi paranormal, melihat nasibnya, meminta pertolongan-pertolongan kuasa gaib, atau ada yang mencari bentuk-bentuk pertolongan lain yang tidak berkenan di hati Tuhan. Justru di dalam masalah dimana kita sangat tergoda mencari jalan pintas disitulah kita sedang diuji Tuhan, apakah kita ini akan tetap setia kepada-Nya ataukah kita akan menggunakan jalan pintas yang tidak berkenan kepada-Nya, hendaklah kita tetap menggunakan cara Tuhan, jangan menggunakan cara lain yang tidak berkenan kepada Tuhan.PG : Di Mazmur 94 yang telah kita baca tadi, firman Tuhan mengingatkan, "Ketika aku berpikir: "Kakiku goyang," maka kasih setia-Mu, ya TUHAN, menyokong aku." Memang benar pada saat kita goyah kta harus mengingat kasih setia Tuhan, jangan sampai kita meragukan kasih setia-Nya, ingatlah perbuatan-Nya di masa lampau dimana Ia dengan kasih dan setia menolong dan memberkati kita.
Sewaktu kita tergoda menggunakan cara yang tidak diperkenankanNya, ingatlah kasih setiaNya, jangan tinggalkan Tuhan dan Penyelamat kita, Tuhan Yesus Kristus.PG : Berdasarkan firman Tuhan di Mazmur 94 yang berkata, "Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Saya kira kondisi yang berikutnya adalah kita ini enjadi kalut, begitu banyak yang harus kita pikirkan dan selesaikan namun begitu terbatasnya kemampuan kita mencernanya.
Sebagai akibatnya pikiran kita menjadi sarat dengan beban, kita merasa letih namun pada saat seperti itu, tidur pun tidak akan sanggup untuk meredakan keterhimpitan, kita makin tertindih dan makin kalut.PG : Jadi ada beberapa, Pak Gunawan. Yang pertama misalnya kita ini umumnya merasa kalut karena memikirkan jalan keluar, kita berusaha lepas dari lilitan masalah, kita memeras otak untuk bebas amun kerap kali makin kita berpikir makin buntu pikiran kita.
Kendati kita memang harus memikirkannya namun dalam suatu titik kita mesti berhenti dan beristirahat, kita harus berkata, "Saya tidak bisa memecahkan masalah ini dengan kekuatan saya," dan di saat itulah kita mesti berserah sepenuhnya kepada Tuhan bahwa Ia akan sanggup menolong kita dengan cara yang tidak terpikirkan oleh kita.PG : Saya kira pasrah dan putus asa memang bertetangga dekat, tapi bedanya adalah putus asa tidak bisa melihat apakah nanti akan ada jalan keluar dan akan ada pertolongan Tuhan. Pasrah memang ampir sama dengan putus asa yaitu seolah-olah kita menabrak tembok dan buntu, namun kita masih berkata, "Di balik tambok ada pertolongan, sekarang memang saya belum melihatnya tapi di balik tembok ada pertolongan."
Sudah tentu kita sebaiknya tidak putus asa, meskipun kita tidak bisa lagi berbuat apa-apa, tapi kita tahu Tuhan bisa berbuat sesuatu dan nanti akan datang pertolongan dari-Nya.PG : Betul. Meskipun kita tidak melihatnya namun disinilah iman diuji sebab iman adalah suatu kepastian atau jaminan akan hal yang tidak bisa kita lihat. Jadi meskipun kita tidak melihatnya, kia tetap percaya bahwa kita semua masih ada di dalam kendali Tuhan dan tidak keluar dari tangan Tuhan dan nanti akan ada yang Tuhan akan lakukan lewat semua ini.
Dengan cara itulah kita berhenti berpacu dengan waktu mencarikan jalan keluarnya, kita benar-benar berkata "Tuhan, saya tidak bisa lagi, sehingga saya serahkan sepenuhnya kepada Engkau."PG : Biasanya kita kalut karena kita terus membangun hipotesis seperti ini, "Kalau saja... maka..." artinya pikiran kita terus dipenuhi skenario yang berusaha mengubah situasi atau memperbaiki asalah.
Jadi kita beranggapan bahwa masalah seharusnya bisa dicegah, kalau saja kita telah melakukan sesuatu. Jadi kita berpikir seandainya... seandainya..., kita pada akhirnya harus mengakui bahwa masalah telah terjadi dan kita tidak dapat mengubah jalan sejarah. Kadang-kadang ini susah kita lepaskan, masih saja berandai-andai, itu tidak bisa! Karena semua sudah terjadi. Makin dipikirkan dengan cara pikir berandai-andai, maka hati kita makin tergerogoti oleh rasa penyesalan atau marah dan itu tidak produktif membuat kita makin lumpuh, tidak bisa menyelesaikan masalah kita itu.PG : Kita memang tidak bisa mencegah pikiran itu muncul, tapi jangan biarkan pikiran itu terus bersarang, karena itu akan makin melumpuhkan kita.
PG : Yang terakhir adalah kita kalut karena kita marah dan kecewa serta menyalahkan pihak lain sebagai penyebab timbulnya masalah, mungkin masalah yang dihadapi memang benar disebabkan oleh orag lain tapi menyalahkan pun tidak akan mengubah apa pun.
Kadang kita berpikir dengan kita menyalahkan pihak lain maka masalah akan pergi dengan sendirinya. Pada faktanya tidaklah demikian, kendati ada pihak yang bersalah, kita tetap harus menanggung derita itu, menyalahkan hanya menambah kemarahan dan membuat kita lumpuh tidak tahu apa yang harus dilakukan. Jadi sedapatnya buanglah keinginan untuk menyalahkan, sebaliknya berusahalah dengan pertolongan Tuhan mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Makin cepat mengampuni, makin bersih hati kita dan makin jernih pula pemikiran kita.PG : Pada dasarnya kita ini memang manusia yang susah untuk menyalahkan diri sepenuhnya meskipun kita berkata, "Ya memang saya yang salah," tapi ada kecenderungan kita tetap mencari-cari orang ain atau faktor lain yang bisa kita salahkan.
Sudah tentu kita bisa saja menemukan kesalahan orang lain atau faktor lain, tapi sekali lagi tidak ada gunanya menyalahkan kanan atau kiri. Menyalahkan bukan berarti menyangkal andil kita atau andil orang lain. Tapi kita perlu melihat penyebab atau andilnya, kalau ada andil orang lain, ada andil diri kita juga dan kita harus akui. Tapi yang ingin saya tekankan adalah setelah kita akui maka kita tinggal jalan, kalau kita terus menyalahkan maka itu akan makin merusak. Berapa sering kita melihat orang terkena musibah atau masalah dan terus menyalahkan kanan kiri dan pada akhirnya memutuskan tali relasi dengan sesamanya. Akhirnya tidak ada yang mau dekat lagi karena takut kalau nantinya disalahkan olehnya. Jadi akhirnya orang menjauh jangan sampai nantinya dia berpikir bahwa kita adalah penyebabnya.PG : Sudah tentu akan ada rasa marah dan itu adalah reaksi wajar, kita mesti akui ini telah terjadi memang andil orang yang membuat kita seperti ini. Tapi setelah kita akui atau kita lihat masaahnya dengan jernih siapa yang salah dan sebagainya maka kita tetap harus jalan lagi.
Kita tetap harus berkata, "Ini sudah lewat, sudah menjadi sejarah dan kita tetap harus menghadapi masalah ini, menyalah-nyalahkan tidak akan memperbaiki masalah kita sama sekali."PG : Pak Gunawan, firman Tuhan menegaskan di Mazmur 94 tadi. Jadi "Apabila bertambah banyak pikiran dalam batinku, penghiburan-Mu menyenangkan jiwaku." Penghiburan Tuhan berasal dari firman-Nya jadi bacalah firman-Nya, juga jangan meninggalkan persekutuan dengan sesama orang percaya, sebab mereka bisa memberikan kekuatan kepada kita pula.
Lewat pujian, lewat firman, lewat persekutuan kita akan memperoleh penghiburan Tuhan, tidak jarang Tuhan menghibur kita lewat orang lain, akan ada hal-hal kecil yang bisa dilakukan orang yang membuat kita terhibur. Kita pun terhibur tatkala kita memutuskan berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Kita tidak lagi meratapi hidup dan mempertanyakan kemungkinan yang ada. Kita percaya bahwa Tuhan mengatur segalanya dengan sempurna. Dan kita nanti akan melihat kebenaran-Nya bahwa iman yang berserah akan menerima penghiburan dari Tuhan. Saya akan tutup dengan firman Tuhan, dari 1 Petrus 5:7 "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu." Ini janji yang sangat indah, Tuhan memelihara kita. Jadi apa pun yang sedang melanda kita, Dia akan menghadapi karena Dia pemelihara kita, bukan manusia pemelihara kita, tapi Tuhan pemelihara kita. Jadi kita bisa dengan aman mengatakan, kita bisa menyerahkan kekuatiran kita kepada-Nya.GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini dan saya yakin akan sangat bermanfaat bagi kita semua khususnya para pendengar setia acara Telaga ini karena kita hidup di dalam suatu situasi yang sangat menggoncangkan hidup ini, terima kasih Pak Paul. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hidup Bergoncang" bagian yang kedua dan yang terakhir. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 58 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
85. Bukan Barang Rongsokan | |
Ada ungkapan dalam bahasa Inggris yang berbunyi, "Tuhan tidak menciptakan barang rongsokan." Artinya adalah bahwa Tuhan menciptakan segalanya baik, termasuk kita, manusia. Namun tidak bisa disangkal, kadang kita merasa bahwa kita tidak lebih daripada barang rongsokan. Kita menganggap diri rongsokan karena kita beranggapan bahwa kita tidak berhasil menjadi seperti yang kita dambakan, kita mengalami kegagalan berulang kali, kita memunyai banyak keterbatasan—fisik, mental, ekonomi dan sebagainya. Apa yang harus kita lakukan jika kita beranggapan bahwa diri kita seperti barang rongsokan?
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami tentang "Bukan Barang Rongsokan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Adakalanya kita pun melihat diri kita seperti itu, sepertinya saya ini barang rongsokan, terutama orang yang makin hari makin tua. Jadi saya harus akui, kita ini hidup dalam masyarakat yan menghargai kemudaan, produktifitas dan setelah kita mulai menua tidak lagi memunyai sumbangsih yang nyata seperti waktu dulu.
Tidak bisa tidak kita merasa diri seperti barang rongsokan, dulu pernah dipakai, dulu pernah berguna tapi sekarang ditaruh di garasi, ditumpuk begitu saja. Pada waktu itulah kita mesti mengingat apa yang dilihat Tuhan dalam diri kita dan ini yang paling penting. Di dalam bahasa Inggris ada sebuah pepatah yang berkata, "Tuhan tidak menciptakan barang rongsokan, Tuhan selalu menciptakan ciptaan yang berharga dimata-Nya." Maka inilah saatnya kita mau kembali lagi kepada Firman Tuhan dan mau melihatnya bagaimanakah Tuhan melihat diri kita.PG : Kadang-kadang juga begini, Pak Gunawan, kadang-kadang kita juga melihat diri sebagai barang rongsokan karena kita tidak berhasil menjadi seperti yang kita dambakan. Ada orang-orang yang seaktu muda bercita-cita tinggi, terus berusaha meraih apa yang didambakannya namun tidak pernah tercapai, biasanya dialah yang merasa diri sebagai barang rongsokan.
Atau ada orang yang mengalami kegagalan berulang kali, mau usaha ini gagal, mau usaha itu gagal, mau coba ini juga tidak berhasil, tidak bisa tidak pada akhirnya dia merasa bahwa dia bukanlah orang yang berharga, mungkin di mata Tuhan dia juga merasa seperti barang rongsokan. Atau yang terakhir adalah ada orang yang merasa dirinya seperti barang rongsokan karena melihat begitu banyak keterbatasan pada dirinya, baik itu keterbatasan fisik, mungkin dirinya tidak seindah orang lain, tidak setinggi orang lain, tidak seramping orang lain atau faktor ekonomi tidak memunyai kemampuan membeli barang tertentu atau mental tidak pandai, tidak bisa ini dan itu. Akhirnya semua ini membuat kita merasa bahwa kita seperti barang rongsokan tidak memunyai guna atau tidak memunyai nilai. Di saat-saat ini sekali lagi kita mesti kembali kepada Firman Tuhan sebab Tuhanlah yang berhak menilai kita, sebab Dialah yang menciptakan kita dan selama hidup ini Dia jugalah yang menuntun hidup kita. Jadi Dialah yang paling tepat menilai kita.PG : Ada. Ini yang pernah dialami oleh penulis lagu "Just as I am" atau "Sebagaimana adanya", lagu yang dipujikan di setiap KKR yang dipimpin oleh Billy Graham. Seorang yang sakit terus-menerussehingga dia merasa dirinya seperti barang rongsokan tidak ada lagi gunanya dan Tuhan membiarkan dirinya terus menerus sakit bertahun-tahun, dalam kondisi seperti inilah biasanya kita mulai berpikir negatif tentang diri kita.
PG : Yang pertama kita harus melihat apa yang Tuhan katakan tentang siapakah diri kita. Mazmur 8:6 berkata, "Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya denan kemuliaan dan hormat."
Mazmur 8 adalah Mazmur tentang Tuhan dan manusia, Tuhan menciptakan manusia dan Tuhan menciptakan manusia dengan begitu mulia. Di dalam pasal itulah terkandung ayat yang baru kita baca, "Namun Tuhan membuatnya hampir sama seperti Allah yang telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat". Apakah artinya, waktu Tuhan berkata Tuhan telah mengaruniakan kepada kita mahkota dan kemuliaan, bukankah ini suatu kedudukan, suatu pemuliaan yang luar biasa yaitu Tuhan memahkotai kita dengan kemuliaan dan hormat. Ada beberapa artinya, Pak Gunawan, yang pertama adalah kemuliaan dan hormat ini merupakan sebuah status tertinggi waktu Tuhan memahkotai kita dengan kemuliaan dan hormat yang dapat dianugerahkan Tuhan kepada ciptaannya. Tuhan mengaruniakan status tertinggi kepada kita oleh karena Ia menciptakan kita segambar dengan diri-Nya, oleh karena Tuhan adalah yang termulia maka kita pun mendapat status sebagai ciptaan termulia pula. Jadi sekali lagi kita mau kembali kepada Firman Tuhan, dan Firman Tuhan dengan jelas berkata bahwa Tuhan telah memahkotai kita dengan kemuliaan dan hormat, suatu status yang teramat mulia dan kenapa teramat mulia karena kita segambar dengan Dia yang adalah termulia, itu sebabnya kita menjadi ciptaan yang termulia pula. Sekarang pertanyaannya adalah di mata siapakah kita itu memunyai mahkota kemuliaan dan hormat? Di mata Tuhan. Jadi memang kalau orang berkata, "Ya di mata manusia, saya ini dianggap tidak punya apa-apa, tidak bisa apa-apa, tidak ada guna apa-apa," itu bisa betul. Memang di mata manusia, itulah yang dilihat tapi di mata Tuhan waktu Tuhan melihat kita, Dia melihat diri kita bermahkotakan kemuliaan dan hormat. Bukankah yang terlebih penting adalah yang dilihat Tuhan pada diri kita. Jadi kita harus selalu bertanya apakah waktu Tuhan melihat kita, Dia melihat kita dengan mahkota kemuliaan dan hormat-Nya ataukah kita telah membuangnya, menyia-nyiakan hidup kita dan sebagainya. Dan selama kita tahu Tuhan dapat melihat kita bermahkotakan kemuliaan dan hormat, kita sudah senang dan itu sudah cukup.PG : Memang kita tidak bisa selalu menjawab setiap problem yang dihadapi oleh manusia, selama kita hidup di dalam dunia yang tidak sempurna ini dan dipenuhi oleh manusia yang berdosa, maka kitatidak bisa terlepas dari masalah-masalah.
Tapi yang penting adalah kita tahu bahwa dia akan menyertai kita melewati masalah itu. Itu adalah janji Tuhan, Tuhan tidak pernah berjanji, "Kalau kita ikut Dia, kita akan bebas masalah" tapi Dia berjanji, "Dia akan mendampingi kita melewati semua masalah, itu adalah janji yang selalu kita pegang dalam hidup ini. Jadi Pak Gunawan, waktu kita sudah melihat diri kita dari kacamata Tuhan yang melihat kita bermahkotakan kemuliaan dan hormat maka berikutnya adalah kita ini harus sadar, diingatkan bahwa mahkota ini bukan dari diri kita, kita bukannya berhasil melakukan sesuatu di depan Tuhan sehingga Tuhan memberikan kita mahkota, sama sekali tidak seperti itu. Mazmur 8 menegaskan bahwa waktu Tuhan menciptakan kita, Dia memahkotai kita dengan kemuliaan dan hormat. Itu berarti murni pemberian Tuhan. Waktu Tuhan menciptakan kita, Dia langsung menganugerahkan kepada kita mahkota dan hormat itu karena murni pemberian Tuhan maka tugas kita sebenarnya hanyalah satu yaitu menerimanya dan sudah tentu hiduplah sesuai dengan apa yang Tuhan berikan itu. Hiduplah sebagai anak Tuhan yang bermahkotakan kemuliaan dan hormat. Tapi langkah berikut adalah kita harus menerima apa pun yang orang katakan, kita harus terima yang Tuhan sudah katakan bahwa Tuhan sudah memahkotai kita dengan kemuliaan dan hormat.PG : Memang setelah kita jatuh di dalam dosa, mahkota kemuliaan dan hormat yang ada pada diri kita sudah tentu berkurang nilainya dan sudah tentu terjadi penyelewengan karena dosa. Tapi saya pecaya Pak Gunawan, bahwa Tuhan tetap melihat kita sebagai ciptaanNya dengan mahkota kemuliaan dan hormat, sebab kita masih memiliki keserupaan dengan Allah, sudah tentu keserupaan yang sudah tercoreng oleh dosa sudah tidak lagi sempurna tapi masih ada sisa-sisanya.
Itu sebabnya kita masih melihat ada orang-orang di dunia ini yang mencerminkan sifat-sifat Ilahi Tuhan yang rela berkorban untuk orang lain, yang bersedia mengasihi orang walaupun orang tersebut tidak layak dikasihi misalnya. Ini semua mencerminkan bahwa di dalam diri kita masih tersisa mahkota kemuliaan dan hormat itu. Maka kita masih memunyainya dan teruslah menghargai apa yang Tuhan berikan kepada kita.PG : Mahkota kemuliaan dan hormat ini terletak pada keserupaan kita dengan Tuhan, itu berarti tidak ada hal lain yang menjadikan manusia mulia selain dari kesamaannya dengan Tuhan. Jadi makin srupa karakter kita dengan Tuhan maka makin bertambah mulia pulalah manusia, seolah-olah mahkotanya itu bersinar.
Sayangnya sekarang ini terlalu banyak orang yang mencari kemuliaan lewat cara yang lain dan yang keliru misalnya lewat kemasyhuran, lewat kekayaan, lewat kekuasaan atau lewat kecerdasan. Kita harus sadar bahwa semua ini tidak mencerminkan kemuliaan Tuhan, hanya karakter rohanilah yang menjadikan kita serupa dengan Tuhan dan merefleksikan kemuliaanNya. Jadi misalkan kita mendengar tentang orang yang Tuhan pakai untuk masuk ke dalam sebuah tempat, hidup di dalam keprimitifan, berkorban begitu besar demi Tuhan dan akhirnya juga harus menderita sakit dan sebagainya, karena berada di situ untuk melayani Tuhan. Tidak bisa tidak yang kita lihat disitu adalah kemuliaan Tuhan. Waktu kita mendengar tentang Ibu Teresa yang melayani orang miskin, orang kusta di India, tidak bisa tidak yang kita lihat adalah kemuliaan Tuhan. Jadi waktu kita melihat orang memunyai karakter dan hidup yang begitu serupa dengan Tuhan kita, Tuhan Yesus Kristus, tidak bisa tidak disitu kita melihat kemuliaan Tuhan, disitulah mahkota kemuliaan dan hormat terlihat. Jadi sekali lagi ini bukanlah kemasyuran, kekayaan, kecerdasan, kemampuan, kekuasaan tapi adalah sebuah kehidupan Ilahi, sebuah kehidupan Kristus di dalam diri kita.PG : Betul sekali. Jadi makin kita berubah makin serupa dengan Tuhan kita Yesus maka makin mulialah, makin terlihatlah mahkota kemuliaan dan hormat itu di mata Tuhan.
PG : Betul. Jadi lewat karya Tuhan Yesus di kayu salib yang mati untuk kita maka kita itu dipulihkan kembali. Namun dalam prakteknya kita juga harus berpartisipasi, harus menaati-Nya pada waktuDia menegur kita, waktu Dia menyadarkan kita, dan kita pun juga harus mau berubah, waktu Dia meminta kita melakukan sesuatu maka kita melakukannya.
Saya teringat kisah yang lain 100 tahun yang lalu di Hawaii ada seorang Eropa yang pergi ke Hawaii untuk melayani di koloni orang kusta namanya Father Danien (Romo Danien), dia melayani orang kusta sampai akhirnya dia sendiri terkena kusta dan mati di tengah-tengah orang yang dilayaninya. Sudah tentu di situ Tuhan mengubah dia sehingga dia bersedia menjadi hamba Tuhan tapi juga diperlukan ketaatan. Waktu Tuhan memintanya untuk pergi melayani orang kusta, dia pergi dan dia tidak berkata, "Tuhan, ini bukan panggilan saya. Saya tidak mau ke sini, saya takut dsb," itu tidak dilakukan. Dan pada akhirnya dia bayar harga tapi apa yang akan terjadi di dalam hati kita waktu kita mendengar kisah seperti ini? Kita tergugah, kita merasa bahwa orang ini lain dari pada yang lain dan disinilah kita melihat kemuliaan Tuhan. Maka Tuhan Yesus juga berkata, "Kita harus membuat hidup kita itu begitu berbeda sehingga orang melihat perbuatan baik yang kita lakukan dan memuliakan Bapa kita yang di Surga.PG : Dapat kita simpulkan ini, Pak Gunawan. Bahwa tujuan hidup dan penciptaan manusia adalah agar kita menjadi mahkota kemuliaan dan hormat Tuhan di dunia ini. Jadi itu harus menjadi tujuan yan harus kita raih di dalam hidup ini.
Kadang dalam hidup ini kita bingung tidak tahu apa tujuannya kita hidup "Kenapa kita ada di dunia ini dan Tuhan menciptakan kita," tujuannya sangat jelas tercatat di Mazmur 8:6 ini, kita harus menjadi anak Tuhan, ciptaan Tuhan yang bermahkotakan kemuliaan dan hormat. Jadi selama kita hidup di dunia ini, kita akan menemukan dan hidup di dalam tujuan kenapa Tuhan menghadirkan kita di dunia ini. Waktu saya baru datang kuliah, saya diajak oleh orang untuk ikut persekutuan, kemudian saya diajarkan bahwa hidup adalah untuk memuliakan Tuhan. Tiba-tiba hidup saya itu menjadi sangat jelas meskipun saya tidak tahu nantinya akan menjadi apa tapi saya tahu tujuannya yaitu memuliakan Tuhan. Sekarang hampir sama hanya saya menambahkan sedikit, merumuskannya bahwa tujuan kita hidup di dunia ini adalah supaya kita menjadi ciptaan atau anak Tuhan yang bermahkotakan kemuliaan dan hormat-Nya, itulah sebabnya Tuhan menciptakan dan menghadirkan kita di dunia ini.PG : Sudah tentu tidak semua orang memang diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk melakukan hal-hal yang "mulia", tapi sebetulnya di mata Tuhan, ternyata banyak sekali hal mulia yang dilihatNya mskipun di mata manusia tidak mulia.
Jadi sekali lagi kita mesti menggunakan standart Tuhan atau mata Tuhan, apa yang dilihat mulia oleh manusia belum tentu mulia di hadapan Tuhan. Kadang misalkan orang berkata, "Pekerjaan sebagai hamba Tuhan itu mulia," saya tidak setuju! Sebab itu tidak lebih mulia dari pekerjaan orang lain di dalam kehidupannya masing-masing, sebab tidak semua orang terpanggil dan dimampukan menjadi seorang hamba Tuhan, dan ada tempat bagi masing-masing manusia di dunia ini. Jadi tetap Tuhan masih bisa memakai orang di manapun kita berada. Jadi kita mesti berhati-hati dengan definisi atau standart apa yang memuliakan Tuhan, dalam hidup ini pada akhirnya kita harus sadari bahwa sekali kita tahu inilah tujuan hidup kita, itu menjadi cerminan refleksi kemuliaan Tuhan, kita itu akhirnya tidak lagi memermasalahkan apa yang akan kita lakukan atau menjadi apanya, berfungsi sebagai apa dan itu tidak lagi kita permasalahkan sebab kenapa atau mengapanya telah kita jawab yaitu menjadi mahkota menjadi kemuliaan bagi Tuhan, itu sudah cukup. Selama kita tahu bahwa kita telah berusaha, kita harus hidup dengan Tuhan itu sudah cukup, apa pun yang harus dilakukan atau yang akan kita kerjakan, itu tidak lagi menjadi masalah.PG : Sebagai ciptaan, kita hanya dapat berfungsi optimal bila kita menjadi seperti apa yang dikehendaki oleh Pencipta kita. Jadi jika kita menjadi semuanya namun kehilangan kemuliaan Tuhan makasia-sialah semuanya.
Kalau kita memunyai tujuan-tujuan lain dalam hidup ini, tujuan-tujuan itu sebetulnya hanyalah membuat kita menjadi barang rongsokan meskipun di mata dunia bisa jadi itu menjadi barang yang seolah-olah berkilau-kilauan, yang indah yang mulia tapi sebenarnya tidak, di mata Tuhan sebenarnya Tuhan itu tidak menghitungnya, tapi sebaliknya waktu kita menjadi seperti Tuhan kita Yesus Kristus inilah yang membuat kita bermahkotakan kemuliaan Tuhan dan inilah yaitu makna keberadaan kita di dunia ini.PG : Caranya adalah selalu dengarkan apa yang dikatakan-Nya lewat Firman-Nya. Saya ingat pembicaraan saya dengan seorang teman, saat dia merasa frustrasi dan dia merasa hidupnya sudah mentok, tdak bisa lagi naik, kemudian dia bercerita kepada saya dalam kondisi seperti itu dia sering merasa sedih, frustrasi tapi dia baca Firman Tuhan dan dia menemukan lagi di Firman Tuhan di kitab Mikha yang berkata, "Apakah yang diminta oleh Tuhan selain engkau berlaku adil, engkau mencintai kemurahan dan kau berjalan dengan rendah hati dengan aku."
Dia berkata, "Waktu saya membaca Firman itu, saya diingatkan bahwa yang penting adalah saya melakukan yang Tuhan inginkan, dan yang tidak penting lagi adalah saya menjadi apa, mengapa saya tidak menjadi apa-apa, itulah tujuannya saya berada di dunia ini". Dan yang kita mesti ingat adalah bahwa kita tidak selalu tahu dampak dari apa yang kita lakukan, kita mungkin hanya berpikir bahwa kita melakukan hal-hal yang sederhana dan orang pun juga tidak hitung atau lihat. Tapi suatu saat hal-hal sederhana itu dapat dipakai Tuhan untuk menggenapi rencana-Nya dan kita hanyalah bagian kecil tapi sebagai bagian yang bermakna. Contoh misalkan sebagai ilustrasi saja, untuk menciptakan mobil yang begitu besar, peralatannya pastilah begitu banyak, bahan-bahan yang digunakan juga banyak dan masing-masing sekrup penting, tapi bila satu sekrup itu hilang maka nanti bisa berakibat buruk, bisa membuat mobil itu tabrakan, berhenti, rusak dan sebagainya. Bisa jadi kita dipakai Tuhan sebagai satu sekrup dalam mobil yang disebut rencana Tuhan, tapi di mata Tuhan satu sekrup itu penting dan harus ada, karena jika satu sekrup itu hilang maka nantinya rencana Tuhan menjadi terganggu. Jadi kita harus berpikir apa pun tidak jadi masalah, tujuannya sudah jelas supaya kita menjadi kemuliaan Tuhan dan mencerminkan kemuliaan Tuhan di dunia ini.PG : Sudah tentu kita harus berusaha keras dengan pertolongan Tuhan meninggalkan kebiasaan atau perilaku kita yang tidak menyenangkan hati Tuhan setelah itu hiduplah seperti biasa, bukalah matadan dengarlah pimpinan Tuhan dalam hati kita lewat firman-Nya juga sehingga apa yang dikehendaki-Nya kita segera melakukan, dan kita taati.
Apa yang bisa kita lakukan untuk menolong, untuk memberikan sesuatu kepada yang lain, untuk bekerja buat Tuhan, dan itu juga yang kita lakukan. Jadi pintu apa pun yang dibukakan Tuhan, itulah pintu yang kita akan masuki sebab kita tahu itu tidak sia-sia, nantinya semua akan dipakai oleh Tuhan untuk menggenapi pekerjaannya.PG : Betul sekali.
GS : Terima kasih, Pak Paul ini sesuatu hal yang memotivasi kita untuk menjalani kehidupan yang berat dan penuh tantangan ini. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bukan Barang Rongsokan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
86. Bertahan dalam Bencana Ekonomi | |
Belum pernah dalam sejarah dunia, kondisi ekonomi yang dialami oleh begitu banyak negara dan kemerosotan yang tajam pada saat yang bersamaan. Akibat mengerucutnya dunia maka banyak negara—terutama negara maju—telah merapatkan diri menjadi sebuah komunitas yang saling terikat. Penanaman dan pemakaian uang antar-negara membuat negara-negara ini menjadi bergantung terhadap satu sama lain. Kemajuan yang satu akan memengaruhi yang lain dan sebaliknya, kemunduran yang satu menyebabkan kemunduran lainnya pula. Saat ini Amerika Serikat tengah mengalami terpaan ekonomi yang besar—kondisi yang pada akhirnya akan memengaruhi kita pula di Indonesia. Pelajaran apakah yang dapat kita petik dari kondisi seperti ini?
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bertahan Dalam Bencana Ekonomi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Sebagaimana Pak Gunawan tadi sudah katakan, memang goncangan ini sangat berat, kita pernah mengalami terpaan tahun 1997-1998 namun itu bersifat regional dan bukan global jadi hanya beberap bagian.
Yang terkena terpaan ekonomi saat itu sebagian besar adalah Negara Asia, tetapi Amerika, Eropa, saat itu tidak terlalu terkena dampaknya. Namun krisis yang sekarang ini terjadi benar-benar mendunia, mungkin dalam sejarah dunia baru pertama kali resesi ini begitu besar sampai berdampak ke seluruh dunia. Bagaimanakah kita harus menyikapinya? Karena tidak bisa tidak nantinya dampak itu akan datang kepada kita, memang sekarang ini kita belum merasakan seperti yang dirasakan oleh bagian negara yang lain, tetapi ini mungkin saja bisa datang kepada kita. Ada beberapa yang bisa kita bahas dan mudah-mudahan bisa menjadi kekuatan dan hikmat bagi kita semuanya dalam menghadapinya. Yang pertama yang bisa saya katakan adalah bahwa kita perlu menyadari naik turun ekonomi adalah sebuah kondisi kehidupan yang tak terelakkan, makin berkembang ekonomi dunia sebagai kampung atau komunitas global, maka apa yang terjadi pada negara tetangga pastilah akan memengaruhi kepada kita pula. Sebaliknya kemajuan pada negara tetangga berpotensi membawa perubahan positif pada kita pula. Jadi dengan kata lain, karena kita sudah menjadi sebuah kampung global semua saling terkait, maka kalau salah satu maju, yang lain bisa terangkat maju, kalau satu jatuh, yang lain bisa turut atau ikut jatuh. Maka kita harus mengakui hal-hal seperti ini tidak terelakkan, karena kita tidak bisa memastikan semua negara akan maju pada saat yang bersamaan. Karena tidak bisa memastikan hal itu sehingga terjadilah seperti yang terjadi sekarang ini, dimulai di Amerika Serikat kemudian berdampak kepada semuanya. Tahun 1997-1998 yang lalu dimulainya bukan di Indonesia, dimulainya adalah di beberapa negara di Asia, tetapi riak-riaknya terus sampai ke mana-mana. Jadi hal-hal seperti ini yang akan menjadi bagian dalam kehidupan kita selanjutnya dan harus kita terima.PG : Saya tidak setuju, Pak Gunawan. Sebab Tuhan tidak memisahkan kita dari semua umat manusia dan memberikan perlakuan khusus kepada kita, tidak seperti itu. Waktu Tuhan berkata Tuhan mengutuskita, Dia mengutus kita ke dunia, ke tengah-tengah hidup ini, berarti apa? Kita akan tetap mengalami apa yang juga dialami oleh orang lain.
Sebagai contoh, pada waktu Tuhan datang menjadi manusia di dunia ini, hidup di Israel, Israel pada saat itu, bukanlah sebuah negara merdeka, Israel negara jajahan dari Kerajaan Romawi, dengan kata lain tidak serta-merta karena Tuhan hadir di tengah-tengah orang Israel saat itu maka Israel tiba-tiba lepas dari cengkeraman penjajahan Romawi, tidak seperti itu. Jadi mereka tetap di bawah cengkeraman penjajahan, sampai Tuhan mati dan bangkit kembali, dan tetap Israel itu di bawah penjajahan Kerajaan Romawi. Jadi tidak ada yang diperlakukan khusus oleh Tuhan, memang benar Tuhan melindungi kita dari marabahaya, tetapi ada waktu-waktu di mana Tuhan mengizinkan yang buruk datang menyergap kita, karena Tuhan memunyai maksud di belakangnya. Namun sekali lagi karena Tuhan mengutus kita hidup di dunia maka kita juga akan mencicipi apa yang terjadi di tengah-tengah kita. Misalkan orang-orang Israel harus pindah ke Mesir, kenapa? Ada bala kelaparan di tanah Israel, kenapa Naomi harus pindah ke Moab, dan kenapa juga ada bala kelaparan yang dialami oleh Abraham serta Ishak sehingga harus meninggalkan tanah mereka. Kenapa adanya masalah kelaparan? Jadi kadang-kadang hal-hal itu terjadi dan anak-anak Tuhan tidak diperlakukan khusus dan dibebaskan dari masalah-masalah seperti itu.PG : Betul sekali, karena begini Pak Gunawan, kita jangan melihat ke luar negeri dulu, kita lihat di dalam negeri dulu. Sebagai contoh di masa yang lampau dan mungkin di masa sekarang pun masi ada di kota-kota yang sangat kecil, seorang pengusaha akan membuka usaha untuk daerah lokalnya, misalkan di kampung tertentu, tetapi makin berkembang usahanya dan makin terbuka jalur transportasi serta komunikasi, maka akan terbuka pulalah kesempatan dia mengembangkan usahanya di kota lain.
Jadi dengan kata lain, karena perkembangan komunikasi dan transportasi, usaha itu pun melebar dari bersifat lokal sekarang mulai merambah ke kota-kota sebelahnya, sehingga akhirnya masuk ke Provinsi, dari Provinsi pindah ke Provinsi lain. Dengan terbukanya jalur komunikasi dan transportasi maka perpindahan dan transfer barang-barang juga makin melebar ke mana-mana. Yang kedua yang tidak bisa dihindarkan juga adalah sumber daya. Dulu karena kita tidak punya akses tidak ada transportasi, tidak ada komunikasi, maka kita hanya menggali yang ada di sini saja, namun dengan berkembangnya komunikasi dan transportasi kita bisa lebih mudah ke mana-mana, menggali sumber daya yang ada di sana, maka akhirnya dimulailah usaha-usaha, mengeksplorasi serta menggali sumber daya di tempat-tempat lain, dan nanti itu juga akan dipindahkan ke tempat-tempat yang lain karena lebih banyak tersedia transportasi dan komunikasi. Yang ketiga adalah karena kita sekarang tahu adanya komunikasi dan transportasi, maka kita bisa membeli barang atau sumber daya yang ditawarkan di tempat yang lain. Jadi dengan kata lain, sekarang ini dunia menjadi sebuah toko serba ada (TOSERBA) yang sangat besar, di mana orang bisa beli apa pun dari mana-mana, dan yang diuntungkan juga adalah kita. Jadi hal ini tidak bisa dielakkan, tidak bisa lagi orang berkata, "Kita putuskan hubungan dengan siapa pun hanya pikirkan kita saja," itu sudah tidak mungkin karena secara alamiah sudah berkembang ke arah itu.PG : Misalnya ini pelajaran yang bisa kita tarik, dampak positif dari keterkaitan ini adalah hampir semua negara merasa berkepentingan menolong sesamanya keluar dari kemelut ekonomi, sebab masadepannya bergantung pada kondisi negara tetangganya pula.
Oleh karena itu, besar kemungkinan masalah yang dihadapi sekarang ini akan dapat diselesaikan, sebab makin banyak negara terlibat dan membantu, maka makin cepat pula penyelesaiannya. Singkat kata, dampak positif dari bencana ekonomi global adalah makin terjalinnya relasi saling tolong antar negara. Hari ini di sebuah surat kabar yang ada di mana-mana bahwa pertemuan negara-negara G20, baru saja bersepakat menggelontorkan satu trilyun dolar untuk menolong negara-negara yang sekarang sedang diterpa oleh badai ekonomi. Ini salah satu dampak positifnya, Pak Gunawan, semua berkepentingan saling tolong karena menolong orang berarti menolong diri sendiri. Sekarang itulah yang menjadi prinsipnya, dengan menolong engkau sebetulnya secara tidak langsung sedang menolong diri sendiri untuk keluar dari kemelut ini. Dengan kata lain, negara-negara itu dikondisikan untuk tidak lagi berpusat kepada kepentingan pribadi, dipaksa untuk memikirkan kepentingan yang lain, supaya kalau maju, maju bersama, sebab masing-masing sekarang sadar seperti efeknya domino, "duk, duk, duk, duk", kemudian semuanya jadi ikut jatuh. Sekarang ini makin banyak bantuan-bantuan yang diberikan karena muncul saling bergantungan sehingga semangat saling tolong ini makin ada di antara negara-negara.PG : Betul sekali dan sebagai contoh praktis, kita yang masih ada uang, kita yang diberkati dengan pekerjaan yang baik, sebisanya jangan ketakutan dengan menyimpan uang terus-menerus, sudah tenu harus menabung tetapi jangan gara-gara terpaan ini kita makin berhati-hati, tidak mau lagi mengeluarkan uang.
Efeknya itu buruk karena akan ada orang-orang yang tadinya bisa menjual barang kepada kita sekarang tidak bisa lagi karena sekarang uangnya tertahan. Itu berarti penjualannya menurun dan nantinya dia harus memecat pegawainya dan efeknya terus bergulir. Maka kita yang masih ada dan diberkati Tuhan, bagikan berkat itu juga, kita harus terus memutar roda ekonomi, jangan hanya memikirkan diri sendiri namun pikirkanlah orang lain juga. Sebab pada akhirnya kalau kita tahan-tahan, maka yang lain juga terpengaruh, mereka tidak bisa menjual barang karena mereka tidak mau membeli barang meskipun punya uang. Akhirnya apa yang terjadi? Mereka ambruk, tinggal tunggu waktu kita juga ambruk. Misalkan kita pengusaha, pabrik kita masih tetap berproduksi tapi kita mau menjual kepada siapa? Mau menyalurkan kepada siapa? Jadi kita mesti berpikir global, artinya kita harus memikirkan orang lain, kita tidak hidup sendiri, apa yang terjadi pada diri kita memengaruhi orang dan apa yang terjadi pada orang juga memengaruhi kita. Jadi saya berharap melalui badai ekonomi ini kita diingatkan bahwa kita harus saling tolong, saling peduli terhadap satu dengan yang lain.PG : Betul, betul sekali.
PG : Yang lain adalah akibat krisis global ini, di masa mendatang negara tetangga akan berkepentingan mengawasi perkembangan ekonomi kita dan sebaliknya, kita pun berkepentingan mengawasi kondii negara di sekitar kita pula.
Alasannya jelas kita memunyai kepentingan agar penanaman modal dan pengembangan usaha di negara tetangga dijalankan dengan kehati-hatian sebab jika terjadi masalah maka semua harus menanggungnya. Singkat kata, ketergantungan akan menciptakan kewaspadaan, dan pengawasan yang lebih ketat, sehingga semua akan dipaksa untuk lebih berhati-hati. Jadi dengan kata lain nanti akan ada sanksi-sanksi dari negara sekitar, kita tidak lagi hidup semaunya sendiri dan tidak peduli dengan negara lain, tidaklah seperti itu. Misalnya kita mengirim cukup banyak tenaga kerja ke luar negeri, kalau mereka sampai terhantam oleh badai ekonomi maka yang terkena dampaknya juga adalah kita pula karena orang-orang yang kita kirim ke sana untuk bekerja nantinya terpaksa pulang karena tidak ada pekerjaan di sana. Atau misalkan negara-negara tersebut menjalankan roda ekonominya secara sembarangan, sembrono, gegabah dan sebagainya, maka kita yang di sini karena kita tahu kita memunyai aset di sana yaitu tenaga kerja atau mungkin ada yang menanamkan modal di sana, maka kita merasa berkepentingan mau memberikan tekanan kepada negara tersebut untuk berhati-hati menjalankan roda ekonominya dengan bijaksana, karena apa ujung-ujungnya kalau sampai ada apa-apa maka kita juga yang terkena dampaknya. Jadi dengan adanya badai ekonomi ini saya juga percaya, kita makin berkepentingan mengawasi, saling mengawasi, jangan sampai ada yang sembarangan, sembrono, gegabah. Dengan kata lain, kita dipaksa untuk membenahi diri kita untuk tidak lagi hidup sendirian, kita harus berbenah diri. Saya pikir ini adalah pelajaran berharga yang bisa kita petik.PG : Betul sekali Pak Gunawan, tetapi masalahnya adalah negara-negara besar itu juga bisa diimbangi oleh beberapa negara yang setengah besar. Sebagai contoh sekarang ini dolar masih menguasai eonomi dunia, banyak negara masih masih menggunakan dolar, tetapi dengan adanya euro maka dolar akan jauh lebih berhati-hati.
Sekarang dolar tidak lagi menjadi penguasa tunggal sebab negara-negara Eropa sudah mulai dan sebagian negara-negara Asia juga sudah mulai untuk menumpukkan "reserve my card" dalam bentuk bukan saja dolar, tetapi juga dalam bentuk euro. Bahkan terakhir yang kita tahu RRC, mengusulkan supaya ada lagi mata uang yang berbeda. Dengan kata lain tekanan-tekanan itu bisa muncul dari negara-negara lain yang memang tidak sekuat yang paling kuat, tetapi waktu mereka semua bersatu ini akan menjadi sebuah penyeimbangan, pengaruh dalam dunia ini. Jadi akhirnya saling mengawasi karena sekarang ini semua saling terkait. Semua orang menyadari bahwa sumbernya adalah di Amerika Serikat, dan di masa mendatang pengawasan akan lebih kuat lagi terhadap negara Amerika Serikat sendiri pun, karena kalau mereka tidak mau berbenah diri, negara-negara lain pun akan berkata, "Kami juga tidak akan lagi menanamkan modal, menjual barang ke kamu, dan meminjamkan uang," karena mereka takut. Dengan kata lain, Amerika sendiri pun yang adalah negara yang begitu kuat dipaksa untuk berbenah diri.PG : Betul sekali. Kalau kita melihat perusahaan-perusahaan yang sudah go public, perusahaan umum kita melihat bahwa, salah satu hal yang disyaratkan adalah audit, pengawasan dari luar, transpaansi, apakah ada pertanggungjawaban yang benar.
Kalau memang dilihat semua berjalan dengan baik dan diaudit oleh perusahaan, oleh lembaga yang dapat dipercaya, maka barulah orang percaya. Sekali lagi kita melihat sekarang ini, fungsi kontrol dan pengawasan yang makin kuat didalam menjalankan kehidupan dan roda ekonomi.PG : Betul sekali, semua memang terkait.
PG : Satu lagi adalah krisis ini menyadarkan kita bahwa sebaik apapun sistem ekonomi semua tetap bergantung terhadap pelakunya dan pelakunya adalah manusia berdosa yang dikuasai oleh keserakaha dan keegoisan.
Tuhan Yesus mengingatkan kita di Matius 10:16 untuk menjadi cerdik seperti ular, namun tulus seperti merpati. Kita mesti bijak dan berhati-hati sebab dunia penuh dengan orang yang siap untuk memanfaatkan kepercayaan kita, betapa banyaknya orang yang menjadi korban kejahatan ekonomi karena terlalu gegabah. Jadi kita mesti menyadari di tengah-tengah menanjaknya ekonomi di masa-masa lampau, bahwa pelakunya tetap manusia yang berdosa dan dikuasai oleh keserakahan, keegoisan. Oleh karena itulah mesti ada lembaga-lembaga pengawasan, dan kita pun mesti berjaga-jaga terhadap orang-orang yang memang bisa memanfaatkan kita. Misalkan kita tahu yang terjadi di Amerika Serikat karena masalah KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang tergoda adalah orang yang tidak berhati-hati dengan meminjam uang untuk membeli rumah, padahal baru sadar bahwa sekarang ini cicilannya rendah, namun beberapa tahun kemudian cicilannya akan berlipat ganda. Banyak orang merasa tertipu tidak tahu apa-apa. Sekali lagi kita melihat bahwa pelakunya tetap manusia dan manusia berdosa, jadi sehebat apapun sistem ekonomi nantinya dijalankan oleh manusia, dan manusia tidak bisa lepas dari kejatuhan. Contoh yang paling klasik sekarang adalah yang menjadi berita di dunia yang bernama Bernard Madoff, dia bukan seorang investor namun dia seorang yang menolong atau bekerja untuk menginvestasikan uang orang, dana-dana orang kemudian dia mengambil uang begitu banyak, jutaan dolar dari orang-orang yang memercayakan uangnya kepada dia. Dan waktu saya masih di sana beberapa waktu yang lalu dia diancam hukuman 150 tahun, umurnya sudah 70 tahun, jadi sudah begitu tua, tetapi masih bisa begitu jahat. Kenapa dia jahat? Saya melihat wawancara dari seseorang yang memercayakan uangnya kepada dia, orang ini temannya, sering pergi bersama-sama dengan Bernard Madoff dan isterinya, pergi jalan-jalan menikmati liburan bersama. Tapi kenapa dia tega? Kuncinya satu yaitu Bernard Madoff dan kita semua orang berdosa, dan karena orang berdosa kadang-kadang kita serakah, tidak peduli ini uang siapa, yang penting mencoba usaha tanam sini, tanam sana, padahal semuanya berantakan. Jadi, akhirnya kita disadarkan yang harus dibenahi pada akhirnya adalah manusianya.PG : Sudah tentu yang susah adalah cerdik seperti ular sekaligus tulus. Jadi penekanan Tuhan sebenarnya di situ, Pak Gunawan. Kalau kita berkata orang yang tulus seperti merpati dan cerdik sepeti ular, masalahnya adalah banyak orang yang tulus seperti merpati namun pada dasarnya kurang cerdik.
Jadi pilihannya hanya satu yaitu tulus, tetapi orang yang cerdik seperti ular sekarang pilihannya dua, dia menjadi cerdik seperti ular dan berhati ular, ataukah dia akan cerdik seperti ular tetapi berhati seekor burung merpati. Jadi memang penekanan Tuhan pada orang-orang yang cerdik. Sudah tentu kita tahu bahwa yang bisa menumpuk kekayaan, yang bisa menipu, seperti pria yang bernama Bernard Madoff adalah orang yang cerdik. Jadi tantangan kita adalah bagaimana tetap mengingatkan orang yang cerdik agar tetap hidup tulus, jangan sampai akhirnya dia kehilangan ketulusannya menjadi orang yang berhati seperti ular pula.PG : Hidup bijaksana sesuai dengan yang firman Tuhan katakan serta takut akan Tuhan. Orang yang akhirnya melewati batas, merugikan orang, menipu orang dan sebagainya, itu adalah orang yang tida takut akan Tuhan dan dia lupa bahwa masih ada Tuhan dalam hidup ini dan dia lupa bahwa setelah hidup ini berakhir pun, masih ada Tuhan yang akan menuntut pertanggungjawabannya.
PG : Yang terakhir adalah krisis ini mengingatkan kita bahwa, kita tidak dapat bersandar pada kekuatan dan kepandaian sendiri. Firman Tuhan berkata di Amsal 3:5, "Percayalah kepada TUHAN dengansegenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri."
Makin kita berpengalaman, kecenderungannya adalah makin bersandar kepada pengertian kita sendiri, jangan sampai kita lupa bahwa ada Tuhan, banyak faktor "X" di tangan Tuhan. Sesungguhnya yang kita kuasai hanyalah daerah terkecil dan daerah terbesar sebetulnya di tangan Tuhan, jadi jangan gegabah berkata bahwa saya menguasai semuanya, itu salah. Kita hanya menguasai sedikit sekali dan bagian terbesarnya di tangan Tuhan. Sebagai contoh di Amerika Serikat begitu banyak orang yang sudah bekerja dengan jujur dan rajin mengumpulkan dana pensiunnya, tetapi dana pensiunnya itu diinvestasikan lagi, dan sekarang dana pensiun itu jatuh, orang yang sudah mengumpulkan bertahun-tahun punya beberapa puluh ribu setiap tahunnya namun sekarang bisa kehabisan 10% lebih uang pensiunnya, dan untuk bisa dikompensasikan atau dikembalikan lagi, tidak tahu kapan. Jadi siapa yang bisa merencanakan masa depan? Badai ekonomi mengingatkan kita bahwa seperti peribahasa berkata, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga.PG : Betul sekali. Sebab tadi saya sudah ingatkan, tetap pelakunya adalah manusia, kalau orang tidak takut lagi akan Tuhan maka dia akan mulai melakukan hal-hal yang juga salah dan merugikan orng lain.
Jadi kita mesti mengingat itu dan kita tadi sudah diingatkan juga bahwa terlalu banyak hal dalam hidup ini yang di luar kendali kita, jadi kita harus tetap datang kepada Tuhan, berserah kepada-Nya, jangan anggap diri hebat, pintar, menguasai, bergantung terhadap diri. Orang seperti itu sedang menunggu harinya dijatuhkan Tuhan.PG : Mudah-mudahan di dalam situasi seperti ini kita merendahkan diri dan jangan sampai kebalikannya yaitu semakin meninggikan diri, tidak mau mengakui kondisi dan akhirnya terpancing berbuat dsa.
PG : Betul.
GS : Terima kasih untuk perbincangan kali ini, Pak Paul. Dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bertahan Dalam Bencana Ekonomi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
87. Bersiaga dalam Badai Ekonomi | |
Salah satu penyebab utama mengapa sampai terjadi badai ekonomi yang melanda dunia dewasa ini adalah kebiasaan berutang. Pembahasan ini akan memaparkan mengapa kita tidak boleh membiasakan diri untuk berutang dan apa yang seharusnya kita perbuat untuk dapat menjaga diri dari krisis ekonomi.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bersiaga dalam Badai Ekonomi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Begini Pak Gunawan, tadi Pak Gunawan sudah mengangkat suatu ilustrasi yang bagus tentang badai. Kita tahu di negara yang memang sering diterpa oleh badai, mereka harus membangun rumah yangkokoh, dindingnya harus kokoh dan kuat.
Tetapi ada satu hal lagi, di dalam lingkungan yang sering diterpa oleh badai, rumah-rumah itu memunyai basement (ruang bawah tanah), sebab waktu badai yang begitu besar datang, rumah sekuat apa pun bisa tersapu maka mereka harus masuk ke bawah tanah dan berlindung di sana. Dengan kata lain, saya mau memberikan sebuah ilustrasi untuk kehidupan kita, waktu kita masih ada pekerjaan yang baik, waktu kita masih memunyai penghasilan yang baik, jangan lupa untuk menabung dan nanti kita akan bahas hal ini. Menabung itu seperti orang yang sedang membuat basement, membuat ruang bawah tanah, sebaliknya yang kita jangan lakukan adalah jangan membiasakan diri untuk berhutang. Saya umpamakan berhutang seperti orang yang hidup di tengah lingkungan atau iklim yang penuh badai, kita membangun rumah itu tinggi-tinggi, dindingnya juga tidak kuat, karena harus tempel sana, tempel sini karena orang yang terbiasa hidup berhutang itu seperti orang yang membangun rumah tinggi-tinggi, tidak ada dinding yang kuat, sehingga waktu badai datang maka langsung luluh.PG : Satu hal yang kita mesti pahami adalah ini, Pak Gunawan, misalnya sebagai contoh munculnya kartu kredit. Kartu kredit ini memang seperti pedang bermata dua, di satu pihak mata pedang yang ertama adalah memudahkan, namun kita tahu bahwa tujuan munculnya perusahaan atau lembaga mengeluarkan kartu kredit, tujuan pertama dan utamanya bukan untuk memudahkan orang melakukan transaksi tapi untuk mengambil keuntungan, sebab itu adalah sebuah bisnis dan sudah tentu tidak salah bisnis itu mengambil keuntungan, apalagi kalau disertai dengan sebuah keuntungan yang lain yaitu memudahkan orang melakukan transaksi yaitu agar orang tidak perlu membawa-bawa uang tunai ke mana-mana dia pergi.
Tetapi kita harus memahami bahwa kartu kredit seperti pedang bermata dua, jadi matanya ada dua, yang pertama, memang memudahkan tetapi sebetulnya yang satunya lagi adalah untuk mengambil keuntungan dari kita, kalau kita tidak bisa bayar, kita harus cicil dan kita harus membayar bunganya karena itu adalah keuntungan yang akan diambil dari kita oleh lembaga keuangan tersebut. Itu sebabnya kita harus melihat masalah hutang ini dalam perspektif yang benar, jangan sampai nantinya kita gunakan (misalkan kartu kredit) untuk semua pembelian kita yang memang kita tidak bisa beli karena kita sekarang memunyai kartu kredit. Kartu kredit ini sebetulnya bukan untuk memungkinkan kita membeli yang kita tidak mungkin beli, tapi tujuannya sebetulnya adalah dua tadi, yaitu memudahkan kita, dan dari pihak lembaga keuangan untuk menarik keuntungan kalau kita tidak bisa membayar bunganya. Sudah tentu lembaga keuangan akan lebih senang kalau kita mencicil, sebab waktu kita mencicil lama maka kita harus membayar bunga. Tetapi bagi kita gunakanlah hal-hal seperti itu untuk tujuan yang pertama, yaitu memudahkan kita dan jangan sampai kita akhirnya terperangkap ke dalam sebuah konsep kehidupan yang keliru, yaitu "Perolehlah sesuatu yang kamu inginkan, yang sebetulnya tidak mungkin kamu beli." Itu letak masalah yang sebetulnya menjadi salah satu penyebab munculnya badai ekonomi sekarang ini.PG : Betul, sehingga itulah yang coba dilakukan oleh lembaga-lembaga yang mengeluarkan kartu kredit, yaitu "Silakanlah, terimalah" ajakan untuk menggunakan kartu kreditnya. Ada beberapa hal yan mesti kita pahami tentang hutang supaya kita berhati-hati dalam mengambil hutang, kalau kita harus terpaksa mengambilnya.
Yang pertama adalah kita mesti menyadari bahwa makin hari makin besar daya tarik atau bujukan untuk berhutang mulai dari membeli rumah, mobil, sampai belanja, semua itu bisa dilakukan lewat kredit atau lewat kartu kredit. Satu hal yang mesti kita sadari adalah bahwa berhutang selalu mengandung resiko, tatkala kita tidak dapat membayarnya kita harus menanggung konsekuensi buruknya, yakni kehilangan yang lebih besar daripada hutang itu sendiri, karena nantinya hutang itu akan berbunga sehingga jumlahnya akan membesar. Kalau kita gagal membayarnya maka yang kita harus bayar lebih besar dari pinjaman itu sendiri, singkat kata kita setiap kali mau berhutang kita harus sadari bahwa ini adalah sebuah tindakan yang mengandung resiko. Sudah tentu saya tidak berkata, "Jangan sama sekali tidak mengambil hutang" tidak seperti itu, apalagi untuk urusan-urusan seperti usaha dan bisnis, namun harus selalu diikuti dengan kehati-hatian, kesadaran akan kemampuan apakah kita bisa membayarnya ataukah tidak. Itu semua harus dipertimbangkan dengan baik dan seyogyanyalah lembaga keuangan pun sewaktu memberikan pinjaman, memertimbangkan faktor-faktor itu semua dari orang yang akan meminjam uangnya.PG : Sudah tentu ada kalanya faktor 'X' itu muncul, sesuatu terjadi sehingga kita tidak bisa lagi membayar hutang kita. Kalau itu yang harus terjadi, walaupun kita meminjam sudah dengan kehati-atian, namun itu adalah hal yang harus kita terima.
Saya anjurkan kita datang kepada lembaga yang meminjamkan uang, berbicara, tunjukkan niat baik kita, apa yang bisa kita bayar, kita coba bayar, bahkan kalau perlu dari harta pribadi yang kita masih punya maka kita bayarkan, karena itu tanggung jawab kita. Jangan sampai kita berkata, "Karena ini perusahaan, kalau tidak bisa bayar maka kita tidak mau sama sekali memikul tanggung jawab dengan mengeluarkan uang kita sendiri," itu keliru! Kita harus menunjukkan itikad baik bahwa kita mau membayarnya, bukti itikad baik itu adalah kita akan menjual milik pribadi kita, atau memberikannya, supaya nanti hutang itu perlahan-lahan bisa kita cicil. Saya percaya, kebanyakan lembaga keuangan, kalau melihat itikad baik seperti itu, akan lebih rela untuk bernegosiasi dengan kita. Jadi sekali lagi dalam meminjam kita harus berhati-hati, jangan mengambil resiko yang terlalu tinggi sehingga itu lebih merupakan sebuah spekulasi. Ada orang yang begitu, karena kita memang manusia berdosa, kadang-kadang manusia dikuasai keserakahan dan keegoisan dan tidak memikirkan dampaknya pada orang, yang penting mengambil dulu, menggunakan dulu, kalau tidak berhasil bukan urusan saya. Mungkin di dunia, dia bisa bebas dari sanksi, tetapi kita tahu bahwa hidup di dunia hanya sementara, selanjutnya ada kehidupan lain dan di situ dia tidak bisa lari dari sanksi dan hukuman Tuhan.PG : Kebiasaan berhutang yang saya ini ingin coba angkat supaya kita berhati-hati, jangan sampai memulai kebiasaan hidup berhutang. Kebiasaan berhutang juga membuat kita hidup di luar jangkauanatau kemampuan kita.
Pada akhirnya kita membeli barang-barang yang sesungguhnya tidak dapat kita beli dan kehidupan kita tidak lagi didasari oleh kemampuan finansial yang nyata, tetapi yang dibayangkan, "Nanti kalau saya memunyai uang, saya bisa bayar ini dan kalau tidak ada uang maka jangan membelinya." Kebiasaan berhutang itu membuat kita hidup di dalam alam khayalik (dibayangkan) "Kalau, dan kalau." Banyak orang terutama di Amerika Serikat yang disadarkan bahwa selama ini, mungkin sekitar dua puluh tahunan terakhir ini, mereka telah begitu bergeser dari nilai hidup yang benar yaitu kerja keras dulu kemudian barulah menikmati hidup, namun sekarang mulai banyak orang-orang atau generasi-generasi muda yang kebalikannya yaitu nikmati hidup dulu dan nanti baru kerja keras, itu salah seharusnya kerja keras dulu, kumpulkan dulu, nanti baru gunakan untuk menikmati hidup itu sendiri. Kalau tidak bisa beli maka jangan dibeli, ini adalah keburukan dari kebiasaan berhutang yaitu kita akhirnya hanya hidup berdasarkan keinginan kita, bukan hidup berdasarkan kesanggupan kita. Kita harus kembali lagi ke nilai yang sederhana yaitu hidup berdasarkan kesanggupan dan bukan keinginan.PG : Betul, jadi kita harus menerima keterbatasan kita. Ini bisa membawa kita kepada point yang berikut. Memang kebiasaan berhutang itu makin mendorong kita hidup impulsif, tanpa berpikir panjag melakukan sesuatu karena ada alatnya, sarananya yaitu kartu kredit kita dan sebagainya, yang penting pinjam dulu dan kemudian barulah dipikirkan bagaimana bayarnya, Impulsif karena sudah berkeinginan.
Jadi jangan sampai kita termakan oleh gaya hidup yang tidak sehat ini dan kita mesti belajar menahan diri, sebab kalau tidak maka kita nanti akan dikejar-kejar oleh hutang kita itu.PG : Saya kira pada waktu kita mau membeli sesuatu, langkah yang paling baik adalah jeda, pause, jangan lakukan, tunda dulu, pikirkan lagi, berikan satu kurun untuk kita berbicara dengan pasangn kita, dengan orang lain untuk berpikir, lihat lagi, lihat lagi.
Seringkali setelah ada jeda beberapa hari kita bisa berpikir ulang dan kita disadarkan, "Benar ya tidak perlu, untuk apa? Ya, sudah tidak perlu." Satu pokok lagi yang saya mau ingatkan, jangan sampai kita lupa, belajarlah hidup berdasarkan kesanggupan, bukan atas dasar keinginan.PG : Yang pertama adalah kita harus membiasakan diri menabung. Ingatlah pepatah sedia payung sebelum hujan, tabungan itu diperlukan justru untuk saat seperti ini. Jadi sebaiknyalah setiap keluaga menyisakan uang meskipun sedikit, tidak apa-apa karena sedikit demi sedikit, bulan demi bulan, setelah setahun, lebih besar daripada yang sebulan, dua tahun lebih besar daripada yang setahun.
Jadi simpanlah uang dan simpanlah dengan aman, untuk tabungan kita jangan simpan dalam bentuk-bentuk investasi yang penuh resiko, karena nantinya itu benar-benar digunakan di waktu hujan turun, jangan sampai waktu hujan turun, karena kita menaruh uang kita di lembaga atau menanamkan uang kita dengan resiko yang tinggi, maka pada waktu badai menerpa biasanya lembaga-lembaga ini akhirnya juga tersapu oleh badai dan uang kita pun akhirnya juga akan habis. Jadi untuk tabungan keluarga, untuk tabungan masa depan kita, kalau bisa kita pisahkan dengan aman tabunglah dengan aman, memang resikonya kalau rendah maka bunganya lebih rendah namun tidak mengapa karena ini untuk masa seperti sekarang ini. Orang yang menaruh semuanya di paket-paket yang lebih tinggi bunga tetapi lebih tinggi resiko, akhirnya sekarang bingung karena belum tentu bisa mengambil semuanya lagi, jadi biasakan diri untuk menabung. Menabung juga mendorong kita hidup berdisiplin, mendorong kita untuk tahu diri, bahwa "jangan ini di luar kemampuan kita". Menabung mendorong kita dengan jernih memilah-milah, perlu apa tidak, baik atau buruk melakukan ini dan itu, jadi biasakanlah menabung.PG : Itu pikiran yang keliru sebab kita bisa menabung dengan aman. Kita tahu bahwa negara menjamin tabungan sampai jumlah tertentu, maka tabunglah yang aman, jangan menabung di tempat-tempat yag menanggung resiko tinggi, meskipun menawarkan imbalan yang besar berhati-hatilah kalau untuk tabungan pribadi dan tabunglah dengan aman, sehingga kita tahu kalaupun ada badai apapun, nantinya ada jaminan yang diberikan dan kita bisa mendapatkan kembali uang kita.
PG : Makanya tadi saya sudah singgung bahwa karena tujuannya ini adalah 'sedia payung sebelum hujan', sudah tentu tidak ada investasi yang sempurna di dunia ini pasti akan ada plus atau minusny, namun kita mengambil yang beresiko terendah, meskipun sudah tentu ada kerugian-kerugiannya bila dibandingkan dengan yang lainnya.
Tetapi untuk kepentingan kita maka tabunglah yang teraman, jadi kita ambil yang paling aman meskipun memang ada gerusan-gerusannya.PG : Kita mesti fleksibel dalam memilih pekerjaan sementara, di dalam kondisi seperti ini pekerjaan yang ideal hampir tidak ada. Jadi kita harus menerima apa pun yang tersedia selama itu halal,dan jangan berkata, "Dulu gaji saya bekerja sebesar ini namun sekarang diberikan hanya sejumlah ini, saya biasa mengerjakan pekerjaan yang seperti itu rumitnya atau tingginya atau susahnya.
Namun sekarang pekerjaan saya hanya menghitung-hitung ini," Ini adalah masanya untuk menghidupi keluarga bukannya mengembangkan karir, kadang-kadang orang susah membedakan keduanya. Pada masa terpaan ekonomi atau di masa-masa diterpa badai, tidak ada lagi atau sedikit kesempatan mengembangkan diri, kita harus memikirkan bagaimana menjaga kelangsungan hidup keluarga kita, jadi selama pekerjaan itu halal lakukanlah! Walau hanya sementara, tidak mengapa, sebab nantinya setelah ekonomi membaik kesempatan yang lain pun dengan otomatis akan kembali terbuka.PG : Tepat sekali, Pak Gunawan. Jadi ini adalah masukan yang berikut yaitu kita harus kreatif. Mungkin ini adalah saatnya kita menciptakan pekerjaan dan bukan hanya mencari pekerjaan. Kadang-kaang kita terbentuk oleh konsep yaitu kita harus mencari-cari pekerjaan, mungkin kita harus lebih kreatif kita bisa menciptakan pekerjaan yang baru, sekarang kita memulai usaha sendiri.
Banyak orang sudah membuktikannya, waktu dalam keadaan kondisi di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dan sebagainya, mereka terpaksa berpikir kreatif "Apa yang bisa dikerjakan sendiri," mungkin kita tidak menyadari bahwa kita punya sedikit bakat 'enterpreneur', kita berusaha sendiri berwiraswasta. Jadi dalam kondisi seperti ini kreatiflah dan jangan terpaku pada metode yang sama terus-menerus.PG : Tepat sekali, jadi saya juga ingatkan bahwa kita tidaklah hidup di dalam pulau yang terpisah, sendirian, kita harus berhubungan dengan orang, bertukar pikiranlah, berkonsultasilah, tanyala teman-teman, mintalah ide-ide.
Jadi jangan kita itu mencoba menyelesaikan sendiri, bukankah beban kalau ditanggung bersama juga akan lebih mudah untuk dipikul, salah satu tujuannya adalah dengan kita berbicara dengan teman-teman dan memberi tahu mereka kondisi kita maka kita mengingatkan mereka akan keberadaan kita bahwa kita sedang memerlukan pekerjaan. Siapa tahu dari antara mereka ada yang memerlukan bantuan sehingga memanggil kita atau karena mereka tahu kalau kita sedang butuh, mereka mendengar ada orang yang membutuhkan maka mereka bisa memperkenalkan kita dengan orang yang membutuhkan tenaga kita itu. Jadi inilah saatnya kita untuk berelasi, berkoneksi membuat sebuah jaringan dan jangan gengsi, inilah saatnya kita menanggalkan gengsi. Ada kalanya karena ingin memberikan kesan kepada teman bahwa kita tetap mapan, bonafit, dan sebagainya sehingga tidak mau berterus terang kepada mereka dan tidak mau meminta bantuan kepada mereka, jangan! Inilah saatnya menanggalkan gengsi.PG : Betul. Bukankah di dalam persekutuan, waktu kita bercerita akan kesulitan kita dengan teman-teman di gereja, mereka bisa mendoakan kita, menanyakan, menelepon kita. Sewaktu saya tidak memiiki pekerjaan selama kurang lebih delapan bulan, Pak Gunawan, betapa saya menghargai sewaktu orang menelepon saya, menanyakan bagaimana kabar saya atau ada orang yang mengirimkan e-mail dan ada orang berkata untuk mendoakan saya, hal-hal itu seperti siraman-siraman di tanah yang sedang tandus.
Tetapi sekali lagi itu juga dimunculkan karena kita bersedia diketahui oleh teman-teman kita. Saya mengerti ada kalanya gengsi itu menghalangi, sekarang ini saatnya kita tanggalkan, biarlah teman-teman dalam persekutuan bisa mendukung kita pula dan mendoakan kita.PG : Kita harus terbuka, Pak Gunawan. Saya tahu ada orang yang berkata, "Saya tidak mau bercerita kepada isteri saya, nanti dia khawatir, cemas dan sebagainya," Saya kira inilah waktunya, waktukita diterpa badai ekonomi sebesar ini maka kita mesti bicara terus-terang kepadanya, biarlah dia tahu kondisi kita dan jangan memberi dia harapan kosong dengan janji ini dan janji itu, padahal tidak bisa kita penuhi.
Bukankah waktu kita berterus terang kepadanya dia pun lebih dapat membantu kita, memberi masukan, sumbangsih, pemikiran dan mungkin dia juga bisa mendoakan kita. Inilah saatnya kita bahu membahu, saling menolong. Maka saya minta kepada pasangan jangan sampai nantinya menyalahkan, memarahi namun inilah saatnya kita saling memberi dukungan, saling mendoakan, setiap malam berpegangan tangan berdoa kepada Tuhan, memohon karunia-Nya dan pertolongan-Nya untuk kita semua.PG : Yang berikut adalah jika ada kesalahan, inilah saatnya meminta maaf dan memberi maaf. Kadang-kadang kita terjeblos sedalam ini karena kesalahan kita terlalu mengambil resiko tinggi, yang tdak perlu dan sebagainya.
Jadi minta maaflah dan jangan defensif. Kalau kita tahu ini ada andil kita maka akui dan minta maaflah. Untuk pihak yang satu, tolonglah beri maaf. Inilah saatnya kita menerapkan janji nikah dalam suka dan dalam duka, dalam kecukupan dan dalam kekurangan kita akan bersama pasangan.PG : Kita memang harus terus berdoa dan terus berharap pada pemeliharaan Tuhan, saya belajar waktu saya tidak ada pekerjaan selama 8 bulan itu, bahwa hal termudah yang dapat Tuhan lakukan adala memberi saya pekerjaan pada keesokan hari, tetapi hal yang susah adalah membangun iman saya untuk bersandar dan percaya kepada pemeliharaan Tuhan.
Jadi saya tahu kalau Tuhan inginkan, maka Tuhan bisa memberikan saya pekerjaan besok, namun kenyataan sampai sekarang saya belum mendapatkannya. Itu berarti Engkau ingin agar saya tetap bersandar dan percaya bahwa Engkau pasti bisa memelihara apapun kondisinya. Hal itulah yang membuat saya kuat dan bertahan, dan memang benar bahwa Tuhan menjaga, Tuhan pelihara dan Tuhan membuktikan kata-kataNya seperti yang dikatakan kepada orang-orang Israel setelah mereka melewati perjalanan di gurun pasir bahkan sandalmu pun, kasutmu pun tidak lapuk karena TUHAN menjaga, maka peganglah janji TUHAN di Matius 6:33,34 "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari esok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri, kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."PG : Ya.
GS : Pak Paul terima kasih untuk perbincangan ini, dan tentunya akan sangat bermanfaat bagi para pendengar setia kita. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bersiaga dalam Badai Ekonomi." Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
88. Hidup Dalam Kekecewaan | |
Hidup tidak sempurna. Ada banyak hal yang tidak menyenangkan yang harus kita hadapi dan terima. Kadang kita mengalami kecurangan namun adakalanya kita harus mengalami kejahatan. Sudah tentu hasil akhirnya adalah kekecewaan. Jika inilah yang kita alami maka kita mesti belajar menolong diri sehingga kita bisa mengatasi kekecewaan.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Hidup Dalam Kekecewaan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Saya setuju dengan pengamatan Pak Gunawan, bahwa hidup memang tidak sempurna dan karena itu ada kalanya apa yang tidak kita harapkan malahan harus kita hadapi, sehingga waktu itu terjadi kkecewaanlah yang menjadi reaksi kita.
Pada kesempatan kali ini kita akan mencoba untuk melihat lebih dalam lagi tentang hidup dalam kekecewaan. Yang pertama yang akan saya uraikan adalah tiga tahapan atau fase pengenalan kita akan pengalaman yang tidak menyenangkan, yang pada akhirnya menimbulkan kekecewaan itu. Yang pertama adalah saya mau bawa ke masa paling kecil dalam hidup kita, pada masa awal dalam hidup ini kita tidak mengenal kecurangan atau kejahatan. Anak-anak pasti dimarahi atau didisiplin orang tuanya sehingga menangis dan sebagainya. Sudah tentu bagi anak itu bukanlah hal-hal yang menyenangkan, tetapi kemarahan orang tua dalam kadar yang wajar, disiplin orang tua kepada anak itu bukanlah sesuatu yang dilihat anak sebagai sebuah kejahatan atau kelaliman, atau kecurangan. Dengan kata lain pada awal-awal kehidupan kita tidak mengenal kecurangan, terlahir dalam ketidaktahuan akan semua itu, namun perlahan-lahan kita mulai mendengar tentang kecurangan atau kejahatan yang terjadi di sekitar kita. Mungkin kita mendengar orang tua kita berbicara tentang orang yang mendapatkan suatu musibah, atau orang yang rumahnya dirampok atau orang yang sedang berjalan kemudian ditodong, atau orang yang dilukai dan sebagainya. Pada masa itulah kita mulai menyadari bahwa dunia di sekeliling kita ini bukanlah dunia yang aman atau sempurna, bahwa ada orang-orang yang berbuat kejahatan atau berniat buruk untuk merugikan orang lain. Jadi dengan kata lain, waktu kita mulai menginjak usia-usia mungkin memasuki 9, 10 tahunan akhirnya kita disadarkan bahwa tidak semua manusia itu baik dan tidak semua pengalaman itu menyenangkan. Pada tahap ini kita diingatkan untuk berhati-hati sebab di sekeliling kita ada bahaya yang mengancam, kendati percaya namun sesungguhnya kita belum sepenuhnya percaya pada hal ini, karena semua ini baru berupa informasi luar atau kita baru mendengarnya, kita belum benar-benar mengalaminya. Jadi sekali lagi secara kognitif atau secara pemikiran, kita tahu bahwa di sekeliling kita itu ada bahaya, ada orang-orang yang tidak baik, namun kita belum sepenuhnya percaya karena pada tahap awal kehidupan kita belum bersentuhan dengan kejahatan itu.PG : Dalam kasus seperti itu, bagaimana seorang anak yang mengharapkan sesuatu dari orang tuanya namun tidak mendapatkannya, atau contoh yang lain yaitu ingin menonton televisi atau ingin mainvideo games namun oleh orang tuanya disuruh belajar, sudah tentu itu akan mengembangkan rasa tidak suka juga.
Tetapi ini bukanlah sebuah kekecewaan mendalam karena keesokan harinya dia sudah lupa dan orang tuanya juga tidak selama-lamanya melarang dia untuk bermain. Atau misalkan yang lain tidak boleh naik sepeda setiap hari, jadi kekecewaan pada masa kanak-kanak yang tidak mengandung kejahatan ini biasanya sebuah kekecewaan yang memang berkadar kecil dan dengan mudah nantinya bisa tersapu bersih.PG : Kalau si anak mengalami terus-menerus kekecewaan atau penolakan entah itu dijanjikan sesuatu tetapi tidak pernah diberikan, atau tidak mendapatkan hal-hal yang baik dari orang tuanya atau anji kosong dan itu terus dialaminya, maka nantinya pada usia muda akhirnya mulai mengembangkan sebuah kekecewaan karena kadar itu menjadi sebuah kadar yang personal.
PG : Pada tahap berikutnya adalah kita sekarang mulai besar, kita bukan saja mendengar bahwa di sekeliling kita ada orang yang jahat dan ada orang yang menjadi korban kejahatan, namun sekarang italah yang menjadi korban perbuatan orang jahat itu, misalkan kita berjalan ke sekolah kemudian kita di todong oleh seseorang, atau peristiwa lain kita tidak bersalah namun teman kita marah, kita dipukul.
Perbuatan-perbuatan seperti itu tidak bisa tidak akan menyadarkan kita bahwa orang bisa berbuat yang buruk kepada diri kita. Sudah tentu di situ muncullah suatu reaksi takut, suatu reaksi bahwa kita tidak luput dari hal-hal yang buruk dan kita mesti disadarkan berhati-hati kita juga mesti berbuat sesuatu untuk melindungi diri dari kemungkinan terulangnya perbuatan buruk itu.PG : Betul, jadi dalam tuturan yang sedang saya berikan ini, saya mengasumsikan bahwa keadaan rumah tangganya itu relatif baik. Karena nanti sewaktu kita masuk ke tahap ketiga kita baru melihatbahwa ternyata tahap ketiga ini juga mungkin dialami oleh seorang anak di dalam rumahnya sendiri.
Itu sebuah cerita yang nanti akan kita bahas dan yang jauh lebih berat dampaknya pada si anak, tetapi dalam kondisi yang relatif lebih normal biasanya seorang anak tidak mengalami hal-hal yang seburuk itu, baru menjadi korban perlakuan yang buruk sewaktu pergaulannya semakin meluas, dia menjadi lebih rentan untuk menjadi korban kejahatan atau perlakuan yang buruk dari orang lain.PG : Itu sebabnya seorang anak perlu diberikan dukungan, pengertian, sehingga sewaktu dia mengalami perlakuan yang buruk dari orang di luar dan dia takut maka dia harus mengetahui bahwa dia bis berbicara dan dia bisa membagikan ketakutannya dan perasaannya kepada orang tuanya.
Sudah tentu sebaiknya orang tua jangan memarahi si anak, dan berkata, "Kamu seharusnya berani keluar jangan kamu takut, begitu saja kamu lari." Sudah tentu orang tua mesti mengerti bahwa anak itu takut dan terimalah, akuilah bahwa di luar itu kadangkala memang ada orang-orang yang jahat yang bisa berbuat buruk kepada kita. Setelah itu kita katakan kepada dia, "Oleh sebab itu kita harus berhati-hati, jangan sampai kita melakukan hal yang sama lagi, supaya kita tidak menjadi korban yang kedua kalinya."PG : Sebetulnya kekecewaan lebih dekat dengan kesedihan dan nanti kita akan lihat pada tahap yang terakhir kekecewaan itu sungguh-sungguh sebuah bentuk kesedihan yang diselimuti oleh rasa ketaktan atau ketidakamanan, karena apa yang tidak diduga itu ternyata menjadi kenyataan.
PG : Tahap yang ketiga adalah pada akhirnya pengenalan kita akan kecurangan atau kejahatan orang mencapai puncaknya, tatkala kita sendiri menjadi korban dari perbuatan buruk orang yang kita kenl dan percaya.
Mungkin saja kita alami waktu kita sudah mulai remaja atau sudah mulai dewasa ketika kita dilukai atau disakiti oleh orang-orang yang kita kenal dengan baik, teman mungkin bisa melakukannya kepada kita, setelah kita menikah pasangan kita bisa melakukannya kepada kita, atau saudara kita yang kita percaya dan tidak menduga bahwa dia bisa berbuat buruk kepada kita seperti menipu kita. Waktu kita mengalami hal-hal seperti ini, tidak bisa tidak, kita akan merasakan kekecewaan yang dalam, sebab kita tidak pernah mengharapkan dan menduga bahwa orang yang kita percaya ini, apalagi orang yang kita sayangi ini, ternyata tega berbuat hal seburuk itu kepada kita, kita bisa juga mengukur seberapa dalamnya kekecewaan yang kita rasakan dari berapa baiknya relasi kita, sebelum kekecewaan itu terjadi. Maksud saya seperti ini misalkan dalam hubungan suami isteri kalau pada akhirnya suami kedapatan menipu si isteri, karena dia memunyai perempuan lain dalam hidupnya, tetapi sebelumnya ini terbongkar si suami memerlihatkan sebuah diri yang baik, sebuah diri yang memerhatikan isterinya, sebuah diri yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, pulang kerja mungkin juga tidak terlambat, selalu bersedia untuk mengantar anaknya, tidak ada tanda-tanda apa-apa, tetapi suatu ketika kedapatan bahwa dia memunyai perempuan lain. Biasanya kalau itu yang terjadi, pukulan kekecewaan akan sangat dalam dibandingkan kalau misalnya perlakuannya yang sebaliknya yaitu didalam relasi memang hubungan suami isteri ini sudah tidak baik yaitu sering terjadi pertengkaran, tidak ada lagi rasa respek dan sayan, sehingga waktu kedapatan bahwa si suami ini berbuat hal yang salah, berdosa di hadapan Tuhan karena ada perempuan lain dalam hidupnya, hal ini pasti si isteri tetap akan sakit hati dan kecewa namun perasaan sakit hati dan kecewanya tidaklah sebesar kalau hubungan kita itu sebelumnya dianggap baik, mesra dan penuh dengan rasa percaya.PG : Betul. Memang hubungan mereka sudah buruk jadi dia sudah bisa mengantisipasi, karena hubungan ini terus memburuk, memburuk, maka nanti kamu akan jatuh cinta atau memunyai perempuan lain daam hidupmu.
Atau sebaliknya juga bisa yaitu si suami yang beranggapan bahwa tinggal tunggu waktu kamu juga akan mendapatkan pria lain. Jadi ini adalah sebuah situasi yang sangat personal yaitu kita menjadi korban kejahatan atau perlakuan buruk dari orang yang kita kenal dengan baik dan kita percaya, apalagi yang kita sayangi. Tetapi tadi saya sudah singgung, Pak Gunawan, kadang-kadang secara alamiah seharusnyalah seorang anak baru mengalami peristiwa yang personal ini tatkala dia sudah dewasa. Tetapi ada kalanya ada anak-anak yang mengalami semua ini tatkala dia kecil yaitu dari orang yang dia percaya yaitu orang tuanya yang dia hormati yang dia sayang, yang seharusnya merawat dia, justru dia menerima perlakuan-perlakuan buruk, tidak bisa tidak si anak akan hidup dalam sebuah kekecewaan yang dalam. Maka tidak heran sebagian anak yang dibesarkan di dalam rumah tangga seperti itu karena menyimpan kekecewaan yang dalam, setelah beranjak dewasa maka suasana hatinya adalah suasana hati yang depresi, jarang kita melihat sukacita, keriangan dalam diri anak yang seperti ini, karena dari kecil dia akhirnya memendam rasa kecewa dan yang juga bercampur dengan kesedihan.PG : Sudah tentu kalau kita tidak terbiasa maka pukulan itu akan lebih terasa, tetapi sekali lagi sebetulnya seberapa dalamnya dan seberapa parahnya dampak kekecewaan itu bergantung pada relasikita sebelumnya dengan orang itu.
Kalau kita mengalami perlakuan buruk dari orang yang tidak kita kenal sama sekali sudah tentu tetap kita akan marah, sakit hati, kecewa, tetapi tidaklah separah kalau kita dikecewakan oleh orang yang kita percaya.PG : Ada beberapa, Pak Gunawan. Yang biasanya kita keluarkan adalah sebagai reaksi terhadap perlakuan buruk yang menimbulkan kekecewaan itu. Pertama adalah kita marah karena tidak menyangka baha seseorang yang kita percaya dan sayangi ternyata sanggup berbuat hal seperti itu, maka kita benar-benar marah.
Yang kedua adalah kita sedih karena perbuatan itu menciptakan batas pemisah antara kita dan dirinya sebab pada akhirnya kita kehilangan orang yang dekat dan kita sayangi, karena dia telah berbuat hal yang buruk dan melukai hati kita. Sudah tentu kita tidak bisa dengan cepat kembali kepada diri yang sediakala yaitu percaya dan sayang kepadanya, tidak bisa secepat itu. Akhirnya kita membatasi dan di sini biasanya timbul kesedihan yang dalam sebab sebelumnya orang yang berbuat buruk kepada kita itu awalnya adalah orang yang kita sayangi, yang kita hormati, kita percayai dan dalam diri kita tetap ada rasa kehilangan, karena ada garis pemisah antara kita dan orang yang tadinya begitu dekat dan baik kepada kita, dan kita tidak mau terlalu dekat lagi dengan dia. Namun ada sebuah kerinduan dan kehilangan bahwa orang yang tadinya dekat sekarang akhirnya tidak ada lagi.PG : Betul sekali dan ini adalah reaksi yang terakhir yaitu kita takut. Takut sebab kita tidak mau hal itu terulang lagi, kita tidak mau terlukai lagi, sehingga kita mulailah mengembangkan sebuh pemikiran bahwa di dalam dunia sebetulnya tidak ada orang yang sungguh-sungguh baik dan dapat dipercaya, sebab orang yang begitu baik dan begitu kita percaya akhirnya sanggup untuk melakukan hal yang seburuk itu kepada kita.
PG : Betul, namun masalahnya adalah kita tahu bahwa kita tidak sempurna dan tidak ada relasi yang sempurna. Bahkan hubungan dengan suami, isteri, orang tua dan anak. Tetapi ada sebuah harapan aau keyakinan bahwa keluarga kita tidak akan berbuat seburuk itu kepada kita, karena satu dengan yang lain sudah dekat, sehingga waktu terjadi masalah biasanya kita akan terpukul dengan berat.
PG : Ada empat yang bisa saya tawarkan. Yang pertama adalah kita mesti melihat fakta secara keseluruhan, artinya bukan saja kita melihat perbuatannya dari kacamata kita, tetapi juga dari kacamaanya.
Dengan cara itu kita dapat memandang masalah secara objektif, jadi maksudnya begini, mungkin ada hal-hal yang luput kita lihat, mungkin ada motivasi tertentu yang tidak kita sadari, mungkin sebetulnya orang tersebut tidak seburuk yang kita duga, ada kondisi tertentu yang membuatnya melakukan hal seperti itu. Jadi kumpulkanlah data selengkap mungkin. Kecenderungan kita waktu kita dilukai dan kita kecewa, kita itu secara langsung menarik diri, dan dengan cepat menyimpulkan dan tidak mau tahu terlalu banyak lagi, kenapa bisa seperti ini, kenapa bisa seperti itu dan memeriksa seobjektif mungkin. Kebanyakan dari kita langsung menarik diri dan menyimpulkan bahwa kamu memang begini. Justru ini kurang bijaksana. Jadi langkah pertama kumpulkanlah data seobjektif mungkin.PG : Sudah tentu kita perlu melewati suatu masa dimana kita bisa mulai stabil lagi sebab tatkala emosi kita masih labil kita tidak mudah melihat secara objektif dan rasional yaitu mencari tahu agaimana faktanya.
Setelah kita relatif stabil, barulah kita mencoba mendapatkan lebih banyak informasi tentang apa yang sebetulnya terjadi, kenapa dia begini dan begitu.PG : Betul, maka tadi saya singgung kecenderungan kita adalah cukup, kita mau menarik diri, menutup buku, kita tidak mau lagi melihatnya. Tetapi masalahnya adalah begitu kita menutup buku, kemuian kita memberikan judul pada buku itu dan judul buku itu adalah judul yang sudah pasti yang sesuai dengan pemikiran kita.
Justru sebaiknya meskipun susah tapi kita harus mencoba untuk melihat kenapa dia seperti ini dan seperti itu, apa kemungkinannya. Semakin banyak data, maka semakin lengkaplah informasi tersebut, sehingga kita bisa memberikan penilaian yang lebih tepat.PG : Yang kedua adalah kita mesti mengakui kenyataan apa adanya. Jadi pada akhirnya kita harus menyimpulkan bahwa orang itu berbuat hal ini karena memang dia tidak lagi menyayangi kita, atau idak lagi menghormati kita atau tidak lagi menganggap kita sebagai temannya, maka kita harus akui itu dan kita harus terima.
Bila kita harus mengakui kalau dia adalah orang yang serakah atau yang egois, akuilah juga. Jadi jangan sampai kita mendistorsi fakta, kadang karena ada kebutuhan-kebutuhan pribadi maka kita tidak siap menerima fakta, sehingga kita memberikan warna yang berbeda pada fakta itu. Penting sekali kita mengakui fakta apa adanya, kalau memang hitam maka kita panggil hitam, kalau putih maka kita panggil putih.PG : Ini ide yang baik sekali, Pak Gunawan. Jadi dalam proses mencari fakta pada tahap pertama tadi, sudah tentu kita harus mencari masukan dari orang-orang lain yang mengerti situasi ini dan yng juga mengenal orang tersebut, sehingga data yang kita peroleh akan memerkaya pemahaman kita akan sebetulnya apa yang telah terjadi.
PG : Betul. Setelah kita mendapatkan semua informasi itu, maka kita harus akui faktanya. Seandainya orang yang berlaku buruk kepada kita itu tidak lagi memunyai perasaan yang sama dengan kita, tau orang itu ingin menjauh dari kita dan dia tidak mau lagi dekat dengan kita, maka dalam kondisi seperti itu kita harus terima.
PG : Berkaitan dengan yang ke dua, langkah ketiganya adalah kita harus melepaskan genggaman. Artinya kita harus rela membiarkan dia memilih garis kehidupannya. Inilah bagian yang sulit dilakuka sebab biasanya kita tetap mengharapkan bahwa dia tidaklah seperti itu.
Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa kita tidak bisa mengendalikan sikap orang terhadap kita, kekecewaan adalah reaksi alamiah terhadap perlakuan orang yang tidak semestinya kepada kita, namun kita harus melepaskan genggaman ini sebab dia tidak berkewajiban menghilangkan kekecewaan, orang tersebut memang tidak memunyai kewajiban untuk membuat kita lebih tidak kecewa atau lebih percaya, memang tidak! Dia sudah memutuskan bahwa dia memilih garis kehidupannya dan kita memang harus terima itu dan kita harus lepaskan. Kadang-kadang yang menyulitkan adalah kita mau tetap menggenggamnya, berharap bahwa dia akan berbuat lebih baik lagi kepada kita. Namun kita harus terima.PG : Tepat sekali. Sudah tentu adanya kedekatan seperti tadi kita sudah bahas di dalam relasi yang akrab, kita percaya, kita sayang, kita hormati, maka kita mengharapkan ini bisa kembali lagi sperti dulu dan dia sudah meminta maaf dan sebagainya namun kenyataannya tidak seperti yang kita harapkan dan kita harus terima bahwa itu pilihan dia, apapun yang akan kita lakukan besar kemungkinan tidak akan mengubahnya, sekurang-kurangnya pada saat ini.
Mungkin kita bisa berharap suatu hari kelak, dia bisa lebih dewasa melihat dan menerimanya dengan lebih baik, memang untuk sementara kita harus lepaskan genggaman kita.PG : Sudah tentu kita boleh menyampaikan permintaan tersebut, tetapi kita hanya menyampaikannya, setelah itu kita harus lepaskan seperti kita melepaskan burung dari sangkar, bahwa burung ini searang akan terbang ke mana dia ingin terbang dan kita tidak bisa lagi mengatur ke manakah burung ini akan terbang.
PG : Yang terakhir adalah kita mesti berusaha mendoakannya, sebab berdoa berarti membawanya ke hadapan Tuhan dan menjadikannya objek yang layak didoakan. Mendoakan adalah mengizinkan Tuhan mauk membasuh kekecewaan kita dan menggantikannya dengan kesediaan untuk berbelas kasihan, dan akhirnya kembali mengasihinya.
PG : Saya kira pada awal apalagi sewaktu kita baru dikecewakan, maka kita marah dan sedih. Silakan ungkapkan doa apa adanya kepada Tuhan, baik itu kemarahan kita, rasa sakit hati kita, kadang kta juga berdoa supaya Tuhan membalaskan sebab Tuhan tidak mau kita membalas, kemudian kita meminta agar Tuhan yang membalaskannya untuk kita.
Itu tidak mengapa tetapi saya kira setelah kita melewati fase itu, akan ada fase berikutnya yaitu kita mendoakan untuk orang itu supaya apa yang buruk bisa dilepaskan dan apa yang baik bisa dia lakukan. Sewaktu kita mulai mendoakan dia sebetulnya kita sedang membuka hati kita untuk dibasuh oleh Tuhan karena orang yang tidak bersedia mendoakan orang yang telah menyakitinya, seolah-olah dia tetap membiarkan adanya kotoran-kotoran di dalam hatinya. Tetapi waktu dia mulai mendoakan dan mulai membuka hati, mengizinkan Tuhan mengundang Tuhan membasuh hatinya dan hatinya menjadi kembali bersih.PG : Mazmur 61:5 dan Mazmur 62:2. Di Mazmur 61:5 berkata, "Biarlah aku menumpang di dalam kemah-Mu untuk selama-lamanya, biarlah aku berlindung dalam naungan sayap-Mu!" Mazmur 62:2, "Hanya dekt Allah saja aku tenang dari pada-Nyalah keselamatanku."
Jadi sekali lagi pada akhirnya kita harus masuk ke kemah Tuhan, kita bernaung dan menumpang di dalam kemah Tuhan dan dekat dengan Allah sebab hanya di dalam kemah Tuhan dan hanya dekat dengan Allah barulah kita mendapatkan ketenangan itu dan kita barulah bisa menghadapi kekecewaan itu pula.GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hidup Dalam Kekecewaan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
89. Hidup dengan Orang yang Kecewa | |
Kekecewaan dapat dipastikan akan membuahkan kepahitan. Itu sebabnya hidup dengan orang yang menyimpan kekecewaan sebenarnya hidup dengan orang yang menyimpan kepahitan. Pada akhirnya kepahitan memasuki seantero lini jiwa dan kadang memunculkan diri dalam perilaku yang tidak sehat. Perhatikanlah beberapa masukan yang dapat diberikan untuk orang yang hidup dengan seseorang yang kecewa.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Hidup dengan Orang yang Kecewa". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Hidup ini memang tidak sempurna, Pak Gunawan. Ada kalanya hal-hal yang tidak menyenangkan yang tidak kita duga menimpa kita, kalau itu dilakukan oleh orang yang tidak kita kenal, kita menglami peristiwa yang buruk dan sebagainya meskipun kita sakit hati, kita marah, kita takut, kita kecewa, tetapi pada umumnya kita masih bisa melaluinya.
Yang terberat adalah kalau kita di- kecewakan oleh orang yang kita kenal dekat, yang mungkin kita sayangi, atau yang paling penting adalah kalau kita memercayainya. Biasanya kalau itu terjadi maka hasilnya adalah kita mengalami kekecewaan yang dalam. Kita sudah bahas pada kesempatan yang lampau bahwa ada hal-hal yang harus kita lakukan, misalkan pada akhirnya kita melepaskan genggaman kita. Maksudnya adalah kita harus siap membiarkan dia untuk memilih garis hidupnya sendiri. Kita tidak bisa memaksanya untuk dapat menjadi seperti yang kita inginkan dan kita harus menerima fakta bahwa sekarang relasi ini menjadi sebuah relasi yang berbeda, bahwa kita tidak bisa membawa relasi ini seperti sediakala lagi. Atau kita harus menerima fakta bahwa perasaannya kepada kita memang sudah berbeda, dia tidak lagi melihat kita sama seperti dulu. Meskipun berat tapi kita harus menerima semua itu, tetapi sekali lagi kita harus terima dan kita harus mulai mendoakannya. Sudah tentu pada awalnya kita memang sakit hati, marah, kita mungkin harus mengungkapkan kemarahan kita di dalam doa kita, itu tidak mengapa karena Tuhan akan mendengarkan, dan Tuhan tidak marah hanya karena kita marah. Setelah itu kita harus mendoakan orang tersebut yang telah berlaku buruk terhadap kita, supaya Tuhan juga memberinya kesempatan untuk melihat perilakunya dan bertobat kemudian berubah dari hal-hal buruk yang telah dilakukannya.PG : Kalau kita hidup serumah dengan orang yang telah mengecewakan kita, sudah tentu berat sekali, karena seolah-olah luka itu tidak pernah bisa kering dan pada akhirnya terus-menerus terbuka dn terbuka lagi dan yang kita mesti ingat adalah kekecewaan itu pada akhirnya berkembang menjadi sebuah kepahitan yang awalnya sebuah kekecewaan.
Waktu kepahitan itu kita simpan, maka kepahitan itu akan meresap memengaruhi segenap lini jiwa kita. Maka kita harus menghadapi masalah ini, yang pertama misalkan yang bisa kita lakukan adalah kita tinggal dengan orang yang mengalami kekecewaan. Kita sebagai pasangan harus memahami penyebab kepahitannya, karena kita akan menolongnya. Nantinya setelah kita hidup dengan dia yang mengalami kekecewaan, kita mencoba untuk mengerti penyebab kepahitannya. Ada kalanya kepahitan dan kekecewaan keluar dari persepsi keliru atau kesalahpahaman. Dalam kasus seperti ini, tindakan yang dibutuhkan adalah meluruskan kekeliruan itu, jadi misalkan pasangan kita mencurigai atau menuduh bahwa seseorang telah bersikap tidak baik kepadanya, karena orang itu memandang rendah dirinya dan kebetulan kenal orang tersebut dan kita tahu juga bahwa tidak ada niat bagi orang tersebut memandang rendah pasangan kita. Kalau itu yang terjadi maka kita berusaha untuk meluruskan kekeliruan itu. Bila penyebabnya bukanlah persepsi yang keliru melainkan peristiwa yang selayaknya menimbulkan kekecewaan, sebaiknya kita memerlihatkan pengertian kita akan kekecewaannya. Pada tahap awal, kita sedapatnya menghindar dari kata-kata yang bersifat menghakimi atau yang mengharuskannya untuk melepaskan kekecewaan itu. Jadi yang terlebih penting adalah sebuah pengertian bahwa saya tahu kamu kecewa, tetapi dengan catatan memang faktanya seperti yang dilihatnya. Sekali lagi saya mau tekankan itu, sebab ada kalanya fakta tidak seperti yang dilihatnya.PG : Itu sebabnya pada awalnya, sebaiknya kita tidak mengatakan kata-kata yang berkontradiksi dengan pemikirannya. Jadi awalnya kita coba untuk memahami, menyelami perasaan kecewanya dan kita lbih banyak misalkan mendengarkannya dan tidak memberikan banyak komentar yang mengharuskan dia ini dan itu, sebab dengan cara itulah dia akhirnya yakin bahwa kita mengerti kenapa dia kecewa.
Ini tahap pertama yang harus kita lakukan karena kalau tidak ada tahap pertama ini, maka upaya-upaya kita selanjutnya akan dia sangkal dan dia tidak akan terima dengan mudah. Jadi langkah pertama benar-benar menunjukkan pengertian kita, namun kalau memang setelah kita dapatkan data-data bahwa ada kekeliruan persepsi, maka perlahan-lahan kita bisa bagikan dengannya serta mengajaknya melihat dari sudut pandang yang berbeda. Namun sekali lagi, setelah kita menyampaikan dan mengekspresikan pemahaman kita akan perasaannya.PG : Sudah tentu kekecewaan seperti itu manusiawi. Jadi si isteri bisa berkata, "Saya mengerti kenapa kamu kecewa, kamu sudah mengharapkannya dan saya pun juga mengharapkannya. Saya tahu kekeceaan kamu dan tadi kamu berkata bahwa teman kamu itu tidak senang dengan kamu, menjegal kamu, sehingga akhirnya kamu tidak mendapatkan posisi yang kamu impikan.
Biarlah memang orang itu seperti itu dan saya mengerti. Tetapi untuk sementara kita biarkan saja dulu," jadi kita tidak terus menyuruhnya untuk meluapkan kemarahan, kekecewaannya, tetapi kita juga tidak terlalu cepat memadamkannya pula. Jadi langkah pertama adalah menunjukkan pengertian kita, kenapa dia kecewa dan bahwa reaksinya itu sebuah reaksi yang sepatutnya atau layak.PG : Tepat sekali, Pak Gunawan.
PG : Untuk menolong orang yang kecewa agar kekecewaannya keluar ialah kita harus mengerti bahwa orang yang hidup dalam kekecewaan tidak dapat berfungsi optimal. Makin dalam kekecewaannya maka mkin sukar ia berfungsi maksimal.
Jadi dengan kata lain, misalnya dia terbiasa untuk membantu urusan rumah tangga, atau misalkan dia terbiasa membantu mengantar anak ke sana ke sini, atau menolong anak dengan pekerjaan rumahnya, namun dalam kondisi kecewa dia tidak bisa berfungsi seoptimal dulu, maka kita perlu menunjukkan pengertian kita bukan saja lewat kata-kata, tetapi lewat perbuatan. Dengan cara apa? Kita menawarkan diri untuk mengambil alih tugas-tugas yang biasa dilakukannya, atau kita bisa berkata, "Kalau kamu letih atau kamu tidak bisa, tidak apa-apa biarkan saya saja yang mengerjakan." Adakalanya ada orang yang memang tidak terima dan berkata, "Tidak apa-apa saya masih bisa" sebab dia mau menunjukkan bahwa dia kuat dan tegar, dia tidak terpengaruh oleh peristiwa yang mengecewakannya itu. Kalau dia bersikap seperti itu, maka kita jangan melawannya dan berkata, "Tidak, kamu tidak mau mengakui bahwa sekarang kamu sedang sedih dan sebagainya, dan kamu juga harus rendah hati," pada akhirnya yang terjadi adalah keributan. Kalau dia berkata, "Tidak, saya tidak apa-apa, saya bisa dan biarkan saya," maka kita harus mengatakan, "Baiklah, kalau kamu perlu bantuan saya, saya siap." Mungkin yang bisa kita lakukan adalah melakukan hal-hal lain yang lebih kecil yang mungkin dia tidak perhatikan. Itulah yang bisa kita lakukan dan yang bisa kita kerjakan, sebab sekali lagi kita mau mengerti bahwa mungkin dia tidak bisa berfungsi optimal dan dia juga perlu melihat bahwa kita menunjukkan pengertian akan kondisinya secara konkret. Dan kita menawarkan untuk memikul bebannya supaya dia tidak terlalu tertindih oleh hal-hal yang harus dilakukannya.PG : Sudah tentu kalau dia melakukannya maka itu akan sangat baik. Untuk hal-hal yang praktis, orang yang hidup didalam kekecewaan ini masih bisa melakukannya tetapi misalkan dalam pengambilan eputusan umumnya orang-orang ini akan lebih sulit, akan lebih suka bingung dan diam, mereka tidak yakin apa yang harus dilakukan.
Jadi di sinilah kita harus berperan sebagai pendampingnya, kita memikul beban yang tadinya dia harus pikul itu.PG : Saya kira, ya. Sebab pada dasarnya dia perlu mengeluarkan isi hatinya dan justru makin banyak dia mengeluarkan isi hatinya, maka beban itu makin keluar dari dirinya. Jadi di sini penting skali peran kita sebagai pendengar dan bukan sebagai wasit yang menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Kita dapat mendorongnya untuk mengenali perasaan yang dirasakannya dan jika memungkinkan kita mendorongnya untuk mengungkapkan perasaan-perasaan ini. Dalam pembicaraan sedapatnya kita menyampaikan pengertian kita akan apa yang dirasakannya, coba dengar ketika orang mengatakan, "Kita mengerti perasaannya," maka dia makin terbuka untuk bercerita dan bercerita lagi tetapi kalau dia belum siap untuk berbicara maka kita jangan terlalu menekannya, menyalahkannya dan berkata, "Kamu ini tidak mau bercerita, kamu seperti ini dan sebagainya." Lebih baik kita sering bersamanya dan waktu dia sedang sedih, kita bisa berkata, "Berat, memang susah untuk melupakan," kata-kata yang singkat dan sederhana, tetapi mengena. Itu biasanya akan lebih dapat menggugah dia untuk mau bercerita kepada kita.PG : Kalau sudah melakukan hal seperti itu kemudian dia mulai cerita, cerita dan cerita berarti itulah kesempatan kita untuk mulai dapat berinteraksi dengan dia, karena sekarang dia sudah mencritakannya berkali-kali.
Dengan cara itu sebenarnya beban perasaannya sudah mulai berkurang dibandingkan dulu berarti dia lebih mudah untuk mendengarkan masukan kita. Didalam tahap ini kita bisa mengajaknya untuk memertimbangkan atau melihat sudut pandang yang berbeda, "Mungkin orang ini seperti ini karena begini, atau menurut kamu apakah mungkin dia begini." Dengan kita melontarkan kemungkinan-kemungkinan itu sebenarnya kita mengajaknya untuk melihat dari sisi yang lain. Bisa jadi sebetulnya dia ingin menolak, "Tidak! Dia memang seperti ini," biarkan saja dan kita tidak perlu memaksanya karena kenyataan kita telah memunculkannya dan didengar oleh dia, sebetulnya kita sudah mulai membuat dia bertanya dan sudah mulai menyuruhnya untuk melihat dari sisi yang berbeda. Meskipun dia tetap bersikeras, biarkan saja sebab sekali lagi pemikiran itu sudah mulai muncul didalam hatinya.PG : Betul, kadang-kadang untuk kita memastikan, menyimpulkan, bahwa orang ini seperti ini, kita harus mempunyai bukti-bukti. Itu sebabnya didalam kondisi kecewa dan marah seringkali kita akan engumpulkan bukti-bukti yang lama, untuk menguatkan tuduhan kita, bahwa dia adalah seperti ini dan seburuk ini.
Sudah tentu kalau kita mendengar dia berkata seperti itu, kita coba untuk evaluasi karena bisa jadi dia benar, kita tidak bisa langsung beranggapan dia pasti keliru menggunakan bukti-bukti yang dulu, sebab bisa jadi bukti-bukti itu memang merupakan sebuah benang merah bahwa orang tersebut seburuk yang dikatakan oleh pasangan kita. Jadi tugas kita sekali lagi, bukan buru-buru meredam karena adakalanya ada pasangan yang mau buru-buru meredam perasaan-perasaan kecewa yang dialami oleh orang tersebut. Itu salah, kadang malah kebalikannya yaitu dia ingin didengarkan dan diakui bahwa bisa jadi reaksinya ini reaksi yang seharusnya, bisa jadi penilaiannya tentang orang yang telah berlaku buruk kepada dirinya ternyata adalah benar. Jadi sekali lagi kita jangan tergesa-gesa mau memadamkan api kekecewaannya, kita seharusnya lebih berperan untuk mendengarkannya dan menilai apakah memang seperti yang dikatakannya. Berarti kekecewaan seseorang itu bisa berkelanjutan, Pak Paul?PG : Betul, Pak Gunawan. Adakalanya ada orang yang bisa cepat melewati fase ini tetapi ada juga orang yang terus melanjutkan perjalanan didalam kekecewaan. Kalau ini yang terjadi maka ada tuntuan yang belum terpenuhi, maksud saya dengan tuntutan adalah dia berharap orang yang mengecewakannya itu datang dan meminta maaf.
Saya kira itu tidak realistik, maka tugas kita adalah mengajaknya melihat tuntutan tersebut dan mengakuinya bahwa dia sebetulnya mengharapkan atau menuntut orang yang telah berbuat buruk atau yang telah melukainya atau yang telah mengecewakannya untuk datang meminta maaf. Kita tahu bahwa tidak mudah bagi seseorang untuk mengakui bahwa sesungguhnya dia menyimpan suatu tuntutan, bisa jadi waktu kita melontarkan hal itu, dia berkata, "Tidak, saya tidak menuntut itu dari dia." Sudah tentu susah bagi dia untuk mengakui, tetapi pada akhirnya dia mesti melihatnya dari pihak kita, kalau kita dapat mengupayakan supaya tuntutan itu dapat dipenuhi. Sudah seyogyanyalah kita mencoba untuk memenuhi namun bila kita lihat itu tidak mungkin untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka tugas kita adalah mengajaknya mengakui hal itu, mengajaknya melihat bahwa tidak mungkin tuntutan kamu itu dipenuhi. Penting sekali pada tahap ini, kita tidak memaksanya untuk mengakui hal itu. Cukup bagi kita hanya mengajaknya melihat fakta ini, sudah tentu besar harapan kita bahwa sekali dia dapat melihatnya dia akan menarik tuntutannya, sehingga ia kembali dapat hidup merdeka.PG : Betul dalam kasus seperti ini maka perlahan-lahan dengan sensitif kita mesti menyadarkan misalkan anak kita, bahwa sesungguhnya kamu itu memunyai tuntutan ini. Meskipun awal-awalnya dia mugkin tidak mau menerimanya tetapi perlahan kita mesti mengajaknya melihat ada tuntutan dalam hatimu kepada orang tuamu untuk meminta maaf kepadamu, "Menurut saya itu tidak mungkin, semakin engkau terus memegang tuntutan ini semakin engkau terbelenggu olehnya, dan hidupmu tidak akan merdeka, sampai kapan pun engkau akan membawa duri ini di hatimu," kita mau mengajaknya untuk merdeka tidak lagi dibelenggu oleh tuntutan itu.
Sebab sekali lagi orang yang merdeka adalah orang yang tidak menetapkan tuntutan itu, tidak berarti dia tidak boleh meminta, sudah tentu boleh tetapi dia sadar bahwa orang memunyai kehendak dan pilihannya sendiri. Kita bisa lihat ini dalam diri Tuhan Yesus, Pak Gunawan, Tuhan Yesus menyerang, mengkritik orang-orang Farisi, dan ahli taurat pada zaman itu tetapi Tuhan Yesus tahu bahwa diri mereka berbeda, mereka punya kehendak yang berbeda dan sampai batas tertentu Tuhan hanya menyampaikan teguran kepada mereka apakah mereka nantinya berubah atau tidak. Itu memang keputusan orang-orang tersebut. Jadi di- sinilah diperlukan sebuah kesadaran bahwa dia sekarang tidak lagi merdeka gara-gara dibelenggu oleh tuntutan tersebut. Maka dia harus putuskan dan berkata, "Baik, saya tidak lagi memunyai tuntutan, saya bebaskan kamu dari tuntutan ini dan saya sudah serahkan kamu kepada Tuhan, nanti kamu yang bertanggung jawab kepada Tuhan."PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi sudah tentu hati kita akan tambah hancur, tugas kita adalah mencoba untuk tetap berbicara kepadanya supaya dia tidak mengambil tindakan yang drastis seperti itu. Nmun pada akhirnya kita harus sampaikan kepada dia bahwa kalau itu yang kamu putuskan kami tidak bisa berbuat apa-apa, saya juga tidak bisa membuat kamu berubah namun kami hanya bisa sedih karena kami akan kehilangan seorang anak.
Namun kami juga tidak bisa apa-apa. Jadi dengan kata lain, kita mau menjadi sangat jelas kepada anak kita atau kepada orang yang sedang mengalami kekecewaan itu, bahwa kita tidak bisa melewati batas ini, kita harus terima bahwa kita hanya bisa berjalan sejauh ini saja.PG : Bukannya menyerah dalam pengertian kita tidak mau menyelesaikannya, sebenarnya kita mau menyelesaikannya tetapi kita mau melihat dulu secara realistik seberapa jauh kita bisa melangkah.
PG : Setelah kita meminta dia untuk menarik tuntutannya, kalau dia tetap tidak dapat melakukannya pasti dia akan terus berkubang dalam kepahitan dan hal itu tidak bisa lagi dihindarinya. Dalam ondisi seperti ini kita mengajaknya berdoa memohon kepada Tuhan agar memberinya kekuatan dalam melepaskan tuntutan itu, kita pun dapat mendoakan si pelaku agar Tuhan menyadarkannya sehingga ia berubah.
Mungkin ini akan menjadi proses terlama, karena kalau kita melakukan proses tercepat biasanya tidak membuahkan hasil. Jadi lebih baik tidak perlu kita percepat, namun secara berkala kita ajak dia berdoa, minta Tuhan memberinya kekuatan, melepaskan tuntutannya. Hal yang seringkali juga saya hadapi, Pak Gunawan, waktu konseling dengan orang dewasa, yang pada masa kecil tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, orang-orang ini biasanya hidup sampai masa dewasa membawa tuntutan itu, bahwa orang tuaku seharusnya mengasihiku, kenapa dulu tidak mengasihiku, seharusnya mengasihiku. Dalam konseling pada akhirnya kita mesti membawa dia ke titik dimana dia menyadari bahwa nomor satu dia tidak bisa membuat orang tuanya mengasihi dirinya, apa yang diputuskan orang tuanya memang adalah hak mereka seberapa pun kita merasa bahwa itu tidak adil atau tidak semestinya namun kita tetap tidak bisa mengubahnya. Maka tindakan kedua adalah melepaskan tuntutan itu, kita tidak lagi berkata, "Kamu seharusnya begini, kamu seharusnya mengasihi saya," tidak seperti itu dan kita harus mengakui bahwa memang engkau tidak lagi harus mengasihiku dan aku tidak lagi menuntut itu dari padamu. Waktu kita bisa melepaskan itu barulah kita akan dapat menikmati sebuah kelegaan dalam hidup ini.PG : Betul. Jadi dalam doa kita harus mendoakan keduanya, Pak Gunawan. Jadi seperti yang dia minta bahwa pihak yang satunya harus didoakan, harus berubah dan sebagainya, tetapi kita juga doakansupaya Tuhan memberinya kekuatan untuk melepaskan tuntutan bahwa orang itu, misalkan dalam hal ini orang tua yang tidak mengasihinya, memang harus berubah kepadanya sekarang.
Hal itu memang terserah si orang tuanya sendiri. Ini suatu kenyataan yang seringkali menyedihkan, Pak Gunawan, dalam konseling dalam kasus seperti ini waktu seseorang akhirnya harus mengakui bahwa, "Memang benar bahwa dulu papa mama memerlakukan saya berbeda dengan mama papa memerlakukan misalnya adik, memang benar mereka lebih bangga dengan adik karena adik punya kelebihan-kelebihan ini yang saya tidak punya, makanya mereka memerlakukan saya berbeda," waktu kita mengakui hal itu memang sangat menyedihkan tetapi kita harus akui kalau memang berbeda, memang mereka tidak sebangga kepada kita dan kita harus lepaskan tuntutan itu, kita harus berkata bahwa, "Baik, saya tidak bisa membuatnya membayar supaya orang tua sekarang membanggakan kita," memang tidak bisa, maka kita harus terima dan kita tidak lagi menuntut itu dari padanya.PG : Secara berkala kita dapat mengajaknya melihat Yusuf yang mengalami kekecewaan namun tidak membuatnya pahit oleh karena dia dapat melihat semua yang terjadi sebagai bagian dari rencana Alla yang lebih besar daripada dirinya.
Menurut saya inilah kuncinya, Pak Gunawan, untuk dapat lepas dari kepahitan yang harus kita lakukan adalah kita mesti memandang semuanya dari kaca mata Tuhan dan bahwa rencana Tuhan lebih besar daripada dirinya sendiri, bahwa semua ini tidak harus berubah atau terjadi sesuai dengan yang dikehendakinya. Tuhan memunyai rencana yang lebih luas daripada dirinya, ada hal-hal yang sedang Tuhan lakukan yang belum bisa kita lihat, tetapi yang harus kita terima adalah Firman Tuhan di Kejadian 50:20. Yang berkata ini adalah kata-kata dari Yusuf kepada saudara-saudaranya yang telah mencoba untuk mencelakakannya. "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar." Yusuf tidak tenggelam dalam kepahitannya sebab Yusuf melihat Allah memunyai rencana yang lebih besar, memelihara suatu bangsa dan memang dia harus pergi ke Mesir terlebih dahulu meskipun jalur menuju ke Mesir melewati jalur derita tetapi dia melihat ada rencana Tuhan, dan ini adalah rencana yang lebih baik. Seseorang yang pahit, yang menyimpan kekecewaan yang dalam harus keluar dari dirinya dan melihat rencana Tuhan yang lebih luas.GS : Walaupun tidak mudah hidup dengan orang yang kecewa, tetapi kita punya Firman Tuhan yang bisa kita sampaikan kepadanya dan itu merupakan suatu pengharapan, penghiburan yang sangat dibutuhkan. Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini, dan para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hidup dengan Orang yang Kecewa". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
90. Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( I ) | |
Sama seperti masalah lainnya, KDRT merupakan problem yang kompleks dan tidak dapat digeneralisasikan. Untuk dapat memahami dan mencegahnya, kita perlu memahami semua jenis komponen yang terlibat antara lain tipe pelaku, tipe korban, dampak pada anak, pemicu dari kekerasan, reaksi terhadap kekerasan. Yang paling diharapkan adalah bagaimana mengatasi kekerasan pada pihak korban dan pada pihak pelaku.
Sama seperti masalah lainnya, KDRT merupakan problem yang kompleks dan tidak dapat digeneralisasikan. Untuk dapat memahami dan mencegahnya, kita perlu memahami semua jenis komponen yang terlibat. Tipe Pelaku
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kekerasan Dalam Rumah Tangga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Betul, Pak Gunawan. Memang dalam rumah tangga dapat diduga akan ada konflik tapi konflik tertentu dalam rumah tangga berkembang sehingga menjadi sebuah kekerasan, pemukulan dan misalnya sapai menimbulkan luka-luka dan sebagainya.
Dan inilah yang kita mau teliti kenapa bisa sampai terjadi dan kita juga mau melihat tipe-tipe perilaku dari pelakunya, juga tipe-tipe dari korbannya. Dengan pemahaman ini mudah-mudahan kita semua dapat belajar untuk mencegah masalah ini terjadi dalam rumah tangga kita.PG: Ada beberapa, Pak Gunawan. Misalnya ada yang menggunakan kekerasan untuk mengekpresikan kemarahannya, orang yang seperti ini mengalami masa kecil yang sarat dengan ketegangan dan kekerasan ari orang tuanya yang bertengkar atau orang tuanya menggunakan kekerasan antara satu sama lain ataupun terhadap mereka sendiri.
Sebagai akibatnya dia bukan hanya mencontoh cara pengekspresian kemarahannya yang keliru itu tapi juga menyimpan kemarahan yang besar karena hidup di dalam keluarga yang penuh kemarahan. Alhasil sewaktu dia marah, kemarahan itu keluar dalam kadar yang besar, ditambah dengan pembelajaran cara pengungkapan yang keliru, dia menjadi rentan untuk melakukan tindak kekerasan kepada pasangannya. Biasanya orang dengan tipe ini menyadari bahwa tindakannya salah, namun dia sendiri tidak bisa menguasai dirinya tatkala marah.PG : Jadi sudah tentu dalam pertengkaran ada hal-hal yang membuatnya marah, tapi mengapakah kemarahannya itu bisa begitu besar sehingga berubah menjadi suatu kekerasan adalah karena di dalam diinya sendiri dia sudah menyimpan kemarahan yang besar, kemarahan-kemarahan yang berasal dari pengalaman-pengalaman masa kecilnya, melihat orang tua bertengkar menggunakan kekerasan atau dia menjadi korban kekerasan dari orang tua atau lingkungannya.
Singkat kata masa kecilnya itu penuh kekerasan dan ketegangan, sehingga akhirnya kekerasan dan ketegangan itu membuat dia menjadi seseorang yang pemarah dan menyimpan amarah yang besar itu sehingga waktu bertengkar dengan pasangannya meskipun penyebabnya dianggap normal, masalah-masalah yang sering dialami oleh banyak orang, tapi untuk dia kemarahan itu benar-benar keluar dalam bentuk ledakan sehingga dia tidak menguasai dirinya lagi dan akhirnya menggunakan kekerasan.PG : Betul. Jadi untuk tipe yang seperti ini, kita dapat katakan bahwa dia sendiri adalah korban sehingga dia sendiri tidak tahu cara yang sehat mengeluarkan kemarahan dan menggunakan cara yangtidak sehat itu.
PG : Yang lain adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk mengumbar kekuasaannya. Jadi orang yang seperti ini cenderung memandang pasangannya sebagai objek yang perlu dikuasai dan dihajar. Jdi dia cepat menafsir bantahan pasangan sebagai upaya untuk menghina atau melawannya.
Jadi kalau pasangannya tidak setuju atau pasangannya berkata, "Saya tidak mau" dan sebagainya, bagi dia bantahan seperti itu merupakan tindakan menghinanya atau melawannya. Bagi dia tindakan seperti ini dari pasangan membuat dia harus menghajar pasangannya, dengan kata lain, dia mau agar pasangannya belajar jangan sampai berbuat lagi dan cara dia membuat pasangannya belajar adalah dengan menggunakan kekerasan. Orang seperti ini biasanya tidak merasa bersalah. Waktu ditanya, "Kenapa kamu berbuat begitu keras dan kasar kepada pasanganmu?" dia tidak akan merasa bersalah, sebab dia menganggap tindakannya dapat dibenarkan sebab menurut dia orang yang berbuat seperti itu adalah orang yang kurangajar kepadanya, menghina dia maka sepatutnya diberikan pukulan-pukulan oleh dia.PG : Betul, jadi orang-orang yang tidak aman sehingga dia merasa orang cepat sekali menghina dia dan dia mudah sekali marah, menganggap orang itu sengaja menghina dia. Bisa juga yang kedua, diaini adalah orang yang dibesarkan dalam lingkup keluarga yang penuh dengan kekerasan pula, sehingga dia tidak belajar bagaimana cara mengungkapkan perasaan dengan tepat dan caranya adalah selalu menggunakan pukulan.
PG : Betul. Jadi dia sangat tidak aman dan merasa kekuasaannya itu tidak boleh dipertentangkan dan menganggap semua bentuk-bentuk bantahan atau sanggahan sebagai tindakan untuk mengambil kekuasan dari dirinya.
Itu adalah salah satu tipe yang membuat terjadinya pemukulan dalam rumah tangga.PG : Bisa. Jadi memang ada orang yang karena dalam rumah seperti itu maka dia membawa kebiasaan itu keluar. Tapi ada juga tipe, meskipun di rumah keras memukuli pasangannya, tapi di luar kebaliannya, dia tampaknya baik, lemah lembut, paling sabar dengan orang lain.
Jadi kadang-kadang kita tertipu oleh orang-orang yang seperti ini, karena tidak nampak. Jadi waktu pasangannya bercerita, maka orang tidak percaya karena terlihat orangnya begitu baik penuh perhatian, sabar, tapi yang tinggal di rumahlah yang paling tahu.PG : Ada orang yang menggunakan kekerasan untuk menyeimbangkan posisi dalam pernikahan. Pada umumnya orang ini merasa dirinya 'inferior' (rendah diri) dari pasangan sehingga cepat menuduh pasanan, jadi seolah-olah sengaja merendahkannya, itu sebabnya dia menggunakan kekerasan untuk merebut kembali kekuasaan dalam rumah tangganya.
Jadi orang ini merasa bahwa relasinya itu tidak seimbang, dia merasa dari awal pernikahan dia selalu di bawah terus. Memang berbeda dengan tipe sebelumnya, kalau tipe sebelumnya dia selalu di atas dan tiba-tiba waktu pasangannya berani melawan dia, kemudian dia pukul dan marah. Kalau tipe ini dari awal memang selalu di bawah dan dia menganggap bahwa sepatutnyalah dia di bawah, "Saya dari dulu seperti ini saja" akhirnya dalam satu ketika dia tidak mau terima kenapa dia dari dulu selalu berada di bawah terus. Caranya merebut kembali posisi itu atau menyeimbangkan posisinya dengan menggunakan kekerasan.PG : Betul. Jadi mungkin sekali orang ini untuk satu kurun menerima dan dia merasa kalau dia itu tidak punya apa-apa, dan dia di bawah pasangannya. Tapi bisa jadi pada suatu ketika ada yang memuat dia merasa, "Saya tidak terima" sehingga sewaktu pasangannya berbicara dengan ketus kepada dia tiba-tiba dia berani melawan dan marah dan bukan hanya marah, tapi juga berani memukul.
PG : Betul. Jadi dia sudah menyimpan rasa tidak suka seperti itu, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa sebab dia menyadari kalau dia memang di posisi yang lemah. Entah kenapa ada peristiwa ang terjadi kemudian dia merasa bahwa dia harus kuat dan berani sehingga dia marah dan marahnya itu berubah menjadi suatu kekerasan.
PG : Tipe yang lain adalah orang yang menggunakan kekerasan sebagai jalan keluar terakhir untuk menyelesaikan konflik dan ini adalah tipe yang paling banyak. Jadi orang-orang yang memang tidak erbiasa menggunakan kekerasan namun dalam keadaan frustrasi, dia pun merasa terdesak sehingga secara spontan menggunakan kekerasan.
Jadi orang ini sebetulnya dia tidak menyetujui cara kekerasan ini dan dia tahu ini cara yang salah, dan biasanya cepat merasa bersalah bahwa dia telah melakukannya. Ini memang yang lebih umum, Pak Gunawan, tipe-tipe yang tadi, puji Tuhan lebih jarang, tapi yang lebih umum adalah yang seperti ini yang sebetulnya tidak memiliki maksud memukul tapi karena suasana terus memanas dan dia tidak bisa lagi mengendalikan diri, maka akhirnya masuk ke perilaku yang keras itu.PG : Kalau memang sudah memunyai tipe-tipe yang lain, maka sudah pasti konflik sekecil apa pun cukup untuk bisa memicu kemarahan yang besar itu. Dan orang-orang yang bertipe terakhir ini sebetunya bukanlah orang yang pemarah, tidak ada niat untuk memertahankan kekuasaannya, mungkin dia juga tidak ada niat untuk menyeimbangkan posisi namun untuk suatu ketika saat sedang bertengkar, dan pertengkaran itu tidak berhenti dan malahan terus berlanjut, di titik terakhir dia tidak tahan lagi dan dia ingin membuat pasangannya berhenti bicara atau marah-marah, maka yang tiba-tiba terjadi adalah tangannya memukul.
PG : Betul sekali. Bisa jadi orang-orang seperti ini tidak ada sejarahnya, tidak pernah menggunakan kekerasan kepada pasangannya namun dalam kondisi stres berat, kehilangan pekerjaan dan kemudin merasa disudutkan dan dia mencoba untuk memberitahu pasangannya, "Jangan lagi bicara seperti ini, tolong berhenti" dan sebagainya, tapi mungkin karena pasangan juga stres kemudian berbicara menyudutkannya, akhirnya terjadilah pertengkaran besar dan dia merasa ditantang maka akhirnya terjadilah semacam ledakan dan terjadi kekerasan.
PG : Itu memang masuk ke dalam kategori penyimpangan seksual, dalam istilah psikologis "Sadomasochistic", jadi memang orang-orang yang menggabungkan kenikmatan dengan kesakitan. Itu memang sebuh penyimpangan, sebuah masalah yang harus diselesaikan, tapi itu berbeda dengan yang telah kita bicarakan sebab orang-orang itu bisa jadi dalam pertengkaran tidak menggunakan kekerasan.
Jadi memang ada dua hal yang berbeda, tapi betul ada penyimpangan seperti itu.PG : Korbannya pun juga memiliki tipe-tipe, yang pertama adalah orang yang berjenis penantang. Jadi orang ini hanya mengenal bahasa menaklukkan atau ditaklukkan oleh karena masa kecil yang jugasarat dengan kekerasan.
Jadi karena orang tuanya keras, bertengkar, berkelahi dan mungkin dia juga menjadi korban kekerasan akhirnya dia hanya mengenal bahasa kekerasan, bahasa kekerasan adalah bahasa ditaklukkan dan menaklukkan. Jadi waktu dia bertengkar dengan pasangannya, seolah-olah dia tidak bisa terima dan dia harus menaklukkan pasangan, kalau pasangannya diam saja maka dia terus ingin menaklukkan dan menguasai, akhirnya tindakan seperti itu yang terus menerus menantang dia, kalau tidak kuat-kuat akhirnya pasangannya lari kepada kekerasan dan malahan memukul dia untuk mendiamkan dia, tapi seakan-akan ini adalah bahasa yang dimengertinya yaitu waktu dia dipukul, dia baru diam. Jadi akhirnya pola itu terbentuk, kalau nanti terjadi keributan dan dia seolah-olah menantang dan menantang karena mau menaklukkan dan dia hanya akan berhenti kalau pasangannya menggunakan kekerasan untuk menaklukkannya, seolah-olah bagi dia perselisihan merupakan ajang adu kekuatan alias perkelahian. Jadi orang-orang seperti ini sangat mudah memancing kemarahan pasangan dan dengan cepat mengomporinya sehingga terjadilah pemukulan dan tidak jarang korban dengan tipe penantang justru adalah pihak pertama yang menggunakan kekerasan, jadi hal seperti ini sering ditemukan. Jadi misalkan dia adalah seorang istri, maka dia adalah yang pertama-tama memukul suaminya karena itulah yang dilihatnya dan dia mungkin juga korban kekerasan sewaktu kecil, jadi waktu suaminya hanya diam, maka dia malah marah-marah dan dia tampar pipi suaminya dan akhirnya suaminya marah dan memukul balik si istri dan barulah si istri diam. Kalau lain kali marah, juga akan terulang seperti itu, dia memukul suaminya dan suaminya marah kemudian memukuli istri dan barulah istri diam. Lama kelamaan pola itu terbentuk, dia tidak perlu memulai dengan memukul, si suami langsung memukuli dia. Jadi akhirnya dimulailah roda kekerasan dalam keluarga tersebut.PG : Orang ini karena belajar dari pengalaman yang memang buruk, jadi susah sekali untuk berdialog dengan baik-baik, untuk berselisih dengan baik-baik. Jadi orang-orang yang dibesarkan dengan kluarga yang penuh dengan kekerasan akhirnya tidak mengenal bahasa dialog dalam menyelesaikan pertengkaran, biasanya adalah bahasa berteriak, marah atau menantang.
Tipe seperti ini akhirnya mudah sekali memancing tindakan kekerasan dari pasangan.PG : Tipe yang lain adalah orang yang bergantung. Jadi orang ini tidak dapat hidup sendirian, butuh pasangan untuk memberinya makna untuk menghidupinya. Orang yang tipe bergantung ini akhirnya embuat pasangan kehilangan respek sehingga dalam kemarahan si pasangan itu mudah terjebak dalam penggunaan kekerasan karena tidak ada respek, tidak memandang dia.
Jadi akhirnya itulah yang terjadi dan salah satu penyebabnya juga adalah kekerasan akhirnya menjadi wujud keinginan pasangan untuk melepaskan diri dari kebergantungan orang ini. Jadi karena terus digelayuti bergantung terus, ditanyai, dikendalikan, dibatasi perilakunya sehingga waktu dia sedang marah, dia menggunakan kekerasan karena seolah-olah ingin agar orang ini lepas dari punggungnya atau tangannya dan tidak lagi bergelayutan terus, maunya dekat dengan dia, maunya menguasai dia, dan maunya dia selalu menolongnya. Akhirnya dengan bahasa kekerasan itu seolah-olah dia menghalau orang ini untuk jauh darinya.PG : Betul. Jadi yang dilihat adalah sebagai beban, makanya dia ingin melepaskannya dan cara melepaskannya karena dia tidak menghormati maka cara yang digunakan justru adalah cara kekerasan itu.
PG : Tipe yang lain adalah orang yang berperan sebagai pelindung. Jadi ada korban yang selalu berusaha keras menutupi masalah keluarganya demi menjaga nama baik, selalu menekankan penampilan suaya orang melihat bahwa keluarganya baik-baik saja.
Orang seperti ini cenderung menoleransi kekerasan alias membiarkannya sehingga masalah kekerasan terus berulang. Orang ini memang selalu berusaha mengerti pasangannya, "Kamu memukul saya karena kamu sedang letih, kamu memukul saya karena kamu frustrasi karena saya seperti ini." Jadi terus mengerti pasangannya yang bermasalah. Namun tindakan ini justru berakibat buruk pada pasangan yang menggunakan kekerasan, dia makin leluasa menggunakan kekerasan karena tidak ada konsekuensi yang menantinya, dia tahu kalau istrinya akan menutupi perbuatannya dan dia akan selalu bebas dari konsekuensi.PG : Betul. Memang ada orang-orang yang takut hidup sendirian dan mungkin bagi dia kalau sampai dia bercerai maka nama baiknya rusak dan bagaimana nanti orang menilainya. Jadi harganya bagi diaterlalu besar, maka lebih baik ditoleransi saja kekerasan seperti ini.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Salah satu korban yang diam dan sunyi adalah si anak yang tidak bisa berbicara, karena dampak pertama adalah ketegangan dan anak akhirnya hidup di dalam bayang-byang kekerasan yang dapat terjadi kapan saja dan ini menimbulkan efek antisipasi.
Apa yang saya maksud efek antisipasi adalah anak selalu mengantisipasi jauh sebelumnya bahwa kekerasan akan terjadi sehingga hari-harinya terisi oleh ketegangan, sewaktu di sekolah maka dia berpikir, "Nanti sore waktu pulang, papa dan mama berkelahi dan terjadi pemukulan" karena mereka terus membayangkan, maka saat dia berangkat ke sekolah dia sudah tegang, dan besoknya terulang lagi karena kemarin malam papa dan mama berkelahi dan terjadi pemukulan, besoknya dia ke sekolah dia pikirkan lagi, "Nanti malam akan terjadi lagi perkelahian." Jadi hari-harinya terus diisi oleh ketegangan sehingga dia tidak lagi menjadi orang yang bebas, yang santai yang penuh damai. Justru hari-harinya diisi dengan ketakutan.PG : Biasanya seperti itu. Tidak bisa tidak konsentrasinya terganggu, dia tidak bisa belajar dan nanti juga akan terganggu pada perilaku sosialnya. Bisa juga satu ekstrem dia akan menutup diri arena ketakutan, tapi juga bisa kebalikannya yaitu dia mengembangkan perilaku yang bermasalah karena dia tidak mau lagi dikuasai oleh ketakutan atau ketegangan itu.
Jadi mulailah dia melawan guru, mencuri, berontak supaya dia bisa bebas dari ketegangan itu.PG : Betul sekali.
PG : Ada anak yang akhirnya mengunci pintu perasaannya, ia berupaya melindungi dirinya agar tidak tegang dan takut dengan cara tidak mengizinkan dirinya merasakan apa pun. Singkat kata, ia membat perasaannya mati supaya ia tidak harus merasakan kekacauan dan ketegangan.
PG : Masalahnya adalah bukan saja perasaan takutnya yang terkunci, tapi semua perasaannya terkunci sehingga dia menjadi seorang anak yang seolah-olah tidak ada perasaan, datar atau hanya mengguakan satu perasaan untuk mewakili semua perasaannya.
Misalnya satu perasaan itu adalah perasaan murung. Apa pun kondisi hidupnya, suasana hanya satu yaitu murung atau kebalikannya yaitu marah. Jadi kalau ada apa-apa marah, waktu sedih marah, waktu terluka marah, waktu kehilangan marah dan semua diekspresikan dengan marah. Kenapa? Sebab dia sudah mengunci perasaan yang lain dan hanya memunculkan satu jenis perasaan.PG : Bisa. Jadi yang kebalikannya adalah ada anak-anak yang justru membuka pintu perasaannya lebar-lebar dalam pengertian dia tidak memegang kendali atas perasaannya, dia sangat mudah marah, di sangat mudah takut, sangat mudah sedih, sangat mudah tegang dan perasaan ini mengayunkannya setiap waktu.
Jadi benar-benar hidupnya itu diombang-ambingkan oleh perasaan.PG : Sangat menghambat, Pak Gunawan. Jadi akhirnya anak-anak ini tidak bisa lagi bertumbuh dengan alamiah dan sehat karena untuk dia bisa bertumbuh dia memerlukan suasana kehidupan yang tentram Ketakutan dan ketegangan melumpuhkan seorang anak dan menghambat pertumbuhan dirinya.
Misalnya dalam hal kepercayaan, ia akan sukar sekali memercayai siapa pun dan masalah ini akan memengaruhi relasinya kelak, sebab ia akan kesulitan membangun sebuah relasi yang intim karena relasi yang intim menuntut adanya kepercayaan.PG : Sudah tentu kalau memiliki saudara, itu masih mendingan karena dia bisa berbicara dan bermain dengan saudara-saudaranya, namun tetap pertumbuhannya akan terganggu misalnya anaknya hidup daam ketakutan, bukan saja dia sukar percaya pada orang, tapi dia nanti akan mengembangkan sikap yang terlalu cepat mundur, tidak berani menghadapi tantangan dan itu yang nanti akan menghambat pertumbuhannya.
PG : Betul. Jadi kalau nanti kita bahas lagi biasanya tiap anak akan mengemban peran-peran tertentu. Jadi anak yang sulung itu akan menjadi pelindung bagi adik-adiknya. Atau nanti ada anak yangberbakat, paling pintar nanti dia akan menjadi pendongkrak harkat orang tuanya sehingga tidak ada satu orang lain pun yang boleh sedikit pun mengatakan hal-hal yang jelek tentang keluarganya.
Maka dia mau marah dan dia mau berkelahi dengan orang. Jadi tiap anak mengembangkan persoalannya masing-masing.PG : Seringkali itu terjadi. Jadi anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan kekerasan akan memunyai pola relasi yang terdistorsi, yang terselewengkan misalnya seperti manipulati atau menjadi anak yang pemangsa yang suka menjahati orang atau pemanfaat yang mau mengambil kesempatan dari orang.
Atau ada juga yang memainkan peran korban yang selalu tampak lemah, takut dan minta dikasihani.PG : Sudah tentu nanti kita harus berkata bahwa kenapa kamu begini, itu ada penyebabnya. Dan penyebabnya adalah pada orang tuanya itu, karena kalau tidak anak-anak ini nantinya akan bingung kenpa saya menjadi orang yang mudah marah, mudah tegang, kenapa saya tidak bisa menghadapi tantangan dalam hidup.
Kita mesti menjelaskan bahwa ada yang telah terjadi dalam hidupmu, yang telah melumpuhkan dirimu sehingga tidak bertumbuh dengan semestinya.PG : Maleakhi 2:16, "Sebab Tuhan membenci perceraian, firman Tuhan, Allah Israel, juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman Tuhan semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganah berkhianat!" Tuhan bukan saja membenci perceraian, karena Tuhan tahu dampaknya buruk bagi keluarga dan anak-anak, Tuhan juga membenci orang yang menggunakan kekerasan dan kebenciannya.
Maka Tuhan meminta dan memerintahkan, "Jagalah dirimu dan jangan berkhianat". Memang berkhianat itu berarti mengkhianati janji kita untuk memerlakukan dan mencintai pasangan dengan penuh kasih. Jaga diri, kita memang harus menahan emosi kita dan kalau kita tahu kalau kita punya masalah, jangan ragu untuk meminta bantuan.GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kekerasan Dalam Rumah Tangga" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
91. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (II) | |
Sama seperti masalah lainnya, KDRT merupakan problem yang kompleks dan tidak dapat digeneralisasikan. Untuk dapat memahami dan mencegahnya, kita perlu memahami semua jenis komponen yang terlibat antara lain tipe pelaku, tipe korban, dampak pada anak, pemicu dari kekerasan, reaksi terhadap kekerasan. Yang paling diharapkan adalah bagaimana mengatasi kekerasan pada pihak korban dan pada pihak pelaku.
Sama seperti masalah lainnya, KDRT merupakan problem yang kompleks dan tidak dapat digeneralisasikan. Untuk dapat memahami dan mencegahnya, kita perlu memahami semua jenis komponen yang terlibat. Tipe Pelaku
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu tentang "Kekerasan Dalam Rumah Tangga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Dalam pernikahan kadang harus ada pertengkaran, tapi pada keluarga tertentu pertengkaran itu berubah menjadi ajang dari perkelahian atau ajang pemukulan. Biasanya orang yang seringkali terebak dalam pola yang keras itu berasal dari keluarga yang memang menggunakan kekerasan pula, mungkin dia sering melihat orang tuanya berkelahi dan saling pukul memukul, atau dia sendiri yang menjadi korban pemukulan pada masa kecil dari orang tuanya.
Bibit kekerasan itu dan terutama bibit kemarahan dalam dirinya tertanam sehingga sewaktu dia sudah besar atau dewasa dan menikah, kemudian ketika pasangannya membantah dia atau tidak setuju dengan dia atau seolah-olah tidak menghormati dia maka reaksi yang akan muncul adalah reaksi marah yang sangat besar, karena kemarahan dengan kekerasan jaraknya terlalu dekat. Sehingga waktu dia marah, dengan cepat sekali kemarahan itu berubah menjadi tindakan kekerasan. Kita juga mau belajar bahwa adakalanya ada tipe-tipe korban tertentu yang dapat memancing reaksi kekerasan dari pasangannya. Misalnya ada orang yang dibesarkan di dalam keluarga yang penuh dengan kekerasan, anggap saja dia seorang wanita sewaktu dia sudah menikah dia sudah terbiasa menggunakan pola yang sama yaitu dia ingin menaklukkan pasangannya. Kalau sedang bertengkar dan tidak bisa mengalah, dan dia hanya bisa berhenti kalau ditaklukkan oleh pasangannya dan yang terjadi biasanya adalah pasangan akan menaklukkannya lewat tindak kekerasan, dengan memukulnya dan sebagainya dan barulah dia diam. Dan itulah bahasa yang dikenalnya, kalau bertengkar lagi kemudian dia akan mendesak pasangannya, menyudutkannya dan baru berhenti kalau dipukul oleh pasangannya lagi. Kalau itu terjadi sekali atau dua kali maka mulailah dibentuk suatu relasi yang buruk dalam keluarga itu. Dan kita belajar bahwa relasi yang seperti ini berdampak buruk pada anak-anak. Tadi di awal saya sudah singgung bahwa kebanyakan pelaku-pelaku ini dulunya dibesarkan dalam keluarga yang seperti itu, yaitu penuh dengan kekerasan dan sekarang mereka memutar roda yang sama dalam keluarga mereka. Dan besar kemungkinannya anak-anak akan mengulang perbuatan tersebut namun salah satu dampak yang besar yang dialami anak adalah kehilangan rasa damai atau tentram dan dia harus hidup dalam ketegangan dan ketakutan, dan untuk mengatasi ketegangan dan ketakutannya adalah dengan mengunci perasaannya tapi ada juga yang akan diombang-ambingkan oleh perasaan, emosinya tidak stabil naik turun, itu karena dampak dari ketegangan yang harus dialaminya dan untuk bisa menguasai dirinya dia harus bisa membiarkan perasaannya lepas begitu saja tak bisa terkendali. Jadi kesimpulannya adalah kekerasan dalam rumah tangga merupakan sebuah suasana rumah yang sangat buruk, baik untuk suami istri yang tinggal di dalamnya dan terutama bagi anak-anak yang dibesarkan oleh mereka.92. Krisis Dalam Keluarga Kristen | |
Krisis dapat melanda seseorang tanpa pandang bulu termasuk juga keluarga Kristen, walaupun ada sebagian orang yang mencoba menyangkali dan berkata bahwa, "Kami tidak akan mengalami krisis karena kami di dalam Tuhan." Pernyataan ini kurang tepat, kita mesti belajar bagaimana memahami krisis secara tepat menurut kebenaran Firman Tuhan.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Krisis Dalam Keluarga Kristen". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Sudah tentu betapa indahnya hidup kalau kita tidak harus terkena masalah atau krisis. Namun itulah yang menjadi kenyataan hidup bahwa selama kita masih hidup dalam dunia juga tidak sempurn dan terutama kita pun juga tidak sempurna maka tidak bisa tidak adakalanya krisis muncul, masalah besar datang dan kita harus menghadapinya.
Kenyataan bahwa kita adalah anak Tuhan, tidak berarti bahwa kita akan dibebaskan Tuhan sepenuhnya dari masalah-masalah besar itu. Jadi tidak ada janji Tuhan yang mengatakan bahwa kalau kita percaya kepada Tuhan, mengakui Yesus sebagai Juruselamat kita dan hidup taat sesuai dengan kehendak-Nya maka pastilah kita akan dibebaskan selalu dari segala jenis krisis, tidak ada janji Tuhan seperti itu. Bahkan nanti kita juga akan lihat bahwa anak-anak Tuhan di dalam Firman-Nya, adalah anak-anak yang harus menghadapi krisis di tengah-tengah mereka.PG : Jadi krisis adalah sebuah masalah yang besar yang menimpa kita. Sebenarnya masalah menjadi sebuah krisis kalau kita gagal beradaptasi dengan masalah tersebut dan sewaktu masalah muncul menntut kita untuk mengadakan perubahan atau penyesuaian, supaya kita dapat mengatasinya atau setidaknya hidup dengan masalah tersebut.
Kalau kita gagal memberi respon yang sesuai, beradaptasi seperti yang diharapkan atau yang diwajibkan maka krisis itu akan terjadi.PG : Menurut saya tidak, meskipun Dia pernah mengalami peristiwa-peristiwa yang berat sebelum penyaliban-Nya, misalnya beberapa kali Dia harus melarikan diri karena ada orang-orang yang ingin mmbunuh-Nya atau menangkap-Nya.
Memang ada waktu-waktu Dia harus keluar melarikan diri, dan beberapa kali Dia menghindar dari khalayak ramai karena makin banyak orang yang mengikuti Dia dan makin memancing reaksi marah dari pemuka agama saat itu sehingga misi yang belum terselesaikan itu akhirnya terhambat. Sehingga beberapa kali Tuhan keluar dari sergapan orang banyak itu. Dan kita tahu bahwa sebelum Tuhan disalibkan di taman Getsemani, Tuhan berdoa dengan begitu serius, dengan begitu penuh kesungguhan sehingga dikatakan peluhNya itu bertetesan seperti darah. Di situ kita melihat Tuhan harus bergumul tapi itu tidak menjadi krisis, karena apa? Nanti kita akan belajar bahwa Tuhan berserah sepenuhnya. Dengan kata lain, Tuhan beradaptasi dengan masalah besar yang harus dihadapinya itu. Jadi sekali lagi sebuah masalah menimbulkan krisis di dalam hidup kita, bila kita tidak berhasil beradaptasi dengan tepat.PG : Di sini kita akan melihat bahwa sekurang-kurangnya ada tiga yang nanti kita akan fokuskan dengan lebih mendetail, yang menjelaskan kepada kita bahwa krisis itu dapat menimpa siapa saja dandalam setiap lini kehidupan.
Misalkan kita akan melihat krisis itu menerpa keluarga Daud, Yakub dan juga keluarga Naomi. Ini adalah contoh yang memang menonjol dari Firman Tuhan dan nanti kita akan membahas secara saksama, sekali lagi ini menunjukkan bahwa krisis dapat menerpa orang-orang yang mengasihi Tuhan dan yang taat kepada Tuhan, apakah Daud tidak taat? Apakah Daud bukan anak Tuhan? Apakah Yakub bukan anak Tuhan? Apakah Naomi bukan anak Tuhan? Kita tahu bahwa ketiganya adalah anak Tuhan tapi ketiganya hidup di dalam dunia yang tidak sempurna dan mereka pun juga bukan orang yang sempurna. Jadi di dalam ketidak sempurnaan ini kita kadang gagal beradaptasi dengan tepat, sehingga akhirnya masalah menjadi sebuah krisis.PG : Saya setuju, Pak Gunawan. Jadi dalam kasusnya Daud, kita tahu bahwa dia berzinah dengan Batsyeba, seharusnya karena dia juga manusia terdiri dari daging dan darah yang telah tercemar oleh osa, sewaktu dia berdosa dia mengakui dan meminta pengampunan Tuhan, apa pun konsekuensi yang harus ditanggungnya, biarlah dia bertanggungjawab.
Namun Daud beradaptasi dengan cara yang keliru, bukannya mengakui dosanya malahan menutupi dosanya dengan cara mengupayakan membunuh suami Batsyeba yaitu Uria. Dalam kasus Yakub, memang ini juga kesalahannya sendiri sebab dia sangat menyayangi Yusuf puteranya, terlalu menyayangi sehingga membuat saudara-saudaranya iri dan mereka merasa bahwa mereka tidak disayang oleh ayah mereka Yakub, begitu marahnya dan bencinya kepada Yusuf sehingga dalam suatu kesempatan mereka berusaha untuk membunuhnya. Jadi jelas kita melihat krisis yang nantinya melanda kedua anak Tuhan ini awalnya adalah akibat perbuatan atau kesalahan mereka sendiri.PG : Sudah tentu dalam pemikiran manusia, apa yang dilakukan itu benar tapi saya kira dalam kasus seperti Daud, sebenarnya dia tahu kalau dia telah berbuat sesuatu yang sangat salah di mata Tuhn karena dia tahu bahwa dia tidak boleh berzinah dan yang kedua dia tidak boleh mengatur pembunuhan orang yang tidak bersalah sama sekali.
Tapi sekali lagi karena dia manusia berdosa maka dalam kondisi terjepit dia malah menutupi dosanya, membungkam teguran Tuhan dan bersikeras untuk melakukan yang dianggap oleh dirinya dapat menyelamatkan dirinya itu. Dalam kasus Yakub kemungkinan besar Yakub itu tidak begitu menyadari perasaannya, seharusnya Yakub dari awal-awal sudah melihat bahwa saudara-saudara Yusuf atau anak-anaknya yang lain begitu membenci Yusuf. Ini sebetulnya sudah memberikan dia lampu kuning bahwa jangan lagi dia terlalu melimpahkan kasih sayang yang begitu mencolok sehingga nanti yang menjadi korban bukankah anaknya sendiri yaitu si Yusuf itu sendiri. Memang di sini kita melihat, dua orang ini karena kelalaiannya, karena kekerasan hatinya akhirnya menimbulkan masalah dalam hidup mereka sendiri. Tapi krisis itu tidak selalu timbul akibat perbuatan sendiri. Dalam kasus Naomi, jelas-jelas keluarganya mengalami bencana besar di tanah kelahirannya di Betlehem, karena adanya kelaparan mereka harus pindah ke tanah Moab dan di sanalah dia kehilangan suaminya, Elimelekh dan kemudian kehilangan lagi Kilyon dan Mahlon mungkin karena sakit penyakit, dan ini benar-benar diluar dari kendali Naomi.PG : Sebetulnya Elimelekh atau keluarga Naomi berikhtiar untuk meninggalkan tanah Betlehem karena memang ingin menyelamatkan diri dari bencana kelaparan, bagi saya ini bukanlah hal yang salah.Kita juga melihat dalam Perjanjian Lama, Abraham juga pernah pergi mencari kehidupan yang lebih baik, Ishak juga pernah harus meninggalkan tempatnya, kita juga tahu Yakub juga meninggalkan keluarga mertuanya Laban dan kembali lagi ke tanah yang Tuhan janjikan.
Jadi kita melihat adakalanya karena bencana atau masalah maka kita harus pindah tempat, itu bukanlah sebuah tindakan yang salah, itu adalah tindakan yang bertanggungjawab, dia ingin memastikan bahwa keluarganya dapat hidup dengan layak.PG : Dalam keterbatasan kita untuk mengetahui apa itu yang menjadi rencana Tuhan, kadang kita bisa keliru menafsir perintah Tuhan namun yang akan memancing munculnya krisis dalam hidup kita adlah kalau kita sudah tahu bahwa ini tidak benar tapi kita tetap melakukannya.
PG : Saya kira dua-duanya bisa, Pak Gunawan.
PG : Saya kira seringkali waktu peristiwa itu terjadi yaitu krisis itu menimpa kita, jarang sekali bisa terbatasi hanya pada satu orang namun pada akhirnya krisis itu berkelanjutan sehingga memuat yang lain-lainnya terkena dampaknya.
Kita tahu dalam kasus Daud dan Yakub, krisis itu meledak menjadi krisis besar dan Yakub selama belasan tahun atau mungkin puluhan tahun hidup dalam penderitaan karena beranggapan bahwa putranya Yusuf telah meninggal dunia. Itu sebabnya waktu dia akhirnya bertemu Yusuf, dan waktu dia bertemu dengan Firaun dia berkata, "Hari-hariku atau hidupku penuh dengan derita," dia tidak bisa lagi berkata bahwa dia telah menikmati suatu kehidupan yang tentram dan sejahtera. Demikian juga dengan Daud, pada akhirnya masalahnya meledak sehingga puteranya melakukan hal yang tidak diperkenankan oleh Tuhan yakni memperkosa adiknya dan kemudian si kakak Absalom membunuh adiknya Amnon dan akhirnya Absalom memberontak kepada Daud. Akhirnya krisis itu menerpa lebih banyak orang dan bukan hanya diri kita.PG : Dari sini kita bisa simpulkan bahwa krisis seburuk apa pun itu, ataukah itu disebabkan oleh perbuatan kita atau di luar kendali kita. Dalam kedaulatan Tuhan dalam keMahakuasaan Tuhan, kriss dipakai oleh-Nya untuk memperlengkapi rencana-Nya.
Alkitab dengan jelas memaparkan bahwa apa pun penyebab krisis pada akhirnya Tuhan memakai krisis untuk menjalankan dan menggenapi rencana-Nya, dengan kata lain, tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi rencana Allah. Semua hal termasuk krisis dipakai Tuhan untuk menjalankan dan menggenapi rencana-Nya, misalnya dalam krisis pada keluarga Daud lahirlah Salomo yang Tuhan tunjuk untuk membangun rumah bagi Tuhan. Dan dari krisis pada keluarga Yakub, Tuhan memakai ini untuk membawa Yusuf ke Mesir untuk menjadi penolong, memelihara umat Israel pada masa kelaparan. Dan dari krisis pada keluarga Naomi, Tuhan mendatangkan Rut ke Betlehem dan akhirnya menikah dengan Boas dan dari Boas akhirnya lahirlah Raja Daud, dan dari Raja Daud akhirnya lahirlah Tuhan kita Yesus Kristus.PG : Dengan kata lain, di dalam anugerah Tuhan, di dalam kebaikan hati Tuhan apa pun itu dapat dipakai Tuhan untuk menunjukkan kebaikan-Nya, itulah yang terjadi. Meskipun salah tapi tetap pada khirnya kebaikanlah yang nantinya dicicipi dari dalam kehidupannya.
Meskipun Yakub salah, tapi pada akhirnya itu dipakai juga untuk mendatangkan kebaikan namun memang dalam perjalanannya, sudah tentu mereka tidak lepas dari konsekuensi. Tadi saya sudah singgung, Daud juga harus menderita dan melarikan diri dan dia dikejar oleh puteranya sendiri, pemberontakan terjadi, anaknya saling bunuh, putrinya diperkosa oleh anaknya. Jadi benar-benar menyakitkan. Jadi kita tidak boleh berkata, "Karena nanti Tuhan bisa pakai krisis, maka kita hidup sembarangan saja karena nantinya Tuhan itu baik hati." Jangan seperti itu, sebab akan ada konsekuensi yang harus dipikul akibat perbuatan kita itu.PG : Ada beberapa yang bisa kita kenali, Pak Gunawan, untuk kita mencoba mengenali kinerja krisis. Yang pertama adalah krisis bisa datang sekonyong-konyong, tapi juga dapat datang perlahan-lahan. Dalam kasus Daud, krisis bermula sewaktu dia berdosa dengan Batsyeba dan membunuh suaminya, Uria, perlahan namun pasti krisis melanda keluarganya. Amnon putra Daud memperkosa Tamar, putri Daud. Absalom saudara kandung Tamar membalas dan membunuh Amnon kemudian Absalom melarikan diri dan setelah kembali memberontak melawan Daud dan nyaris menggulingkan takhta Daud. Misalnya dalam kasus Yakub secara berlahan krisis berawal sewaktu dia memberikan perhatian berlebih kepada Yusuf puteranya dan mengabaikan anak-anaknya yang lain, setelah Yusuf keluar maka mulailah krisis dalam keluarga Yakub yang berlangsung belasan atau mungkin lebih dari puluhan tahun. Namun dalam krisis Naomi, krisis datang sekonyong-konyong, Elimelekh akhirnya sakit dan meninggal, Mahlon sakit kemudian meninggal, Kilyon juga seperti itu tidak ada tanda-tanda kemudian meninggal. Jadi dalam waktu 10 tahun, Naomi menjadi seorang janda sebatangkara, sedangkan sepuluh tahun sebelumnya dia adalah seorang istri atau ibu dari dua anak. Jadi semua itu datang secara tiba-tiba. Jadi kita bisa kenali krisis itu datang secara mendadak, tapi juga bisa datang secara perlahan. Sudah tentu yang dapat kita kenali dan kita kendalikan adalah yang datangnya perlahan. Sewaktu krisis mulai muncul maka jangan didiamkan, kita harus beradaptasi atau memberi respon yang sesuai dengan cara dan kehendak Tuhan.
PG : Sudah tentu kita harus bersiap secara rohani, misalkan kita ini bersiap untuk selalu hidup dekat dengan Tuhan, hidup taat kepada Tuhan untuk hal-hal yang kecil, karena seringkali dalam menhadapi krisis yang besar Tuhan menuntut kita untuk mengadakan perubahan yang besar pula, Pak Gunawan.
Perubahan yang besar itu sudah tentu mengharuskan kita untuk menaati Tuhan dan percaya kepada-Nya. "Yang penting mengikuti jalan-Nya" namun bagaimanakah kita bisa siap untuk melakukan perubahan yang besar kalau kita jarang bersiap menaati Tuhan untuk melakukan perubahan yang kecil-kecil itu. Jadi semuanya dimulai dari hal yang kecil, sebagai contoh waktu Daniel dan ketiga sahabatnya diminta oleh raja Nebukadnezar di Babilonia untuk memakan makanan kerajaan yang tidak diperkenankan oleh Firman Tuhan, dari hal sekecil itu, sudah menunjukkan ketaatan mereka kepada Tuhan di atas tuntutan dari raja. Mereka menolak dan dengan bijak mereka berkata, "Silakan uji coba kami, kami akan makan makanan yang diperkenan oleh Tuhan kami dan kami tidak mau makan makanan yang ditetapkan oleh raja." Karena mereka bijak, mereka menggunakan cara itu dan si juru makanan melihat "Benar ya, mereka lebih sehat walaupun tidak makan makanan yang ditetapkan oleh raja," sehingga akhirnya dia setuju tidak memberikan makanan yang ditetapkan oleh Raja Nebukadnezar. Di sini kita melihat bahwa waktu mereka itu dituntut untuk beradaptasi misalnya untuk taat dalam hal yang relatif kecil, mereka taat maka mereka sanggup untuk menaati Tuhan sewaktu hal yang lebih besar terjadi, misalkan waktu mereka diminta untuk menyembah patung yang dibuat oleh Raja Nebukadnezar. Atau waktu Daniel sudah diangkut di kerajaan Media Persia dan akhirnya harus dijebloskan ke dalam lobang yang banyak singanya oleh karena dia menolak untuk menyembah raja. Di sini kita melihat bahwa mereka dapat beradaptasi menghadapi krisis yang besar itu dengan taat kepada kehendak Tuhan, sebab sekali lagi dalam hal-hal kecil mereka telah taat karena ini yang diperlukan.PG : Saya setuju, Pak Gunawan. Jadi seringkali kalau kita tidak menanganinya dengan baik, entah itu kita membiarkannya atau mengabaikannya maka krisis akan berkembang biak dan akhirnya menindihkita dan kalau sudah besar bukankah akan semakin sulit untuk kita bisa menghadapinya.
Maka sewaktu krisis muncul apa pun yang kita harus lakukan, maka lakukanlah tindakan yang sesuai dengan tindakan Tuhan.PG : Ternyata tidak selalu, adakalanya krisis berisikan dosa tapi adakalanya juga tidak. Misalkan dalam kasus Daud memang terlihat ada unsur dosa, Daud itu berzinah dan Daud mengatur pembunuhansuami Batsyeba.
Dalam kasus Yakub terdapat unsur ketidakbijaksanaan Yakub, saya tidak berani berkata bahwa Yakub itu berdosa waktu lebih memprioritaskan Yusuf. Yang pasti adalah dia tidak bijaksana, menunjukkan kasih berlimpah kepada Yusuf sedangkan kepada anak-anaknya yang lain tidak. Dalam kasus Naomi secara pribadi saya tidak melihat adanya unsur dosa, keputusan untuk pindah adalah hal yang wajar dalam kondisi kelaparan. Jadi tidak benar menuduh orang yang dilanda krisis sebagai orang yang tengah dihukum Tuhan karena dosanya, belum tentu itulah kasusnya. Salah satu contoh lain adalah Ayub, Ayub tidak berdosa maka akhirnya Ayub dibela oleh Tuhan karena Ayub memang tidak berdosa tapi Tuhan mengizinkan peristiwa-peristiwa buruk itu menimpanya dan akhirnya melumpuhkan Ayub.PG : Naomi adalah manusia yang tidak sempurna atau kuat maka luput melihat bahwa ada kasih Tuhan, ada kebaikan Tuhan, ada rencana Tuhan yang memang tidak dimengertinya saat itu. Jadi dari sudutkemanusiaannya, Naomi melihat kemalangan ini sebagai pukulan Tuhan, entah mengapa Naomi beranggapan bahwa Tuhan sedang menghajarnya, memarahinya atau menghukumnya.
Padahalnya tidak demikian, dalam hal ini Ayub memang lebih benar, waktu teman-temannya menuduh bahwa dia bersalah dan berdosa Ayub tetap mengatakan bahwa saya tidak berdosa, dan itulah yang nantinya Tuhan juga konfirmasi.PG : Kalau jelas itu bermuatan dosa, maka bila tidak diakui dan tidak dibereskan maka dosa cenderung beranak pinak dan menjadi lebih parah. Jadi mesti diakui dan dibereskan. Misalnya dalam kasu Daud, dia tidak mengakui dosa perzinahan malah menutupinya dengan pembunuhan.
Misalkan yang lain juga yaitu dia tidak pernah menghukum Absalom yang membunuh Amnon atau tidak menghukum Amnon yang memperkosa Tamar. Jadi Daud memang luput dan gagal untuk bertindak membiarkan dosa merajalela dan akhirnya dosa-dosa itu makin membesar. Demikian pula dengan Yakub, ia tidak mendisiplin anak-anaknya dalam hal yang lain seperti membunuh Sikhem yang memperkosa putrinya Yakub yaitu Dina. Jadi Yakub membiarkan dan pada akhirnya mereka menjadi lebih buas dan lebih beringas, sehingga Yusuf ditangkap hendak dibunuh kemudian dibuang menjadi budak dan harus menjalani hidup penuh derita selama berbelasan tahun. Jadi di sini tidak bisa tidak, kita melihat bahwa akibat dosa itu fatal yakni keluarga tercerai berai dan hidup hancur.PG : Karena memang pada saat itu Daud hanya memunyai satu minat, pada saat dia berdosa dia ingin dibebaskan atau lepas dari konsekuensi dosa itu. Kenapa dia tidak bertindak terhadap Amnon yang emperkosa Tamar dan malah membiarkannya, bisa jadi karena dia sendiri merasa bersalah waktu melihat anaknya menjadi seperti ini.
Mungkin sekali integritas sudah hilang, menurunkan wibawa dan mengurangi kuasa atau power untuk mendisiplin anak-anaknya. Sehingga waktu Absalom berbuat tidak benar membunuh Amnon, Daud tetap diam saja sehingga kekacauan makin merajalela dalam keluarganya.PG : Satu hal yang mesti kita sadari bahwa keputusan apa pun yang kita buat pasti keputusan yang menuntut harga, tidak ada jalan yang mudah untuk menghadapi krisis dan harus dibayar dengan maha, tapi harus dilakukan misalkan tadi kita berbicara tentang Daud, kalau dia akui dosanya bahwa dia telah berzinah dengan Batsyeba mungkin dia harus membayar harga yang mahal yaitu harus turun dari tahtanya dan sebagainya, tapi setidak-tidaknya dosa itu dibereskan sehingga tidak beranak pinak.
Jadi waktu kita menghadapi krisis yang besar dimana kita harus mengambil keputusan yang juga menuntut pengorbanan, kita harus berani melakukannya, semakin banyak dan menunda-nunda atau makin lama membiarkan, maka makin berkembanglah masalah itu.PG : Saya akan bacakan dari Roma 8:28-29, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang erpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya." Di sini kita bisa melihat bahwa Tuhan akan melakukan apa saja dengan kuasa-Nya sehingga meski buruk yang kita lakukan, meski berat akibat yang harus kita tanggung tapi Tuhan nanti Tuhan dapat memakainya untuk menggenapi rencana-Nya. Dan berdasarkan ayat 29 itu kita juga mau memegang suatu kepastian yaitu Tuhan membiarkan hal itu terjadi yaitu krisis melanda hidup kita supaya pada akhirnya kita menjadi lebih serupa dengan Tuhan kita Yesus Kristus. Jadi Tuhan sangat-sangat tertarik dengan pembentukan karakter kita.GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini, tapi kita masih akan melanjutkan perbincangan tentang krisis ini pada kesempatan yang akan datang. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Krisis Dalam Keluarga Kristen". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
93. Iman Dalam Krisis Keluarga | |
Kita adalah orang beriman namun kadang kita tidak tahu bagaimana menerapkan iman dalam situasi tertentu, misalnya dalam krisis keluarga. Iman bukanlah sekadar sarana untuk memperoleh keselamatan yang Tuhan anugerahkan kepada kita. Iman juga adalah sarana yang mutlak diperlukan untuk tetap hidup di dalam pimpinan-Nya. Secara spesifik, iman dibutuhkan dalam menghadapi krisis yang melanda keluarga agar kita dapat melewatinya dengan benar-sesuai kehendak Tuhan.
Kita adalah orang beriman namun kadang kita tidak tahu bagaimana menerapkan iman dalam situasi tertentu, misalnya dalam krisis keluarga. Iman bukanlah sekadar sarana untuk memeroleh keselamatan yang Tuhan anugerahkan kepada kita. Iman juga adalah sarana yang mutlak diperlukan untuk tetap hidup di dalam pimpinan-Nya. Secara spesifik, iman dibutuhkan dalam menghadapi krisis yang melanda keluarga agar kita dapat melewatinya dengan benar—sesuai kehendak Tuhan.
Respons Dalam KrisisFirman Tuhan di Mazmur 146:5-6
"Berbahagialah orang yang memunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya; Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya; yang tetap setia untuk selama-lamanya."
Tuhan adalah penolong dan Dia berjanji mau menolong kita dan Dia berkuasa sebab Dialah yang menjadikan langit dan bumi dan Dia setia, Dia tidak akan meninggalkan kita. Inilah janji Tuhan yang kita mau percaya lewat iman.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Iman Dalam Krisis Keluarga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG: Krisis itu bisa melanda siapa pun termasuk kita anak-anak Tuhan, selama kita hidup dalam dunia yang tidak sempurna dan kitanya sendiri juga tidak sempurna, maka masalah bisa muncul. Waktu msalah muncul kita dituntut untuk beradaptasi, waktu kita gagal beradaptasi dengan tepat atau dengan cara yang sesuai dengan kehendak Tuhan maka masalah acapkali berkembang menjadi sebuah masalah yang besar yang pada akhirnya membuahkan krisis dalam hidup kita.
Kita juga belajar bahwa ada krisis yang diakibatkan oleh perbuatan kita secara langsung, tapi ada juga yang bukan. Kita belajar tentang Daud dan Yakub yang memunyai andil besar dalam krisis yang akhirnya melanda keluarga mereka. Tapi kita juga belajar tentang Naomi dan Ayub, mereka adalah orang-orang yang harus menghadapi bencana yang besar tapi mereka sendiri tidak berandil di situ. Jadi kita mesti sedapat-dapatnya berusaha, jangan sampai kita yang menciptakan krisis, kalau ada masalah sekecil apa pun maka kita harus mencoba menangani supaya masalah itu tidak berkembangbiak. Kita juga belajar bahwa apa pun penyebab krisis, dalam kedaulatan dan kebaikan Tuhan, Dia dapat mengubahnya dan memakainya untuk menggenapi rencana Tuhan. Tidak ada hal yang dapat menghalangi rencana Tuhan bahkan krisis sebesar apa pun. Inilah keyakinan kita untuk terus maju, kita tahu sebagai anak Tuhan kita tidak dibebaskan dari krisis tapi kita juga tahu bahwa Tuhan beserta dengan kita, sehingga Dia akan terus bersama mendampingi kita memberikan kita kekuatan melewati krisis, tapi yang terutama adalah kita melakukan kehendak-Nya waktu kita menghadapi krisis itu.PG : Betul sekali, jadi bagaimanakah kita menanggapinya itu yang akan sangat menentukan besarnya krisis tersebut dan berapa lamanya krisis itu akan melanda kita.
PG : Ada beberapa yang bisa kita lakukan, yang pertama adalah kita harus melakukan pengakuan, pengakuan artinya mengakui kalau kesalahan telah dibuat. Jadi kalau kita melihat bahwa masalah ini erkepanjangan, masalah rumah tangga kita tidak beres-beres, kenapa problem ini terus berkembang, maka kita harus berani melihat pada diri kita sendiri.
Betapa mudahnya kita menyalahkan orang lain. Betapa mudahnya kita berkata bahwa kita hanya memberikan reaksi kepada perbuatan orang, bukankah kita juga bertanggungjawab dalam hal memberi reaksi. Apakah reaksi itu sesuai dengan kehendak Tuhan ataukah tidak. Jadi penting sekali waktu kita menghadapi krisis kita tidak menengok ke kiri atau ke kanan, tapi menengok kepada diri sendiri dulu. Salah satu contoh yang sekarang tengah menjadi masalah besar dalam kehidupan kita adalah krisis ekonomi yang tengah melanda dunia ini. Mungkin ada di antara para pendengar kita yang harus kehilangan pekerjaan, atau merugi dan sebagainya. Jangan ragu untuk menengok kepada diri sendiri dan mengakui bahwa kesalahan telah dibuat. Misalkan kita melihat Nabi Natan yang menegur Daud, apa yang Daud lakukan? Dengan cepat Daud mengakui dosanya, Daud tidak berbelit-belit memberi sikap defensif. Jadi dengan kata lain, semakin cepat kita mengakui maka semakin cepat pula kita datang kepada Tuhan meminta pengampunan-Nya, dan kemudian datang kepada satu sama lain untuk meminta pengampunan.PG : Jadi langkah pertama kita harus mengakui bahwa ada masalah yang tengah melanda diri kita atau keluarga kita. Adakalanya sebagian dari tidak mudah untuk mengakui bahwa diri kita atau keluara kita tengah mengalami krisis, apalagi bagi kita yang terbiasa dikenal sebagai orang yang dikenal atau sebagai orang yang selalu sanggup mengatasi apa pun, selalu "in control", kita tidak pernah merasa kehilangan kendali atas hidup ini.
Jadi bagi orang-orang yang seperti ini agak sukar untuk merendahkan diri dan berkata, "Benar, saya sedang mengalami krisis." Seringkali pengakuan seperti membuka lembar baru yaitu lembar permintaan tolong. Seringkali orang yang memang memunyai harga diri tinggi tidak bersedia mengakuinya sebab bagi dia, "Nanti orang akan melihat saya sebagai orang yang meminta-minta tolong. Saya tidak mau dilihat orang sebagai pengemis atau memohon pertolongan orang lain." Sekali lagi ini adalah bagian dari harga diri yang terlalu kaku atau berlebihan. Lebih baik sewaktu kita berhadapan dengan krisis yang melanda diri atau keluarga kita, akuilah kalau ada krisis dan kita tidak selalu tahu bagaimana menghadapinya, mungkin kita juga belum tahu jalan keluarnya dan kita sangat terbatas dan lemah dan kita juga mengakui ada andil dalam diri kita. Pengakuan-pengakuan seperti inilah yang harus dimulai, itu sebabnya waktu kita mengahadapi krisis maka kita harus menghadapinya bersama dengan pasangan kita atau bahkan anak-anak kita. Kalau tidak ada pengakuan, kita seolah-olah menutup pintu, melarang pasangan kita atau anak-anak kita untuk masuk membantu kita dan inilah yang nanti akan menyulitkan orang untuk datang dan memberi pertolongan kepada kita.PG : Langkah berikut adalah penyerahan. Dalam kasus Daud misalnya, Daud berserah kepada kemurahan Allah dan menerima apa pun yang terjadi. Misalnya dalam kasus berikut yaitu Daud mengadakan senus dengan tujuan mau menghitung dan melihat betapa jayanya atau suksesnya dia, sehingga sewaktu panglimanya yang bernama Yoab berkata, "Tidak perlu itu dilakukan karena Tuhan sudah memberkati tuanku," Daud tidak mendengarkan, dan dia terus ingin melihat kesuksesannya secara nyata.
Kemudian Tuhan marah dan Tuhan menghukumnya. Yang terjadi adalah Tuhan memberikan kepada Daud pilihan, yaitu hukuman apa yang Daud harus terima. Dan Daud memilih hukuman tulah sebab dia berkata, "Saya mau berserah kepada Tuhan dan berserah kepada kemurahan hati Tuhan." Jadi dengan kata lain, sewaktu kita menghadapi masalah krisis ini maka kita harus berserah sepenuhnya kepada kemurahan Tuhan, menerima apa pun juga yang harus menjadi porsi kita sekarang ini. Misalnya gara-gara krisis ekonomi, kita kehilangan rumah kita yang besar dan harus pindah ke rumah kita yang kecil dan kita kehilangan pekerjaan kita yang begitu baik dan sekarang harus memulai lagi dari nol atau bahkan tidak memunyai pekerjaan. Semua porsi yang tidak enak diterima, tapi kita harus berserah dan tidak melawan apapun yang terjadi dan bersandar sepenuhnya pada kemurahan Tuhan karena kita tahu bahwa kita aman di tangan Tuhan.PG : Kadang-kadang kita melihat seharusnya setelah mengakui adanya kesalahan dan dosa maka seharusnya berserah kepada Tuhan. Tapi ada orang yang tidak berjalan ke arah itu, Pak Gunawan, karena etelah dia mengakui, dia berbalik dan berkata, "Sekarang saya harus membereskan sendiri" entah itu dengan kekuatannya atau kemampuannya berpikir, dia mencoba untuk membereskan semuanya.
Dan ada orang yang tidak bisa menerima konsekuensinya, misalnya dia mengakui kalau itu adalah kesalahan saya sehingga akhirnya saya merugi sebesar ini, seharusnya langkah keduanya adalah berserah dan menerima apa yang menjadi porsi kita sebagai konsekuensi dari apa yang telah terjadi. Tapi ada orang yang tidak mau menerima dan dia masih mau mempertahankan level kehidupan yang setinggi dulu dan tidak mau sedikit pun menguranginya. Memang ada orang yang melakukan hal-hal seperti supaya dilihat orang bahwa mereka ini tetap kelihatan sukses, mentereng, mobil dipertahankan, semua dipertahankan padahalnya tidak ada lagi kemampuan untuk membiayai gaya hidup seperti itu.PG : Dengan kata lain, kalau orang tidak mau menyerah atau tidak mau berserah kepada Tuhan, memertahankan hidupnya atau menggunakan kekuatannya sendiri seringkali dia akhirnya makin terpuruk da terpuruk, krisisnya tidak pernah berkesudahan dan terus berlanjut.
Sehingga di sini penting kita memunyai hati yang besar untuk mengakui kesalahan dan dosa kita dan diikuti penyerahan yang total kepada Tuhan untuk mengeluarkan kita dan tidak bersandar pada kekuatan diri sendiri.PG : Langkah ketiga adalah pengampunan. Misalnya kita melihat dalam kasusnya Yusuf, Yusuf mengampuni kesalahan kakak-kakaknya dan tidak hidup dalam penyesalan masa lalu. Tentang pengampunan yan kita harus camkan ialah pengampunan harus bersedia melupakan masa lalu dan siap merenda masa depan bersama.
Kadang karena kita merasa, gara-gara pasangan kita sehingga kita menyalahkan pasangan kemudian kita merasa seperti ini dan menjadi seperti ini, sehingga kita menyimpan dendam dan kita tidak bisa melupakannya kalau kita tetap hidup di dalam masa lalu atau tidak bisa menggunting masa lalu dan menatap ke masa depan. Kalau kita mau menghadapi krisis bersama dengan pasangan dan juga anak-anak maka harus ada kerelaan memberi pengampunan. Tentang pengampunan tadi sudah saya singgung, bukanlah hanya memaafkan tapi benar-benar merupakan tekad atau komitmen untuk lepas dari masa lalu. Wujud konkrit dari pengampunan adalah kerelaan melepaskan masa lalu dan tidak lagi mau mengikat pasangan kita atau anak-anak kita dengan tanggungjawab masa lalu. Tapi sekarang kita tanggung bersama dan kita hadapi masa depan bersama. Itulah bukti nyata dari pengampunan.PG : Kadang-kadang ini yang sulit dilakukan oleh orang yang terus-menerus hidup dalam penyesalan, "Kenapa saya seperti ini, gara-gara saya akhirnya semua menderita dan saya tidak layak diampuni" terus hidup dalam penyesalan masa lalu.
Akhirnya pasangan kita atau anak-anak kita tambah terpuruk karena mereka membutuhkan kita untuk maju bersama mereka. Kalau mereka sudah siap maju dan mereka sendiri sudah mengampuni kita, tapi kitanya tidak mau mengampuni diri sendiri berarti kita sendirilah yang menjadi beban bagi mereka dan akhirnya kita menahan mereka untuk maju mengatasi krisis ini.PG : Betul, Pak Gunawan. Saya bukannya tidak mau sensitif atau tidak mau mengerti tapi kadang untuk peristiwa yang berat, yang besar, mengampuni diri itu sangat sulit. Tapi tadi Pak Gunawan sudh tekankan dasar hidup kita bukanlah apa yang kita pikir tapi apa yang Tuhan pikir, dasar hidup kita adalah bukan bagaimana kita melihat tapi bagaimanakah Tuhan melihatnya.
Itu harus menjadi dasar hidup kita. Kalau kita tahu bahwa Tuhan melihat kita sebagai orang berdosa yang telah diampuni-Nya, maka kita harus berkelahi dengan diri kita dan melihat diri kita seperti Tuhan melihat diri kita pula dan jangan kemudian kita berkata, "Saya tidak peduli apa yang Tuhan lihat atas saya, saya mau melihat diri saya seperti saya melihatnya yaitu orang yang tidak layak diampuni dan sebagainya," itu hal yang salah sekali, sebab itu berarti kita tidak akan pernah maju ke depan. Yusuf benar-benar bebas dari masa lalu sebab dia mengampuni saudara-saudaranya, maka waktu dia bertemu dan melihat saudara-saudaranya telah berubah, apa yang dia lakukan? Dia menangis dan dia memeluk mereka dan langsung memanggil ayahnya untuk datang. Padahal sudah berbelasan tahun dia menderita, tapi kemudian tersapu bersih dan terhapus tidak ada bekasnya lagi dalam jiwa Yusuf. Kenapa sampai seperti itu? Saya percaya karena Yusuf sudah berhasil melupakan masa lalunya dan meninggalkannya, tidak lagi hidup dalam bayang-bayang penyesalan masa lalu.PG : Langkah berikutnya adalah pemulihan. Langkah pemulihan artinya misalkan dalam kasus Yusuf, dia memilih untuk menjadi berkat bagi saudara-saudaranya. Dia bukan saja melupakan masa lalu tapidia pun membalas kejahatan saudaranya dengan perbuatan baik.
Dalam kita menghadapi krisis, maka kita harus bersama dan tidak hanya berhenti menyalahkan saja, tapi harus mulai memberkati satu sama lain. Memberkati dalam pengertian berbuat hal yang baik, menolong satu sama lain. Jangan kita berkata, "Sudahlah, saya tidak lagi marah dan saya tidak lagi menyalahkan kamu, tapi sekarang kamu urus dirimu sendiri," kita tidak boleh seperti itu. Apalagi sewaktu krisis melanda keluarga kita, misalkan seperti krisis ekonomi sekarang ini semua dituntut untuk saling membantu, baik itu membantu adik, adik membantu kakak, orang tua membantu anak, anak membantu orang tua, suami membantu istri, istri membantu suami. Semua dituntut untuk saling memulihkan.PG : Iman ini seringkali disalah konsepkan atau disalah mengertikan. Ada orang yang berkata "Sudahlah, percaya saja." Tapi sebetulnya dalam perkataan itu terkandung sebuah niat untuk tidak mau enghadapi fakta dan itu keliru.
Iman bukan lari dari tanggungjawab dan realitas, sebaliknya iman berhadapan dengan tanggungjawab dan realitas, artinya kalau kita beriman, apa yang harus kita lakukan, kita harus lakukan. Misalnya ini Pak Gunawan, saya mengerti waktu ada orang yang menderita penyakit tertentu dia takut dan dia tidak mau menghadapinya dan berkata, "Yang penting saya berdoa dan saya percaya pasti Tuhan sembuhkan saya." Akhirnya apa yang terjadi? Penyakit itu bersarang dan akhirnya melumpuhkannya dan akhirnya meninggal dunia karena penyakit tersebut. Apakah itu iman? Belum tentu, Pak Gunawan. Memang kita tidak boleh menghakimi orang karena kita tidak tahu isi hati orang tapi saya juga mau berkata belum tentu itu adalah iman. Iman justru merupakan sebuah keberanian, keberanian menghadapi segala sesuatu karena kita tahu bahwa yang pertama Tuhan bersama kita, jadi kita akan bisa menghadapinya. Yang kedua kita juga tahu bahwa di ujung sana ada kehendak Tuhan meski kita belum melihatnya sekarang, tapi di ujung sana ada kehendak Tuhan. Maka kita akan berani melewatinya, menghadapinya dan tidak lari dari masalah yang sedang menghadang.PG : Betul sekali. Memang tidak bisa tidak, iman mengharuskan kita untuk berani menghadapi apa pun yang tengah melanda kehidupan kita.
PG : Sudah tentu tindakan-tindakan yang harus kita lakukan, haruslah tindakan yang benar karena kita harus menghadapi realitas dan bertanggungjawab atas semuanya, maka kita harus bersandar kepaa Tuhan dan pemeliharaan-Nya.
Tidak berarti kita menghadapinya dengan melupakan Tuhan, tapi kita mau bersandar kepada Tuhan dan kepada pemeliharaan-Nya. Berarti kita harus bertindak benar sesuai dengan cara dan kehendak-Nya, kita tidak bisa berkata, "Yang penting terserah kepada Tuhan karena saya percaya Tuhan akan tolong," namun kita melakukan hal-hal yang salah, yang jelas-jelas tidak berkenan kepada Tuhan. Misalkan kita malah menutupi dan kita malah bersembunyi dan kita malah mengambil yang bukan milik kita. Hal-hal itu kalau kita lakukan, jangan kita berharap Tuhan mengeluarkan krisis itu dengan cara dan kehendak Tuhan. Jadi Tuhan hanya akan mengeluarkan kita dari krisis, kalau kita tetap setia bertindak sesuai dengan cara dan kehendak-Nya.PG : Memang kalau sampai kita berkata seperti itu, hal itu menunjukkan ketidakdewasaan kita, seolah-olah Tuhan begitu siap untuk melanggar perkataan-Nya sendiri, standar-Nya sendiri. Itu tidak ungkin! Sebab Tuhan tidak akan menodai kekudusan-Nya sendiri, jadi Tuhan akan selalu konsisten dengan apa yang dikatakan-Nya, dan kita tidak bisa membenarkan tindakan kita dengan berkata, "Nanti Tuhan akan ampuni saya, Tuhan akan memberkati saya meskipun cara saya berlawanan dengan kehendak Tuhan."
PG : Setelah kita bertindak benar, maka kita mesti menyadari bahwa iman tidak langsung menghasilkan buahnya, kadang kita itu mengharapkan hasil yang segera. Dalam kasus Daud dan juga Yusuf, merka harus menunggu lama sebelum melihat hasilnya.
Daud harus mengalami begitu banyak bencana-bencana dan pada akhirnya Daud melihat kalau Tuhan menolong. Yusuf harus menderita begitu lama sebelum akhirnya melihat rencana Tuhan dan pemeliharaan Tuhan. Dengan kata lain ini Pak Gunawan, iman tidak berorientasi pada hasil melainkan pada proses, yakni mengalami pembentukan Tuhan yang melahirkan karakter Kristiani dan ternyata itu yang lebih penting.PG : Kita lebih menyerupai Kristus sebab itulah yang Tuhan selalu tekankan bahwa kita akan menjadi seperti Kristus. Ini salah satu yang menjadi letak masalahnya, kita sering berdoa, "Tuhan jadian saya seperti-Mu" tapi kita itu tidak menyadari bahwa permintaan itu sebetulnya permintaan yang sangat serius sebab waktu kita berkata, "Tuhan, jadikan saya seperti Engkau," itu berarti kita harus melewati pembentukan yang tidak mudah supaya karakter kita menjadi seperti Kristus.
Dan pembentukan itu, kadang-kadang himpitan, tekanan, hadangan, masalah dalam hidup kita sehingga dari semua itu maka keluarlah karakter-karakter yang seperti Kristus miliki yakni kesabaran, kemurahan hati. Bagaimana kita bisa sabar kalau hidup kita selalu lancar? Sabar justru keluar pada waktu hidup kita tidak lancar. Bagaimana kita murah hati kalau hidup kita lancar? Tidak bisa! Tapi waktu kita berkekurangan dan kita tetap mau memberi, maka karakter kemurahan hati itu akan keluar. Jadi sekali lagi tujuan akhirnya adalah pembentukan karakter kita agar menjadi serupa dengan Tuhan Yesus.PG : Betul sekali memang tidak bisa dengan cepat semuanya terjadi, tapi kita harus dengan sabar dan membiarkan Tuhan membentuk kita lewat krisis yang tengah kita hadapi.
PG : Pada akhirnya seperti ini, Pak Gunawan. Waktu kita sedang menghadapi goncangan-goncangan seperti itu, kita memang tidak melihat karena seringkali dalam krisis kita mau melihat secara langsng pimpinan Tuhan dan cara Tuhan, namun yang terjadi seringkali kita tidak melihatnya tapi kita harus tetap percaya bahwa Tuhan akan menolong kita.
Maka akhirnya pembentukan karakter Kristiani yang keluar dari krisis membuat kita percaya bahwa yang pertama apa pun yang dialami Tuhan tidak meninggalkan, ini iman. Apapun yang dialami, Tuhan sanggup menolong, ini juga iman. Iman juga seperti ini, apa pun yang dialami Tuhan menggenapi rencana-Nya.PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Waktu kita berhasil berkata, "Tetap percaya bahwa Tuhan tidak meninggalkan dan Tuhan sanggup menolong dan Dia akan menggenapi rencana-Nya lewat krisis ini." Di stulah iman bertumbuh.
PG : Di Mazmur 146:5-6 Firman Tuhan berkata, "Berbahagialah orang yang mempunyai Allah Yakub sebagai penolong, yang harapannya pada Tuhan, Allahnya; Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut da segala isinya; yang tetap setia untuk selama-lamanya."
Tuhan adalah penolong dan Dia berjanji mau menolong kita dan Dia berkuasa sebab Dialah yang menjadikan langit dan bumi dan Dia setia, Dia tidak akan meninggalkan kita. Inilah janji Tuhan yang kita mau percaya lewat iman.GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Iman Dalam Krisis Keluarga". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
94. Ketika Pasangan Terlibat Kriminal | |
Hidup tidak ideal. Kadang karena pelbagai alasan, pasangan terpaksa berurusan dengan hukum dan mendekam dalam penjara. Keberadaan pasangan mulai dari proses pengadilan sampai dalam penjara akan memberi pengaruh besar pada kehidupan keluarga. Apakah yang harus dilakukan bila ini terjadi?
Hidup tidak ideal. Kadang karena pelbagai alasan, pasangan terpaksa berurusan dengan hukum dan mendekam dalam penjara. Keberadaan pasangan mulai dari proses pengadilan sampai dalam penjara akan memberi pengaruh besar pada kehidupan keluarga. Apakah yang harus dilakukan bila ini terjadi?
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Ketika Pasangan Terlibat Kriminal". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, ada banyak pasangan dan mungkin beberapa pasangan yang walaupun tidak dikehendaki ternyata salah satu dari pasangan ini harus berhubungan dengan hukum dan pengadilan, bahkan harus dipenjarakan di lembaga pemasyarakatan. Sebagai pasangan yang tidak ikut terlibat langsung bahkan tidak mengetahui masalahnya seringkali menjadi bahan pertanyaan atau bahan perbincangan. Kalau seperti itu apa yang harus dilakukan sebagai pasangan?
PG : Pertama-tama kita harus melihat dampak perbuatan itu, maksudnya keterlibatan pasangan secara hukum pada keluarga kita. Yang pertama adalah perbuatan pasangan yang menyebabkan dia berhubungan dengan hukum biasanya membuat kita dan anak-anak harus menanggung rasa malu yang besar, rasanya kita tidak sanggup lagi bertemu dengan sanak saudara dan teman oleh karena rasa malu itu, kita pun enggan berjumpa dengan orang sebab kita tidak ingin mendapat pertanyaan tentang hal itu. Jadi sedikit banyak rasa malu itu menjadi beban yang berat yang harus kita tanggung untuk waktu yang cukup lama.
GS : Dengan kemajuan media seperti sekarang ini, hal-hal seperti itu tersiar dengan sangat cepat sehingga dimana pun kita berada seolah-olah kita itu berjumpa dengan orang-orang yang selalu mempersoalkan hal itu, yang mungkin belum tentu merupakan suatu kesalahan hanya karena ideologi, faham agama dan sebagainya, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi seringkali melalui media massa berita itu tersebar meskipun belum tentu pasangan kita bersalah atau yang kedua adalah lewat mulut artinya teman berbicara dengan teman dan akhirnya sampai kemana-mana. Inilah yang menjadi bagian konsekuensi yang harus ditanggung oleh kita kalau pasangan kita terlibat dengan hukum. Jadi apa yang harus kita lakukan jikalau ini yang terjadi? Saya kira seperti ini, tentu respons malu adalah wajar dan keengganan kita untuk bersembunyi juga wajar. Jadi saya sarankan untuk sementara waktu hal itu tidak mengapa kalau kita menutup diri supaya kita bisa merenungkan apa yang telah terjadi dan mungkin waktu kita memisahkan diri dari lingkungan, memberi kepada kita kesempatan untuk membuat rencana ke depan. Jadi itu bisa digunakan untuk mengumpulkan tenaga yang selama ini telah habis ketika menghadapi tekanan ini. Ini adalah waktu yang kita anggap bahwa kita sedang beristirahat. Namun satu hal yang saya titipkan adalah jangan sampai kita memutuskan hubungan dengan semua orang dan ini sangat penting. Jadi kita mesti berani untuk meminta bantuan dari sekurangnya seseorang yang rohani, yang bijak yang dapat dipercaya karena dalam masa ini kita mungkin sekali harus mengambil begitu banyak keputusan yang besar dan kalau tidak hati-hati, maka kita malah terjerumus ke dalam kesalahan dalam pengambilan keputusan itu.
GS : Pada awalnya pasangan akan berupaya untuk membebaskan pasangannya yang ditahan atau bahkan dipenjarakan, jadi segala jalan akan ditempuh entah itu mencari pembela, atau mencari orang yang membenarkan perbuatannya itu. Apakah hal itu bisa dibenarkan, Pak Paul?
PG : Ini adalah respons yang sesuai dengan hukum jadi kita tidak salah mencari pengacara untuk bisa mewakili pasangan kita dalam proses hukum ini dan memang ini adalah bagian dari peradilan yang ditetapkan. Jadi menurut saya tidak salah, tapi yang penting adalah jangan sampai kita terlibat dalam perbuatan-perbuatan yang salah. Selama kita meminta bantuan pengacara atau bantuan hukum untuk melindungi pasangan kita maka saya kira itu dapat dibenarkan.
GS : Tadi Pak Paul katakan, adalah saatnya untuk menyusun rencana ke depan. Biasanya itu rencana apa, Pak Paul?
PG : Misalnya dari masalah-masalah yang dihadapi, kita bisa memutuskan misalnya apakah kita bisa meneruskan tinggal di tempat yang sama ataukah kita harus menjual asset kita ataukah kita harus meminta bantuan orang untuk menalangi hutang kita dan sebagainya. Biasanya cukup banyak hal yang harus diputuskan yang berkaitan baik itu dengan proses hukum pasangan kita maupun dengan masa depan keuangan keluarga kita. Jadi dalam hal ini saya kira ada baiknya kita tidak sendirian, dan jangan sampai kita memutuskan hubungan dengan semua orang karena rasa malu dan akhirnya mengambil langkah sendiri. Takutnya kita malah terjerumus.
GS : Kalau kita datang kepada seseorang yang lebih rohani atau rekan yang seiman biasanya manfaatnya apa, Pak Paul?
PG : Sudah tentu kita bisa mendapatkan dukungan doa karena dia tahu masalah ini dengan lebih jelas lagi. Nanti dia juga dapat menjadi juru bicara kita untuk mewakili kita memberi penjelasan kepada orang lain karena memang kita tidak bisa menjelaskan kepada semua pihak. Ada pihak-pihak yang bisa kita jelaskan, tetapi kebanyakan tidak. Kalau ada orang yang dapat kita percaya, dewasa secara rohani maka orang inilah yang nanti dapat menolong kita memberi penjelasan kepada orang-orang. Jadi setidaknya dua hal itu yang bisa kita terima dari seseorang yang lebih matang dan lebih rohani memberikan dukungan doa dan wejangan-wejangan dari Firman Tuhan. Yang kedua adalah mewakili kita memberi penjelasan kepada pihak lain sehingga berita yang sudah begitu menyimpang dari kebenaran bisa kembali diluruskan.
GS : Kadang-kadang kita juga ragu, apakah orang-orang di sekeliling kita mengetahui persis persoalan yang dialami oleh pasangan kita dan bagaimana sikap kita, Pak Paul?
PG : Ini adalah bagian dari respons kita sewaktu perbuatan pasangan yang menyebabkannya berurusan dengan hukum, seringkali membuat kita bertanya-tanya tatkala bertemu dengan orang, "Apakah sesungguhnya ia telah mengetahui kasus itu," dan ini yang penting yaitu, "Apakah yang dipikirkannya tentang diri kita sekarang." Jadi kita benar-benar ingin tahu. Kenapa kita ingin tahu sebab di satu pihak kita ingin mengetahui apakah orang tetap menerima diri kita apa adanya, karena kita tidak ingin kalau orang menolak kita dan kita ingin agar mereka tetap melihat kita secara positif. Namun di pihak lain meskipun kita ingin tahu, tapi kita takut bertanya dan kita merasa tidak bersalah kalau kita bertanya, "Bagaimana menurutmu? Apakah kamu tetap menerima saya?" rasanya kita tidak tepat kalau bertanya seperti itu. Jadi seringkali hal itulah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan waktu kita bertemu dengan orang, kita ingin tahu apakah orang sudah mengetahuinya dan apakah orang ini menerima kita atau tidak.
GS : Sebaiknya kita yang bertanya dulu untuk memulai pembicaraan atau menunggu tanggapan dari orang tersebut, Pak Paul?
PG : Saya kira kalau kita sudah dekat dengan dia, tidak apa-apa kita langsung menceritakan karena besar kemungkinan dia sudah tahu. Waktu dia dekat dengan kita dan dia berkeinginan menolong kita namun seringkali dia ragu-ragu apakah dia perlu bertanya karena dia takut nanti menyinggung kita. Jadi kalau kita tahu bahwa dia dekat dengan kita maka sebaiknya kita menceritakannya tapi kalau orang itu tidak dekat dengan kita, sudah tentu kita tidak harus menceritakannya. Hal ini penting untuk kita ketahui mengenai bagaimana pendapat mereka sekarang? Karena kita ingin mengetahui apakah orang-orang sekarang mengetahui kasus kita? sebab kalau mereka sudah mendengar kasus kita seringkali kita harus menyesuaikan sikap kita terhadapnya. Misalkan jika dia tahu tentang kasus kita maka lebih baik kalau kita bercerita dan menjelaskannya, namun kalau dia belum tahu dan tidak terlalu dekat dengan kita maka kita biasa-biasa saja, sehingga menjadi sebuah relasi yang relatif normal.
GS : Tetapi kadang-kadang ada keinginan di dalam diri kita untuk menceritakan yang sebenarnya kepada orang, dimana dia sedikit pun tidak mengetahui masalah ini. Apa ini perlu, Pak Paul?
PG : Sekali lagi kalau orang itu dekat dengan kita dan dia peduli dengan kita serta dia tulus mau memerhatikan kita maka tidak ada salahnya kita bercerita karena dari orang yang tulus dan peduli kepada kita maka kita akan mendapatkan dukungan dan doa-doanya. Hal itu kita perlukan untuk melewati masa yang sulit ini. Ibarat beban, beban itu begitu berat dan kita tidak bisa memikul beban itu sendiri. Namun berapa banyak informasi yang kita bagikan, sekali lagi itu bergantung pada berapa nyamannya kita dengan dia, berapa terlibatnya dia dalam hidup kita, berapa intimnya dan akrabnya dengan dia dan satu lagi yaitu berapa bermanfaatnya informasi itu baginya. Jadi sekali lagi kalau orang itu tidak dekat, tidak terlalu peduli dengan kita dan tidak ada manfaatnya dia mengetahui hal itu maka lebih baik tidak perlu kita menceritakannya. Jadi semua faktor ini selalu kita pertimbangkan sebagai kriteria perlu atau tidaknya kita menceritakan hal itu kepadanya.
GS : Pak Paul, apakah ada hal lain yang kita bisa lakukan kalau sampai pasangan kita itu mendekam di penjara karena kasus-kasus kriminal?
PG : Perbuatan pasangan yang menyebabkan dia berhubungan dengan hukum membuat hidup kita terganggu dan bahkan terputus. Misalkan gara-gara hutang, akhirnya kita harus pindah rumah atau menyewa rumah yang lebih sederhana. Atau kita harus berhenti dari pekerjaan dan mencari pekerjaan baru, besar kemungkinan penghasilan kita akan menurun dengan drastis atau bahkan kita tidak akan berpenghasilan sama sekali. Semua ini menyebabkan kehilangan kerutinan dan rasa aman yang selama ini kita nikmati, jadi benar-benar rumah kita ini seperti rubuh dan sekarang kita berada di alam terbuka. Jadi kita merasa kebingungan, apa yang harus kita lakukan dengan banyaknya perubahan-perubahan yang kita jalani.
GS : Kalau memang ada hal-hal seperti itu, apa sebaiknya yang harus kita lakukan, Pak Paul?
PG : Menurut saya, kita harus benar-benar mengambil keputusan yang besar dengan berhati-hati dilandasi dengan doa, dilandasi dengan pertimbangan yang matang, jangan mengambil keputusan dengan tergesa-gesa apalagi emosional dan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan penghasilan, dengan perpindahan tempat tinggal. Jadi jika masih memungkinkan saya sarankan lebih baik tinggal di tempat yang sama dan memertahankan pekerjaan yang sama daripada terburu-buru pindah karena malu. Sebab perubahan hidup akibat perginya pasangan ke penjara, itu sudah cukup membawa tekanan yang berat, perpindahan dan hilangnya mata pencaharian itu akan menambah beratnya beban. Belum lagi dampaknya kepada anak-anak yang harus pindah ke sekolah yang baru, membangun persahabatan dengan teman yang baru. Semua itu adalah tekanan yang sangat berat. Saya tidak berkata, "Jangan pindah sama sekali atau jangan berhenti bekerja sama sekali," tapi yang saya minta adalah pertimbangkan masak-masak semuanya. Seringkali dalam pengambilan keputusan seperti ini, kita harus mengorbankan kepentingan tertentu karena tidak semua kepentingan bisa kita penuhi dan tidak semua keinginan yang baik bisa kita genapi. Jadi akan ada pengorbanan-pengorbanan tapi kita lihat dulu pengorbanan yang seperti apa yang lebih bisa kita lakukan, jangan sampai kita mengorbankan hal yang sangat penting.
GS : Dalam hal ini, yang dipenjarakan adalah pihak suami. Apakah si istri perlu berkonsultasi dulu dengan suami sebelum memutuskan sesuatu?
PG : Sedapatnya ya. Jadi kita libatkan pasangan kita yang berhubungan dengan hukum itu, sehingga dia tidak merasa disingkirkan sebab sudah tentu dalam masa-masa seperti ini, mungkin sekali dia peka dan merasa bahwa dia tidak ada artinya dan tidak dihormati lagi. Jadi saya kira di sini si istri perlu berkonsultasi dengan suaminya meskipun si suami harus berada di dalam tahanan sehingga si suami merasa dekat dan dilibatkan. Setelah semuanya dipertimbangkan dan berkonsultasi dengan suami dan minta pendapat dari orang lain maka ambillah keputusan apa pun itu keputusannya. Kalau memang kita harus menanggung susah karena keputusan itu namun itu adalah keputusan yang terbaik maka tanggunglah kesusahan itu, bicaralah dengan anak-anak dan berilah mereka pengertian, siapkan hati mereka dan rancanglah langkah konkret untuk memudahkan mereka menjalani transisi ini. Misalkan kita katakan, kita akan tinggal di rumah yang lebih sederhana, kita mengajak dia melihat rumah itu dan kita katakan, "Ini menjadi kamarmu yang baru tapi kamu nanti harus berbagi kamar dengan saudaramu dan tidak bisa satu anak memiliki kamar sendiri-sendiri, tapi nanti saya akan berusaha membelikannya." Jadi lakukanlah apa yang bisa dilakukan seperti langkah-langkah kecil misalnya hadiah-hadiah kecil atau perbuatan-perbuatan kecil yang dapat melegakan hati si anak dalam masa transisi ini.
GS : Sebenarnya sangat berat Pak Paul, karena harus dihadapi seorang diri sementara di saat-saat normal hal ini dihadapi bersama-sama dengan pasangan.
PG : Betul sekali. Dan ini membawa kita kepada dampak berikutnya yaitu bukan saja kita harus sendiri tanpa pasangan, namun seringkali perbuatan pasangan yang menyebabkan dia berhubungan dengan hukum membuat kita kehilangan kerabat, sanak saudara dan teman-teman baik. Kita tidak bisa menghindari hal itu sebab tidak semua orang dapat menerima diri kita kendati kita sesungguhnya adalah korban. Mungkin sekali kita tidak tahu apa-apa tapi orang tidak mau peduli dan orang-orang hanya akan berpikir, "Kamu seharusnya tahu dan kamu pasti terlibat." Jadi akan ada orang yang menjauh dan akan ada orang yang malah memutuskan hubungan dengan kita. Mungkin kita kehilangan sahabat, mungkin pula kita kehilangan komunitas gerejawi, tiba-tiba kita merasa bahwa diri kita sebagai penderita kusta.
GS : Dalam hal ini Pak Paul, kalau kita merasa bahwa ada orang-orang di sekitar atau sahabat kita yang kemudian menjauh, apakah kita perlu meminta mereka untuk memahami kondisi kita dan meminta mereka untuk tetap tinggal dekat kita, Pak Paul?
PG : Saya kira setelah kita melakukan segala upaya untuk memberi penjelasan kepada sanak-saudara yang dekat dengan kita, tapi mereka tetap memilih untuk menjauhi, saya kira tidak banyak yang bisa kita lakukan. Jadi akhirnya kita harus menerima hal ini yaitu bahwa penolakan orang adalah bagian dari hidup bersama pasangan yang terlibat perkara kriminal. Kita mesti menerimanya sebab kita tidak bisa memaksa orang untuk menerima diri kita. Memang ada godaan untuk meyakinkan orang kalau kita tidak bersalah atau setidaknya bahwa kita tidak sebersalah yang dikiranya namun pada kenyataannya kesempatan untuk menjelaskan tidak selalu hadir dan kita harus siap disalahmengerti dan dinilai buruk sebab tidak mungkin kita bisa meyakinkan semua orang. Jadi saran saya adalah terpenting kita meyakinkan beberapa orang yang telah menjalin hubungan baik dengan kita dan inilah relasi yang mesti dipertahankan dan diselamatkan. Jadi jujurlah kepada mereka-mereka ini, jangan menutupi sebab tindakan menutupi hanya akan memperburuk kondisi yang sudah buruk ini.
GS : Ada orang yang kalau mendengar kisah kita tentang pasangan yang terlibat kriminal, mungkin karena mereka tidak ingin melukai hati kita lalu pembicaraan itu tidak difokuskan ke arah itu. Jadi teman kita selalu mencari pokok pembicaraan yang lain, sehingga kita kesulitan sebenarnya dia ini ada pada posisi yang mana mau memahami kita atau tidak.
PG : Memang kita tidak selalu memperoleh kejelasan, memang ada orang yang sengaja menghindar karena tidak mau melukai kita, menambah kesedihan kita, ada orang yang menghindar karena mereka tidak tahu bagaimana untuk bersikap. Jadi dia bingung, daripada dia bicara dan bingung maka lebih baik dia diam saja, menghindar dan membelokkan arah percakapan. Tapi ada juga orang yang menganggap ini adalah perbuatan pasanganmu dan kamu tidak bermasalah maka saya akan memerlakukan kamu biasa-biasa saja. Jadi banyak kemungkinan dan sudah tentu kita ini ingin tahu kemungkinan mana yang benar sehingga kita tahu memosisikan diri atau bagaimana bersikap kepada dia. Tapi adakalanya kita tidak tahu sampai nanti. Seringkali yang terjadi seperti ini, yaitu setelah lewat waktu-waktu yang lama, biasanya orang baru berbicara, "Sebetulnya dulu itu...," barulah mereka bercerita isi hati yang sesungguhnya tapi nanti dia akan tambahkan dengan kata-kata penutup, "Saya tidak berani berbicara karena takut kalau nanti akan menyinggung perasaanmu." Jadi saya ingin memberitahu kepada kita semua yang mengalami peristiwa seperti ini yaitu maklumilah bahwa orang itu tidak selalu harus tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap kita atau bagaimana memerlakukan kita dalam situasi seperti ini dan kita harus mengerti, dan jangan salahkan mereka kalau mereka tidak tahu bersikap atau justru mengatakan hal yang keliru. Jadi terimalah bahwa ini adalah bagian dari gejolak yang harus kita hadapi.
GS : Lalu seringkali kita dalam kondisi seperti ini mudah emosi. Jadi kalau ada orang-orang yang bukan menolong tapi membingungkan kita, kita akhirnya marah-marah dan ini merenggangkan hubungan yang mestinya tidak perlu terjadi.
PG : Ini point yang baik sekali. Jadi kita harus belajar sabar memahami bahwa orang itu tidak selalu tahu bersikap yang benar terhadap kita dan kita jangan cepat tersulut sebab kalau itu yang kita lakukan maka kita malah makin memutuskan hubungan dengan orang dan makin orang itu seolah-olah merasa terkonfirmasi, "Kamu ini merasa bersalah makanya kamu begitu defensif, tidak bisa dengar apa pun yang saya katakan," kalau itu yang terjadi maka semuanya makin repot.
GS : Kalau selama ini kita membicarakan tentang hubungan kita dengan orang lain, sekarang bagaimana hubungan kita dengan anak-anak, Pak Paul?
PG : Ini yang memang serius, perbuatan pasangan yang menyebabkan dia berurusan dengan hukum membuat kita kehilangan wibawa di depan anak. Tidak bisa tidak akan ada penurunan wibawa, karena otoritas atau wibawa dibangun diatas integritas yaitu hidup benar di hadapan Tuhan. Perbuatan pasangan kita yang terlibat hukum seakan menarik keluar alas wibawa kita di dalam keluarga, membuat kita akhirnya merasa tidak layak memberi arahan dan disiplin kepada anak, seakan-akan kita merasa, "Siapa saya, menegur-negur anak, memberi disiplin kepada anak padahal kami sendiri seperti ini." Hal ini seringkali yang menjadi pergumulan pasangan yang ditinggal di rumah.
GS : Jadi bagaimana sikap kita terhadap anak-anak, karena tidak mungkin kita membiarkan mereka hidup tanpa kedisiplinan karena hal ini, Pak Paul.
PG : Saya kira tidak bisa tidak akan terjadi goncangan dalam hubungan dengan anak, mereka malu dan harus menderita akibat perbuatan orang tuanya. Hal-hal ini tidak bisa dihindari. Tugas kita memang berat, disamping berusaha kuat untuk diri sendiri, jangan sampai kita ambruk tapi kita pun harus kuat dengan anak sekaligus menjaga ketertiban dalam keluarga. Saran saya adalah kita izinkan anak untuk mengutarakan perasaannya, baik itu rasa malu maupun rasa marah dan jangan kita melarang anak menyatakan isi hati yang sebenarnya. Waktu kita mengatakan kalau kita kecewa, saya hilang respek dan sebagainya, kita jangan marah dan menegur anak dengan mengatakan kepada anak, "Kurang ajar" dan sebagainya, tapi biarkan mereka menyatakan isi hati yang sebenarnya, namun kita pun mesti berusaha menjalankan roda kehidupan dengan senormal mungkin dan jangan paksa anak untuk lebih sering diam di rumah, "Jangan keluar, malu!" karena mereka juga perlu menjalankan roda kehidupan mereka seperti biasanya. Jadi untuk hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal seperti mendisiplin di rumah, saya kira kita harus tetap tegakkan disiplin seperti biasanya, apa pun penilaian anak terhadap diri kita, jangan sampai kita vakum mendisiplin di rumah karena akan menimbulkan kekacauan.
GS : Mungkin karena hal itulah maka banyak anak-anak yang menjadi liar atau nakal kalau ada orang tuanya yang dipenjarakan, Pak Paul?
PG : Benar, karena mereka memiliki kemarahan dan kemarahan itu ingin dilampiaskan. Kalau tidak bisa dilampiaskan di rumah maka mereka akan melampiaskannya di luar sehingga masalah akhirnya semakin menggurita.
GS : Bagaimana hubungan kita dengan Tuhan, Pak Paul?
PG : Ini bagian yang penting, perbuatan pasangan yang menyebabkannya berurusan dengan hukum seringkali membuat kita malu pada Tuhan dan merasa tertolak oleh Tuhan, mungkin kita berandil besar dalam perbuatannya tapi mungkin kita berandil kecil atau mungkin kita tidak berandil sama sekali. Seberapa besar dan kecilnya andil kita, tidak bisa tidak kita merasa bertanggung-jawab pula atas perbuatannya dan kita merasa gagal di hadapan Tuhan. Jika itu yang terjadi maka kita harus meminta pengampunan Tuhan, akui dosa kita dan jangan berbuat dosa lagi. Bila ada kerugian yang diderita oleh orang akibat perbuatan pasangan kita, kita mesti berjanji untuk menebusnya. Jangan kita menutupi atau menyangkali dosa. Jika kita ingin agar Tuhan menolong kita maka kita pun harus melakukan apa yang benar di hadapan-Nya dan jangan berharap bahwa Tuhan akan menolong kita jika kita terus berbohong atau berbuat dosa. Jadi kita mesti memegang janji Tuhan dan hidup berdasarkan janji Tuhan yang mulia yang terdapat di 1 Yohanes 1:9, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."
GS : Dalam kondisi seperti ini memang dibutuhkan seorang pembimbing rohani yang bisa membantu bukan hanya di dalam doa, tapi juga mendengar keluh kesah yang ditinggalkan oleh pasangannya di penjara itu, Pak Paul.
PG : Saya kira itu sangat perlu. Dan sudah tentu kita merasa sungkan atau kita merasa bahwa saatnya belum tentu tepat kalau kita menceritakan keluh kesah kepada anak-anak. Jadi lebih baik kita tumpahkan itu pada pembimbing rohani kita agar ia pun dapat menolong kita.
GS : Saat-saat seperti ini juga membuat kita sukar untuk berkonsentrasi pada saat teduh dan sebagainya. Apakah hal itu wajar atau bagaimana, Pak Paul?
PG : Saya kira wajar, kalau kita tidak bisa membaca satu pasal maka bacalah satu atau dua ayat saja dan renungkan dan sering-seringlah berdoa, sering-seringlah dengarkan suara Tuhan yang akan disampaikan-Nya lewat Firman-Nya atau pun secara langsung kepada kita. Itulah sumber kekuatan kita.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Pasangan Terlibat Kriminal". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
95. Ketika Pasangan Menjauh Dari Tuhan | |
Salah satu masalah yang kerap dihadapi dewasa ini adalah menjauhnya pasangan dari Tuhan. Pada awalnya ia dekat dengan Tuhan dan rajin dalam pelayanan namun seiring dengan berjalannya waktu ia pun makin menjauh dari Tuhan. Di sini akan dipaparkan ciri pasangan yang menjauh dari Tuhan, penyebabnya dan cara untuk menghadapi pasangan yang tengah menjauh dari Tuhan.
Salah satu masalah yang kerap dihadapi dewasa ini adalah menjauhnya pasangan dari Tuhan. Pada awalnya ia dekat dengan Tuhan dan rajin dalam pelayanan namun seiring dengan berjalannya waktu ia pun makin menjauh dari Tuhan. Berikut akan dipaparkan ciri pasangan yang menjauh dari Tuhan dan pelbagai penyebabnya. Terakhir akan dipaparkan cara untuk menghadapi pasangan yang tengah menjauh dari Tuhan.
Ciri Pasangan yang Menjauh dari Tuhan
Penyebab Menjauh dari Tuhan
Cara Menghadapi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Ketika Pasangan Menjauh Dari Tuhan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Sebagai pasangan, tentu kita berharap untuk bisa maju bersama-sama pasangan kita, baik secara ekonomi, sosial dan juga termasuk di dalam hal kerohanian, kedekatan kita dengan Tuhan. Tapi adakalanya ini tidak berjalan beriringan, kita menginginkan maju tapi pasangan kita malah menjauh dari Tuhan, ini adalah fakta kehidupan dan ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Saya pun sudah melihat pasangan yang ketika mereka memulai seperti itu, mereka berdua adalah orang-orang yang dekat dengan Tuhan yang terlibat di dalam pelayanan. Jadi mereka bertemunya pun dalam wadah persekutuan Kristen, setelah menikah pekerjaan makin sibuk dan kemudian kita baru tahu kalau pasangan mulai menjauh dari Tuhan. Sudah tentu ini bagian dari kenyataan hidup dan tidak selalu kita terus dekat dengan Tuhan, tapi adakalanya karena satu atau lain hal akhirnya kita mulai menjauh dari Tuhan. Maka pertama-tama kita mau melihat ciri-cirinya terlebih dahulu. Karena adakalanya kita tidak menyadari ciri-cirinya sehingga waktu pasangan menjauh, kita tidak menyadari dan tahu-tahu dia sudah begitu jauh. Apalagi dalam kasus-kasus tertentu bahkan sudah jatuh ke dalam dosa yang serius dan barulah mata kita celik dan berkata, "Ternyata sudah lama seperti ini...." Ciri-ciri apa yang bisa kita amati, yang pertama adalah kalau orang sudah mulai menjauh dari Tuhan, biasanya dia mulai meninggalkan persekutuan pribadi dengan Tuhan. Jadi kita akan jarang melihatnya berdoa, jarang melihatnya membaca Firman Tuhan, dan ketika kita tanya seringkali alasannya adalah letih atau sudah berdoa dalam hati atau kamu saja yang berdoa. Kendati kita dapat bersekutu dengan Tuhan di dalam hati namun sikap yang menghormati dan menguduskan waktu bersekutu dengan Tuhan merupakan salah satu petunjuk berapa intimnya kita dengan Tuhan. Jadi kita tidak bisa berdalih, "Sudah berdoa dalam hati." Sebab sekali lagi usaha menguduskan waktu, usaha menyediakan waktu untuk Tuhan, itulah bukti kita hormat kepada Tuhan.
GS : Kalau tadinya bersama-sama, yaitu suami-istri bersama-sama membaca Kitab Suci dan berdoa bersama-sama kemudian salah satu pasangan berkata, "Kamu berdoa dan membaca Alkitab sendiri-sendiri," dan memang dia melakukan hal itu tapi sendiri-sendiri. Apakah hal itu bisa disebut kemunduran atau bagaimana?
PG : Saya kira tidak sebab yang pertama adalah tidak selalu waktunya tepat, kita tidak selalu memunyai waktu yang sama untuk membaca Firman dan berdoa tapi yang penting adalah kita masing-masing melakukannya dan menghayati waktu bersama-sama dengan Tuhan itu. Selama masing-masing melakukan saya kira itu tidak apa-apa, yang saya khawatirkan adalah kalau pasangan tidak lagi mau melakukan hal-hal itu dan tidak lagi berdoa, membaca Firman Tuhan.
GS : Tadinya pasangan itu adalah teman yang cocok untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang rohani, membicarakan pelayanan dan sebagainya, karena tadi sama-sama di dalam satu wadah pelayanan tapi karena kesibukannya maka dia sekarang jarang sekali mau diajak bicara tentang hal-hal yang bersifat rohani. Apakah itu adalah hal-hal yang bersifat kemunduran?
PG : Saya kira ya, jadi sama sekali minatnya berubah dan tidak ada lagi minat ke arah sana, saya kira ini adalah pertanda terjadi perubahan nilai-nilai hidup, terjadi perubahan dari apa yang diprioritaskannya dalam hidup ini. Kita tidak berkata bahwa pekerjaan tidak penting, urusan bisnis kita tidak penting, semua juga penting dan harus kita perhatikan, namun kalau kita sama sekali tidak ada minat terhadap hal-hal rohani maka bagi saya itu adalah suatu pertanda bahwa perlahan-lahan kita sudah mulai menjauh dari Tuhan.
GS : Tanda yang lain apa, Pak Paul?
PG : Ia mulai tidak bersemangat beribadah kepada Tuhan, hari Minggu mulai diisinya dengan kegiatan lain sebagai pengganti ke gereja atau ia mulai sukar dibangunkan untuk pergi ke gereja dan kerap memberi alasan kenapa dia tidak bisa beribadah hari itu, "Saya ada acara, saya ada janji dan sebagainya." Itu berarti prioritas beribadah kepada Tuhan sudah turun dan digantikan oleh hal-hal lain. Yang lebih serius lagi adalah keinginannya beribadah sudah hampir tidak ada lagi. Bagi saya ini adalah suatu pertanda yang serius.
GS : Biasanya itu terjadi karena sering tugas keluar kota atau karena ada kegiatan-kegiatan yang bertepatan dengan hari Minggu. Jadi terbiasa kalau hari Minggu tidak melakukan kegiatan ke gereja tapi melakukan hal lain dan kita pun sebagai pasangan sudah mulai terbiasa karena harus ke gereja sendirian berminggu-minggu dan sekarang dia tidak ke gereja maka kita merasa tidak ada apa-apa, Pak Paul?
PG : Memang ini adalah bahayanya, kalau kita menempati posisi dimana kita harus sering-sering bepergian berkaitan dengan urusan bisnis kita, namun saya juga tahu ada orang-orang yang dalam posisi seperti itu dan harus mengunjungi rekan bisnis di kota-kota, namun dia akan menyempatkan waktu ke gereja dan dia akan mencari tahu dimanakah gereja di dekat dimana dia tinggal atau dia akan bertanya pada orang yang disana dan dia akan usahakan pergi meskipun dia harus sedikit bangun lebih pagi. Tapi dia akan berikan waktu itu untuk Tuhan. Sebab sekali lagi begitu kita mulai putus hubungan dengan ibadah di rumah Tuhan, perlahan-lahan hal tentang Tuhan pun terputus dari hidup kita karena benar-benar semuanya itu berawal dari rumah Tuhan dan di rumah Tuhanlah kita mendengarkan suara Tuhan dan di rumah Tuhanlah kita diajak kembali untuk menatap kepada Tuhan. Waktu itu terhilang, tinggal tunggu waktu nanti yang lain-lainnya juga akan hilang.
GS : Ciri yang lain lagi apa, Pak Paul?
PG : Yang lain adalah kalau pasangan itu terus menghindar ajakan untuk melayani Tuhan, misalkan dia diminta untuk terlibat pelayanan penyambutan tapi dia menolak, kalau dia diminta untuk melayani dalam bidang Sekolah Minggu juga menolak, dalam komisi-komisi tertentu juga menolak padahal dulu dia terlibat dan dulu dia adalah orang Kristen yang aktif dalam pelayanan, tapi sekarang makin hari makin tidak mau. Memang ada berbagai macam kemungkinan, misalkan ada orang yang tidak mau terlibat pelayanan karena memang melihat dirinya tidak layak tapi dia tidak berani bercerita kepada kita. Jadi dia simpan tapi dia tahu kalau dia tidak layak makanya dia tidak mau mengotori rumah Tuhan dengan kehadirannya, dan memang ada orang yang seperti itu. Tapi ada juga orang yang kehilangan minat sama sekali, tidak menganggap melayani Tuhan sebagai bagian hidup yang penting dan bagian ibadah yang penting. Jadi akhirnya sama sekali tidak mau. Atau menganggapnya ini buang waktu tidak ada hasilnya, "Buat apa saya buang-buang waktu seperti ini," Jadi kita mesti memerhatikan pertanda orang kalau mereka tidak mau terlibat lagi dalam pelayanan.
GS : Bagaimana kalau sejak dulu dia tidak terlibat dalam pelayanan, Pak Paul?
PG : Berarti sejak dulu dia tidak begitu mengerti arti hidup buat Tuhan, sebab hidup buat Tuhan termasuk di dalamnya bersedia melayani Tuhan. Atau juga kalau dari dulu dia tidak mau melayani karena dari dulu dia bukan orang yang dekat dengan Tuhan, sehingga dia tidak merasakan perlunya membagi waktu untuk melakukan hal-hal demi Tuhan.
GS : Apakah ada ciri yang lain yang bisa kelihatan bahwa orang ini sedang menjauh dari Tuhan, Pak Paul?
PG : Yang lain adalah dia jarang menyebut nama Tuhan dan tidak lagi mengikutsertakan Tuhan dalam pengambilan keputusan, dengan kata lain dia makin tergantung pada hikmat sendiri atau dia hanya tergantung pada konsultasi dengan orang lain dan dia tidak lagi berdoa, meminta tuntunan Tuhan dalam hidupnya. Waktu kita mengajaknya berdoa meminta tuntunan Tuhan, dia langsung menjawab, "Buat apa? Kita sudah pikirkan dan saya sudah berkonsultasi dengan orang ini dan ini adalah keputusan yang baik." Jadi keinginan mengikut sertakan Tuhan dalam hidup tiba-tiba lenyap, semua bergantung pada pertimbangan-pertimbangan manusiawi dan tidak lagi kita peduli dengan kehendak Tuhan, bagi saya itu adalah pertanda pasangan kita mulai menjauh dari Tuhan.
GS : Mungkin dia kecewa karena selama ini berdoa tapi Tuhan tidak menjawab lalu dia merasa, "Buat apa?" kemudian melihat orang yang sedikit-sedikit menyebut nama Tuhan tapi kelakuannya tidak sesuai dengan apa yang diungkapkannya, ini membuat orang juga menjauh, Pak Paul.
PG : Saya pernah mendengar hal yang sama dan sayangnya itu terjadi. Kita orang Kristen tidak selalu hidup benar di hadapan Tuhan dan adakalanya kita justru menghalangi orang datang kepada Tuhan. Jadi mungkin sekali pasangan kita tersandung atau terhalang datang kepada Tuhan gara-gara kecewa kepada sesama orang Kristen yang tidak hidup sesuai dengan yang Tuhan kehendaki. Namun inilah yang terjadi dalam dirinya, karena dia kecewa akhirnya dia sendiri menjauh dari Tuhan.
GS : Apakah ada ciri yang lain, Pak Paul?
PG : Ciri terakhir adalah ia mulai menurunkan standart moral Tuhan dengan menoleransi dosa. Misalkan ia lebih menekankan pada penerimaan Tuhan, "Tuhan itu baik, Tuhan pasti menerima," dan meninggikan sikap tidak menghakimi. Saya perhatikan orang yang makin hari makin menjauh dari Tuhan, makin tidak berani mengatakan ini salah dan itu benar, dan dia makin tidak suka dengan orang yang suka berkata, "Ini salah atau ini benar." Jadi sangat mengidolakan dan mengidealkan, mendewakan sikap menerima penuh tanpa kondisi, tidak menghakimi. Dengan kata lain dia mulai lebih menitik beratkan pada kebaikan manusia sebagai jalan keselamatan dan bukan lagi pada anugerah Tuhan. Bagi dia segalanya itu menjadi relatif dan tidak ada lagi nilai-nilai moral yang absolut, sering keluar dari mulutnya, "Jangan menghakimi." Sudah sering saya melihat kalau orang sering bicara seperti itu, pertanda dia mulai menjauh dari Tuhan dan tidak jarang yang saya temukan yaitu dia pun sebetulnya sudah terlibat dalam banyak dosa, maka dia sangat peka dengan orang yang menyebut dosa atau mengatakan tentang hal apa yang Tuhan tidak setujui. Dia sangat peka sekali maka dia mulai menggambarkan sebuah Tuhan yang baru, Tuhan yang tidak pernah marah dengan dosa.
GS : Sebenarnya ada begitu banyak tanda yang tadi Pak Paul sudah mulai sebutkan sehingga kita bisa mengidentifikasi kalau orang ini sedang menjauh dari Tuhan. Tapi kenapa ada banyak pasangan yang tidak peka bahwa pasangannya ini sedang menjauh dari Tuhan?
PG : Mungkin orang sering berpikir seperti ini, "Untuk sementara, itu normal karena orang tidak selalu dekat dengan Tuhan, tidak mengapa dia lelah tidak mau ke gereja, tidak mengapa kalau dia tidak sempat membaca Firman Tuhan tapi yang penting adalah dia masih mendengar khotbah, tidak mengapalah kalau tidak berdoa dan mungkin dalam hati dia berdoa." Jadi kita sebagai pasangan cenderung berusaha mengerti dan ini bukanlah sebuah sikap yang buruk namun kita mesti seimbangkan dengan penilaian yang cermat supaya bukannya menghakimi pasangan tapi supaya akhirnya bisa menolongnya dan terutama mencegahnya makin terjerumus di dalam jurang yang jauh dari Tuhan.
GS : Semua ini tentu ada penyebabnya karena tidak mungkin semua itu bisa terjadi pada pasangan kita kalau tidak ada penyebabnya. Hal-hal apa saja yang bisa menjadi penyebab seseorang itu menjauh dari Tuhan, Pak Paul?
PG : Ada beberapa, Pak Gunawan. Yang pertama adalah orang menjauh dari Tuhan karena dia terlibat dalam dosa. Sifat dosa yang utama adalah memisahkan kita dari Tuhan, dan ini yang harus kita sadari. Pasangan yang mulai terlibat dalam dosa sebetulnya memilih memisahkan diri dari Tuhan sebab sifat dosa memisahkan dirinya dari Tuhan. Itu sebabnya dia tidak nyaman berada dalam hadirat Tuhan dan berupaya menghindar. Itu sebabnya juga ia tidak bersekutu dengan Tuhan baik secara pribadi maupun jemaat, ia pun berusaha menghindar dari sesama saudara seiman sebab dosa membuatnya defensif, tidak nyaman berada bersama saudara-saudara seiman dan mungkin dia juga takut kalau-kalau dosanya terbongkar di hadapan saudara- saudara seiman. Kalau mereka mulai bertanya ini dan itu, ia menjadi susah menjawab atau akhirnya ketahuan. Itu sebabnya orang-orang ini berusaha menghindar dari persekutuan.
GS : Tetapi kalau kita sebagai pasangan yang hendak menolong dengan bertanya, "Kamu ini memunyai dosa apa, kenapa semakin menjauh dari Tuhan? Dan saya rasa kamu pasti punya dosa." Saya yakin pasangannya setelah mendengar hal itu menjadi marah, Pak Paul.
PG : Betul. Jadi sikap defensif itu seringkali keluar karena sekali lagi dalam hatinya tahu kalau dia salah dan dia sedang terlibat dalam dosa. Maka tadi saya sudah singgung yang acapkali keluar dari mulutnya adalah, "Sudahlah jangan menghakimi, semua orang tidak ada yang sempurna dan semua orang juga berdosa, pendeta pun bisa jatuh dalam dosa." Jadi akhirnya dia berusaha untuk membenarkan kondisinya itu.
GS : Hal lain yang menyebabkan orang jauh dari Tuhan apa, Pak Paul?
PG : Yang berikut adalah hubungan pernikahan yang bermasalah. Jadi kalau kita sering konflik, akibatnya pasangan menjauh dari Tuhan sebab bila pasangan merasa bahwa kita yang rohani adalah bagian dari masalah, kecenderungan dia adalah menjauh dari Tuhan, mungkin sekali dia merasa kalau kita adalah orang yang munafik menyebut-nyebut nama Tuhan tapi tidak memerlihatkan kasih Kristus dalam kehidupan. Oleh karena dia tidak mau disamakan dengan orang munafik, ia pun menolak untuk dekat dengan Tuhan. Jadi seolah-olah mereka berkata, "Buat apa kamu mengaku diri rohani tapi hidupmu seperti ini yaitu sering memaki saya dan sebagainya, untuk apa saya dekat dengan Tuhan dan buat apa saya terlibat pelayanan seperti kamu." Akhirnya dia menjadi menjauh dari Tuhan.
GS : Di sini banyak pasangan yang merasa dihakimi oleh pasangannya sendiri, seolah-olah tidak serius dan tidak sungguh-sungguh di dalam Tuhan kemudian diberikan ayat-ayat Kitab Suci, akibatnya orang ini makin menjauh dari Tuhan.
PG : Kalau hidup kita benar-benar tulus, penuh kasih sayang dan mengikut Kristus sepenuh hati, bisa jadi kendati kita bicara mengarahkan seperti itu maka dia tidak marah karena dia tidak memiliki alasan untuk marah. Yang membuat dia marah adalah kalau dia melihat kita tidak hidup konsisten.
GS : Bagaimana dengan kekecewaan terhadap Tuhan, Pak Paul?
PG : Tadi kita sudah singgung sedikit, seringkali ini adalah penyebab kenapa pasangan tidak mau dekat lagi dengan Tuhan. Kekecewaan membuat semangatnya padam dan kasihnya kepada Tuhan juga redup dan mungkin dia merasa disakiti dan tidak mau disakiti lagi untuk kedua kalinya, akhirnya dia memilih untuk jauh dari Tuhan agar tidak mengalami kekecewaan lagi. Sebab bagi dia, dia tidak akan kecewa kalau dia tidak harus melihat perilaku orang-orang Kristen seperti ini. Atau kalau saya tidak meminta apa-apa kepada Tuhan maka saya tidak akan menerima penolakan apa-apa dari Tuhan juga dan saya tidak harus kecewa. Ada orang yang menjauh dari Tuhan akibat kekecewaan.
GS : Karena pengaruh teman atau orang-orang yang dekat dengan dia, seringkali orang menjauh karena imannya goncang. Dia mau pindah ke agama lain tapi belum berani memutuskan. Apakah hal itu juga bisa terlihat, Pak Paul?
PG : Ini juga bisa terjadi. Jadi karena pergaulan atau pengaruh-pengaruh mungkin dia mulai mempertanyakan nilai-nilai kepercayaannya, "Apakah itu benar, tapi kenapa seperti ini dan tidak masuk diakal, kenapa Tuhan seperti ini." Akhirnya dia mengalami kesukaran menerima dogma-dogma Kristiani dan mulai mempertanyakan kebenaran Alkitab sehingga akhirnya mulailah dia memertimbangkan keyakinan yang lain. Atau untuk sementara tidak memertimbangkan kepercayaan yang lain, namun dia juga tidak bisa lagi memercayai apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan.
GS : Kita tiba pada bagaimana mengatasinya, karena masalah-masalah seperti ini harus kita tanggulangi khususnya kita sebagai pasangan. Apa yang bisa kita lakukan, Pak Paul?
PG : Ada beberapa kalau mengenai keterlibatan pasangan dengan dosa, kita harus mengingatkannya akan kekudusan dan kemahatahuan Tuhan, ingatkan dia akan Mazmur 69:6 yang berkata, "Ya Allah, Engkau mengetahui kebodohanku, kesalahan-kesalahanku tidak tersembunyi bagi-Mu." Dengan kata lain, kita harus mengingatkan bahwa Tuhan mengetahui segalanya dan akan menuntut pertanggung-jawaban kita. Jadi secara halus dan lembut kita ingatkan dia akan Firman Tuhan ini, Ia kudus dan Ia Mahatahu jadi jangan sampai kita melanggar kehendak-Nya.
GS : Bagaimana kalau penyebabnya karena hubungan kita sebagai suami istri sudah tidak harmonis lagi?
PG : Seperti tadi yang telah kita singgung itu merupakan salah satu penyebabnya. Jadi tidak bisa tidak kita harus membereskannya terlebih dahulu sebelum kita bicara banyak tentang hal-hal rohani, kita harus membereskan masalah dalam pernikahan kita terlebih dahulu, carilah seorang konselor atau hamba Tuhan, tunjukkanlah itikad baik kepadanya dengan mengatakan bahwa kita menyadari kalau ada masalah dalam pernikahan dan perlihatkan niat bahwa kita ingin menyelesaikan masalah ini dan beri dia kesempatan untuk mengutarakan keluh kesahnya kepada kita. Jadi singkat kata, fokuskan dulu pada masalah kita sebelum kita nanti membawa-bawa masalah rohani dalam pembicaraan kita dengan dia.
GS : Kalau dia terbuka maka masalah ini akan bisa diselesaikan, tapi kalau dia menutup-nutupi masalah dan dia mengatakan, "Tidak ada apa-apa di antara kita," maka penyelesaian ini akan lebih lama lagi, Pak Paul?
PG : Betul. Kalau memang tidak ada sambutan dari dia dan dia tidak mau lagi menyelesaikan masalah pernikahan, itu yang menjadi kendala. Mungkin langkah terakhir kalau ini masalahnya maka kita harus minta maaf dan kita katakan, "Hal-hal keliru yang saya lakukan, saya minta maaf tapi sekarang kita coba perbaiki masalah pernikahan ini."
GS : Mungkin ada cara lain, Pak Paul, yang harus kita lakukan?
PG : Bila penyebabnya adalah kekecewaan terhadap Tuhan dan sesama orang Kristen, maka ajaklah dia untuk mengemukakan kekecewaan itu kepada Tuhan dalam doa, doronglah dia untuk membuka semua kekecewaannya kepada Tuhan. Akuilah bahwa tidak selalu kita dapat memahami Tuhan dan akui pula bahwa orang Kristen pun dapat melakukan perbuatan yang salah, setelah itu kita bawa dia kepada salib Kristus, ingatkan bahwa salib adalah bukti kasih dan komitmen Tuhan terhadap kita. Ingatkan juga bahwa pemazmur sendiri dan sebagian dari hamba Tuhan di dalam Alkitab adalah orang yang pernah mengalami kekecewaan. Tidak heran Daud di Mazmur 69:4 berkata, "Lesu aku karena berseru-seru, kerongkonganku kering; mataku nyeri karena mengharapkan Allahku," jadi di sini kita melihat bahwa inilah kondisi nyata raja Daud yang dekat dengan Tuhan, dia bisa lesu dan dia bisa merasa begitu letih karena sudah berlama-lama berseru kepada Tuhan, tapi tidak mendapatkan jawabannya namun perhatikan akhir dari keluhannya di Mazmur 69:34 ia berkata, "Sebab Tuhan mendengarkan orang-orang miskin, dan tidak memandang hina orang-orang-Nya dalam tahanan." Artinya Tuhan pasti akan mendengarkan doa dia. Jadi meskipun dia kecewa tidak mendengarkan jawaban Tuhan, tapi tetap dia percaya bahwa Tuhan akan memerhatikannya.
GS : Kalau kekecewaan itu terjadi kepada sesama anggota jemaat atau bahkan kepada majelis atau pendetanya dan kemudian dia meminta, "Kita pindah gereja saja," apakah hal itu perlu dituruti atau bagaimana, Pak Paul?
PG : Saya kira untuk pindah kita perlu perlahan dalam pengambilan keputusan dan kita harus melihat dan memberi kesempatan apakah ada perubahan dan suarakan keluhan kita, apakah didengarkan atau apakah nanti ada tindak lanjut dan apakah ada damai sentosa dalam hati kita waktu kita nanti bersekutu dan beribadah di sana. Kalau kita sudah suarakan masukan kita tapi tidak disambut, kita sudah memberi kesempatan dan waktu tapi tidak ada perubahan dan tidak ada damai sejahtera, kita tidak lagi bertumbuh dalam Tuhan, semua itu kita pertimbangkan mungkin kita harus berkata pada akhirnya, "Baiklah saya terima." Namun kadang-kadang meskipun kita tahu kalau pasangan kita yang kurang tepat, sebetulnya tidak apa-apa tetap di gereja ini. Namun kalau dia ingin pindah sebaiknya kita tahan dulu, tapi kalau dia merasa bahwa sudah tidak bisa lagi di sini mungkin pada akhirnya kita harus mengalah sebab yang penting adalah jangan sampai dia tidak lagi beribadah kepada Tuhan.
GS : Lalu bagaimana dengan yang tadi kita bicarakan kalau orang ini atau pasangan kita ini ingin pindah ke agama lain, Pak Paul?
PG : Kalau ada perubahan iman kepercayaan, ada 2 tindakan yang harus kita ambil misalnya ada orang yang meragukan keyakinannya karena ilmu pengetahuan. Sebaiknya dalam kasus seperti itu, kita memintanya membaca buku tertentu atau memintanya berbicara dengan seorang ilmuwan yang bukan hanya memahami sains tapi juga Firman Tuhan. Tapi bila keraguannya atau kegoncangannya tidak berkaitan dengan ilmu pengetahuan, sebaiknya kita memintanya untuk mendalami Firman Tuhan lewat bimbingan seorang hamba Tuhan yang berpengalaman. Ijinkan dia untuk bertanya bahkan bawalah semua pertanyaan ini di hadapan Tuhan dalam doa. Jadi biarkanlah dia bergumul di dalam Tuhan dan bukan di luar Tuhan. Jadi dalam doa silakan berkata, "Tuhan saya ragu, saya tidak tahu lagi apakah ini benar atau tidak." Jadi biarkan dia katakan kepada Tuhan sebab inilah caranya Tuhan memimpin ia kembali ke jalan-Nya.
GS : Tapi biasanya sulit sekali bagi orang yang sudah mengundurkan diri untuk tetap berdoa, untuk tetap menggumuli Firman Tuhan karena konsepnya adalah kekristenan ini sudah jelek dan dia ingin pindah ke lainnya.
PG : Seringkali kita tidak bisa memaksakan tapi kita bisa dengan memberi teladan lewat tindakan kita yang penuh kasih sayang dan kelembutan, mendengarkannya dan terus berdoa untuk dia sebab kita tahu bahwa ini adalah sebuah pertarungan rohani meskipun kita tidak bisa melihatnya secara kasat mata. Tapi dalam doa kita terus mendoakannya dan waktu dia melihat kesaksian hidup kita yang indah itu maka tidak bisa tidak dia pun tidak mudah untuk meninggalkan apa yang telah dipercayainya itu. Jadi itulah yang bisa kita lakukan, Pak Gunawan.
GS : Mungkin kunci utamanya adalah kita tetap mengasihi dia dan memerlakukan dia dengan penuh kasih, begitu Pak Paul?
PG : Betul sekali.
GS : Karena tanpa itu maka pasangan kita bisa terhilang.
PG : Betul.
GS : Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Pasangan Menjauh Dari Tuhan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
96. Hamil Di Luar Nikah | |
Salah satu pergumulan pemuda yang tidak sering dibicarakan adalah pergumulan menjaga batas dalam masa berpacaran. Kita tahu batas yang seharusnya dijaga namun kita tidak selalu berhasil menjaganya. Akhirnya banyak di antara kita yang berhenti bergumul dan malah menyerah pada godaan. Tidak jarang, sebagai akibat dari perbuatan kita itu, kehamilan terjadi. Kita pun menjadi takut dan merasa malu dan kadang terlalu bingung untuk mengambil keputusan. Di sini akan di paparkan beberapa masukan yang layak dipertimbangkan dalam mengambil keputusan
Salah satu pergumulan pemuda yang tidak sering dibicarakan adalah pergumulan menjaga batas dalam masa berpacaran. Kita tahu batas yang seharusnya dijaga namun kita tidak selalu berhasil menjaganya. Kita merasa bersalah namun kita sukar menghentikannya. Seharusnya dalam menghadapi pergumulan ini kita berbagi beban dan meminta bantuan pembimbing rohani namun itulah yang jarang dilakukan. Pada umumnya kita takut membicarakannya karena malu. Akhirnya banyak di antara kita yang berhenti bergumul dan malah menyerah pada godaan. Tidak jarang, sebagai akibat dari perbuatan kita itu, kehamilan terjadi. Kita pun menjadi takut dan merasa malu dan kadang terlalu bingung untuk mengambil keputusan. Berikut akan dipaparkan beberapa masukan yang layak dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Hamil Di Luar Nikah". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, rupanya seperti tren saja bahwa kehamilan di luar nikah itu makin lama makin sering terjadi dan orang rasanya bisa menerima tidak seperti beberapa waktu yang lalu di mana itu menjadi suatu berita yang sangat menghebohkan. Bagaimana pandangan Pak Paul?
PG : Saya setuju, Pak Gunawan, bahwa masalah ini makin hari makin sering terjadi dan itu sebabnya kita perlu mengangkat hal ini meskipun toleransi kita bertambah dan toleransi tidak selalu harus bersifat buruk, menurunkan standar dan sebagainya. Tapi kita tetap memunyai standar yang kita tahu adalah kehendak Tuhan, tapi kita juga mesti mengerti bahwa ini adalah dosa. Yang berbuat juga pasti menyesali dan sudah menjadi tugas kitalah sebagai anak-anak Tuhan merangkul dan menolong mereka agar mereka tidak terperosok makin dalam ke dalam dosa. Saya kira ada baiknyalah kita mengangkat topik ini dengan lebih seksama kita membahasnya dan mudah-mudahan kalau sampai ada yang bermasalah dengan hal ini, hamil di luar nikah, mereka mengetahui apa yang harus mereka lakukan.
GS : Kehamilan ini bisa terjadi karena mereka diperkosa atau karena suka dengan suka, ini bagaimana Pak Paul?
PG : Sudah tentu kita akan membedakan yang terjadi karena pemerkosaan dan yang terjadi karena suka dengan suka. Yang akan kita fokuskan kali ini adalah kehamilan akibat suka sama suka, jadi dalam konteks berpacaran akhirnya melakukan hubungan seksual sehingga si wanita mengandung.
GS : Banyak juga karena si wanita atau pria ini kurang mengerti, bahwa kalau mereka berhubungan hanya sekali tidak akan terjadi kehamilan, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Ada orang yang beranggapan kalau sekali tidak apa-apa, jadi kesalahpahaman ini adalah salah satu alasan mengapa terjadi kehamilan, namun intinya makin banyak pemuda-pemudi yang mengalami kesulitan mengendalikan dirinya dan juga tidak bisa kita sangkali terjadinya kemerosotan nilai-nilai moral di tengah-tengah kita, sehingga menganggap berhubungan seksual sebelum menikah sebagai sesuatu yang lazim.
GS : Bukan hanya kedua remaja itu yang bingung setelah menyadari bahwa remaja putri ini hamil, orang tuanya sendiri pun bingung. Langkah apa yang sebenarnya perlu kita ambil kalau sampai hal yang buruk itu terjadi?
PG : Ada beberapa, Pak Gunawan, yang bisa saya bagikan. Yang pertama adalah kita mesti bertekad tidak berdosa apa pun itu keputusan yang akan diambil. Dengan kata lain, kalau ini memang terjadi pada kita bahwa kita mengandung, kita harus berkomitmen untuk tidak menambah dosa di atas dosa yang telah kita lakukan. Jadi buanglah jauh-jauh pikiran untuk menggugurkan anak dalam kandungan, itu adalah sebuah dosa. Keputusan memelihara anak adalah keputusan yang berkenan kepada Tuhan, sebaliknya menggugurkan kandungan tidak berkenan kepada Tuhan. Saya kutipkan Firman Tuhan di Mazmur 139:13, "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku". Dengan kata lain dalam Firman Tuhan ini jelas terlihat bahwa Tuhanlah yang menciptakan anak dari awal hingga lahirnya dan tangan Tuhanlah yang menenun dia, yang membentuk dia, jadi kalau kita mengakhiri hidupnya maka kita mengakhiri hidup seorang manusia yang telah Tuhan ciptakan dalam tubuh kita.
GS : Dalam hal ini seringkali banyak orang berpikir kalau masih 1 bulan, 2 bulan usia kandungan itu, tidak apa-apa dilakukan aborsi, pengguguran. Dalam hal ini apakah ada dampak bagi si remaja putri ini khususnya?
PG : Sudah tentu akan ada, Pak Gunawan. Seorang remaja putri yang karena bingung dan mendapat masukan-masukan yang tidak tepat, memutuskan untuk menggugurkan kandungan acapkali mengalami rasa bersalah. Sampai nanti pun kalau dia mengingat, dia merasa bersalah. Kadang-kadang kalau sudah lewat beberapa tahun dia akan kembali terkenang bahwa kalau ada anak itu, anak itu sudah berusia berapa, sebab kita tidak bisa meyakinkan diri kita bahwa menggugurkan kandungan sama dengan membuang kutil di tangan kita. Misalnya kita bisa berkata "Ini hanya daging sama seperti kutil di tangan kita yang dibuang," tapi orang yang melakukannya itu tahu dan dokter yang melakukannya pun tahu bahwa tidak sama, kalau kita beranggapan seperti itu seharusnya dampaknya sama seperti kalau kita operasi kutil. Semua orang pasti akan berkata kalau itu tidak sama, menggugurkan janin dan membuang kutil di tangan adalah dua hal yang berbeda. Jadi kita tidak bisa mengatakan, itu hanya seonggok daging yang belum ada kehidupan dan sebagainya. Itu salah sebab dari awal itu adalah tangan Tuhan yang telah menciptakannya.
GS : Memang dengan kemajuan ilmu kedokteran, aborsi ini bisa dilakukan dengan relatif lebih mudah, lebih murah dan banyak dilakukan di kota-kota besar, Pak Paul.
PG : Memang itulah yang terjadi, di negara-negara Barat pun hal ini kerap dilakukan dengan legal. Salah satu tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa si ibu karena kalau dilarang para ibu muda ini akan melakukannya dengan prosedur medis yang tidak sehat, tapi tetap intinya adalah perbuatan salah tidak berkenan di mata Tuhan, ini adalah sebuah dosa. Jadi prinsip pertama waktu kita hamil di luar nikah, kita mesti bertekad untuk tidak berdosa, jangan menambah dosa di atas dosa yang telah kita lakukan.
GS : Selain hal itu apakah ada yang lain, Pak Paul?
PG : Kita tetap mesti melihat kehamilan dari perspektif Allah sendiri. Tuhan menggunakan pelbagai cara untuk membawa seorang anak lahir ke dalam dunia. Sudah tentu waktu kita berkata, "Tuhan menggunakan pelbagai cara" itu tidak berarti bahwa semua cara adalah cara yang diperkenankan Tuhan. Tuhan membawa anak lahir ke dalam dunia lewat pemerkosaan, ini memang contoh yang ekstrem sekali, kita tahu pemerkosaan adalah dosa dan tidak diperkenankan Tuhan, namun anak yang dihasilkan dari pemerkosaan berada dalam kehendak Allah yang sempurna. Artinya, Tuhan menghendaki keberadaannya di dunia, walaupun Tuhan tidak menghendaki terjadinya pemerkosaan itu sendiri. Demikian pula dengan anak yang lahir di luar nikah, kendati hubungan seksual di luar nikah itu sendiri adalah dosa, namun anak yang dikandung berada dalam kehendak Allah. Itu sebabnya kita mesti memisahkan antara hubungan atau penyebab lahirnya anak dan anak itu sendiri. Roma 8:28 memberi kita kejelasan akan cara kerja Allah yang sempurna, Firman Tuhan berkata, "Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah", dengan kata lain, Tuhan tak terbatasi, Tuhan dapat memakai segala sesuatu bahkan segala sesuatu yang salah, yang cacat, yang berdosa di dalam kedaulatan Tuhan dan kemahakuasaan-Nya, Dia dapat menggunakannya untuk menggenapi rencana-Nya. Sudah tentu ini tidak berarti Tuhan menyetujui dan berkenan terhadap dosa, sama sekali tidak. Namun sekali lagi saya tekankan, anak yang dikandung itu adalah dalam rencana Tuhan.
GS : Kesulitannya adalah melihat peristiwa ini dari perspektif Allah, Pak Paul. Biasanya dalam keadaan kalut seperti itu, kita justru cenderung mencari jalan pintasnya. Seringkali orang malah mengatakan bahwa anak yang lahir di luar nikah ini, anak haram dan sebagainya dan ini memberikan beban psikologis tertentu kepada si remaja putri itu.
PG : Ada sebuah konsep yang keliru yang sudah berkembang di masyarakat, bahkan di dunia bukan hanya di Indonesia yaitu adanya konsep anak haram. Pada kenyataannya tidak ada anak haram, Pak Gunawan. Yang ada adalah relasi haram, relasi yang tidak diperkenankan Tuhan. Hubungan seksual antara orang yang tidak menikah adalah hubungan yang haram atau hubungan yang tidak diperkenankan Tuhan, tapi anak itu sendiri tidak salah, anak itu sendiri tidak memilih lahir dengan cara seperti itu. Jadi anak itu tidak haram, anak itu tidak dimusuhi oleh Tuhan, justru kalau kita lihat dari rencana Allah kita harus berkata anak itu ada di dunia karena Tuhan menghendakinya. Kita juga bisa melihat betapa banyak orang tua yang tidak bisa memunyai anak, mau memunyai anak, berusaha memunyai anak tapi tidak memunyai anak. Jadi benar-benar dalam hal kelahiran anak kita harus mengakui bahwa ini sepenuhnya berada di tangan Allah.
GS : Jadi sebenarnya sangat dibutuhkan seorang pembimbing untuk menolong, baik remaja putri maupun pihak-pihak keluarga yang lain untuk melihat peristiwa ini dalam perspektif Allah itu sendiri, Pak Paul.
PG : Betul sekali, sebagai anak-anak Tuhan, sebagai orang-orang Kristen kita tidak lagi menilai segala sesuatu dari kacamata kita sebagai manusia, dari kacamata budaya atau latar belakang kita, kita mesti mengadopsi nilai-nilai Tuhan dan memandang masalah dari mata-Nya.
GS : Hal yang lain apa, Pak Paul?
PG : Yang ketiga adalah kalau kita hamil di luar nikah, kita harus selalu memertimbangkan dampak jangka panjangnya. Secara langsung saya ingin mengingatkan, janganlah memutuskan untuk langsung menikah hanya karena kita hamil bila kita memang belum siap menikah. Pernikahan yang tidak dikehendaki yaitu pernikahan yang terpaksa dilakukan karena kehamilan hampir dapat dipastikan akan menjadi pernikahan bermasalah. Ini saya temukan berkali-kali dalam konseling dan ini pun tertera di banyak buku-buku konseling keluarga yaitu ketika kita diminta untuk mencari data-data, mengumpulkan data-data latar belakang pasangan nikah itu, hampir selalu kita temukan kalau mereka menikah karena terpaksa, bukannya kemauan mereka tapi terpaksa akibat kehamilan, hampir dapat dipastikan mereka nantinya menuai masalah dalam pernikahannya. Jadi nasihat saya, jangan menyelesaikan masalah dengan cara menciptakan masalah baru. Seolah-olah dengan kita menikah maka masalah selesai, rasa malu karena kehamilan tertutupi, tapi bukankah seringkali kita sedang menabur benih-benih masalah yang kelak nanti harus dituai.
GS : Justru biasanya pernikahan itu dianggap jalan keluar yang paling ampuh atau jalan satu-satunya. Pihak orang tua pun seringkali mendorong supaya kedua remaja ini segera menikah, supaya jangan terlihat aib yang lebih besar lagi, Pak Paul.
PG : Inilah kecenderungan kita, Pak Gunawan. Untuk menutupi aib akhirnya kita bersedia melakukan apa saja, kita tidak berpikir panjang "Kita lihat besok saja, sebab belum tentu masalah terjadi." Tapi kita sudah tahu bahwa terlalu banyak pernikahan akhirnya bermasalah karena pada awalnya mereka tidak siap menikah. Jadi kesiapan menikah itu sangat penting. Kecocokannya apakah sudah bisa matang terjadi, apakah sudah ada saling pengertian yang kuat, apakah cinta juga sudah mencapai puncaknya. Jadi pernikahan itu sama seperti buah yang harus matang secara alamiah di pohon, baru benar-benar menjadi buah yang ranum untuk kita makan. Pernikahan pun seperti itu harus menjalani proses sampai waktunya tiba untuk kedua orang tersebut menikah. Kalau dipaksakan di depan akhirnya buah itu tidak matang dan manis dan malahan menjadi sangat masam sekali.
GS : Biasanya masalah yang timbul seringkali apa, Pak Paul?
PG : Seringkali begini, Pak Gunawam, kalau seorang suami dan istri itu belum memunyai cinta maksudnya belum memunyai daya tahan yang kuat tapi kemudian sudah terlibat hubungan seksual, benar-benar nafsu menjadi bagian yang dominan dalam relasi itu, berarti apa? Waktu mereka harus menikah modal cinta mereka itu masih sangat terbatas. Dalam waktu yang tidak lama seks tidak lagi memunyai daya tariknya. Karena apa? Begitu seks dibolehkan dalam pernikahan tiba-tiba daya tarik itu langsung luntur kalau tidak ada cinta. Kalau ada cinta hubungan seksual masih terus bisa bertumbuh, tapi kalau tidak ada lagi cinta maka susah sekali untuk bisa memertahankan hubungan seksual dan cinta itu sendiri. Jadi akhirnya karena modal cinta minim maka rontoklah pernikahan itu, mudah marah belum lagi ada orang yang merasa dijebak "Kamu tahu bahwa saya belum siap untuk menikah, kenapa kamu tidak menjaga dan sebagainya." Akhirnya menyalahkan pasangan, merasa dijebak padahal dia melakukannya dengan sukarela, tapi dia mudah saja melemparkan tanggungjawab itu kepada pasangannya. Jadi banyak hal yang mudah terjadi, Pak Gunawan, kalau kita belum siap untuk menikah.
GS : Jadi sebagian besar masalah-masalah itu timbul karena hubungan emosional dan hubungan sosial ini, Pak Paul. Karena yang dikuatirkan orang tua kadang-kadang masalah keuangan dan mereka bilang, "Kami akan mencukupi kebutuhan itu, tapi masalahnya lebih besar dari itu".
PG : Jauh lebih kompleks, Pak Gunawan, uang hanyalah sebagian, bukan satu-satunya masalah yang harus dipecahkan. Misalkan satu hal lain lagi adalah karena mereka belum siap, mereka belum cukup waktu menyesuaikan diri, Pak Gunawan. Benar-benar belum melihat ketidakcocokannya, perbedaan-perbedaannya dengan jelas, tapi karena sudah terlanjur hamil langsung menikah, setelah menikahlah mereka menemukan betapa berbedanya pasangan dari yang dipikirkan sebelumnya. Penyesuaiannya menjadi sangat susah sekali, belum lagi ada orang yang merasa marah misalkan ia memunyai karier, kariernya terhenti gara-gara hamil di luar nikah sehingga harus menikah dan tidak bisa melanjutkan karier, harus menjaga anaknya, dia merasa hidupnya itu terbuang, meskipun awalnya dia berpartisipasi secara sukarela, tapi tidak bisa tidak kalau dia melihat ke belakang bertahun-tahun hidupnya itu terbuang. Jalurnya yang sudah dia rancang sekarang berbelok dengan begitu drastis. Dia benci, marah sekali, akhirnya kebencian itu dilampiaskan kepada pasangannya dan sering kali kepada anak itu sendiri.
GS : Hal yang keempat yang ingin Pak Paul sampaikan, apa?
PG : Yang keempat, jika kita belum siap untuk menikah, putuskanlah untuk mengandung dan memunyai anak di luar pernikahan. Dalam hal ini silakan mencari orang tua yang tengah mencari anak untuk diadopsi atau hubungi lembaga adopsi, kita juga dapat menghubungi pelayanan Kristiani yang menampung ibu yang hamil di luar nikah atau pilihan terakhir adalah kita sendiri merawat dan membesarkan anak itu. Saya mengerti semua pilihan ini memerlukan pengorbanan namun pada akhirnya kita mengetahui bahwa kita telah menyelesaikan masalah dengan cara yang terbaik dan berkenan kepada Tuhan. Sekali lagi ini sebuah konsep yang mungkin baru sebab tadi Pak Gunawan sudah angkat juga, kenyataan di lapangan orang berpikir kalau sudah hamil langsung menikah. Itu jalan keluarnya, ternyata tidak! Ada jalan lain yang mungkin jauh lebih bijaksana untuk jangka panjangnya. Jangan berpikir kalau tidak menikah dan membesarkan anak itu sendiri, berarti kita berdosa. Hubungan itulah hubungan berdosa dan apa yang kita lakukan terhadap anak nantinya yang akan menimbulkan berdosa atau tidak berdosa. Kalau kita memutuskan memelihara anak itu dan kita merasa kita belum siap menikah dengan orang tersebut, silakan tidak perlu menikah dengan orang tersebut, serahkan anak itu untuk diadopsi atau nanti kita sendiri yang akan membesarkan anak tersebut. Itu tidak berdosa, itu bertanggungjawab memelihara anak yang Tuhan sudah titipkan kepada kita.
GS : Tapi itu sebuah keputusan yang dilematis, Pak Paul. Kalau bayi itu diserahkan kepada orang lain untuk diadopsi, sang ibu juga merasa bersalah tapi kalau dia mau memelihara sendiri, membesarkan sendiri, dia belum memunyai kemampuan yang cukup untuk membesarkan anaknya.
PG : Betul, saya pikir hampir semua ibu waktu menyerahkan anaknya untuk diadopsi akan merasa bersalah, tapi penghiburan buat dia adalah bahwa anak itu nanti dirawat oleh orang yang mengasihinya, oleh orang yang sudah menanti-nantikan anak, jadi mereka akan menyambut anak itu, melimpahkannya dengan kasih sayang. Sedangkan kalau kita yang merawatnya besar kemungkinan kita belum dalam posisi bisa merawatnya seperti itu. Jadi waktu kita serahkan kita mesti mengingat bahwa yang pertama anak itu tetap berada dalam tangan Tuhan sampai kapan pun, yang kedua anak itu juga berada di tangan orang yang memang menyambut dan menginginkan kehadirannya.
GS : Mungkin bisa pula dititipkan pada orang, Pak Paul, selama ibu ini masih belum siap. Sambil memersiapkan diri, anak ini dibesarkan oleh orang atau neneknya atau siapa sampai ibu ini siap untuk menerima anak itu kembali.
PG : Bisa juga. Jadi ada orang yang memutuskan menyerahkan anak itu untuk dirawat oleh orang tuanya sendiri, sehingga akhirnya anak itu diberi kesempatan untuk bertumbuh dalam rumah yang stabil dan nanti waktu si ibu sudah siap untuk mengambilnya kembali, dia bisa mengambilnya. Itu pun bisa dilakukan meskipun cara itu juga ada masalahnya, karena kalau nanti anak itu kembali ke si ibu misalkan setelah 10 tahun berarti ia 10 tahun tidak mengenal ibunya dengan baik dan penyesuaian tinggal dengan ibu kandungnya juga menjadi masalah. Tidak begitu gampang juga.
GS : Belum lagi kalau nanti sang ibu siap untuk menikah betul-betul, Pak Paul. Ini akan mempersulit anak yang lahir di luar nikah tadi itu?
PG : Betul dan belum tentu si suami juga siap menerima adanya anak. Jadi banyak hal yang mesti dipertimbangkan dengan bijaksana.
GS : Di dalam memutuskan hal seperti itu, apakah pihak si remaja putra tadi perlu dilibatkan atau tidak?
PG : Perlu, memang dua-duanya perlu dilibatkan sehingga dua-duanya memunyai suara apa yang mereka inginkan, sebab bagaimana pun juga anak ini adalah anak mereka.
GS : Jadi setelah peristiwa itu terjadi, apa yang harus dilakukan oleh kedua remaja ini, baik yang putra maupun yang putri.
PG : Mereka sebetulnya harus mengevaluasi kembali relasinya dengan si pacar. Maksud saya begini, tidak jarang melalui kehamilan kita mendapat pengertian yang lebih mendalam dan tepat tentang siapakah pacar kita itu. Sudah tentu pengertian ini bisa bersifat positif atau pun negatif. Misalnya, ada pacar yang tidak mau bertanggungjawab, lepas tangan, menyuruh aborsi, tidak mau tahu langsung menjauh, tidak lagi menghubungi, tidak lagi menelepon dan sebagainya. Kalau ini yang terjadi, sudah tentu ini memberi kepada kita informasi dan pengertian, "Ternyata inilah pacar saya, dalam kondisi seperti ini barulah saya lihat 'warna aslinya' ". Sudah tentu ini menjadi bahan yang kita gunakan untuk memertimbangkan. Sekali lagi saya ingatkan, selalu pertimbangkan dampak jangka panjang, ingatlah tidak ada keharusan buat kita menikah dengan dia. Jadi bila pada akhirnya kita tahu bahwa dia bukanlah pasangan hidup yang sesuai, akhirilah hubungan itu, jangan perpanjang. Jangan merasa berkeharusan bersama dengan dia karena sudah ada anak. Kalau ini hubungan yang tidak cocok, nantinya akan menuai masalah, kita mesti bijaksana untuk menyikapinya.
GS : Tapi itu berarti memberi kesempatan pada si remaja pria untuk tidak bertanggungjawab, Pak Paul?
PG : Dalam pengertian dia tidak merawat si anak itu, memang betul. Kita melepaskan dia dari tanggungjawab itu, sebab kita mau memikirkan dampak panjang yang lebih luas. Dia sebagai ayah, kalau tingkah lakunya tidak bertanggungjawab sekarang, nanti dia lebih merugikan perkembangan si anak itu sendiri dan nanti akan memberikan beban tambahan kepada si ibu atau istrinya. Kita mau memikirkan bagaimana menyelamatkan sehingga tidak menambahkan masalah di atas masalah yang sudah terjadi. Anak itu sendiri harus diapakan? Sudah tentu orang tuanya harus memberikan kepadanya disiplin. Malangnya adalah dalam kasus yang seperti itu, anak itu tidak bertanggungjawab dan sebagainya, seringkali yang kita jumpai orang tuanya pun bermasalah, tidak memunyai hubungan yang harmonis, sudah lepas kendali, tidak lagi tahu bagaimana mengatasi anak. Sering kali itulah gambar keluarga di mana anak itu dibesarkan. Jadi susah untuk kita mau menjatuhkan sanksi atau meminta orang tuanya mendisiplin anak itu.
GS : Tapi ada pihak lain, orang tua yang memaksa mereka untuk menikah, Pak Paul.
Dari pihak yang pria atau yang wanita.
PG : Maka saya berharap masukan-masukan kita ini dapat didengarkan oleh mereka, sehingga mereka dapat memutuskan bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek tapi melihat jangka panjang dan dampak luasnya.
GS : Hal lain yang mau Pak Paul sampaikan, apa Pak?
PG : Masukan keenam adalah, oleh karena kita telah berjalan dalam kehendak Tuhan dan bertindak bijaksana, kita pun dapat memperoleh keyakinan bahwa Tuhan akan terus menuntun langkah hidup kita. Jangan takut akan masa depan, jika Ia berkehendak kita menikah kita akan menikah. Ia akan menyediakan seseorang yang dapat mengasihi dan menerima kita apa adanya. Sebaliknya bila Tuhan berkehendak lain, Ia akan memampukan kita hidup untuk-Nya sebagai seorang lajang. Satu hal yang mesti kita camkan adalah bahwa Ia memberikan kita kesempatan kedua. Firman Tuhan di Mazmur 107:1-2 berkata, "Bersyukurlah pada Tuhan sebab Ia baik, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya". Biarlah itu dikatakan orang-orang yang ditebus Tuhan, yang ditebus-Nya dari kuasa yang menyesakkan. Jadi Firman Tuhan jelas mengatakan, "Tuhan yang telah menebus kita dari kuasa yang menyesakkan akan terus menunjukkan kasih setia-Nya kepada kita".
GS : Jadi berarti kita harus percaya pada janji-janji Tuhan dan pimpinan Tuhan dan Tuhan selalu berkata, "Jangan berbuat dosa lagi", begitu Pak Paul?
PG : Betul sekali.
GS : Tapi ada juga remaja yang setelah melakukan dosa seperti ini mengulangi lagi kesalahan yang sama, Pak Paul.
PG : Memang ada orang yang cepat belajar, ada orang yang lambat belajar. Mudah-mudahanlah mereka tidak lagi mengulangnya.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini dan tentunya perbincangan ini akan sangat bermanfaat bagi para pendengar kita sekalian. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Hamil Di Luar Nikah". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
97. Bila Orang Tua Masuk Penjara | |
Orang tua adalah manusia yang tidak sempurna dan sebagai manusia yang tidak sempurna, mereka dapat berbuat salah. Sudah tentu masuk penjara adalah konsekuensi yang menyesakkan dan membuat kita sebagai anak merasa malu. Selain malu kita pun juga menghadapi kebinggungan tatkala orang lain menanyakan keberadaan orang tua kita. Apa yang mesti kita lakukan?
Orangtua adalah manusia yang tidak sempurna dan sebagai manusia yang tidak sempurna, mereka dapat berbuat salah. Sudah tentu masuk penjara adalah konsekuensi yang menyesakkan dan membuat kita sebagai anak merasa malu. Berikut akan dipaparkan beberapa masukan untuk menghadapi hal seperti ini.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Bila Orang Tua Masuk Penjara". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Memang sesuatu hal yang tidak bisa diduga dan tidak diharapkan, tapi bisa menjadi kenyataan, pada suatu saat di keluarga tertentu orang tuanya harus berurusan dengan hukum dan ditahan bahkan dipenjara sebagai pihak yang bersalah. Ini tentu saja membawa dampak yang sangat buruk terhadap keluarganya, tetapi bagaimana sikap seorang anak bila berhadapan dengan masalah seperti ini, Pak Paul?
PG : Ada beberapa yang bisa saya bagikan, Pak Gunawan. Yang pertama kepada anak, saya berkata jangan tergesa-gesa menguburkan rasa marah kepada orang tua yang telah berbuat salah. Maksud saya, biarkanlah kemarahan itu muncul janganlah kita langsung meredamnya, menguburnya dan berkata, "Saya tidak boleh marah, seharusnya saya mendukung, seharusnya saya mengampuni" dan sebagainya. Kemarahan seperti ini justru adalah kemarahan yang wajar, jangan terburu-buru memutihkannya. Pengampunan akan datang dan mesti diberikan namun sekali lagi kemarahan pun adalah bagian yang nyata dan normal. Tanpa pengakuan akan kemarahan dan rasa malu, pengampunan hanyalah menjadi selimut penutup, tidak menyelesaikan malah menjauhkan hubungan kita dengan orang tua yang bersangkutan karena kita masih menyimpan rasa malu dan marah itu tapi kita merasa berkewajiban memutihkannya dengan pengampunan, akhirnya hubungan itu tidak bisa lagi dekat. Jauh lebih sehat jika kita akui kemarahan ini, jika memungkinkan sampaikanlah kepada beliau bahwa kita kecewa karena perbuatannya. Akui juga bahwa kita malu dan marah kepadanya, selain dari ini adalah bagian dari proses yang wajar, ini juga peringatan kepada orang tua untuk tidak mengulang perbuatan yang sama, dengan kita menyampaikan perasaan yang sesungguhnya, kita memberitahukan bahwa sungguh perbuatannya berdampak menyakitkan pada kita sebagai anak-anaknya.
GS : Di dalam hal ini tentu saja anak-anak ini sudah cukup dewasa untuk bisa mengerti masalah itu, Pak Paul. Kalau anak-anak masih terlalu kecil tentu tidak akan punya sikap yang seperti itu.
PG : Betul sekali, biasanya ini hanya bisa dilakukan oleh anak-anak yang sudah remaja. Kalau masih terlalu kecil biasanya ia juga tidak mengerti apa yang terjadi dengan orang tuanya.
GS : Tetapi seringkali teman-temannya entah karena informasi dari orang tua mereka, lalu anak-anak yang masih belum mengerti ini menjadi bahan ejekan, bahwa ayahnya atau ibunya itu dipenjarakan.
PG : Betul jadi kadang-kadang anak-anak yang masih kecil itu tahu dari orang lain atau tahu dari orang tua temannya. Jadi ia harus bisa menerima ejekan-ejakan dari temannya dan dia harus pulang dan dia akan menanyakan kepada ibunya dan ibunya dalam hal ini harus berkata terus-terang kalau itu yang dikatakan oleh teman-temannya, bahwa memang ayahmu sedang dalam penjara, sedang menerima hukuman sebab berbuat salah. Ibunya dapat menjelaskan, "Kamu juga kadang-kadang menerima hukuman karena berbuat salah, dan sekarang ayah juga sedang mendapat hukuman karena berbuat salah". Tapi kita harus menjelaskan kepada si anak itu, "Kamu waktu berbuat salah, dihukum, tapi setelah dihukum, kita kembali berdekatan". Kita baikan lagi dan nanti juga setelah papa pulang, kita akan baikan lagi, kita tidak akan memusuhi papa, sama seperti kami juga tidak memusuhi kamu.
GS : Tapi yang seringkali terjadi di pihak yang terhukum itu, pihak yang dipenjarakan itu tidak mau menyadari dan tidak mau mengakui kalau dia bersalah dan mempersulit hubungan antara orang tua dengan anak itu sendiri, Pak Paul.
PG : Jadi bila orang tua menolak untuk mengambil tanggungjawab atau malah balik marah menyalahkan kita, maka kita mesti mundur dengan teratur. Jangan paksakan dan mencoba membuatnya berubah, ternyata beliau memang belum bertobat atau terlalu angkuh untuk mengakui kesalahannya. Jadi saran saya kepada anak yang orang tuanya seperti ini maka sudah biarkan. Berdoalah untuknya agar ia mengalami pertobatan yang sesungguhnya, tapi tidak perlu si anak memaksa atau meminta orang tua mengakui kesalahannya, meminta dia untuk bertobat dan sebagainya. Hal itu tidak perlu karena kalau orang tua belum siap, masih menyalahkan sana sini, tidak mau mengambil tanggungjawab, maka kita tidak dapat berbuat banyak.
GS : Apakah ada bedanya kalau orang tua itu masih dalam status tahanan atau sebagai narapidana yang sudah divonis bersalah?
PG : Memang ini tergantung pada orang yang bersangkutan, Pak Gunawan. Ada orang yang sebelum masuk penjara pun sudah sangat hancur, sudah sangat menyadari ia bersalah, ia berdosa dan ia menyesali perbuatannya tapi ada juga orang yang sampai dilepaskan dari penjara pun tidak merasa bersalah, malah menyalahkan orang lain. Jadi tergantung pada orang itu sendiri.
GS : Kemarahan ini sering dilakukan oleh orang yang kehilangan kebebasan karena dipenjara, jadi kalau kita balik marah akan mengakibatkan konflik yang lebih tajam, tapi kalau kita tidak marah maka kemarahan ini mau kita lampiaskan ke mana, padahal jelas-jelas kita mengetahui bahwa yang salah adalah orang tua kita sendiri?
PG : Kita bisa melakukannya langsung kepada orang tua yang bersangkutan sebelum dia masuk penjara atau setelah dalam penjara waktu kita berkunjung namun kita lihat suasananya apakah memungkinkan. Tetap kita juga harus berdoa meminta waktu Tuhan yang tepat, tapi point saya adalah jangan kita tergesa-gesa menguburkan rasa marah dan rasa malu itu. Justru kita angkat kita akui, itu jauh lebih sehat sebab dari titik berangkat itulah nanti kita bisa mengampuni orang tua dengan sepenuhnya.
GS : Hal yang lain yang perlu diperhatikan kalau orang tuanya dipenjarakan, apa Pak Paul?
PG : Relasi dengan orang tua yang ditinggal di rumah akan sangat bergantung dari tanggapannya terhadap masalah ini. Jadi misalkan ibu yang di rumah, ibu diamuk kemarahan dan kepahitan, sudah tentu kita hanya dapat menghiburnya dan memberinya waktu untuk pulih. Bila ibu malah balik menyalahkan orang dan secara membabi buta, membela ayah yang dipenjarakan, sudah tentu reaksi ini akan memadamkan keinginan kita untuk dekat dengannya. Jika sebaiknya kita mundur teratur dan membiarkannya mencerna apa yang terjadi. Jika pada akhirnya ia siap menerima kenyataan, berbicaralah kepadanya dan hiburlah hatinya, namun bila ia tetap bersikeras untuk hidup dalam dunia penyangkalan maka biarkanlah. Kita tidak bisa memaksa orang untuk bertobat.
GS : Jadi dalam hal ini kita menghadapi pihak pasangan yang ada di rumah, jadi bukan yang dipenjarakan?
PG : Betul dalam hal ini jadi misalkan ibu yang di rumah, kita harus bijaksana bagaimana berelasi dengan ibu. Tadi saya sudah singgung ada ibu yang dewasa, yang terbuka dan berkata, "Ya, ayahmu salah." Tapi ada ibu yang membela mati-matian suaminya, membabi buta menyalahkan orang lain atau waktu kita berkata, "Tapi ayah pun salah," dia marah kepada kita. Memang ini menyulitkan si anak, sudah tentu si anak sebetulnya ingin ada tempat di mana dia bisa menumpahkan rasa sedihnya, tapi kalau si ibu bereaksi seperti itu sudah tentu si anak susah untuk dekat dengannya. Apabila si anak mau bercerita misalnya, "Tadi di sekolah teman-teman mengejeknya" tapi dia tidak berani, dia takut nanti ibunya marah, mengamuk dan berkata, "Kamu lawan balik, kamu jangan terima dan sebagainya". Penting sekali orang tua yang ditinggal di rumah bersikap bijaksana dan matang sebab ini akan membuka pintu dialog dengan anak. Kita sebagai orang tua justru memberikan kekuatan kepada anak-anak, tetapi kalau kita tidak dewasa seolah-olah kita menutup pintu untuk anak-anak masuk dan berbagi rasa dengan kita.
GS : Tapi disamping itu si anak ini juga harus hati-hati ketika berbicara dengan ibunya, karena ibu juga dalam kondisi sangat sedih, sangat peka terhadap perkataan orang lain, Pak Paul.
PG : Betul jadi si anak selalu harus berhati-hati menggunakan kata-kata yang tidak menyudutkan tapi mesti jujur juga dengan perasaannya. Sekali lagi saya ingatkan, sebagai anak dia harus bisa menilai apakah ibunya siap atau tidak siap untuk diajak bicara. Apakah ibunya bisa melihat masalah dengan objektif atau tidak. Kalau ibu tidak objektif, sangat membela suami dengan membabi buta, itu akan menyusahkan anak untuk bisa berbagi rasa dengan dia.
GS : Biasanya memang memunyai kecenderungan seperti itu, Pak Paul, karena ini pasangannya dan untuk menutupi supaya jangan sampai timbul kesan yang negatif dari anak kepada ayahnya.
PG : Atau kebalikannya juga bisa terjadi, Pak Gunawan. Ada ibu yang karena marah kepada suaminya yang telah menyusahkannya pada masa lampau, sekarang menyusahkannya lagi dengan masuk ke penjara, ia mengamuk dan marah sekali, penuh dengan kebencian dan kepahitan. Sudah tentu ini juga akan menutup pintu komunikasi dengan anak. Anak yang sudah melihat ibunya penuh dengan kepahitan akhirnya tidak mau bicara. Sekali lagi saya katakan, relasi kita dengan orang tua yang ditinggalkan di rumah sangat bergantung dari reaksi orang tua itu sendiri. Kalau orang tua itu bersikap dewasa, hal itu akan menolong si anak, tapi kalau orang tua tidak bersikap dewasa membabi buta membela pasangan atau sebaliknya terus menyalahkan pasangan dan penuh dengan kebencian serta kepahitan. Dua reaksi itu akan menutup pintu komunikasi dengan anak yang sebetulnya sangat membutuhkan tempat untuk berbagi rasa.
GS : Itu baru hubungan orang tua dengan anak, belum lagi anak dengan saudara-saudara kandungnya, Pak Paul? Tentu punya pandangan yang berbeda-beda pula tentang ayah yang dipenjarakan ini.
PG : Itu sebabnya, tidak bisa tidak harus kita simpulkan bahwa pemenjaraan orang tua sering kali membawa bibit perpecahan ke dalam keluarga, di antara kakak dan adik serta antara orang tua dan anak juga. Ada misalkan yang bereaksi marah dan malu, kemudian menyalurkannya secara keliru misalkan dengan menimbulkan pemberontakan atau perilaku menyimpang lainnya. Anak yang menunjukkan perilaku memberontak atau menyimpang itu otomatis akan dijauhkan atau berjauhan dengan anggota keluarga yang lain atau ada yang tidak mau membicarakan hal ini sama sekali dan memilih untuk menyembunyikan semua perasaan di dalam hatinya. Selain menutup diri mungkin ia pun mengucilkan diri dari pergaulan, akhirnya tidak ada komunikasi dengan kakak atau adiknya atau orang tuanya. Ada pula yang berusaha membela orang tua dan bersikap defensif terhadap siapa pun yang berbicara buruk tentang orang tua. Sudah tentu ada anak yang tidak setuju, ada anak yang berkata, "Ayah salah, kamu jangan membelanya secara membabi buta". Yang membela membabi buta pasti marah mendengar kata-kata seperti ini. Jadi sekali lagi intinya, pemenjaraan orang tua membawa bibit perpecahan ke dalam keluarga. Semua reaksi yang berbeda ini menciptakan sekat antara anggota keluarga dan kondisi ini sangat menyedihkan dan kadangkala tidak banyak yang dapat kita lakukan untuk mencegahnya. Di sini kita bisa melihat dosa bersifat menghancurkan, tidak ada yang baik dari dosa itu. Reaksi terbaik dalam kondisi seperti ini adalah membiarkan waktu berjalan, prinsip terpenting yang perlu diterapkan adalah jangan memaksakan apa pun. Setiap orang memerlukan waktu untuk mencerna apa yang terjadi dan setiap kita memberi respons yang tidak sama terhadap masalah yang berat ini.
GS : Tentu ini menjadi tugas yang berat bagi pihak yang ada di rumah, Pak Paul, sementara misalnya suaminya di penjara maka ibu ini memunyai tanggungjawab ganda, menjadi ibu dan ayah sekaligus serta membuat agar keluarga ini tidak terpecah-belah lagi.
PG : Betul sekali. Maka tugas yang sangat berat itu harus dipikul oleh satu orang, maka kita yang terlibat harus belajar jangan sampai mengulang perbuatan yang salah itu, karena efeknya berat untuk satu keluarga. Betul yang tadi Pak Gunawan katakan, biasanya ibu itu akan hidup dalam ketertekanan yang berat. Misalnya ketertekanan menyambung kehidupan dan bekerja di luar untuk bisa menyokong kehidupan keluarga, belum lagi ia harus menerima keluhan dari anak, belum lagi tudingan dari orang di sekeliling, belum lagi menyatukan keluarga karena adanya perpecahan ini. Yang satu marah, yang satu tidak mau bicara jadi dia harus mengurus semuanya dan memang berat sekali.
GS : Dalam hal ini, sebenarnya apa yang dapat dilakukan oleh si ibu?
PG : Dalam hal ini sudah tentu ia harus mendapatkan kekuatan khusus, supernatural dari Tuhan. Dia mesti tiap hari duduk bersama dengan Tuhan, berdoa membaca Firman-Nya karena Tuhan ingin menolongnya. Tuhan tidak ingin justru ia menghadapi semua ini sendirian. Jadi akan ada kekuatan ekstra yang Tuhan berikan kepadanya dan akan ada hikmat dari surga yang Tuhan akan berikan kepadanya, sehingga ia tahu bersikap baik kepada orang-orang di luar maupun kepada anak-anaknya sendiri. Langkah konkretnya misalnya, ia mengajak anak-anaknya berdoa setiap malam, dia mengajak anak-anaknya untuk bercerita, untuk saling membagikan. Tapi kalau ada anak yang diam yang tidak mau berbicara jangan dipaksakan, biarkan mungkin pada waktu yang tepat secara pribadi si ibu dapat mendekati si anak dan berkata, "Mama melihat kamu sendiri saja, kamu tidak bicara dengan siapa-siapa, mama jadi khawatir, tapi mama mengerti kamu mungkin tidak nyaman berbicara. Kalau memang kamu tidak siap tidak apa-apa. Tapi ketika kamu siap, mama di sini mau mendengarkannya". Atau kadang-kadang si mama tetap mengajak anak-anaknya melakukan aktifitas bersama, pergi ke sana ke sini atau menikmati liburan sehingga sedapat-dapatnya memutar roda kehidupan senormal mungkin.
GS : Jadi sebenarnya kalau anak-anak memahami berapa tertekannya ibunya pada saat itu, mereka tentu bisa memberikan dukungan kepada ibunya agar tetap bisa bertahan dalam kondisi yang sulit ini, Pak Paul.
PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi seyogianya itu yang terjadi dalam keluarga.
GS : Seringkali juga anak-anak menjadi liar, melakukan kegiatan-kegiatan di luar rumah dan sebagainya yang sulit sekali dikontrol oleh ibunya.
PG : Ini merupakan bentuk dari pelampiasan kemarahan, Pak Gunawan. Jadi si anak itu frustrasi ayahnya masuk ke penjara, membuat dia malu. Kadang-kadang si anak mau melakukan apa pun untuk melampiaskan kemarahannya. Tapi adakalanya ini juga yang terjadi, Pak Gunawan. Kita ini manusia berdosa dan di dalam keberdosaan kita ingin melakukan hal-hal yang salah, namun karena orang tua menjadi benteng pertahanan moral, kita jadi dikuatkan untuk tidak melanggar, tidak melakukan dosa karena adanya orang tua yang tetap menjaga nilai moral dalam keluarga kita. Begitu orang tua masuk ke penjara seolah-olah benteng itu runtuh, seolah-olah kita diberi ijin untuk berbuat apa pun. Ayah pun masuk ke penjara, ayah pun hidupnya berengsek seperti itu, berarti saya juga bebas mau melakukan apa saja. Kadang-kadang perbuatan memberontak dan menyimpang keluar sewaktu seseorang masuk ke penjara.
GS : Katakan kita punya saudara yang sepaham dengan kita, kalau kita terlalu dekat dengan dia ini menjadi satu kelompok tersendiri yang seolah-olah menentang pihak-pihak lain yang tidak sepaham dengan kita, Pak Paul.
PG : Betul Pak Gunawan, itu sebabnya kita mesti menghindari kedekatan dengan anggota keluarga, misalnya jangan karena dia sepaham dengan kita, maka dia menjadi ekstra dekat dengan kita sedangkan dengan yang lain-lainnya kita tidak dekat, sebab kalau itu yang terjadi maka yang namanya bibit perpecahan lama kelamaan menjadi buah perpecahan. Benar-benar nantinya setelah masalah ini lewat dan orang tua kita pulang kembali, dia merasa tersisihkan oleh kita, menyimpan rasa sakit hati. Dia akan berkata, "Dulu kamu selalu dengan adik, selalu bicara dengan adik, tidak pernah bicara dengan saya. Ada apa-apa kamu tidak pernah cerita dengan saya, tidak pernah tanya pendapat saya, selalu hanya tanya pendapat adik". Kalau pun nanti masalah selesai, ayah pun pulang dari penjara, sakit hati itu ada, tersisa, alangkah baiknya kalau kita tidak hanya merasa lebih dekat dengan kakak atau adik yang sepaham dengan kita tapi sebaiknya kita juga dekat dengan semuanya. Dengan cara itu kita bisa tetap menjaga keutuhan keluarga kita.
GS : Bagaimana kalau kita begitu dekat dengan ibu sementara ayah di penjara, apakah dampaknya juga sama?
PG : Saya kira anak-anak yang lainnya akan merasa lebih tidak suka terhadap ibu, karena ibu lebih mau bicara dengan kita bukan dengan yang lain-lainnya. Mengapa ibu membedakan? Mungkin sekali itu menimbulkan rasa sakit hati dari anak-anak yang lain terhadap ibunya.
GS : Padahal maksud kita dekat dengan ibu itu untuk memberikan penghiburan, kekuatan, begitu Pak Paul. Tapi bisa disalah mengerti seperti itu?
PG : Bisa, kecuali anak-anak yang lain secara langsung atau tidak langsung menyatakan bahwa mereka memang tidak dekat dengan ibu dan merasa lebih baik kitalah yang menghibur ibu. Kalau ada kesepakatan seperti itu, saya kira silakan kita langsung lebih dekat dengan ibu dan menolongnya. Jadi intinya kita harus melihat dampak perbuatan kita pada keluarga secara keseluruhan.
GS : Kalau kita pas sebagai anak sulung biasanya mencoba berperan untuk menggantikan posisi ayah yang sedang dipenjarakan.
PG : Besar kemungkinan kalau kita anak sulung, hal itu lebih dapat diterima karena secara otomatis adik-adik akan melihat tugas kitalah sebagai anak yang sulung untuk membantu ibu dan mengatur adik-adik yang lainnya. Tapi kalau kita bukan anak sulung coba kita melihat keadaan, apakah memang bijaksana untuk menjadi sangat dekat dengan ibu memberinya penghiburan. Sebelumnya kita melakukan hal itu sebaiknya kita berembuk di antara kakak adik, siapa yang bisa bicara dengan ibu.
GS : Hal lain yang ingin Pak Paul sampaikan dalam hal ini?
PG : Kita tidak boleh berbohong kepada orang, tapi kita pun tidak harus memberi penjelasan mendetail tentang keberadaan orang tua. Jadi jika ada orang bertanya, silakan mengatakan bahwa orang tua tengah pergi untuk waktu yang lama. Jika ditanyakan kemana, maka kita dapat dengan santun menjawab bahwa hal itu tidak dapat kita kemukakan. Singkat kata, ceritakanlah peristiwa sebenarnya hanya kepada orang yang memang dekat dengan kita dan sungguh peduli dengan keadaan kita. Kepada orang seperti inilah kita bercerita untuk mendapat dukungan sekaligus doanya. Sebaliknya bila orang sudah mendengar perihal pemenjaraan orang tua dan jika ia bertanya, maka katakan "Ya" jangan menyangkal. Tentang berapa mendetail kita akan bercerita, sekali lagi itu bergantung pada berapa dekat dan pedulinya ia dengan kita. Jadi prinsip yang kita gunakan dalam hal informasi adalah jelas dan tepat, artinya kita tidak memberi informasi yang berlainan dari fakta, namun kita pun hanya akan menyampaikan detailnya kepada orang yang tepat, tidak kepada sembarang orang.
GS : Seringkali justru pada saat-saat seperti ini banyak orang yang ingin mengorek-ngorek keterangan dari kita dan itu memberikan keterangan yang bukan mengenakkan kita, sesuatu yang menyakitkan hati kita, Pak Paul. Kalau kita jawab dengan pendek mereka akan tetap mengejar kita, tapi kalau kita memberikan penjelasan yang cukup panjang, salah-salah bisa keliru penjelasan itu.
PG : Maka kalau kita tidak nyaman, jangan merasa bahwa kita harus menceritakan detailnya. Kita bisa langsung berkata, ya sudah sampai di situ saja atau "Maaf saya tidak bisa mengatakan lebih dari ini". Jadi tidak apa-apa menolak untuk memberitahukan detailnya. Yang penting harus jelas, artinya faktanya apa sudah kita katakan, "Ayah kita masuk penjara". Dan kita tidak harus menceritakan detail-detailnya. Kita katakan, "Ayah saya masuk penjara", kalau orang bertanya, "Kenapa?" dan sebagainya, kita bisa berkata, "Maaf saya tidak bisa cerita detailnya, tapi memang benar ayah masuk penjara".
GS : Dari pihak kita mungkin kita tidak menceritakan, lalu bagaimana dari pihak saudara-saudara kandung kita atau bahkan mungkin ibu kita? Kalau mereka sampai menceritakan itu, kita tidak bisa melarang mereka untuk cerita.
PG : Betul, kalau sampai orang di rumah memutuskan untuk bercerita, adik atau kakak atau bahkan ibu bercerita kepada orang lain maka tidak mengapa karena itu hak mereka. Kita tidak bisa mengontrol arus informasi dari mulut-mulut yang lainnya. Idealnya kita berembuk dalam keluarga, yaitu seberapa banyak informasi yang akan kita berikan. Tadi saya berikan prinsip, jelas dan tepat, tidak berlainan dari fakta tapi harus tepat orang, jangan sembarangan orang. Kepada orang yang tidak begitu dekat dan yang tidak menunjukkan mereka sungguh-sungguh peduli dengan kita, tidak usah mendetail. Jadi kalau ada kesepakatan itu dalam rumah, itu akan lebih baik lagi.
GS : Jadi sangat dibutuhkan kekompakan dalam keluarga yang tinggal dalam rumah ini, Pak Paul?
PG : Betul.
GS : Ada hal lain yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Ini yang terakhir Pak Gunawan. Kita mesti melihat semua yang terjadi dari kacamata Tuhan. Kita mesti melihat pemenjaraan orang tua sebagai bagian dari keadilan Tuhan, kita tidak menyukainya namun bila orang tua bersalah, mendekam di penjara adalah bagian keadilan Tuhan yang mesti ditegakkan. Janganlah sampai kita kehilangan perspektif dan menyalahkan pihak lain. Terimalah ini sebagai bagian keadilan Tuhan, namun kita juga mesti mengingat bahwa Tuhan adalah Allah yang penuh kasih karunia, Dia menghukum, betul tapi Ia akan memulihkan. Pemenjaraan bukanlah akhir melainkan justru permulaan hidup dalam Tuhan. Dia akan membuka lembaran baru dalam hidup kita dan terakhir kita harus mengingat kasih setia Tuhan yang memelihara hidup kita. Kendati akan ada banyak kesulitan tapi Tuhan pasti akan memelihara, Dia tidak akan meninggalkan kita. Pemenjaraan orang tua akan memberi kesempatan kita beriman dan mengenal Tuhan dengan lebih mendalam.
GS : Kadang-kadang menghadapi kasus seperti ini kita justru menjauh dari Tuhan atau malah menyalahkan Tuhan, Pak Paul.
PG : Sayangnya itu yang kadang-kadang kita lakukan, tapi justru sebaliknya kita harus mendekat kepada Tuhan. Kita mesti melihat ini dari kacamata Tuhan. Keadilan mesti ditegakkan dan kita tidak boleh berkata, "Biarlah keadilan ditegakkan pada orang lain dan bukan pada keluarga kita sendiri". Tidak seperti itu juga, kalau keluarga kita memang salah maka keadilan harus ditegakkan pula.
GS : Apakah ada ayat Firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Mazmur 121 : 5 dan 8 berkata, "Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah Naunganmu di sebelah kananmu, Tuhan akan menjaga keluar masukmu dari sekarang sampai selama-lamanya". Kita mesti berdoa dan yakin, Tuhan akan menjaga orang tua kita, mulai dari masuk ke penjara sampai keluar dari penjara dan Tuhan pun akan menjaga serta menaungi kita yang ditinggalkan.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan dan penghiburan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Bila Orang Tua Masuk Penjara". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
98. Kecanduan Pornografi | |
Dengan bertambah canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, makin terbuka lebar pula celah untuk merambah ke wilayah pornografi. Sebagai akibatnya makin bertambah banyak jumlah orang yang mengakses ke situs pornografi dan akhirnya terikat dengannya. Keterikatan ini akhirnya menjadi kecanduan yang tidak mudah dilepaskan. Mungkinkah orang yang sudah kecanduan pornografi ini bisa lepas? Dan bagaimana caranya?
Dengan bertambah canggihnya teknologi informasi dan komunikasi, makin terbuka lebar pula celah untuk merambah ke wilayah pornografi. Sebagai akibatnya makin bertambah banyak jumlah orang yang mengakses ke situs pornografi dan akhirnya terikat dengannya. Keterikatan ini akhirnya menjadi kecanduan yang tidak mudah dilepaskan. Berikut akan dipaparkan apakah kecanduan itu, setelah itu baru akan dibahas cara untuk melepaskan diri dari kecanduan pornografi.
"Kecanduan Pornografi" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Kecanduan Pornografi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pak Gunawan, kecanduan adalah kondisi dimana kita benar-benar bergantung pada sesuatu sehingga tanpanya kita tidak bisa melangsungkan hidup secara efektif. Dengan kata lain, bila kita kecaduan pornografi maka kita menjadi bergantung kepadanya, sehingga hari lepas hari kita harus mengkonsumsinya sebab jika tidak maka kita akan sukar untuk berfungsi.
Singkat kata pornografi menjadi penguasa hidup dan kita menjadi budaknya. Jadi ada orang yang sampai seperti ini, melek mata pagi, dia langsung nonton dan memang dia memiliki usaha dan dia pemiliknya, jadi dia tidak harus bekerja langsung tapi hanya mengawasi. Namun dia selalu membawa materi pornografi itu supaya dia bisa menontonnya. Jadi selama dia mengawasi maka dia akan terus-menerus menonton materi pornografi itu dan setelah tutup usaha dan pulang ke rumah, dia hanya pulang untuk makan dan sebagainya, sebentar kemudian akan langsung masuk ke kamar dan menonton lagi sampai tengah malam dan besok pagi mengulang hal itu lagi, hari lepas hari seperti itu. Jadi ada orang yang begitu kecanduannya sampai-sampai seperti narkoba bagi dia, kalau tidak mendapatkan narkoba yang dibutuhkannya maka hidupnya itu seolah-olah sangat menderita atau kita gunakan istilah sakau. Jadi sepertinya benar-benar dia begitu bergantung dengan pornografi sehingga tanpanya dia tidak bisa hidup. Ini memang dalam kadar yang sangat tinggi, tapi ketergantungan juga bisa dalam kadar yang lebih rendah, jadi tidak harus setiap hari seperti itu tapi misalkan dia mau melihat lagi dan dia tidak bisa melepaskan diri serta tidak bisa berkata tidak, maka itu pertanda kalau kita sudah kecanduan.PG : Betul sekali. Biasanya orang yang menonton pornografi bukan saja dia ingin menonton atau melihatnya, tapi dia akan mencari-cari yang lebih lagi dan yang lebih lagi yang seolah-olah itu mengetarkan, yang lebih banyak lagi sisi-sisi yang belum diketahuinya.
Dengan kata lain, apa yang telah diterimanya selama ini, asupan-asupan yang sudah diterimanya itu sepertinya tidaklah cukup untuk memuaskannya sehingga dia harus mendapatkan dosis yang lebih tinggi untuk membuat dirinya itu terpuaskan. Dengan kata lain, kecanduan tidak mengenal istrilah cukup, Pak Gunawan. Sebab kecanduan membuat kita tidak lagi terpuaskan dengan dosis atau kwalitas yang kita dapatkan kemarin, hari ini kita harus mendapatkan yang lebih, itu sebabnya sampai-sampai ada orang yang seperti itu. Boleh dikata selama dia tidur selama 6 atau 7 jam, dia gunakan untuk menonton, mengkonsumsi materi-materi yang bersifat pornografi.PG : Itu adalah dampak yang sangat buruk, Pak Gunawan, sebab orang ini tidak bisa lagi melihat hidup secara murni, secara netral. Kita harus mengakui bahwa memang sekarang di tengah-tengah kitaatau di sekeliling kita akan ada godaan-godaan seksual dan kita sendiri yang mau hidup kudus dan ingin memiliki pikiran yang jernih, ingin menjadi tempat hunian dari Roh Tuhan, selalu mengalami kesulitan dalam melindungi pikiran kita dari godaan-godaan seksual yang mencoba masuk ke dalam benak kita.
Apalagi kalau kita dengan sengaja mengkonsumsi atau memasukkan materi-materi pornografi ini ke dalam pikiran kita, jadi benar-benar segenap lini pikiran itu akan disusupi oleh pornografi atau oleh dosa-dosa seksual sehingga orang ini memang akan sangat susah sekali untuk melawannya. Jadi apa yang dilihatnya itu dengan sangat mudah membuatnya mengaitkan dengan materi pornografi yang ditontonnya itu.PG : Memang ini adalah kecanduan yang tidak terlihat, Pak Gunawan, karena memang ini dilakukan di dalam bilik kamarnya, jadi diam-diam. Bahkan ada kasus di mana mula-mula pasangan tidak tahu kaena dia secara sembunyi-sembunyi menontonnya dan nanti kalau istrinya bertanya dia akan berkata, "Sedang melakukan sesuatu" tapi nanti orang akan melihat kalau dia itu terus- menerus menonton di depan layar komputer, padahal yang dia tonton adalah materi pornografi itu.
Jadi sekali lagi kita akan melihat orang-orang yang sudah kecanduan seperti itu, sudah tidak lagi memedulikan yang lain-lainnya dan yang penting dia bisa mendapatkan. Dia sendiri akan berpikir, "Tidak apa-apa dan saya masih bisa melanjutkan hidup dengan normal, saya masih bisa bekerja, saya masih bisa melakukan kalkulasi dan sebagainya", tapi sesungguhnya kecanduan ini melemahkan dia sebab dia hanya akan terus hidup kalau ada akses ke pornografi, begitu tidak ada lagi akses ke pornografi, dia akan resah dan bingung sebab itu yang akan dia cari terus. Jadi di sini kita bisa melihat, sebetulnya meskipun dia bisa berfungsi dalam hidup tapi sebetulnya fungsinya itu semakin hari semakin melemah, karena dia membutuhkan topangan-topangan pornografi itu.PG : Bentuk gambar, Pak Gunawan, sebab sekarang ini kebanyakan apa pun masuk lewat online atau internet jadi kebanyakan dalam bentuk gambar. Ada yang dalam bentuk gambar langsung seperti orang ang sedang berhubungan atau gambar orang yang memamerkan tubuhnya dan sebagainya.
Jadi itulah yang akan masuk ke dalam kehidupan kita.PG : Kita harus mengakui kalau kita adalah manusia seksual, maka kita akan selalu tertarik dengan hal-hal yang bersifat seksual, sebagai manusia seksual dan normal maka kita akan memiliki minatdalam hal itu.
Jadi apa yang akan dicapainya, maka sudah tentu yang pertama minatnya atau keingintahuannya itu akan terpuaskan. Tapi masalahnya adalah kalau pornografi sudah menjadi bagian dalam kehidupannya yang seperti itu, maka dia akan terus-menerus harus mendapatkannya dan dia tidak bisa lagi terlepas dan dia sangat terobsesi dengan kecanduan pornografi itu sehingga benar-benar setiap hari dia akan menantikan kapan dia bisa menonton lagi, kapan dia bisa melihat lagi. Jadi hidupnya berputar pada hal pornografi sehingga dalam pikirannya seks mendominasi pemikirannya. Sudah tentu setelah dia menontonnya maka dia akan langsung masturbasi, jadi benar-benar dia akan berusaha untuk memuaskan dirinya dan kepuasan itu yang menjadi daya tariknya, menjadi motornya, menjadi sasaran hidup hari lepas hari, itu yang akan terus dicari dan yang dia ingin dapatkan. Jadi menonton, mengkonsumsinya kemudian bermasturbasi dan akhirnya dia diikat oleh materi-materi ini, sehingga dia tidak bisa lepas.PG : Bisa. Meskipun pada kenyataannya memang yang lebih sering terjerat adalah pria sebab pria itu memang jauh lebih menikmati, melihat hal-hal yang seperti ini dibandingkan wanita. Jadi kadangkadang kita mendengar wanita yang berkomentar tentang hal ini dan bereaksi kalau ini adalah menjijikkan, tapi kalau pria jarang sekali berkata kalau itu menjijikkan, karena memang pria secara seksual lebih visual, pria melihat dan kemudian mendapatkan rangsangan sedangkan wanita memang tidak menekankan dari apa yang dilihatnya, tapi apa yang dialami atau dirasakannya.
PG : Anggap saja dia adalah seorang anak Tuhan dan dia tahu kalau ini bukanlah hal yang benar, sebab kalau misalkan dia bertanya kepada dirinya sendiri kalau dia anggap dirinya tidak bersalah, pakah dia berani berkata terbuka kepada orang mengatakan bahwa, "Saya menonton pornografi", maka dia tidak akan berani.
Tapi kalau misalkan dia berkata, "Tadi saya ke gereja" maka orang akan dengan berani berkata, "Saya tadi ke gereja". Jadi sebetulnya orang itu tahu kalau ada yang tidak benar dengan hal ini. Namun masalahnya adalah kendati pikiran dan hatinya berkata, "Stop dan jangan" tapi akhirnya pikirannya terus meyakinkannya bahwa dia perlu asupan pornografi itu dan selalu akan ada bisikan yang berkata, "Tidak apa-apa sebab setiap manusia memiliki kelemahannya masing-masing, semua orang munafik". Makanya orang-orang yang kecanduan itu umumnya tidak mau dekat-dekat dengan orang yang rohani, orang yang mengajaknya untuk dekat dengan Tuhan sebab dia harus menciptakan alasan bahwa dia seperti ini tidak lebih buruk dari pada orang lain dan dia harus melabelkan semua orang itu munafik, yang menyebut nama-nama Tuhan itu munafik. Jadi kita semua adalah orang munafik, tapi setidak-tidaknya saya mengakui kalau saya adalah orang munafik, makanya saya tidak mau ke gereja, saya tidak mau berbicara tentang Tuhan dalam hidup saya dan sebagainya. Dengan cara itu, dia makin membolehkan dirinya, atau memberikan ijin kepada dirinya untuk terus mengkonsumsi pornografi.PG : Ada beberapa yang bisa saya sarankan, Pak Gunawan. Sudah tentu yang pertama adalah pencegahan dan itu adalah obat yang terbaik, sebab kalau kita sudah jatuh, terlibat di dalamnya maka sangt susah untuk bisa lepas.
Jadi jika belum terlibat maka jangan memulai, jangan berpikir-pikir, "Saya juga ingin menonton dan sebagainya", jangan berkata, "Saya pasti bisa mengendalikannya, tidak mengapa karena saya menonton hanya sekali-kali saja". Pada kenyataannya kita tidak berhenti, pada kenyataannya kita terus mengkonsumsinya. Jadi yang pertama, sedapatnya cegahlah dan jangan memulainya, sebab ini adalah langkah yang terbaik.PG : Memang ini godaan yang sangat besar yang bisa menyerang anak-anak kita dan meskipun saya harus akui kalau ini adalah godaan yang besar yang menyerang kita juga sebagai orang-orang dewasa. amun sebagai anak remaja, rasa keingintahuan itu lebih bisa mendorongnya lebih memotivasinya untuk mencari-cari bahan seperti ini, namun kita harus mengingatkan anak-anak remaja untuk jangan mengkonsumsinya, karena sekali kamu mengkonsumsinya maka kamu akan susah untuk melepaskannya, gambar-gambar itu akan selalu berada di benak kamu, sampai kapan pun kalau kamu ingin mengingatnya maka gambar-gambar seperti itu akan muncul.
Dengan kata lain, begitu kita mengkonsumsi pornografi maka pikiran kita tidak akan sama, sampai kapan pun pikiran kita tidak akan sama, sebab kita telah tercemar dan selama-lamanya tercemar, karena selama-lamanya kita akan bisa mengingat kembali gambar-gambar yang telah kita tonton itu.PG : Dan ini telah menjadi masalah yang besar, bukan saja menyerang anak-anak remaja, tapi juga menyerang orang-orang dewasa. Maka di koran kita membaca kisah-kisah yang menyedihkan dan yang trgis, "Anak SMP memerkosa anak SD" dan sebagainya.
"Anak berusia 14 tahun memerkosa adiknya" kenapa? Tidak bisa disangkal itu karena masuknya pornografi ke dalam kehidupan kita dengan begitu mudahnya.PG : Ini langkah yang paling susah, tapi langkah pertama yang diperlukan yaitu akuilah ini sebagai dosa dan akuilah dosa ini di hadapan Tuhan dan jangan kita merasionalisasikannya. Betapa mudahya kita mengatakan kalau ini bukan dosa supaya kita tetap bisa mengkonsumsinya, tidak seperti itu tapi kita harus mengatakan kalau ini dosa.
Perempuan diciptakan Tuhan bukan untuk ditonton oleh kita semuanya, hubungan seksual dianugerahkan Tuhan kepada manusia bukan untuk ditonton-tonton oleh orang lain. Jadi seharusnya orang yang mengerti tentang hidup, seharusnya tahu kalau ini adalah sebuah dosa di hadapan Tuhan dan tidak perlu orang harus rohani dulu kemudian mengerti kebenaran yang sangat sederhana ini. Jadi kita harus mengakuinya kalau ini adalah dosa dan ini bukanlah suatu seni dan sebagainya, dosa adalah dosa dan kita harus mengakui dan sudah tentu kita harus meminta pengampunan dari Tuhan.PG : Hal ini memang pernah diangkat di Amerika Serikat, Pak Gunawan dan pernah diwawancarai orang-orang yang memamerkan tubuhnya dan kebanyakan adalah wanita-wanita muda, dan mereka dengan mudanya berkata, "Tubuh ini adalah tubuh saya, saya bangga dan senang dengan tubuh saya, ini adalah hak saya untuk berbuat apa saja dengan tubuh saya, jadi saya merasa tidak ada salahnya kalau saya memamerkan tubuh saya, kalau orang mau melihat dan menikmatinya pula maka silakan".
Yang saya tidak bisa mengerti adalah mereka tidak memiliki sedikit pun nurani yang menegur mereka bahwa bukankah nanti gambarmu itu akan dimangsa serta mengkonsumsi pikiran orang yang nantinya akan bermasturbasi dengan menggunakan gambarnya. Tapi memang orang-orang ini tidak memunyai Tuhan dalam hidupnya, jadi mereka tidak merasa bermasalah juga.PG : Semua jenis kecanduan memang harus ditangani lewat pendampingan artinya harus ada mentor, harus ada orang-orang di mana kita itu harus melaporkan perkembangan kita kepada orang tersebut. Jdi kita harus membangun sebuah relasi pertanggungjawaban.
Secara berkala jadinya, kalau kita meminta seseorang menjadi mentor kita, maka kita datang kepadanya dan menceritakan pergumulan kita, minta dia mengawasi kita dan secara berkala kita mau datang kepadanya untuk melaporkan, "Minggu ini saya bebas, minggu ini saya jatuh lagi" tetap dia harus melaporkan dan melaporkannya. Jangan malu untuk mengakui hal itu dan bicarakanlah dengan jujur, sebab makin disembunyikan maka makin besar godaannya. Pada saat tergoda, segera hubungi mentor dan minta dukungan dan doanya. Tapi saya mengerti kalau hal ini tidak mudah sebab ada orang-orang yang tidak menghendaki adanya mentor, kalau ditanyakan mungkin dia akan menjawab mau, tapi itu hanya di mulut saja sebab waktu dia harus melaporkan secara berkala berarti dia akan tambah susah untuk melakukannya tetapi dia masih mau melakukannya, jadi yang dia lakukan adalah lebih baik dia tidak menghubungi mentornya. Kalau sungguh-sungguh kita mau bertobat, mau lepas maka kita akan bisa lepas. Jadi langkah pertama adalah akui di hadapan Tuhan, minta pengampunan-Nya, minta kuasa-Nya untuk membebaskan kita, kedua kita harus merendahkan diri datang kepada orang, bercerita kepadanya dan minta orang ini untuk menjadi pengawas kita, yang terus meminta pertanggungjawaban kita secara berkala.PG : Bisa dan memang selalu ada kemungkinan seseorang berbohong dan itu yang tidak bisa kita cegah. Namun setidak-tidaknya kalau kita terlibat dalam hubungan pertanggungjawaban, setidak-tidakny itu menjadi lampu kuning bagi kita.
Sewaktu kita ingin berbuat, kita ingin menonton lagi materi pornografi maka kita diingatkan lagi kalau kita harus melapor kepada mentor kita, nanti kita berbohong lagi. Mudah-mudahan hal itu menghalangi langkah kita.PG : Selalu mengajak orang itu untuk berdoa, untuk datang kepada Tuhan, untuk mengakui di hadapan Tuhan. Jadi kita mau agar orang yang kecanduan itu berhubungan langsung dengan Tuhan, mengakui osanya langsung kepada Tuhan.
Jadi jangan sampai fokusnya bergeser dari Tuhan kepada mentornya, mentor hanyalah fasilitator atau hanya penolong, si pecandu agar langsung datang kepada Tuhan. Kenapa ini harus menjadi usahanya si mentor? Karena yang kita mau adalah si pecandu ini akhirnya dikuasai oleh kesadaran bahwa Tuhan hadir dan dia bertanggung jawab langsung kepada Tuhan. Waktu dia berbuat itu, Tuhan melihat. Jadi kita mau agar dia sadar kalau dia bertanggung jawab langsung kepada Tuhan. Maka sebagai mentor kita hanya akan mengajaknya kepada Tuhan, "Mari kita berdoa, silakan kamu akui itu di hadapan Tuhan" kemudian kita bacakan firman Tuhan yang nanti memberikan kepada dia kepastian bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya.PG : Sudah tentu seperti yang Tuhan Yesus katakan, "Jika matamu membuat kamu berdosa, maka cungkillah. Kalau tanganmu berbuat dosa maka potonglah" itu adalah sebuah bahasa allegoris yang keras ang mau menyampaikan kepada kita bahwa Tuhan begitu serius dengan dosa.
Jadi lakukanlah apa yang bisa kita lakukan untuk memastikan agar kita tidak lagi jatuh ke dalam dosa dan kita harus berusaha hidup kudus di hadapan Tuhan. Jadi apa yang harus kita lakukan? Misalnya karena kita tahu kalau kita mendapatkan materi pornografi ini dari internet, maka kita harus membuang internet dan internet tidak ada lagi di rumah kita. Mungkin orang akan berkata, "Memang masih bisa mengaksesnya di luar rumah, banyak warnet dan sebagainya". Namun kenyataan, kita harus pergi ke luar rumah, ke warnet, hal itu sudah menjadi rintangan-rintangan sebab waktu ke warnet pun maka kita akan berpikir, "Apa nanti ada orang yang melihat atau tidak? Apa yang orang akan pikirkan?" Hal seperti itu yang akan menyulitkan kita untuk melakukannya. Jadi kita harus sadar dan rela membuat halangan-halangan seperti itu supaya kita lebih jauh dari dosa.PG : Sudah tentu kita harus dengan sadar mengatakan kalau ini adalah sampah dan kita harus membuang sampah ini, langsung "delete". Atau kalau perlu kita tukar handphone kita dan kita menggunaka handphone yang lain.
Jadi benar-benar kita harus menggunting dan memotong akses-akses kita kepada dosa seperti ini.PG : Betul. Jadi awal-awalnya dia akan gelisah, makanya diperlukan kehadiran seorang mentor yang bisa mengawasinya, memberikan dukungan, mendoakannya, mendampinginya, supaya dalam masa awal-awa itu dia mendapatkan kekuatan dan dia tidak sendirian sebab kalau dia sendirian maka dia akan tetap melakukan hal itu.
Atau kalau memang dia sudah menikah maka akui di hadapan istrinya, minta kepada istrinya untuk menolongnya dan sebagai tekad maka dia harus membuangnya. Kalau perlu tidak ada komputer juga tidak apa-apa. Atau hanya ada satu komputer untuk dia dan istrinya sehingga istrinya juga bisa mengakses di komputer yang sama. Dengan cara seperti itu maka dia bisa lebih jauh dari dosa.PG : Saya sangat setuju. Jadi dia bisa mengisi hidupnya dengan aktifitas-aktifitas yang baik dan sudah tentu satu hal yang dia tidak boleh lupakan adalah membaca firman Tuhan. Dia harus membacafirman Tuhan, sebab firman Tuhan sama seperti detergen atau sabun, maka firman Tuhan akan membersihkan pikiran kita kendati harus lewati proses yang sangat panjang, namun kita harus yakin kalau kita akan menang dan akan menang.
Ingatlah firman Tuhan di Filipi 4:13 berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku" jadi kita harus selalu melawan godaan ini dan berkeyakinan kalau Tuhan bisa menolong dan akan menolong kita.PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
PG : Kita juga bisa membaca buku-buku rohani atau buku-buku yang bermutu, kita harus mengembangkan hobi yang beragam dan yang sehat. Jadi benar-benar kita harus mencabangkan hidup kita, sebab aa kecenderungan orang yang kecanduan pornografi memang tidak punya hobi lain dan hanya itu hobinya.
Jadinya kita harus melebarkan atau meluaskan aktifitas atau hobi-hobi kita. Firman Tuhan mengajarkan di Filipi 4:8, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu." Jadi apa pun yang baik yang patut dipuji yang memuliakan Tuhan, yang bisa kita lakukan maka kita lakukan. Dengan kita lebih banyak terlibat dalam hal-hal yang lain itu maka kita akan makin jauh dari dosa pornografi.PG : Betul sekali, Pak Gunawan.
PG : Jadi semuanya yang memberikan kepada kita akses pornografi, itu yang harus kita buang dan kita harus katakan kalau kita tidak mau lagi berdekatan dengan hal-hal ini, sebab selama hal ini msih di rumah kita, berarti kita belum sepenuh hati untuk memutuskan hubungan dengan dosa.
PG : Ya betul. Jadi benar-benar dibuang, bukan untuk diserahkan kepada orang lain.
PG : Betul.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Kecanduan Pornografi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
99. Hidup yang Dikuasai Nafsu (I) | |
Penghambat terbesar pertumbuhan rohani adalah pergumulan rohani. Salah satu pergumulan rohani terberat adalah pergumulan melawan nafsu—kehausan jasmaniah yang menuntut pemuasan. Untuk dapat menguasai nafsu, kita mesti memahami keempat prinsip yang memutar roda nafsu di dalam hidup kita. Setidaknya ada empat prinsip yang menjalankan roda nafsu yaitu Prinsip Sekarang, Prinsip Kenikmatan, Prinsip Aku dan Prinsip Tidak Perlu Iman.
Penghambat terbesar pertumbuhan rohani adalah pergumulan rohani. Makin besar pergumulan rohani, makin kecil pertumbuhan rohani. Salah satu pergumulan rohani terberat adalah pergumulan melawan nafsu—kehausan jasmaniah yang menuntut pemuasan. Nafsu tidak selalu berbentuk kecanduan; nafsu juga bisa berbentuk kesukaran menahan diri membeli barang atau mengeluarkan perkataan, melakukan tindakan tertentu atau menguasai emosi.
Di dalam Firman Tuhan, nafsu diidentikkan dengan segalanya yang berasal dari daging. Sebagaimana kita ketahui, Tuhan meminta kita untuk hidup di dalam Roh dan tidak menuruti keinginan daging. Untuk dapat menguasai nafsu, kita mesti memahami keempat prinsip yang memutar roda nafsu di dalam hidup kita. Setidaknya ada empat prinsip yang menjalankan roda nafsu.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang"Hidup yang Dikuasai Nafsu". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Pak Gunawan, kita tahu bahwa Tuhan menyelamatkan kita bukan saja supaya kita menerima keselamatan, menerima pengampunan dosa dan akhirnya menikmati kehidupan kekal di surge bersama-Nya kelk, tapi Tuhan juga memunyai sebuah proyek yaitu ingin mendewasakan kita supaya makin hari, kita semakin serupa dengan Dia.
Dan proses inilah yang disebut pertumbuhan rohani, jadi sama seperti seorang anak yang sehat seharusnya bertumbuh sehingga menjadi dewasa, demikian pula seorang anak atau bayi Kristen pada akhirnya harus bertumbuh menjadi seorang dewasa Kristen. Kita tahu bahwa pertumbuhan rohani ini seringkali terhambat oleh pergumulan rohani, Pak Gunawan. Dengan kata lain, makin banyak pergumulan rohani maka makin terhambat pertumbuhan rohani. Itu sebabnya sekarang kita mau fokus pada pergumulan rohani itu sendiri supaya pada akhirnya kita bisa dengan lebih bebas bertumbuh di dalam Tuhan. Dalam pembahasan kali ini kita akan memusatkan perhatian kita pada masalah menahan atau mengendalikan nafsu, sebab ini adalah salah satu hal yang menjadi pergumulan rohani kebanyakan kita orang-orang Kristen.PG : Maksud saya adalah kita harus melawan kecenderungan kita untuk berbuat dosa sebab kita tahu itu bukanlah hal yang dikehendaki Tuhan. Paulus di dalam kitab Roma pasal 6, 7, 8 meringkaskan prgumulan rohaninya sebagai orang Kristen, bagaimana dia sebagai anak Tuhan dan sebagai hamba Tuhan tetap harus bergumul dengan sesuatu di dalam hidupnya dan memang Paulus tidak mengungkapkan dengan jelas apa yang menjadi pergumulannya, tapi kita bisa melihat bahwa ini adalah sebuah pergumulan yang berat di dalam hidupnya dan sampai-sampai dia berkata,"Apa yang ingin dilakukannya, tidak dilakukan justru apa yang tidak boleh dilakukan, itulah yang dilakukannya" maka dengan pikirannya dia melayani Kristus, tapi dengan tubuh atau dagingnya dia melayani nafsu.
Jadi itu adalah pergumulan rohani yang dialami oleh Paulus dan ini juga pergumulan yang dialami oleh kita semua anak-anak Tuhan.PG : Ada beberapa hal yang nanti akan kita fokuskan namun dalam kesempatan kali ini kita akan fokuskan dua dulu. Jadi yang pertama adalah kita harus mengerti prinsip atau apa yang sebetulnya meutar roda nafsu.
Ada dua yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini, yang pertama adalah kita harus memahami bahwa nafsu diputar oleh prinsip sekarang, jadi kalau kita menginginkan sesuatu maka kita harus mendapatkannya sekarang pula, nafsu senantiasa menuntut pemuasan dan kita tidak bisa atau sukar sekali untuk menunda nafsu karena nafsu berteriak-teriak meminta untuk dipuaskan segera. Penundaan atau kita dengan sengaja menunda, seringkali menambah intensitas atau kobaran nafsu sehingga menciptakan rasa frustrasi dalam diri kita dan seolah-olah barulah kita merasakan damai, tenang kembali kalau kita bisa mendapatkan kepuasan. Saya kira para pecandu baik itu pecandu minuman keras, pecandu obat-obat terlarang, pecandu judi, pecandu seks atau yang lainnya, pasti memahami prinsip ini yaitu begitu keinginan untuk meminum minuman keras muncul susah dibendung, begitu keinginan memakai narkoba muncul susah dibendung, begitu keinginan berjudi muncul susah dibendung, begitu keinginan untuk berhubungan seksual, kita susah sekali untuk membendungnya. Jadi akhirnya pikiran kita terus tersita pada hal-hal yang kita inginkan itu, sehingga tidak lagi kita bisa hidup atau berfungsi dengan baik.PG : Biasanya Pak Gunawan, kita itu memulai dengan hal-hal yang kecil dan hal-hal yang lebih sederhana. Jadi misalnya sebagai contoh peminum, dia tidak akan mulai dengan meminum satu botol vodk atau whisky, tapi dia akan mulai meminum atau menenggak bir yang lebih ringan.
Lama kelamaan tidak cukup satu gelas, mesti satu botol dan lama kelamaan tidak cukup satu botol tapi dua botol dan terus semakin bertambah. Atau sama dengan narkoba, pada umumnya orang mulai memakai dengan jenis-jenis yang lebih ringan misalnya memakai pil ekstasi atau merokok ganja dan sebagainya, akhirnya meningkat dan meningkat sampai di suatu titik dia benar-benar tidak lagi bisa menguasai dirinya sewaktu keinginannya itu timbul, sebab sewaktu keinginan itu timbul yang terpikir hanyalah satu, yakni bagaimana memuaskannya dengan segera.PG : Betul. Jadi memang dalam kasus-kasus misalnya kecanduan obat atau narkoba atau alkohol, itu seringkali akhirnya memengaruhi fungsi tubuh kita secara jasmaniah sehingga waktu kita tidak menapatkan obat atau substansi tersebut tubuh kita bereaksi.
Namun misalkan hal-hal lain seperti berjudi, maka sudah tentu tubuh kita tidak bereaksi seperti tubuh kita membutuhkan alkohol atau narkoba namun sama frustrasinya karena langsung yang diserang adalah pemikiran kita, sehingga kita tidak bisa memikirkan hal-hal yang lain dan kita hanya memikirkan bagaimana mendapatkan apa yang kita inginkan ini. Misalkan dalam konteks berjudi, kita hanya memikirkan bagaimana bisa berjudi dan kenapa saya sekarang belum bisa dan bagaimana saya bisa melakukannya sekarang juga. Itulah yang biasanya dialami oleh orang-orang yang tercandu oleh hal-hal seperti itu.PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi sesungguhnya sekarang kita bisa melihat bahwa prinsip sekarang yang telah kita bahas sebetulnya bisa menjadi obat penawar, oleh karena harus sekarang maka bla dapat ditahan maka keinginan itu akan surut dengan sendirinya.
Sudah tentu saya tadi sudah menyinggung, kecanduan kepada narkoba akan memakan waktu lebih panjang oleh karena pada akhirnya tubuh membutuhkan elemen yang terdapat pada narkoba itu, dan sewaktu tidak mendapatkannya maka tubuh akan memberi reaksi yang keras atau reaksi yang nyata, namun di luar obat atau alkohol sesungguhnya nafsu tidak berlangsung lama karena sekali lagi nafsu diputar oleh roda prinsip sekarang. Waktu sekarang tidak mendapatkannya menimbulkan frustrasi namun kalau dapat ditahan, maka dengan sendirinya akan surut. Dengan kata lain, penundaan sementara adalah obat penawarnya. Kalau dapat dilawan, sekarang ini juga dan tidak diberikan maka dalam waktu misalkan tidak beberapa lama maka nafsu itu akan surut dengan sendirinya.PG : Maka kita perhatikan, Pak Gunawan, sekali kita masuk dalam jeratan nafsu seperti ini maka kita seperti lalat yang tertangkap di jaringan sarang laba-laba dan benar-benar kita akan terperankap di dalam jerat.
Jadi kata jerat adalah kata yang tepat karena hal-hal tersebut memang memunyai jaringannya dan begitu kita masuk maka kita akan masuk ke dalam perangkapnya sehingga akan ada hal-hal yang nanti muncul yang membuat kita itu dapat dan dengan mudah memeroleh hal yang kita inginkan itu. Dan sudah tentu kita tahu bahwa pemuasan sekarang hanyalah akan memperdalam masalah. Misalkan saja judi, kita tidak punya uang dan dengan senang hati akan ada bandar yang berkata,"Kami pinjamkan uang" sudah tentu pinjaman itu bunganya besar. Namun seorang penjudi karena berprinsip,"sekarang ini harus berjudi" maka dia tidak bisa memikirkan dampaknya, yang penting sekarang dulu saya berjudi dan dalam waktu sekejap muncullah sebuah pemikiran dalam benaknya bahwa,"kalau saya menang maka saya dapat membayar semuanya dan hutang-hutang saya akan segera lunas" hal itu yang biasanya terbersit dalam pikiran si penjudi tersebut dan problemnya yang pertama adalah kemungkinan untuk dia menang sangat kecil dan yang kedua kalau pun dia menang, kemungkinan dia menang untuk sebesar itu juga sangat kecil dan ketiga kalaupun dia menang sebesar itu dan bisa membayar semua hutangnya dengan lunas, maka itu akan menjadi pendorong yang lebih kuat lagi dalam dirinya untuk besok berjudi lagi.PG : Tentu yang pertama kita harus mengakui kalau hal ini salah dan ini adalah problem-problem yang tidak mudah sembuh atau pulih sebab pada dasarnya kita sulit untuk berkata bahwa,"Ini salah dn ini berdosa" dan kita akan terus membenarkan diri atau merasionalisasi,"Tidak apa-apa ini bukan kesalahan, ini bisa nanti, diampuni Tuhan, ini bisa menolong keluarga, semua orang punya masalahnya dan saya juga punya masalah" jadi kita itu cenderung membenarkan diri kita.
Jadi kalau kita mau membereskannya maka langkah pertama kita harus berkata,"Memang ini salah dan saya harus berubah dan saya memunyai masalah, saya bukan hanya memunyai hobbi tapi saya memunyai masalah dan masalah ini sangat berat dan memengaruhi hidup saya dan hidup orang-orang di sekitar saya."PG : Betul, Pak Gunawan. Jadi kita itu perlu disadarkan oleh orang yang dekat dengan kita, oleh firman Tuhan. Lewat semua itulah kita akhirnya disadarkan bahwa kita ini salah. Hal yang kedua yag harus kita lakukan adalah selain mengakui bahwa kita ini salah, yang kedua adalah kita harus memikirkan apa yang benar.
Saya akan memberikan satu langkah yang sederhana untuk memulai yang benar yaitu menjalankan hidup yang berdisiplin. Kalau kita mau membereskan masalah ini maka kita harus mengubah gaya hidup kita secara keseluruhan dan kita harus memulai mengembangkan gaya hidup berdisiplin, sebab pada umumnya hidup yang dikuasai nafsu adalah hidup yang tidak berdisiplin. Mungkin kita tidak bisa mengatur waktu, mungkin kita sulit tidur pada waktu yang konsisten, hari ini tidur jam 9 malam dan besok jam 2 pagi, besok jam 11 malam, besok jam 7 sore jadi semaunya, kalau maunya tidur dia langsung tidur dan tidak ada kekonsistenan. Mungkin juga kita tidak bisa membatasi makan, kalau mau makan maka kita makan sebanyak-banyaknya, kalau tidak mau makan maka tidak mau makan seenak-enaknya. Hidup tidak berdisiplin itulah yang harus kita ubah menjadi sebuah hidup yang berdisiplin sebab hidup tidak berdisiplin adalah tanah subur bertumbuhnya hidup yang dikuasai nafsu, oleh karena hidup tidak berdisiplin berakar pada prinsip sekarang. Jadi kita harus keluarkan prinsip sekarang ini yaitu dengan cara mengubah gaya hidup kita menjadi gaya hidup yang berdisiplin.PG : Saya setuju, Pak Gunawan, jadi kalau kita hidup dengan orang-orang yang memang menyayangi kita, maka sudah tentu mereka tidak akan tinggal diam melihat kita hidup tambah hari tambah tidak erdisiplin, mereka pasti akan memberitahukan kita supaya kita akhirnya disadarkan.
Satu hal lagi yang ingin saya sampaikan adalah mulailah hidup berdisiplin dalam satu hal yang sederhana dulu, kadang kita belum apa-apa sudah merasa tidak mungkin, mana mungkin saya bisa hidup seperti itu, tapi mulailah dengan satu hal dulu, bahkan mulailah dengan hal-hal yang sangat sederhana, misalnya mulailah tidur dalam waktu yang konsisten, makanlah sedapatnya pada jam yang sama. Waktu kita mulai kehidupan berdisiplin maka lama kelamaan kehidupan berdisiplin itu akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di dalam kehidupan kita, misalnya kita mulai berdisiplin menepati janji, dulu kita janji jam 9 tapi kita datang jam 10. Sekarang kita mulai memaksa diri untuk lebih tepat waktu dan akhirnya setelah mulai tepat waktu, kita tiba-tiba mulai menyadari bahwa kita mulai lebih berdisiplin dalam menyelesaikan tugas-tugas kita baik tugas belajar maupun tugas pekerjaan. Dulu kita menunda semau-maunya, tapi sekarang timbul keinginan mau membenahi diri di dalam tugas-tugas belajar atau tugas-tugas pekerjaan kita. Dengan kata lain, kehidupan berdisiplin akan menyebar, tapi sama dengan itu kita juga harus menyadari bahwa kehidupan tidak berdisiplin juga akan menyebar, ketika mulai tidak disiplin dalam satu hal maka nanti akan menyebar pada hal-hal lain dimana kita mulai tidak berdisiplin.PG : Kita tadi sudah membicarakan hidup yang dikuasai oleh nafsu dan bagaimana kita bisa mulai memegang kendali atas hidup kita. Yang kedua adalah kita harus memahami roda atau prinsip yang memtar nafsu yaitu prinsip kenikmatan.
Jadi selain prinsip sekarang, yang kedua adalah prinsip kenikmatan. Nafsu itu selalu mencari kenikmatan dan selalu menjauh dari kesusahan atau penderitaan. Jadi hidup yang dikuasai nafsu adalah hidup yang mengejar kenikmatan. Itu sebabnya pada umumnya orang yang dikuasai nafsu sulit menghadapi tekanan dalam hidup dan dia senantiasa mencari jalan pintas atau berusaha menghindar dari kesukaran hidup. Jadi dengan kata lain, segala cara akan dia halalkan supaya bisa lepas dari kesusahan hidup.PG : Ini pengamatan yang baik, Pak Gunawan. Jadi memang dengan bertambah mapannya, atau bertambah baiknya kesejahteraan hidup manusia maka semakin tidak terlatihlah kita ini menghadapi tekanan tau kesusahan hidup, dan itu adalah faktanya.
Kita bisa mengakui bahwa generasi tua yang harus hidup di dalam kesusahan pada tahun 1940, 1950 atau bahkan tahun 60an, dan pada umumnya hidup mereka memang susah. Orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang lebih tangguh dalam menghadapi kesusahan, mereka tidak cepat-cepat lari atau menggunakan hal-hal lain supaya dapat menggunakan kenikmatan dan lari dari kesusahan. Tapi generasi yang sekarang karena memang hidup jauh lebih mapan atau baik, kita-kita ini tidak terbiasa menghadapi kesusahan hidup sehingga waktu kesusahan muncul, umumnya kita lebih mudah bingung bagaimana menghadapinya.PG : Sudah tentu tidak ada orang yang menyenangi penderitaan dan kita hanya akan menyambut derita, bila kita tahu dengan jelas bahwa derita akan menghasilkan sesuatu yang baik. Misalkan seorangatlet bersedia menyambut derita guna mempersiapkan dirinya untuk pertandingan oleh karena dia sadar bahwa inilah jalan menuju kemenangan.
Jadi tanpa tujuan yang jelas biasanya kita tidak bersedia menyambut derita. Orang yang hidup dikuasai oleh nafsu umumnya mengalami kesukaran melihat tujuan yang jelas dibalik penderitaan dan dia hanya dapat melihat apa yang ada di depan matanya. Itu sebabnya sewaktu derita datang, dia mengeluarkan segala usaha untuk keluar dari derita, dengan kata lain yang hidup baginya harus berisikan kenikmatan. Jadi kesimpulannya kalau kita ingin hidup tidak dikuasai nafsu, maka kita harus mengembangkan gaya hidup yang tahan derita, maksudnya biasakan atau disiplinkan diri untuk tidak cepat-cepat keluar dari ketidaknyamanan, biasakan atau disiplinkan diri untuk bertahan dalam derita dan kita harus mengarahkan pandangan jauh ke muka atau ke belakang dari sesuatu yang sedang kita hadapi sehingga kita dapat melihat apa yang sesungguhnya terkandung di balik derita. Dengan adanya perspektif itu maka kita akan lebih tangguh menghadapi derita.PG : Betul sekali dan ini yang mesti dilatih untuk bisa ditahan, dan ini memang kembali kepada pola asuh orang tua karena sekarang ini cukup banyak anak-anak yang diasuh oleh perawat dan bukan leh orang tua karena kedua orang tua begitu sibuk.
Sudah tentu sejak kecil si anak tidak lebih mudah mendapatkan apa yang diinginkannya, karena hanya tinggal memerintah maka dia mendapatkan apa yang diinginkannya. Kalau orang tua berfungsi dengan lebih penuh dalam rumah tangga maka orang tua misalnya bisa melarang anak dan tidak mengizinkan anak mendapatkan apa yang diinginkannya dan sebagainya, tapi kalau perawat tidak bisa melakukan hal tersebut. Jadi dengan kata lain memang akan lebih banyak anak-anak yang bertumbuh besar tidak tahan menanggung derita, sewaktu keinginannya tidak diperoleh si anak marah, dia tidak mau tidur, dia tidak mau makan dan sebagainya, hanya supaya dia mendapatkan apa yang diinginkannya. Itu sebabnya sekarang kita sudah mengerti inilah yang terjadi. Maka ada baiknya kita sebagai orang tua mulai anak-anak kecil memberikan disiplin sehingga anak-anak tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkan, sehingga dari kecil anak-anak belajar menoleransi frustrasi karena harus menahan keinginannya.PG : Tepat sekali. Jadi sesuatu yang kita butuhkan karena memberi kenikmatan pada umumnya akan bertambah kebutuhannya sebab apa yang tadinya cukup untuk memuaskan diri kita, sekarang tidak lagicukup dan kita harus mendapatkannya lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi.
Misalnya tentang nafsu berbelanja, ada orang yang tidak bisa menahan diri, Pak Gunawan, jadi beli barang dan beli barang meskipun barang itu tidak dipakai atau dipakai beberapa kali dan setelah itu tidak lagi. Kenapa? Sebab bagi orang-orang ini benar-benar kenikmatannya diperoleh bukan sewaktu dia memakai barang-barang itu, tapi waktu dia berpikir dia mau dan dia bisa mendapatkannya, hal itu yang benar-benar menjadi daya tarik terbesarnya. Dengan kata lain, dalam kasus seperti itu dia harus belajar untuk berkata setop dan tidak! Karena begitu dia mengikuti maka itu akan terus bertambah dan bertambah.PG : Tepat sekali. Jadi kita harus sadar bahwa diperlukan disiplin yang kuat untuk bisa mengontrol dua prinsip ini yaitu prinsip sekarang dan prinsip kenikmatan. Tanpa disiplin tidak bisa melakkan dan saya anjurkan kita harus memulainya dari hal-hal kecil dalam hidup kita.
Disiplinlah dalam hal-hal kecil itu sebab nanti kita akan mulai bisa mendisiplinkan diri dalam hal-hal yang lain-lainnya.PG : Betul sekali, Pak Gunawan, sebab pada akhirnya kadang-kadang kita harus mengakui bahwa apa pun yang kita sudah canangkan, kita gagal untuk melaksanakan dan kita sangat-sangat membutuhkan kkuatan Tuhan.
PG : Tuhan menginginkan kita dari awalnya sudah menetapkan arah hidup. Jadi jangan dari awalnya kita itu tidak mantap, mau melakukan semuanya dua-duanya yang benar dan yang salah, tidak sepertiitu.
Tapi dari awal kita harus mencanangkan hidup yang benar dan hidup yang benar adalah di Galatia 5:16,"Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging" jadi akhirnya kita harus simpulkan dari awal jangan biasakan menuruti keinginan daging atau keinginan nafsu, tapi dari awal coba disiplin dan hiduplah oleh keinginan Roh, apa yang Roh Tuhan inginkan itu yang kita dahulukan. Dari awal kalau kita bisa mulai melakukan ini maka kita nantinya akan dapat hidup dalam roh dan tidak menuruti keinginan daging.PG : Betul, jadi bukan kita yang memang memberikan ijin tapi Roh Tuhan, dan apakah memberikan ijin. Kalau Roh Tuhan berkata"jangan" maka kita harus tunduk dan kita tidak melakukan.
GS : Kita baru membicarakan dua prinsip yang bisa menggerakkan nafsu seseorang sehingga bisa jatuh ke dalam dosa. Tentunya masih ada dua prinsip lain yang seperti Pak Paul katakan yang akan kita bahas pada kesempatan yang akan datang. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Hidup yang Dikuasai Nafsu" bagian yang pertama dan kami berharap Anda semua bisa mengikuti kelanjutan perbincangan ini pada kesempatan yang akan datang. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
100. Hidup yang Dikuasai Nafsu (II) | |
Penghambat terbesar pertumbuhan rohani adalah pergumulan rohani. Salah satu pergumulan rohani terberat adalah pergumulan melawan nafsu—kehausan jasmaniah yang menuntut pemuasan. Untuk dapat menguasai nafsu, kita mesti memahami keempat prinsip yang memutar roda nafsu di dalam hidup kita. Setidaknya ada empat prinsip yang menjalankan roda nafsu yaitu Prinsip Sekarang, Prinsip Kenikmatan, Prinsip Aku dan Prinsip Tidak Perlu Iman.
Penghambat terbesar pertumbuhan rohani adalah pergumulan rohani. Makin besar pergumulan rohani, makin kecil pertumbuhan rohani. Salah satu pergumulan rohani terberat adalah pergumulan melawan nafsu—kehausan jasmaniah yang menuntut pemuasan. Nafsu tidak selalu berbentuk kecanduan; nafsu juga bisa berbentuk kesukaran menahan diri membeli barang atau mengeluarkan perkataan, melakukan tindakan tertentu atau menguasai emosi.
Di dalam Firman Tuhan, nafsu diidentikkan dengan segalanya yang berasal dari daging. Sebagaimana kita ketahui, Tuhan meminta kita untuk hidup di dalam Roh dan tidak menuruti keinginan daging. Untuk dapat menguasai nafsu, kita mesti memahami keempat prinsip yang memutar roda nafsu di dalam hidup kita. Setidaknya ada empat prinsip yang menjalankan roda nafsu.
"Hidup yang Dikuasai Nafsu" ( II ) oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami yang terdahulu yaitu tentang"Hidup yang Dikuasai Nafsu". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Kita telah membahas, Pak Gunawan, pada kesempatan yang lalu bahwa Tuhan menyelamatkan kita bukan supaya kita bisa menempati surga dan kemudian hidup seenaknya, tidak seperti itu. Tapi Tuha menyelamatkan kita dan memberikan kehidupan yang kekal namun Dia mengharapkan kita bertumbuh, kita dari bayi Kristen menjadi orang dewasa Kristen dan setiap hari kita harus berubah dan tidak sama.
Pertumbuhan rohani masalahnya seringkali terhambat dan tidak lancar dan pada umumnya yang membuat pertumbuhan rohani terhambat adalah pergumulan rohani. Apa yang saya maksud dengan pergumulan rohani? Yaitu pergumulan rohani melawan nafsu atau melawan dosa, melawan kecenderungan kita untuk berbuat hal-hal yang tidak menyenangkan Tuhan. Salah satu yang sentral di dalam pergumulan ini adalah nafsu atau hasrat dan kita sudah bahas bahwa nafsu ini sebetulnya adalah bagian dari hidup kita atau diri kita sebagai manusia, namun kalau tidak dikendalikan maka nafsu itu akan menguasai kita dan ini yang tidak boleh terjadi sebab hidup yang dikuasai nafsu dapat dipastikan menjadi hidup yang tidak akan bertumbuh di dalam Tuhan. Kita telah membahas bahwa nafsu sebenarnya diputar oleh empat roda prinsip. Dan dua yang pertama yang telah kita bahas yaitu prinsip sekarang, apa yang saya inginkan harus saya peroleh sekarang dan yang kedua adalah roda prinsip kenikmatan saya tidak mau hidup susah, saya tidak mau hidup menderita, saya hanya mau hidup senang maka kita menjauhkan diri dari segala derita, tidak bisa menahan diri terhadap pencobaan dan kita hanya menyerah dan menyerah guna mendapatkan kenikmatan seketika. Itu adalah dua roda yang telah kita bahas dan pada kesempatan ini kita akan membahas dua roda prinsip yang lainnya.PG : Jadi setiap hari kita harus memohon kepada Tuhan memberikan kepada kita kekuatan agar kita hidup sesuai dengan kehendak-Nya, namun setelah berdoa dan meminta agar Tuhan memberi kekuatan keada kita maka kita juga harus menetapkan hati, hidup sesuai dengan keinginan Roh Kudus Tuhan dan bukan sesuai dengan keinginan kita.
Jadi apa pun yang ingin kita lakukan, kita harus selalu meneropong dengan kacamata Roh Kudus, apakah memang ini kehendak-Nya, kalau bukan maka kita justru harus menghindar darinya. Jadi dengan kata lain kehidupan rohani yang bertumbuh menuntut adanya sebuah tekad atau ketetapan hati bahwa kita tidak mau menuruti keinginan daging dan kita justru mau hidup oleh Roh.PG : Yang ketiga adalah prinsip aku, semuanya itu berputar atau berkisar pada diri sendiri dan orang yang hidupnya dikuasai nafsu pada akhirnya memang tidak bisa memikirkan yang lain-lainnya, pkoknya yang terpenting adalah dirinya sendiri.
Tadi kita sudah membahas bahwa dia akan mau mendapatkan apa yang diinginkannya sekarang juga, itu berarti sekarang juga untuk saya. Dan kita pun juga sudah membahas bahwa berlaku juga prinsip kenikmatan, kalau ada perkara yang susah kita tidak mau hadapi, hanya mau yang mudah-mudah dan menyenangkan. Jadi sekali lagi siapa yang ditinggikan, yang ditinggikan adalah aku, singkat kata orang yang hidup dikuasai nafsu tidak dapat mendahulukan orang lain apabila itu berkenaan dengan kepentingan diri sendiri. Apa pun akan disingkirkan atau diterjangnya supaya aku mendapatkan apa yang aku inginkan.PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi pada akhirnya orang-orang seperti ini makin hari hidupnya makin dikuasai oleh egonya, makin egois, makin besar egonya dan makin hari makin mengecilkan kepeningan orang lain sehingga pada akhirnya orang yang hidupnya dikuasai nafsu cenderung memakai atau memanfaatkan orang demi kepentingan atau keuntungan pribadinya.
PG : Biasanya ada unsur saling menguntungkan, Pak Gunawan, bisa jadi orang yang dekat dengan dia juga perlu sesuatu darinya dan dia akan berikan, tapi dia akan berikan dengan tuntutan imbalan yng lebih besar.
Makanya dalam pernikahan kita melihat ada kasus-kasus seperti ini, Pak Gunawan, misalkan si suami memunyai masalah dengan kecanduan yaitu dia memakai narkoba tapi dia memang bisa memberikan sesuatu kepada istrinya yang sangat dibutuhkan oleh si istri yaitu perlindungan. Sehingga si istri merasa dengan adanya seorang suami di rumah maka dia merasa terlindungi. Sebetulnya efek dari dilindungi dan efek dari pemakaian obat memang tidak bisa dibandingkan, jauh lebih berbahaya dan besar efek dari pemakaian narkoba itu, namun karena si istri butuh dilindungi dan si suami bisa memberikan perlindungan maka dua-dua tetap tinggal bersama, saling menguntungkan dan si suami yang memiliki masalah dengan kecanduan narkoba bisa tetap mendapatkan yang diinginkannya karena dia bisa membuat si istri untuk terus melakukan apa yang diinginkannya pula.PG : Seringkali dia akan melihat orang sebagai benda atau objek untuk kepentingannya supaya apa yang diinginkannya dapat diperolehnya, maka dia tidak akan segan-segan untuk datang ke orang-oran mendapatkan atau meminta sesuatu, atau dia akan berusaha memanipulasi orang supaya orang juga memberikan apa yang diinginkannya juga.
Jadi pada akhirnya Pak Gunawan, orang-orang ini tidak bisa membangun sebuah relasi yang tulus dan yang mendalam dengan orang lain, selalu dapat kita pastikan orang-orang yang dikuasai oleh nafsu memunyai kebohongan dan kita tidak bisa 100 persen percaya kepada perkataannya sebab biasanya ada saja hal-hal yang disembunyikannya yang tidak bisa dikatakannya secara terus terang, karena dia tidak mungkin terus terang, karena dia tahu kalau dia terus terang maka orang tidak akan mau dekat dengan dia dan dia tidak mau lagi memberikan yang dia inginkan itu. Jadi dia akan mengarang-ngarang cerita. Misalkan dia mau membeli obat atau narkoba, maka dia akan mengarang-ngarang cerita mengenai misalnya saudaranya yang sakit dan sebagainya, dan dia akan mengarang cerita mengenai si A dan si B yang berbeda-beda, dan misalkan si A dan si B saling bertemu dan saling mencocokkan informasi, mereka menjadi bingung karena informasinya berlainan dari satu mulut yang sama. Jadi kita melihat akhirnya orang seperti ini menghancurkan relasi dengan orang lain.PG : Betul. Misalnya dia akan berusaha untuk memelas untuk memberikan kesan kalau dia salah atau bertobat dan dia mau berusaha berubah dan sebagainya, guna mendapat kepercayaan orang lagi. Kala misalnya akhirnya orang tidak lagi percaya dengan dia dan tidak mau lagi menolong dia, maka dia akan berusaha untuk mencari mangsa yang lain.
Jadi selalu dia akan mencari manusia yang dapat dimanfaatkannya.PG : Dia akan mencoba berusaha untuk melarikan diri sebab dia tidak bisa lagi untuk menahan penderitaan dan akhirnya karena dia memakai orang, dia memanipulasi orang, mengorbankan orang maka akirnya orang tidak ingin lagi dekat dengan dia dan dia semakin kesepian.
Jadi orang-orang seperti ini yang dikuasai nafsu pada dasarnya adalah orang yang kesepian karena tidak ada sahabat di dalam hidupnya. Masalahnya adalah semakin kesepian maka semakin dia tenggelam di dalam masalah yang melilitnya itu dan dia semakin berpusat kepada prinsip yang sekarang dan mau mendapatkannya sekarang juga, makin terlilit prinsip kenikmatan dan tidak bisa menahan derita, pokoknya mau hidup senang dan mendapatkan apa yang diinginkannya dan semakin mementingkan diri sendiri karena dia akhirnya semakin terputus dari orang-orang lain. Dan tadi saya sudah singgung tentang kebohongan, makin dia kesepian dan sendirian karena tidak ada yang mau dekat dengan dia lagi maka semakin mudah dia berbohong dan menceritakan ini dan itu supaya dia mendapatkan yang diinginkannya.PG : Jadi kalau kita memunyai seseorang di dalam lingkungan kita yang seperti itu, misalkan orang yang kita kenal atau saudara kita atau pasangan kita maka kita harus bekerjasama dengan orang-oang yang dekat dengan dia, karena dia itu akan memanipulasi kanan dan kiri, akan menebar berita kanan dan kiri yang tidak benar, maka harus ada kerjasama.
Kecenderungannya adalah justru untuk membelah-belah orang jangan sampai ada kontak atau komunikasi antara satu dengan yang lain, karena dia takut kalau nanti yang lain mulai cerita atau berbicara maka nanti akan ketahuan kalau dia berbohong. Justru kita harus bersatu padu dan benar-benar tidak ada ketakutan untuk melukai dia dan tidak, dan hal itu harus diceritakan semua. Jadi tahu duduk masalahnya sehingga dia tidak bisa berkutik dan tidak bisa membohongi kanan dan kiri sehingga akhirnya kebutuhannya harus dihadapi entah dia harus menderita dan sebagainya tetapi tetap dia harus menghadapinya. Jadi dengan kata lain, kita harus memaksa dia menghadapi derita supaya lama-lama dia belajar di dalam penderitaan dan tidak cepat-cepat lari.PG : Betul.
PG : Prinsip yang keempat adalah prinsip tidak perlu beriman. Kendati orang yang hidup dikuasai oleh nafsu menamakan diri orang yang beragama namun belum tentu dia adalah orang yang beriman. Beiman itu berarti menyerahkan hidup kepada Tuhan, menyerahkan kehendak, menyerahkan kepentingan seluruhnya untuk Tuhan.
Prinsip sekarang harus dipuaskan, prinsip kenikmatan yang penting yang nikmat harus kita dapatkan, dan prinsip aku pokoknya aku yang dipuaskan adalah prinsip-prinsip yang berlawanan dengan prinsip beriman. Itu sebabnya hampir dapat dipastikan bahwa orang yang hidupnya dikuasai nafsu pada dasarnya bukanlah orang beriman.PG : Betul sekali. Di Alkitab misalkan Tuhan berkata dengan sangat keras kepada orang-orang di Israel bahwa dengan bibirmu, engkau memuji-muji Aku, menyembah-nyembah Aku. Jadi Tuhan menegur merka yang hanya memberikan penampakan mengenai orang yang hidupnya rohani, tapi padahal di dalamnya tidak.
Jadi orang yang dikuasai nafsu mustahil bisa menjadi orang beriman, karena tadi yang saya sudah singgung yaitu prinsip beriman berkebalikan dari prinsip-prinsip yang telah kita bahas. Beriman berarti rela melepaskan yang sekarang, beriman berarti rela menanggalkan si aku, kepentingan diri sendiri. Dan juga beriman berarti rela menderita, tidak harus menerima semua yang nikmat dan menyenangkan. Jadi kalau kita mau beriman memang kita harus melawan kecenderungan-kecenderungan hidup dikuasai nafsu. Iman tumbuh dari sebuah relasi dengan Tuhan, dimana kita menempatkan diri sebagai objek sedangkan Tuhan sebagai subjek. Dalam relasi yang seperti ini kita memohon kepada Tuhan namun tidak memaksa Tuhan. Kita melakukan kehendak Tuhan, bukan sebaliknya Tuhan melakukan kehendak kita. Itu sebabnya orang yang hidupnya dikuasai oleh nafsu mungkin datang kepada Tuhan, kalau lagi perlu, karena dia memakai bukan saja manusia tapi juga Tuhan. Tapi kalau Tuhan tidak memberikan yang diinginkannya maka dengan cepat dia juga akan meninggalkan Tuhan.PG : Betul sekali dan memang kita bukan Tuhan dan kita terbatas dalam pemahaman, kita tidak tahu sebenarnya orang itu seperti apa. Tapi sangat mungkin sekali kita menampakkan sebuah penampilan ang rohani, kehidupan yang beriman, padahal dalam diri kita, kita bukanlah orang yang seperti itu.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Jadi orang-orang ini adalah orang-orang yang bukan saja memakai orang tapi dia akan memakai Tuhan dan dia tidak meminta Tuhan, malahan dia memaksa Tuhan, dia tidk memohon tapi dia menyuruh Tuhan.
Jadi singkat kata orang yang dikuasai nafsu adalah hidup yang menjadikan keinginan pribadi sebagai berhala atau ilah.PG : Betul sekali. Maka kalau orang atau kita yang memunyai masalah seperti ini dan kita mau berubah maka kita harus ingat bahwa Tuhan sudah mengingatkan jangan sampai kita diperhamba oleh siap pun dan oleh apapun.
Jadi hanya Tuhanlah dan kepada-Nyalah kita menghamba dan kepada-Nya kita menyembah, kita tidak perlu takut mengenai apapun sebab kita hanya perlu takut kepada Tuhan dan jangan sampai kita dikuasai nafsu. Orang yang dikuasai nafsu tidak takut terhadap apapun dan siapapun, selain takut kehilangan apa yang diinginkannya. Itu sebabnya dia tidak takut kepada Tuhan dan dia hanya takut kehilangan kenikmatan dan kepentingannya.PG : Betul sekali. Jadi karena dia beroperasi pada prinsip menguntungkan atau tidak, saya mendapatkan atau tidak, maka sewaktu sesuatu tidak memberikan yang diinginkannya maka dia tidak akan besemangat untuk ikut lagi, makanya ini sering terjadi dan kita menjumpai orang-orang yang seperti ini juga ditengah-tengah kita di kalangan orang-orang beriman yaitu orang-orang yang hangat-hangat datang bersemangat, tapi kemudian luntur-luntur dan hilang karena memang hidupnya untuk aku, hidupnya bukan untuk Tuhan.
PG : Pada akhirnya kalau dia memang ingin berubah dan dia itu berusaha untuk berubah, dalam proses itu bisa putus asa sebab ketika dia ingin berubah barulah dia menyadari betapa susahnya untuk erubah.
Jadi benar-benar kalau kita sudah terlalu lama hidup dikuasai oleh nafsu dan mau berubah maka perubahan itu akan menuntut pengorbanan dan menuntut usaha keras dan ini yang kadang-kadang orang tidak siap untuk membayar karena memang terlalu tinggi harganya. Dan waktu orang berusaha untuk membayarnya, mencoba untuk hidup benar di hadapan Tuhan dan dia harus terjatuh lagi dan gagal lagi, adakalanya muncul keputusasaan, muncul pemikiran bahwa kita itu sudah ditakdirkan untuk menjadi orang yang seperti ini, hidup hancur, hidup yang dikuasai nafsu dan memang saya tidak ditakdirkan untuk hidup benar atau hidup berkemenangan.PG : Saya kira demikian, Pak Gunawan. Jadi misalkan prinsip aku menekankan kepentingan pribadi, itu pun memerlukan disiplin. Kadang-kadang kita itu secara alamiah kita sebagai manusia kita ingi mementingkan diri sendiri, tapi kita bisa mendisiplin diri dan berkata,"Tidak atau jangan, biarlah orang lain dulu, dia lebih berhak dan biarkan dia dulu".
Misalkan contoh yang paling gampang, waktu kita berkendaraan di jalan, misalkan kita bisa saja menyalib tapi kita tahu kalau ini tidak benar maka kita harus berdisiplin diri dan berkata,"Dia lebih dulu maka biarkan dia duluan, saya tidak berhak untuk memotongnya" dengan kata lain di situ diperlukan sebuah disiplin sehingga pada akhirnya aku makin mengecil. Kadang-kadang kita sebagai orang Kristen memiliki anggapan yang keliru yaitu pokoknya kita berdoa supaya Tuhan mengecilkan ego, berati kalau ego itu tidak kecil-kecil yang salah adalah Tuhan karena Tuhan tidak mengecilkan ego. Tapi sebetulnya Tuhan mau agar kita berpartisipasi di dalam usaha ini dan Tuhan mau agar kita berusaha sekeras mungkin untuk tidak melakukannya, makin besar usaha yang kita keluarkan maka makin besar kuasa yang Tuhan juga berikan kepada kita. Makin kecil usaha yang kita keluarkan maka makin kecil pula kuasa yang Tuhan berikan kepada kita. Maka kepada kita yang memang dalam kondisi seperti ini dan kita mau berubah maka jangan putus asa, tadi saya sudah singgung supaya kita memulai dengan hal-hal yang kecil, berdisiplinlah diri dalam hal-hal kecil karena perlahan-lahan nanti akan mulai menyebar ke wilayah lainnya.PG : Sudah tentu sebetulnya adalah sesuatu yang baik bahwa kita sebetulnya tahu diri dan kita ini tidak layak untuk datang kepada Tuhan karena hidup kita ini tidak karuan. Justru saya berprinsi, lebih baik kita memulai dengan kesadaran seperti ini daripada kebalikannya,"Tidak mengapa nanti Tuhan akan mengampuni saya" karena kecenderungan yang kedua itu lebih berbahaya dan akhirnya kita terus di dalam masalah kita.
Namun ketika kita sadar dan tidak layak kalau kita ini adalah orang berdosa, maka kita tetap harus datang kepada Tuhan karena tetap pertolongan adalah dari Tuhan dan bukan dari diri sendiri sebab tidak mungkin kita mendapat kekuatan dari diri sendiri, tapi dari Tuhan. Jadi datang kepada Tuhan. Kedua kita tahu bahwa kalau kita datang dengan pertobatan maka Tuhan pasti akan menerima kita, itu adalah janji-Nya, jadi jangan takut untuk Tuhan menolak kita. Asal kita harus berjanji sekeras mungkin kalau nanti kita tidak lagi melakukan hal yang sama.PG : Betul, dan itulah cara terampuh yang digunakan oleh iblis yang akan menjatuhkan kita, Pak Gunawan, karena iblis tahu bahwa kalau kita itu disuruh melakukan hal-hal yang terlalu bersalah dihadapan Tuhan maka kita ini tidak mau melakukannya.
Tapi kalau kita,mulai melakukan hal-hal yang sedikit salah, sedikit melewati takaran maka kita tidak terlalu merasa bersalah, maka kita harus mulai melebihkan lagi dan melebihkan lagi. Jadi misalnya kita ini berkata,"Tidak ada salahnya kita main judi, tidak apa-apa kecil-kecilan" dari kecil-kecilan maka lama-lama akan menjadi besar. Jadi segala sesuatu akan disodorkan kepada kita oleh si iblis dalam takaran yang kecil pada awalnya, tapi kemudian kita mulai menambah dan menambah lagi dan sampai pada suatu titik kita tahu kalau kita salah, tapi kita tidak bisa keluar dari jerat itu.PG : Galatia 5:24,25 berkata,"Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita jug dipimpin oleh Roh".
Indah sekali perkataan ini,"Barangsiapa telah menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala nafsu dan keinginannya" sekali lagi diperlukan sebuah komitmen bahwa sekarang saya adalah milik Kristus dan saya bukan milik nafsu saya, maka saya menyalibkan kedagingan ini yaitu nafsu-nafsu saya sebab mulai dari sekarang yang ingin saya turuti adalah keinginan Kristus, keinginan Roh Kudus dan bukan keinginan saya pribadi.PG : Betul sekali. Jadi ini diperlukan usaha untuk menaati Tuhan dan kita harus selalu ingat bahwa Tuhan tidak menciptakan robot, tapi Tuhan menciptakan manusia yang dapat memilih Tuhan atau tiak memilih Tuhan, memilih menaati atau memilih tidak menaati Tuhan dan Tuhan mau agar kita dengan sukarela menaati Tuhan sebab dengan kesukarelaanlah akan lahir cinta kasih yang sejati dan ini yang Tuhan dambakan dari kita anak-anak-Nya, Pak Gunawan.
GS : Saya percaya sekali bahwa perbincangan ini akan menolong banyak orang di dalam pergumulannya melawan hawa nafsunya. Terima kasih sekali Pak Paul, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Hidup yang Dikuasai Nafsu" bagian yang kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
101. Melayani Pelaku Aborsi | |
Kita semua orang berdosa. Kabar Baik atau Injil adalah Tuhan telah datang untuk orang berdosa dan mati untuk menebus dosa manusia. Sama seperti kita, pelaku aborsi adalah orang berdosa dan sama seperti kita, mereka pun membutuhkan pelayanan kasih karunia. Untuk kita bisa memberikan pelayanan kasih karunia, sebelumnya kita harus tahu dengan jelas siapakah pelaku aborsi tersebut, kemudian pelayanan seperti apa yang bisa kita berikan sehingga pelayanan kita bisa tepat guna dan menjadi berkat untuk para pelaku aborsi.
Kita semua orang berdosa. Kabar Baik atau Injil adalahTuhan telah datang untuk orang berdosa dan mati untuk menebus dosa manusia. Sama seperti kita, pelaku aborsi adalah orang berdosa dan sama seperti kita, mereka pun membutuhkan pelayanan kasih karunia.
Berikut akan dipaparkan pelayanan yang dapat kita berikan kepada pelaku aborsi, namun sebelumnya marilah kita melihat sesungguhnya siapakah pelaku aborsi.
Melayani Pelaku Aborsi
"Melayani Pelaku Aborsi" oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang"Melayani Pelaku Aborsi". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
PG : Kita harus mengingat bahwa kita semua adalah orang berdosa dan bahwa Kabar Baik atau Injil adalah Tuhan telah datang untuk orang berdosa dan mati untuk menebus dosa manusia. Sama seperti kta, pelaku aborsi adalah orang berdosa dan sama seperti kita mereka pun membutuhkan pelayanan kasih karunia.
Jadi inilah tujuan kita mengangkat hal ini, supaya kita disadarkan bahwa mereka tidak lebih berdosa daripada kita dan kita mesti memberikan pelayanan kepada mereka, sebab bagaimana pun juga mereka membutuhkan kasih karunia dari Tuhan.PG : Betul sekali, bahwa nanti kita akan lihat bahwa anak adalah anak dan ini adalah ciptaan serta pemberian Tuhan. Jadi kita tidak memunyai hak untuk menghilangkan kehidupan anak itu walaupun nak itu ada dalam tubuh kita.
Nanti kita akan melihat hal itu dengan lebih terperinci, tapi yang pertama kita mau melihat sebetulnya siapa yang menjadi pelaku aborsi. Kendati pelaku aborsi adalah perempuan namun masalah aborsi bukanlah masalah perempuan belaka, melainkan masalah perempuan dan laki-laki, dengan kata lain kita harus menuntut pertanggung jawaban dari keduanya, bukan hanya dari pihak perempuan. Kadang kita melupakan fakta bahwa perbuatan seksual dilakukan berdua dan hampir selalu keputusan untuk mengaborsi merupakan keputusan bersama pula. Jadi tidaklah adil bila kita hanya menyoroti perempuan sebagai satu-satunya pihak yang bertanggung jawab. Janin bayi yang diaborsi adalah anak dari seorang perempuan dan laki-laki. Jadi waktu kita membicarakan tentang pelaku aborsi sebetulnya bukan si perempuan saja, tapi perempuan dan laki-laki, dua-duanya sama-sama pelaku aborsi.PG : Betul sekali. Jadi tindakan itu sendiri bukanlah tindakan yang berkenan kepada Tuhan. Nanti kita akan lihat apa yang firman Tuhan katakan. Berikut kita akan melihat yaitu siapakah yang melkukan aborsi.
Ternyata kebanyakan orang yang melakukan aborsi adalah pemuda-pemudi di bawah usia 30 tahun yang belum menikah. Jadi pada umumnya mereka berada pada status berpacaran dan tidak dalam tahap siap untuk menikah, akibat kegagalan menguasai diri terjadilah hubungan seksual yang akhirnya berakibat kehamilan. Jadi mayoritas dari pelaku aborsi bukanlah orang yang dewasa atau tua tapi kebanyakan adalah remaja dan para pemuda-pemudi yang memang belum siap menikah. Jadi dengan kata lain, ini adalah sebuah hubungan yang diawali dengan masalah dan nantinya kalau tidak ditangani, relasi ini menjadi relasi yang terus menuai masalah karena diawali dengan masalah yaitu masalah kehamilan, masalah hubungan seksual di dalam masa berpacaran dan nanti masalah ini biasanya dibawa terus sampai ke pernikahan. Jadi kalau kita mau melayani pelaku aborsi yang masih berpacaran maka kita harus melihat ke depan bahwa kalau mereka menjadi pasangan nikah besar kemungkinan mereka nanti akan menjadi pasangan nikah yang bermasalah.PG : Kebanyakan anak-anak zaman sekarang sudah mengerti tapi masalahnya adalah mereka tidak lagi dapat menguasai diri karena mereka sekarang terpengaruh oleh media massa, pornografi di internetsehingga mereka lebih susah untuk menguasai diri, dan belum lagi di kalangan remaja dan pemuda, perilaku seksual ini sudah begitu sangat bebas, sehingga banyak yang dalam masa-masa pemuda atau remaja sudah berhubungan seksual.
Jadi akhirnya karena mereka melihat teman-teman sudah melakukannya, mereka tidak merasa ini adalah sesuatu yang salah dan akhirnya mereka turut melakukannya. Biasanya itulah yang membuat para remaja dan pemuda terlibat di dalam hubungan seksual yang akhirnya berakibatkan pada kehamilan.PG : Memang kebanyakan pelaku aborsi sebetulnya merasa sangat takut ketika menyadari bahwa seorang anak akan lahir dari hubungan seksual yang telah dilakukan. Didasari pada ketakutan inilah kemdian mereka berupaya lari dari tanggung jawab dengan cara melenyapkan bayi dalam kandungan, dengan kata lain kebanyakan pelaku aborsi melakukan aborsi karena terpaksa.
Biasanya karena takut sekali dan tidak bisa membayangkan reaksi dari keluarga atau masyarakat dan mereka juga mungkin secara realistik berkata,"Kami tidak siap untuk punya anak, bagaimana bisa membiayai kehidupannya". Akhirnya yang mereka langsung pikirkan adalah melakukan aborsi dan mereka tahu ini salah dan tidak berkenan di hadapan Tuhan dan mereka tahu ini adalah anak atau janin dalam tubuh mereka, bukan segumpal daging, tapi karena mereka sudah ketakutan maka mereka melakukan hal yang tidak dibenarkan Tuhan.PG : Kadang-kadang mereka bertanya kepada teman yang punya pengalaman, minum ini dan makan itu untuk menggugurkan, dan memang karena mereka dalam keadaan ketakutan mereka tidak berani terus terng bertanya kepada seorang dokter yang mengerti secara jelas tentang tubuh manusia.
Akhirnya mereka mendengarkan nasehat teman yang tidak bisa dipegang, bisa jadi obat yang dimakan bukan saja merusakkan janin tapi juga merusakkan tubuh mereka. Jadi ini perbuatan yang tidak tepat, kalau mereka sudah kedapatan hamil maka sedapatnya jangan bertanya kepada teman,"bagaimana mengaborsinya?" tapi yang pertama adalah harus diakui, bahwa mereka telah melakukan hal ini dan mereka sedang hamil.PG : Betul. Jadi ada anak remaja yang mungkin ketakutan dan bagaimana caranya bisa menyembunyikan aib ini, akhirnya ada yang membuang anak, itu sangat menyedihkan sekali. Yang seharusnya adala dipelihara dan kemudian anak itu diberikan untuk diadopsi supaya ada keluarga lain yang memerlukan atau membutuhkan anak dapat mengambilnya serta membesarkan anak itu seperti anak mereka sendiri.
PG : Yang pertama kita hanya dapat melayani orang yang butuh dilayani dan kebutuhan akan pelayanan bersumber dari kesadaran atau keinginan untuk bertobat. Jadi kalau pelaku aborsi sama sekali tdak menganggap bahwa perbuatan mereka merupakan dosa, maka kita pun tidak dapat melayani mereka.
Bila mereka menyadari bahwa mereka telah terdosa maka barulah kita dapat melayani mereka. Kita mencoba menggunakan firman Tuhan sebagai rujukan agar mereka mengetahui bahwa mereka telah berdosa. Mazmur 139:13-16 berkata dengan sangat jelas bahwa janin bayi adalah bakal anak yang dibuat oleh Tuhan, itu sebabnya tindakan menghilangkannya adalah dosa. Firman Tuhan berkata,"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, mata-Mu melihat selagi aku bakal anak". Jadi jelas firman Tuhan di sini menegaskan bahwa itu adalah anak, itu bukanlah hanya segumpal daging, kita tidak berhak menghilangkan anak yang Tuhan telah berikan itu.PG : Sudah tentu perasaan bahwa,"Memang saya salah, berdosa dan telah menyesali" itu adalah tanda pertama pertobatan, tapi saya mau menjelaskan satu hal lagi yaitu penyesalan di sini bukan hany penyesalan akan kehamilan dan aborsi, tapi juga penyesalan akan pelanggaran berhubungan seksual di luar nikah.
Dengan kata lain, pelaku aborsi harus menyadari bahwa dosa dimulai bukan dari kehamilan dan aborsi, tapi dari relasi yang tidak memperkenankan Tuhan yaitu mereka telah berhubungan seksual sebelum menikah, itulah awal dari dosa sehingga akhirnya terjadi kehamilan. Jadi jangan sampai mereka hanya fokuskan pada,"Kenapa jadi hamil, kenapa terjadi aborsi", bukan hanya itu tapi secara keseluruhan. Pertobatan sejati bukan saja meliputi tekad untuk tidak melakukan aborsi, tapi juga tekad untuk hidup kudus di hadapan Tuhan, ini adalah masalah akar yang harus dibereskan terlebih dahulu yaitu mereka harus hidup kudus di hadapan Tuhan.PG : Dan kita tekankan kepadanya bahwa Tuhan sudah mengampuni dosa dan itulah Injil, Kabar Baik itu, Dia datang ke dunia mati bagi kita orang yang berdosa dan 1 Yohanes 1:9 menjanjikan,"Jika kia mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan".
Jadi inilah yang kita perlu sampaikan kepada orang yang sudah bertobat dan Tuhan sudah ampuni, jangan sampai dirundung oleh penghukuman atau rasa bersalah.PG : Mungkin untuk satu kurun, dia akan merasa begitu tapi setiap kali dia merasa begitu maka dia harus klaim firman dan janji Tuhan, sebab kita tidak hidup berdasarkan perasaan kita, tapi kitaharus hidup berdasarkan janji Tuhan atau perkataan Tuhan.
Kalau perasaan misalnya berkata,"Saya tidak bersalah" itu juga tidak benar meskipun Tuhan sudah katakan itu bersalah. Kita tidak bisa hidup berdasarkan perasaan kita. Jadi sekali lagi kita harus hidup berdasarkan perkataan atau firman Tuhan. Kalau Tuhan sudah katakan,"Dia akan mengampuni dan Dia adalah setia dan adil" maka Dia akan mengampuni dosa kita asalkan kita mengakui, itu berarti Dia sudah mengampuni dan dia tidak akan mencari-cari kita untuk menghukum kita.PG : Efesus 2:8 berkata,"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah". Jadi kita mesti menyampaikan kepadanya bahwa mulai saat ini di harus hidup di dalam dan melalui kasih karunia.
Kita menerima keselamatan berdasarkan kasih karunia atau anugerah. Jadi kita hanya dapat hidup dalam keselamatan berdasarkan kasih karunia atau anugerah pula.PG : Sudah tentu awal-awalnya terjadi tarik menarik. Di satu pihak dia meyakini ini janji Tuhan, tapi di pihak lain dia tetap merasakan,"Saya berdosa". Jadi ada orang yang sampai bertahun-tahunkemudian masih tetap mengenang akan peristiwa aborsi itu dan berkata,"Kalau anak itu hidup, dia sekarang sudah berumur 10 tahun atau 15 tahun dan sebagainya" kadang-kadang kalau dia melihat anak-anak lain yang seumur dengan anaknya kalau anak itu hidup maka dia akan ingat,"kalau saya dulu pelihara anak itu pasti anak itu sudah sebesar anak ini dan itu".
Pada waktu dia memikirkan itu maka sudah tentu perasaan yang muncul adalah perasaan bersalah dan tidak layak. Maka kita harus mengakui kalau tidak ada seseorang pun yang layak datang ke hadapan Tuhan dan hidup bersama Tuhan, memang tidak layak karena kita semua adalah orang berdosa. Tapi sekali lagi kita memegang Injil, karena Injil adalah Kabar Baik artinya Tuhan telah datang dan mati untuk menebus dosa kita. Jadi kita tekankan itu kepada orang dan kita ajak dia untuk mulai dari sekarang hidup berdasarkan kasih karunia, artinya hanya kemurahan Tuhan. Itulah yang menjadi pegangan hidup kita sekarang.PG : Saya akan perlakukan sama bahwa masalahnya bukan hanya masalah perempuan, tapi masalah kedua-duanya sebab anak ini adalah anak dua-duanya dan keputusan aborsi adalah keputusan kedua-duanyajuga.
Jadi merekalah yang perlu kita layani dan tidak benar kalau kita hanya fokuskan pada si wanita itu sendiri. Dengan perkataan lain, setelah itu kita mau mengajak mereka untuk menyesali dan bertobat dari dosa mereka dan dosa itu bukan hanya dosa karena mengaborsi, tapi dosa yang berawal dari hubungan yang tidak berkenan kepada Tuhan yaitu hubungan yang sarat dengan hubungan seksual di luar nikah. Sehingga panggilan yang kita mau berikan kepada mereka adalah panggilan untuk hidup kudus dan Tuhan meminta kita untuk hidup kudus di mata-Nya. Jadi kita selalu menyoroti dari konteks itu.PG : Tentu di situ nantinya perlu keterbukaan untuk mengungkapkan perasaan ini kepada satu sama lain. Setelah mereka mengungkapkan semua ini kepada satu sama lain, langkah berikutnya adalah merka perlu memberikan pengampunan kepada satu sama lain.
Jangan sampai masing-masing menyimpan dendam dan tidak bisa mengampuni, mungkin saja yang lebih berperan besar dalam kasus itu adalah si pria karena dia yang menyebabkan kehamilan, tapi kita harus mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita.PG : Ada beberapa, Pak Gunawan, wujud dari hidup dalam kasih karunia, pertama kita terus menghargai pengampunan Tuhan dan berusaha keras untuk tidak menyia-nyiakan kemurahan-Nya. Dengan kata lan, kita takut berdosa dan tidak mau mendukakan Roh Kudus.
Jadi tidak benar kalau orang berkata,"Sekarang saya sudah diampuni dan saya hidup dalam kasih karunia berarti saya tidak takut lagi berdosa" itu salah besar. Justru karena sudah diampuni maka kita justru tidak mau menyia-nyiakan kemurahan Tuhan dan justru kita menjadi takut berdosa dan justru kita tidak ingin mendukakan hati Roh Kudus.PG : Tepat sekali. Jadi memang pertobatan sejati adalah pertobatan sebuah sikap atau perilaku tidak lagi melakukan hal yang sama.
PG : Betul sekali. Berarti memang pertobatan itu belumlah pertobatan yang tuntas karena ternyata masih melakukan hal yang sama.
PG : Kita mungkin secara berkala dirundung rasa bersalah tatkala mengingat perbuatan kita mengaborsi anak yang Tuhan berikan, namun rasa bersalah seharusnya tidak menguasai diri kita lagi, buka karena kita benar tapi karena kita telah dibenarkan Tuhan, di dalam diri kitalah kita menyadari hanya akan ada kebobrokan dan mustahil bagi kita dapat hidup benar dengan kekuatan sendiri.
Jadi kita hanya bisa datang ke takhta Tuhan yang penuh kasih karunia. Dan hanya dengan cara itu kita diingatkan bahwa kita telah dibenarkan oleh Tuhan dan kita tidak lagi disalahkan oleh Tuhan, bukan karena kita berhasil membuktikan diri benar, tapi karena Dia menganugerahkan status dibenarkan itu kepada kita.PG : Dan seringkali karena kita seringkali dirundung oleh rasa bersalah maka pikiran selanjutnya yang muncul adalah,"Biarlah, saya sudah terlanjur basah dan tidak berharga di mata Tuhan maka leih baik saya hidup seperti dulu".
Itu berarti kita benar-benar masuk ke dalam perangkap iblis dan dosa.PG : Betul sekali. Jadi memang setelah kita layani dan kita memang sudah mendapatkan kepastian mereka telah bertobat menyesali dosa mereka, memang kita menjadi saluran kasih karunia Tuhan yang enerima mereka kembali.
PG : Kita harus menyerahkan anak itu kepada Tuhan. Tubuh jasmaniahnya telah tiada sebab dalam proses aborsi janin itu dicabik-cabik sehingga rusak dan akhirnya mati. Jadi benar bahwa kita menghlangkan nyawa seorang anak atau seorang manusia.
Tapi meskipun tubuh jasmaniahnya tidak ada maka rohnya tetap ada, karena Tuhan telah memberikan kepadanya Roh, dialah anak yang diciptakan Tuhan dan berdasarkan kasih karunia kita meyakini bahwa anak itu sekarang bersama dengan Kristus di surga, kita harus percaya kasih karunia Tuhan cukup bukan hanya untuk kita, tapi untuk anak itu meskipun dia tidak berkesempatan lahir di dunia tapi dia sudah bersama Kristus di surga.PG : Saya pernah mendengar seorang psikolog Kristen di Amerika berkata,"Tidak ada anak haram yang ada hanyalah relasi yang haram" jadi anak itu adalah anak, tapi yang haram atau yang melanggar etentuan Tuhan adalah yang melakukannya, atau relasi itu sendiri yang tidak berkenan kepada Tuhan.
PG : Pada akhirnya karena kita ingin hidup di dalam kasih karunia, kita menyerahkan hidup kita dan relasi dengan pasangan kita ini kepada Tuhan supaya diberkati dan dipakai demi kemuliaan-Nya. eburuk apapun perbuatan yang telah diperbuat, kita tahu bahwa Tuhan dapat memakainya untuk memancarkan berkat bagi sesama dan menggenapi rencana Tuhan yang indah.
Dengan kata lain, kita tidak hidup di bawah bayang-bayang kesalahan di masa lampau, melainkan di bawah bayang-bayang pengharapan di masa depan.PG : Mazmur 130:1-4 memberi janji yang maha indah ini,"Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya TUHAN! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian kepada suara perohonanku.
Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang". Jadi indah sekali, mungkin kita yang telah berdosa melakukan aborsi beranggapan kita sudah berada dalam jurang. Tapi dari dalam jurang kita berseru dan Tuhan bisa mendengar dan bukan hanya mendengar, tapi Ia akan memberikan kepada kita pengampunan atas kesalahan kita.PG : Betul.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian terimakasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang"Melayani Pelaku Aborsi". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@indo.net.id kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
102. Ketika Kematian Membayang | |
Kita tahu bahwa kematian adalah awal dari kehidupan bersama Tuhan kita Yesus di surga, namun kita tetap akan takut tatkala membayangkan kematian. Sesiap-siapnya kita menghadapi kematian, sewaktu mendengar berita bahwa hari-hari kita hidup sudah mulai dapat dihitung, kita akan tetap merasa gelisah. Kenapa kita bisa menjadi begitu takut dan bagaimana cara menghadapi ketakutan itu, di sini akan dibahas dengan lebih rinci.
Kendati kita tahu bahwa kematian bukanlah akhir kehidupan melainkan awal dari kehidupan bersama Tuhan kita Yesus di surga, pada umumnya kita tetap akan terguncang tatkala membayangkan kematian secara lebih nyata. Sesiap-siapnya kita menghadapi kematian, sewaktu mendengar berita bahwa hari-hari kita hidup sudah mulai dapat dihitung, kita akan tetap merasa gelisah.
Setidaknya ada tiga sumber yang dapat membuat kita gelisah.
Pada umumnya ketiga sumber ini adalah penyebab kecemasan yang timbul tatkala membayangkan kematian. Sungguhpun demikian kita tidak harus terkapar di bawah bayang-bayang kematian. Berikut akan dijabarkan beberapa hal yang dapat memberi kita kekuatan menghadapi bayang-bayang maut :
PERTAMA, KITA PERLU MENGINGAT BAHWA WALAUPUN PENGALAMAN KEMATIAN ITU SENDIRI MERUPAKAN SESUATU YANG MISTERIUS, NAMUN AKHIR DARI KEMATIAN ITU SENDIRI MERUPAKAN SESUATU YANG TERANG.
Kendati perjalanan kematian itu sendiri tidaklah jelas dan pasti, tetapi akhir dari perjalanan itu sendiri adalah jelas dan pasti. Sebagai manusia biasa Tuhan kita Yesus pun pernah menjalani kematian— selama tiga hari—dan setelah itu Ia bangkit. Dengan kata kata lain, akhir dari perjalanan kematian adalah kebangkitan atau kehidupan yang baru bersama Tuhan di surga. Inilah yang akan dialami oleh semua orang yang percaya pada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Jadi, setiap kali kita membayangkan kematian yang mendekat, usahakanlah untuk membayangkan akhir dari perjalanan kematian itu.
Saya pernah menjalani colonoscopy dan harus dibius total. Saya masih ingat meskipun saya sudah mengetahui prosedur pelaksanan dan risiko yang minimal, tetap ada sedikit kegelisahan menghadapinya. Setelah dibawa masuk ke dalam kamar operasi, saya diajak bicara oleh dokter dan perawat. Rupanya pada saat yang bersamaan mereka pun tengah membius saya tanpa saya menyadarinya. Saya hanya mengingat bahwa saya kemudian menanyakan apakah prosedur itu segera akan dimulai. Yang mengagetkan adalah jawaban mereka bahwa sesungguhnya prosedur sudah dilaksanakan. Saya tidak tahu kapan saya tertidur dan saya pun tidak tahu kapan saya terbangun. Saya hanya merasa berada di antara dua kalimat tetapi nyatanya saya telah tertidur. Demikian pulalah dengan kematian. Kita tidak akan tahu kapan persisnya kita mati dan kita tidak tahu kapan tepatnya kita terbangun. Satu hal yang kita ketahui dengan pasti adalah tiba-tiba kita sudah bersama Tuhan kita Yesus di surga.
1 Tesalonika 4:14 mengingatkan, "Karena jikalau kita percaya bahwa Yesus telah mati dan bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia."
KEDUA, PERPISAHAN DENGAN SEMUA YANG TERKAIT DENGAN HIDUP DI DALAM DUNIA MERUPAKAN KENISCAYAAN.
Kita harus berpisah dengan relasi yang selama ini kita kenal sebab di dalam surga, relasi yang akan ada bukanlah relasi seperti yang kita pahami selama ini. Kita akan saling mengenal namun pengenalan akan identitas diri tidak memicu reaksi emosional dan mental yang sama. Jadi, terimalah fakta ini. Yohanes 14:2 memberi kita kepastian akan hal itu, "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."
KETIGA, KITA MESTI MENGINGAT BAHWA DERITA DAN RASA SAKIT ADALAH BAGIAN TAK TERPISAHKAN DARI HIDUP.
Semua wanita yang pernah melahirkan pernah merasakan rasa sakit; semua yang pernah mengalami kecelakaan pernah mengalami rasa sakit. Singkat kata sesungguhnya rasa sakit dan derita telah menjadi bagian hidup sejak awal. Jika demikian halnya, tidak semestinya kita memandang rasa sakit menjelang kematian sebagai penderitaan yang khusus atau terlebih menyakitkan dibanding rasa sakit lain yang pernah kita alami sebelumnya. Dan, bila dengan anugerah Tuhan kita dapat melalui semua rasa sakit itu, dengan anugerah Tuhan yang sama, kita akan dapat melewati rasa sakit menjelang kematian. Firman Tuhan mengingatkan, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2 Korintus 12:9)
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Ketika Kematian Membayang". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS | : | Pak Paul, sekalipun kita menjumpai kematian tiap hari dan kita sadar suatu saat kita akan mengalami kematian, tetapi kematian masih tetap merupakan suatu misteri kehidupan ini. Ada banyak hal dimana kita tidak bisa memahami dan malah cerita atau tayangan-tayangan yang ada bukannya memperjelas, tapi malah mengacaukan pandangan kita tentang kematian. Sebenarnya bagaimana ini, Pak Paul? |
PG | : | Ini topik yang penting kita angkat. Memang akhir-akhir ini saya dipertemukan dengan beberapa teman yang bergumul dengan berbagai sakit penyakit yang berat. Walau relatif masih muda mereka sudah harus membayangkan akhir dari perjalanan hidup mereka. Jadi ini membuat saya bertanya-tanya apa yang harus dilakukan tatkala kematian mulai membayang. Jadi marilah kita melihat sikap yang tepat menghadapi finalitas hidup. Sebab kendati kita tahu bahwa kematian bukanlah akhir kehidupan melainkan awal kehidupan bersama Tuhan di surga, pada umumnya kita tetap akan terguncang tatkala membayangkan kematian secara lebih nyata. Sesiap-siapnya kita menghadapi kematian, sewaktu mendengar hari-hari kita sudah mulai dapat dihitung biasanya kita akan merasakan kegelisahan. |
GS | : | Seringkali orang menanggapi bahwa kita sebagai orang beriman tidak perlu takut, namun kita secara spontan tiba-tiba saja dicekam oleh perasaan takut ketika kita berbicara tentang kematian, bahkan ada sebagian orang yang tidak menganjurkan membicarakan tentang kematian pada saat-saat tertentu. |
PG | : | Betul. Memang sebetulnya ada beberapa tahapan, tapi umumnya di awal-awal pastilah ada kegelisahan. Kalau kita bisa melewati fase kegelisahan itu pada akhirnya kita bisa berdamai menantikan saat dimana Tuhan membawa kita pulang ke rumah-Nya. Tapi tetap saya kira ada masa di mana kita tidak bisa tidak harus bergumul dengan kecemasan kita. |
GS | : | Sebenarnya apa yang membuat seseorang gelisah ketika sadar bahwa kematian sudah dekat? |
PG | : | Sebenarnya ada tiga yang bisa saya pikirkan. Yang pertama adalah ketidak tahuan akan pengalaman kematian itu sendiri. Apa pun yang kita ketahui tentang kematian bukanlah informasi yang kita peroleh dari pengalaman hidup baik dari diri kita sendiri atau orang lain. Sebagai contoh, mungkin kita belum pernah pergi ke Eropa namun ada banyak orang yang pernah pergi ke Eropa dan mereka dapat menceritakan pengalaman itu kepada kita secara konsisten, misalnya menara Eiffel yang mereka lihat adalah menara Eiffel yang sama, berbentuk yang sama dan berlokasi yang sama, dan tidak ada yang berkata kalau mereka melihat menara Eiffel yang berbentuk bola. Tidak demikian dengan kematian, kematian mengandung unsur misteri sebab kita tidak memunyai pengalaman pribadi tentang kematian dan kita tidak bisa memeroleh informasi tentang kematian dari orang lain dan kita tidak bisa bertanya, "Bagaimana rasanya mati" tidak bisa! Sebab mereka pun tidak memiliki pengalaman tentang hal itu. Oleh sebab itu saya mengatakan kematian mengandung unsur misteri sebab pada esensinya tidak banyak yang kita ketahui tentang kematian secara nyata. Itu sebabnya yang tidak kita ketahui tapi harus kita lalui, hal ini yang menimbulkan kecemasan. |
GS | : | Kalau ada orang yang berkata bahwa dia pernah mengalami kematian untuk sesaat dan kemudian hidup kembali dan bercerita macam-macam tentang pengalamannya, apakah cerita-cerita seperti itu bisa langsung kita percayai, Pak Paul? |
PG | : | Memang kita tidak bisa berkata itu benar atau tidak benar karena memang sangat subjektif, memang ada yang bisa kita simpulkan sebab ada beberapa yang pernah mencatatkan pengalamannya lewat buku yang ternyata memang memunyai beberapa kesamaan. Bisa jadi itu benar, tapi untuk kita berkata tidak benar pun kita tidak punya alasan. Tapi yang penting adalah kalau pun ada orang yang pernah berkata seperti itu dan kalau pun pernah dibukukan, tapi itu sangat jarang. Kalau kita misalkan berkata, "Kota Bandung itu seperti ini..." akan ada orang yang berkata, "Benar, Bandung seperti ini..." karena banyak orang yang pernah pergi ke kota Bandung. Tapi kalau untuk kematian tidak akan ada orang yang menanggapi, saya kira menemukan orang yang pernah mengalami kematian tidak mudah. Jadi intinya setahu-tahunya kita tentang kematian sebetulnya pengetahuan kita tentang kematian hanyalah sedikit. |
GS | : | Dan rupanya Alkitab juga tidak terlalu jelas mengungkap tentang apa yang akan kita alami pada saat kita mengalami kematian. |
PG | : | Betul, kita hanya tahu bahwa ada kematian setelah manusia jatuh ke dalam dosa, tapi pengalaman kematian itu sendiri tidak dijabarkan oleh firman Tuhan sebab penekanan firman Tuhan bukan pada kematian, tapi pada kehidupan sebab Tuhan menciptakan kita supaya kita hidup. |
GS | : | Hal lain yang membuat kita gelisah apa, Pak Paul? |
PG | : | Yang kedua, kematian memisahkan kita dari segala sesuatu yang kita kenal dan sayangi. Singkat kata, kematian menimbulkan kegelisahan sebab perpisahan yang merupakan akibat dari kematian merupakan lawan dari kodrat manusiawi yang kita miliki yaitu kerinduan untuk bersama dan ditemani oleh sesama. Itu sebabnya kematian menciptakan kegalauan. Tidak bisa tidak, tatkala kita membayangkan kematian, kita membayangkan kesepian, kesedihan baik bagi kita yang meninggalkan atau pun bagi mereka yang ditinggalkan. Atau kita mungkin membayangkan bahwa kematian akan menciptakan kesusahan yang besar, baik dalam diri kita maupun dari diri orang yang kita kasihi sebab perpisahan akan membawa perubahan dalam kehidupan. Dengan kata lain, perpisahan dalam hal ini kematian cenderung menghasilkan kesedihan dan kesusahan, itu sebabnya kecemasan atau kegelisahan yang akan muncul sebab kita sudah membayangkan kesedihan dan kesusahan. |
GS | : | Tapi itu adalah bayangan kita, sebetulnya apa dasarnya, Pak Paul? |
PG | : | Membayangkan kesedihan dan kesusahan mungkin sekali karena kita pernah mengalaminya, gara-gara orang tua kita meninggal dan kita sedih, kita melihat teman kita ditinggalkan oleh suami atau istrinya atau anaknya mereka benar-benar dirundung oleh kesedihan dan hidupnya menjadi sangat susah dan sebagainya. Jadi akhirnya semua yang pernah kita saksikan itu tidak bisa tidak mengingatkan kita bahwa kematian itu membawa kesedihan yang dalam dan membawa perubahan yang mungkin sekali menyusahkan orang yang ditinggalkan. |
GS | : | Jadi kegelisahan itu muncul karena ada kekhawatiran bahwa akan ada orang di sekeliling kita akan menderita karena kita meninggal, begitu Pak Paul? |
PG | : | Betul. Mungkin istri kita bersedih ditinggal kita, anak-anak kita akan sedih kita tinggal, kita pun juga akan bersedih meninggalkan mereka. Jadi itulah yang membuat kita cemas waktu membayangkan kematian. |
GS | : | Yang terakhir sumber kegelisahan ini apa, Pak Paul? |
PG | : | Yang terakhir adalah kematian kerap diasosiasikan dengan kesakitan atau penderitaan menahan sakit. Mungkin kita pernah melihat seseorang meregang nyawa dan menyaksikan penderitaannya menanggung rasa sakit, tidak bisa tidak bayangan kematian pun menimbulkan ketakutan sebab pada umumnya kita tidak menyukai kesakitan, sedapatnya kita ingin hidup tanpa rasa sakit dan meninggalkan dunia tanpa rasa sakit pula. Saya ingat pernah berbicara dengan seseorang yang menderita kelumpuhan, dia membagikan ketakutannya menjalani hari tua menghadapi kelumpuhannya itu, dia mengatakan bahwa sekarang dia masih dapat berfungsi relatif bebas walaupun lumpuh, namun di usia yang beranjak tua dia sering mengalami gangguan kesehatan dan dia tidak dapat membayangkan menjalani hidup dalam penderitaan yang lebih berat lagi daripada kelumpuhannya sekarang ini. Memang bayangan akan hidup dalam kesakitan dan penderitaan menjelang kematian membuat kita gamang tatkala memikirkan tentang kematian. |
GS | : | Tetapi tidak semua orang mengalami kegelisahan yang sama. Ada orang-orang tertentu yang mengabaikan apa yang akan terjadi di depan dan merasa semua orang bakal meninggal, jadi dia tidak ada kegelisahan yang besar dalam dirinya. |
PG | : | Ada orang yang tidak memikirkan atau terpengaruh dan ada orang yang melihat kematian itu sebagai bagian dari kehidupan, jadi dia terima dengan pasrah. Memang betul tidak semua orang memberikan reaksi yang sama tentang kematian. |
GS | : | Sebenarnya sikap yang benar menghadapi kematian itu seperti apa, Pak Paul? |
PG | : | Ada beberapa yang bisa saya bagikan yang berkaitan dengan ketiga kecemasan yang baru kita bahas. Yang pertama adalah kita perlu mengingat bahwa walaupun pengalaman kematian itu sendiri merupakan sesuatu yang misterius namun akhir dari kematian itu sendiri merupakan sesuatu yang terang bukan misterius. Jadi kendati perjalanan kematian itu sendiri tidaklah jelas dan pasti, tapi akhir dari perjalanan itu adalah jelas dan pasti. Sebagai manusia biasa Tuhan Yesus pun pernah menjalani kematian selama 3 hari, namun setelah itu Dia bangkit. Dengan kata lain, akhir dari perjalanan kematian adalah kebangkitan atau kehidupan yang baru bersama Tuhan di surga. Inilah yang akan dialami oleh semua orang yang percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya. Jadi setiap kali kita membayangkan kematian yang mendekat usahakanlah untuk membayangkan akhir dari perjalanan kematian itu. Saya berikan contoh, saya pernah menjalani colonoscopy, jadi usus saya diperiksa dan harus dibius total. Saya masih ingat meskipun saya sudah mengetahui prosedur pelaksanaan dan resiko yang minimal, tapi ada sedikit kegelisahan menghadapinya. Ketika saya masuk di kamar operasi saya diajak bicara oleh dokter dan perawat, ternyata di waktu bersamaan mereka tengah membius saya tanpa saya menyadarinya, saya hanya mengingat bahwa saya kemudian menanyakan apakah prosedur itu segera akan dimulai. Yang mengagetkan adalah jawaban mereka bahwa sesungguhnya prosedur colonoscopy sudah dilaksanakan, saya tidak tahu kapan saya tertidur dan kapan saya terbangun, saya hanya merasa berada di antara dua kalimat tapi nyatanya saya telah tertidur lebih dari 30 menit. Demikian juga dengan kematian, kita tidak akan tahu kapan persisnya kita mati dan kita tidak tahu kapan tepatnya kita terbangun. Satu hal yang kita ketahui dengan pasti adalah tiba-tiba kita sudah bersama Tuhan Yesus di surga. |
GS | : | Hal ini tentu saja erat kaitannya dengan iman seseorang kepada Tuhan Yesus, jadi makin seseorang itu beriman, maka makin tenanglah ia menghadapi kematian itu. Tapi bagaimana dengan orang yang setengah-setengah, berarti kegelisahannya semakin besar? |
PG | : | Sebab mereka tidak memunyai bayangan akan apa yang akan terjadi setelah kematian itu, itu benar - itu gelap bagi mereka. Jadi sesuatu yang kita tidak bisa ketahui dengan pasti biasanya akan menimbulkan kecemasan, tapi kita tahu anugerah Tuhan sudah diberikan kepada kita dan pengampunan-Nya telah diberikan kepada kita, kita nanti sudah menerima pengampunan dari Tuhan. Jadi kita bisa berkata bahwa meskipun perjalanan kematian itu tetap tidak kita ketahui, gelap dan misterius, tapi akhir perjalanan itu sudah saya ketahui bahwa saya akan bangkit dan saya nanti akan hidup bersama Tuhan. |
GS | : | Apakah hal ini bisa kita sampaikan kepada seseorang yang kita hadapi yang sedang mengalami saat-saat menjelang ajalnya, Pak Paul? |
PG | : | Bisa, misalkan kita bisa menggunakan firman Tuhan membacakan dari 1 Tesalonika 4:14 yang berkata, "Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia." Jadi kita bisa memberikan kata-kata penghiburan ini sehingga sedikit banyak ini akan dapat mengurangi kegelisahan kita sewaktu membayangkan kematian. |
GS | : | Tapi ada juga orang yang menolak membicarakan tentang itu sebab dia merasa dia harus tetap hidup dan dia harus bisa bertahan dan dia menyangkali keadaan yang sebenarnya. |
PG | : | Ada orang yang tidak siap meninggal atas dasar misalnya anak-anak masih kecil, dia tahu dia masih dibutuhkan oleh anak-anaknya atau dia tahu istrinya sangat bergantung pada dia, atau suaminya sangat menyayanginya sehingga tidak bisa hidup tanpa dia. Jadi banyak alasan mengapa banyak orang yang tidak siap meninggalkan hidup ini. Namun sampai titik-titik terakhir saya kira kita harus mengatakan bahwa, "Baiklah meskipun saya tidak siap, tapi rasanya kereta akan membawa saya ke sana" maka kita harus menengok bukan saja ke belakang apa yang akan kita tinggalkan, tapi kita harus mulai menengok ke depan Siapa yang akan menyambut kita di sana. |
GS | : | Sebenarnya persiapan seperti ini bisa kita persiapkan jauh-jauh hari sebelum kita menghadapi kematian, begitu Pak Paul? |
PG | : | Saya kira ya. Misalkan jauh-jauh hari kita lebih sering merenungkan firman Tuhan yang mengatakan tentang hal seperti ini sehingga kita dikuatkan meskipun kematian adalah sebuah misteri yang tidak kita ketahui, tapi akhir kematian itu sudah kita ketahui bahwa saya akan hidup bersama Tuhan selamanya dan saya akan dibangkitkan setelah saya meninggal. |
GS | : | Hal kedua apa yang harus kita perhatikan, Pak Paul? |
PG | : | Yang kedua adalah bahwa perpisahan dengan semua yang terkait dengan hidup di dalam dunia merupakan keniscayaan, yang sudah saya singgung bahwa biasanya kita cemas tatkala membayangkan kita harus berpisah karena kematian dengan orang—orang yang kita kasihi, tapi kita harus berpisah dengan relasi yang selama ini kita kenal, sebab di dalam surga relasi yang akan ada bukanlah relasi seperti yang kita pahami selama ini, kita akan saling mengenal namun pengenalan akan diri atau identitas diri tidak memicu reaksi emosional dan mental yang sama. Jadi kita harus menerima fakta ini. Misalkan firman Tuhan mencatat tentang pertanyaan orang-orang Saduki kepada Tuhan, "Bagaimana kalau orang ini sudah meninggal, tapi dalam hidupnya dia menikah dengan yang satu dan istrinya meninggal dan kemudian dia menikah lagi dengan yang satu dan seterusnya kemudian bertanya nanti dia istrinya siapa di surga". Tuhan berkata, "Engkau tidak mengerti tentang surga sebab di dalam surga tidak ada lagi kawin mengawin", tapi kita bisa mengenali satu sama lain, ternyata ikatan-ikatan yang kita bangun di dalam dunia ini di surga tidak ada, lain. Memang sebuah konsep yang tidak bisa kita pahami namun intinya adalah kita akan saling mengenali tapi keterikatan emosional atas dasar pengenalan itu ternyata sudah berbeda sekali, kita tidak akan berkata, "Engkau adalah istriku, anakku, suamiku" tidak seperti itu. Memang kita akan berpisah dengan relasi yang kita kenal sekarang ini. Juga kita pun harus menyerahkan siapa yang akan bersama dengan kita di surga ke tangan Tuhan sendiri. Kita harus berserah ke dalam kehendak-Nya yang sempurna dan adil. Mungkin kita harus berpisah selamanya dengan orang-orang tertentu namun kita harus merelakan hal itu terjadi karena kita percaya Tuhan tidak membuat kesalahan dalam pemilihan-Nya, bukankah pada akhirnya tujuan hidup bukanlah bersama dengan orang yang kita kasihi, melainkan untuk melayani dan hidup bersama dengan Tuhan Yesus. Maka di Yohanes 14:2 firman Tuhan memberi kepada kita kepastian, Yesus berkata, "Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." |
GS | : | Memang ini agak sulit untuk dipahami sebab kita di dunia menjalin relasi keluarga misalnya dengan istri, suami, anak-anak sebaik mungkin dan itu menimbulkan ikatan yang makin hari makin erat dan pada waktu menjelang kematian kita harus melepaskan ini hampir secara mendadak atau bahkan lebih cepat dari waktu kita membangunnya dan ini menimbulkan goncangan yang luar biasa dalam diri seseorang. |
PG | : | Memang benar. Tapi kalau kita membayangkan surga tempat kita nanti berdiam bersama Tuhan maka kita harus menerima sebuah fakta yang baru yaitu nanti di surga ikatan emosional itu tidak ada lagi. Jadi misalkan bahwa nanti di surga mungkin kita tidak bertemu dengan anak kita, mungkin kita bisa tahu anak kita tidak ada di sana, tapi ternyata perasaan yang timbul tidak sama, sebab ikatan emosional antara ayah dan anak, ibu dan anak tidak ada lagi. Itu sebabnya Yesus berkata pada orang Saduki tidak ada kawin mengawin di surga, meskipun kita mengenali dia siapa dan mungkin saja kita masih ingat dia adalah istri atau suami kita tapi ternyata perasaan kita lain tidak sama seperti di sini. Jadi perasaan bahwa kita ada keluarga di sana atau tidak ada keluarga di sana, saya kira itu tidak ada lagi. Kita tidak bisa berkata, "Senang ya bisa berkumpul bersama keluarga kita" tidak seperti itu sebab ikatan-ikatan itu gugur dan kita di surga memunyai sebuah ikatan yang baru, ikatan sebagai keluarga Allah dimana kita berkumpul bersama. |
GS | : | Karena fokus kita hanya pada Tuhan Yesus dan bukan pada hal-hal yang lain. |
PG | : | Betul. Jadi sebuah pengalaman yang berbeda. Kalau kita membayangkan kematian kemudian kita bersedih harus berpisah dan sebagainya, memang kita harus mengingat bahwa kita harus berpisah dengan relasi atau ikatan emosional yang kita kenal sekarang, sebab di surga tidak ada lagi ikatan emosional seperti ini. |
GS | : | Ada orang yang gelisah untuk meninggalkan dunia karena keterikatannya dengan harta benda, dia memikirkan kalau nanti saya meninggal, harta saya hilang semua karena saya tidak bisa membawanya. |
PG | : | Padahalnya nanti di surga, bukan hanya itu tidak dibutuhkan tapi kalau pun ada benda-benda itu, ikatan emosional dengan benda itu tidak ada lagi, semua digantikan. Tidak ada lagi ikatan seperti yang kita kenal sekarang ini. |
GS | : | Mungkin dia mencarinya dengan susah payah bertahun-tahun, itu menimbulkan kegelisahan bagi orang-orang ini. |
PG | : | Iya, tapi di surga dia harus berpisah dengan semua ini dan tidak ada jalan lain. |
GS | : | Hal yang lain apa, Pak Paul, yang berhubungan dengan ini? |
PG | : | Kita bisa melihat yang ketiga adalah derita dan rasa sakit adalah bagian tak terpisahkan dari hidup. Kita biasanya cemas membayangkan kematian karena membayangkan penderitaan dan rasa sakit menjelang kematian itu, tapi saya mau ingatkan bahwa derita dan rasa sakit adalah bagian tak terpisahkan dari hidup. Misalkan semua wanita yang pernah melahirkan pernah merasakan rasa sakit, semua yang pernah mengalami kecelakaan pernah mengalami rasa sakit dan semua anak yang pernah terjatuh pernah merasakan rasa sakit. Singkat kata, sesungguhnya rasa sakit dan derita telah menjadi bagian hidup sejak awal. Jika demikian halnya tidak semestinya kita memandang rasa sakit menjelang kematian sebagai penderitaan yang khusus atau terlebih menyakitkan dibanding rasa sakit lain yang pernah kita alami sebelumnya. Bila dengan anugerah Tuhan kita dapat melalui semua rasa sakit itu dengan anugerah Tuhan yang sama, kita akan dapat melewati rasa sakit menjelang kematian jika memang hal itu harus terjadi. Jadi firman Tuhan sudah mengingatkan kepada kita di II Korintus 12:9, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Kita tahu ini jawaban Tuhan terhadap permohonan Rasul Paulus supaya duri dalam dagingnya itu dicabut oleh Tuhan, penderitaan yang dialaminya itu disingkirkan oleh Tuhan tapi Tuhan berkata, "Tidak, sebab Aku akan memberikan kasih karunia-Ku, anugerah-Ku dan itu akan cukup bagimu menghadapi penderitaanmu itu". |
GS | : | Yang mungkin membedakan kalau ada wanita yang melahirkan, kita jatuh kemudian merasa sakit. Pada waktu kita hidup di dunia ini dan kita merasakan kesakitan kemudian ada orang di samping kita menghibur kita memberikan dukungan kepada kita, dan kesakitan menjelang kematian yang dikhawatirkan adalah orang-orang ini tidak ada lagi di sekitar kita dan kita merasa sendirian harus menderita dalam kesendirian, dan itu yang menggelisahkan. |
PG | : | Walaupun sebetulnya kenyataannya adalah dalam rasa sakit menjelang kematian lebih besar kemungkinannya kita juga tidak mengetahui apa-apa lagi sebab kondisi mental kita sudah sangat terpengaruhi sehingga kita tidak begitu menyadari siapa yang ada di sebelah kita dan sebagainya. Saya mendampingi orang sakit dan pernah mendampingi orang yang coma meskipun itu adalah coma yang disengaja untuk menghilangkan infeksi di paru-parunya jadi memang dimasukkan ventilator ke dalam tubuhnya dan orang itu harus dibuat coma sampai infeksi di paru-parunya itu sembuh. Saya masih ingat dan saya bertanya setelah dia bangun dari comanya, "Apakah dia menyadari apa yang telah terjadi?" sebab setiap hari saya datang ke sana, setiap hari saya menyanyi buat dia, saya berdoa buat dia, dia jawab, "Sama sekali dia tidak tahu kalau saya datang". Jadi saya melihat dia begitu kasihan tapi ternyata dia tidak tahu apa-apa. Dengan perkataan lain, memang mungkin kita harus menderita kesakitan sebelum meninggal, tapi yang seringkali keliru adalah kita beranggapan menjelang kematian kesakitan itu tiba-tiba akan menjadi super besar, ternyata tidak, karena kita sudah dihantam kesakitan di masa yang lampau. |
GS | : | Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Kematian Membayang". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga![]() |
103. Ketika Tuhan Terlambat 1 | |
Seringkali kita merasa pertolongan Tuhan terlambat atas diri kita, ketika kita membutuhkan pertolongannya, Tuhan tidak segera mengulurkan tangan. Demikian juga yang dialami oleh Marta dan Maria ketika meminta kesembuhan kakaknya Lazarus, hingga akhirnya kakaknya meninggal. Pengalaman yang cukup pahit dialami oleh mereka tapi itu diizinkan oleh Tuhan. Disini kita akan belajar dari pengalaman mereka mengenai keterlambatan Tuhan menolong kita, sehingga ketika kita menghadapi hal serupa, kita bisa mengerti dan lebih siap untuk menjalaninya.
Tidak mudah untuk mengerti tindakan Tuhan, terutama tatkala kita tengah membutuhkan pertolongan-Nya. Kadang kita merumuskan Tuhan dan berharap bahwa Ia akan bertindak sesuai rumus tersebut. Namun pada akhirnya kita menyadari bahwa IA MELAMPAUI RUMUS YANG TELAH KITA BUAT. Marilah kita melihat pengalaman dua sahabat Kristus—Marta dan Maria—yang juga pernah mengalami kebingungan memahami tindakan Tuhan Kita Yesus yang datang terlambat untuk menyembuhkan Lazarus, sebagaimana dicatat di Injil Yohanes 11.
Ada tiga hal tentang Tuhan yang mesti dipahami:
Apa yang terjadi sebelum Lazarus dibangkitkan sesungguhnya merupakan ujian berat buat Marta dan Maria, yang mengharuskan mereka untuk bergumul. Ada tiga pergumulan yang dihadapi mereka.
Berikut, kita pun mafhum bahwa Ia adalah yang Maha Kuasa. Masalahnya adalah, mengapakah Ia tidak selalu menunjukkan kuasa-Nya secara nyata? Mengapakah Ia tidak mencegah yang buruk menimpa kita bila Ia berkuasa penuh? Semua ini adalah bagian dari pergumulan mengenal karakter Tuhan dan memang ini tidak mudah.
Pada akhirnya dasar pengenalan kita akan Tuhan bersumber dari fakta bahwa Ia rela turun ke dunia, menjadi manusia yang terbatas, dan akhirnya mati di kayu salib.
Semua dilakukan-Nya demi kita! Kayu salib memperlihatkan tiga hal:
Cara dan waktu Tuhan bekerja menunjukkan kesempurnaan-Nya. Pada saat kedatangan-Nya, bagi Marta dan Maria, Yesus tidak lagi dibutuhkan. Kakaknya sudah meninggal dunia. Singkat kata, pada saat itu mereka sudah tidak lagi memunyai pengharapan. Apa yang mereka dambakan sudah pupus sampai di titik terendah. Ternyata itulah yang dikehendaki Tuhan Yesus. Ia mengosongkan Marta dan Maria supaya mereka dapat menyaksikan kemuliaan Anak Allah di titik tertinggi!
Kadang Tuhan pun mengosongkan kita dari segala konsep tentang siapakah Tuhan dan dari segala pengharapan supaya kita dapat menyaksikan kemuliaan Anak Allah yang terbesar. Pada saat terendah kita barulah dapat melihat kekuasaan Allah yang tertinggi! Pada saat Ia membuka jalan sewaktu kita menemui jalan buntu, di situlah kita melihat bahwa Ia adalah Allah yang Maha Kuasa dan Ajaib.
Kebanyakan rencana kita manusia jauh lebih sederhana dan terbatas ketimbang rencana Tuhan. Kita hanya dapat melihat sejauh mata memandang. Tuhan melihat melampaui mata manusia. Kebangkitan Lazarus menjadi bukti dan pengharapan iman kita—beribuan tahun setelah Lazarus mati dan dibangkitkan.
Salah satu hal tersulit yang mesti kita alami adalah menerima rencana Tuhan yang LAIN. Kita berharap Tuhan mempunyai rencana yang SAMA dengan rencana kita. Namun, itu tidak selalu terjadi. Rencana Tuhan yang lain bukan berisikan niat jahat; rencana-Nya selalu berisikan hati yang mengasihi kita.
Untuk dapat melihat dan menerima rencana Tuhan yang lain dibutuhkan iman yang besar. Lewat peristiwa kebangkitan Lazarus, Tuhan menumbuhkan iman Marta dan Maria. Inilah yang Tuhan lakukan di dalam hidup kita pula. IA SENANTIASA BERUSAHA MENUMBUHKAN IMAN KITA SUPAYA KITA DAPAT BERELASI DENGAN-NYA PADA LEVEL KEINTIMAN TERDALAM.
Tantangan Tuhan Yesus kepada Marta adalah, "Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah." Tantangan yang sama Ia berikan kepada kita pula. Ia rindu memperlihatkan kemuliaan-Nya kepada kita namun untuk itu diperlukan iman—bahwa Ia sanggup melakukan semua yang tak terbayangkan. Rencana Tuhan yang lain bukan sama baiknya dengan rencana kita; rencana Tuhan yang lain JAUH LEBIH BAIK daripada rencana kita semula.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Ketika Tuhan Terlambat". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, judul ini tentu saja kalau dilihat dari pandangan kita atau sudut pandang kita sebagai manusia kadang-kadang tindakan Tuhan terlambat bagi kita tapi pada hakekatnya Tuhan tidak pernah terlambat dalam melakukan rencana-Nya, melakukan kehendak-Nya. Kalau Pak Paul mengangkat judul ini, sebenarnya apa yang ingin disampaikan?
PG : Kita memang harus mengakui bahwa tidak mudah untuk mengerti tindakan Tuhan terutama tatkala kita tengah membutuhkan pertolongan, kadang kita merumuskan Tuhan dan berharap Dia akan bertindak sesuai rumus tersebut namun pada akhirnya kita menyadari bahwa Dia melampaui rumus yang telah kita buat. Kita mau mengangkat sebuah topik tentang keterlambatan Tuhan dari sisi manusia yang sebetulnya kita tahu pada akhirnya Dia bertindak sesuai dengan waktu-Nya yang sempurna, namun tidak bisa tidak kalau kita yang berada dalam situasi tertentu itu kita akan beranggapan Tuhan terlambat, secara spesifik kita akan menyoroti apa yang terjadi pada dua orang yaitu Marta dan Maria yang juga harus menghadapi kebingungan memahami tindakan Yesus yang datang terlambat untuk menyembuhkan Lazarus sehingga Lazarus meninggal dunia sebagaimana dicatat pada injil Yohanes 11.
GS : Rumusan yang ada dalam diri kita tentunya berdasarkan pengalaman yang kita alami dari hari ke hari sejak kecilnya, ini tentu sulit bagi kita keluar dari kotak pemikiran ini untuk berpikir bahwa, "Tidak, Tuhan tidak terlambat" tapi menurut pikiran kita sendiri terlambat. Ini bagaimana menjembataninya, Pak Paul?
PG : Sudah tentu yang akan kita lihat bahwa untuk bisa menjembatani diperlukan mata iman sebab mata jasmaniah tidak bisa tidak akan menilainya Tuhan terlambat sebab dalam contoh Maria dan Marta pada akhirnya Lazarus meninggal dunia, masalahnya adalah mereka tidak bisa mengerti rencana Tuhan yang utuh, mereka tidak bisa melihat apa yang akan terjadi empat hari setelah kakaknya meninggal dunia. Jadi dengan kata lain, untuk kita bisa tetap percaya dan berjalan bersama Tuhan, meskipun Tuhan tidak sesuai rumus yang kita buat dan memang diperlukan iman.
GS : Tanpa membaca perikop ini secara keseluruhan di Yohanes ini, mari kita bicara satu persatu apa saja yang dialami oleh Marta dan Maria, yang pertama apa, Pak Paul?
PG : Yang pertama adalah Marta dan Maria berinisiatif memanggil Tuhan kita Yesus waktu Lazarus, kakaknya sakit. Ini memerlihatkan bahwa mereka memunyai iman bahwa Kristus sanggup menyembuhkan orang yang sakit. Ini bukannya sesuatu yang biasa, ini sesuatu yang sebetulnya luar biasa sebab Yesus yang mereka kenal adalah Yesus yang bertubuh manusia dan mereka melihat orang yang bernama Yesus secara nyata, makan bersama mereka, ngobrol bersama mereka, tapi mereka memunyai sebuah iman/keyakinan bahwa orang ini bukan orang yang biasa tapi seseorang yang punya kuasa, kuasa untuk menyembuhkan. Itu sebetulnya hal yang luar biasa tapi nanti akan kita lihat Tuhan meminta mereka untuk menambahkan iman supaya mereka bisa melihat Yesus bukan saja sebagai Tuhan yang bisa menyembuhkan, tapi nanti kita akan melihat Dia juga mampu membangkitkan orang yang sudah mati.
GS : Tapi sebelum itu Marta dan Maria sering melihat pelayanan Tuhan Yesus dan bagaimana Tuhan Yesus menyembuhkan orang, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi modal iman mereka ini didasari atas apa yang mereka saksikan selama ini namun tetap ini adalah sesuatu yang bagi saya bernilai bahwa mereka memunyai iman bahwa Yesus sanggup menyembuhkan. Memang inilah yang terjadi dalam diri kita pula bahwa seringkali iman kita berlandaskan pada apa yang telah kita lihat atau kita dengar. Misalkan kita mendengar seseorang bercerita bahwa dia pernah membutuhkan pekerjaan, dia berdoa kepada Tuhan dan Tuhan memberikan pekerjaan kepadanya. Hal seperti ini seringkali menjadi modal untuk kita beriman bahwa, "Tuhan sanggup menolong orang yang dalam kesusahan seperti itu" dan rupanya ini yang terjadi pada Marta dan Maria, mereka pernah melihat Tuhan menyembuhkan orang dan ini yang membuat mereka beriman bahwa Tuhan Yesus sanggup menyembuhkan kakaknya.
GS : Selain itu kita melihat kedekatan Marta dan Maria ini dengan Tuhan Yesus.
PG : Betul. Maka kita bisa melihat di Alkitab apa yang mereka katakan sewaktu mereka memanggil Tuhan Yesus datang. "Tuhan, dia yang Engkau kasihi sakit". Jadi sengaja mereka mengingatkan Tuhan bahwa yang sakit adalah orang yang dikasihi oleh Tuhan Yesus yaitu Lazarus dan bukan hanya itu Alkitab pun mencatat Yesus mengasihi Marta dan kakaknya Lazarus. Jadi jelas mereka punya hubungan yang akrab. Tapi disini kita juga dapat memetik suatu pelajaran yaitu ternyata dikasihi Tuhan tidak membebaskan kita dari sakit penyakit atau musibah lainnya, sama seperti orang lain kita pun tunduk kepada hukum dan gejala alam yang membuat kita rentan terhadap sakit penyakit atau persoalan hidup lainnya.
GS : Kalau sakit penyakit yang biasa misalnya flu atau sakit perut, biasanya orang bisa menerima itu, tapi untuk penyakit yang parah, yang bisa membawa kematian kadang kita sulit menerima, "Kenapa kita yang begitu dekat dan kenal dengan Tuhan harus menderita penyakit seperti ini".
PG : Saya kira ini reaksi yang wajar sebab kalau kita dekat dengan seseorang sedikit banyak berharap bahwa orang itu akan mengecualikan kita, memerlakukan kita dengan ekstra baik. Jadi ada pengharapan seperti itu, terhadap Tuhan pun saya kira wajar kalau kita memunyai pengharapan yang sama bahwa, "Tuhan selama ini saya dekat dengan-Mu, berbuat ini dan itu untuk Engkau, Engkau juga mengasihi saya dan saya juga merasakan kasih-Mu yang besar bagi saya, tapi kenapa di tengah hubungan kasih ini Engkau membiarkan persoalan hidup yang begitu besar datang menimpaku? Ini yang seringkali membuat kita bingung.
GS : Hal lain yang bisa kita lihat dari Marta dan Maria apa, Pak Paul?
PG : Yang berikut, Maria adalah orang yang meminyaki kaki Yesus dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya. Dengan kata lain, Maria adalah orang yang pernah memberi persembahan yang sangat bernilai kepada Tuhan Yesus, dari sini kita bisa menarik satu pelajaran yaitu kenyataan kita pernah memberikan persembahan kepada Tuhan tidak membebaskan kita dari masalah kehidupan, sekali lagi ini sesuatu yang wajar dan bukankah kita yang memberi begitu banyak kepada Tuhan, tidak menyimpan dan pokoknya semua untuk Tuhan, sedikit banyak memiliki pengharapan bahwa Tuhan akan membalas perbuatan atau persembahan kita itu, jangan sampai ada hal-hal yang buruk menimpa tapi sebaliknya biarlah Engkau tambahkan berkat, tapi kalaupun tidak menambahkan berkat mungkin kita berharap, "Setidak-tidaknya Engkau melindungi aku sehingga tidak ada hal yang buruk menimpa" tapi yang kita lihat Maria harus mengalami musibah yang sangat besar walaupun dia adalah orang yang memberikan persembahan yang bernilai kepada Tuhan.
GS : Tadi Pak Paul katakan, itu adalah hal yang wajar ketika kita memberikan persembahan terselip maksud seperti itu dan saya percaya Tuhan pun mengerti tentang harapan kita.
PG : Saya kira iya, kalaupun kita merasa kecewa dan sebagainya pada akhirnya Tuhan mengerti kita manusia memunyai pengharapan seperti itu. Jadi kita lihat dalam kisah ini Tuhan pun tidak marah kepada Maria dan Marta.
GS : Hal lain yang bisa kita lihat apa, Pak Paul?
PG : Kita bisa melihat bahwa Tuhan Yesus tidak langsung pergi mengunjungi Lazarus, dengan kata lain Dia menolak untuk memenuhi permohonan Maria dan Marta, jadi dia meminta Yesus datang tapi Tuhan Yesus menolak. Saya bisa bayangkan penolakan ini pastilah mengecewakan mereka dan penolakan ini menjadi begitu dalam pengaruhnya oleh karena kedekatan hubungan antara mereka dan Tuhan kita Yesus, mereka tahu mereka dikasihi dan mereka tidak segan-segan mengorbankan persembahan yang besar bagi Tuhan namun sekarang Tuhan menolak permohonan mereka. Sebagai orang Kristen kadang-kadang ini kita lalui juga, kita meminta sesuatu dan bagi kita ini bukanlah permintaan yang muluk-muluk dan tidak minta yang seperti apa, tapi Tuhan menolak dan Tuhan tidak memberikan yang kita minta, tidak bisa tidak saya kira kita akan kecewa dan kita mungkin sekali terluka hati kita, "Kenapa Tuhan tidak mau menolong dan bahkan menolak?"
GS : Biasanya pada saat-saat seperti itu ada saja orang yang menawarkan supaya kita meminta kepada orang lain selain Tuhan Yesus, Pak Paul.
PG : Kadang itu yang terjadi. Kalau kita tidak kuat kita bisa tergoda, "Kenapa tidak cari yang lain dan meminta pertolongan yang lain, siapa tahu kalau dari yang lain kita mendapat pertolongan" dan akhirnya kita menjadi tidak setia.
GS : Alasan yang sering dikemukakan adalah, "Tuhan bisa memakai segala macam cara untuk memenuhi permohonan kita itu".
PG : Memang Tuhan bisa memakai segala macam cara tapi harus kita ingat Dia hanya memakai cara-Nya dan bukan memakai cara-cara yang disusupi roh jahat. Jadi hanya dari Dia saja kita bisa menerima kesembuhan atau pertolongan itu.
GS : Memang kita tidak tahu dengan tepat bagaimana reaksi Marta dan Maria ketika Tuhan Yesus tidak langsung datang, tapi seperti yang Pak Paul katakan ini pasti mengecewakan, kalau kita mengundang seseorang yang begitu dekat tapi orangnya tidak mau datang. Tapi hal lain yang perlu kita lihat apa, Pak Paul?
PG : Yang berikut adalah oleh karena Tuhan tidak datang maka Lazarus meninggal dunia, masalah dengan kematian Lazarus adalah Tuhan Yesus sendiri berkata, "Penyakit itu tidak akan membawa kematian tapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan". Ini yang dikatakan Tuhan sewaktu Dia dipanggil untuk datang menyembuhkan Lazarus. Singkat kata dengan kematian Lazarus, perkataan Tuhan tidak tergenapi, setidaknya dengan pemahaman manusia yang terbatas itu, sebab Tuhan berkata, "Tidak akan mati tapi justru mati" sekali lagi kita sebagai manusia kalau kita adalah Marta dan Maria, maka kita akan kecewa. Maka dua-dua, Marta dan Maria waktu mereka akhirnya bertemu lagi dengan Tuhan Yesus setelah kakaknya meninggal dunia, dua-dua mengatakan hal yang sama, "Kalau saja Engkau sudah datang", kata kalau saja itu menunjukkan kekecewaan mereka. "Kenapa tidak datang sewaktu dipanggil untuk menyembuhkan kakakku yang sakit" makanya dua-dua mengatakan hal yang sama, "Kalau saja Engkau datang". Tapi saya bisa mengerti kenapa begitu, apalagi yang terakhir ini perkataan Tuhan yaitu penyakit ini tidak akan membawa kematian, tapi Lazarus malah mati.
GS : Kalau memang penyakit Lazarus itu begitu parah dan mereka tahu kalau saudaranya akan meninggal kalau Tuhan Yesus tidak datang, apakah itu tidak tidak memersiapkan mereka berdua, Pak Paul?
PG : Saya duga mereka sebetulnya sedang menyiapkan hati untuk melihat mujizat mereka justru berharap Tuhan datang, dan mereka tidak menduga kalau Tuhan tidak datang karena mereka akrab dan Alkitab mencatat Tuhan Yesus mengasihi mereka bertiga. Jadi saya kira mereka tidak menduga sama sekali bahwa Yesus itu tidak memenuhi permintaan mereka, saya kira mereka kaget apalagi perkataan-Nya itu, "Tidak akan membawa kematian" bisa jadi ini menambah pengharapan bahwa pasti sembuh, tapi ditunggu-tunggu tidak datang-datang dan mungkin mereka hanya menduga Tuhan sudah berkata seperti itu berarti Tuhan segera datang dan mereka tunggu. Memang tidak ditulis kalau mereka sendiri yang datang kepada Tuhan Yesus, mungkin sekali mereka meminta seseorang untuk datang kepada Tuhan Yesus karena mereka harus merawat Lazarus. Jadi waktu diberitahukan Tuhan berkata, "Penyakit ini tidak akan membawa kematian" mereka pasti menunggu kalau Tuhan akan datang dan menyembuhkan, tapi nyatanya tidak datang dan malah mati. Saya kira ini goncangan iman yang berat bagi mereka.
GS : Saya kira mereka juga memahami bahwa Tuhan Yesus pernah hanya berkata dari jarak jauh dan orang yang sakit itu sembuh.
PG : Betul sekali. Dengan kata lain, mereka mungkin diingatkan dengan peristiwa tersebut, "Tuhan bisa menyembuhkan walaupun Dia tidak harus hadir" tapi setidak-tidaknya karena mereka dekat maka mereka mengharapkan Tuhan datang. Itu sebabnya waktu mereka bertemu dengan Tuhan lagi yang keluar dari mulut mereka adalah kalau saja Tuhan datang. Jadi mereka luar bisa kecewa.
GS : Jadi menghadapi kematian Lazarus ini disini muncul dalam pikiran mereka bahwa Tuhan ini terlambat, begitu Pak Paul?
PG : Betul sekali dan memang dari sisi manusia Dia datang terlambat 4 hari sebab Lazarus sudah meninggal dunia. Jadi memang dari sisi Maria dan Marta, Tuhan datang terlambat. Tidak bisa tidak, tindakan Tuhan sungguh membingungkan dan mengecewakan mereka, Marta dan Maria, yang punya hubungan dekat dengan Tuhan, tapi secara tiba-tiba Dia memanggil kakaknya Lazarus dan bukan hanya itu Tuhan pun menolak permohonan mereka dan sampai titik kematian Lazarus Tuhan tidak memenuhi janji-Nya bahwa Lazarus tidak akan mati. Sungguh-sungguh membingungkan dan mengecewakan. Jadi Maria memang tidak mau datang untuk menemui Tuhan Yesus sewaktu Tuhan datang dan hanya Marta yang keluar dan Maria baru datang menemui Yesus setelah Marta mengajaknya dan berkata kepada Dia, "Guru ada di sana dan Dia memanggil Engkau" barulah dia datang. Jadi kita bisa lihat kecewa dalam sekali dan siapa yang kecewa paling dalam? Maria. Mengapa, karena dia yang memberi paling besar. Kita bisa mengerti orang yang mengasihi Tuhan dan memberi besar kepada Tuhan, berkorban kepada Tuhan dan mengharapkan yang terbaik terjadi lewat mujizat Tuhan, ternyata tidak mendapatkan semuanya, dia kecewa.
GS : Mungkin ada pikiran, "Lebih baik Tuhan tidak perlu datang, karena Lazarus sudah meninggal".
PG : Saya kira seperti itu, karena mungkin mereka berpikir, "Untuk apa datang, sudah terlambat". Dengan kata lain, di titik itu mereka tidak memunyai kebutuhan akan Tuhan sebab Tuhan sudah tidak berbuat apa-apa. Ini yang kadang juga kita alami, kalau kita tidak kuat, kita sudah minta Tuhan dan Tuhan tidak kabulkan akhirnya tawar hati. Makanya ada sebagian orang yang berkata, "Buat apa tidak ada gunanya lagi, kita minta Tuhan juga tidak kabulkan maka untuk apa percaya sama Tuhan" jadi mungkin sekali saat itu mereka berpikir demikian, setidak-tidaknya yang kita lihat Maria memang tidak mau langsung menemui Tuhan Yesus.
GS : Tapi masih ada inisiatif yang baik dari Marta untuk memberitahukan kepada Maria dan mengajak Maria untuk berjumpa dengan Tuhan Yesus.
PG : Betul sekali. Marta sebenarnya juga tidak siap melepaskan hubungan itu dan dia berinisiatif dan memanggil Maria, meskipun yang memanggil adalah Tuhan Yesus sendiri, tapi dia yang pergi.
GS : Kemudian mereka mempertemukan Tuhan Yesus dengan jenazah Lazarus ini.
PG : Betul sekali. Waktu mereka datang menghampiri kuburan itu dan kita tahu akhirnya Tuhan membangkitkan Lazarus yang telah mati yang telah dikubur selama 4 hari. Yang dikatakannya adalah, "Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa percaya kepada-Ku dia akan hidup walaupun dia sudah mati". Singkat kata, Tuhan melakukan mujizat yang lebih besar daripada menyembuhkan, Ia menghidupkan orang mati. Ini membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan sebab hanya Tuhan yang memunyai kuasa untuk memberi hidup.
GS : Kita memang tidak tahu, kira-kira kalau kita membayangkan tentang hal itu apa reaksi Marta dan Maria kalau melihat sekalipun Tuhan Yesus datang terlambat, saudaranya ini dibangkitkan dari kematian.
PG : Saya kira reaksi pertama adalah tidak percaya, waktu melihat Lazarus keluar dari kuburan, "Apakah benar?" dan kalau saya jadi mereka, mungkin saya akan bertanya-tanya, "Besok atau lusa apakah akan mati lagi atau tidak, karena dia baru sakit berat". Jadi sebagai manusia kita akan disusupi oleh keraguan, "Ini hidup lagi untuk berapa lama?" Tapi kalau pun mereka ada pikiran seperti itu mereka bisa lewati karena Lazarus tidak mati besoknya. Saya kira reaksi pertama adalah tidak percaya dan reaksi berikutnya adalah sukacita yang luar biasa melihat bahwa Tuhan berkarya di luar pemikiran mereka.
GS : Untungnya bentuk kuburan itu memungkinkan Lazarus dipanggil keluar, bukan dimakamkan seperti yang kita lihat di sini.
PG : Betul. Jadi dalam goa dan hanya ditutup saja dengan batu.
GS : Dari kisah ini yang sungguh-sungguh nyata terjadi dicatat di dalam Kitab Suci, kesimpulan apa yang bisa kita ambil, Pak Paul?
PG : Ada dua yang bisa kita rangkumkan, yang pertama adalah Tuhan sengaja datang terlambat supaya Ia dapat menunjukkan bukan saja kepada Marta dan Maria, tapi kepada kita semua, bahwa Ia adalah Allah yang menjadi manusia, lewat kebangkitan Lazarus, Yesus anak Allah dimuliakan. Kadang Tuhan mengizinkan hal buruk terjadi karena Ia ingin memerlihatkan kemuliaan-Nya kepada kita, kebangkitan Lazarus memberikan kepada kita kepastian bahwa kita pun akan dibangkitkan, kematian yang kita alami hanyalah sementara sebab untuk selamanya kita akan hidup bersama Tuhan dalam kekekalan. Inilah yang ingin Tuhan sampaikan bukan saja kepada Maria dan Marta, tapi kepada kita semua dan bayangkan efeknya atau dampaknya pada Lazarus yang sudah mati dan dibangkitkan, ini benar-benar sebuah kesaksian yang luar biasa dan semua orang tahu dia sudah mati dan dialah orang yang bisa berkata, "Saya pernah mati, saya pernah mengalami ini dan 4 hari saya dikubur dan dibangkitkan". Siapa yang membangkitkan? Yang membangkitkan adalah Yesus. Ini adalah peristiwa yang luar biasa dan sekaligus membuktikan bahwa Yesus bukan hanya manusia, tapi Yesus adalah Allah yang menjadi manusia, itu sebabnya Dia punya kuasa memberikan kehidupan kepada manusia.
GS : Di Alkitab kita jarang mendengar kiprah dari Lazarus setelah peristiwa ini, Pak Paul.
PG : Sebetulnya kita tidak lagi mendengar kiprahnya karena tidak disebutkan lagi dan alasannya jelas karena yang terpenting dari cerita ini bukanlah Lazarus dan Maria serta Marta tapi Yesus adalah pokok cerita ini bahwa Ia adalah Anak Allah yang telah dikatakannya lewat peristiwa ini, "Anak Allah akan dimuliakan".
GS : Hal kedua yang ingin Pak Paul sampaikan apa?
PG : Tuhan senantiasa menguji iman dan kasih kita kepada-Nya dan Tuhan tidak pernah berhenti menguji kasih dan iman kita kepada-Nya. Lewat semua ini Tuhan seakan-akan bertanya kepada Marta dan Maria, "Masihkah engkau mengasihi-Ku dan masihkah engkau memercayai-Ku?" Setelah 4 hari Lazarus meninggal, Maria dan Marta akhirnya menemui Tuhan Yesus. Berarti mereka masih mau memertahankan relasi ini, ada waktu-waktu Tuhan mengizinkan peristiwa yang buruk terjadi seolah-olah Tuhan mau menggunakan semuanya untuk bertanya kepada kita meskipun semua terjadi, "Masihkah engkau akan menemui-Ku, masihkah engkau mengasihi-Ku dan masihkah engkau memercayai-Ku meskipun engkau mengalami semua pukulan ini, dan meskipun engkau tidak mengerti apa yang sedang Aku lakukan, masihkah engkau memercayai-Ku?" Dan saya yakin Tuhan juga mengajukan pertanyaan yang sama kepada kita.
GS : Kalau penderitaan kematian seperti itu sudah lewat, tentu orang akan merespon dengan, "Saya tetap memercayai Tuhan karena kenyataannya Tuhan menolong" tapi masalahnya ketika problema hidup itu sedang melanda kita, maka itu akan sulit sekali dijawab, Pak Paul.
PG : Sangat sulit karena waktu persoalan datang yang nampak di mata kita adalah persoalan yang muncul dalam benak kita terus menerus 24 jam sehari adalah persoalan. Maka disitulah kita ditantang Tuhan kembali memercayai-Nya dan tidak hidup berdasarkan apa yang dilihat, tapi hidup berdasarkan apa yang diimani.
GS : Dan lewat peristiwa itu Tuhan menghendaki kita bukan hanya sekadar mengasihi seperti sebelum peristiwa itu terjadi, tapi yang lebih dari itu karena ini merupakan peningkatan.
PG : Saya kira demikian, jadi kalau kita bisa melewati ujian demi ujian, kasih kita kepada Tuhan makin bertambah dan iman kita kepada-Nya juga akan makin bertambah.
GS : Jadi istilah keterlambatan Tuhan sebenarnya bukan sesuatu yang nyata terjadi, Pak Paul?
PG : Betul. Sebab Ia sudah punya waktu dan waktu-Nya selalu tepat dan sempurna dan itu menunjukkan kehendak-Nya yang juga sempurna, rencana-Nya yang juga sempurna dan dalam kerangka itulah Ia bertindak sesuai dengan waktu-Nya itu.
GS : Melalui peristiwa yang menghebohkan ini dan juga memberikan teladan bagi kita, memang kita bisa menikmati apa yang Tuhan katakan bahwa Dia adalah kebangkitan dan hidup dan sampai sekarang pun ayat itu masih sering dibacakan dan dibicarakan pada upacara kematian.
PG : Betul. Jadi lewat peristiwa itu keluarlah pernyataan dari Tuhan Yesus yaitu "Akulah kebangkitan dan hidup, barang siapa percaya kepada-Ku dia akan hidup walaupun ia sudah mati". Berkat akibat peristiwa itu tidak berkesudahan bahkan sampai hari ini.
GS : Kita akan melanjutkan perbincangan ini untuk melihat dari sisi-sisi lain pelajaran apa yang bisa kita peroleh melalui peristiwa Lazarus ini, dan untuk kali ini harus kita sudahi.
Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Tuhan Terlambat" bagian yang pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
104. Ketika Tuhan Terlambat 2 | |
Seringkali kita merasa pertolongan Tuhan terlambat atas diri kita, ketika kita membutuhkan pertolongannya, Tuhan tidak segera mengulurkan tangan. Demikian juga yang dialami oleh Marta dan Maria ketika meminta kesembuhan kakaknya Lazarus, hingga akhirnya kakaknya meninggal. Pengalaman yang cukup pahit dialami oleh mereka tapi itu diizinkan oleh Tuhan. Disini kita akan belajar dari pengalaman mereka mengenai keterlambatan Tuhan menolong kita, sehingga ketika kita menghadapi hal serupa, kita bisa mengerti dan lebih siap untuk menjalaninya.
Tidak mudah untuk mengerti tindakan Tuhan, terutama tatkala kita tengah membutuhkan pertolongan-Nya. Kadang kita merumuskan Tuhan dan berharap bahwa Ia akan bertindak sesuai rumus tersebut. Namun pada akhirnya kita menyadari bahwa IA MELAMPAUI RUMUS YANG TELAH KITA BUAT. Marilah kita melihat pengalaman dua sahabat Kristus—Marta dan Maria—yang juga pernah mengalami kebingungan memahami tindakan Tuhan Kita Yesus yang datang terlambat untuk menyembuhkan Lazarus, sebagaimana dicatat di Injil Yohanes 11.
Ada tiga hal tentang Tuhan yang mesti dipahami:
Apa yang terjadi sebelum Lazarus dibangkitkan sesungguhnya merupakan ujian berat buat Marta dan Maria, yang mengharuskan mereka untuk bergumul. Ada tiga pergumulan yang dihadapi mereka.
Berikut, kita pun mafhum bahwa Ia adalah yang Maha Kuasa. Masalahnya adalah, mengapakah Ia tidak selalu menunjukkan kuasa-Nya secara nyata? Mengapakah Ia tidak mencegah yang buruk menimpa kita bila Ia berkuasa penuh? Semua ini adalah bagian dari pergumulan mengenal karakter Tuhan dan memang ini tidak mudah.
Pada akhirnya dasar pengenalan kita akan Tuhan bersumber dari fakta bahwa Ia rela turun ke dunia, menjadi manusia yang terbatas, dan akhirnya mati di kayu salib.
Semua dilakukan-Nya demi kita! Kayu salib memperlihatkan tiga hal:
Cara dan waktu Tuhan bekerja menunjukkan kesempurnaan-Nya. Pada saat kedatangan-Nya, bagi Marta dan Maria, Yesus tidak lagi dibutuhkan. Kakaknya sudah meninggal dunia. Singkat kata, pada saat itu mereka sudah tidak lagi memunyai pengharapan. Apa yang mereka dambakan sudah pupus sampai di titik terendah. Ternyata itulah yang dikehendaki Tuhan Yesus. Ia mengosongkan Marta dan Maria supaya mereka dapat menyaksikan kemuliaan Anak Allah di titik tertinggi!
Kadang Tuhan pun mengosongkan kita dari segala konsep tentang siapakah Tuhan dan dari segala pengharapan supaya kita dapat menyaksikan kemuliaan Anak Allah yang terbesar. Pada saat terendah kita barulah dapat melihat kekuasaan Allah yang tertinggi! Pada saat Ia membuka jalan sewaktu kita menemui jalan buntu, di situlah kita melihat bahwa Ia adalah Allah yang Maha Kuasa dan Ajaib.
Kebanyakan rencana kita manusia jauh lebih sederhana dan terbatas ketimbang rencana Tuhan. Kita hanya dapat melihat sejauh mata memandang. Tuhan melihat melampaui mata manusia. Kebangkitan Lazarus menjadi bukti dan pengharapan iman kita—beribuan tahun setelah Lazarus mati dan dibangkitkan.
Salah satu hal tersulit yang mesti kita alami adalah menerima rencana Tuhan yang LAIN. Kita berharap Tuhan mempunyai rencana yang SAMA dengan rencana kita. Namun, itu tidak selalu terjadi. Rencana Tuhan yang lain bukan berisikan niat jahat; rencana-Nya selalu berisikan hati yang mengasihi kita.
Untuk dapat melihat dan menerima rencana Tuhan yang lain dibutuhkan iman yang besar. Lewat peristiwa kebangkitan Lazarus, Tuhan menumbuhkan iman Marta dan Maria. Inilah yang Tuhan lakukan di dalam hidup kita pula. IA SENANTIASA BERUSAHA MENUMBUHKAN IMAN KITA SUPAYA KITA DAPAT BERELASI DENGAN-NYA PADA LEVEL KEINTIMAN TERDALAM.
Tantangan Tuhan Yesus kepada Marta adalah, "Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah." Tantangan yang sama Ia berikan kepada kita pula. Ia rindu memperlihatkan kemuliaan-Nya kepada kita namun untuk itu diperlukan iman—bahwa Ia sanggup melakukan semua yang tak terbayangkan. Rencana Tuhan yang lain bukan sama baiknya dengan rencana kita; rencana Tuhan yang lain JAUH LEBIH BAIK daripada rencana kita semula.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling serta dosen di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang. Perbincangan kami kali ini tentang "Ketika Tuhan Terlambat" bagian yang kedua. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lampau kita membicarakan tentang peristiwa Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus seperti yang tercatat di Injil Yohanes 11. Kini kita akan coba mendalami konteksnya dengan kehidupan kita pada masa kini tentang pergumulan yang ada dalam diri terutama Marta dan Maria, kerap kali dalam pergumulan ini kita tidak bisa tahu, tidak bisa memilah-milah sebenarnya apa maksud pergumulan ini sehingga menjadi campur aduk, ini sebuah pergumulan yang seolah-olah tak terselesaikan. Mungkin Pak Paul bisa membantu dalam perbincangan ini, sebenarnya pergumulan apa yang terjadi ketika seseorang itu menantikan pertolongan Tuhan, tapi ternyata pertolongan itu tidak kunjung datang dan datangnya tidak tepat seperti apa yang kita harapkan.
PG : Kita memang dalam topik yang sama yaitu membicarakan tentang Yohanes pasal 11, tentang kematian Lazarus dan juga kebangkitannya. Kita tahu bahwa Maria dan Marta memanggil Tuhan kemudian Tuhan datangnya terlambat 4 hari sampai akhirnya Lazarus meninggal. Tadi sudah disinggung hal yang baik kalau kita diperhadapkan dengan sebuah persoalan yang berat dan meminta pertolongan Tuhan, sedangkan pertolongan itu tidak datang tepat waktu, pada umumnya kita akan mengalami pergumulan yang berat. Sebetulnya pergumulan tersebut adalah pergumulan tentang mengerti karakter Tuhan, kedua cara kerja Tuhan dan yang ketiga rencana Tuhan. Jadi sekilas tampaknya mudah bagi kita memahami ketiga hal ini namun tidak demikian, kita mudah memahaminya kalau kita sedang tidak dalam masalah yang berat, tapi waktu kita menghadapi masalah yang berat untuk bisa mengerti karakter Tuhan atau cara kerja Tuhan dan rencana Tuhan saya kira itulah yang sulit. Jadi ini yang kita mau soroti pada kesempatan ini.
GS : Disitu terbukti bahwa kadang-kadang yang kita mengerti hanya sampai di pengertian kita secara akal tetapi untuk penghayatannya ini butuh waktu atau proses yang panjang bahkan membutuhkan pengalaman pribadi dengan Tuhan supaya kita benar-benar mengerti apa sebenarnya pergumulan kita, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Jadi memang sewaktu kita mengalami persoalan dalam hidup kita harus membingkainya dengan tepat. Bingkai yang tepat adalah bingkai sebetulnya Tuhan sedang berbuat sesuatu kepada kita dan lewat peristiwa ini kita akan mengenal karakter-Nya dengan lebih dekat lagi dan akan mengenal cara kerja-Nya lebih tepat lagi dan yang ketiga kita akan mengenal rencana-Nya dengan lebih pasti lagi.
GS : Kalau kita membahasnya satu demi satu bagaimana, Pak Paul?
PG : Yang pertama kita perhatikan pergumulan memahami karakter Tuhan. Kita tahu bahwa Tuhan adalah pengasih dan bahwa Ia mengasihi kita, namun bagaimanakah mungkin Ia tega membiarkan sesuatu yang buruk menimpa kita bila Ia mengasihi kita. Atau mungkin kita juga harus bergumul memahami karakter Tuhan yang lainnya yaitu bahwa Ia adil, namun bukankah seringkali kita harus menyaksikan ketidakadilan dalam dunia ini, jika demikian bagaimanakah kita bisa melihat Dia adil. Berikut kita juga mahfum bahwa Ia adalah Allah yang Maha Kuasa, masalahnya adalah mengapakah Ia tidak selalu menunjukkan kuasa-Nya secara nyata, mengapakah Ia tidak mencegah yang buruk menimpa kita bila Ia berkuasa penuh. Semua ini adalah bagian dari pergumulan mengenal karakter Tuhan dan memang tidak mudah.
GS : Jadi saya percaya setiap karakter Tuhan yang bersinggungan dengan kehidupan kita selalu menimbulkan pergumulan bukan hanya ketiga karakter yang Pak Paul sebutkan, tapi saya pastikan hampir semua karakter Tuhan membingungkan kita karena kita ini adalah makhluk dan Dia adalah Khalik yang menciptakan kita.
PG : Betul. Terutama kalau kita yang pas terkena persoalan tersebut, kalau orang lain yang terkena maka kita mudah untuk memberikan kata-kata penghiburan kepadanya bahwa, "Tuhan mengasihi kamu meskipun ini yang terjadi pada dirimu", atau "Kamu jangan khawatir Dia itu Allah yang Maha Kuasa", kalau kita yang sedang mengalaminya seperti dalam kasus Marta dan Maria, kakak mereka sedang sekarat dan hampir meninggal dunia Tuhan tidak datang dan Tuhan membiarkan kakaknya meninggal dunia, tidak bisa tidak mereka nantinya bertanya-tanya, "Kalau Tuhan mengasihi, kenapa Dia tidak datang". Jadi dengan kata lain, waktu kita terkena langsung oleh persoalan itu, seolah-olah kita harus memulai sebuah pergumulan yang baru lagi, yang segar lagi, untuk kembali mengerti bahwa Dia adalah Allah yang penuh kasih, Allah yang adil dan kudus dan Dia adalah Allah yang Maha Kuasa.
GS : Begitu kompleks karakter Tuhan ini sehingga kita mustahil untuk bisa memahaminya kecuali Tuhan sendiri yang membukakan diri-Nya bahwa Dia sesuai dengan karakter yang kita kenal, begitu Pak Paul.
PG : Betul. Itu sebabnya Allah harus menjadi manusia, Allah dalam tubuh manusia menderita disalibkan dan akhirnya mati, itu sebetulnya sekaligus menyingkapkan akan hal-hal yang kalau tidak Dia lakukan maka kita tidak akan mungkin bisa mengerti. Jadi kayu salib atau kematian-Nya memerlihatkan yang pertama adalah Dia adalah Allah yang mengasihi kita sebab Dia datang ke dunia dan Dia mati untuk kita. Dia mengasihi kita dan Dia adalah Allah yang adil sehingga dosa harus dibayar dengan nyawa-Nya sendiri. Jadi kayu salib memerlihatkan kekudusan Allah, keadilan Allah bahwa hukuman dosa harus dibayar dan dibayarnya lewat kematian atau darah. Dan yang ketiga adalah Dia adalah Allah yang Maha Kuasa sebab semua terjadi di dalam kehendak-Nya yang sempurna maka waktu Tuhan Yesus diserahkan Dia berkata kepada Pilatus, "Kalau bukan Tuhan yang memberikan kuasa kepadamu, ini tidak akan terjadi dan saya tidak akan ditangkap dan disalibkan". Tapi dalam rencana Allah yang sempurna karena Dia Allah yang Maha Kuasa maka Dia sudah menetapkan Putranya Yesus harus mati saat itu juga. Jadi kita melihat Kemaha kuasaan Allah. Kayu salib perlu dan harus ada, Allah harus menjadi manusia dan hanya lewat itu kita bisa memahami memang Dia adalah Allah yang penuh kasih dan Allah yang adil dan Dia adalah Allah yang Maha Kuasa. Dengan kata lain kayu salib menjadi dasar iman kita, kita tidak boleh mendasarinya atas pengalaman pribadi sebab kalau hanya mendasarkan iman kita pada pengalaman pribadi, maka kita akan diayunkan oleh suasana atau kondisi kehidupan ini, tapi kalau kita dasarkan pada apa yang Tuhan sendiri telah lakukan, barulah di sana iman kita bisa kokoh berdiri.
GS : Seringkali pengalaman pribadi itu ada orang lain juga yang punya pengalaman yang mirip dengan kita yang mungkin tidak seiman dengan kita, jadi seolah-olah bukan karya Allah bagi orang yang tidak percaya, tapi bagi kita yang percaya itu adalah suatu rencana Allah dalam kehidupan kita.
PG : Betul sekali. Kalau kita sedang mengalami musibah dan kita mulai meragukan kasih Allah maka kita ingat kayu salib bahwa Anak Allah mati bagi kita, itu berarti Dia mengasihi kita, kalau kita melihat dunia tidak adil dengan kita, kita ingat kayu salib, Allah itu adil jadi dosa harus dibayar, itu berarti Dia akan menegakkan keadilan. Kalau kita merasa Allah tidak berdaya, Allah melihat ini terjadi, Dia Maha Kuasa dan punya rencana yang sempurna. Jadi kita tahu dari mana, dari kayu salib.
GS : Walaupun dalam perjalanan Tuhan Yesus di dunia mencerminkan hal itu, namun kayu salib memang puncak dari semua itu.
PG : Betul sekali. Jadi memang dari kehidupan-Nya itulah yang selalu dimunculkan namun salib merupakan rangkuman dan puncak dari segalanya.
GS : Karakter atau pergumulan lain yang terjadi di dalam diri kita, apa Pak Paul?
PG : Kita juga akan menggumuli mengenai cara kerja Tuhan, tidak bisa tidak waktu kita berdoa mengharapkan Tuhan menjawab doa kita. Dan di sinilah yang terjadi, Tuhan tidak menjawab permohonan Maria dan Marta sesuai dengan keinginan mereka dan malah menunda keberangkatan-Nya sehingga Dia baru datang 4 hari setelah Lazarus meninggal dunia. Di sini kita melihat Tuhan bekerja sesuai dengan cara dan waktu-Nya yang sempurna. Jadi cara dan waktu Tuhan bekerja menunjukkan kesempurnaan-Nya, pada saat kedatangan-Nya bagi Marta dan Maria, Yesus tidak lagi dibutuhkan karena kakaknya sudah meninggal dunia, singkat kata pada saat itu mereka sudah tidak ada lagi pengharapan, apa yang mereka dambakan sudah pupus sampai titik terendah. Ternyata itulah yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus, Dia sengaja mengosongkan Marta dan Maria supaya mereka dapat menyaksikan kemuliaan Allah di titik yang tertinggi. Kadang Tuhan membiarkan kita melewati sesuatu yang begitu berat sampai benar-benar kita kosong pengharapan dan tidak ada lagi yang kita nanti-nantikan, tapi saat itu Dia muncul menampakkan diri-Nya dan mengisi semua pengharapan kita.
GS : Memang itu tidak bisa digeneralisir, artinya tidak semua orang harus mengalami semua itu, tapi cara pembentukan Tuhan berbeda-beda pada tiap orang, Tuhan mengenal kita dan Tuhan tahu apa kelemahan kita dimana kita harus dibentuk tapi pada intinya tetap Tuhan menghendaki supaya kita mengosongkan diri seperti Dia sendiri juga mengosongkan diri-Nya dan menjadi manusia.
PG : Betul sekali, jadi kadang Tuhan mengosongkan kita dari segala konsep tentang siapakah Tuhan dan dari segala pengharapan supaya kita dapat menyaksikan kemuliaan Anak Allah yang terbesar. Jadi kita seringkali sudah membentuk sebuah konsep, "Tuhan itu seperti apa, Dia sanggup apa". Kadangkala Tuhan akan mengosongkan konsep itu dan Dia akan menggantikannya dengan sebuah konsep yang jauh berbeda dan sudah tentu yang lebih mulia. Tapi caranya untuk Dia mengosongkan yaitu dengan cara Dia menghadirkan peristiwa yang sulit seperti yang dialami oleh Maria dan Marta sebab pada saat terendah kita barulah dapat melihat kekuasaan Allah yang tertinggi. Pada saat Dia membuka jalan sewaktu kita menemui jalan buntu, disitulah kita melihat Dialah Tuhan yang Maha Kuasa dan ajaib, kalau begitu kita berdoa dan Tuhan langsung memberikan dan apa yang kita minta langsung kita peroleh meskipun kita akan memuji Tuhan dan sebagainya, tapi pengenalan kita akan Tuhan sebetulnya dangkal. Sewaktu kita mengalami peristiwa seperti Marta dan Maria dan melihat Tuhan bekerja dengan luar biasa, konsep kita pengertian kita terhadap Tuhan akan benar-benar bertambah besar.
GS : Dan hal ini seringkali kita salah memaknainya, setiap penderitaan, pergumulan yang kita alami kita anggap ini hukuman dari Tuhan akibat dosa kita dan kita mencoba introspeksi diri atau bahkan mendengar orang lain yang mengatakan ada dosa di dalam diri kita, sehingga kita harus mengalami itu semua, ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Sudah tentu kita harus introspeksi apakah kita melakukan kesalahan atau dosa ataukah peristiwa ini terjadi akibat ketidaktaatan kita, kadangkala itu yang terjadi dan Tuhan memberikan kepada kita sanksi atas perbuatan kita supaya kita menyadari dan supaya kita tidak lagi berbuat hal yang sama. Namun setelah kita introspeksi dan kita berkata, "Tidak, saya tidak mau lagi berdosa dan saya mau menaati Tuhan dalam hidup saya" dan ini terjadi. Akhirnya kita harus berkata, "Ini adalah kehendak Tuhan, ini bukan hukuman atas dosa saya atau kesalahan saya tapi ini adalah hal yang Tuhan tetapkan bagi saya untuk saya alami".
GS : Tapi apakah Tuhan tidak bisa membentuk kita tanpa harus melewati hal seperti itu sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa Tuhan itu kejam bagi orang yang dikasihi-Nya.
PG : Saya pernah bicara dengan seorang yang saya kenal baik, 8 tahun yang lalu di Amerika Serikat, dia ditembak karena ada perampok yang mau mengambil mobilnya dan akibatnya dia lumpuh dari leher ke bawah dan dia hanya bisa menggerakkan tangannya dengan terbatas. Sewaktu saya berkunjung dia memberikan kesaksian kepada saya bahwa, "Tuhan itu membentuk kita seperti pohon yang ditumbuhkan di tanah yang kering, kita akan kaget melihat bahwa di tanah yang kering ada pohon dan pohon itu adalah pohon yang tinggi di situ tidak ada air dan hujan juga sangat jarang. Kita bertanya-tanya dari manakah akar-akar itu menerima air, jawabannya yang kita tahu adalah akar-akar itu akan masuk ke dalam tanah untuk bisa mendapatkan air". Jadi dia bercerita kepada saya, "Kadang Tuhan menempatkan kita di gurun pasir kehidupan supaya kita mengembangkan akar masuk ke dalam dan kita bisa mendapatkan air itu". Jadi kadang-kadang Tuhan memberikan kepada kita sesuatu yang tidak menyenangkan dan menghadirkan sesuatu yang tidak kita sukai supaya kita mengembangkan akar iman yang dalam dan itu tidak bisa dicapai lewat cara yang lain, tapi lewat peristiwa seperti itu".
GS : Jadi pada saat kita mengalaminya seringkali kita kehilangan pandangan seperti itu, seringkali pandangan kita berfokus pada penderitaan itu sendiri dan mengasihani diri sendiri sehingga kita kehilangan kesempatan untuk bisa bertumbuh memperdalam akar kita di tengah kekeringan itu tadi.
PG : Betul sekali. Waktu kita mengalami masalah yang besar kita susah untuk membingkainya dari kacamata rohani atau iman, tapi itulah yang Tuhan kehendaki dan jangan sampai persoalan hidup itu mengaburkan mata iman kita untuk memandang Tuhan.
GS : Di situ sebenarnya peran seorang sahabat, peran seorang konselor, peran seorang hamba Tuhan untuk bisa tetap memberikan bimbingan dan arahan supaya kita bisa melihat apa sebenarnya tujuan Tuhan di dalam hidup kita ini.
PG : Betul jadi kita perlu diingatkan agar kita tidak kehilangan perspektif tersebut.
GS : Hal lain tentang pergumulan ini apa, Pak Paul?
PG : Pergumulan yang ketiga adalah pergumulan mengenal rencana Tuhan, jadi yang pertama tentang karakter Tuhan, yang kedua tentang cara kerja Tuhan dan yang ketiga adalah tentang rencana Tuhan. Jadi waktu kita mengalami sebuah permasalahan yang berat sebetulnya itu adalah sebuah kesempatan kita menggumuli tentang rencana Tuhan. Saat itu Marta dan Maria tidak dapat melihat rencana Tuhan yang utuh, mereka hanya dapat melihat rencana mereka sendiri yaitu kesembuhan kakaknya. Namun Tuhan memunyai rencana lain yakni membangkitkan Lazarus dari kematian. Jadi kita bisa simpulkan kebanyakan rencana kita manusia jauh lebih sederhana dan terbatas ketimbang rencana Tuhan, kita hanya dapat melihat sejauh mata memandang, Tuhan melihat melampaui mata manusia, kebangkitan Lazarus menjadi bukti dan pengharapan iman kita bahkan ribuan tahun setelah Lazarus mati dan dibangkitkan. Jadi kita harus mengerti bahwa salah satu hal tersulit yang harus kita alami adalah menerima rencana Tuhan yang lain, yang bukan seperti kita bayangkan. Kita berharap Tuhan memunyai rencana yang sama dengan rencana kita namun itu tidak selalu terjadi. Rencana Tuhan yang lain bukan berisikan niat jahat Tuhan tapi rencana-Nya selalu berisikan hati yang mengasihi kita.
GS : Memang ini seperti anak dengan orang tuanya, kadang-kadang seorang anak sulit untuk memahami rencana dari orang tuanya bahwa apa yang orang tuanya lakukan demi kebaikan si anak, bagi anak itu bisa menjadi suatu hukuman atau penyiksaan terhadap dirinya paling tidak mengekang kebebasannya. Dan kita berlaku sama terhadap Tuhan, Tuhan punya rencana yang lebih luas tapi pandangan kita terbatas. Saya percaya Tuhan pun mengerti hal itu yaitu pergumulan kita.
PG : Sudah tentu sebagai manusia tidak apa-apa berusaha namun kita harus selalu siap menerima rencana Tuhan yang lain, usahakan semua sebaik-baiknya dengan sebijaksana mungkin tapi terimalah rencana Tuhan yang lain sebab adakalanya Dia akan hadirkan di luar dugaan kita dan kita tidak mengharapkan sebuah rencana yang lain. Seperti kita bahwa tentang Marta dan Maria dalam rencana mereka waktu Tuhan dipanggil Tuhan akan segera datang, karena ini orang yang Tuhan kasihi tapi Tuhan tidak datang dan bukan hanya itu ternyata kakaknya mati. Jadi mereka tidak mengerti apa yang Tuhan lakukan tapi yang tengah dilakukan Tuhan adalah Dia sedang menghadirkan rencana-Nya yang lain. Jadi dalam hidup ini kerap kali Tuhan menghadirkan rencana-Nya yang lain kepada kita.
GS : Dan rencana yang lain itu bisa berbeda antara yang kita alami dan orang lain alami. Kadang ada orang yang sakit seperti kita juga sakit, orang itu sembuh tapi kita tidak sembuh atau sebaliknya. Dan itu membingungkan seolah-olah Tuhan tidak konsisten menjalankan rencana-Nya.
PG : Betul sekali. Jadi kita tidak selalu mengerti apa yang menjadi rencana Tuhan itu. Maka untuk dapat melihat dan menerima rencana Tuhan yang lain dibutuhkan iman, lewat peristiwa kebangkitan Lazarus Tuhan menumbuhkan iman Marta dan Maria. Ini yang Tuhan lakukan juga dalam hidup kita, Dia senantiasa berusaha menumbuhkan iman supaya kita bisa berelasi dengan-Nya pada level keintiman yang terdalam. Saya mengingat sebuah kejadian pada saat hampir bersamaan ada dua orang yang saya kenal terkena kanker dan kebetulan sama, dua-duanya adalah kanker di anggota tubuh tertentu dan sama. Yang satu begitu didiagnosis kankernya sudah parah stadiumnya tinggi, yang satu stadiumnya masih rendah dan kondisi-kondisi lain pada awal membuktikan bahwa yang kondisi kankernya rendah memunyai banyak sekali keuntungan-keuntungan. Jadi kami langsung berpikir yang akan menderita yang memunyai kemungkinan bahaya adalah kankernya berat, kemudian keduanya menjalani perawatan, yang kankernya berat tubuhnya memberi respon yang begitu positif terhadap perawatan sehingga kankernya terus mengecil dan dia bisa beraktifitas seperti biasa sekarang. Yang kankernya rendah terus memburuk sampai akhirnya beratus kali masalahnya. Jadi sekali lagi kita melihat adakalanya Tuhan menghadirkan rencana-Nya yang lain dan kita harus terima dia melakukan itu untuk menumbuhkan iman kita supaya kita berelasi dengan-Nya pada level keintiman yang terdalam.
GS : Keintiman yang seperti apa, karena keintiman ini terus menerus bertumbuh menuntut kita terus bertumbuh, tadinya kita merasakan ini sudah dalam tapi nanti Tuhan akan memberikan kepada kita lebih dalam lagi.
PG : Kita ini misalkan bayangkan hubungan suami istri, kalau antara kita dan pasangan kita masih banyak ketidaksesuaian bagaimana pun juga keintiman kita akan terbatas, tapi waktu kita memunyai kematangan berpikir yang sama maka kita bicara bisa cocok, cepat nyambung, kita memunyai pengertian yang sama dan kita bicara benar-benar pas kita bisa menyatu. Ini yang sebetulnya Tuhan kehendaki dari kita anak-anak-Nya, iman kita bertumbuh sehingga kita dengan Tuhan menjadi pas nantinya benar-benar persekutuan kita dengan Dia menjadi persekutuan yang intim dan benar-benar menyeluruh.
GS : Apakah itu nanti menjadi tujuan akhir dari Tuhan membentuk kita sebab permintaan-Nya atau yang harus kita penuhi adalah kita bertumbuh menjadi seperti Tuhan Yesus, itu yang diharapkan dari kita semua. Jadi tantangan Tuhan kepada Marta seperti yang kita baca di Injil Johanes 11 adalah "Jikalau engkau percaya, engkau akan melihat kemuliaan Allah". Jadi dengan kata lain kalau engkau beriman, engkau akan melihat kemuliaan Allah. Tantangan yang sama diberikan juga kepada kita, Ia rindu memerlihatkan kemuliaan-Nya kepada kita namun untuk itu diperlukan iman bahwa Ia sanggup melakukan semua yang tak terbayangkan. Jadi kesimpulannya adalah rencana Tuhan yang lain bukan sama baiknya dengan rencana kita, rencana Tuhan yang lain jauh lebih baik daripada rencana kita semula.
GS : Pergumulan itu terjadi ketika apa yang kita pahami tentang rencana Tuhan berbeda dengan rencana Tuhan yang sesungguhnya sehingga Tuhan akan membentuk kita supaya kita selaras dengan rencana-Nya. Tapi inilah yang saya rasa menjadi pergumulan kita seumur hidup dan sebelum kita mengakhiri perbincangan ini mungkin ada ayat yang ingin Pak Paul bacakan?
PG : Saya bacakan dari Yesaya 55:8-9, "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu". Tuhan menegaskan rancangan kita tidaklah sama dengan rancangan-Nya tapi yang perlu kita imani adalah rencana-Nya lebih indah daripada rencana kita.
GS : Terima kasih Pak Paul untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Ketika Tuhan Terlambat" bagian yang kedua dan secara khusus kita telah membahas tiga pergumulan yang sering kita alami didalam kita mengikuti rencana Tuhan. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
105. Depresi dan Bunuh Diri 1 | |
Bersamaan dengan kemajuan jaman, semakin banyak pula gangguan depresi yang dialami orang masyarakat sekarang. Pemicu awal depresi adalah stres, namun dari stres yang tidak terselesaikan itulah, kemudian mengarah ke depresi dan bisa sampai pada langkah yang terburuk yaitu mengambil tindakan bunuh diri. Bagaimana kita bisa mengetahui gejala depresi? Agar tidak sampai bunuh diri, apa yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang sedang depresi?
Gangguan depresi di tingkat internasional maupun nasional kini sudah menjadi suatu wabah bisu atau silent epidemics. Disebut wabah bisu karena telah semakin luas dialami banyak orang di berbagai negara namun dampak kematiannya tidak serta tampak sebagaimana misal wabah flu burung, infeksi virus SARS yang sempat menggegerkan dunia dan Indonesia beberapa tahun belakangan ini.
Saat ini diperkirakan 350 juta orang di seluruh dunia terjangkit depresi yang telah menjadi penyakit tidak menular global serius. Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental menentukan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang jatuh tiap tanggal 10 bulan 10, khusus untuk tahun 2012 bertemakan "Depresi: Suatu Krisis Global". Sementara itu, posisi depresi sebagai beban penyakit global yang pada tahun 1990 menduduki peringkat ke-4, pada tahun 2020 bakal menempati peringkat ke-2 di bawah penyakit jantung koroner.
Perwujudan depresi di masyarakat dapat kita lihat pada tingginya konflik di masyarakat, agresivitas di jalan raya, kekerasan dalam rumah tangga, kesurupan massal baik di sekolah, di pabrik-pabrik, meluasnya penggunaan narkoba yang merupakan upaya pelarian dari tekanan jiwa, juga maraknya kasus bunuh diri. Semua hal ini menunjukkan adanya depresi baik yang bersifat individual atau perorangan, depresi yang bersifat massal maupun depresi yang bersifat terselubung, makin serius di Indonesia. Makin banyak orang yang cepat tersinggung, mengamuk dan makin agresif atau sebaliknya, menjadi mudah menyerah dan mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Orang yang mengalami gangguan emosional cepat mengambil tindakan kekerasan. Hal itu memicu gangguan kecemasan dan menjadi tanda awal depresi yang dapat menjadi keadaan patologis atau keadaan yang semakin parah jika berlanjut.
Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan di Indonesia prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berusia 15 tahun ke atas 11,6 persen. Paling tinggi di Provinsi Jawa Barat 20 persen, terendah di Kepulauan Riau 5,1 persen.
Gangguan mental emosional itu terutama adalah kecemasan dan depresi. Prevalensi depresi global berkisar 5-10 persen dan angka di Indonesia tak jauh berbeda. Prevalensi 5-10 persen itu sudah besar dan sudah bisa menjadi masalah masyarakat. Jika penduduk Indonesia 220 juta jiwa, maka mencapai 11-22 juta jiwa!
Sementara itu dalam Simposium Nasional Bunuh Diri yang diadakan di tahun 2009 diungkapkan bahwa pada tahun 2004 tercatat di Indonesia 1.030 orang melakukan percobaan bunuh diri, 705 orang di antaranya tewas. Tahun 2005, Benedetto Saraceno, Direktur Departemen Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Substansi WHO, menyatakan, kematian rata-rata karena bunuh diri di Indonesia 24 kematian per 100.000 penduduk. Dengan asumsi penduduk Indonesia 220 juta jiwa, maka didapatkan angka 50.000 kasus kematian akibat bunuh diri. Ironisnya, baik pemerintah maupun masyarakat justru mengabaikan dan lalai dalam menghadapi calon krisis nasional ini. Sayangnya, hingga kini belum ada program khusus bagi penanganan depresi. Program kesehatan yang dekat masyarakat, seperti puskesmas, tidak memasukkan kesehatan jiwa sebagai satu dari enam program pokoknya. Padahal, depresi sangat berpengaruh terhadap produktivitas.
Maka menjadi tugas kita sebagai gereja dan warga masyarakat untuk proaktif mengantisipasi wabah ini. Pertama, kita perlu memahami gejala-gejala depresi dan mensosialisasikan secara meluas.
Tiga gejala utama depresi :
Selain tiga gejala utama ini masih bisa disertai dengan gejala-gejala lainnya seperti: kesulitan konsentrasi, masalah tidur: bangun lebih pagi (insomnia), atau tidur berlebihan (hipersomnia), perubahan pola makan, fantasi atau bayangan-bayangan melakukan bunuh diri bermunculan di pikirannya.
Dalam taraf depresi yang ringan kita bisa menangani dengan mengangkat suasana hati kita yang suram dan kelabu menjadi lebih cerah dan hidup, yaitu dengan cara :
Kalau taraf depresinya sudah sangat menekan, membutuhkan benar bantuan medis dokter. Dokter di antaranya akan memberikan obat jenis antidepresan. Ikutilah sepenuhnya saran dan dosis pemberian obat yang diberikan dokter.
Meski tidak semua orang melakukan bunuh diri karena mengalami depresi, tetapi 80 persen penyebab bunuh diri adalah depresi. Maka kita patut mewaspadai kemungkinan tindak bunuh diri yang bisa dilakukan penderita depresi.
Berikut ini tanda-tanda yang umumnya terjadi bagi seseorang yang kemudian mengambil tindak bunuh diri:
Jangan tertawakan atau sepelekan ketika seseorang mengatakan menyatakan ingin mati, atau bahkan mengungkapkan ingin bunuh diri. Bahkan meski ungkapan tersebut hanya secara sambil lalu. Ini bisa jadi ungkapan hatinya yang terdalam yang harus segera mendapat respon. Kata-kata seperti, "Saya sudah tidak tahan lagi", "Mereka tidak perlu mengkhawatirkan saya", atau "Mereka akan lebih baik tanpa saya", merupakan contoh pernyataan yang umum diungkapkan oleh mereka yang akhirnya bunuh diri.
Hal yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang ingin bunuh diri:
• Jadi pendengar yang baik
Cobalah jadi pendengar yang baik. Dalam banyak kasus, orang yang ingin bunuh diri biasanya menarik diri dan tertutup. Cobalah mendekatinya dan sadarilah bahwa kepedihan atau keputusasaan yang sedang ia rasakan benar-benar nyata. Coba secara halus menyebutkan bahwa Anda melihat beberapa perubahan sikap dan perilakunya sehingga dapat menggerakkan dia untuk membuka diri dan mencurahkan perasaannya kepada Anda.
• Berempati
Coba dalami perasaannya, dan katakan bahwa ia sangat berarti untuk Anda maupun orang lain. Jika ia bunuh diri, hal ini akan membuat Anda hancur dan orang lain juga.
• Jauhkan benda berbahaya
Jauhkan darinya benda berbahaya apapun yang bisa menjadi alat untuk bunuh diri. Pelaku bunuh diri biasanya melihat banyak alat yang tersedia di sekitarnya membuatnya memantapkan tekad untuk bunuh diri. Misalnya tali, pisau, cutter atau bahkan senjata api.
• Minta bantuan medis
Untuk kasus yang sudah cukup ekstrem, segeralah memanggil bantuan medis untuk menangani masalahnya. Misalnya sudah terjadi gangguan mental yang serius, Anda bisa segera menggunakan bantuan medis seperti psikiater atau rumah sakit jiwa yang tahu cara terbaik menanganinya.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Hendra akan berbincang-bincang dengan Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang "Depresi dan Bunuh Diri". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, mengapa topik depresi dan bunuh diri ini penting untuk diangkat?
SK : Pak Hendra, topik ini memang penting karena melihat satu perkembangan yang terjadi di tingkat internasional bahkan nasional dimana gangguan depresi kini sudah menjadi suatu wabah bisu atau istilah bahasa Inggrisnya 'silent epidemic'. Disebut wabah bisu karena telah semakin luas gangguan depresi dialami banyak orang di berbagai negara namun dampak kematian yang ditimbulkan tidak serta merta nampak sebagaimana misalnya wabah flu burung, infeksi virus SARS yang sempat menggegerkan dunia dan negeri kita Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Saat ini diperkirakan 350 juta orang di seluruh dunia terjangkit gangguan depresi yang telah menjadi penyakit tidak menular yang bersifat global namun juga serius. Maka tidaklah salah bahwa Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental telah menentukan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang biasanya jatuh tiap tanggal 10 Oktober, khusus untuk tahun 2012 diberi tema Depresi Suatu Krisis Global karena memang posisi depresi sebagai beban penyakit dunia yang pada tahun 1990 menduduki peringkat ke-4 namun pada tahun 2020 bakal menempati peringkat ke dua, bayangkan dari peringkat ke-4 tahun 1990 dalam waktu 30 tahun kemudian, tahun 2020 telah menjadi peringkat kedua di bawah penyakit jantung koroner.
H : Waw, ini merupakan angka statistik yang sangat mengejutkan. Pak Sindu, apakah memang gangguan depresi sudah sedemikian mewabah di Indonesia?
SK : Memang depresi bukan lagi hanya isu internasional tapi di negeri kita sendiri sudah menjadi isu yang bertaraf nasional dan mungkin kita tidak melihatnya secara nyata tapi kita bisa melihat akibat depresi yang dialami masyarakat dimana kita sudah akrab sekali dengan banyaknya konflik di tengah masyarakat kita, agresifitas di jalan raya, pembakaran, perusakan bahkan orang bisa dibunuh beramai-ramai karena dia mencuri, merampok, dihakimi secara massal. Kita mengetahui kian tingginya angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga, juga gejala-gejala fenomena kasus kesurupan massal baik yang terjadi di sekolah-sekolah, di pabrik-pabrik, kita juga melihat meluasnya penggunaan narkoba, narkotika dan obat terlarang yang sesungguhnya merupakan upaya pelarian dari tekanan jiwa. Juga kita mengetahui semakin maraknya kasus bunuh diri, semua itu merupakan akibat-akibat yang muncul karena gangguan depresi yang kian banyak dialami oleh masyarakat kita. Jadi dalam hal ini depresi bisa bersifat perorangan tapi depresi juga bisa bersifat massal dan sekaligus depresi bisa bersifat terselubung serta angka-angkanya semakin serius di Indonesia.
H : Pak Sindu, baru saja anda menyebutkan ada kesurupan massal. Yang ingin saya tanyakan apakah keterkaitan antara kesurupan masal dan persoalan depresi?
SK : Pak Hendra, lebih mudah kebanyakan kita menghubungkan kesurupan dengan fenomena supranatural. "Ini ada kuasa gelap yang sedang bekerja sehingga orang itu mengalami kesurupan" tetapi sesungguhnya dalam kasus-kasus kesurupan massal lebih banyak faktor psikologis yang bekerja. Orang-orang ini kalau kita telisik lebih jauh sebenarnya sedang mengalami tekanan-tekanan tertentu dalam jiwanya baik kalau dia seorang siswa mungkin mengalami tekanan dalam pelajaran sekolah, tekanan dari keluarga yang dibawa ke sekolah, demikian juga buruh-buruh pabrik, tertekan dengan upah yang diterima begitu minim sementara biaya hidup begitu tinggi. Ketika seorang mengalami kondisi ledakan emosi dengan perilaku seperti orang kesurupan, itu seperti punya efek menular karena orang-orang itu seperti terintimidasi untuk meledakkan emosi yang terpendam sehingga muncullah gejala kesurupan massal ini.
H : Jadi jika kita bertemu dengan kasus kesurupan massal, kita tidak boleh cepat-cepat menyimpulkan kalau itu faktor kuasa gelap atau gaib, Pak Sindu?
SK : Betul. Memang dalam satu atau dua kasus faktor kuasa gelap bisa bermain, tapi kalau saya amati kasus kesurupan massal lebih banyak dipicu oleh faktor depresi yang dialami oleh orang-orang tersebut.
H : Pak Sindu, tadi menyebutkan ada kasus depresi yang bersifat terselubung, apa Pak Sindu dapat menjelaskan lebih lanjut apa maksud depresi yang bersifat terselubung?
SK : Sebagaimana kata terselubung, itu artinya secara penampakan di luar orang tidak melihatnya tetapi yang di dalamnya sesungguhnya adalah depresi. Jadi sebagaimana kita melihat gejala dimana orang cepat tersinggung, marah dan semakin agresif, itu dibalik perilakunya sebenarnya orang itu mengalami ketertekanan yang mendalam atau yang kita sebut depresi, demikian juga orang-orang yang mengambil jalan pintas untuk membunuh orang lain, kalap, brutal atau mungkin brutal terhadap dirinya yaitu membunuh diri, membunuh istri dan anak-anaknya. Dibalik perilaku brutal, kesan yang tampaknya sadis itu sesungguhnya adalah depresi. Jadi itulah yang disebut depresi yang terselubung dimana orang itu tidak menyadarinya atau orang lain tidak melihat itu sebagai depresi, tapi sesungguhnya kalau ditelisik lebih dalam akar masalahnya adalah depresi.
H : Pak Sindu, memang benar contoh-contoh yang bapak sebutkan baru saja, banyak sekali kita jumpai di berita, media massa maupun media elektronik. Namun adakah angka survei yang bisa menggambarkan wabah ini?
SK : Ada, tahun 2007, riset Kesehatan Dasar menyebutkan bahwa di Indonesia angka gangguan mental emosional pada penduduk berusia 15 tahun ke atas mencapai 11,6%. Jadi boleh dikatakan di antara 100 penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas, ada 11-12 orang mengalami gangguan mental emosional, itu angka rata-rata tahun 2007. Dan untuk angka yang paling tinggi, itu terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu mencapai angka 20%, sedangkan angka yang terendah ada di kepulauan Riau yaitu di angka 5,1%. Kemudian data yang lain menunjukkan gangguan depresi global sendiri mencapai angka 5-10% dan angka di Indonesia tidak jauh berbeda. Berarti angka 5-10% kalau penduduk Indonesia saat ini diperkirakan berjumlah 220 juta jiwa maka ada kira-kira 11-22 juta jiwa penduduk Indonesia mengalami gangguan depresi, itu angka yang luar biasa. Ditambah lagi tahun 2009 telah dilakukan di negeri kita Indonesia, Simposium Nasional Bunuh Diri dimana diungkapkan pada tahun 2004 tercatat di Indonesia ada 1030 orang telah melakukan percobaan bunuh diri dan 705 orang di antaranya mengalami kematian. Sementara itu di tahun 2005 seorang bernama Bp. Benedetto, Direktur Departemen Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Obat-obatan dari Lembaga Dunia WHO menyatakan kematian rata-rata karena bunuh diri di Indonesia yaitu 24/100 ribu penduduk maka sekali lagi dengan asumsi penduduk Indonesia berjumlah 220 juta jiwa maka didapatkan angka 50 ribu kasus kematian akibat bunuh diri.
H : Sedemikian mengerikan angka-angka ini, Pak Sindu. Apakah ada usaha Pemerintah untuk menghadapi wabah ini?
SK : Di sinilah terjadi sebuah ironi, di tengah angka yang sangat dahsyat tingginya, sayangnya baik Pemerintah maupun masyarakat kita justru bersifat 'abai dan lalai' dalam menghadapi calon krisis nasional ini. Sayangnya hingga kini belum ada program khusus bagi penanganan depresi, program kesehatan yang dekat dengan masyarakat seperti Puskesmas belum memasukkan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari enam Program Pokok Puskesmas padahal depresi sangat berpengaruh terhadap produktifitas penduduk negeri kita.
H : Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, bagaimana kondisi depresi yang dihadapi oleh negara-negara lain misalkan negara-negara maju yang 'super power' atau negara maju di Asia Timur?
SK : Dalam hal ini negara maju sudah memiliki usaha untuk menekan angka depresi apalagi angka bunuh diri. Jadi di negara-negara yang sudah lebih maju, sudah dikembangkan hotline, artinya saluran-saluran telepon yang bersifat satu kali 24 jam yang setiap saat bisa ditelepon. Jadi kalau orang mengalami kondisi sudah terancam melakukan tindakan bunuh diri sudah mengalami kondisi depresi dan tidak berdaya, maka dia sudah punya pilihan untuk menelepon nomor telepon tersebut untuk minta bantuan setiap saat dan bukan saja telepon yang bersifat 1x24 jam itu, tapi juga di klinik-klinik medis yang tersebar di segenap penjuru negara maju itu, dokter sudah siap untuk mendiagnosa, mengenali tanda-tanda awal pasiennya yang mengalami depresi. Jadi kalau pasien yang datang ke dokter itu dan menunjukkan gejala awal mengalami depresi maka dokter itu sudah punya saluran komunikasi yang bisa terhubungkan baik dengan Rumah Sakit, klinik yang menangani kasus depresi atau bahkan Kantor Kepolisian yang bisa segera menangani kasus depresi dengan lebih baik, intensif dan lebih cekatan. Apalagi kalau itu kasus yang sudah ada indikasi dimana pasien tersebut sudah melakukan usaha ke arah tindakan bunuh diri. Jadi di sini kita bisa melihat negara maju sudah jauh lebih bisa memberikan penghargaan terhadap pentingnya harga satu jiwa manusia. Sementara di negeri kita Indonesia sebenarnya sudah ada telepon-telepon hotline yang diinformasikan kepada masyarakat, baik lewat situs/website, Kementerian Kesehatan, atau mungkin di klinik / Rumah Sakit tertentu namun sayangnya nomer telepon itu ketika dihubungi sudah tidak berfungsi lagi, jadi berfungsinya hanya pada awal saja, mungkin karena keterbatasan sumber daya manusia, atau keterbatasan dana untuk mendukung pembiayaan saluran hotline tersebut, apapun alasannya tapi ini patut disayangkan karena memang kasus depresi ini sudah menjadi suatu potensi krisis nasional bagi negeri kita.
H : Jika kondisi bangsa atau masyarakat kita sulit sekali menemukan jalan keluar melalui hotline yang bapak sebutkan tadi. Kira-kira hal praktis apa yang bisa kita lakukan?
SK : Dalam hal ini kita tidak boleh berpangku tangan, kita sebagai gereja, kita sebagai warga masyarakat patut bersikap proaktif untuk mengantisipasi wabah depresi ini, jadi kita tidak patut untuk berpangku tangan tapi kita berusaha melakukan seoptimal mungkin apa yang bisa kita lakukan. Minimal di bagian awal kita perlu mensosialisasikan gejala-gejala depresi supaya sedini mungkin orang memahami, "Saya sedang mengalami depresi". Dengan memahami maka nanti bisa dilakukan usaha penanganan yang lebih serius.
H : Apa saja gejala-gejala itu, Pak Sindu?
SK : Ada tiga gejala utama dari depresi. Yang pertama kehilangan minat terhadap hal-hal yang dulu disukai, misalnya kalau dulu suka nonton sepak bola secara beramai-ramai maka tiba-tiba orang tersebut menarik diri dari kegiatan nonton bareng tersebut bahkan sama sekali tidak ada minat untuk nonton sepak bola, itu gejala yang pertama. Gejala utama yang kedua yaitu orang tersebut mengalami kehilangan energi meskipun sudah cukup tidur, sudah cukup makan tapi badannya terasa lelah, lemah, lunglai tidak berdaya. Gejala utama yang ketiga yaitu suasana perasaan yang murung, hal-hal yang dulu bisa membangkitkan keceriaan, kini sama sekali tidak ada pengaruh, sepanjang hari, sepanjang waktu terasa bahwa suasana hatinya buram, kelabu, sendu merasa bersalah secara berkepanjangan, merasa tidak berharga dan merasa putus asa. Jadi depresi ini adalah gangguan suasana hati dimana depresi bukan sekadar kesedihan dan dukacita, tetapi depresi lebih dari itu adalah kesedihan atau dukacita yang lebih hebat dan bertahan dalam jangka waktu yang lama. Jika ketiga gejala utama depresi ini bertahan selama 2 minggu lebih, maka sebaiknya segeralah mencari pertolongan.
H : Pak Sindu, selain tiga gejala utama ini, apakah masih ada gejala lain?
SK : Pak Hendra, selain tiga gejala utama masih bisa disertai dengan gejala-gejala lainnya seperti kesulitan konsentrasi, misalnya dia seorang mahasiswa tidak mudah untuk memerhatikan kembali perkuliahannya, membaca buku tapi tidak bisa lagi memahami sebagaimana biasanya. Juga bisa berupa masalah tidur yaitu mengalami kesulitan untuk tidur atau istilah teknisnya insomnia. Jadi mau tidur, badan sudah lelah membaringkan badan, menutup mata tapi tetap saja tidak bisa tidur dan dilakukan dengan berbagai usaha tapi tetap tidak bisa tidur. Atau sebaliknya masalah tidur ini bisa berupa tidur yang berkelebihan atau hipersomnia. Jadi sekalipun mestinya sudah 8 jam tidur, "Aku masih lelah", berbaring lagi, tidur 2 jam dan 3 jam terbangun, "Kenapa masih lelah" dan tidur lagi. Jadi tidur yang berkepanjangan. Sebaliknya gejala yang lain bisa berupa perubahan pola makan. Jadi orang tersebut bisa jadi makannya bertambah banyak, makan secara berkelebihan, sebenarnya sudah kenyang tapi ingin makan lagi. Jadi ini perubahannya kentara semula dia porsi makannya biasa, tapi kemudian meningkat pesat karena depresinya ini. Atau sebaliknya bisa kehilangan nafsu makan, bahkan sama sekali tidak mau makan sehingga tidak heran kemudian badan bertambah lama bertambah menyusut dan kehilangan berat badan. Disamping itu gejala lainnya dari depresi yaitu orang tersebut mengalami fantasi atau bayangan-bayangan untuk melakukan bunuh diri. Jadi pikiran-pikiran bunuh diri itu mulai bermunculan di benaknya. Ini juga merupakan satu tanda yang nyata bahwa orang tersebut sudah mengalami depresi.
H : Pak Sindu, terkait dengan gejala-gejala yang bapak baru saja jelaskan, apakah ada perbedaan antara gender wanita dengan gender pria?
SK : Secara gender memang ada perbedaan dimana data penelitian memerlihatkan wanita memunyai kemungkinan mengalami depresi lebih dari dua kali yang bisa dialami oleh pria. Jadi dalam hal ini jumlah wanita yang bisa mengalami depresi minimal 2 kali lipatnya pria, ini karena struktur otak wanita yang berbeda dengan pria, dimana otak wanita lebih bersifat emosional daripada otak pria, tetapi dalam hal ini ironisnya justru lebih banyak kemungkinannya pria yang melakukan tindakan bunuh diri daripada wanita karena wanita kuat dalam hal mengungkapkan isi hati. Dia memang lebih rentan mengalami depresi tapi wanita lebih mudah untuk mengungkapkan ketertekanan jiwanya itu kepada orang lain sehingga depresinya tidak sampai benar-benar menjadi usaha tindakan bunuh diri, tentu ada yang bunuh diri tapi angkanya lebih kecil. Sementara pria memang lebih sedikit yang mengalami depresi dibandingkan wanita, tetapi pria tidak terlatih untuk mengungkapkan isi hatinya dan lebih mudah untuk memendamnya dalam-dalam sehingga akhirnya rasa ketertekanan itu bertambah-tambah dan dia tidak mencari usaha pertolongan akhirnya berujung pada tindakan bunuh diri.
H : Lantas hal-hal apa saja yang dapat memicu timbulnya depresi ini, Pak Sindu?
SK : Berbagai pengalaman hidup bisa menjadi sumber munculnya depresi baik itu perceraian, perpisahan, kehilangan pekerjaan, kehilangan orang-orang yang dikasihi karena meninggal dunia atau karena keterpisahan yang bersifat jangka panjang dan jaraknya jauh. Bisa juga mengalami kehilangan berupa sakit penyakit, apalagi sakit yang divonis tidak bisa disembuhkan, ini bisa menjadi alasan seseorang melakukan tindakan bunuh diri dan menjadi alasan bagi seseorang mengalami depresi bagi jiwanya.
H : Selain faktor-faktor yang bapak sebutkan tadi, apakah bisa juga terjadi misalnya di sekolah, di kampus atau di lingkungan pekerjaan?
SK : Benar, jadi itu di berbagai tempat baik itu di lingkungan sekolah bagi yang bersekolah dan kampus bagi yang kuliah, di tempat kerja, di pabrik, di tempat industri dan termasuk di tempat dimana bersifat sosial keagamaan, justru semakin rentan mengalami depresi. Profesi yang bersifat menolong orang lain dokter, perawat, pendeta, rohaniawan itu justru lebih rentan mengalami depresi karena dia menanggung masalah orang lain dan menangani masalah orang lain yang beraneka ragam dan rupa. Mungkin ada saatnya dia tidak bisa menjaga jarak, memberi diri waktu cukup untuk beristirahat dan terlalu terkuasai oleh permasalahan hidup orang lain sehingga dia lebih rentan mengalami depresi.
H : Jadi dengan memahami 3 gejala utama dan gejala-gejala lain dari gangguan depresi ini, ini merupakan langkah yang sangat penting.
SK : Benar. Dengan memahami 3 gejala utama dan gejala-gejala lainnya maka kita lebih bisa melakukan usaha pencegahan, tidak perlu sampai terjadi masalah-masalah yang lebih besar dari gangguan yang sedang kita alami itu.
H : Pak Sindu, untuk menutup bagian pertama ini, apakah ada pesan Alkitab yang ingin bapak sampaikan?
SK : Saya mau bacakan kitab Amsal 27:12, bunyinya demikian, "Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus lalu kena celaka". Dari teks firman Tuhan ini kita bisa menarik hikmat bahwa penting bagi kita mengenali benar gejala-gejala depresi sehingga dengan kita bisa memahaminya maka kita bisa lebih terhindar dari malapetaka yang bisa ditimbulkan kalau depresi itu dibiarkan berkepanjangan. Maka penting juga dalam hal ini kita menginformasikan gejala-gejala depresi ini disosialisasikan ke sebanyak mungkin orang supaya mereka menjadi orang yang lebih waspada, lebih mawas diri dan terhindar dari berbagai kecelakaan dan musibah yang tidak perlu.
H : Tentunya yang paling penting dimulai dari orang-orang terdekat kita ya, seperti teman di sekolah atau anggota keluarga sendiri?
SK : Benar, dimana pun kita berada, kita bekerja, kita berteman dan bersahabat sepatutnya kita juga bisa ikut memasyarakatkan pemahaman tentang depresi ini, supaya dengan demikian mereka juga bisa melakukan usaha pencegahan bagi dirinya dan juga bagi orang-orang yang mereka kasihi.
H : Baik Pak Sindu, terima kasih untuk perbincangan ini dan kita akan melanjutkan perbincangan ini pada kesempatan mendatang. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Depresi dan Bunuh Diri" bagian pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org; kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
106. Depresi dan Bunuh Diri 2 | |
Bersamaan dengan kemajuan jaman, semakin banyak pula gangguan depresi yang dialami orang masyarakat sekarang. Pemicu awal depresi adalah stres, namun dari stres yang tidak terselesaikan itulah, kemudian mengarah ke depresi dan bisa sampai pada langkah yang terburuk yaitu mengambil tindakan bunuh diri. Bagaimana kita bisa mengetahui gejala depresi? Agar tidak sampai bunuh diri, apa yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang sedang depresi?
Gangguan depresi di tingkat internasional maupun nasional kini sudah menjadi suatu wabah bisu atau silent epidemics. Disebut wabah bisu karena telah semakin luas dialami banyak orang di berbagai negara namun dampak kematiannya tidak serta tampak sebagaimana misal wabah flu burung, infeksi virus SARS yang sempat menggegerkan dunia dan Indonesia beberapa tahun belakangan ini.
Saat ini diperkirakan 350 juta orang di seluruh dunia terjangkit depresi yang telah menjadi penyakit tidak menular global serius. Federasi Dunia untuk Kesehatan Mental menentukan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang jatuh tiap tanggal 10 bulan 10, khusus untuk tahun 2012 bertemakan "Depresi: Suatu Krisis Global". Sementara itu, posisi depresi sebagai beban penyakit global yang pada tahun 1990 menduduki peringkat ke-4, pada tahun 2020 bakal menempati peringkat ke-2 di bawah penyakit jantung koroner.
Perwujudan depresi di masyarakat dapat kita lihat pada tingginya konflik di masyarakat, agresivitas di jalan raya, kekerasan dalam rumah tangga, kesurupan massal baik di sekolah, di pabrik-pabrik, meluasnya penggunaan narkoba yang merupakan upaya pelarian dari tekanan jiwa, juga maraknya kasus bunuh diri. Semua hal ini menunjukkan adanya depresi baik yang bersifat individual atau perorangan, depresi yang bersifat massal maupun depresi yang bersifat terselubung, makin serius di Indonesia. Makin banyak orang yang cepat tersinggung, mengamuk dan makin agresif atau sebaliknya, menjadi mudah menyerah dan mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Orang yang mengalami gangguan emosional cepat mengambil tindakan kekerasan. Hal itu memicu gangguan kecemasan dan menjadi tanda awal depresi yang dapat menjadi keadaan patologis atau keadaan yang semakin parah jika berlanjut.
Riset Kesehatan Dasar 2007 menyebutkan di Indonesia prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berusia 15 tahun ke atas 11,6 persen. Paling tinggi di Provinsi Jawa Barat 20 persen, terendah di Kepulauan Riau 5,1 persen.
Gangguan mental emosional itu terutama adalah kecemasan dan depresi. Prevalensi depresi global berkisar 5-10 persen dan angka di Indonesia tak jauh berbeda. Prevalensi 5-10 persen itu sudah besar dan sudah bisa menjadi masalah masyarakat. Jika penduduk Indonesia 220 juta jiwa, maka mencapai 11-22 juta jiwa!
Sementara itu dalam Simposium Nasional Bunuh Diri yang diadakan di tahun 2009 diungkapkan bahwa pada tahun 2004 tercatat di Indonesia 1.030 orang melakukan percobaan bunuh diri, 705 orang di antaranya tewas. Tahun 2005, Benedetto Saraceno, Direktur Departemen Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Substansi WHO, menyatakan, kematian rata-rata karena bunuh diri di Indonesia 24 kematian per 100.000 penduduk. Dengan asumsi penduduk Indonesia 220 juta jiwa, maka didapatkan angka 50.000 kasus kematian akibat bunuh diri. Ironisnya, baik pemerintah maupun masyarakat justru mengabaikan dan lalai dalam menghadapi calon krisis nasional ini. Sayangnya, hingga kini belum ada program khusus bagi penanganan depresi. Program kesehatan yang dekat masyarakat, seperti puskesmas, tidak memasukkan kesehatan jiwa sebagai satu dari enam program pokoknya. Padahal, depresi sangat berpengaruh terhadap produktivitas.
Maka menjadi tugas kita sebagai gereja dan warga masyarakat untuk proaktif mengantisipasi wabah ini. Pertama, kita perlu memahami gejala-gejala depresi dan mensosialisasikan secara meluas.
Tiga gejala utama depresi :
Selain tiga gejala utama ini masih bisa disertai dengan gejala-gejala lainnya seperti: kesulitan konsentrasi, masalah tidur: bangun lebih pagi (insomnia), atau tidur berlebihan (hipersomnia), perubahan pola makan, fantasi atau bayangan-bayangan melakukan bunuh diri bermunculan di pikirannya.
Dalam taraf depresi yang ringan kita bisa menangani dengan mengangkat suasana hati kita yang suram dan kelabu menjadi lebih cerah dan hidup, yaitu dengan cara :
Kalau taraf depresinya sudah sangat menekan, membutuhkan benar bantuan medis dokter. Dokter di antaranya akan memberikan obat jenis antidepresan. Ikutilah sepenuhnya saran dan dosis pemberian obat yang diberikan dokter.
Meski tidak semua orang melakukan bunuh diri karena mengalami depresi, tetapi 80 persen penyebab bunuh diri adalah depresi. Maka kita patut mewaspadai kemungkinan tindak bunuh diri yang bisa dilakukan penderita depresi.
Berikut ini tanda-tanda yang umumnya terjadi bagi seseorang yang kemudian mengambil tindak bunuh diri:
Jangan tertawakan atau sepelekan ketika seseorang mengatakan menyatakan ingin mati, atau bahkan mengungkapkan ingin bunuh diri. Bahkan meski ungkapan tersebut hanya secara sambil lalu. Ini bisa jadi ungkapan hatinya yang terdalam yang harus segera mendapat respon. Kata-kata seperti, "Saya sudah tidak tahan lagi", "Mereka tidak perlu mengkhawatirkan saya", atau "Mereka akan lebih baik tanpa saya", merupakan contoh pernyataan yang umum diungkapkan oleh mereka yang akhirnya bunuh diri.
Hal yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang ingin bunuh diri:
• Jadi pendengar yang baik
Cobalah jadi pendengar yang baik. Dalam banyak kasus, orang yang ingin bunuh diri biasanya menarik diri dan tertutup. Cobalah mendekatinya dan sadarilah bahwa kepedihan atau keputusasaan yang sedang ia rasakan benar-benar nyata. Coba secara halus menyebutkan bahwa Anda melihat beberapa perubahan sikap dan perilakunya sehingga dapat menggerakkan dia untuk membuka diri dan mencurahkan perasaannya kepada Anda.
• Berempati
Coba dalami perasaannya, dan katakan bahwa ia sangat berarti untuk Anda maupun orang lain. Jika ia bunuh diri, hal ini akan membuat Anda hancur dan orang lain juga.
• Jauhkan benda berbahaya
Jauhkan darinya benda berbahaya apapun yang bisa menjadi alat untuk bunuh diri. Pelaku bunuh diri biasanya melihat banyak alat yang tersedia di sekitarnya membuatnya memantapkan tekad untuk bunuh diri. Misalnya tali, pisau, cutter atau bahkan senjata api.
• Minta bantuan medis
Untuk kasus yang sudah cukup ekstrem, segeralah memanggil bantuan medis untuk menangani masalahnya. Misalnya sudah terjadi gangguan mental yang serius, Anda bisa segera menggunakan bantuan medis seperti psikiater atau rumah sakit jiwa yang tahu cara terbaik menanganinya.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Hendra akan berbincang-bincang dengan Bapak penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang "Depresi dan Bunuh Diri" bagian kedua. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, pada perbincangan kita yang sebelumnya Pak Sindu telah menjabarkan contoh-contoh, gejala-gejala depresi yang harus diwaspadai dan dipahami. Lantas kalau kita telah mendapatkan diri kita atau menemukan gejala tersebut pada orang lain yang berada di dekat kita. Apa yang perlu kita lakukan selanjutnya?
SK : Dalam taraf yang ringan kita bisa menolongnya atau menolong diri kita yang mengalami depresi dengan cara mengangkat suasana hati kita yang suram dan kelabu untuk menjadi lebih cerah dan hidup. Maka praktisnya kita bisa usahakan untuk bangun pagi, berjemur di bawah matahari pagi dan kita berolahraga, bisa dalam bentuk lari-lari kecil, jogging dan lari pagi, senam sehat aerobik, berenang, bersepeda atau olah raga lainnya. Olahraga menolong jantung kita untuk lebih terpompa sehingga akan lebih banyak oksigen yang terserap dalam darah dan otak kita. Maka tubuh yang segar akan turut mengangkat suasana hati kita sehingga menjadi lebih cerah dan hidup. Itu sejalan dengan motto yang kita kenal, "Men sana in corpore sano", dalam tubuh yang sehat terhadap jiwa yang sehat.
H : Ternyata olahraga sangat besar kontribusinya untuk menolong para penderita depresi.
SK : Benar.
H : Pak Sindu, selain olahraga apa ada langkah yang lain?
SK : Hal yang lain yang patut kita lakukan yaitu mengusahakan supaya masalah-masalah yang terasa menyumbat hati dan pikiran kita bisa dikeluarkan. Jadi pentingnya curhat (mencurahkan isi hati) maka kita patut untuk mendatangi orang lain, ceritakanlah masalah kita supaya lebih terurai duduk perkaranya dan menjadikan masalah yang terasa begitu kusut dan meraksasa itu bisa menjadi lebih kecil masalahnya. Jadi masalah yang besar bisa dipilah-pilah menjadi masalah yang lebih kecil, dengan masalah-masalah yang sudah dibuat lebih kecil itu maka kita bisa berbuat sesuatu secara lebih konkret, kita bisa membuat sebuah langkah demi langkah untuk menyelesaikan masalah demi masalah itu. Maka dalam hal ini sangat penting bagi kita apalagi kalau kita mengalami depresi untuk berjuang, berkoneksi, berhubungan dengan orang lain dan bukankah teman seperjalanan akan membuat beban hidup terasa lebih ringan daripada kalau seorang diri menempuhnya. Maka dalam hal ini saya mau katakan bahwa datang ke seseorang termasuk datang ke seorang konselor itu sesungguhnya bukanlah tanda kelemahan, malah justru orang yang bijak bersedia untuk datang mencari pertolongan, orang yang bijak bersedia untuk mencari pertolongan lewat konseling. Karena itu cara yang sehat untuk menghadapi masalah.
H : Pak Sindu, adakalanya ada orang-orang tertentu yang merasa sulit untuk mencurahkan isi hatinya kepada orang lain, kalau orang tersebut memutuskan untuk mencurahkan isi hatinya, mencurahkan pergumulan masalahnya hanya kepada Tuhan misalnya melalui Tuhan lewat doa atau saat teduhnya. Apa itu cukup menolong?
SK : Benar. Saya juga sependapat dengan Pak Hendra, itu juga merupakan cara yang sehat, cara yang baik jadi selain kita bisa mencurahkan isi hati kita kepada orang lain, kita juga patut dan bisa mencurahkan isi hati kita kepada Tuhan bukankah Tuhan kita adalah pribadi yang berdaulat penuh, memiliki kekuasaan, kesanggupan untuk menolong kita, maka datang kepada manusia sesungguhnya bukannya meniadakan jalan usaha untuk datang kepada Tuhan. Tapi seperti yang disampaikan oleh Pak Hendra, kadang kita susah memercayai orang lain, tidak apa-apa kalau saat itu kita kesulitan memercayai orang lain dan lebih leluasa untuk hanya mencurahkan isi hati kita kepada Tuhan saja tidak apa-apa, tapi dalam hal ini silakan kita ungkapkan dalam doa kalau kita sulit memercayai orang lain, mari Tuhan mengurai akar masalah apa yang membuat saya sulit memercayai orang lain karena pada dasarnya Tuhan juga bekerja lewat keberadaan orang lain. Jadi cara kerja Tuhan bukan sekadar bersifat supranatural tapi lewat hal yang natural, hal yang alamiah yaitu perjumpaan, pertemanan, persahabatan kita dengan orang lain, Tuhan juga menyatakan Kemahakuasaan-Nya, pertolongan-Nya.
H : Terkadang Tuhan juga menggunakan orang-orang yang dekat dengan kita misalnya anggota keluarga kita sendiri. Jika yang mengalami depresi kita ini adalah anggota keluarga kita sendiri, kita sebagai bagian dari anggota keluarga tersebut, kira-kira peranan apa yang bisa kita lakukan untuk menolong anggota keluarga kita itu?
SK : Dalam hal ini kita patut tidak memersalahkan, "Begitu saja tertekan, begitu saja sampai diam seribu bahasa, begitu saja sampai depresi, terlalu berlebihan sekali kamu itu, berlebihan sekali reaksimu ini". Justru yang terdekat dengan kita lebih mungkin untuk kita lukai karena kita merasa lebih mengenal seluk beluk hidupnya di masa lalu yang begitu panjang dengan kita karena hidup satu atap, kita malah lebih mudah untuk menambah tekanan. Maka dalam hal ini justru kita harus lebih hati-hati. Kalau anggota keluarga kita, baik itu saudara, orang tua, adik, anak, cucu sedang mengalami depresi, kita perlu lebih hati-hati karena semakin dekat seseorang maka semakin besar gema yang akan ditimbul- kannya dari setiap yang diperbuatnya terhadap orang tersebut. Artinya kalau orang itu melakukan intimidasi lewat kata dan tindakan maka yang diterima oleh orang tersebut berlipat-lipat akibatnya, daripada kalau itu dia terima dari orang lain yang bukan anggota keluarganya.
H : Kadang-kadang ketika kita melihat gejala tertentu dari orang yang mengalami depresi kita mungkin takut, gegabah atau menilai dia mengalami depresi dengan cepat-cepat dan kadang-kadang kita salah menilai apakah dia masuk dalam kategori depresi yang biasa atau berat. Bagaimana kita bisa melihat kadar depresi dalam diri orang tersebut?
SK : Dalam hal ini memang bukan tugas kita mendiagnosa derajat depresi apakah ringan atau berat. Itu bagian dari medis atau seorang psikolog atau konselor yang diperlengkapi, bagian kita adalah kalau melihat ada perubahan pada hidup orang tersebut apalagi itu adalah kerabat kita, anggota keluarga kita maka kita sebaiknya, sedini mungkin melakukan usaha-usaha pertolongan. Jadi kalau kita melihat orang itu menarik diri, mengurung diri berhari-hari maka kita sudah harus punya alarm dalam diri kita, "Ini ada sesuatu". Sebaiknya kita datangi, tanyakan, "Ada apa, kalau boleh tahu, apa yang sedang kamu alami, saya lihat ada perubahan". Kalau orang itu tetap menutup diri maka kita perlu mengupayakannya mungkin menghubungi teman atau sahabatnya atau orang lain yang kira-kira cukup berkoneksi dengan orang tersebut, jadi kita tidak menyerah dalam situasi itu. Atau sebaliknya orang itu marah-marah, membanting-banting, memaki-maki dan melakukan tindakan yang brutal dan itu bukan gaya kepribadiannya, itu adalah perubahan mendadak dan terjadi dalam waktu beberapa hari maka kita pun sebagai orang yang mengasihi patut melakukan upaya-upaya pertolongan sedini mungkin.
H : Kalau saya simpulkan, gejala-gejala yang bapak sebutkan pada perbincangan sebelumnya, jika tiga gejala utama tersebut terdapat pada orang yang kita amati maka kita bisa simpulkan orang tersebut mengalami gangguan depresi?
SK : Benar. Jadi ada tiga gejala utama yang telah saya bahas pada kesempatan yang lalu yaitu kehilangan minat pada hal-hal yang dulu disukai, yang kedua kehilangan energi, yang ketiga perasaan murung dan ini terjadi minimal dalam waktu 2 minggu, maka kita bisa menengarai bahwa orang tersebut mengalami gangguan depresi.
H : Bagaimana kalau kadar depresinya sudah sangat menekan?
SK : Dalam hal ini sudah membutuhkan bantuan medis dokter, dokter akan memberikan jenis obat anti depresan. Dalam hal ini orang tersebut harus sepenuhnya mengikuti dosis pemberian obat yang diberikan sang dokter.
H : Jika dikaitkan dengan dokter, timbul kekhawatiran bahwa penggunaan obat untuk mengatasi depresi akan menciptakan ketergantungan obat dan sekaligus bukan merupakan tindakan yang memercayai kuasa Allah. Bagaimana pandangan Pak Sindu mengenai hal ini?
SK : Dalam hal ini penting kita menggaris bawahi bahwa tindakan memercayai kuasa Allah bukan serta merta meniadakan prinsip akal sehat, kuasa Tuhan juga bekerja lewat prinsip akal sehat. Apakah karena memercayai kuasa Allah lantas kita dengan sembrono makan makanan yang tidak higienis, yang jelas mengandung zat yang membahayakan tubuh kita karena percaya, "Tuhan maha kuasa tentu Dia akan melindungi saya dari sakit perut atau berbagai bentuk keracunan", itu namanya mempermainkan Tuhan. Jadi dalam hal ini kita dapat katakan ditemukannya obat-obatan medis juga merupakan bukti bahwa kuasa Allah itu bekerja karena tanpa pertolongan dan hikmat Tuhan tentu tidak mungkin obat tersebut dapat ditemukan dan berkhasiat bagi pemulihan kita. Maka penggunaan obat atas anjuran dokter patut kita patuhi. Tadi Pak Hendra tanyakan, apakah punya efek ketergantungan? Jawabannya adalah tidak. Penggunaan obat anti depresan dan obat-obatan lainnya yang diberikan dokter bukan untuk digunakan untuk selama-lamanya. Maka sejalan dengan perkembangan pasien yang semakin baik dengan sendirinya sang dokter akan mengurangi dosis obat-obatan tersebut setahap demi setahap.
H : Jadi seharusnya tidak perlu ada kekhawatiran tentang penggunaan obat-obatan ini ya. Apakah selalu orang yang mengalami depresi akan berujung bunuh diri dan orang yang bunuh diri pasti karena depresi?
SK : Jadi memang penyebab bunuh diri 80% adalah karena depresi dan dalam hal ini memang bisa kita katakan bahwa mayoritas orang bunuh diri karena depresi sementara itu orang yang mengalami depresi dalam jangka waktu yang berkepanjangan bisa berujung pada tindakan bunuh diri.
H : Bagaimana mengetahui tanda-tanda orang yang mengalami depresi ini akan melakukan tindakan bunuh diri?
SK : Dalam hal ini ada sejumlah tanda-tanda yang bisa kita tengarai, yang pertama orang tersebut mengasingkan diri dari lingkungan sosial dan mereka yang biasanya bergaul secara baik, akrab kemudian tiba-tiba mulai terjadi perubahan bersikap tertutup menyendiri, menarik diri dari lingkungan pergaulannya. Itu tanda yang pertama. Tanda yang kedua terjadi perubahan pola tidur, pola makan, yang ketiga sikap dan perilakunya berubah misalnya dulunya penurut tapi tiba-tiba menjadi orang yang brutal atau sebaliknya orang yang begitu sangat ceria, sangat aktif bekerja, sangat tanggap tapi kemudian terjadi perubahan dimana orangnya menjadi lesu, murung dan menjadi orang yang serba menghindar dari kehidupan sosialnya dengan orang lain. Yang keempat, orang tersebut kedapatan mulai sering terlibat dalam kegiatan yang membahayakan hidupnya. Jadi seperti mengendarai mobil atau sepeda motor, biasanya cukup aman dan stabil, tapi kemudian kita melihat perubahan yang drastis, dia begitu sembrono dan berulang-ulang. Jadi ada kesengajaan mencari cara untuk mencelakai dirinya. Dalam hal ini merupakan salah satu tanda bahwa orang itu ada kemungkinan sedang melakukan usaha tindakan bunuh diri. Selain itu tanda yang lain, orang tersebut sering kedapatan dalam percakapannya dengan kita atau orang lain menyalahkan dirinya sendiri, "Memang ini gara-gara aku sehingga keluargaku bermasalah, ini gara-gara aku sehingga perusahaan mengalami banyak kerugian". Ada rasa harga diri yang terasa semakin jatuh. Kemudian tanda yang lain, orang itu secara langsung atau tersirat mengungkapkan keinginannya untuk mati, "Biarlah aku cepat mati saja, karena orang pasti senang kalau tidak ada aku".
H : Bukankah kita sering mendengarkan hal itu diucapkan secara ringan oleh orang-orang di sekeliling kita, kadang dengan celetuk'an, "Saya ingin mati saja" apakah itu berarti mereka akan bunuh diri?
SK : Benar, kadang itu diucapkan secara ringan dan secara alami terdorong untuk menertawakannya atau bahkan menyepelekannya ketika seseorang mengatakan dirinya ingin mati dan bahkan mengatakan ingin bunuh diri, reaksi kita, "Apa benar, coba kalau berani, kamu hanya bicara saja karena kamu sedang frustrasi saja, begitu saja dibuat repot". Kita menertawakan dan menyepelekannya. Justru dalam hal ini kita sepatutnya lebih waspada kalau kata-kata itu muncul sekali, dua kali, tiga kali, ini merupakan suatu indikasi sebenarnya orang itu sudah muncul gagasan untuk melakukan usaha bunuh diri, maka dalam hal ini kita harus lebih serius menanggapinya. Selain hal itu, ada tanda yang lain yaitu orang ini sudah melakukan usaha bunuh diri, misalnya mengiris urat nadinya, menabrakkan diri, usaha menggantung diri namun gagal, minum minuman pestisida dan gagal. Maka kita semakin tidak boleh bermain-main, karena dia sudah jelas-jelas melakukan usaha-usaha tindakan bunuh diri. Ada tanda yang lain yaitu orang itu sudah mulai membuat wasiat, warisan memang harus dilakukan secara awal tetapi ini dilakukan dalam situasi yang tidak lazim memberi kesan-kesan terakhir, berkali-kali bahkan kepada orang-orang, dia memang masih sangat muda dan energik, kita patut untuk mempertanyakan kalau orang itu sudah mulai muncul gagasan bunuh diri dalam benaknya.
H : Apa yang bisa kita lakukan untuk menolong orang yang ingin bunuh diri, Pak Sindu?
SK : Yang pertama, kita bisa menjadi pendengar yang baik. Jadi cobalah menjadi pendengar yang baik. Dalam banyak kasus orang yang ingin bunuh diri biasanya menarik diri dan tertutup maka kita perlu mencoba mendekatinya, menyadari, merasakan kepedihan hatinya, keputusasaan yang sedang dia alami dan kita patut mendengar dan turut merasakannya dan kita patut mencoba secara halus, menyebutkan bahwa diri kita melihat beberapa perubahan sikap dan perilakunya dan kita mendorong dia untuk mencoba membuka diri, mencurahkan isi hati dan perasaannya kepada kita. Selain itu kita bisa melakukan usaha yang lain yaitu kita bisa menjauhkan orang tersebut dari benda-benda yang berbahaya yang bisa menjadi alat untuk melakukan usaha bunuh diri. Karena biasanya pelaku bunuh diri kalau melihat banyak alat yang bisa dipakai untuk melakukan tindakan bunuh diri itu ada di sekitarnya, itu membuat dirinya semakin mantap untuk melakukan usaha bunuh diri misalnya melihat tali, pisau, cutter, senjata api dan benda-benda tajam lainnya. Dan pertolongan yang bisa kita lakukan adalah meminta bantuan medis. Untuk kasus yang cukup ekstrem, segeralah kita memanggil bantuan medis untuk menangani masalah orang tersebut dan kita bisa mencarikan pertolongan dari Rumah Sakit, dari dokter dan bahkan dari polisi, dari orang-orang tertentu untuk segera mengamankan dan menangani secara medis.
H : Pak Sindu, apakah hanya dialami oleh orang-orang dewasa kasus depresi dan bunuh diri ini?
SK : Memang hal yang membuat hati kita miris bahwa ternyata kasus usaha-usaha bunuh diri ini juga bisa dilakukan oleh orang-orang yang lebih muda, baik itu remaja dan bahkan anak-anak kecil. Dulu kita menengarai itu hanya terjadi di negara-negara yang maju misalnya di Jepang, Singapura dan sama-sama Negara Asia tapi dalam kondisi yang lebih maju secara teknologi dan perekonomiannya, dikatakan maju karena kehidupan semakin sejahtera tapi semakin sejahtera tekanan arti pentingnya sukses secara lahiriah itu sangat ditekankan dan mengalami kekosongan jiwa. Jadi anak-anak remaja atau usia SD bisa mengalami rasa kegagalan artinya tertekan depresi dan melakukan usaha bunuh diri karena gagal dengan sekolahnya dan itu artinya mereka gagal dalam seluruh hidupnya. Ternyata fenomena itu juga sudah semakin kita lihat di negeri kita, kasus-kasus bunuh diri di antara remaja dan anak-anak usia SD sudah semakin meninggi angkanya. Jadi memang kasus depresi dan bunuh diri tidak mengenal batasan usia, tidak mengenal batasan jenis kelamin, tidak mengenal batasan status sosial ekonomi, termasuk tidak mengenal batasan iman kepercayaan.
H : Pak Sindu, jika depresi dan bunuh diri ini tidak mengenal batas usia bagaimana kita bisa mengamati tanda-tanda itu dalam diri anak-anak yang jelas karakternya berbeda dengan orang dewasa?
SK : Dalam hal ini penting bagi kita sebagai orang dewasa apalagi orang tua untuk rajin mengembangkan komunikasi dengan anak kita, kalau kita rajin melakukan komunikasi misalnya sepulang dia sekolah di sore hari, malam hari kita ngobrol, "Bagaimana kabarmu di sekolah nak, bagaimana temanmu yang bernama ini, bagaimana pelajaranmu?" Dan itu sering kita lakukan dari hari ke hari, maka sebenarnya tanda-tanda apakah anak kita mengalami depresi atau tidak, sangat mudah kita kenali, perubahan suasana hatinya bisa cepat kita kenali. "Pa, aku tadi merasa gagal, aku tadi merasa tidak mampu mencapai ulangan yang seperti papa inginkan", itu adalah tanda kekecewaan, dan kita bisa katakan, "Tidak apa-apa yang penting kamu sudah berusaha". Dan itu sedini mungkin sudah kita lakukan pencegahan, belum sampai taraf depresi dengan cara itu kita kembali bisa melakukan deteksi awal. Maka sangat ironi kalau orang tua tidak bisa mengembangkan komunikasi, banyak terjadi di keluarga dimana situasi lebih sejahtera, yang penting aku berikan uang, aku berikan fasilitas, yang penting aku sekolahkan dia di sekolah yang baik, yang penting aku bawa dia ke Sekolah Minggu, ke gereja yang baik tapi cukup itu saja. Itu sangat salah karena anak butuh kita, butuh perhatian, komunikasi, anak itu butuh kita termasuk dorongan dan peneguhan-peneguhan serta kata-kata pujian kita, itu akan sangat menolong anak kita untuk lebih terhindar dari ancaman depresi apalagi tindakan bunuh diri.
H : Intinya dibutuhkan komunikasi dan kepekaan baik dari orang tua dengan anak maupun orang dewasa dengan orang dewasa.
SK : Benar, Pak Hendra. Saya tambahkan, penting juga kita tambahkan sistem nilai, orang depresi dan kemudian melakukan tindakan bunuh diri karena apa? Karena dia mengalami keputusasaan yang begitu mendalam dan dia merasa apa yang dialami itu sudah akhir dari segala-galanya, mungkin karena sakit-penyakit, kegagalan di sekolah, kegagalan dalam pergaulan, kegagalan dalam bisnis, pekerjaan, rumah tangga. Dia pikir karena gagal dalam hal-hal itu berarti dunia sudah kiamat, ini dikarenakan sistem nilai yang begitu dangkal dan sangat bersifat lahiriah, orang perlu memiliki sitem nilai yang bersifat kekal, melihat di balik hal-hal yang bersifat lahiriah ada hal-hal yang bersifat rohaniah yaitu tentang Tuhan, tentang firman, tentang keselamatan, tentang surga, jiwa yang bernilai tinggi lebih dari segala sesuatu. Kalau orang memiliki nilai itu dan meyakininya serta menghidupinya, mengejar hal-hal yang bersifat kekal maka kegagalan yang bersifat lahiriah tadi, itu tidak akan sampai membuat hidupnya terasa sudah berakhir.
H : Dengan kata lain bukan hanya komunikasi yang intens yang harus dibangun dengan sesama, tetapi komunikasi yang intens juga harus dibangun dengan Tuhan, Sang Pencipta kita, begitu Pak Sindu?
SK : Benar, termasuk dalam hal ini kita perlu akrab dengan firman Tuhan, pikiran-pikiran Tuhan yang bisa kita baca dalam firman Tuhan itu patut mengisi pikiran hati dan sanubari kita sehingga sistem nilai, pola pikir yang sesuai dengan pikiran Allah itu benar-benar akan menjadi daya tangkal untuk kita bisa terhindar dari depresi, apalagi usaha-usaha bunuh diri.
H : Sebagai penutup, kesimpulan dari semua ini apa, Pak Sindu?
SK : Dalam hal ini saya ingin membacakan dari 1 Korintus 10:13, bunyinya "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampuai kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya". Depresi juga merupakan bagian dari pencobaan, dalam hal ini kita bisa belajar bahwa depresi yang kita alami itu ada dalam kendali Allah dan ketika kita mengalami depresi, kita harus meyakini depresi kita bukanlah akhir dari segala-galanya, justru ini menjadi alasan semakin kuat untuk kita datang kepada Tuhan dan sesama kita untuk mendapatkan pertolongan karena kita yakin di balik depresi kita ada jalan keluar yang Tuhan akan sediakan dan sudah sediakan sehingga kita bisa menghadapinya, menang atas depresi kita itu.
H : Terima kasih Pak Sindu untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian, terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K., dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Depresi dan Bunuh Diri" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan Anda menghubungi kami melalui surat, dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
107. Sumber dan Dampak Kecemasan | |
Relasi orang tua - anak adalah relasi yang paling kuat dan paling sulit berubah. Itu sebabnya, jika kebetulan relasi tersebut merupakan relasi yang buruk, maka dampak buruknya pun cenderung bertahan untuk waktu yang lama. Sebaliknya, bila relasi itu sehat, maka dampak positifnya pun bertahan untuk waktu yang lama. Salah satu dampak positif relasi orang tua - anak yang sehat adalah timbulnya RASA AMAN di dalam diri anak. Yang dimaksud dengan rasa aman adalah absennya atau tidak adanya KECEMASAN. Disini akan dijelaskan dua jenis kecemasan yang sering dialami anak.
Di antara semua relasi, mungkin relasi orang tua - anak adalah relasi yang paling kuat dan paling sulit berubah. Itu sebabnya, jika kebetulan relasi tersebut merupakan relasi yang buruk, maka dampak buruknya pun cenderung bertahan untuk waktu yang lama. Sebaliknya, bila relasi itu sehat, maka dampak positifnya pun bertahan untuk waktu yang lama. Berikut akan dipaparkan tentang pengaruh ikatan relasi orangtua - anak, yang khusus berkaitan dengan kecemasan.Salah satu dampak positif relasi orangtua - anak yang sehat adalah timbulnya RASA AMAN di dalam diri anak. Yang dimaksud dengan rasa aman adalah absennya atau tidak adanya KECEMASAN.
Setidaknya ada DUA JENIS kecemasan yang acap kali dialami oleh anak :Apa pun sumber kecemasan—ketakutan ataupun kegagalan memenuhi syarat—pada akhirnya keduanya membuat anak merasa tidak aman. KECEMASAN MENGHILANGKAN KETENTERAMAN! Ia terpaksa berjaga-jaga dan sering-sering menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan bahwa ia tidak dalam keadaan terancam. Sering kali tindakannya merupakan REAKSI terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Sesungguhnya ia tidak tahu dengan jelas ARAH hidupnya dan ketidaktahuan ini membuatnya senantiasa MENCARI-CARI arah dan jalan.
Ada langkah yang mesti diambil untuk pulih dari kondisi ini, namun sebagai langkah pertama, Firman Tuhan sudah memberitahukan caranya secara jelas, "Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskanku dari kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu." (Mazmur 34:5-6)
Firman Tuhan menegaskan bahwa hanya ada satu cara untuk dapat lepas dari kegentaran, yaitu mencari Tuhan. Kita tidak boleh mengalihkan pandangan ke manusia atau ke hal lain; kita harus mengarahkan pandangan hanya kepada Tuhan. Ikuti dan taati kehendak-Nya, maka Ia akan menuntun hidup kita. Berilah hidup kepada-Nya, maka Ia akan memberikan hidup yang baru kepada kita.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Sumber dan Dampak Kecemasan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Kecemasan bisa melanda siapa saja termasuk anak-anak. Tetapi yang kita kadang-kadang tidak mengerti kenapa anak-anak cemas dan ini dampaknya bisa sampai nanti remaja dan dewasa sekalipun, kecemasan itu tetap terbawa. Itu seperti apa, Pak Paul?
PG : Betul sekali. Mungkin di antara semua relasi, relasi orang tua - anak adalah relasi yang paling kuat dan paling sulit berubah, itu sebabnya jika relasi tersebut merupakan relasi yang buruk maka dampak buruknya cenderung bertahan untuk waktu yang lama. Sebaliknya bila relasi itu sehat maka dampak positifnya pun bertahan untuk waktu yang lama. Jadi saya kira kita perlu membahas tentang pengaruh ikatan relasi orang tua - anak yang khusus berkaitan dengan kecemasan sebab sudah saya singgung bahwa ini nantinya akan memengaruhi kehidupan si anak sampai di usia dewasanya.
GS : Tentu kita tidak mengharapkan anak-anak kita cemas sejak kecil, tetapi apa sebenarnya yang menimbulkan kecemasan dalam diri anak itu?
PG : Saya akan mundur sedikit ke belakang. Jadi salah satu dampak positif relasi orang tua - anak yang sehat adalah timbulnya rasa aman dalam diri anak. Yang dimaksud dengan rasa aman adalah absennya atau tidak adanya kecemasan. Jadi ini yang ideal yang seharusnyalah dicicipi oleh seorang anak. Dengan kata lain, di dalam relasi orang tua yang tidak sehat maka kecemasan yang kerap timbul di dalam diri anak. Kita sekurangnya bisa melihat ada dua jenis kecemasan yang acapkali dialami oleh anak. Coba kita bahas yang pertama dulu yaitu kecemasan yang bersumber dari ketakutan. Jika relasi orang tua tidak harmonis dan sarat konflik, tidak bisa tidak anak akan harus hidup dalam ketegangan, akhirnya anak sering dicekam ketakutan kalau-kalau orang tua akan berkelahi lagi atau mungkin takut terkena getahnya. Jadi akhirnya si anak terus hidup dalam ketegangan ini karena relasi orang tua tidak harmonis, ketegangan ini yang nantinya akan melahirkan kecemasan dalam diri si anak.
GS : Tapi ketakutan seperti itu bukan hanya terjadi pada sebuah rumah tangga, artinya ketakutan itu bisa datang dari luar dan memengaruhi anak. Sampai sejauh mana dampaknya bagi anak kalau ketakutan itu timbulnya dari luar, Pak Paul?
PG : Saya kira kalau memang intensitasnya itu berat, apa pun yang dialami oleh si anak meskipun itu di luar rumah, maka akan tetap berdampak berat pada diri si anak, tapi kalau misalkan intensitasnya sama-sama berat sudah tentu yang lebih memengaruhi si anak adalah yang bersumber dari dalam rumah tangga sendiri, yang bersumber dari misalnya relasinya dengan orang tua. Biasanya itulah yang akan terus memengaruhi si anak sampai di usia dewasa.
GS : Padahal misalnya yang timbul itu pertengkaran antara suami istri, artinya orang tua si anak ini. Apakah anak juga terkena dampaknya?
PG : Biasanya, ya. Jadi pada umumnya kecemasan yang bersumber dari ketakutan ini akan melahirkan dua perilaku yang ekstrem. Yang pertama anak akhirnya bertumbuh menjadi seorang yang pemarah atau setidaknya menyimpan api kemarahan, dia cepat tersulut dan sulit mengendalikan emosi dan juga ada kecenderungan ia pun kerap mengalami ayunan emosi artinya mudah marah, mudah reda. Pada dasarnya ia mudah marah karena dia cepat menyimpulkan bahwa orang sengaja membuatnya marah atau menuduh orang tidak menghormatinya atau menghargainya, padahal besar kemungkinan orang tidak berniat membuatnya marah dan tidak bermaksud untuk menyepelekannya, sudah tentu kita bisa menyimpulkan bahwa sanggahannya seolah-olah orang memang sengaja membuatnya marah, itu sebetulnya dalih, pada hakikinya dia mudah tersulut karena ketegangan yang tersimpan dalam jiwanya. Ketegangan itulah yang membuatnya cepat bereaksi terhadap apa pun yang ditafsir sebagai penambah ketegangan. Masalahnya adalah dia menafsir banyak hal sebagai upaya menambah ketegangan. Jadi sedikit-dikit dianggapnya orang mau menambah ketegangan, sehingga dia bereaksi dengan kemarahan.
GS : Apakah itu bukan bentuk kecurigaan dia terhadap orang lain, Pak Paul?
PG : Jadi biasanya anak-anak yang memang dibesarkan dalam rumah tangga yang penuh dengan konflik, tidak bisa tidak akhirnya juga kesulitan memberikan kepercayaan kepada orang. Dia cenderung berhati-hati sekali memberikan dirinya kepada orang, sebab di rumah orang yang seharusnya bisa diandalkan untuk menerima dirinya, ternyata tidak bisa diandalkan karena sering bertengkar.
GS : Kemarahan itu biasanya ditujukan kepada siapa, Pak Paul? Jadi misalnya yang sering marah di dalam rumah itu si ayah, apakah anak ini berani membalas kemarahan itu kepada ayahnya?
PG : Biasanya sampai usia remaja si anak tidak akan berani dan biasanya dia akan simpan. Tapi di luar dia marah dengan teman, dia marah dengan gurunya karena sedikit-sedikit dia merasa orang sengaja membuatnya marah, menyepelekannya dan tidak menghargainya. Jadi di luaran dia marah terus. Di rumah dia tidak berani marah terhadap ayahnya dan mungkin saja dia marah terhadap ibunya yang tidak berdaya di bawah kekuasaan si ayah. Tapi nanti pada masa pemuda biasanya si anak akan mulai berani melawan si ayah apalagi kalau tubuhnya bertambah besar, biasanya di saat itulah si anak itu biasanya akan berani melawan si papa.
GS : Jadi di sini kesulitan si anak untuk menemukan jati dirinya, begitu Pak Paul?
PG : Tidak bisa tidak, itu akan memengaruhi perkembangan jati dirinya sebab pada akhirnya dia tidak begitu berkesempatan mengembangkan dirinya, karena hidupnya itu terlalu sibuk menangkis atau melindungi diri dari ketegangan, dari masalah yang muncul di antara orang tuanya.
GS : Perilaku ekstrem yang lain apa, Pak Paul?
PG : Yang lain, anak menjadi tidak tahan bersinggungan dengan ketengangan, namun berbeda dengan penjabaran yang pertama, anak ini tidak mengungkapkan kemarahannya keluar, tapi malah memendamnya, dia takut ketegangan namun dia tidak bereaksi dengan kemarahan sebaliknya ia memberi reaksi lemah dan tidak berdaya, justru jadinya dia tidak agresif dan justru agak pasif, singkat kata kecenderungan adalah melarikan diri dari ketegangan dan berupaya mencari ketenangan. Jadi benar-benar anak ini menjadi anak yang kita sebut pencemas. Tapi sebetulnya tadi kita sudah bahas baik yang pencemas atau si pemarah akarnya sebetulnya sama karena sebetulnya dua-duanya itu penuh dengan kecemasan yang berasal dari ketakutan, ketakutan terhadap kekerasan atau pertengkaran yang dialami dalam rumah tangganya.
GS : Ini sebuah perilaku yang sangat berbeda, ada sebagian yang mengekspresikan dengan kemarahan, yang satunya mengekspresikan dengan diam, sebenarnya yang mendasari apa, Pak Paul?
PG : Yang mendasari kenapa berbeda seperti itu, biasanya adalah karena kepribadiannya, jadi kalau kebetulan si anak itu memang anak yang agak pendiam, agak pasif, perasaannya agak halus, kecenderungannya dia akan menyimpan dan dia menjadi anak yang penuh dengan ketakutan. Tapi kalau memang sifatnya agak keras dari kecil dan dari kecil kelihatan anaknya itu tidak gampang menurut dan berani melawan biasanya dia akan menjadi anak yang pemarah. Jadi itulah yang menjadi akarnya yang membedakan mereka bereaksi.
GS : Kalau perbedaan antara laki-laki dan perempuan, bukan karena itu?
PG : Tidak. Biasanya ada anak laki yang justru lebih pendiam tapi ada anak perempuan yang lebih keras kepala dan dia itu yang lebih pemarah atau sebaliknya, jadi gender dalam hal ini memang tidak terlalu memengaruhi.
GS : Di dalam hal menolong mereka, mana yang lebih mudah untuk ditangani? Yang pemarah yang mengekspresikan seperti itu atau yang justru pendiam?
PG : Menurut saya yang kedua, yang lebih pendiam atau pencemas. Sebab biasanya dia lebih tidak melawan jadi lebih bersedia mendengarkan. Tapi kalau yang pemarah biasanya sedikit lebih sulit karena sifatnya agak lebih keras sehingga lebih tidak mudah mendengarkan masukan dari orang lain. Dan satu hal lagi adalah kalau dia sudah terlalu terbiasa mengekspresikan dengan kemarahan akhirnya itu telah mendarah daging artinya kalau dia tidak marah dia belum selesai. Jadi untuk dia benar-benar bisa menahan diri menguasai kemarahannya, itu tidak mudah.
GS : Jenis kecemasan yang lain apa, Pak Paul?
PG : Tadi kita sudah bahas jenis kecemasan yang pertama yang bersumber dari ketakutan karena konflik di antara orang tua. Jenis kecemasan yang kedua adalah kecemasan yang berhulu dari tuntutan. Kita mengerti bahwa tidak ada kasih dan penerimaan tanpa syarat bahkan penerimaan orang tua terhadap anak pun bersyarat dalam pengertian orang tua mengharapkan anak untuk taat, untuk bersikap baik dan hormat kepada orang tua dan sebagainya dan tidak bisa tidak, penerimaan orang tua terhadap anak sedikit banyak dipengaruhi oleh perbuatan anak, kalau anak itu baik, penurut, sikap orang tua biasanya akan lebih baik tapi kalau anak itu pemberontak biasanya sikap orang tua juga lebih keras kepadanya. Namun kita tahu ada orang tua yang berharap tinggi, menyebabkan anak gagal mencapai tuntutan dan kegagalan demi kegagalan membuatnya menganggap diri sebagai anak yang gagal. Tidak memenuhi syarat. Akhirnya dia senantiasa merasa dievaluasi dan malangnya hasil evaluasi selalu buruk. Pada akhirnya dia menyimpulkan bahwa dia bukanlah orang yang cukup baik, sebaliknya dia merasa dirinya buruk. Persepsi diri seperti ini membuatnya terpuruk terutama selama dia bersama orang lain dan merasa diri dibandingkan.
GS : Tuntutan ini bisa juga terjadi atau timbul karena tuntutan dari gurunya atau pembimbingnya yang lain, padahal sebenarnya orang tua tidak menuntut anak terlalu banyak tapi di sekolah dia dituntut begitu banyak, apa itu menimbulkan pengaruh kecemasan?
PG : Iya, misalnya kita menempatkan anak kita di sebuah sekolah yang menekankan prestasi, tuntutannya tinggi sekali dan anak kita kebetulan tidak bisa mencapainya, dia selalu menjadi anak yang paling bawah. Tidak bisa tidak dampaknya akan sama, jadi ia merasa dirinya sebagai seorang yang gagal, yang tidak memenuhi syarat. Meskipun di rumah orang tua hangat menyambut, menerimanya dan memberikan kepadanya dorongan, tapi kalau misalkan setiap hari di sekolah dia selalu melihat dirinya sebagai anak yang paling bawah, maka tidak bisa tidak akan menimbulkan kecemasan dan dia ke sekolah pun tidak bahagia dan dia tidak bisa menikmati dari pagi sampai sore di sekolah dan akhirnya kalau terus berlangsung bertahun-tahun akan mencederai pandangannya terhadap dirinya dan dia tidak bisa melihat dirinya secara positif dan dia akan melihat dirinya yang paling bawah. Kalau dia bersama dengan teman-temannya biasanya dia akan sangat minder sekali.
GS : Apakah hal itu juga akan diekspresikan seperti pada bagian yang pertama tadi yang Pak Paul katakan ada anak yang kemudian marah karena dituntut seperti itu dan menjadi pendiam. Apakah hal yang sama itu bisa terjadi?
PG : Bisa. Ada anak yang misalnya membuat ulah di sekolah, berkelahi dan mengganggu anak-anak lain atau ada anak yang karena malu dan takut jadi akhirnya menarik diri dan mengucilkan diri, tidak berani bergaul dan minder sekali. Jadi betul sama dampaknya.
GS : Hal-hal ini membuat anak lalu bersikap ragu-ragu terhadap mengambil keputusan dan sebagainya lalu selanjutnya bagaimana yang terjadi, Pak Paul?
PG : Betul. Jadi kecemasan yang berasal dari tuntutan membuat anak ragu akan kemampuannya dan dia takut mengambil inisiatif karena dia takut salah, takut gagal dan takut menderita malu. Jadi sekali lagi ragu-ragu terus, pada akhirnya hidup baginya merupakan sebuah usaha untuk menjauh dari kemungkinan gagal dan menanggung malu. Alasannya jelas, sebelum dia bertindak sesungguhnya di dalam hati dia sudah beranggapan bahwa dia adalah seorang yang gagal dan dia merasa malu dengan dirinya dan dia hanya tidak ingin orang lain mengetahuinya. Itu sebab dia berusaha untuk terus menyembunyikannya dengan cara menghindar dari kemungkinan gagal dan malu. Maka orang tua seringkali frustrasi dengan anak yang seperti ini, disuruh tidak mau dan takut terus. Bisa jadi awalnya adalah orang tua yang mengharapkan terlalu banyak dan terlalu mengharapkan di luar jangkauan si anak atau mungkin sekali di sekolah dia tidak merasa bisa mencapai standart sehingga dia merasa dirinya itu seorang yang gagal.
GS : Kalau seandainya anak ini punya saudara kandung, apakah ada pengaruhnya terhadap sikap yang seperti itu?
PG : Kalau misalnya orang tua membanding-bandingkan maka tidak bisa tidak dampaknya berat karena si anak yang dibandingkan dan dibandingkannya dia kalah, maka dia akan merasa bahwa mama dan papa tidak sayang saya dan hanya sayang kepada saudara saya yang memang pandai. Kalau ada saudara, orang tua harus berhati-hati dalam menyampaikan tuntutannya kepada anak apalagi kepada anak yang tidak bisa.
GS : Ini masalahnya seringkali orang tua tidak menyadari bahwa anaknya itu sedang dikuasai oleh rasa cemas yang berat, dianggapnya biasa saja, dan ini bagaimana bisa menyadarkan orang tua itu, Pak Paul?
PG : Memang orang tua harus jeli melihat reaksinya karena kita tidak bisa mengetahui apa yang ada dalam isi hati si anak dengan pasti, tapi kita masih bisa melihat perilakunya. Kalau si anak ini misalnya makin hari makin menurun prestasinya, itulah saatnya untuk kita mencari tahu apa yang terjadi. Kalau kita sadari bahwa kita di rumah tidak memberikan tuntutan tapi dia menjadi anak yang selalu ragu, tanya dan takut, tidak berinisiatif maka kita harus berkata ini di sekolahnya, di dalam lingkungan pergaulannya mungkin tidak merasakan setara dengan teman-temannya. Jadi orang tua mesti jeli melihat reaksi-reaksi seperti itu dan mencoba untuk menolong atau mengubah selama ini yang dilakukan oleh orang tua.
GS : Kecemasan yang tidak timbul akibat tuntutan ataupun sesuatu ketakutan apakah itu juga menimbulkan reaksi yang sama? Maksudnya, misalkan saja anak itu merasa gelisah tinggal di suatu lingkungan tertentu karena orang-orang yang tidak dikenal.
PG : Saya kira bisa, tapi sekali lagi peranan orang tua penting sekali. Misalkan lingkungannya itu adalah lingkungan yang menyeramkan bagi si anak dan tidak aman maka sudah tentu si anak akan mengembangkan ketakutan, ketegangan dan sebagainya, tapi biasanya efeknya itu tidak terlalu berakar. Jadi pada umumnya yang lebih berakar dan biasanya dibawa sampai usia dewasa adalah kalau sumber kecemasan itu berada di dalam keluarganya sendiri. Itu biasanya yang lebih berakar dan ini yang lebih susah untuk hilang. Tapi kalau misalnya dari lingkungan waktu dia tinggal di situ maka dia akan ketakutan dan tidak aman, tapi begitu dia keluar dari lingkungan itu, justru dia menjadi lega.
GS : Kalau dengan orang tua setiap hari dia ketemu, sedang di lingkungan luar dia bebas setelah dia meninggalkan lingkungan itu. Tapi akhirnya dia menjadi tidak mau kembali ke lingkungan itu?
PG : Benar sekali, dia bisa menghindar dari lingkungan seperti itu.
GS : Bagaimana kecemasan ini terus berkembang di dalam diri seorang anak kalau tidak ditolong?
PG : Biasanya dia akan selalu berjaga-jaga dan saya ilustrasikan dia itu sering-sering menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan kalau dia tidak dalam keadaan terancam, sebab sekali lagi kecemasan menghilangkan ketenteraman. Apapun sumber kecemasan, baik itu ketakutan atau kegagalan memenuhi syarat pada akhirnya membuat si anak merasa tidak aman. Jadi di dalam biasanya perilakunya setelah dia sudah besar, tindakannya atau perilakunya itu lebih merupakan reaksi terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Jadi artinya dia tidak begitu mengerti sebetulnya siapakah dirinya dan apa yang hendak dia lakukan, lebih seringnya dia bereaksi terhadap orang. Sebenarnya dia tidak tahu dengan jelas arah hidupnya dan ketidaktahuan ini membuatnya senantiasa mencari arah dan jalan.
GS : Kecemasan ini bisa juga dipicu oleh apa yang dia lihat misalnya melalui televisi, melalui buku-buku. Pengaruh-pengaruh itu besar sekali ternyata, Pak Paul. Jadi walaupun orang tua tidak menakut-nakuti, tetapi karena membiarkan anaknya tiap hari dibombardir dengan hal-hal yang seperti itu, anak ini diam-diam punya kecemasan tersendiri.
PG : Bisa. Ini salah satu yang pernah saya dengar, orang tua misalnya sedang konflik tapi jarang konflik, tapi pas sedang konflik, si anak berkata kepada mama atau papanya, "Apakah Papa atau Mama akan bercerai", Papa Mamanya kaget dan berkata, "Tidak, kami hanya berbeda pendapat dan akan kami selesaikan", tapi anak itu bisa bereaksi begitu keras dan menangis takut sekali orang tuanya bercerai, kenapa? Misalnya dari teman-temannya dia sering mendengar orang tua temannya yang bercerai atau dia menonton televisi tentang begitu banyak perceraian dan berdampak buruknya pada anak sehingga bisa jadi hal-hal itu akhirnya memengaruhi juga reaksi dia.
GS : Jadi bagaimana kita mencari jalankan keluar bagi si anak yang dikuasai oleh kecemasan seperti ini, Pak Paul?
PG : Ada langkah yang harus diambil untuk pulih dari kondisi ini namun sebagai langkah pertama, firman Tuhan sudah memberitahukan caranya secara jelas. Coba saya bacakan dari Mazmur 34:5 dan 6, "Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu." Firman Tuhan menegaskan bahwa hanya ada satu cara untuk dapat lepas dari kegentaran yaitu mencari Tuhan. Kita tidak boleh mengalihkan pandangan ke manusia atau hal lainnya dan kita harus mengarahkan pandangan hanya kepada Tuhan. Jadi kita ikuti dan taati kehendak Tuhan maka Ia akan menuntun hidup kita, kita berikan hidup kita kepada-Nya maka Ia akan memberikan hidup yang baru kepada kita.
GS : Bagaimana hal ini kita terapkan kepada anak atau yang masih kecil atau yang masih relatif susah untuk membayangkan bagaimana Tuhan itu.
PG : Sudah tentu kalau memang anak itu masih berusia belia maka yang harus kita lakukan bukannya memfokuskan kepada dianya, tapi memang kitanya sendiri yang harus mengadakan perubahan-perubahan. Jadi misalkan kalau kita sadari sumbernya adalah di sekolah, maka anak melihat dirinya sebagai anak yang gagal, anak yang tidak bisa. Itu masalah yang harus kita selesaikan. Misalkan kalau di rumah kita menuntut terlalu tinggi, maka kita harus menyesuaikan tuntutan kita juga. Kalau kita menjadi sumber ketakutan karena kita sering bertengkar maka kita yang harus sering mengubah maka relasi kita menjadi lebih baik lagi. Jadi kepada anak yang kecil yang kita lakukan bukannya memfokuskan kepada dia, tapi kepada orang-orang dewasa atau kepada lingkungannya. Tapi setelah itu yang kita tetap bisa lakukan dan harus lakukan kepada anak adalah mengajarkan dia bahwa dia itu dijaga oleh Tuhan dan bahwa Tuhan itu sanggup untuk melindunginya dan yang dia perlu lakukan hanyalah berdoa. Jadi dengan kata lain, kita mau mendidik anak sejak kecil waktu mengalami ketakutan dia bisa berdoa dan bahwa doanya itu didengarkan oleh Tuhan. Jadi konsep inilah yang harus kita tanamkan kepada anak.
GS : Biasanya kecemasan ini menjadi lebih menonjol ketika anak itu remaja, ia biasa meninggalkan rumah dan sebagainya. Bagaimana kita sebagai orang tua menolong anak ini?
PG : Memang kita harus mengatakan kepada anak bahwa sekarang kamu sudah remaja dan kamu akan sering keluar dan sebagainya. Papa dan Mama tidak akan bisa bersama kamu di sana, tapi kamu selalu harus ketahui bahwa Tuhan bersama kamu di manapun kamu berada dan mata-Nya akan selalu memandang kamu. Jadi tatkala kamu mengalami ketakutan, ingat firman Tuhan ini, "Cari Tuhan maka Tuhan berjanji Dia akan menjawab dan melepaskan kita dari ketakutan itu". Jadi apapun yang kau alami. Kita ajarkan kepada anak tujukan mata kepada Tuhan dan yakin Tuhan bersamamu.
GS : Selama orang tua tidak berubah misalkan ayahnya pemarah. Apakah nasihat itu akan banyak dampaknya, Pak Paul?
PG : Saya kira tidak terlalu banyak dampaknya kalau memang suasana di rumah tidak berubah, maka sudah tentu kalau kita sadar kitalah yang menjadi sumber masalah maka sebaiknya kita jangan terlalu banyak memberikan nasihat kepada anak, maka anak akan tambah marah kepada kita sebab anak melihat kita sendiri yang menimbulkan masalah tapi kita tidak menyadarinya. Jadi sekali lagi kalau kita menyadari memang masalahnya ada pada diri kita, maka kitalah yang mesti berubah.
GS : Pada kesempatan yang akan datang kita perlu memperbincangkan bagaimana memulihkan seorang anak, terutama dari kecemasannya namun karena waktu yang tidak mengizinkan pada saat ini, kita sudahi dulu perbincangan ini. Dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Sumber dan Dampak Kecemasan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
108. Langkah Pemulihan Dari Kecemasan | |
Kecemasan yang sering dialami oleh anak adalah kecemasan yang bersumber dari ketakutan dan tuntutan. Dan langkah untuk keluar dari ketakutan adalah mencari Tuhan. Bagaimana mencari Tuhan yang benar di dalam kasus pemulihan dari kecemasan ini? Disini jawabannya.
Mazmur 34:5-6 berkata, "Aku telah mencari Tuhan, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskanku dari kegentaranku. tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu." Berdasarkan Firman Tuhan ini, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk memulai proses pemulihan dari kecemasan.
Ada dua kata perasaan yang termaktub dalam ayat ini, "kegentaran" dan "malu tersipu-sipu." Dua kata ini berhubungan erat dengan pembahasan kita tentang kecemasan yang bersumber dari KETAKUTAN dan TUNTUTAN. Langkah untuk keluar dari ketakutan—yang dapat bermanifestasi baik dalam emosi labil dan marah ataupun keraguan dan ketegangan—adalah "mencari Tuhan." Namun mohon diperhatikan, sebelum mencari Tuhan, ada satu hal yang perlu dilakukan yaitu kita mesti MENGAKUI KEGENTARAN KITA.
Hidup dalam Firman dan kehadiran Tuhan juga membuat kita berjalan akrab dengan Tuhan yang akhirnya membuat kita lebih peka dan lebih cepat mengetahui kehendak Tuhan. Makin kita yakin akan kehendak Tuhan, dan makin bertumbuh ketaatan kepada-Nya, maka pada akhirnya kita akan terus berusaha memberanikan diri melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Tuhan mulai melepaskan kita dari kegentaran.
• Langkah berikut adalah MENUJUKAN PANDANGAN PADA TUHAN. Pemazmur berkata, hasil akhir dari menujukan pandangan pada Tuhan adalah wajah berseri-seri dan kita tidak lagi malu tersipu-sipu. Untuk dapat terus memelihara pertumbuhan, kita harus MEMPERSEMBAHKAN SEMUA PERBUATAN KEPADA DAN UNTUK TUHAN. Kita harus mengingatkan diri bahwa apa pun itu yang kita perbuat, kita perbuat bagi Tuhan. Kita harus menjadikan Tuhan, "Tuan" atau "Majikan" dan hanya kepada-Nya kita mempertanggungjawabkan hidup ini.Kita harus mengubah pertanyaan, "Apa yang orang akan katakan?" menjadi, "Apa yang TUHAN akan katakan?" Singkat kata, sekarang bukanlah lagi manusia yang mengevaluasi tetapi Tuhan yang mengevaluasi diri kita. Kita tidak berkeberatan "gagal" di mata manusia selama kita "berhasil" di mata Tuhan. Kita mengedepankan "malu" di hadapan Tuhan sebagai panduan hidup, bukan malu di hadapan manusia.
• Untuk dapat hidup seperti ini, diperlukan perombakan NILAI KEHIDUPAN. Apa yang selama ini menjadi nilai kehidupan, kita mesti kaji ulang. Kita harus jadikan nilai Tuhan sebagai nilai hidup kita. Apa yang dihargai Tuhan, itu yang menjadi nilai hidup kita. Apa yang tidak penting bagi Tuhan, itu tidak lagi penting bagi kita. Ya, makin sering dan makin lama kita memandang Tuhan, perlahan tetapi pasti, nilai dan isi hati Tuhan akan mulai menyinari kita pula dan akhirnya terserap masuk menjadi serat baru yang membangun diri kita. Hanya di dalam relasi yang seperti inilah, maka wajah yang suram akan kembali berseri-seri dan muka yang malu tersipu-sipu akan kembali mekar tersenyum.Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Langkah Pemulihan dari Kecemasan". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Jadi sebagaimana sudah kami sampaikan pada kesempatan yang lampau bahwa pembicaraan tentang kecemasan ini menarik untuk diperbincangkan lebih lanjut. Kali ini kita akan berbicara tentang langkah-langkah apa untuk memulihkan seseorang yang dirundung kecemasan seperti itu. Namun sebelum kita masuk ke bagian itu mungkin Pak Paul bisa mengulang sejenak apa yang kita pernah perbincangkan pada kesempatan yang lampau?
PG : Sebagaimana telah dibahas sebelumnya setidaknya ada dua sumber kecemasan yang dialami anak dan akhirnya dibawanya sampai usia dewasa yaitu yang pertama ketakutan dan yang kedua adalah tuntutan. Ketakutan dikarenakan suasana rumah yang penuh dengan ketegangan akibat relasi orang tua yang tidak harmonis. Sedangkan tuntutan yang diberikan orang tua bila berlebihan berpotensi membuat anak merasa tidak diterima tanpa syarat dan akhirnya menyimpulkan bahwa dirinya tidak memenuhi syarat, tidak cukup baik, gagal dan memalukan. Kita sudah bahas juga bahwa dari sumber ketakutan itu biasanya muncullah reaksi anak menyimpan banyak kemarahan sehingga mudah sekali konflik dengan orang, marah dengan orang, menuduh orang sengaja membuat dia marah atau dari ketakutan itu juga bisa muncul perilaku lain yaitu anak menjadi pendiam, anak menjadi anak yang tidak berani bersuara karena dia penuh dengan ketegangan. Dari tuntutan yang berlebihan biasanya anak bukan saja memiliki citra diri yang buruk, menganggap dirinya tidak bisa apa-apa dan orang yang gagal, tapi pada akhirnya dia menjadi orang yang penuh dengan keraguan, sangat susah mengambil keputusan selalu timbang kiri dan kanan dan tidak bisa berdiri teguh didalam apa yang diyakininya, karena dia sendiri tidak pernah benar-benar tahu siapa dirinya itu sebab sekali lagi kecemasan akhirnya menguasai dirinya.
GS : Apakah ada firman Tuhan yang menunjukkan kepada kita, apa sebenarnya yang bisa kita lakukan menghadapi orang atau anak kita yang cemas?
PG : Saya akan bacakan dari Mazmur 34:5,6 "Aku telah mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku. Tujukanlah pandanganmu kepada-Nya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu." Berdasarkan firman Tuhan ini ada beberapa langkah yang dapat kita ambil untuk memulai proses pemulihan dari kecemasan itu. Yang pertama adalah kita mau melihat ada dua kata perasaan yang termaktub dalam ayat ini yaitu kata 'kegentaran' dan yang kedua adalah kata 'malu tersipu-sipu'. Dua kata ini berhubungan erat dengan pembahasan kita tentang kecemasan yang bersumber dari ketakutan dan tuntutan. Langkah untuk keluar dari ketakutan yang dapat bermanifestasi, baik dalam emosi labil dan marah ataupun keraguan atau ketegangan adalah mencari Tuhan. Jadi ini adalah langkah yang harus kita ambil yaitu mencari Tuhan, namun mohon diperhatikan sebelum mencari Tuhan ada satu hal yang perlu dilakukan yaitu kita harus mengakui kegentaran kita. Singkat kata, langkah pertama adalah menengok ke dalam dan melihat apa yang sesungguhnya kita rasakan, kita harus menanyakan pertanyaan yang tajam dan harus berani menjawabnya secara terbuka dan pada akhirnya kita harus bersentuhan dan mengakui bahwa dibalik kemarahan tersembunyi ketakutan, dibalik ketakutan tersembunyi ketegangan, dibalik ketegangan tersembunyi kehancuran keluarga. Jadi sebenarnya ketakutan itu bersumber bukan saja dari ketakutan akan ancaman fisik, tapi juga dari ancaman emosional dan mental yakni hancurnya keluarga. Dari sinilah keluar ketegangan dan ketakutan dan akhirnya kemarahan.
GS : Mungkin mengakui bahwa saya sedang marah itu jauh lebih mudah daripada mengakui sebenarnya bahwa saya marah karena cemas, Pak Paul.
PG : Betul sekali dan tidak bisa disangkal kadangkala kita tidak melihatnya seperti itu, kita sungguh-sungguh melihatnya kamu membuat saya marah dan kesal. Jadi sebetulnya orang membuat dia marah. Memang perlu pembicaraan yang lebih tenang mendalam sehingga bisa mengajak dia merunut, "Kenapa dia menjadi orang yang mudah sekali tersulut". Mungkin dalam kondisi yang tenang dan dia bisa bercerita tentang masalah di masa kecilnya, bisa jadi akhirnya dia menyadari, "Sebenarnya saya bukan seorang pemarah, waktu kecil saya suka bermain dengan teman dan tertawa dengan teman." Akhirnya dia sadar, "Karena saya sering melihat orang tua saya bertengkar karena itu saya tidak bisa terima dan saya menyimpan banyak kemarahan dan saya sadar bahwa saya marah sebab ada rasa takut, takut kalau mereka bercerai". Jadi kalau orang dalam kondisi tenang dan bisa diajak berbicara dan akhirnya menyadari, "Sebetulnya di balik kemarahan saya, adanya ketakutan, ketakutan itulah yang melahirkan kecemasan sehingga saya tidak menjadi orang yang tenang" sebab sekali lagi orang yang pemarah pada dasarnya adalah bukan orang yang tenang, sebab ketenangan itu sudah direnggut oleh kecemasan.
GS : Lebih sulit lagi kalau orang itu pendiam, seperti tadi yang dikatakan ada orang yang bereaksi dengan menutup diri tidak marah tapi diam, bagi kita yang mau menolong juga akan kesulitan dan dia tidak akan mengakui bahwa diamnya itu karena cemas.
PG : Betul. Kalau memang marahnya keluar maka lebih bisa dilihat dan ditangani. Kalau marahnya ke dalam memang jauh lebih susah. Jadi sekali lagi kita harus mengajaknya bicara hati ke hati dan mudah-mudahan dalam pembicaraan yang tenang itu dia bisa mulai bercerita bahwa sebetulnya dia itu memiliki banyak sekali kecemasan, dia tidak bisa menahan ketegangan. Jadi ada orang yang sangat peka dengan ketegangan, sehingga supaya untuk dia tidak tegang dia harus diam dan harus memisahkan perasaannya dan mematikan perasaannya dan akhirnya seolah-olah kita melihatnya dia tidak tegang, karena hanya diam saja, tapi padahal diamnya itu untuk mengatasi ketegangannya.
GS : Jadi sebenarnya kalau seseorang itu belum mengakui bahwa dia itu sedang cemas atau sedang khawatir terhadap sesuatu, kita masih belum bisa melanjutkan langkah yang berikutnya?
PG : Saya kira demikian, maka firman Tuhan ini saya kira memberikan kepada kita petunjuk yang jelas yaitu, "Aku telah mencari Tuhan lalu Ia menjawab aku dan dan melepaskan aku dari kegentaranku". Jadi si pemazmur ini tidak malu mengakui bahwa dia memiliki kegentaran, maka dari situlah kita mencari Tuhan. Kalau kita mau membereskan kecemasan ini langkah pertama kita harus mengakui kecemasan kita. Saya berikan contoh yang lain tentang pemarah, tadi kita sudah bahas memang tidak gampang mengaitkan kemarahan dengan kecemasan, tapi saya berikan contoh yang lain yaitu ada orang yang mudah sekali marah kalau apa yang diharapkannya itu tidak menjadi kenyataan, apa yang disuruhnya tidak dilaksanakan, apa yang dikatakannya tidak didengarkan. Bukankah sebetulnya akarnya kecemasan sebab waktu sesuatu tidak berjalan sesuai dengan kehendaknya, maka itu mencemaskan dia dan membuat dia jadinya tidak tenang dan terusik. Karena dia tidak mudah untuk tenang maka dia cepat bereaksi. Tapi sebaliknya orang yang memang tenang dan melihat sesuatu tidak berjalan sesuai dengan kehendaknya dan sebagainya, maka dia tidak perlu bereaksi dengan kemarahan. Jadi sekali lagi banyak kemarahan sebetulnya bersumber dari kecemasan itu.
GS : Kalau seseorang itu sudah mengakui bahwa memang betul dia cemas, langkah berikutnya apa?
PG : Langkah berikut setelah mengakui ketakutan, kegentaran atau kecemasan adalah mencari Tuhan. Artinya kita harus menjadikan Tuhan sebagai jawaban akhir dan jawaban yang sempurna. Pertolongan yang lain yang kita peroleh adalah sarana semata, sebab pemulihan sejati hanya dapat dikaruniakan Tuhan, kita mencari Tuhan lewat hidup dalam firman-Nya dan hadirat-Nya dan kita hidup dalam firman-Nya dalam pengertian kita berdoa, kita membaca dan merenungkan firman Tuhan secara teratur. Kita hidup dalam hadirat-Nya dalam pengertian kita terus berusaha menaati kehendak-Nya, apa pun itu yang kita terima dari Tuhan untuk dilakukan maka kita taati. Memang tidak selalu kita mengerti alasan mengapa Ia meminta kita melakukan sesuatu, namun tetap lakukanlah, biarlah pengertian datang menyusul kemudian dan biarlah ketaatan total menjadi lokomotif penggerak hidup kita.
GS : Mungkin di sini kadang-kadang terjadi salah pengertian dalam mencari Tuhan sehingga orang yang cemas lalu melarikan diri mengikuti kegiatan di gereja mungkin dengan melakukan kegiatan, dia merasa dia sudah mencari Tuhan tapi kecemasannya tetap ada.
PG : Betul. Kegiatan itu adalah aktifitas dan biasanya hanya mampu menghalau ketakutan atau kecemasan kita sementara. Tapi kalau kita benar-benar merenungkan firman Tuhan dengan tenang dan benar-benar firman Tuhan itu berbicara kepada kita, kita akan jauh lebih kuat dan kita benar-benar bisa kuat untuk waktu yang lama atau tadi saya sudah singgung kita harus hidup dalam hadirat-Nya artinya menaati Dia, menaati apa yang Tuhan minta dan kita laksanakan, dan kita tidak tawar-tawar lagi. Saya berikan contoh, kita marah dan terus kita menerima teguran Roh Kudus yang meminta kita untuk berdamai kembali dengan pasangan maka kita lakukan. Ini adalah bukti dari ketaatan. Kalau kita taat dari awal maka Roh Kudus akan terus menyingkapkan alasan dibalik kemarahan dan pada akhirnya Roh Kudus akan menunjukkan bahwa kemarahan itu bersumber dari ketakutan, baik takut terhadap ancaman maupun terhadap kehancuran atau kehilangan. Bila kita sampai ke titik semula maka kita pun mulai dapat mengendalikan proses keluarnya kemarahan, sekarang kita sudah dapat membaca apa yang sesungguhnya terjadi.
GS : Teguran Roh Kudus ini apakah bisa dirasakan sementara orang itu masih cemas, masih penuh dengan kegentaran, apakah dia merasa ini teguran Roh Kudus atau bukan?
PG : Biasanya teguran Roh Kudus datang sewaktu kita sudah tenang. Kalau kita sedang diamuk oleh kecemasan maka sulit untuk mendengar suara Tuhan. Tapi kalau kita sudah tenang dan kita merenungkan apa yang terjadi apalagi kita membaca firman Tuhan, pada umumnya Tuhan akan berkata kepada kita, Tuhan menunjukkan kehendak-Nya kepada kita bisa lewat firman yang kita baca atau tiba-tiba muncul suatu suara atau pemikiran dan kita tidak persiapkan sebelumnya maka kita tahu ini adalah suara dari Roh Kudus sendiri. Apa pun yang Dia perintahkan saat ini maka berdamailah dan jangan kamu meneruskan masalah ini dan sebagainya. Itu yang kita taati. Saya percaya kalau kita terus menaati suara Roh Kudus maka Dia akan memunculkan perlahan-lahan, apa penyebabnya kita menjadi seperti itu, sampai akhirnya kita semakin hari semakin sadar. Jadi saya percaya firman Tuhan benar, waktu firman Tuhan berkata, "Setelah mengakui kegentaran, cari Tuhan" saya percaya Dia akan benar-benar melepaskan ketakutan kita itu.
GS : Artinya kalau orang itu walaupun sudah mengakui bahwa dia memunyai masalah kegentaran itu sendiri, tapi dia tidak mau mencari Tuhan maka pengakuan yang pertama itu juga tidak ada buahnya, begitu Pak Paul?
PG : Betul. Jadi benar-benar harus ada usaha untuk mencari Tuhan, kita benar-benar merenungkan firman Tuhan dan menaati Tuhan. Hanya dengan cara itu akhirnya ketakutan kita hilang.
GS : Langkah berikutnya apa, Pak Paul?
PG : Hidup dalam firman Tuhan dan kehadiran Tuhan juga membuat kita berjalan akrab dengan Tuhan, akhirnya membuat kita lebih peka dan lebih cepat mengetahui kehendak Tuhan. Makin kita yakin akan kehendak Tuhan dan makin bertumbuh ketaatan kepada-Nya maka pada akhirnya kita akan terus berusaha memberanikan diri melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Perlahan tapi pasti keberanian melakukan kehendak Tuhan akan mulai tumpah ke area lain dalam hidup, kita mulai berani melakukan atau mencoba hal lain sebab tunas keberanian sudah mulai tumbuh dan Tuhan mulai melepaskan kita dari kegentaran. Jadi kalau kita berkata, "Tuhan berikan saya keberanian" biasanya Tuhan tidak memberikan keberanian yang seperti itu yakni langsung dari sorga muncul suatu benda yang bernama keberanian, tidak. Keberanian yang nanti akan kita peroleh sebetulnya muncul dari dalam diri sendiri dan awalnya sewaktu kita mulai menaati Tuhan dan sewaktu kita misalkan berani berdamai terlebih dahulu dan berani meminta maaf, sebetulnya tunas keberanian sudah mulai bertumbuh dan waktu kita terus menaati apa yang Tuhan perintahkan kita lakukan dan itu semuanya menuntut keberanian akhirnya tanpa kita sadari kita makin berani. Waktu kita melihat ini semua berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan semua bisa beres, Tuhan dengan kuasa-Nya bisa membuka pintu di sana dan di sini akhirnya kita makin berani dan percaya. Akhirnya apa yang terjadi? Kegentaran itu juga makin memudar.
GS : Tapi seringkali waktunya tidak panjang, artinya seseorang tidak bisa terlalu lama bertahan hidup dengan cara seperti itu. Kadang-kadang dia merasa bosan dan kembali lagi kepada kecemasan awal.
PG : Bisa jadi. Memang kita lihat contohnya Abraham, dia tahu kalau Tuhan menyertai dan menjaga dia, tapi akhirnya dia takut istrinya diambil sehingga dia berbohong. Kita berpikir sekali dia salah dan kemudian Tuhan melepaskan dia dan istrinya bisa dikembalikan kepada dia. Harusnya dia belajar tapi dia berbuat kesalahan yang kedua. Pertama dengan raja Mesir, kedua dengan raja Filistin, akhirnya dia mengulang berbohong lagi. Jadi kita melihat inilah kita manusia dan kita tidak selalu berhasil belajar lewat sekali kegagalan kadang harus berkali-kali dan barulah kita belajar.
GS : Jadi langkah selanjutnya apa, Pak Paul?
PG : Langkah berikut adalah menujukan pandangan pada Tuhan. Pemazmur berkata "Hasil akhir dari menujukan pandangan kepada Tuhan adalah wajah berseri-seri dan kita tidak lagi malu tersipu-sipu". Untuk dapat terus memelihara pertumbuhan, kita harus mempersembahkan semua perbuatan kepada dan untuk Tuhan. Kita harus mengingatkan diri bahwa apa pun itu yang kita perbuat, kita perbuat bagi Tuhan. Kita harus menjadikan Tuhan adalah tuan atau majikan dan hanya kepada-Nya kita mempertanggungjawabkan hidup ini. Jadi semua yang kita lakukan benar-benar kita lakukan sebagai persembahan kita kepada Tuhan, ini langkah berikutnya agar kita pada akhirnya bisa lepas dari kegentaran itu.
GS : Jadi ini berarti mengubah pola pandang kita terhadap kecemasan itu tadi, begitu Pak Paul?
PG : Betul. Memang jadinya kita mulai bukan dari bagaimana menghadapi kecemasan tapi saya tekankan adalah dari firman Tuhan kita menaati akhirnya melahirkan keberanian. Dalam hal yang berikut ini menujukan pandangan kepada Tuhan dan mempersembahkan semua perbuatan kita kepada Tuhan misalnya, kita mengubah paradigma itu dengan misalnya mengubah pertanyaan, "Apa yang orang katakan menjadi apa yang Tuhan akan katakan". Bukankah awalnya kalau kita dilanda kecemasan selalu bertanya-tanya, "Nanti orang bilang apa?" Maka kita harus mengubah, bukan lagi berkata tentang apa yang orang akan katakan, tapi kita bertanya, "Apa yang Tuhan akan katakan?". Jadi singkat kata sekarang bukan lagi manusia yang mengevaluasi tapi Tuhan yang mengevaluasi diri kita dan kita tidak berkeberatan gagal di mata manusia selama kita berhasil di mata Tuhan, kita mengedepankan malu di hadapan Tuhan sebagai panduan hidup dan bukan malu di hadapan manusia.
GS : Apa yang bisa membuat seseorang berubah pandangannya seperti itu, Pak Paul?
PG : Untuk dapat berubah seperti itu memang diperlukan perombakan nilai kehidupan, jadi maksudnya apa yang selama ini menjadi nilai kehidupan kita maka kita harus kaji ulang dan kita harus jadikan nilai Tuhan sebagai nilai hidup kita, apa yang dihargai Tuhan itu yang menjadi nilai hidup kita, apa yang tidak penting bagi Tuhan itu tidak lagi penting bagi Tuhan. Saya percaya makin sering dan makin lama kita memandang Tuhan, perlahan tetapi pasti nilai dan isi hati Tuhan akan mulai menyinari kita pula. Dan akhirnya terserap masuk menjadi serat baru yang membangun diri kita. Hanya dalam relasi yang seperti inilah maka wajah yang suram akan kembali berseri-seri dan muka yang malu tersipu-sipu akan kembali mekar tersenyum.
GS : Hal itu pasti akan berdampak terhadap orang lain juga setelah melihat ada suatu perubahan besar yang terjadi di dalam diri kita, lepas dari kecemasan yang mungkin bertahun-tahun menguasai hidup kita.
PG : Betul sekali, Pak Gunawan. Saya mengenal seseorang yang lumpuh sebab 8 tahun yang lalu dia ditembak, ini terjadi di California. Karena tembakan di lehernya itu akhirnya dia menjadi seorang 'paraplegic', kakinya lumpuh, tangannya masih bisa bergerak tapi sedikit sekali. Saya sangat kagum dengan teman saya ini, dia berasal dari Taiwan namanya Peter, dia tidak bisa apa-apa sehingga harus dirawat di rumah jompo, kira-kira sebulan lebih yang lalu dia memberitahu saya bahwa belakangnya dagingnya busuk karena duduk, berbaring terus dan dokter harus mengoperasi mengeluarkan daging dari belakang tubuhnya, ukurannya 6x7x8 cm dikeluarkan dari belakangnya itu. Tapi konsekuensinya untuk dia sembuh, dia harus ditaruh di ranjang 24 jam sehari dan tidak bisa bangun dan setiap 2 jam harus diputar supaya nanti tidak muncul lagi masalah pembusukan yang sama. Saya kagum dengan teman saya ini karena ketika saya datang ke tempatnya dia selalu tersenyum, terakhir saya bertemu dia sebulan yang lalu, dia mengatakan, "Saya beruntung, saya menderita sakit seperti ini, sehingga saya lebih bisa menghargai hidup, sebelumnya saya hidup cepat dan tidak berpikir apa-apa". Dan hanya bergantung pada dirinya, kekuatannya menghasilkan uang, tapi sekarang dia tidak bisa apa-apa, kalau kemana-mana dia jalan perlahan memakai kursi roda, dia bisa melihat bunga yang begitu indah, dia bisa melihat pemandangan dan sebagainya. Jadi dia mengatakan bahwa dia bersyukur. Ini yang dimaksud dengan perombakan nilai. Orang lain mungkin dalam kondisi seperti dia dilanda dan dikuasai kecemasan, "Hidup saya seperti ini, nanti bagaimana?" Dia tidak, karena nilai-nilai hidupnya sudah berubah, yang penting bagi Tuhan itu pun yang penting bagi dia. Yang tidak penting bagi Tuhan itu juga tidak penting bagi dia.
GS : Pak Paul, terima kasih untuk perbincangan yang menarik ini, tapi apakah Pak Paul mau mengakhirinya dengan firman Tuhan yang bisa menjadi pegangan bagi kita semua?
PG : Saya akan bacakan dari Amsal 15:13 firman Tuhan berkata, "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." Jadi jelas firman Tuhan memang melihat akarnya adalah hati yang gembira, barulah nantinya kita bisa memunculkan muka yang berseri-seri, tapi kita tahu sekarang hati yang gembira bukan muncul atau ditimbulkan oleh situasi kehidupan yang menggembirakan. Seperti teman saya, Peter, situasi kehidupannya jauh lebih susah daripada kebanyakan orang dan tidak menggembirakan sama sekali, tapi dia selalu tersenyum dan dia selalu bisa mengucap syukur kepada Tuhan karena memang dia melihat hidup ini dengan kacamata Tuhan.
GS : Kiranya firman Tuhan ini yang bisa menjadi pedoman bagi kita semua karena kecemasan bisa menyerang siapa saja termasuk kita. Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Langkah Pemulihan dari Kecemasan". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
109. Menghadapi Hidup Tak Bermakna | |
Depresi adalah sebuah gangguan jiwa yang bukan saja riil tetapi juga berbahaya. Itu sebabnya penting bagi kita untuk memahaminya. Biasanya hal pertama yang muncul dalam benak tatkala mendengar kata "depresi" adalah wajah seseorang yang muram, penampilan yang tak terpelihara dan pandangan mata yang kosong. Namun sesungguhnya depresi tidak selalu berpenampakan sama. Karena itu penting buat kita untuk mengkonsepkan depresi sebagai suatu perjalanan yang panjang. Apa saja perjalanan panjang itu? Dan bagaimana kita menolongnya?
Belum lama ini kita dikejutkan dengan berita kematian putra Pendeta Rick Warren di Amerika Serikat. Setelah bertahun-tahun hidup dengan depresi berat, pada akhirnya Matthew Warren mengakhiri hidupnya pada usia 27 tahun secara tragis. Mungkin sulit bagi kita yang tidak pernah mengalami depresi berat untuk dapat mengerti alasan mengapa orang sampai mengakhiri hidup. Namun bagi kita yang pernah mengalaminya, kita bisa memahami kenapa sampai orang ingin mengakhiri hidupnya.
Depresi adalah sebuah gangguan jiwa yang bukan saja riil tetapi juga berbahaya. Itu sebabnya penting bagi kita untuk memahaminya. Biasanya hal pertama yang muncul dalam benak tatkala mendengar kata "depresi" adalah wajah seseorang yang muram, penampilan yang tak terpelihara dan pandangan mata yang kosong. Namun sesungguhnya depresi tidak selalu berpenampakan sama. Karena itu penting buat kita untuk mengkonsepkan depresi sebagai suatu perjalanan yang panjang.
Sebagaimana kita ketahui, diperlukan banyak persiapan sebelum kita memulai perjalanan yang panjang. Demikian pula dengan depresi. Sebelum depresi masuk dan menguasai diri, sesungguhnya sudah ada tanda-tanda "persiapan" yang muncul. Berikut akan dipaparkan tanda-tanda persiapan itu:
Firman Tuhan: Mazmur 62 adalah Mazmur Daud berteriak minta tolong sekaligus memproklamasikan iman yang teguh pada Allah. Dimulai dengan, "Hanya dekat Allah saja aku tenang, daripada-Nyalah keselamatanku" dan diakhiri dengan, "... bahwa kuasa dari Allah asalnya dan daripada-Mu juga kasih setia, ya Tuhan." Mazmur 62 bukanlah satu-satunya Mazmur Daud meminta tolong. Ada begitu banyak teriakan Daud lewat Mazmur—teriakan yang menandakan kesesakan dan keletihannya.
Ya, kadang-kadang kita pun mesti datang dan meminta pertolongan Tuhan berkali-kali. Dan jangan lupa akan kuasa dan kasih setia Tuhan. Ia berkuasa dan Ia mengasihi!
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Menghadapi Hidup Tak Bermakna". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, yang disebut dengan hidup tak bermakna itu apa?
PG : Jadi pada dasarnya hidup itu menjadi tidak ada lagi daya tariknya, tidak ada lagi tujuannya dan benar-benar kita merasa semuanya sia-sia, kosong. Inilah yang nantinya dikaitkan dengan perasaan depresi.
GS : Kenapa seseorang bisa punya perasaan seperti itu, Pak Paul?
PG : Begini, memang bagi kita yang tidak pernah mengalami depresi agak susah untuk kita mengertinya, tapi bagi kita yang pernah mengalami depresi kita mungkin bisa sedikit mengerti kenapa orang bisa sampai depresi. Belum lama ini kita ini kita dikejutkan dengan berita bahwa anak dari Pdt. Rick Warren di Amerika Serikat, seorang Pendeta yang dikenal dengan bukunya "The Purpose Driven Life", dia mengakhiri hidupnya di usia 27 tahun dan akhirnya diceritakan oleh ayahnya bahwa sejak kecil Matthew, anaknya ini, sudah bergumul dengan depresi. Tapi dia bisa bertahan sampai usia 27 tahun, namun di titik itu rupanya dia merasa hidupnya tidak ada lagi tujuan dan maknanya sehingga dia mengakhiri nyawanya sendiri. Jadi depresi harus kita akui adalah sebuah gangguan jiwa yang bukan saja nyata tapi juga berbahaya. Itu sebab penting bagi kita untuk memahaminya dan memang hal pertama yang muncul dalam benak tatkala mendengar kata depresi adalah wajah seseorang yang muram, penampilan yang tak terpelihara atau pandangan mata yang kosong, namun sesungguhnya depresi tidak selalu berpenampakan sama. Dalam kisah Pdt. Rick Warren dalam suratnya, dia menulis bahwa malam itu sebelum Matthew anaknya mengakhiri hidupnya, sebetulnya dia sempat bersama-sama dengan ayah dan ibunya dan menikmati malam yang indah bersama-sama serta ngobrol tapi waktu dia pulang ke rumahnya sendiri, dia langsung mengakhiri hidupnya. Jadi kita tidak bisa memastikan wajah depresi dan kita tidak bisa beranggapan orang yang depresi pasti wajahnya seperti yang saya lukiskan. Ternyata depresi tidak selalu berwajah muram dan penampilannya tidak selalu sembarangan. Jadi saya kira penting untuk kita memahami depresi itu sebagai sebuah perjalanan yang panjang.
GS : Yang lebih sering dikatakan orang-orang adalah stres, apa ada perbedaan yang hakiki atau tidak, Pak Paul?
PG : Jadi kata stres itu sendiri merujuk kepada tekanannya. Jadi kalau kita merasa tertekan kita mengatakan kalau kita stres, tapi tekanan itu sendiri kita sebut juga stres. Tekanan atau stres kalau menghimpit kita terlalu lama dan berat maka itulah yang akhirnya membuat kita mengalami depresi. Jadi depresi adalah sebuah perasaan tertindih oleh sebuah stres yang berat, yang berkepanjangan.
GS : Jadi depresi tidak tiba-tiba datang dalam diri seseorang, begitu Pak Paul?
PG : Betul. Jadi saya mengibaratkan depresi itu seperti sebuah perjalanan dan tidak tiba-tiba kita ini sampai kesana. Jadi sama seperti perjalanan, sebelumnya kita harus melakukan banyak persiapan, depresi juga sama sebelum masuk dan menguasai diri kita sesungguhnya sudah ada tanda-tanda atau persiapan-persiapan yang muncul, sehingga kita mesti memelajari dan mengetahui apa-apa saja supaya kita bisa juga mengantisipasi dan menolong orang lain yang mungkin mengalami depresi.
GS : Apa itu semacam gejala-gejala awal, Pak Paul?
PG : Betul sekali. Jadi ini adalah gejala-gejala awal yang biasanya kita tidak anggap serius dan kita anggap sebagai depresi namun kalau terus disusul dengan gejala lainnya akhirnya sampai kita pada depresi.
GS : Yang mula-mula nampak apa, atau biasa dirasakan oleh seseorang?
PG : Biasanya rasa frustrasi. Sudah tentu kalau hanya sekali kita merasa frustrasi maka bukan jaminan kita mengalami depresi, tapi kalau kita sering mengalami frustrasi dalam hidup ini, kenapa hidup ini tidak sesuai dengan harapan dan apa yang diharapkan tidak kunjung datang, sebaliknya apa yang tidak diharapkan terus datang tidak berhenti-henti. Akhirnya frustrasi yang berkepanjangan itu nantinya memunculkan gejala-gejala lainnya atau tanda-tanda lainnya yang akhirnya bisa membawa kita kepada depresi.
GS : Frustrasi itu apakah sama dengan patah semangat atau kehilangan harapan atau apa, Pak Paul?
PG : Pada saat ini memang masih belum sejauh itu, frustrasi masih dalam perasaan jengkel, marah dan tidak puas kenapa bisa begini lagi, kenapa bisa terjadi lagi. Jadi perasaan-perasaan sebetulnya campuran dari jengkel ada juga marahnya dan perasaan tidak puas, kenapa hidup ini begini maka lebih kepada perasaan itu.
GS : Perasaan itu muncul dari dalam dirinya sendiri atau disebabkan faktor dari luar, Pak Paul?
PG : Sudah tentu munculnya dari dalam diri sendiri sebagai reaksi terhadap apa yang terjadi di luar diri kita. Jadi misalkan sebagai contoh, kita sudah mencoba bekerja sebaik-baiknya ternyata di PHK, sekali mungkin kita masih OK dan kita bekerja lagi, dapat dan di PHK lagi, sudah begitu kita susah mencari pekerjaan dan melamar ke sini melamar ke sana, tolak sini dan tolak sana dan akhirnya bisa frustrasi kenapa hidup saya menjadi seperti ini, "Saya sudah berusaha tapi masih saja diberhentikan dan malahan tidak bisa mencari pekerjaan" jadi itulah reaksi terhadap sesuatu yang terjadi di luar harapan kita dan rasanya ini berulang dan tidak sekali saja. Inilah perasaan frustrasi yang saya maksud.
GS : Kalau orang itu memunyai pengharapan yang tinggi misalkan di pekerjaan, dia mengharapkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya dan itu sulit dicapainya.
PG : Jadi memang betul apa yang sudah dikatakan -- memang bisa juga depresi muncul atau dalam hal ini masih dalam tahap frustrasi-- frustasi muncul akibat kita sendiri yang menetapkan standart yang tidak realistik, tuntutan yang terlalu tinggi. Orang yang terlalu menekankan kesempurnaan tidak bisa tidak akan lebih rentan untuk mengalami frustrasi.
GS : Kalau frustrasi ini berkelanjutan seperti Pak Paul katakan, apa jadinya, Pak Paul?
PG : Apabila terus berkelanjutan dan usaha kita menyelesaikannya tidak membuahkan hasil pada akhirnya kita merasa letih, rasanya capek sekali kemudian kita ini berusaha untuk hidup sehat setelah merasa lebih, kita mungkin olah raga dan mencoba berekreasi tapi keletihan terus menggantung, rasanya kita tidak mampu membuat diri kita segar lagi seperti dulu. Jadi ibaratnya kita seperti memikul beban yang berat pada awalnya dan kita baru merasa letih mungkin di malam hari, namun dengan berjalannya waktu, makin hari makin cepat kita merasa letih. Singkat kata makin hari makin panjang waktu letih dan makin singkat waktu bugar. Jadi benar-benar secara fisik kita merasakannya, orang yang mulai mengalami depresi sebetulnya harus was-was. Kalau sudah rasanya mulai letih terus, misalkan kita berkata, "Ini karena kurang tidur" dan tidur lebih banyak, tapi tetap letih. Besoknya kita berpikir "Saya perlu olahraga", olahraga memang bisa membuat lebih segar sedikit tapi kemudian letih lagi, "Mungkin makanan saya yang harus dijaga" kemudian kita mencoba makanan yang lebih sehat, tapi bawaannya letih lagi. Jadi benar-benar secara fisik kita merasakannya.
GS : Dan biasanya orang lari ke obat, karena dikira hanya fisiknya saja yang kurang sehat, lalu minum obat. Tapi masalahnya sendiri sebetulnya bukan itu.
PG : Benar. Orang pada saat-saat seperti ini tidak langsung mengaitkannya dengan beban emosionalnya yang dialami orang cenderung mengaitkannya, "Mungkin saya kurang istirahat, kelelahan kerja atau kita perlu ke dokter supaya lebih sehat dan kita perlu makan ini dan itu" bisa saja ini karena gangguan fisik, tapi kalau memang ada masalah yang kita hadapi dan memang tidak bisa selesai-selesai setelah kita frustrasi untuk waktu yang berkepanjangan, akhirnya kita mulai merasa letih dan apa pun yang kita lakukan untuk menyegarkan tubuh kita rasanya tidak membuahkan hasil.
GS : Sebenarnya penting bagi seseorang untuk mengakui kalau dia sedang frustrasi.
PG : Bahwa ini adalah masalah yang tidak bisa dia selesaikan, jadi perlu dia berbagi cerita untuk bisa menumpahkan perasaannya, itu penting. Mungkin masalahnya tetap tidak selesai, tapi kalau dia bisa menumpahkan perasaannya itu bisa menolong sekali.
GS : Jadi keletihan yang ditimbulkan itu bukan keletihan secara fisik, tetapi karena frustrasinya itu, kalau ini tidak diakui maka akan sulit seseorang untuk pulih.
PG : Waktu orang mengalami depresi, itu yang menjadi salah satu cirinya yaitu orang itu bawaannya letih dan tidur terus karena pikirannya kalau setelah tidur bisa segar tapi tidak, justru makin letih akhirnya tetap frustrasi karena ingin istirahat supaya segar, tidak bisa juga dan setelah bangun tidur tetap saja merasa lelah. Orang yang tidak mengerti akan berkata, "Pada dasarnya kamu malas" tapi misalkan kita mengenal orang itu dan kita tahu sebelumnya dia tidak seperti itu, orangnya rajin, giat bekerja dan sebagainya, tapi sekarang bisa seperti itu. Kalau dulu kita melihat dia seperti apa, tapi sekarang seperti ini maka kita tahu bukannya dia malas, tapi benar-benar dia menapak ke arah depresi.
GS : Tapi biasanya orang yang frustrasi ini agak sulit tidur, walaupun badannya letih tapi dia sulit tidur.
PG : Sebenarnya yang terjadi adalah salah satu gejalanya, orang ini secara fisik tidur tapi secara mental dia tidak tidur, maka waktu dia bangun dia merasa letih karena frustrasinya itu besar dan berat maka dia tidak bisa tidur dengan tenang. Kita untuk bisa tidur maka kita harus relaks dan dia tidak bisa, pikirannya terus berkecamuk dan akhirnya tidurnya tidak benar-benar tidur sehingga keesokan harinya lelah. Kalau ini berlangsung minggu demi minggu maka menumpuklah keletihannya itu.
GS : Apa yang terjadi ketika keletihan itu menumpuk, Pak Paul?
PG : Ini adalah salah satu reaksi yang bisa bersamaan dengan yang tadi sudah saya gambarkan yaitu menguatnya perasaan reaktif. Yang saya maksud dengan perasaan reaktif adalah perasaan yang timbul sebagai reaksi terhadap situasi yang dihadapi. Memang ini urutan nomer tiga tapi sebetulnya ini bisa juga terjadi pada tahap yang pertama di frustrasi dan bisa terjadi di tahapan yang berikutnya yaitu keletihan. Jadi kalau kita merasa marah misalnya terhadap seseorang yang merugikan kita, perasaan marah ini akan terus menguat pada titik awal ini atau bila kita merasa pahit, "Orang ini bisa seperti ini dan kehidupan kita bisa begitu buruknya" rasa pahit itu makin menguat. Jika kita merasa sedih, "Ini bisa berbuat seperti ini kepada kita dan kita bisa kehilangan ini dan itu" maka perasaan sedih itu akan makin menguat atau kalau kita merasa kecewa maka rasa kecewa itu pun akan makin menguat. Jadi rasa frustrasi nanti akan diikuti oleh keletihan dan selama itu juga perasaan reaktif itu juga akan menguat. Kita sebetulnya bisa mulai mengenali bahwa ini rasanya tidak benar, ada yang tidak beres di dalam hidup kita sebab misalnya kita bilang "10%, 20% dari hidup kita masih bisa normal tertawa dan seterusnya" tapi sebetulnya 80% kalau orang tidak melihat dalam diri kita itu yang ada dalam diri kita adalah perasaan tertentu, kita kalau tidak ada apa-apa maka perasaan kita itu campur-campur banyak, bervariasi. Orang yang sebenarnya sedang menapak ke arah depresi sebenarnya perasaannya warnanya itu satu jadi, kalau dia marah maka dia bisa marah, bisa dia ekspresikan tapi bisa juga tidak dia ekspresikan, kalau dia kecewa maka dia kecewa terus dan semakin mendalam. Kalau dia sedih maka akan sedih terus dan sedihnya itu tidak bisa keluar-keluar dan terus menggenangi perasaannya. Ini yang saya sebut dengan perasaan reaktif yang biasanya akan terus menguat.
GS : Perasaan reaktif itu timbul karena peristiwa yang tidak mengenakkan itu terulang atau karena dia memikirkan sendiri, Pak Paul?
PG : Sebenarnya tidak harus terulang dan kalau sampai terulang maka reaksinya makin buruk lagi. Sebenarnya kalau tidak terulang pun reaksinya akan terus membayang-bayangi dia. Sebetulnya di tahap ini orang yang bersangkutan tidak mau memunyai perasaan seperti ini terus-menerus dan dia sadar, ini tidak enak. Jadi dia mau lepas juga. Sewaktu banyak orang dan sedang ada kegiatan mungkin dia bisa lupakan, tapi kalau tidak ada siapa-siapa tidak ada kegiatan maka perasaan itu menguat sekali. Jadi biasanya orang yang akhirnya mengalami depresi di awalnya itu ada satu perasaan tertentu yang akan menguasai dirinya.
GS : Itu apa karena dia terus berpikir tentang hal yang dia tidak sukai?
PG : Tidak bisa tidak memang ya, memang ini tidak selalu dia sendiri yang mau memikirkan. Jadi seringnya perasaan muncul akibat pikiran yang mengingat tapi pikirannya tidak disuruh pun lari ke situ dan mengingat saja.
GS : Selanjutnya apa, kalau sudah timbul perasaan reaktif seperti ini, Pak Paul?
PG : Kita ini tidak bisa hidup terus-menerus dalam perasaan marah, pahit, sedih atau kecewa. Akhirnya kita terpaksa memisahkan diri dari perasaan itu. Akhirnya kita tidak enak merasa seperti ini terus-menerus dan kita mau bebas dan kita mau pisahkan diri kita dari perasaan itu. Kita berusaha tidak mau merasakan itu dan sekuat-kuatnya kita berusaha. Masalahnya adalah sewaktu kita sedang berusaha memisahkan diri dari perasaan itu, kita pun sebetulnya makin terpisah dari perasaan-perasaan lainnya. Jadi keran perasaan itu satu, jadi kalau kita mau matikan kesedihan kita, keran perasaan kita harus kita matikan, masalahnya adalah begitu kita matikan keran perasaan kita yang terputus bukan hanya perasaan sedih, tapi semua perasaan pun akhirnya mulai berhenti. Itu sebabnya pada akhirnya kita seperti kehilangan perasaan apa pun itu, seperti makan tanpa rasa, begitulah kita menjalani hidup, semua serba hambar dan semua tidak lagi memiliki daya tarik, sebetulnya masalah bukan terletak pada apa yang di luar diri melainkan pada apa yang ada dalam diri kita yaitu kita tidak lagi memunyai ketertarikan atau semangat terhadap hidup. Itu sebabnya semua menjadi hambar.
GS : Sampai ke tahap itu orang belum disebut depresi, begitu Pak Paul?
PG : Sebetulnya kalau sudah sampai tahap ini dia sudah mendekati sekali. Kalau sudah merasa hambar, perasaan itu sudah tidak bisa dia rasakan, senang dia tidak terlalu senang, kalau kecewa dia tidak merasa kecewa, sedih dia tidak merasa sedih. Jadi dia hanya rata dan biasanya kalau ini berlangsung untuk waktu yang lama kelihatan pada wajahnya, di awalnya tidak kelihatan hanya di dalamnya terjadi kehambaran itu, tapi lama kelamaan kalau benar-benar dalam tahap depresi penampakan wajah pun terlihat datar. Orang yang terkena depresi yang berat penampakan wajahnya seperti mati, tidak ada ekspresi, tidak ada emosi sama sekali. Ini sebetulnya awalnya adalah dari upaya memisahkan diri dari perasaan yang akhirnya membuat dia sungguh-sungguh terpisah dari semua perasaan.
GS : Kalau dia sudah terpisah dari perasaannya, untuk orang mau mendekati dia juga kurang nyaman dan dia pun tidak akan berusaha untuk mendekati dia. Jadi apa yang terjadi, Pak Paul?
PG : Betul. Memang awal-awalnya orang berusaha menarik dia keluar dan mengajak dia pergi tapi kalau melihat dia rasanya tidak enak perasaan juga tidak enak, apalagi misalnya perasaan yang mendominasinya perasaan marah, jadi bawaannya marah. Jadi tidak bisa tidak dia membuat orang menjauh dari dia. Namun bukan hanya orang menjauh darinya dia pun juga bisa menjauh dari orang jadi akhirnya setelah memisahkan diri dari perasaan dia mulai memisahkan diri dari orang di sekitarnya. Sebetulnya ini dilakukan dengan tidak sengaja, jadi karena beban yang dipikul begitu berat sehingga dia sungguh-sungguh tidak ada lagi energi untuk bertemu apalagi bercengkrama dengan orang. Singkat kata, orang ini memisahkan diri bukan karena dia menolak uluran tangan orang, dia memisahkan diri dan tidak mau bertemu dengan orang karena bertemu dengan orang menjadi terlalu meletihkan. Ini memang sedikit aneh, kenapa bicara dengan orang tapi meletihkan. Bukankah justru seharusnya menyenangkan, bagi orang yang sedang menapak ke arah depresi benar-benar bicara dengan orang atau memikirkan topik yang dibicarakan apa, itu bagi dia terlalu melelahkan sehingga dia tidak tahan, sehingga daripada dia lelah ketemu orang maka lebih baik tidak perlu bertemu orang.
GS : Mungkin itu terkait dengan perasaan yang sudah datar lagi, sehingga dia merasa tidak perlu lagi bicara dengan orang karena tidak ada gunanya, karena bicara ini menggugah perasaan seseorang.
PG : Bisa. Jadi dia ingin memisahkan diri dari perasaan maka lebih baik tidak perlu bicara dengan orang, sebab kalau bicara dengan orang maka perasaannya tergugah kembali, jadi memilih diam. Mungkin dia merasa percuma bicara dengan orang, karena tidak ada jalan keluarnya dan dia tetap harus hidup dengan semua ini maka buat apa bicara dengan orang. Dan tadi disebut juga yaitu keletihan, akhirnya karena kondisinya letih maka membuat dia malas bicara dengan orang lain.
GS : Kalau sudah ke tahap itu, Pak Paul, apakah ada tahap lain yang lebih parah?
PG : Yang terakhir orang ini akhirnya merasa putus asa, dia tidak bisa lagi melihat adanya harapan, bahwa situasinya akan berubah dan dia tidak lagi melihat hidup layak untuk diperjuangkan sebab baginya hidup tidak lagi bermakna, sehingga di titik ini hidup menjadi begitu mirip dengan kematian, seakan-akan hidup dengan kematian tidak lagi berbeda. Kenapa bisa begitu? Sebab pada titik ini kendati orang itu masih hidup dia merasa sesungguhnya dia telah mati, karena benar-benar hampir tidak ada bedanya lagi. Itu sebabnya di titik ini godaan mengakhiri hidup menjadi begitu kuat dan sudah tentu pada tahap ini dia benar-benar jatuh ke dalam depresi yang berat.
GS : Biasanya hal itu diungkapkan atau tidak? Karena ada orang yang mengatakan "Saya lebih baik mati daripada hidup seperti ini" tetapi dia hanya berbicara saja.
PG : Jadi memang ada orang yang akan terus bertahan karena mungkin ada faktor lain dalam hidupnya dan mungkin juga dukungan dari lingkungannya sehingga dia masih bisa pertahankan kendati sebetulnya waktu dia berkata, "Lebih baik aku mati saja, itu sungguh-sungguh mencerminkan isi hatinya, sebab bagi dia hidup dan mati sudah hampir tidak ada bedanya lagi.
GS : Tetapi karena terlalu sering hal itu diungkapkan, orang-orang di sekelilingnya menganggap dia hanya bicara saja, ternyata betul-betul dia bunuh diri.
PG : Kita harus berhati-hati dengan komentar-komentar seperti itu yang keluar dari orang sebab bisa jadi itu memang mencerminkan isi hatinya.
GS : Jadi sebenarnya orang-orang seperti ini butuh pendekatan atau tidak butuh sama sekali, Pak Paul?
PG : Butuh, Pak Gunawan. Sangat-sangat butuh meskipun dia sendiri sepertinya tidak membutuhkan menutup pintu, malas bicara, tapi dia sungguh-sungguh dalam posisi membutuhkan sekali pertolongan.
GS : Tapi kalau dia menutup diri seperti itu maka kita akan sulit untuk masuk bicara kepada dia.
PG : Betul. Jadi pada titik ini yang diperlukan adalah kesabaran untuk mendampingi, mungkin kita tidak bisa banyak bicara dengan dia, tapi kita perlu datang lagi ke rumahnya dan mengajaknya bicara, kesetiaan seperti itu yang perlu dilihat sehingga dia tahu ada orang sungguh-sungguh peduli dengan dia.
GS : Apakah ada contoh yang dicatat di dalam Alkitab tentang depresi ini, Pak Paul?
PG : Di Mazmur 62 kita bisa membaca Daud berteriak minta tolong karena dia dalam keadaan yang susah, tapi kita juga melihat di Mazmur 62 itu dia sekaligus memproklamasikan iman yang teguh kepada Allah jadi mulai dengan perkataan, "Hanya dekat Allah saja aku tenang daripada-Nyalah keselamatanku" dan diakhiri dengan "Bahwa kuasa dari Allah asalnya dan dari padaMu juga kasih setia ya Tuhan". Kita tahu Mazmur 62 bukanlah satu-satunya Mazmur Daud meminta tolong, ada begitu banyak teriakan Daud lewat Mazmur, teriakan yang menandakan kesesakan dan keletihannya. Kadang kita pun harus datang dan meminta pertolongan Tuhan berkali-kali walaupun kita tahu Tuhan pasti menolong, namun tetap kita ragu kembali sewaktu menghadapi tekanan hidup. Jadi akhirnya setiap kali kita memohon seakan-akan kita harus mengulang kembali pelajaran beriman dari awal. Tapi tidak apa-apa teruslah memohon, namun jangan lupa akan kuasa dan kasih Tuhan, Ia berkuasa dan Ia mengasihi. Dua hal ini yang menjadi pegangan kita.
GS : Jadi sebenarnya orang yang depresi ini masih punya setitik harapan, yaitu kepada Tuhan.
PG : Sebetulnya terakhirnya adalah Tuhan yang diharapkannya untuk menolongnya, biasanya adalah benteng terakhir orang mengalami depresi.
GS : Terima kasih, Pak Paul, untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Menghadapi Hidup Tak Bermakna". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
110. Depresi : Bawaan atau Lingkungan? | |
Salah satu pertanyaan yang kadang muncul adalah, apakah depresi merupakan gangguan yang timbul dari bawaan—dalam pengertian, dari titipan genetik ayah dan ibu—ataukah dari lingkungan—dalam pengertian, dari sesuatu yang dialami atau terjadi dalam hidup ini? Sebagaimana gangguan lainnya, sesungguhnya faktor bawaan hampir selalu hadir dalam kasus depresi, terutama depresi berat. Namun, faktor lingkungan juga berperan memunculkan depresi. Disini akan dibahas faktor-faktor bawaan dan lingkungan itu.
Salah satu pertanyaan yang kadang muncul adalah, apakah depresi merupakan gangguan yang timbul dari bawaan—dalam pengertian, dari titipan genetik ayah dan ibu—ataukah dari lingkungan—dalam pengertian, dari sesuatu yang dialami atau terjadi dalam hidup ini? Sebagaimana gangguan lainnya, sesungguhnya faktor bawaan hampir selalu hadir dalam kasus depresi, terutama depresi berat. Namun, faktor lingkungan juga berperan memunculkan depresi. Berikut akan dibahas apakah yang dimaksud dengan faktor-faktor bawaan dan lingkungan itu.
Faktor BawaanKita mesti mengakui keberadaan faktor bawaan dalam depresi sebab kemungkinan kita terkena depresi menjadi lebih besar bila orang tua juga mengidap masalah yang sama, terutama bila mereka mengidap depresi berat. Misalnya, ia mudah sedih dan jika sedih, cenderung bertahan dalam suasana hati murung untuk kurun yang lama.
Faktor LingkunganSudah tentu ada 1001 peristiwa yang dapat menyebabkan timbulnya depresi namun untuk memudahkan, saya akan menggolongkannya dalam beberapa kategori:
Pada dasarnya depresi merupakan sebuah KEHILANGAN, yang mencakup tiga aspek kehidupan: emosional, mental dan spiritual. Pada tataran emosional, depresi merupakan kehilangan SUKACITA. Pada tataran mental, depresi merupakan kehilangan ARAH DAN TUJUAN hidup. Sedang, secara spiritual depresi merupakan kehilangan IMAN pada kuasa dan kasih Tuhan. Marilah sekarang kita melihat ketiga kehilangan itu satu per satu.
Jika perjalanan depresi diawali dengan kehilangan emosional—sukacita—dan berakhir dengan kehilangan spiritual—iman—maka pemulihan depresi dimulai dengan pemulihan spiritual—kembali beriman pada kuasa dan kasih setia Tuhan. Di dalam keadaan yang begitu berat dan mencekam, Yesus, Putra Allah berdoa, "Ya, Bapa-Ku jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak Allah yang jadi." (Lukas 22:42)
Pemulihan spiritual diawali dengan penyerahan sepenuhnya kepada kehendak Bapa di surga. Kendati kita tidak mengerti sesungguhnya apa yang tengah terjadi dan apa jalan keluarnya, kita menyerahkannya kepada kehendak Bapa di surga. Ia tahu apa yang terjadi dan Ia tahu jalan keluarnya. Penyerahan adalah tunas iman pada kuasa dan kasih setia Tuhan!
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi, beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Depresi : Bawaan atau Lingkungan?" Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, sebelum lebih jauh bicara tentang depresi itu bawaan atau lingkungan mungkin perlu penjelasan lebih jelas tentang depresi itu sebenarnya apa?
PG : Depresi adalah sebuah kondisi terhimpit dalam jiwa kita, jadi kita akhirnya merasakan hidup ini kosong tidak lagi ada arah, tidak lagi kita bersemangat melakukan hal-hal yang biasanya kita lakukan dan kita juga biasanya mencoba menjauh dari orang dan perasaan kita akhirnya berat namun datar dan tidak ada lagi yang kita rasakan dan hanya berat sekali. Biasanya juga tanda-tanda lainnya adalah kita tidak ada tenaga, bawaannya capek dan tidur kita bisa terlalu banyak atau justru tidak bisa tidur sama sekali. Itu adalah kondisi yang kita sebut kondisi depresi.
GS : Kita orang awam biasa menyebutnya ini orang yang putus asa, tidak ada harapan apakah ini sama, Pak Paul?
PG : Sama. Jadi memang pada titik akhir dalam kondisi depresi umumnya orang akan merasa tidak ada lagi harapan dan putus asa. Dari titik itu godaan untuk mengakhiri hidup menjadi besar sekali.
GS : Sekarang kita masuk pada inti pembicaraan kita. Jadi depresi atau putus asa ini munculnya karena faktor keturunan atau faktor lingkungan?
PG : Jadi ini salah satu pertanyaan yang kadang muncul, apakah depresi merupakan gangguan yang timbul dari bawaan, dalam pengertian titipan genetik ayah dan ibu, ataukah dari lingkungan dalam pengertian dari sesuatu yang dialami atau terjadi di dalam hidup ini. Sebagaimana gangguan lainnya, sesungguhnya faktor bawaan hampir selalu hadir dalam kasus depresi terutama dalam depresi berat namun faktor lingkungan juga berperan memunculkan depresi. Kita akan coba bahas, apa yang dimaksud dengan faktor bawaan dan lingkungan itu.
GS : Dimulai dari faktor bawaan dulu, apa itu, Pak Paul?
PG : Kita harus mengakui faktor bawaan dalam depresi sebab kemungkinan kita terkena depresi menjadi lebih besar bila orang tua juga mengidap masalah yang sama terutama bila mereka mengidap depresi berat. Selain dari itu tidak bisa disangkal ada orang tertentu yang sejak usia dini memerlihatkan kecenderungan depresi meskipun tidak mengalami sesuatu yang berat atau traumatik. Misalnya dia mudah sedih dan jika sedih cenderung bertahan dalam suasana hati yang murung untuk kurun yang lama. Atau ia kerap mengalami ayunan suasana hati dalam pengertian moodnya mudah turun naik. Ada juga yang cenderung berpikir negatif bahkan sejak kecil. Jadi semua diteropong dari lensa kemungkinan terburuk dan hidupnya penuh kecemasan tanpa alasan yang jelas. Jadi ada anak-anak remaja yang memunculkan semua gejala ini meskipun sesungguhnya tidak ada alasan untuk itu. Tidak bisa tidak, dari hal-hal ini kita akhirnya harus berkata, "Rasanya depresi ini lebih dari sekadar akibat lingkungan atau pengalaman, sepertinya ada sesuatu yang dalam dirinya sudah ada yang membuat dia seperti itu".
GS : Orang-orang melankolis juga punya sikap seperti ini, apakah ada perbedaan, Pak Paul?
PG : Sudah tentu kita membicarakan masalah kadar. Orang yang berkepribadian melankolis itu sendiri tidak depresi dalam pengertian dia bisa senang dan bisa juga menikmati hidup, namun kalau sampai senangnya menikmati hidupnya terhilang dan kesedihannya terus bertahan maka sudah tentu akhirnya berubah menjadi depresi. Jadi dengan kata lain, tipe kepribadian itu sendiri yaitu melankolis bukanlah identik atau sama dengan depresi, sebab sekali lagi orang yang melankolis masih bisa senang. Kalau yang depresi senangnya itu hampir tidak ada lagi.
GS : Kalau faktor bawaan apakah langsung dari orang tua atau dari kakek nenek kita, bisa terjadi tidak, Pak Paul?
PG : Memang masih bisa diturunkan dari garis keturunan ayah atau ibu namun sudah tentu makin jauh makin kecil kemungkinannya, makin dekat makin besar kemungkinannya. Jadi kita ketahui bahwa kalau salah satu orang tua kita mengalami depresi berat dan sebagainya kemungkinan kita terkena memang menjadi lebih besar, dan tidak berarti kita pasti terkena tapi kemungkinan terkena juga lebih besar. Ini semualah yang membuat kita akhirnya berkata bahwa depresi itu bukan hanya disebabkan oleh masalah-masalah lingkungan tapi juga ada orang-orang yang memang sudah membawa kecenderungan itu sejak kecil.
GS : Tapi ada juga dari faktor lingkungan. Itu seperti apa, Pak Paul?
PG : Benar. Sudah tentu ada seribu satu peristiwa yang dapat menyebabkan timbulnya depresi namun untuk dapat memudahkan saya akan menggolongkannya ke dalam beberapa kategori. Yang pertama pengalaman kehilangan figur penting di masa kecil. Jadi ternyata kalau kita kehilangan ayah atau ibu kita di masa kecil, ternyata faktor ini memberikan dampak yang besar pada perkembangan jiwa. Artinya anak yang kehilangan ayah atau ibu di usia kecil membuat si anak lebih mudah merasakan kesedihan dan juga akhirnya lebih mudah untuk bisa terkena depresi.
GS : Tapi ada sebagian anak yang ditinggal orang tuanya semasa kecil malah jadi anak yang tangguh, Pak Paul.
PG : Betul, memang tidak semuanya begitu. Jadi dengan kata lain kita bisa berkata, "Selain dari faktor lingkungan, memang ada juga faktor-faktor bawaan" sebab tadi Pak Gunawan sudah singgung ada anak-anak yang kehilangan ayah atau ibunya di usia dini tetap saja dia bertumbuh normal dan tidak mengalami depresi, tapi kita ketahui juga seseorang yang kehilangan figur penting dalam hidupnya itu di masa kecil, seperti ayah atau ibunya, maka kecenderungan terkena menjadi lebih besar.
GS : Apalagi kalau dia secara faktor bawaan sudah punya benih untuk mudah depresi.
PG : Betul. Kalau pun kita tidak ada bawaan itu, kalau kita kehilangan ayah atau ibu di usia kecil atau muda dan kita sudah mulai mengertinya kecenderungan kita sedih tetap lebih besar dan tidak ada angin atau hujan kita bisa merasa sedih sekali. Jadi kadang-kadang bisa muncul tanpa kita sebetulnya kuasai. Selain kehilangan figur penting dalam kehidupannya, faktor lain apa, Pak Paul?
PG : Faktor lain yang bisa menyebabkan orang mengalami depresi adalah pengalaman traumatik di masa kecil misalnya perceraian orang tua. Atau menyaksikan peristiwa mengerikan di masa kecil misalnya sering melihat ayah ibunya berkelahi dan itu peristiwa yang mengerikan. Anak-anak yang harus diperhadapkan dengan peristiwa traumatik seperti ini akhirnya lebih mudah untuk terkena depresi. Jadi misalnya dia sudah dewasa dan dia menghadapi tekanan yang besar maka kemungkinan dia ambruk bisa lebih besar dibandingkan orang-orang lain yang tidak harus mengalami itu.
GS : Kalau sudah diketahui sejak dini apakah tidak ada atau tidak bisa diupayakan mencegah supaya anak-anak ini menjadi anak yang tidak mudah depresi, begitu Pak Paul.
PG : Sebetulnya ada. Kalau orang tuanya menyadari dibawa konseling untuk di- tolong maka masih bisa. Jadi intinya adalah anak-anak ini terutama yang mengalami kehilangan pada usia muda atau mengalami hal-hal yang traumatik dalam konseling dia bisa mengeluarkan perasaan-perasaan ini atau apa yang disembunyikan dalam hatinya. Ternyata mengeluarkan semua perasaan ini di usia kecil dan kemudian diberikan perspektif yang jelas tentang apa yang terjadi maka dapat menolong anak ini, sehingga waktu dia besar kemungkinan dia terkena depresi akan diperkecil.
GS : Selain kedua faktor tadi apa ada faktor lain, Pak Paul?
PG : Faktor pola asuh orang tua yang sarat tuntutan dan minim penerimaan serta miskin kehangatan. Ini juga berpotensi menambah kerentanan terhadap depresi. Jadi seolah-olah anak ini bertumbuh besar kekurangan gizi emosional. Namun meskipun kurang gizi emosional menerima banyak sekali tuntutan harus begini dan begitu. Akhirnya beban tuntutan itu berat, sedangkan kekuatan menahannya tidak ada, karena kekuatan menahannya seharusnya diperoleh dari penerimaan dan kehangatan dari orang tuanya. Jadi anak-anak yang terus hidup dalam tuntutan namun kurang gizi emosional tidak ada kehangatan penerimaan dan dorongan akhirnya lebih mudah patah dan lebih rentan menghadapi depresi.
GS : Padahal secara umum banyak orang tua yang memperkirakan kalau anaknya terlalu dilindungi maka dia akan rentan terhadap tantangan kehidupan ini.
PG : Betul sekali. Ekstrem yang satu juga kurang baik. Jadi anak yang terlalu diproteksi sehingga tidak pernah menghadapi hidup ini secara nyata, akhirnya mudah patah. Maka yang penting dalam hidup adalah kita menyeimbangkan kalau anak kita harus keluar maka harus keluar, kalau harus menghadapi maka harus menghadapi sendiri, kalau harus pergi sendiri maka harus pergi sendiri. Lewati hal itu ketangguhan anak dipupuk.
GS : Kalau katakan masih balita atau masih di bawah 10 tahun apakah sudah terlihat gejala bahwa ini bakal menjadi orang yang mudah depresi. Apakah bisa kelihatan, Pak Paul?
PG : Bisa, tapi dengan pengertian bahwa mungkin saja nanti di masa remaja sesuatu terjadi dan mengubahnya. Jadi dengan pengertian kalau tidak ada apa-apa yang mengubahnya seperti kereta api yang berjalan sampai ke tujuan memang bisa kita perhatikan. Jadi misalnya anak yang cenderung pendiam dan tidak berani bersuara, yang wajahnya cenderung murung dan kalau bicara cenderung perlahan dan tidak begitu berani bersosialisasi dengan anak-anak lain dan selalu penuh dengan ketakutan dan kecemasan. Ini sebetulnya adalah ciri-ciri yang memang kita perlu perhatikan. Sebab kalau tidak ada apa-apa dan terus begini maka nantinya di usia remaja atau dewasa awal, maka besar kemungkinan dia rentan dan tidak jatuh ke dalam depresi. Biasa ambruknya ke dalam depresi kalau ada sesuatu yang terjadi, yang kita bicarakan pada pertemuan sebelumnya yaitu adanya faktor stres, yang membuat dia frustrasi hidup tidak jalan seperti yang diharapkan, maka itu yang membuat dia akhirnya patah dan mengalami depresi.
GS : Apakah ada faktor yang lain yang bisa memengaruhi seseorang mudah depresi, Pak Paul?
PG : Yaitu faktor pengalaman hidup yang buruk, hidupnya penuh kekecewaan, kegagalan, penolakan. Kalau kita mengalaminya berulang kali pada akhirnya kita bisa jatuh ke lembah depresi pula. Ini sekuat-kuatnya kita, kalau mengalami pukulan-pukulan seperti itu biasanya kita akan terkena juga tapi sekali lagi kalau di saat-saat itu kita juga mendapatkan dukungan dari sesama, kita bisa misalkan juga menguatkan di dalam Tuhan, itu juga faktor yang bisa menahan kita sehingga kita tidak tergelincir ke lembah depresi.
GS : Kalau mendengarkan uraian Pak Paul ini sebenarnya faktor lingkungan itu lebih dominan daripada faktor bawaan yang bisa membuat seseorang depresi?
PG : Faktor bawaan jadinya seperti minyak yang memang menyulutnya adalah api dan api itu adalah faktor lingkungannya, namun sebetulnya begini, kalau faktor bawaannya itu sudah kuat maka api sekecil apa pun cukup membuat nyala api tapi kalau faktor bawaannya lemah sudah tentu meskipun api itu besar dan kita ini menghadapi banyak masalah kecenderungannya kita jatuh ke dalam lembah depresi sebetulnya kecil.
GS : Itu semacam harus ada kedua faktor itu yang bertemu di dalam diri seseorang, Pak Paul?
PG : Sebetulnya ini sesuatu yang tidak aneh, karena secara fisik atau medis kita tahu adanya interaksi yang erat antara bawaan dan juga lingkungan. Contoh misalkan penyakit jantung. Sudah tentu kalau gaya hidup kita tidak sehat bisa membuat kita terkena penyakit jantung, tapi ada orang yang lahir dengan jantung yang sangat kuat sehingga walaupun hidupnya kurang sehat, tidurnya sedikit, makannya sembarangan tapi jantungnya memompa terus karena bawaan jantungnya kuat sekali, sedangkan ada orang-orang tertentu dengan jantung yang tidak begitu kuat dan ditambah dengan gaya hidup yang tidak sehat akhirnya lebih mudah terkena sakit jantung.
GS : Kalau kita lanjutkan pembicaraan ini pada bagaimana kita menangani atau menolong orang-orang yang depresi ini, bagaimana Pak Paul?
PG : Kita harus mengerti bahwa pada dasarnya depresi merupakan sebuah kehilangan yang mencakup tiga aspek kehidupan, yaitu aspek emosional, mental dan spiritual. Pada tataran emosional, depresi merupakan kehilangan sukacita. Jadi kalau kita berkata, "Aduh orang ini depresi" secara emosional dia kehilangan sukacita, yang langsung tidak ada di daftar emosionalnya adalah sukacita dan menjadi murung. Pada tataran mental, depresi merupakan kehilangan arah dan tujuan hidup. Jadi secara mental dan pikiran orang itu mesti ada arah dan tujuan hidupnya, waktu dia mengalami depresi itu yang terhilang. Sedangkan secara spiritual atau rohani, depresi merupakan kehilangan iman pada kuasa dan kasih Tuhan, kita akhirnya berkata, "Tuhan tidak berkuasa menolong saya atau Tuhan tidak mengasihi saya. Itu adalah kehilangan iman pada kuasa dan kasih Tuhan yang sebetulnya terjadi di dalam tataran spiritual orang yang terkena depresi. Idealnya kita tetap dapat mengalami sukacita kendati kesedihan, kekecewaan atau kemarahan melanda namun kenyataannya tidak demikian. Sewaktu Yesus, putra Allah, berdoa di taman Getsemani sebelum penangkapan dan penyaliban-Nya Ia tidak dapat bersukacita sebaliknya Ia merasa sangat tertekan. Lukas 22:44 mencatat, "Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." Jadi kita lihat di situ pada masa Tuhan mau disalib Dia dalam keadaan begitu terhimpit tertekan, yang terhilang adalah sukacita, Alkitab mencatat dia sangat tertekan atau sedih.
GS : Padahal firman Tuhan di sisi lain juga berkata, "Kita harus bersukacita senantiasa" dan pada saat depresi bagaimana?
PG : Memang tidak bisa. Artinya bersukacitalah senantiasa adalah kita memunyai kesempatan untuk memilih, untuk mendapatkan kembali kesempatan bersukacita, tapi untuk satu waktu sukacita itu akan hilang dan tidak bisa tidak, kita hidup di dunia kalau mengalami kehilangan yang besar, maka kita juga akan kehilangan sukacita, itu adalah bagian dari kehidupan namun di dalam Tuhan kita tidak harus terus-menerus berada di dalam kondisi seperti itu.
GS : Untuk memulihkan seseorang memeroleh sukacita, itu harus datang dari dalam diri seseorang itu bahwa dia mau bersukacita untuk merebut kembali sukacita yang hilang karena depresi itu.
PG : Memang benar. Harus ada tekad bahwa saya tidak mau begini terus dan saya mau bangkit. Kalau kitanya tidak ada semangat untuk melawannya, "Biarkan saja seperti ini terus" maka sampai kapan pun tidak akan bisa bangkit. Kalau sampai kita harus mengalami depresi maka kita sendiri harus ada tekad itu.
GS : Biasanya orang-orang yang menolong atau mendampingi orang yang sedang depresi maka membuat-buat suasana supaya dia senang entah dibuatkan pesta entah diajak pergi ke tempat lain tetapi itu hanya sifatnya sementara saja.
PG : Betul. Jadi selama itu terjadi dia sedang pergi dan pesta maka terhilang dan dia tidak ingat tentang kesedihannya tapi nanti semuanya balik lagi. Jadi tadi semua yang Pak Gunawan sudah katakan betul, mesti ada tekad dari dalam diri orang itu sendiri untuk bangkit.
GS : Kehilangan arah dan tujuan hidup yang Pak Paul katakan ini jauh lebih serius daripada kehilangan sukacita itu sendiri.
PG : Kehilangan arah dan tujuan hidup terjadi ketika sesuatu yang menjadi tumpuan atau alasan untuk kita hidup tiba-tiba lenyap. Saya berikan contoh tentang Raja Daud. Sewaktu Daud mendengar bahwa putranya Absalom telah mati terbunuh dalam peperangan, dia menangis dan berseru dan dicatat di 2 Samuel 18:33, "Anakku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!" Kendati Absalom mati dalam pertempuran melawan Daud, memberontak terhadap ayahnya tetap sebagai ayah yang mengasihi anak, Daud sangat terpukul dan dalam keadaan kehilangan yang besar itu, ia pun kehilangan arah dan tujuan hidup membuatnya berharap mati.
GS : Apakah itu menjadi ciri dari seseorang yang depresi bahwa dia berharap untuk mati saja, Pak Paul?
PG : Sampai titik yang jauh sekali memang iya, dalam kisah Daud inilah anak yang disayanginya, sekarang sudah mati. Jadi waktu kita kehilangan tumpuan kita yang kita sayangi, andalkan, biasanya secara mental kita merasa kehilangan arah dan tujuan hidup ini sehingga bagi kita sama juga dengan sudah mati, sehingga godaan untuk mengakhiri hidup menjadi besar sekali saat itu.
GS : Tetapi waktu itu Daud sempat diingatkan oleh orang-orang dekatnya bahwa untuk merelakan kalau Absalom sudah meninggal dan bangsa Israel membutuhkan dia.
PG : Di situ kita bisa melihat pentingnya pengaruh orang-orang yang dekat dengan kita sewaktu kita mengalami depresi, merekalah yang seolah-olah bisa menarik tangan kita keluar dari lumpur depresi.
GS : Lingkungan itu juga bisa membawa kita depresi, tapi lingkungan itu juga bisa mengeluarkan seseorang dari depresi itu.
PG : Betul sekali. Salah satu pemikiran orang yang depresi, yang membuat dia akhirnya lebih baik mati daripada hidup adalah pemikiran bahwa tidak ada lagi yang peduli. Jadi orang yang depresi sampai pada kesimpulan tidak ada lagi yang peduli, maka itu sangat bahaya. Jadi memang kita yang di sekelilingnya harus menunjukkan kepedulian dan itu yang penting, itu yang seolah-olah menjadi tali yang dipegangnya sehingga dia tidak melepaskan tali itu.
GS : Kalau yang kehilangan spiritual itu bagaimana, Pak Paul?
PG : Pada akhirnya depresi juga merupakan kehilangan spiritual yaitu kehilangan iman pada kuasa dan kasih Tuhan. Kita beranggapan bahwa bukan saja Tuhan tidak sanggup menolong, Ia pun tidak mau menolong karena Ia tidak lagi peduli dengan kita. Patahnya iman biasanya berakibat fatal dan kita merasa sendirian dan tidak seorang pun bersama kita, termasuk Tuhan. Jadi pada saat ini memang bahaya kalau orang sampai kehilangan iman pada kuasa dan kasih sayang Tuhan. Jadi benar-benar ia merasa semua sudah hilang dan tidak ada lagi yang peduli dan tidak ada lagi yang menolong saya dan Tuhan pun tidak mau menolong saya atau Tuhan pun tidak mampu menolong saya. Kalau sampai ke titik itu maka genting sekali kondisinya.
GS : Jadi sebenarnya depresi itu melalui tahapan-tahapan sampai seseorang itu betul-betul putus asa.
PG : Betul sekali. Sekarang kita mau lihat cara penanganannya. Jikalau perjalanan depresi itu diawali dengan kehilangan emosional, tadi sudah kita bahas jadi yang pertama hilang adalah sukacita dan berakhir dengan kehilangan spiritual dalam hal ini kehilangan iman, maka pemulihan depresi dimulai dengan pemulihan spiritual yaitu kembali beriman pada kuasa dan kasih setia Tuhan. Jadi untuk memulihkan depresi kita tidak memulainya dari tataran emosional, membuat dia bahagia, tidak. Justru kita memulainya dari tataran spiritual dan orang mesti kembali dari kasih Tuhan. Kita tahu dari keadaan yang berat dan mencekam Yesus Putra Allah berdoa, "Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." Ini dicatat di Lukas 22:42. Pemulihan spiritual diawali dengan penyerahan sepenuhnya terhadap kehendak Bapa di sorga dan kita tidak mengerti apa yang sesungguhnya terjadi dan kita tidak tahu apa jalan keluarnya tapi kita menyerahkan pada Bapa di Sorga. Kenapa kita menyerahkannya kepada Bapa di sorga sebab kita yakin dia tahu apa yang terjadi dan dia juga tahu jalan keluarnya. Penyerahan seperti inilah yang menjadi tunas bertumbuhnya iman kembali pada kuasa Tuhan dan kasih setia Tuhan.
GS : Tentu saja ini harus pekerjaan Roh Kudus di dalam diri seseorang, karena kita sebagai sesama manusia kadang-kadang sulit sekali meyakinkan seseorang bahwa masih ada harapan didalam Tuhan sebab orang yang sedang depresi dikatakan dia kehilangan imannya.
PG : Betul. Jadi tidak bisa tidak, ini kerjasama antara manusia dan Tuhan, sebagai manusia kita hanya bisa menyampaikan, tapi Tuhanlah yang bisa membuatnya mengerti dan kembali percaya.
GS : Tapi pendampingan terus-menerus terhadap korban depresi ini sangat diperlukan, Pak Paul.
PG : Betul sekali. Meskipun tidak ada yang bisa menjamin apa yang dia akan lakukan tapi dengan dia mengetahui ada orang-orang di sekitarnya yang mengasihi itu bisa menolong, meskipun sekali lagi perasaan itu kalau datang bisa sangat mencekam dan membuat dia merasa sudah tidak ada lagi harapan untuk hidup.
GS : Tapi kalau dia sudah bertekad untuk mengakhiri hidupnya, dia akan menempuh segala macam cara, menghindar dari orang dan pada waktu orang itu lengah maka dia akan melakukan bunuh diri dan sebagainya.
PG : Betul sekali. Ini tidak ada jawaban yang mudah, makin kita selidiki, makin kita menyadari begitu banyak hal yang terlibat, maka yang penting adalah di awalnya sewaktu orang mulai mengalaminya, di saat itulah kita yang tahu harus berusaha menolongnya keluar dari lembah depresi itu.
GS : Semoga perbincangan ini akan menolong banyak orang untuk keluar dari depresi mereka masing-masing. Terima kasih, Pak Paul untuk perbincangan kali ini dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Depresi : Bawaan atau Lingkungan?". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
111. Distorsi Seks 1 | |
Distorsi (/dis'tcrsyen/) bermaknaperubahan, penyimpangan, pemutarbalikan, kekacauan, kerusakan.Misal: distortion of the facts = penyimpangan/ pemutar balikan fakta-fakta. Mari kita membahas tujuh distorsiseks, apa saja dampaknya dan apa kebenaran tentang seks itu sendiri dari kacamata firmanTuhan.
Distorsi (/dis'tcrsyen/) bermakna perubahan, penyimpangan, pemutarbalikan, kekacauan, kerusakan.
Misal: distortion of the facts = penyimpangan/ pemutarbalikan fakta-fakta.
Ada beberapa distorsi seks dan yang dibahas di sini adalah sebagai berikut:
DISTORSI PERTAMA: SEKS IDENTIK DENGAN DOSA dan TUHAN MEMBENCI SEKSDISTORSI KEDUA: SEKS ITU HANYA UNTUK REPRODUKSI DAN PROKREASI bukan untuk dinikmati.
Dampaknya:
Beberapa orang percaya merasa bersalah jika melakukan hubungan seks, tidak perlu terlalu dinikmati. Melakukannya dengan rasa bersalah, hanya sebagai kewajiban sebagai suami istri saja. Dasar Alkitab dari Amsal 5:18-19, "Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan istri masa mudamu, rusa yang manis kijang yang jelita, biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau dan engkau senantiasa birahi karena cintanya".
KEBENARANNYA:
Seks lebih dari sekadar sebuah cara manusia bereproduksi dan memiliki sebuah sumber kenikmatan biologis. Tujuan sesungguhnya seks adalah untuk membawa seorang suami dan seorang istri masuk ke dalam sebuah relasi yang mengikat dan mengalami kesatuan, dua menjadi satu.
DISTORSI KETIGA : SEKS HANYA HUBUNGAN BIOLOGIS SEMATA.
Dampaknya:
Tidak puas hubungan seks dengan pasangan, mencari ganti tidak apa-apa. Tidak ada perselingkuhan emosi. Orang meremehkan hubungan seks sebatas hubungan biologis saja. Dasar Firman Tuhan dari Kejadian 2:24, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging". Seks itu lebih dari sekadar hubungan biologis tetapi seks itu membawa seorang suami dan seorang istri masuk ke dalam relasi yang saling mengikat dimana dua menjadi satu.
KEBENARANNYA :
Hubungan seks bukan sekadar hubungan biologis, tapi ketika kita melakukan hubungan seks terjadilah pertalian jiwa, pertalian roh. Seks bukan dimensi fisik semata, tapi melibatkan jiwa pria dan wanita menyatu. Hubungan seks tidak boleh dianggap remeh. Ibrani 13:4, "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan, janganlah kamu mencemarkan tempat tidur sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah".
DISTORSI KEEMPAT: SEKS SEMATA-MATA BERKENAAN DENGAN HIDUP MANUSIA DAN TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN TUHAN.
Dampaknya:
Keterpisahan kehidupan rohani dan kehidupan seksual. Semakin rohani seseorang maka ia semakin menjauhi seks. Seks tidak membantu kehidupan rohani. Dasar Alkitabnya dari Kejadian 33:12, "Aku Tuhan mengenal namamu dan engkau, umat-Ku mendapat kasih karunia dari hadapan-Ku".
KEBENARANNYA :
Seks memiliki dimensi spiritual, merupakan cara Allah menjelaskan kesatuan Allah dan manusia dan sekaligus membawa manusia makin menghayati relasinya dengan Allah. Lewat relasi seks ini Allah ingin manusia mengerti bagaimana kesatuan antara Allah dan manusia.
DISTORSI KELIMA : KETIKA MUNCUL FANTASI SEKS, SAYA MENGINGINKAN HUBUNGAN SEKS.
Dampaknya:
Obsesinya pornografi, masturbasi dan kehidupan seks yang menyimpang. Tidak memunyai emosi dan relasi yang kering dengan orang-orang terdekatnya.
KEBENARANNYA :
Tidak melulu hubungan seks tapi kita harus memerhatikan aspek relasi dan emosi. itu yang harus disuburkan/dipelihara untuk mengantisipasi supaya kita tidak terjatuh oleh dosa seksual karena tergoda fantasi seksual.
DISTORSI KEENAM : KESEJATIAN LAKI-LAKI DIUKUR DARI KEHIDUPAN SEKSNYA.
Dampaknya:
Kehebatannya diukur dari kehidupan seksnya
KEBENARANNYA :
Kesejatian kita sebagai laki-laki adalah keserupaan dengan Kristus. Laki-laki sejati adalah pemimpin yang mengayomi, melindungi, melayani, berkorban dan memberi ketegasan, memimpin dengan lemah lembut.
DISTORSI KETUJUH : MANUSIA LAJANG YANG TIDAK PERNAH BERHUBUNGAN SEKS MENGALAMI SEKSUALITAS YANG PINCANG.
Dampaknya:
para lajang kebanyakan dipandang 'sebelah mata'. Para anggota jemaat gereja yang lajang lebih mudah tersisih dari pelayanan pastoral gereja.
KEBENARANNYA :
Seksualitas bukan hanya soal hubungan seks. Kepenuhan seksualitas dialami dalam persahabatan intim mesti tanpa pengalaman erotik. Ketika seorang pria dan wanita menikmati percakapan dari hati ke hati dalam suasana senja sambil minum teh atau kopi, mereka sedang mengalami kepenuhan seksualitasnya! Relasi dan keintiman tanpa erotisme pun itu sudah penuh secara seksual. Justru yang kasihan bagi yang sudah menikah, miskin dalam hal relasi dan emosi dengan pasangan nikah kita.
PESAN PENUTUP :
I Petrus 1:14-15, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus".
Seringkali kekudusan diidentikkan dengan penderitaan, kering; itu juga sebuah distorsi.
KEBENARANNYA :
di dalam kekudusan itulah sukacita kita, kepenuhan, kemaksimalan kita sebagai laki-laki dan perempuan. Kemaksimalan dalam seksualitas kita ada dalam kekudusan hidup kita. Itu rancangan yang telah Allah buat.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Hendra akan berbincang-bincang dengan penginjil Sindunata Kurniawan M.K. beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang "Distorsi Seks" bagian pertama. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, kali ini topik kita menarik, judulnya distorsi seks. Apa maksudnya distorsi seks itu?
SK : Mengenai distorsi ini berasal dari kata Bahasa Inggris "distortion", distorsi di Indonesiakan maknanya ini berkenaan dengan perubahan, penyimpangan, pemutarbalikan, kekacauan, kerusakan. Dan berkaitan dengan seks rupanya terjadi perubahan, penyimpangan, pemutarbalikan, kekacauan dan kerusakan tentang seks itu atau tentang pemahaman seks dan termasuk berarti penghayatan seks manusia atau kehidupan seks manusia. Dan ini menjadi topik yang sangat penting karena kalau kita melihat sekitar kita, distorsi seks ini merajalela dan bahayanya lebih lagi banyak anak-anak Tuhan tidak menyadari bahwa apa yang dia pahami dan dia hayati tentang kehidupan seks ini berangkat dari gagasan yang sudah terdistorsi. Jadi saya melihat topik ini memang topik yang sangat urgent atau genting untuk kita perlu bahas dan pelajari bersama.
H : Distorsi ini pastinya banyak, Pak Sindu?
SK : Ada beberapa distorsi seks yang terjadi di antara kita dan ini yang perlu kita kenali. Apa saja bentuk distorsi itu dan apa yang sesungguhnya menjadi kebenaran sebagai kebalikan dari distorsi tersebut.
H : Jadi distorsi sebenarnya sudah hampir mencemari sebagian besar orang memahami tentang seks itu, begitu Pak Sindu?
SK : Betul.
H : Kira-kira distorsi yang seperti apa yang bapak amati?
SK : Distorsi yang pertama, orang berpikir bahwa seks itu identik dengan dosa dan Tuhan membenci seks. Jadi asumsi ini memberi dampak rata-rata orang percaya termasuk para pemuda, orang tua, pendeta dan gereja pada umumnya akhirnya cenderung gagap dan menjauhi percakapan yang berkenaan dengan seks. Bahkan khotbah kalau kita perhatikan di gereja kita masing-masing dalam setahun atau bahkan tiga tahun belum tentu mengangkat topik tentang seks dan ini yang membuat ada perasaan tabu, malu dan rasa bersalah kalau mempercakapkan itu di ruang gereja. Akhirnya apa yang terjadi? Orang-orang kecenderungannya menganggap bahwa seks itu tidak ada kaitannya dengan kekristenan dan tidak ada kaitannya dengan kehidupan iman dan Tuhan sebab Tuhan itu kudus dan seks itu dosa, dibenci oleh Tuhan. Jadi orang lebih banyak mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang seks secara umum lewat pelajaran biologi waktu sekolah untuk umum SD, SMP atau SMA. Atau kita tahu dari relasi atau pertemanan kita. Jadi kita tahu lebih banyak dari sekitar kita dan lebih bahayanya lagi ternyata sebenarnya informasi yang diterima banyak orang termasuk oleh kebanyakan orang percaya, lebih banyak informasi yang sudah miring, yang sudah keliru yang didapatkan dari media, dari novel, film dan bahkan produk-produk pornografi.
H : Kalau saya perhatikan bisa jadi karena faktor budaya, Pak. Kalau budaya itu sudah mentabukan pembahasan tentang seks maka mau tidak mau sekalipun ini terdistorsi untuk dibahas tanpa rasa tabu, ini tidak mudah.
SK : Ini bukan hanya budaya, tapi budaya itu berangkat dari konsep teologi tentang seks. Jadi kita melihatnya tidak hanya dari dimensi cultural, budaya relasi antar manusia, komunitas manusia, tetapi juga dibelakang itu ada nilai yang berangkat dari nilai-nilai iman, nilai-nilai teologi, dan kalau dilacak teologi yang dipegang oleh sekian banyak orang percaya ialah teologinya bahwa seks itu identik dengan dosa dan Tuhan membenci seks. Ini ada satu tokoh bapak gereja yaitu Bapak Augustinus yang masuk dalam bapak gereja di abad awal dia mengajarkan bahwa dosa mula-mula itu diwariskan melalui hubungan seksual. Jadi karena itu akhirnya tanpa sengaja gagasan ini, pernyataan bapak gereja Augustinus ini, memengaruhi pikiran bahwa seks selalu dikaitkan dengan dosa dan gereja sering mengalami kesulitan dalam menghubungkan kekudusan dan hubungan seksual yang aktif. Bahkan seorang peneliti sejarah gereja menemukan bahwa ternyata hanya sedikit sekali orang menikah yang diberi gelar sebagai orang kudus, atau dalam istilahnya gereja Katolik diberi gelar Santo atau Santa. Dan tidak ada seorang pun dari Santo atau Santa ini yang diberi gelar karena telah menjadi teladan berkenaan kekudusan dalam pernikahan. Ini sesuatu yang diakibatkan distorsi itu.
H : Jadi kebenarannya adalah seks tidak identik dengan dosa dan Tuhan tidak membenci seks.
SK : Ya.
H : Itu dasar Alkitabnya bagaimana, Pak?
SK : Kita akan melihat Kejadian 2:18, Kejadian 1:27-31 di dalam bagian ayat-ayat firman Tuhan ini kalau kita baca kita akan memperhatikan bahwa Tuhan inilah yang menciptakan manusia, merancang manusia. Jadi dikatakan, "Aku akan menjadikan penolong baginya" dikatakan pula, "Allah memberkati manusia laki-laki dan perempuan yang diciptakannya." Dikatakan di Kejadian 1:28 diberikan perintah "Beranak cuculah" dan di Kejadian 1:31 dikatakan, "Maka Allah melihat segala yang dijadikan itu sungguh amat baik". Jadi kebenarannya berkenaan dengan distorsi tadi yaitu bahwa Tuhanlah yang menciptakan seks. Jadi seks itu idenya Tuhan dan bukan ide psikologi, bukan ide sosiologi, bukan ide antropologi, tapi ide teologi atau ide Tuhan dan bersamaan dengan itu berarti seks itu kudus adanya. Dikatakan setelah penciptaan manusia "Sungguh amat baik" termasuk seks yang ada bersama manusia berarti juga sungguh amat baik.
H : Distorsi yang lain apa, Pak?
SK : Kalau sedikit saya tambahkan sebelum masuk ke distorsi kedua, berkenaan dengan distorsi pertama ini maka sesungguhnya sepatutnya kita perlu merasa nyaman untuk bicara tentang seks termasuk saat ini. Kita pun mendengar di radio kita masing-masing maka nyamanlah, kita bicara tentang kekudusan Allah, kekudusan manusia, mimbar-mimbar gereja mari banjiri dengan bahasan tentang seks dan seksualitas manusia di tengah dunia yang semakin tergilas dengan banyak distorsi dan nilai-nilai amoralitas tentang seksualitas manusia karena ini adalah bagian dari kekudusan yang Allah berikan kepada kita. Mari di ruang-ruang gereja dan di ruang remaja bahkan di ruang Sekolah Minggu, di sudut manapun bahkan di rumah tangga kita ketika ibadah keluarga percakapan orang tua dan anak, mari percakapkan juga tentang seks di dalam terang firman Tuhan, ini menjadi sesuatu yang mengangkat kemuliaan dan harkat kita sebagai manusia.
H : Jadi ini sangat menolong sekali dengan kita mengetahui bahwa ini sebenarnya bukan sesuatu yang berkaitan dengan dosa dan kita sebaiknya jangan merasa tabu atau risih lagi untuk membahasnya.
SK : Benar. Termasuk salah satu korbannya, konsep teologi yang keliru ini akhirnya orang tua merasa tabu bicara tentang seks, artinya banyak anak tersesat karena mendapatkan narasumber bukan orang yang berintegritas takut akan Tuhan, bukan sumber yang berasal dari kebenaran Allah. 'Kan sayang disini.
H : Lalu distorsi yang kedua apa, Pak?
SK : Distorsi kedua yang seringkali muncul adalah dipercayai bahwa seks itu dipercayai hanya untuk bereproduksi, hanya untuk prokreasi, tidak boleh dinikmati manusia?
H : Maksudnya reproduksi dan prokreasi itu bagaimana?
SK : Jadi maksudnya reproduksi atau prokreasi yaitu berhubungan seks supaya terjadi pembuahan dan terjadi kehamilan untuk melahirkan keturunan, hanya untuk itu. Tidak boleh dinikmati, jadi memunyai bacaan-bacaan, atau mendengarkan seminar tentang bagaimana menikmati hubungan seks suami dan istri, itu berdosa sekali dan tidak boleh dinikmati. Seks mirip dengan konsep dosa tadi yaitu identik dengan kutukan, jadi seks itu hanya untuk keturunan saja, seperti perintah Tuhan tadi katakan dalam kejadian 1:28 "Beranak cuculah dan bertambah banyak" jadi hanya untuk prokreasi berreproduksi, tidak ada "Nikmatilah seks" sehingga bicara tentang distorsi ini salah satunya didukung oleh bapak gereja yang lain tanpa disadari di dalam abad ke 2 yang bernama Clement dari Aleksandria, dia hanya mengizinkan hubungan seks itu hanya untuk mendapatkan keturunan yaitu hanya dalam rentang waktu 12 jam dari 24 jam yang tersedia dalam satu hari. Jadi hubungan seksual hanya untuk mendapatkan keturunan dan itupun hanya separuh hari, jamnya dibatasi. Kemudian terjadi pada abad pertengahan itu melarang hubungan seks 40 hari sebelum Natal, itu tidak boleh. Jadi waktu itu kira-kira minggu adven tidak boleh berhubungan seks. Kemudian tidak boleh melakukan berhubungan seks 8 hari sesudah Paskah ataupun 40 hari sebelum Paskah dan berbagai batasan, akhirnya kalau dihitung hanya boleh berhubungan seks sebanyak 83 hari dalam setahun, itupun identik hanya untuk menghasilkan keturunan untuk bereproduksi atau prokreasi.
H : Itu kacau sekali, Pak? Itu 'kan abad awal dan pertengahan?
SK : Abad pertengahan dan sekarang pun masih muncul.
H : Dampaknya seperti apa dalam kehidupan saat ini, Pak?
SK : Dampaknya beberapa orang percaya merasa bersalah kalau melakukan hubungan seks. Ada rasa tidak kudus. Ketika mereka melakukan hubungan seks menjadi terburu-buru dan tidak terlalu dinikmati. Ketika mereka berpikir bagaimana cara menikmati lebih lanjut, mereka tidak berani atau melakukan dengan rasa bersalah akhirnya mencari-cari buku tentang gaya-gaya berhubungan seks, mencari tahu bagaimana meningkatkan kepuasan tapi dengan sembunyi-sembunyi dengan rasa bersalah. Atau salah satu pasangan mengatakan, "Tidak boleh dinikmati, cukup sekian saja, kamu minta tambah frekuensinya, minta ini dan itu, itu berdosa, secukupnya saja hanya untuk kewajiban sebagai suami istri". Jadi ini bisa melahirkan bentuk-bentuk rasa frustrasi untuk beberapa pria atau wanita yang ingin menikmati karunia seks ini. Jadi ini menjadi salah satu akar masalah. Atau akhirnya beberapa yang ingin menikmati memilih untuk menikmati secara liar tanpa melihat lagi batasan yang sehat dan wajar, dengan pornografi baik itu gambar, film atau melakukan seks diluar nikah karena merasa Tuhan tidak peduli tentang saya yang butuh tentang seks. Jadi akhirnya cara dia menikmati seks itu di luar kontrol dan tambah merusak.
H : Jadi dampaknya bisa membuat orang frustrasi karena tertekan atau terikat dan ekstrem satunya lagi malah memberontak.
SK : Betul.
H : Jadi kebenaran sesungguhnya seperti apa, Pak?
SK : Jadi kebenaran yang sesungguhnya saya mau mengutip satu bagian firman Tuhan dari Amsal 5:18 & 19 dikatakan, "Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan istri masa mudamu, rusa yang manis, kijang yang jelita biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau dan engkau senantiasa birahi karena cintanya." Jadi teks firman Tuhan dalam kitab Amsal 5 ini menegaskan bahwa menikmati seks itu merupakan sesuatu yang sah, menikmati seks dalam pernikahan itu adalah rancangan dan bahkan perintah Tuhan "Diberkatilah, nikmatilah, puaskanlah" Jadi ini memang perintah Tuhan. Jadi kenikmatan seksual itu bukan dosa. Jadi kenikmatan yang memang Allah ijinkan dan karuniakan seks ini kepada manusia, bukan hanya untuk bereproduksi tapi juga untuk dinikmati. Jadi rancangan Allah demikian adanya.
H : Jadi kalau boleh disimpulkan dari ayat yang Bapak sampaikan sebuah kalimat kesimpulan untuk mengoreksi atau meluruskan distorsi tadi?
SK : Yaitu adalah menikmati seks dalam pernikahan adalah rancangan dan perintah Tuhan. Itulah kebenarannya.
H : Distorsi yang berikutnya apalagi, Pak?
SK : Distorsi yang ketiga yaitu bahwa seks adalah hubungan biologis semata, seks itu hanya berkenaan dengan pertukaran cairan kelamin, hanya berkaitan dengan kelamin saja. Jadi dampaknya kalau orang memiliki pemahaman demikian akhirnya dia merasa, "Ya sudah aku hubungan seks, kalau aku tidak puas dengan pasanganku, maka tidak apa-apa cari ganti. Memang dosa tapi hanya faktor seperti orang berciuman atau pegangan tangan, ini hanya soal penis masuk ke vagina dan kemudian tidak ada apa-apa dan tidak ada perselingkuhan emosi dan kami tidak ada suatu ikatan affair. Saya kepingin pas kami berjauhan, istri saya tinggal di plosok sana dan saya tinggal di negara yang lain untuk bekerja mencari dolar mensejahterakan keluarga, saya butuh pemenuhan biologis jadi kalau tidak ada istri ya sudah, yang penting saya setia dengan pernikahan ini, saya kirim uang dan sayang-sayangan lewat telepon, Skype teleconference, kalau hubungan seks hanya tukar badan saja. Itu saja. Buat apa repot?"
H : Ini distorsi yang lebih mengerikan dan ini tampaknya banyak terjadi?
SK : Benar. Jadi orang meremehkan hubungan seksual hanya sebatas hubungan biologis semata.
H : Yang seharusnya bagaimana, Pak?
SK : Dalam hal ini saya ingin kita melihat bagian firman Tuhan dalam Kejadian 2:24 "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging". Jadi dari teks firman Tuhan ini kebenarannya adalah seks itu lebih dari sekadar hubungan biologis tapi seks itu membawa seorang suami dan seorang istri masuk ke dalam sebuah relasi yang saling mengikat dan mengalami kesatuan dimana dua menjadi satu. Jadi kalau saya bahasakan dengan lebih singkat lagi, hubungan seks itu kebenarannya adalah bukan sekadar hubungan badan atau biologis semata tetapi ketika kita melakukan hubungan seks terjadilah disana pertalian jiwa, pertalian roh. Jadi seks itu bukan dimensi fisik semata, penis ketemu vagina tapi jauh lebih dari itu adalah jiwa pria dan wanita itu bertemu dan menyatu. Itu sudah rancang bangunnya Tuhan, arsiteknya seks, Tuhan merancang dimana penis ketemu vagina disanalah jiwa dua menjadi satu. Maka dalam konteks inilah lahir keseriusan dosa percabulan ataupun perzinahan sebagaimana di dalam 1 Korintus 6:16-20 kalau boleh saya bacakan, "Atau tidak tahukah kamu, siapa yang mengikatkan dirinya pada perempuan cabul, menjadi satu tubuh dengan dia? Sebab, demikianlah kata nas: Keduanya akan menjadi satu daging." Ayat 18, "Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri." Jadi ada sesuatu yang berbeda antara dosa seksual dengan dosa non-seksual. Maksudnya antara dosa perzinahan atau percabulan ini dengan dosa-dosa yang lain, karena ada jiwa yang dipersatukan sehingga kita jangan anggap remeh, "Tidak apa saya gonta ganti pasangan seks, karena hanya pertukaran cairan kelamin saja" Tidak sesederhana itu! Kamu boleh berhubungan seks kemudian kamu tinggalkan tapi ketika kamu sudah melakukannya sebenarnya jiwamu sedang menyatu dan ketika kamu berhubungan dengan pria atau wanita yang lain berarti kamu terjadi distorsi dalam jiwamu. Jiwamu sebenarnya tercabik-cabik, sehingga kalau kita boleh meneliti siapapun yang melakukan hubungan seks secara liar, tidak setia kepada pasangan hampir dapat dipastikan jiwanya tanpa disadari mengalamai degradasi, kemerosotan, ada kekacauan jiwa. Mungkin secara tampilan lahiriah hidupnya baik tapi kalau diteliti jiwanya menderita dan ketika orang melakukan perzinahan dia tidak bisa meninggalkan perzinahan itu ada perasaan kesatuan yang sempat terjadi. Dan setelah orang melakukan perzinahan dan ingin bertobat, kalau dia tidak membereskan pemutusan jiwa atau roh yang terjadi ini maka dia akan terngiang-ngiang atau terobsesi untuk kembali lagi kepada pasangan seksualnya itu. Itulah yang membuat kenapa Allah mengurung berhubungan seks harus hanya di dalam pernikahan kudus, di luar itu adalah kesesatan dan kekejian, di luar itu adalah kenajisan dan kehinaan di hadapan Allah karena itu sangat eksklusif, ada jiwa yang sedang dipertaruhkan, ada roh manusia yang sedang "diperjualbelikan" ketika orang melakukan hubungan seks itu.
H : Pasti sangat menderita dan menyiksa sekali walaupun tampilan luarnya terlihat baik-baik saja.
SK : Ya. Jadi dalam konteks ini memang orang tidak boleh lagi memandang remeh hubungan seks, orang perlu serius, perlu menghormati hubungan seks itu. Jadi satu bagian firman Tuhan yang lain dikatakan di dalam Ibrani 13:4 saya tambahkan, "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah." Jadi berkaitan dengan perzinahan ini Allah memberi satu pernyataan yang sangat eksplisit, orang sundal, pezinah akan di hakimi Allah dan bukan orang yang tidak jujur, orang yang berbohong, orang yang menyakiti sesama, bukan seumum itu! Tapi spesifik sekali yakni dosa perzinahan. Kalau dalam bahasa terjemahannya dari bahasa asli, "Hendaklah kita menghormati perkawinan itu, menghormati berkenaan dengan hubungan seks yang dihormati itu. Ini merupakan sesuatu yang spesifik, sakral di hadapan Allah.
H : Dari tiga distorsi yang kita bahas kali ini, kalau boleh saya simpulkan ternyata memang distorsi ini berkontribusi membuat seseorang berpotensi untuk jatuh di dalam dosa perzinahan atau percabulan. Misalnya yang pertama ketika kita menganggap seks itu tabu untuk dibicarakan, seks itu berdosa dan Tuhan membenci. Ternyata ketika tidak bisa dibicarakan dengan leluasa, ada kecenderungan mencari melalui pornografi dan itu sebenarnya membuka pintu terhadap dosa. Demikian juga pada distorsi kedua dan ketiga, itu semua membuat kita bukan saja salah memahaminya tetapi juga salah mengaplikasikan dalam kehidupan dan akhirnya terjerumus dalam dosa. Bukankah begitu, Pak Sindu?
SK : Benar. Jadi bahwa seks itu bagaikan air, sungai, sungai yang melimpah airnya untuk dinikmati kesejukannya dan dinikmati kesegarannya dan Allah sudah memberikan alirannya, bagaimana cara menikmati alirannya. Tapi kalau orang dibendung karena merasa bersalah atau berdosa, merasa tabu dan malu, lama-lama bendungan itu bisa melahirkan frustrasi dan akhirnya meledak akhirnya menjadi liar kemana-mana dan tidak memahami konteks waktu, tempat, relasi, kalau sedang ingin ya tabrak saja, kalau sedang ingin lampiaskan saja dan ini yang liar. Atau sisi yang lain karena memandang rendah atau sepele akibatnya jadi pasaran dan tidak memandang lagi sebagai sebuah kemuliaan, hanya menjadi sebuah mekanisme biologis. Dalam konteks ini saya boleh mengatakan kita bisa lebih hina bahkan bagaikan seekor anjing. Anjing saja ada masa birahi kapan dia ingin dan melakukan hubungan seks dan kapan tidak. Kalau tidak masa birahi dia tidak kepingin. Tapi manusia tidak seperti binatang. Setiap saat kalau dia dirangsang maka dia akan selalu mengingini sepanjang hari, kalau dia umbar dengan pornografi dan sebagainya maka dia semakin terobsesi dan semakin melakukan dan makin lama makin kehilangan makna dan kemanusiaannya. Sehingga orang itu kalau ditanya, "Kamu bahagia tidak?" Dia jawab, "Tidak." Hidupnya hanya mekanisme hubungan seks, pikirannya hanya seks dan perasaannya sangat galau, kacau, tubuhnya tidak memiliki kesehatan karena jiwa yang kering ini. Jadi kita harus kembali pada kebenaran yang sesungguhnya tentang seks kalau kita mau kembali kepada kehormatan kemanusiaan kita dan kembali kepada kebahagiaan sejati sebagai manusia.
H : Saya yakin pasti banyak distorsi lain, tapi karena keterbatasan waktu kita harus mengakhiri pada segmen kali ini. Terima kasih Pak Sindu, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Distorsi Seks" bagian pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
112. Distorsi Seks 2 | |
Distorsi (/dis'tcrsyen/) bermaknaperubahan, penyimpangan, pemutarbalikan, kekacauan, kerusakan.Misal: distortion of the facts = penyimpangan/ pemutar balikan fakta-fakta. Mari kita membahas tujuh distorsiseks, apa saja dampaknya dan apa kebenaran tentang seks itu sendiri dari kacamata firmanTuhan.
Distorsi (/dis'tcrsyen/) bermakna perubahan, penyimpangan, pemutarbalikan, kekacauan, kerusakan.
Misal: distortion of the facts = penyimpangan/ pemutarbalikan fakta-fakta.
Ada beberapa distorsi seks dan yang dibahas di sini adalah sebagai berikut:
DISTORSI PERTAMA: SEKS IDENTIK DENGAN DOSA dan TUHAN MEMBENCI SEKSDISTORSI KEDUA: SEKS ITU HANYA UNTUK REPRODUKSI DAN PROKREASI bukan untuk dinikmati.
Dampaknya:
Beberapa orang percaya merasa bersalah jika melakukan hubungan seks, tidak perlu terlalu dinikmati. Melakukannya dengan rasa bersalah, hanya sebagai kewajiban sebagai suami istri saja. Dasar Alkitab dari Amsal 5:18-19, "Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan istri masa mudamu, rusa yang manis kijang yang jelita, biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau dan engkau senantiasa birahi karena cintanya".
KEBENARANNYA:
Seks lebih dari sekadar sebuah cara manusia bereproduksi dan memiliki sebuah sumber kenikmatan biologis. Tujuan sesungguhnya seks adalah untuk membawa seorang suami dan seorang istri masuk ke dalam sebuah relasi yang mengikat dan mengalami kesatuan, dua menjadi satu.
DISTORSI KETIGA : SEKS HANYA HUBUNGAN BIOLOGIS SEMATA.
Dampaknya:
Tidak puas hubungan seks dengan pasangan, mencari ganti tidak apa-apa. Tidak ada perselingkuhan emosi. Orang meremehkan hubungan seks sebatas hubungan biologis saja. Dasar Firman Tuhan dari Kejadian 2:24, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging". Seks itu lebih dari sekadar hubungan biologis tetapi seks itu membawa seorang suami dan seorang istri masuk ke dalam relasi yang saling mengikat dimana dua menjadi satu.
KEBENARANNYA :
Hubungan seks bukan sekadar hubungan biologis, tapi ketika kita melakukan hubungan seks terjadilah pertalian jiwa, pertalian roh. Seks bukan dimensi fisik semata, tapi melibatkan jiwa pria dan wanita menyatu. Hubungan seks tidak boleh dianggap remeh. Ibrani 13:4, "Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan, janganlah kamu mencemarkan tempat tidur sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah".
DISTORSI KEEMPAT: SEKS SEMATA-MATA BERKENAAN DENGAN HIDUP MANUSIA DAN TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN TUHAN.
Dampaknya:
Keterpisahan kehidupan rohani dan kehidupan seksual. Semakin rohani seseorang maka ia semakin menjauhi seks. Seks tidak membantu kehidupan rohani. Dasar Alkitabnya dari Kejadian 33:12, "Aku Tuhan mengenal namamu dan engkau, umat-Ku mendapat kasih karunia dari hadapan-Ku".
KEBENARANNYA :
Seks memiliki dimensi spiritual, merupakan cara Allah menjelaskan kesatuan Allah dan manusia dan sekaligus membawa manusia makin menghayati relasinya dengan Allah. Lewat relasi seks ini Allah ingin manusia mengerti bagaimana kesatuan antara Allah dan manusia.
DISTORSI KELIMA : KETIKA MUNCUL FANTASI SEKS, SAYA MENGINGINKAN HUBUNGAN SEKS.
Dampaknya:
Obsesinya pornografi, masturbasi dan kehidupan seks yang menyimpang. Tidak memunyai emosi dan relasi yang kering dengan orang-orang terdekatnya.
KEBENARANNYA :
Tidak melulu hubungan seks tapi kita harus memerhatikan aspek relasi dan emosi. itu yang harus disuburkan/dipelihara untuk mengantisipasi supaya kita tidak terjatuh oleh dosa seksual karena tergoda fantasi seksual.
DISTORSI KEENAM : KESEJATIAN LAKI-LAKI DIUKUR DARI KEHIDUPAN SEKSNYA.
Dampaknya:
Kehebatannya diukur dari kehidupan seksnya
KEBENARANNYA :
Kesejatian kita sebagai laki-laki adalah keserupaan dengan Kristus. Laki-laki sejati adalah pemimpin yang mengayomi, melindungi, melayani, berkorban dan memberi ketegasan, memimpin dengan lemah lembut.
DISTORSI KETUJUH : MANUSIA LAJANG YANG TIDAK PERNAH BERHUBUNGAN SEKS MENGALAMI SEKSUALITAS YANG PINCANG.
Dampaknya:
para lajang kebanyakan dipandang 'sebelah mata'. Para anggota jemaat gereja yang lajang lebih mudah tersisih dari pelayanan pastoral gereja.
KEBENARANNYA :
Seksualitas bukan hanya soal hubungan seks. Kepenuhan seksualitas dialami dalam persahabatan intim mesti tanpa pengalaman erotik. Ketika seorang pria dan wanita menikmati percakapan dari hati ke hati dalam suasana senja sambil minum teh atau kopi, mereka sedang mengalami kepenuhan seksualitasnya! Relasi dan keintiman tanpa erotisme pun itu sudah penuh secara seksual. Justru yang kasihan bagi yang sudah menikah, miskin dalam hal relasi dan emosi dengan pasangan nikah kita.
PESAN PENUTUP :
I Petrus 1:14-15, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus".
Seringkali kekudusan diidentikkan dengan penderitaan, kering; itu juga sebuah distorsi.
KEBENARANNYA :
di dalam kekudusan itulah sukacita kita, kepenuhan, kemaksimalan kita sebagai laki-laki dan perempuan. Kemaksimalan dalam seksualitas kita ada dalam kekudusan hidup kita. Itu rancangan yang telah Allah buat.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya Hendra akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang "Distorsi Seks" bagian kedua. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, pada segmen sebelumnya kita telah membahas 3 distorsi seks yang sudah Bapak bahas panjang lebar. Kali ini kita akan lanjutkan pembahasan kita, distorsi apalagi yang akan Bapak jabarkan?
SK : Yaitu distorsi yang keempat mengatakan seks itu semata-mata berkenaan dengan hidup manusia saja dan tidak ada hubungannya dengan Tuhan.
H : Maksudnya bagaimana?
SK : Maksudnya terjadi keterpisahan antara kehidupan seksual dan kehidupan rohani dan ini memunculkan pola pikir demikian: Semakin rohani kehidupan seseorang berarti dia akan semakin menjauhi kehidupan seks. "Jadi kalau mau menikmati seks jangan terlalu rohani dan jangan terlalu aktif di gereja, jangan terlalu suka baca Alkitab nanti kehidupan seksmu tidak akan semakin berkembang, Nanti kehidupan seksmu semakin membosankan". Atau sebaliknya orang berpikir bahas kehidupan seks, cari, nikmati di luar konteks iman dan di luar konteks teologi dan gereja, seperti itu.
H : Ini yang membuat orang-orang merasa menjadi tidak mau terlalu aktif di pelayanan seperti itu, Pak?
SK : Benar. "Aku menikmati seks itu, sensasinya, fantasinya. Yang di gereja adalah orang-orang suci, yang frigid (dingin) dan mungkin orang-orang impoten dan tidak punya selera seks karena tidak ada hubungannya." "Aku masih menikmati seks, tidak bisa aku bertumbuh rohani, kalau aku bertumbuh rohani seperti Tuhan Yesus berarti aku tidak boleh menikah dan kalau menikah tidak boleh terlalu mengejar kenikmatan secara seksual" bahkan dipertentangkan, jadi bukan tidak ada hubungan. Atau ketika orang memasuki Seminari (sekolah Alkitab), dimuridkan memasuki level yang lebih tinggi dia akan semakin merasa "Ya aku harus semakin terpisah dengan istriku dan tidak boleh terlalu sering berhubungan seks, seorang pendeta hubungan seks cukup sebulan sekali karena itu tidak membantu hidup rohani bahkan mengganggu hidup rohani, mengganggu konsentrasiku dengan Tuhan. Bagaimana aku dapat menikmati kekudusan dengan Tuhan, menikmati keintiman dengan Tuhan, kalau aku masih diganggu dengan hubungan seks dengan istriku?" Maka lahir distorsi yang demikian, mungkin ada sekian istri pendeta yang frustrasi dengan kehidupan seksualnya karena suaminya menikah dengan Tuhan Yesus dan akhirnya cemburu pada Tuhan Yesus. Dia beranggapan bahwa, "Tuhan Yesus merebut suamiku dari aku, aku kering dan tidak menikmati relasi intim termasuk relasi seksual dengan suamiku." Dan itu muncul dari distorsi yang semacam ini.
H : Saya tertarik untuk bertanya, apakah hanya karena distorsi ini sehingga kerohanian atau pelayanannya merasa terganggu?
SK : Tentunya bukan hanya itu, tentu ini hanya salah satu faktor kemungkinan, saya tidak punya data real (nyata), ada faktor yang lain orang terjun ke pelayanan berangkat dari keterlukaan dan dia akhirnya membangun rasa aman, rasa cukup dan berharga dari aktifitas yang melahirkan rasa hormat orang pada dirinya sehingga muncul fenomena workaholic (kecanduan bekerja), ministry-aholic (kecanduan pelayanan). Jadi ini hanya salah satu kemungkinan.
H : Jadi untuk meluruskannya adalah kehidupan rohani dan seksual sesungguhnya tidak terpisah?
SK : Benar. Bahkan memang kehidupan seksual memiliki dimensi spiritual yang kental bahkan seks itu merupakan cara Allah untuk menjelaskan kesatuan antara Allah dan manusia sekaligus membawa manusia makin menghayati relasinya dengan Allah. Saya mau memperlihatkan satu bagian firman Tuhan di Keluaran 33:12, "Aku mengenal namamu dan juga engkau mendapat kasih karunia di hadapan-Ku". Kata mengenal ini dalam bahasa Ibrani adalah kata Yada, kata Yada ini juga dipakai untuk banyak ayat firman Tuhan di dalam Perjanjian Lama ketika dikatakan Adam bersetubuh dengan istrinya, kain bersetubuh dengan istrinya. Kata bersetubuh memakai kata yang sama yaitu Yada. Jadi di dalam rancang bangunnya Allah, ketika merancang seksualitas manusia, Allah ingin lewat relasi seks inilah manusia mengerti bagaimana kesatuan antara Allah dan manusia. Jadi ketika manusia menyatu dengan istrinya, maka kesatuan itu sebagai bahasa simbolik, bentuk alat peraga untuk menjelaskan kesatuan yang dikehendaki antara Allah dan manusia. Jadi disini kita melihat bahwa seksualitas memiliki dimensi yang sangat menyatu dengan dimensi spiritual dan ini pula ditambahkan di dalam konteks Perjanjian Baru atas hikmat Roh Kudus, Rasul Paulus di dalam Efesus 5:32 dikatakan setelah suami meninggalkan keluarganya dan bersatu dengan istrinya dan menjadi satu daging kemudian muncul Efesus 5:32, "Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat." Jadi bukan hanya kesatuan sekedar kesatuan Allah dan manusia tapi dalam konteks Perjanjian Baru kesatuan Kristus dan gereja-Nya sangat tergambarkan dalam hubungan seks suami dan istrinya. Jadi inilah cara ketika kita mau menikmati bagaimana mengenal Allah, satu sisi pesannya adalah menikahlah. Dengan hubungan seks di dalam pernikahan kudus maka kita akan dibawa kepada misteri Kristus yang menyatu dengan jemaat-Nya. Begitu sangat indah dan sangat luar biasa.
H : Jadi kebenaran untuk mengoreksi distorsi ini adalah seks memiliki dimensi spiritual dan merupakan cara Allah menjelaskan kesatuan Allah dan manusia yang sekaligus bahwa manusia makin menghayati relasinya dengan Allah.
SK : Jadi marilah ketika kita berhubungan seks dengan pasangan nikah kita, suami atau istri kita maka berdoalah, "Tuhan berkati, kami mau melakukan hubungan seks dan biarlah ini bukan hanya kenikmatan secara biologis tapi kami bisa semakin menghayati kesatuan kami dengan Engkau. Saya adalah bait Roh kudus, istriku adalah Bait Roh Kudus, ketika kami bertemu dalam hubungan seks bukankah disanalah hadirat Allah hadir. Jadi ini bentuk "worship" atau ibadah dan tidak serendah seperti yang dikira oleh beberapa bapak gereja di masa yang lalu atau gereja abad pertengahan. Justru beberapa orang bahkan ada tokoh rabi Yahudi di dalam abad pertengahan pernah menuliskan "Lakukanlah hubungan seks di hari Sabat untuk merayakan Sabat". Mari para suami istri lakukan hubungan seks, itu bentuk keintiman yang dinikmati untuk semakin mengalami keintiman antara kita umat-Nya dengan Allah.
H : Ini sebuah kebenaran yang sangat penting.
SK : Maka tidak heran penyimpangannya muncullah kalau kita cek di Alkitab ada istilah pelacur bakti. Jadi di dalam tradisi Mesir zamannya Musa sudah ada, di zamannya raja-raja Israel sudah ada di dalam Ulangan 23:17 dan lainnya diantara 1 Raja-Raja 15:12 di sana dikisahkan pada masa itu sudah ada bentuk ritual dimana ketika orang menyembah berhala baik itu bangsa Mesir, bangsa Kanaan, puncak penyembahannya adalah mereka mempersembahkan wanita untuk berhubungan seks dengan imam agama mereka. Ketika terjadi persetubuhan hubungan seks itu, itu tanda bahwa sang dewa berkenan atas ibadah dari umat agama yang tidak mengenal Kristus ini, muncullah istilah pelacur bakti, atau semburit bakti (relasi homoseksual) itu sudah terjadi di era Musa dan raja Israel. Jadi di zaman modern kita kenal ada "Children Of God". Zaman tahun 1990-an ada Ranting Daud oleh David Koresh. Disana sekte-sekte sesat dari kekristenan identik melakukan hubungan seks secara liar, poligami dan sebagainya sebagai bentuk mereka merasa cara ibadah yang diperkenan oleh Tuhan. Ini gagasan dari mana? Kesesatan karena rancangan Allah yang dirusak oleh orang-orang ini. Jadi kembali seksualitas sangat menyatu dengan spiritualitas.
H : Tapi seksualitas yang tetap setia pada pasangan, ya Pak?
SK : Tentu! Memang rancang bangun Allah sangat eksklusif hanya relasi seks dengan pasangan yang sah di dalam pernikahan kudus, dan hanya itu saja.
H : Tapi mengerikan sekali Bapak sempat singgung pelacur bakti itu tidak hanya terjadi di zaman purba atau masa lalu, tapi juga masa kini ya?
SK : Ya dan mungkin bentuknya berbeda tapi kepercayaan model ritus upacara seperti itu masih dilakukan dalam sekte-sekte ataupun bentuk penyembahan di luar Kristus.
H : Distorsi yang kelima itu apa, Pak?
SK : Yang kelima yaitu ketika muncul fantasi seks, itu berarti saya sedang menginginkan hubungan seks dan itu adalah distorsi yang lain, banyak orang berpikir, "Aku kok ada fantasi seks, lihat orang ini, aku mulai horny, kepingin berhubungan seks. Aku lapar dan haus seks maka aku harus segera pulang dan berhubungan seks dengan pasangan nikahku" Atau "Tidak ada pasanganku maka bagaimana? Kami berjauhan dan sekian bulan baru ketemu. Masturbasi sajalah!" Atau dia cari pria sekadarnya atau wanita sekadarnya yang bukan pasangan nikahnya. Itu kesesatan yang lain.
H : Jadi fantasi seks ini timbul karena secara alami atau memang harus dikendalikan atau bagaimana?
SK : Satu hal, fantasi seks itu, kita jangan langsung serta merta kita identikkan dengan dorongan biologis, sekali lagi kita manusia yang punya beda substansi dengan hewan. Hewan digerakkan oleh instink (naluri), naluri kawin, naluri seks. kalau tidak dilampiaskan dia frustrasi tapi setelah selesai dilampiaskan maka hilang masa kawin itu. Tapi manusia tidak demikian! Memang ada hal-hal atau dorongan biologis itu, tapi kebenarannya adalah bahwa sesungguhnya manusia lebih banyak digerakkan di aspek emosi dan relasi. Jadi sebenarnya ketika kita mengalami fantasi seksual bukan serta merta karena dorongan biologi seksual kita, tapi lebih banyak kemungkinan karena kita kering secara emosi dan kering secara relasi. Jadi jawabannya adalah ketika muncul fantasi seksual itu maka kita harus mengecek, bagaimana selama ini relasiku dengan istri atau suamiku, kami berjauhan, kami mungkin sering ketemu tapi kami kurang bercakap-cakap dari hati-kehati maka inilah kesempatan untuk ketemu, berbincag-bincang, sharing, bertukar pengalaman, pergumulan, saling mendoakan, jalan-jalan bareng mungkin di senja hari atau di pagi hari yang sejuk, menikmati waktu, bergandengan tangan, berpelukan, menikmati kebersamaan itu. Sekali lagi bukan serta merta harus berhubungan seks secara fisik karena kembali kita sebenarnya makhluk lebih banyak digerakkan dari segi emosi dan relasi. Ketika kita memberi tempat pada pengembangan relasi dan pengembangan emosi maka sebenarnya pergulatan kita dengan fantasi pornografi, masturbasi dan kehidupan seks yang tidak sehat itu bisa lebih teredam. Coba kita cek mungkin orang yang bergumul dengan pornografi, masturbasi dan kehidupan seks yang menyimpang maka ujung-ujungnya relasinya kering, emosinya kering dan dia tidak punya relasi yang intim dengan seseorang dan emosi yang hangat dengan orang terdekat dan yang ada hanyalah hubungan yang dangkal dan formalitas. Sehingga larinya, obsesinya selalu pornografi, masturbasi, hubungan seks secara liar atau penyimpangan yang bersifat biologis itu.
H : Tapi yang ingin saya tanyakan apakah salah jika fantasi seks itu muncul dalam benak kita?
SK : Jadi fantasi itu pertanda. Bukan hal yang salah. Ketika fantasi itu muncul, itu menjadi rambu, menjadi pertanda. Tapi kalau fantasi itu kita biarkan, kita merenung-renung membayangkan orang yang bukan pasangan nikah kita, maka itu kita melakukan perzinahan dalam hati! Tapi kalau fantasi seksual dengan suami atau istri kita yang sah dalam pernikahan yang kudus maka itu bagian yang sehat. Ketika kita berhubungan seks atau melakukan fantasi tapi berkaitan dengan suami atau istri kita maka itu sah. Tapi kalau kita melakukan fantasi hubungan seks dengan orang lain maka ini adalah dosa perzinahan secara hati dan Tuhan tidak berkenan dengan apa yang kita lakukan ini.
H : Jadi kalau boleh saya simpulkan Bapak menggarisbawahi tidak melulu hubungan seksual ini tapi kita harus memperhatikan aspek relasi dan emosi dan itu yang harus disuburkan, yang harus dipelihara untuk mengantisipasi supaya kita tidak terjatuh dalam dosa seksual karena tergoda oleh fantasi seksual.
SK : Betul. Termasuk kehangatan relasi itu bisa dengan sesama pria atau sesama wanita. Kalau wanita cenderung lebih mudah, karena kadang kita melihat mereka saling berpelukan, berjalan bergandengan tangan dan mereka menikmati, itu sehat. Dan mari kita para pria meniru, tanpa sadar saya juga mengalami satu masa mau bergandengan dengan sesama pria, berpelukan eh dikatakan "homo" saking takutnya. Jadi istilahnya Homofobia. Itu relasi yang sehat. Jadi biasanya saya juga mengalami sebulan sekali kami ada kelompok PA Pria. Ada 3 atau 4 pria, kami berjanji sebulan sekali kami bertemu dan PA saling berdoa, berbagi bersama dan kami akhiri saling berpelukan sebagai saudara di dalam Kristus. Tentunya bukan pelukan yang dielus-elus, yang erotis! Tapi ini adalah pelukan kehangatan persahabatan dan itu sehat. Sesama pria juga butuh sentuhan fisik dan tentunya bukan sentuhan erotis. Cukup tepukan bahu dan itu memberi kehangatan, rasa diterima dan rasa penuh terhadap kepriaan dan itu meredakan gejolak seksualitas yang mungkin tanpa sadar bisa liar kalau kita tidak isi dengan aspek emosi dan relasi ini. Dan kalau kita cek banyak juga hamba Tuhan yang kering dan jatuh secara seksual karena mereka kering dengan istrinya atau mereka kering dengan sesama pria yang ada di sekitarnya, hubungan ini hubungan yang formal sehingga ini semakin menjadi-jadi, yang akarnya sesungguhnya kebutuhan relasi dan emosi yang diabaikan tanpa disadari.
H : Lalu distorsi berikutnya apa lagi?
SK : Distorsi yang ke enam adalah opini yang mengatakan: kesejatian laki-laki itu diukur dari kehidupan seksnya.
H : Maksudnya, Pak?
SK : Jadi begini, lahirlah sebuah keyakinan "Aku baru laki-laki sejati kalau seksku hebat" maka muncullah bagi yang muda-muda yang masih ABG atau yang remaja, pemuda, "Aku hebat, 'kan? Aku punya 5 pacar." atau yang lebih miris "Hebat tidak? Ini ada foto-foto 10 wanita pernah aku tiduri." mungkin bagi pria yang sudah menikah "Gini-gini aku masih digila-gilai banyak ABG". Bagi yang sudah lansia kemudian mencari obat kuat dan berkata, "Aku hebat bisa menaklukkan 'daun-daun muda' (wanita muda)." Ini berangkat dari distorsi ini, kehebatannya diukur dari kehidupan seksnya.
H : Jadi kebenarannya seperti apa?
SK : Kebenarannya adalah kesejatian kita sebagai laki-laki terletak pada keserupaan dengan Kristus, itu parameternya. Jadi keserupaan dalam segi karakter, laki-laki sejati adalah pemimpin. Yaitu pemimpin yang mengayomi, melindungi bukan memanfaatkan, melayani, berkorban, memberi ketegasan sekaligus memimpin dengan lemah lembut, memiliki penguasaan diri dan bukannya memiliki nafsu yang liar, laki-laki yang terhormat baik di pekerjaan, di pelayanan, di rumah tangga bagi anak-anaknya dan bukannya laki-laki yang nakal, semena-mena. Inilah kebenarannya.
H : Jadi kesejatian laki-laki diukur dari keserupaan dengan Kristus.
SK : Dan bukan dari ukuran seksnya. Jadi sekalipun mungkin dia impoten tidak bisa lagi ereksi, mengalami infertilitas atau sel spermanya tidak subur. Jangan minder, itu bukan ukuran! Kelaki-lakianmu adalah pada karaktermu, sifat-sifatmu apakah serupa dengan Kristus atau tidak.
H : Terima kasih, Pak. Distorsi yang berikutnya apa, Pak?
SK : Distorsi yang ketujuh adalah bahwa manusia lajang yang tidak pernah berhubungan seks mengalami seksualitas yang pincang atau tidak normal.
H : Seperti apa maksudnya?
SK : Maksudnya begini, "Kasihan ya pria atau wanita itu lengkap kalau dia sudah bersuami atau beristri. Pria atau wanita itu baru sempurna kalau dia sudah menikmati surganya dunia (hubungan seks). Kasihan kalau kamu belum pernah menikmati hubungan seks. Kasihan kalau kamu belum menikah sampai hari ini padahal usia sudah melampaui batas normal menikah." Jadi dampaknya akhirnya para lajang kebanyakan dipandang sebelah mata termasuk para rohaniawan yang selibat, baik para kalangan Kristen atau katolik (suster, bruder, pastor, atau para Romo). Dan para lajang ini sebagai hamba Tuhan, dianggap tabu untuk membahas masalah seksualitas karena belum pernah menikah, belum pernah hubungan seks. Dianggap tidak layak membuat tentang buku hubungan seks. Dan akhirnya dampaknya para anggota jemaat gereja yang lajang lebih tersisih dari pelayanan pastoral gereja. Mau masuk KW (Kaum Wanita), KW ini adalah kumpulan ibu-ibu. Mau masuk Komisi Pria yang dimaksud pria adalah kumpulan orang yang sudah menikah, akhirnya mereka tersisih, menarik diri, terasing dari komunitas gereja dan ini berangkat dari distorsi tadi itu.
H : Kebenarannya bagaimana?
SK : Seksualitas sekali lagi bukan hanya soal hubungan seks! Kepenuhan seksualitas dialami dalam persahabatan yang intim meski tanpa pengalaman erotik. Jadi ketika seorang pria atau wanita menikmati percakapan dari hati ke hati mungkin saat senja tiba menjelang matahari terbenam, dipinggir pantai, di teras rumah sambil menikmati minum teh dan kopi, disanalah juga pria dan wanita itu menikmati mengalami kepenuhan seksualitasnya. Jadi relasi keintiman, relasi emosi, tanpa erotisme pun itu dia sudah penuh secara seksual. Justru yang kasihan kalau kita sudah menikah, kita miskin secara relasi dan emosi dengan pasangan nikah kita. Itu yang malah kasihan, sudah punya istri atau suami tapi kering emosi dan relasi dengan pasangan hidup kita. Itu berarti kita tidak penuh dalam seksualitas kita. Kita mengalami hubungan seks, tapi tanpa seksualitas yang penuh.
H : Jadi seharusnya pria atau wanita lajang ini di dalam komunitas gereja seharusnya tetap bisa ambil bagian di dalam Komisi Pria atau Wanita?
SK : Mungkin kebutuhannya berbeda. Kembali kalau wanita lebih jujur, lebih apa adanya seharusnya ganti nama misalnya Komisi Ibu, Komisi Istri atau Komisi Istri dan Ibu. Kalau pria ditulis Komisi Suami dan Ayah. Itu lebih transparan karena tidak mencakup yang single dan lajang ini maka yang single atau bujangan ini baik juga dibuat sebuah komisi dan kadang juga disebut Komisi Dewasa Muda. Intinya mereka dilayani juga tanpa dipisahkan dan tetap ada saatnya tentunya komunitas acara persekutuan atau pertemuan yang melibatkan yang lajang atau yang menikah, mereka adalah bagian dihormati, didengarkan. Bahkan kalau saya bicara tadi, para biarawati, pendeta-pendeta Kristen yang tidak menikah karena mereka menghayati kehidupan spiritual-spiritualitasnya, mereka mampu membahas dan menulis tentang kehidupan seks dan seksualitas yang lebih mendalam daripada kita yang sudah menikah karena sekali lagi seksualitas itu sisi yang lain dari spiritualitas. Jadi jangan kita menganggap remeh nasehat bimbingan rohani, tulisan dari para rohaniawan yang lajang, yang tidak menikah ini karena mereka punya hikmat yang Allah berikan sekalipun mereka tidak punya pengalaman nyata dalam soal persetubuhan atau hubungan seksual itu.
H : Sayang sekali ini bahasan yang sangat menarik tapi karena keterbatasan waktu kelihatannya kita tidak bisa melanjutkan ke distorsi yang lainnya. Sebagai penutup ada pesan penutup yang ingin Bapak sampaikan?
SK : Dari 1 Petrus 1:14-16, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." Seringkali kekudusan itu identik dengan penderitaan, kering, itu sekali lagi sebuah distorsi. Kebenarannya adalah di dalam kekudusan adalah sukacita kita, kemaksimalan kita sebagai laki-laki dan perempuan, kemaksimalan di dalam seksualitas kita itu ada di dalam kekudusan hidup ita, karena itu garis yang Allah sudah rancang bagi kita, ciptaan yang Allah buat seperti itu. Maka kalau kita menghidupi kekudusan baik sebagai lajang atau pria dan wanita yang menikah maka menikmatilah. Mari rayakan, nikmati seksualitas kita di dalam hadirat Allah dan kita akan disebut laki-laki dan perempuan yang paling bahagia di muka bumi ini.
H : Terima kasih Pak Sindu, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Distorsi Seks" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
113. Kecanduan Seksual 1 | |
Jarang kita mendengar seorang mencari pertolongan karena bergumul dengan kecanduan seksual. Sebagian karena tidak menyadari itu adalah masalah, sebagian karena hal itu dianggap terlalu pribadi sehingga tabu untuk diutarakan dan didengar. Padahal kecanduan seksual dapat merusak hubungan, menghancurkan pernikahan dan menggerus kehidupan. Mari kita kenali sifat dan siklus kecanduan seksual ini agar dapat merdeka darinya.
Kita bisa kecanduan pada banyak hal, termasuk terhadap orang lain. Telaga kali ini membahas secara khusus tentang kecanduan seksual. Kecanduan seksual bisa berkenaan langsung dengan orang lain, baik sejenis mau pun lawan jenis, bisa juga berkenaan dengan orang yang kita imajinasikan, pornografi dan fantasi romantik, yang dapat menjadi sangat adiktif bagi wanita.
Jarang kita mendengar seorang mencari pertolongan karena bergumul dengan kecanduan seksual. Sebagian karena orang tidak menyadari itu adalah masalah, sebagian karena kita anggap hal-hal itu terlalu pribadi dan personal sehingga tabu untuk diutarakan dan didengar. Padahal kecanduan seksual dapat merusak hubungan, menghancurkan pernikahan dan menggerus kehidupan. Sangat mungkin kita sedang menjalani kenyataan tersebut saat ini.
Kita adalah orang-orang yang diciptakan dengan kebutuhan-kebutuhan dasar: kebutuhan untuk dikasihi dan kebutuhan untuk memiliki makna. Sayangnya kebutuhan itu tidak dipuaskan orang tua kita dalam masa tumbuh kembang kita sebagai anak. Malah kita mengalami pengabaian, pelecehan, bertumbuh dengan kebingungan akan identitas jenis kelamin. Kita bergumul dengan kesepian, kecemasan, kebencian pada diri, stres, rasa malu dan rasa takut. Semua itu menyatu membentuk kehidupan emosional yang merindukan penawar rasa sakit. Sementara itu kita tumbuh dalam budaya yang mengajarkan kita untuk menghindari penderitaan dan rasa sakit. Untuk apa susah-susah, kalau ada cara yang mudah. Pada tahun-tahun awal kehidupan, kita sudah mengembangkan pola-pola menghindari rasa sakit.
Di saat memasuki usia remaja, dengan kehadiran masa puber dan kesadaran akan seksualitas kita, kerinduan terdalam kita akan hubungan dan keintiman, yang sesungguhnya baik dan benar, mengalami pembelokan. Kerinduan yang sesungguhnya hanya dapat dipuaskan dalam relasi intim dengan Bapa di Surga dan relasi yang sehat dengan sesama, kita lampiaskan dengan mengejar objek-objek pengganti yang lebih rendah. Berbagai jenis perilaku seksual menjanjikan dan memberikan penawar rasa sakit kita dalam ukuran tertentu. Ketika rasa sakit muncul kembali, kita kembali pada perilaku seksual yang sebelumnya memberikan rasa nyaman.
Pada awalnya seolah sangat memuaskan dan menggairahkan karena memberi ilusi keyakinan bahwa dengan cara ini kita dapat mengendalikan dan mengatur kehidupan emosional. Kita berpuas diri dengan keintiman palsu dengan laki-laki atau perempuan lain atau dengan imajinasi atau fantasi kita. Kita berharap hubungan yang sementara ini akan memenuhi kerinduan yang lebih dalam untuk dikasihi, dikenal dan diterima. Namun, sesungguhnya kita telah masuk dalam penyembahan berhala, di mana kita menciptakan dan menginginkan "berhala" yang dianggap bisa memberikan apa yang kita inginkan. Kita menyembah ilah-ilah palsu dengan cara menyerah kepada kuasa hasrat seksual dan relasional kita. Kita telah menyerahkan diri kepada hawa nafsu; dan keinginan kita, tak pernah dapat dipuaskan.
Pola kegiatan yang berulang-ulang atau kompulsif ini, dengan cepat berubah menjadi kecanduan dan mengakibatkan kita kehilangan kendali dan sulit dihentikan. Kita akhirnya terperangkap dan terpenjara dalam PENJARA KETIDAKPUASAN. Ironis. Semua alternatif pemuasan lainnya menjadi tertutup. Tiap kali rasa sakit muncul, kita secara otomatis bergerak menuju perilaku kecanduan. Hasrat seksual telah membawa kita ke dalam penjara kecanduan ketika kita mencoba memenuhinya dengan cara kita sendiri. Kita merasa seolah-olah pintu penjara telah terkunci dan kunci telah dibuang jauh—sehingga kita terpenjara selamanya dalam penjara buatan kita. Kita merasa harapan untuk bebas telah lenyap dan tidak mungkin bagi kita untuk hidup bebas dari pergumulan dan kecanduan itu. Kita pun berteriak dengan seruan Paulus, "Siapa yang akan menyelamatkan aku dari tubuh celaka ini?"
Kolose 3:5, "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala". Rancangan Allah agar kita hidup dalam nilai-nilai Allah, membuang yang tidak berasal dari Allah, termasuk hawa nafsu seksual, kenajisan yang semuanya itu identik dengan penyembahan berhala. Ini bukan sekadar isu sosial tetapi isu rohani.
Kita hidup dalam budaya yang menghindari rasa sakit, mencari cara yang mudah. Kecanduan seksual bisa dimulai sejak masa remaja. Perilaku seksual bisa berkaitan dengan fantasi seksual, pornografi. Ketika rasa sakit, rasa kosong itu muncul, hati galau, akhirnya kita kembali pada perilaku seksual yang telah memberikan rasa nyaman. Awalnya masih bisa dikendalikan, tapi sebenarnya sudah terjadi tindak penipuan, kebohongan.
Dimulai dengan ketidaksengajaan, sesekali sampai akhirnya tidak bisa dikendalikan lagi. Mulai mendewakan, meng-ilah-kan, menjadi poros atau pusat hidupnya. Semestinya datang kepada Tuhan dan tidak menyerahkan tubuh dan jiwa kita pada hasrat seksual ini. Pada titik itulah kita masuk ke penjara ketidakpuasan, ketidaknikmatan. Tanpa sadar akhirnya masuk ke dalam kondisi pornografi, fantasi-fantasi romantis, masturbasi.
Hidup dalam kemenduaan, di gereja sebagai aktifis gereja, majelis, hamba Tuhan tapi di kamar pribadinya dia menjadi pribadi yang lain. Ada rasa bersalah, tapi tidak bisa lepas.
BERITA BAIKNYA, kita BUKANNYA TANPA HARAPAN. Kita sesungguhnya diciptakan untuk sesuatu yang jauh lebih besar dari kecanduan!
SIFAT KECANDUANKEMERDEKAAN DARI KECANDUAN
Yesus datang untuk membebaskan tawanan. Kitalah tawanan dari kecanduan kita. Segala cara yang kita lakukan tak menghasilkan apa-apa.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Hendra, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang topik "Kecanduan Seksual" bagian pertama. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, topik kecanduan seksual ini adalah topik yang sangat penting untuk dibahas. Sebelum kita memulai pembahasan ini, apakah Bapak bisa mengawali dengan apa yang dimaksud dengan kecanduan seksual itu?
SK : Ya. Kecanduan seksual ini terlebih dulu saya tarik dari kata "kecanduan". Kecanduan dapat dimengerti sebagai kebiasaan memakai suatu zat atau kebiasaan menerapkan suatu perilaku untuk mengendalikan suasana hati seseorang sekali pun kenyataannya zat atau perilaku tersebut menciptakan masalah yang berulang-ulang. Jadi kecanduan ini bisa berkenaan dengan kebiasaan memakai zat atau kebiasaan menerapkan suatu perilaku. Di dalam konteks ini, kecanduan seksual, berkenaan dengan kebiasaan menerapkan suatu perilaku. Maka kecanduan itu meluas ruang lingkupnya bisa berkenaan dengan bahan kimiawi, makanan, bisa juga kecanduan itu berkenaan dengan relasi/hubungan dengan manusia lain atau berkenaan dengan seks sebagaimana yang akan menjadi fokus percakapan ini, atau terkait juga dengan kecanduan pekerjaan, atau terkait juga dengan pemborosan/penghambur-hamburan materi dan uang, kecanduan judi, termasuk kecanduan praktek keagamaan.
H : Termasuk bermain 'game' dan 'gadget' dan sebagainya yang sekarang sedang populer, Pak?
SK : Ya! Kecanduan internet dan kecanduan belanja. Yang dulu kesannya bukan masalah, saat ini menjadi masalah. Hobi-hobi tertentu. Sebenarnya terjadi perluasan kecanduan. Dulu kecanduan hanya dua hal, yaitu alkohol/minuman keras atau kecanduan narkoba. Atau mungkin yang mirip tapi bentuknya berbeda adalah kecanduan judi. Cuma tiga hal ini. Tapi rupanya dalam perkembangannya karena faktor gaya hidup, akhirnya meluas. Orang mencari hal-hal yang bisa mengendalikan suasana hatinya dengan hal-hal yang pada awalnya tidak ada hubungannya dengan moral, tapi akhirnya itu dipakai dan menjadi pengendali suasana hatinya. Bila hal itu tidak dilakukan, suasana hatinya akan galau dan disanalah kecanduan itu lahir.
H : Ada dua hal yang tadi Bapak sebutkan yang menjadi pertanyaan. Yang pertama waktu Bapak menyebutkan kecanduan relasi dengan orang lain. Kemudian Bapak menyebutkan kecanduan seksual, yang menjadi topik kita kali ini. Saya melihat apakah kecanduan relasi dengan orang lain itu ada yang tidak berhubungan dengan kecanduan seks, begitu Pak?
SK : Ya. Kecanduan relasi ini misalnya berkenaan dengan rasa tidak percaya diri, sangat bergantung pada orang lain. Kalau tidak ada orang ini, maka tidak ada penerimaan, pengakuan dan arahan sehingga hidupnya terasa kacau, resah, gelisah. Akhirnya dia selalu membutuhkan bantuan, kehadiran, dukungan dan persetujuan orang lain untuk dia bisa menjalani hidup ini dengan normal. Tapi karena bergantungnya ini mengarah pada kecanduan akhirnya sebenarnya yang nampaknya normal menjadi tidak normal.
H : Apakah itu bisa relasi dengan orang tua, guru atau dengan teman, begitu, Pak?
SK : Ya. Lebih banyak berkenaan dengan teman, sahabat atau kebergantungan kepada persetujuan dari figur otoritas. Jadi bisa berkaitan dengan rekan sebaya atau figur otoritas.
H : Pertanyaan kedua, tadi Bapak memberikan contoh kecanduan melakukan ritual keagamaan. Seperti apa contohnya, Pak?
SK : Ya, ini memang sesuatu yang terselubung, sangat tertutup rapi. Misalnya rajin ke gereja, rajin doa pagi, rajin doa malam, rajin ini dan itu. Tapi ujung-ujungnya sebenarnya dia terikat dan tergantung dan rasa amannya bukan pada pribadi Tuhan, tetapi kepada ritual kegiatan keagamaan itu. Bisa dilihat ketika dia tidak melakukan kegiatan praktek keagamaan itu dia gelisah, rasa bersalah, bahkan hidupnya kacau. Dan kemudian apa yang dilakukan itu ternyata tidak ada kaitannya dengan relasi pribadinya dengan Tuhan. Bisa jadi hidup kesehariannya itu tidak menunjukkan Tuhan hadir di dalam hidupnya. Karakter dan perkataannya buruk, kurang bertanggung jawab di dalam rumah tangga, di dalam studi atau di dalam pekerjaan dan hubungan relasi keluarga, nampak sekali adanya kesenjangan. Jadi sebenarnya dia lebih mengalami kecanduan dengan praktek-praktek keagamaan semata atau dangkal.
H : Dia mengabaikan tanggung jawab yang lain, tapi memfokuskan diri pada praktek keagamaan itu?
SK : Ya, jadi salah satu ciri khas apakah kita mengalami kecanduan adalah seberapakah kita bisa menjalani hidup kita secara bertanggung jawab dalam berbagai bidang kehidupan. Kalau orang mengalami kecanduan biasanya dia lumpuh dalam fungsi atau ruang utama kehidupannya, misalnya bekerja, sekolah, dalam relasi pernikahan, relasi keluarga dan tanggung jawab sosialnya. Paling gampang kalau kita lihat dalam konteks kecanduan narkoba. Orang yang kecanduan narkoba, hidupnya tidak seimbang lagi. Dia bisa bekerja kalau ada asupan narkoba. Akhirnya seluruh pikiran, energi, pikirannya hanya untuk membeli barang zat adiktif ini. Jadi ada wilayah hidup yang tidak seimbang yang dijalaninya. Begitupun dengan orang yang mengalami kecanduan praktek keagamaan tadi.
H : Selain kelumpuhan fungsi peran hidup atau ketidak seimbangan dalam berbagai aspek, ada satu pertanyaan lagi, bagaimana membedakan kalau saya suka makan dengan saya sudah masuk kategori kecanduan makan?
SK : Pembeda yang jelas adalah faktor kendali atau kontrol. Jadi kecanduan itu ditandai dengan orang tidak bisa lagi membatasi atau mengendalikan diri. Harus dan harus. Bahkan tidak lagi memperhatikan ruang dan waktu, kalau makan tidak lagi memperhatikan faktor gizi, makannya sangat berlebihan. Ketika tidak makan untuk sekian waktu, hatinya bisa galau, marah-marah, frustrasi, agresif. Jadi orang melihat itu, "Kok berlebihan ya? Hanya karena tidak ada makanan untuk saat ini, dia seperti lumpuh tidak dapat melakukan apa-apa, bahkan destruktif tendang sana sini, memaki-maki, nah ini tandanya kecanduan, bukan lagi sekadar suka menikmati atau hobi, tetapi sudah menjadi suatu yang adiktif dan mengikat bahkan mengendalikan suasana hatinya.
H : Jadi kalau saya suka makan, saya bisa mengendalikan kebiasaan untuk makan itu?
SK : Ya, kalau pun tidak terpenuhi juga tidak apa-apa.
H : Oke. Kalau kecanduan perilaku makan itu yang mengendalikan saya, Pak?
SK : Ya, dan itu harus. Bila tidak dilakukan, bagaikan bencana alam atau kiamat bagi dirinya.
H : Nah, kembali ke topik kita, Pak. Bagaimana kita mendeskripsikan kecanduan seksual itu, Pak?
SK : Kecanduan seksual bisa dideskripsikan sebagai kebiasaan menerapkan suatu perilaku seksual untuk mengendalikan suasana hatinya, akhirnya perilaku seksual itu malah menciptakan masalah-masalah lain yang berulang-ulang. Jadi kecanduan seksual ini spektrumnya bisa luas, ya. Bisa dari yang sifatnya fantasi imajinasi, bisa sampai sesuatu yang nyata. Bisa berkenaan dengan dirinya sendiri (bersifat seks-solo/seks tunggal tanpa seks swalayan, kadang disebut begitu) atau berkaitan dengan seks yang membutuhkan partner untuk berhubungan seks. Jadi spektrumnya luas, dari yang pikiran fantasia atau khayalan sampai ke kenyataan, dari yang dilakukan sendiri sampai yang dilakukannya bersama orang lain, bisa berkenaan dengan manusia atau bukan manusia.
H : Apakah pornografi dan masturbasi termasuk di dalam hal ini, Pak?
SK : Ya.
H : Sebenarnya kecanduan seksual ini misalnya dialami oleh seseorang, saya melihat ada perbedaan dengan kecanduan yang lain. Mungkin kalau kecanduan alkohol atau kecanduan makan, orang itu masih lebih berani terbuka. Tapi kalau kecanduan seksual, apakah betul ada kecenderungan orang kurang berani untuk terbuka?
SK : Ya. Benar, Pak Hendra, pada kecanduan-kecanduan yang lain, orang sudah lebih mengakui kebutuhannya untuk mencari pertolongan. Tapi untuk kecanduan seksual, rupanya lebih banyak orang menutup diri. Dia tidak berani cerita, malu sekali, bahkan merasa itu sebagai aib yang besar.
H : Apakah ada hubungannya dengan budaya setempat, Pak?
SK : Ya. Hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas sampai hari ini masih menjadi wilayah yang tabu. Sekalipun negeri kita Indonesia sebenarnya sudah sangat permisif dengan tabloid, majalah dan dunia internet, tapi untuk mempercakapkannya di ruang yang terhormat termasuk ruang gereja, orang terbata-bata, kikuk atau canggung untuk mempercakapkan. Akhirnya ketika mengakui bahwa saya mengalami kecanduan pornografi, masturbasi, kehidupan seks yang bukan rancangannya Allah, orang merasa malu, hina dan tidak layak. Jadi bagaikan dosa yang paling besar dan paling memalukan di hadapan orang lain.
H : Sebenarnya seberapa besar bahaya dari kecanduan seksual ini?
SK : Ya. Kecanduan seksual ini menjadi berbahaya karena kecanduan seksual ini bisa berkembang bagaikan bola salju yang menggelinding kian lama kian membesar, bagaikan bola liar yang bisa menggelinding ke berbagai arah yang menakutkan. Misalnya, mungkin kecanduan seksual ini berawal dari fantasi seksual, akhirnya dia membutuhkan objek yang bisa berupa gambar. Atau bisa dari novel kisah-kisah erotis dan pornografi. Setelah dibaca dan dibayangkan, ingin yang lebih, misalnya foto atau gambar porno. Dari gambar ke film. Dari film akhirnya melakukan bersama dengan orang lain. Dari sifatnya dilakukan seorang diri/masturbasi, akhirnya dia ingin menggunakan alat. Sekarang ada seks toys, boneka seks, atau alat bantu seks yang semakin banyak dan bisa dibeli di Indonesia. Kemudian dari itu, tidak puas ingin mencoba dengan orang. Dengan satu orang pun akhirnya kurang puas lalu melakukan dengan orang yang berbeda-beda, masuk ke dalam dunia pelacuran atau seks bebas. Dari satu orang ingin variasi dengan dua orang, tiga orang sekaligus, sampai akhirnya tidak puas dengan binatang. Beberapa waktu lalu saya membaca berita di media cetak harian Surat Kabar Indonesia ada yang melakukan dengan seekor anjing kebetulan terekam dengan kamera temannya, lalu dia dilaporkan ke polisi. Jadi benar-benar ada yang melakukan seks dengan binatang, padahal itu orang yang berpendidikan. Dan itu pun bisa berkembang sampai sekarang ini sedang di-ekspose pedofilia (melakukan seks dengan anak kecil) sehingga anak kecil menjadi korban. Ada yang seorang nenek pun menjadi korban. Jadi selera seksnya semakin lama menjadi semakin liar dan merusak diri maupun masyarakat. Ini faktor kengerian. Satu yang pasti, kecanduan seksual sebenarnya bicara tentang jati diri kemanusiaan. Sebagaimana pernah kita bahas dalam topik "Distorsi seks", seksualitas adalah sisi lain dari spiritualitas atau manusia rohani kita. Jadi rancangan Allah, seksualitas itu sejalan dengan spiritualitas manusia. Kalau itu diumbar di luar pasangan lain jenis yang diberkati dalam pernikahan kudus, maka itu bukan hanya perilaku biologis, tapi juga termasuk perilaku emosi dan perilaku rohani. Jadi merusak emosi jiwa dan rohani atau spiritual orang itu, membuatnya kacau. Jadi ini memang bukan sesuatu yang biasa-biasa, tapi luar biasa. Kalau saya mengutip perkataan Rasul Paulus di dalam Perjanjian Baru, bahwa dosa-dosa yang lain dilakukan di luar tubuhnya, tapi dosa perzinahan atau percabulan dilakukan di dalam diri orang itu. Jadi Rasul Paulus di dalam hikmat Roh Kudus memberikan penanda khusus beda dosa seksual dengan dosa-dosa yang lain. Dalam konteks ini, perbedaan antara kecanduan seksual dengan kecanduan-kecanduan yang lain itu, ada pada segi kualifikasi dan dampak rusaknya.
H : Jadi bisa merusak diri sendiri dan bisa merusak masyarakat. Dalam hal ini, apakah termasuk pemerkosaan, Pak?
SK : Ya. Jadi pemerkosaan itu bisa menjadi bagian dari kecanduan seksual. Sekalipun bukan berarti pemerkosa selalu mengalami kecanduan seksual. Tetapi beberapa orang yang mengalami kecanduan seksual akhirnya menjadi pemerkosa. Semula hanya imajinasi, hanya melihat tayangan di HP, sebagaimana kasus artis-artis, yang kemudian ditiru oleh siswa-siswi SMP dan SMA juga melakukan hubungan seks. Bukan hanya di kota besar, di kota kecil bahkan desa-desa juga ada! Bahkan muncul sebagai "hot news" surat kabar lokal, "Ada Video Esek-esek, Memakai Baju Pelajar!" kita juga melihat di pemberitaan televisi lokal atau televisi nasional, beredar rekaman seks seorang polisi, begitu dicari ternyata melarikan diri. Ini dampak dari sesuatu yang dibiasakan hanya ditonton akhirnya ingin melakukan, bahkan direkam video sendiri. Jadi ada kepuasan bila menonton video porno dirinya sendiri dibandingkan menonton video porno orang lain. Mungkin saling tukar menukar dengan milik orang lain. Inilah dampak kerusakannya yang akhirnya merusak tatanan masyarakat yang beradab, lama-lama menjadi masyarakat yang biadab.
H : Mengerikan sekali!
SK : Dalam konteks ini, saya ingatkan kepada kita semua, ini mirip dengan situasi jaman kerajaan Romawi. Kerajaan Romawi yang hebat, ada Julius Caesar dan kaisar-kaisar yang lain, hancur salah satunya karena demoralisasi, dengan kehidupan seks yang liar dan bebas tanpa batas-batas moral yang bertanggung jawab. Itu menghancurkan etos hidup masyarakat Romawi yang beradab itu, kemudian terjadi juga korupsi, nafsu kedagingan dan akhirnya peradaban Romawi pun punah. Ketika kita membiarkan Indonesia dalam situasi bermain-main dengan kehidupan seksualitas yang dirancang oleh Allah, ini bukan sekadar perilaku individual. Tapi ini soal perilaku masyarakat, nasib bangsa Indonesia ini, termasuk nasib gereja Tuhan. Jadi gereja Tuhan harus peduli! Jangan tutup mata "Ah, itu 'kan di luar sana." Saya dan sekian banyak rekan yang terjun di berbagai gereja/ceramah/seminar, survei membuktikan, kalau melakukan survei tertutup sederhana, pasti didapati banyak warga gereja yang melakukan pornografi, seks di luar nikah, perzinahan atau perselingkuhan dan berbagai hal. Dan bukan hanya warga jemaat, hamba-hamba Tuhan pun yang sudah ditahbiskan dengan gelar pendeta juga mengalami kehancuran yang seperti itu. Dan ini tidak pandang gereja atau denominasi! Jadi kita tidak bisa berdiri atas nama teologi. "Oh, teologi kami lebih sehat. Kami lebih steril dari isu tentang demoralisasi seksualitas!" Siapa bilang? Kalau dilacak dengan jujur akan ketemu kasus yang mengerikan. Ini fenomena gunung es, ya. Yang ketahuan cuma 1-2, tapi yang di belakang bisa 100 atau 1000, angka yang sesungguhnya. Makanya kita harus berani bicara blak-blakan dalam terang firman Tuhan, berani melakukan aksi untuk mengedukasi, berani melakukan proses pendampingan atau pemulihan bagi mereka yang sudah terlanjur terjerat. Topik kecanduan seksual ini juga bagian dari edukasi. Dari edukasi menjadi aksi bagi kita semua. Bukan aksi seperti gerakan radikal, sweeping, penyapuan, hajar sana sini. Bukan! Lakukan dalam kebenaran sekaligus di dalam kasih karunia, kita ajarkan yang benar. Tapi ketika mendapati ada yang sudah jatuh, mari dengan penuh kasih karunia, dengan hati dan matanya Yesus, hati yang penuh belas kasihan, kita layani dan bimbing mereka. Bukan dipermalukan, tapi dipulihkan dan disembuhkan. Karena tetap ada jalan pertobatan dan pemulihan di dalam Kristus.
H : Mengerikan sekali, fenomena yang Bapak sampaikan ini sudah sampai menjangkit warga gereja dan hamba Tuhan. Yang ingin saya tanyakan, sebenarnya apa akar penyebab dari kecanduan seksual itu?
SK : Memang berangkat dari kebutuhan-kebutuhan dasar kita, sebagaimana Tuhan menciptakan manusia memiliki kebutuhan dasar. Paling tidak ada dua kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan untuk dikasihi. Yang kedua sebagai manusia ciptaan menurut gambar Allah, kita butuh untuk memiliki makna/arti hidup. Sayangnya dalam perjalanan hidup kita, orang tua kita tidak dapat memenuhi secara optimal kebutuhan dasar ini, di dalam masa tumbuh kita sebagai anak. Dan ditambah juga dengan rata-rata manusia dalam kadar tertentu, mengalami pengabaian dan penolakan baik secara pasif maupun aktif, mengalami beberapa pelecehan, kekerasan, bukan hanya secara fisik, verbal, emosional, bahkan beberapa mengalami pelecehan seksual. Sehingga kita bertumbuh dalam kebingungan identitas gender kita. Maka kita pun bergumul dengan rasa kesepian, kecemasan, kebencian pada diri sendiri, tertekan, merasa malu, merasa bersalah, merasa takut, semua itu membentuk kehidupan emosi yang kacau, galau dan merindukan penawar rasa sakit di batin kita ini.
H : Jadi rasa sakit ini bermula dari tidak terpenuhinya dua kebutuhan dasar tadi, Pak?
SK : Ya, tidak terpenuhinya dan juga adanya kerusakan akibat perlakuan buruk atau pelecehan yang kita alami, misalnya dalam bentuk pelecehan atau trauma tertentu. Orang tua kita yang tidak memenuhi secara optimal dan dari segi tindak pelecehan ataupun trauma yang kita alami. Nah, hal inilah yang menyebabkan luka di emosi jiwa kita dan itu membuat kita secara alami membutuhkan kesembuhan atau rasa terobati dan butuh penawar rasa sakit.
H : Tadi Bapak sempat menyebutkan kalimat, "bertumbuh dengan kebingungan identitas jenis kelamin". Bisakah Bapak menjelaskan maksudnya bagaimana?
SK : Ini sisi yang lain berkaitan dengan sisi pergulatan homoseksualitas. Saya ingin menegaskan bahwa homoseksualitas berakar dari soal kekaburan tentang identitas jenis kelamin. Jadi ini menjadi faktor orang mengalami kecanduan seksual. Misalnya, "Aku laki-laki atau perempuan, ya? Fisikku laki-laki. Tapi aku tidak yakin. Kenapa aku menyukai laki-laki, ya?" Atau, "Tubuhku perempuan tapi kenapa aku benci laki-laki? Aku lebih tertarik pada perempuan yang tampil lebih lemah daripada aku?" Ini juga menjadi bagian yang membuat orang mengalami rasa kesepian dan kebingungan akhirnya merindukan penawar rasa sakit itu.
H : Ini topik yang sangat menarik. Namun karena keterbatasan waktu, kita harus akhiri dulu sesi pertama ini. Apa pesan firman Tuhan yang ingin Bapak sampaikan untuk menutup sesi pertama ini?
SK : Saya bacakan dari Kolose 3:5-6, "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala, semuanya itu mendatangkan murka Allah [atas orang-orang durhaka]." Firman Tuhan ini menegaskan kepada kita bahwa adalah rancangan Allah untuk kita hidup di dalam nilai-nilainya Allah, membuang yang berasal dari dunia yang tidak mengenal Allah. termasuk di dalamnya hawa nafsu seksual, kenajisan, yang semua itu identik dengan penyembahan berhala bukan menyembah Allah yang benar. Jadi lewat bahasan kita di sesi awal tentang kecanduan seksual ini, mari kita menyadari ini bukan sekadar isu sosial tetapi isu rohani dimana kita perlu memilih Allah bukannya sekadar mengikuti keinginan kedagingan atau keduniawian kita ini.
H : Terima kasih, Pak Sindu, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Kecanduan Seksual" bagian pertama. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
114. Kecanduan Seksual 2 | |
Jarang kita mendengar seorang mencari pertolongan karena bergumul dengan kecanduan seksual. Sebagian karena tidak menyadari itu adalah masalah, sebagian karena hal itu dianggap terlalu pribadi sehingga tabu untuk diutarakan dan didengar. Padahal kecanduan seksual dapat merusak hubungan, menghancurkan pernikahan dan menggerus kehidupan. Mari kita kenali sifat dan siklus kecanduan seksual ini agar dapat merdeka darinya.
Kita bisa kecanduan pada banyak hal, termasuk terhadap orang lain. Telaga kali ini membahas secara khusus tentang kecanduan seksual. Kecanduan seksual bisa berkenaan langsung dengan orang lain, baik sejenis mau pun lawan jenis, bisa juga berkenaan dengan orang yang kita imajinasikan, pornografi dan fantasi romantik, yang dapat menjadi sangat adiktif bagi wanita.
Jarang kita mendengar seorang mencari pertolongan karena bergumul dengan kecanduan seksual. Sebagian karena orang tidak menyadari itu adalah masalah, sebagian karena kita anggap hal-hal itu terlalu pribadi dan personal sehingga tabu untuk diutarakan dan didengar. Padahal kecanduan seksual dapat merusak hubungan, menghancurkan pernikahan dan menggerus kehidupan. Sangat mungkin kita sedang menjalani kenyataan tersebut saat ini.
Kita adalah orang-orang yang diciptakan dengan kebutuhan-kebutuhan dasar: kebutuhan untuk dikasihi dan kebutuhan untuk memiliki makna. Sayangnya kebutuhan itu tidak dipuaskan orang tua kita dalam masa tumbuh kembang kita sebagai anak. Malah kita mengalami pengabaian, pelecehan, bertumbuh dengan kebingungan akan identitas jenis kelamin. Kita bergumul dengan kesepian, kecemasan, kebencian pada diri, stres, rasa malu dan rasa takut. Semua itu menyatu membentuk kehidupan emosional yang merindukan penawar rasa sakit. Sementara itu kita tumbuh dalam budaya yang mengajarkan kita untuk menghindari penderitaan dan rasa sakit. Untuk apa susah-susah, kalau ada cara yang mudah. Pada tahun-tahun awal kehidupan, kita sudah mengembangkan pola-pola menghindari rasa sakit.
Di saat memasuki usia remaja, dengan kehadiran masa puber dan kesadaran akan seksualitas kita, kerinduan terdalam kita akan hubungan dan keintiman, yang sesungguhnya baik dan benar, mengalami pembelokan. Kerinduan yang sesungguhnya hanya dapat dipuaskan dalam relasi intim dengan Bapa di Surga dan relasi yang sehat dengan sesama, kita lampiaskan dengan mengejar objek-objek pengganti yang lebih rendah. Berbagai jenis perilaku seksual menjanjikan dan memberikan penawar rasa sakit kita dalam ukuran tertentu. Ketika rasa sakit muncul kembali, kita kembali pada perilaku seksual yang sebelumnya memberikan rasa nyaman.
Pada awalnya seolah sangat memuaskan dan menggairahkan karena memberi ilusi keyakinan bahwa dengan cara ini kita dapat mengendalikan dan mengatur kehidupan emosional. Kita berpuas diri dengan keintiman palsu dengan laki-laki atau perempuan lain atau dengan imajinasi atau fantasi kita. Kita berharap hubungan yang sementara ini akan memenuhi kerinduan yang lebih dalam untuk dikasihi, dikenal dan diterima. Namun, sesungguhnya kita telah masuk dalam penyembahan berhala, di mana kita menciptakan dan menginginkan "berhala" yang dianggap bisa memberikan apa yang kita inginkan. Kita menyembah ilah-ilah palsu dengan cara menyerah kepada kuasa hasrat seksual dan relasional kita. Kita telah menyerahkan diri kepada hawa nafsu; dan keinginan kita, tak pernah dapat dipuaskan.
Pola kegiatan yang berulang-ulang atau kompulsif ini, dengan cepat berubah menjadi kecanduan dan mengakibatkan kita kehilangan kendali dan sulit dihentikan. Kita akhirnya terperangkap dan terpenjara dalam PENJARA KETIDAKPUASAN. Ironis. Semua alternatif pemuasan lainnya menjadi tertutup. Tiap kali rasa sakit muncul, kita secara otomatis bergerak menuju perilaku kecanduan. Hasrat seksual telah membawa kita ke dalam penjara kecanduan ketika kita mencoba memenuhinya dengan cara kita sendiri. Kita merasa seolah-olah pintu penjara telah terkunci dan kunci telah dibuang jauh—sehingga kita terpenjara selamanya dalam penjara buatan kita. Kita merasa harapan untuk bebas telah lenyap dan tidak mungkin bagi kita untuk hidup bebas dari pergumulan dan kecanduan itu. Kita pun berteriak dengan seruan Paulus, "Siapa yang akan menyelamatkan aku dari tubuh celaka ini?"
Kolose 3:5, "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala". Rancangan Allah agar kita hidup dalam nilai-nilai Allah, membuang yang tidak berasal dari Allah, termasuk hawa nafsu seksual, kenajisan yang semuanya itu identik dengan penyembahan berhala. Ini bukan sekadar isu sosial tetapi isu rohani.
Kita hidup dalam budaya yang menghindari rasa sakit, mencari cara yang mudah. Kecanduan seksual bisa dimulai sejak masa remaja. Perilaku seksual bisa berkaitan dengan fantasi seksual, pornografi. Ketika rasa sakit, rasa kosong itu muncul, hati galau, akhirnya kita kembali pada perilaku seksual yang telah memberikan rasa nyaman. Awalnya masih bisa dikendalikan, tapi sebenarnya sudah terjadi tindak penipuan, kebohongan.
Dimulai dengan ketidaksengajaan, sesekali sampai akhirnya tidak bisa dikendalikan lagi. Mulai mendewakan, meng-ilah-kan, menjadi poros atau pusat hidupnya. Semestinya datang kepada Tuhan dan tidak menyerahkan tubuh dan jiwa kita pada hasrat seksual ini. Pada titik itulah kita masuk ke penjara ketidakpuasan, ketidaknikmatan. Tanpa sadar akhirnya masuk ke dalam kondisi pornografi, fantasi-fantasi romantis, masturbasi.
Hidup dalam kemenduaan, di gereja sebagai aktifis gereja, majelis, hamba Tuhan tapi di kamar pribadinya dia menjadi pribadi yang lain. Ada rasa bersalah, tapi tidak bisa lepas.
BERITA BAIKNYA, kita BUKANNYA TANPA HARAPAN. Kita sesungguhnya diciptakan untuk sesuatu yang jauh lebih besar dari kecanduan!
SIFAT KECANDUANKEMERDEKAAN DARI KECANDUAN
Yesus datang untuk membebaskan tawanan. Kitalah tawanan dari kecanduan kita. Segala cara yang kita lakukan tak menghasilkan apa-apa.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Hendra, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang topik "Kecanduan Seksual" bagian kedua. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, dalam perbincangan kita yang terakhir kita sudah membahas sedikit tentang akar penyebab dari kecanduan seksual ini. Bagaimana kelanjutan penjelasan Bapak?
SK : Jadi yang terakhir saya menyampaikan bahwa kita hidup tumbuh rata-rata dengan kebutuhan dasar untuk dikasihi dan kebutuhan untuk memiliki makna yang tidak terpuaskan oleh orang tua kita dalam masa tumbuh kembang sebagai anak. Itu pun masih ditambah beberapa dari kita mengalami peristiwa pengabaian oleh orang tua kita secara aktif atau pasif, beberapa orang mengalami pelecehan termasuk pelecehan seksual, atau kebingungan dengan identitas jenis kelamin. Semua itu akhirnya membuat kita memunculkan sisi-sisi perasaan, emosi, pergumulan dengan rasa kesepian, rasa tidak aman dengan diri kita, rasa kecemasan, rasa kekosongan makna (emptiness), rasa tertekan, rasa malu, rasa takut, rasa bersalah. Perasaan-perasaan ini menyatu membentuk suatu kehidupan emosi yang akhirnya tidak nyaman. Pada akhirnya kita merindukan penawar rasa sakit. Di sisi yang lain, kita hidup di dalam budaya yang mengajarkan kita untuk menghindari penderitaan dan rasa sakit. "Buat apa susah-susah? Buat apa kamu galau? Anak muda kok galau? Carilah kesenangan! Buat apa serius-serius? Mau cari konselor, hamba Tuhan untuk masalah kesepian? Ih, kamu kayak orang gangguan jiwa. Sudah nikmatilah ini. Kita bersenang-senang saja!" Jadi kita ingin mencari cara yang mudah. Itulah budaya sekitar kita: "Gitu aja kok repot?" Nah, inilah yang membuat akhirnya kita sejak kecil hidup dengan pola untuk menghindari rasa sakit.
H : Menghindari rasa sakit bisa dilakukan dengan banyak cara. Ketika kita sudah memasuki masa remaja, saat sedang mengalami masa puber, ada kematangan organ-organ reproduksi, saat itulah gejala kecanduan seksual itu bisa dimulai?
SK : Ya, jadi waktu memasuki masa remaja ini kerinduan terdalam kita akan relasi dan keintiman, akan rasa bermakna dan dihargai, kerinduan yang sebenarnya murni dan baik ini terbelokkan di masa remaja karena kita mulai mengalami pubertas. Dan kerinduan yang sesungguhnya hanya bisa dipuaskan dalam relasi intim dengan Tuhan Bapa di Surga dan juga dipuaskan dengan relasi yang sehat dengan sesama manusia, akhirnya kita lampiaskan dengan mengejar objek-objek pengganti yang lebih rendah, dalam hal ini berkaitan dengan berbagai jenis perilaku seksual.
H : Seperti apa itu, Pak?
SK : Perilaku seksual ini macam-macam. Bisa berkaitan dengan fantasi seksual, membayangkan sesuatu yang erotis, melihat film-film remaja romantis, sinetron Indonesia, film Korea, film Hollywood yang berciuman, bergandengan tangan. "Kalau aku mempunyai pacar betapa nyaman hatiku. Kami bisa berpegangan tangan, berpelukan, berciuman di tengah matahari yang tenggelam." Jadi imajinasi itu tumbuh dalam diri kita. Sampai akhirnya perilaku seksual yang jadi penawar rasa sakit itu muncul dalam bentuk pornografi. Awalnya kaget, ngeri, malu. Tapi kok membayangkan sensasinya begitu enak. Rasa enak inilah penawar rasa sakit dari kegalauan hati kita. Akibat kebutuhan yang tak terpenuhi, akhirnya kita kembali kepada pornografi, masturbasi, dalam perilaku-perilaku seksual yang makin lama makin berkembang. Ketika dalam hati kita muncul kegalauan, kesepian, ketakutan, rasa tidak berharga, dan kosong, kita akan kembali pada bentuk perilaku seksual yang sudah memberikan rasa nyaman kepada kita. Suasana hati kita terasa stabil gara-gara perilaku seksual tadi. Mulai dari hanya berfantasi sampai yang nyata, dari pornografi, masturbasi, sampai perilaku seksual yang melibatkan orang lain. Dari sinilah awal dari kecanduan atau adiksi seksual!
H : Jadi pada saat itu dia sudah mulai kehilangan kendali?
SK : Awalnya belum. Awalnya dia merasa dia pegang kendali tentang ingin melakukan perilaku seksual tersebut atau tidak. Pada titik awal ini orang tidak merasa kecanduan. Merasa itu adalah pilihan. Kalau dia tidak melakukannya ya tidak apa-apa. Misalnya, "Aku tidak bermasturbasi tidak apa-apa. Cuma kalau sedang kepingin aku akan bermasturbasi." "Aku tidak membaca novel porno juga tidak apa-apa, Cuma kalau lagi kepingin." Awalnya seperti itu. Tapi itu sudah terjadi tindak penipuan pada diri sendiri. Sebenarnya yang terjadi ketika emosinya turun, perasaannya galau, dia kembali kepada perilaku itu. Setelah dilakukan itu, dia merasa nyaman dan merasa tidak akan melakukan lagi. Tapi begitu emosinya turun dia melakukan itu lagi. Jadi habituasi atau kebiasaan. Sesungguhnya rentetan kecanduan seksual ini sudah terjadi tanpa dia akui dan tanpa dia sadari.
H : Jadi ada tindakan kesengajaan untuk melakukan atau mencari objek pemuasan seksual itu? Atau itu bisa terjadi secara tidak sengaja, Pak?
SK : Bisa terjadi karena tidak sengaja. Awalnya bukan berarti sengaja. Beberapa bisa sengaja, beberapa bisa kebetulan. Intinya ketika dia menemukan kenyamanan ketika melakukannya, dia jadi mengkompromikan. Misalnya, "Kok enak ya. Perasaanku membaik. Semula aku susah konsentrasi belajar, tapi melihat gambar porno ini kok bagus. Memang dosa sih, tapi aku 'kan laki-laki. Mana ada laki-laki yang tidak pernah melihat gambar porno? Boleh 'kan? Teman-temanku juga melakukannya. Aku tidak lebih baik dari mereka kok. Setelah melakukannya aku tetap bisa belajar, bisa berdoa, bisa baca Alkitab, bisa pelayanan dengan baik di gereja. Asas manfaat! Kalau itu bermanfaat ya tidak apa-apa dilakukan. Toh aku tidak kecanduan, cuma sesekali melakukannya."
H : Jadi awalnya bisa disebabkan oleh ketidaksengajaan, tapi karena dia merasakan "manfaat dan rasa nyaman" dia jadi mengulangi perbuatan itu. Secara tidak sadar apakah dia sudah "terpenjara", Pak?
SK : Ya, itu sudah mulai. Dia memberi ilusi keyakinan bahwa dia bisa mengendalikan kehidupan emosionalnya padahal dia hanya berpuas diri dengan keintiman yang palsu. Pada titik itulah dia sebenarnya mulai kehilangan kendali dan dia masuk ke dalam penjara ketidakpuasan, sekaligus dia telah masuk ke dalam kondisi penyembahan berhala, Pak Hendra.
H : Wah, seperti apa penyembahan berhala itu, Pak?
SK : Dia mulai mendewakan! Dia mulai mengilahkan dan menjadikan itu sebagai hal yang penting, hal yang utama, menjadi pusat hidupnya. Jadi kalau dia sedang galau dia akan datang kepada perilaku seksual itu agar dia tenang. Semestinya dia datang kepada Tuhan, melakukan apa yang Tuhan mau dan tidak mengikatkan diri kepada pola-pola dosa! Ini 'kan pola dosa dan ketidakmurnian. Maka ketika seseorang melakukan hal-hal yang terikat dengan dosa atau yang tidak ada hubungannya bahkan melawan Allah, itu jadi berhala kita. Perilaku hawa nafsu, perilaku kecanduan seksual ini adalah berhala karena kita menyembah ilah-ilah palsu dengan cara menyerahkan tubuh dan jiwa kita kepada kuasa hasrat seksual ini. Kita sudah menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan toh keinginan kita ini tidak akan pernah terpuaskan. Kita akan haus dan haus lagi. Jadi pemberhalaan, keterikatan dan kecanduan ini semakin merasuk ke dalam diri kita. Jadi benar kata Pak Hendra, pada titik itulah kita sedang masuk ke dalam "penjara". Bukan penjara kepuasan atau kenikmatan! Ironisnya itu adalah penjara ketidaknikmatan, penjara ketidakpuasan.
H : Jadi penjara ini berarti dia berada dalam situasi yang terkurung, tertutup dan tidak bisa merdeka, Pak?
SK : Ya, jadi tanpa sadar akhirnya dia masuk dalam kondisi "Aku tidak bisa ke lain hati." Hatiku pada pornografi. Hatiku pada masturbasi. Hatiku pada fantasi romantis" Khususnya ini pergumulan para wanita, "Hatiku pada hubungan seks dengan pacarku, dengan gonta-ganti pasangan di luar pernikahan." Jadi setiap kali rasa sakit itu muncul, secara otomatis kita bergerak menuju perilaku kecanduan. Awalnya kita merasa mengendalikan, akhirnya kita yang dikendalikan oleh perilaku kecanduan seksual tersebut.
H : Saya jadi teringat dengan seruan Rasul Paulus yang berkata, "Siapa yang akan menyelamatkan aku dari tubuh celaka ini?" Kira-kira seperti itu gambarannya, Pak?
SK : Ya, jadi dalam kondisi itu memang gambarannya seperti kita masuk ke dalam penjara yang telah terkunci dan kuncinya ternyata telah dibuang jauh-jauh. Kita terpenjara selamanya dalam penjara buatan kita sendiri. Kita merasa harapan untuk bebas sudah lenyap, tidak mungkin bisa bebas! Dia merasa, "Inilah bagian dari kehidupanku yang tidak bisa aku hindari". Akhirnya orang itu frustrasi. Inilah yang membuat orang hidup dalam kemenduaan. Di gereja dia aktifis gereja, tapi ketika dia masuk kamar pribadinya dia menjadi pribadi yang lain. Begitu terobsesi, liar dengan fantasinya, dengan perilaku seksualnya itu. Tidak ada rasa bersalah. Tapi dia merasa frustrasi karena tidak bisa lepas. Sudah hafal ayat, sudah berdoa, sudah berjanji membuat resolusi awal tahun baru, tapi toh terus kembali ke dosa yang sama.
H : Tapi berita baiknya bukan tanpa harapan, Pak? Pasti ada harapan untuk bebas dari kecanduan seksual ini?
SK : Ya, berita baiknya bahwa sesungguhnya Tuhan kita menebus kita di kayu salib dan bangkit pada hari yang ketiga itu bukan sekadar untuk membebaskan kita dari hukuman maut yang kelak akan kita alami, bukan sekadar jaminan untuk masuk ke sorga kelak setelah kita meninggal dunia. Tetapi penebusan Kristus juga dimaksudkan untuk membebaskan kita hari ini juga dari pergumulan kecanduan seksual! Inilah berita baiknya.
H : Untuk menolong pendengar memahami sifat khusus dari kecanduan ini apakah boleh Bapak jabarkan? Sifat-sifat atau ciri khas dari kecanduan seksual ini seperti apa?
SK : Sifat yang pertama dari kecanduan seksual adalah adanya toleransi. Awalnya kita membutuhkan dosis sedikit saja. Tapi kian lama dosis ini perlu ditambah untuk mempertahankan rasa senang dan sensasi kenikmatan itu. Atau bahkan memang ditambahkan untuk meningkatkan sensasi kesenangan ini. Jadi awalnya mungkin cuma melihat satu gambar porno. Satu gambar itu dilihat berulang-ulang. Lalu merasa bosan sehingga dia mencari gambar-gambar yang lain. Ternyata dia bosan lagi, akhirnya dia mencari yang bergerak. Maka dia mencari film porno dan seterusnya. Jadi menambah dosis, bertambah buruk, bertambah merusak. Jadi bermula dari masturbasi dan berkhayal akan menjadi kecanduan pornografi yang makin lama makin parah. Lari ke film-film porno, lari ke percakapan mesum melalu telepon atau internet, sampai akhirnya melakukan hubungan seks dengan lawan jenis. Dengan hubungan seks dengan lawan jenis juga bisa bergulir mencoba hubungan seks dengan sesama jenis. Dia menjadi bi-seksual. Dia jijik tapi juga merasa nikmat. Bahkan paling parah dia bisa melakukan hubungan seks dengan binatang. Yang membuat miris adalah seseorang bisa melakukan hubungan seks yang berujung kepada tindak bunuh diri. Beberapa tahun lalu di media nasional diberitakan ada seorang bintang film action Hollywood terkenal di tahun 1980-an bernama David Carredine. Dia ini meninggal di daerah Thailand. Ditemukan terjerat oleh tali dan kepalanya terbungkus oleh tas plastik, tubuhnya terikat oleh tali. Dia nampak seperti orang yang bunuh diri. Tapi sesungguhnya itu adalah aksinya untuk mencapai orgasme dengan cara menjerat lehernya sendiri (Autoerotic Asphyxiation), tapi sayang di saat dia mencapai orgasme, dia tidak bisa melepaskan diri ikatan tali itu sehingga terjerat dan mati seketika. Begitu liarnya kecanduan seksual ini sampai orang melakukan aksi yang bisa membunuh dirinya sendiri tanpa sengaja.
H : Mengerikan sekali ya, Pak!
SK : Ya. Jadi nilai dirinya hanya ditentukan oleh nilai kepuasan daging semata. Inilah, betapa harkat martabatnya diobral dengan parahnya. Seharusnya ini membuat kita sedih dan bertanya kenapa kita biarkan ini terjadi.
H : Dalam sifat toleransi ini bermula misalnya hanya melihat gambar, kemudian masturbasi dan semakin meningkat kadarnya. Apakah sudah pasti seperti itu? Adakah kemungkinan langsung parah tanpa melalui hal yang sederhana misalnya melihat gambar porno?
SK : Bisa! Itu adalah gambaran umum. Bisa langsung parah, orang ingin melompat itu tergantung keberaniannya. Maksudnya tergantung kepada kenekatannya, tergantung pada nilai moral yang dia pegang. Kalau hidupnya ada warna religius, dibentuk dalam standar iman tertentu akhirnya dia punya kepekaan hati nurani, ini menjadi penahan atau katup. Jadi walaupun penahan ini terbuka, level peningkatannya akan pelan-pelan. Tapi orang yang berangkat dari kondisi yang bebas, miskin nilai dan tidak memiliki hati nurani yang kuat, dia akan gampang ikut arus yang permisif (terbuka, serba memperbolehkan), yang sangat longgar dan liar. Memang bukan berarti setiap orang dari pornografi pasti sampai sungguh-sungguh melakukan hubungan seks di luar pernikahan. Ada yang terus bertahan dalam pornografinya. Tapi rata-rata yang terjadi di titik tertentu orang kurang puas sehingga menambah levelnya.
H : Selain toleransi, sifat kecanduan seksual yang berikutnya apa, Pak?
SK : Sifat kecanduan seksual yang kedua adalah adanya gejala menarik diri. Maksudnya, ketika orang tidak melakukan aktivitas kecanduan seksualnya selama beberapa saat, akan muncul perasaan tertekan, cemas, gelisah, mudah marah dan akhirnya itu membuatnya butuh kembali pada perilaku kecanduan seksualnya. Dalam bahasa saat ini disebut "sakau" (sakit yang menyiksa). Seperti orang yang menggunakan narkoba. Tidak lagi pakai suntikan, putau, sabu-sabu, maka dia merasakan badannya menggigil, perasaannya kacau. Tubuhnya ketagihan. Tubuhnya menagih untuk dipuaskan oleh zat adiktif itu. Itu pola yang sama yang terjadi pada kecanduan seksual. Jadi kalau dia lama tidak bermasturbasi, seperti ada irama biologis yang menagih, dia seperti lepas kendali. Saat itulah dia kembali pada perilaku kecanduan seksualnya. Akhirnya muncul perilaku menarik diri, perilaku untuk kembali pada muntahannya tersebut.
H : Sakau adalah gejala yang paling jelas orang itu sudah kehilangan kendali, ya Pak?
SK : Betul.
H : Selain sifat menarik diri, sifat apalagi, Pak?
Sk : Yang ketiga yaitu menipu diri. Terjadi pemikiran-pemikiran yang memudahkan yang mengurangi tingkat rasa bersalah, tingkat masalah diri. Seperti penyangkalan bahwa dirinya tidak bermasalah. Dia menolak menyebut dirinya kecanduan. Dia merasa normal atau merasionalisasi. Dia sadar dirinya kecanduan tapi mencari-cari alasan untuk membenarkan diri. "Cuma masturbasi kok, paling jauh cuma pornografi. Saya bukan seks mania yang memperkosa orang. Saya tidak mengganggu dan tidak merugikan orang lain! Itu pun tidak membuat saya sampai tidak bisa berdoa. Saya tetap bisa pelayanan, tetap bisa bekerja." Menipu diri bisa juga berupa menunda. "Saya tahu ini masalah. Saya pasti akan mencari pertolongan." Tapi dia tidak melakukannya. Menipu diri bisa berupa kekalahan yang pasif. "Saya benar-benar menyerah! Saya sudah mencoba tapi terus gagal menghentikan perilaku kecanduan seksual itu." Yang lain merasa diri gagal dan hancur, "Saya memang tidak punya harga diri. Saya memang sampah. Hidup saya berantakan." Lalu mulai berfantasi, "Bagaimana kalau saya bunuh diri saja?" "Seandainya saya pindah kerja, pindah kota atau pindah gereja, ke tempat dimana orang tidak mengenal saya, saya bisa memulai hidup baru." Jadi muncul khayalan yang sebenarnya hanya cara dia membius diri untuk tetap pada perilaku kecanduaan seksualnya itu.
H : Apakah menipu diri sama dengan distorsi diri?
SK : Distorsi diri ini sisi yang lain. Distori itu mengurangi atau menyimpangkan. Dalam hal ini sifat kecanduan yang berulang ini membuat kita meyakini beberapa pernyataan keliru yang menyimpang tentang diri kita. Distorsi diri ini sifat kecanduan yang keempat, Pak Hendra. "Saya memang maniak seks, libido saya memang tinggi. Tapi kalau saya melihat DNA saya, saya memang maniak seks. Ini bukan yang saya kehendaki, tapi Tuhan yang membuat saya seperti ini." Jadi dia memakai istilah-istilah ilmiah sebagi pembenaran diri. "Saya memang maniak seks dan cabul. Lihatlah silsilah keluarga saya. Satunya pemerkosa, satunya poligami, satunya pernah melakukan perzinahan. Ini keturunan! Bukan salah saya. Apa boleh buat." Atau distorsi diri bisa berpikir, "Allah tidak mungkin mengampuni saya. Saya berada pada level neraka yang terdalam. Tidak akan ada yang mau menerima saya kalau orang tahu apa yang saya lakukan. Saya memang sampah dan menjijikkan. Saya bagai muntahan yang bau." Jadi dia menganggap citra dirinya hancur, harga dirinya berada pada titik yang paling rendah. Inilah sifat yang keempat.
H : Kalau sifat ketiga tadi dia menyangkal dan menipu diri, sifat yang keempat ini dia langsung membenarkan diri bahwa dirinya memang maniak seks, memang bermasalah dan tidak mau mencari pertolongan?
SK : Ya. Karena itu sudah melekat dengan dirinya sendiri.
H : Apakah ada hubungannya dengan kesombongan, Pak?
SK : Ya, ini bentuk dari sifat yang kelima, yaitu kesombongan atau merasa yakin mampu mengatur perilaku kecanduannya. "Saya bisa berhenti kapan pun saya mau. Saya bisa mengontrolnya sendiri. Saya bisa berubah kalau saya mau." Keyakinan ini lahir karena sebenarnya orang itu tidak memahami sifat dan kekuatan kuasa dari kecanduan seksual ini. Jadi sisi lain dari kecanduan adalah kesombongan.
H : Jadi kesombongan ini menjadi penghalang besar bagi seseorang untuk mengalami pemulihan, Pak?
SK : Betul.
H : Adakah sifat yang lain, Pak?
SK : SIfat berikutnya yaitu keterpakuan. Jadi perasaan terikat kepada sesuatu secara berlebihan. Saya merasa sudah terjerat dengan perilaku kecanduan seksual. Tiap hari saya tidak bisa hidup tanpa memikirkan seks. Apa pun yang saya rencanakan selalu tentang seks. Energi, perhatian, kegiatan saya direbut oleh seks. Seks bukan lagi anugerah, tapi segala-galanya hanya saja dengan pengertian yang dangkal. Inilah sifat yang keenam, Pak Hendra. Orang merasa disedot seks mulai bangun pagi sampai tidur malam, seks menguasainya.
H : Secara singkat, apa pengertian dangkal dan mekanis itu apa, Pak?
SK : Maksudnya ya akhirnya hanya berpusat tindakan-tindakan yang bersifat fisik semata, tentang bagaimana mencapai orgasme atau kepuasan biologis saja. Padahal seksualitas adalah relasi. Bahkan sisi lain seksualitas itu spiritualitas, keintiman dengan Allah, keintiman relasi yang sehat dengan sesama kita. Jadi dia hanya tindakan orgasme, tindakan untuk memuaskan sensasi seks secara fisik imajinatif belaka.
H : Apa pesan firman Tuhan yang ingin Bapak sampaikan untuk menutup sesi kedua ini?
SK : Saya bacakan dari Galatia 5:1, "Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan." Jadi kita bicara tentang satu bentuk keterbelengguan seksual dan itu adalah rancangan iblis dan dunia yang tidak mengenal Allah. Rancangan Allah, kita merdeka. Jadi mari kita berani datang kepada Allah untuk menjalani proses kemerdekaan dari kecanduan seksual ini.
H : Terima kasih, Pak Sindu, dan para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Kecanduan Seksual" bagian kedua. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
115. Kecanduan Seksual 3 | |
Jarang kita mendengar seorang mencari pertolongan karena bergumul dengan kecanduan seksual. Sebagian karena tidak menyadari itu adalah masalah, sebagian karena hal itu dianggap terlalu pribadi sehingga tabu untuk diutarakan dan didengar. Padahal kecanduan seksual dapat merusak hubungan, menghancurkan pernikahan dan menggerus kehidupan. Mari kita kenali sifat dan siklus kecanduan seksual ini agar dapat merdeka darinya.
Kita bisa kecanduan pada banyak hal, termasuk terhadap orang lain. Telaga kali ini membahas secara khusus tentang kecanduan seksual. Kecanduan seksual bisa berkenaan langsung dengan orang lain, baik sejenis mau pun lawan jenis, bisa juga berkenaan dengan orang yang kita imajinasikan, pornografi dan fantasi romantik, yang dapat menjadi sangat adiktif bagi wanita.
Jarang kita mendengar seorang mencari pertolongan karena bergumul dengan kecanduan seksual. Sebagian karena orang tidak menyadari itu adalah masalah, sebagian karena kita anggap hal-hal itu terlalu pribadi dan personal sehingga tabu untuk diutarakan dan didengar. Padahal kecanduan seksual dapat merusak hubungan, menghancurkan pernikahan dan menggerus kehidupan. Sangat mungkin kita sedang menjalani kenyataan tersebut saat ini.
Kita adalah orang-orang yang diciptakan dengan kebutuhan-kebutuhan dasar: kebutuhan untuk dikasihi dan kebutuhan untuk memiliki makna. Sayangnya kebutuhan itu tidak dipuaskan orang tua kita dalam masa tumbuh kembang kita sebagai anak. Malah kita mengalami pengabaian, pelecehan, bertumbuh dengan kebingungan akan identitas jenis kelamin. Kita bergumul dengan kesepian, kecemasan, kebencian pada diri, stres, rasa malu dan rasa takut. Semua itu menyatu membentuk kehidupan emosional yang merindukan penawar rasa sakit. Sementara itu kita tumbuh dalam budaya yang mengajarkan kita untuk menghindari penderitaan dan rasa sakit. Untuk apa susah-susah, kalau ada cara yang mudah. Pada tahun-tahun awal kehidupan, kita sudah mengembangkan pola-pola menghindari rasa sakit.
Di saat memasuki usia remaja, dengan kehadiran masa puber dan kesadaran akan seksualitas kita, kerinduan terdalam kita akan hubungan dan keintiman, yang sesungguhnya baik dan benar, mengalami pembelokan. Kerinduan yang sesungguhnya hanya dapat dipuaskan dalam relasi intim dengan Bapa di Surga dan relasi yang sehat dengan sesama, kita lampiaskan dengan mengejar objek-objek pengganti yang lebih rendah. Berbagai jenis perilaku seksual menjanjikan dan memberikan penawar rasa sakit kita dalam ukuran tertentu. Ketika rasa sakit muncul kembali, kita kembali pada perilaku seksual yang sebelumnya memberikan rasa nyaman.
Pada awalnya seolah sangat memuaskan dan menggairahkan karena memberi ilusi keyakinan bahwa dengan cara ini kita dapat mengendalikan dan mengatur kehidupan emosional. Kita berpuas diri dengan keintiman palsu dengan laki-laki atau perempuan lain atau dengan imajinasi atau fantasi kita. Kita berharap hubungan yang sementara ini akan memenuhi kerinduan yang lebih dalam untuk dikasihi, dikenal dan diterima. Namun, sesungguhnya kita telah masuk dalam penyembahan berhala, di mana kita menciptakan dan menginginkan "berhala" yang dianggap bisa memberikan apa yang kita inginkan. Kita menyembah ilah-ilah palsu dengan cara menyerah kepada kuasa hasrat seksual dan relasional kita. Kita telah menyerahkan diri kepada hawa nafsu; dan keinginan kita, tak pernah dapat dipuaskan.
Pola kegiatan yang berulang-ulang atau kompulsif ini, dengan cepat berubah menjadi kecanduan dan mengakibatkan kita kehilangan kendali dan sulit dihentikan. Kita akhirnya terperangkap dan terpenjara dalam PENJARA KETIDAKPUASAN. Ironis. Semua alternatif pemuasan lainnya menjadi tertutup. Tiap kali rasa sakit muncul, kita secara otomatis bergerak menuju perilaku kecanduan. Hasrat seksual telah membawa kita ke dalam penjara kecanduan ketika kita mencoba memenuhinya dengan cara kita sendiri. Kita merasa seolah-olah pintu penjara telah terkunci dan kunci telah dibuang jauh—sehingga kita terpenjara selamanya dalam penjara buatan kita. Kita merasa harapan untuk bebas telah lenyap dan tidak mungkin bagi kita untuk hidup bebas dari pergumulan dan kecanduan itu. Kita pun berteriak dengan seruan Paulus, "Siapa yang akan menyelamatkan aku dari tubuh celaka ini?"
Kolose 3:5, "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala". Rancangan Allah agar kita hidup dalam nilai-nilai Allah, membuang yang tidak berasal dari Allah, termasuk hawa nafsu seksual, kenajisan yang semuanya itu identik dengan penyembahan berhala. Ini bukan sekadar isu sosial tetapi isu rohani.
Kita hidup dalam budaya yang menghindari rasa sakit, mencari cara yang mudah. Kecanduan seksual bisa dimulai sejak masa remaja. Perilaku seksual bisa berkaitan dengan fantasi seksual, pornografi. Ketika rasa sakit, rasa kosong itu muncul, hati galau, akhirnya kita kembali pada perilaku seksual yang telah memberikan rasa nyaman. Awalnya masih bisa dikendalikan, tapi sebenarnya sudah terjadi tindak penipuan, kebohongan.
Dimulai dengan ketidaksengajaan, sesekali sampai akhirnya tidak bisa dikendalikan lagi. Mulai mendewakan, meng-ilah-kan, menjadi poros atau pusat hidupnya. Semestinya datang kepada Tuhan dan tidak menyerahkan tubuh dan jiwa kita pada hasrat seksual ini. Pada titik itulah kita masuk ke penjara ketidakpuasan, ketidaknikmatan. Tanpa sadar akhirnya masuk ke dalam kondisi pornografi, fantasi-fantasi romantis, masturbasi.
Hidup dalam kemenduaan, di gereja sebagai aktifis gereja, majelis, hamba Tuhan tapi di kamar pribadinya dia menjadi pribadi yang lain. Ada rasa bersalah, tapi tidak bisa lepas.
BERITA BAIKNYA, kita BUKANNYA TANPA HARAPAN. Kita sesungguhnya diciptakan untuk sesuatu yang jauh lebih besar dari kecanduan!
SIFAT KECANDUANKEMERDEKAAN DARI KECANDUAN
Yesus datang untuk membebaskan tawanan. Kitalah tawanan dari kecanduan kita. Segala cara yang kita lakukan tak menghasilkan apa-apa.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Hendra, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang topik "Kecanduan Seksual" bagian ketiga. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, kecanduan seksual ini ada siklusnya, ya?
SK : Ya, ada siklusnya, Pak Hendra.
H : Seperti apa siklusnya, Pak?
SK : Siklus yang pertama, berawal dari pemicu. Yang dimaksud pemicu adalah peristiwa atau perasaan yang semacam rasa sakit yang ingin kita hindari. Jadi, peristiwa atau perasaan ini bisa berupa rasa tertekan, rasa cemas, rasa sakit hati, bentuk perasaan karena peristiwa konflik relasi, karena menghadapi percakapan-percakapan yang sulit, munculnya rasa tidak aman dan tidak nyaman pada umumnya, mengalami rasa tertolak, terhina, mengalami kondisi bagaikan hari yang buruk, mengalami sebuah perlawanan konfrontasi, pikiran putus asa, perasaan sakit karena merasa ditinggalkan, diabaikan, rasa kesepian dan perasaan buruk lainnya. Jadi hal-hal inilah yang menjadi pemicu dari siklus kecanduan tersebut.
H : Pemicu ini bisa berkaitan dengan faktor dari luar, ya Pak?
SK : Betul. Jadi pemicu ini bisa berupa stimulus atau pemicu dari luar, seperti gambar-gambar di pinggir jalan, baliho, spanduk, kalau kita berkendara atau berjalan kaki di luar, sampul majalah, 'chatting' dan percakapan-percakapan yang mengarah pada hal tertentu, itu bisa menjadi pemicu. Gambar, berita di internet, cerpen erotik, perjumpaan dengan orang-orang yang memiliki sikap tertentu misalnya sikap yang kesannya genit atau sifat yang kesannya membangkitkan gairah seksual kita atau wajah dan kepribadian orang tertentu yang mengingatkan kita pada tokoh-tokoh dunia percabulan, dunia perzinahan atau pun dengan pengalaman kita yang berkaitan dengan masa lalu dan berkaitan dengan sisi kelam kehidupan seksualitas kita. Ini bisa jadi pemicu. Spektrumnya cukup luas, Pak Hendra, tergantung masing-masing orang.
H : Kesimpulan sementara, pemicu ini bisa ada dua, yang pertama peristiwa atau perasaan yang menimbulkan rasa sakit yang ingin kita hindari, yang kedua, bisa berupa stimulus dari luar seperti yang sudah Bapak jabarkan contoh-contohnya.
SK : Betul.
H : Dari pemicu ini, siklusnya akan naik kemana, Pak?
SK : Dari pemicu ini, bila dibiarkan, akan masuk tahap kedua yaitu tahap keterlenaan. Maksudnya, pikiran kita mulai mengambil alih dan melampaui kendali kita. Pikiran kita mulai mengambil alih kendali kita. Di sini kita bergerak aktif ke arah kecanduan. Kita memilih untuk melakukan hal yang telah kita kenal dengan baik yang mampu memberikan kepuasan yang lebih rendah dengan harapan kita akan memperoleh kelegaan. Jadi keterlenaan ini seperti orang yang terhanyut. Perasaan dan pikirannya terhanyut, pikiran kita mulai tersambung dengan dorongan seksual. Pada titik yang kedua, kalau pemicu ini kita biarkan, kita akan masuk ke dalam keterlenaan atau keterbiusan. Pikiran kita mulai masuk ke dalam fantasi seksual kita, membayangkan lebih lanjut, mulai muncul perasaan ingin memuaskan hasrat seksual, mulai muncul perasaan yang, "Enak sekali kalau aku masturbasi sekarang. Wah, seandainya ada gambar porno yang kulihat bisa menemaniku di tengah rasa sepi ini... ah, kalau aku bisa berhubungan seks dengan pacarku itu, stresku pasti akan sirna dan aku bisa merasakan kenikmatan dan kedamaian lagi." Inilah tahap yang kedua, Pak Hendra.
H : Di fase yang kedua ini, apakah sudah mulai kehilangan kendali, Pak?
SK : Sudah, kendalinya mulai diserahkan kepada siklus tadi. Jadi sudah mulai lepas kendali.
H : OK. Jadi ini akan mengantarkan dia masuk ke fase yang ketiga di dalam siklus itu. Apa fase yang ketiga?
SK : Fase yang ketiga yaitu fase ritualisasi, dari kata ritual atau upacara. Artinya tata urutan pada perilaku seksual itu. Disini kita mulai merencanakan untuk mencapai sasaran kita, pelampiasan, pemuasan hasrat seksual kita. Mungkin kita merencanakan, "Aku mau pulang kerja lebih awal, langsung pulang ke rumah, mengunci diri di kamar, semua dibuat gelap biar disangka tidak ada orang di rumah, nah aku bisa baca majalah pornoku, nonton film itu sambil masturbasi. Nanti aku hubungi pacarku, aku ajak dia makan malam romantis, setelah itu aku bisa berhubungan seks dengan dia." Nah, dia mulai merencanakan. Mungkin merencanakan pulang lebih awal, merencanakan bagaimana bisa sendirian, menutup pintu agar tidak ada yang mengganggu, di sini kita berhenti tentang hal-hal lain dan hanya terfokus pada gerak maju untuk memuaskan hasrat seksual kita. Dari sini kita mulai terhisap oleh tarikan yang kuat dan tidak dapat dihentikan. Ibaratnya seperti "vacuum cleaner", kita tidak bisa meronta atau menghindar lagi, pelan-pelan kita makin lama makin meningkat, percepatan mencapai titik yang tertinggi dan nantinya kita bisa meluncur dengan hasrat seksual kita ini. Inilah tahap ritualisasi itu, Pak Hendra.
H : Terhisap dalam tarikan yang kuat dan tak bisa dihentikan, jadi bolehkah saya menyimpulkan, bahwa kalau sudah masuk ke dalam fase ritual ini sudah nyaris mustahil bagi orang itu untuk keluar dari siklus itu, Pak?
Sk : Tepat! Jadi sebenarnya kalau mau keluar, hindarilah keterlenaan itu. Kalau mau memotong siklus ini, begitu ada pemicu, langsung, jangan biarkan diri terhanyut, terbius atau terlena! Arahkan ke arah yang berbeda, banting setir. Ketika orang masuk keterlenaan dan membiarkannya, akhirnya masuk ke ritualisasi, mulai merencanakan dan mulai melakukan aktifitas untuk mewujudkan perilaku seksualnya, ini yang susah. Istilahnya "no turning back", tidak ada titik untuk kembali lagi. Ketika orang masuk ritualisasi, sulitnya bukan main. Kalau sudah naik ke ubun-ubun, hasrat seksual itu harus dilampiskan.
H : Berarti fase ini sangat berbahaya, Pak. Ini mengantarkan dia ke fase berikutnya, yaitu?
SK : Tahap keempat yaitu tahap tindakan. Di sini kita bertindak sesuai keinginan kita dan terikat dengan perilaku tersebut. Di sini kita melampiaskan dorongan yang kita rasakan yaitu untuk pornografi, fantasi, seks di luar nikah, atau pun hal lain yang kita pakai untuk melepaskan hasrat seksual itu.
H : Jadi ini eksekusi dari ritualisasi itu?
SK : Tepat, ini eksekusinya.
H : Jadi yang sebelumnya merencanakan, sekarang melaksanakan? Setelah dilaksanakan, apakah berhenti, Pak?
SK : Tidak! Akhirnya setelah dilaksanakan, dia akan lega dan puas dengan imajinasinya yang mencapai titik kulminasi, puas dengan orgasme yang dia rasakan nikmat, kemudian mulai turun. Hasrat itu sudah terlampiaskan, masuk ke fase yang menurun, yaitu tahap kelima keputusasaan.
H : Kenapa bisa ada fase keputusasaan, Pak?
SK : Karena muncul rasa bersalah. "Kamu lagi, kamu lagi. Jatuh lagi, jatuh lagi. Gagal lagi..." Mulai menghukum diri, merasa bersalah, merasa malu dan mulai muncul pikiran, "Aku tidak berharga, aku hidup dalam dua dunia. Aku munafik! Aku palsu. Tuhan pasti tidak mau mengampuni aku. Percuma! Tidak usah berdoa, tidak perlu gereja! Omong kosong dengan kekristenanku, omong kosong dengan status hamba Tuhan-ku. Jatuh lagi, jatuh lagi". Justru kalau dibiarkan, karena dia tertekan dan galau, masuk kembali ke fase pertama yaitu pemicu. "Ya sudahlah! Sekalian aja lakukan lagi biar stresku ini hilang!" Kembali lagi, mengulang siklus dari awal. Bagaikan lingkaran setan, pilinan yang makin lama makin mendalam sampai akhirnya kehabisan energi, jadi dia merasa gagal, kosong, seperti itu.
H : Jadi rasa gagal dan rasa bersalah ini, kemudian kembali seperti yang tadi Bapak katakan di awal, pemicu itu bisa berasal dari rasa gagal dan rasa bersalah, akhirnya menjadi pemicu lagi. Jadi siklus tanpa akhir, Pak?
SK : Betul, bisa demikian.
H : Bapak sempat singgung dalam sesi sebelumnya, ada orang tertentu yang hati nuraninya bisa mati. Kalau hati nuraninya mati 'kan dia tidak timbul rasa bersalah, Pak?
Sk : Benar. Untuk fase yang kelima ini bisa tidak muncul atau muncul secara ringan. Mungkin karena sudah terbiasa atau dia bebas nilai, tidak punya nilai moral yang kuat, ya dia oke saja. Mungkin ada sedikit rasa bersalah, tapi bisa dia abaikan. "Ah, semua laki-laki begitu. 'Kan lebih baik daripada aku tahan-tahan, nanti meledak dengan sembarang orang, memperkosa orang, lebih baik masturbasi saja. Atau lebih baik dengan pelacur saja. Atau dengan pacarku, toh tidak ada pemaksaan, 'kan suka sama suka. Sudahlah ayo makan minum jalan-jalan!" Jadi mestinya ada rasa bersalah, tapi tertepis karena begitu kuat kemampuan rasionalisasi, pembentengan diri, pembenaran diri, penipuan diri itu, di dalam fase kelima ini bagi dia seperti fase yang gampang terlewatkan.
H : Sebenarnya itu bungkusan penyangkalan yang sesungguhnya menjadi pemicu baru, ya?
SK : Ya.
H : Berarti siklus ini terdiri dari lima fase ini, Pak?
SK : Iya.
H : Untuk merdeka dari siklus kecanduan seksual ini, solusinya apa, Pak?
SK : Untuk merdeka dari kecanduan seksual, pertama kita perlu masuk ke dalam fase pengakuan. Hukumnya, kecanduan itu makin berkembang subur di dalam kegelapan. Ketika semakin gelap kondisi kita, maka kita akan semakin menjadi-jadi. Ini sejalan dengan isi firman Tuhan di dalam Injil Yohanes 3:20-21, "Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan di dalam Allah." Jadi kalau kita mau berhenti dari kecanduan seksual, mari bawa kecanduan itu ke dalam terang, telanjangi perbuatan kegelapan dan kuasa kegelapan itu! Bagaimana kita bisa membawanya kepada terang? Yaitu dengan mengakui. Selama kita bersikeras menyimpan rahasia, menganggapnya aib yang memalukan, justru kecanduan itu akan terus memenjarakan kita. Tapi sebaliknya bila kita mau membawanya ke dalam terang lewat pengakuan kita kepada orang lain, berseru kepada Roh Kudus untuk memampukan kita mengakui dan menghadapi rasa malu, maka ketika kita bisa melewati rasa malu, rasa gagal dan rasa bersalah itu, justru kita memiliki kesempatan yang lebih besar bagi Roh Kudus untuk berkarya melayani kita lewat dukungan yang akan kita terima dari saudara seiman kita.
H : Jadi rasa malu, rasa gagal, rasa bersalah yang di satu sisi bisa jadi pemicu kecanduan seksual, justru di sini harus kita akui di hadapan Tuhan, Pak?
SK : Ya! Bukan hanya kepada Tuhan, tapi juga kepada saudara seiman kita, itu perlu. Mungkin bukan kepada semua saudara seiman, tapi kita pillih 1-2 orang yang bisa kita percayai, yang bisa jaga rahasia, yang mengerti prinsip firman Allah, mengerti prinsip kasih karunia bahwa kasih menutupi banyak pelanggaran, itu akan menolong kita untuk meneguhkan pengakuan itu.
H : Jadi tidak bisa dilakukan sendirian, ya Pak?
SK : Tidak bisa. Seringkali kita berpikir, "Buat apa? Apa kata dunia kalau aku cerita pada orang lain?" "Mengaku dosa 'kan cukup kepada Tuhan. Sesat kalau mengaku dosa di hadapan orang lain! Memangnya orang lain itu Tuhan?" Saya ingin kita bisa melihat satu bagian firman dalam Surat 1 Yohanes 1:6-7, "Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran. Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." Kita simpulkan, sebenarnya relasi kita itu segitiga, ada Allah, kita pribadi dan saudara seiman kita sesama anggota tubuh Kristus. Allah itu terang. Maka kita adalah anak-anak terang, kita hidup dalam terang, maka kita perlu terbuka, ada dosa, mengakulah kepada Allah. Tapi ayat 7 mengatakan kalau kita hidup di dalam terang sama seperti Allah, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain. Berarti persekutuan dengan yang lain itu terjadi kalau kita hidup di dalam terang bagi sesama kita saudara seiman, harus terbuka dan transparan. Jadi pengakuan dosa kepada saudara seiman itu sangat Alkitabiah. Bahkan 1 Yohanes 1:8 mengatakan, "Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita." Kalau kita menyangkali dosa, berarti kita menipu diri sendiri. Tetapi selanjutnya di ayat ke-9 dikatakan, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan dari segala kejahatan." Saya tambahkan dari Surat Yakobus 5:16, "Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Praktek saling mengaku dosa kepada sesama saudara seiman itu praktek Bapak-Bapak Gereja dari gereja mula-mula, minimal sejak jaman Rasul Yakobus ini sudah dilakukan. Bukan sesat! Gereja Tuhan itu juga menjadi cara Allah memelihara iman kita. Dengan kita mengakui dosa kepada sesama kita, pengakuan itu tidak lagi fiktif atau abstrak, tapi bersifat lahiriah atau daging. Dan orang lain yang menerima pengakuan dosa kita, meneguhkan. "Berdasarkan prinsip firman Allah dalam 1 Yohanes 1:9 saya mengatakan dosamu sudah diampuni. Kamu sudah dikuduskan kembali oleh darah Kristus." Kata-kata yang audible (bisa didengar) itu firman Allah yang menjadi sesuatu yang nyata, itu meneguhkan bahwa kita diampuni. Dan ketika kita mengaku pada saudara seiman kita, itu lebih mungkin untuk kita berhati-hati. "Oh ada saudaraku dimana aku sudah mengaku kepadanya. Jadi aku harus lebih hati-hati." Dan satu lagi prinsip rasa malu. Kalau orang berani mengakui rasa malunya, ini kemenangan, Pak Hendra! Bukankah firman Allah mengatakan, dalam pengalaman Rasul Paulus dalam Surat Korintus, "Di saat aku lemah, aku kuat. Di saat aku lemah, kuasa Allah sempurna." Bagaimana kita mengatakan bahwa kita lemah? Dengan pengakuan dosa kepada sesama saudara seiman kita itu 'kan kita mengaku lemah, tapi kalau kita, "Buat apa aku mengaku di depan orang lain? Nanti aku direndahkan." Berarti kita 'kan tidak mau tampil lemah di hadapan orang lain? Tapi ketika kita bersedia tampil lemah di hadapan 1-2 saudara seiman yang bisa saling mengikatkan diri dengan kita, akhirnya kita bisa mengakui kelemahan kita, di sanalah kuasa Allah sempurna. Saudara kita meneguhkan pengampunan dosa kita, saudara kita pun berjalan seiring di dalam kebenaran kasih karunia untuk bersama-sama bangkit untuk menang dari kegagalan kita sebelumnya. Kembali ini yang tidak bisa dihayati orang sampai dia mengalaminya. Saya pun memang skeptis, wah berat, memalukan sekali, namun ketika bisa melalui itu, merdeka! Semula ketika mengaku pikirnya, "Aduh apa kata dunia? Mau ditaruh dimana mukaku? Dunia akan runtuh! Aku akan dibuang, semakin dibuang." Tapi ternyata saudara seiman menerima dengan kasih karunia, menampilkan semangat anugerah itu, terus kita bisa berkata, "Ya. Aku berdosa, aku najis. Tapi aku sudah diampuni. Besar anugerah Allah!" Itu semakin kita menghormati anugerah Allah dan semakin tidak ingin menjadikan anugerah Allah sebagai barang murahan. Malah ingin menghargai anugerah ini dengan kesungguhan bagaimana agar langkah-langkah kita berikutnya tidak kembali pada kubangan kecanduan seksual yang sama.
H : Yang jadi pertanyaan, tadi Bapak katakan kita bukan mengakui di hadapan semua sesama saudara seiman, tapi kita harus memilih orang-orang yang bisa kita percaya, orang yang bisa kita andalkan. Konkretnya, cara mencari orang-orang seperti itu bagaimana, Pak? Apakah Bapak bisa berbagi tips?
SK : Kita bisa tanya, mungkin datang kepada hamba Tuhan atau saudara seiman yang kehidupannya terlihat takut akan Allah dan bergaul karib dengan Allah. itu 'kan nampak dari minatnya, pikiran-pikirannya, dan komitmennya yang bisa kita lihat. Memang tidak bisa singkat ya, perlu proses sekian lama untuk mengenali kualitas seseorang. Kita bisa membuka perkataan, "Kalau seandainya ada satu orang mau mengaku dosa di depanmu sesuai prinsip firman Tuhan mengaku dosa untuk mendatangkan kesembuhan pemulihan, menurutmu bagaimana? Apakah memungkinkan kalau kamu yang menerima pengakuan dosa itu? Apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu bisa meneguhkan pengampunan dosa bagi orang itu? Apakah kamu akan tergoda untuk cerita kepada orang lain? Atau seperti apa sikapmu?" Apabila dia jawab, "Aku akan hormati, aku akan menjaga rahasia, karena itu memang komitmenku sebagai murid Kristus, sebagai anak Allah." Kalau demikian kita bisa melakukan proses itu. Apalagi dalam konteks tertentu orang-orang yang mengalami pendidikan formal di bidang konseling Kristen, dia akan sangat memahami artinya kerahasiaan dan artinya kasih itu menutupi banyak pelanggaran. Beberapa saudara kita yang memiliki pendidikan konseling Kristen secara optimal, diapun siap. Tidak selalu harus demikian, hamba-hamba Tuhan dan anak-anak Tuhan lainnya bisa kita cek lebih lanjut, mereka mungkin juga sudah siap untuk itu juga. Kita bisa melakukan proses penjajagan lebih dulu.
H : Jadi kita memang harus sangat selektif untuk menentukan kepada siapa kita akan terbuka?
SK : Selektif tapi jangan sampai harus terlalu selektif, karena berarti itu sangat takut. Sebenarnya tidak sebegitu menakutkan seperti yang kita kira. Jadi intinya tanyakan apakah orang itu bisa menerima pengakuan kita dan melakukan peneguhan pengampunan dosa kita. Kalau iya, lakukan. Jangan karena sangat dikuasai ketakutan kita sendiri, kita tidak mau melangkah dengan iman, akhirnya kita tidak akan maju kepada kemenangan dari kecanduan seksual itu.
H : Jadi pengakuan ini menjadi langkah pertama yang sangat penting ya, Pak?
SK : Ya, penting sekali, karena perbuatan kegelapan itu ditelanjangi ketika dibawa kepada terang lewat kita mau menelanjangi perbuatan kegelapan ini dengan kita mau mengakui di hadapan 1-2 saudara seiman kita.
H : Setelah pengakuan, apa langkah selanjutnya?
SK : Langkah berikutnya setelah pengakuan, kita perlu untuk mengenali siklus kita seperti apa. Kita tadi belajar pemicu, pemicu apa saja yang kita alami. Keterlenaan kita itu seperti apa, ritualisasi kita selama ini seperti apa, tindakan apa yang kita lakukan, keputusasaan. Terutama kenali apa yang menjadi pemicu kita, kemudian ritualisasinya seperti apa. Dengan kita mengerti bagaimana kita terpicu, terlena, bagaimana tindakan kita, maka pengetahuan itu akan menolong kita untuk bisa membuat keputusan-keputusan yang khusus atau spesifik untuk mematahkan siklus kecanduan seksual yang kita alami itu.
H : Jadi setelah kita mengenali siklusnya terutama pada saat kita tahu kita rentan pada pemicu yang mana, saat itu kita harus potong dan putuskan siklus itu.
SK : Ya, bahkan kita harus hindari apa yang jadi pemicu itu. Misalnya pemicu itu gambar tertentu di pinggir jalan, ya sudah kita hindari jalan tertentu, kita tidak lewati. Ada seorang yang mengalami bahwa mall gampang memicu fantasi dan gairah seksualnya. Jadi dia memutuskan untuk tidak ke mall lagi. Bukannya berlebihan ya, tapi memang masing-masing orang memiliki pemicu yang berbeda. Mari kita jangan pongah, jangan lugu, jangan naif. Kita tahu itu titik Iblis menyerang kita, kenapa kita tidak menjauh. Kalau kita lemah dengan HP yang ada internetnya, ya sudah, pakailah HP minimalis yang tidak ada koneksi internetnya. "Saya tergoda membuka internet porno kalau di rumah." Ya sudah, kalau perlu untuk sekian bulan kita cabut tidak pakai internet di rumah, pakai internet di kantor saja. Di kantor pun layarnya kita hadapkan ke banyak orang, sehingga kita merasa, "Hei, hati-hati jangan buka situs porno, nanti kelihatan orang, kelihatan dosamu!" Jadi ada pendekatan eksternal yang menjaga kita. Misalnya kalau malam hari buka internet itu menggoda kita, putuskanlah! Lebih baik tidur lebih awal sekitar jam 9 malam, daripada semakin lama ingin lembur kerja ingin kejar target, makanya kita tergoda/terpicu. Tidurlah lebih awal, bangun jam 4 pagi, awali dengan doa, pujian penyembahan, merenungkan firman, setelah itu bekerja. Jadi kita punya strategi. Jangan hanya doa, puasa, didoakan, ditengking dalam nama Yesus. Itu penting, tapi itu hanya sebagian, ada tindakan konkret dan cerdas yang perlu kita lakukan agar pemicu itu tidak muncul dan agar kita tidak terlena.
H : Itu 'kan pemicu eksternal atau dari luar, kita menghindari pemicu eksternal. Bagaimana dengan pemicu internal seperti kecenderungan kita untuk menghindari rasa sakit?
SK : Bisa saja ketika kita menghadapi rasa sakit itu, bagaimana cara kita menghadapi rasa sakit itu dengan cara yang benar. Apa yang kita lakukan? Datang pada Tuhan, datang pada orang lain termasuk dalam bentuk lain yaitu SMS kepada teman pengakuan dosa kita. Kita bisa SMS," Tolong, aku sedang tergoda. Doakan aku, itu cara memutus pemicu supaya tidak sampai kepada keterlenaan dan ritualisasi.
H : Terima kasih, Pak. Karena keterbatasan waktu, kita harus akhiri dulu sesi ini. Kita akan lanjutkan dalam perbincangan selanjutnya. Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Kecanduan Seksual" bagian ketiga. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
116. Kecanduan Seksual 4 | |
Jarang kita mendengar seorang mencari pertolongan karena bergumul dengan kecanduan seksual. Sebagian karena tidak menyadari itu adalah masalah, sebagian karena hal itu dianggap terlalu pribadi sehingga tabu untuk diutarakan dan didengar. Padahal kecanduan seksual dapat merusak hubungan, menghancurkan pernikahan dan menggerus kehidupan. Mari kita kenali sifat dan siklus kecanduan seksual ini agar dapat merdeka darinya.
Kita bisa kecanduan pada banyak hal, termasuk terhadap orang lain. Telaga kali ini membahas secara khusus tentang kecanduan seksual. Kecanduan seksual bisa berkenaan langsung dengan orang lain, baik sejenis mau pun lawan jenis, bisa juga berkenaan dengan orang yang kita imajinasikan, pornografi dan fantasi romantik, yang dapat menjadi sangat adiktif bagi wanita.
Jarang kita mendengar seorang mencari pertolongan karena bergumul dengan kecanduan seksual. Sebagian karena orang tidak menyadari itu adalah masalah, sebagian karena kita anggap hal-hal itu terlalu pribadi dan personal sehingga tabu untuk diutarakan dan didengar. Padahal kecanduan seksual dapat merusak hubungan, menghancurkan pernikahan dan menggerus kehidupan. Sangat mungkin kita sedang menjalani kenyataan tersebut saat ini.
Kita adalah orang-orang yang diciptakan dengan kebutuhan-kebutuhan dasar: kebutuhan untuk dikasihi dan kebutuhan untuk memiliki makna. Sayangnya kebutuhan itu tidak dipuaskan orang tua kita dalam masa tumbuh kembang kita sebagai anak. Malah kita mengalami pengabaian, pelecehan, bertumbuh dengan kebingungan akan identitas jenis kelamin. Kita bergumul dengan kesepian, kecemasan, kebencian pada diri, stres, rasa malu dan rasa takut. Semua itu menyatu membentuk kehidupan emosional yang merindukan penawar rasa sakit. Sementara itu kita tumbuh dalam budaya yang mengajarkan kita untuk menghindari penderitaan dan rasa sakit. Untuk apa susah-susah, kalau ada cara yang mudah. Pada tahun-tahun awal kehidupan, kita sudah mengembangkan pola-pola menghindari rasa sakit.
Di saat memasuki usia remaja, dengan kehadiran masa puber dan kesadaran akan seksualitas kita, kerinduan terdalam kita akan hubungan dan keintiman, yang sesungguhnya baik dan benar, mengalami pembelokan. Kerinduan yang sesungguhnya hanya dapat dipuaskan dalam relasi intim dengan Bapa di Surga dan relasi yang sehat dengan sesama, kita lampiaskan dengan mengejar objek-objek pengganti yang lebih rendah. Berbagai jenis perilaku seksual menjanjikan dan memberikan penawar rasa sakit kita dalam ukuran tertentu. Ketika rasa sakit muncul kembali, kita kembali pada perilaku seksual yang sebelumnya memberikan rasa nyaman.
Pada awalnya seolah sangat memuaskan dan menggairahkan karena memberi ilusi keyakinan bahwa dengan cara ini kita dapat mengendalikan dan mengatur kehidupan emosional. Kita berpuas diri dengan keintiman palsu dengan laki-laki atau perempuan lain atau dengan imajinasi atau fantasi kita. Kita berharap hubungan yang sementara ini akan memenuhi kerinduan yang lebih dalam untuk dikasihi, dikenal dan diterima. Namun, sesungguhnya kita telah masuk dalam penyembahan berhala, di mana kita menciptakan dan menginginkan "berhala" yang dianggap bisa memberikan apa yang kita inginkan. Kita menyembah ilah-ilah palsu dengan cara menyerah kepada kuasa hasrat seksual dan relasional kita. Kita telah menyerahkan diri kepada hawa nafsu; dan keinginan kita, tak pernah dapat dipuaskan.
Pola kegiatan yang berulang-ulang atau kompulsif ini, dengan cepat berubah menjadi kecanduan dan mengakibatkan kita kehilangan kendali dan sulit dihentikan. Kita akhirnya terperangkap dan terpenjara dalam PENJARA KETIDAKPUASAN. Ironis. Semua alternatif pemuasan lainnya menjadi tertutup. Tiap kali rasa sakit muncul, kita secara otomatis bergerak menuju perilaku kecanduan. Hasrat seksual telah membawa kita ke dalam penjara kecanduan ketika kita mencoba memenuhinya dengan cara kita sendiri. Kita merasa seolah-olah pintu penjara telah terkunci dan kunci telah dibuang jauh—sehingga kita terpenjara selamanya dalam penjara buatan kita. Kita merasa harapan untuk bebas telah lenyap dan tidak mungkin bagi kita untuk hidup bebas dari pergumulan dan kecanduan itu. Kita pun berteriak dengan seruan Paulus, "Siapa yang akan menyelamatkan aku dari tubuh celaka ini?"
Kolose 3:5, "Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala". Rancangan Allah agar kita hidup dalam nilai-nilai Allah, membuang yang tidak berasal dari Allah, termasuk hawa nafsu seksual, kenajisan yang semuanya itu identik dengan penyembahan berhala. Ini bukan sekadar isu sosial tetapi isu rohani.
Kita hidup dalam budaya yang menghindari rasa sakit, mencari cara yang mudah. Kecanduan seksual bisa dimulai sejak masa remaja. Perilaku seksual bisa berkaitan dengan fantasi seksual, pornografi. Ketika rasa sakit, rasa kosong itu muncul, hati galau, akhirnya kita kembali pada perilaku seksual yang telah memberikan rasa nyaman. Awalnya masih bisa dikendalikan, tapi sebenarnya sudah terjadi tindak penipuan, kebohongan.
Dimulai dengan ketidaksengajaan, sesekali sampai akhirnya tidak bisa dikendalikan lagi. Mulai mendewakan, meng-ilah-kan, menjadi poros atau pusat hidupnya. Semestinya datang kepada Tuhan dan tidak menyerahkan tubuh dan jiwa kita pada hasrat seksual ini. Pada titik itulah kita masuk ke penjara ketidakpuasan, ketidaknikmatan. Tanpa sadar akhirnya masuk ke dalam kondisi pornografi, fantasi-fantasi romantis, masturbasi.
Hidup dalam kemenduaan, di gereja sebagai aktifis gereja, majelis, hamba Tuhan tapi di kamar pribadinya dia menjadi pribadi yang lain. Ada rasa bersalah, tapi tidak bisa lepas.
BERITA BAIKNYA, kita BUKANNYA TANPA HARAPAN. Kita sesungguhnya diciptakan untuk sesuatu yang jauh lebih besar dari kecanduan!
SIFAT KECANDUANKEMERDEKAAN DARI KECANDUAN
Yesus datang untuk membebaskan tawanan. Kitalah tawanan dari kecanduan kita. Segala cara yang kita lakukan tak menghasilkan apa-apa.
Saudara-Saudara pendengar yang kami kasihi, di mana pun anda berada. Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK bekerjasama dengan radio kesayangan Anda ini. Saya, Hendra, akan berbincang-bincang dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling keluarga. Perbincangan kami kali ini tentang topik "Kecanduan Seksual" bagian keempat. Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
H : Pak Sindu, dalam sesi yang sebelumnya kita sudah membahas mengenai sebuah solusi untuk mengatasi siklus kecanduan seksual. Kita sudah membahas bahwa langkah pertama yang paling penting adalah pengakuan, kemudian dilanjutkan dengan mengenali siklus itu. Berikutnya apa, Pak?
SK : Langkah yang ketiga yaitu kembangkanlah suatu rencana yang konkret. Dengan memahami siklus, kita membuat rencana yang konkret bukan sekadar resolusi awal tahun yang berakhir dengan kegagalan-kegagalan. Jadi tidak cukup hanya resolusi, tidak cukup hanya niat baik, tapi rencana yang disusun dengan seksama untuk siap mengantisipasai godaan-godaan. Jadi perlu tindakan proaktif untuk mempersiapkan jalan keluar termasuk bagaimana kita melatih untuk memberi tanggapan terhadap perilaku yang tidak sehat, diganti dengan tanggapan-tanggapan perilaku yang sehat.
H : Contohnya seperti apa?
SK : Misalnya bagi kita yang menemukan pemicu kita adalah jika bertemu dengan teman-teman tertentu, misalnya kita bekas gay, bekas lesbian, bekas kaum homoseksual. Berarti kita memilih menjauhi teman-teman kita yang dulu berhubungan sebagai sesama kaum homoseksual. Misalnya kita memang pecandu pornografi internet, berarti kita sama sekali putus dari internet selama sekian bulan, ataupun bila menggunakan internet itu di jam dan tempat yang terbatas. Jadi kita menggunakan internet di jam yang kita bisa kuat menahan diri, tidak tergoda membuka situs porno, atau di tempat di mana ada orang lain yang lalu-lalang sehingga kita bisa terjaga karena ada orang yang bisa melihat kita. Ini tindakan yang konkret. Termasuk satu rencana ini nanti masuk kepada bagaimana kalau kita terpicu karena perasaan sedang galau, sedang sakit hati dan mulai terpikir untuk melampiaskan hasrat seksual lagi. Atau karena melihat gambar tertentu yang tidak kita rencanakan, akhirnya kita bisa juga terpicu. Apa yang kita lakukan? Antisipasi dulu, masukkan dalam rencana. Misalnya kalau saya tergoda, mulai terpicu, saya akan kirim SMS, BBM, kepada 1-2 teman di mana kami sudah sepakat untuk saling melindungi. Misalnya SMS, "Tolong doakan, saya sedang tergoda saat ini." Teman kita karena sudah sepakat itu langsung mengerti apa maksud kita. Biasanya kalau kita membuat pengakuan, itu bagian dari langkah pertama ya, pengakuan bahwa kita tergoda. Jadi pengakuan itu bukan hanya ketika kita sudah jatuh dalam dosa, pengakuan saat kita sedang memasuki tahap pemicu itu juga penting. Ketika mengakuinya, seperti kita mengalami tiba-tiba hasrat itu menguap. Itu belum didoakan, baru sebatas kirim SMS/BBM, apalagi kalau dijawab, "OK, saya doakan sekarang." Atau kalau perlu teman-teman itu kita telepon, kita ajak doa bersama sekarang. Atau kalau kita sulit menangkis godaan yang datang, langsung telepon teman itu dan minta dia mendoakan saat itu juga. Itu bisa mengangkat hasrat dalam hati pikiran perasaan kita itu. Dan kita mengambil langkah, kalau kita tergoda ya pergilah, tinggalkan itu, jangan dibiarkan! Jangan tetap di tempat yang sama, karena sungkan dan lain-lain. Nanti malah masuk ke fase terlena dan ritualisasi. Jadi itulah beberapa hal yang dimaksud dengan rencana yang konkret, Pak Hendra.
SK : Jadi saya memang melihat ini penting sekali, dalam merencanakan pun sebaiknya kita melibatkan teman atau partner kita, karena dengan kekuatan dua atau tiga orang itu akan jauh lebih besar untuk melawan daripada jika sendirian ya, Pak?
SK : Iya, jadi memang dosa paling subur kalau kita sendirian. Tapi kalau kita menghayati panggilan Kristus, dilahirbarukan untuk hidup dalam komunitas rohani dalam komunitas tubuh Kristus, di sanalah letak pertumbuhan. Jadi tidak ada orang Kristen yang hidup sebagai "The Lone Ranger", sebagai musafir seperti koboi komik "Lucky Luke". Itu bukan rancangan Tuhan, itu rancangan Iblis. Rancangan Tuhan adalah kita lahir baru, menjadi orang percaya, menjadi murid Kristus, hidup dalam pertanggungjawaban, dalam komunitas orang percaya.
H : Ada satu hal yang mengingatkan saya, ini 'kan mengembangkan suatu rencana, mirip dengan siklus sebelumnya sebuah fase ritualisasi merencanakan tindakan perilaku seksual. Tapi disini melakukan sebuah perencanaan untuk melawan.
SK : Betul.
H : Nah, solusi berikutnya apa, Pak?
SK : Langkah yang keempat untuk merdeka dari kecanduan seksual adalah rangkullah gaya hidup yang rendah resiko.
H : Maksudnya?
SK : Jadi rendah resiko ini bukan kaitannya dengan diabetes ya, jangan makan yang manis-manis, kalaupun manis tapi berasal dari gula sintetik. Tapi disini rendah resiko dari godaan seksual. Jadi kerentanan itu bisa muncul, misalnya saat kita tertekan, cemas, jenuh dalam menghadapi tugas-tugas, saat kita berlama-lama di depan internet. Jadi kita perlu mengambil yang rendah resiko, di antaranya membatasi jam di depan internet, membatasi waktu sendirian. Kalau kita tahu kita gampang terpicu bila di kamar sendirian pada malam hari, ya pada malam hari lebih baik kita bersama orang lain. Jadi kita masuk kamar waktu lagi tidur. Tidur tidak larut malam, kita tidak berlelah-lelah, kita batasi jam kerja. Biasanya orang gampang terpicu bila kelelahan sehingga merasa jenuh. Coba jangan suka lembur kerja. Batasi jam kerja termasuk yang atas nama pelayanan. Berani berkata tidak. "Maaf ya, tugas saya sudah cukup penuh. Apa boleh tugas itu kamu berikan kepada orang lain?" Kita perlu berani membatasi jam kerja kita. Jadi membatasi aktifitas kita ini, kita tahu titik-titik lemah dan kerentanan kita, jadi kita butuh jadwal hidup, jadwal kerja yang tidak padat tapi yang masih cukup ringan sehingga kita masih bisa menjaga kemurnian dan integritas kita dan membangun, memelihara relasi yang akrab dengan orang lain. Jadi ingat, salah satu isu kecanduan seksual itu karena kemiskinan relasi. Relasi dengan keluarga, dengan Allah dan diri sendiri itu penting. Kita memberi ruang waktu yang menikmati jalan-jalan, ngobrol, mempunyai waktu pribadi dengan Tuhan, saat teduh yang memadai. Merangkul gaya hidup rendah resiko ini termasuk kita memilih film-film yang memang sudah kita pastikan aman dari adegan seksual. Jadi jangan sungkan-sungkan waktu kita datang ke toko DVD kita bertanya, "Film ini ada adegan seksnya, tidak?" bila ada adegan seksnya ya jangan dibeli! "Film ini bersih dari adegan seksual, tidak?" mungkin jawabannya, "Iya pak, ini 'kan film untuk 15 tahun ke bawah, pasti bersih." Belilah, jangan merasa malu. Termasuk kalau kita ke hotel yang biasanya mempunyai TV, TV kabel, ada parabola. Dan itu sumber godaan kita, jangan sungkan-sungkan. Kita bisa minta tolong supaya TVnya dibawa keluar sebelum kita memasuki kamar itu dengan alasan TV itu mengganggu kita dan kita ingin istirahat penuh. Tidak perlu berkata, "Saya sedang bergumul dengan masalah pornografi, jadi saya tidak mau ada TV di kamar saya." Nanti petugas hotelnya kaget. Ya tidak apa-apa kita dianggap sok alim, yang penting kita hidup benar di hadapan Allah dan itu lebih sehat dan itu bisa menjadi kesaksian kita. "Oh, ada ya orang yang berani menetapkan diri untuk seperti itu?" inilah bentuk-bentuk gaya hidup rendah resiko yang bisa kembangkan, Pak Hendra.
H : Bapak sempat menjelaskan bahwa kita harus membuat jadwal hidup yang lebih sehat, membatasi aktifitas kita supaya kita punya waktu untuk berelasi dengan pasangan dan anak-anak kita. Seideal apa jadwal yang harus kita batasi?
SK : Intinya, ada waktu bekerja, ada waktu untuk istirahat. Ada waktu untuk hal-hal yang serius, ada waktu untuk yang santai. Ada waktu untuk melayani orang lain, ada waktu untuk melayani diri sendiri. Ada waktu untuk memberi diri kepada orang lain, ada waktu untuk kita menerima bagi diri kita menikmati. Ada waktu kita mencurahkan pikiran kepada orang lain, ada waktu kita membangun relasi dengan orang-orang terdekat kita.
H : Setelah kita merangkul gaya hidup yang rendah resiko ini, langkah berikutnya apa?
SK : Langkah yang kelima adalah membangun pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Jadi pengakuan sebagai langkah pertama tadi itu silakan dilakukan sebagai tradisi/ritual. Paling tidak saya usul satu bulan sekali kita bertemu dengan teman-teman sejenis. Jangan dua orang, minimal tiga atau empat orang. Minimal sebulan sekali ada waktu kita bertemu dengan teratur, lalu kita melakukan pengakuan dan pertanggungjawaban. Termasuk SMS-SMS yang kita bahas tadi saat pemicu datang, itu bagian dari gaya hidup membangun pertanggungjawaban. Jadi dengan begitu, maka lewat kejujuran kita, kita membangun integritas. Kita boleh gagal, tapi paling tidak kegagalan ini bisa kita ceritakan kepada orang lain supaya kita tidak semakin terpuruk. Dengan leluasa, lewat orang-orang yang telah membangun kesepakatan ini, lewat kelompok pertanggungjawaban ini, kita bisa mengakui sisi rentan kita, kegagalan masing-masing, membuat pengakuan, pembaharuan komitmen, atau penyerahan dan sikap hati. Ditambah kita bisa menggunakan pertemuan 1-2 jam itu untuk membaca buku tertentu, menggali satu teks pendek dari firman Tuhan untuk mempertajam sisi identitas gender kita di dalam Kristus. Jadi bukan hanya kita mengaku, tapi juga ada Pendalaman Alkitab dan diskusinya untuk menumbuhkan wawasan dan penyerahan kita kepada kemurnian yang Tuhan kehendaki.
H : Kelompok pertanggungjawaban ini pasti akan sangat efektif bila ada satu orang yang menjadi motor, yang kemudian menggerakkan dan merintis terbentuknya kelompok ini. Tapi misalnya kita bukan tipe orang yang bisa merintis dan memulai, bagaimana cara untuk memulai, untuk bergabung, untuk memiliki kelompok pertanggungjawaban itu?
SK : Kita bisa mengikuti sebuah kegiatan. Jadi sekarang ini mungkin saya kurang leluasa menyebut nama, tapi di Indonesia sudah ada beberapa kelompok pelayanan yang mengembangkan sisi-sisi membangun kemurnian, baik sebagai pria, wanita, bahkan menjangkau kaum homoseksual, juga mencakup pergumulan seksualitas dari kalangan heteroseksual. Saya mengenal kelompok ini dan kelompok ini beredar dan namanya dikenal. Mereka mengadakan camp, retreat-retreat, konferensi-konferensi yang dibuka untuk kalangan interdenominasi. Kita bisa ikut dalam beberapa hari itu, di sana kita akan bertemu orang yang sekota, kita bisa berkenalan. Biasanya disana ada fasilitator atau pemimpin kelompok. Kita bisa menghubungi pemimpin kelompok di mana kita dilayani selama camp itu, "Saya dari kota A, bagaimana tindak lanjutnya? Apakah ada rekan dimana saya bisa membangun kelompok pertanggungjawaban ketika saya kembali ke tempat asal saya?" Nanti pemimpin kelompok ini akan menjadi alat Tuhan membantu kita menemukan saudara seiman yang membangun komitmen yang sama untuk bertumbuh dalam kemurnian dalam kelompok pertanggungjawaban tersebut.
H : Tentunya selain bertanya kepada LBKK untuk mendapatkan informasi seperti yang Bapak sebutkan, apakah ada kemungkinan bagi pendengar untuk mencari informasinya melalui internet, Pak?
SK : Bisa. Beberapa pelayanan ini punya situs tersendiri yang bisa diakses di internet, silakan menjelajah nanti akan ketemu. Mungkin bisa melalui Google, bisa muncul situs tertentu yang menceritakan tentang pelayanan-pelayanan ini. Kita bisa baca dan cek riwayatnya, kalau perlu tanya-tanya di sekitar kita mungkin ada yang tahu. Karena saya lihat dalam 10 tahun terakhir sudah semakin subur pelayanan yang bagus dan bisa memberkati kita untuk lepas dan merdeka dari kecanduan seksual.
H : Artinya sudah sangat banyak akses bagi kita untuk memulai kelompok pertanggungjawaban ini untuk kita bisa bergabung di dalamnya. Jangan menyerah, begitu Pak?
SK : Betul, Pak Hendra.
H : Selain membangun kelompok pertanggungjawaban, langkah berikutnya apa, Pak?
SK : Langkah keenam yaitu kembangkanlah perhatian diri. Kita perlu memberi waktu yang lebih memadai untuk melayani diri kita, diri ini disegarkan kembali, atau istilahnya "me time" (waktu untuk diriku). Misalnya kita butuh nutrisi, makanlah makanan yang bergizi. Beberapa pergumulan orang stres, galau, tertekan itu 'kan faktor kurang protein, kurang mineral tertentu, jadi makanlah makanan yang sehat dan seimbang. Kemudian nutrisi secara jiwa, kenalilah hobi kita apa, jangan hidup dengan irama yang terlalu tinggi, irama yang wajar dan ada hobi, nikmatilah. Tentunya hobi yang sehat seperti berolahraga, hobi berjalan-jalan, 'travelling', pijat, renang, silakan. Juga membangun rasa aman, peneguhan. Maka perlu kita punya komunitas yang sehat. Karena seringkali begini, masalah seksualitas itu hanya lapis di luar, hanya pucuk di atas permukaan air laut. Masalah yang sesungguhnya adalah relasi, termasuk relasi dengan diri kita sendiri. Rasa tidak aman, rasa terluka, ketertolakan yang pernah kita alami, merasa diri tidak berharga. Nah isu-isu inilah yang perlu kita perhatikan. Ada saatnya kita berduka, sedih, maka berilah waktu. Carilah mentor, konselor, kelompok pertumbuhan yang menjadi bagian kelompok pertanggungjawaban ini, supaya diri kita yang terluka ini terlayani, supaya diri kita yang pernah mengalami pengabaian ini dipulihkan. Jangan lupa, saya menemukan dua sisi dalam perjalanan pertumbuhan saya dan belajar melayani orang lain, yaitu sisi lain dari pemuridan adalah pemulihan, sisi lain dari pemulihan adalah pemuridan. Orang yang dimuridkan sebagai murid Kristus, kenal firman, hafal ayat, tapi tetap menyimpan luka, rasa tertolak, boleh dikatakan tidak dipulihkan, dia biasanya menjadi orang Kristen yang legalis atau keras. Menekankan kebenaran Allah tapi tanpa kasih karunia Allah, sisi bengis dan jahatnya yang dia tampilkan. Tapi orang yang sekadar dipulihkan dan dikonseling, tanpa dimuridkan, tanpa mengenal firman, tanpa mengenal panggilan hidup yang bertumbuh bergaul dengan Allah, dia akan menjadi orang Kristen yang lembek, yang gampang jatuh ke dalam pencobaan dan godaan. Hanya kasih karunia tanpa kebenaran akhirnya menjadi orang Kristen yang lembek. Jadi dua sisi ini perlu kita lakukan. Kalau kita mengakui dosa, dipulihkan dari luka-luka ketertolakan, keminderan kita, gambar diri yang buruk, saat itulah juga kita sebagai manusia juga bertumbuh. Kita perlu ingat firman Allah, "hendaklah kamu kenakan manusia baru". Tapi jangan lupa dalam perikop yang sama firman Tuhan mengatakan, "buanglah amarah, kepahitan, kegeraman". Jadi kata "membuang" dan kata "mengenakan" itu dua sisi mata uang yang sama, sama-sama memakai kata 'present tense', suatu proses pengudusan yang harus dilakukan terus menerus. Sering orang Kristen melalaikan membuang sampah ini, lalai membuang "kulit-kulit bawang" yang ada sisi baiknya yang terluka, cemas, takut dan kosong ini, perlu kita kenali dan akui. Ini bagian dari memperhatikan diri itu, Pak Hendra.
H : Jadi targetnya adalah kita mengenali yang dalam itu, Pak. Yang busuk-busuk di dalam diri kita itu dibuang, bukan sekadar perilaku yang di luar.
SK : Ya. Jangan lupa sisi yang lain, bahwa kita sebagai pria dan wanita ini membutuhkan diri yang bertumbuh. Kalau mau ditelusuri, kecanduan seksual itu salah satunya karena kekaburan identitas gender. Mungkin kita bukan orang homoseksual, kita normal. Tapi kalau diselidiki, apa yang kita hayati tentang kepriaan atau kewanitaan kita, masih mungkin terdistorsi, ada sisi-sisi yang keliru dan palsu. Dengan penelusuran, dengan mempelajari firman mungkin lewat buku-buku tertentu, lewat kita berdoa atau didoakan orang lain, membangun persahabatan dan pertanggungjawaban dengan sesama jenis, di sana kepriaan kita akan semakin kuat seperti Yesus, kewanitaan kita akan lebih kuat sebagaimana sisi feminin Allah. Saya usul juga, kembangkanlah untuk memakai bahasa tubuh keakraban, misalnya dengan pelukan. Tentunya bukan pelukan erotis! Bagi wanita, berpelukan dengan sesama wanita itu sudah umum, wanita lebih ekspresif. Nah, pelukan dengan sesama pria yang masih kurang umum. Saya pernah dipeluk oleh kakak kelas saya yang sesama pria. Waktu itu saya bilang, "Ih, homo!" jadi waktu itu saya homophobia. Tapi setelah saya belajar lewat proses yang panjang, ternyata tidak demikian. Pria yang sehat itu pria yang bisa menangis bersama. Pria yang sehat adalah pria yang bisa berkoneksi dengan emosinya dan bisa mengekspresikan emosinya termasuk kepada sesama pria. "Aku menghargai persahabatan kita sebagai sesama laki-laki, aku merasa aman denganmu." Misalnya dalam kelompok pertanggungjawaban kita tadi, setelah selesai dan kita tutup dalam doa, kita bisa peluk teman kita itu dan tepuk punggungnya. Itu bahasa tubuh, bahasa kasih kita. Kita juga butuh sentuhan fisik, rata-rata kita memiliki bahasa kasih berupa bahasa fisik. Jadi seringkali, ini catatan penting, para aktivis gereja termasuk hamba-hamba Tuhan itu lebih sering berelasi di level pikiran kognitif, gerak psikomotorik, gerak-gerak kerja para pelayan, tapi kering di intimasi atau kedekatan relasi emosional. Kalau itu dibiasakan itu akan memuaskan jiwa kita. Kenapa orang tergoda dan hasrat seksualnya meledak-ledak? Karena dia miskin relasi yang intim, keintiman yang sehat. Seringkali kita sudah terdistorsi bahwa intim/dekat dengan sesama pria itu homo, relasi intim dengan pasangan hubungan suami istri itu selalu berarti hubungan seksual. Tidak! Kita bisa menikmati romantika kedekatan keintiman secara emosional tanpa haru identik dengan erotisme dan hubungan seksual. Inilah yang perlu ditebus, eros itu perlu ditebus, konsep seksualitas kita perlu ditebus dari konsep dunia yang sudah terdistorsi dengan pikiran yang najis dan kotor. Kita murnikan. Bahwa kita bisa merayakan seksualitas kita dalam kemurnian termasuk lewat pelukan, tepukan punggung, pengakuan dan pujian yang membangun. Ini memuaskan hasrat emosi kita, dan biasanya kalau relasi emosi dengan sesama kita sehat, dengan diri kita dan Tuhan, dengan sendirinya pergulatan seksual itu akan berbanding terbalik dan menurun. Fantasi, dorongan seksual yang liar itu. Karena sisi lain dari seksualitas adalah relasi yang sehat.
H : Mungkin hal ini juga yang membuat lebih banyak pria terikat dengan pornografi bila dibandingkan dengan wanita?
SK : Ya. Karena relasi dia dengan sesama pria itu kering.
H : Apakah ada pengaruh dari faktor budaya, Pak?
SK : Ya. Jadi memang budaya Indonesia demikian. Tapi kalau saya lihat budaya Indonesia yang bagian Barat ya. Kalau Indonesia Timur seperti saudara-saudara kita yang tinggal di daerah Papua, Maluku, Timor, saya pikir bahasa tubuh mereka lebih ekspresif. Indonesia bagian Barat mungkin dipengaruhi oleh budaya Jawa dan Tionghoa. Untuk budaya Batak, saya punya saudara seiman kakak kelas saya, mereka ekspresif; yang Jawa dan Tionghoa yang kurang ekspresif secara fisik. Jadi kita jangan menggeneralisasikan semua orang Indonesia. Lihat yang mana dulu. Tidak semua orang Indonesia itu impresif. Jangan bertahan pada budaya yang kurang sehat. Mari tumbuhkan budaya yang sehat. Malah kalau kita lihat firman Allah dalam konteks budaya Timur Tengah ada istilah cium kudus. Rasul Paulus cium kudus bagi saudara-saudara seimanku. Kok cium kudus, bukan cium yang erotik? Ini menarik 'kan? Jadi budaya kita tentang cium ini yang perlu kita murnikan, kita tebus oleh darah Yesus. Dalam konteks ini saya bukan berarti praktekkan cium kudus gaya Timur Tengah, tapi ekspresif. Minimal kalau saya membayangkan dalam bentuk pelukan dan tepukan punggung itu masih bisa kita terima ya. Saya lihat di pertemuan-pertemuan pejabat di layar televisi, mereka melakukan itu, sesama bapak-bapak berpelukan dan menepuk punggung, jadi itu sesuatu yang lumrah dan kita masih bisa nyaman dengan hal itu.
H : Terima kasih untuk semua penjabarannya, Pak Sindu. Kiranya materi ini akan sangat bermanfaat bagi semua pendengar, sehingga kita bisa terbebas dari jeratan kecanduan seksual untuk menutup seluruh rangkaian pembahasan kita, pada akhir sesi ini saya mohon Pak Sindu berdoa bagi kita semua.
SK : Mari kita berdoa. Bapa yang di surga, saat ini kami berdoa bagi kami semua terlebih para pendengar dimana pun berada. Kami sebagai pria dan wanita menghadapi banyak sekali dengan kerentanan seksual. Terlebih di abad 21 ini, Bapa, banyak nilai-nilai dunia yang mendistorsi nilai kami. Juga sisi yang lain, pengalaman-pengalaman hidup kami, yang mengalami kebutuhan dasar akan kasih dan kebermaknaan, yang secara alami orang tua kami mengabaikan dan tidak bisa mengisi. Beberapa kami mengalami pelecehan, kekerasan, trauma. Dan inilah yang membawa kami kedalam kerentanan dan bentuk-bentuk kecanduan seksual. Dari yang sifatnya imajinasi sampai yang aktual perilaku, dari hal yang berkaitan dengan ke-heteroseksual-an kami bahkan yang berkaitan dengan homoseksual kami. Kami berdoa, mari Bapa di dalam nama Yesus, biarlah Engkau menjamah kami di tengah pergulatan ini. Tidak ada seorang pun lepas dari tangan kasih Tuhan, dimana pun kami berada, di dalam nama Yesus, Roh Kudus menjamah masing-masing kami, menolong kami untuk memulai jalan untuk keluar dari kegelapan, berani mencari saudara seiman, hamba Tuhan, dimana kami bisa membuat pengakuan dari dosa dan keterpurukan kami. Pengakuan yang membawa kami kepada terang Kristus, kepada pembebasan dari kuasa dosa. Dan berikan kepada kami mentor-mentor di dalam Kristus yang menjadi saudara seiman yang akan membangun pertanggungjawaban dimana kami dilayani di sisi keterlukaan kami, kecemasan kami, sisi rasa tidak aman kami, ketakutan dan trauma kami, kekerasan dan pelecehan yang pernah kami lakukan. Kami dibimbing untuk bertemu dengan orang-orang yang diperlengkapi oleh Tuhan untuk menolong melayani kami dilepaskan dari keterlukaan dan kekosongan kami. Celikkan mata kami untuk mengenali titik kerentanan kami, titik ketergodaan kami dan kami mengambil jalan yang konkret untuk menjauhinya dan mendekat kepada hal-hal yang membangun gaya hidup yang rendah resiko. Berkati, Bapa. Dalam nama Yesus kami berdoa dan mempercayai kuasa Tuhan bekerja. Amin!
H : Para pendengar sekalian kami mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bapak Penginjil Sindunata Kurniawan, M.K. dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang topik "Kecanduan Seksual" bagian keempat. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini silakan menghubungi kami melalui surat yang dapat dialamatkan kepada Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara TELAGA yang akan datang.
117. Tatkala Hidup Berhenti dengan Tiba-Tiba | |
Tanpa kita sadari, setiap hari kita bangun dari tidur kita berharap bahwa hari ini akan berjalan sama seperti kemarin. Aktivitas yang kita lakukan kemarin akan kita lakukan hari ini dan apa yang terjadi kemarin akan terjadi hari ini. Singkat kata, kita tidak berharap hidup akan berubah dalam sekejap. Masalahnya adalah, hidup kadang berubah dengan sekejap dan kita pun harus membangun hidup dari nol lagi. Faktor apa yang dapat membuat kita kehilangan hidup dengan sekejap? Apa yang mesti kita lakukan bila hal seperti itu menimpa kita?
Tanpa kita sadari, setiap hari kita bangun dari tidur kita berharap bahwa hari ini akan berjalan sama seperti kemarin. Aktivitas yang kita lakukan kemarin akan kita lakukan hari ini dan apa yang terjadi kemarin akan terjadi hari ini. Singkat kata, kita tidak berharap bahwa hidup akan berubah dengan sekejap. Masalahnya adalah, hidup kadang berubah dengan sekejap dan kita pun harus membangun hidup dari nol lagi.
Pada dasarnya ada tiga sumber atau faktor yang dapat membuat kita kehilangan hidup dengan sekejap: alam, orang lain, dan diri sendiri. Sebagaimana kita ketahui BENCANA ALAM dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Pada saat alam berguncang, kita pun terguncang. Kita kehilangan harta milik dan adakalanya orang yang kita kasihi.
Hal kedua adalah ORANG LAIN. Salah satu fakta dalam kehidupan yang kadang mesti kita hadapi adalah kita harus menjadi korban perbuatan orang lain. Ada orang yang harus kehilangan barang berharga akibat perampokan. Ada yang kehilangan rumah karena ditipu. Dan, ada yang mesti kehilangan kebahagiaan berumah tangga karena diceraikan pasangan. Namun ada satu lagi yang berkaitan dengan orang lain namun tidak berhubungan dengan perbuatan jahat yakni kematian orang yang kita kasihi. Pada saat seperti itu tidak bisa tidak, adakalanya muncul pemikiran bahwa kita pun telah menjadi "korban" perbuatannya meninggalkan kita dalam ketidaksiapan.
Hal ketiga adalah DIRI SENDIRI. Adakalanya oleh karena perbuatan sendiri maka kita harus menanggung kehilangan besar. Karena ketidakmampuan kita menjaga batas, kita terlibat perselingkuhan dan sebagai akibatnya, kita kehilangan keluarga. Ada pula yang salah bertindak sehingga harus mendekam di penjara. Dan, ada pula orang yang tidak bijaksana berusaha sehingga harus kehilangan harta milik.
Sebagaimana kita lihat ketiga sumber bencana di atas dapat menyapu bersih kehidupan kita secara mendadak. Secara tiba-tiba hidup yang kita kenal, lenyap. Dan, kita dipaksa untuk merajut sebuah kehidupan yang baru dengan menggunakan apa yang tersisa. Apakah yang mesti dilakukan bila hal seperti itu menimpa kita?
Kita harus menerima kenyataan bahwa kita tidak tahu seperti apakah hidup kita kelak. Kita tidak tahu seperti apakah diri yang baru itu. Salah satu kesalahan yang sering diperbuat adalah kita berusaha keras membangun sebuah kehidupan atau diri yang persis sama dengan diri yang lama. Pada kenyataannya kita tidak mungkin melakukannya. Materi yang baru akan menghasilkan produk yang baru! Singkat kata mulai dari titik itu kita berjalan sepenuhnya dengan iman!
Firman Tuhan di Yesaya 12:2 berkata, "Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gemetar, sebab Tuhan Allah itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku." Sewaktu hidup tiba-tiba berhenti, pandanglah kepada Tuhan. Mulai dari saat itu, terus pandanglah Tuhan untuk memimpin kita memasuki kehidupan yang baru. Jangan berdoa meminta kehidupan yang lama itu. Berdoalah meminta kehidupan yang baru!
Saudara—saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen atau LBKK akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Tatkala Hidup Berhenti dengan Tiba-tiba". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, memang sesuatu yang tiba-tiba berhenti itu seperti kejutan tersendiri di dalam hidup ini. Bukan hanya di dalam kendaraan saja kita bisa berhenti dengan tiba-tiba, tetapi di dalam perjalanan kehidupan ini nyatanya juga bisa dan harus berhenti dengan tiba-tiba, walaupun itu kurang nyaman, Pak Paul. Sebenarnya apa yang akan kita bicarakan dengan tema ini, Pak Paul?
PG : Kadang ada sesuatu yang terjadi dalam hidup ini yang akan menghentikan roda kehidupan kita. Kita setiap hari bangun tidur, berharap hari ini akan berjalan sama seperti kemarin. Aktivitas yang kita lakukan kemarin akan kita lakukan hari ini dan apa yang terjadi kemarin akan terjadi hari ini. Kita tidak berharap bahwa hidup akan berubah secara drastik. Masalahnya adalah hidup kadang berubah secara drastik dan dengan sekejap! Sehingga kita dipaksa harus membangun hidup dari nol lagi, Pak Gunawan. Itu yang saya maksud adalah sebuah peristiwa yang terjadi yang benar-benar berat sehingga membuat kehidupan kita berubah secara mendadak.
GS : Tapi biasanya sesuatu yang terjadi itu adalah sesuatu yang di luar kontrol kita, Pak Paul? Artinya kita tidak pernah bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi itu, Pak Paul.
PG : Betul! Benar-benar tidak terduga, Pak Gunawan.
GS : Contohnya apa, Pak Paul?
PG : Yang pertama misalnya bencana alam. Kita tahu bencana alam bisa terjadi kapan saja, dimana saja. Dan pada saat alam berguncang, kita pun terguncang. Kita kehilangan harta milik dan ada kalanya kita kehilangan orang yang kita kasihi. Kita tahu, seperti saat ini kita sedang dilanda banjir di mana-mana, ada tanah longsor, ada angin ribut, ada letusan gunung, itu semua adalah bagian dari bencana alam yang tak terduga. Begitu bencana alam itu terjadi, kita harus menghadapi kehilangan akibat dari bencana alam itu.
GS : Memang ada beberapa yang bisa diprediksi lebih dulu, Pak Paul. Misalnya dengan kemajuan ilmu, banjir masih bisa diprediksi. Tapi toh saat banjir itu datang, kita seperti berhenti dengan tiba-tiba. Kita tidak bisa lagi ke pasar, ke sekolah, ke kantor, harus berhenti dan rutinitasnya berubah.
PG : Kalau hanya masalah kita tidak bisa melakukan aktifitas rutin kita untuk sementara, mungkin masih belum seberapa. Yang lebih berat kalau bencana alam itu merenggut nyawa atau merampas harta milik kita. Misalnya kebakaran sehingga semua ludes. Benar-benar peristiwa itu seperti palu yang memukul dan membuat kita terkapar.
GS : Kadang-kadang yang membuat sulit untuk diterima adalah kita tidak tahu sampai kapan itu terjadi. Misalnya banjir, sampai kapan kita harus tinggal di pengungsian. Ada yang satu minggu bisa kembali, tapi ada yang berbulan-bulan tidak bisa kembali, Pak Paul. Dan kita tidak pernah menyiapkan diri untuk itu.
PG : Ya, betul. Itu yang pertama yaitu bencana alam, Pak Gunawan. Yang kedua yang juga bisa membuat hidup berhenti tiba-tiba adalah orang lain. Salah satu fakta kehidupan yang kadang mesti kita hadapi adalah kita menjadi korban perbuatan orang lain. Ada orang yang kehilangan barang berharga misalnya karena dirampok, ada yang kehilangan rumah karena ditipu, ada yang mesti kehilangan kebahagiaan rumah tangga karena diceraikan pasangan. Namun ada satu hal lagi yang berkaitan dengan orang lain tapi tidak berhubungan dengan perbuatan jahat, yaitu kematian orang yang kita kasihi. Pada saat seperti itu, tidak bisa tidak, ada kalanya muncul pemikiran kita pun telah menjadi "korban" perbuatannya meninggalkan kita dalam ketidaksiapan. Ini yang kadang-kadang diungkapkan oleh pasangannya yang ditinggal secara mendadak, "Kok kamu tega meninggalkan aku. Kamu seharusnya mengerti aku tidak siap. Anak-anak masih kecil." Seakan-akan pasangan yang meninggalkannya itu mempunyai pilihan kapan dia akan pergi, padahal dia tidak mempunyai pilihan itu. Jadi ini sumber yang kedua, perbuatan orang lain yang kadang membuat kita menjadi korban sehingga kita harus kehilangan harta benda atau orang-orang yang kita kasihi.
GS : Kadang-kadang dua sumber yaitu bencana alam dan orang lain bisa terjadi serempak, Pak Paul. Karena bencana alam, orang yang kita kasihi terpaksa meninggalkan kita.
PG : Betul sekali! Memang ini sebuah pukulan yang menghentikan langkah hidup kita secara drastik, Pak Gunawan.
GS : Lalu yang ketiga apa, Pak Paul?
PG : Yang ketiga adalah diri kita sendiri. Ada kalanya oleh karena perbuatan sendiri maka kita harus menanggung kehilangan yang besar. Misalnya karena ketidakmampuan kita dalam menjaga batas, kita terlibat perselingkuhan. Sebagai akibatnya kita kehilangan keluarga. Ada pula yang salah bertindak sehingga harus mendekam di penjara. Ada pula yang kurang bijaksana dalam usaha sehingga kehilangan harta milik. Jadi ini juga ulah kita sendiri yang akhirnya kita harus menanggung kehilangan yang sangat besar.
GS : Tapi yang ini tidak seperti bencana dan kematian, Pak Paul. Misalnya korupsi. Ini tidak terjadi mendadak. Dia sudah tahu kalau terlibat korupsi suatu saat bisa tertangkap dan dipenjara. Tetapi yang dua tadi sangat drastik dan mendadak. Karena itu menyangkut diri kita sendiri, sebenarnya kita harus tahu apa yang semestinya kita lakukan. Namun seringkali kita mengabaikannya! Kita terlena dengan nikmatnya korupsi, mencuri, berselingkuh dan sebagainya. Sehingga ketika akibatnya datang, kita bisa sangat terkejut.
PG : Ya. Kadang kita mempunyai pikiran kita adalah orang yang dikecualikan dari kemalangan. Artinya misal kalaupun kita berjudi, tidak mungkin kita kehilangan apa-apa. "Saya mengerti kapan harus berhenti berjudi. Saya membatasi diri kok." Kita seolah-olah beranggapan kita pasti bisa lolos, tidak akan kena akibatnya. Nah, mentalitas seperti ini yang berbahaya, sebab tinggal tunggu waktu sampai kita tersandung dan harus menanggung semuanya. Seperti orang yang terlibat korupsi tadi. Selalu berpikir, "Orang lain bisa ketahuan, orang lain bisa tertangkap, saya lain. Saya berhati-hati. Tidak mungkin ketahuan." Tapi akhirnya tinggal menunggu waktu sampai ketahuan. Jadi ulah sendiri bisa membuat kita mengalami kehilangan yang besar. Mungkin kita kehilangan keluarga juga karena mereka tidak lagi mau bersama-sama kita. Dan tiba-tiba kita harus mengubah hidup kita karena tidak akan sama lagi seperti kemarin.
GS : Yang terkaget-kaget itu justru pihak keluarganya bila tahu kalau suami atau ayahnya langsung dijemput paksa dimasukkan ke penjara. Ini yang sangat dirasakan oleh keluarganya.
PG : Betul sekali.
GS : Pak Paul, kalau kita tidak bisa menghindari hal-hal yang sulit dihindari seperti bencana alam itu bisa menimpa siapapun termasuk kita yang percaya atau ada orang lain yang menyebabkannya ataupun malah kita sendiri penyebabnya, lalu apa yang bisa kita lakukan?
PG : Yang pertama kita mesti mengijinkan diri kita untuk merasakan kehilangan dan dampak kehilangan itu pada diri kita. Tidak apa-apa menangis, tidak apa-apa bingung, tidak apa-apa kecewa. Dan tidak apa-apa marah. Semua adalah reaksi yang wajar. Berilah kesempatan kepada diri sendiri untuk mengungkapkan perasaaan yang berkecamuk baik secara verbal maupun secara emosional. Setelah semua perasaan ini muncul keluar, pada saatnya pergolakan emosional ini pun akan mereda dan kita pun akan merasa lebih tenang. Kalau bisa jangan menahan-nahan. Jangan coba menampilkan bahwa kita ini kuat. Jangan sampai memunyai pandangan orang yang rohani tidak semestinya menangis, bingung dan sebagainya. Tidak apa-apa! Ini adalah saatnya kita memang harus merasakan kehilangan yang besar itu. Kita bayangkan misalkan kalau kematian pasangan kita yang telah tiada, kita bayangkan rumah kita yang sekarang sudah diambil atau sudah terkena bencana, kita bayangkan yang jadi milik kita sekarang harus kita relakan lepas dari diri kita. Memang ini akan membuat kita labil secara emosional. Tapi tidak mengapa, ini hanya berlangsung untuk sementara.
GS : Tapi biasanya perasaan kehilangan, sedih dan sebagainya itu tidak serta merta atau segera datang kepada kita ketika peristiwa itu terjadi, Pak Paul. Misalnya kematian. Kadang kita begitu kaget dan masih banyak orang di sekeliling kita seolah-olah mau menangis saja kita tidak bisa. Namun setelah itu terjadi, mulai direnungkan dan sebagainya, barulah timbul perasaan itu. Misalnya kebakaran. Pada saat kebakaran itu terjadi, orang panik dan sibuk memadamkan api. Kita tidak sempat menangis, tapi setelah itu kita menyadari kita kehilangan sesuatu. Setelah itu baru bisa tertumpah.
PG : Saya kira itu merupakan bagian dari perlengkapan yang Tuhan berikan kepada manusia dalam menghadapi krisis. Waktu menghadapi krisis kita harus memisahkan diri dari perasaan kita supaya kita bisa menghadapi krisis itu. Misalnya seperti kematian. Di saat-saat awal kita harus siapkan prosesinya, misalnya keuangan dan sebagainya. Jadi kita biasanya terpaksa memisahkan diri dari perasaan kita. Setelah semua itu selesai, barulah perasaan yang sesungguhnya itu keluar. Maka ijinkan semua perasaan itu mengemuka.
GS : Tapi ada juga orang yang bisa menumpahkan perasaannya saat itu juga, Pak Paul. Sehingga ketika masih ada jenasahnya itu dia sudah menangis. Itu pun saya rasa masih wajar-wajar saja, ya Pak Paul.
PG : Betul sekali. Memang ini suatu peristiwa besar yang tidak mudah dihadapi oleh siapapun.
GS : Tapi memang itu tidak menunjukkan iman atau hubungan seseorang, ya Pak Paul?
PG : Tidak boleh! Jadi kita tidak boleh mengatakan, "Kok kamu kurang beriman, kok menangis sampai begitu?" Memang sedih kok kehilangan orang yang kita kasihi. Tidak apa-apa menangis, Tuhan tidak melarang kita menangis. Kalau Tuhan melarang kita menangis, buat apa Tuhan memberikan kantung airmata ya? Jadi tujuannya jelas supaya kita bisa menangis.
GS : Tapi kadang ada orang yang usil mengatakan, "Orang Kristen kok menangis seperti itu?", Pak Paul. Dan saya rasa itu menambah kesedihan orang itu.
PG : Ya, betul.
GS : Pak Paul, apa lagi yang bisa dilakukan selain mengijinkan diri merasakan kehilangan dan dampaknya pada diri kita?
PG : Kita akan mulai masuk ke tahap berikutnya yaitu kita merasakan kekosongan di dalam diri sendiri. Jadi setelah kita keluarkan perasaan-perasaan kita dan kita mulai lega, tentram, emosi kita tidak terlalu labil lagi, di saat itulah kita mulai menatap ke dalam diri kita. Jika pada tahap awal tadi kita memfokuskan pada kehilangan itu. Kehilangan rumah, kehilangan orang yang kita kasihi dan sebagainya. Di tahap kedua ini, kita menengok ke dalam diri dan di saat itulah kita disadarkan akan adanya kehampaan, kekosongan di dalam kalbu. Tidak bisa tidak, pada saat itu kita akan terkejut melihat diri kita sendiri yang seolah tidak kita kenali lagi. Kita melihat diri sendiri seolah kita telah berubah, tidak sama; ada sesuatu yang terhilang. Ini memang sedikit susah untuk dicerna. Tapi bagi orang yang sedang mengalami kehilangan yang besar, ini biasanya yang dialami. Begitu melihat ke dalam diri sendiri kosong. Kosong sekali! Dan ini tahap yang kritis, Pak Gunawan. Sebab di saat seperti ini pikiran-pikiran yang berbahaya bisa muncul. "Kok saya jadi begini? Kok saya kosong?" Kekosongan itu yang bisa membuat orang akhirnya terpikir untuk mengakhiri hidup. Jadi ini tahap yang kritis.
GS : Tapi itu kalau kekosongan yang disebabkan oleh bencana alam atau orang lain, Pak Paul. Kalau yang karena dirinya sendiri apa juga mengalami hal seperti ini, Pak Paul?
PG : Bisa, Pak Gunawan. Misalkan dia disadarkan gara-gara dia harus masuk penjara. Dia benar-benar terbangun dari mimpinya. Sebelumnya dia bermimpi dia selalu bisa lolos. Begitu dijebloskan ke penjara atau dia diceraikan oleh pasangannya dan harus kehilangan keluarganya, barulah dia tiba-tiba terbangun. Di saat itu sama reaksinya, Pak Gunawan. Dia akan melihat ke dalam dan melihat dirinya kosong sekali. Itu suatu perasaan yang benar-benar menyiksa.
GS : Tapi justru di titik itu sebenarnya dia punya dua pilihan, yaitu dia bisa mengakhiri hidupnya atau dia bertobat kepada Tuhan, Pak Paul.
PG : Ya. Jadi seharusnya di saat itu kita datang sungguh-sungguh kepada Tuhan. Kita datang apa adanya, kita mengakui apa yang sudah kita lakukan. Kita minta pengampunan-Nya dan kita minta Tuhan membangun kehidupan kita yang baru ini. Saya ingat cerita tentang Chuck Colson. Dia adalah bekas asisten khusus mantan presiden Richard Nixon di Amerika Serikat. Dia juga terlibat dalam skandal Watergate, skandal yang sangat terkenal di tahun 1970-an itu. Nah, karena skandal itu dia harus mendekam di penjara. Tapi gara-gara itu, dia bertobat 100% mengenal Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya dan mendapatkan anugerah pengampunan dan setelah itu dia memulai kehidupan yang baru. Tidak lagi terjun sebagai seorang politikus atau seorang pengacara tapi terjun untuk melayani Tuhan yaitu memperhatikan para tahanan di penjara. Sebab gara-gara dia dipenjara, dia mengerti kehidupan di penjara, dan dia terpanggil setelah dibebaskan untuk melayani sesama para narapidana di penjara.
GS : Sebenarnya apa yang mendorong seseorang itu bisa mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya atau dia kembali kepada Tuhan?
PG : Biasanya dengan siapakah dia dikelilingi, Pak Gunawan. Kalau tidak ada siapa-siapa, sepertinya orang-orang menolaknya, dia terkucil sendirian, maka pikiran itu bisa muncul, "Lebih baik saya mengakhiri hidup saya." Tapi misalkan dia dikelilingi oleh orang-orang yang mengasihinya, sehingga dia bisa kembali membangun hidupnya, biasanya itu yang mendorongnya untuk berubah dan bertobat. Memang pemikiran-pemikiran dan kekosongan yang muncul ini adalah wajar. Sebab konsep diri kita dibangun di atas banyak faktor yang terkait dengan diri kita. Misalkan, kita selalu punya konsep kita adalah seorang ayah. Bayangkan bila kita harus kehilangan anak semata wayang (anak tunggal). Tidak bisa tidak kita akan melihat ke dalam diri dan menemukan kekosongan. Anak yang selama ini kita kasihi, yang menempati hidup kita, sekarang sudah tidak ada. Dan kita pun tidak mengenali diri sebab selama ini konsep yang terbentuk tatkala kita melihat diri adalah kita sebagai seorang ayah. Sekarang tidak ada lagi. Sama seperti seorang istri kehilangan suaminya. Selama bertahun-tahun dia melihat dirinya secara tidak sadar sebagai seorang istri, sebab ada suaminya. Tiba-tiba suaminya tiada. Konsep diri yang selama ini terbangun tiba-tiba berubah. Dia bukan lagi seorang istri. Jabatan istri itu tiba-tiba tanggal. Bayangkan mungkin selama 40 tahun dia telah hidup sebagai seorang istri sekarang tidak lagi. Dia melihat ke dalam dirinya dan melihat dirinya kosong dan berubah. Inilah yang dialami oleh orang pada saat hidup tiba-tiba berhenti dan merenggut apa yang tadinya milik kita.
GS : Bukan hanya itu, Pak Paul. Status atau sebutan untuk orang itu berubah. Misalnya bukan lagi istri, tapi orang memanggilnya sebagai janda! Atau kalau karena kebakaran atau bencana lalu rumahnya yang besar tiba-tiba hancur, orang akan menyebutnya orang miskin. Padahal selama ini dia berpredikat sebagai orang kaya. Dan itu akan memukulnya dengan begitu keras.
PG : Betul. Banyak sekali label seperti itu. Misalnya label, "Dia itu tuh yang sudah ditinggalkan suaminya." Label-label seperti itu yang tidak bisa tidak menyadarkan dia bahwa dia bukanlah orang yang sama. Untuk dia kembali bisa membangun dirinya memang perlu waktu. Karena diri yang lama itu sudah tidak ada. Makanya yang dia lihat di dalam adalah sebuah kekosongan.
GS : Tapi itu harus diterima, Pak Paul?
PG : Tidak bisa tidak, akhirnya dia harus menerimanya. Kalau tidak menerimanya, dia tidak mungkin bisa membangun sebuah kehidupan yang baru. Ini tahapan yang terakhir, diri yang lama sudah tiada, mau tidak mau kita harus melepaskannya. Satu hal yang harus kita camkan dalam membangun diri yang baru adalah kita tidak bisa membangun diri yang baru seperti diri yang lama! Ini yang sering kita lakukan. Kita harus menerima kenyataan bahwa kita tidak tahu seperti apakah hidup kita kelak. Kita tidak tahu seperti apakah diri kita yang baru itu. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah kita berusaha keras membangun sebuah kehidupan atau diri yang sama persis seperti diri yang lama. Pada kenyataannya kita tidak mungkin melakukannya. Materi yang baru akan menghasilkan produk yang baru. Singkat kata, mulai saat itu kita betul-betul berjalan dengan iman. Memang kalau kita berusaha untuk membangun yang lama, tidak bisa. Walaupun ini adalah reaksi wajar karena kita tidak mengerti akan seperti apa nanti, akhirnya kita membangun seperti diri yang lama. Makanya kadang-kadang ada kesalahan yang kita buat. Sebagai contoh, dalam kasus kematian pasangan. Karena kita mau membangun diri yang lama sebagai suami atau sebagai istri, tidak lama setelah kematian pasangan kita, kita cepat-cepat mendapatkan pasangan yang baru. Akhirnya salah, memilih orang yang tidak tepat, malah menjerumuskan hidup kita ke dalam lubang hidup ini. Jadi kita mesti berhati-hati dalam membangun hidup yang baru itu. Maka saya tekankan perlu beriman sungguh-sungguh, minta Tuhan yang membangun. Kita tidak mengerti seperti apa diri kita di depan nanti, minta Tuhan yang memimpin kita.
GS : Memang kita harus kembali kepada konsep bahwa yang ada di dunia ini sifatnya sementara, Pak Paul. Kita harus mengacu kepada yang kekal yaitu Tuhan itu sendiri. Kita melihat kehidupan Ayub yang secara mendadak berhenti total. Tetapi pada saatnya Tuhan memulihkan Ayub dan Ayub tetap beriman kepada Tuhan yang tak berubah itu.
PG : Ya. Ini yang harus sering kita ingatkan kepada diri kita, Pak Gunawan. Bahwa apa yang kita miliki adalah sementara. Kita bukanlah pemilik, kita hanyalah orang yang dipercayakan. Jadi kita terima, tapi kita juga sadar kapan Tuhan ingin mengambil maka akan Dia ambil, Dia akan biarkan sesuatu terjadi sehingga mengambil apa yang tadinya ada pada diri kita.
GS : Memang kita harus selalu siap sekejap bisa terjadi, hidup ini bisa berhenti dengan tiba-tiba, Pak Paul. Dan ini bisa menggoncangkan iman kita sendiri. Sekuat apapun iman akan bisa goncang di saat seperti itu.
PG : Ya. Tadi saya juga singgung tentang kita menjadi korban orang lain. Kadang ini misalnya membuat kita kehilangan kesehatan karena ditabrak dan sebagainya. Misal kita jadi lumpuh, patah tulang, bahkan buta atau yang lain. Itu berat sekali. Karena kita terus memikirkan kita begini gara-gara orang itu. Akhirnya di satu pihak kita ingin sembuh dan memaksimalkan hidup, tapi juga sangat mungkin kita juga digandoli oleh perasaan tidak terima, marah, pahit karena menjadi korban perbuatan orang. Sekali lagi, pada akhirnya kita harus "tutup buku" itu. Kalau tidak, nantinya semakin hari kita yang akan semakin terperosok.
GS : Tapi ada orang-orang tertentu yang suka mengenang peristiwa-peristiwa yang kurang menyenangkan itu, Pak Paul. Misalnya dengan mendokumentasikan atau terus membicarakan, itu 'kan malah memperlambat kesembuhan bagi luka-lukanya, Pak Paul?
PG : Di awal itu adalah hal yang baik. Kita bicara dan mengeluarkan apa yang menjadi perasaan-perasaan kita, silakan! Lewati fase itu sehingga kita benar-benar lepas dari masa lalu itu. Setelah itu kita harus tutup lembar itu lalu buka lembar baru. Lihatlah ke depan! Hadapi hidup hari lepas hari dan biarkan Tuhan yang membangun kehidupan kita yang baru itu.
GS : Memang ini membutuhkan kekuatan dari Tuhan supaya kita bisa melakukan lembaran yang baru ini. Dalam hal ini apakah ada ayat firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan?
PG : Yesaya 12:2 berkata, "Sungguh Allah itu keselamatanku. Aku percaya dengan tidak gemetar. Sebab Tuhan Allah itu kekuatanku dan mazmurku. Ia telah menjadi keselamatanku." Jadi sewaktu hidup tiba-tiba berhenti, pandanglah kepada Tuhan. Mulai dari saat itu terus pandanglah Tuhan untuk memimpin kita memasuki kehidupan yang baru. Jangan berdoa meminta kehidupan yang lama itu. Jangan! Berdoalah meminta kehidupan yang baru.
GS : Dan kita yakin Tuhan pasti memberikan yang lebih baik daripada apa yang sudah kita miliki sebelumnya. Terima kasih untuk perbincangan ini, Pak Paul.
PG : Terima kasih, Pak Gunawan.
GS : Para pendengar sekalian, kami juga mengucapkan banyak terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Tatkala Hidup Berhenti dengan Tiba-Tiba". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org. Kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan, serta tanggapan Anda sangat kami nantikan. Akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
118. Profil Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1 | |
Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada pernikahan yang tidak pernah mengalami masalah. Apapun masalah yang dihadapi, apabila ditambah dengan kekerasan, maka masalah itu berubah bukan saja menjadi lebih rumit tetapi juga lebih membahayakan. Itu sebabnya masalah ini penting untuk dibahas dan kali ini kita akan meneropongnya dari sisi si pelaku sendiri. Selain itu, kita akan belajar mengatasi masalah ini berdasarkan pengalaman hidup salah satu tokoh di Alkitab yang menyaksikan penindasan terhadap bangsanya sendiri, yaitu Musa.
Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada pernikahan yang tak pernah mengalami masalah. Di antara semua masalah mungkin yang terberat adalah kekerasan dalam rumah tangga. Apa pun masalah yang dihadapi, apabila ditambah dengan kekerasan, maka masalah itu berubah bukan saja menjadi lebih rumit tetapi juga lebih membahayakan. Sebagaimana kita ketahui, tidak jarang kekerasan dalam rumah tangga berakhir dengan pemenjaraan, dan dalam beberapa kasus, kematian. Itu sebabnya penting bagi kita untuk membahas masalah ini dan kali ini kita akan meneropongnya dari sisi si pelaku sendiri.
Hal pertama yang hendak kita lihat adalah latar belakang si pelaku. Kendati semua manusia—baik pria maupun wanita—mempunyai potensi untuk melakukan tindak kekerasan, namun ada beberapa latar belakang yang memperbesar kemungkinan tersebut.
Petunjuk Firman Tuhan:
Salah satu tokoh di Alkitab yang memenuhi salah satu kriteria di atas ini adalah Musa. Walau ia sendiri tidak mengalami penindasan, ia harus menyaksikan penindasan yang dilakukan orang Mesir terhadap bangsanya, Israel. Dan, sudah tentu termasuk di antaranya kaum kerabat atau bahkan keluarganya sendiri. Tidak heran Musa bertumbuh besar dengan kemarahan.
Berkali-kali kemarahan muncul dan menjadi masalah dalam kehidupannya. Sungguhpun demikian, sebagaimana dapat kita lihat Musa dipakai Tuhan melakukan pekerjaan-Nya. Dan, perlahan tapi pasti hati yang lembut bertunas menjadi bagian terkuat dalam dirinya. Firman Tuhan berkata, "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3)
Kekerasan Hati dan Kekerasan Fisik
Selain dari kepribadian psikopat, sebenarnya hampir semua pelaku kekerasan bergumul dengan masalah kemarahan dan ingin merdeka dari ikatan yang merugikan, bukan saja orang lain tetapi juga dirinya sendiri. Masalahnya adalah mereka tidak bisa melepaskan diri dari lingkaran kemarahan dan kekerasan. Berdasarkan pengalaman hidup Musa, ada beberapa hal yang dapat kita petik untuk menjadi pelajaran bagaimana mengatasi masalah ini.Firman Tuhan mengingatkan, "Berbahagialah orang yang lemah lembut karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5) Orang yang pemarah dan pelaku kekerasan mempunyai dorongan kuat untuk menguasai orang dan lingkungan di sekitarnya. Singkat kata, ia berusaha memiliki bumi melalui kekerasan. Tuhan mengajarkan bahwa justru sewaktu kita lembut, kita akan memiliki bumi. Tuhan adalah pemilik bumi; Ia memutuskan kepada siapakah Ia menyerahkan bumi.
Saudara—saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini tentang "Profil Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Kita sering dipertontonkan, diperhadapkan dengan kekerasan-kekerasan yang terjadi di sekeliling kita, Pak Paul. Entah di jalan, entah itu di ruang rapat, tetapi di dalam rumah tangga rupanya juga seringkali terjadi kekerasan-kekerasan fisik, itu bagaimana terjadinya, Pak Paul?
PG : Memang kita ini tidak bisa tidak akan ada konflik karena kita dan pasangan kita datang dari latar belakang yang berbeda dan sudah tentu itu perlu usaha, kesabaran untuk bisa menyelesaikan konflik, namun konflik akan jauh lebih serius jikalau disertai dengan pemukulan. Istilah yang sekarang digunakan adalah KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Sudah tentu kenapa menjadi lebih serius karena bukan saja ini bisa membahayakan, tetapi ini juga bisa nanti berakhir dengan pemenjaraan dan bahkan dalam kasus tertentu berakhir dengan kematian. Memang ini adalah hal yang sangat serius, itu sebab kita mau mengangkat hal ini, Pak Gunawan.
GS : Dalam hal ini yang mau diangkat lebih dahulu yang mana, Pak Paul?
PG : Yang perlu kita soroti adalah si pelakunya sendiri, jadi kalau ada yang saat ini mendengarkan siaran kita dan memunyai masalah, saya berharap kita semua bisa belajar. Coba kita akan lihat apa ciri-ciri atau profil seorang pelaku yang kerap menggunakan kekerasan dalam rumah tangganya.
GS : Tentunya seseorang itu bersikap keras, kasar 'kan ada latar belakang sendiri yang dialaminya. Itu apa saja, Pak Paul?
PG : Pertama, kemungkinan orang ini dibesarkan dalam keluarga yang sarat kekerasan. Bila kita sering mendengar dan menyaksikan kekerasan dalam keluarga, besar kemungkinan benih kekerasan sudah tertanam dalam diri kita. Kemarahan yang kita saksikan di antara ayah dan ibu dan kemarahan yang muncul sebagai respons terhadap ketegangan yang terjadi begitu seringnya, membuat kita menjadi seseorang yang mudah tersulut. Oleh karena jarak antara kemarahan yang kuat dan kekerasan fisik hanyalah sehelai benang saja, tidak heran hanya dalam hitungan menit kemarahan pun berkembang menjadi kekerasan.
GS : Ini pengaruhnya terhadap anak-anak sekitar usia berapa biasanya, Pak Paul?
PG : Biasanya anak-anak mulai dari usia 2 atau 3 tahun sudah mulai bisa mengamati apa yang terjadi dan menyerap secara lebih langsung apa yang dialaminya itu, sudah tentu makin bertambah besar, usia 6, 7, 8 tahun makin mengerti duduk masalah makin menjadi benih-benih yang tertanam dalam hidupnya, yaitu benih-benih kemarahan. Awalnya sudah tentu yang tertanam bukanlah benih kemarahan pada usia misalnya 3, 4, 5, 6 atau 7 tahun. Yang lebih tertanam adalah benih ketakutan karena melihat orang tua berkelahi itu sangat mencekam. Tapi di usia dia mulai mengerti duduknya masalah misalnya di usia 8 tahun ke atas, yang tertanam adalah kemarahan karena waktu mendengar orang tua berkelahi, berteriak, marah, kemarahan itu terserap dalam jiwanya. Karena tidak suka hidup dalam ketegangan, perkelahian terus-menerus seperti itu, maka si anak pun mengembangkan kemarahan kepada orang tuanya, kenapa mesti berkelahi terus. Kemarahan itu dobel, yang diserap dari kemarahan orang tuanya dan kemarahan dia sendiri, menyaksikan pertikaian orang tuanya yang tidak berkesudahan.
GS : Apakah ada perasaan malu dalam diri anak itu, Pak Paul, karena pertengkaran ini 'kan pasti keras dan para tetangga pasti juga mendengar adanya pertengkaran dalam rumah itu, apakah anak bisa merasa malu?
PG : Seringkali ya, anak-anak ini seringkali merasa di mata masyarakat dia bermasalah meskipun sebetulnya secara rasional dia tahu yang bermasalah adalah orang tuanya bukan dia, tapi tidak bisa tidak, dia adalah anak. Dia sudah membayangkan orang pasti membicarakan orang tuanya, tetangganya berkata, "Lihat berkelahi terus". Tidak bisa tidak sejak awal dia akhirnya juga memunyai rasa malu yang harus dipikulnya, sehingga dia selalu merasa dirinya tidak sama dengan orang dan cenderung melihat dirinya lebih rendah dari pada orang lain.
GS : Bukankah disamping itu dia juga belajar bagaimana caranya orang itu memaksakan kehendaknya terhadap orang lain, Pak Paul, kalau dia melihat misalnya ayahnya. Bukankah dia bisa belajar dari situ caranya memaksakan kehendak itu.
PG : Betul, jadi akhirnya dia akan menjadi orang yang sulit untuk bernegosiasi, dia adalah anak yang besar dalam rumah yang penuh dengan kekerasan, tidak begitu mengenal bagaimana caranya bernegosiasi. Mengalah bagi yang saat ini bisa mengalah karena yang dipelajarinya adalah memaksakan kehendak. Itu sebabnya waktu misalnya setelah menikah dia konflik karena perbedaan pendapat, dia tidak bisa mundur. Susah untuk bernegosiasi, caranya bagaimana dia tidak bisa mengerti, akhirnya yang keluar kemarahan dan begitu merasa tertantang, kemarahannya meledak menjadi pemukulan.
GS : Pak Paul, apakah hal itu bisa memengaruhi kalau terjadinya kerap kali, jika jarang-jarang terjadi apakah itu juga berpengaruh pada anak di usia seperti itu?
PG : Kalau jarang-jarang terjadi dampaknya minimal, sudah tentu jarang-jarangnya kita mau lihat dari segi skalanya, yaitu skalanya juga bukan skala besar. Kalau jarang-jarang terjadi namun skalanya serius, misalnya ibunya dikejar oleh ayahnya dengan pisau atau golok mau dibacok, sudah tentu pemandangan seperti itu benar-benar menakutkan sekali. Itu akan terpateri dalam jiwa si anak, tapi kalau jarang-jarangnya adalah pernah terjadi pemukulan, didorong tapi jarang terjadi, sudah tentu dampaknya minimal meskipun tetap ada dampak pula.
GS : Selain dia dibesarkan dalam keluarga yang banyak mengalami kekerasan itu, apakah ada latar belakang yang lain, Pak Paul?
PG : Latar belakang lain yang membuat seseorang bisa menjadi seorang yang terlibat dalam kekerasan dalam rumah tangga adalah bertumbuh dalam lingkungan yang keras. Yang dimaksud lingkungan yang keras bukan saja lingkungan di mana sering terjadi tindak kekerasan, tetapi juga lingkungan di mana kesulitan ekonomi merajalela sehingga orang harus bertahan hidup dengan cara yang keras. Saya berikan contoh, salah satu kota di Amerika Serikat yang memunyai angka pembunuhan tertinggi adalah kota Chicago, yang menarik adalah hampir semua pembunuhan itu terjadi di sebelah Selatan kota itu. Dengan kata lain, hampir tidak ada pembunuhan yang terjadi di sebelah Utara kota itu. Fakta menunjukkan bahwa mayoritas penduduk yang tinggal di Selatan kota Chicago hidup dalam kemiskinan. Dalam kondisi hidup yang berat akhirnya belas kasihan dan sisi kemanusiaan lainnya hilang, tergantikan oleh kekerasan.
GS : Tapi itu 'kan juga tergantung bagaimana orang tuanya menghadapi kesulitan dalam bidang ekonomi. Kalau mereka dapat menghadapinya dengan tenang dan bersandar pada Tuhan 'kan itu pengaruhnya minimal sekali terhadap anak.
PG : Betul jadi misalkan anak ini dibesarkan dalam rumah yang sehat, orang tuanya mengayomi dengan kasih sayang, mendidik dengan baik. Anak ini bisa lebih dapat diselamatkan dari pengaruh lingkungan yang keras itu, tapi tetap memang harus diakui meskipun terselamatkan dirinya, usaha orang tua untuk menyelamatkan anak-anak ini memang haruslah sangat besar sebab dorongan atau tekanan dari lingkungan akan sangat kuat sekali. Contoh ada keluarga yang anak-anaknya terselamatkan dari lingkungan yang buruk itu, ternyata ketika saya baca orang tua sengaja menyekolahkan anak-anaknya ke wilayah sekolah yang berbeda. Ia akan rela mengendarai mobil, mengantar jemput anaknya jauh, tapi dengan cara itulah anak-anaknya itu diselamatkan dari lingkungan yang keras itu. Sebab sekali lagi meskipun di dalam rumah anak-anak itu dibesarkan dengan kasih sayang dan sebagainya tapi kalau lingkungannya sarat dengan kekerasan dimana orang harus bertahan hidup dengan cara-cara yang keras, kecenderungannya nanti sisi kemanusiaan itu akhirnya pudar, tergantikan oleh kemarahan, kekerasan.
GS : Kalau seorang anak melihat bagaimana rumahnya digusur lalu orang tuanya dipaksa keluar dari rumah itu, hal itu menimbulkan trauma tersendiri juga, Pak Paul.
PG : Itu juga bagian yang sering terjadi dalam masyarakat, tidak bisa tidak anak-anak itu akan menyimpan kemarahan dalam hatinya pula.
GS : Karena orang tua dan tetangga-tetangga itu biasanya mereka berkumpul untuk melakukan perlawanan dan seringkali terjadi pertengkaran di sana, Pak Paul.
PG : Betul sekali oleh karena itu yang membuat kita mengerti, tidak mudah untuk menghilangkan permusuhan antar kelompok sebab biasanya seperti waktu terjadi pertikaian, anak-anak melihat dan mereka juga mendengar juga apa yang dikatakan oleh orang-orang dewasa dalam kelompok itu dan akhirnya merekalah yang nanti setelah besar meneruskannya lagi. Nanti diteruskan lagi oleh anak-anak mereka seperti itu.
GS : Dan itu bukan hanya terjadi di luar rumah tetapi bisa terjadi di dalam rumah.
PG : Betul sekali jadi akhirnya mereka menyerap kekerasan itu dan dibawa ke dalam rumah akhirnya anak-anaknya menjadi korban. Waktu istrinya menjadi korban, kita melihat ini di Indonesia juga sama misalnya orang yang bekerja di lapangan, bekerja kasar harus menghadapi kekerasan hidup, ada yang berdagang kecil-kecilan harus menghadapi para pemalak, para preman, hidup dengan kekerasan seperti itu untuk menafkahi keluarga tidak jarang mereka sendiri akan menjadi orang yang keras juga, menghadapi istrinya, menghadapi anak-anaknya akhirnya pemukulan sering terjadi juga.
GS : Faktor lain yang melatar belakangi KDRT ini apa, Pak Paul?
PG : Orang yang menjadi korban pelecehan atau kekerasan ternyata bukan saja korban kekerasan yang berpotensi melakukan tindak kekerasan. Korban pelecehan lainnya seperti pencabulan dan penghinaan juga berpotensi mengembangkan masalah yang serupa. Tampaknya pengalaman ditindas menanamkan benih marah dan keinginan untuk membalas sehingga kita menjadi mudah tersulut, hal sepele bisa membuat kita merasa terhina dan kembali tertindas sehingga membuat kita mudah meledak. Sudah tentu apabila kita sendiri adalah korban pemukulan di rumah, nah potensi untuk mengembangkan perilaku yang sama sangat besar.
GS : Jadi ini ketika anak itu menjadi korban, waktu masih kecil menjadi korban pelecehan atau kekerasan, begitu Pak Paul?
PG : Bukan hanya kekerasan karena kalau korban kekerasan lebih masuk akal, dia sering dipukuli sehingga akhirnya mengembangkan perilaku yang serupa, tapi ternyata yang lain-lainnya seperti penghinaan itu cukup kuat untuk menanamkan reaksi marah sehingga nantinya mudah sekali tersulut dan terlibat juga dalam tindakan kekerasan. Dan yang satunya lagi adalah pelecehan seksual, jadi anak-anak yang dilecehkan secara seksual, anak tidak merasa berdaya ditindas secara fisik atau melakukan hal-hal yang dia ketahui tidak benar dan menjijikkan itu menimbulkan kemarahan yang dalam, sehingga mereka setelah besar mudah sekali untuk bisa tersulut dan meledak.
GS : Biasanya yang menjadi korban pelecehan seksual adalah anak-anak perempuan. Apakah nanti didalam rumah tangga dia menjadi ibu atau istri yang bisa melakukan KDRT, Pak Paul?
PG : Mungkin tidak separah laki-laki, tapi amarahnya bisa tidak terkendali, bisa dilampiaskan lewat perkataan karena pada umumnya perempuan bisa mengungkapkan kemarahan lewat perkataan jauh lebih mudah dari kaum pria, sehingga tidak begitu cepat atau langsung menggunakan kekerasan fisik. Tapi tidak jarang anak-anak yang menjadi korban karena tidak bisa memukul suami atau apa, tapi akhirnya anak yang menjadi korban. Memukuli anak dan kalau memukul benar-benar tidak bisa terkendali.
GS : Itu pun termasuk KDRT antara ibu dan anaknya. Selain korban pelecehan ada yang dikatakan lebih ringan tetapi seringkali di dalam keluarga terutama dimana banyak anak, kalau ada anak yang diperlakukan dengan tidak adil dibandingkan dengan saudara-saudara yang lain, apakah itu juga bisa memunculkan sifat KDRT, Pak Paul?
PG : Kita lihat contohnya, kakak-kakak Yusuf di Alkitab karena mereka merasa tidak diperlakukan adil oleh ayahnya, Yakub, jadi kemarahanlah yang muncul dan tindakannya sangat drastik yaitu menculik Yusuf dan berniat membunuh Yusuf, tapi puji Tuhan tidak jadi membunuh Yusuf akhirnya Yusuf dijual sebagai seorang budak. Jadi perlakuan tidak adil bisa membakar kemarahan orang. Bukan saja dalam rumah, tapi di luar rumah pun begitu. Bila kita adalah bagian dari sekelompok masyarakat yang tertindas, besar kemungkinan kita akan menyimpan kemarahan yang sewaktu-waktu meledak. Tidak bisa tidak keinginan untuk membalas tertanam dan reaksi terhadap segala sesuatu yang dianggap sebagai ketidakadilan menjadi berlebihan, sebab dalam pernikahan acapkali kemarahan menjadi masalah yang terus-menerus muncul.
GS : Tapi itu hanya kemarahan atau disertai dengan perbuatan, Pak Paul?
PG : Bisa juga dengan perbuatan karena memang benih-benih kemarahan itu sudah tertanam. Ini kadang-kadang luput kita perhatikan karena kita beranggapan ini 'kan diluar dirinya, tapi tidak jarang anggota masyarakat yang merasa dirinya adalah bagian dari kelompok yang tertindas akhirnya lebih mudah untuk meletupkan kemarahannya dengan tindakan-tindakan yang lebih keras. Ini kita lihat misalnya di Amerika Serikat yang kita ketahui masih banyak orang-orang berkulit hitam yang merasa mereka adalah masyarakat terdiskriminasi. Sudah tentu ada benarnya, tidak semua orang di sana merasakan diperlakukan secara sama dan rata dengan orang lain. Jadi kita bisa melihat contohnya pada tahun 1992 terjadi peristiwa pemukulan seseorang yang bernama Rodney King oleh polisi-polisi di Los Angeles, langsung masyarakat berkulit hitam turun ke jalanan membakar toko-toko, merampok toko-toko, memukuli orang-orang, menganiaya orang-orang sampai menimbulkan kekacauan yang sangat parah di sana. Kenapa begitu? Karena mereka merasa bahwa mereka adalah masyarakat yang tertindas, jadi begitu keluar kemarahannya memang benar-benar sangat kuat kemarahan itu dalam tindak kekerasan.
GS : Apakah itu bukan hanya kebutuhan solidaritas antara satu dengan yang lainnya, Pak Paul?
PG : Sudah tentu itu ada, tapi itu lebih dari sekadar solidaritas, itu juga adalah benar-benar letupan kebencian. Saya masih ingat membaca sebuah kisah yang sangat-sangat mengharukan, ada seorang berkulit putih yang sering berdiri di depan area pertokoan, sering memberitakan Injil kepada orang yang lewat di sana. Waktu ia mendengar ada keributan di daerah itu, ia langsung ke sana sebab ia merasa terpanggil untuk menegur, memperingati jangan sampai orang-orang ini khilaf, lupa daratan, bertindak anarkhis. Ia berdiri di situ dan mulailah memberitahukan orang, "Jangan, jangan, berhenti, berhenti!" Tidak lama sekelompok orang datang langsung memukuli dia sampai mati, padahal apa yang dia katakan adalah peringatan yang baik, karena ia mau menghentikan tindakan orang-orang yang sedang benar-benar diamuk oleh amarah. Bukan saja mereka tidak menghiraukan, mereka akhirnya menghabisi nyawanya seperti itu, Pak Gunawan.
GS : Karena mungkin dianggap musuh juga, begitu Pak Paul?
PG : Betul.
GS : Pak Paul, apakah ada faktor latar belakang yang lain yang membuat seseorang mudah melakukan kekerasan dalam rumah tangga?
PG : Ini yang paling serius menurut saya, yaitu orang yang berkepribadian psikopat. Mungkin dari semua penyebab inilah yang paling serius. Kepribadian psikopat mendapatkan kepuasannya dari tindakan penindasan dan penyiksaan, benar-benar sebuah kebutuhan untuk menyiksa dan menindas sebab dari menindas dan menyiksalah dia merasa puas. Dia selalu ingin menguasai orang dan berusaha membuat orang tunduk dan bergantung kepadanya, itu sebab pada waktu pasangannya menolak atau berniat melepaskan diri darinya, ia akan marah dan akan menggunakan segala cara untuk menaklukkan pasangannya. Akhirnya kemarahan dan kekerasan menjadi senjata ampuhnya untuk menguasai kita.
GS : Ini berarti orang itu sudah mengalami kelainan jiwa pada tahap tertentu, Pak Paul?
PG : Ini adalah bagian dari salah satu penyakit yang menyerang kepribadian manusia, ini kepribadian psikopat atau antisosial memang sebuah kepribadian yang sangat berbahaya karena mereka tidak bisa berempati, mengerti perasaan orang, memahami penderitaan orang yang disiksa olehnya. Tidak mau tahu juga, bukan hanya tidak bisa. Memang ciri utamanya adalah luar biasa kejamnya. Kalau ada orang yang menikah dengan seseorang dengan kepribadian psikopat, ini sebuah pernikahan yang luar biasa berbahayanya.
GS : Bagaimana pasangan atau yang menjadi korban kekerasan rumah tangga ini bisa mengetahui apa sebenarnya yang melatar belakangi pasangannya begitu keras terhadap dia. Bagaimana, Pak Paul?
PG : Sudah tentu dalam masa berpacaran tidak boleh tergesa-gesa, mesti benar-benar mengenal baik-baik, jangan iya-kan jarak jauh tidak pernah ketemu. Dikenalkan iya saja, jangan! Benar-benar kenallah dia lewat waktu yang lama, kalau bisa di atas 2 tahun, 3 tahun dan kenalilah keluarganya, kenalilah kakak dan adik-adiknya, pamannya, benar-benar lihatlah keluarganya secara seksama. Apakah ada yang menggunakan kekerasan, apakah ada yang bermasalah dan sebagainya. Dengan cara itu kita baru bisa lebih mengenal latar belakangnya dan dengan masa berpacaran yang relatif lama, 2 atau 3 tahun, kita bisa melihat langsung reaksi dia pada waktu kita bersitegang dengan dia, apakah dia marah, meledak. Orang yang masih berpacaran kemudian ada perbedaan pendapat dan meledak, meledak, untuk saya adalah sebuah sinyal, bahwa besar kemungkinan orang ini memunyai masalah dengan kemarahan dan kalau begitu cepat meledak berarti jarak antara ledakan kemarahan dan kekerasan atau pemukulan, jaraknya sangatlah dekat.
GS : Apakah di dalam Alkitab ada contoh-contoh konkretnya, Pak Paul?
PG : Salah satu tokoh di Alkitab yang memenuhi salah satu kriteria yang telah kita baca tadi adalah Musa. Walau ia sendiri tidak mengalami penindasan, ia harus menyak-sikan penindasan yang dilakukan oleh orang Mesir kepada bangsanya Israel dan sudah tentu termasuk di antaranya kaum kerabat atau bahkan keluarganya sendiri. Tidak heran Musa bertumbuh besar dengan kemarahan, tidak usah jauh-jauh ia pasti ingat latar belakangnya, ia harus juga disembunyikan karena perintah Firaun saat itu adalah untuk membunuh bayi-bayi laki-laki yang lahir dari orang-orang Israel. Jadi benar-benar ia melihat bangsanya itu bangsa yang ditindas. Berkali-kali kemarahan muncul dan menjadi masalah dalam kehidupannya, sungguh pun demikian sebagaimana dapat kita lihat Musa dipakai Tuhan melakukan pekerjaan-Nya. Ia terus bergumul dengan kemarahan namun kemarahan tidak lagi menguasai dirinya, perlahan tapi pasti hati yang lembut bertunas menjadi bagian terkuat dalam dirinya. Begitu Pak Gunawan, maka dikatakan di Firman Tuhan di Bilangan 12:3, "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi".
GS : Tapi memang faktor usia bisa memengaruhi kekerasan seseorang, artinya kalau dia semakin tua, dia semakin jarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
PG : Sudah tentu ada pengaruh besar dengan menuanya tubuh, melemahnya badan kita. Sudah tentu akan ada pengaruh kita menjadi lebih bisa menguasai diri dan tentu karena kita juga belajar dari pengalaman hidup, kita akhirnya lebih bisa bersikap bijaksana, namun kita juga mesti mengerti bahwa seringkali kemarahan dan kekerasan ini tidak selesai dengan cepat. Ada orang-orang yang harus mengalami pemukulan sampai di usia paro baya.
GS : Jadi sebenarnya orang-orang yang melakukan KDRT itu adalah korban juga, Pak Paul, dari lingkungannya?
PG : Seringkali ya, Pak Gunawan. Bukan orang-orang yang tanpa sebab memutuskan menjadi seseorang yang mau memukuli orang-orang di sekitarnya kecuali yang tadi saya sebut itu orang yang memunyai kepribadian psikopat itu beda, tapi yang lain-lainnya kebanyakan memang adalah korban dari lingkungannya.
GS : Pak Paul, sebenarnya kita masih akan melanjutkan perbincangan ini karena masalah KDRT itu sekarang sudah seringkali diperbincangkan dan kita perlu tahu bagaimana kita harus menyikapinya, namun karena keterbatasan waktu maka untuk kali ini kita cukupkan sampai di sini dan kita berharap para pendengar kita bisa mengikuti perbincangan kita selanjutnya.
Terima kasih sekali Pak Paul, untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami juga mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Profil Pelaku Kekerasan dalam Rumah Tangga". Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
119. Profil Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga 2 | |
Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada pernikahan yang tidak pernah mengalami masalah. Apapun masalah yang dihadapi, apabila ditambah dengan kekerasan, maka masalah itu berubah bukan saja menjadi lebih rumit tetapi juga lebih membahayakan. Itu sebabnya masalah ini penting untuk dibahas dan kali ini kita akan meneropongnya dari sisi si pelaku sendiri. Selain itu, kita akan belajar mengatasi masalah ini berdasarkan pengalaman hidup salah satu tokoh di Alkitab yang menyaksikan penindasan terhadap bangsanya sendiri, yaitu Musa.
Tidak ada gading yang tak retak; tidak ada pernikahan yang tak pernah mengalami masalah. Di antara semua masalah mungkin yang terberat adalah kekerasan dalam rumah tangga. Apa pun masalah yang dihadapi, apabila ditambah dengan kekerasan, maka masalah itu berubah bukan saja menjadi lebih rumit tetapi juga lebih membahayakan. Sebagaimana kita ketahui, tidak jarang kekerasan dalam rumah tangga berakhir dengan pemenjaraan, dan dalam beberapa kasus, kematian. Itu sebabnya penting bagi kita untuk membahas masalah ini dan kali ini kita akan meneropongnya dari sisi si pelaku sendiri.
Hal pertama yang hendak kita lihat adalah latar belakang si pelaku. Kendati semua manusia—baik pria maupun wanita—mempunyai potensi untuk melakukan tindak kekerasan, namun ada beberapa latar belakang yang memperbesar kemungkinan tersebut.
Petunjuk Firman Tuhan:
Salah satu tokoh di Alkitab yang memenuhi salah satu kriteria di atas ini adalah Musa. Walau ia sendiri tidak mengalami penindasan, ia harus menyaksikan penindasan yang dilakukan orang Mesir terhadap bangsanya, Israel. Dan, sudah tentu termasuk di antaranya kaum kerabat atau bahkan keluarganya sendiri. Tidak heran Musa bertumbuh besar dengan kemarahan.
Berkali-kali kemarahan muncul dan menjadi masalah dalam kehidupannya. Sungguhpun demikian, sebagaimana dapat kita lihat Musa dipakai Tuhan melakukan pekerjaan-Nya. Dan, perlahan tapi pasti hati yang lembut bertunas menjadi bagian terkuat dalam dirinya. Firman Tuhan berkata, "Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi." (Bilangan 12:3)
Kekerasan Hati dan Kekerasan Fisik
Selain dari kepribadian psikopat, sebenarnya hampir semua pelaku kekerasan bergumul dengan masalah kemarahan dan ingin merdeka dari ikatan yang merugikan, bukan saja orang lain tetapi juga dirinya sendiri. Masalahnya adalah mereka tidak bisa melepaskan diri dari lingkaran kemarahan dan kekerasan. Berdasarkan pengalaman hidup Musa, ada beberapa hal yang dapat kita petik untuk menjadi pelajaran bagaimana mengatasi masalah ini.Firman Tuhan mengingatkan, "Berbahagialah orang yang lemah lembut karena mereka akan memiliki bumi." (Matius 5:5) Orang yang pemarah dan pelaku kekerasan mempunyai dorongan kuat untuk menguasai orang dan lingkungan di sekitarnya. Singkat kata, ia berusaha memiliki bumi melalui kekerasan. Tuhan mengajarkan bahwa justru sewaktu kita lembut, kita akan memiliki bumi. Tuhan adalah pemilik bumi; Ia memutuskan kepada siapakah Ia menyerahkan bumi.
Saudara—saudara pendengar yang kami kasihi dimanapun Anda berada, Anda kembali bersama kami dalam acara TELAGA (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Saya Gunawan Santoso dari Lembaga Bina Keluarga Kristen akan berbincang-bincang dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi. Beliau adalah seorang pakar dalam bidang konseling. Perbincangan kami kali ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu yaitu tentang "Profil Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga". Kami percaya acara ini pasti bermanfaat bagi kita sekalian dan dari studio kami mengucapkan selamat mengikuti.
GS : Pak Paul, pada kesempatan yang lampau kita sudah membicarakan tentang latar belakang yang menyebabkan seseorang bisa melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Kita akan melanjutkan perbincangan ini namun supaya para pendengar kita kali ini disegarkan kembali ingatannya dan mereka yang tidak sempat mendengarkan pada kesempatan yang lampau bisa mengikuti perbincangan ini dengan baik, minta tolong Pak Paul mengulang sedikit apa yang kita bincangkan pada kesempatan yang lalu itu.
PG : Latar belakang pertama yang membuat seseorang mudah terlibat dalam kekerasan dalam rumah tangga adalah dibesarkan dalam keluarga yang sarat dengan kekerasan, jadi waktu dia harus menyaksikan ketegangan karena orang tua berkelahi, dia juga akhirnya mengembangkan kemarahan dan kemarahan itu mudah sekali nanti bisa sampai pemukulan sebab itulah juga disaksikannya. Kedua, latar belakang orang yang bertumbuh dalam lingkungan yang keras. Yang kehidupannya pas-pas-an, harus bekerja keras, biasanya lingkungannya sarat dengan kekerasan akhirnya dia juga dibesarkan di sana belajar untuk hidup dengan cara yang keras itu sehingga sisi kemanusiaan akhirnya tidak ada atau kurang dalam dirinya. Yang berikut adalah latar belakang orang yang juga menjadi korban pelecehan atau kekerasan karena misalnya dia juga korban pemukulan oleh orang tuanya atau sering dilecehkan, baik itu secara emosional atau secara seksual. Seperti itu bisa membuat dia menjadi orang yang mudah marah. Yang berikut adalah kalau dia sering menjadi korban ketidakadilan baik dalam rumahnya sendiri maupun di masyarakat, sehingga dia mengembangkan kemarahan ingin berontak dan membalas dendam kepada orang yang dianggapnya telah menindasnya. Yang terakhir adalah orang dengan latar belakang kepribadian psikopat, jadi orang-orang ini memang tidak memunyai kemampuan untuk berempati, penuh belas kasihan justru mendapat kepuasan lewat penindasan dan penyiksaan. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang sangat berbahaya karena nantinya benar-benar mencengkeram pasangannya seolah-olah pasangannya itu seperti hewan peliharaannya yang tidak boleh lepas dari tangannya. Kalau mau lepas dari tangannya dia akan menyiksanya supaya orang itu tidak berani lepas.
GS : Orang yang berkepribadian psikopat itu disebabkan oleh latar belakang yang tadi Pak Paul sebutkan atau karena memang dari bawaannya atau bagaimana,Pak Paul?
PG : Seringkali memang ada pengaruh tambahan, jadi pengaruh-pengaruh yang tadi sudah saya sebut, itu berpengaruh. Misalnya ia adalah korban kekerasan, korban pelecehan, dia juga adalah orang yang melihat dan menyaksikan orang tuanya menggunakan kekerasan dalam rumah tangganya, tidak harmonis, kurang kasih sayang. Itu semua menjadi bahan yang bisa membuat seseorang menjadi seorang psikopat, namun faktor bawaannya yang dibawa sejak lahir, kemampuannya untuk merasakan sesuatu itu lemah. Itu bawaannya karena tidak bisa merasakan dengan mudah, akhirnya susah menempatkan diri dalam posisi orang, susah mengerti perasaan dan pemikiran orang, akhirnya susah melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Dia melihat hanya dari kaca matanya sendiri.
GS : Sebenarnya mereka melakukan KDRT apakah untuk memuaskan dirinya sendiri atau memang sebenarnya mereka juga tidak suka untuk melakukan itu, Pak Paul?
PG : Kecuali yang psikopat, orang-orang yang memang berkepribadian psikopat mendapatkan kepuasan dari tindakan menyiksa dan memukul orang lain. Tapi kalau yang lainnya, pada umumnya mereka sendiri bergumul, artinya setelah mereka memukul pasangannya, dalam hati mereka menyesal. Dan dalam hati mereka berjanji tidak mau melakukan itu lagi, tapi seringnya adalah sewaktu kemarahan muncul sudah tidak bisa mengerem lagi, langsung meluncur kearah kekerasan.
GS : Bukan hanya menyesal dalam hati, Pak Paul, kadang-kadang ada juga yang secara terang-terangan minta maaf kepada pasangannya atau anaknya bahkan, tapi tetap terulang lagi hal itu.
PG : Ini yang kita mau angkat kali ini yaitu mereka menjadi orang yang sebetulnya dibelenggu, tidak merdeka. Dibelenggu oleh kelemahan mereka yaitu kekerasan dan kemarahan dalam diri mereka. Ini yang kita coba soroti supaya kalau ada di antara pendengar yang memunyai masalah ini, dengan pertolongan Tuhan dapat dibebaskan.
GS : Bagaimana caranya, Pak Paul?
PG : Saya kira saya akan mengangkat saja tokoh Musa yang telah kita sebut pada kali yang lampau, sebab Musa memunyai masalah dengan kemarahan akibat dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan penindasan. Sebagaimana kita ketahui dia sendiri tidak menerima penindasan itu sebab ia 'kan dibesarkan di dalam istana namun dapat dipastikan ia pernah menyaksikan kekerasan dan penindasan yang dilakukan oleh orang Mesir terhadap bangsanya Israel. Tidak heran akhirnya Musa mengembangkan kadar kemarahan yang tinggi. Kemarahan Musa menjadi lebih tidak terkendali oleh karena posisinya sebagai cucu raja, oleh sebab tanpa ragu ia membunuh orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israel. Dari sini kita mau petik satu pelajaran untuk kita yang memunyai masalah dengan kekerasan ini yaitu posisi kuasa berpotensi menyuburkan kemarahan dan kekerasan. Sekali lagi saya ulang, posisi kuasa berpotensi menyuburkan kemarahan dan kekerasan. Nah, karena Musa dalam posisi yang tinggi sebagai cucu raja, waktu dia marah, maka kemarahannya tidak terbendung. Ia harus membunuh orang Mesir itu, tidak heran langkah pertama yang Tuhan ambil untuk menetralkan kemarahan Musa adalah mengasingkannya di gurun Midian. Dengan kata lain, di sana ia tidak memunyai kuasa apa pun. Tuhan melucuti kemarahannya di gurun Midian, jadi jika kita menyadari bahwa kita memunyai masalah dengan kemarahan dan kekerasan, penting bagi kita untuk berhati-hati dengan kuasa, sedapatnya jangan mencari kuasa sebaliknya carilah pelayanan.
GS : Itu di gurun Midian ketika Musa menjadi gembala, Pak Paul? Di dalam dia menggembalakan dombanya, apakah itu membantu dia untuk tidak menjadi seorang pemarah.
PG : Betul, karena tugasnya sebagai seorang gembala, dia tidak berhubungan dengan manusia. Tadinya ia adalah cucu raja dan besar kemungkinan ia juga seorang perwira, seorang tentara yang dihormati oleh orang-orang Mesir. Sewaktu Tuhan mengasingkannya di gurun Midian, bukan 4 hari atau 4 bulan tapi 40 tahun, dia benar-benar tidak memunyai kuasa lagi atas manusia. Dia hanya punya kuasa atas hewan, atas domba-dombanya dan kita ketahui menguasai hewan tidak sama seperti menguasai manusia yang jauh lebih kompleks. Dengan kata lain, tidak ada lagi tantangan atau posisi, dia tidak lagi memunyai kuasa apapun, benar-benar dikatakan tidak ada kuasa di gurun pasir itu. Di situ Tuhan melucuti kemarahan dan kekerasannya. Kalau kita mengetahui kita memunyai masalah dengan kemarahan dan kekerasan, lawan godaan mencari kuasa. Mengapa saya katakan, "lawan godaan" sebab kita yang memunyai masalah kemarahan dan kekerasan cenderung mau mencari kuasa. Kita menikmati di posisi atas, di posisi menguasai orang di bawah kita, maka itu yang harus kita lawan. Jangan cari-cari kalau memang Tuhan yang menyediakan, ya sudahlah terima tapi kalau tidak jangan kita sendiri coba-coba mendapatkan kuasa itu, jangan sebab kita justru mesti mencari jalan untuk melayani bukan untuk menguasai orang.
GS : Tetapi dalam kasus Musa sekian tahun kemudian ketika dia memimpin bangsa Israel, itu tetap kemarahan itu muncul lagi, begitu Pak Paul.
PG : Betul, di sini kita melihat bahwa tidak mudah untuk dia menanggalkan manusia lamanya, tapi sebetulnya Tuhan berkali-kali melatihnya, dengan cara apa? Berkali-kali kita ingat bahwa Tuhan ingin menghukum bangsa Israel karena dikatakan di Alkitab mereka keras kepala, tegar tengkuk, karena itu Tuhan berkali-kali mengancam ingin menghukum Israel. Setiap kali Tuhan mengancam menghukum Israel, Musa yang menengahi dan berkata memohonkan belas kasihan dan pengampunan buat orang-orang Israel. Saya melihat itu sebagai sebuah cara Tuhan untuk mengendalikan kemarahannya, dengan Tuhan begitu marah kepada Israel. Musa karena sayang kepada bangsanya, langsung tergesa-gesa memohon pengampunan Tuhan sehingga dengan cara itulah kemarahannya mulai dikikis. Meskipun sudah dikikis banyak di gurun Midian tapi ternyata memang 40 tahun terakhir hidupnya itu juga merupakan bagian yang kuat dalam dirinya, itu sebab waktu Musa turun dari Gunung Sinai melihat orang Israel menyembah berhala, ia tidak ingat lagi itu adalah loh batu yang Tuhan tuliskan dengan 10 Hukum Tuhan; dia pecahkan, dia hancurkan jadi kemarahannya memang sangat besar sekali.
GS : Dalam hal Musa, Tuhan mengasingkan Musa ke gurun Midian, ini aplikasinya dalam kehidupan kita sehari-hari seperti apa, Pak Paul?
PG : Tadi saya sudah singgung sedikit yaitu secara praktisnya, dalam pekerjaan kita jangan mengejar posisi, jangan mengejar kuasa. Praktisnya cobalah selalu jalan melayani artinya apa yang bisa kita lakukan buat orang lain, lakukanlah. Jadi benar-benar hidup itu untuk melayani, tekankan pada unsur melayani. Ini adalah obat penawar kecenderungan kita untuk mendapatkan kuasa. Melayanilah, melayanilah jangan pikirkan apa imbalannya untuk saya, jangan pikirkan posisi saya, tidak! Benar-benar hanya pikirkan bagaimana saya bisa melayani Tuhan dan sesama saya.
GS : Hal lain yang bisa kita lakukan, apa Pak Paul?
PG : Oleh karena menguasai orang atau menundukkan orang berada dalam satu paket yang sama dengan kemarahan, hindarilah godaan untuk menguasai orang. Jadi prinsipnya, biarkanlah orang menjadi diri apa adanya, jangan terlalu mengatur orang. Salah satu sumber kemarahan yang akhirnya menjerumuskan kita ke dalam perilaku kekerasan adalah tuntutan agar orang lain bersikap dan berbuat sesuai dengan yang diharapkan. Hal kecil menjadi hal besar dan kita terus tegang melihat sikap dan perbuatan orang sebab kita senantiasa mengawasi orang agar mereka bersikap dan bertindak sesuai dengan harapan kita. Ada suatu tuntutan yang kaku dan banyak terhadap orang meskipun kita sendiri berkata, "Tidak, saya tidak menuntut banyak". Orang yang mudah marah apalagi menggunakan kekerasan cenderung memang memunyai tuntutan yang tinggi agar orang bersikap dan berbuat sesuai dengan yang diharapkannya. Begitu tidak, dia akan marah, maka yang mesti mulai dilakukan adalah lepaskan. Biarkan orang menjadi lebih merdeka menjadi dirinya, kita tidak harus selalu mengatur orang supaya mereka melakukan yang benar. Kita kadang-kadang menggunakan kata "yang benar", tidak usah, biarkan jadi diri mereka, berilah ruangan untuk mereka melakukan kesalahan. Kita tidak selalu harus selalu mengawasi orang.
GS : Tapi kalau orang itu justru sebagai pemimpin di sebuah perusahaan atau organisasi, bukankah sulit, Pak Paul?
PG : Betul, maka kalau memang dia sebetulnya mengetahui memunyai masalah dengan kemarahan, sebisanya dia mesti membatasi ruang lingkupnya, karena makin dia memunyai wilayah kekuasaan yang besar, makin ia mau mengawasi orang supaya orang bertindak atau bersikap seperti yang diharapkannya; wah dia menjadi seperti api yang terus menyala. Kalau kita sadar kita seperti itu, lepaskan tanggungjawab jangan sampai kita terlalu mengawasi orang.
GS : Kadang-kadang bukan kemauan kita sendiri, artinya kita bisa ditunjuk orang, dimintai tolong orang supaya menjadi pemimpin padahal kita mengetahui kita memunyai kelemahan di situ, Pak Paul.
PG : Saya mengerti ini tidak mudah sebab kadang-kadang ini tugas kita, kita bukan mau begitu tapi ditugaskan untuk mengawasi orang. Kalau itu yang harus kita kerjakan, kerjakanlah, tapi di luar pekerjaan kita dengan orang-orang di rumah, lebih bebaskan. Berilah tanggungjawab kepada pasangan kita untuk mengawasi lebih banyak, menegur lebih banyak sehingga kita tidak terlalu terlibat, sebab kalau kita sudah di luar rumah pekerjaannya mengawasi orang, di rumah mengawasi lagi saya kuatir kita tidak dapat menguasai diri dengan baik.
GS : Jadi apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Pak Paul?
PG : Ada satu hal lain lagi yang perlu kita pahami yang membuat orang mudah marah dan akhirnya menggunakan kekerasan adalah keletihan dan rasa tanggungjawab yang berlebihan. Musa pernah marah kepada Tuhan karena merasa Tuhan membebankan Israel ke pundaknya. Ia lupa bahwa ia hanyalah hamba dan bahwa Tuhanlah yang memikul beban Israel, itu sebab kita juga harus mengatur jadwal kehidupan supaya ada keseimbangan antara beristirahat dan bekerja. Juga janganlah memikul tanggungjawab yang berlebihan, delegasikanlah dan percayakanlah tugas kepada orang lain. Penting kita mengatur dan mengerti keterbatasan kita, Pak Gunawan.
GS : Tapi memberi tugas kepada orang lain juga seringkali menimbulkan masalah baru, Pak Paul. Yaitu ketika apa yang kita minta dia lakukan, itu tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, ini menimbulkan kemarahan lain lagi, Pak Paul.
PG : Betul, karena kita memang memunyai tuntutan yang lebih tinggi akhirnya pada waktu orang tidak melakukannya kita mudah marah lagi. Sekali lagi, kita belajarlah untuk mendelegasikan, belajar untuk membiarkan orang, kadang-kadang kita me'nutup mata', tidak peduli, belajarlah untuk lebih bersikap seperti itu, sebab kalau tidak kita akan benar-benar ditenggelamkan oleh kemarahan kita sendiri.
GS : Kalau di dalam rumah bagaimana, Pak Paul?
PG : Sama, ada hal-hal yang mungkin kita tidak bisa lakukan, kita minta pasangan kita untuk melakukannya untuk kita sehingga kita tidak terlalu dibebankan tanggungjawab, terlalu letih atau apa, misalnya dalam mengurus anak kalau kita mengetahui kita akan mudah tersulut, marah meledak. Kita minta tolong istri kita atau suami kita yang lebih berperan, kita akui kelemahan kita jadi mintalah bantuan pasangan kita.
GS : Pak Paul, apakah ada hal lain yang perlukan kita lakukan?
PG : Ada, kembali lagi kepada Musa sebagaimana kita ketahui Tuhan melarang Musa untuk menginjakkan kakinya di tanah Kanaan karena kesalahan yang diperbuatnya di Meriba yaitu memukul batu yang melambangkan kehadiran Tuhan. Inilah perkataan Tuhan kepada Musa yang dicatat di Bilangan 20:12, "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka". Kemarahan Musa keluar dari kurangnya rasa hormat terhadap kekudusan Tuhan. Ini yang membuat Tuhan marah dan menghukum Musa. Musa tidak lagi menghargai dan menghormati kekudusan Tuhan. Begitu pula dengan kita, kemarahan acap kali keluar dari kurangnya rasa hormat kepada sesama. Kalau kita memunyai masalah dengan kemarahan kita mesti ingat bahwa ada hal yang sakral yang tidak boleh dilanggar, yaitu tubuh pasangan kita bukan untuk kita pukul. Tubuh anak kita bukan untuk kita pukuli juga, jadi anggaplah itu sebagai hal yang sakral, jangan sembarangan kita menyentuh mereka dengan kekerasan. Sekali lagi, hormat, orang yang penuh dengan kemarahan dan kekerasan seringkali tidak memunyai hormat lagi, tidak ada lagi respek terhadap orang di sekitarnya. Dia mau apa, dia bisa lakukan, dia tidak peduli, ini kita belajar dari Musa, dia kehilangan hormat terhadap kekudusan Tuhan. Jadi dia kurang ajar terhadap Tuhan, dia memukuli batu yang melambangkan kehadiran Tuhan.
GS : Biasanya orang berdalih, ia sudah mata gelap, ia sudah tidak bisa menguasai dirinya lagi. Ini bagaimana, Pak Paul?
PG : Memang kita mengerti, kita manusia terbatas kadang-kadang kita tidak bisa menguasai diri kita lagi. Kalau itu terjadi kita mesti cepat-cepat minta ampun kepada Tuhan. Namun sedapat-dapatnya kita cegah dengan cara misalnya, tanamkanlah rasa hormat terhadap orang, terhadap pasangan kita, terhadap anak-anak kita. Tanamkanlah rasa hormat, kita tidak boleh bersikap sembarangan dengan mereka.
GS : Hal lain yang masih dilakukan ada, Pak Paul?
PG : Ada yang terakhir adalah tugas utama dalam mengatasi kemarahan bukanlah mengurangi kemarahan melainkan menambah kelembutan hati. Masalah kemarahan adalah masalah kekerasan hati, itu sebab cara menghilangkannya adalah dengan menambahkan kelembutan hati. Tidak ada cara yang lebih efektif untuk melembutkan hati selain mengasihi orang, berkali-kali Musa memohon kepada Tuhan agar tidak menghukum Israel sebab Musa mengasihi bangsanya, jadi mintalah kepada Tuhan untuk melembutkan hati kita dan menambahkan kasih pada diri kita. Hati yang hampa kasih akan berubah keras sebaliknya hati yang penuh kasih akan berubah lembut. Singkat kata, masalah kekerasan fisik sebenarnya adalah masalah kekerasan hati. Itu sebab obat penawarnya adalah kelembutan hati.
GS : Orang harus bergumul luar biasa kerasnya, orang yang biasa keras dan suka menguasai orang lain, lalu dia harus menambahkan kasih, ini kelihatannya memang bertolak belakang sehingga banyak orang berkata, mana saya bisa seperti itu?
PG : Jadi target kita harus kita alihkan bukan lagi bagaimana saya bisa menguasai kemarahan saya, bagaimana saya bisa menahan tangan saya dari kekerasan. Fokus hanya pada hati yang lembut. Hati yang lembut adalah hati yang diisi oleh kasih, jadi berdoa, meminta kepada Tuhan agar Dia mengisi hati kita dengan kasih-Nya bukan kasih kita sendiri sebab bisa jadi kita tidak memunyai banyak kasih apalagi kita yang memunyai latar belakang yang buruk. Kita benar-benar kosong kasih, maka minta Tuhan mengisi hati kita dengan kasih supaya kasih-Nya yang mengisi hati dan melembutkan hati kita. Nanti kalau hati kita sudah diisi oleh kasih Tuhan tidak lagi keras dan tidak lagi menggunakan kekerasan.
GS : Pak Paul, apakah ada firman Tuhan yang ingin Pak Paul sampaikan sehubungan dengan perbincangan ini?
PG : Matius 5:5 mengingatkan, "Berbahagialah orang yang lemah lembut karena mereka akan memiliki bumi". Ini adalah perkataan Tuhan kita Yesus dalam khotbahnya di atas bukit. "Berbahagialah orang yang lemah lembut karena mereka akan memiliki bumi". Orang yang pemarah dan pelaku kekerasan memunyai dorongan kuat untuk menguasai orang dan lingkungan di sekitarnya. Singkat kata, ia berusaha memiliki bumi melalui kekerasan. Tuhan mengajarkan sebaliknya, bahwa justru pada waktu kita lembut kita akan memiliki bumi. Kenapa? Tuhan adalah pemilik bumi, Dialah yang akan memutuskan kepada siapakah Ia akan menyerahkan bumi ini.
GS : Maksudnya bumi ini bumi yang mana, Pak Paul?
PG : Maksud saya adalah orang di sekitar kita, Pak Gunawan. Sebab orang yang penuh dengan kekerasan hati dan kemarahan cenderung mau menguasai orang di sekitarnya. Saya umpamakan seperti bumi, jalan Tuhan kebalikannya, bukan dengan jalan kekerasan menguasai lingkungan atau orang tapi justru dengan jalan kasih. Orang yang mengasihi akan diberikan kuasa oleh Tuhan untuk bisa mengatur orang-orang di sekitarnya.
GS : Tapi cara seperti itu 'kan kurang populer atau tidak populer di kalangan kita sendiri, Pak Paul.
PG : Betul sekali, memang saya mengerti cara orang yang lebih umum adalah menggunakan kekuasaan dan kemarahan serta kekerasan untuk menguasai orang lain, tapi kita bisa melihat bahwa orang yang menguasai orang lain lewat kekerasan hanya menguasai sementara saja. Tapi orang yang menguasai lewat kasih, menguasai selamanya karena orang tidak usah disuruh pun akan menundukkan diri kepadanya.
GS : Dan hal itu sudah diteladani oleh Tuhan Yesus sendiri, diberikan contoh walaupun Dia punya kuasa yang penuh tetapi Dia tetap lembut hati.
Terima kasih sekali Pak Paul, untuk perbincangan ini. Para pendengar sekalian kami juga mengucapkan terima kasih Anda telah mengikuti perbincangan kami dengan Bp. Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam acara Telaga (Tegur Sapa Gembala Keluarga). Kami baru saja berbincang-bincang tentang "Profil Pelaku Kekerasan dalam Rumah Tangga". Perbincangan ini merupakan kelanjutan dari perbincangan kami terdahulu. Bagi Anda yang berminat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai acara ini, silakan Anda menghubungi kami lewat surat. Alamatkan surat Anda ke Lembaga Bina Keluarga Kristen (LBKK) Jl. Cimanuk 56 Malang. Anda juga dapat menggunakan e-mail dengan alamat telaga@telaga.org kami juga mengundang Anda untuk mengunjungi situs kami di www.telaga.org. Saran-saran, pertanyaan serta tanggapan Anda sangat kami nantikan, akhirnya dari studio kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian Anda dan sampai jumpa pada acara Telaga yang akan datang.
END_OF_FILE | <<Prev Next>> Kembali ke atas |